PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP KETERBUKAAN DIRI REMAJA SISWA KELAS X SMK NEGERI 02 SALATIGA TAHUN AJARAN 2015/2016
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh Esti Purnamasari 132012003
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PENDAHULUAN Pada kenyataannya, manusia dalam kehidupan sehari-harinya dituntut untuk dapat berperan sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan demi kelangsungan hidupnya, sedangkan sebagai makhluk sosial dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberi pertolongan pada individu lain yang membutuhkan. Namun dalam kenyataannya, pada masa globalisasi saat ini masyarakat di kota-kota besar sedikit demi sedikit mengalami perubahan sebagai akibat dari modernisasi. Jadi, tidaklah mengherankan apabila di kota-kota besar nilai-nilai pengabdian, kesetiakawanan dan tolong-menolong mengalami penurunan sehingga yang nampak adalah perwujudan kepentingan diri sendiri dan rasa individualis. Hal ini akan mengganggu dalam tugas perkembangan dan mengganggu tentang komunikasi yang baik dengan teman sebaya. Pada masa sekarang jalinan pertemanan itu tidak berjalan dengan mulus terkadang ada banyak hal masalah kecil yang mengganggu seperti: egois, tidak peduli dengan perasaan temannya, terlalu banyak memikirkan diri sendiri. Keterbukaan Diri bermula dari diri sendiri ketika diri sendiri tidak ingin menceritakan diri terhadap teman-temannya sebagian kecil bisa mengganggu kesehatan mentalnya karena akan menjadi orang yang introvert, menjadi orang yang tidak percaya diri, menjadi orang yang tidak bisa percaya dengan temannya dan masih banyak lagi yang akan mengganggu
individu tersebut Dirinya rendah.
ketika
Keterbukaan
Menurut Hurlock (2005), manusia dibentuk juga oleh lingkungannya, maka dalam pembentukan disiplin diri individu dituntut untuk mengenali setiap unsur yang ada disekelilingnya. Tanpa mengenali lingkungan akan mengakibatkan kesulitan dalam Keterbukaan Diri, karena seseorang akan terbuka dengan orang lain ketika ia dapat menangkap kondisi diri dan lingkungannya. Unsur lingkungan paling dekat adalah dirinya sendiri dan keluarga. Terkait dengan lingkungan keluarga berarti melibatkan pola asuh orang tua. Orang tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk merawat anak-anaknya, mengajarkan cara berinteraksi dan bersosialisasi, mengajarkan bagaimana berperilaku yang dapat diterima sesuai norma masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola asuh merupakan pola interaksi dalam pengasuhan orang tua kepada anak (Hurlock, 2005) Di dalam keluarga, orang tua sebagai penanggung jawab keluarga bertugas membentuk sikap kepribadian dan perilaku yang baik, salah satunya melalui membentuk keterbukaan diri anak agar dapat menjadi pribadi yang mampu bersosialisasi dan berguna bagi sekitarnya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui signifikasi pengaruh pola asuh orang tua terhadap keterbukaan diri remaja. LANDASAN TEORI Johnson (dalam Supratiknya, 2016) mengemukakan bahwa pembukaan diri atau self disclosure adalah
mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut.Menurut Morton (dalam Dayaksini 2009) mengemukakan bahwa keterbukaan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi dalam keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin untuk diketahui oleh orang lain, misalnya seperti pekerjaan, alamat, dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan perasaan pribadinya lebih mendalam kepada orang lain, misalnya seperti tipe orang yang disukai, hal-hal yang disukai maupun halhal yang tidak disukainya. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2013) sebagai rujukan, karakteristik orang yang bersikap terbuka dikontraskan dengan karakteristik orang bersikap tertutup (dogmatis) yaitu : a. Menilaipesansecaraobjektifdenganm engunakan data danlogika. b. MampuMembedakandenganmudahd anmelihatnuansa. c. Berorientasipadaisi. d. BerusahamencariInformasidariberba gaisumber. e. Lebihbersifatprofesionaldanbersedia mengubahkeyakinan. f. Mencaripengertianpesan yang tidaksesuaidengankepercayaan. Selanjutnya menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat 2013) tentang karakteristik orang yang bersikap tertutup sebagai berikut:
a. MenilaiPesanBerdasarkan Motifmotif pribadi b. BerpikirSimplistis, artinyaberpikirhitam-putih c. Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan. d. MencariInformasitentangkepercayaa n orang lain darisumbernyasendiri, e. Secarakakumempertahankandanmem egangteguhsistemkepercayaannya. f. Menolak, mengabaikan, mendistorsi, danmenolakpesan yang tidakkonsistendengansistemkepercay aannya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keterbukaandiri Menurut Devito (2011), mengidentifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri. Ke tujuh faktor tersebut adalah : a. Besar Kelompok Keterbukaan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Diad (kelompok yang terdiri atas dua orang)merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Dengan satu pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi tanggapan dengan cepat. Sebaliknya bila lebih dari satu orang pendengar, pemantauan seperti ini menjadi sulit, karena tanggapan yang muncul pasti berbeda dari pendengar yang berbeda. b. Perasaan Menyukai Menurut Derlega (dalam Devito,2011) mengatakan kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita sukai. John Berg dan Richard Archer (dalam Devito Ed.5th) melaporkan bahwa tidak saja kita
c.
