ANALISIS PENGARUH HARGA EMAS DUNIA, VARIABEL MAKROEKONOMI, INDEKS DOW JONES (DJIA) TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA(BEI)
Oleh Sela Oktaria 107081000500
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
ANALISIS PENGARUH HARGA EMAS DUNIA, VARIABEL MAKROEKONOMI DAN INDEKS DOW JONES TERIIADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
Skripsi DiajukankepadaFakultasEkonomidanBisnis Untuk memenuhisyarat-syarat untukmeraihGelarSarjanaEkonomi
Oleh SelaOktaria NIM: 107081000500
Di bawahBimbinsan
PembimbingI
Pembimbing II
Prof.Dr. AhmadRodoni NIP. 19690203 200It2t 003
NIP.19760822200701 | 0t4
,^""ffi"Jfil#frY13Kil,,*,,
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA t432lJt20ttl'I
LEMBAR PENGESAIIAN UJIAN KOMPREHENSIF' Hari ini, Rabu,3 Agustus20ll telahdilakukanUjian Komprehensifatasmahasiswa: 1. 2. 3. 4.
Nama : SelaOktaria NIM : 107081000500 Jurusan : ManajemenKeuangan Judul Skripsi :"Analisis PengaruhHargaEmasDunia, Variabel Makroekonomidan IndeksDow Jones(DJIA) terhadapIHSG di BursaEfek Indonesia(BEI)"
Setelahmencermatidan memperhatikanpenampilandan kemampuanyang bersangkutan selamaproses ujian komprehensif maka diputuskanbahwa mahasiswatersebut di atas dinyatakanlulus dan diberi kesempatanuntuk melanjutkanke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperolehgelar SarjanaEkonomi pada Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitasIslam Negeri Syarif HidayatullahJakarta. Jakarta,3Agustus2011 l. Prof.Dr. AhmadRodoni NIP 196902032001t21003
2. Leis Suzanawati, SE,M.Si NIP 1972080920050t 2 004
Sekretaris 3. MuniatyAisyah,ST,M.M NrP r9780307 2011012 003
AI 'O\^,;t*fu:, PengujiAhli
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yangbertandatangandi bawahini: Nama
SelaOktaria
No. Iduk Mahasiswa
107081000500
Fakultas
EkonomidanBisnis
Jurusan
Manajemen
Dengan ini menyatakanbahwa dalam penulisan skripsi ini, saya; 1. Tidak menggunakan ide orang.lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungiawabkan.
2. Tidak melakukanplagiatterhadapnaskahkarya orang lain. 3. Tidak menggunakankarya orang lain tanpa menyebutkansumber asli atau tanpa ijin pemilik karya. 4. Tidak melakukanpemanipulasiandan pemalsuandata. f,. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini. Jikalaudi kemudianhari ada tuntutandari pihak lain ataskarya saya,dan telah temyata memang melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ditemukanbukti bahwasayatelah melanggarpernyataandi atas,maka sayasiap atruanyang berlakudi FakultasEkonomi dan untuk dikenai sanksiberdasarkan BisnisUIN SyarifHidayatullahJakarta.
ini sayabuatdengansesungguhnya. Demikianpernyataan Ciputat,
Agustus2011
v.qlgVg,lr"31?5$r
SEfi5'H W P^itle3131su{#rcsr
w/
qrur{gffiruztsza
"--6!W@,W (SelaOktaria)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Sela Oktaria
2. Tempat&Tgl. Lahir : Jakarta, 3 Oktober 1989. 3.
Alamat`
:Jl. Karang Tengah No 64 RT 005/RW 005 cilandak Jakarta Selatan 12440
4.
Telepon
: 08568289766
II. PENDIDIKAN 1. MI
: Nurul Huda
2. MTS
: Miftahul Umam.
3. MAN
: MAN 11 Jakarta
4. S1
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Anggota Seksi Acara di MAN 11 Jakarta Periode Tahun 2004-2007 2. Anggota LDK (Lembaga Dakwah Kampus) Tahun 2008
IV.
PENGALAMAN KERJA 1. Praktek Kerja di Koperasi SMP 6 2. Periode
: Juli 2010 – Agustus 2010
Tujuan
: Persyaratan Kelulusan Kuliah
Posisi
: Pengawas dan Pembukuan Koperasi
ABSTRAK Penelitian ini menganalisis pengaruh antara harga emas dunia, variabel makroekonomi (inflasi, kurs, BI rate) dan indeks dow jones terhadap IHSG dan mengetahui seberapa besar pengaruhnya. Dengan menggunakan data time series periode 2006-2011. Metode yang digunakan adalah model ARCH/GARCH. Untuk menghasilkan model yang paling layak maka dilakukan trail dan error. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TARCH (1,1) yang paling layak. Hasil ini ditunjukkan bahwa dari ke-lima variabel (harga emas dunia, inflasi, kurs, BI rate dan Dow Jones) hanya satu variabel yaitu inflasi yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Model TARCH (1,1) adalah model yang paling layak di tunjukkan dengan nilai R2 yang paling tinggi sebesar 95,48% yang berarti variabel harga emas dunia, inflasi, kurs, BI rate dan indeks Dow Jones dalam dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 95,48% dengan nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) yang paling rendah masing-masing sebesar 12,95 dan 13,29 Kata Kunci : Harga Emas Dunia, Inflasi, Kurs, BI rate, indeks Dow Jones, IHSG, model ARCH/GARCH
iv
ABSTRACT This Research analyzed the influence between Word Gold Price, Makroeconomic variabel (Inflation, a exchange rate, BI rate) and Dow Jones Stock Index Toward IHSG to know how big influence. By using time series data on 2006 – 2010 periode. The method that is used a ARCH/GARCH model. To produce the most appropriate model will be process trail and error. The analyzed result point out TARCH (1.1) model is the most feasible. As a whole that the five of variabel (Word Gold Price, Inflation, a exchange rate, BI rate and Dow Jones Stock Index) only one variabel Inflation that does not have a significant effect. TARCH (1.1) model is the most feasible show a result with value R2 highest 95,48%. It mean variety of variabel Word Gold Price, Inflation, a exchange rate, BI rate and Dow Jones Index in explaining variations variabel IHSG 95,48% with value AIC and SIC is lowest each 12,95 and 13,29. Keywords:Word Gold Price, Inflation, Exchange rate, BI rate, Dow Jones Stock Index, ARCH/GARCH model.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrohim Assalamu`alaikum Alhamdulillahirobbil`alamin puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang tiada hentinya melimpahkan rahmat dan hidayatnya kepada seluruh hambanya. Selawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, beserta para keluarga dan sahabatsahabatnya yang telah menuntun umat manusia dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang. Atas rahmat Allah SWT saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Harga Emas Dunia, Variabel Makroekonomi dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG di BEI”.Adapun skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana. Perjalanan menuntun ilmu sekitar empat tahun, bukanlah waktu yang singkat, banyak hal yang telah didapatkan baik itu dari para dosen pengajar maupun temen-temen seperjuangan. Perjalanan panjang ini telah sampai kepada tujuan yang telah di cita-citakan oleh penulis. Banyak sekali orang-orang yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik yang bersifat materil maupun dukungan dan doa. Penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusun skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan informasi bagi masyarakat dan juga bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Rasa terima kasih ini terutama ingin penulis tujukan kepada:
v
1.
ALLAH SWT
2.
Kedua Orang Tuaku papah ku Sri Haryanto dan mamah ku Siti Halimah yang selalu memberi cinta setiap harinya agar anaknya bahagia. Mencurahkan kasih sayangnya dan menjadi motivator bagi penulis. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kebahagiaan serta kemuliaan kepada mereka dan semoga penulis dapat membahagiakan keduanya. Amin..
3.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah mengarahkan dan memotivasi selama penulis menggali ilmu di FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Prof. Dr.Ahmad Rodoni, selaku Pudek I Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang selalu memberikan arahan, motivasi, dan nasihat serta saran-saran yang berharga kepada penulis.
5.
Bapak Suhendra,S.Ag.,MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk berkarya.
6.
Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku dosen pembimbing I dan Bapak Hemmy Fauzan SE.M.M selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini serta motivasinya yang begitu besar bagi penulis.
7.
Segenap dosen pengajar yang telah mengajarkan ilmu manajemen, semoga amal baktinya dijadikan amalan sholeh. Amin.
8.
Staf tata usaha FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Ibu Siska, Pak Rahmat, Ibu Umi, Mas Heri yang telah membantu penulis dalam mengurus kebutuhan administrasi dan lain-lain.
9.
Kedua kaka ku mbak Fetri dan mas Exwat yang selalu memberiku dorongan agar skripsiku cepet selesai dan berusaha membantu adiknya. Mas Andi dan juga keponakanku Firly dan Faqih yang membuatku tertawa
10. My Best Friend yang selalu rajin ke perpus diantaranya Viki, Nisa, Dian, Suci dan Nesia yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, serta selalu ada dalam keadaan susah dan senang. Semoga kita selalu bersahabat sampai jadi nenek. Amin
vi
11. Kawan-kawan seperjuangan di FEB Manajemen Keuangan A (Gita Sahara, Ayu, Rizka, Dito, Yoga, Toni, Irsyam) semangat untuk kalian. 12. Buat anak Soneta 07 (Fifah, Ari, Zainal, Ipul, Ayip, Wandi, Caunk, Abang) makasih banget yaa atas tumpangannya selama ini kalo ada acara kalian sangat berjasa. Untuk ombi dan yuli makasih juga buat kalian yang selama ini udah bikin penulis senang. 13. Buat tiga ibu hebat Gustin, Get dan Iik selalu yang selalu semangat mengerjakan skripsinya. 14. Temenku genk Mak Lampir (Janah, Owe Ica, Fauziah, Ratih dan Fitri Cerement) makasih atas persahabatan kita yang awet dari MAN sampai sekarang komunikasi dan silaturahmi tetap berjalan dengan baik. Buat sahabat kecilku sampai udah Gede kayak gini Desi, makasih ya buat traktirannya moga rezekinya tambah banyak. Amin 15. Kawan-kawan Manajemen A ‘07 dan Manajemen Keuangan A, Pemasaran, Perbankan, SDM, Akuntansi dan IESP yang tidak dapat disebutkan satu persatu, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dan diperkenalkan dengan kalian semua. Terima Kasih banyak atas motivasi yang telah diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan, maupun kritikan yang demi penyempurnaan hasil penelitian ini. Akhir kata penulis mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam perjalanan panjang ini penulis pernah melakukan kekhilafan dalam bertutur kata maupun dalam tindakan. Wassalamu`alaikum, Wr. Wb. Jakarta, Agustus 2011
Sela Oktaria
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................... i DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ ii ABSTRACT .......................................................................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................ iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v DAFTAR ISI......................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Perumusan Masalah........................................................................ 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ........................................ 10 B. Harga Emas .................................................................................... 17 C. Inflasi .............................................................................................. 19 D. Kurs ................................................................................................ 25 E. BI rate ............................................................................................ 28 F. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ............................... 31 G. Penelitian terdahulu ........................................................................ 33 H. Keterkaitan Antar Variabel ............................................................ 36 I. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 38 J. Perumusan Hipotesa ....................................................................... 40
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 41 B. Metode Penentuan Sampel ............................................................. 41 C. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 42 D. Metode Analisis.............................................................................. 43 1. Uji Stasioner .............................................................................. 44 2. ARCH/GARCH ......................................................................... 45 3. Pengujian Best Fit Model .......................................................... 47 E. Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 51
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................ 55 B. Analisis Deskriptif ....................................................................... 58 C. Hasil dan Pembahasan ................................................................. 72 1. Uji Stasioner............................................................................... 72 2. Uji ARCH/GARCH ................................................................... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. 99 B. Implikasi........................................................................................100
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 101 LAMPIRAN.......................................................................................................... 105
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Keterangan
Halaman
4.1
Harga Emas Dunia
60
4.2
Inflasi Bulanan Indonesia
62
4.3
Kurs Rp Terhadap USD
64
4.4
Tingkat Suku Bunga BI
66
4.5
Indeks Dow Jones
68
4.6
Indeks Harga Saham Gabungan
70
4.7
Uji GARCH (0,1)
80
4.8
Uji GARCH (0,2)
81
4.9
Uji GARCH (1,1)
83
4.10
Uji GARCH (1,2)
84
4.11
Uji TARCH (0,1)
86
4.12
Uji TARCH (0,2)
87
4.13
Uji TARCH (1,1)
89
4.14
Uji TARCH (1,2)
91
4.15
Tabel Hasil Dari Beberapa Alternatif Model
93
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran
39
4.1
Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia
61
4.2
Grafik Perkembangan Laju Inflasi Bulanan
63
4.3
Grafik Perkembangan Kurs Rp Terhadap USD
65
4.4
Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga BI
67
4.5
Grafik Perkembangan Indeks Dow Jones
69
4.6
Grafik Perkembangan IHSG
71
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keterangan
Halaman
1
Data Mentah
106
2
Uji Stasioneritas pada Tingkat Diferensi Pertama
109
3
Uji ARCH /GARCH
115
\
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal memiliki peran strategis dalam perekonomian modern, sehingga pasar modal di sebut sebagai indikator utama perekonomian suatu negara. Perkembangan pasar modal saat ini telah mengalami era globalisasi yang memungkinkan hubungan saling terkait dan saling mempengaruhi dari hampir seluruh pasar modal di dunia yang telah tersambung jaringan online shares trading quotations yang dibangun oleh perusahaan jasa layanan trading seperti Blommberg (Budi Frensidy, 2009:8). Perkembangan dan penerapan teknologi informasi yang semakin canggih dapat menunjang penyebarluasan informasi pasar modal. tidak hanya kepada para investor tapi juga masyarakat luas di seluruh dunia yang ingin menginvestasikan dananya di pasar modal. Dalam perekonomian suatu negara, pasar modal memiliki peranan penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Selain itu, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, dan reksadana (Ridwan S.Sudjaja dkk, 2010:427). Saham merupakan salah satu alternatif investasi yang paling menarik dalam pasar modal.
1
Hal ini ditandai dengan perkembangan pasar modal yang pesat yaitu meningkatnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasar modal diharapkan mampu meningkatkan aktifitas perekonomian, karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan jangka panjang bagi perusahaan,
sehingga
perusahaan
dapat
meningkatkan
kegiatan
dengan
meningkatkan kegiatan operasionalnya dengan skala yang besar, sehingga dapat memakmurkan masyarakat luas karena naiknya pendapatan. Perkembangan pasar modal di Indonesia disebabkan oleh keadaan perekonomian atau trend global. Hal ini tidak hanya ditujukkan oleh data yang bersifat kuantitatif semata seperti meningkatnya volume perdagangan dan nilai kapitalisasi pasar serta jumlah perusahaan go public, akan tetapi juga meningkatkan kemampuan perusahaan, ketataan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pasar modal, kualitas keterbukaan informasi pasar modal serta diberlakukan standar internasional dalam kegiatan perdagangan (M. Irsan Nasarudin, 2008:84). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pasar modal adalah harga emas, dalam penelitian ini harga emas diduga menjadi salah satu komoditi yang mempengaruhi IHSG. Emas merupakan sejenis logam mulia yang dikenal sepanjang sejarah kehidupan manusia, bukan hanya sekedar untuk perhiasan, emas juga banyak di jadikan sebagai alternatif investasi. Selain itu emas juga menjadi suatu indikator dari tingkat kekayaan individu maupun suatu bangsa (M. Abi Anwar, 2008:9). Secara umum kebutuhan akan emas di bagi di dalam dua kategori yaitu fungsi dan asset, berdasarkan fungsinya emas memiliki keistimewaan di bandingkan logam lainnya, antara lain sifat yang mudah di
2
bentuk sesuai dengan keinginan, memiliki warna yang menarik dan merupakan logam yang memiliki sifat konduktor yang sangat baik. Umumnya emas di gunakan untuk industri seperti perhiasan, medali, coin dan komponen elektronika lainnya. Dapat juga sebagai asset memiliki nilai yang berharga di banding dengan logam lainnya, dalam sistem priodik unsur logam emas termasuk ke dalam golongan logam mulia sejenis komoditas yang memiliki nilai intrinsik yang tinggi. Emas sejak lama di pergunakan sebagai aset untuk melindungi nilai suatu kekayaan (Domi Romadhan, 2010:5). Harga emas di anggap sebagai sebagai suatu komoditas yang berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian baik di indonesia maupun dunia. Masyarakat yang memiliki dana pada saat ini cenderung menginvestasikan dananya untuk membeli emas guna mendapat keuntungan yang lebih tinggi. Keuntungan investasi emas adalah daya tahannya yang kuat terhadap inflasi. Levin dan Wright (2006:14) melakukan penelitian mengenai hubungan antara indeks harga dan harga saham di Amerika dan di beberapa negara produsen serta konsumen emas, salah satunya di Indonesia. Penelitian tersebut membandingkan harga emas yang patut untuk mempertahankan daya beli akibat inflasi dengan harga nominalnya, hasilnya emas dapat di gunakan sebagai lindung nilai atas inflasi di Amerika, sehingga emas dapat mempertahankan daya beli pemiliknya yang melemah akibat kenaikan tingkat harga. Ketika investasi naik harga emas ikut naik, semakin tinggi tingkat inflasi semakin tinggi pula kenaikan harga emas yang di miliki. Oleh sebab itu, kenaikan harga emas akan mendorong penurunan indeks harga saham karena investor yang
3
semula berinvestasi di pasar modal akan mengalihkan dananya untuk berinvestasi di emas yang relatif lebih aman daripada berinvestasi di bursa saham. Didukung oleh penelitian Graham Smith (2001) yang berjudul “The Price of Gold And Stock Price Indices For The United States” hasil penelitiannya menunjukkan harga emas memilki pengaruh negatif terhadap indeks bursa saham di AS. Pada prinsipnya agar mendapat margin dari fluktuasi harga emas tidak sulit dengan tetap memegang prinsip investasi : “beli saat harga rendah dan jual saat harga tinggi”(buy low sell high and sell high buy low). Pada tahun 1996 sebelum krisis terjadi di Indonesia harga emas di pasaran hanya berkisar Rp 26.000/gram, sampai pertengahan tahun 1997 harga emas sekitar Rp 30.000/gram. Mulai akhir 1997 harga emas melonjak drastis sampai Rp 75.000/gram, ketika krisis datang pada awal 1998, harga emas melambung menjadi sekitar 108.000/gram, Pada Maret 2008 dan Januari 2009 emas mencapai titik tertinggi yaitu sampai $ 1.000/oz . Dari data tersebut nampak jelas harga emas mengalami kenaikan dan penurunan (Sholeh Dipraja, 2011:35) Selain faktor harga emas diatas, faktor berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor makroekonomi. Pasar modal dapat di jadikan sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi secara keseluruhan dan dapat juga mencerminkan apa yang terjadi dalam perekonomian secara makro. Indeks Harga Saham Gabungan, kurs rupiah, tingkat inflasi, suku bunga bebas resiko, pertumbuhan ekonomi dan beberapa variabel makroekonomi lainnya merupakan cerminan ekonomi suatu negara (Budi Frensidy, 2009).
