AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus Al-’Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh Syukron Nurul Fajri NIM: 107024001429
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./2011 M.
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 06 Juni 2011
Syukron Nurul Fajri
ii
AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus Al-’Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh Syukron Nurul Fajri NIM: 107024001429
Pembimbing,
Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag. NIP: 19700505 200003 1 003
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./2011 M.
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus al’Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 23 Juni 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. Akhmad Saehuddin, M.Ag. NIP: 19700505 200003 1 003
Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum. NIP: 19712 29-200501-1004
Anggota,
Dr. H. Ahmad Ismakun Ilyas, M.A. NIP:
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis, sehingga skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dapat Penulis selesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw., keluarganya, dan para sahabatnya sang pembawa risalah suci yang mengajari penulis tentang ilmu kehidupan agar terus mencari dan tidak berhenti belajar tentang hidup. Semoga kita semua mendapat syafa‟atnya di hari akhir. Amin! Dalam kata pengantar ini, Penulis akan mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ahmad Saehudin, M.Ag., selaku pembimbing skripsi, yang telah mengorbankan waktu di tengah kesibukannya terima kasih untuk yang kedua kalinya kepada beliau selaku Ketua Jurusan Tarjamah yang telah mengarahkan, mengajarkan, dan mendidik Penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Adab dan Humaniora. Terima kasih banyak juga Penulis ucapkan kepada Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag., Pembimbing Akademik Jurusan Tarjamah dan Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., Sekretaris Jurusan Tarjamah, Penulis berterima kasih kepada Irfan Abu Bakar, M.A., Karlina Helmanita, M.A., Prof. Dr. Ahmad Satori, Prof. Dr. Thojib IM, Prof. Dr. Rofi„i, Drs. H.D Sirojuddin AR, M.Ag., Dr. Ismakun, M.A., Ahmad Syatibi, M.Ag., Makyun Subuki M.Hum., Dr. Yusuf M.Ag., Dra. Faozah sebagai
v
dosen Penulis yang telah mendidik dan mengajarkan Penulis berbagai ilmu pengetahuan bahasa, budaya, dan terjemah. Semoga kerja keras mereka dalam membimbing mahasiswanya diganti oleh Allah Swt. Amin! Ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orangtua, H. Mudasir Ahmad Syirad S.Ag. dan Hj. Cahyati yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan sehingga penyusunan skripsi ini terasa lebih ringan saat Penulis mengingat pesan-pesannya. Terima kasih kepada kakak-kakakku, Lilis Setiawati beserta keponakan Septi Nur Cahyani, Kurniawati Ningsih, S.Pdi. beserta suami, Indra Mastuti, S.Kom, yang selalu memberikan motivasi kepada Penulis sehingga saat penulisan skripsi ini Penulis selalu bersemangat untuk menyelesaikannya tanpa rasa lelah. Kepada teman-teman Jurusan Tarjamah angkatan 2007, Rojak, Rahmat, Khoas, Tohadi, Hilman, Ibnu, Eka, Rido, Saadah, Hani, Farida, Wati, Sifa, Ani. Ismi juga teman yang telah meminjamkan kamusnya untuk penyelesaian sekripsi ini, Rezha juga teman shring, Anas juga teman yang membantu Penulis dalam menambah pengalaman, Kerjasama BEM Jurusan 09-10. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman terjemah seluruh angkatan terlebih angkatan 2005. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak KKN Master, Jakampus, Boenga, Gema, Sri Makmur Bascamp, al- Ghifary, Noise dan rombongan MQ 09. Dengan merekalah Penulis mempunyai story tersendiri saat penulis luluhlantah mengadapi problematika kuliah sampai terselesaikannya kewajiban itu. Semoga skripsi yang sangat sederhana ini bisa bermanfaat bagi penerjemah khususnya bidang Leksikografi. Semoga karya perdana menjadi pecutan untuk penulis dalam
vi
meningkatkan produktifitas karya-karya selanjutnya yang lebih baik. Semoga masukan dan saran-saran dari semua pihak dapat melengkapi skripsi ini. Amin! Kata terakhir Penulis ucapkan; berani bercita-cita maka berani menderita.
Jakarta, 06 Juni 2011
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………
i
LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………
ii
……………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………
iv
……………………………………………
v
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ……………………
x
ABSTRAK
……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………
1
……………
5
C. Tujuan Penelitian ……………………………………
6
D. Manfaat Penelitian ………………………………….
6
E. Tinjauan Pustaka ……………………………………
6
F. Metodologi Penelitian
……………………………
7
G. Sistematika Penulisan
……………………………
8
……………………………
10
………………………….…...
13
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah
BAB II
xiii
KERANGKA TEORI A. Defenisi Terjemahan B. Jenis Terjemahan
C. Defenisi Semantik …………….…………………… 1. Pengertian Semantik ……………………………
17
2. Manfaat Semantik
……..………………………
18
……………………………
19
………………………………
20
3. Jenis Semantik 4. Satuan Semantik
5. Pengertian Makna ..……………………………. 21 6. Jenis Makna (tekstual, konotatif, deskriptif, dan referensial) …………………………………. 22 7. Sebab-sebab Perubahan Makna ……………….. 26
viii
8. Penjelasan Makna dengan Akurasi Istilah Politik dan Ekonomi
BAB III
……………………………….
26
WAWASAN TENTANG KAMUS AL-‘ASHRI DAN KAMUS KONTEMPORER ARAB-INDONESIA ISTILAH POLITIK-EKONOMI A. Wawasan kamus al-„Ashri dan kamus Istilah
……
30
B. Riwayat Hidup Pengarang ………………………...
31
C. Sinopsis Kamus al-„Ashri ……………………………
32
……………………………
34
……
35
D. Sinopsis Kamus Istilah
E. Istilah Ekonomi dan Politik Arab-Indonesia
BAB IV
AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah) A. Bidang Politik
…..………………………………… 39
B. Bidang Ekonomi .…………………………………… 54
BAB V
……………………………………
69
……………………………………………
71
…………………………………………………...
73
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam Buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara Huruf Arab
Huruf Latin
Huruf Arab
ا
Huruf Latin
ط
T
ب
b
ظ
Z
ت
t
ع
„
ث
ts
غ
Gh
ج
j
ف
F
ح
h
ق
Q
خ
kh
ك
K
د
d
ل
L
ذ
dz
م
M
ر
r
ن
N
ز
z
و
W
س
s
ة
H
ش
sy
ء
`
ص
s
ي
Y
ض
d
2. Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. A. Vokal tunggal Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
----َ
A
Fathah
----ِ
I
Kasrah
-----ُ
U
Dammah
x
B. Vokal rangkap Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ي---َ
ai
a dan i
و---َ
au
a dan u
C. Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu : Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ي/ا----َ
â
a dengan topi di atas
ي----ِ
î
i dengan topi di atas
و---ُ
û
u dengan topi di atas
3. Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan arrijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd) Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda---ّ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضّرورةtidak ditulis ad-darûrah melainkan al- darûrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na‟t) atau kata
xi
sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3) No.
Kata Arab
Alih Aksara
1
طريقة
tarîqah
2
الجامعة اإلسالمية
al-jâmi’ah al-islâmiyah
3
وحدة الوجود
wihdat al-wujûd
6. Huruf kapital Mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” a tidak boleh kapital.
xii
ABSTRAK Syukron Nurul Fajri “AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARABINDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus al-‘Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik dan Ekonomi)”. Di bawah bimbingan Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag. Pokok permasalahan penelitian kali ini adalah pada tingkat keakuratan istilah ekonomi dan politik serta aspek semantik yang berpengaruh dalam proses pemindahan makna dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Penelitian ini menunjukkan bahwa gaya terjemahan semantik leksikal yang mempengaruhi perbedaan adalah aspek instension sehingga terjemahan dirasakan lebih fleksibel. Dalam menerjemahkan istilah politik dan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor linguistik namun ada pula yang dipengaruhi oleh faktor ekstralinguistik yakni latar belakang keilmuan penerjemah dalam menerjemahkan istilah tersebut. Dalam menerjemahkan istilah politik dan ekonomi yang bersifat kompleks karena harus sesuai dengan konteks masa kini (modern) dan berdeskriftif ilmiah secara akurat. Dalam kamus al-‘Ashri yang bersifat sederhana maknanya dan kurang lengkapnya pembendaharaan khazanah katanya. Hal ini terlihat dalam penyajian makna istilah politik dan ekonomi kemudian langsung memberikan pengartian global dan tidak menambahkan banyak variasi dalam terjemahannya seolah-olah penerjemah sendirilah yang menyesuaikan makna yang tepat untuk menerjemahkan istilah ekonomi dan politik. Sedangkan kamus
Istilah
memberikan banyak opsi terjemahan dengan cabang makna dari satu istilah saja
xiii
dan akurasi maknanya dapat dipahami semata-mata untuk memperjelas dan mempermudah pembaca dalam memahami istilah politik dan ekonomi. Dalam analisis ini terlihat bahwa kamus Istilah Politik dan Ekonomi lebih superior dibandingkan kamus al-’Ashri.
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah kata atau lafal yang digunakan oleh setiap orang dalam menyampaikan maksud mereka. Bahasa berbeda-beda dari segi lafalnya, menyatu dari segi makna yaitu makna satu yang mencakup beberapa kata ganti orang,1 seperti halnya bahasa Arab. Bahasa Arab adalah kalimat yang dipergunakan bangsa Arab dalam mengutarakan maksud dan tujuan mereka. Pada awalanya, bahasa Arab hanya digunakan sebagai media komunikasi antar individu. Namun seiring dengan pertambahan kebutuhan hidup dan kemajuan pemikiran manusia, maka bahasa tersebut meningkat kegunaannya sebagai bahasa ilmiah diseluruh bidang ilmu pengetahuan. Sejarah telah mencatat bahwa penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa ilmiah ditandai oleh kemunculan aktivitas penerjemahan buku-buku bahasa Yunani, Persia dan India. Aktivitas ini tumbuh subur pada masa Abbasiyyah di bawah pimpinan khalifah al-Makmun yang mendirikan perpustakaan Dar el-Hikmah.2 Untuk mengetahui maksud dan tujuan itu, di pergunakan kamus. Fungsi kamus sebagai dokumentasi bahasa kurang disadari dalam sejarah bahasa tersebut. Kamus, disamping tugas-tugasnya yang lazim, bukan hanya dituntut untuk membuat keterangan bila sebuah lema masuk ke dalam khazanah kata bahasa kita, melainkan harus
menggambarkan
makna
lema
yang
ada
secara
tuntas,
termasuk
perkembangannya. Dokumentasi demikian juga dapat membantu menyelesaikan perdebatan tentang makna yang sebenarnya maupun sejarah makna kata atau 1
Syekh Musthafa al Ghulayini, Pelajaran Bahasa Arab Lengkap. Penerjemah Drs. H. Moh. Zuhri, Dipl. TAF, dkk (Semarang: Cv al-Syifa, 1992), Vol II. h 13. 2 D. Hidayat, Prospek Penerjemahan Bahasa Arab di Indonesia, makalah disampaikan seminar sehari yang diselenggarakan oleh HMJ Terjemah Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta, 21 Oktober, 1999), h. 1.
1
ungkapan yang menjadi perhatian orang, atau memberi bantuan bagaimana sebaiknya suatu konsep diungkapkan, atau memberi bantuan untuk memahami bilakah suatu konsep pertama kali digunakan dalam bahasa kita. Kamus yang hadir tepat pada saat dunia pendidikan dan dunia intelektual kita membutuhkannya, selain karena bahasa Arab merupakan bahasa agama dan juga telah menjadi bahasa dunia salah satunya bahasa resmi PBB saat ini.3 Kamus pada umumnya, memberi beberapa maklumat berikut: 1. Cara artikulasi suatu kata (manner of articulation) 2. Ejaan kata (spelling) 3. Bentuk morfologis suatu kata, apabila isim, fi’il, sifat dan seterusnya. 4. Penjelasan beberapa arti kata dalam beberapa konteksnya yang cocok dengan masing-masing arti tersebut Contoh arti kata الفاعلdalam ilmu nahwu, dalam kriminologi dan ilmu filsfat dan lain sebagainya 5. Kamus memaparkan beberapa bentuk berbeda dari suatu kata yang digunakan pada masa-masa yang berdekatan contoh: مكةdan بكة 6. Memberikan dalil kata-kata dengan ayat, hadits, syair dan lain-lainnya pada kamus besar atau lengkap khususnya. Dalam teori penerjemahan, ada beberapa perangkat yang berfungsi sebagai alat bantu kegiatan penerjemahan, diantaranya adalah kamus yakni buku acuan yang memuat kata dan ungkapan yang disusun menurut abjad berikut keterangan tentang maknanya, pemakaiannya atau terjemahannya. Kegiatan penerjemahan, khususnya pada tingkat pemula yang kesulitan dalam menerjemahkan karena banyaknya perbendaharaan kata yang sulit untuk dikuasai, tetapi juga karena perlunya setiap kata itu dipilih oleh penerjemah sehingga artinya sesuai dan tepat. Perlu diketahui bahwa
3
M Napis Djuaeni, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Sampul Kamus, (Jakarta, Mizan, 2006).
2
tidak semua kamus kata menyajikan leksikal secara lengkap dalam berbagai macam konteks, untuk itu dianjurkan penggunaan berbagai jenis kamus. Disamping kamus umum yang biasa digunakan, diperlukan pula kamus-kamus lain, seperti kamus istilah, kamus asal-usul kata, dan sebagainya, agar dapat menerjemahkan secara lebih tepat tentang frase-frase, kalimat-kalimat yang komplek, istilah-istilah khusus dan sebagainya. Yang menyebabkan terjadinya persoalan itu, dikarenakan seringnya terjadi hambatan atau kesulitan dalam menerjemahkan4 Hal ini sesuai dengan data yang peneliti dapatakan, oleh sebab itu, penulis akan mengkaji keakuratan makna istilah politik dan ekonomi dalam kamus al-‘Ashri (selanjutnya disebut kamus al-‘Ashri) dan kamus kontemporer Arab-Indonesia istilah ekonomi-politik (selanjutnya disebut kamus istilah). Pembahasan
tentang
perubahan
makna
yang
bersifat
teoritis
untuk
mengantarkan satu penelitian lebih mendalam dan meluas dan menjawab masalahmasalah yang berhubungan dengan dua fakta semantik tersebut. Walaupun pembicaraan tentang perubahan makna ini didasarkan dengan data empiris. Data empiris itu dikelompokkan, dibeda-bedakan, dihubung-hubungkan dan dikendalikan secara rasional sehingga lahirlah pernyataan-pernyataan yang bersifat teoritis mengenai gejala tersebut.5 Perubahan makna dapat tercatat secara historis, terjadi sinkronis berdasarkan pemakaiannya, pergeseran makna dengan gejala perluasan dan penyempitan, adanya perkembangan makna (sebab linguistik, konsep pengetahuan, faktor pisikologis dan asosiasi kesamaan tanggapan) dan faktor kultur dengan berbedanya sudut pandang kebudayaannya yang menyebabkan makna bahasa itu berubah.
4 5
HG Taringan, Pengajaran Kosakata , (Bandung: Angkasa, 1986), cet 2, h. 229. JD Parera, Teori Semantik, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 65.
3
Seperti kata ٌ مُوْفَدdalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘ditugaskan’6 sedangkan dalam kamus Istilah artinya ‘delegasi’.7 Makna kedua kamus tersebut mempunyai makana sinonimi, tetapi hanya pemakainnya saja yang berbeda. Kata ‘delegasi’ merupakan kata serapan Asing ‘delegation’ yang diserap oleh bahasa Indonesia menjadi ‘delegasi’ yang artinya ‘perwakilan; perutusan; orang yang diutus untuk mewakili oleh Negara atau organisasi; pelimpahan wewenang’.8 Kemudian dalam Kamus Politik diartikan dengan ‘perutusan; peralihan kekuasaan’.9 Sehingga, kata ‘delegasi’ mempunyai nilai rasa yang tinggi, jika digunakan dalam bidang ekonomi, dan kata ‘di tugaskan’ mempunyai nilai rasa yang rendah, jika digunakan bukan pada konteksnya. Namun, kedua makna tersebut tidak mudah dipertukarkan, karena kata ‘di tugaskan’ hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais.10 Sedangkan kata ‘delegasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini (modern). Tetapi, kata ‘di tugaskan’ dapat dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata ‘delegasi’. Kamus-kamus bahasa Arab yang beredar, sebagai produk kretifitas para linguis dan hasil riset leksikologi, sangat beragam tergantung tujuan penyusunan kamus dan perwajahannya
yang
direlevensikannya
dengan
kebutuhan
masyararkat.11
Kontemporer sendiri mempunyai dua arti, kata yang pertama kon diartikan dengan dan kata yang kedua temporer diartikan masa kini tepatnya dengan pembendaharaan kata yang masa kini (sekarang). Jenis kamus al-‘Ashri merupakan kamus yang pembahasannya kosakata murni berbeda dengan kamus Istilah yang keseluruhan kosakatanya merupakan istilah khusus (spesialis) dalam bidang politik dan ekonomi.
