UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN
Oleh : S H O I M U D D I N NIM : 1060340012459
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1432 H/ 2011 M
UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar sarjana Tafsir Hadis
Oleh:
S H O I M U D D I N NIM : 1060340012459
Di bawah Bimbingan :
Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A NIP: 19560821 1996 1 001
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1432 H/ 2011 M
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA Skrip yang berjudul UKHUWWAH
DALAM PERSPEKTIF
AL-QURÂN telah
diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas ushuluddin UIN Syaris Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 14 Maret 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Jurusan Tafsir Hadis. Jakarta, 14 Maret 2011 Sidang Munaqasyah Ketua
Sekretaris
Drs. Suryadinata, MA NIP: 1960090 198903 1 005
Drs. Lilik Ummi Kalsum, MA NIP: 19711003 199903 2 001 Ketua
Penguji I
Penguji II
Dr. M. Edwin Syarif, MA NIP:10670918 199703 1 001
Drs. Suryadinata, MA NIP: 19600908 198903 1 005
Pembimbing
Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A NIP: 19560821 1996 1 001
Kata Pengantar
ÉΟŠÏm§9$# Ç≈uΗ÷q§9$# «!$# ÉΟó¡Î0 Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat swt. Karena berkat, rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir akademisi (skripsi) ini, shalawat dan salam senantiasa Allah swt. Curahkan kepada nabi saw, beserta keluarga dan sahabatnya, dan semoga kita semua mendapat syafaat-nya. Penyelesaian skripsi ini, sungguh sangat tidak mungkin bila tidak melibatkan banyak pihak, karena itu karena itu penulisingin menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin F. M.Ag, selaku dekan, dan Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. selaku pudek, Dan Dr. Bustamin SE, M.Si selaku ketua jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada para penguji yang dengan sabar, menguji dan mengkoreksi skripsi ini, yaitu Dr. M. Suryadinata, M.Ag, sebagai penguji I, Dr. M. Edwin Syarif, MA, sebagai penguji II, dan Drs. Lilik Ummi Kalsum, MA sebagai sekretasis. 3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, selaku pembimbing, yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini sampai rampung, dengan kesabaran beliau sungguh sangat berarti bagi kelancaran penulisan skripsi ini, penulis hanya bisa berdoa “Jazajumullah ahsanu al-jaza”. 4. Segenap dosen civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah, khususnya Jurusan Tafsir Hadis, yang dengan ikhlas dan tulus mencurahkan dan mentransfer wawasan serta pengetahuannya selama penulis menempuh studi di kampus tercinta ini.
5. Segenap Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Ushuluddin dan juga tak lupa kepada seluh staf perpustakaan Iman Jama Lebak Bulus yang telah memberikan fasilitas sumber rujukan dan referensi. 6. Ayahanda Sya’roni dan dan Ibunda Chuzaimah yang telah mengasuh, mendidik dan memberikan dukungan, baik moril ataupun materil selama penulis menjalani studi sampai penyelesaian skripsi ini, dan juga kepada kakak penulis: kang Udin beserta keluarga, kang Wahid dan keluarga, kang Hasanah beserta keluarga, kang Qoriah dan keluarga, dan kang Ihah beserta calon kakak ipar dan tak lupa kepada adik-adik tersayang penulis yang cantik, imut Nok Atun dan Nok Jizah,
yang kesemuanya selalu memberikan
semangat kepada penulis selama menempuh studi di kampus ini. 7. dan tak lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada MUIS yang selalu mendukung, mensuport dan “menemani” penulis baik dalam keadaan suka ataupun duka selama penulisan ini. 8. Kepada teman-teman saya yang satu nasib satu perjuangan yang tangguh dan gagah berani di kelas Tafsir Hadis A ataupun B, terutama sahabat saya Rizki Ediputratama, Muhtar Hafifi, Rahmat Hidayatullah, Tomi Sutrisno, Sulaiman, Sugeng Sugiarto, Surna, Mujiburrohman, Jenal Muttaqin dan teman-teman penulis yang telah sukses, Suryadi, Taufik (petong), Su’aib. 9. Dan teman-teman penulis satu kamar yang selalu mendukung dan memberi semangat dan penuh pengertian yaitu kang Samsul Ma’arif, Muhammad Rizki dan Rahmat.