4
Secara garis besar, ada tiga faktor utama yang berpengaruh terhadap pergerakan IHSG (Pananda Pasaribu dkk, 2009) yaitu, Faktor domestik berupa faktor-faktor fundamental suatu negara seperti inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut di anggap berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh terhadap IHSG. Faktor asing juga menjadi salah satu implikasi dari bentuk globalisasi dan semakin terintegrasinya pasar modal di seluruh dunia seperti Indeks Dow Jones dan Indeks Hang Seng yang juga berpengaruh terhadap IHSG. Dan termasuk juga aliran modal ke Indonesia yang berupa cadangan devisa turut mempengaruhi IHSG. Kondisi perekonomian suatu negara dan bursa saham negara lainnya, mempengaruhi pergerakan harga saham-saham di Bursa Efek Indonesia, dengan adanya era globalisasi yang membuat batas negara semakin tidak jelas membuat indeks bursa saham antar negara saling memiliki keterkaitan. Indeks harga saham gabungan karenanya, juga sangat di pengaruhi indeks Dow Jones dan indeks regional lainnya (Budi Frensidy, 2009:2). Sehingga penelitian ini menggunakan Indeks Dow Jones sebagai variabel yang dapat mempengaruhi IHSG. Tentu kita masih ingat anjoknya bursa saham dunia akibat mencuatnya kasus subprime mortage di Amerika yaitu Krisis ekonomi yang melanda Amerika serikat tahun 2008 pada bulan Agustus menyebabkan keguncangan perekonomian global. Bangkrutnya perusahaan sekuritas Lehman Brother, begitu juga dengan kolapsnya beberapa bank dan perusahaan besar lainnya di Amerika Serikat dan di ikuti oleh perusahaan sekuritas penjamin kredit, juga sejumlah bank investasi lainnya jatuh
5
satu-persatu. Peristiwa ini menyebabkan keguncangan yang luar biasa di lantai bursa Wallstreet, jatuhnya pasar saham terbesar di dunia tersebut ikut menguncang pasar saham di beberapa negara lainnya termasuk indonesia. Keadaan ini menyebabkan IHSG terkoreksi cukup dalam, bahkan pada bulan November 2008 IHSG menyentuh level terendah 1.241,541 bps selama tiga tahun terakhir. Akibat terpuruknya harga saham, kerugian yang di alami investor di pasar modal mencapai Rp 364 trilliun, dalam setahun akhir 2008 di bandingkan akhir 2007, kerugian mencapai Rp 911,83 trilliun (Kontan edisi 13 agustus 2008) Pada akhir tahun 2008, gejala pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak pada akhir 2008, jumlah emiten mencapai 485 perusahaan dengan nilai emisi mencapai 1.064 trilyun rupiah sampai pada Desember 2009 telah mencapai 432 dengan nilai emisi 1.467 trilyun rupiah. Hal ini tercermin dari IHSG yang mulai mengalami kenaikan (bullish), kenaikan IHSG ini berlangsung selama tahun 2009, pada akhir tahun 2009 IHSG tercatat mencapai level 2.543,356 atau naik 86,98% dibandingkan pada periode yang sama pada tahun 2008. Sepanjang pada periode di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang membanggakan terbaik se-Asia bahkan dunia, diantara lima bursa saham terbesar di Asia Tenggara hanya Bursa Efek Indonesia (IHSG) yang sanggup mengalahkan kinerja indeks bursa Taiex Taiwan yang mencatat kenaikan sebesar 49%. Sejak awal tahun 2009, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah naik 51,74% (Kontan edisi 9 juni 2009). Dari kondisi tersebut dapat di jelaskan, bahwa pada intinya pasar modal yang kuat dapat mempengaruhi pasar modal yang lemah, dengan demikian indeks pasar
6
modal di Amerika Serikat yang di wakili oleh dow jones industrial Average (DJIA) yang mempresentasikan bahwa pasar modal yang kuat di harapkan dapat menjelaskan pergerakan harga saham di indonesia yang di wakili oleh IHSG karena pasar modal di indonesia relatif lemah di bandingkan indeks Dow Jones (Nachrowi dan Usman, 2007:76). Perusahaan yang tercatat di Indeks Dow Jones pada umumnya merupakan perusahaan multinasional. Kegiatan operasi mereka tersebar di seluruh dunia. Perusahaan seperti Coca-Cola, ExxonMobil, Citigroup, Procter & Gamble adalah salah satu contoh perusahaan yang tercatat di Dow Jones dan beroperasi di Indonesia (www.kompas.com). Perusahaan-perusahaan tersebut pada umumnya beroperasi secara langsung di Indonesia. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis akan melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Harga Emas Dunia , Variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs Rp terhadap USD dan Tingkat Suku Bunga BI) dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia”.
7
A. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang seperti yang di jelaskan di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh harga emas dunia, variabel makroekonomi (inflasi, kurs Rp terhadap Dollar dan tingkat Suku bunga BI) dan Indeks Dow Jones Average (DJIA) terhadap IHSG? B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh harga emas dunia, variabel makroekonomi (inflasi, kurs Rp terhadap Dollar dan tingkat suku bunga BI) dan Indeks Dow Jones Average (DJIA) terhadap IHSG. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat memperdalam dan memperluas wawasan mengenai seberapa besar perubahan dari harga komoditas emas, variabel makro ekonomi
dan Indeks Dow Jones
(DJIA) dapat mempengaruhi IHSG. b. Bagi Akademisi Penelitian ini dapat di jadikan bahan perbandingan terhadap penelitian. Penelitian
terdahulu
yang
sejenis,
karena
penelitian
tersebut
menggunakan ruang, metode dan waktu yang berbeda-beda sehingga dapat di jadikan sebagai bahan pembelajaran.
8
c. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat di jadikan suatu wawasan mengenai perkembangan pasar modal. Perusahaan-perusahaan yang tertarik menjual sahamnya di BEI dapat memperluas jaringan usahanya dan ini akan mewujudkan adanya kesempatan kerja bagi masyarakat dan juga dapat terpenuhinya pemerataan pembangunan.
9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Indeks Harga Saham Gabungan Indeks harga saham merupakan suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Indeks berfungsi sebagai indikator trend pasar, artinya pergerakan indeks menggambarkan kondisi pasar pada suatu saat, apakah pasar sedang aktif atau lesu (Ridwan S. Sudjaja dkk, 2010:464). Dengan adanya indeks dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini apakah sedang naik, stabil atau turun. Penentuan indeks harga saham, bisa dibedakan menjadi dua, yaitu yang disebut dengan Indeks Harga Saham Individu dan Indeks Harga Saham Gabungan. Indeks Harga Saham Individu hanya menunjukan perubahan dari suatu saham suatu perusahaan. Indeks ini tidak bisa mengukur harga dari suatu saham perusahaan tertentu, apakah mengalami perubahan kenaikan atau penurunan. Sedangkan untuk Indeks Harga Saham Gabungan akan menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang terdapat di bursa efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan sebagai acuan perkembangan kegiatan di pasar modal dan melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa. (Anoraga Pandji dan Piji Pakarti, 2008: 101) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI meliputi pergerakanpergerakan harga untuk saham biasa dan saham preferen. Pergerakan indeks menjadi indikator penting bagi para investor untuk menentukan apakah mereka akan menjual, menahan atau membeli suatu atau beberapa saham. Karena harga-
10
harga saham bergerak dalam hitungan detik dan menit, maka nilai indeks akan bergerak turun naik dalam hitungan yang cepat (Ridwan S.Sudjaja dkk, 2010:465). IHSG mulai diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 april 1983 dengan menggunakan landasan dasar tanggal 10 Agustus 1982. Jumlah saham yang tercatat pada waktu itu hanya sebanyak 13 saham. Rumus yang digunakan untuk menghitung IHSG adalah sebagai berikut:
Sumber : Jogiyanto Hartono (2009:102) Keterangan: IHSGt
= indeks harga saham gabungan hari ke-t
Nilai Pasar = rata-rata tertimbang nilai pasar (jumlah lembar tercatat dibursa dikalikan dengan harga pasar perlembarnya) dari saham umum dan saham preferen pada hari ke-t. Nilai Dasar = sama dengan nilai pasar tetapi dimulai dari tanggal 10 agustus 1982. Indeks pasar ini merupakan alat ukur kinerja sekuritas khususnya saham yang listing di bursa yang digunakan oleh bursa-bursa di Dunia. IHSG digunakan untuk mengukur kinerja saham. Fungsinya sebagai benchmark kinerja portofolio, indikator trend pasar, indikator tingkat keuntungan dan sebagai fasilitas perkembangan produk derivatif (Rodoni dan Ali 2010:183). Dengan demikian IHSG pada tanggal 10 agustus 1982 adalah bernilai 100 (nilai ini merupakan indeks dasar). Menurut Jogiyanto Hartono (2009:103) rumus untuk menyesuaikan nilai dasar adalah sebagai berikut:
11
Keterangan: NDB = nilai dasar baru yang disesuaikan NPL
= nilai pasar lama
NPTS = nilai pasar tambahan saham NDL = nilai dasar lama Perhitungan IHSG di lakukan setiap hari, yaitu setelah penutupan perdagangan setiap harinya. Dalam waktu dekat, di harapkan perhitungan IHSG dapat di lakukan beberapa kali atau bahkan dalam beberapa menit, hal ini dapat di lakukan setalah sistem perdagangan otomasi di implementasikan dengan baik (Paulus Situmorang, 2008:137). Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap bagi investor tentang perkembangan bursa, BEI menyebarkan data pergerakan harga saham melalui media cetak dan elektronik. Satu indikator pergerakan harga saham tersebut adalah indeks harga saham. Saat ini, BEI mempunyai 10 macam indeks saham (Sunariyah, 2011:117), yaitu : 1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Menggunakan semua Perusahaan Tercatat sebagai komponen perhitungan Indeks. 2. Indeks Sektoral Menggunakan semua perusahaan tercatat yang termasuk dalam masingmasing sektor. Sekarang ini ada 10 sektor yang ada di BEI yaitu sektor Pertanian, Pertambangan, Industri Dasar, Aneka Industri, Barang
12
Konsumsi, Properti, Infrastruktur, Keuangan, Perdagangan dan Jasa, dan Manufaktur. 3. Indeks LQ45 Pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal transaksinya tipis, yaitu pasar modal yang sebagian besar sekuritasnya kurang aktif diperdagangkan. IHSG di anggap kurang tepat sebagai indikator suatu kegiatan pasar modal karena mencakup semua saham yang tercatat yang sebagian kurang aktif diperdagangkan. Oleh karena itu pada tanggal 24 Februari 1997 dikenalkan alternatif indeks yang lain, yaitu indeks liquid45 (ILQ-45) di mulai pada tanggal 13 juli 1994 dan tanggal ini merupakan hari dasar indeks dengan nilai awal 100. Indeks yang terdiri dari 45 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Sebagai berikut ini: a. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata transaksi sahamnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler. b. Selama 12 bulan terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler. c. Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan sekali, yaitu pada awal bulan Februari dan Agustus.
13
4. Jakarta Islamic Index (JII) JII di buat oleh BEI bekerjasama dengan PT. Dana Reksa Investment Management. JII menggunakan basis tanggal Januari 1995 dengan nilai awal sebesar 100. JII di perbarui tiap 6 bulan sekali, yaitu pada awal bulan Januari dan Juli. JII merupakan indeks yang berisi dengan 30 saham perusahaan yang memenuhi kriteria investasi berdasarkan syariah islam, dengan prosedur sebagai berikut ini: a. Saham yang terpilih harus sudah tercatat paling tidak 3 bulan terakhir, kecuali saham yang termasuk dalam 10 kapitalisasi besar. b. Mempunyai rasio utang terhadap aktiva tidak lebih dari 90% di laporan keuangan tahunan atau tengah tahun. c. Di pilih 60 saham dengan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama 1 tahun terakhir. d. Kemudian di pilih 30 saham dengan urutan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir. Indeks ini menggunakan 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang masuk dalam kriteria syariah (Daftar Efek Syariah yang diterbitkan oleh Bapepam-LK)
dengan
mempertimbangkan
kapitalisasi
pasar
dan
likuiditas. 5. Indeks Kompas 100 Pada tanggal 10 Agustus 2007, Bursa Efek Jakarta (BEJ) berkerjasama dengan harian kompas merilis indeks yang baru yang di sebut dengan
14
Indeks Kompas 100. Indeks ini terdiri dari 100 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Review dan penggantian saham dilakukan setiap 6 bulan. 6. Indeks BISNIS-27 Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan harian Bisnis Indonesia meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks BISNIS-27. Indeks yang terdiri dari 27 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih berdasarkan kriteria fundamental, teknikal atau likuiditas transaksi dan akuntabilitas dan tata kelola perusahaan. 7. Indeks PEFINDO25 Indeks Kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO meluncurkan indeks harga saham yang diberi nama Indeks PEFINDO25. Indeks ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan informasi bagi pemodal khususnya untuk saham-saham emiten kecil dan menengah (Small Medium Enterprises / SME). Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria seperti: Total Aset, tingkat pengembalian modal (Return on Equity / ROE) dan opini akuntan publik. Selain kriteria tersebut di atas, diperhatikan juga faktor likuiditas dan jumlah saham yang dimiliki publik. 8. Indeks SRI-KEHATI Indeks ini dibentuk atas kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). SRI adalah
15
kependekan dari Sustainable Responsible Investment. Indeks ini diharapkan memberi tambahan informasi kepada investor yang ingin berinvestasi pada emiten-emiten yang memiliki kinerja sangat baik dalam mendorong usaha berkelanjutan, serta memiliki kesadaran terhadap lingkungan dan menjalankan tata kelola perusahaan yang baik. Indeks ini terdiri dari 25 saham Perusahaan Tercatat yang dipilih dengan mempertimbangkan kriteri-kriteria seperti: Total Aset, Price Earning Ratio (PER) dan Free Float. 9. Indeks Papan Utama dan Indeks Papan Pengembangan. Pada tanggal 8 april 2002, BEJ memperkenalkan dua indeks lagi yaitu Main Board Index (MBX) dan Development Board Index (DBI). Indeks Papan Utama (Main Board) di maksudkan untuk menampung emiten yang berukuran besar dan mempunyai catatan dan kinerja yang baik dan Indeks Papan
Pengembangan
(Development
Board)
dimaksudkan
untuk
penyehatan perusahaan-perusahaan yang kinerjanya menurun, perusahaan yang berprospek baik tetapi belum menguntungkan. Perusahaan-perusahaan yang tidak masuk kedalam Main Board Index (Indeks Papan Utama), maka akan masuk kedalam Development Board Index (Indeks Papan Pengembangan). Perusahaan yang baru masuk ke papan pengembangan dapat berpindah ke papan utama atau sebaliknya. 10. Indeks Individual Indeks harga masing-masing perusahaan tercatat.
16
B. Harga Emas Emas adalah logam yang padat, lembut, mengkilat, dan salah satu logam yang paling lentur diantara logam lainnya. Dibandingkan dengan jenis logam lainnya emas memiliki beberapa kelebihan, seperti pendapat Jack Weatherford ”dimanapun
orang
ingin
menyentuhnya,
mengenakannya,
bermain-main
dengannya dan juga memilikinya, karena berbeda dengan tembaga yang berubah menjadi hijau, besi yang mudah berkarat dan perak yang memudar, emas murni tetaplah murni dan tidak berubah”. sifat-sifat alamiah inilah yang menyebabkan nilai atau harga emas menjadi amat bernilai (Sholeh Dipraja, 2011:7). Harga emas dapat mencerminkan ekspektasi atau harapan terhadap tingkat inflasi, emas dicari pada saat-saat tidak menentu, yakni ketika uang kertas perlahan-lahan mulai kehilangan nilainya. Inflasi hanya mengikis nilai uang kertas, tapi tidak mengurangi harga emas (Tanuwidjaja, 2009:40). Dengan kondisi kenaikan tingkat harga inflasi yang cendrung tinggi maka menjadi wajar harga emas di indonesia naik cukup pesat. Emas merupakan media investasi yang kemungkinan besar tidak akan terkena dampak inflasi (Sholeh Dipraja, 2011:21) termasuk bentuk investasi yang cendrung bebas resiko, emas banyak di pilih karena nilai harganya yang cukup cendrung stabil dan naik, sangat jarang sekali emas mengalami penurunan yang tajam, emas juga dapat di gunakan sebagai penangkal inflasi yang kerap terjadi di suatu negara (investopedia.com). Investor akan memilih tingkat imbal hasil yang tinggi dengan resiko tertentu, investasi di pasar saham tentunya akan lebih beresiko daripada berinvestasi di emas, yang secara umum tingkat pengembalian
17
cendrung lebih tinggi. Di Indonesia terdapat salah satu tambang emas terbesar di dunia yaitu terletak di tembagapura, papua yang di kelola oleh PT. Freeport Indonesia (kompas.com). Emas termasuk investasi jenis middle risk investment yang mempunyai beban resiko jauh lebih tinggi dan memberikan keuntungan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan investasi pada bank atau deposito (Sholeh Dipraja, 2011:20). Menurut Sholeh Dipraja (2011,12), ada empat faktor kelebihan dari emas: a. Keterbatasan jumlahnya dan termasuk barang tambang (sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui), emas terbentuk karena proses alami dan manusia hanya dapat menambangnya, proses penambangan tidak mudah, bahkan dapat mempertaruhkan nyawa. b. Tidak terikat dengan sistem bunga sebagaimana halnya dengan uang kertas. c. Kemampuan emas atas daya beli terkini, dalam arti emas mampu beradaptasi terhadap inflasi yang terus membuat barang dan jasa menjadi mahal. Sejak tahun 1968, yang menjadi patokan harga emas seluruh dunia adalah harga emas berdasarkan standar pasar emas london. Sistem ini di namakan London Gold Fixing (LGF), suatu prosedur di mana harga emas di tentukan dua kali sehari setiap hari kerja di pasar london, oleh lima anggota pasar london terdiri dari : Bank of Nova Scottia, Baclay Capital, Deutsche Bank, HSBC dan Societe Generale.
18
Formulasi harga emas : x kurs rupiah
C. Inflasi Menurut Mishkin Frederic S (2008:342) Inflasi di definisikan sebagai kondisi kenaikan tingkat harga secara terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan, yang terpenting terdapat kenaikan harga-harga barang secara umum berlangsung terus-menerus selama satu priode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dalam persentasi yang cukup besar) bukan termasuk inflasi. Inflasi merupakan perubahan harga secara agregat. Pembangunan akan berjalan lancar bila inflasi dapat ditekan serendah mungkin. Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Perhitungan inflasi negara dihitung berdasarkan inflasi di 45 kota yang terdiri dari 30 provinsi dan meliputi 293-397 harga barang dan jasa (Pananda Pasaribu dkk, 2009:4). Menurut Asfia Murni (2006:203-205) Jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan berdasarkan tingkat atau laju inflasi yang terdiri dari: a. Moderat Inflation (laju inflasi antara 7-10%) adalah laju inflasi yang di tandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat. b. Galloping Inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasinya antara 20100%) yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian, hal ini ditandai dengan uang kehilangan nilainya dengan
19
cepat sehingga orang tidak suka memegang uang atau lebih baik memegang barang. Kredit jangka panjang berdasarkan Indeks harga atau menggunakan mata uang asing seperti dolar. Kegiatan investasi masyarakat lebih banyak diluar negeri. c. Hyper inflation, adalah tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas 100%). Inflasi ini cendrung mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga
harga-harga
cendrung
mengalami
kenaikan
(Eduardus
Tandelilin, 2010:342). Berdasarkan alasan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut (Junaiddin Zakaria,2009:62): a. Demand full inflation atau inflasi sebagai akibat dari tarikan permintaan yang sering disebut juga dengan kelebihan permintaan. Apabila permintaan tersebut terus-menerus bertambah sedangkan seluruh faktor produksi sudah digunakan secara full, maka hal ini akan menimbulkan kenaikan harga. Kenaikan harga secara terus-menerus ini akan menimbulkan inflasi, dan inflasi yang tinggi akan menimbulkan pengangguran tenaga kerja. b. Cost full inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan biaya produksi, upah dan biaya produksi yang tinggi akan mendorong
20
produsen untuk menjual hasil produksinya dengan harga yang tinggi, yang akhirnya akan mendesak harga-harga barang lain ikut naik. c. Pemerintah banyak mencetak uang melalui bank sentral pemerintah menciptakan uang yang cukup banyak karena ingin melayani permintaan kredit dari masyarakat umum dan dari dunia usaha pada khususnya. Pertambahan jumlah uang beredar jika tidak diimbangi dengan penciptaan barang dipasar maka harga-harga barang tersebut akan naik, jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan timbul inflasi. Menurut Sadono Sukirno (2008:339) Inflasi akan membawa dampak terhadap perekonomian suatu negara, yaitu: a. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill orang-orang yang berpendapatan tetap. b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. c. Memperburuk pembagian kekayaan Upaya-upaya untuk mengendalikan laju inflasi dapat berupa penerapan kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan pemerintah untuk mengubah dan mengendalikan penerimaan dan pengeluran pemerintah melalui APBN (Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara) dengan maksud mengatasi masalah yang sedang di hadapi. Ada 3 Bentuk kebijakan fiskal untuk jangka pendek: a. Membuat perubahan yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah b. Membuat perubahan yang berkaitan sistem pajak dan jumlah pajak yang ditetapkan.