d.
e.
f.
membuka diri kepada mereka yang kita sukai, kita juga tampaknya menjadi suka kepada mereka terhadap siapa kita membuka diri. Efek Diadik Keterbukaan diri dilakukan bila orang yang bersama kita juga melakukan keterbukaan diri. Efek diadik ini barangkali membuat kita merasalebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku keterbukaan diri kita sendiri. Kompetensi Orang yang kompeten lebih banyak melakukan dalam keterbukaan diri daripada orang yang kurang kompeten. “Sangat mungkin,” kata James McCroskey dan Lawrence Wheeles (dalam Devito, 2011), “bahwa mereka yang lebih kompten juga merasa diri mereka memang lebih kompeten dan karenanya mempunya rasa percaya diri yang diperlukan untuk lebih memanfaatkan keterbukaan diri.” Atau, lebih mungkin lagi, orang yang kompeten barangkali memiliki lebih banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orangorang yang tidak kompeten. Kepribadian Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrover melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introver. Rasa gelisah adakalanya meningkatkan keterbukaan diri kita dan kali lain menguranginya sampai batas minimum. Orang yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri daripada mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi. Topik
Lebih cenderung membuka topik tertentu daripada topik lain. Dalam Jourard (1968,1971a) mengemukakan kita lebih cenderung mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan atau hobi daripada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan. Lebih cepat mengungkapkan informasi yang bagus lebih cepat daripada informasi yang kurang baik. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan kita mengungkapkannya. g. Jenis Kelamin Faktor terpenting dalam keterbukaan diri adalah jenis kelamin. Umumnya, pria kurang terbuka daripada wanita. h. MitradalamHubungan Denganmeningkatkantingkatkeakraba nsebagaipenentutingkatkedalamankete rbukaandirimakalawankomunikasiata umitradalamhubunganakanmenentuka nketerbukaandiriitu. Kita melakukanketerbukaandirikepadamer eka yang kitaanggapsebagai orang yang dekatmisalnyasuami/istri, anggotakeluargadantemandekat. Di sampingitukitajugaakanmemandangba gaimanaresponmereka. Apabilakitapandangitu orang yang hangatdanpenuhperhatianmakakitakita akanmelakukanketerbukaandiri, apabilasebaliknya yang terjadimakakitaakanmemilihuntukmen utupdiri. Menurut Brooks (2008), pola asuhorang tua adalah sebuah proses yang melibatkan aksi dan interaksi antara orang tua dan anak, dan dalam proses ini kedua belah pihak berubah satu sama lain, dan hal ini berlangsung hingga anak-anak berkembang menjadi dewasa. Proses interaksi yang dimaksud yaitu melibatkan
proses melahirkan, melindungi, memelihara, dan mengarahkan anak. Seluruh proses tersebut pada akhirnya bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan seorang anak dari kecil hingga dewasa (Brooks, 2008).Menurut Sumardjono (2013) mengemukakan pola asuh anak adalah cara, bentuk, strategi pendidikan keluarga yang dilakukan orang tua kepada anak. Pembentukan pribadi anak yang positif tidak terlepas dari pola asuh anak yang diterapkan orang tua di dalam keluarga. Orang tua sebagai kepala keluarga mempunyai peran penuh untuk mengatur dan mendidik anaknya. Diana Baumirnd (dalam Sumardjono, 2013) mendefinisikan pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam rumah tangga diperlukan aturan yang dibedakan sebagai aturan yang tegas dan fleksibel. Aturan yang tegas tidak dapat diuabh meski remaja sependapat atau bersebrangan, sedangkan aturan fleksibel bersifat terbuka untuk dinegoisasikan, dapat dilonggarkan atau diubah jika ada alasan yang mantap. Model Pola Asuh Orang Tua Hurlock (2015) menyatakan ada tiga macam cara yang digunakan oleh orang tua dalam mendidik putra-putrinya yaitu, 1. Pola asuh otoriter Adanya kontrol yang ketat dari orang tua, aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak, anak harus bertingkah laku sesuai aturan yang ditetapkan orang tua, orang tua tidak mempertimbangkan pandangan atau pendapat anak dan orang tua