6
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 1866. M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 722. 8 J.S. Badudu, Kamus Kata Serapan Asing Ke Bahasa Indonesia, h. 52. 9 Zainul Bahri, Kamus Umum KhususnyaBidang Hukum Dan Politik, h. 273. 10 Abdul chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta, Rieneka Cipta, 2002) h. 85. 11 Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h. 152. 7
4
Dalam perakteknya para pelajar (santri) dan mahasiswa merasa kesulitan dalam memahami istilah-istilah asing dan kata-kata serapan. Hal yang sama juga dirasakan oleh mereka yang sedang belajar bahasa Arab, dimana istilah-istilah tersebut jarang mereka temukan dalam kamus-kamus Arab Indonesia, sehingga menghambat kelancaran belajar bahasa Arab atau paling tidak mempersulit mereka dalam mengikuti perkembangan bahasa, guna membantu dalam memahami kata-kata yang mereka temukan baik di media cetak maupun yang di dengar dari ceramah-ceramah, diskusi-diskusi, berita-berita di media elektronik. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan menganalisis makna dari istilah-istilah politik dan ekonomi dalam dua kamus yaitu kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah dengan judul
“AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN
EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksikal Kamus al’Ashri dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi). B. Rumusan dan Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti mengkaji istilah-istilah politik dan ekonomi Arab-Indonesia dengan tiga puluh contoh kosakata politik beserta analisis semantiknya dan dua puluh delapan contoh kosakata ekonomi mencakup analisis semantiknya. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam proposal ini adalah: 1. Apakah istilah politik dan ekonomi Arab-Indonesia dalam kamus al-‘Ashri diterjemahkan secara akurat jika dibandingkan dengan kamus Istilah? 2. Manakah di antara kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah yang paling tepat dalam menerjemahkan istilah politik dan ekonomi?
5
C. Tujuan Penelitian Sebagaiman yang sudah diidentifikasikan oleh penulis, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1) Memberikan sumbangan pemahaman terhadap istilah politik dan ekonomi yang akurat dalam menerjemahkan teks terjemahan Arab-Indonesia 2) Mengetahui ketepatan istilah-istilah politik dan ekonomi dilihat dari analisis semantik leksikalnya dua kamus tersebut. D. Manfaat Penelitian Di samping untuk mengetahui kemajuan yang dilihat dari sisi semanti leksikal dan leksikologi terhadap kamus Al-Asri dan kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik dalam perkembangan istilah-istilah ekonomi dan politik, peneliti berusaha untuk memberikan sedikit kontribusi keilmuan kepada mahasiswa tarjamah untuk bisa menggunakan kamus yang sesuai dengan teks yang akan diterjemahkan dan menambah wawasan perkamusan. E. Tinjauan Pustaka Sejauh ini, pembahasan tentang masalah kamus bahasa Arab-Indonesia telah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Tarjamah yaitu: Urwatul Wustqo (2004) ‘Kamus dan Peranannya Sebagai Alat Bantu Penerjemahan’, dan menganalisis tentang semantik leksikal yaitu: Rumsari Marjatsari (2010) ’Analisis Semantik Leksikal Pada Padanan Arab-Indonesia dalam Kamus Al-Munawwir dan Al-Ashri’. Sementara itu, yang membahas tentang ’Akurasi Padanan Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia’ (Analisis Banding Semantik Leksika
Kamus al-’Ashri
dengan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi) belum ada. Perbedaan dengan skripsi yang sudah ada, skripsi ini memberikan perbendaharaan kata yang sulit untuk menerjemahkan teks Politik dan Ekonomi saat ini dengan
6
menggunakan kamus kontemporer maka keakuratan makna bisa diterjemahkan secara efektif dan efesien. F. Metodelogi Penilitian Dalam skripsi ini penulis mengunakan metode kualitatif, maksudnya peneliti ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga hanya ada pengungkapan fakta. Dalam hal ini penulis akan membahas tentang semantik leksikal yang ada dalam kamus al-‘Ashri dengan kamus Istilah terhadap
penepatan
keakuratan
istilah-istilah
politik
dan
ekonomi
untuk
menerjemahkan sebuah teks. Selain itu, untuk memperoleh data penulis menggunakan metode kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan bahasan objek penelitian. Kemudian, agar hasil penelitian ini lebih maksimal penulis merujuk pada teks-teks ekonomi dan politik, buku, internet, ensiklopedi, koran, majalah dan kamus. Dalam melakukan penelitian penulis melewati beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Mengumpulkan teks politik dan ekonomi yang ingin diterjemahkan kemudian dikaji secara mendalam menggunakan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah untuk lebih akurat dalam pemilihan maknanya modern kemudian disesuaikan dengan konteks pembahasan teks tersebut agar mudah dimengerti oleh pembaca. 2. Menerangkan lebih detail ketepatan makna istilah-istilah politik dan ekonomi yang lebih akurat modern dalam menerjemahkan sebuah teks politik dan ekonomi dengan menggunakan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah.
7
G. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan dan Pembatasan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Tinjauan Pustaka F. Metodologi Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II Kerangka Teori A. Definisi Terjemahan B. Jenis Terjemahan C. Definisi Semantik 1. Pengertian Semantik 2. Jenis Semantik 3. Manfaat Semantik 4. Jenis Semantik 5. Satuan Semantik 6. Pengertian Makna 7. Jenis Makna tekstual, konotatif, deskriptif dan referensial 8. Penjelasan makna dengan akurasi istilah politik dan ekonomi BAB III Wawasan tentang kamus al-‘Ashri dan kamus Kontemporer ArabIndonesia Istilah Politik-Ekonomi A. Wawasan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah B. Riwayat Hidup Pengarang 8
C. Sinopsis Kamus Al-‘Ashri D. Sinopsis Kamus Istilah E. Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia BAB IV
Akurasi Padanan Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia (Analisis Banding Semantik Leksikal kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah)
A. Bidang Politik B. Bidang Ekonomi BAB V
Kesimpulan
Daftar Pustaka Lampiran
9
BAB II KERANGKA TEORI A. Definisi Terjemahan Seperti halnya ilmu-ilmu lain, di dalam bidang penerjemahan ditemukan banyak definisi. Berbagai macam definisi itu mencerminkan pandangan ahli yang membuat definisi tentang hakikat terjemahan. Berikut akan disajikan beberapa definisi yang sering dikutip dalam buku tentang penerjemahan. Penerjemahan atau translation selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori serta pendekatan yang berbeda-beda dari berbagai segi, baik segi semantik (kemaknaan) maupun linguistik (kebahasaan) dan sebagainya. Meskipun tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini. Definisi terjemahan dalam arti luas adalah “semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non verbal dari informasi asal atau informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information).”1 Sedangkan definisi terjemahan dalam arti sempit adalah “suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa sumber (source linguistik) dengan kesepadanan di dalam bahasa ke dua atau bahasa sasaran (target language).2 Eugene a. Nida dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The Theory and Practice of Translation, memberikan definisi terjemahan sebagai berikut : “Translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in the terms of meaning secondly in
1
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah (Pengantar kearah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik). (Bandung. PT.Mandar Maju, 1994), Cet ke-1, h. 8. 2 Ibid, h. 8.
10
terms of style.”3 (menerjemahkan berarti menciptakan padanan yang dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua pada gaya bahasa). Secara
lebih
sederhana,
menerjemahkan
dapat
didefinisikan
sebagai
memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran) dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya. Disini Nida dan Teber tidak mempermasalahkan bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan. Seperti yang dikutip oleh Maurust Simatupang
yakni mencari padanan alami yang semirip mungkin
sehingga pesan dalam bahasa sumber bisa disampaikan dalam bahasa sasaran.4 Sehingga orang yang membaca atau yang mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran pesannya sama dengan pesan orang yang membaca atau mendengar pesan itu dalam bahasa sumber. Menurut resensi Willie Koen, nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara baru mnerjemahkan haruslah fokus pada response penerima pesan. (cara lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik bila benarbenar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) tidak boleh menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber, itulah sebabnya nida mengatakan bahwa di dalam bahasa penerima harus terdapat
“ The closest
natural equivalent of the source language message, first in the terms of meaning secondly in terms of style.” Akan tetapi, ekuivalen itu haruslah natural (wajar, sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita sendiri). 3
Nida F.A. dan Charles R. Teber, The Theory and Patrice of Translation (Leiden. E.J. Brill. 1996), h.24. 4 Maurust Simatupang. Enam Makalah Tentang Penerjemahan. (Jakarta: PT.UKI.1993), h. 3.
11
Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan dan ia mendefinisikannya sebagai
“The replacement of textual
material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)”.5
(mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang
sepadan dalam bahasa sasaran). Newmark (1988) juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi: “Rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended the text” (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai yang dimaksudkan pengarang). Pada definisi di atas tidak ditemukan tentang makna. Sementara itu secara garis besar terjemahan tidak bisa dipisahkan dari persoalan makna atau informasi. Sebagai ganti dari konsep makna adalah materi tekstual yang sepadan. Kesepadanan yang dimaksud materi tekstual oleh catford tidak harus naskah tulis. Sedangkan zuhrudin mengatakah bahwa. “penerjemahan bisa berasal dari bahasa lisan atau tulisan.”6 Ungkapan lain tentang hakikat penerjemahan yang dikemukakan oleh Juliana House dalam disertasinya mengatakan bahwa penerjemahan adalah “penggantian kembali naskah bahasa sasaran yang secara semantik dan pragmatik sepadan.”7 Pada hakikatnya “esensi terjemahan itu terletak pada makna dari dua bahasa yang berbeda.”8 Oleh karena itu, house pun menjelaskan bahwa makna beraspek semantik erat kaitannya dengan makna denotatif, yaitu makna yang terdapat dalam kamus (makna leksikal) dan makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna konotatif, yaitu makna yang berarti kiasan. 5
Rochayah Machali. Pedoman bagi Penerjemah. (Jakarta: PT. Grasindo. Anggota IKAPI 2000),
h. 5. 6
Zuhrudin Suryawinata.et. al. Translation (Bahasa Teori dan Penentu Menerjemahkan). Yogyakarta: Knisius. 2003), Cet. Ke-1, h. 11. 7 Nurrahman Hanafi. Teori dan Sastra Menerjemahkan.(NTT: Nusa Indah. 1986), Cet. Ke-1, h. 26. 8 Ibid, h. 27.
12
Dengan melihat definisi di atas, baik definisi penerjemahan dalam arti luas atau sempit, baik tinjauan semantik atau linguistik, sekilas masing-masing definisi tersebut berbeda-beda, yang sebenarnya mempunyai muatan yang sama, yaitu adanya persamaan dan penyusuaian pesan yang disampaikan oleh penulis naskah dengan pesan yang diterima pembaca. B. Jenis Penerjemahan Menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain., bentuk lain yang dimaksud bisa berupa bentuk bahasa sumber atau bahasa sasaran. Secara sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan yaitu, “memindahkan amanat dari bahasa sumber kebahasa sasaran, dengan pertama-tama memindahkan dan yang kedua mengungkapkan gaya bahasanya.”9 Dalam praktek menerjemahkan, diterapkan beberapa jenis penerjemahan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Adanya perbedaan bahasa sumber dan system bahasa sasaran b. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan c. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi d. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks. Dalam kegiatan menerjemahkan sesungguhnya, keempat faktor tersebut tidak selalu berdiri sendiri dalam arti bahwa “ada kemungkinan kita menerapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam menerjemahkan sebuah teks”.10
9
Widya Martaya. Seni Terjemahan. (Yogyakarta: Knisius. 1991), Cet. Ke-1, h. 11. M. Rudolf Nababan. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. (1991), Cet. Ke-1. 10
13
Ada beberapa jenis terjemahan yang dapat kita terapkan dalam kegiatan menerjemahkan. Diantaranya yaitu: a. Penerjemahan Kata Demi Kata Penerjemahan ini disebut juga dengan interlinear translation, yaitu susunan kata bahasa sumber (Bsu) dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu per satu dengan makna yang paling umum. Metode ini bertujuan untuk memahami mekanisme dalam bahasa sumber (Bsu) maupun untuk menganalasis teks yang sulit sebagai proses penerjemahan.
وعٌذي ثالثت كتب Terjemahan apaadanya: dan di sisiku tiga buku-buku saya punya tiga buku.11 b. Penerjemahan Harfiah Penerjemahan harfiah ini menggunakan metode konversi, yaitu konstruksi gramatikal bahasa sumber (Bsu) dikonversikan ke padanan bahasa sasaran (Bsa) yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata per kata. Penerjemahan ini memang akan membingungkan pembaca, oleh karena itu, penerjemah harus memberikan keterangan tambahan berupa catata kaki (Foot note). Biasanya metode penerjemahan ini di gunakan dalam menerjemahkan al Qur‟an.
جاء رجل هي رجال البر واإلحساى إلي يىغياكرتا لوساعذة ضحايا الزلزال Terjemahan harfiyah: datang seorang lelaki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-korban goncangan. Seorang relawan datang ke Yogyakarta untuk membantu korban gempa.12
11
M. Syarif hidayatullah, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, (Tangerang: Dikara, 2010), Cet-4, h. 31. 12 Ibid., h. 31.
14
Penerjemahan Setia Penerjemahan ini merupakan proses menghasilkan kembali makna kontekstual bahasa sumber (Bsu) yang tepat, dengan mentransfer kata-kata cultural dan tetap mempertahankan tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal dalam proses penerjemahan. Dalam metode penerjemahan ini, masih mempertahankan kata-kata yang bermuatan budaya, dan diterjemahkan secara harfiah.
هى كثير الرهاد Terjemahan kontekstual: dia dermawan karena banyak abunya.13 c. Penerjemahan Semantik Penerjemahan ini sudah lebih luwes, artinya sudah tidak mempertahankan lagi tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal dalam proses penerjemahan. Penerjemahan ini masih mempertimbangkan unsur estetika teks Bsu dengan memadukan makna selama masih dalam batas kewajaran. Dibandingkan dengan penerjemahan lain.14 Penerjemahan semantik lebih fleksibel.
رأيت را الىجهيي أهام الفصل Terjemahan semantik: aku lihat si muka dua (munafik) di depan kelas.15 d. Penerjemahan Saduran Penerjemahan ini merupakan bentuk terjemahan bebas yang biasa dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi. Biasanya antara tema, karakter, dan plot masih dipertahankan, dan peralihan budaya bahasa sumber (Bsu) ke dalam budaya bahasa sasaran (Bsa) ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam bahasa sasaran (Bsa).
13
Ibid., h. 32. Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 52. 15 M. Syarif hidayatullah, Tarjim Al-An, h. 32. 14
15
عاشت بعيذا حيث ال تخطى قذم عٌذ اليٌابيع بأعلي الٌهر Terjemahan puisi: dia hidup jauh dari jangkauan Di atas gemericik air sungai yang terdengar jernih Dia hidup jauh sehingga kaki tidak bisa menjangkaunya Pada mata air di bagian sungai paling atas.16 e. Penerjemahan Bebas Penerjemahan ini merupakan metode yang mengutamakan isi dan bahkan mengorbankan bentuk teks bahasa sumber (Bsu). Umumnya penerjemahan ini berbentuk parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media masa.
في أى الوال أصل عظين هي أصىل الفساد لحياة الٌاس أجوعيي Terjemahan parafrasa: harta sumber malapetaka Harta merupakan sumber terbesar kehancuran bagi kehidupan umat manusia17. f. Penerjemahan Komunikasi Penerjemahan ini merupakan upaya memberikan makna kontekstual bahasa sumber (Bsu) yang tepat, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Metode ini tetap memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi seperti khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan, sehingga teks sumber dapat diterjemahkan menjadi beberapa versi.