21
Untuk jangka panjang kebijakan fiskal: a.
Kebijakan penstabilan otonomik yang artinya menjalankan sistem pajak yang telah ada.
b.
Kebijakan fiskal diskresioner artinya kebijakan secara khusus membuat perubahan terhadap sistem yang ada, misalkan membuat peraturan yang baru dibidang penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dilakukan bank sentral dalam mengatur dan mengendalikan jumlah uang beredar. Kebijakan ini meliputi: a.
Kebijakan operasi pasar terbuka (open-market operation) yaitu membeli atau menjual obligasi pemerintah.
b.
Kebijakan tingkat diskonto yaitu kebijakan dalam menetapkan tingkat bunga.
c.
Kebijakan cadangan wajib yaitu cadangan dalam menetapkan deposito bank dan juga lembaga keuangan lainnya (Asfia Murni, 2006:209).
Menurut Paul A. Samuelson (2004:116) terdapat efek buruk yang disebabkan adanya inflasi yaitu sebagai berikut: a.
Inflasi dan perkembangan ekonomi Inflasi yang tinggi tingkatnya akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik meyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk spekulasi. Inflasi produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun, akan mengakibatkan semakin banyak jumlah penganggur.
22
b. Inflasi dan kemakmuran rakyat Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan masyarakat. c. Inflasi akan menurunkan pendapatan rill orang-orang yang berpendapatan tetap. Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-harga. Maka inflasi akan menurunkan individu yang berpendapatan tetap, sehingga daya beli masyarakat juga akan menurun. d. Inflasi akan megurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang, simpanan di bank, simpanan tunai dan simpanan dalam institusi-institusi keuangan lainnya. Nilainya akan menurun apabila inflasi berlaku. e. Memperburuk pembagian kekayaan Penerimaan pendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan dalam nilai rill pendapatannya dan pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai rill pendapatannya, dan pemilik kekayaaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam nilai rill kekayaannya. Sebagian penjual atau pedagang dapat mempertahankan nilai
rill
pendapatannya.
Dengan demikian inflasi
menyebabkan
pembagian pendapatan di antara golongan berpendapatan tetap dengan pemilik harta tetap dan pedagang menjadi semakin tidak merata.
23
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:184) terdapat dua indikator untuk mengukur inflasi: a.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan harga dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, dipasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang atau jasa disetiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komunitas.
b.
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) merupakan indikator yang menggambarkan
pergerakan
harga
dari
komoditi-komoditi
yang
diperdagangkan di suatu daerah. Disagregasi Inflasi: 1.
Inflasi inti yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental:
a. Interaksi permintaan dan penawaran. b. Lingkungan eksternal : nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra. c. Ekspansi inflasi dari perdagangan kekonsumen. 2. Inflasi non inti yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari: a. Inflasi Volatile Food yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh shock dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam dan gangguan penyakit
24
b. Inflasi Administered Prices yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh shock berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan dan lain-lain. D. Kurs Menurut Adler Haymans Manurung (2010:10) Kurs (exchange rate) suatu mata uang adalah nilai tukar atau „harga‟ nya jika di tukar dengan mata uang lain. Sama halnya dengan harga-harga lain dalam ekonomi yang ditentukan oleh interaksi pembeli dan penjual, kurs juga terbentuk oleh interaksi para pelaku ekonomi yang digunakan untuk keperluan transaksi internasional Kurs valuta asing dapat juga di definisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Asfia Murni, 2006:244). Menurut Hady Hamdy (2008:44). Kurs mata uang suatu negara dapat mengalami devaluasi dan revaluasi. Devaluasi adalah naiknya nilai tukar mata uang negara lain apabila di pertukarkan dengan mata uang domestik, atau dapat di definisikan sebagai tindakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang asingnya terhadap nilai mata uang asing yang bertujuan untuk: a. Mendorong ekspor dan membatasi import. b. Mendorong penggunaan produksi dalam negeri. c. Dengan BOP yang equilibriumnya, di harapkan kurs valas dapat menjadi relatif stabil Revaluasi adalah turunnya nilai mata uang negara-negara lain apabila dipertukarkan dengan mata uang domestik. Dengan kata lain, nilai tukar mata uang domestik menguat terhadap mata uang asing. Revaluasi diartikan sebagai
25
suatu tindakan pemerintah untuk menaikkan nilai mata uangnya terhadap mata uang asing yang dilakukan karena perekonomiannya sudah mencukupi atau mendekati full employed atau terjadi kecendrungan inflasi. Kebijakan ini dalam jangka pendek bertujuan untuk mengurangi agregat demand dan inflasi (Hady Hamdy, 2008:45). Menurut Mishkin Frederic S (2008:111) Kurs dapat mempengaruhi perekonomian dan kehidupan kita sehari-hari, karena ketika dollar AS menjadi lebih berharga relatif terhadap mata uang asing, barang-barang luar negeri menjadi lebih murah untuk orang amerika dan harga barang-barang Amerika menjadi lebih mahal, ketika dollar AS jatuh nilainya, barang-barang luar negeri menjadi lebih mahal untuk orang Amerika dan barang-barang Amerika menjadi lebih murah untuk orang asing, alasan tersebut membawa kita pada kesimpulan: ketika mata uang suatu negara terapresiasi (nilainya naik secara relatif terhadap mata uang lainnya), barang yang dihasilkan oleh negara tersebut diluar negeri menjadi lebih mahal dan barang-barang luar negeri di negara tersebut menjadi lebih murah. Sebaliknya, ketika mata uang suatu negara terdeperesiasi, barangbarang negara tersebut menjadi lebih murah dan barang-barang luar negeri menjadi lebih mahal. Nilai kurs memiliki hubungan yang erat dengan pergerakan harga saham, menurunnya nilai kurs (depresiasi) memberikan pengaruh pada perusahaan yang mengunakan bahan baku impor. Saat ini bahan baku perusahaan perusahaan di indonesia masih mengandalkan import dari luar negeri (kompas.com).
26
Berdasarkan sistem moneter internasional, terdapat tiga macam sistem dalam penetapan kurs valuta asing yaitu sebagai berikut: a. Fixed exchange rate system, merupakan sistem kurs tetap atau sering disebut kurs berdasarkan sistem Bretton Woods yang beroperasi atas dasar standar pertukaran emas. b. Floating exchange rate system, sistem kurs mengambang yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valuta asing, ada dua bentuk sistem kurs mengambang yaitu sistem kurs variabel secara murni, artinya penentuan kurs terjadi melalui kekuatan permintaan dan penawaran di pasar valas tanpa intervensi pemerintah. Dan yang kedua sistem kurs mengambang terkendali, hampir sama dengan kurs murni perbedaannya adanya intervensi pemerintah, melalui kebijakan moneter, fiskal, dan perdagangan luar negeri. c. Pegged exchange rate system, sistem nilai tukar ini ditetapkan dengan mengaitkan nilai mata uang asing suatu negara dengan nilai tukar mata uang negara lain atau sejumlah mata uang tertentu (Mudrajad Kuncoro,2001:31). E. Tingkat Suku Bunga BI (BI rate) Menurut sukirno (2004: 204) suku bunga adalah harga yang dibayar peminjam (debitur) kepada pihak yang meminjamkan (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu. Tingkat suku bunga dapat didefinisikan sebagai tingkat pengembalian asset yang mempunyai risiko mendekati nol. Investor dapat menggunakan tingkat bunga sebagai patokan
27
(benchmark) untuk perbandingan bila ingin berinvestasi (Pananda Pasaribu dkk, 2009:5). BI rate merupakan suku bunga dengan tenor 1 bulan yang diumumkan oleh bank Indonesia secara periodic yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. Secara sederhana, BI rate merupakan indikasi suku bunga jangka pendek yang di inginkan oleh bank Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi (Bank Indonesia, 2006). BI rate di gunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk mengarahkan agar suku bunga BI satu bulan hasil lelang operasi pasar terbuka berada di sekitar BI rate di harapkan mempengaruhi suku bunga simpanan dan suku bunga lainnya. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain dalam perekonomian, bank Indonesia pada umumnya akan menaikan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya bank Indonesia akan menurunkan BI rate apabila inflasi ke depan di perkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan (bi.go.id) Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang
untuk
jangka
waktu
tertentu.
Bunga
merupakan
imbalan
atas
ketidaknyamanan karena melepas uang, bisa dikatakan bunga adalah harga kredit. Tingkat suku bunga berkaitan dengan peranan waktu dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran mempunyai uang sekarang (Kurniawan, 2004). Menurut Dewi Indah Indriani (2008) dengan naiknya tingkat suku bunga Dengan adanya tingkat suku bunga yang tinggi akan membuat bank dan lembaga keuangan lainnya menikmatinya dan otomatis akan memberikan tingkat bunga
28
yang tinggi untuk produk-produknya. Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investasi pada produk bank seperti tabungan jelas akan lebih kecil resikonya dibandingkan investasi pada saham. Sehingga kemungkinan besar para investor akan menjual sahamnya dan mengalihkan dananya ke bank, tentunya akan berdampak menurunnya harga saham. Menurut Pananda Pasaribu dkk (2009:6) Umumnya tingkat bunga mempunyai hubungan negatif dengan bursa saham. Bila pemerintah mengumumkan tingkat bunga yang lebih tinggi maka investor akan menjual sahamnya dan mengganti pada instumen berpendapatan tetap yang memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi. Menurut Sadono Sukirno (2002:385) didalam teorinya menyatakan penentuan tingkat bunga selalu menanggap bahwa dalam perekonomian hanya terdapat satu tingkat bunga namun dalam kenyataannya berbeda, tingkat bunga pinjaman pemerintah berbeda dengan tingkat pinjaman yang dibayarkan kepada konsumen. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: Perbedaan resiko, Jangka waktu pinjaman dan Biaya administrasi pinjaman. Menurut Hermawan Darmawi (2006:188) tingkat suku bunga BI merupakan salah satu indikator moneter yang mempunyai dampak dalam berbagai kegiatan perekonomian sebagai berikut: a. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi keputusan melakukan investasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. b. Tingkat suku bunga juga akan mempengaruhi pengambilan keputusan pemilik modal apakah akan berinvestasi pada real assets ataukah pada financial assets.
29
c. Tingkat suku bunga akan mempengaruhi kelangsungan usaha terutama pihak bank dan lembaga keuangan lainnya. d. Tingkat suku bunga akan dapat mempengaruhi volume uang yang beredar. F. Indeks Dow Jones Perusahaan Dow Jones company pertama kali didirikan oleh Charles Dow dan Edward Jones di tahun 1882 dengan tujuan utama menyediakan informasi dan berita yang mempengaruhi pasar modal. Dua tahun setelah berdiri, perusahaan ini menyajikan rata-rata nilai saham untuk 11 perusahaan kereta api sebagai indikator harga saham di industri lokomotip. Pada tahun 1897 jumlah perusahaan yang dilibatkan ditambah menjadi 20 perusahaan kereta api (Jogianto Hartono, 2009:102). Pada tahun yang sama, oleh editor wall street journal dan Dow Jones and company. Indeks Dow Jones merupakan representasi dari rata-rata 12 saham dari berbagai industri penting di Amerika Serikat. Ketika pertama kali di publikasikan indeks berada pada posisi 40,94 sekarang ini pemilihan daftar perusahaan yang berhak tercatat dalan indeks Dow Jones di lakukan oleh auditor dari wall street journal, pemilihan ini di dasarkan pada kemampuan perusahaan, aktifitas ekonomi, pertumbuhan laba dan lain sebagainya (Jogianto Hartono, 2009:103). Perusahaan yang di pilih pada umumnya adalah perusahaan Amerika yang kegiatan ekonominya telah mendunia. Sekarang DJIA melaporkan tiga macam rata-rata, yaitu rata-rata untuk 30 perusahaan industri, 20 perusahaan transportasi dan 15 perusahaan utiliti.
30
Dow Jones Industrial Average (DJIA) menyajikan nilai rata-rata, bukan nilai indeks. DJIA menggunakan 30 saham industri tertentu yang dikenal dengan istilah blue chip stocks yaitu saham yang mempunyai kualitas tinggi dengan reputasi earnings dan deviden yang baik. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Sumber (Jogianto Hartono, 2009:104) Dengan semakin terintegrasinya perekonomian global dan menyatunya pasar uang beberapa negara dalam wilayah yang berdekatan, ketergantungan ekonomi suatu negara pada ekonomi dunia juga semakin besar. Demikian juga yang terjadi dengan pasar modal suatu negara (Budi Frensidy, 2009:5). Menurut Nachrowi dan Usman (2007:80) Pengaruh Dow Jones terhadap Indeks Saham di Indonesia ini, secara tidak langsung memberikan gambaran betapa kuatnya pengaruh kinerja ekonomi negara Amerika terhadap Indonesia, ketika Indeks Dow Jones mempunyai kinerja baik maka indonesia akan menikmati pula kinerja tersebut dan begitupula sebaliknya, ketika Indeks Dow Jones mempunyai kinerja yang buruk maka buruk pula bagi indonesia.
31
G. Penelitian Terdahulu
Judul dan Nama Penulis 1. Budi
Frensidy
(2009)
Hasil Penelitian yang Secara
keseluruhan,
variasi
variabel
berjudul ”Analisis Pengaruh Aksi bebas seperti aliran bersih dana asing, Beli-Jual Asing, Kurs dan Indeks perubahan kurs dan perubahan Indeks Hang Seng Terhadap IHSG di Hang BEJ dengan model GARCH.
Seng
menyumbangkan
56,9%
variasi variabel perubahan IHSG cukup signifikan, semua variabel independen signifikan pada α = 1%.
2. Pananda Pasaribu dkk (2009).
Hasil penelitian OLS secara umum sudah
“Analisis Pengaruh Variabel
cukup baik R-Square sebesar 95% variasi
Makroekonomi Terhadap IHSG
pergerakan IHSG dapat dijelaskan oleh
dengan model OLS
model sedangkan sisanya di jelaskan oleh faktor lain, hasil regresi menunjukan bahwa sebagian faktor domestik tidak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG, indikator seperti: inflasi, SBI, dan Kurs Tengah. Sedangkan faktor asing dan informasi
mengenai
aliran
modal
mempunyai pengaruh yang sig terhadap IHSG.
32
3. Graham
Smith
(2001)
yang hasil penelitiannya menunjukkan harga
berjudul “The Price of Gold And emas memilki pengaruh negatif terhadap Stock Price Indices For The indeks bursa saham di AS. United States”
4. Nachrowi dan Hardius Usman Pengaruh indeks saham Nikkei, DJIA, (2007) “Prediksi IHSG dengan SET, dan Nilai Tukar dolar terhadap Model GARCH dan ARIMA”
IHSG. Hasil penelitian semua variabel bebas mempunyai pengaruh signifikan terhadap IHSG. Indeks Nikkei dan DJIA secara tidak langsung menggambarkan betapa kuatnya pengaruh antara kinerja ekonomi
kedua
negara
terhadap
indonseia sedangkan Indeks Thailand SET dan Kurs Dolar ternyata mempunyai koefisien bertanda negatif. 5. Garry Twite, 2002, “Gold Prices, Harga emas memiliki pengaruh yang Exchange Rates, Gold, Stocks and positif terhadap pasar modal Australia Gold Premium Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya. Periode penelitian ini menggunakan tahun 2006 -2010, data yang digunakan adalah data bulanan di mulai dari 1 Januari - 31 Desember. Penelitian ini menggunakan variabel Harga Emas Dunia yang menjadi salah satu alternatif investasi yang dapat
33
mempengaruhi pasar modal karena emas termasuk dalam bagian middle risk investment mempunyai beban resiko lebih tinggi dibandingkan berinvestasi di bank atau deposito. Penelitian ini menggunakan metode ARCH/GARCH untuk mendapatkan model yang tepat supaya dapat menjelaskan hubungan tersebut menjadi lebih tepat dan relevan dengan fenomena yang terjadi.
34
H. Keterkaitan Antar Variabel Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui adanya keterkaitan antara variabel dependen (IHSG) dengan variabel independen (inflasi, kurs, BI rate dan indeks Dow Jones). Di bawah ini dijelaskan para peneliti yang melakukan penelitian yang sama dengan variasi variabel yang berbeda: 1. Graham Smith (2001) pernah melakukan penelitian mengenai harga emas dunia dengan indeks bursa saham Amerika dalam penelitiannya mengungkapkan harga emas berpengaruh negatif terhadap indeks bursa di Amerika. Karena harga emas di Amerika dianggap sebagai komoditas yang menarik. Pada saat terjadi inflasi kenaikan harga emas akan mendorong penurunan indeks harga saham di Amerika. Hal ini disebabkan investor yang semula berinvestasi di pasar modal akan mengalihkan dananya untuk berinvestasi di emas karena harga emas dianggap suatu komoditas yang lebih aman dan cendrung sedikit resiko dibandingkan berinvestasi di bursa saham. Hasil penelitian ini tidak sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Gary Twite (2002) yang menyatakan bahwa harga emas berpengaruh positif terhadap pasar modal di Australia. 2. Budi Frensidy (2009) meneliti pengaruh variabel makro ekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan menggunakan analisis regresi linear berganda (OLS) periode pengamatan dilakukan secara triwulan di mulai pada Januari 2000 – Oktober 2008, hasil regresi menunjukkan bahwa sebagian besar faktor domestik tidak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG. Indikator ekonomi domestik berupa inflasi, BI
35
rate dan kurs tengah. Sedangkan faktor asing dan informasi mengenai aliran modal mempunyai pengaruh yang signifikan atas pergerakan IHSG. 3. Budi Frensidy (2009) meneliti mengenai aksi jual beli asing, kurs dan Indeks Hang Seng terhadap IHSG dengan model GARCH, periode pengamatan harian di mulai pada Januari 2006 – Oktober 2007. Hubungan antara perubahan kurs dengan perubahan IHSG adalah negatif dengan koefisien -0,593601 dengan probabilitasnya 0,0000 signifikan pada α=5%. 4. Nachrowi dan Usman (2007) meneliti pengaruh prediksi IHSG dengan model GARCH dan ARIMA, meneliti hubungan antara indeks Nikkei, Dow Jones, SET dan juga nilai tukar (kurs) terhadap IHSG. Periode pengamatan menggunakan data harian 3 Januari 2005 - 2 Januari 2006. Hasil penelitian menunjukkan semua variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Koefisien untuk variabel indeks Dow Jones (DJIA) positif sebesar 0,0791 memberikan arti bahwa pada setiap kenaikan 100 poin DJIA akan mengakibatkan IHSG naik hampir 8 poin. Kurs dollar ternyata mempunyai hubungan negatif dengan koefisien sebesar -0,078319, angka tersebut dapat diinterprestasikan bahwa pada setiap kenaikan harga dollar sebesar Rp.100 maka IHSG turun hampir 8 poin.