memusatkan perhatian pada pengendalian secara otoriter yaitu berupa hukuman fisik. Tipe pola asuh otoriter anak mempunyai sifat submitif, anak tidak mempunyai inisiatif karena takut berbuat kesalahan, anak menjadi penurut, tidak mempunyai kepercayaan diri, dan tidak mempunyai tanggung jawab. Pada tipe ini kontrol orang tua ketat. Namun dipihak lain orang tua menuntut agar anak lebih bertanggung jawab sesuai dengan perkembangannya, tetapi anak merasa terkekang dalam mencari kemandirian. 2. Pola asuh demokratis Aturan yang dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga, orang tua memperhatikan keinginan dan pendapat anak, selalu mengadakan diskusi atau mengambil suatu keputusan, anak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan diberi kepercayaan serta ada bimbingan dan kontrol dari orang tua. Anak tidak takut akan membuat kesalahan, dengan demikian rasa percaya diri pada anak akan berkembang dengan baik dan anak mempunyai tanggung jawab. 3. Pola asuh permisif Tidak adanya bimbingan dan aturan dari orang tua, tidak ada tuntutan kepada anak, tidak ada pengendalian atau pengotrolan dari orang tua. Anak yang diasuh dan dididik dengan pola asuh ini biasanya anak kurang mempunyai tanggung jawab dan biasanya anak sulit dikendalikan serta berbuat hal-hal yang sebenarnya tidak dibenarkan. Perilaku sering melanggar norma-norma masyarakat karena itu akan terbentuk sikap penolakan dari lingkungan dan akibatnya kepercayaan
diri goyah serta penghargaan diri sendiri kurang baik. Penelitian Relevan Pada penelitian yang dilakukan J. Elizabeth Norrell (1984) berdasarkan hasil penelitian tentang “Self-Discolsure : Implications for the study of parentadolescent interaction” Keterbukaan diri remaja kepada orangtua dapat berubah sebagai akibat dari perkembangan kognitif, fisik dan konsep diri pada remaja tersebut. Implikasi dari perubahan keterbukaan diri ada kaitannya dengan interaksi antara orang tua dan remaja. Pada penelitian yang dilakukan Sweta Pethak (2012) berdasarkan hasil penelitian tentang “Parental Monitoring and Self-Disclosure of Adolescents” menunjukan bahwa remaja yang dimonitor dengan baik oleh orang tua lebih sedikit melakukan kenakalan remaja dan perilaku melanggar norma. Kemajuan dalam teknologi, media masa, dan internet telah meningkatkan tantangan pemantauan orangtua yang efektif. Dampak dari keterbukaan diri dapat meningkatkan bermacam-macam hal. Kerelaan untuk diri anak memungkinkan orang tua untuk tahu lebih banyak tentang anak tersebut dan membantu membangun atmosfir kepercayaan dan kejujuran satu sama lain. METODE PENELITIAN Penelitianinimenggunakanpendekat anKuantitatif, mengatakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistikaAzwar (2010).Analisis regresi digunakan untuk memprediksikan seberapa jauh perubahan nilai variabel
dependen, bila nilai variabel independen dimanipulasi / dirubah-rubah atau dinaik turunkan. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependenSugiyono (2014). Pada penelitian ini, analisi regresi digunakan untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap keterbukaan diri remaja. Padapenelitianinimenggunakantek nikprobability sampling.DenganmenggunakantabelNomo gramHerry King, bilajumlahpopulasi 615 siswa, kesalahan 5% makajumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Negeri 02 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 221siswa. Teknikpengumpulan data menggunakanskalapolaasuh orang tuadanketerbukaandiri, skalapolaasuh orang tuaberdasarkanteori Hurlock (2015) sedanganskalaketerbukaandiriberdasarkant eoriDevito (2011).
