Abstrak Guru adalah salah satu referensi yang paling dominan bagi media belajar para siswa dibandingkan dengan beberapa sumber belajar lainnya. Dalam skripsi ini peran utama seorang guru dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an adalah sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator bagi para siswanya karena itu seorang guru menjadi ujung tombak bagi keberhasilan belajar siswa di sekolah. Tugas dan tanggung jawab seorang guru PAI tidak hanya hadir untuk menyampaikan materi pelajaran didepan kelas, tetapi juga dapat mengetahui apa saja kendala yang dialami siswa sehingga siswa menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, dengan adanya peran guru tersebut diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa. Begitu banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar agama khususnya dalam belajar membaca Al-Qur’an, namun kesulitan ini belum diketahui secara pasti faktor penyebab yang menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Hal ini membuat penulis untuk melahirkan suatu rumusan masalah yaitu, kesulitan apa saja yang ditemui siswa dalam membaca Al-Qur’an, bagaimana cara mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an tersebut dan bagaimana peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Islam Al-Ikhlas. Dalam penelitian ini penulis menetapkan sampel sebanyak 15% dari jumlah populasi 272 yaitu 41 orang dengan ketentuan penarikan sampel yaitu random sampling. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif analisis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Dengan metode ini diharapkan memperoleh data-data yang konkrit dan sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksaan penelitian yang dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Peran guru PAI dalam pembelajaran Al-Qur’an sangat penting bagi siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, karena dengan adanya peran guru seperti memberikan bimbingan, motivasi dan evaluasi dapat merangsang siswa agar dapat membaca Al-Qur’an lebih baik, sedangkan kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah, kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an, sedangkan faktor ekstern meliputi, kurangnya motivasi dan perhatian dari kedua orang tua, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik pendidikan formal maupun non formal.
i
PERAN GURU PAI DALAM MENGATASI KESULITAN MEMBACA AL-QUR’AN SISWA DI SMP ISLAM AL-IKHLAS CIPETE JAKARTA SELATAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S,Pd.i)
Oleh HANIFAH NIM: 105011000139
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
Abstrak Guru adalah salah satu referensi yang paling dominan bagi media belajar para siswa dibandingkan dengan beberapa sumber belajar lainnya. Dalam skripsi ini peran utama seorang guru dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an adalah sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator bagi para siswanya karena itu seorang guru menjadi ujung tombak bagi keberhasilan belajar siswa di sekolah. Tugas dan tanggung jawab seorang guru PAI tidak hanya hadir untuk menyampaikan materi pelajaran didepan kelas, tetapi juga dapat mengetahui apa saja kendala yang dialami siswa sehingga siswa menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, dengan adanya peran guru tersebut diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa. Begitu banyak siswa mengalami kesulitan dalam belajar agama khususnya dalam belajar membaca Al-Qur’an, namun kesulitan ini belum diketahui secara pasti faktor penyebab yang menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Hal ini membuat penulis untuk melahirkan suatu rumusan masalah yaitu, kesulitan apa saja yang ditemui siswa dalam membaca Al-Qur’an, bagaimana cara mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an tersebut dan bagaimana peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Islam Al-Ikhlas. Dalam penelitian ini penulis menetapkan sampel sebanyak 15% dari jumlah populasi 272 yaitu 41 orang dengan ketentuan penarikan sampel yaitu random sampling. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian deskriptif analisis. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Dengan metode ini diharapkan memperoleh data-data yang konkrit dan sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksaan penelitian yang dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Peran guru PAI dalam pembelajaran Al-Qur’an sangat penting bagi siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, karena dengan adanya peran guru seperti memberikan bimbingan, motivasi dan evaluasi dapat merangsang siswa agar dapat membaca Al-Qur’an lebih baik, sedangkan kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah, kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an, sedangkan faktor ekstern meliputi, kurangnya motivasi dan perhatian dari kedua orang tua, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik pendidikan formal maupun non formal.
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillahhirobbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah semata, yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-nya kepada kita semua. Atas Rahmat, Taufik dan Hidayah serta izin Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca AlQur’an Siswa di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan” ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Penulis menyadari dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, masih jauh dari kesempurnaan tanpa adanya bantuan dari banyak pihak, baik berupa motivasi, izin, pikiran, tenaga, dana dan lainnya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Dosen pembimbing skripsi, Ibu Dra. Hj. Eri Rosatria, M. Ag, yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4.
Dosen Akademik, Bapak DR. Zaimuddin M.Ag yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penulisan skripsi ini.
5.
Staf PU dan Perpustakaan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Kepala sekolah SMP Islam Al-Ikhlas, Bapak H. Prasetyo dan Stafnya, yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk melakukan penelitian.
7.
Kedua orang tua yang tercinta dan penulis banggakan, Ayahanda (H. Umar Ardawi) dan ibunda (Hj. Mariam), yang tidak pernah henti-
ii
hentinya memberikan doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat selesai. I Love You Forever… 8.
Kakanda Abdul Rojak, Ubaidillah, Dzikru Yudi yang selalu menanyakan kapan lulus, merupakan suatu motivasi untuk penulis agar terus berjuang demi mencapai apa yang diharapkan.
9.
Abie Andi Yanuarsyah yang telah meluangkan waktu dan tenaganya demi membantu terselesaikannya skripsi ini, serta teman-temanku, Candra, Rosyidin, Asep, Lia, Sikho, Ela, Ozy, Maya, Reka, Yani dan seluruh PAI kelas D 2005. Terimakasih atas motivasinya semoga tali siraturrahmi diantara kita selalu terjaga. Amin… Dipenghujung tulisan ini, penulis menyadari bahwa penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan kemempuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Dengan penuh kesadaran dengan segala kekurangan dalam kata-kata di dalam penulisan, kaidah-kaidah dan lain sebagainya, penulis mohon maaf kepada pembaca umumnya. Penulis mohon saran dan kritiknya yang membangun dalam rangka membimbing penulis untuk mengenali cara penulisan seperti apa yang benar dan lain sebagainya. Semoga dari partisipasi pembaca, penulis bisa belajar dari kesalahan. Penulis mengucapkan terimakasih, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas jasa dan bantuan serta pengorbanan yang telah diberikan mereka semua, dan mudah-mudahan karya ini, bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembacanya.
Jakarta, 30 Maret 2011
Penulis
iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................
i
KATA PENGANTAR ..........................................................
ii
DAFTAR ISI .........................................................................
iv
DAFTAR TABEL ................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ........................................
1
A. Identifikasi Masalah .........................................
5
B. Pembatasan Masalah .........................................
5
C. Perumusan Masalah...........................................
6
D. Tujuan Penelitian ..............................................
6
E. Manfaat Penelitian .............................................
6
BAB II LANDASAN TEORETIK A. Membaca Al-Qur’an .........................................
7
1. Pengertian Membaca Al-Qur’an ...................
7
2. Keutamaan Membaca Al-Qur’an .................
9
3. Adab Membaca Al-Qur’an ...........................
12
B. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Qur’an ...............
15
1. Adab Pengajar Al-Qur’an .............................
15
2. Adab Pelajar Al-Qur’an ................................
17
C. Problematika dalam Membaca Al-Qur’an ........
19
1. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca Al-Qur’an
................................................
19
a. Faktor-faktor Kesulitan Membaca Al-Qur’an ..................................................
19
b. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca Al-Qur’an ..................................................
iv
23
2. Cara Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an ......................................................
26
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Siswa Dalam Membaca Al-Qur’an 27 4. Metode Belajar Membaca Al-Qur’an ...........
28
D. Peran dan Tugas Guru PAI ...............................
35
1. Pengertian Guru PAI ....................................
35
2. Peran Guru PAI ............................................
36
3. Tugas Guru PAI ............................................
40
4. Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an ...................
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................
46
B. Metode Penelitian ..............................................
46
C. Populasi dan Sampel .........................................
46
D. Teknik Pengumpulan Data ................................
47
E. Instrumen Penelitian ..........................................
48
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...............
51
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMPI Al-Ikhlas....................
52
1. Visi dan Misi .................................................
52
2. Keadaan Guru, karyawan dan Siswa .............
53
3. Keadaan Sarana dan Prasarana ......................
55
4. Prestasi Siswa ................................................
58
B. Pengolahan dan Analisis Data ...........................
59
C. Interpretasi Data ................................................
80
D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian ........
84
v
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................
85
B. Saran ..................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Kisi-kisi angket ...................................................
Tabel 2
Keadaan guru, karyawan dan siswa SMP I
49
Al-Ikhlas .............................................................
54
Tabel 3
Sarana ..................................................................
55
Tabel 4
Prasarana SMP Islam Al-Ikhlas ..........................
57
Tabel 5
Prestasi Siswa SMP Islam Al-Ikhlas...................
59
Tabel 6
Guru PAI memberikan bantuan kepada siswa kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an .................................
Tabel 7
60
Guru PAI memberikan bimbingan dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar ...............................................
Tabel 8
Guru PAI mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih ........................................................
Tabel 9
61
62
Guru PAI menganjurkan kepada siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah ...........................
62
Tabel 10 Guru PAI memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai baik ................................
63
Tabel 11 Guru PAI memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an ................
63
Tabel 12 Guru Al-Qur’an memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh ......
64
Tabel 13 Guru memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari ..........................................
65
Tabel 14 Guru Al-Qur’an memberikan kesempatan kepada siswa untuk
melafazkan hukum bacaan
tajwid satu persatu...............................................
65
Tabel 15 Guru Al-Qur’an menegur siswa jika tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an ......... vii
66
Tabel 16 Guru Al-Qur’an memberikan sanksi jika siswa tidak memperhatikan pelajaran AlQur’an ..........
67
Tabel 17 Guru Al-Qur’an memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan tugas .....................................
67
Tabel 18 Guru Al-Qur’an bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran ..............................................................
68
Tabel 19 Guru Al-Qur’an memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai ...........
68
Tabel 20 Guru Al-Qur’an memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an ..................................
69
Tabel 21 Guru Al-Qur’an menegur siswa yang jarang hadir 69 Tabel 22 Guru Al-Qur’an memberikan tugas yang bervariasi tiap siswa .............................................................
70
Tabel 23 Guru Al-Qur’an menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian materi ............
70
Tabel 24 Penggunaan media dalam belajar Al-Qur’an ......
71
Tabel 25 Siswa membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah
72
Tabel 26 Setiap membaca Al-Qur’an siswa membacanya dengan tartil ........................................................
72
Tabel 27 Siswa senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an ....
73
Tabel 28 Siswa menemui kesulitan dalam mempelajari ilmu tajwid (hukum bacaan izhar dan ikhfa ................
73
Table 29 Siswa menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf أdengan ع......................................
75
Tabel 30 Siswa menemui kesulitan dalam melafalkan hukum bacaan Iqlab ............................................
76
Tabel 31 Siswa menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah ........................................................... Tabel 32 Orang tua membimbing siswa dalam belajar viii
76
membaca Al-Qur’an............................................
77
Tabel 33 Orang tua siswa memberikan dorongan agar belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguhsungguh ...............................................................
78
Tabel 34 Setelah siswa faham tentang ilmu tajwid, minat siswa semakin bertambah untuk terus belajar membaca Al-Qur’an............................................
78
Tabel 35 Siswa senang mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an tentang pelajaran ilmu tajwid ....
79
Tabel 36 Siswa mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari di sekolah .........................
79
Tabel 37 Siswa senang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an ............................................
ix
80
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur‟an adalah pegangan atau pedoman yang paling pertama bagi umat Islam karena Al-Qur‟an adalah sumber ajaran Islam yang memuat seluruh aspek kehidupan berupa akidah, ibadah, akhlak, sejarah dan sosial. Ajaran Islam dapat dilaksanakan dengan baik oleh seseorang muslim apabila muslim tersebut bisa memahami kandungan ajaran yang terdapat dalam kitab sucinya, yaitu Al-Qur‟an dan sunnah Rasul dan hal ini adalah wajib bagi setiap muslim untuk belajar dan mengajarkan ilmunya. Sebagai kitab suci umat Islam, Al-Qur‟an telah lama mendapatkan perhatian khusus dari kaum muslimin di seluruh dunia. Sejak dini anak-anak mereka telah diperkenalkan kepada Al-Qur‟an dengan cara meminta kepada para guru atau pengajar Al-Qur‟an agar berkenan mengajarkan Al-Qur‟an. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:
“Didiklah anak-anak kamu pada tiga hal: mencintai Nabi kamu, mencintai keluarganya dan membaca Al-Qur’an. Sebab orang-orang yang ahli AlQur’an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya dan orang-orang yang suci ”.(HR. Thabrani)
1
2
Dalam buku yang di tulis oleh Abdullah Nasih Ulwan yang berjudul pendidikan anak dalam Islam telah menjelaskan beberapa pernyataan yang dilontarkan oleh para ulama pendidikan Islam tentang kewajiban mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak-anak; antara lain: Sa‟ad bin Abi Waqash r.a, berkata: Kami mengajar anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah saw. Sebagaimana kami mengajarkan surah Al-Qur‟an kepada mereka. Ibn Khaldun, di dalam Mukaddimahnya, mengisyaratkan akan pentingnya mengajarkan dan menghafalkan Al-Qur‟an kepada anakanak. Ia juga menjelaskan bahwa pengajaran Al-Qur‟an merupakan dasar bagi seluruh kurikulum sekolah di berbagai Negara Islam. Sebab, Al-Qur‟an salah satu syi‟ar agama yang dapat menguatkan akidah dan keimanan. Ibnu Sina, dalam buku As-Siyasah memberikan nasihat agar seorang anak semenjak kecil sudah mulai diajari Al-Qur‟an. Hal ini dimaksudkan agar ia mampu menyerap bahasa Al-Qur‟an serta tertanam di dalam hati mereka ajaran-ajaran tentang iman.1 Dalam ajaran Islam, telah menempatkan budaya membaca pada posisi yang penting dan mulia, lebih-lebih dengan perintah membaca Al-Qur‟an yang dilakukan semata-mata karena Allah (niat beribadah kepada Allah), maka tiada balasan yang setimpal kecuali balasan pahala. Seruan untuk membaca Al-Qur‟an termaktub dalam firman Allah yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam surat Al-„Alaq ayat 1-5.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa membaca sangat besar perannya dalam membentuk suatu masyarakat yang berpendidikan dan berperadaban. 1
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Cet ke-3, Jilid 1, h. 169
3
Dalam kehidupan manusia, membaca merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar diawali dari hal membaca, karena dengan membaca, manusia dapat mengetahui apa yang belum diketahuinya dan mendapatkan sedikit ilmu baik pengetahuan umum atau pun pengetahuan agama. Kemampuan membaca Al-Qur‟an merupakan hal yang sangat penting dan urgen dikalangan umat Islam, dalam pengajaran Al-Qur‟an tidak dapat disamakan dengan pengajaran membaca menulis di sekolah dasar, karena dalam pengajaran Al-Qur‟an anak-anak hanya belajar huruf-huruf dan katakata yang mereka tidak pahami artinya. Apalagi umumnya anak-anak hanya belajar membaca, tidak menuliskannya. Mereka belajar kata-kata mati, mereka belajar simbol huruf (bunyi) dan kata yang tidak ada wujudnya bagi mereka. Mereka belajar bahasa yang tidak praktis dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin dapat mempersulit dan memperlambat berhasilnya pengajaran Al-Qur‟an itu. Meskipun demikian, anak (orang) Islam mesti belajar membaca Al-Qur‟an, karena kepandaian membaca Al-Qur‟an itu merupakan kebutuhan sehari-hari bagi kehidupan seorang muslim dalam pengalaman ajaran agamanya. Setiap sholat (minimal lima kali sehari semalam) mereka wajib membaca (hafal) ayat Al-Qur‟an walaupun hafalannya itu tidak dicapai dengan melalui belajar membaca, namun membaca Al-Qur‟an merupakan suatu ilmu (kepandaian) yang berguna dan seharusnya ada pada setiap umat Islam dalam rangka ibadat dan syi‟ar agamanya.2 Kemampuan membaca Al-Qur‟an adalah kemampuan hasil belajar yang diperoleh siswa dengan diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Kemampuan membaca Al-Qur‟an dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah minat. Siswa yang mempunyai minat yang tinggi dalam belajar Al-Qur‟an akan senantiasa berusaha untuk mengatasi segala hambatan dan tangtangan. 2
Zakiyah Daradjat, dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam… (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Ed-2, Cet ke-3…h. 91-92
4
Tidak menafikkan hahwa ada umat Islam yang masih komitmen dan konsisten terhadap Al-Qur‟an, namun ada juga yang menjadikan Al-Qur‟an tidak lebihnya sebagai nyanyian yang disuarakan dan dibacakan dengan merdu, bahkan diperlombakan atau dijadikannya sebagai sarana mencari kehidupan dunia dengan menjualnya dengan harga murah. Kenyataan ini pun berimplikasi juga dikalangan pelajar dalam dunia pendidikan formal, yang merasa enggan atau malas untuk membaca AlQur‟an. Ketika dilembaga sekolah, khususnya bernuansakan Islam, baik dari tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi, maka mereka wajib diberikan pelajaran mengenai pendidikan Al-Qur‟an sebagai tuntunan bagi kehidupan, karena Al-Qur‟an merupakan salah satu bagian dari rukun yang wajib diamalkan. Di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete, sebagai akibat dari otonomi daerah yang berimplikasi juga terhadap otonomi pendidikan, maka pihak pengelola yayasan mengambil suatu kebijakan yaitu membahas masalah Al-Qur‟an dengan menjadikannya sebagai salah satu bidang studi. Bidang studi Al-Qur‟an ini dilaksanakan supaya lebih menambah dan mengembangkan pengetahuan siswa-siswa dalam mempelajari ilmu-ilmu agama yang dirasakan sedikit sekali waktu belajar pendidikan agama, apalagi mayoritas siswa yang ada di SMP Islam Al-Ikhlas ini berlatar belakang dari sekolah umum. Oleh sebab itu dalam pengajaran agama Islam di sekolah banyak sekali problem yang dihadapi guru PAI, khususnya dalam membaca Al-Qur‟an. Siswa yang berasal dari sekolah dasar memasuki sekolah yang berbasis Islam yakni SMP Islam atau Madrasah, mungkin pengetahuan dan pengalaman belajar yang diperolehnya dalam membaca Al-Qur‟an sangat minim. Adapun diantara kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam membaca Al-Qur‟an adalah dalam pengucapan makharijul huruf, pemahaman ilmu tajwid yang masih kurang, serta kelancaran membaca Al-Qur‟an yang masih terbata-bata.
5
Dengan dasar itulah, pihak sekolah merasa perlu menambah jam pelajaran khusus untuk bidang studi Al-Qur‟an yang diharapkan berpengaruh bagi siswa-siswinya dalam upaya mengatasi kesulitan membaca Al-Qur‟an, baik ketika belajar di sekolah maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk merealisasikan semua itu tentu tidak mudah, maka terlebih dahulu perlu diperhatikan oleh setiap pendidik bahwa dalam kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan faktor kesulitan membaca, yang merupakan salah satu dari sekian banyak faktor penghambat dari proses belajar. Melihat fenomena yang ada di SMP Islam Al-Ikhlas, penulis merasa tertarik untuk meneliti fenomena di atas dan dituangkan dalam sebuah judul, yaitu: “Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur‟an Siswa di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete”.
B. Identifikasi Masalah Dengan mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kurangnya minat siswa dalam belajar membaca Al-Qur‟an di SMP Islam Al-Ikhlas. 2. Kurangnya pemahaman siswa tentang ilmu tajwid. 3. Metode mengajar yang kurang menarik. 4. Kurangnya jam pelajaran di sekolah untuk belajar Al-Qur‟an, sehingga tidak dapat memberikan semua materi yang harus disampaikan. 5. Kurangnya motivasi dari keluarga khususnya orang tua. 6. Latar belakang pendidikan yang berbeda.
C. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah dalam penelitian ini diperlukan pembatasan masalah, sehingga diharapkan pembahasan ini tidak meluas. Adapun masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam membaca Al-Qur‟an. 2. Metode yang tepat digunakan dalam pembelajaran Al-Qur‟an.
6
3. Peran yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan siswa membaca AlQur‟an.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka penulis rumuskan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu: 1. Kesulitan apa saja yang ditemui siswa SMPI Al-Ikhlas dalam membaca Al-Qur‟an? 2. Bagaimana peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca AlQur‟an?
E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kesulitan siswa dalam belajar membaca Al-Qur‟an. 2. Untuk mengetahui peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur‟an siswa di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete. 3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur‟an siswa di SMP Islam Al-Ikhlas.
F. Manfaat Penelitian 1. Dapat dijadikan acuan oleh para guru maupun calon guru agar dapat memberikan layanan bantuan dan bimbingan yang tepat kepada siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar khususnya dalam pembelajaran Al-Qur‟an. 2. Sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas PAI di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete. 3. Menambah khazanah keilmuan, khususnya bidang PAI
BAB II LANDASAN TEORETIK
A. Membaca Al-Qur’an 1. Pengertian Membaca Al-Qur’an Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa membaca adalah, “Melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis”.1 Sedangkan menurut Bamberger sebagaimana dikutip oleh Imam Siregar dalam jurnal PENAMAS membaca adalah, “Suatu proses kognitif sekaligus kebahasaan”.2 Selanjutnya dia
menjelaskan
bahwa
secara
kognitif,
membaca
adalah
“Proses
mentrasformasikan simbol-simbol grafis ke dalam konsep-konsep intelektual, sedangkan dari segi proses kebahasaan, membaca adalah satu sarana efektif pengembangan kemampuan berbahasa dan kepribadian”.3 Dengan kata lain membaca berarti berbuat atau melakukan sesuatu pekerjaan atau kegiatan atau perbuatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pesan atau informasi yang berbentuk teks atau tulisan. Al-Qur‟an secara bahasa berasal dari kata Arab qara‟a- yaqra‟u- qira‟atanqur‟anan, yang berarti bacaan atau hal membaca.4 Sedangkan secara terminologi, para ahli mengemukakan pengertian yang berbeda-beda.
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. ke3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 83 2 Imam Siregar, “Kemampuan Membaca dan Memahami Al-Qur‟an”, dalam PENAMAS, Vol. XXII, No. I, Januari-April 2009, h. 37 3 Ibid…h. 37 4 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), Cet. ke-8, h. 79.
7
8
Imam Fakhlur Razi dan Syeikh Mahmud Syaltut, menyatakan: “Al-Qur‟an adalah lafal Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang diturunkan kepada kita secara mutawattir”. Sedangkan DR. Abdul Wahab Khallaf, mendefinisikan Al-Qur‟an dengan: Kalam Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril (Ar-Ruh Al-Amin) ke dalam hati Rasulullah saw dengan menggunakan bahasa Arab serta makna-makna yang benar untuk dijadikan hujjah (argumentasi) dalam pengakuannya sebagai Rasul dan dijadikan sebagai dustur (undang-undang) bagi seluruh umat manusia, dimana mereka mendapatkan petunjuk dari pada-Nya di samping merupakan amal ibadah bagi kaum Muslimin yang membacanya.5 Menurut M. Samsul Ulum dalam bukunya yang berjudul Menangkap Cahaya Al-Qur‟an “Al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Saw. untuk semua manusia yang hidup sejak Nabi Muhammad diutus menjadi rasul sampai manusia yang hidup di akhir zaman”.6 Sedangkan menurut Manna al-Qaththan, Al-Qur‟an adalah “Firman Allah (kalamullah) yang diturunkan kepada Muhammad saw. yang membacanya menjadi suatu ibadah”.7 Lebih lanjut Totok Jumantoro menyimpulkan pengertian Al-Qur‟an sebagai berikut: Wahyu atau firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan malaikat Jibril, atau dengan cara lain, dengan menggunakan bahasa Arab untuk pedoman dan perunjuk bagi manusia, dan merupakan mukjizat Nabi Muhammad saw. yang terbesar, yang diterima oleh umat Islam secara mutawattir, dan dinilai ibadah bagi orang yang membacanya.8 Dari pengertian membaca Al-Qur‟an di atas penulis dapat simpulkan bahwa membaca Al-Qur‟an adalah suatu perbuatan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesan dan pesan dari sebuah ajaran Ilahi dan sudah berbentuk kitab yang merupakan ibadah bagi orang yang membacanya, karena merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Rasul-Nya yaitu 5
Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. Ke-2, h. 8. 6 M. Samsul Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur‟an, (Malang: PT. UIN Malang Press, 2007),…h. 2. 7 Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Islam Al-Qur‟an, Terj. dari Mahabits Fi „Ulum AlQur‟an, oleh Aunur Rafiq el- Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), Cet. Ke-4, h. 18. 8 Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih… h. 7-8.
9
Muhammad Saw dan sebagai pedoman serta petunjuk bagi manusia kepada jalan yang lurus yaitu jalan keselamatan di dunia dan di akhirat.
2. Keutamaan Membaca Al-Qur’an Bagi umat Islam, Al-Qur‟an adalah kitab suci yang memiliki keistimewaan luar biasa yang telah diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW baik di dunia maupun di akhirat. Membaca Al-Qur‟an tidaklah sama dengan membaca buku-buku lainnya, karena dengan membaca Al-Qur‟an disertai dengan memahami dan mengamalkannya akan membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik dan kepada Al-Qur‟anlah semua kehidupan umat Islam dirujukan. Oleh karena itu, setiap orang Islam harus membacanya supaya bisa memahami isinya kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memompa semangat belajar membaca Al-Qur‟an, sangat penting mengetahui fadilah (keutamaan) membaca Al-Qur‟an. Diantaranya yaitu; Irfan Abdul „Azhim dalam bukunya yang berjudul Agar Bacaan Al-Qur‟an Anda Tidak Sia-sia menjelaskan bahwa “Orang yang membaca Al-Qur‟an akan mendapat banyak kebaikan di dunia dan di akhirat, hidupnya dinamis, penuh gairah, jauh dari duka dan dekat Yang Maha Kuasa”.9 Hal ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan dari „Utsman bin „Affan RA, ia berkata:
“Rasulullah bersabda: paling baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur‟an dan mengajarkannya”. Kandungan dari hadits tersebut menegaskan bahwa orang yang belajar AlQur‟an dan setelah mampu, maka mengajarkannya kepada orang lain adalah orang yang terbaik, yaitu orang yang mendapat banyak kebaikan di dunia dan di akhiratnya.
9
Irfan Abdul „Azhim, Agar Bacaan Al-Qur‟an Anda Tidak Sia-sia, (Solo: PT. Pustaka Iltizam, 2009), Cet Ke-I, h. 92-93
10
Selanjutnya Ahmad Syarifuddin menjelaskan bahwa “Membaca Al–Qur‟an merupakan obat (terapi) jiwa yang gundah”.10 Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa “Membaca Al-Qur‟an bukan saja amal ibadah, namun bisa juga menjadi obat dan penawar jiwa gelisah, pikiran kusut, nurani tidak tentram dan sebagainya”.11 Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra‟: 82, yang berbunyi:
... "Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” . Hal ini juga sesuai dengan pernyataan para ulama ahli terapi hati, mereka menyatakan bahwa ”Membaca Al-Qur‟an merupakan salah satu obat hati yaitu dengan cara membacanya secara khusyu‟ seraya merenungkan makna kandungannya disamping lima hal yang lain, yaitu berteman dengan orang shaleh, dzikir di waktu sunyi, shalat malam, dan puasa”. 12 Sedangkan pendapat Rochman Na‟im, dalam bukunya yang berjudul “Bacalah Al-Qur‟an Jangan Hijrah Darinya”, beliau menjelaskan beberapa keutamaan orang yang membaca Al-Qur‟an diantaranya yaitu; 1. Dapat mensucikan atau membersihkan hati. Hal ini terdapat dalam hadits Rasulullah SAW, yang berbunyi:
“Rasulullah saw bersabda: “sesungguhnya qalbu itu berkarat sebagaimana besi berkarat. Kemudian Rasulullah ditanya: Wahai Rasulullah apa yang membuatnya menjadi terang. Rasulullah menjawab: membaca Al-Qur‟an dan mengingat mati”.13
10
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet ke-3, h. 47 11 Ibid…h. 47 12 Ibid…h. 48 13 Rochman Naim, Bacalah Al-Qur‟an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: PT. Cahaya Ilmu, 2006), Cet. Ke- 1, h. 22
11
2. Keimanannya akan bertambah dalam qalbunya sehingga ia tidak akan mudah terguncang apalagi rubuh. Diriwayatkan oleh Ibnu „Abbas RA, ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya orang yang tidak ada dalam ruang tubuhnya sesuatu dari Al-Qur‟an bagaikan rumah yang rubuh”.
3. Akan mendapat pahala dari Allah dan akan bersama para malaikat yang mulia dan taat kepada Allah. Dalam Hadits yang diriwayatkan dari „Aisyah RA, ia berkata:
“Rasulullah saw bersabda: “orang yang membaca Al-Qur‟an dan dia mahir (pintar) dalam membacanya akan bersama malaikat yang mulia dan taat. Dan orang yang membaca Al-Qur‟an dan dia terbata-bata dan menghadapi kesulitan dalam membacanya maka baginya dua pahala”. 4. Akan mendapatkan syafa‟at di akhirat kelak. Sebagaimana dalam hadits dari Umamah RA, ia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “bacalah oleh kamu sekalian Al-Qur‟an maka sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa‟at kepada yang membacanya”. 5. Akan diberi ganjaran oleh Allah sepuluh kebaikan. Diriwayatkan dari „Abdullah bin Mas‟ud RA, ia berkata:
“Rasulullah SAW bersabda: siapa yang membaca satu huruf dari kitabullah (Al-Qur‟an) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang sama. Tidaklah aku berkata alif lam mim satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf”.14 Demikianlah
keutamaan
orang
yang
membaca
Al-Qur‟an,
selalu
mempunyai nilai lebih bagi orang-orang yang membacanya, baik di dunia 14
Rochman Naim, Bacalah Al-Qur‟an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: PT. Cahaya Ilmu, 2006), Cet. Ke- 1, h. 15-22
12
maupun di akhirat. Begitu mulianya Al-Qur‟an sehingga Orang yang membaca Al-Qur‟an secara terbata-bata saja akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala terbata-batanya dan pahala membacanya. Apalagi orang yang pintar membaca Al-Qur‟an, akan bersama para malaikat yang mulia dan taat. 3. Adab Membaca Al-Qur’an Seperti telah disinggung diatas bahwa membaca Al-Qur‟an tidaklah sama dengan membaca sebuah buku, majalah, surat kabar dan semacamnya, ada adab dan tata cara tertentu yang mesti dilakukan agar si pembaca bukan hanya mampu membaca, tetapi harus mampu memahami dan menyelami ke dalam makna ayat-ayatnya dengan baik dan benar, walaupun sekedar membacanya saja sudah mendapat pahala. Oleh sebab itu dianjurkan bagi orang yang membaca Al-Qur‟an
memperhatikan adab-adab membaca Al-Qur‟an;
diantaranya yaitu: Syaikh Manna‟ Al-Qaththan menerangkan dalam bukunya Mahabits Fi „Ulum Al-Qur‟an yang diterjemahkan oleh Aunur Rafiq el- Mazni bahwa adab membaca Al-Qur‟an sebagai berikut: 1. Membaca Al-Qur‟an sesudah berwudhu karena ia termasuk dzikir yang paling utama, dan bersiwak sebelum memulai membaca. 2. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan membaca Al-Qur‟an. 3. Membacanya dengan khusyu‟, tenang dan penuh hormat, dan membaca ta‟awudz pada permulaannya serta membaca basmalah pada permulaan setiap surah. 4. Membacanya dengan tartil, yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan jelas serta memberikan hak setiap huruf. Seperti membaca mad dan idghom. 5. Membaguskan suara dengan membaca Al-Qur‟an dan mengeraskan bacaan Al-Qur‟an, karena membacanya dengan suara jahar (keras) lebih utama. 6. Membaca Al-Qur‟an dengan melihat langsung kepada mushaf dan membacanya dengan hafalan.15 Sedangkan Sirojuddin SA menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Jalaluddin As-Syuyuthi dalam buku Al-Itqan fi Ulumi Al-Qur‟an bahwa adab membaca Al-Qur‟an antara lain sebagai berikut: 15
Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Islam Al-Qur‟an, Terj. dari Mahabits Fi „Ulum AlQur‟an, oleh Aunur Rafiq el- Mazni…h. 233-237
13
1. Disunnahkan membaca Al-Qur‟an di tempat yang suci dan bersih. Dan tempat yang paling baik adalah masjid. 2. Disunnahkan menggosok gigi terlebih dahulu sebelum membaca AlQur‟an. 3. Disunnahkan membaca Al-Qur‟an dalam keadaan duduk tenang dan kepala ditundukkan. 4. Disunnahkan membaca Al-Qur‟an dengan suara merdu dan indah dengan tetap memlihara kaidah-kaidah ilmu tajwid. 5. Membaca Al-Qur‟an tidak boleh dipotong-potong oleh pembicaraan apapun. 6. Tidak dibolehkan membaca Al-Qur‟an dengan bahasa selain bahasa Arab, baik dalam sholat maupun diluar sholat. 7. Disunnahkan sujud tilawah ketika membaca ayat-ayat sajadah. 8. Setelah khatam Al-Qur‟an disunnahkan berdoa yang dimulai dengan hamdallah, sholawat, dan istighfar.16 Lebih lanjut Sirajuddin SA menjelaskan sebagaimana yang dikutip oleh Ismael Tekan, dalam buku Tajwid Al-Qur‟an Al-Karim, bahwa adab membaca Al-Qur‟an adalah sebagai berikut: 1. Tiap-tiap selesai membaca Al-Qur‟an, hendaklah diakhiri dengan membaca:
“Maha Benar Allah Yang Maha Agung. Dan telah menyampaikan RasulNya yang tercinta lagi mulia. Dan kami termasuk orang-orang yang menjadi saksi dan bersyukur terhadap yang demikian itu. Dan segala puji bagi Allah semesta alam”. 2. Setelah selesai membaca Al-Qur‟an hendaklah diletakkan pada tempat yang bersih dan tertinggi dari buku-buku lain. 3. Jangan menjulurkan kaki ke arah Al-Qur‟an, karena termasuk penghinaan dan berdosa.17 Menurut Ahsin W. Alhafidz, dalam bukunya yang berjudul Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an, bahwa adab membaca Al-Qur‟an ada delapan, yaitu;
16
Sirajuddin SA, 24 Tuntunan Membaca Al-Qur‟an dengan Tartil, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2005), cet, ke-1, h. 139- 140 17 Ibid…h.140-141.
14
1. Berwudhu, lebih lanjut dia menjelaskan bahwa membaca Al-Qur‟an sesudah berwudhu, termasuk Zikrullah yang paling utama. Rasulullah saw bersabda:
“Dari An-Nu‟man bin Basyir r.a., bahwa Nabi saw. bersabda:Yang paling utama dari ibadah umatku adalah membaca Al-Qur‟an.” (HR. Al Baihaqi).18 2. Menbacanya di tempat yang suci dan bersih. Ini dimaksudkan untuk menjaga keagungan Al-Qur‟an. 3. Membacanya dengan khusyu‟, tenang dan penuh hikmat Allah berfirman dalam surat Al-Isra‟ :17;
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.” 4. Bersiwak sebelum memulai membaca. 5. Membaca ta‟awuz sebelum memulai membaca ayat Al-Qur‟an. Allah berfirman:
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk”. (QS. AN-Nahl/16: 98). 6. Membaca basmalah pada setiap permulaan surah, kecuali surat At-Taubah. 7. Membacanya dengan tartil. Allah berfirman:
“Atau
lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan”. (QS. Al-Muzamil/73: 4).19 8. Tadabbur/Memikirkan Terhadap Ayat-ayat yang Dibacanya. Allah berfirman dalam surat Shaad/38: 29 :
“Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”.
18
Ahsin W. Alhafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. Ke- 1, h. 32 19 Irfan Abdul „Azhim, Agar Bacaan Al-Qur‟an Anda Tidak Sia-sia…h. 146-147
15
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dengan membaca seperti itu, artinya penuh perhatian terhadap ayat-ayat yang dibacanya, maka seorang pembaca akan memahami dan respek terhadap ayat-ayat yang sedang dibaca. Dengan demikian, maka seorang pembaca akan membaca „tasbih‟ ketika ia bertemu dengan ayat-ayat yang mengandung perintah bertasbih, membaca ta‟awudz ketika membaca ayat-ayat yang bernada ancaman , dan lain sebagainya.20 Jadi jelas bahwa tidaklah sama Al-Qur‟an dengan buku ensikopedia, kamus, atau buku-buku yang lainnya. Meski zahir-nya sama-sama terbuat dari kertas yang ditulisi tinta dan dicetak serta dijual dipasaran, namun di dalamnya menuntut perlakuan yang berbeda terhadap Al-Qur‟an. Seperti adab-adab tersebut yang harus kita lakukan untuk memulai bacaan Al-Qur‟an, yaitu apabila ingin membaca Al-Qur‟an harus diawali dengan membersihkan diri terlebih dahulu dengan cara berwudhu, bersiwak atau gosok gigi dan sebagainya. Demikianlah antara lain adab membaca dan menyikapi Al-Qur‟an yang terpenting, yang harus kita pelihara demi menjaga kesucian Al-Qur‟an menurut arti yang sesungguhnya.
B. Adab Pengajar dan Pelajar Al-Qur’an Setiap mukmin yang mempercayai Al-Qur‟an, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap kitab sucinya itu. Diantara kewajiban dan tanggung jawab itu adalah mempelajarinya dan mengajarkannya. Namun dalam mempelajari dan mengajarkannya memiliki adab masing-masing. a. Adab Pengajar Al-Qur’an Dalam
melaksanakan
pembelajaran
Al-Qur‟an,
terdapat
beberapa
ketentuan yang sebaiknya dilalui oleh pembelajar, yaitu guru dan murid. Bagi seorang guru ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mengajar AlQur‟an diantaranya yaitu; Menurut Abdul Aziz dalam bukunya yang berjudul Bersanding Dengan AlQur‟an, adab pengajar Al-Qur‟an ada 5; diantaranya yaitu: 20
Ahsin W. Alhafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur‟an…h. 33.