36
I. Kerangka Pemikiran Sebelum melakukan pengolahan data, berikut ini akan dijelaskan kerangka pemikiran yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu : 1. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah menginput data antara variabel independen (harga emas dunia, inflasi, kurs, BI rate dan Dow Jones) dengan variabel dependen (IHSG) kemudian menguji kestasioneritasan data-data yang digunakan dalam penelitian ini. Uji stasioneritas data menggunakan uji ADF (Augmented Dickey Fuller) apabila data belum stasioner pada tingkat level, maka diperlukan langkah-langkah agar menjadi stasioner dengan diferensiasi data dilakukan uji pertama (first difference) apabila belum stasioner juga maka dilanjutkan dengan uji kedua (second difference). 2. Tahap selanjutnya melakukan uji ARCH/GARCH dengan metode trail and error (coba-coba) sebagai alternatif untuk mendapatkan model yang terbaik. Model ini dipilih berdasarkan kriteria memiliki nilai R2 tertinggi, SIC (Schwarz Information Criterion) dan AIC (Aikake Information Criterion) terendah. Setelah didapatkan model yang terbaik maka model terseebut digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas IHSG selama periode pengamatan. Secara sistematik alur penelitian terlihat pada gambar kerangka berfikir sebagai berikut :
37
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Input Data
Variabel Independen
Variabel Dependen
Harga Emas Dunia, Variabel MakroEkonomi (Inflasi, Kurs, tingkat Suku Bunga BI) dan Indeks Dow Jones
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Uji Perilaku Data Stasioneritas
Tidak Stasioner
Stasioner
Uji ARCH/GARCH
Uji Deferensi Data
Pemilihan Model Terbaik
R2
AIC
SIC
Interprestasi Hasil
Kesimpulan
38
J.
Perumusan Hipotesa Untuk menganalisis apakah variabel tersebut mempunyai pengaruh terhadap
Indeks Harga Saham Gabungan, maka penelitian ini mengemukakan hipotesis sebagai berikut: Ho : Tidak Terdapat pengaruh yang signifikan Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, dan Suku Bunga BI), dan Indeks Dow Jones Average (DJIA) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, dan Suku Bunga BI), dan Indeks Dow Jones Average (DJIA) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah pada bab sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh Harga Emas Dunia, Variabel Makro Ekonomi, dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Periode penelitian ini di mulai dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan Desember 2010, periode ini di pilih karena mulai dari Januari 2006 terjadi kenaikan dan penurunan harga komoditas yang sangat signifikan dari pada periode sebelumnya, dan juga adanya krisis Global yang terjadi di Amerika pada Agustus 2008 yang berpengaruh terhadap harga saham di negara lain termasuk di Indonesia. B. Metode Penentuan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dari indeks harga saham yang meliputi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai dari Januari 2006 sampai Desember 2010. Sedangkan variabel independennya di batasi pada harga emas dunia, variabel makro (inflasi, kurs, tingkat suku bunga) dan indeks saham luar negeri yaitu indeks Dow Jones terhadap IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI). Harga Komoditas emas yang di gunakan adalah data yang banyak di publikasikan di internet, juga dapat di lihat dari situs-situs yang menjadi acuan Pada pasar Komoditas yang ada di london seperti di London Metal Exchange (LME), mata uang yang di gunakan sebagai acuan adalah dalam penelitian ini adalah Dollar USD, hal ini di karenakan Dollar Amerika Serikat merupakan Hard Currency atau
40
mata uang dunia yang selalu dipergunakan oleh berbagai negara sebagai alat bertransaksi jual-beli. C. Metode Pengumpulan Data Menurut Muhammad Teguh (2006:117) langkah yang perlu dilakukan didalam kegiatan penelitian sebelum peneliti sampai pada konklusi adalah pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data-data kurun waktu (time series) dengan skala bulanan, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data telah dipublikasikan sehingga tidak perlu dilakukan pengolahan data diterbitkan oleh berbagai instansi dan dikumpulkan dari studi-studi sebelumnya. Metode yang di gunakan dalam pengumpulan data dan sumber informasi lainnya yang menjadi pendukung dalam penelitian ini, adalah: 1. Library Research (Riset Kepustakaan) Penelitian kepustakaan di lakukan dengan cara mengunjungi lembaga lembaga yang terkait dalam pembuatan penelitian, seperti mengunjungi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Perpustakaan (UIN, UI, STIE TRISAKTI), kemudian mengumpulkan, memilih, memahami dengan cara membaca laporan atau jurnal penelitan terdahulu, seperti Skripsi, Tesis dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dengan topik pembahasan penulis. 2. Internet Research Terkadang literatur atau buku yang kita gunakan belum cukup untuk menunjang uatu penelitian dan biasanya sudah tidak sesuai dengan
41
perkembangan, penulis melakukan penelitian dengan teknologi media internet karena dapat ter-up date setiap saat, data yang di peroleh dari www.yahoofinance.com dan www.bi.go.id D. Metode Analisis Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data time series terutama disektor finansial seperti harga emas, nilai tukar rupiah, inflasi dan tingkat suku bunga. Peneliti seringkali menemukan data finansial memiliki tingkat volatilitas yang tinggi. kondisi volatilitas data mengindikasikan bahwa perilaku data time series memiliki varian residual yang tidak konstan dari waktu ke waktu atau bisa dikatakan data tersebut mengandung gejala heteroskedasitas karena terdapat varian error yang besarnya tergantung pada varian error masa lalu, adakalanya varian error tidak tergantung pada variabel bebasnya saja melainkan varian tersebut berubah-ubah seiring dengan perubahan waktu (Agus Widarjono, 2009:299 ). Karena alasan itulah, penulis menggunakan suatu model pendekatan untuk memasukan masalah volatilitas data yaitu dengan model ARCH/GARCH agar di peroleh estimator yang lebih efisien. Langkah awal Sebelum melakukan uji ARCH dan GARCH terlebih dahulu melakukan uji seperti dibawah ini: 1. Uji Stasioneritas Pengujian stasioner
digunakan untuk menganalisis apakah data yang
digunakan stasioner ataukah tidak stasioner, data yang stasioner adalah data time series yang tidak mengandung akar-akar unit begitu juga sebaliknya. Pengujian stasioner data dilakukan dengan penggunaan uji akar unit Augmented Dickey Fuller (ADF), pengujian ini dilakukan untuk
42
mengetahui kestasioneran data. Ide dasar uji stasioneritas data dengan uji akar unit dapat dijelaskan dengan fomulasi sebagai berikut : Yt = PYt-1 + et Jika nilai p = 1 maka kita katakan bahwa variabel random (stokastik) Y mempunyai akar unit. Jika data time series mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak secara random walk. Jika data mempunyai sifat random walk maka dikatakan data tidak stasioner (Widarjono, 2009:341-343) Hipotesis ini membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya distribusi statistik Mac Kinnon dan juga probablitasnya (α=5%). Jika nilai absolut ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunujukan data tidak stasioner, apabila data yang diperoleh belum stasioner pada tingkat level, maka diperlukan langkah untuk membuat data menjadi stasioner dengan melalui proses diferensi data. Uji pertama (first difference) dan apabila data belum stasioner juga maka dilakukan uji kedua (second difference) hingga data stasioner (Gujarati, 2006). 2. Uji ARCH/GARCH Menurut Nachrowi dan Hardius Usman (2006:419), pada umumnya data cross-section sering memunculkan varians yang heteroskedasitas. Akan tetapi, bukan berati data time series terhindar dari permasalahan tersebut, data keuangan, seperti : seperti indeks harga saham, inflasi, nilai tukar atau suku bunga seringkali mempunyai varians error yang tidak
43
konstan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan yang bersifat time series yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Dow Jones Industrial Average (DJIA), variabel makro ekonomi (inflasi, kurs, dan suku bunga tingkat suku bunga BI). Data dalam penelitian ini mempunyai varians error (et) yang tidak konstan (heteroskedasitas). Dalam metode ARCH dan GARCH varian error (et) yang tidak konstan (heteroskedasitas) itu dapat dimanfaatkan untuk membuat model. Berdasarkan alasan diatas maka sangatlah tepat untuk menggunakan model ARCH/GARCH sebagai metode analisis dalam penelitian ini. Dalam metode ARCH dan GARCH tidak memandang heteroskedasitas sebagai permasalahan, tetapi justru memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuat model. Bahkan dengan memanfaatkan heteroskedasitas dalam error dengan tepat, maka akan diperoleh estimator yang lebih efisien. Adakalanya dalam sebuah model varian dari error tidak tergantung pada variabel bebasnya melainkan varian tersebut berubah-ubah seoring dengan perubahan waktu. Pada permodelan seperti ini, ada suatu periode dimana votalitiasnya sangat tinggi dan ada periode lain yang votalitasnya sangat rendah.
Pada
votalitas
yang
demikian
menunjukkan
adanya
heteroskedasitas karena terdapat varian error yang besarnya tergantung pada volatilitas error dimasa lalu (Nachrowi dan Usman, 2006:420). Data yang mempunyai sifat heteroskedasitas seperti ini dapat dimodelkan dengan model ARCH (Autoregresive Conditional Heteroscedasticity) dikembangkan oleh Engle (1982), Engle adalah pihak yang pertama kali
44
menganalisis adanya masalah heteroskedasitas dari varian residual dalam data time series. Untuk mengetahui pengaruh variabel dependen terhadap variabel dependen digunakan estimasi persamaan regresi sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + et Keterangan : Y = IHSG a = intercept (variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel dependen dan independen. b = Koefisien dari X x1 = Perubahan harga emas dunia x2 = Perubahan inflasi x3 = Perubahan kurs rupiah terhadap USD x4 = Perubahan BI rate x5 = perubahan Indeks Dow Jones Setelah dilakukan uji stasioner data pada seluruh variabel dan diyakini bahwa variabel sudah stasioner maka langkah selanjutnya melakukan Uji GARCH untuk menjelaskan pengaruh variabel yang digunakan dan seberapa besar pengaruhnya. Data time series dianggap lebih baik terutama dibidang finansial atau keuangan, sangat tinggi tingkat volatilitasnya, volatilitas di ikuti oleh relatif tingginya fase fluktuasi kemudian rendah dan kembali tinggi, data kata lain data ini mempunyai rata dan varian yang tidak konstan (Agus Widarjono,2009:297).
45
Model GARCH merupakan model perkembangan dari model ARCH. Model
ARCH
(Autoregressive
Conditional
Heteroscedasticity)
di
kembangkan oleh Robert Engle (1982) dan di modifikasi oleh Mills (1999), selanjutnya oleh Tim Bollerslev (1986 dan 1994) juga memperkenalkan model generelisasi ARCH di sebut GARCH. GARCH ini di maksudkan untuk memperbaiki ARCH (Wing Wahyu Winarno, 2007:8.1). Penulis akan mencari model ARCH/GARCH yang paling layak untuk menjelaskan pengaruh variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Kurs, Inflasi, dan Suku bunga BI), indeks Dow Jones Terhadap IHSG dan berapa besar pengaruhnya, dan menganalisis variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 3. Pengujian Best Fit Model Dalam melakukan penelitian, peneliti tidak hanya menggunakan satu model saja untuk menguji hipotesisnya, ada beberapa kriteria untuk menilai dan membandingkan model, yaitu: a.
R2 Adjusted R2 sangat berguna untuk mengukur kedekatan antara nilai prediksi dan nilai sesungguhnya dari variabel terikat. Semakin besar R2 maka semakin kuat pula hubungan antara variabel terikat dengan satu atau banyak variabel bebas. Formulasinya untuk menghitung R2, yaitu:
46
Berdasarkan rumusan di atas, terlihat bahwa SST tidak dipengaruhi oleh variabel bebas, karena formulasinya hanya memperhitungkan variabel terikat dalam arti, berapapun jumlah variabel bebas yang digunakan dalam membentuk regresi, tidak akan mempengaruhi SST (Nachrowi dan Usman, 2006:126). Bila kita berpatokan pada R2 tentu kita akan selalu memutuskan bahwa variabel terbaik adalah model dengan variabel bebas yang banyak, padahal kenyataan tidaklah demikian terkadang satu variabel dalam regresi sederhana dapat menerangkan variabel terikat dengan yang lebih baik dibandingkan beberapa variabel bebas dalam regresi majemuk. Oleh karena itu, agar keputusan lebih tepat, untuk membandingkan regresi dengan variabel terikat yang sama akan digunakan R2 yang disesuaikan atau yang dikenal dengan sebutan R2 Adjusted yang dinotasikan dengan R2, adapun formulasi perhitungan adalah sebagai berikut:
=
Dimana: K = banyaknya parameter model regresi termasuk intercept (Nachrowi dan Usman,2006:130). b. Aikake Information Criterion (AIC) Profesor Hirotugu Aikake, seorang ahli statistik dari Jepang, pada tahun 1974 mengusulkan metode untuk menguji ketepatan suatu
47
model, dengan suatu metode yang kemudian disebut dengan AIC (Wing Wahyu, 2007:4.21), selain melihat R2 pemilihan model juga dapat dilakukan dengan menggunakan AIC, adapun formulasinya adalah sebagai berikut:
Atau dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan : K = jumlah parameter dalam model termasuk Intercept n = jumah observasi atau sampel Bila kita membandingkan regresi dengan dua buah regresi atau lebih, maka model yang mempunyai nilai AIC terkecil merupakan model yang lebih baik (Nachrowi dan Usman,2006:130). c. Schwarz Information Criterion (SIC) Kegunaan SIC pada prinsipnya tidak berbeda dengan AIC formulasinya di tuliskan sebagai berikut:
Atau dapat ditulis sebagai:
48
Sama dengan AIC, pada SIC juga berlaku untuk memilih model yang mempunyai nilai SIC terendah (Nachrowi dan Usman, 2006:131). Ada beberapa cara yang digunakan untuk memilih model yang terbaik (Wing Wahyu, 2007:8.21): a. Melihat nilai R2. Model yang paling tinggi nilai R2 berarti model paling baik, karena dapat menjelaskan adanya hubungan antara variabel independen dengan dependen lebih baik di bandingkan model lain yang R2 lebih rendah. b. Melihat koefisien AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (schwarz Info Criterion). Model yang paling rendah nilai AIC dan SIC adalah model yang baik. c. Masukkan nilai data kedalam persamaan. Model yang paling baik adalah model yang angka prediksinya mendekati kenyataan. Software ekonometri yang digunakan sebagai perangkat penelitian ini adalah Eviews 5. I. Operasional Variabel Penelitian Penelitian ini meggunakan satu variabel dependen dan lima variabel independen. Definisi operasional dari masing-masing dari variabel adalah sebagai berikut: 1.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Angka Indeks yang di peroleh dari seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dalam akhir periode tertentu (1 bulan) dan dalam
49
satuan basis poin (bps). Seperti pehitungan indeks dibursa lainnya, indeks BEI adalah menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar (market value weight average index). Menurut Rodoni dan Ali (2010:183) rumus dasar perhitungan indeks adalah sebagai berikut :
Nilai pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikali harga pasar hari ini (kapitalisasi pasar), atau dapat ditulis dengan formula :
Di mana: Ci
= Closing Price (harga yang terjadi) untuk emiten ke = i
ni
= Jumlah saham yang digunakan untuk perhitungan indeks (jumlah saham yang tercatat) untuk emiten ke-i
N
= Jumlah emiten yeng tercatat di BEJ
Nilai dasar adalah kumulatif jumlah saham pada hari dasar dikali harga dasar pada hari dasar. Harga dasar untuk IHSG adalah pada tanggal 10 agustus 1982 dengan nilai 100. 2. Tingkat Suku Bunga BI Suku bunga BI adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan di umumkan kepada publik. Suku bunga ini dijadikan patokan bank-
50
bank umum untuk menentukan tingkat suku bunga pinjaman dan suku bunga kredit. Suku bunga yang di gunakan adalah tingkat suku bunga BI 1 bulan. 3. Inflasi Inflasi merupakan suatu keadaan perekonomian dimana tingkat harga dan biaya-biaya umum naik, misalnya naiknya harga beras, harga bahan bakar, harga mobil, upah tenaga kerja, sewa barang-barang modal (Junaiddin Zakaria, 2009:61). Inflasi di hitung dari perubahan indeks harga konsumen gabungan 43 kota di indonesia. Nilai inflasi yang dipakai adalah nilai inflasi pada akhir periode tertentu (1 bulan) dan dinyatakan dalam persentase (%). Rumus Inflasi:
Keterangan : IHK t
Indeks Harga Konsumen tahun t
IHKt-1 Indeks Harga Konsumen tahun t-1 (tahun lalu) 4. Nilai Tukar Rupiah (exchange rate) Nilai tukar adalah Harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Dalam penelitian ini nilai kurs yang di pakai di ukur atas dasar harga kurs tengah rupiah terhadap terhadap US $ di akhir periode tertentu (1 bulan) dan di hitung dalam satuan rupiah /US$. Sebagai contoh, US $ 1 = Rp 9.000,- artinya apabila di hitung dengan menggunakan rupiah maka nilainya sebesar Rp 9.000,-
51
Cara menghitung Kurs Tengah Kurs :
Keterangan : Kurs Beli
= Buying Rate atau Bid Rate
Kurs Jual
= Selling Rate atau Ask Rate
Sumber (Hamdy Hady, 2008:69). 5. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) Indeks Dow Jones adalah Indeks harga saham yang di gunakan oleh New York Stock Exchange. Indeks saham ini menggunakan pendekatan metode rata-rata faktor Divisor, pengukurannya menggunakan satuan basis poin (bps). Cara perhitungan Indeks Dow Jones sebagai berikut :
Keterangan :
P
= Jumlah Seluruh Saham
Divisor = Angka yang di tentukan oleh Dow Jones sebagai pembagi (sumber: wikipedia.org)
52
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia Pasar modal di Indonesia berdiri sejak zaman kolonial belanda pada pada tanggal 14 Desember 1912. Suatu asosiasi yang dibentuk oleh 13 broker yang dibentuk di jakarta (Batavia). Asosiasi ini diberi nama belandanya sebagai “vereniging voor Effectenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia dan bursa ini merupakan bursa keempat tertua di asia setelah Hongkong (1817), Mumbai (1830) dan Tokyo (1878). Pasar modal di Surabaya mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan di susul oleh semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Karena masih dalam Jaman penjajahan belanda pasar-pasar modal ini juga didirikan oleh Belanda maka mayoritas perdagangan sahamsahamnya didominasi perusahaan belanda yang tergabung dalam Dutch East Indies Trading Agencies. Terjadinya gejolak politik di Eropa pada awal tahun 1939 ikut mempengaruhi perdagangan bursa efek di
Indonesia.
Akibatnya
pemerintah belanda menutup bursa efek yang ada di Surabaya dan Semarang. Pada tanggal 10 mei 1940 bursa efek Jakarta juga di tutup akibat adanya Perang Dunia II. Dengan penutupan ketiga bursa tersebut, maka kegiatan perdagangan efek di Indonesia menjadi terhenti pada zaman pasca kemerdekaan.