ًتطىر هي ًطفت ثن هي علقت تن هي هضغت Terjemahan awam: kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan kemudian segumpal daging
16 17
Ibid., h. 33. Ibid., h. 33.
16
Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio.18 Menurut Manna Al-Qaththan,19 terjemahan dapat digunakan pada dua arti: 1) Terjemahan harfiah, yaitu mengalihkan lafal-lafal yang serupa dari suatu bahasa ke dalam lafal-lafal yang serupa dari bahasa lain sedimikian rupa. Sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama. 2) Terjemahan tafsiriyah atau terjemahan maknawiyah, yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya. C. Defenisi Semantik 1. Pengertian Semantik Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris yaitu semantik, dari bahasa Yunani Sema (Nomina) „tanda‟: atau dari verba samaino „menandai‟, „berarti‟. Istilah tersebut digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna.20 Semantik merupakan cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Semantik biasanya dikontraskan dengan dua aspek lain dari ekspresi makna: sintaksis, merupakan pembentukan simbol kompleks dari simbol yang yang lebih sederhana, serta pragmatik yang merupakan penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics.21 Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectuelles du Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang 18
Ibid., h. 34. Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu al Qur’an (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1993), h. 443. 20 Fatimah Djajasudarma, Semantik I: Pengantar Arah Ilmu Makna (Bandung: Refika, 1999), h. 19
1. 21
Ibid., h. 1.
17
baru dalam keilmuan, di dalam bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis (historical semantics). Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa fonologi, gramatika, dan semantik.22 Dan semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik yang mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yaitu mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya dan merupakan bagian struktur bahasa yang terpenting yang berhubungan dengan makna ungkapan secara umum.23 2. Manfaat Semantik Studi semantik dari segi manfaatnya memang sangat banyak. Ilmu ini sangat dibutuhkan diberbagai bidang keilmuan untuk pemahaman yang lebih dalam terhadap suatu masalah yang sedang dikaji. Selain itu, semantik juga sangat membantu dalam bidang yang berhubungan dengan bahasa dan teks-teks yang menjadi bahan pustaka. Dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantic yang dapat membantu dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Bagi pelajar, pengajar, dan peneliti bahasa dan sastra pengetahuan semantik tentu banyak memberi manfaat. Bagi pelajar bermanfaat untuk menganalisis bahasa yang sedang dipelajari, bagi pengajar bermanfaat untuk memahami dengan baik dan mudah
menyampaikannya kembali kepada para
siswanya. Sedangkan bagi peneliti bermanfaat sebagai alat bantu yang dapat memudahkan menganalisis suatu permasalahan kebahasaan. Selain itu, semantik juga bermanfaat bagi orang awam untuk memahami dunia yang penuh dengan informasi dan kebahasan yang terus berkembang, karena mereka 22 23
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka cipta,2002), h. 2. Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 193.
18
tidak bisa dapat hidup tanpa memahami sekeliling mereka yang mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi.24 3. Jenis-jenis Semantik Jenis-jenis semantik cukup beragam, tetapi ada beberapa macam jenis semantik yang selalu menjadi pembahasan pada ilmu tersebut. Diantara jenis-jenis semantik ada 4 macam, yaitu : 1) Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah semantik yang objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa. Dan di dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem dari bahasa tersebut. Sedangkan leksem itu adalah satuan gramatikal bebas terkecil dan dalam bahasa arab disebut dengan kalimat. Dalam studi semantik, semantik leksikal ini digunakan untuk menyebut satuan bahasa bermakna. 2) Semantik Gramatikal Semantik gramatikal adalah semantik yang objek kajiannya adalah bentuk makna gramatikal dari tataran tata bahasa yaitu morfologi dan sintaksis, kata, frase, klausa, dan kalimat. Dalam bahasa Arab morfologi disebut dengan istilah “Ilmu Sharaf” dan sintaksis dikenal dengan istilah “Ilmu Nahwu”. Semua bentuk tersebut di atas memiliki makna dalam bentuknya masing-masing ketika satuansatuan morfologi dan sintaksis itu membentuk sebuah kalimat. 3). Semantik Kalimat Semantik kalimat adalah semantik yang berkaitan dengan topik kalimat dan menurut Verhaar, semantik kalimat ini belum banyak menarik perhatian para ahli linguistik.
24
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta,2002), hal. 12.
19
4). Semantik Maksud Semantik maksud adalah semantik yang berkenaan dengan pemakaian bentubentuk gaya bahasa seperti : metafora, ironi, litotes, dan majas perbandingan lainnya. Menurut Verhaar semantik maksud ini mirip dengan istilah semantic pragmatic yang biasa diartikan dengan bidang studi semantic yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan konteks situasinya. 4. Satuan Semantik Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya foto. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan; misalnya asap sebagai tanda adanya api. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat. Sedangkan menurut Ogden dan Richards, semantik itu memilki segitiga makna yang saling berhubungan antara simbol, reference, dan referent. Simbol merupakan tanda
yang bersifat arbitrer yang dapat digunakan untuk menamai suatu benda.
Reference merupakan konsep pikiran yang tergambar di dalam otak tentang sesuatu yang sedang dipikirkan. Sedangkan referent merupakan objek yang sudah berbentuk jelas.25
25
J. D. Parera, Teori Semantik (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 29-30.
20
5. Pengertian Makna Sudah disebutkan pada sub bab yang sebelumnya bahwa objek studi semantik adalah makna; atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, klausa, dan kalimat.26 Aristoteles (384-322sm) seorang sarjana bangsa Yunani sudah menggunakan istilah makna, yaitu ketika dia mendefinisikan mengenai kata.Menurutnya, kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. 27 Palmer dan Lyons membedakan pengertian makna dan arti. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Menurut palmer makna hanya menyangkut intra bahasa. Lyons menyebutkan bahwa mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal dari katakata itu sendiri, yang cenderung terdapat di dalam kamus sebagai leksem.28 Mengenai makna kata biasanya di bedakan bermacam-macam makna, maka pertama-tama harus diketahui dasar-dasar pengertian makna. Di sekitar kita terdapat bermacam-macam peristiwa atau hal yang dapat diserap panca indra kita yang secara tradisional kita kenal sebagai rumah, binatang, bulan, tanah, batu dan pohon. katakata semacam itu merupakan lambang bunyi ujaran untuk mengacu kepada bendabenda yang ada dialam itu.29
26
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 2. Ibid, h. 27 28 Ibid, h. 5. 29 Gorys Keraf, tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesi: Untuk Tingkat Pendidikan Menengah, (Jakarta: Grasindo, 1991), h. 159. 27
21
6. Jenis-jenis Makna 1. Makna Leksikal Makna leksikal adalah makna yang memiliki atau ada pada leksem meski pada konteks apa pun. Bisa dikatakan juga, makna leksikal adalah makna yang bersifat leksikon (vokabuler, kosa kata, dan perbendaharaan kata), bersifat leksem (satuan bentuk bahasa yang bermakna), atau bersifat kata.30 Mansoer Pateda mendefinisikan makna leksikal adalah makna kata ketika makna itu berdiri entah dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. Misalnya leksem pensil memiliki makna leksikal „sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang‟. Dengan contoh ini dapat pula dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya.31 2. Makna Gramatikal Makna gramatikal adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat. Makna leksikal biasanya dipertentangkan atau dioposisikan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal itu berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi atau kalimatisasi. Umpamanya, dalam proses afiksasi prefik ber- dengan dasar baju malahirkan makna gramatikal „mengenakan‟ atau „memakai baju‟.32 Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatikal secara operasional. Sebagai contoh dapat kita pahami makna leksikal kata belenggu adalah (i) alat pengikat kaki atau tangan; 30
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 60. Abdul Cahear, Linguistik Umum ( Jakarta, Rineka Cipta, 2003) h. 289. 32 Ibid, h. 290. 31
22
borgol, atau (ii) sesuatu yang mengikat (sehinga tidak bebas lagi). Sebagaimana makna gramatikal perhatikan ekspresi berikut: (i) Polisi memasang belenggu pada kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu, (ii) mereka terlepas dari belenggu penjajahan.33 3. Makna Kontekstual/Situasional Makna kontekstual (contextual meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Jadi, makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan bahasa itu. Konteks disini dapat berwujud dalam banyak hal, seperti (1) konteks orang, disini termasuk hal yang berkaitan dengan jenis kelamin, kedudukan pembicara, usia pembicara/pendengar, latar belakang social ekonomi pembicara/pendengar; (2) konteks situasi, misalnya situasi aman dan rebut; (3) konteks tujuan, misalnya meminta dan mengharapkan sesuatu; (4) konteks formal; (5)konteks suasanan hati pembicara /pendengar, misalnya: takut, gembira, dan jengkel; (6) konteks waktu, misalnya malam setelah magrib; (7) konteks tempat, misalnya di sekolah, di pasar dan lain-lain; (8) konteks objek,maksudnya apa yang menjadi focus pembicaraan; (9) konteks alat kelengkapan bicara/dengan dengan pembicara/pendengar; (10) konteks kebahasaan maksudnya bahasa indah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak; (11) konteks bahasa, yakni bahasa yang digunakan.34 4. Makna Tekstual Makna tekstual (textual meaning) adalah makna yang timbul setelah seseorang membaca teks secara keseluruhan. Makna tekstual tidak diperboleh hanya melalui 33 34
Varera, Pengantar Linguistik, h. 234. Manoer Parera, Semantik Leksikal, hal. 236.
23
makna setiap kata, atau makna setiap kelimat, tetapi makna tekstual dapat ditemukan setelah seseorang membaca keseluruhan teks. Dengan demikian makna tekstual berhubungan dengan bahasa tertulis. Makna tekstual lebih berhubungan dengan pesan, tema yang ingin disampaikan melalui teks.35 Makna leksikal adalah makna yang akan dipahami jika dibaca keseluruhan teks, untuk mencari makna kata tertentu agaknya seorang harus sabar. Ia harus membaca teks keseluruhan sebelum menentukan makna kata tertentu yang ia tidak ketahui maknanya. 5. Makna Konotatif Makna konotatif (connotative meaning) muncul sebagai akibat asosiasi perasaan memakai bahasa terhadap kata yang didengar atau kata yang dibaca. Zgusta (1971:38) berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Harimurti (1982:91) berpendapat “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atas pemikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicaraan pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) dengan kata lain makna konotatif ialah makna leksikal. Misalnya kata amplop. Kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi dan lainlain. Makna ini adalah makna denotative. Tetapi pada kalimat “berilah ia amplop agar urusannya cepat selesai”, makna amplop sudah bermakna konotatif, yakni berilah ia uang. Kata amplop masih ada hubungan, karena uang dapat saja diidi di dalam amplopi. Dengan kata lain, kata amplop mengacu kepada uang, dan lebih khusus lagi dengan uang pelican, uang pelancar, dan uang sogok. Makna kata amplop tidak
35
Ibid, hal. 230.
24
sebagaimna adanya lagi, tetapi mengandung makna yang lain, yang kadang-kadang masih berhubungan dengan sifat, rasa, benda, peristiwa yang dimaksudkan.36 6. Makna Deskriptif Makna deskriptif yang disebut juga makna kognitif atau makna referensial adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata. Makna yang ditunjukan oleh lambing itu sendiri. Jadi, kalau seorang mengatakan air, maka yang dimaksud adalah sejenis benda cair yang digunakan untuk mandi, mencuci atau minum. Orang mengerti makna kata air, karena itu ia membawa air seperti yang kita kehendaki. Makna deskriptif adalah makna yang terkandung dalam makna itu pada masa sekarang. Makna dimaksud adalah makna yang masih berlaku sekarang, makna yang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa. Makna deskriptif tidak dikaitkan lagi dengan makna kata itu pada waktu dahulu, atau tidak dikaitkan dengan makna ketika itu baru muncul yang diperhatikan yakni makna yang sekarang berlaku dalam masyarakat pemakai bahasa. Makna dapat berubah, tetapi tetap yang diperhatikan adalah makna yang masih berlaku pada waktu sekarang.37 7. Makna referensial Makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata. Sebelum dilanjutkan uraian makna referensial, ada baiknya dipahami lebih dahulu, apakah yang dimaksud dengan istilah referen. Menurut Palmer adalah hubungan antara unsure-unsur linguistik berupa kata-kata, kalimat-kalimat, dan dunia pengalaman yang non linguistik. Referen dan acuan boleh saja benda, peristiwa, proses atau kenyataan. Referen adalah sesuatu yang ditunjukan oleh lambing. Makna referensial mengisyaratkan kepada kita tentang makna yang langsung menunjuk kepada sesuatu, apakah benda, 36 37
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 112. Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 100.
25
gejala, kenyataan, peristiwa, proses, sifat. Makna referensial merupakan makna unsure bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia diluar bahasa.38 8. Makna Afektif Makna afektif (affective meaning) merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan kata atau kalimat. Oleh Karena itu, makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar dalam dimensi rasa, maka dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa.39 7. Sebab-sebab Perubahan Makna Ahli bahasa Perancis Antoine Meiller “Bahwa bahasa ada tiga penyebab pokok untuk merubah makna yaitu: Bahasa, Sejarah, Masyarakat atau yang mengakibatkan atas perkataan ini. Macam-macam yang tiga ini menghimpun hal-hal yang bisa didalamnya antara menjelaskan banyak keadaan dari perubahan makna, akan tetapi bersamaan dengan hal itu bukan semua dari berbagai keadaan. Sebab-sebab yang mengakibatkan perubahan makna yaitu nampaknya kebutuhan ketika masyarakat memiliki ide bahasa atau selainnya, dia ingin menciptakan yang baru, bahwa contoh
dari semua suara didalam kosakata atau
kamus bahasa. Ketika masyarakat memiliki ide bahasa atau selainnya, dia ingin menciptakan yang baru , bahwa contoh dari semua suara didalam kosakata atau kamus bahasa. Telah ada dalam perumpaan ini dari metode natralisasi (ketika diambil sesuatu dari referensi luar). Ada metode yang menjadikan kata baru „coining‟ pada metode kalimat bahasa ini. 8. Penjelasan Makna dengan Akurasi Istilah Ekonomi-Politik Istilah adalah satuan leksikal bahasa sasaran yang mempunyai makna leksikal yang sama dengan masing-masing satuan leksikal bahasa sumber, berbeda dengan 38 39
Ibid, h. 125. Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 97.
26
terjemahan. Terjemahan atau penerjemahan adalah proses pengalihan bahasa untuk mendapatkan hasil yang sama hampir mendekati bentuk aslinya di dalam bahasa sumber dan yang memiliki makna yang sama dengan bahasa sasarannya. 40 Sedangkan padanan bukanlah proses, melainkan hasil dari suatu proses penerjemahan dari bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa). Istilah juga merupakan kumpulan sinonim dalam bahasa asing baik sebagai kata tunggal yang mengacu pada obyek yang sama maupun kalimat-kalimat, penjelasan-penjelasan yang dianggap sebagai istilah penjelasan dari kata kepala. Penulis akan membagikan istilah berdasarkan jenis penggunaannya: 1) Sinonimi Secara etimologi kata sinonimi berasal dari bahasa Yunani kuno yang terdiri dari sin “sama” atau “serupa” dan akar kata “onim” yang bermakna “sebuah kata yang dikelompompokan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum”.41 Dengan definisi lain: sinonim adalah kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasinya. Suatu kata dikatakan bersinonim secara sempurna apabila kata-kata tersebut mengandung makna deskriftif, eksprestif dan social yang sama, sedangkan suatu kata disebut bersinonim secara absolut, apabila kata-kata tersebut mempunyai distribusi yang sama dan bermakna secara sempurna di dalam kehadirannya pada semua konteks. Contoh: kata meninggal dan kata mati memperlihatkan kesamaan makna, tetapi pemakaiannya berbeda. Kata meninggal hanya digunakan untuk manusia, dan tidak untuk binatang atau tumbuhan. Tidak mungkin orang mengatakan “pohon saya meninggal kemarin” tetapi “si Ali meninggal kemarin”. Derajat makna kata mati dan
40 41
Zgusta Ladislav, Manual of Lexicography, h. 312. H.G. Tarigan, Pengajaran Sematik, (Bandung: Angkasa, 1995), Cet. Ke-3, h. 17.