16
1. Yang harus diperhatikan oleh pengajar Al-Qur‟an adalah niat. Niat mengajar Al-Qur‟an adalah untuk mencari keridhoan Allah SWT. Di dalam Shohihain di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya dan setiap orang tergantung dengan apa yang diniatkan”.21 2. Menghiasi diri dengan akhlak mulia sesuai tuntunan syar‟i. Seyogyanya seorang pengajar Al-Qur‟an berakhlak luhur sesuai tuntunan syar‟i, menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, berperilaku yang diridhoi Allah, seperti penuh kekhusyu‟an, tenang, berwibawa, dan rendah hati, dan berperilaku lembut terhadap murid.22 Lebih lanjut Imam Nawawi menjelaskan bahwa guru sepatutnya tidak merasa besar diri berhadapan dengan murid-muridnya. Seharusnya dia hendaklah berlembut dan merendahkan diri. Hal ini tertulis dalam hadits Rasulullah SAW:
“Berlemah lembutlah terhadap muri-murid kamu dan terhadap guruguru kamu”.23 3. Suka memberi nasihat. Seorang guru Al-Qur‟an harus ikhlas menasihati para murid yang merupakan bagian dari umat Islam dan pengikut Nabi Muhammad SAW. Yang termasuk bagian dari nasihat bagi Allah dan Kitab-Nya ialah memuliakan murid dan pelajar, menunjuki kepada mereka kemaslahatan, menyikapi dengan lembut, murah hati dalam menuturkan pengajaran dan ramah, bertutur kata lembut serta mendorong mereka giat belajar.24 4. Bersemangat dalam memberikan pengajaran Al-Qur‟an. Seorang pengajar Al-Qur‟an haruslah mengajari dan mendidik pelajarnya dengan penuh semangat sehingga dapat memberikan pengaruh kepada para pelajarnya, dan Para guru Al-Qur‟an harus berupaya membuat pelajarnya paham. Memberi pengajaran kepada masing-masing anak sesuai dengan kemampuannya. Ia tidak boleh mengajar mereka lebih banyak atau lebih lama, sementara mereka tidak menyanggupinya. Sebaiknya, pengajar tidak boleh mengajar terlalu singkat untuk pelajar yang memerlukan tuntunan pengajaran yang lebih banyak. 25 5. Memuliakan ilmu
21
Abdul Aziz, Bersanding Dengan Al-Qur‟an, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), Cet ke- I, h.25-26 22 Ibid...h. 30 23 Imam Nawawi, Adab Pengemban Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Salam SDN. BHD, 1996), Cet ke-I, h. 36 24 Abdul Aziz, Bersanding Dengan Al-Qur‟an...h. 31 25 Ibid...h. 32
17
Di antara adab-adab yang amat perlu diperhatikan adalah ilmu tidak boleh di hina. Termasuk adab yang ditekankan dan diperhatikan adalah tidak merendahkan ilmu dengan pergi ke suatu tempat untuk mengajarkan muridnya disana. Meskipun yang didatangi itu seorang pemimpin atau dibawahnya.26 Sedangkan Imam Nawawi menjelaskan bahwa adab guru dalam mengajar Al-Qur‟an ialah guru jangan mendengki para pelajarnya yang cemerlang dan jangan pula terlalu membesar-basarkan nikmat yang diperoleh oleh pelajarnya itu. Karena perasaan dengki terhadap orang lain adalah diharamkan sekeraskerasnya. Kemudian seorang guru Al-Qur‟an hendaklah menjaga tangannya daripada merayau-rayau ketika mengajar, menjaga matanya daripada memandang tanpa ada keperluan.27
b. Adab Pelajar Al-Qur’an Sedangkan hal yang harus dilakukan oleh seorang pelajar dalam melaksanakan pembelajaran Al-Qur‟an yaitu; Menurut Abdul Aziz bahwa adab membaca Al-Qur‟an bagi seorang pelajar Al-Qur‟an adalah sebagai berikut: 1. Niat untuk mencari keridhoan Allah SWT. 2. Berperilaku tawadhu terhadap guru dan berperilaku sopan Meskipun gurunya lebih muda, kurang terkenal, tidak berasal dari keluarga terpandang dan yang lainnya; pelajar harus tetap tawadhu‟ kepada gurunya, maka dengan sikap tawadhu‟ tersebut, ia akan mendapatkan ilmu. Seorang penyair berucap: “Ilmu itu jauh dari murid yang sombong, Bagaikan air (bah) yang menjauhi tempat yang tinggi”. 3. Pelajar harus bersedia menerima nasihat guru Pelajar yang menerima nasihat dari guru seperti seorang yang sakit yang pintar menerima nasihat dari dokter yang cerdik lagi pemberi nasihat. Maka guru lebih mulia ucapannya daripada dokter.28 4. Semangat dan tekun Termasuk adab-adab yang penting bagi seorang pelajar adalah semangat menggebu dalam menuntut ilmu, giat dan rajin belajar pada setiap saat yang memungkinkan untuk belajar. Ia tidak boleh merasa puas dengan ilmunya yang sedikit jika masih mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan ilmu 26
Ibid…h. 33 Imam Nawawi, Adab Pengemban Al-Qur‟an…h. 38 28 Abdul Aziz, Bersanding Dengan Al-Qur‟an...h. 36 27
18
yang banyak. Meskipun demikian, setiap pelajar tidak boleh memaksakan diri untuk mencapai ilmu yang lebih tinggi yang melewati kemampuan dirinya. Sebab boleh jadi hal itu akan menimbulkan kebosanan, bahkan merusak ilmu yang telah dicapainya. Dan hal ini tentunya berbeda-beda, tergantung keadaan dan kondisi pelajar.29 Sedangkan menurut H. Ramlan Mardjoned, bahwa seorang pelajar AlQur‟an harus mempunyai adab sebagai berikut: a) Adab terhadap guru Adab pelajar terhadap guru harus dimulai dengan niat ikhlas untuk belajar dan menimba ilmu dari gurunya, agar mendapatkan kemudahan dalam belajar menulis dan membaca Al-Qur‟an untuk diamalkan, yaitu: - Membaca Ayat Al-Qur‟an dengan tartil, memahami pelajaran yang diberikan, disiplin menghapal ayat kemudian mengamalkannya; - Bersikap sopan dan santun atau hormat dengan akhlakul karimah terhadap guru yang mengajar,. - Bersikap taat, patuh dan hormat kepada guru, dan senantiasa bekonsultasi kepadanya dalam hal pelajaran dan memperhatikan nasihatnya; - Bersikap merendahkan suara, agar jangan suara pelajar lebih keras dari gurunya. b) Disiplin belajar, sikap disiplin belajar bagi pelajar, yaitu; - Datang ke ruang belajar atau kelas hendaklah secara disiplin, sesuai dengan waktu belajar yang ditetapkan guru. - Taat pada peraturan yang telah ditetapkan guru atau sekolah. c) Sikap terhadap sahabat Di dalam pergaulan antar sesama teman atau kawan belajar di ruang kelas hendaknya; - Saling menebarkan kasih sayang untuk menyambung silaturrahmi dan membina ukhuwah, saling melepaskan senyum tanda persahatan. - Jangan saling mengejek dan mentertawakan dengan tujuan merendahkan sahabat atau kawan. - Pelajar jangan saling melihat ke kiri dan kanan atau kebelakang, dengan tujuan menggoda teman dan berbincang-bincang.30 Demikianlah adab-adab yang harus dilaksanakan oleh seorang pengajar (guru) dan pelajar agar ilmu yang diperolehnya bermanfaat. Adab yang paling utama bagi pengajar dan pelajar yaitu niat, apa yang diniatkan haruslah semata-mata karena mencari keridhoan Allah SWT. Dan dari penjelasan di
29
Ibid...h. 40 Ramlan Mardjoned, Akhlak Belajar dan Mengajar Al-Qur‟an, (Jakarta: LPPTKABKPRMI, 1994), Cet ke-I, h. 48-49 30
19
dalam adab-adab ini juga mengajak kita untuk saling menyayangi sesama manusia (hablum minannas). Dalam rangka menciptakan iklim yang lebih kondusif dalam interaksi dan juga sebagai pendukung tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, maka bagi seorang murid harus dapat melaksanakan adab-adab tersebut. Begitu pula bagi seorang guru atau pengajar diusahakan agar dapat menyikapi pelajar dengan sikap lembut, bijaksana dan membantunya dalam mendapatkan apa yang mereka cari dan selalu mendorong mereka untuk lebih giat dalam belajar.
C. Problematika dalam Membaca Al-Qur’an 1. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca Al-Qur’an Penyebab kesulitan membaca Al-Qur‟an dalam bahan penelitian yang dimaksud disini adalah sebagai bentuk problematika yang sering dihadapi oleh siswa dalam membaca Al-Qur‟an. Pengetahuan yang diberikan kepada anak didik melalui proses pendidikan disuatu lembaga tidak mudah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dimaksud, hal ini disebabkan banyaknya perbedaan potensi yang dibawa anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar, kesulitan dalam belajar ini pula yang dapat mempersulit siswa dalam belajar membaca Al-Qur‟an.
a. Faktor-faktor Kesulitan Membaca Al-Qur’an Faktor penyebab kesulitan belajar dalam membaca Al-Qur‟an dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu: 1. Faktor Intern Siswa, meliputi gangguan atau kekurangmampuan psikofisik siswa, yakni: a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual atau intelegensi siswa; b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
20
c. Yang bersifat psikomotorik (ranah rasa), antara lain terganngunya alatalat indera penglihat dan pendengar. 2. Faktor Ekstern Siswa, melputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar. Faktor ini dapat dibagi tiga macam: a. Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga. b. Lingkungan
perkampungan/masyarakat,
contohnya:
wilayah
perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan yang nakal. c. Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi letak gedung sekitar yang buruk seperti pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.31 Dalam diri siswa memiliki intelegensi yang berbeda-beda untuk menerima suatu pelajaran. Siswa yang memiliki intelegensi yang rendah akan menemui kesulitan dalam menerima pelajaran, yang demikian dapat menyebabkan kesulitan dalam belajar. Dalam membaca Al-Qur‟an, alat indera yang memegang peranan penting adalah lisan (alat ucapan), mata (alat lihat), dan telinga (alat dengar). Jika alat indera ini berfungsi kurang baik, maka hal ini akan menjadikan hambatan dan kesulitan bagi anak untuk menerima pengajaran dengan baik dan sempurna. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan dalam belajar. Yang termasuk dalam faktor ini adalah orang tua. Orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anaknya dalam belajar agama khususnya belajar membaca AlQur‟an, tidak memperhatikan kemajuan belajar anaknya dalam membaca AlQur‟an, akan menyebabkan anak tersebut sulit untuk membaca Al-Qur‟an. Begitu pula bagi seorang guru dapat menjadi faktor kesulitan dalam belajar membaca Al-Qur‟an, apabila: 31
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 1995), Cet Ke-1, h. 173
21
a) Guru tidak kualified dalam pengambilan metode yang digunakan dalam belajar membaca Al-Qur‟an. Sehingga cara menerangkan kurang jelas, sukar dimengerti oleh murid-muridnya. b) Hubungan guru dengan murid kurang baik. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh murid-muridnya, seperti: kasar, suka marah, tak pernah senyum, tak pandai menerangkan, menjengkelkan, tinggi hati tak adil dan lain-lain. c) Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan siswa dalam belajar Al-Qur‟an, antara lain: 1. Guru dalam mengajar tidak menggunakan alat peraga atau media yang memungkinkan semua alat inderanya berfungsi. 2. Metode belajar yang menyebabkan murid pasif, sehingga anak tidak ada aktifitas. 3. Metode mengajar tidak menarik, kemungkinan materinya tinggi atau tidak menguasai bahan. 4. Guru hanya menggunakan satu metode saja dan tidak variasi. Hal ini menunjukkan metode guru yang sempit, tidak mempunyai kecakapan diskusi, tanya jawab, eksperimen, sehingga menimbulkan aktivitas murid dan suasana menjadi hidup.32 Sedangkan menurut Prof. Dr. Jalaluddin, kesulitan membaca Al-Qur‟an memiliki empat faktor, diantaranya sebagai berikut: 1.
Orientasi Cara Berfikir Pengaruh modernisasi banyak mempengaruhi pemikiran orang. Kemajuan teknologi dengan segala hasil yang disumbangkan bagi hidup manusia, dapat mengalihkan perhatian untuk hidup lebih erat kepada alam kebendaan. Hal ini mendorong mereka untuk menuntu ilmu yang diperkiranakan dapat membantu kea rah pemikiran praktis dan dapat menunjang prestise kehidupan duniawi. Maka tidak heran kalau pengetahuan tentang Al-Qur‟an dan cara membacanya kalah bersaing dengan kepentingan hidup yang lain hingga hampir diabaikan.
2.
Kesempatan dan tenaga Arah berpikir yang material telah mendudukkan status wajib belajar AlQur‟an ke proporsi yang lebih kecil. Pengaruh ini telah menimbulkan gejala baru, yaitu belajar Al-Qur‟an secara sambilan. Akibatnya terjadi kelangkaan penyediaan kesempatan dan kelangkaan tenaga. Waktu yang digunakan untuk belajar Al-Qur‟an lebih sedikit dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk menuntut pengetahuan lain. Akhirnya tenaga pengajar yang tersedia tidak sempat berkembang seimbang dengan kebutuhan.
3.
Metode 32
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) h. 84-85
22
Perkembangan teknologi telah merubah kecenderungan masyarakat untuk menuntut pengetahuan secara lebih mudah dan lebih cepat., yaitu dengan memanfaatkan jasa teknologi untuk media pendidikan baik media-visual, audio-visual atau komputer dengan cara yang semakin tepat guna. Khusus untuk pendidikan Al-Qur‟an cara ini masih langka dan mahal. Metode lama dengan beberapa seginya mungkin sudah kurang serasi dengan keinginan yang tepat guna ini. Akibatnya metode yang demikian berangsur kurang diminati. Akhirnya minat untuk mempelajari Al-Qur‟an kian menyurut. 4.
Aksara Kitab suci Al-Qur‟an ditulis dengan aksara dan bahasa Arab. Factor ini menyulitkan bagi mereka yang berpendidikan non pesantren/madrasah karena pengetahuan itu tidak dikembangkan secara khusus di sekolah umum. Akibatnya pelajar yang berpendidikan umum sebagian besar buta aksara Kitab Sucinya.33 Faktor-faktor di atas menurut Prof. Dr. Jalaluddin banyak mempengaruhi
kecenderungan yang menimbulkan sikap masa bodoh dan anggapan siswa bahwa belajar Al-Qur‟an sulit.
b. Kesulitan-kesulitan dalam Membaca Al-Qur’an Dalam membaca Al-Qur‟an terdapat metode belajar yang sangat variatif, karena belajar Al-Qur‟an bukan hanya sekedar mengenalkan huruf-huruf Arab beserta syakal yang menyertainya, akan tetapi harus juga mengenalkan segala aspek yang terkait dengannya seperti, makharijul huruf, ilmu tajwid dan bagian-bagiannya. Dengan demikian, Al-Qur‟an dapat dibaca sebagaimana mestinya. Hal inilah yang sering dianggap sulit oleh siswa untuk memahami cara belajar membaca Al-Qur‟an agar lebih baik. Macam-macam kesulitan yang sering kita jumpai dalam membaca AlQur‟an diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Melafalkan Huruf-huruf Hijaiyah (Makharijul Huruf) Mengenal huruf hijaiyah adalah langkah awal bagi siapa saja sebelum membaca Al-Qur‟an dengan baik, demikian juga dengan siswa. Oleh karena
33
Jalaluddin, Metode Tunjuk Silang, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 6-7
23
itu, bila belum mengenal dengan baik huruf-huruf aksara Al-Qur‟an maka untuk melafalkannya akan terasa sulit. Ketika membaca Al-Qur‟an setiap huruf harus dibunyikan sesuai makhrajnya. Kesalahan dalam pengucapan huruf dapat menimbulkan perbedaan makna atau kesalahan arti pada bacaan yang sedang di baca. Dalam kondisi tertentu, kesalahan ini bahkan dapat menyebabkan kekafiran apabila dilakukan dengan sengaja dan benar. Contoh kesalahan makhraj yang menyebabkan berubahnya arti misalnya „Ain-nya lafaz pada kalimat “ َ ”اَلْحَ ْمدُاهللِ رَّبِ الْعَا لَ ِم ْينyang terbaca Hamzah. Arti “َ ”الْعَا لَ ِم ْينdengan „Ain adalah semesta alam, sedang “َ ” اَاللَ ِم ْينDengan Hamzah adalah (segala) penyakit.34 Untuk membunyikan huruf-huruf hijaiyah yang baik dan benar, kita harus sering-sering melatih membiasakan lidah kita untuk mengucapkan huruf-huruf itu dengan tepat menurut bunyinya yang khas, sehingga satu sama lain tidak bertukar, misalnya: سdengan ث اdengan ع صdengan س ز
dengan س
dan sebagainya. Pertukaran bunyi bukan saja dapat merusak bacaan, akan tetapi juga dapat merusak makna (arti) dari lafadz itu sendiri, contoh lain: ٌاِسْم
berarti nama sedangkan
ٌ ِاثْمberarti dosa
ٌ اَ ْرضberarti bumi sedangkan ٌ عَ ْرضberarti pemberian ٌصبْح ُ berarti subuh sedangkan ٌسبْح ُ berarti tasbih Dan lain sebagainya.35 2. Penguasaan Ilmu Tajwid
34
Acep Iim Abdurohim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2003), h. 21 35 H. Abdurrahman Thaha, Seluk Beluk Hukum Membaca Al-Qur‟an, (Bandung: CV. Pelita Fajar), Cet ke-I, h. 23
24
Kaidah ilmu tajwid merupakan hal penting bagi siapapun yang membaca Al-Qur‟an. Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya. Disamping itu harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan sesudahnya dalam cara pengucapannya. Oleh karena itu tidak dapat diperoleh hanya sekedar dipelajari namun harus melalui latihan, praktek dan menirukan orang yang baik bacaannya.36 Membaca Al-Qur‟an termasuk ibadah, oleh karena itu membacanya harus sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Sikap memperbaiki bacaan AlQur‟an dengan menata huruf sesuai dengan tempat atau haknya merupakan suatu ibadah pula, sama halnya meresapi, memahami, dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur‟an merupakan suatu ibadah. Sahabat Abdullah bin Mas‟ud berpesan, “Jawwidul Qur‟an” „bacalah Al-Qur‟an dengan baik (bertajwid)‟. Para ulama menjelaskan, membaca Al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan ilmu tajwid sebagai al-Lahn, yakni kekeliruan atau cacat dalam membaca. Atas dasar itu perlunya membaca Al-Qur‟an secara bertajwid, anak (siswa) hendaknya diajarkan ilmu tajwid. Karena dalam ilmu tajwid diajarkan bagaimana cara melafalkan huruf yang berdiri senndiri, huruf yang dirangkai dengan huruf lain, melatih lidah mengeluarkan huruf dari makhrajnya, belajar mengucapkan bunyi yang panjang dan pendek, cara menghulangkan bunyi huruf dengan menggabungkannya (idghom) berat atau ringan, berdesis atau tidak, mempelajari tanda-tanda berhenti dalam bacaan dan sebagainya.37 3. Kelancaran Bacaan Kurangnya kemampuan siswa baik dalam melafalkan huruf hijaiyah (makharijul huruf) maupun kaidah ilmu tajwid dapat menyebabkan pengucapan atau bacaannya terbata-bata. Hal ini disebabkan kurangnya latihan anak (siswa) dalam membaca Al-Qur‟an baik di sekolah maupun di rumah, sehingga anak (siswa) dalam membaca Al-Qur‟annya masih kurang lancer. 36
Manna al-Qaththan, Aunur Rafiq el- Mazni (penterjemah), Pengantar Studi Islam AlQur‟an…h. 229-230 37 Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur‟an…h. 91-92
25
Membaca Al-Qur‟an tidak sama dengan membaca bahan bacaan lainnya karena Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT. Oleh karena itu, membacanya mempunyai etika zahir, yaitu membacanya dengan tartil. Makna tartil adalah dengan perlahan-lahan sambil memperhatikan huruf dan barisnya. Al-Ghozali mengatakan bahwa tartil disunnahkan tidak semata untuk tadabbur karena non-Arab yang tidak memahami makna Al-Qur‟an juga disunnahkan untuk membaca dengan tartil, karena tartil lebih dekat dengan pemuliaan dan penghormatan terhadap Al-Qur‟an, dan lebih berpengaruh bagi hati daripada membaca dengan tergesa-gesa dan cepat.38 Bahrun Abu Bakar menjelaskan dalam bukunya yang berjudul: al Burhan Fi Tajwidil Qur‟an, Ilmu Tajwid Syarah Tuhfatul Athfal dan Al Jazariyah, bahwa membaca Al-Qur‟an mempunyai empat macam bacaan, yaitu: 1) Tartil, yaitu bacaan yang dilakukan dengan perlahan-lahan, tenang, dan membunyikan setiap huruf dari makhrajnya masing-masing dengan memberikan hak serta mustahaknya, lalu memikirkan makna bacaannya. 2) Tahqiq, sama dengan bacaan tartil, hanya bacaan tahqiq lebih ditekankan kepada factor ketenangannya. 3) Hadar, bacaan cepat, tetapi dengan mengeja (menyesuaikan hokumhukum) bacaan. 4) Tadwir, bacaan pertengahan antara tartil dan hadar. Tingkatan yang paling utama di antara semuanya ialah bacan tartil karena Al-Qur‟an diturunkan dengan memakai bacaan ini. Hal ini diterangkan oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Furqan;32.