53
Pada zaman pasca kemerdekaan, kegiatan pasar modal di Indonesia di aktifkan kembali pada pada tahun 1960, pemerintah mengawali kebangkitan kembali pasar modal dengan pasar modal dengan penerbitan obligasi pemerintah republik Indonesia hal ini di tegaskan lagi dengan UU darurat tentang bursa Nomor 13 tanggal 1 september 1951, yang kemudian di tetapkan sebagai UU Nomor 15 tahun 1952. Sedangkan penyelengara bursa saat itu diserahkan kepada Perserikat Perdagangan Uang dan Efekefek (PPUE) dan sebagai penasehatnya adalah bank Indonesia (Anoraga & Piji, 2008:31). Pada tahun 1952 PPUE membuka bursa efek di Jakarta, yang diharapkan menjadi indikator penunjang perekonomian, namun karena inflasi dan resesi ekonomi, yang berlangsung di Indonesia. Pada waktu itu, maka pada tahun 1958 kegiatan bursa dihentikan (Ang, 1977) Pada tahun 1976 pasar modal di indonesia di aktifkan kembali dengan sebelumnya berdiri BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) dan PT. Danareksa pada tahun 1977. Emiten yang pertamakali mencatat sahamnya di BEJ adalah PT. Semen Cibinong (SMCBD). Dari tahun 1977 sampai 1987 hanya tercatat 21 perusahaan yang go public. Untuk merangsang para emiten memasuki pasar modal di Indonesia, pemenritah mulai membuat paket-paket deregulasi tentang pasar modal. Paket-paket tersebut antara lain Paket Desember 1987, Paket Oktober 1988 dan Paket Desember 1988, yang bertujuan untuk menggairkan perdagangan bursa efek Indonesia.
54
Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, BEJ membangun suatu sistem terkomputerisasi perdagangan efek yaitu JATS (Jakarta Automated Trading System). Sistem ini mulai beroperasi pada tahun 1995. Sejak diterapkan sistem JATS maka nilai kapitalisasi, volume dan frekwensi bursa efek di Indonesia meningkat dengan pesat (Jogianto Hartono,2009). Peningkatan yang sedemikian pesat tentunya seiring dengan kestabilan politik dalam negeri dan perekonomian yang baik sehingga memberi kepercayaan pada investor yang akan menanamkan modalnya di BEJ. Pada tanggal 10 November 1995 pemerintah mengeluarkan Undangundang No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal dan juga pada tahun yang sama bursa pararel Indonesia merger dengan bursa efek Surabaya. Pada tahun 2000 sistem perdagangan warkat mulai di aplikasikan di pasar modal Indonesia. Tahun 2002, BEJ mulai mengaplikasikan sistem jarak jauh (remote trading) dan pada tahun 2007 terjadi penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (Ridwan S. Sundjaja dkk, 2010: 431) Perkembangan pasar modal telah tercermin dengan nilai Indeks Harga Saham Gabungan yang terus-menerus mengalami peningkatan yang semakin cepat. Hal ini ditunjukkan dari perkembangan nilai IHSG dan nilai transaksi. Nilai IHSG mengalami peningkatan hingga 400 persen dari tahun 2000 hingga 2008. Kondisi ini juga di ikuti nilai transaksi yang terus semakin meningkat. Nilai IHSG yang semakin tinggi merupakan bentuk
55
kepercayaan investor atas kondisi ekonomi Indonesia yang semakin kondusif (Pananda Pasaribu dkk, 2009:1) B. Analisis Deskriptif Dalam bab ini penulis menganalisis data yang telah terkumpul. Data yang telah dikumpulkan tersebut berupa data IHSG dari perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2006 sampai dengan 2010 dan juga berupa data makroekonomi dan harga emas perbulan periode 2006 sampai dengan 2010. Hasil pengolahan data berupa informasi untuk menganalisis apakah Harga Emas Dunia, variabel makroekonomi (Inflasi, Kurs, Suku Bunga BI) dan Indeks Dow Jones memiliki pengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan berapa besar pengaruh yang ditimbulkan dari penelitian tersebut. Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang yang telah di kemukakan sebelumnya serta kepentingan dari pengujian hipotesis, maka teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis Deskriptif merupakan analisis yang menjelaskan gejalagejala yang terjadi pada variabel-variabel penelitian untuk mendukung analisis statistik. Sedangkan Analisis statistik merupakan analisis yang mengacu pada perhitungan data penelitian
yang berupa angka-angka yang dapat dianalisis
dengan bantuan program komputer sofware Eviews. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis pertama hingga kedua. Berikut ini akan dijelaskan analisis deskriptif yaitu menjelaskan data dari variabel data dari seluruh variabel yang akan dimasukkan dalam periode penelitian:
56
1. Harga Emas (X1) Harga emas yang digunakan dalam satuan internasional yang menyatakan berat emas yaitu Troy Once atau TOZ 2. Inflasi (X2) Inflasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan inflasi bulanan yang didapat dari Bank Indonesia. Inflasi yang digunakan dalam satuan persentase. 3. Kurs (X3) Kurs tengah diperoleh dari hasil pembagian antara penjumlahan kurs beli dan kurs jual yang diperoleh dari Bank Indonesia. 4. Tingkat suku bunga BI (X4) Suku bunga Bank Indonesia (Bi rate) yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data perbulan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam satuan persentase. 5. Indeks Dow Jones (X5) Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menggunakan data perbulan yang diperoleh dari IDX Statistic. 6. Indeks Harga Saham Gabungan (Y) IHSG yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perbulan yang diperoleh dari IDX statistic. Adapun untuk menjelaskan variabel-variabel tersebut dapat ditunjukkan dari tabel dibawah ini:
57
Tabel 4.1 Harga Emas Dunia (USD) Tahun 2006-2010 periode
2006
2007
Januari 549,86 631,17 Februari 555,00 664,75 Maret 557,09 654,90 April 610,65 679,37 Mei 676,51 666,86 Juni 596,15 655,49 Juli 633,77 665,30 Agustus 632,59 665,41 September 598,19 712,65 Oktober 585,78 754,60 November 627,83 806,25 Desember 629,79 803,20 Sumber : Kitco berbagai tahun terbit.
2008
2009
889,60 922,30 968,43 909,70 888,66 889,49 939,77 839,02 829,93 806,62 760,86 816,09
858,69 943,16 924,27 890,20 928,64 945,67 934,23 949,38 996,59 1043,16 1127,04 1134,72
2010 1117,96 1095,41 1113,34 1148,69 1205,43 1232,92 1192,97 1215,81 1271,1 1342,02 1369,89 1390,55
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui harga emas tertinggi terjadi pada akhir periode penelitian bulan Desember tahun 2010 sebesar 1390,55, sedangkan harga emas terendah terjadi pada awal periode penelitian pada bulan Januari 2006 sebesar 549,86. Dapat terlihat dari tabel tersebut bahwa harga emas dunia mengalami trend kenaikan. Untuk menjelaskan lebih rinci nilai tertinggi dan terendah variabel harga emas, di sajikan grafik harga emas sebagai berikut:
58
Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Harga Emas Dunia 2006-2010
Sumber : Kitco berbagai tahun terbit, data diolah Berdasarkan gambar 4.1 secara umum terlihat harga emas akan selalu mengalami kenaikan seiring dengan berjalannya waktu karena didasari jumlahnya yang semakin langka. Selain itu, harga emas selalu menyesuaikan diri terhadap inflasi, sehingga sering dijadikan pilihan oleh investor yang memiliki karakteristik menghindari risiko. Alternatif ini sebagai langkah untuk melakukan perlindungan terhadap nilai investasinya. Selama periode pengamatan, kenaikan harga emas secara tajam dimulai pada bulan Januari 2008. Hal ini disebabkan karena krisis global yang terjadi di Amerika Serikat dan mulai menjadi perhatian para investor. Hal ini mengakibatkan investor yang hendak mengurangi resiko dari kerugian di pasar keuangan mengalihkan sebagian besar investasinya ke instrument investasi yang lain, salah satunya ke emas. Hal ini dapat mengakibatkan harga emas cendrung naik hingga pada akhir periode penelitian.
59
Tabel 4.2 Inflasi Bulanan Indonesia 2006-2010 Periode
2006
2007
2008
Januari 0,0142 0,0052 0,0061 Februari 0,0149 0,0053 0,0062 Maret 0,0131 0,0054 0,0068 April 0,0128 0,0052 0,0075 Mei 0,0130 0,0050 0,0087 Juni 0,0129 0,0048 0,0092 Juli 0,0126 0,0051 0,0099 Agustus 0,0124 0,0054 0,0099 September 0,0121 0,0058 0,0101 Oktober 0,0052 0,0057 0,0098 November 0,0044 0,0056 0,0097 Desember 0,0055 0,0055 0,0092 Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit.
2009
2010
0,0076 0,0072 0,0066 0,0061 0,0050 0,0030 0,0023 0,0023 0,0024 0,0021 0,0020 0,0023
0,0031 0,0032 0,0029 0,0033 0,0035 0,0042 0,0052 0,0054 0,0048 0,0047 0,0053 0,0058
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi di Indonesia tertinggi pada tahun 2006 dan terendah tahun 2009, dimana tingkat inflasi tertinggi pada bulan Februari 2006 sebesar 1,49% dan terendah pada bulan November 2009 sebesar 0,2%. Untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel inflasi sebagai berikut:
60
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan laju Inflasi Bulanan Indonesia Tahun 2006-2010
Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah Berdasarkan gambar 4.2 terlihat inflasi mengalami trend penurunan. Inflasi tertinggi dimulai pada awal periode penelitian bulan Februari 2006 sebesar 1,49% melonjak dari bulan Januari sebesar 1,42%. Hal ini disebabkan oleh kuatnya tekanan eksternal akibat melambungnya harga minyak dunia berlanjutnya kondisi moneter ketat global dan respon kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) domestik serta apresiasi kurs rupiah (Laporan Perekonomian Indonesia, 2006). Menurut Eduardus Tandelilin (2010:342) inflasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan rill yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya, jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini merupakan hal positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan rill. Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:184) inflasi merupakan resiko yang
61
harus dipertimbangkan dalam proses investasi. Adanya kenaikan harga secara umum akan berdampak pada berkurangnya daya beli sehingga tingkat hasil rill akan turun. Dengan demikian apabila inflasi naik, maka investor akan menginginkan hasil nominal guna melindungi tingkat inflasi rillnya. Tabel 4.3 Kurs Rupiah Terhadap USD Tahun 2006-2010 Periode
2006
2007
2008
2009
2010
Januari 9395 9090 9291 11355 Februari 9230 9160 9051 11980 Maret 9075 9118 9217 11575 April 8775 9083 9234 10713 Mei 8220 8828 9318 10340 Juni 9300 9054 9225 10225 Juli 9070 9186 9118 9920 Agustus 9100 9410 9153 10060 September 9235 9137 9378 9681 Oktober 9110 9103 10995 9545 November 9165 9376 12151 9480 Desember 9020 9419 10950 9400 Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah
9275 9348 9173 9027 9183 9147 9048 8971 8975 8927 8938 9020
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa nilai tukar (Kurs Rupiah terhadap US$) selama periode penelitian terus-menerus mengalami fluktuasi. Data kurs yang digunakan adalah kurs tengah rupiah terhadap USD. Nilai kurs rupiah terhadap US$ tahun 2006 secara umum cendrung menguat dengan volatilitas yang menurun. Pada bulan April Rupiah sebesar 8775/US$ menjadi 8220/US$ cendrung mengalami apresiasi, hal ini di topang oleh oleh kondisi ekonomi global yang secara umum lebih kondusif dan membaiknya fundamental perekonomian indonesia. Nilai kurs rupiah sepanjang tahun 2007 cendrung stabil, terlihat dari awal tahun sampai pertengahan tahun 2007 dimana nilai kurs Rupiah bergerak 62
stabil pada kisaran 9000an/US$. Pada akhir 2007 Rupiah berada pada posisi 9419/US$. Terjaganya kondisi ekonomi dalam negeri seperti stabilnya tingkat inflasi memberikan pengaruh positif bagi kurs rupiah walaupun terjadi tekanan dari luar negeri akibat naiknya harga sejumlah komoditas internasional (Laporan Perekonomian Indonesia, 2007). Pada Oktober 2008 Rupiah sebesar 10995/US$ menjadi 12151/US$ sampai pertengahan tahun 2009 pada kisaran 10000an/US$. Pada September 2009 sampai akhir tahun penelitian Desember 2010 Rupiah berada pada posisi 8000-9000/US$. Untuk menjelaskan lebih disajikan grafik nilai tukar Rupiah terhadap US$ sebagai berikut: Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Kurs Rupiah Terhadap US$ Tahun 2006-2010
Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah Menurut Sitinjak dan Kurniasari (2003) dalam Ana Octavia (2007) menyimpulkan bahwa jika kurs (nilai tukar rupiah terhadap dollar) naik satu satuan berarti akan terjadi penurunan indikator pasar (IHSG) saham sebesar satusatuan. Terutama sekali pada saat kondisi pasar sedang bearish. Sedangkan pada
63
pasar sedang bullish, indikator pasar saham dan indikator pasar uang secara bersama-sama berpengaruh positif. Tabel 4.4 Tingkat Suku Bunga BI Tahun 2006-2010 Periode
2006
2007
Januari 0,0106 0,0079 Februari 0,0106 0,0077 Maret 0,0106 0,0075 April 0,0106 0,0075 Mei 0,0104 0,0073 Juni 0,0104 0,0071 Juli 0,0102 0,0069 Agustus 0,0106 0,0069 September 0,0094 0,0069 Oktober 0,0090 0,0069 November 0,0085 0,0069 Desember 0,0081 0,0067 Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit.
2008 0,0067 0,0067 0,0067 0,0067 0,0069 0,0071 0,0073 0,0075 0,0077 0,0079 0,0079 0,0077
2009 0,0073 0,0069 0,0065 0,0063 0,0060 0,0058 0,0056 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054
2010 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054 0,0054
Berdasarkan tabel 4.4 selama tahun 2006, Bank Indonesia telah menurunkan BI rate sebanyak 7 (kali) hingga mencapai level sebesar 0,81% pada akhir tahun 2006. Pada awal tahun 2007 Bank Indonesia juga terus menurunkan BI rate hingga mencapai level 7% pada akhir tahun 2007, atau turun 53 basis poin dibandingkan pada akhir tahun 2006. Hingga akhir triwulan Bank Indonesia telah tetap mempertahankan BI rate di level 7%. Bank Indonesia secara bertahap dan terukur menaikan BI rate sebesar 34 basis poin hingga mencapai 0,79% pada November 2008. Suku bunga BI tertinggi terjadi pada awal periode penelitian yaitu pada bulan Januari sampai bulan April dan Agustus 2006 sebesar 1,06 %.
64
Dan terendah di mulai dari Agustus 2009 sampai akhir periode penelitian Desember 2010 sebesar 0,54%. Untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel BI rate sebagai berikut: Gambar 4.4 Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga BI 2006-2010
Sumber : Bank Indonesia berbagai tahun terbit, data diolah Menurut Cahyono (2000:117) dalam Moh. Mansur (2009:2) terdapat penjelasan mengapa kenaikan suku bunga dapat mendorong harga saham ke bawah. Pertama, kenaikan suku bunga mengubah peta hasil investasi. Kedua, kenaikan suku bunga akan memotong laba perusahaan. Hal ini terjadi dengan dua cara. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban emiten, sehingga labanya bisa terpangkas. Selain itu, ketika suku bunga tinggi, biaya produksi akan meningkat dan harga produk akan lebih mahal sehingga konsumen mungkin akan menunda pembeliannya dan menyimpan dananya di bank. Akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan perusahaan dan laba akan menekan harga saham.
65
Tabel 4.5 Indeks Dow Jones Industrial Average Tahun 2006-2010 Periode
2006
2007
2008
Januari 10864,86 12621,69 12650,36 Februari 10993,41 12268,63 12266,39 Maret 11109,32 12354,35 12262,89 April 11367,14 13062,91 12820,13 Mei 11168,31 13627,64 12638,32 Juni 11150,22 13408,62 11350,01 Juli 11185,68 13211,99 11378,02 Agustus 11381,15 13357,74 11543,55 September 11679,07 13895,63 10850,66 Oktober 12080,73 13930,01 9325,01 November 12221,93 13371,72 8829,04 Desember 12463,15 13264,82 8776,39 Sumber : IDX Statistic berbagai tahun terbit.
2009
2010
8000,86 7062,93 7608,92 8168,12 8500,33 8447 9171,61 9496,28 9712,28 9712,73 10344,84 10428,05
10067,33 10325,26 10856,63 11008,61 10136,63 9774,02 10465,94 10014,72 10788,05 11118,4 11006,02 11577,51
Berdasarkan tabel 4.6 nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) tertinggi terjadi pada periode pengamatan yaitu bulan Oktober 2007 sebesar 13930,01 sedangkan nilai DJIA terendah terjadi pada bulan Februari 2009 sebesar 7062.93. Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel DJIA untuk menunjukkan angka indeks tertinggi dan terendah, sebagai berikut:
66
Gambar 4.5 Grafik Perkembangan Indeks Dow Jones Industrial Average Tahun 2006-2010
Sumber : IDX Statistic berbagai tahun terbit, data diolah Berdasarkan grafik 4.6 terlihat bahwa nilai Dow Jones Industrial Average (DJIA) selama periode pengamatan 2006 sampai 2010 Dow Jones menunjukan trend kenaikan dimana DJIA sempat mencapai titik tertinggi pada bulan Oktober tahun 2007 dan mengalami penurunan pada bulan Oktober tahun 2008 sebesar 9325,01 poin dan mulai mengalami kenaikan lagi pada bulan November 2009 sebesar 10344,84 poin. Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan, Dow Jones Mengalami penurunan di tahun 2008 yang disebabkan oleh krisis financial akibat kasus subprime mortage dan menyebabkan perusahaan-perusahaan raksassa bangkrut. Hal ini juga berimbas pada sektor pasar modal. Selama tahun 2008, indeks Dow Jones terus mengalami penurunan dan pada akhir tahun 2008 menyentuh level 8776,39 poin atau turun 4488,43 poin, dibandingkan penutupan tahun 2007 dan merupakan posisi terendah selama 2 tahun terakhir.
67
Tahun 2009 merupakan tahun pemulihan bagi perekonomian Amerika Serikat setelah krisis financial pada tahun 2008. Hal ini terlihat pada indeks Dow Jones yang walaupun pada awal tahun masih mengalami tekanan dan bahkan mencapai titik terrendah pada bulan februari 7062,93 poin tetapi secara keseluruhan mengalami kenaikan. Sepanjang tahun 2010 indeks Dow Jones cendrung mengalami kenaikan. Namun, pada juni 2010 mengalami penurunan sebesar 9774,02 dan pada akhir periode mengalami kenaikan pada posisi 11577,51 poin. Tabel 4.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tahun 2006-2010 Periode
2006
2007
2008
Januari 1232,32 1757,26 2627,25 Februari 1230,66 1740,97 2721,94 Maret 1322,97 1830,92 2447,3 April 1464,41 1999,17 2304,52 Mei 1330 2084,32 2444,35 Juni 1310,26 2139,28 2349,1 Juli 1351,65 2348,67 2304,51 Agustus 1431,26 2194,34 2165,94 September 1534,61 2359,21 1832,51 Oktober 1582,63 2643,49 1256,7 Nopember 1718,96 2688,33 1241,54 Desember 1805,52 2745,83 1355,41 Sumber : IDX statistic berbagai tahun terbit.