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini dianalisis ini berdasarkan fakta polaasuh orang tuadanketerbukaandirikelas X SMK Negeri 02, adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
KeterbukaanDiri Kategori SangatT
Interval 200 – 226
F 27
(%) 12.2
inggi Tinggi
173 – 199
Sedang
146 – 172
Rendah SangatR endah
35.3
119 – 145
78 10 0 13
92 – 118
3
1.4
45.2 5.9
22 100 1 92.00 229.00 173.6 22.49
Total Minimun Maksimum Mean Std. Deviation
PolaAsuh Orang Tua JenisPolaAsuh Orang Tua Otoriter Demokratis Permisif TOTAL
Siswa 14 195 12 221
Model Summary
Model R 1
Std. Error R Adjusted of the Square R Square Estimate
.326a .107
.102
21.30906
a. Predictors: (Constant), PolaAsuhOrangtua Tabel diatas menjelaskan besarnya nilai korelasi (R) yaitu sebesar 0,326 dan dijelaskan besarnya prosentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang disebut koefesien determinasi yang merupakan hasil dari penguadratan R. Dari output tersebut diperoleh koefesien determinasi (R2) sebesar 0,107 yang mengandung pengertian bahwa pengaruh variabel bebas (Pola Asuh Orangtua)
terhadap variabel terikat (Keterbukaan Diri) adalah sebesar 10,7% (dibulatkan menjadi 11%), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang lain. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan besarnya pengaruh pola asuh orang tua terhadap keterbukaan diri remaja. Besar koefesien determinasi R(Square) adalah 0,11 yang artinya pola asuh orang tua memiliki kontribusi sebesar 11% terhadap keterbukaan diri remaja sedangkan 89% dipengaruhi factor lain. Menurut teori Devito (2011) factor lain yang mempengaruhi keterbukaan diri selain pola asuh orang tua ialah faktor besar kelompok jadi keterbukaan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar, dengan satu pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi tanggapan dengan cepat. Faktor perasaan menyukai menurut Derlega (dalam Devito, 2011) mengatakan kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita sukai. Faktor efek diadik, keterbukaan diri dilakukan bila orang yang bersama kita juga melakukan keterbukaan diri. Faktor kompetensi yang dimaksud ketika orang yang kompeten lebih banyak melakukan dalam keterbukaan diri daripada orang yang kurang kompeten. Atau lebih mungkin lagi, orang yang kompeten barangkali memiliki lebih banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orangorang yang tidak kompeten. Faktor kepribadian, orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang
pandai bergaul dan lebih introvert. Orang yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri daripada mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi. Faktor topik ini lebih cenderung membuka topik tertentu daripada topik lain. Lebih cepat mengungkapkan informasi yang bagus lebih cepat daripada informasi yang kurang baik. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan kita mengungkapkannya. Selanjutnya faktor jenis kelamin, umumnya, pria kurang terbuka daripada wanita. Tabel tersebut juga menunjukan nilai Sig = 0,00 ˂ 0,05 yang berarti data tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan dan uji linearitasnya diterima. Dalam penelitian ini Berdasarkan data skala sikap keterbukaan diri remaja dan pola asuh orang tua. Dari hasil skor keterbukaan diri diperoleh hasil sebesar diperoleh hasil sebesar 12,2% dengan jumlah 27 siswa pada kategori sangat tinggi. Sebesar 35,3% dengan jumlah 78 siswa pada kategori tinggi. Sebesar 45,2% dengan jumlah 100 siswa pada kategori sedang. Sebesar 5,9% dengan jumlah 13 siswa pada kategori rendah dan sebesar 1,4% dengan jumlah 3 siswa berada pada kategori sangat rendah. Pada hasil pola asuh orang tua diperoleh hasil sebesar 14 siswa menunjukan jenis pola asuh orang tua otoriter, sebanyak 195 siswa menunjukan pola asuh demokratis dan sebesar 12 siswa menunjukan pola asuh permisif. Penulis mengakui terdapat kelemahan dalam penelitian ini yang terlihat pada besar pengaruh pola asuh orang tua dengan keterbukaan diri yang sangat kecil, memiliki kontribusi sebesar