Dengan rampung dan selesainya karya tulis ini, Penulis sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan disana-sini dan jauh dari kesempurnaan, baik berkaitan dari segi penulisan susunan kalimat ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang yang membangun
sangat penulis harapkan, dan semoga tulisan yang sangat
sederhana ini ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan agama, dan lebih khusus bagi penulis sendiri. Dan denga harapan karya tulis yang sederhana ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin amin ya robbal ‘alamin.
Jakarta 15 Maret 2011
PEDOMAN TRANSLITERASI PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab
Huruf Latin
tidak dilambangkan
ﺍ
1
Keterangan
ﺏ
B
Bep
ﺕ
T
Te
ﺙ
Ts
te dan es
ﺝ
J
Je
ﺡ
H
h dengan garis bawah
ﺥ
Kh
ka dan ha
ﺩ
D
da
ﺫ
Dz
De dan zet
ﺭ
R
Er
ﺯ
Z
Zet
ﺱ
S
Es
ﺵ
Sy
es dan ye
ﺹ
S
es dengan garis bawah
ﺽ
D
de dengan garis bawah
ﻁ
T
te dengan garis bawah
ﻅ
Z
zet dengan garis bawah
ﻉ
‘
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
ﻍ
Gh
ge dan ha
ﻑ
F
Ef
ﻕ
Q
Ki
ﻙ
K
Ka
ﻝ
L
El
ﻡ
M
Em
ﻥ
N
En
ﻭ
W
We
ﻫـ
H
Ha
ﺀ
‘
Apostrof
ﻱ
Y
Ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
___َ___
a
fathah
___ِ___
i
kasrah
___ُ___
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
__َ__ي
ai
a dan i
__َ__ و
au
a dan u
Vokal Panjang (Madd) Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
Mَــ
â
a dengan topi di atas
Pــ
î
i dengan topi di atas
Rـــ
û
u dengan topi di atas
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân. Syaddah (Tashdid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh: no
Kata Arab
Alih aksara
1
ﻃﺮﻳﻘﺔ
tarîqah
2
ﺍﳉﺎﻣﻌﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ
al-jâmî ah al-islâmiyyah
3
ﻭﺣﺪﺓ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ
wahdat al-wujûd
Huruf Kapital Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ……………………………………………………….
i
PEDOMAN TRANSLITERASI ……………………………………………
iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah .……………………………………….....
1
B. Perumusan dan Pembatasan masalah …………………………….
8
C. Tujuan penelitian …………………………………………………
9
D. Tinjauan pustaka …………………………………………………
10
E. Metodologi penelitian ……………………………………………
10
F. Sistematika Penulisan …………………………………………….
11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UKHUWWAH A. Pengertian Ukhuwwah …………………………………………....
13
B. Teladan Ukhuwwah ………………………………………….......
14
C. Hakekat Ukhuwwah ………………………………………………
18
D. Faktor penunjang Ukhuwwah …………………………………….
21
E. Upaya Nabi Dalam Menciptakan Ukhuwwah ……………………
29
BAB III AYAT-AYAT UKHUWWAH DALAM AL-QURÂN A. Lafad-lafad Ukhuwwah dalam al-Qurân …………………………
33
B. Garis besar Ukhuwwah …………………………………………
39
C. Hikmah Ukhuwwah ………………………………………………
44
D. Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah ………………………………
49
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………….