2009
2010
1332,67 1285,48 1434,07 1722,77 1916,83 2026,78 2323,24 2341,54 2467,59 2367,7 2415,84 2534,36
2610,8 2549,03 2777,3 2971,25 2796,96 2913,68 3069,28 3081,88 3501,3 3635,32 3531,21 3703,51
Berdasarkan tabel 4.5 nilai IHSG tertinggi terjadi pada akhir periode pengamatan yaitu bulan Desember 2010 sebesar 3703,51 bps, sedangkan IHSG terendah terjadi pada bulan Februari 2006 sebesar 1230,66 bps. Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, di bawah ini disajikan grafik variabel IHSG untuk menunjukkan angka indeks tertinggi dan terendah, sebagai berikut:
68
Gambar 4.5 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tahun 2006-2010
Sumber : IDX statistic berbagai tahun terbit, data diolah. Berdasarkan gambar 4.5 terlihat kinerja pasar modal mengalami peningkatan dari awal periode penelitian. IHSG pada akhir tahun 2006 mencapai 1805,52 bps. Faktor domestik yang menopang adalah penurunan BI rate sejak bulan Mei dan perkembangan beberapa indikator makroekonomi yang semakin membaik. Dari sisi eksternal dipengaruhi oleh pasar saham internasional dan regional. Pada Agustus 2008 terjadi krisis global kasus kredit macet perumahan (sub-prime mortage) di AS yang ikut mengguncang pasar saham di negara lain termasuk Indonesia. Selama pertengahan tahun 2008, IHSG terus mengalami penurunan dan pada akhir tahun 2008 menyentuh level 1355,41 atau turun 1390,42 bps. Dibandingkan pada penutupan tahun 2007 dan merupakan posisi terendah selama 2 tahun terakhir. Selama pertengahan tahun 2009 pada bulan Juni sampai pertengahan tahun 2010 IHSG mengalami kenaikan dan pada akhir periode penelitian mengalami kenaikan pada posisi 3703,51 bps.
69
C. Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini penulis menganalisis data yang telah terkumpul. Data yang telah dikumpulakan tersebut berupa data IHSG dari perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia periode 2006 sampai dengan 2010 dan juga berupa data makroekonomi periode 2006 sampai dengan 2010. Hasil pengolahan data berupa informasi untuk menganalisis apakah Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs Rp terhadap US $, Suku Bunga BI) dan Indeks Dow Jones memiliki pengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta berapa besar pengaruhnya. 1. Uji Stasioneritas Langkah pertama sebelum melakukan Uji ARCH/GARCH, terlebih dahulu dilakukan uji stasioneritas data pada semua variabel yang digunakan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data time series. Data time series menyimpan berbagai permasalahan. Salah satunya adalah otokorelasi, otokerelasi ini merupakan penyebab yang mengakibatkan data tidak stasioner, sehingga apabila data di stasionerkan maka otokorelasi akan hilang dengan sendirinya. Data dinyatakan stasioner jika nilai ratarata dan varian dari data time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu atau konstan (Nachrowi, 2006:341). Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau rata-rata dan variannya konstan. (Nachrowi dan
70
Hardius Usman, 2006:340). Metode pengujian kestasioneritasan, yaitu dengan menggunakan Unit Root Test. Wing Warno Winarno (2007) suatu data menjadi stasioner jika nilai absolut statistik t (Nilai Augmented Dickey-Fuller test statistic) lebih besar dari nilai kritisnya pada berbagai tingkat kepercayaan (1%, 5% dan 10%). Dalam penelitian ini, uji stasioneritas yang digunakan adalah uji unit root ADF (Augmented Dickey-Fuller). Ide dasar dari uji stasioneritas data dengan uji akar unit dapat dijelaskan dengan model berikut ini: a. Uji stasioneritas data pada variabel Harga Emas Dunia Null Hypothesis: D(EMAS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-7.069042
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil dari Augmented Dickey Fuller (ADF) statistic diatas dapat terlihat probabilitasnya 0.0000 menunjukkan lebih kecil dari α=1% sehingga data sudah stasioner atau dengan melihat nilai statistic ADF untuk variabel harga emas dunia adalah sebesar -7.069042 lebih besar dari nilai kritis MacKinnon yaitu pada α = 1% sebesar -3.548208 , α = 5% sebesar -2.912631 dan α =10% sebesar -2.594027, dengan panjang kelambanan berdasarkan kriteria Schwarz Info Criterion (SIC).
71
Dengan demikian hipotesis Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel harga emas sudah stasioner pada tingkat diferensi pertama, oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi data. b. Uji stasioneratitas data pada variabel Inflasi Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-6.048881
0.0000
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil dari Augmented Dickey Fuller (ADF) statistic diatas dapat terlihat probabilitasnya 0.0000 menunjukkan lebih kecil dari α=1% sehingga data sudah stasioner atau dengan melihat nilai statistic ADF untuk variabel Inflasi adalah sebesar -6.048881 lebih besar dari nilai kritis MacKinnon yaitu pada α = 1% sebesar -3.548208, α = 5% sebesar 2.912631
dan α = 10% sebesar -2.594027, dengan panjang kelambanan
berdasarkan kriteria SIC (Schwarz Info Criterion). Dengan demikian hipotesis Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi sudah stasioner pada tingkat diferensi pertama, oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi data.
72
c. Uji stasioneritas data pada variabel Kurs Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-6.597469
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.550396
5% level
-2.913549
10% level
-2.594521
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil dari Augmented Dickey Fuller (ADF) statistic diatas dapat terlihat probabilitasnya 0.0000 menunjukkan lebih kecil dari α=1% sehingga data sudah stasioner atau dengan melihat nilai statistic ADF untuk variabel Kurs adalah sebesar -6.597469 lebih besar dari nilai kritis MacKinnon yaitu pada α = 1% sebesar -3.550396, α = 5% sebesar 2.913549
dan α =10% sebesar -2.594521, dengan panjang kelambanan
berdasarkan kriteria SIC (Schwarz Info Criterion). Dengan demikian hipotesis Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Kurs sudah stasioner pada tingkat tingkat diferensi pertama, oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi data.
73
d. Uji stasioneritas data pada variabel tingkat suku bunga BI Null Hypothesis: D(BIRATE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.390209
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil dari Augmented Dickey Fuller (ADF) statistic diatas dapat terlihat probabilitasnya 0.0000 menunjukkan lebih kecil dari α=1% sehingga data sudah stasioner atau dengan melihat nilai statistic ADF untuk variabel Birate adalah sebesar -5.390209 lebih besar dari nilai kritis MacKinnon yaitu pada α = 1% sebesar -3.548208 , α = 5% sebesar 2.912631
dan α =10% sebesar -2.594027, dengan panjang kelambanan
berdasarkan kriteria SIC (Schwarz Info Criterion). Dengan demikian hipotesis Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Birate sudah stasioner pada tingkat diferensi pertama, oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi data.
74
e. Uji stasioneritas pada variabel Dow Jones
Null Hypothesis: D(DJIA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-3.061907
0.0354
Test critical values:
1% level
-3.552666
5% level
-2.914517
10% level
-2.595033
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil dari Augmented Dickey Fuller (ADF) statistic diatas dapat terlihat probabilitasnya 0.0354 menunjukkan lebih kecil dari α=5% sehingga data sudah stasioner atau dengan melihat nilai statistic ADF untuk variabel IHSG
sebesar -3.061907 lebih besar dari nilai kritis
MacKinnon yaitu pada α = 5% sebesar -2.914517 dan α =10% sebesar 2.595033,
dengan panjang kelambanan berdasarkan kriteria SIC (Schwarz
Info Criterion). Dengan demikian hipotesis Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel IHSG sudah stasioner pada tingkat tingkat diferensi pertama, oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi data.
75
f. Uji stasioneritas data pada variabel IHSG
Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-5.822207
0.0000
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil dari Augmented Dickey Fuller (ADF) statistic diatas dapat terlihat probabilitasnya 0.0000 menunjukkan lebih kecil dari α=1% sehingga data sudah stasioner atau dengan melihat nilai statistic ADF untuk variabel IHSG
sebesar -5.822207 lebih besar dari nilai kritis
MacKinnon yaitu pada α = 1% sebesar -3.548208, α = 5% sebesar 2.912631
dan α =10% sebesar -2.594027, dengan panjang kelambanan
berdasarkan kriteria SIC ( Schwarz Info Criterion). Dengan demikian hipotesis Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel IHSG sudah stasioner pada tingkat tingkat diferensi pertama, oleh karena itu tidak perlu dilakukan transformasi data.
76
2. Uji ARCH/GARCH Setelah dilakukan uji stasioneritas data pada seluruh variabel dan diyakini bahwa seluruh variabel tersebut sudah stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji GARCH untuk menjelaskan pengaruh variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dan berapa besar pengaruhnya. Untuk memilih model yang paling layak, maka dilakukan proses trial dan error atau mencoba beberapa kemungkinan model, sehingga menghasilkan model yang terbaik (Nachrowi dan Usman, 2007:424). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memilih model yang terbaik, yaitu memilih model yang terbaik R-squared yang lebih tinggi dan melihat Aikake Info Criterion (AIC) dan Schwarz Info Criterion (SIC) yang lebih rendah, masukan nilai kedalam persamaan (Wing Wahyu, 2008:8.21). Penulis mencoba beberapa model diantaranya: GARCH (0,1) (0,2) (1,1) (1,2) dan TARCH (0,1) (0,2) (1,1) (1,2). Berikut ini akan dijelaskan hasil outputnya sebagai berikut :
77
Dibawah ini hasil output Uji GARCH (0,1) sebagai berikut : Tabel 4.7 Uji GARCH (0,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:31 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 35 iterations GARCH = C(7) + C(8)*GARCH(-1)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
238.9853
1369.450
0.174512
0.8615
EMAS
2.069845
0.312735
6.618522
0.0000
INFLASI
12457.70
20616.86
0.604248
0.5457
KURS
-0.107670
0.060301
-1.785537
0.0742
BIRATE
-130221.5
69910.06
-1.862701
0.0625
DJIA
0.179736
0.023962
7.500831
0.0000
Variance Equation
C
453.0374
2227.177
0.203413
0.8388
GARCH(-1)
0.990555
0.114313
8.665302
0.0000
R-squared
0.951997
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.945535
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
155.1396
Akaike info criterion
13.01565
Sum squared resid
1251552.
Schwarz criterion
13.29490
F-statistic
147.3225
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-382.4695 0.866425
78
Berdasarkan tabel 4.7 variabel Harga Emas dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probablitasnya lebih kecil dari α=5%, sedangkan variabel Inflasi, Kurs dan BI rate menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5% (Wing Wahyu, 2007:8.8). Model GARCH (0.1) memiliki nilai R2 sebesar 94,55% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel makroekonomi (inflasi, kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 94,55%, sedangkan sisanya sebesar 5,45% di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) masingmasing sebesar 13,01 dan 13,29 karena untuk menghasilkan model GARCH yang paling layak adalah memiliki nilai R2 yang paling tinggi, nilai AIC dan SIC yang paling rendah (Wing Wahyu, 2008:8.23). Maka akan di coba model berikutnya hingga dihasilkan model yang paling layak. Tabel 4.8 UJI GARCH (0,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:35 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 35 iterations GARCH = C(7) + C(8)*GARCH(-1) + C(9)*GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
210.5461
1356.854
0.155172
0.8767
EMAS
2.087866
0.308770
6.761870
0.0000
INFLASI
13113.75
20749.17
0.632013
0.5274
KURS
-0.108046
0.059346
-1.820610
0.0687
BIRATE
-129879.7
69975.01
-1.856087
0.0634
DJIA
0.180713
0.023752
7.608312
0.0000
Variance Equation
79
C
1109.854
4951.305
0.224154
0.8226
GARCH(-1)
-0.076585
0.086535
-0.885014
0.3761
GARCH(-2)
1.047944
0.189931
5.517513
0.0000
R-squared
0.952036
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.944512
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
156.5898
Akaike info criterion
13.04490
Sum squared resid
1250539.
Schwarz criterion
13.35905
F-statistic
126.5358
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-382.3470 0.872727
Berdasarkan tabel 4.8 variabel Harga Emas dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probabilitasnya lebih kecil dari α=5%, sedangkan variabel Inflasi, Kurs dan BI rate menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5%. Model GARCH (0,2) tidak lebih baik dari model GARCH (0,1) karena memiliki nilai R2 lebih kecil dari model sebelumnya sebesar 94,45% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 94,45% sedangkan sisanya sebesar 5,55 % di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) sebesar 13,04 dan 13,35 Maka akan di coba model berikutnya hingga dihasilkan model yang paling tepat.
80
Tabel 4.9 UJI GARCH (1,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:30 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Failure to improve Likelihood after 23 iterations GARCH = C(7) + C(8)*RESID(-1)^2 + C(9)*GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
124.6928
948.8957
0.131408
0.8955
EMAS
2.112034
0.222149
9.507278
0.0000
INFLASI
10254.23
16324.06
0.628167
0.5299
KURS
-0.103805
0.045177
-2.297734
0.0216
BIRATE
-131038.3
49632.13
-2.640191
0.0083
DJIA
0.185969
0.019312
9.629687
0.0000
Variance Equation C
15672.95
9417.227
1.664285
0.0961
RESID(-1)^2
0.518076
0.338170
1.531998
0.1255
GARCH(-1)
-0.269705
0.298105
-0.904730
0.3656
R-squared
0.951984
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.944452
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
156.6746
Akaike info criterion
13.00444
Sum squared resid
1251894.
Schwarz criterion
13.31859
F-statistic
126.3920
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-381.1333 0.870661
Berdasarkan tabel 4.9 GARCH (1.1) sudah menunjukan model yang cukup baik dari model sebelumnya. Variabel Harga Emas, kurs, BI rate dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probabilitasnya lebih kecil dari α=5%,
81
sedangkan variabel inflasi menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5% (Wing Wahyu, 2007:8.8). Model GARCH (1.1) memiliki nilai R2 lebih rendah dari model sebelumnya yaitu sebesar 94,44% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 94,44%, sedangkan sisanya sebesar 5,56% di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) masing-masing sebesar 13,00 dan 13,31. Berikutnya akan dicoba model GARCH (1,2), dengan hasil output sebagai berikut: Tabel 4.10 UJI GARCH (1,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:37 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Failure to improve Likelihood after 20 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(7) + C(8)*RESID(-1)^2 + C(9)*GARCH(-1) + C(10) *GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
282.8013
185.1886
1.527099
0.1267
EMAS
2.157265
0.118052
18.27382
0.0000
INFLASI
10914.27
14856.93
0.734625
0.4626
KURS
-0.118668
0.018383
-6.455343
0.0000
BIRATE
-130775.5
33481.82
-3.905867
0.0001
DJIA
0.180006
0.012981
13.86710
0.0000
Variance Equation
82
C
13434.73
13584.89
0.988947
0.3227
RESID(-1)^2
0.579008
0.361402
1.602117
0.1091
GARCH(-1)
-0.355275
0.323090
-1.099618
0.2715
GARCH(-2)
0.251513
0.271402
0.926718
0.3541
R-squared
0.951748
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.943063
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
158.6205
Akaike info criterion
13.02586
Sum squared resid
1258023.
Schwarz criterion
13.37492
F-statistic
109.5818
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-380.7759 0.895605
Berdasarkan tabel 4.10 variabel Harga Emas, kurs, BI rate dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probablitasnya lebih kecil dari α=5%, sedangkan variabel inflasi menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5% (Wing Wahyu, 2007:8.8). Model GARCH (1.2) memiliki nilai R2 lebih rendah dari GARCH (1,1), (0,1) dan (0,2) yaitu sebesar 94,30% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 94,30%, sedangkan sisanya sebesar 5,70% di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) masing-masing sebesar 13,02 dan 13,37. Berikutnya akan dicoba model TARCH (0,1), dengan hasil output sebagai berikut:
83
Tabel 4.11 UJI TARCH (0,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:42 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 427 iterations Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance GARCH = C(8) + C(9)*GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
@SQRT(GARCH)
105.9955
300.4165
0.352829
0.7242
C
-15259.49
43071.17
-0.354286
0.7231
EMAS
2.204570
0.449397
4.905614
0.0000
INFLASI
6876.263
13977.76
0.491943
0.6228
KURS
-0.053778
0.043003
-1.250579
0.2111
BIRATE
-158524.3
43161.82
-3.672791
0.0002
DJIA
0.202810
0.023693
8.560079
0.0000
Variance Equation C
2524.300
450.7883
5.599746
0.0000
GARCH(-1)
0.870538
0.002427
358.6875
0.0000
R-squared
0.956349
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.949502
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
149.3829
Akaike info criterion
12.99256
1138077.
Schwarz criterion
13.30671
F-statistic
139.6697
Prob(F-statistic)
0.000000
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
-380.7769 0.937463
Berdasarkan tabel 4.11 variabel Harga Emas, BI rate dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probablitasnya lebih kecil dari α=5%, sedangkan variabel Inflasi dan Kurs menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5% (Wing Wahyu, 2007:8.8). Model
84
TARCH (0.1) memiliki nilai R2 lebih tinggi dari model GARCH (0,1), (0,2), (1,1) dan (1,2) yaitu sebesar 94,95% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 94,95%, sedangkan sisanya sebesar 5,05% di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) masing-masing sebesar 12,99 dan 13,30. Berikutnya akan dicoba model TARCH (0,2) agar didapatkan model yang tepat dengan hasil output sebagai berikut: Tabel 4.12 Uji TARCH (0,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:44 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 72 iterations Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance GARCH = C(8) + C(9)*GARCH(-1) + C(10)*GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
@SQRT(GARCH)
-9.193425
9.656851
-0.952011
0.3411
C
1612.452
1576.357
1.022898
0.3064
EMAS
2.090764
0.212058
9.859418
0.0000
INFLASI
12199.46
10272.66
1.187565
0.2350
KURS
-0.116173
0.041973
-2.767801
0.0056
BIRATE
-133997.8
36081.50
-3.713753
0.0002
DJIA
0.178676
0.022778
7.844292
0.0000
Variance Equation
85
C
15289.45
1113.999
13.72483
0.0000
GARCH(-1)
1.226154
0.018278
67.08194
0.0000
GARCH(-2)
-1.021087
0.007312
-139.6500
0.0000
R-squared
0.959178
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.951830
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
145.8981
Akaike info criterion
12.95812
Sum squared resid
1064313.
Schwarz criterion
13.30718
F-statistic
130.5373
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-378.7437 0.925429
Berdasarkan tabel 4.12 variabel Harga Emas, Kurs, BI rate dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probablitasnya lebih kecil dari α=5%, sedangkan variabel Inflasi menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5% (Wing Wahyu, 2007:8.8). Model TARCH (0.2) memiliki nilai R2 lebih tinggi dari GARCH (0,1), (0,2), (1,1), (1,2) dan TARCH (0,1) yaitu sebesar 95,18% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 95,18%, sedangkan sisanya sebesar 4,82% di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) masing-masing sebesar 12,95 dan 13,30. Berikutnya akan dicoba model TARCH (1,1) agar didapatkan model yang tepat dengan hasil output sebagai berikut:
86
Tabel 4.13 UJI TARCH (1,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:47 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 25 iterations GARCH = C(8) + C(9)*RESID(-1)^2 + C(10)*GARCH(-1)
@SQRT(GARCH) C EMAS INFLASI KURS BIRATE DJIA
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-8.496134 770.5128 2.184574 11605.55 -0.053202 -131663.8 0.196211
1.104277 59.61538 0.128165 15565.04 0.019576 31582.41 0.006673
-7.693843 12.92473 17.04505 0.745616 -2.717749 -4.168896 29.40536
0.0000 0.0000 0.0000 0.4559 0.0066 0.0000 0.0000
3.123668 4.878159 1.802837
0.0018 0.0000 0.0714
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1)
13379.39 0.195213 0.269408
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.961713 0.954821 141.2960 998227.4 -378.5072 1.389923
4283.231 0.040018 0.149436 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2170.142 664.7567 12.95024 13.29930 139.5471 0.000000
Berdasarkan hasil estimasi uji TARCH (1,1) Menunjukan bahwa dari kelima variabel bebas yakni Harga Emas, Inflasi, Kurs, BI rate dan Indeks Dow Jones hanya satu variabel yang tidak signifikan yaitu Inflasi. Titik c (intercept) mempunyai pengaruh yang signifikan dengan probabilitasnya lebih kecil dari α=5% (Wing Wahyu, 2008,8.16). dengan hasil analisis tersebut, nilai Threshold
87
ARCH atau yang dikenal dengan TARCH (1,1) adalah model yang relatif paling layak di buktikan dengan variabel hampir semua variabel yang digunakan seperti Harga Emas, Kurs, BI rate dan Dow Jones signifikan pada probabilitas lebih kecil dari α=5%. Selain itu pemilihan model TARCH (1,1) merupakan model yang paling layak dibuktikan dengan R2 95,48% yang dapat diartikan, bahwa model tersebut mampu menjelaskan hubungan antar variabel independen terhadap variabel dependen, adapun untuk nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) pada model TARCH (1,1) menunjukan AIC sebesar 12,95 sedangkan SIC sebesar 13,29. Dengan model persamaan uji TARCH (1,1) sebagai berikut: IHSG = 770,5128 + 2,184574 EMAS + 11605,55 INFLASI - 0,053202 KURS -131663,8 BIRATE + 0,196211 DJIA -8,496134σt Hasil ini juga dibuktikan dengan hasil pengujian sebelumnya dilakukan dengan menggunakan TARCH (1,1) adalah model yang relatif lebih baik dibandingkan dengan model sebelumnya. Untuk memastikan model TARCH (1,1) adalah model yang paling layak maka akan dilakukan Uji TARCH (1,2) sebagai pembanding dengan hasil yang telah diperoleh pada model TARCH (1,1). Hasil output Uji TARCH (1,2) :
88
Tabel 4.14 UJI TARCH (1,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:49 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 16 iterations GARCH = C(8) + C(9)*RESID(-1)^2 + C(10)*GARCH(-1) + C(11) *GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
@SQRT(GARCH)
-9.559483
0.037575
-254.4135
0.0000
C
887.3448
100.6189
8.818867
0.0000
EMAS
2.210004
0.105344
20.97902
0.0000
INFLASI
11581.00
17803.32
0.650496
0.5154
KURS
-0.053079
0.002544
-20.86526
0.0000
BIRATE
-131673.7
37834.99
-3.480210
0.0005
DJIA
0.199170
0.010031
19.85555
0.0000
Variance Equation C
13181.74
3889.717
3.388869
0.0007
RESID(-1)^2
0.140727
0.062889
2.237699
0.0252
GARCH(-1)
0.263075
0.122883
2.140852
0.0323
GARCH(-2)
0.067183
0.117739
0.570605
0.5683
R-squared
0.961191
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.953271
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
143.6997
Akaike info criterion
12.98979
Sum squared resid
1011830.