27
meninggal pada kalimat-kalimat ini pun berbeda, dalam arti kata meninggal lebih halus jika dibandingkan dengan kata mati.42 2) Antonim Kata antonim berasal dari kata Yunani kuno, yaitu ianoma yang artinya „nama‟ dan anti yang artinya „melawan‟.43 Maka, antonim adalah kata yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata yang lain. Verhaar (1983:133) mengatakan “antonim adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.” 44 Antonim dan antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya: kata buruk berantonim dengan kata baik; kata mati berantonim dengan kata hidup; dan kata membeli berantonim dengan kata menjual.45 Dalam buku-buku pelajaran Indonesia, antonim biasanya disebut lawan kata. Banyak orang tidak setuju dengan istilah itu sebab pada hakikatnya yang berlawanan bukan kata-kata itu, melainkan makna dari kata itu. 3) Hiponim Hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti „nama‟, dan hypo berarti „di bawah‟. Secara harfiyah berarti „nama yang termasuk di bawah nama lain‟. Verhaar (1983:131) mengatakan “hiponimi adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya bisa juga berupa frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.46 Hiponim adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya terucap dalam bentuk makna ujaran lain. Misalkan: kata warna adalah hiponim, sedangkan merah, hijau, biru, 42
Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h. 224. H.G Tarigan, Pengajaran Semantik, h. 41. 44 Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, h.207. 45 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 299. 46 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 98. 43
28
putih adalah hipernimi. Jadi merah berhiponim terhadap warna, maka iwarna berhiponim terhadap merah.47 4) Homonimi Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya „nama‟ dan homo artinya „sama‟. Homonimi adalah kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung arti dan pengertian berbeda.48 Verhaar (19/8) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.49 Homonimi adalah dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya „kebetulan‟ sama; maknanya tertentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata atau bentuk ujaran yang berlainan. Misalnya: kata pacar yang bermakna „inai’, dan makna pacar yang bermakna „kekasih’.50 Homonimi dibedakan menjadi dua bagian, yaitu homofon dan homograf. Homofon merupakan dua ujaran yang sama lafalnya tetapi berlainan tulisannya. Seperti kata bank dan bang, sangsi dan sanksi. Sedangkan homograf merupakan dan ujaran yang sama ejaannya tetapi berlainan lafalnya.51
47
Abdul Chaer, Pengantar Linguistik, h. 305. H.G Tarigan, Pengjaran Semantik, h. 30. 49 Ibid, h. 93. 50 Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 302. 51 JD, Parrera, Teori Semantik, h. 82. 48
29
BAB III Wawasan Tentang Kamus Al-‘Ashri Dan Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi A. Wawasan kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah Pada bab ini, penulis mencoba menelusuri sinopsis kamus al-‘Ashri yang disusun oleh KH.Atabik Ali dan Drs.A.Zuhdi Muhdlor dan sinopsis kamus Kontemporer ArabIndonesia Istilah Ekonomi-Politik yang disusun oleh M.Napis Djuaeni dan istilah-istilah politik-ekonomi yang ada di dua kamus tersebut. Dimana kamus dwibahasa ini memiliki kelebihan masing-masing yang tidak dimiliki kamus lain. Jika penulis lihat dari ragam kamusnya, kamus al-‘Ashri ini termasuk dalam kamus Terjemahan (mazdujah) atau bilingual yang memadukan dua bahasa untuk menentukan titik temu makna dari kosakata. Kamus terjemah memuat kata-kata asing yang kemudian dijelaskan satu persatu dengan mencari padanan makna yang disesuaikan dengan bahasa nasional atau bahasa pemakai kamus. Dalam penyusunan kamus terjemah dibutuhkan skill penyusunan yang mumpuni di bidang Ilmu Terjemah. Selain itu, penyusun kamus dituntut untuk menguasai dua bahasa (bilingual) secara baik. Pada dasarnya, kamus terjemah tergolong kamus yang paling dulu ada. Sebab, bangsa Smith di Irak pada 3000 SM telah mengenal kamus terjemah. Seiring dengan tingginya tingkat komunikasi antar umat beragama di berbagai belahan dunia yang kian mudah dan mengglobal, maka eksistensi kamus terjemah pasti akan terus ada dan bahkan bisa berkembang pesat melebihi jenis-jenis kamus lainnya. Kini, telah muncul kamus terjemah multilingual yang terdiri dari beberapa bahasa, bukan hanya dua bahasa (bilingual).
30
Realitas ini menunjukan tingkat kebutuhan antar bahasa yang berbeda bahasa untuk memahami bahasa orang lain hingga terwujud komunikasi yang saling memahami. Kamus Istilah termasuk ke dalam kamus Spesialis (Takhashshushi) yaitu kamus yang hanya menghimpun kata-kata yang ada dalam satu bidang/disiplin ilmu tertentu. Kamus ini berisi 37.424 entri (6.250 entri tunggal dan 33.676 entri ganda) untuk edisi ArabIndonesia juga memuat puluhan ribu kata yang tidak ditemukan dalam berbagai kamus sejenis. Mencakup istilah yang populer dalam percaapan bisnis, politik, media, dan komunikasi publik lainnya khusus dibadang ekonomi dan politik. Terkait dengan kamus istilah ada kamus lain yaitu kamus kedokteran, kamus pertanian, dan sebagainya. Contoh kamus spesialis adalah kamus Hayatul Hayawan Al-Kubra (kehidupan binatang) karya Ad-Damiri (1341-1405 M). kamus sebanyak dua jilid ini memuat kumpulan kata yang khusus membahas tentang nama-nama binatang ternak, burung, serangga, dan sebagainya. Peran leksikologi dalam membahas makna-makna leksikal yang terdapat dalam ke dua kamus (Al-‘Ashri dan Istilah) lebih sempit dari pada semantik dan leksikologi lebih fokus pada perkembangan kata, perubahan makna sebuah kosa kata yang ada di dalam kamus. B. Riwayat Hidup Pengarang KH. Atabik Ali dan Drs. A. Zuhdi Muhdlor, keduanya merupakan aktifis Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta, dengan penuh keuletan, ketelitian, serta kesabaran yang tinggi mereka turut memperkaya khazanah perkembangan penyusunan kamus, yang pada masa mereka dikenal dengan sebutan kamus kontemporer yang diterbitkan Ramadhan 1419 H/Desember 1998.
31
H.M. Napis Djuaeni, kelahiran Majena (Mandar) Sulawesi Barat 29 Juli 1957, adalah Doktor Bahasa Arab di Ma‟had Al-Buhuts wa Al-Dirasat Al-„Arabiyyah-Jami‟ah Al-Duwal Al-„Arrabiyah, Cairo-Mesir.Dengan penuh ketelitian, serta kesabaran yang tinggi mereka turut memperkaya khazanah perkembangan penyusunan kamus dengan melakukan riset intensif mengenai bahasa Arab di Cairo (1984-1987). Kehadiran Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik-Ekonomi pada Desember 2006 ikut serta memenuhi kebutuhan para profesional bidang budaya, politik, bisnis dan peradaban dunia di era globalisasi informasi dewasa ini. C. Sinopsis al-‘Ashri Kamus kontemporer al-‘Ashri ini demikian mudah digunakan karena menggunakan pola alfhabet (huruf). Sehingga untuk mencari kata atau lafadz tertentu, kita tidak perlu susah-susah mencari akar kata atau fi‟il (madhi) nya, melainkan langsung pada kata atau lafadz tersebut sesuai dengan huruf awalnya. Adapun petunjuk penggunaannya sebagai berikut: 1) Sesuai pada pola yang ditempuh dalam penyusunan kamus untuk pembaca tidak perlu mencari akar kata atau kata asal dari kosakata yang akan dicari. Pembaca cukup membuka kepada bab atau kelompok huruf dari huruf pertama kosakata tersebut. Sebagai contoh: kata ادخمdicari pada bab alif, kata تداخمdicari pada bab ta‟, kata داخم dicari pada bab dal, dan kata مداخهحdicari pada bab mim. 2) Secara pola kosa kata Arab yang ada pada kamus ini adalah berjenis (bershigat) lakilaki atau mudzakkar kecuali dalam beberapa kata yang kami anggap penting untuk dicantumkan jenis muannatsnya.
32
3) Untuk kata yang searti ada kalanya ditulis lagi dibelakang muradif atau istilah tanpa membedakan terjadinya perubahan bentuk (mabni). Seperti أتزوس, تغوطdibelakangnya ditulis lagi تثزوس. Demikian pula kata ات صلdibelakangnya ditulis lagi تواصمdan seterusnya. 4) Secara umum tidak mencantumkan dalam kamus ini
" "ال انتعزيفkecuali pada
beberapa kata yang penulisnya menjadi berubah jika di situ dituliskan ال انتعزيف seperti pada kata, )قاض (انقاضي, )ضار (انضاري, )عال (انعاني 5) Dalam pencarian kosakata di dalam kamus ini kesamaan huruf pada kosakata tetapi harkatnya berubah-rubah. Maka menyusunnya berurutan mulai dari harkat fatha, kemudian dholmah kasrah lalu sukun. 6) Alif maqsurah ()يdipersamakan dengan alif biasa, seperti kata جشى, احتوى,اتقي 7) Alif mamdudah ( )آdipersamakan dengan alif biasa dan tidak mempengaruhi urutanurutan penulisan. 8) Ta marbuthah ( )جdisamakan dengan ta mabsuthah ()ت 9) Hamzah ( )ءdalam bentuk dan tulisan seperti apapun dipersamakan dengan alif ()ا, karena itu dibedakan antara hamzah dengan alif layyinah, baik jika hamzah itu diatas alif ()أ, ()ؤ, ( )ئbahkan ketika berdiri sendiri. Karenanya jika hamzah atau alif menjadi menjadi huruf terdepan dari sebuah kosakata, maka harus dicari pada bab hamzah. 10) Penggunaan tanda kurung baik pada kosakata Arab maupun artinya dalam bahasa Indonesia, adakalanya untuk: a) Memperjelas penggunaan kata tersebut, seperti: ) إئتهف (مع,)إتزيم (انشكم Indonesia: (bulan) April, putih (warna)
33
b) Menunjukan bahasa asli (untuk terjemah bahasa „ejaannya) seperti: tulang rawan (cartilage) c) Menunjukan ilmu disiplin tertentu, seperti: ) حية انتماو (رياضيح,) كوكثح انشجاع (فهك,) عدميح (فهسفح,)فغزج (طة Indonesianya: superiority complex (psikologi), sinus (matematika) d) Menunjukan macam atau jenis seperti ) سنمورج(سمك,) سنقور (طائزج,) (نثاخ,صقالب Indonesia: unsure gas (kimia), yang berinsan bawah (ikan) D. Sinopsis Kamus Istilah Kamus ini demikian mudah digunakan karena menggunakan pola al-fhabetis sesuai dengan huruf pertamanya, tanpa terikat pada akar kata atau kata dasarnya baik dalam entri tunggal maupun dalam entri ganda. Adapun petunjuk penggunaannya sebagai berikut: 1) Kata-kata dalam kamus kontemporer ini disusun menurut urutan alphabet sesuai dengan huruf pertamanya, misalnya kata ٌسوِ ْيق ْ َت, maka kata ٌسوِ ْيق ْ َتini dapat dicari dengan huruf pertamanya yaitu huruf “”ت, bukan pada huruf “ )ق و س(”سyang artinya Marketing. 2) Entri dalam kamus istilah ini terdiri atas dua macam entri yaitu tunggal dan entri gabungan. Adapun entri tunggal hanya dapat dijumpai satu kali dalam kamus ini, misalnya:
Kata ٌ إِمْداَدhanya dapat dijumpai pada bab (”أ“ )األل ف
Kata ٌ غِذَاءhanya dapat dijumpai pada bab “”غ
Kata ٌ حِزْبhanya dapat dijumpai pada bab “”ح
34
Sedangkan entri ganda dapat dijumpai lebih dari satu kali, misalnya:
عُ ُقوْتَح إِقْتِصَادِيَحdapat dilihat pada huruf “ ”عdan pada huruf “”أ
3) Secara umum kata-kata dalam kamus kontemporer ini berbentuk “nakirah” yaitu yang tidak memakai ”ال“ انتعزيفatau semacamnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kamus al-‘Ashri dan kamus istilah sama-sama mempunyai persamaan yaitu dalam penyusunan entrinya dengan menggunakan alfabetis. E. Istilah Ekonomi dan Politik Arab-Indonesia Yang disebut istilah adalah yang mempunyai makna yang pasti, jelas dan tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Yang perlu diingat adalah bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada keilmuan atau kegiatan tertentu. Umpamanya, kata tangan dan kata lengan yang menjadi contoh diatas, kedua kata itu dalam bidang kedokteran. Kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. Tangan bermakna „bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan‟, sedangkan lengan adalah „bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu‟. Jadi, kata tangan dan lengan sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonom, karena maknanya berbeda. Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang sering digunakan, lalu menjadi kosakata umum. Artinya, istilah itu tidak hanya digunakan dalam bidang keilmuannya, tetapi juga telah digunakan secara umum, diluar bidangnya. Dalam bahasa Indonesia, misalnya istilah spiral, virus alofon, morfemi masih tetap sebagai istilah dalam bidangnya, belum menjadi kosakata umum. Peristilahan mengenai bahasa dan pengunaan secara teratur memperkenalkan jenis-jenis struktur bersama lainya bidang-bidang dengan bahasa yang berbeda. Istilah ekonomi
merupakan tatanan bahasa yang sering digunakan dalam bidang ekonomi
35
seperti kata „hemat‟ sudah sering kita dengar dan diistilahkan ke dalam ekonomi dengan arti „ekonomis‟. Sedangkan dalam bidang politik kata „agresi‟ biasa diartikan „serangan‟ dalam kosakata umum. Istilah dalam bidang politik dan ekonomi merupakan istilah yang digunakan dalam bidangnya dengan tatanan kata yang maknanya pasti, jelas dan tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Dengan contoh sebagai berikut: Kata
Kamus al-„Ashri
Hal
Kamus Istilah
Hal
ٌاِتاَحَح
Penyingkapan (rahasia)
4
Legitimasi
2
ٌالف َ اِ ْت
Perusakan
19
Sabotase
12
َوَحَد
Mengintegrasikan
2004 Mengkonsolidasikan
819
ٌنَصّاَب
Yang menggelapkan
1915 Koruptor
790
َناَوَش
Pertempuran kecil
1886 Manuver
781
a. Kata ٌ اِتاَحَحdalam kamus al-‘Ashri diartikan „penyingkapan (rahasia)‟,1 dan dalam kamus Istilah artinya „legitimasi‟.2 Di dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa inggris yang berasal dari kata „legitimize‟, yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi legitimasi yang artinya „mengabsahkan; mengesahkan‟.3 Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa makna penyingkapan (rahasia) berkembang menjadi legitimasi yang bersifat sinkronik sesuai dengan konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang politik dan 1
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 4. M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 2. 3 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 354. 2
36
ekonomi adalah kata „legitimasi‟ yang berdeskriftif baik. Karena kata sering digunakan sesuai dengan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi istilah di Bahasa Indonesia. b. ٌالف َ ْ ِاتdalam kamus al-‘Ashri diartikan „perusakan‟,4 dan dalam kamus Istilah artinya „sabotase‟.5 Di dalam kamus Ilmiah Populer sabotase diartikan „tindak perusakan dengan maksud menggagalkan‟.6 Di sini sangat jelas bahwa kedua makna tersebut bersinonim. Jadi, jelas bahwa kedua makna tersebut adalah satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Sehingga, kata-kata tersebut sering digunakan oleh khalayak luas sesuai dengan bidangnya. c. َ َوحَدartinya di dalam kamus al-‘Ashri adalah „mengintegrasikan‟,7 dan dalam kamus Istilah adalah „mengkonsolidasikan‟.8 Dilihat dari dua makna tersebut, makna kamus Istilahlah yang lebih condong kepada makna semantik leksikal. Karena kata „mengkonsolidasikan‟ bisa dengan memendekan maknanya menjadi kata „konsolidasi‟, kata yang sering kita dengar dalam dunia politik dan hukum dibandingkan kata „mengintegrasikan‟ yang mempunyai arti yang sama dengan kata tersebut. Kata konsolidasi diartikan perbuatan yang memperteguh atau memperkuat untuk menjadi satu persatuan.9 Jadi, istilah „integrasi‟ biasa digunakan sebelum adanya istilah „konsolidasi‟ dengan perkembangan makna tersebut istilah „konsolidasi‟ lebih populer. d.