... “Dan Kami membacanya dengan tartil”.39 Jadi di dalam membaca Al-Qur‟an disunnahkan dengan cara tartil, yaitu membacanya dengan perlahan-lahan sambil diiringi dengan kaidah ilmu tajwid bukan dengan cara terbata-bata ataupun dengan tergesa-gesa atau cepat tanpa mengikuti pedoman ilmu tajwid. Karena membaca Al-Qur‟an yang tidak mengikuti pedoman ilmu tajwid sebagai Al-Lahn, yaitu sebuah kekeliruan atau 38
Yusuf Qardawi, Berinteraksi dengan Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 1999), h. 235 Bahrun Abu Bakar, al Burhan Fi Tajwidil Qur‟an: Ilmu Tajwid Syarah Tuhfatul Athfal dan Al Jazariyah, (Bandung: Trigenda Karya, 1995), Cet ke-I, h. 14 39
26
cacat dalam membaca yang apabila salah dalam pengucapan makhrajnya, maka salah pula arti yang dibacanya.
2. Cara Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an Agar dapat membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar maka usaha yang harus kita lakukan yaitu dengan cara bertahap. Adapun cara-cara yang dapat kita lakukan, diantaranya yaitu: Menurut Agus Syafii, cara mudah belajar membaca Al-Qur'an itu secara garis besar seseorang harus menguasai 5 hal berikut; 1) Menguasai huruf hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf berikut makharijul hurufnya. Hal ini dikarenakan untuk bisa membaca Al-Qur'an, 90 % ditentukan oleh penguasaan huruf hijaiyyah dan selebihnya 10 % lagi sisanya seperti tanda baca, hukum dan lain–lain. 2) Menguasai tanda baca (a, i, u atau disebut fathah, kasrah, dan dhommah). 3) Menguasai isyarat baca seperti panjang, pendek, dobel (tasydid), dan seterusnya 4) Menguasai hukum-hukum tajwid seperti cara baca dengung, samar, jelas dan sebagainya. 5) Latihan yang istiqamah dengan seorang guru yang ahli.40 Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat dalam bukunya yang berjudul Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, bahwa yang paling penting dalam pengajaran Al-Qur‟an ialah “Mengenal keterampilan membaca Al-Qur‟an dengan baik dan sesuai dengan kaidah yang disusun dalam ilmu tajwid. Selanjutnya latihan dan pembiasaan pengucapan huruf dengan makhrajnya yang benar pada tingkat permulaan, yang akan membantu dan mempermudah mengajarkan tajwid”.41 Dari beberapa uraian di atas yang paling terpenting agar dapat membaca Al-Qur‟an terlebih dahulu yaitu seorang anak harus dapat mengenal hurufhuruf hijaiyah dan terus praktek bagaimana cara pengucapan makhraj yang baik dan benar, kemudian selalu berlatih membaca Al-Qur‟an di rumah oleh seorang guru yang ahli atau mahir dalam membaca Al-Qur‟an. 40
http://agussyafii.blogspot.com/2008/09/cara mudah belajar membaca al-quran Zakiyah Draradjat, dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Ed-2, Cet ke-3…h. 93 41
27
Selain itu, untuk mempermudah siswa dalam melaksanakan belajar membaca Al-Qur‟an, hendaknya dipenuhi fasilitas dan sarananya seperti, alatalat untuk mengaji, misalnya: Al-Qur‟an, buku-buku ilmu tajwid, kursi, meja dan sebagainya, hal-hal tersebut memungkinkan siswa dapat terkesan untuk selalu belajar membaca Al-Qur‟an.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Siswa Membaca AlQur’an 1. Motivasi Motivasi adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong orang untuk bertingkah lakuatau berbuat sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Berupa suatu kebutuhan, tujuan, cita-cita atau suatu hasrat/keinginan yang merupakan daya penggerak dari dalam diri untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai suatu tujuan.42 Macam-macam motivasi a. Motivasi Intrinsik Motivasi yang berasal dari diri siswa itu sendiri atau tidak adanya rangsangan dari luar. Misalnya siswa yang gemar membaca AlQur‟an, tidak perlu adanya orang yang menyuruh atau mendorongnya. Karena siswa ingin sekali menguasai pelajaran Al-Qur‟an. b. Motivasi Ekstrinsik Motivasi yang pendorongnya diluar kaitan atau tidak adan hubungannya dengan nilai yang terkandung di dalam objek atau tujuan pekerjaannya. Misalnya siswa mau membaca Al-Qur‟an karena takut kepada guru atau karena ingin memperoleh nilai baik dan sebagainya.43
2. Pola Latihan a. Sikap 42
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet ke-1, h. 128. 43 M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 82
28
Sikap (Attitude) sebagai suatu kecenderungan untuk mereaksikan suatu hal, orang atau benda dengan suka, tidak suka atau acuh tak acuh. Bisa dengan tiga kemungkinan, yaitu suka (menerima atau senang) mempelajari Al-Qur‟an, tidak suka (menolak atau tidak senang) dengan pelajaran Al-Qur‟an, dan sikap acuh tak acuh. b. Minat Minat (Interest) kecenderungan untuk selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus. Minat ini erat kaitannya dengan perasaan senang, karena itu dapat dikatakan minat terjadi karena sikap senag terhadap pelajaran Al-Qur‟an. Siswa yang senang pelajaran Al-Qur‟an berarti sikapnya senang kepada pelajaran AlQur‟an.44
4. Metode Belajar Membaca Al-Qur’an Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan”.45 Seiring dengan itu, Mahmud Yunus mengatakan “Metode adalah jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya sampai kepada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan, atau perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya”.46 Jadi metode pembelajaran Al-Qur‟an adalah suatu cara yang sistematis guna memudahkan guru untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan yaitu supaya siswa bisa atau kompeten membaca Al-Qur‟an dengan lancar dan sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Pada saat masyarakat mulai merasakan kebutuhan akan belajar Al-Qur‟an, maka para pakar sekaligus para pemerhati pembelajaran A-Qur‟an melakukan upaya-upaya untuk mencari solusi agar belajar membaca Al-Qur‟an menjadi lebih mudah dan diminati. Seiring dengan perkembangan zaman, sejak 44
Ibid…h. 84 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Ed. 2, cet ke-4, h. 652-653 46 Mahmud Yunus, Ilmu Mengajar, (Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1954), Cet ke-I, h. 90 45
29
pertengahan abad 19, banyak metode-metode pengajaran baca Al-Qur‟an. Mulai dari yang dianggap klasik seperti al-baghdady, kemudian dilanjutkan dengan metode yang bernama qiro‟ati, dan sebagainya. Metode-metode tersebut disusun secara sistematis dan diupayakan mencakup materi-materi yang dibutuhkan, terdiri dari beberapa jilid dan setiap jilid memiliki tahapan serta target kemampuan yang terencana. Keberhasilan suatu program, terutama pengajaran dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari pemilihan metode. Pada sekarang ini begitu banyaknya metode belajar membaca Al-Qur‟an yang digunakan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa. Diantaranya yaitu: a) Metode Al-Baghdady Metode Baghdady berasal dari Baghdad Irak. Metode Al-Baghdady adalah metode tersusun (tarkibiyah), maksudnya yaitu suatu metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita kenal dengan metode alif, ba‟, ta‟. Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di Indonesia. Cara pembelajaran metode ini adalah: - Hafalan - Eja - Modul - Tidak variatif - pemberian contoh yang absolut b) Metode Hattaiyyah Adalah suatu metode pengajaran membaca Al-Qur‟an dengan pendekatan pengenalan huruf Arab, tanda baca melalui huruf latin.
c) Metode Al-Barqi Metode ini sifatnya bukan mengajar namun mendorong, disini siswa dianggap telah memiliki persiapan dengan pengetahuan yang tersedia. Siswa membuka atau melihat peraga/papan tulis, tidak dalam keadaan kosong. Karena sudah punya kesiapan, maka siswa hanya membaca, memisah, memilih dan memandu sendiri. d) Metode Iqro’
30
Metode iqro‟ ini disusun oleh Ustadz As‟ad Human yang berdomisili di Yogyakarta. Metode Iqro‟ adalah suatu metode membaca Al-Qur‟an yang menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun buku panduan iqro‟ terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana , tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna. Model pengajaran metode iqro‟ yaitu, a) Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), guru tak lebih hanya sebagai penyimak, bukan penuntun bacaan, b) Privat, guru menyimak seorang dengan seorang, c) Asistensi, yaitu jika guru tidak mencukupi, murid yang mahir bisa turut membantu mengajar muridmurid yang lainnya.47 e) Metode Jibril Metode ini ditemukan oleh KH. M. Bashori Alwi (dalam TaufiqurRohman) sebagai pencetus metode jibril, bahwa dasar metode jibril bermula dengan membaca satu ayat atau lanjutan ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji. Sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas. Istilah metode jibril yang digunakan sebagai nama dari pembelajaran AlQur‟an yang diterapkan di Pendidikan Ilmu Al-Qur‟an (PIQ) Singosari Malang, adalah dilatarbelakangi perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur‟an yang telah diwahyukan melalui malaikat Jibril. Dalam pelaksanaannya metode Jibril menempuh dua tahap, yaitu tahqiq dan tartil. 1) Tahap tahqiq adalah pembelajaran Al-Qur‟an dengan pelan dan mendasar.Tahap ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga kata dan kalimat. Tahap ini memperdalam artikulasi (pengucapan) terhadap sebuah huruf dengan tepat dan benar sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat huruf. 2) Tahap tartil adalah pembelajaran membaca Al-Qur‟an dengan durasi sedang dan bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai dengan pengenalan sebuah ayat atau beberapa ayat yang dibacakan guru, lalu ditirukan oleh para santri secara berulang-ulang. Disamping pendalaman artikulasi (pengucapan), dalam tahap tartil juga diperkenalkan praktek hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad, waqaf, dan ibtida‟, hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati, dan sebagainya.48
f) Metode Qira’ati Metode Qiro‟ati disusun oleh Ustadz H. Dahlan Salim Zarkasy pada tahun 1986. Metode ini ialah membaca Al-Qur‟an yang langsung memasukkan dan 47
Tombak Alam, Metode Membaca Menulis Al-Qur‟an 5 Kali Pandai, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), .134 48 http://idb4.wikispaces.com/file/view/ur4001.pdfIQ,2005
31
mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Dan dalam metode qira‟ati ini telah mempunyai beberapa macam strategi, yaitu; 1. Strategi mengajar umum (global) a. Individu atau privat yaitu santri bergiliran membaca satu persatu. b. Klasikal Individu yaitu sebagian waktu digunakan guru/ustadz untuk menerangkan pokok pelajaran secara klasikal. c. Klasikal baca simak yaitu strategi ini digunakan untuk mengajarkan membaca dan menyimak bacaan Al-Qur‟an orang lain. 2. Strategi mengajar khusus (detil) Dalam strategi ini mengajarkannya secara khusus atau detil. Dalam Strategi ini agar berjalan dengan baik maka perlu di perhatikan syaratsyaratnya. Dan strategi ini meng-ajarkannya secara khusus atau detil. Dalam mengajar-kan metode qiro‟ati ada I sampai VI yaitu: a. Jilid I Ilid I adalah kunci keberhasilan dalam belajar membaca Al-Qur'an. Apabila Jilid I lancar pada jilid selanjutnya akan lancar pula, guru harus memperhatikan kecepatan santri. b. Jilid II Jilid II adalah lanjutan dari Jilid I yang disini telah terpenuhi target Jilid I. c. Jilid III Jilid III adalah setiap pokok bahasan lebih ditekankan pada bacaan panjang (huruf mad). d. Jilid IV Jilid ini merupakan kunci keberhasilan dalam bacaan tartil dan bertajwid. e. Jilid V Jilid V ini lanjutan dari Jilid IV. Disini diharapkan sudah harus mampu membaca dengan baik dan benar f. Jilid VI Jilid ini adalah jilid yang terakhir yang kemudian dilanjutkan dengan pelajaran Juz 27.49 Prinsip-prinsip pengajaran Al-Qur‟an pada dasarnya bisa dilakukan dengan bermacam-macam metode. Pada umumnya metode-metode yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengajar membaca Al-Qur‟an adalah Metode Musyafahah, „Ardul Qiro‟ah (Sorogan), dan Metode Mengulangngulang Bacaan. 1. Metode Musyafahah (adu lidah), yaitu guru membaca terlebih dahulu, kemudian disusul oleh siswa. dengan metode ini, guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya. Siswa juga akan 49
http://darussalam-comunity.blogspot.com
32
dapat melihat dan menyaksikan langsung praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya. Metode ini diterapkan oleh nabi SAW pada kalangan sahabat. 2. Metode „Ardul Qiro‟ah (sorogan), yaitu siswa membaca di depan guru, sedangkan guru menyimaknya. Metode ini dipraktikkan oleh Rasulullah SAW bersamaan dengan malaikat Jibril pada setiap tes bacaan Al-Qur‟an di bulan Ramadhan. 3. Guru Mengulang-ngulang Bacaan (metode drill), sedangkan siswa menirukannya kata perkata, kalimat perkalimat juga secara berulang-ulang sehingga terampil dan benar.50 Dari ketiga metode ini, metode yang banyak diterapkan dikalangan siswa pada masa kini ialah metode kedua, karena dalam metode ini terdapat sisi positifnya yaitu, aktifnya murid dalam membaca atau dapat disebut juga dengan Cara belajar Siswa Aktif. Untuk tahap awal pembaca Al-Qur‟an, yaitu proses pengenalan huruf-huruf hijaiyah kepada anak-anak pemula, maka metode yang tepat adalah metode yang pertama. Sehingga siswa mampu mengekspresikan bacaan huruf-huruf hijaiyah secara tepat dan benar. sedangkan metode ketiga cocok untuk mengajar siswa dalam menghafal AlQur‟an. H. Hafni Ladjid, menjelaskan bahwa tujuan unsur pokok Al-Qur‟an lebih banyak menyangkut ranah cognitive dan psychomotor, seperti dalam membaca Al-Qur‟an dengan benar dan baik sesuai dengan ilmu tajwid, menghafal, menerjemahkan dan mengartikan dan memahami isi kandungan ayat-ayat AlQur‟an. Sehingga metode yang ditekankan adalah: Metode Drill (latihan), Metode Demonstrasi, Metode Ceramah, Metode Tanya jawab, dan Metode Resitasi.51 a.
Metode Drill/Latihan Metode Drill/latihan adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran dalam bentuk latihan-latihan khusus dalam rangka mengembangkan keterampilan tertentu dikalangan peserta didik. Penerapan metode ini adalah sebagai berikut:
50
Ahmad Syarifuddin, Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur‟an, (Jakarta: Gema Insani, 2006), Cet ke-3, h. 81 51 Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT. Ciputat Pres Group, 2005, h. 32.
33
1. Dilakukan dalam KBM Individual/privat atau Klasikal kelompok privat, dan dapat dipadukan atau disertai metode ceramah, tanya jawab atau pemberian tugas. 2. Bahan pengajaran yang sesuai dengan metode latihan ini ialah pengajaran Iqro, Tadarus, Materi Hafalan, Ilmu Tajwid, Praktek Shalat, Tahsinul Khitabah dan sebagainya.52 b. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian bahan untuk disaksikan dan ditiru oleh peserta didik. Penerapan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat dilakukan dalam KBM Klasikal maupun KBM Individual, dan dapat dipadukan atau disertai metode ceramah (dalam rangka penjelasan lisan), metode latihan atau metode pemberian tugas. 2. Bahan pengajaran yang sesuai dengan penggunaan metode ini adalah, Bacaan Iqro, Bacaan Tadarus, Ilmu Tajwid, dan sebagainya.53 c.
Metode Ceramah Metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran dalam bentuk penuturan atau penerangan lisan oleh guru terhadap peserta didik. Praktik penerapannya adalah sebagai berikut: 1. Dilakukan pada saat KBM Klasikal awal, atau Klasikal akhir. Sebaiknya didukung oleh alat Bantu berupa gambar, bagan atau sketsa, alat peraga dan alat bantu lainnya. 2. Dapat divariasikan dengan kemasan seni BBM (Bermain, Bercerita dan Menyanyi) atau dipadukan dengan metode tanya jawab. 3. Bahan pengajarannya yang dapat disajikan dengan metode ceramah pada umumnya adalah bahan pengajaran yang menuntut pemahaman dan pembentukan sikap, seperti Materi Adab (Doa dan Adab Harian), Ilmu Tajwid, Pengajaran Shalat dan sebagainya.
d. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran melalui proses tanya jawab. Siapa yang bertanya dan siapa yang menjawab, hal ini perlu diatur dengan baik agar KBM berjalan efektif dan efisien. Penerapannya adalah sebagai berikut: 1. Metode ini dapat diterapkan pada saat individual atau pada saat pendekatan klasikal kelompok privat. Bisa juga pada klasikal akhir, sesuai situasi dan kondisinya, dan dapat digunakan untuk semua bahan pengajaran. 2. Pola interaksi tanya jawab dapat dilakukan dengan bervariasi:
52
U. Syamsudin MZ, Panduan Kurikulum dan Pengajaran Taman Kanak-kanak AlQur‟an (TKA) Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPA), (Jakarta: PT LPPTKA BKPRMI Pusat, 2006), Edisi Revisi, h. 60 53 Ibid... h. 58
34
Guru bertanya dan siswa menjawabnya secara perorangan. Lalu guru memberi pengarahan atau pengembangan seperlunya. Atau, Siswa dirangsang untuk bertanya atau membuat pertanyaan. Minat peserta didik untuk berani bertanya dan berani menjawab atau mengemukakan pendapatnya dapat dirangsang dengan pemberian “hadiah pujian” bagi anak yang berani tampil bertanya dan anak yang bisa memberi jawaban dengan benar. dan bilamana perlu disediakan hadiah khusus.
e.
Metode Resitasi/Pemberian Tugas Metode pemberian tugas adalah suatu cara penyampaian bahan pengajaran dalam bentuk pemberian tugas tertentu dalam rangka mempercepat target pencapaian tujuan pengajaran dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penerapan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat dilakukan pada saat KBM Klasikal kelompok privat. Tugas tersebut sewaktu-waktu dapat berupa PR, tugas ini diperuntukkan bagi siswa yang dinilai lambat dalam memenuhi target pencapaian pengajarannya. 2. pemberian tugas dapat berupa petunjuk lisan atau tertulis, misalnya berupa soal-soal yang harus dicari sendiri jawabannya, tugas menyalin bahan tulisan dan sebagainya.54 Dalam pembelajaran Al-Qur‟an metode merupakan faktor dominan dalam menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar. Oleh karena itu, pendidik diharapkan dapat memberikan metode yang cocok dan efektif dalam pengajaran Al-Qur‟an agar tidak mengalami kesulitan dan dapat mencapai tujuan pengajaran dengan seefektif mungkin.