Schwarz criterion
13.37375
F-statistic
121.3600
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-378.6937 1.289421
89
Berdasarkan tabel 4.14 variabel Harga Emas, kurs, BI rate dan DJIA mempunyai pengaruh yang signifikan yaitu probablitasnya lebih kecil dari α=5%, sedangkan variabel Inflasi menunjukan pengaruh yang tidak signifikan karena nilai probabilitasnya jauh lebih besar dari α=5% (Wing Wahyu, 2007:8.8). Model TARCH (1,2) memiliki nilai R2 lebih rendah dari TARCH (1,1) yaitu sebesar 95,32% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel makroekonomi (Inflasi, kurs, Birate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 95,32%, sedangkan sisanya sebesar 4,68% di jelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selain itu nilai AIC (Aikake Info Criterion) dan SIC (Schwarz Info Criterion) masing-masing sebesar 12,98 dan 13,37. Tabel 4.15 Tabel Hasil Dari Beberapa Alternatif Model
Model
R2
Aikake
Schwarz
Garch (0,1)
94,55
13,01
13,29
Garch (0,2)
94,45
13,04
13,35
Garch (1,1)
94,44
13,00
13,31
Garch (1,2)
94,30
13,02
13,37
Tarch (0,1)
94,95
12,99
13,30
Tarch (0,2)
95,18
12,95
13,30
Tarch (1,1)
95,48
12,95
13,29
Tarch (1,2)
95,32
12,98
13,37
Dari beberapa alternatif model di atas didapatkan model yang dinyatakan relatif paling layak yaitu model TARCH (1,1) karena mempunyai nilai R-squared paling tinggi, Aikake Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SIC) paling rendah (Wing Wahyu,2008:8.21). Dari tabel tersebut terlihat model TARCH (1,1)
90
memenuhi kriteria tersebut, dibuktikan dengan nilai R2 sebesar 95,48% nilai AIC 12,95 dan SIC sebesar 13,29. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dengan hasil penelitian Model TARCH (1,1) merupakan model yang paling layak dibuktikan dengan variabel yang digunakan dalam penelitian yang terdiri dari variabel independen (harga emas dunia, inflasi, kurs, suku bunga BI) dan variabel dependen IHSG. Hanya satu variabel yang tidak signifikan yaitu inflasi karena probabilitas lebih besar dari α= 5%. Selain itu, model TARCH (1,1) memiliki nilai R2 adjusted lebih tinggi dibandingkan dengan model yang sebelumnya yaitu 95,48% yang artinya variasi variabel Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (inflasi, kurs, Birate) dan Indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 95,48% dan sisanya sebesar 4,52% dijelaskan oleh faktor lainya yang tidak diteliti. Model TARCH (1,1) juga memiliki nilai AIC 12,95 dan SIC sebesar 13,29. Model persamaan TARCH (1,1) sebagai berikut : IHSG = 770,5128 + 2,184574 EMAS + 11605,55 INFLASI -0,053202 KURS -131663,8 BIRATE + 0,196211 DJIA -8,496134σt Dengan penjelasan sebagai berikut : Nilai konstanta sebesar 770,5128 menyatakan bahwa apabila tidak terdapat variabel Harga Emas Dunia, Inflasi, Kurs, BI rate dan Indeks Dow Jones maka IHSG sebesar 770,5128. 1. Variabel Harga Emas Dunia memiliki coefficient positif dan berpengaruh signifikan terhadap IHSG dengan probabilitas lebih kecil dari α =5%. Besarnya koefisien harga emas dunia sebesar 2,184574 yang artinya
91
apabila terjadi kenaikan harga emas dunia sebanyak satu dollar maka akan mengakibatkan kenaikan IHSG sebesar 2,184574. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Graham Smith (2001) Harga emas dunia memliki pengaruh yang negatif terhadap indeks harga saham di Amerika Serikat. Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Ardian Agung Witjaksono (2010:122) harga emas mempunyai pengaruh yang signifikan disebabkan selama periode pengamatan perekonomian dunia senantiasa
mengalami
pertumbuhan
tiap
tahunnya.
Peningkatan
pertumbuhan ekonomi ini tentunya akan meningkatkan pendapatan ratarata masyarakat. Di Indonesia sendiri selama tahun 2002-2007, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mengalami kenaikan antara 7%-12% pertahunnya (bappenas.go.id). dapat diartikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum meningkat Peningkatan kesejahteraan ini mengakibatkan masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan diversifikasi investasi untuk mengurangi resiko. Salah satu keunggulan dari berinvestasi pada emas adalah nilainya yang cenderung naik, selain itu pemilik emas dapat dengan mudah menjualnya kapan saja ia membutuhkan dana tanpa mengalami kerugian yang besar. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Gary Twite (2002) bahwa kenaikan harga emas akan mendorong kenaikan indeks harga saham. 2. Variabel Inflasi memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap IHSG dengan probabilitas lebih besar dari α =5%. Sesuai dengan penelitian Sirait dan
92
siagian (2002) mengemukakan bahwa kenaikan inflasi dapat menurunkan capital gain yang menyebabkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh investor.
Disisi
perusahaan
terjadi
peningkatan
inflasi,
dimana
peningkatannya tidak dapat dibebankan kepada konsumen, dapat menurunkan tingkat pendapatan perusahaan. Hal ini berarti resiko yang akan dihadapi perusahaan akan lebih besar untuk tetap berinvestasi dalam bentuk saham, sehingga permintaan terhadap saham akan turun. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas dipasar modal menjadi komoditi yang kurang menarik hal ini berarti inflasi berhubungan tidak signifikan dengan return saham. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pananda Pasaribu dkk (2009) hasil penelitiannya menunjukan inflasi tidak signifikan terhadap tingkat pengembalian saham. Tetapi, hasil penelitin ini tidak sesui dengan penelitian yang dilakukan oleh Titman dan warga (1989) dalam Zainal Arifin (2007:155) yang menyatakan adanya hubungan yang positif antara return saham dan tingkat inflasi dimasa yang akan datang. Temuan ini menunjukkan bahwa return telah memprediksi perubahan tingkat harga di masa yang akan datang atau dengan kata lain naik turunnya harga saham merupakan prediksi tinggi dan rendahnya tingkat inflasi. 3. Variabel Kurs memiliki coefficient yang negatif dan berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari α=5%. Besarnya koefisien kurs sebesar -0,053202, menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan pada kurs sebesar satu Rp/dollar, maka akan terjadi penurunan
93
pada IHSG sebesar 0,053202. Tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirait dan siagian (2002) Pengaruh nilai tukar Rp terhadap USD dapat menjadi positif terhadap IHSG. Jika rupiah mengalami penguatan (apresiasi) maka akan menurunkan kemampuan domestik dalam persaingan diperdagangan dunia karena mata uang domestik menjadi relatif lebih mahal. Hal ini berlaku jika sebagian saham yang tercatat di BEI adalah saham-saham yang berorientasi ekspor dan mempunyai aset dalam mata uang asing maka akan berpengaruh IHSG turun. Tetapi, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nachrowi dan Usman (2007) pengaruh negatif dari nilai tukar terhadap IHSG dapat dijelaskan sebagai berikut, pada saat rupiah terpuruk (terutama investor asing ) cendrung memilih memegang dollar sehingga mereka segera melepas sahamnya di pasar modal untuk dialihkan ke valuta asing. Akibatnya, terjadi panic selling di Bursa Efek sehingga IHSG cendrung turun. Sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi Frensidy (2009) pendekatan tradisional menyatakan pergerakan nilai kurs (tukar) akan mempengaruhi daya saing internasional dan neraca pembayaran. Pengaruh ini akan berimbas pada aliran kas perusahaan dan harga sahamnya. 4. Variabel BI rate memiliki coefficient yang negatif dan berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari α=5%. Hasil estimasi menunjukan hubungan BI rate dengan IHSG adalah negatif dan signifikan dengan nilai koefisien sebesar. Dimana setiap kenaikan 1% akan
94
menyebabkan penurunan IHSG sebesar 131663,8 poin. Signifikannya hubungan antara BI rate dan IHSG menunjukan bahwa investor memperhatikan BI rate jika hendak berinvestasi di pasar modal. Hal ini mengindikasikan tidak ada hubungan subtistusi antara sektor perbankan dengan pasar modal, tetapi merupakan komplementer dari perbankan. Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Sehingga pasar modal dan perbankan dapat berjalan beriringan tanpa ada persaingan yang cukup berarti (Ishomudin, 2010:165). Hasil estimasi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Pananda Pasaribu Dkk (2009:5) mengenai
tingkat
pengembalian
pasar
saham
terhadap
variabel
makroekonomi dimana salah satu variabelnya tingkat bunga. Hasil penelitian menunjukan bahwa umumnya mempunyai hubungan yang negatif dengan bursa saham. Bila pemerintah mengumumkan tingkat bunga yang lebih tinggi maka investor akan menjual sahamnya dan mengganti pada instrumen berpendapatan tetap yang memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi. 5.
Variabel Dow Jones memiliki coefficient yang positif dan berpengaruh signifikan dengan nilai probabilitas lebih kecil dari α=5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nachrowi dan Usman (2007) koefisien pada variabel Dow Jones positif, yang berarti hubungan antara Indeks Dow Jones terhadap IHSG searah. Pengaruh Dow Jones terhadap IHSG secara tidak langsung memberikan gambaran betapa kuatnya pengaruh kinerja Dow Jones terhadap Indonesia. Dengan koefisien sebesar 0,196211
95
memberi arti bahwa pada setiap kenaikan 100 poin Indeks Dow Jones akan mengakibatkan IHSG naik hampir 1,96 poin.
96
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Model yang layak menggambarkan pengaruh variabel independen Harga Emas Dunia, variabel Makroekonomi (Inflasi, Kurs, BI rate) dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG adalah model TARCH (1,1). Hasil pengujian model TARCH (1,1) menunjukan variabel independen Harga Emas Dunia, Kurs, BI rate mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG sedangkan variabel inflasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan. 2. Model TARCH (1,1) adalah model yang paling layak menjelaskan pengaruh variabel independen (Harga Emas Dunia, Inflasi, Kurs, BI rate dan indeks Dow Jones terhadap variabel dependen (IHSG), dibuktikan dengan nilai R2 yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang telah dilakukan sebelumnya sebesar 95,48%, yang artinya variabel Harga Emas Dunia, Inflasi, Kurs, BI rate dan indeks Dow Jones dalam menjelaskan variasi variabel IHSG sebesar 95,48%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang telah diteliti, nilai AIC (Aikake Info Criterion) sebesar 12,95 dan SIC (Schwarz Info Criterion) sebesar 13,29. Karena model yang paling layak adalah model yang memiliki R2 yang paling tinggi, nilai AIC dan SIC yang paling rendah.
97
B. Implikasi. Bagi Akademisi Perlu diadakan penelitian selanjutnya mengenai pengaruh-pengaruh faktor makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan menambah periode penelitian dan faktor-faktor makro lainnya serta dapat ditambahkan pula indeks regional lainnya sebagai proxy serta konseptualisasi model yang berbeda. Bagi Investor Sebaiknya investor melakukan analisis yang lebih mendalam dan memiliki informasi yang cukup dalam melakukan investasi sehingga tidak salah dalam menentukan dan menerapkan strategi dalam berinvestasi dipasar modal.
98
DAFTAR PUSTAKA Abi, Anwar, Muhammad.”Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Harga Emas di Indonesia dengan Error Correction Model Periode 1999.1 – 2007. 6”, Tesis FEUI, depok, 2008. Agung, Wijaksono Ardian. “Analisis Pengaruh Suku Bunga SBI, Kurs Rupiah dan Dow Jones Terhadap IHSG”. Skripsi UNDIP, Jakarta, 2010. Anoraga, Panji dan Piji Pakarti.”Pengantar Pasar Modal”, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Anoraga, Panji.”Pengantar Pasar Modal”, Jakarta:Rineka Cipta, 2006. Bank Indonesia, “Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia”, beberapa tahun terbitan. , “Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia”, beberapa tahun terbitan Bepa, Saputra, Handika. “Analisis pengaruh Fluktuasi Harga Minyak Mentah Dunia, Kurs, dan Inflasi Terhadap Perdagangan Saham di Pasar Modal Syariah(JII) dan Pasar Modal Konvensional(IHSG)”, Skripsi Ekonomi UIN Syahid, Jakarta, 2010. Chairunnisa. “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga SBI, Suku Bunga Deposito, Kurs Valas dan Harga Emas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG), Jakarta Islamic Indeks(JII) dan Indeks LQ-45”, Skripsi Ekonomi UIN Syahid, Jakarta, 2010. Ciner, Cetin.”Hadges and Safe Heaven-An Eximination of Stock, Bond, Oil, Gold and Dollar”. School of Business, Trinity Collage, Durbin, 2010 Darmawi, Hermawan.“Pasar Financial dan Lembaga-Lembaga Finansial”. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006 Dipraja,
Sholeh.”siapa bilang INVESTASI Jakarta:Tangga Pustaka, 2011
EMAS
butuh
modal
gede,
Frensidy, Budi.”Analisis Pengaruh Aksi Jual-Beli Asing, Kurs, Indeks Hangseng Terhadap IHSG di BEJ model GARCH, 2009. Gujarati, N Demodar.”Dasar-dasar Ekonometrika”,Penerbit Erlangga, 2006. Hadi, Hamdy. “Manajemen Keuangan Internasional”, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2008)
99
Hartono, Jogyanto.”Teori Portofolio dan Analisis Investasi Edisi 6”. Yogyakarta: BPFE, 2009. Husnan, Suad. “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta, 2004 Indah, Dewi indriani. “Analisis Pengaruh variabel makroekonomi Terhadap IHSG di BEJ periode 1999.1-2007.7, Skripsi UNDIP, Semarang, 2008. Irsan, M. Nasarudin, Surya Indra, Yustiavandana, Ivan, Nefi, Ahmad dan Adiwarman.” Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia”. Edisi 1 kencana,Jakarta, 2008. Ishomuddin. “Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Dalam dan Luar Negeri Terhadap IHSG menggunakan ARCH/GARCH periode 1999.12009.12”, Skripsi FE UNDIP, Semarang, 2010 Kuncoro, Mudrajad.”Manajemen Keuangan Internasional Pengantar Ekonomi dan Global Edisi 2”. Yogyakarta: BPFE, 2001. Levin, Eric J and Wright, Robert E.”Short Run and Long Run Determinants of The Price of Gold”. London: WGC(Word Gold Council, 2006. Mansur, Moh.”Pengaruh Tingkat Suku Bunga BI dan Kurs Dollar AS terhadap IHSG di BEJ Periode Tahun 2000-2002”. Jurnal 2009 Manurung, Adler Haymans,” Kepemilikan Asing Mempengaruhi Volatilitas Kurs Dollar”. Jurnal ABFI Institute Perbanas, Juli 2010. Mishikin, Fredric,S. “Ekonomi, Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan”, Jakarta: Salemba Empat, 2008. Murni, Asfia. “Ekonomika Makro”, Bandung: PT Refika Aditama, 2006. Nachrowi, N.D, dan Hardius Usman.”Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2006 Nachrowi, N.D, dan Hardius Usman.”Prediksi IHSG dengan Model ARCH dan Model ARIMA”. Jurnal Ekonomi dan Pengembangan Indonesia, 2007. Oktavia, Ana.”Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah/USD dan Tingkat Suku Bunga BI Terhadap IHSG di BEJ”. Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2007. Pasaribu, Pananda dkk.”Pengaruh IHSG”,2009
Variabel
Makro
Ekonomi
Terhadap
100
Rodoni, Ahmad dan Herni Ali, “Manajemen Keuangan”, Jakarta:Mitra Wacana Media, 2010. Romadhan, Domi. “Analisis Emas Sebagai Lindung Nilai Atas Resiko nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS : Studi Kasus Tabungan Haji Dengan Menggunakan Emas”, Skripsi FEUI, Depok, 2010. Samuelson, Paul A dan William Nordhaus.” Ilmu Makro Ekonomi”, Jakarta: PT Media Global Edukasi, 2004. Sirait, Siagian D.”Analisis Keterkaitan sektor rill, sektor moneter dan Sektor Luar Negeri dengan Pasar Modal studi empiris di BEJ”. Jurnal ekonomi dan perusahaan vol 9 no 2 hal 207-232. Situmorang, Pulus.“Pengantar Pasar Modal”, Mitra Wacana Media Jakarta, 2008 Smith, Graham.”The Price of Gold and Stock Prices Indices for United States”,2001. Available : www.ideasrepec.org. Sukirno, Sadono .“Teori Pengantar Makroekonomi”. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008. Sukirno, Sadono, “Pengantar Teori Makro Ekonomi Edisi Ke-2.” Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002 Sunariyah.” Pengantar Pengetahuan Pasar Modal Edisi keenam”,Yogjakarta: UPP STIN YKPN, 2011. Tandelilin, Eduardus. “Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi”. Edisi Pertama, Kanisius, 2010. Tanuwidjaja, William.”Cara Cerdas Investasi Emas”. Yogyakarta : Media Pressindo, 2009. Teguh, Muhammad.”Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Twite, Gary.”Gold Prices, Exchange Rates, Gold Stock and Gold Premium”,2002. Available : www.ideasrepec.org Widarjono,Agus.“Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi”. Yogyakarta:Ekonisia, 2009. Winarno, Wing Wahyo.”Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EVIEWS”. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2007. Zakaria, Junaiddin, “Pengantar Teori Ekonomi Makro”. Jakarta: Gaung Persada Press, Agustus 2009.