ٌ نَصّاَبdalam kamus al-‘Ashri diartikan dengan „yang menggelapkan‟,10 dan kamus
Istilah artinya „koruptor‟.11 Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna yang
4
Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhar, Kamus Kontempore (arab-Indonesia), h. 19. .Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 12. 6 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 656. 7 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 2004. 8 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 819. 9 Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet-3, hal. 457. 10 Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 1915. 11 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 790. 5
37
berbeda, tetapi makna tersebut bersifat sinonimi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata „koruptor‟ adalah orang yang melakukan penggelapan uang di tempat kerjanya.12 Sehingga kata „koruptor‟ sudah mencakup makna dari „penggelapan uang‟ dan kata ‟koruptor‟ bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Dalam bidang politik dan hukum biasanya menggunakan istilah „koruptor‟ dibandingkan kata ‟penggelapan uang‟, karena istilah tersebut lebih modern. e. َ ناَوَشdalam kamus al-‘Ashri diartikan „pertempuran kecil‟13 dan dalam kamus Istilah artinya „manuver‟.14 „pertempuran kecil‟ dan „manuver. mempunyai arti yang bertentangan atau antonimi. Dalam Kamus Ilmiah Populer kata „manuver‟ diartikan latihan perang besar-besaran; gerak cepat dan tangkas.15 Sehingga, kata „manuver‟ adalah kata yang sering muncul dalam bidang politik dan hukum. Kaitannya dengan semantik leksikal adalah penggunaaan kata tersebut sesuai dengan bidangnya dan kata „manuver‟ lebih populer di masa kini dibandingkan kata „pertempuran kecil‟.
12
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet-3, hal. 462. Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), h. 1866. 14 M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, h. 186. 15 Widodo Amd, Kamus Ilmiah Populer, h. 402. 13
38
BAB IV AKURASI PADANAN ISTILAH POLITIK DAN EKONOMI ARAB-INDONESIA (Analisis Banding Semantik Leksika kamus Al-’Ashri dengan kamus Istilah)
Pada bab ini, penulis menganalisis akurasi padanan istilah politik dan ekonomi Arab-indonesia melalui pendekatan semantik leksikal. Sehingga, penulis membaginya menjadi dua bidang yang akan dianalisis, yaitu: 1. Bidang Politik 2. Bidang Ekonomi Di sini penulis akan menganalisis keakurasian istilah politik dan ekonomi yang terdapat dalam kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah, dan mengambilnya secara berurutan dengan sub bidang ekonomi atau politik semua istilah kata atau frase yang ada di kedua kamus tersebut, kemudian menganalisis keakuratan maknanya. Akurasi makna istilah tersebut akan dianalisis melalui pendekatan semantik leksikal. 1. Bidang Politik 1. Kata
ِطّيَت ِ َأتُمْزَاtidak ada di dalam kamus al-‘Ashri dan di dalam kamus Istilah
diartikan ‘otokrasi’.1 Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan ‘kekuasaan
ِ نظامٌ َأتُمْزَاartinya sistem otokrasi. Di dalam kamus yang tidak terbatas’,2 misalkan: ٌطّي Istilah maknanya menggunakan kata Ilmiah yang artinya ‘pemerintahan oleh seorang penguasa secara penuh dan tak terbatas maknanya (dan turun menurun) lawan
1
M.Napis Djuaeni. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Ekonomi-Politik, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2006) h. 12. 2 Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008) Cet-4, hal. 57.
39
demokrasi’. Sedangkan, dalam kamus Politik mengartikan kata ‘otokrasi’ dengan ‘otoritas atau hak memerintah yang dipegang oleh satu orang’3. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa kata ‘otokrasi’ yang sering digunakan dalam bidang politik saat ini. 2. ٌ ِابْعَادdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penjauhan/pengasingan’4 dan di dalam kamus Istilah kata ٌ ِابْعَادdengan arti ‘deportasi’.5 Kata ‘deportasi’ dalam kamus Istilah merupakan serapan dari bahasa asing yaitu menggunakan kata Bahasa Inggris yang berasal dari kata ‘deportation’ artinya pengiriman kembali ke negri asal.6 Makna ini bersifat sinonimi antara penjauhan/pengusiran dengan deportasi. Tetapi, pemakaian kata yang sering digunakan dalam bidang politik adalah kata ‘deportasi’ yang berdeskriftif ilmiah, terlebih lagi kata tersebut sudah menjadi bahasa Indonesia yang sering digunakan oleh pemakainya sesuai dengan bidangnya. 3. ٌ هَوْلُىْصdi dalam kamus al-‘Ashri tidak mempunyai makna sedangkan, di dalam kamus Istilah diartikan ‘konkret’.7 Kemudian dalam kamus Serapan diartikan ‘berwujud lawan dari abstrak’8 serta dalam kamus Politik ‘konkret’ diartikan ‘nyata; benar-benar ada dan terwujud, dapat dilihat’9. Kata ‘konkret’ sering kita dengar dalam berbagai bidang (ekonomi, politik, hukum, dll) dan penggunaan kata ‘konkret’ sering
3
B.N Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007) Cet-2, h. 42. Attabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdra, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996) h. 10. 5 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 6. 6 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996) Cet-23, h. 175. 7 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 752. 8 J.S Badudu, Kamus kata-kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2005) h. 191. 9 Marbun, Kamus Politik, h. 263. 4
40
diucapkan. Jadi, penulis berpendapat bahwa kata ini sangatlah familiar karena tidak asing lagi penggunaannya. 4. ٌ هُهَاجَوَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyerangan’10 dan di dalam kamus Istilah diartikan ‘agresi’.11 Dalam kamus Politik diartikan ‘penyerangan yang dilakukan oleh suatu Negara terhadap Negara lain’12. Kata ‘agresi’ merupakan kata serapan dari bahasa Belanda diartikan dengan ‘Negara yang kuat menyerang kepada Negara yang lemah’.13 Kedua makna tersebut bersifat sinonimi, karena maknanya sama
dan juga satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat
menerjemahkan ke bahasa sasaran. Tetapi, dalam bidang politik dan hukum biasanya menggunakan kata ‘agresi’ dibandingkan kata ‘serangan’ karena kata tersebut lebih formal dan modern. 5. ٌ هُذَّكِزَةdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘permusyawaratan’14, sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘memorandum’.15 Kata ‘memorandum’ merupakan kata serapan dari bahasa Latin m’emorandum dengan arti ‘catatan, atau peringatan’,16 dalam kamus Politik diartikan ‘nota atau surat pernyataan dalam hubungan diplomasi’.17 sedangkan di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ‘surat pernyataan dalam hubungan resmi’.18 Konteks penggunaan kata ‘pemusyawaratan’ dan ‘memorendum’ sedikit berbeda karena kata ‘memorendum’ bersifat formal karena penggunaannya harus resmi sedangkan kata ‘permusyawaratan’ dapat di definisikan 10
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1851. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 765. 12 Marbun, Kamus Politik, h. 10. 13 Badudu, Kamus Serapan, h. 8. 14 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1676. 15 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 702. 16 Badudu, Kamus Serapan, h. 223. 17 Marbun, Kamus Politik, h. 312. 18 Gramedia Pustaka Utama, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet-4, h. 897. 11
41
permusyawarahan saja. Jadi, kata ‘memorendum’ yang sering muncul dalam bidang politik dan hukum.
ِ ُهتَىَاdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘saling onani’19 dan di dalam kamus 6. ٌطئ Istilah diartikan ‘berkolusi’.20 Dalam kamus BBI diartikan ‘melakukan kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji’,21 kata ‘saling onani’ dan ‘berkolusi’ mempunyai arti yang bertentangan atau antonimi karena kata ini tidak mempunyai hubungan makna. Dalam kamus Ilmiah Populer kata ‘kolusi’ diartikan ‘hubungan rahasia’22 penggabungan dua kata ber- dan kolusi ‘dua objek atau lebih yang saling berhubungan rahasia. Sedangkan, kata ‘saling onani’ berdeskriftif negative dengan penggunaan kata yang tidak terpuji. Jadi, sekarang ini kata ‘berkolusi’ sering digunakan sesuai dengan konteks dan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia. 7. ٌ هاَ ِدنَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘damai’23 dan di kamus Istilah dengan arti ‘kondusif’.24 Dalam kamus Politik diartikan ‘memiliki peluang seperti yang diinginkan yang mendukung keberhasilan’25, penulis berpendapat bahwa makna ‘damai’ berkembang menjadi ‘kondusif’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang Politik dan Hukum adalah kata ‘kondusif’ karena lebih modern.
19
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1620. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 681. 21 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 717. 22 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Absolut, 2002) h. 316. 23 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1960. 24 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 638. 25 Marbun, Kamus Politik, h. 189. 20
42
8. ٌلَوْع
di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pengekangan’ 26 dan di kamus Istilah
diartikan ‘represi atau kebiadaban’.27 Kata ‘represi’ merupakan kata serapan Latin yang diartikan ‘penekanan; sifat menekan’. 28 Dalam kamus Politik dengan arti ‘pengekangan, penindasan; tindakan pembalasan’29 dan di dalam kamus Istilah Populer
‘reparasi’
diartikan
‘penindasan;
penekanan
(amarah/kemarahan);
penghambatan’30 Jadi, menurut penulis kata ‘represi’ tepat untuk digunakan karena tatanan kata yang modern dan formal.
ُ di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kedzaliman’31 dan di dalam kamus Istilah 9. ٌط ْغّيَاى ‘diktator’.32 Kata ‘diktator’ meupakan serapan dari bahasa Latin dengan arti ‘kepala Negara yang memerintah dengan kekuasaan mutlak, dengan kekerasan dan sama sekali tidak demokratis’33 sedangkan, di dalam kamus Politik diartikan ‘pemerintah sewenang-wenang yang dijalankan oleh individu yang tidak bertanggung jawab kepada rakyat’.34 Sehingga, kata ‘diktator’ mempunyai nilai rasa yang tinggi jika digunakan dalam bidang Politik dan Hukum kemudian kata ‘kedzaliman’ mempunyai nilai rasa yang rendah, jika digunakan bukan pada konteksnya Jadi, kata ‘diktator’ hanya cocok untuk situasi masa kini (modern)., tetapi, kata ‘kedzaliman’ dapat dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata ‘delegasi’.
26
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1470. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 612. 28 Badudu, Kamus Serapan, h. 303. 29 Marbun, Kamus Politik, h. 420. 30 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 643. 31 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1233. 32 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 510. 33 Badudu, Kamus Serapan, h. 62. 34 Marbun, Kamus Politik, h. 118. 27
43
10. ٌ طَالَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kemampuan’35 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘kapasitas’.36 Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘memiliki kemampuan yang sesuai dengan ilmunya’, 37 kata ‘kapasitas’ merupakan serapan dari bahasa Prancis yang diartikan ‘kemampuan berproduksi’.38 Kata ‘kapasitas’ bersinonimi dengan kata ‘kapabilitas’ yang artinya ‘kemampuan suatu Negara dalam mengimplementasikan kekuatan militer, politik dan ekonomi, sosial, dan budaya untuk mencapai tujuan dan kepentingan nasional’.39 Kata ‘kapasitas’ dan ‘kemampuan’ bersifat sinonimi tetapi pemakainnya saja yang berbeda, kata ‘kapasitas’ sudah mencakup makna dari ‘kemampuan’ dan kata ’kapasitas’ bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran.
11. ٌ طِلَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘ikatan’40 sedangkan di dalam kamus Istilah ‘relasi’.41 Di dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa Inggris yang berasal dari kata ‘r`elasi’, yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi relasi yang artinya ‘orang yang berhubungan dalam perdagangan, pekerjaan, kegiatan bank, dsb’.42 Di dalam kamus Politik
diartikan ‘hubungan;
kenalan; pelanggan’, 43 dan di kamus Istilah Populer diartikan ‘hubungan anak saudara; perhubungan; langganan; pertalian’.44 Di sini sangat jelas bahwa kedua makna tersebut bersinonim. Jadi, jelas bahwa kedua makna tersebut adalah satuan
35
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1220. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 506. 37 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 622. 38 Badudu, Kamus Serapan, h. 171. 39 Marbun, Kamus Politik, h. 232. 40 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1185. 41 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 491. 42 Badudu, Kamus Serapan, h. 300. 43 Marbun, Kamus Politik, h. 419. 44 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 639. 36
44
leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Namun, kedua makna tersebut tidak mudah dipertukarkan, karena istilah ‘ikatan’ dapat digunakan secara secara umum dan tidak formal
(perkumpulan,
komunitas, dll) sedangkan perkembangan makna tersebut menjadi ‘relasi’ yang tepat untuk situasi masa kini (modern) sesuai dengan konteks dan bidangnya. 12. ٌطتِذْعَاد ْ ِاtidak ada di dalam kamus al-‘Ashri dan di dalam kamus Istilah diartikan ‘somasi’.45 Kata ini di ambil dari Istilah Hukum diartikan ‘teguran untuk membayar utang’46 kata ini juga sudah ada di dalam KBBI yang diartikan ‘teguran’, 47 kemudian di dalam kamus Istilah Populer diartikan ‘teguran; peringatan terakhir’.48 Jadi, menurut penulis kata ٌاِطْتِ ْذعَاد
diartikan ‘teguran’ pada dasarnya sama, yang
membedakan konteks penggunaan kata tersebut. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang Politik dan Hukum adalah kata ‘somasi’ karena karena modern dan formal. 13. ُ تَىْقdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘keinginan atau hasrat’49 sedangkan dalam kamus Istilah ‘aspirasi’.50 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang diartikan ‘kemauan untuk lebih maju’51 dan dalam kamus Politik diartikan ‘kehendak atau keinginan yang keras untuk mendapatkan sesuatu yang lebih tinggi di masa depan’.52 Jadi, menurut penulis kata ‘aspirasi’ lebih sering digunakan dalam berbagai konteks dibandingkan dengan kata ‘keinginan atau hasrat’. Penggunaan kata ‘aspirasi’ bisa dipakai untuk mewakili beberapa orang, tetepi kata ‘keinginan atau
45
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 56. Badudu, Kamus Serapan, h. 325. 47 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 853. 48 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 688. 49 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 615. 50 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 467. 51 Badudu, Kamus Serapan, h. 30. 52 Marbun, Kamus Politik, h. 39. 46
45
hasrat’ sebatas untuk satu orang saja, seperti definisi di dalam kamus Istilah Populer yang diartikan ‘cita-cita, tuntutan (ke arah perbaikan nasib); penuntutan (perorangan); kehendak (akan kelayakan hidup)’53 14. ٌطّيْطَزَة َ di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kekuasaan’54 sedangkan di dalam kamus Istilah ‘supermasi’.55 Kata ini merupakan serapan dari Perancis yang artinya ‘kekuasaan yang sah yang diberikan kepada sesuatu lembaga dalam masyrakat oleh pejabat dalam menjalankan fungsinya,56 serta di dalam kamus Politik ‘kekuasaan yang sah untuk melakukan tindakan peraturan untuk memerintah orang lain. 57 Kata ‘supermasi’ sering digunakan sesuai dengan konteks di bidang Politik dan Hukum kemudia kata tersebut sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia yang diartikan ‘hak melakukan peraturan untuk memerintah orang lain’. 58 Jadi, menurut penulis kata ‘kekuasaan’ dapat dipergunakan secara umum dan tidak formal dibandingkan kata ‘supermasi’. 15. ٌ اِسْدِوَاجdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘dualisme’59 sedangkan dalam kamus Istilah ‘dikotomi’.60 Di dalam kamus Politik diartikan ‘pembagian atas dua konsep yang saling bertentangan’,61 kata ini merupakan serapan dari bahasa Yunani yang artinya ‘pembagian dalam dua dua bagian yang bertentangan menurut logika’. 62 Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna yang berbeda, tetapi makna
53
Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 45. Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 455. 55 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 455. 56 Badudu, Kamus Serapan, h. 257. 57 Marbun, Kamus Politik, h. 350. 58 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 992. 59 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 85. 60 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 48. 61 Marbun, Kamus Politik, h. 118. 62 Badudu, Kamus Serapan, h. 62. 54
46
tersebut bersifat sinonimi dan penggunaan kata keduanya tersebut cocok untuk situasi masa kini (modern).