Metode dalam suatu pembelajaran mempunyai peranan sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran. Keragaman atau banyaknya metode dalam pembelajaran tentulah bukan untuk membuat kita bingung dalam memutuskan pemilihan. Sebaliknya, justru dengan semakin banyaknya metode yang diangkat oleh para pakar pendidikan akan dapat lebih memudahkan kita sebagai pendidik dalam memilih metode yang tepat guna. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Tetapi juga penggunanaan metode yang bervariasi tidak 54
Ibid…h. 61
35
akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi psikologis anak didik. D. Peran dan Tugas Guru PAI a. Pengertian Guru PAI Dalam dunia pendidikan guru adalah sosok manusia yang mempunyai tanggung jawab berat dan besar, yaitu membawa siswanya pada suatu taraf kematangan tertentu. Guru merupakan salah satu faktor pendidikan yang sangat berperan, karena guru itulah yang akan bertanggung jawab dalam upaya membina dan membimbing perilaku anak didik guna pembentukan pribadinya, terlebih-lebih guru agama, karena mempuyai tanggung jawab terhadap pembinaan sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agama Islam yang bertanggung jawab kepada Allah. Menurut Undang-undang Sisdiknas, “Pendidik (guru) merupakan tenaga professional
yang
bertugas
merencanakan,
melaksanakan
proses
pembelajaran, memahami hasil pembelajaran, melakukan bimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tinggi”.55 Sedangkan guru atau pendidik menurut Dra. Hj. Nur Uhbiyati adalah “Orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasamani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri”.56 Selanjutnya pengertian pendidikan agama Islam menurut Aat Syafaat TB sebagaimana yang dikutip oleh Sahilun A. Nasir, yaitu:
55
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Pendidikan Nasional, (Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004), h. 22. Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke2, h. 65. 56 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke-2, h. 65.
36
Suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam mendidik anak didik yang beragama Islam dengan cara sedemikian rupa, sehingga ajaranajaran Islam itu benar-benar dapat menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam dirinya. Yakni, ajaran Islam itu benar-benar dipahami, diyakini kebenarannya, diamalkan menjadi pedoman hidupnya, menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap mental. Lebih lanjut Aat Syafaat TB menjelaskan pendidikan agama Islam yaitu “Usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam, serta menjadikannya sebagai jalan kehidupan baik pribadi maupun kehidupan masyarakat”.57 Sedangkan Prof. DR. Ramayulis merumuskan bahwa pendidikan agama Islam sebagai berikut, Pendidikan agama Islam yaitu upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan AlHadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman.58 Jadi dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa guru pendidikan agama Islam ialah orang yang bertanggung jawab atau orang yang mempunyai tugas mengajar dan membimbing serta melatih siswa tentang pendidikan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari baik bagi pribadi, masyarakat, bangsa dan Negara. Adapun guru agama Islam yang penulis maksud dalam pembahasan ini yaitu seseorang yang berprofesi sebagai pengajar sub bidang studi agama Islam di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan.
b. Peran Guru Agama Seorang guru dalam melaksanakan aktivitas keguruannya memiliki banyak peran yang harus dilaksanakan. Diantaranya dalam kegiatan belajar mengajar
57
Aat Syafaat. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), Ed-I…h. 15-16. 58 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. Ke-4, h. 21.
37
dimana seorang guru sangat memiliki pengaruh yang besar sekali terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat terwujud dengan baik. Menurut Drs. M. Uzer Usman, peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah “Terciptanya tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa menjadi tujuannya”.59 Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Uzer Usman, sebagai berikut: 1) Informator Guru sebagai informator yaitu guru menjadi sumber informasi bagi murid baik dalam kegiatan akademik maupun umum. 2) Mediator dan Fasilitator Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.60 Lebih lanjut Sadirman A, M, dalam bukunya yang berjudul Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar menjelaskan bahwa “Guru sebagai fasilitator, yaitu guru memberikan fasilitas dan kemudahan dalam proses belajar mengajar. Misalnya dengan menciptakan suasana belajar mengajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar mengajar akan berlangsung secara efektif”.61 3) Directur Yaitu guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai tujuan yang dicita-citakan.
59
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), Cet. Ke-8, h. 4 60 Ibid…h. 9-10 61 Sadirman A, M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke-11, h. 145
38
4) Demonstrator Guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ini ilmu yang dimilikinya. 5) Motivator Hendaknya guru berusaha untuk menimbulkan, memelihara dan meningkatkan motivasi anak untuk belajar. Seiring dengan itu Uzer Usman menjelaskan ada empat hal yang dapat dilakukan guru dalam memberikan motivasi, yaitu: 1. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar. 2. Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran. 3. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat merangsang prestasi yang lebih baik. 4. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.62 Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan peranan guru dalam proses belajar mengajar sebagai motivator yaitu “Guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar, dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah”.63 Sedangkan Dr. Wina Sanjaya, M.Pd, menjelaskan bahwa agar proses pengajaran menjadi optimal, maka peran guru diantaranya yaitu; 1) Guru sebagai Sumber Belajar Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Bisa kita menilai baik atau tidaknya seseorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. 2) Guru sebagai Fasilitator Sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa. Hal ini sangat penting, kemampuan berkomunikasi secara efektif dapat memudahkan siswa menangkap pesan sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. 3) Guru sebagai Pengelola Sebagai pengelola pembelajaran (learning manajer), guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas guru juga dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.
62
Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…h. 11-12 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), Cet ke-I, h. 63
39
4) Guru sebagai Demonstrator Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. 5) Guru sebagai Pembimbing Guru sebagai pembimbing, yaitu guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.64 Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, ini berarti guru dituntut untuk mampu memberikan bimbingan belajar kepada siswanya. Tujuan bimbingan secara umum adalah membantu murid-murid agar mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk jelasnya tujuan pelayanan bimbingan belajar dirinci sebagai berikut: 1. Memberikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau kelompok anak. 2. Menunjukkan acara-cara mempelajari dan menggunakan buku pelajaran. 3. Memberikan informasi (sarana dan petunujuk) bagi yang memanfaatkan perpustakaan. 4. Menunjukan cara-cara menghadapi kesulitan belajar dalam bidang studi tertentu.65 Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu dapat dilihat dari adanya perbedaan. Walaupun secara fisik mungkin memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing. Membimbing siswa agar dapat menemukan potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka. Membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan masyarakat.
64
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed- I, Cet ke-5, h. 21-26 65 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet ke-I, h. 105
40
6) Guru sebagai Motivator Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif mengembangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu dengan cara: a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai b. Membangkitkan minat siswa c. Menciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar d. Berilah pujian yang wajar terhadapsetiap keberhasilan siswa e. Berikan penilaian f. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa g. Ciptakan persaingan dan kerja sama.66 Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi rendah bukan berarti oleh kemampuannya yang rendah tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dengan demikian dapat dikatakan siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. 7) Guru sebagai Evaluator Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Yang mempunyai fungsi untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum, dan untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan.67 Sebagai seorang guru hendaknya harus memiliki kemampuan dan terampil dalam melaksanakan penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar , dan dengan penilaian juga dapat memotivasi seorang guru untuk mengajar lebih maksimal lagi.
66
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan…h. 29-
67
Ibid…h. 31-32
30
41
c. Tugas Guru Agama Salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembelajaran di kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama adalah Mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar guru merupakan peranan aktif (medium) antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik. Di dalam Al-Qur‟an Ali Imran ayat 104 Allah berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”68 Guru agama tidak hanya bertugas melaksanakan pendidikan Agama dengan baik, akan tetapi guru agama juga harus bisa memperbaiki pendidikan agama yang terlanjur salah diterima oleh anak didik, baik dalam keluarga, dan pembinaan kembali terhadap pribadi anak. Menurut Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya menerangkan bahwa tugas guru adalah “a) mendidik dengan titik berat memberikan arah motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, b) memberikan fasilitas pencapaian tujuan pengalaman belajar yang memadai, c) membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penguasaan diri”.69 Sedangkan menurut Heri Jauhari Muhtar dalam bukunya “Fiqih Pendidikan”, mengatakan bahwa secara umum tugas pendidik atau guru yaitu:
68
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Toha Putra, 1989), h.
93 69
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta 2003), Cet. Ke-4, h.97.
42
1) Mujaddid, yaitu sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai dengan syariat Islam; 2) Mujtahid yaitu sebagai pemikir yang ulung; dan 3) Mujahid yaitu sebagai pejuang kebenaran.70 Sedangkan Uzer Usman menjelaskan beberapa tugas guru diantaranya: a. Tugas Propesional Tugas profesianal yaitu tugas yang berkenaan dengan profesi tugas guru, yang meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa, dalam hal ini guru berprofesi untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka seorang guru hendaknya memahami segala aspek pribadi anak didiknya, baik segi jasmani maupun segi rohani. Guru hendaknya mengenal dan memahami tingkat perkembangan anak didik.71 Di samping memahami siswa, guru juga harus mengenal dan memahami dirinya, agar terhindar dari konflik yang berhubungan dengan tugasnya seperti frustasi dan ketidakmampuan menyesuaikan dirinya, sehingga ia dapat memahami dan membantu siswa dengan sebaik-baiknya.
b. Tugas Kemanusiaan Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswaanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengjarannya itu kepada para siswanya. Para siswa enggan menghadapi guru yang tidak menarik (rapih). Pelajaran tidak dapat diserap sehingga setiap lapisan masyarakat dapat mengerti bila menghadapi guru.Pelajaran tidak dapat serap sehingga c. Tugas Kemasyarakatan Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormmat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban untuk mencerdaskan kemajuan masyarakat dan bangsa ini, dengan kata lain bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan pancasila.72 70
Heri Jauhari Muhtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet ke-I, h. 155 71 Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional… h. 6 72 Ibid…h. 6-7
43
Adapun menurut Abu Ahmad, tugas professional guru agama adalah sebagai berikut: 1. Guru harus dapat menetapkan dan merumuskan tujuan instruksional dan target yan hendak dicapai. 2. Guru agama harus memilik pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode mengunakan dalam situasi yang sesuai. 3. Guru agama harus dapat memilih bahan dan mempergunakan alat-alat pembantu dan menciptakan kegiatan yang dilakukan anak didik dalam pengalaman kaifiyah pelajaran agama tersebut. 4. Guru agama harus dapat menetapkan cara-cara penilaian setiap hasil sesuai dengan target dan situasi yang khusus. Adapun yang dinilai adalah apa yang dilakukan anak didik setelah menerima pelajaran agama.73 Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan walaupun pada dasarnya tugas pokok guru ada dua, yaitu medidik dan mengajar siswa di sekolah, tetapi untuk menciptakan pengajaran dan pendidikan yang lebih baik, seorang guru dituntut untuk professional dalam tugasnya seperti menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis serta memberi teladan yang baik kepada siswa maupun masyarakat disekitarnya dan sebagainya.
d. Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an Kata peran atau role dalam kamus oxford dictionary diartikan: Actor‟s part; one‟s task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang atau fungsi.74 Sedangkan Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.75 Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan
73
Abu Ahmad, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: Amrico,1986), h. 100. The New Oxford Illustrated Dictionary, ( Oxford University Press, 1982), 1466. 75 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 854 74
44
menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Begitu pula seorang guru sangat berperan dalam mengatasi kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur‟an atau proses pembelajaran di sekolah, dengan adanya peran guru diharapkan dapat memberikan segala pengajaran dan pembinaan dengan pendidikan yang belum dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Peran yang dilakukan oleh guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur‟an di sekolah SMP Islam al-khlas diantaranya yaitu: 1. Memberikan bimbingan bagaimana cara melafazkan huruf-huruf hijaiyyah dengan benar sesuai dengan makharijul hurufnya. 2. Pembinaan dalam membaca Al-Qur‟an, yaitu dengan cara menerapkan metode pengajaran sebagai berikut: a) Metode Individu atau Privat Metode ini dilakukan yaitu dengan cara siswa Al-Ma‟arif satu persatu. Al-Ma‟arif yaitu suatu kurikulum pembelajaran Al-Qur‟an yang diajarkan di SMP Islam ini. Pembelajaran Al-Ma‟arif memiliki 6 jilid, dengan rincian sebagai berikut: Jilid I
: Siswa belajar mengenal huruf-huruf hijaiyyah
Jilid II
: Mengenal huruf sambung dan bacaan panjang pendek (mad thabi‟i)
Jilid III
: Mengenal huruf panjang pendek dengan 4-5 harakat (mad wajib, mad jaiz dan sebagainya)
Jilid IV
: Mengenal hukum nun mati dan mim mati
Jilid V
: Mengenal mad „arid lissukun
Jilid VI
: Praktek membaca juz „amma
b) Metode Klasikal Metode ini diterapkan pada sebagian waktu yang digunakan guru untuk menerangkan pokok pelajaran secara klasikal, yaitu menjelaskan ilmu tajwid dengan metode ceramah dan mengulang-ngulang hukum bacaan tajwid dengan benar.
45
c) Penerapan Ilmu Tajwid Metode ini diterapkan oleh guru kepada siswa yang sudah lancar dalam membaca Al-Qur‟an, yaitu dengan cara siswa membaca satu ayat kemudian dijabarkan hukum tajwidnya.
3. Mengevaluasi serta mementoring bacaan siswa Setiap jam pelajaran Al-Qur‟an siswa diwajibkan untuk membaca AlMa‟arif satu per satu, kemudian guru menilainya dari segi tajwid, makhorijul huruf atau kefasihannya dan setiap siswa memiliki lembar mentoring baca Al-Qur‟an yang telah di handle oleh 2 orang guru dalam 1 kelas. 4. Hafalan Juz „Amma Hafalan juz „amma bertujuan melatih siswa agar dapat mengucapkan makhorijul huruf dan hukum bacaan tajwid dengan benar.76
76
Abdullah,Guru pelajaran Al-Qur‟an SMP Islam Al-Ikhlas, Wawancara, Jakarta, 24/02/2011.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Al-Ikhlas Cipete-Jakarta Selatan mulai 24 Februari 2011 sampai dengan 21 Maret 2011
B. Metode Penelitian Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian tentang Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an, penulis melaksanakan
penelitian
lapangan
dengan
menggunakan
metode
“Deskriptif Analisis”. Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat memperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai peran guru PAI yang dilakukan dalam mengatasi kesultan membaca Al-Qur’an di sekolah SMP Islam Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan.
C. Populasi dan Sampel Adapun populasi target dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa/i SMP Islam Al-Ikhlas, kelas VII, VIII, dan IX yang berjumlah 425 orang siswa. Sedangkan populasi terjangkau yaitu siswa kelas VII dan kelas VIII, yang berjumlah 272 orang siswa. Dari populasi terjangkau tersebut, penulis mengambil sample 15 % (41 orang).
46
47
Selanjutnya
dalam
menentukan
sample
penelitian,
penulis
menggunakan teknik Random Sampling (pengambilan secara acak). Penulis mengambil berdasarkan absensi siswa dengan memilih nomor yang ganjil siswa.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan empat teknik penelitian, yaitu: 1. Observasi/ Pengamatan Dalam metode ini, penulis melihat dan mengamati secara langsung keadaan sekolah di SMP Islam Al-Ikhlas dan kegiatan pembelajaran AlQur’an yang dilaksanakan seminggu satu kali pertemuan (2 jam pelajaran). Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data mengenai keadaan dan kegiatan pembelajaran Al-Qur’an yang diterapkan di SMP Islam AlIkhlas. 2. Wawancara Wawancara penulis lakukan dengan bentuk wawancara terstruktur dengan pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar pertanyaan yang akan ditanyakan. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan guru Al-Qur’an SMP Islam Al-Ikhlas berkenaan dengan kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an dan beberapa siswa. 3.
Angket Angket diberikan kepada seluruh responden penelitian sebanyak 41
orang siswa. Angket yang disebarkan kepada responden berbentuk angket tertutup atau terstruktur dengan alternativ jawaban yang telah disediakan. Teknik angket dilakukan untuk mendapatkan data tentang “Peran Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Menghadapi Kesulitan Siswa Membaca Al-Qur’an”.
48
4.
Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data
yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Studi dokumentasi yang penulis lakukan adlah dengan mengumpulkan data berupa profil sekolah, keadaan guru, karyawan, siswa, hasil mentoring bacaan siswa dan hasil nilai raport mata pelajaran Al-Qur’an siswa SMP Islam Al-Ikhlas. Nilai raport tersebut penulis gunakan untuk melihat kemampuan siswa dalam pelajaran Al-Qur’an.
E. Instrumen Penelitian Instrument penelitian adalah alat ukur yang digunakan dalam penelitian sebagai alat pengumpulan data. Instrument penelitian yang digunakan untuk memperoleh data mengenai permasalahan yang dihadapi siswa dalam kesulitan membaca Al-Qur’an. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket yang terdiri dari 19 butir soal untuk mengukur peran guru pendidikan agama islam dan 16 butir soal untuk mengukur kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an. Kemudian instrument non tes dalam bentuk wawancara diperuntukan kepada guru pendidikan agama Islam yang digunakan untuk mempertajam informasi mengenai permasalahan yang dihadapi siswa dalam membaca Al-Qur’an, dan upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an melalui angket.
49
Tabel I KISI-KISI ANGKET PERAN GURU PAI DALAM MENGATASI KESULITAN SISWA MEMBACA AL-QUR’AN Variabel 1. Kesulitan
Dimensi
Indikator
1.1. Melafalkan
dalam
huruf-huruf
membaca
hijaiyah
Al-Qur’an
(makharijul
1. Kemampuan dalam mengucapkan
No. Item
Jumlah
Pertanyaan
Item
27
1
makharijul huruf
huruf) 1.2. Pengetahuan 1. Pengetahuan tentang ilmu tajwid
tentang
hukum
23-24
2
tentang
hukum
25-26
2
tentang
hukum
29
1
tentang
hukum
28
1
1. Kemampuan membaca Al-Qur’an
21
1
Al-Qur’an
20
1
3. Senang mengikuti pelajaran Al-
33
1
32
1
30-31
2
34
1
bacaan izhar 2. Pengetahuan bacaan ikhfa 3. Pengetahuan bacaan idghom 4. Pengetahuan bacaan iqlab
1.3. Kelancaran membaca AlQur’an
dengan tenang dan teratur (tartil) 2. Senang
membaca
setiap hari Qur’an Faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam membaca Al-Qur’an
1.4. Minat
dan 1. Minat dalam membaca Al-Qur’an
motivasi
2. Orang tua memberikan motivasi
dalam
dan bimbingan dalam belajar
membaca Al-
membaca Al-Qur’an
Qur’an
3. Senang
mengulang
kembali
pelajaran Al-Qur’an di rumah
50
35
1
1
1
2-3
2
4
1
5-6
2
7-8
2
9
1
11-12
2
10,16
2
13
1
14,17
2
penilaian
15
1
1. Guru menggunakan media dalam
18
1
19
1
4. Senang mengerjakan tugas yang diberikan guru 2. Peran guru 2.1 Guru sebagai 1. Guru PAI dalam
pembimbing
memberikan
bantuan
kepada siswa dalam belajar AlQur’an
mengatasi kesulitan
2. Guru membimbing siswa dalam
membaca
pengucapan huruf-huruf hijaiyah
Al-Qur’an
dengan benar 2.2. Guru sebagai 1. Guru menyuruh siswa untuk motivasi
mengulangi pelajaran di rumah 2. Guru memberikan pujian dan hadiah kepada siswa 3. Guru
memberikan
motivasi
kepada siswa 4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hukum bacaan tajwid 5. Guru memberi sanksi kepada siswa 4.3. Guru sebagai 6. Guru menegur siswa evaluator
1. Guru bertanya kepada siswa 2. Guru memberikan tugas kepada siswa 3. Guru
4.4. Guru sebagai mediator
memberikan
kepada siswa
belajar Al-Qur’an 2. Media belajar Al-Qur’an yang memadai
51
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa, kemudian diolah dalam bentuk table dengan menggunakan teknik deskriptif persentase. Dari angket yang telah terkumpulkan kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut: a. Editing, yaitu memeriksa jawaban-jawaban responden untuk diteliti, telaah dan dirumuskan. Pada tahap ini penulis mengecek kembali kelengkapan dan kebenaran pengisisn angket agar terhindar dari kekeliruan atau kesalahan, yaitu dengan memilih angket yang diisi dengan lengkap dan menyisihkan yang tidak lengkap. b. Tabulating, yaitu perhitungan statistik sederhana. Dengan cara menstabulasikan atau memindahkan jawaban responden dalam table
kemudian
dicari
persentase
untuk
dianalisa
dan
dipersentasekan. Untuk menganalisa data, yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
deskriptif,
yaitu
teknik
menganalisa
data
dengan
cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul dan telah diolah dengan tujuan untuk membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat yang diteliti. Teknik yang digunakan adalah teknik persentase, dengan rumus:
F P=
X 100% N
Ket: P = Persentase F = Frekuensi yang sedang dicari presentasenya N = Jumlah populasi yang ada
52
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMPI Al-Ikhlas didirikan oleh Almarhum Bapak Rusli pada tanggal 05 Juli 1988 di atas tanah seluas 2.382 m2, yang beralamat di Jl. Cipete III No. 6–8, Cilandak Jakarta Selatan. Sekolah ini berada di bawah yayasan Masjid Al-Ikhlas Cipete dan terakreditasi dengan nilai A1. Sekarang SMP Islam Al-Ikhlas telah ditetapkan menjadi “Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)” dengan SK. DEPDIKNAS No. 1880/C3/Ds/2008. Adapun tujuan akademik SMPI Al-Ikhlas ini adalah 1) Untuk meningkatkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual siswa. 2) Siswa memiliki karakteristik
salimul aqidah,
shahihul
ibadah
dan
musqaful
fikri.