55
B. Saran-saran ………………………………………………………..
57
Daftar pustaka Lampiran-lampiran
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Islam, mengandung ajaran untuk menuntun umatnya pada jalan hidup manusia
yang paling sempurna, kepada kebahagiaan, kesejahteraan, ketentraman dan kedamaian, diketahui bersama dasar-dasar perundang-undangannya didalam ajaran agama Islam bersumber dari al-Qurân. Al-Qurân adalah sumber utama yang memancarkan ajaran agama Islam. hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang pokok-pokok aqidah, pokok-pokok akhlaq, keutamaan akhlaq, pokok-pokok aqidah keagamaan, perbuatan-purbuatan dan prinsip-prinsip umum hukum perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli dalam ayat-ayat al-Qurân.2 Al-Qurân adalah Firman Allah swt. yang telah diwahyukan kepada nabi Muhammad saw. memiliki urgensi ganda dan sangat mutlak kebenarannya, yaitu sebagai hidayah dan burhan bagi segenap manusia yang beriman di muka bumi ini, manakala mengharap ridho Allah dan ampunanya-Nya. Al-Qurân merupakan otoritas tertinggi dalam Islam ia adalah sumber fundamental bagi aqidah, ibadah, akhlaq, etika dan hukum. Secara kuantitatif, persoalan keimanan menempati bagian terbesar dalam alQurân. Persoalan moral datang berikutnya, disusun ritual, dan kemudian aturan-aturan hukum.3 Al-Qurân juga menegaskan di beberapa tempat ia adalah firman Allah yang maha agung, yang diwahyukan kepada nabi-Nya dalam bentuk kata-kata yang kita baca dari al-
2
Allamah M.H Thabatthaba’I mengungkap rahasia al-Qurân ‘(Bandung, Mizan, 1997) cet. IX hal. 21 Muhammad Abdul Halim, Memahami al-Qurân, pendekatan gaya dan tema, (Bandung, Marja, 2010) cet. 1 hal. 19 3
Qurân dan untuk membuktikan bahwa ia adalah firman Allah, bukan hasil ciptaan manusia, dalam beberapa ayat, al-Qurân menantang makhluk-NYA untuk mendatangkan apapun yang menyamai al-Qurân walaupun satu ayat. Seperti dalam surat Al-Baqoroh [2] ayat 23 “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah4 satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Ini menunjukkan bahwa al-Qurân itu berkekuatan mu’jizat yang tidak seorangpun sanggup mendatangkan yang semisal dengan al-Qurân.5 Tujuan yang terpadu dan menyeluruh dalam al-Qurân, bukan hanya mewajibkan pendekatan religius yang bersifat ritual atau mistik saja, yang dapat menimbulkan formalitas dan kegersangan dalam beragama, al-Qurân adalah petunjuk-Nya, bila dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian berbagai problem hidup.6 dan apabila dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa, dan karsa mengarah kepada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat. Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah kalamullah, sebaik-baiknya petunjuk adalah tuntunan Muhammad saw. Seburuk-buruk perkara adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama, setiap yang diada-adakan dalam agama adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.7
4
ayat Ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan tentang kebenaran Al Quran itu tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera dan bahasa Karena ia merupakan mukjizat nabi Muhammad s.a.w. [penjelasan dalam tafsir digital Quran in word] 5 Lihat juga pada Q.S 11:13, Q.S 17:88 Q.S 10:38 Q.S 4:82 6 Drs. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qurân, Tafsir maudu’I atas pelbagai persoalan umat (Mizan, Bandung, 1998) Cet. VII hal. 13 7 Shoih Muslim
Rasulullah adalah pemilik akhlaq yang utama sebagaimana disebutkan dalam Firman-Nya dalam al-Qurân
∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7‾ΡÎ)uρ “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” Q.S. al-Qolam [68] ayat 4
×πuΖ|¡ym îοuθó™é& «!$# ÉΑθß™u‘ ’Îû öΝä3s9 tβ%x. ô‰s)©9 Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu Q.S. Al-Ahzab [33] Ayat 21