101
Publikasi Kompas.com Kontan.com
102
LAMPIRAN 1 DATA MENTAH Indikator Periode Jan-06
IHSG 1232,32
EMAS 549,86
INFLASI 0,0142
KURS 9395
BI rate 0,0106
DJIA 10864,86
Feb
1230,66
555,00
0,0149
9230
0,0106
10993,41
Mar
1322,97
557,09
0,0131
9075
0,0106
11109,32
Apr
1464,41
610,65
0,0128
8775
0,0106
11367,14
Mei
1330
676,51
0,0130
8220
0,0104
11168,31
Jun
1310,26
596,15
0,0129
9300
0,0104
11150,22
Jul
1351,65
633,77
0,0126
9070
0,0102
11185,68
Agus
1431,26
632,59
0,0124
9100
0,0106
11381,15
Sept
1534,61
598,19
0,0121
9235
0,0094
11679,07
Okt
1582,63
585,78
0,0052
9110
0,0090
12080,73
Nov
1718,96
627,83
0,0044
9165
0,0085
12221,93
Des
1805,52
629,79
0,0055
9020
0,0081
12463,15
Jan-07
1757,26
631,17
0,0052
9090
0,0079
12621,69
Feb
1740,97
664,75
0,0053
9160
0,0077
12268,63
Mar
1830,92
654,90
0,0054
9118
0,0075
12354,35
Apr
1999,17
679,37
0,0052
9083
0,0075
13062,91
Mei
2084,32
666,86
0,0050
8828
0,0073
13627,64
Jun
2139,28
655,49
0,0048
9054
0,0071
13408,62
Jul
2348,67
665,30
0,0051
9186
0,0069
13211,99
Agus
2194,34
665,41
0,0054
9410
0,0069
13357,74
103
Sep
2359,21
712,65
0,0058
9137
0,0069
13895,63
Okt
2643,49
754,60
0,0057
9103
0,0069
13930,01
Nov
2688,33
806,25
0,0056
9376
0,0069
13371,72
Des
2745,83
803,20
0,0055
9419
0,0067
13264,82
Jan-08
2627,25
889,60
0,0061
9291
0,0067
12650,36
Feb
2721,94
922,30
0,0062
9051
0,0067
12266,39
Mar
2447,3
968,43
0,0068
9217
0,0067
12262,89
Apr
2304,52
909,70
0,0075
9234
0,0067
12820,13
Mei
2444,35
888,66
0,0087
9318
0,0069
12638,32
Jun
2349,1
889,49
0,0092
9225
0,0071
11350,01
Jul
2304,51
939,77
0,0099
9118
0,0073
11378,02
Agus
2165,94
839,02
0,0099
9153
0,0075
11543,55
Sept
1832,51
829,93
0,0101
9378
0,0077
10850,66
Okt
1256,7
806,62
0,0098
10995
0,0079
9325,01
Nov
1241,54
760,86
0,0097
12151
0,0079
8829,04
Des
1355,41
816,09
0,0092
10950
0,0077
8776,39
Jan-09
1332,67
858,69
0,0076
11355
0,0073
8000,86
Feb
1285,48
943,16
0,0072
11980
0,0069
7062,93
Mar
1434,07
924,27
0,0066
11575
0,0065
7608,92
Apr
1722,77
890,20
0,0061
10713
0,0063
8168,12
Mei
1916,83
928,64
0,0050
10340
0,0060
8500,33
Jun
2026,78
945,67
0,0030
10225
0,0058
8447
Jul
2323,24
934,23
0,0023
9920
0,0056
9171,61
Agus
2341,54
949,38
0,0023
10060
0,0054
9496,28
104
Sept
2467,59
996,59
0,0024
9681
0,0054
9712,28
Okt
2367,7
1043,16
0,0021
9545
0,0054
9712,73
Nov
2415,84
1127,04
0,0020
9480
0,0054
10344,84
Des
2534,36
1134,72
0,0023
9400
0,0054
10428,05
Jan-10
2610,8
1117,96
0,0031
9275
0,0054
10067,33
Feb
2549,03
1095,41
0,0032
9348
0,0054
10325,26
Mar
2777,3
1113,34
0,0029
9173
0,0054
10856,63
Apr
2971,25
1148,69
0,0033
9027
0,0054
11008,61
Mei
2796,96
1205,43
0,0035
9183
0,0054
10136,63
Jun
2913,68
1232,92
0,0042
9147
0,0054
9774,02
Jul
3069,28
1192,97
0,0052
9048
0,0054
10465,94
Agus
3081,88
1215,81
0,0054
8971
0,0054
10014,72
Sept
3501,3
1271,1
0,0048
8975
0,0054
10788,05
Okt
3635,32
1342,02
0,0047
8927
0,0054
11118,4
Nov
3531,21
1369,89
0,0053
8938
0,0054
11006,02
Des
3703,51
1390,55
0,0058
9020
0,0054
11577,71
105
LAMPIRAN 2 Uji Stasioneritas Data Pada Tingkat Diferensi Pertama. IHSG Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.822207
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IHSG,2) Method: Least Squares Date: 08/12/11 Time: 21:01 Sample (adjusted): 2006M03 2010M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(IHSG(-1))
-0.759173
0.130393
-5.822207
0.0000
C
33.08990
21.72303
1.523264
0.1333
R-squared
0.377072
Mean dependent var
2.999310
Adjusted R-squared
0.365949
S.D. dependent var
201.7991
S.E. of regression
160.6872
Akaike info criterion
13.03067
Sum squared resid
1445942.
Schwarz criterion
13.10172
F-statistic
33.89809
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-375.8895 1.976870
106
HARGA EMAS Null Hypothesis: D(EMAS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-7.069042
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EMAS,2) Method: Least Squares Date: 08/12/11 Time: 21:04 Sample (adjusted): 2006M03 2010M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(EMAS(-1))
-0.942874
0.133381
-7.069042
0.0000
C
13.59836
5.579852
2.437046
0.0180
R-squared
0.471555
Mean dependent var
0.267586
Adjusted R-squared
0.462119
S.D. dependent var
54.53261
S.E. of regression
39.99443
Akaike info criterion
10.24923
Sum squared resid
89575.04
Schwarz criterion
10.32028
F-statistic
49.97135
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-295.2277 1.994042
107
INFLASI Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-6.048881
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI,2) Method: Least Squares Date: 09/07/11 Time: 11:27 Sample (adjusted): 2006M03 2010M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INFLASI(-1))
-0.787871
0.130251
-6.048881
0.0000
C
-0.000125
0.000143
-0.871054
0.3874
R-squared
0.395176
Mean dependent var
-3.72E-06
Adjusted R-squared
0.384376
S.D. dependent var
0.001378
S.E. of regression
0.001081
Akaike info criterion
-10.78817
Sum squared resid
6.54E-05
Schwarz criterion
-10.71712
Log likelihood
314.8569
F-statistic
36.58896
Durbin-Watson stat
1.861645
Prob(F-statistic)
0.000000
108
KURS Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-6.597469
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.550396
5% level
-2.913549
10% level
-2.594521
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS,2) Method: Least Squares Date: 08/12/11 Time: 21:08 Sample (adjusted): 2006M04 2010M12 Included observations: 57 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KURS(-1))
-1.203375
0.182400
-6.597469
0.0000
D(KURS(-1),2)
0.249851
0.131483
1.900251
0.0627
C
-2.778234
54.10782
-0.051346
0.9592
R-squared
0.514517
Mean dependent var
4.157895
Adjusted R-squared
0.496536
S.D. dependent var
575.5690
S.E. of regression
408.3960
Akaike info criterion
14.91355
Sum squared resid
9006512.
Schwarz criterion
15.02108
F-statistic
28.61474
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-422.0361 1.918516
109
BI rate Null Hypothesis: D(BIRATE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-5.390209
0.0000
Test critical values:
1% level
-3.548208
5% level
-2.912631
10% level
-2.594027
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(BIRATE,2) Method: Least Squares Date: 09/07/11 Time: 11:29 Sample (adjusted): 2006M03 2010M12 Included observations: 58 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(BIRATE(-1))
-0.683195
0.126747
-5.390209
0.0000
C
-6.13E-05
3.13E-05
-1.956110
0.0554
R-squared
0.341597
Mean dependent var
1.25E-20
Adjusted R-squared
0.329840
S.D. dependent var
0.000271
S.E. of regression
0.000222
Akaike info criterion
-13.95197
Sum squared resid
2.77E-06
Schwarz criterion
-13.88092
Log likelihood
406.6070
F-statistic
29.05435
Durbin-Watson stat
2.253255
Prob(F-statistic)
0.000001
110
DJIA Null Hypothesis: D(DJIA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-3.061907
0.0354
Test critical values:
1% level
-3.552666
5% level
-2.914517
10% level
-2.595033
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(DJIA,2) Method: Least Squares Date: 08/12/11 Time: 21:12 Sample (adjusted): 2006M05 2010M12 Included observations: 56 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(DJIA(-1))
-0.615591
0.201048
-3.061907
0.0035
D(DJIA(-1),2)
-0.007267
0.158736
-0.045783
0.9637
D(DJIA(-2),2)
-0.333647
0.133787
-2.493861
0.0159
C
5.638399
62.34569
0.090438
0.9283
R-squared
0.467884
Mean dependent var
5.601250
Adjusted R-squared
0.437185
S.D. dependent var
621.8731
S.E. of regression
466.5352
Akaike info criterion
15.19729
Sum squared resid
11318065
Schwarz criterion
15.34196
Log likelihood
-421.5242
F-statistic
15.24105
Prob(F-statistic)
0.000000
Durbin-Watson stat
2.124494
111
LAMPIRAN 3 UJI ARCH/GARCH Garch (1,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:30 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Failure to improve Likelihood after 23 iterations GARCH = C(7) + C(8)*RESID(-1)^2 + C(9)*GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
124.6928
948.8957
0.131408
0.8955
EMAS
2.112034
0.222149
9.507278
0.0000
INFLASI
10254.23
16324.06
0.628167
0.5299
KURS
-0.103805
0.045177
-2.297734
0.0216
BIRATE
-131038.3
49632.13
-2.640191
0.0083
DJIA
0.185969
0.019312
9.629687
0.0000
Variance Equation C
15672.95
9417.227
1.664285
0.0961
RESID(-1)^2
0.518076
0.338170
1.531998
0.1255
GARCH(-1)
-0.269705
0.298105
-0.904730
0.3656
R-squared
0.951984
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.944452
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
156.6746
Akaike info criterion
13.00444
Sum squared resid
1251894.
Schwarz criterion
13.31859
F-statistic
126.3920
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-381.1333 0.870661
112
Garch (1,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:37 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Failure to improve Likelihood after 20 iterations GARCH = C(7) + C(8)*RESID(-1)^2 + C(9)*GARCH(-1) + C(10) *GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
282.8013
185.1886
1.527099
0.1267
EMAS
2.157265
0.118052
18.27382
0.0000
INFLASI
10914.27
14856.93
0.734625
0.4626
KURS
-0.118668
0.018383
-6.455343
0.0000
BIRATE
-130775.5
33481.82
-3.905867
0.0001
DJIA
0.180006
0.012981
13.86710
0.0000
Variance Equation C
13434.73
13584.89
0.988947
0.3227
RESID(-1)^2
0.579008
0.361402
1.602117
0.1091
GARCH(-1)
-0.355275
0.323090
-1.099618
0.2715
GARCH(-2)
0.251513
0.271402
0.926718
0.3541
R-squared
0.951748
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.943063
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
158.6205
Akaike info criterion
13.02586
Sum squared resid
1258023.
Schwarz criterion
13.37492
F-statistic
109.5818
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-380.7759 0.895605
113
Garch (0,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:31 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 35 iterations GARCH = C(7) + C(8)*GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
238.9853
1369.450
0.174512
0.8615
EMAS
2.069845
0.312735
6.618522
0.0000
INFLASI
12457.70
20616.86
0.604248
0.5457
KURS
-0.107670
0.060301
-1.785537
0.0742
BIRATE
-130221.5
69910.06
-1.862701
0.0625
DJIA
0.179736
0.023962
7.500831
0.0000
Variance Equation C
453.0374
2227.177
0.203413
0.8388
GARCH(-1)
0.990555
0.114313
8.665302
0.0000
R-squared
0.951997
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.945535
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
155.1396
Akaike info criterion
13.01565
Sum squared resid
1251552.
Schwarz criterion
13.29490
F-statistic
147.3225
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-382.4695 0.866425
114
Garch (0,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:35 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 35 iterations GARCH = C(7) + C(8)*GARCH(-1) + C(9)*GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C
210.5461
1356.854
0.155172
0.8767
EMAS
2.087866
0.308770
6.761870
0.0000
INFLASI
13113.75
20749.17
0.632013
0.5274
KURS
-0.108046
0.059346
-1.820610
0.0687
BIRATE
-129879.7
69975.01
-1.856087
0.0634
DJIA
0.180713
0.023752
7.608312
0.0000
Variance Equation C
1109.854
4951.305
0.224154
0.8226
GARCH(-1)
-0.076585
0.086535
-0.885014
0.3761
GARCH(-2)
1.047944
0.189931
5.517513
0.0000
R-squared
0.952036
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.944512
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
156.5898
Akaike info criterion
13.04490
Sum squared resid
1250539.
Schwarz criterion
13.35905
F-statistic
126.5358
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-382.3470 0.872727
115
Tarch (1,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:47 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 25 iterations GARCH = C(8) + C(9)*RESID(-1)^2 + C(10)*GARCH(-1)
@SQRT(GARCH) C EMAS INFLASI KURS BIRATE DJIA
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-8.496134 770.5128 2.184574 11605.55 -0.053202 -131663.8 0.196211
1.104277 59.61538 0.128165 15565.04 0.019576 31582.41 0.006673
-7.693843 12.92473 17.04505 0.745616 -2.717749 -4.168896 29.40536
0.0000 0.0000 0.0000 0.4559 0.0066 0.0000 0.0000
3.123668 4.878159 1.802837
0.0018 0.0000 0.0714
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1)
13379.39 0.195213 0.269408
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.961713 0.954821 141.2960 998227.4 -378.5072 1.389923
4283.231 0.040018 0.149436 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2170.142 664.7567 12.95024 13.29930 139.5471 0.000000
116
Date: 09/17/11 Time: 21:17 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Autocorrelation
Partial Correlation
AC
PAC
Q-Stat
Prob
. |**
|
. |**
|
1
0.228
0.228
3.2908
0.070
. |*.
|
. |*.
|
2
0.196
0.152
5.7507
0.056
.|.
|
.|.
|
3
0.029
-0.047
5.8072
0.121
.|.
|
.|.
|
4
0.050
0.025
5.9714
0.201
.*| .
|
.*| .
|
5
-0.113
-0.133
6.8281
0.234
.|.
|
.|.
|
6
-0.007
0.033
6.8314
0.337
.|.
|
.|.
|
7
0.006
0.048
6.8335
0.446
.*| .
|
.*| .
|
8
-0.143
-0.177
8.2927
0.405
.*| .
|
.*| .
|
9
-0.118
-0.059
9.3057
0.410
.*| .
|
.|.
|
10
-0.076
-0.004
9.7354
0.464
.*| .
|
.*| .
|
11
-0.100
-0.065
10.498
0.486
.*| .
|
.*| .
|
12
-0.188
-0.139
13.240
0.352
.*| .
|
.|.
|
13
-0.059
-0.004
13.515
0.409
.*| .
|
.*| .
|
14
-0.103
-0.065
14.366
0.423
.*| .
|
.*| .
|
15
-0.096
-0.058
15.129
0.442
.|.
|
.|.
|
16
0.013
0.058
15.144
0.514
.|.
|
.|.
|
17
0.037
-0.017
15.263
0.577
. |*.
|
.|.
|
18
0.078
0.062
15.797
0.607
.|.
|
.*| .
|
19
-0.036
-0.099
15.916
0.663
. |*.
|
. |*.
|
20
0.154
0.104
18.112
0.580
. |*.
|
. |*.
|
21
0.142
0.127
20.031
0.519
. |*.
|
. |*.
|
22
0.190
0.084
23.577
0.370
.|.
|
.*| .
|
23
0.018
-0.118
23.611
0.426
.|.
|
.|.
|
24
0.040
-0.047
23.778
0.474
.*| .
|
.|.
|
25
-0.076
-0.041
24.389
0.497
.|.
|
.|.
|
26
-0.030
0.011
24.489
0.548
.*| .
|
.|.
|
27
-0.060
-0.050
24.891
0.581
.|.
|
.|.
|
28
-0.025
-0.020
24.964
0.630
117
Tarch (1,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:49 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 16 iterations GARCH = C(8) + C(9)*RESID(-1)^2 + C(10)*GARCH(-1) + C(11) *GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
@SQRT(GARCH)
-9.559483
0.037575
-254.4135
0.0000
C
887.3448
100.6189
8.818867
0.0000
EMAS
2.210004
0.105344
20.97902
0.0000
INFLASI
11581.00
17803.32
0.650496
0.5154
KURS
-0.053079
0.002544
-20.86526
0.0000
BIRATE
-131673.7
37834.99
-3.480210
0.0005
DJIA
0.199170
0.010031
19.85555
0.0000
Variance Equation C
13181.74
3889.717
3.388869
0.0007
RESID(-1)^2
0.140727
0.062889
2.237699
0.0252
GARCH(-1)
0.263075
0.122883
2.140852
0.0323
GARCH(-2)
0.067183
0.117739
0.570605
0.5683
R-squared
0.961191
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.953271
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
143.6997
Akaike info criterion
12.98979
Sum squared resid
1011830.
Schwarz criterion
13.37375
F-statistic
121.3600
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-378.6937 1.289421
118
Tarch (0,1) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:42 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 427 iterations Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance GARCH = C(8) + C(9)*GARCH(-1) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
@SQRT(GARCH)
105.9955
300.4165
0.352829
0.7242
C
-15259.49
43071.17
-0.354286
0.7231
EMAS
2.204570
0.449397
4.905614
0.0000
INFLASI
6876.263
13977.76
0.491943
0.6228
KURS
-0.053778
0.043003
-1.250579
0.2111
BIRATE
-158524.3
43161.82
-3.672791
0.0002
DJIA
0.202810
0.023693
8.560079
0.0000
Variance Equation C
2524.300
450.7883
5.599746
0.0000
GARCH(-1)
0.870538
0.002427
358.6875
0.0000
R-squared
0.956349
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.949502
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
149.3829
Akaike info criterion
12.99256
Sum squared resid
1138077.
Schwarz criterion
13.30671
F-statistic
139.6697
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-380.7769 0.937463
119
Tarch (0,2) Dependent Variable: IHSG Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/06/11 Time: 22:44 Sample: 2006M01 2010M12 Included observations: 60 Convergence achieved after 72 iterations Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance GARCH = C(8) + C(9)*GARCH(-1) + C(10)*GARCH(-2) Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
@SQRT(GARCH)
-9.193425
9.656851
-0.952011
0.3411
C
1612.452
1576.357
1.022898
0.3064
EMAS
2.090764
0.212058
9.859418
0.0000
INFLASI
12199.46
10272.66
1.187565
0.2350
KURS
-0.116173
0.041973
-2.767801
0.0056
BIRATE
-133997.8
36081.50
-3.713753
0.0002
DJIA
0.178676
0.022778
7.844292
0.0000
Variance Equation C
15289.45
1113.999
13.72483
0.0000
GARCH(-1)
1.226154
0.018278
67.08194
0.0000
GARCH(-2)
-1.021087
0.007312
-139.6500
0.0000
R-squared
0.959178
Mean dependent var
2170.142
Adjusted R-squared
0.951830
S.D. dependent var
664.7567
S.E. of regression
145.8981
Akaike info criterion
12.95812
Sum squared resid
1064313.
Schwarz criterion
13.30718
F-statistic
130.5373
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-378.7437 0.925429
120