ْ ِ اdi dalam kamus Al-‘Ashri diartikan ‘kebocoran’63 dan di dalam kamus Istilah 16. ٌر ِتشَاح Ekonomi dan Politik ‘infiltrasi’.64 Makna di dalam kamus Istilah Ekonomi dan Politik menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa Belanda infilt`erasi yang artinya ‘penyusupan’.65 Di dalam kamus Istilah Populer ‘infiltrasi’ diartikan perembesan; penyusupan’,66 sedangkan di dalam kamus Politik diartikan ‘campur tangan ke dalam wilayah lain dengan maksud untuk memperoleh keterangan (matamata) untuk melemahkan kekuatan lawan’.67 Penggunaan kata ‘kebocoran’ hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais68 dan tidak bisa digunakan dalam konteks formal karena makna ini sebagai perumpamaan saja khalayak luas sesuai dengan bidangnya. Sedangkan kata ‘infiltrasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini dan kata ‘infiltrasi’ sering digunakan sesuai dengan konteks di bidang Ekonomi dan Politik saat ini.
ْ ِإdi dalam kamus al-‘Ashri tida mempunyai arti sedangkan di dalam kamus 17. ٌطتِمْطَاب Istilah diartikan ‘polarisasi’.69 Di dalam kamus Ilmiah kata ‘polarisasi’ dengan arti ‘getaran cahaya; pertentangan/perlawanan’.70 Di dalam kamus Serapan kata ini diartikan ‘pembagian atas dua kelompok yang berlawanan’,71 sedangkan di dalam
63
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 74. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 43. 65 Badudu, Kamus Serapan, h. 152. 66 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 230. 67 Marbun, Kamus Politik, h. 204. 68 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta, Rieneka Cipta, 2002) h. 85. 69 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 66. 70 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 575. 71 Badudu, Kamus Serapan, h. 279. 64
47
kamus Politik diartikan ‘menajamnya pertentangan di dalam satu kelompok masyarakat’72 dan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘pembagian atas dua bagian yang berlawanan’.73 Jadi, menurut penulis kata ‘polarisasi’ jarang kita temui dalam sehari-hari tetapi dalam bidang politik formal kata ini teramat sering digunakan karena memang berdeskriptif ilmiah dan modern. 18. ٌزحِّيل ْ َ تdi dalam kamus al-'Ashri diartikan 'pemindahan'74 dan di dalam kamus Istilah diartikan ‘deportasi’.75 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘deportation artinya ‘pengiriman kembali ke Negara asal’.76 Kata ini bila diartikan dalam kamus Politik ‘pengusiran seseorang/kelompok ke suatu tempat yang oleh pemerintah sebagai hukuman kerena orang tersebut tidak berhak tinggal diwilayah itu’. Kata ‘deportasi’ lebih tepat dari ‘pemindahan’ karena sesuai dalam konteks politik modern. 19. ٌ ُهنَاظَزَةdi dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya tetapi di dalam kamus Istilah ‘polemik’.77 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris pol`emik yang artinya ‘perang pena’,78 dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perang pena; perdebatan lewat tulisan (dalam media cetak surat kabar),79 kata ‘polemik’ sudah menjadi bahasa Indonesia baku karena kata ini sudah terdapat di dalam KBBI yang diartikan ‘perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan dalam media massa’. 80 Jadi kata ‘polemik’ sudah familiar dan dapat untuk digunakan dalam berbagai bidang.
72
Marbun, Kamus Politik, h. 395. Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1089. 74 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 457. 75 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 205. 76 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 175. 77 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 282. 78 Badudu, Kamus Serapan, h. 280. 79 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 576. 80 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 692. 73
48
20. ٌ جَأْصdi dalam kamus al-'Ashri diartikan 'gelisah'81 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘agitasi’.82 Di dalam kamus Politik ‘agitasi’ diartikan ‘pembicaraan atau pidato yang menggelorakan semangat, menggerakan hati atau hasrat untuk berontak bertempur melawan musuh dan sebagainya’,83 sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘hasutan kepada orang banyak (untuk mengadakan huru-hara pemberontakan) biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis partai politik’. 84 Kata ‘agitasi’ dan ‘gelisah bersifat antonimi karena keduanya mempunyai makna yang berlawanan, kata ‘agitasi’ digunakan dalam pidato politik untuk mempengaruhi massa sedangkan, kata ‘gelisah’ cendrung digunakan dalam konteks keseharian tanpa melihat bidang tertentu. Jadi, menurut penulis kata yang tepat untuk saat ini dalam bidang politik formal ialah ‘agitasi’. 21. ٌ عَ ِفّيْذَةdi dalam kamus al-'Ashri diartikan 'kepercayaan'85 dan di dalam kamus Istilah diartikan ‘doktrin’.86 Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘ajaran; dalil’,87 kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang artinya ‘ajaran (agama, politik, tata Negara) yang bersistem’88 dan kata ini sudah tertera dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang artinya ‘pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan ketatanegaraan dalam penyusunan kebijakan negara’.89 Kata ini mempunyai singkronitas antara
81
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 644. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 293. 83 Marbun, Kamus Politik, h. 10. 84 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 17. 85 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1304. 86 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 541. 87 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 107. 88 Marbun, Kamus Politik, h. 66. 89 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 338. 82
49
‘kepercayaan’ dan ‘doktrin’, jika dilihat penggunaan katanya kata ‘doktrin’ lebih tepat dalam konteks politik. Sedangkan kata ‘kepercayaan’ hanya bisa digunakan dalam konteks agama dan ungkapan keseharian. 22. ٌ َفحْضdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pemeriksaan’90 dan dalam kamus Istilah ‘investigasi’.91 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris investigation yang diartikan ‘penyelidikan; pengusutan’,92 kemudian di dalam kamus Politik diartikan ‘penyelidikan terhadap orang, lembaga, Negara, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa, pelanggaran dan sebagainya’,93 dan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘penyelidikan; pengusutan; pencatatan data dan fakta’.94 Jadi penulis menyimpulkan bahwa kata ‘investigasi’ lebih tepat, modern dan ilmiah untuk digunakan pada bidang Politik. 23. َ فَىَعdi dalam kamus al-'Ashri diartikan 'menugaskan'95 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘mendelegasikan.’96 Kata ‘delegasi’ merupakan serapan dari bahasa Inggris delegation/delegacy yang artinya ‘penyerahan/pelimpahan wewenang’,97 sedangkan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perutusan; rombongan perwakilan’,98 dan di dalam kamus Politik diartikan ‘orang yang ditunjuk dan diutus oleh suatu perkumpulan, Negara dan sebagainya dalam suatu perundingan, kerjasama dan sebagainya’.99 Jadi kedua kata ini bersifat sinonimi karena mempunyai padanan 90
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1378. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 573. 92 Badudu, Kamus Serapan, h. 296. 93 Marbun, Kamus Politik, h. 212. 94 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 246. 95 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1411. 96 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 588. 97 Badudu, Kamus Serapan, h. 116. 98 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 85. 99 Marbun, Kamus Politik, h. 96. 91
50
makna, kata ‘menugaskan’ digunakan dalam berbagai bidang non formal sedangkan kata ‘delegasi’ bersifat formal dan masa kini (modern).
ِ ْ َتخtidak diartikan dalam kamus al-‘Ashri tetapi di dalam kamus Istilah 24. ٌزيْض mempunyai arti ‘provokasi’100 Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘pancingan; penghasutan’.101 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris provocative yang artinya ‘hal memanas-manasi emosi seseorang atau suatu kelompok untuk melakukan tindakan yang sifatnya negatif (pengrusakan)’, 102 kemudian di dalam kamus Politik diartikan ‘tindakan yang dilakukan untuk memancing kemarahan’.103 Jadi kata ini bukanlah bahasa asing lagi karena kata ini sudah menjadi entri dalam kamus Besar Bahasa Indonesia104 dan sering digunakan oleh khalayak luas. 25. ُ تَىْقdi dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘keinginan’105 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘aspirasi’.106 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris aspiration-tie dengan arti ‘artikulasi konsonan hambat yang disertai letupan nafas yang cukup jelas sehingga jelas terdengar’, 107 kemudian dalam kamus Ilmiah diartikan ‘tuntutan; cita-cita (ke arah perbaikan nasib)’.108 Kedua kata ini bersifat sinonimi dengan cakupan makna yang berbeda, jika kata ‘keinginan’ bersubjek sedikit dibandingkan kata ‘aspirasi’. Jadi menurut penulis kata yang tepat diantara keduanya ialah kata ‘aspirasi’ yang berdeskriptif ilmiah dan sesuai saat ini.
100
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 598. Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 607. 102 Badudu, Kamus Serapan, h. 576. 103 Marbun, Kamus Politik, h. 407. 104 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1108. 105 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 615. 106 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 467. 107 Badudu, Kamus Serapan, h. 70. 108 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h.45. 101
51
26. ِ ثَىْرَةdi dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya sedangkan di dalam kamus Istilah dengan arti ‘revolusi’.109 Kata ‘revolusi’ merupakan serapan dari bahasa Inggris revolution dengan arti ‘perubahan ketatanegaraan (keadaan social) yang dilakukan melalui gerakan-gerakan fisik’,110 sedangkan di dalam kamus Politik diartikan ‘perubahan secara fundamental yang menyangkut pembagian kekuasaan politik, status social, ekonomi, dan sikap budaya masyarakat’111dan dalam kamus Ilmiah diartikan ‘perputaran/rotasi secara cepat; perubahan yang berlangsung secara cepat’.112 Menurut penulis penggunaan kata ‘revolusi’ tepat dalam konteks politik (formal atau non) dalam penyampaian aspirasi dan penuntutan hak dan kata ini juga sering kita lihat dalam media masa, elektronik. 27. ٌ َتنَاطُكdiartikan dalam kamus al-‘Ashri dengan ‘ketertiban’113 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘sinkronisasi’.114 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris synchronization yang artinya ‘sesuai; selaras atau serentak (kejadiaanya),115 kemudian dalam kamus Politik diartikan ‘perihal menyinkronkan; peyerentakan dan penyesuaian’,116 dan dalam kamus Ilmiah diartikan ‘penyerentakan; penyesuaian’.117 Kata ‘sinkronisasi’ mempunyai akar kata ‘sinkron’ yang artinya ‘sesuai dan tertib’ 118, jadi kata ‘ketertiban’ merupakan sub dari kata ‘sinkronisasi’. Jadi menurut penulis kata ‘sinkronisasi’ sudah mencakup dari kata ‘ketertiban’ dan berdeskriptif ilmiah.
109
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 321. Badudu, Kamus Serapan, h. 609. 111 Marbun, Kamus Politik, h. 422. 112 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 650. 113 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 585. 114 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 266. 115 Badudu, Kamus Serapan, h. 643. 116 Marbun, Kamus Politik, h. 443. 117 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 681. 118 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1314. 110
52
28. ٌطتِفْطاب ْ ِاdi dalam kamus al-‘Ashri tidak ada artinya sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘polarisasi’.119 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris ‘polarization’ yang diartikan ‘pembagian atas dua kelompok yang berbeda kepentingan dan saling bertentangan’,120 kemudian di dalam kamus Politik diartikan ‘menajamnya pertentangan di dalam kelompok masyarakat’.121 Menurut penulis, penggunaan kata ‘polasisasi’ sudah tepat karena memang sesuai dengan istilah politik sekarang dan sudah terdapat di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dengan arti ‘magnetisasi atau pembagian atas dua kelompok yang berlawanan’. 122 29. ٌ َتحْ ِكّيْنdi dalam kamus al-‘Ashri tidak diartikan tetapi di dalam kamus Istilah diartikan dengan ‘arbitrasi’.123 Di dalam kamus Serapan kata ini merupakan adopsi dari bahasa Latin arbitrase yang diartikan ‘pertimbangan dan peradilan wasit atau penengah dalam melerai persengketaan’,124 sedangkan di dalam kamus Politik pengartiannya lebih spesifik yaitu ‘prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan pertikaian secara damai, yang mencakup; kompromi atau kesepakatan di antara pihak yang bertikai’. 125 Jadi penggunaan kata ‘arbitrasi’ bisa dipakai dalam konteks formal karena kata ini berdeskriptif ilmiah dan masa kini (modern). 30. ٌ هُحاَرَبdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyerangan’126 sedangkan di dalam kamus Istilah ‘militan/seradu’.127 Di dalam kamus Politik diartikan ‘bersemangat
119
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 66. Aka Kamarulzaman dan M. Dahlan Y.Al Barry, Kamus Ilmiah Serapan, h. 552. 121 Marbun, Kamus Politik, h. 395. 122 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1089. 123 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 192. 124 Badudu, Kamus Serapan, h. 27. 125 Marbun, Kamus Politik, h. 29. 126 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 127 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 688. 120
53
tinggi; penuh gairah; berhaluan keras’,128 kata ini merupakan serapan dari bahasa Belanda yang diartikan ‘bersemangat penuh gairah dalam melakukan sesuatu’.129 Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘anggota milisi (yang diwajib militerkan); suka/siap berperang; besar jiwa heroiknya; siap berjuang’, 130 sedangkan dalam kamus InggrisIndonesia kata ‘miletent diartikan ‘orang yang agresif’. 131 Jadi menurut penulis penggunaan kata ‘militan’ tepat dibandingkan kata ‘penyerangan’ karena bersifat sinkronik dengan penyusaian waktu dan tempatnya. Kata ‘penyerangan’ hanya digunakan dalam konteks umum tidak mempunyai misi tujuan tetapi kata ‘militan’ jelas maksunya dengan pendidikan militer berjiwa perang untuk siap berjuang mempunyai misi jelas karena itu kata ‘militan’ akurat dalam menerjemahkan konteks politik masa kini (formal) dan formal. 2. Bidang Ekonomi 1. ٌ هُ ْمتَظِذdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘hemat’132 sedangkan , di dalam kamus Istilah diartikan ‘ekonomis’.133 Walau pun kedua kamus tersebut mempunyai makna yang berbeda, tetapi makna tersebut bersifat sinonimi. Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘bersifat hati-hati dalam pengeluaran uang, penggunaan barang, bahasa, waktu; tidak boros; hemat’134 Sehingga kata ‘ekonomis’ sudah mencakup makna dari ‘hemat’ dan kata ’ekonomis’ bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Dalam bidang Ekonomi biasanya menggunakan istilah ‘ekonomis’ dibandingkan kata ’hemat’, karena istilah tersebut lebih modern. 128
Marbun, Kamus Politik, h. 316. Badudu, Kamus Serapan, h. 227. 130 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 431. 131 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h.380. 132 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1788. 133 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 747. 134 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 355. 129
54
Jadi, istilah ‘ekonomis’ biasa digunakan sebelum adanya istilah ‘hemat’ dengan perkembangan makna tersebut istilah ‘ekonomis’ lebih populer saat ini. 2. ٌ هَكْضdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pungutan’135 dan di dalam kamus Istilah dengan arti ‘retribusi’.136 Dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan Latin yaitu r`etribus, yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi ‘retribusi’ yang artinya ‘pemungutan uang oleh pemerintah sebagai balas jasa contoh; kendaraan yang melintasi jalan tol’137di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer kata ‘retsibusi’ diartikan ‘pungutan daerah kepada perseorangan atau badan hukum sebagai imbalbalik karena menikmati jasa atau fasilitas yang disediakan pemerintah daerah’.138 Dalam kamus Istilah Populer diartikan ‘pengembalian; penggantian kerugian’, 139 Tetapi, dalam bidang Ekonomi biasanya menggunakan kata ‘retribusi’ dibandingkan kata ‘pungutan’ karena kata tersebut lebih formal dan modern. 3. ٌ عُوْلَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘mata uang’140 dan di dalam kamus Istilah diartikan ‘value’.141 Kata ‘value’ sendiri serapan dari bahasa Inggris dengan arti ‘nilai’ sedangkan di dalam kamus Lengkap Ekonomi dengan arti ‘pemeriksaan nilai uang’.142 Jadi, pemakaian kata ‘value’ yang sering digunakan di bidang Ekonomi dibandingkan ‘mata uang’. Tetapi penggunaan kata ‘mata uang’ yang lebih familiar untuk saat ini karena kata ‘velue’ terkesan formal dan berdeskriftif ekonomi global saja. 135
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1803. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 748. 137 Badudu, Kamus Serapan, h. 306. 138 Henricus W.Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer (Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara, 2006) h. 223. 139 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 649. 140 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1323. 141 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 548. 142 Collins, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994) Cet-2, h. 678. 136
55