Pengutusan Muhammad (dan nabi-nabi sebelumnya) sebagai seorang nabi dan atau Rasulallah diutus dimuka bumi, selain mengemban tugas menyampaikan sebuah risalah mereka juga menjalankan, memeragakan, menjelaskan maksud dan bagaimana menerapkan dan mengamalkan apa yang disampaikannya. Nabi dan Rasul apabila mereka dipandang dari dua sisi akan jelas siapa mereka sebenarnya. Pertama apabila ditinjau dari segi fisik mereka adalah manusia biasa dalam segala hal sama seperti kita. Mereka makan, minum, beristri, berdagang dan membaur dengan umatnya. Kedua bila ditinjau dari segi rohani, mereka adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dengan Allah, dan para Malak-Nya. Diantara Tugas-tugas kerasulan Muhammad diantaranya yaitu (1) Menerangkan Allah dengan sebenar-benarnya, (2) Menerangkan kebesaran dan keagungan Allah, (3) Menerangkan bagaimana cara manusia memuliakan dan membesarkannya, (4) Mengatur dan memelihara penghidupan manusia (seperti Muamalah, Munakakhah, hukum jinayat dsb), (5) Menyatakan segala jalan yang dapat memperbaiki urusan hidup (dengan beramal, usaha, bekerja dan melarang bermalas-malas), (6) Juga yang tidak kalah penting
yaitu memerintahkan manusia untuk berakhlaq baik, beradab sempurna. Dari perangaiperangai itu ada yang faedahnya kembali pada diri mereka sendiri seperti: berlaku benar, memelihara lidah, tidak berdusta, tidak memelihara barang yang haram, dan adapula yang bermanfaat untuk umum seperti: bermurah tangan, memberi pertolongan, memberi makan fakir miskin dan lain sebagainya8. Rasulullah (Muhammad) adalah suri tauladan dalam aspek kehidupan baik dalam beribadah kepada Allah, maupun dalam bergaul dengan sesama manusia, beliau aplikasikan dengan orang-orang terdekat seperti dengan Istri, anak, orang tua, saudara, tetangga dan karib kerabat, hingga kepada manusia yang paling jauh, yaitu kepada kita yang hidup di zaman ini. Diantara tauladan yang ditunjukkan oleh Rasulullah adalah melakukan semua perbuatan dengan memperhatikan adab dan etikanya, seperti mengawali dan mengakhiri semua rutinitas dengan doa, menggunakan tangan kanan untuk hal-hal yang mulia tangan kiri untuk hal-hal yang kotor dan buruk, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Tidak heran tentunya mengapa Muhammad sanggup melekukan itu semuanya. Karena disebutkan dalam sebuah riwayat
“ada seseorang bertanya kepada ‘Aisyah
tentang akhlaq, budi pekerti Nabi saw. Kata ‘Aisyah, “akhlaq Rasulullah itu adalah akhlaq yang tercantum dalam al-Qurân ”, dimana dalam al-Qurân itu sangat banyak yang bersangkutan dengan akhlaq dan budi pekerti yang baik. Akhlaq, Adab dan Etika yang yang dicontohkan Rasulullah adalah yang membedakan antara perbuatan manusia dengan binatang dalam beraktifitas, disamping itu juga, etika yang diajarkan Islam akan mempererat tali Ukhuwwah, karena etika Islam 8
Muhammad Al-Ghozali, Akhlaq Seorang Muslim (Wicaksana, Semarang 1993) cet. IV hel. 9
sesungguhnya merupakan pengejawantahan akhlaq Islam yang di dalamnya terkandung unsur saling hormat-menghormati dan saling menyayangi dan saling memelihara hak dan kewajiban masing-masing. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, bahwa Akhlaq yang diajarkan Islam akan mengokohkan keimanan seseorang. Tuntunan al-Qurân tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan saja (hablum min Allah), akan tetapi al-Qurân juga mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablum mina an-annas)9 juga, dan tidak sedikit terkadang mengatur hubugan dan prilaku dengan sesama makhluk tuhan seperti hubungan dengan saudara, tetangga yang muslim ataupun yang bukan muslim dan prilaku manusia sebagai khalifah di bumi. Al-Qurân adalah kitab suci yang mencakup seluruh ajaran-ajaran ilahi, Allah menurunkannya, Allah menjamin kebahagian dunia akhirat bagi siapa yang beriman dan mengamalkannya, dan memberikan ancaman bagi siapa saja yang berpaling darinya dan tidak mengamalkannya dengan ancaman kesengsaraan di dunia dan di akhirat10. Setidaknnya dari kesemua isi kandungan yang ada dalam al-Qurân, apabila dijabarkan satu-persatu tidak akan habis-habisnya. Maka. Dalam karya tulisini
hanya
akan diaplikasikan beberapa dari sekian banyak kandungan dan rahasia dalam al-Qurân akan kami torehkan dalam karya tulis ini tentang kata persaudaraan atau ukhuwwah di dalam Islam. Isi pokok kandungan al-Qurân dari berbagai pendapat setidaknya pendapat Hasbi ash-shidieqy dan senada dengan pendapat Ibnu Arobi, bahwa inti kandungan alQurân terdiri dari tiga hal pokok, yaitu: Aqidah, hukum dan akhlaq dan dari masing-