3)
Mengakomodasi keberagaman potensi siswa dan lebih mendekatkan pendidikan pada dunia riil.1
1. Visi dan Misi Visi SMP Islam Al-IKhlas adalah “Menjadikan Sekolah Islam Berwawasan Global Yang Melahirkan Siswa Cerdas dan Berakhlak”. Sedangkan misi SMP Islam Al-Ikhlas, diantaranya yaitu: 1. Melaksanakan pembelajaran secara efektif dengan kurikulum nasional yang terintegrasi dengan muatan Islam. 2. Melaksanakan pembelajaran agama Islam yang berkualitas.
1
Buku pedoman SMP Islam Al-Ikhlas, h. 1
53 3. Mengembangkan dan membina potensi siswa dalam bidang non akademik (ekstrakurikuler). 4. Melaksanakan bimbingan pembinaan kepribadian siswa yag Islami. 5. Melahirkan siswa yang mampu mengenali potensi diri dan mampu menghadapi tantangan. 6. Menciptakan lingkungan sekolah yang bernuansa Islami. 7. Menciptakan brand image positif di masyarakat; 8. Menyediakan SDM yang unggul dalam belajar.2
2. Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa Sekolah ini memiliki 33 guru dengan kategori 20 guru tetap/PNS dan 13 guru bantu. 20 guru tetap terdiri dari 19 guru berpendidikan S1 dan 1 guru berpendidikan D1. Adapun 13 guru bantu terdiri dari 12 guru berpendidikan S1 dan 1 guru berpendidikan S2. Lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel 2 point a. Mengenai guru yang mengajar di SMP Islam Al-Ikhlas dapat dikatakan sudah cukup baik, walaupun masih ada guru yang mengajar bukan pada bidangnya, karena sebagian besar guru sudah mengajar pada bidang studi yang ditekuninya. Seperti guru dalam bidang studi Al-Qur’an, akhir pendidikannya rata-rata dari jurusan Pendidikan agama Islam, lebih jelasnya dapat di lihat pada lampiran 2. Selanjutnya tenaga kerja atau karyawan SMP Islam Al-Ikhlas sebanyak 10 orang, 2 orang pendidikan SMP, 6 orang pendidikan SMA, 1 orang lulusan sarjana muda (D3) dan 1 orang lulusan Sarjana (S1). Sedangkan siswa-siswi SMP Al-Islam seluruhnya berjumlah 425 orang, yang terdiri dari 222 orang laki-laki dan 203 orang perempuan, lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 2 point b dan c.
2
Ibid...h. 1
54 Tabel 2 Keadaan Guru, Karyawan dan Siswa a. Kualifikasi pendidikan, status, jenis kelamin, dan jumlah guru Jumlah dan Status Guru No.
Tingkat
GT/PNS
Pendidikan 1.
S2
2.
S1
3.
D1
L
GTT/Guru Bantu
P
L
Jumlah
P
1 9
10
1
8
4
31
1
Jumlah
9
1
11
9
4
33
b. Jumlah tenaga pendukung/karyawan dan kualifikasi pendidikannya Jumlah tenaga pendukung dan No.
Kualifikasi pendidikannya
Tenaga Pendukung
SMP 1.
Tata Usaha
2.
Perpustakaan
3.
Penjaga sekolah
4.
Keamanan
SMA
D3
2
1
Jumlah
S1 3 1
2
Jumlah
2
1
1
3
3
3
6
1
1
10
c. Jumlah keadaan siwa SMP Islam Al-Ikhlas A No. Kelas
B
D
C
E
Jumlah
L
P
L
P
L
P
L
P
VII
15
16
16
15
18
12
12
10
-
-
2
VIII
16
13
15
14
13
15
16
12
12
10
3
IX
16
14
17
14
15
15
15
16
14
17
1
Jumlah
L
P
L
P
73
63
Jml seluruhnya 136
72
64
136
77
76
153
222
203
425
55 3. Keadaan Sarana dan Prasarana Sekolah SMP Islam Al-Ikhlas mempunyai sarana dan prasarana yang baik dan memadai, membantu untuk kelancaran proses belajar mengajar, dengan sarana dan prasarana yang sangat mencukupi murid dapat belajar dengan nyaman begitu pula guru bisa mengajar dengan tenang. Dalam tabel 3 dan 4 menggambarkan bentuk sarana dan prasarana yang ada di sekolah SMP Islam Al-Ikhlas.
Tabel 3 Sarana SMP Islam Al-Ikhlas a. Data Ruang Belajar No.
Jenis Ruangan (Inventaris)
Jumlah Unit
Kondisi
1.
Perpustakaan
1
Baik
2.
Lab. Biologi
1
Baik
3.
Keterampilan
1
Baik
4.
Multimedia
1
Baik
5.
Kesenian
1
Baik
6.
Lab. Bahasa
1
Baik
7.
Lab. Komputer
1
Baik
8.
Lab. Fisika
1
Baik
9.
Serbaguna
1
Baik
10.
Kelas
15
Baik
56
d. Data Ruang Kantor No.
Jenis Ruangan (Inventaris)
Jumlah Unit
Kondisi
1.
Kepala Sekolah
1
Baik
2.
Wakil Kepala Sekolah
1
Baik
3.
Guru
1
Baik
4.
Tata Usaha
1
Baik
5.
Tamu
1
Baik
e. Data Ruang Penunjang No.
Jenis Ruangan (Inventaris)
Jumlah unit
Kondisi
1.
Gudang
1
Baik
2.
Dapur
1
Baik
3.
Reproduksi
1
Baik
4.
KM/WC Guru
1
Baik
5.
KM/WC Siswa
1
Baik
6.
BK
1
Baik
7.
UKS
1
Baik
8.
PMR/Pramuka
1
Baik
9.
Osis
1
Baik
10.
Ibadah
1
Baik
11.
Ganti
1
Baik
12.
Koperasi
1
Baik
13.
Hall
1
Baik
14.
Kantin
1
Baik
15.
Pos Jaga
1
Baik
Dalam ruang penunjang seperti ruang ibadah (musholla), sangat berperan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Islam Al-Ikhlas, dengan adanya musholla dapat dijadikan tempat praktek sholat berjama’ah, dan juga sebagai sarana bagi siswa yang gemar membaca Al-Qur’an.
57
Tabel 4 Prasarana SMP Islam Al-Ikhlas a. Perabot Ruang Kelas (belajar) No.
Inventaris
Jumlah Unit
Kondisi
1.
Meja siswa
420
Baik
2.
Kursi Siswa
420
Baik
3.
Al-mari + Rak buku/alat
12
Baik
4.
Papan tulis
12
Baik
b. Perabot Ruang Belajar Lainnya No. 1.
2.
Ruang Perpustakaan
Lab. IPA
3.
Lab. Bahasa
4.
Lab. Komputer
5.
Kesenian
Inventaris Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Meja Kursi Meja Kursi Meja kursi
Jumlah Unit 40 40 10 4 70 10 40 40 40 40 20 20
Kondisi Baik
Baik Baik Baik Baik
c. Perabot Ruang Kantor No. 1.
Ruang
Inventaris
Kepala Sekolah
Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Meja Kursi Meja Kursi Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Meja Kursi
2.
Wk. Kep.Sek.
3.
Guru
4.
Tata Usaha
5.
Tamu
Jumlah unit 1 1 1 3 3 30 30 3 7 4 2 8
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik
58 d. Perabot Ruang Penunjang No.
Ruang
Inventaris
1.
BK
2. 3.
UKS OSIS
4. 5.
Gudang Koperasi
6.
Pos jaga
Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Almari+Rak buku/alat Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Almari+Rak buku/alat Meja Kursi Almari+Rak buku/alat Meja Kursi
Jumlah Unit 2 2 2 1 1 12 1 4 4 4 4 1 3
Kondisi Baik
Baik Baik
Baik Baik
Baik
Dari uraian tabel 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah SMP Islam Al-Ikhlas sudah sangat baik, hal ini terlihat dengan banyaknya ruangan yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar serta adanya ruangan penunjang salah satunya adalah tempat ibadah, yang dapat digunakan untuk latihan sholat berjamaah dan sholat dhuha, semua ruangan dalam kondisi baik.
4. Prestasi siswa Begitu banyak jenis prestasi yang diraih oleh siswa SMP Islam Al-Ikhlas, baik dari tingkat kabupaten/kota maupun tingkat propinsi dengan kategori sebagai finalis, juara 1, 2 dan 3, lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa prestasi yang paling menonjol di SMP Islam Al-Ikhlas yaitu dalam bidang Ilmu Teknologi (IT). Hal ini dapat di lihat dari berbagai macam prestasi yang diraihnya rata-rata pada bidang IT atau komputer, seperti dalam lomba pada tingkat kabupaten kompetisi komputer lazuardi dengan kategori sebagai juara I, web design bakti idhata dengan kategori sebagai juara I dan merakit komputer bakti idhata dengan kategori sebagai juara II. Namun prestasi siswa dalam hal membaca Al-Qur’an belum begitu dikembangkan, sehingga prestasi siswa dalam membaca Al-Qur’an kurang berkembang.
59
Tabel 5 Prestasi Siswa SMP Islam Al-Ikhlas
No.
Tahun 2004/2005
Tahun 2005/2006
Tingkat
Tingkat
Nama Lomba
Juara ke: 3
1&3
Kab/Kota 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pembuatan Mading Al Azhar Keberbakatan Bahasa Indonesia Olimpiade Sains Kompetisi Komputer Lazuardi Kompetisi B. Inggris Puisi Al-Qur’an Darul Ma’arif Bid. Studi IPS SMU Cikini Listening & Reading Percik Web Design Bakti Idhata Merakit Komputer Bakti Idhata
Finalis
Propinsi
Kab/Kota
1
1
2
2
2
1
2
B. Pengolahan dan Analisa Data Pada pembahasan sebelumnya penulis telah kemukakan bahwa salah satu tekhnik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui angket. Angket yang penulis sebarkan adalah berjumlah 41 angket yang dibagikan kepad 41 siswa dari 272 siswa-siswi kelas VII dan VIII SMP Islam Al-Ikhlas sebagai sampel. Angket yang penulis sebarkan terdiri dari 2 komponen pertanyaan yang berjumlah 35 item pertanyaan yang disusun berdasarkan pokok penelitian dan indikator dari variabel yang diteliti, yaitu mengenai Peran Guru PAI dalam Mengatasi Kesulitan Membaca Al-Qur’an siswa. Dari angket yang telah terkumpulkan kemudian diolah dengan tahapan sebagai berikut:
Juara ke:
60 a. Editing, pada tahap ini penulis mengecek kembali kelengkapan dan kebenaran pengisisn angket agar terhindar dari kekeliruan atau kesalahan. Apabila ada angket yang tidak lengkap dalam pengisiannya maka penulis bertanya
kembali
kepada
responden
yang
bersangkutan
untuk
menjawabnya. b.
Tabulating,
yaitu
perhitungan
statistik
sederhana.
Dengan
cara
menstabulasikan atau memindahkan jawaban responden dalam tabel kemudian dicari persentase untuk dianalisa dan dipersentasekan dan ditabulasikan ke dalam bentuk persentase kemudian diolah sehingga diperoleh kesimpulan, hal ini dapat dilihat dan dijelaskan dalam analisis secara keseluruhan. Data yang telah terkumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan distribusi frekuensi dengan rumus persentase sebagai berikut: F P=
X 100 N
P = Presentase F = Frekuensi jawaban responden N= Jumlah sampel. Analisis data 1. Peran Guru PAI Tabel berikut ini mengemukakan data-data mengenai peran guru PAI di SMP Islam Al-Ikhlas.
Tabel 6 Memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an No.
1.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
17
42%
Sering
18
44%
Jarang
5
12%
Tidak pernah
1
2%
41
100%
Jumlah
61 Tabel tersebut memberikan gambaran hampir setengah siswa (44%) mengatakan bahwa guru PAI sering memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Hampir setengah siswa (42%) mengatakan guru PAI selalu memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca AlQur’an, sebagian kecil siswa (12%) mengatakan jarang, dan tidak ada siswa (2%) mengatakan bahwa guru PAI tidak pernah memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa guru PAI memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an.
Tabel 7 Memberikan bimbingan dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar No.
2.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
22
54%
Sering
15
36%
Jarang
4
10%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Dari tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa setengah siswa (54%) mengatakan bahwa guru PAI selalu memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar. Sebagian kecil siswa (36%) mengatakan guru PAI sering memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar. Hampir tidak ada siswa (10%) menjawab jarang, dan tidak ada siswa (0%) yang mengatakan bahwa guru PAI tidak pernah memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan hurf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar. Hal ini berarti guru PAI dapat memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan bacaan yang benar dan itu sering dilakukan dalam mengajar Al-Qur’an. Selanjutnya apakah guru mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih dapat di lihat pada tabel 8. Hampir sebagian besar siswa (78%) menjawab bahwa guru PAI selalu mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih. Hampir sebagian
62 kecil siswa (17%) menjawab sering, hampir tidak ada siswa (5%) menjawab guru PAI sering mengucapkan huruf-huruf hijaitah dengan fasih dan tidak ada siswa (0%) yang menjawab bahwa guru PAI tidak pernah mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih.
Tabel 8 Mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih No.
3.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
32
78%
Sering
7
17%
Jarang
2
5%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Dari uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa guru PAI dapat membimbing dan mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan fasih dan benar, dan hal itu selalu dilakukan dalam mengajar Al-Qur’an.
Tabel 9 Menyuruh untuk mengulangi pelajaran di rumah No.
4.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
19
46%
Sering
8
20%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
2
5%
41
100%
Jumlah
Data tersebut menggambarkan setengah siswa (46%) menjawab bahwa guru PAI selalu menyuruh kepada siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah. Hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (5%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah menyuruh siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah. Hal ini berarti
63 guru Al-Qur’an selalu menyuruh kepada siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah. Tabel 10 Memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai baik No.
5.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
15
36%
Sering
11
27%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
3
8%
41
100%
Jumlah
Dari tabel 10 dapat di lihat bahwa sebagian kecil siswa (36%) menjawab bahwa guru PAI selalu memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai baik, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (8%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai baik dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa guru PAI senang memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai baik sebagai motivasi bagi siswa yang kurang baik dalam membaca Al-Qur’an.
Tabel 11 Memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an No.
6.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
1
2%
Sering
0
0%
Jarang
9
22%
Tidak pernah
31
76%
41
100%
Jumlah
Tabel 11 memberikan gambaran sebagian besar siswa (76%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an. Hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab jarang, dan
64 tidak ada siswa (0%) menjawab bahwa guru PAI sering memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa guru kurang sekali dalam hal memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an.
Tabel 12 Memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh No.
7.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
21
51%
Sering
14
34%
Jarang
6
15%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa setengah siswa (51%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an selalu memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, sebagian kecil siswa (34%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (15%) menjawab guru Al-Qur’an jarang memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, dan tidak ada siswa (0%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah tidak memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Selanjutnya mengenai apakah guru memerintahkan siswa untuk membaca AlQur’an setiap hari dapat dilihat dalam tabel 13. Hampir setegah siswa (44%) menjawab guru PAI selalu memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari, hampir setengah juga (36% siswa) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab jarang, dan tidak ada siswa (0%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah tidak memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari.
65 Tabel 13 Memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari No.
8.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
18
44%
Sering
15
36%
Jarang
8
20%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas siswa menjawab guru PAI selalu memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar membaca AlQur’an dengan sungguh-sungguh dan selalu memerintahkan siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari. Dapat dikatakan juga bahwa guru memerintahkan kepada siswa untuk membaca Al-Qur’an setiap hari merupakan suatu motivasi agar siswa dapat belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
Tabel 14 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hukum bacaan tajwid satu persatu No.
9.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
3
7%
Sering
4
10%
Jarang
22
54%
Tidak pernah
12
29%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa setengah siswa (54%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an jarang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hukum bacaan tajwid satu persatu, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab guru Al-Qur’an tidak pernah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hukum bacaan tajwid satu persatu, hampir tidak ada siswa (10%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hkum bacaan tajwid satu
66 persatu. Jadi dapat disimpulkan bahwa guru Al-Qur’an kurang sekali memberikan kesempatan kepada siswa untuk melafazkan contoh hkum bacaan tajwid satu persatu .
Tabel 15 Menegur siswa jika tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an No.
10.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
28
68%
Sering
9
22%
Jarang
3
8%
Tidak pernah
1
2%
41
100%
Jumlah
Tabel 15 memberikan gambaran bahwa hampir sebagian besar siswa (68%) menjawab guru Al-Qur’an selalu menegur siswa jika tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an, hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab sering, sedikit sekali siswa (8%) menjawab jarang, dan hampir tidak ada siswa (2%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an tidak pernah menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an. Selanjutnya apakah guru memberikan sanksi jika siswa tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an dapat di lihat pada tabel 16. Sebagian kecil siswa (37%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an selalu memberikan sanksi jika siswa tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab bahwa guru tidak memberikan sanksi kepada siswa yang tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an.
67 Tabel 16 Memberikan sanksi jika siswa tidak memperhatikan pelajaran Al-Qur’an No.
11.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
15
37%
Sering
11
27%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
3
7%
41
100%
Jumlah
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa menyatakan bahwa guru selalu menegur dan memberikan sanksi
jika siswa tidak
memperhatikan pelajaran Al-Qur’an.
Tabel 17 Memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan tugas No.
12.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
11
27%
Sering
15
37%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
3
7%
41
100%
Jumlah
Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebagian kecil siswa (37%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an sering memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan tugas, hampir sebagian kecil siswa (29%) siswa menjawab jarang, hampir sebagian kecil (27%) siswa menjawab selalu dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an tidak pernah memberikan sanksi jika siswa tidak mengerjakan tugas. Hal ini dapat di tarik kesimpulan bahwa guru Al-Qur’an sering sekali memberikan sanksi kepada siswa yang tidak memberikan tugas.