4. ٌ ف َائِغdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘tambahan’143 dan di kamus Istilah dengan arti ‘surplus’.144 Di dalam kamus Istilah Ekonomi Kontemporer ‘surplus’ diartikan ‘kelebihan pendapatan di atas penghasilan’. 145 Kata ini serapan dari Perancis dengan arti ‘sisa hasil kelebihan’146 jadi, penulis menyimpulkan kata ‘surplus’ merupakan istilah Ekonomi saat ini dan penggunaannya kebanyakan pada ekonomi makro. Sehingga, kata ‘surplus’ adalah kata yang sering muncul dalam bidang Ekonomi. Kaitannya dengan semantik leksikal adalah penggunaaan kata tersebut sesuai dengan bidangnya dan kata ‘surplus’ lebih populer di masa kini dibandingkan kata ‘tambahan’. 5. َ َلبَغdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘menangkap’147 dan di dalam kamus Istilah ‘memonopoli’.148 Di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer diartikan ‘produksi dan penetapan harga output yang ditentukan oleh biaya marginal dengan pendapatan marginalnnya.149 Di dalam kamus Ekonomi Kontemporer dengan arti ‘keadaan pasar di mana suatu pihak memiliki pengaruh yang besar dalam menawarkan jenis barang tertentu sehingga mampu menentukan dan mengatur tingkat harga, 150 serta kata ‘monopoli’ merupakan serapan dari bahasa Yunani yaitu ‘perdagangan barang yang hanya dilakukan oleh satu perusahaan’.151 Kata ‘monopoli’ sudah menjadi istilah Ekonomi global saat ini. Jika dilihat perkembangan istilah Ekonomi kata ini sering
143
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1366. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 565. 145 Indra Dermawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), h. 514. 146 Badudu, Kamus Serapan, h. 338. 147 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1470. 148 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 597. 149 Henricus W.Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, Cet-2, h. 146 150 Indra Darmawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 399 151 Badudu, Kamus Serapan, h. 231 144
56
kita temukan di medi masa, tv dll, itu tidak terlepas dari modernisasi dan kedewasaan istilah tsb. Kata ‘monopoli’ juga digunakan dalam istilah Hukum. Jadi, menurut penulis istilah ‘menangkap’ biasa digunakan sebelum adanya istilah ‘monopoli’ dengan perkembangan makna tersebut istilah ‘monopoli’ lebih populer. 6. ٌ عَزْعdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penawaran harga’152 dan di dalam kamus Istilah dengan arti ‘suplai’.153 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris dengan arti ‘persediaan barang dan harga yang baru segera akan diterima oleh toko’,154 sedangkan di dalam kamus Ekonomi ‘jumlah barang-barang yang oleh penjualnya bersedia untuk dijual pada waktu tertentu’.155 Kata ‘penawaran harga’ dengan ‘suplai’ sangat jelas bahwa kedua makna tersebut bersinonim. Jadi, jelas bahwa kedua makna tersebut adalah satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Sehingga, kata-kata tersebut sering digunakan oleh khalayak luas sesuai dengan bidangnya. Kedua kata tersebut mempunyai perkembangan makna dengan masa yang berbeda dan kata ‘suplai’ tepat digunakan untuk masa sekarang, dan berdeskriftif ilmiah dan formal dalam bidang Ekonomi. 7. ٌطّيْذ ِ َ رdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘perhitungan’156 sedangkan di kamus Istilah dengan arti ‘neraca’.157 Di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer diartikan ‘suatu laporan keuangan yang menggambarkan posisi harta dari suatu badan usaha dalam periode setengah tahun dan dari laporan itu bisa dilihat apakah badan usaha itu sehat
152
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1282. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 531. 154 Badudu, Kamus Serapan, h. 337 155 Indra Darmawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 512. 156 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 976. 157 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 412. 153
57
secara keuangan atau tidak’158 dan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘dagangan catatan perbandingan untung rugi’. 159 Penulis berpendapat bahwa makna ‘perhitungan’ berkembang menjadi ‘neraca’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang politik dan ekonomi adalah kata ‘neraca’ yang berdeskriftif ilmiah. Kata ‘perhitungan’ hanya cocok untuk situasi kuno, klasik, arkais. 160 Sedangkan kata ‘delegasi’ hanya cocok untuk situasi masa kini (modern) dalam Ekonomi Global saat ini. 8. ٌ حَافِشdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘pendorong’161 sedangkan, di dalam kamus Istilah diartikan ‘insentif’.162 Dalam kamus Istilah maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa Balanda yang berasal dari kata ‘ins`entif’, yang diserap ke bahasa Indonesia menjadi insentif yang artinya ‘tambahan penghasilan (uang atau barang) untuk menambah gaerah kerja atau sebagai perangsang’.163 Kata ‘insentif’ sangat familiar karena sering digunakan dalam istilah Ekonomi dibandingkan kata ‘pendorong’. Contoh: Biaya insentif Guru.
ِ تَ ْلdi dalam kamus Al-‘Ashri diartikan ‘ringkasan’164 sedangkan artian di dalam 9. ٌخّيْض kamus Istilah ‘rekapitulasi’.165 Dalam kamus Serapan diartikan ‘ringkasan isi pada akhir laporan atau hitungan’166 sedangkan, di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer diartikan ‘adanya kredit bank bermasalah dengan kondisi negative spreed membuat 158
Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 151. Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 959. 160 Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, h. 85. 161 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 724. 162 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 316. 163 Badudu, Kamus Serapan, h. 538. 164 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 564. 165 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 258. 166 Badudu, Kamus Serapan, h. 299. 159
58
bank harus disuntik dana segar baru agar bisa kembali menjalankan usahanya’. 167 Kata ‘rekapitulasi’ sudah tidak asing untuk saat ini di bandingkan kata ‘ringkasan’, dan kata ini diartikan dalam kamus Istilah Populer ‘ikhtisar (isi laporan dsb)’.168 Jadi, kata ‘rekapitulasi’ sudah menjadi istilah di dalam bidang Ekonomi khususnya dan bidang lain pada umumnya. 10. ٌ ِانْمَاصdi dalam kamus al-'Ashri diartikan 'pengurangan'169 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘devaluasi’.170 Di dalam kamus Istilah Ekonomi dan Politik maknanya menggunakan kata serapan asing yaitu menggunakan bahasa bahasa Prancis d`evaluasi dengan arti ‘penurunan nilai uang sendiri terhadap uang asing dengan maksud untuk memperbaiki ekonomi’171 Dalam kamus Istilah Ekonomi Populer diartikan ‘kebijakan penurunan mata uang sebuah Negara untuk menurunkan permintaan dalam Negri akan produk impor’172 dan di dalam kamus Istilah Ekonomi Kontemporer diartikan ‘penurunan nilai paritas satua mata uang karena meningkatnya harga-harga barang di dalam negri secara tajam dibandingkan luar negri sehingga kesulitan mengekspor barang’. 173 Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa makna ‘pengurangan’ berkembang menjadi ‘devaluasi’ yang bersifat sinkronik sesuai dengan konteks dan waktu yang digunakan. Tetapi, yang sering digunakan dalam bidang Ekonomi adalah kata ‘devaluasi’ karena deskftif modern dan formal dan kata ini sering digunakan sesuai dengan bidangnya dan kata tersebut sudah menjadi istilah Ekonomi. 167
Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 220. Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 636. 169 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 263. 170 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 143. 171 Badudu, Kamus Serapan, h. 58. 172 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 62. 173 Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 174. 168
59
11. ٌ ِانْظِهَارdi dalam kamus al-‘Ashri tidak ada, dan di dalam kamus Istilah diartikan ‘merger’.174 Di dalam kamus Istilah Ekonomi Populer kata ini diartikan ‘penggabungan dua bank atau lebih dengan cara mempertahankan berdirinya salah satu bank tanpa melikuidasi bank lain’175 dan di dalam kamus Istilah Ekonomi Kontemporer diartikan ‘penyerapan sebuah perusahaan yang bersekala besar dari penggabungan dua atau lebih sebuah perusahaan’.176 Di dalam kamus Ilmiah Populer ‘merger’ diartikan ‘aliansi dagang; penggabungan dagang’.177 Jadi menurut penulis, kata ‘merger’ bisa dijadikan istilah Ekonomi karena kata tersebut familiar pada saat ini.
ْ ِ اdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘penyanggahan’178 sedangkan di dalam 12. ٌعتِزَاع kamus Istilah diartikan ‘interupsi’.179 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin ‘selaan terhadap orang yang sedang berbicara’180 di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘penyelaan atau pemotongan pembicaraan’.181 Sedangkan. Di dalam kamus Istilah Populer kata ‘interupsi’ diartikan ‘penyanggahan; penyelaan; sanggahan majas yang mempergunakan sisipan frase di tengah kalimat’. 182 Kedua makna tersebut adalah satuan leksikal yang bisa digunakan langsung pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran (Bsa). Tetapi, penggunaan kata ‘interupsi’ yang lebih tepat karena lebih modern dan tidak asing lagi untuk saat ini karena sering digunakan oleh khalayak luas. 174
Djuaeni. Kamus Istilah, h. 138. Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 142. 176 Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 390. 177 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 420. 178 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 155. 179 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 91. 180 Badudu, Kamus Serapan, h. 160. 181 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 543. 182 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 242. 175
60
13. ٌ إِطْلَاحdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan 'perbaikan'183 sedangkan, di dalam kamus Istilah ‘rekonsiliasi’.184 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan ‘perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula; perbuatan yang menyelesaikan perbedaaan’,185 sedangkan dalam kamus Serapan diartikan ‘upaya untuk memulihkan kepada keadaan semula; upaya untuk memperbaiki’,186 dan di dalam kamus Istilah Populer dengan arti ‘pemufakatan; rujuk kembali; perbaikan’.187 Jadi, menurut penulis kata ‘rekonsiliasi’ bisa dijadikan istilah Ekonomi karena kata tersebut modern dan sudah menjadi bahasa baku yang ada di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia.
ْ ُ هَ ْذبdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘terlilit hutang’188 sedangkan di dalam 14. ٍى ِنّيّت kamus di dalam kamus Istilah diartikan ‘obligasi’.189 Di dalam kamus Politik ‘obligasi’ diartikan ‘surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat diperjual-belikan’.190 Kata ‘obligasi’ merupakan serapan dari bahasa Prancis dengan arti ‘perjanjian atau ikatan’.191 Kemudian di dalam kamus Ilmiah Populer kata ‘obligasi’ diartikan ‘sesuatu yang harus orang lakukan karena ada janji persetujuan, kontrak, surat hutang (dengan bunga) yang dapat diperdagangkan’. 192 Jadi, menurut penulis penggunaan kata ‘terlilit hutang’ sudah mencakup makna dari ‘obligasi’ karena merupakn perkembangan makna dan kata ’obligasi’ bisa digunakan langsung
183
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 141. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 83. 185 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1158. 186 Badudu, Kamus Serapan, h. 300. 187 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 637. 188 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1675. 189 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 702. 190 Marbun, Kamus Politik, h. 344. 191 Badudu, Kamus Serapan, h. 246. 192 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 496. 184
61
pada saat menerjemahkan ke bahasa sasaran. Dalam bidang Ekonommi formal biasanya menggunakan istilah ‘obligasi’ dibandingkan kata ’terlilit hutang’, karena istilah tersebut lebih modern sesuai dengan istilah politik saat ini. 15. ٌ جَىْهَزِيdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘esensial’193 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘fundamental’.194 Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘yang paling pokok; prinsipil’,195 kemudian diartikan dalam kamus Serapan yaitu ‘yang sangat mendasar’.196 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris kemudia diadopsi ke dalam bahasa Indonesia fundam`ental197 kata ‘fundamental’ dan ‘esensial’ tidak jauh berbada dari segi pemakaiannya, tetapi kata ‘esensial’ lebih cendrung dalam memaknai suatu permasalahan (esensi problematika).198 Kedua kata tersebut samasama bisa digunakan pada masa sekarang tetapi bisa diperhatikan konteks yang tepat dalam manaruh kedua kata tersebut. 16. ٌ ُهتَفَىِقdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘mengungguli’ 199 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘superior’.200 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin Belanda ‘superiority’ yang diartikan ‘yang istimewa; terbaik’201 kemudian dalam kamus Politik diartikan ‘orang atasan’.202 Korelasi kata ‘mengungguli’ dan ‘superior’ bersifat sinonimi karena tahapan kata ‘mengungguli’ lebih awal dan berkembang menjadi ‘superior’.
193
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 721. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 311. 195 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 166. 196 Badudu, Kamus Serapan, h. 118. 197 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 400. 198 Marbun, Kamus Politik, h. 140. 199 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1613. 200 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 676. 201 Badudu, Kamus Serapan, h. 337. 202 Marbun, Kamus Politik, h. 455. 194
62
17. ٌ هُ َكشّفdi dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘dipadatkan’203 sedangkan dalam kamus Istilah ‘intensif’.204 Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘secara sungguh-sungguh; tekun’,205 sedangkan kata ‘intensif’ diartikan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dengan ‘terus-menerus dalam mengerjakan sesuatu hingga memperoleh hasil yang optimal’.206 Kata ‘intensif’ sering digunakan dalam bidang ekonomi yaitu ‘intensifikasi’ dengan arti ‘usaha meningkatkan produksi dengan mengoptimalkan dari areal yang sudah ada.207 Menurut penulis bahwa kata ‘intensif’ lebih sering digunakan dibandingkan dengan kata ‘dipadatkan’ karena cendrung modern sesuai dengan masa kini dan bisa digunakan dalam keadaan formal. 18. ٌ ال َّثنَا ِئّيَتtidak mempunyai arti di dalam kamus al-‘Ashri sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘bilateral’.208 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris yang diartikan ‘hubungan perjanjian’209 dalam kamus Ilmiah diartikan ‘(hubungan) antara dua pihak; perjanjian kerjasama antara dua Negara’210 kemudian dalam kamus Politik diartikan ‘perjanjian yang membebankan pada masing-masing pihak untuk menjalankan isi dari perjanjian yang disetujui’.211 Kata ‘bilateral’ ini sudah sering diucapkan dalam berbagai bidang karena sudah ada di dalam KBBI212
203
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h 1801. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 747. 205 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 239. 206 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 541. 207 Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer, h. 119. 208 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 543. 209 Badudu, Kamus Serapan, h. 38. 210 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 66. 211 Marbun, Kamus Politik, h. 61. 212 Gramedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 192. 204
63
19. ٌ وُلُىْجdiartikan dalam kamus al-‘Ashri dengan ‘akses’213 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘penetrasi’.214 Di dalam kamus Politik diartikan ‘penerobosan; penembusan; perembesan’,215 sedangkan di dalam kamus Serapan kata ‘akses’ diartikan ‘jalan masuk atau pencapaian berkas pada disket untuk penulisan atau pembacaan data’.216 Di dalam kamus Ilmiah ‘penetrasi’ diartikan ‘pemasukan atau penembusan’,217
kata
ini
juga
terdapat
dalam
kamus
Inggris-Indonesia
‘pena`treisyen’ diartikan ‘penembusan ekonomi dan kultural’.218 Menurut penulis penggunaan kata ‘penetrasi’ harus benar-benar tepat dengan konteksnya karena dari defenisi yang ada kata ini bisa salah arti jika konteks maknanya kurang tepat, jadi kata ‘penetrasi’ tepat digunakan dalam pemasalahan bidang ekonomi modern saat ini. 20. ٌ وَل َائِعdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kejadian fakta-fakta’219 sedangkan di dalam kamus Istilah diartikan ‘notulen’.220 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Belanda yang diartikan ‘catatan singkat tentang jalannya sidang atau rapatdan tentang apa yang dibicarakan di dalam rapat itu’,221 kemudian diartikan dalam kamus Ilmiah yaitu ‘catatan pembicaraan pendek tentang pembicaraan dalam rapat (catatan rapat). 222 Melihat defenisi diatas penulis menyimpulkan bahwa ‘kejadian fakta-fakta’ dan ‘notulen’ tidak ada kaitannya karena kata ‘kejadian fakta-fakta’ merupakan sebuah peristiwa disuatu waktu sedangkan ‘notulen’ berkaitan dengan kata kerja (menulis)
213
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2039. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 833. 215 Marbun, Kamus Politik, h. 373. 216 Badudu, Kamus Serapan, h. 10. 217 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 552. 218 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 424. 219 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2031. 220 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 832. 221 Badudu, Kamus Serapan, h. 244. 222 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 492. 214
64
dalam suatu acara untuk mencatat jalannya acara tersebut. Jadi, kata ‘notulen’ hanya tepat digunakan ketika suatu acara itu berjalan dalam berbagai bidang (ekonomi, politik, hukum dll). 21. ٌرشَت ْ َ وdi dalam kamus al-'Ashri diartikan ‘ruang kerja’223 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘workshop’.224 Di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘tempat kerja, sanggar kerja’,225 kemudian dalam kamus Inggris-Indonesia diartikan ‘lokakarya’.226 Menurut penulis kata ‘ruang kerja’ dan ‘workshop’ satu arti yang membedakan hanyalah penggunaannya saja, jika kita teliti lebih dalam kata ‘workshop’ menyerupai seminar atau acara akademisi. Jadi penggunaan kata ‘workshop’ lebih tepat karena memang kata ini berdeskriptif ilmiah dan formal.