11%. Hal ini terjadi disebabkan oleh kesalahan penulis dalam penyusunan angket, penentuan indicator, dan analisa data yang kurang baik. KESIMPULAN Ada pengaruh yang signifikan antara Pola Asuh Orangtua terhadap keterbukaan diri remaja siswa kelas X SMK Negeri 02 Salatiga tahun ajaran 2015/2016.Besar koefesien determinasi R (Square) adalah 0,11 yang artinya pola asuh orang tua memiliki kontribusi sebesar 11% terhadap keterbukaan diri remaja sehingga masih terdapat 89% dipengaruhi oleh factor lain yang dapat mempengaruhi keterbukaan diri diluar variable pola asuh orang tua yaitu besar kelompok, perasaan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian, topik dan jenis kelamin. DAFTAR PUSTAKA Ali,
Mohamad. 1984. Penelitian Kependidikan: Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara Azwar, Saifuddin. 2010. Penelitian. Yogyakarta Pelajar
Metode :Pustaka
Brooks, J. (2011). The process of parenting (7th ed). New York : McGrawHill. Dayaksini, Tri. 2006. Psikologi Sosial. Malang. UMM Press. Devito, J.A. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Translated by Maulana, Agus. Tangerang : Karisma Publishing Group
Hunter, Sally.B. Barber, Brian.K. Olsen. Joseph, A. McNeely. Clea.A, Bose. Krishna. (ttt). Adolescents SelfDisclosure to Parents Across Culture : Who Discloses an Why Hurlock E. B (2015). Perkembangan Anak. Jilid 2. Jakarta: Erlangga Krisbiantara, W. 2005. Perbedaan Kemandirian Ditinjau dari Pola Asuh dan Jenis Kelamin Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Pabelan Kabupaten Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Progdi Bimbingan dan Konseling: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Nasir, Mohammad. 2003. Metodologi Penelitian. Cetakan Keempat, Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Norrel, J.Elizabeth. 1984. Self-Discolsure : Implications for the study of parentadolescent interaction. Padmomartono,Sumardjono. 2013. Konseling Remaja. Salatiga: UKSW Papini, Dennis R. Farmern, Frank F. Clark, Steven M. Micka, Jill C. Barnett, Jawanda K. 1990. Early Adolescent Age and Gender Differences In Patterns of Emotional SelDisclosure to Parents and Friends Pethak, Sweta. 2012. Parental Monitoring and Self-Disclosure of Adolescents Pratiwi, Purwandini.Sakti. 2016. Pendidikan Seks Cegah Remaja Pacaran Kebablasan. Kompas.
Diperoleh 02 Kompas.com
April
2016,
dari
Rachma,Elieen. Savitri,Sylvina. 2012. Menjadi Transparan dengan Elegan. Kompas. Diperoleh 02 April 2016, dari Kompas.com Rakhmat,Jalaluddin.2013.Psikologi Komunikasi.Bandung:Remaja Rosdakarya Shochib,Moh. 2010. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta : Rineka Cipta Soenens,Bart. Vansteenkiste,Maarten. Luyckx,Koen.2006. Parenting and Adolescent Problem Behavior: An Integrated Model With Adolescent Self-Disclosure and Perceived Parental Knowledge as Intervening Variables. Development Psychology, Vol. 42, No. 2, 305-218 Sugiyo. 2005. KomunikasiAntarpribadi. Semarang: UNNES PRESS Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penilitian. Bandung : Alfabeta Sugiono. 2006. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R n D. Bandung:Alfabeta Slameto. (2003). Metodologi Pendidikan. Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP – UKSW Salatiga Supratiknya, A.2016. Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologi. Yogyakarta: Kanisius