68 Tabel 18 Bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran No.
13.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
16
39%
Sering
10
24%
Jarang
11
27%
Tidak pernah
4
10%
41
100%
Jumlah
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian kecil siswa (39%) menjawab bahwa guru PAI selalu bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran, hampir sebagian kecil siswa (24%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab jarang, dan sedikit sekali (10%) siswa menjawab bahwa guru PAI tidak pernah bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru PAI suka bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diajarkan sebelum memulai pelajaran baru.
Tabel 19 Memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai No.
14.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
10
22%
Sering
13
29%
Jarang
18
40%
Tidak pernah
4
9%
45
100%
Jumlah
Tabel di atas dapat ketahui bahwa hampir setengah siswa (40%) menjawab guru Al-Qur’an jarang memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab guru Al-Qur’an selalu memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai, dan hampir tidak ada siswa (9%) menjawab tidak pernah. Dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa
69 guru Al-Qur’an jarang sekali memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai.
Tabel 20 Memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an No.
15.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
21
51%
Sering
15
37%
Jarang
5
12%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Data di atas menggambarkan setengah siswa (51%) menjawab bahwa guru AlQur’an selalu memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an, hampir sebagian kecil siswa (37%) menjawab sering, hampir tidak ada siswa (12%) menjawab jarang dan tidak ada siswa (0%) yang menjawab bahwa guru AlQur’an tidak pernah memberikan penilaian. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa Guru Al-Qur’an selalu memberikan penilaian dalam setiap pelajaran AlQur’an berakhir, hal ini memotivasi siswa agar selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an.
Tabel 21 Menegur siswa yang jarang hadir No.
16.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
14
34%
Sering
16
39%
Jarang
11
27%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Tabel ini menunjukkan bahwa sebagian kecil siswa (39%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an selalu menegur siswa yang jarang hadir, sebagian kecil siswa (34%) menjawab sering, hampir sebagian kecil (27%) siswa menjawab guru Al-
70 Qur’an jarang menegur siswa yang jarang hadir, dan tidak ada siswa (0%) menjawab bahwa guru Al-Qur’an tidak pernah menegur siswa yang jarang hadir. Dari sini dapat di ambil kesimpulan bahwa guru selalu menegur siswa yang jarang hadir dalam pelajaran Al-Qur’an.
Tabel 22 Memberikan tugas yang bervariasi No.
17.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
3
7%
Sering
8
20%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
18
44%
41
100%
Jumlah
Tabel 22 memberikan gambaran hampir setengah siswa (44%) menjawab bahwa guru PAI tidak pernah memberikan tugas yang bervariasi tiap siswa, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab sering, dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab guru PAI selalu memberikan tugas yang bervariasi tiap siswa. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa guru PAI tidak pernah memberikan tugas yang bervariasi tiap siswa.
Tabel 23 Menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian materi No.
18.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
3
7%
Sering
9
22%
Jarang
20
49%
Tidak pernah
9
22%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas menggambarkan setengah siswa (49%) menjawab guru AlQur’an jarang menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian
71 materi. Hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab tidak pernah, dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab guru Al-Qur’an selalu menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian materi. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas siswa menyatakan guru kurang sekali dalam menggunakan media belajar untuk memperjelas penyampaian materi tentang pelajaran AlQur’an.
Tabel 24 Penggunaan media dalam belajar Al-Qur’an No.
19.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Sangat memadai
8
20%
Cukup memadai
25
60%
Kurang memadai
8
20%
Tidak memadai
0
0%
41
100%
Jumlah
Tabel 24 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar siswa (60%) menjawab bahwa media yang digunakan dalam belajar Al-Qur’an sudah cukup memadai. Hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab sangat memadai, hampir sebagian kecil juga (20%) siswa menjawab kurang memadai, dan tidak ada siswa (0%) menjawab penggunaan media dalam belajar Al-Qur’an tidak memadai. Hal ini berarti media yang digunakan dalam belajar Al-Qur’an sudah cukup memadai dalam meningkatkan pembelajaran Al-Qur’an.
72
2. Kesulitan Siswa dalam Membaca Al-Qur’an Tabel berikut ini adalah data-data mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa dalam membaca Al-Qur’an Tabel 25 Membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah No.
20.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
1
2%
Sering
6
15%
Jarang
34
83%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (83%) menjawab jarang, yaitu siswa jarang membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah. Hampir sebagian kecil siswa (15%) siswa menjawab sering, hampir tidak ada siswa (2%) menjawab selalu, dan tidak ada siswa (0%) menjawab tidak pernah tidak membaca Al-Qur’an di rumah setiap hari. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas siswa menyatakan jarang sekali membaca AlQur’an di rumah. Tabel 26 Setiap membaca Al-Qur’an dengan tartil No.
21.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
3
8%
Sering
21
51%
Jarang
17
41%
Tidak pernah
0
0%
45
100%
Jumlah
Data di atas memberikan gambaran setengah siswa (51%) menjawab bahwa sering membaca Al-Qur’an dengan bacaan tartil, hampir setengah siswa (41%) menjawab jarang, hampir tidak ada siswa (8%) menjawab selalu membaca AlQur’an dengan tartil, dan tidak ada siswa (0%) menjawab tidak pernah membaca
73 Al-Qur’an dengan tartil. Hal ini berarti siswa apabila membaca Al-Qur’an mereka sering membacanya dengan bacaan tartil.
Tabel 27 Senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an No.
22.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
11
27%
Sering
18
44%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Dari data di atas dapat diketahui bahwa hampir setengah siswa (44%) menjawab sering senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an di sekolah, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab selalu dan tidak ada siswa (0%) yang menjawab tidak pernah tidak senang mengikuti pelajaran Al-Qur’an di sekolah. Dari hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa senang mengikuti pelajaran AlQur’an di sekolah.
Tabel 28 Kesulitan dalam mempelajari ilmu tajwid (Ikhfa dan Izhar) No. pernyataan 23.
24.
Jawaban
F
P
Kesulitan dalam membedakan hukum bacaan Selalu
10
24%
izhar dengan hukum bacaan ikhfa
Sering
15
37%
Jarang
9
22%
Tidak pernah
7
17%
Jumlah
41
100%
Kesulitan dalam memberikan contoh hukum Selalu
7
17%
izhar
Sering
14
34%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
8
20%
41
100%
Jumlah
74 25.
Kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada Selalu
5
12%
di dalam hukum bacaan ikhfa
Sering
18
44%
Jarang
13
32%
Tidak pernah
5
12%
41
100%
Jumlah 26.
Kesulitan dalam memberikan contoh hukum
Selalu
4
10%
ikhfa
Sering
19
46%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
6
15%
41
100%
Jumlah
Dari data no. 23 di atas menunjukkan bahwa hampir setengah siswa (36%) sering menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum bacaan ikhfa, hampir sebagian kecil siswa (25%) menjawab sering menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum bacaan ikhfa, hampir sebagian kecil juga (25%) jarang menemui kesulitan, dan hampir sebagian kecil siswa (17%) menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum bacaan ikhfa. Selanjutnya data no. 24 mengenai apakah siswa memenui kesulitan dalam memberikan contoh hukum izhar, hampir setengah siswa (34%) sering menemui kesulitan dalam memberikan contoh hukum izhar, sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil (20%) siswa menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam memberikan contoh hukum izhar, hampir sebagian kecil siswa (17%) menjawab bahwa selalu menemui kesulitan dalam memberikan hukum izhar. Sedangkan dalam data no. 25 menunjukkan bahwa setengah siswa (44%) sering menemui kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada di dalam hukum bacaan ikhfa, sebagian kecil siswa (32%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (12%) menjawab selalu menemui kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada di dalam hukum bacaan ikhfa, dan sebagian kecil siswa (12%) menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada di dalam hukum bacaan ikhfa.
75 Dari data no. 26 dapat diketahui bahwa setengah siswa (46%) menjawab sering menemui kesulitan dalam memberikan hukum ikhfa, hampir sebagian kecil siswa (29%) menjawab jarang, hampir sebagian kecil siswa (15%) menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam memberikan hukum ikhfa, dan hampir tidak ada siswa (10%) menjawab selalu menemui kesulitan dalam memberikan contoh hukum ikhfa. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa menemui kesulitan dalam membedakan hukum bacaan izhar dengan hukum bacaan ikhfa, setengah siswa masih menemui kesulitan dalam memberikan contoh hukum izhar, setengah siswa masih menemui kesulitan dalam menghafal 15 huruf yang ada dalam hukum bacaan ikhfa, dan setengah siswa menemui kesulitan dalam memberikan hukum ikhfa. Dapat dikatan juga bahwa masih kurangnya pemahaman siswa tentang ilmu tajwid.
Tabel 29 Menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf أdengan ع No.
27.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
4
10%
Sering
11
27%
Jarang
17
41%
Tidak pernah
9
22%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir setengah siswa (41%) jarang menemui kesulitan dalam membedakan bunyi lafadz huruf أdengan ع, hampir sebagian kecil siswa (27%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (22%) menjawab tidak pernah menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf أ dengan ع, dan hampir tidak ada siswa (10%) yang selalu menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf أdengan ع. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa jarang sekali siswa menemui kesulitan dalam membedakan lafadz huruf huruf أdengan عyang dari pengucapannya agak sama.
76 Tabel 30 Menemui kesulitan dalam melafalkan hukum bacaan Iqlab No.
28.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
1
2%
Sering
13
32%
Jarang
15
37%
Tidak pernah
12
29%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas menggambarkan bahwa sebagian kecil siswa (37%) jarang menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab, sebagian kecil siswa (32%) sering menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab, hampir sebagian kecil siswa (29%) tidak pernah menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab, dan hampir tidak ada siswa (2%) menjawab bahwa selalu menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa jarang sekali siswa yang menemui kesulitan dalam melafadzkan hukum bacaan iqlab.
Tabel 31 Menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah No.
29.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
4
10%
Sering
14
34%
Jarang
12
29%
Tidak pernah
11
27%
45
100%
Jumlah
Tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian kecil siswa (34%) sering menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah, hampir sebagian kecil siswa (29%) jarang menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah, hampir sebagian kecil siswa (27%) tidak pernah menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah,
77 dan hampir tidak ada siswa (10%) menjawab selalu menemui kesulitan tentang perbedaan hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa mengerti tentang hukum bacaan idghom bigunnah dengan idghom bilagunnah.
Tabel 32 Orang tua membimbing dalam belajar membaca Al-Qur’an No.
30.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
15
37%
Sering
17
41%
Jarang
8
20%
Tidak pernah
1
2%
41
100%
Jumlah
Tabel 32 dapat digambarkan bahwa hampir setengah siswa (41%) menjawab bahwa orang tua sering membimbing mereka dalam membaca Al-Qur’an, hampir setengah siswa (37%) menjawab selalu, hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab orang tua jarang membimbing mereka dalam membaca AlQur’an, dan hampir tidak ada siswa (2%) menjawab orang tua tidak pernah membimbing mereka dalam membaca Al-Qur’an. Selanjutnya tabel 33 mengenai apakah orang tua memberikan dorongan agar siswa dapat belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh, setengah siswa (48%) menjawab selalu, hampir setengah siswa (37%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (15%) menjawab jarang, dan tidak ada siswa (0%) yang menjawab bahwa orang tua tidak pernah memberikan dorongan kepada siswa agar belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh.
78 Tabel 33 Orang tua memberikan dorongan agar belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh No.
31.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
20
48%
Sering
15
37%
Jarang
6
15%
Tidak pernah
0
0%
41
100%
Jumlah
Dari uraian tabel 32 dan tabel 33 dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya orang tua siswa yang membimbing dan memberikan dorongan kepada anaknya untuk selalu belajar membaca A-Qur’an dan bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya.
Tabel 34 Setelah faham tentang ilmu tajwid, minat semakin bertambah untuk terus belajar membaca Al-Qur’an No.
32.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
3
7%
Sering
21
51%
Jarang
15
37%
Tidak pernah
2
5%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas dapat diketahui bahwa setengah siswa (51%) minat mereka sering bertambah setelah faham ilmu tajwid, hampir setengah siswa (37%) menjawab minat mereka jarang bertambah setelah faham ilmu tajwid, hampir tidak ada siswa (7%) menjawab selalu bertambah minatnya setelah faham ilmu tahjwid, dan hampir tidak ada juga (5%) siswa menjawab bahwa minat mereka tidak pernah bertambah untuk terus belajar ilmu tajwid walaupun mereka sudah faham ilmu tajwid. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa minat siswa sering bertambah untuk terus belajar Al-Qur’an setelah mereka memahami ilmu tajwid.
79
Tabel 35 Senang mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an tentang pelajaran ilmu tajwid No.
33.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
10
25%
Sering
17
41%
Jarang
13
32%
Tidak pernah
1
2%
41
100%
Jumlah
Tabel 35 menunjukkan hampir setengah siswa (44%) menjawab bahwa mereka selalu mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an tentang pelajaran ilmu tajwid, sebagian kecil siswa (31%) menjawab sering, hampir sebagian kecil siswa (18%) menjawab jarang mendengarkan penjelasan dari guru Al-Qur’an tentang pelajaran ilmu tajwid, dan hampir tidak ada siswa (7%) menjawab tidak pernah mendengarkan penjelasan guru tentang pelajaran ilmu tajwid. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa selalu mendengarkan penjelasan guru tentang ilmu tajwid.
Tabel 36 Mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari di sekolah No.
34.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
0
0%
Sering
3
7%
Jarang
32
78%
Tidak pernah
6
15%
41
100%
Jumlah
Tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa (78%) menjawab jarang mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari di sekolah. Sedangkan yang menjawab tidak pernah mengulang kembali pelajaran
80 Al-Qur’an yang sudah dipelajari di rumah hampir sebagian kecil siswa (15%). Sedikit sekali siswa (7%) yang menjawab sering dan tidak ada siwa (0%) menjawab selalu mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari di sekolah. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa jarang sekali mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an yang sudah dipelajari di sekolah.
Tabel 37 Senang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an No.
35.
Jawaban
Frekuensi
Persentase
Selalu
2
5%
Sering
13
31%
Jarang
18
44%
Tidak pernah
8
20%
41
100%
Jumlah
Data di atas menggambarkan hampir setengah siswa (44%) jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an. Sebagian kecil siswa (31%) sering mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an, hampir sebagian kecil siswa (20%) menjawab bahwa mereka tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an, dan hampir tidak ada siswa (5%) yang selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an. Hal ini berarti siswa jarang sekali mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an, hanya ada 5% siswa yang selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru Al-Qur’an.
C. Interpretasi data Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian, dapat diketahui bahwa peran guru PAI sebagai pembimbing yaitu memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca AlQur’an, hampir setengah siswa menjawab sering dengan persentase 43%, guru membimbing siswa dalam pengucapan huruf-huruf hijaiyah dengan benar sebesar 54% (setengah siswa). Hal ini menyatakan bahwa peran guru PAI sebagai pembimbing sudah cukup baik. Guru sebagai pembimbing dalam membaca Al-
81 Qur’an adalah guru yang mempunyai tugas tanggung jawab agar siswa-siswinya dapat membaca Al-Qur’an dengan benar, baik dari segi pengucapannya (makharijul huruf) dan dari ilmu tajwidnya. Oleh sebab itu guru Al-Qur’an seharusnya memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Peran guru sebagai motivasi yaitu menyuruh siswa untuk mengulangi pelajaran di rumah setegah siswa menjawab selalu persentase terbesar 46%, guru memberikan pujian sebagian kecil siswa (36%) menyatakan selalu, guru memberikan hadiah sebagian besar siswa (75%) menjawab guru Al-Qur’an tidak pernah memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Qur’an. Guru memberikan dorongan untuk belajar Al-Qur’an, setengah siswa menjawab selalu dengan persentase 51%. Guru selalu memerintahkan untuk membaca AlQur’an setiap hari hampir setengah siswa (44%). Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk presentasi sebagian kecil (29%) siswa menjawab jarang. Sebagian besar (68%) guru selalu menegur siswa yang tidak memperhatikan, sebagian kecil siswa (37%) guru selalu memberikan sanksi kepada siswa yang tidak memperhatikan pelajaran. Sebagian kecil siswa (37%) guru sering memberi sanksi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas. Hampir setengah siswa (41%) guru sering menegur siswa yang jarang hadir. Hal ini membuktikan dari hasil wawancara bahwa guru PAI hanya dapat memberikan dorongan atau motivasi kepada siswa-siswinya dengan cara selalu memberikan nasehat kepada siswa agar selalu membaca Al-Qur’an di rumah dengan sungguh-sungguh, mengajak siswa untuk selalu fokus dalam memperhatikan pelajaran Al-Qur’an dan bagi yang belum bisa membaca Al-Qur’an guru PAI juga menyarankan untuk privat membaca AlQur’an di rumah. 3 Peran guru PAI sebagai evaluator yaitu untuk mengevaluasi, sebagian kecil siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar yaitu 36% guru memberikan tugas kepada siswa setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Guru Al-Qur’an selalu memberikan penilaian dalam setiap pelajaran Al-Qur’an setengah siswa (51%). Guru Al-Qur’an memberikan tugas yang bervariasi hamper setengah (44%) siswa menjawab tidak pernah. Hal ini membuktikan hasil wawancara bahwa guru PAI selalu mengevaluasi siswa dengan memberikan penilaian terhadap pelaksanaan
3
Tri Wahyu Ningrum, Guru Al-Qur’an, Wawancara Pribadi, Cipete 28 Februari 2011.
82 pembelajaran Al-Qur’an itu berdasarkan kemampuan siswa dalam membaca AlQur’an. Pengajaran yang dilakukan dalam SMP Islam Al-Ikhlas yaitu menggunakan buku panduan Ma’arif. Dan siswa siswi selalu dimentoring dan diberi nilai baik dari segi tartil, tajwid dan kefasihannya dalam setiap pertemuan pembelajaran AlQur’an. Peran guru PAI sebagai mediator yaitu apabila mengajar menggunakan media atau alat mengajar untuk memperjelas penyampaian materi, setengah siswa dengan persentase terbesar (49%) menjawab jarang, media yang digunakan dalam belajar Al-Qur’an hamper sebagian besar (60%) siswa menjawab sudah cukup memadai. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan secara didaktis pedagogis, maka pengajaran Al-Qur’an yang efektif adalah menggunakan alat peraga, bagan dan alat sebagainya dengan maksud memberikan kejelasan yang dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan media yang ada, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu maksudnya, sedangkan dalam belajar membaca Al-Qur’an banyak sekali kata-kata yang kurang dimengerti oleh siswa, seperti dalam pembelajaran makharijul huruf.