َ di dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘sisi’227 sedangkan dalam kamus Istilah 22. ٌوجْهَت diartikan ‘dimensi’228. Dalam kamus Serapan kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin ‘dim`ensi ‘ukuran yang mencakup panjang-lebar-tinggi’229 kemudian dalam kamus Ilmiah diartikan ukuran (besar/luasnya)’ 230 sedangkan dalam kamus InggrisIndonesia kata ini yaitu dimension dengan arti ‘ukuran, besar dan luasnya.’231 Jadi hemat saya kata ‘dimensi’ sudah mencakup kata ‘sisi’ tetapi tidak sebaliknya penggunaan kata ‘sisi’ belum bisa mewakili kata ‘dimensi’ karena dalam tatanan bahasa yang baik yaitu sedikit kata tetapi padat makna.
223
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2010. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 821. 225 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 748. 226 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 653. 227 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 2003. 228 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 819. 229 Badudu, Kamus Serapan, h. 63. 230 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 97. 231 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 182. 224
65
23. ٌ نَ ْكظَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kemunduran’232 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘dekadensi’.233 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin d`ekad`ensi yaitu ’kemunduran, kemerosotan’234 artian sama seperti di dalam kamus Ilmiah dan Inggris-Indonesia jadi kata ‘dekadensi’ tepat digunakan dalam konteks formal saja karena berdeskriptif ilmiah dan juga masa kini (modern), jika digunakan dalam konteks bahasa umum (keseharian) kata ‘dekadensi’ sepertinya sulit untuk mudah dimengerti. 24. ٌ نَشْعَتdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘kecondongan’235sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘orientasi’.236 Kata ini merupakan adopsi dari bahasa Inggris dan Belanda ori`entes yang diartikan ‘peninjauan untuk mengenal dan mengetahui (hal, tempat dan sebagainya)’,237 kemudian di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘peninjauan, hal mencari pedoman’.238 Sekilas kata ‘orientasi’ terdengar ilmiah dan formal dibandingkan dengan kata ‘kecondongan’ yang berdeskriptif nonakademisi bernuansa lampau. Jadi menurut penulis kata ‘orientasi’ lebih akurat dibandingkan ‘kecondongan’. 25. ٌ ِهّيّْثاَقdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘perjanjian’239 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘konsensus’.240 Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin yang diartikan ‘kesepakatan atau persetujuan melalui kebulatan suara tentang suatu
232
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1944. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 800. 234 Badudu, Kamus Serapan, h. 50. 235 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1904. 236 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 785. 237 Badudu, Kamus Serapan, h. 254. 238 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 514. 239 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1808. 240 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 774. 233
66
pendapat atau pendirian’,241 kemudian di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘persetujuan, kesepakatan bersama atau acc’,242 dan di dalam kamus Inggris-Indonesia diartikan ‘mufakat atau persetujuan bersama’.243 Menurut penulis kata ‘perjanjian’ dengan kata ‘konsensus’ merupakan perkembangan makna karena ‘perjanjian’ akan menghasilkan sebuah kemufakatan bersama ‘konsensus’ dengan beberapa pertimbangan. Jadi, kata ‘konsensus’ tidak berfungsi jika memang kata ‘perjanjian’ belum terikrarkan dan kata ‘konsensus’ tepat digunakan dalam bidang politik, hukum, dan ekonomi sekarang karena bahasanya berdeskriptif ilmiah dan formal. 26. ٌ هُ ْو َتنِعdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘yang menolak’244 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan dengan ‘abstain’.245 Kata ini terdapat dalam kamus Serapan yang diserap dari bahasa Latin dengan arti ‘tidak menentukan sikap’,246 kemudian di dalam kamus Politik diartikan dengan ‘tidak menyatakan pro atau kontra dalam pemungutan suara’,247 dan di dalam kamus Ilmiah diartikan ‘tidak memberikan suara; blanko kosong atau tidak berpendapat’.248 Menurut penulis penggunaan kata ‘abstain’ sudah tidak asing lagi dalam keseharian tetapi kata ini merupakan makna penolakan secara halus dengan tidak memberikan kontribusi suara/pendapat dalam suatu pemilihan. Jadi, kata ‘abstain’ selangkah lebih maju dibandingkan kata ‘yang menolak’ dan kata itu bisa langsung diterjemahkan tanpa terlibih dahulu kata ‘yang menolak’.
241
Badudu, Kamus Serapan, h.191. Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 328. 243 John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 140. 244 Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1820. 245 Djuaeni. Kamus Istilah, h. 753. 246 Badudu, Kamus Serapan, h.2. 247 Marbun, Kamus Politik, h.4 248 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 3. 242
67
27. ٌ هِ ْلكdi dalam kamus al-‘Ashri diartikan ‘hak milik’249 sedangkan dalam kamus Istilah diartikan ‘properti atau aset’.250 Di dalam kamus Ekonomi Kontemporer diartikan dengan ‘tanah dan semua pengembangan yang berada din tanah beserta hukum yang terkait, aktivitas bisnis yang terdiri dari tanah, proses perizinan pengembangan, pemasaran dan pengelolahan’,251 kemudia dalam kamus Ilmiah diartikan ‘kepunyaan, hak milik’252 dan kata ini merupakan serapan dari bahasa Inggris prop`erti yang artinya ‘tanah milik dan bangunan’.253 Jadi, menurut penulis kata ‘properti’ lebih baik penggunaannya karena akurasi maknanya tepat sesuai dengan masa kini (modern) dan juga berdeskriptif formal sesuai istilah ekonomi global dibandingkan kata ‘hak milik’.
249
Attabik Ali dan Muhdra, Kamus Kontemporer, h. 1817. Djuaeni. Kamus Istilah, h. 751. 251 Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, h. 464. 252 Widodo Ahmad, Kamus Ilmiah Populer, h. 602. 253 Badudu, Kamus Serapan, h 288. 250
68
BAB V PENUTUP Kesimpulan Penulis dapat menyimpulkan bahwa dari kedua kamus tersebut (al-‘Ashri dan Istilah) masih memiliki persamaan kata dalam mengartikan makna tetapi, perkembangan makna tersebut yang menjadikan makna itu tepat untuk situasi masa kini (modern) sesuai dengan konteks dan bidangnya. Pada bab empat penulis menemukan kata yang sering dipakai dalam bidang Politik dan Ekonomi tetapi makna yang tidak sesuai untuk situasi masa kini dan konteks maknanya pun tidak tepat dalam menerjemahkan pada teks formal atau ilmiah. Penulis juga melihat kedua kamus tersebut (al-‘Ashri dan Istilah) masih mempunyai kesepadanan makna dalam menerjemahkan bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa), jika dilihat dari sisi semantik leksikal karena keduanya kamus kontemporer. Walaupun demikian, kamus al-‘Ashri tidak begitu mempunyai banyak makna yang terkini/modern dalam bidang Politik dan Ekonomi di bandingkan kamus Istilah. Jika dilihat dari sisi semantik leksikal kamus kontemporer lebih banyak menawarkan makna kata yang begitu bervariasi dan modern dibandingkan kamus al‘Ashri. Di sini penulis melihat jelas perbedaan dari kedua kamus tersebut. Di antara kedua kamus tersebut, kamus Istilahlah yang selalu memberikan dan menghadirkan makna kata-kata baru/terkini dalam bidang ekonomi dan politik yang sesuai referen dengan sisipan dan deskriftif dalam konteksnya. Jika Penulis lihat dari sisi leksikologi, kamus al-‘Ashri dan kamus Istilah samasama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam mengartikan makna kosakata Arab. Setelah penulis teliti pada bab empat, penulis akhirnya dapat menyimpulkan bahwa kamus kontemporer Istilah Politik dan Ekonomi adalah kamus 69
yang maju dan modern di bandingkan kamus al-‘Ashri. Itu semua penulis melihat dari tingkat kemaknaan kata yang modern serta arti kata yang sering digunakan dalam bidang ekonomi dan politik saat ini karena memang kamus Istilah ialah kamus spesialis dalam bidang istilah-istilah bidang Politik dan Ekonomi dengan tahun terbit Desember 2006 kemudian kamus al-‘Ashri merupakan kamus kosakata yang kontemporer pada waktu itu dengan tahun terbit Ramadhan 1419 H/Desember 1998.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhadi, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Gafika, 2001. Artmada, Frista, W. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang: Lintas Media, 2000. Al-Kasimi. Linguistic and Bilingual Dictionary. Leiden: E.J Brill, 1967. Amd, Widodo, Kamus Ilmiah Populer Dilengkapi EYD dan Pembentukan Istilah. Yogyakarta: Absolut, 2002, Cet. ke-2. Bahri, Zainul, Kamus Umum Khusus Bidang Hukum dan Politik, Bandung: Angkasa, 1996. Bahri, Zainul. Kamus Umum Khususnya Bidang Hukum dan Politik. Bandung: Angkasa, 1996. Badudu, J.S. Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Kompas, 2005. Chaer, Abdul, Leksikologi dan Leksikografi Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Collins. Kamus Lengkap Ekonomi. Jakarta: Erlangga, 1994. Djuaeni, M.Napis, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Istilah Politik dan Ekonomi, Jakarta: Mizan Publika, 2006. Dermawan, Indra, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia, 2005. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: 71
Balai Pustaka, 2007. Cet. Ke-4 Dermawan, Indra. Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006. Echols, M. John. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. Gofar, Abdul.R, Istilah Umum Arab Dan Kata-Kata Populer, Jakarta: Murai Kencana, 2000, Cet-3. Hanafi, Nuracman, Teori dan Seni Menerjemah, Semarang: CV Toha Putra, 1985. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993. Kushartati, Untung Yuwono, Multamia RMT Lauder, Pesona Bahasa, Jakarta, Gramedia Pustaka, 2007. Hidayatullah, M. Syarif, Tarjim Al-An: Cara Mudah Menerjemahkan Arab-Indonesia, Tangerang: Dikara, 2010, Cet-4. Parera, J.D. Teori Semantik, Jakarta: Erlangga, 2004. Pateda, Mansur. Semantik Leksikal. Jakarta: Erlangga, 1991. Sunaryo. Metode Penyusunan Kamus. Jakarta: t.pn, 1987. Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, Malang: UIN Malang Press, 2008. Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Semantik, Bandung, Offset Angkasa, 1985. Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia, 1993. Verhaar, J.W.M. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995. Cet. Ke-20. Zgusta, ladislav. Manual of Lexicography. Paris: The Hogue Mouton, 1971.
72
73
Lampiran 1 Hasil Analisis Akurasi Padanan Istilah Politik dan Ekonomi Arab-Indonesia Kata
Kamus al-‘Ashri
Hal
Kamus Istilah
Hal
ِطّيَت ِ َأتُمْزَا
___
-
Otokrasi
12
ٌِابْعَاد
Penjauhan/diasingkan
10
Deportasi
6
___
-
Konkret
752
ٌمُهَاجَمَت
Penyerangan
1851
Agresi
765
ٌمُذَاكَزَة
Permusyawaratan
1676
Memorendum
702
Saling onani
1620
Berkolusi
681
Damai
1960
Kondusif
638
Pengekangan
1470
Represi
612
Kedzaliman
1233
Diktator
510
ٌطَالَت
Kemampuan
1220
Kapasitas
506
ٌطِلَت
Ikatan
1185
Relasi
491
ٌطتِذْعَاد ْ ِا
___
-
Somasi
56
ُتَىْق
Keinginan/hasrat
615
Aspirasi
467
ٌطّيْطَزَة َ
Kekuasaan
455
Supermasi
455
ٌاِ ْسدِوَاج
Dualisme
85
Dikotomi
48
ٌاِ ْر ِتشَاح
Kebocoran
74
Infiltrasi
43
___
-
Polarisasi
66
ٌمَمْلُىْص
ٌطئ ِ ُمتَىَا ٌهاَ ِدنَت ٌلَمْع ٌط ْغّيَان ُ
ٌطتِمْطَاب ْ ِإ
73
ٌتَ ْزحِّيل
Pemindahan
457
Deportasi
205
ٌُمنَاظَزَة
___
-
Polemik
282
Gelisah
644
Agitasi
293
ٌعَ ِفّيْذَة
Kepercayaan
1304
Doktrin
541
ٌَفحْض
Pemeriksaan
1378
Investigasi
573
َفَىَع
Menugaskan
1411
Mendelegasikan
588
ٌَتخْ ِزيْض
___
-
Provokasi
598
ُتَىْق
Keinginan
615
Aspirasi
467
ِثَىْرَة
___
-
Revolusi
321
ٌَتنَاطُك
Ketertiban
585
Sinkronisasi
266
ٌطتِفْطاب ْ ِا
___
-
Polarisasi
66
ٌَتحْ ِكّيْم
___
-
Arbitrasi
192
ٌمُحاَرَب
Penyerangan
1639
Militan/serdadu
688
ٌمُ ْمتَظِذ
Hemat
1788
Ekonomis
747
ٌمَكْض
Pungutan
1803
Retribusi
748
Mata uang
1323
Value
548
ٌفَائِغ
Tambahan
1366
Surplus
565
ََلبَغ
Menangkap
1470
Memonopoli
597
ٌعَزْع
Penawaran Harga
1282
Suplai
531
ٌجَأْص
ٌعُمْلَت
74
ٌطّيْذ ِ َر
Perhitungan
976
Neraca
412
ٌحَافِش
Pendorong
724
Insentif
316
ٌخّيْض ِ تَ ْل
Ringkasan
564
Rekapitulasi
258
ٌِانْمَاص
Pengurangan
263
Devaluasi
143
ٌِانْظِهَار
___
-
Merger
138
ٌعتِزَاع ْ ِا
Penyanggahan
155
Interupsi
91
ٌإِطْلَاح
Perbaikan
141
Rekonsiliasi
83
ٍمَ ْذبُ ْى ِنّيّت
Terlilit Hutang
1675
Obligasi
702
ٌجَىْهَزِي
Esensial
721
Fundamental
311
ٌُمتَفَىِق
Mengungguli
1613
Superior
676
ٌمُ َكشّف
Dipadatkan
1801
Intensif
747
ٌال َّثنَا ِئّيَت
___
-
Bilateral
543
ٌوُلُىْج
Akses
2039
Penetrasi
833
ٌوَلَائِع
Kejadian fakta-fakta
2031
Notulen
832
ٌوَ ْرشَت
Ruang kerja
2010
Workshop
821
ٌَوجْهَت
Sisi
2003
Dimensi
819
ٌنَ ْكظَت
Kemunduran
1944
Dekadensi
800
ٌنَشْعَت
Kecondongan
1904
Orientasi
785
ٌِمّيّْثاَق
Perjanjian
1808
Konsensus
774
75
ٌُم ْم َتنِع
Yang Menolak
1820
Abstain
753
ٌمِ ْلك
Hak Milik
1817
Properti/asset
751
ٌُموْفَد
Ditugaskan
1866
Delegasi
722
ٌاِبَاحَت
Penyingkapan (rahasia)
4
Legitimasi
2
ٌِا ْتالَف
Perusakan
19
Sabotase
12
Mengintegrasikan
2004
Mengkonsolidasikan
819
ٌنَظّاَب
Yang menggelapkan
1915
Koruptor
790
َناَوَش
Pertempuran kecil
1886
Manuver
781
ََوحَذ
63 Kosakata
76