D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa peran guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an siswa di SMP Islam Al-Ikhlas adalah sebagai pembimbing, motivator, evaluator dan mediator. Adapun bimbingan yang diberikan oleh guru PAI dalam bentuk memberikan bantuan kepada siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an serta memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah dengan benar dan fasih dapat dikatakan sudah baik, karena rata-rata siswa memjawab guru selau membantu dan memberikan bimbingan kepada siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an. Guru sebagai pembimbing dalam hal memberikan bimbingan mengucapkan huruf hijaiyah dengan fasih sangat berperan untuk mengatasi siswa yang menemui kesulitan dalam membaca AlQur’an, agar siswa senantiasa dapat mengucapkan huruf-huruf hijaiyah (makharijul huruf) dengan baik dan benar. Guru sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, ini berarti guru dituntut untuk mampu memberikan
83 bimbingan belajar kepada siswanya. Tujuan bimbingan secara umum adalah membantu murid-murid agar mendapat penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar dengan efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.4 Sedangkan peran guru sebagai motivator yaitu dalam bentuk menyuruh siswa untuk mengulangi pelajaran Al-Qur’an di rumah 46% selalu dilakukan oleh guru agar siswa dapat terlatih secara khusus dalam memahami ilmu tajwid. Kemudian motivasi dalam bentuk memberikan pujian kepada siswa yang memperoleh nilai baik 36% selalu dilakukan agar dapat merangsang siswa untuk terus bersaha mengembangkan pengetahuannya dalam belajar membaca Al-Qur’an. Selanjutnya motivasi dalam bentuk memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca Al-Quran 76% tidak pernah dilakukan, atau dapat dikatakan guru kurang sekali dalam hal memberikan hadiah kepada siswa yang baik dalam membaca AlQur’an. Sedangkan motivasi untuk selalu belajar membaca Al-Qur’an setiap hari di rumah 44% selalu dilakukan oleh guru agar siswa terbiasa membaca Al-Qur’an di luar jam belajar, yakni di rumahnya masing-masing di bawah pengawasan dan bimbingan dari orang tua. Dari uraian di atas mengenai peran guru PAI sebagi motivator dapat dikatakan cukup baik, yaitu dengan memberikan dorongan agar siswa selalu belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh dan membacanya setiap hari di rumah, sedangkan dalam bentuk materil kurang dilakukan. Keberhasilan sebuah proses pembelajaran khususnya pendidikan formal ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya adalah interaksi antara siswa dan guru, selain materi pembelajaran yang disampaikan, dorongan semangat dari guru ditambah dengan faktor kepribadian guru juga sangat mempengaruhi dalam mendorong motivasi siswa demi meningkatkan keberhasilan dalam belajar. Peran guru sebagai evaluator yaitu dengan cara memberikan penilaian kepada siswa untuk mengetahui apakah siswa sudah berhasil atau faham terhadap pelajaran yang telah disampaikan. Peran guru sebagai evaluator dalam hal memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperagakan bacaan di depan kelas 54% atau jarang sekali dilakukan dan dalam bentuk memberikan tugas kepada siswa setelah 4
h. 105
Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Cet ke-I,
84 kegiatan belajar mengajar selesai juga jarang sekali dilakukan oleh guru, karena pada saat pelajaran berlangsung dengan sistem membaca Al-Ma’arif (buku panduan belajar membaca Al-Qur’an SMP Islam Al-Ikhlas) secara individual, siswa yang tidak dapat giliran membaca diberikan tugas oleh guru.5 Selanjutnya dalam memberikan penilaian 51% selalu dilakukan dalam setiap pelajaran AlQur’an dan 44% guru tidak pernah memberikan tugas yang bervariasi kepada siswa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peran guru sebagai evaluator sudah cukup baik, hanya dalam penyampaiannya terlalu monoton. Selanjutnya dalam penggunaan media tentang pengajaran ilmu tajwid sebagian kecil siswa (49%) mengatakan jarang dilakukan oleh guru. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan secara didaktis pedagogis, maka pengajaran Al-Qur’an yang efektif adalah menggunakan alat peraga, bagan dan alat sebagainya dengan maksud memberikan kejelasan yang dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan media yang ada, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu maksudnya. Sedangkan kesulitan yang dialami siswa adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tajwid, hal ini disebabkan karena siswa menganggap bahwa materi yang diajarkan cukup sulit, akibatnya siswa tidak dapat membaca AlQur’an dengan baik dan lancar. Selain itu kesulitan siswa dalam membaca AlQur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah, kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an, sedangkan faktor ekstern meliputi,
kurangnya
motivasi dan perhatian dari kedua orang, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik pendidikan formal maupun non formal serta guru kurang melatih murid-muridnya secara personal dalam pengucapan hokum bacaan tajwid.
5
Tri Wahyu Ningrum, Guru Al-Qur’an, Wawancara Pribadi.
85
Guru adalah pejuang bagi peradaban dunia pendidikan. Semua tetesan keringat dan air mata guru tidak akan sia-sia, karena semua itu melahirkan kebaikan di dunia dan akhirat. Kebaikan guru tersebut tak mengharap balasan dari para siswanya. Melihat siswanya sukses pun bagi seorang guru adalah lebih dari cukup dan menjadi kebahagiaan tersendiri. Profesi guru memang sangat mulia. Sedangkan metode yang dilakukan dalam pembelajaran Al-Qur’an di SMP AlIkhlas memiliki beberapa metode dan masing-masing guru memiliki ide-ide tersendiri dalam mengajarkannya, diantaranya yaitu: Bukan hanya motivasi dari guru, motivasi dari orang tua juga sangat mempengaruhi juga sangat mempengaruhi minat siswa dalam belajar membaca AlQur’an baik di rumah maupun di sekolah. Dengan kurangnya motivasi yang diberikan oleh orang tua, anak pun akan merasa tidak adanya beban untuk bisa atau mampu dalam membaca Al-Qur’an. Sesungguhnya adanya semangat bagi anak
86 untuk membaca Al-Qur’an akan lebih meningkatkan kemampuannya dalam membaca Al-Qur’an. Sementara faktor lain, seperti ketersediaan sarana dan prsarana pembelajaran sebagai pendukung bagi proses pembelajaran yang ada. 1. Metode Individual, yaitu dengan cara siswa bergiliran baca satu persatu dengan gurunya masing-masing. 2. Metode Drill, yaitu latihan siap yang dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajari.
3. Metode Tanya jawab, yaitu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik tentang pelajarn yang telah diajarkan, atau sebaliknya peserta didik bertanya tentang pelajaran yang belum dimengerti. 4. Metode Ceramah, yaitu menerangkan secara lisan oleh guru terhadap peserta didiknya. Dalam metode ceramah ini hanya satu orang guru yang menerangkan tentang pelajaran ilmu tajwid.
Kegiatan Pembelajaran Al-Qur’an Dalam kegiatan pembelajaran Al-Qur’an, buku panduan yang digunakan yaitu Al-Ma’arif yang memiliki 6 jilid. Hasil penelitian yang penulis dapatkan yaitu setiap pembelajaran Al-Qur’an masing-masing kelas diajarkan oleh tiga orang guru, khususnya guru Al-Qur’an. Satu orang guru membimbing + 10 orang siswa agar dapat memonitoring hasil bacaan Al-Ma’arif siswa tersebut. Dengan catatan sebagai berikut: berdasarkan pengalaman sebagai pembimbing dan penguji skripsi, thesis dan disertas, berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang umumnya diajukan oleh penguji skripsi/thesis, atau disertasi:
Judul: Apakah judul Anda telah mencerminkan pertanyaan penelitian Anda?
Pertanyaan penelitian. Ini adalah inti penelitian Anda. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini amatlah penting.
1. Apakah pertanyaan itu penting bagi pemecahan sebagian persoalan di masyarakat atau pengembangan ilmu pengetahuan? 2. Apakah pertanyaan tersebut belum terjawab oleh peneliti lain?
Latar belakang penelitian: Apakah uraian Anda dalam latar belakang penelitian itu dengan jelas menunjukkan mengapa pertanyaan penelitian Anda
87 itu penting sekali diketahui jawabannya? Penting di sini bukan hanya penting bagi Anda (yang ingin segera menyelesaikan studi) tapi, terutama, bagi pemecahan masalah di masyarakat dan/atau di bidang ilmu pengetahuan. Anda harus menunjukkan hal itu.
Signifikansi penelitian: Apakah pentingnya menjawab pertanyaan penelitian Anda itu? (Secara rinci, ini mestinya sudah Anda kemukakan dalam latar belakang penelitian. Di sini Anda hanya menegaskan kembali secara ringkas.)
Kajian pustaka yang relevan/terkait. Tujuan bagian ini adalah untuk (1) membuktikan bahwa pertanyaan penelitian Anda benar-benar belum terjawab oleh eneliti lain dan/atau (2) memberikan penjelasan tentang teori yang Anda gunakan dalam menjawab pertanyaan penelitian Anda tersebut. Oleh karena itu, pertanyaan yang biasa diajukan penguji adalah:
1. Apakah uraian dalam bagian kajian pustaka ini telah membuktikan bahwa pertanyaan penelitian Anda tersebut belum terjawab oleh peneliti-peneliti lain yang juga meneliti topik Anda? Apakah pengetahuan Anda tentang hasil-hasil penelitian sejenis itu cukup luas? 2. Apakah penjelasan tentang teori yang Anda gunakan dalam penelitian itu jelas dan relevan dengan penelitian Anda (atau hanya sekedar memperbanyak halaman saja)?
Metode penelitian:
1. Bagaimana cara Anda mengumpulkan informasi (data) untuk menjawab pertanyaan penelitian itu? Apakah data itu dapat dipercaya (valid dan reliabel)? Apakah penguji (pembaca) bisa mendapatkan gambaran yang rinci tentang bagaimana Anda melakukannya? 2. Bagaimana cara Anda menganalisa informasi (data) yang telah Anda kumpulkan itu? Apakah analisa Anda itu dapat dipercaya (valid dan reliabel)? Apakah penguji (pembaca) dapat bisa mendapatkan gambaran yang rinci tentang bagaimana Anda melakukannya? 3. Apa hasil (kesimpulan) analisa Anda? Apakah hasil (temuan/kesimpulan) itu konsisten dengan data dan analisa yang telah Anda sajikan?
Penyajian dan analisa data 1. Apakah data yang Anda sajikan relevan dengan pertanyaan penelitian Anda? Apa data tersebut Anda sajikan sehingga memudahkan pembaca memahaminya? Apakah data tersebut memudahkan pembaca memahami cara berfikir Anda untuk sampai pada kesimpulan yang Anda ambil? 2. Apakah analisa Anda relevan dan tepat untuk digunakan pada data Anda? Apakah penyajian cara Anda menganalisa data tersebut memudahkan pembaca untuk memahami cara berfikir Anda sehingga sampai pada kesimpulan yang Anda tarik? Kesimpulan/penutup 1. Apakah kesimpulan terakhir Anda merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian Anda?
88
2. Apakah saran yang Anda berikan sesudah kesimpulan itu didasarkan atas apa yang telah Anda tulis dalam bab-bab sebelumnya (terutama di bagian analisa atau diskusi)? Diskusi. Kadang-kadang mahasiswa juga diminta untuk membicarakan implikasi temuan/hasil penelitian itu dalam bagian tersendiri. Dalam hal ini, mahasiswa diharapkan membicarakan bagaimana implikasi temuan/hasil penelitian itu bagi pemecahan sebagian masalah di masyarakat atau pengembangan pengetahuan (yang sudah diutarakan dalam latar belakang penelitian). Oleh karena itu, pertanyaan yang biasanya diajukan penguji adalah ’bagaimana peneliti (mahasiswa) menunjukkan implikasi temuan penelitian itu bagi pemecahan sebagian masalah masyarakat atau pengembangan ilmu pengetahuan itu.’ Masalah teknis penulisan. Penguji juga memperhatikan kejelasan uraian dan hal-hal teknis yang dapat mengganggu kemudahan pembaca memahami isi laporan penelitian (skripsi) Anda. Hal itu mekiputi penomoran halaman, kesalahan ketik/eja, tanda baca, format laporan (sudah memenuhi ketentuan perguruan tinggi atau belum), tata bahasa, penggunaan istilah (kosakata), dsb.
Itulah beberapa pertanyaan yang umumnya sering diajukan penguji skripsi guna memastikan bahwa skripsi Anda sudah memenuhi kriteria laporan penelitian ilmiah dan mudah difahami pembaca. Semua jawaban atas pertanyaan ini harus tertulis secara lugas, jelas, dan rinci dalam skripsi Anda. Jangan hanya dijawab secara lisan dalam ujian. Ingat, skripsi Anda akan diletakkan di perpustakaan agar dapat dibaca dan difahami orang lain tanpa kehadiran Anda. Semoga bermanfaat dan selamat ujian.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Peran guru PAI dalam pembelajaran Al-Qur’an sangat penting bagi siswa yang menemui kesulitan dalam membaca Al-Qur’an, karena dengan adanya peran guru seperti memberikan bimbingan, motivasi dan evaluasi dapat merangsang siswa agar dapat membaca Al-Qur’an lebih baik.
2.
Upaya yang dilakukan oleh guru PAI dalam mengatasi kesulitan membaca AlQur’an yaitu dengan selalu memberikan bimbingan dan motivasi yang dapat mendorong siswa untuk selalu belajar membaca Al-Qur’an dengan sungguhsungguh, menghafal juz ‘Amma dan selalu mementoring siswa secara individual di setiap jam pelajaran Al-Qur’an.
3.
Motivasi dari orang tua dan guru sangat mempengaruhi minat siswa dalam belajar membaca Al-Qur’an baik di rumah maupun di sekolah. Dengan kurangnya motivasi yang diberikan oleh orang tua dan guru, anak pun akan merasa tidak adanya beban untuk bisa atau mampu dalam membaca AlQur’an. Sesungguhnya adanya semangat bagi anak untuk membaca Al-Qur’an akan lebih meningkatkan kemampuannya dalam membaca Al-Qur’an.
4.
Kesulitan siswa dalam membaca Al-Qur’an disebabkan oleh faktor intern atau dari dalam diri siswa itu sendiri dan ekstern. Faktor intern meliputi, kurangnya semangat siswa untuk mengulang kembali pelajaran Al-Qur’an di rumah, kurang membaca Al-Qur’an di rumah dengan menggunakan kaidah ilmu tajwid dan jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru al-Qur’an, sedangkan faktor ekstern meliputi,
kurangnya motivasi dan perhatian dari
kedua orang tua, kurang mendapatkan pendidikan agama sebelumnya baik 85
pendidikan formal maupun non formal serta guru kurang melatih muridmuridnya secara personal dalam pengucapan hukum bacaan tajwid.
B.
Saran-Saran
1.
Untuk Sekolah Khusus kepada guru: a.
Hendaknya benar-benar memperhatikan unsur-unsur metodis dan psikologis dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat tercapai secara optimal.
b. Hendaknya dapat memberikan motivasi, baik yang bersifat moril maupun materil agar siswa dapat belajar dengan baik dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuannya. 2.
Untuk orang tua/wali murid a. Hendaknya menjadi tauladan yang baik yaitu dengan membiasakan membaca Al-Qur’an di rumah dengan bacaan yang benar atau menggunakan kaidah ilmu tajwid, agar anak termotivasi untuk ikut serta membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang benar.
86
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Bandung: Amrico,1986. Ahmadi, Abu, dan Supriyono, Widodo. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, Cet ke-I. Abdurohim, Acep, Iim. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2003. Abu, Bakar Bahrun. Al Burhan Fi Tajwidil Qur’an: Ilmu Tajwid Syarah Tuhfatul Athfal dan Al Jazariyah, Bandung: Trigenda Karya, 1995, Cet ke-I. Alam, Tombak. Metode Membaca Menulis Al-Qur’an 5 Kali Pandai, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995. Azhim, Irfan, Abdul. Agar Bacaan Al-Qur’an Anda Tidak Sia-sia, Solo: PT. Pustaka Iltizam, 2009, Cet Ke-I. Aziz, Abdul. Bersanding Dengan Al-Qur’an, (Bogor: Pustaka Ulil Albab, 2007), Cet ke- I. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Toha Putra, 1989. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (akarta: Balai Pustaka, 1995, Ed. 2, cet ke-4. Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Pendidikan Nasional, Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004. Djamarah, Syaiful, Bahri. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000, Cet ke-I. Dradjat, Dzakiyah, dkk. Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Ed-2, Cet ke-3. Hafidz, W. Ahsin. Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, cet. Ke- 1. Jalaluddin, Metode Tunjuk Silang, Jakarta: Kalam Mulia, 1998. Jumantoro, Totok, dan Amin, Samsul, Munir. Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Amzah, 2009, Cet. Ke-2. Ladjid, Hafni. Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT. Ciputat Pres Group, 2005.
Mardjoned, Ramlan. Akhlak Belajar dan Mengajar Al-Qur’an, Jakarta: LPPTKABKPRMI, 1994, Cet ke-I. Muhtar, Heri, Jauhari. Fiqih Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, Cet ke-I. Naim, Rochman. Bacalah Al-Qur’an Jangan Hijrah Darinya, (Bogor: PT. Cahaya Ilmu, 2006), Cet. Ke- 1. Nawawi, Imam. Adab Pengemban Al-Qur’an, Jakarta: Pustaka Salam SDN. BHD, 1996, Cet ke-I. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. ke-3, Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), Cet. Ke-4. Sabri, M. Alisuf , Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), Cet ke-1. Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996). Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), Ed- I, Cet ke-5. Sardirman A, M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. Ke-11. Siregar, Imam. “Kemampuan Membaca dan Memahami Al-Qur’an”, dalam PENAMAS, Vol. XXII, No. I, Januari-April 2009. Sirajuddin SA, 24 Tuntunan Membaca Al-Qur’an dengan Tartil, Jakarta: PT. Mizan Publika, 2005, Cet, ke-1. Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta 2003, Cet. Ke-4. Syafaat, Aat. Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency), Jakarta: Rajawali Pers, 2008, Ed.I. Syafii, Agus. “Cara Mudah Belajar Membaca Al-Qur’an”, dari blogspot.com, September 2008. Syah Muhibin, Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Pt. remaja Rosdakarya Offset, 1995), Cet Ke-1.
Syamsudin MZ, Panduan Kurikulum dan Pengajaran Taman Kanak-kanak AlQur’an (TKA) Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA),
Jakarta: PT LPPTKA
BKPRMI Pusat, 2006, Edisi Revisi. Syarifuddin, Ahmad. Mendidik Anak Membaca, Menulis dan Mencintai Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 2006, Cet ke-3. Thaha, Abdurahman. Seluk Beluk Hukum Membaca Al-Qur’an, (Bandung: CV. Pelita Fajar), Cet ke-I. Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, Ed. I. Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. Ke2. Usman,
M. Uzer. Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1994), Cet. Ke-8. Qardawi, Yusuf. Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani, 1999. Qaththan, Manna. Pengantar Studi Islam Al-Qur’an, Terj. dari Mahabits Fi ‘Ulum Al-Qur’an, oleh Aunur Rafiq el- Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), Cet. Ke-4. Yunus, Mahmud. Ilmu Mengajar, Jakarta: Pustaka Mahmudiyah, 1954, Cet ke-I.
Nomor : ET/TL/31.01/1/2011 Lamp : Hal : Penyebaran Angket
Jakarta, 31 Januari 2011
Kepada Yth. Kepala Sekolah SMP N 132 Jakarta Di Tempat Assalamu’alaikum wr.wb. Dengan hormat kami sampaikan bahwa: Nama NIM Semester Jurusan Judul Skripsi
: Hanifah : 10501100139 : XI : Pendidikan Agama Islam : “Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menghadapi Kesulitan Membaca Al-Qur’an Siswa di SMP I Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan”.
Adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penyebaran angket untuk menguji validitas data yang sedang diteliti di instansi yang Saudara pimpin. Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan mahasiswa/i tersebut untuk melaksanakan penyebaran angket pada penelitian yang dimaksud. Atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.
1. Struktur Organisasi SMP Islam Al-Ikhlas KEPALA SMP ISLAM AL IKHLAS
BP 3
Kepala Tata Usaha
-------------------------------
Staff TU IT
Wakil Bidang Kurikulum Intra & Ekstra
Koord. Intrakurikuler Divisi Perencanaan & Evaluasi
Wakil Bidang Kesiswaan & Humas
Koord. Ekstrakurikuler
Divisi Pelatihan & Kompetensi
Koord. Osis
Divisi Pengembangan Kepemimpinan Siswa
Staff TU Akademik
Koordinator RSBI
Koord. HUMAS
Koord. Standar Inter.
Divisi Internal & Eksternal
Divisi Standar Lokal
Divisi MGMP WALI KELAS
WALI KELAS
DEWAN GURU
Staff TU Adm. Siswa
Koord. Hub Internasional
Divisi Hubungan Antar SBI