9
Akan hina didepan keduanya bila manusia tidak mengikuti keduanya, sebagaimana dalam surah ali-imron ayat 112 sebutkan 10 Demikian Allah menegaskan, “barang siapa mengikuti petunjukku niscaya tidak akan sesat.” (Q.S. Thaha[]: 123)
masing kandungan pokok itu masih dapat dibagi lagi dalam beberapa bagian yang lebih rinci.11 Sedangkan Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Kuliah Al-Islam membagi ajaran Islam kepada aqidah, syariah dan akhlaq. Aqidah terbagi kepada rukun iman yang enam, syariah dibagi kepada ibadah dalam arti khusus dan muamalah, ibadah terdiri dari; thaharoh, shalat, zakat, shaum, dan haji. Muamalah terbagi kepada; hukum perdata dan hukum publik. hukum perdata mencakup hukum niaga, hukum nikah, hukum waris, dan lain sebagainya. Hukum publik mencakup; hukum pidana, hukum negara, hukum perang dan damai (hukum jihad), dan lain sebagainya. Adapun akhlaq terdiri dari akhlaq kepada kholiq dan makhluk. Akhlaq kepada makhluk terdiri dari akhlaq kepada manusia dan bukan manusia, akhlaq kepada manusia terdiri dari akhlaq kepada diri sendiri, kepada tetangga, kepada mansyarakat lain. Akhlaq kepada selain manusia seperti, kepada flora, fauna dan lain sebagainya12 Sedemikian luas dan luhur al-Qurân diturunkan dan diwahyukan kepada rasulNya, kaitan akan undangundang yang ada di dalamnya mengatur akan berbagai unsur dengan sesama makhluk-Nya. kaitannya dengan karya tulis ini, penulis bermaksud untuk sedikit mengurai tentang ukhuwwah dalam al-Qurân. Kaitanya kata ini diaplikasikan dengan hubungan manusia dengan manusia (hablu min an-nas) bukan manusia dengan sang kholiq (habli min Allah), kiranya dianggap perlu dan penting untuk dibahas karena dirasakan oleh penulis dengan realita akhir-akhir ini yang terjadi ditanah tercinta, dan beberapa belahan bumi Allah yang lainnya, banyak sekali yang memfonis salah sebuah ibadah seseorang yang lain madzhab, dianggap ahli neraka karena berbeda dalam hal-hal 11
Drs. H. Imam Muchlas MA., Al-Qurân berbicara;kajian tekstual beragam persoalan, (Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1996) cet. 1 hal.41 12 Dr. Bustanuddin Agus M.A Al-Islam, (jakarta: Rajawali Pers, 1993) cet. 1 hal 68
yang bersifat furuiyyah, bahkan lebih parah lagi saling saling menuduh dengan cara mengkafirkan sesorang yang seiman hanya karena beda partai dan kelompok atau etnis. Bukan hanya itu saja penulis menganggap penting dalam membahas ukhuwwah dalam al-Qurân ini karena realita sekarang dengan anggapan dan penilaian miring terhadap Islam dengan pernyataan keras dan keji bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan, kriminalisme, intimidasi, individualis, kebencian terhadap umat/golongan lain, lebih parah bahkan ada segolongan orang yang menjustifikasi bahwasannya Islam adalah agama yang mengajarkan peperangan, terorisme dan lain sebagainya. Ironi memang. Mungkin saat ini sudah waktunya kita kembali kepada al-Qurân dan as-sunnah, karena didalam dua qonun itu terdapat sebuah sejarah gemilang kuatnya ajaran tentang ukhuwwah, persaudaraan dan pertemanan. persaudaraan (yang mendekati kekerabatan) dua golongan yang berbeda suku, berbeda asal usul, berbeda watak, berbeda prilaku dan berbeda kultur dibukukan kisahnya dalam al-Qurân. yah benar! Kaum Anshor (dari Makkah) dan Muhajirin (dari madinah). kesuksesan itu dipelopori oleh seorang nabi yang bernama Muhammad bin Abdillah. Sepertinya sejarah ini dianggap hanya masa lalu ditelinga, dianggap sebuah hal yang sangat susah dilakukan dan mustahil untuk diulang kembali di era sekarang ini. Peristiwa di atas, setidaknya membuat penulis ingin tahu lebih dalam tentang realisasi pengamalan seorang Muhammad sebagai seorang tauladan dalam menjunjung persaudaraan pada masanya, dan kesuksesan-kesuksesan apa yang dapat dan diambil pelajaran atas hikmah yang dapat di amalkan, sebagaimana kewajiban sebagai umat Islam.
Setidaknya inilah yang menjadi latar belakan penulisan skripsi yang berjudul Ukhuwwah dalam pandangan Islam. B.
Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penguraian dan menghindari pengulangan penguraian yang tidak mengarah pada maksud dan tujuan penulisan skripsi ini, kiranya perlu membuat perumusan dan pembatasan masalah dalam skripsi tentang “UKHUWWAH DALAM PERSPEKTIF AL-QURÂN” , ini sebagaimana akan diuraikan di bawah : 1. Pembatasan Masalah Tidak dapat dipungkiri tentang luasnya ilmu yang ada dalam ajaran Islam, dan telah disepakati bahwasannya al-Qurân dan hadis adalah dasar utama umat Islam dalam berpijak, dan berkenaan dengan tema skripsi ini penulis akan menggali dan meng explor kata dan ayat-ayat yang ada dalam al-Qurân, dan sebagai dalil penguat penulis akan menggunakan hadis nabi sebagai penunjang, Berkaitan dengan ukhuwwah ini akan penulis ungkap historis upaya dan amaliyah nabi dalam merealisasikan persaudaraan ini. dan tentu fokus pembahasan yang akan diurai hanya akan terfokus pada akhlaq antar sesama manusia saja (bi an-Nas) saja, yaitu tentang Ukhawah didalam Islam 2. Perumusan Masalah
ôN‰ y ÏtΡ $¨Β 9çtø2r& èπyèö7y™ Íνω÷èt/ .ÏΒ …ç푉ßϑtƒ ãóst7ø9$#uρ ÒΟ≈n=ø%r& >οtyfx© ÏΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû $yϑ‾Ρr& öθs9uρ ∩⊄∠∪ ÒΟŠÅ3ym ̓tã ©!$# ¨βÎ) 3 «!$# àM≈yϑÎ=.x Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah [Ilmu dan hikmahnya]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Q.S al-Luqman [31]: 27
Penulispun sadar akan kemampuannya. Dalam skripsi ini penulis tidak akan membahas Aqidah lain secara gamblang kecuali hanya pada Ukhuwwah dalam kaitannya Hablum min An-annas, dan aspek yang terkandung dalamnya pun tidak panjang lebar (kecuali jika memang diperlukan). Perubahan zaman dan perubahan masa menuntut manusia di dalamnya untuk berubah sikap dan berubah dalam beberapa hal, tidak bisa dipungkiri akan hal itu,. Skripsi ini akan mempertanyakan pertanyaan mendasar dalam hal ini,
C.
1.
Bagaimanakah ukhuwwah dalam perspektif AlQuran dan sunnah?
2.
Bagaimana realita ajaran tersebut di masa sekarang ini?” Tujuan Penelitian 1. Membantu memberikan pemahaman tentang pemahaman al-Qurân yang baik dan proporsional melelui beberapa pendekatan 2. Mengetahui sejauhmana al-Qurân dibahas oleh mufassir tentang Ukhuwwah ini 3. Untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan 4. Sebagai sumber informasi tambahan untuk rujukan literatur ke-Islam-an terutama tentang al-Qurân dari segi historisnya 5. Dalam rangka memenuhi kelulusan dan tugas akhir untum memperoleh gelar sarjana (S1) Theologi Islam dari Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadis di universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yang paling penting dari semua harapan diatas mudah-mudahan karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin dan orang orang yang mau belajar
secara umum wa bil al-khusus penulis sendiri, sekaligus dengan harapan dapat dijadikan sebagai catatan ilmu yang bermanfaat sebagai amal jariah bagi penulis. D.
Tinjauan Pustaka Adapun kajian tentang Ukhuwwah ini secara umum, penulis memfokuskan
penelitiannya pada al-Quran, al-Hadis dan tafsir-tafsir Al-Qurân sebagai data primernya dan data skundernya penulis akan menggali dari buku-buku, majalah skripsi dan yag sudah ada yang membahas senada dengan tema pokok penulis yaitu tentang Konsep Ukhuwwah
Islamiyah dalam Islam, menurut ibnu katsir
dalam Tafsir al-Quran
al’adzim, (kajian surat al-Hujarot [49] ayat 9-12), akan tetapi dalam skripsi tersebut hanya membahas ikatan yang berdasarkan Islam saja yang di fokuskan pembahasannya dikhususkan kepada ikatan antara sesama muslis saja. Sedangkan dalam skripsi ini penulis mencoba menggali lebih dalam tentang persaudaraan dengan sesama muslim ditinjau dari sang revolusioner akhlaq yaitu nabi Muhamma pada masanya lewat hadis fi’liyah dan taqrirnya. E.
Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini memusatkan pada pendekatan
kepustakaan (library research) karena sumber-sumber datanya berasal dari kepustakaan seperti al-Qurân sebagai data primer, dan juga dibantu sebagai data skundernya seperti kitab-kitab tafsir, buku-buku, majalah, artikel, jurnal dan lainnya sebagai penunjang yang berhubungan dengan masalah dan berkaitan dengan topik dan pembahasan yang menunjang. Adapun metode pembahasan yang dugunakan yaitu menggunakan analisa sebagai penjelas dari ayat-ayat al-Qurân untuk kesempurnaan kajian dalam pembahasan kajian
penelitian ini, dan penulispun menggunakan al-Mu’jam al-Mufahros li al-fadzi al-Qurân karangan Muhammad Fuad Abdul baqi sebagai pencarian kata Akh dalam al-Qurân. Sedangkan tehnik penulisannya berpedoman pada “pedoman penulisan skripsi, tesis dan desertasi” yang dikeluarkan oleh UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2006/2007. F.
Sistematika Penulisan Agar supaya penulisan skripsi ini terlihat efisien dan terarah dalam pembahasannya,
maka penulis akan menguraikannya dalam beberapa bab yang memuat beberapa sub bab di dalamnya, adapun uraiannya akan terlampir dibawah: Bab pertama; yaitu meliputi a) Latar belakang masalah; dalam bab ini berisikan tentang pendahuluan, kronologis masalah, dan kemudian abstraksi yang kemudian menjorok kepada alasan akan pentingnya penyusunan karya tulis ini. b) Perumusan dan Pembatasan masalah; dalam subab ini dijelaskan bagaimana penulis menorehkan secuil pengetahun metode penulisannya. c) Tujuan penelitian; akan dilampirkan urgensi akan pentingnya pembuatan skripsi ini bagi penulis dalam kepentingannya dalam studi d) Tinjauan pustaka e) Metodologi penelitian; f) Sistematika penulisan. Bab ke dua: Tinjauan Umum Tentang ukhuwwah; dalam bab ini meliputi beberapa subab diantaranya a) Pengertian Ukhuwwah,
dalam subab ini dijelaskan tentang
persaudaraan dari beberapa pakar b) Teladan Ukhuwwah: agar pembahasan dibab selanjutnya lebih mudah, dalam bab ini dijelaskan ukhuwwah pada masa-masa transisi (sebelum datangnya nabi sampai setelah Islam tersebbar luas di jazirah arab) sampai sekarang c) Hakekat Ukhuwwah; penyariaatan ukhuwaah didalam agama Islam bukan tanpa tujuan dan keutamaan maka dalah subab ini akan diterangkan ukhuwwah ditinjau dari penyariatannya bagi manusia d) Faktor penunjang Ukhuwwah; pada subab ini akan
dipaparkan unsur-unsur penunjang tegaknya ukhuwwah e) Upaya Nabi Dalam menanamkan Ukhuwwah; amat sangat penting ukhuwwah sebagai pondasi dalam Islam, maka. nabi menanamkan tauladan pada umatnya, baik berupa Qouliyah ataupun filiyyahnya. Bab ke tiga: Ayat-ayat Ukhuwwah: meliputi beberapa bab; diantaranya; a) Lafaz-lafa ukhuwwah dalam al-Qurân; amat sangat penting penggalian data tentang penyariaatan ukhuwwah dalam al-Qurân agar supaya lebih mapan dalam membahasnya b) Garis besar Ukhuwwah; dari pondasi dalil yang kuat yaitu dalil dari al-Qurân, pendapat para pakar membagi ukhuwwah menjadi beberapa macam c) Hikmah Ukhuwwah; Ukhuwwah dalam syariat Islam bukan hanya perintah yang terus menerus didengung-dengungkan tanpa timbal balik yang setimpal bagi pelakunya, Allah memberikan pahala bagi yang menjalankannya d) Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah ; dalam bab ini dipaparkan halhal yang menyangkut terwujud atau tidaknya ukhuwwah Bab ke empat: Penutup; a) Kesimpulan, dari uraian yang telah dipaparkan dari bab I sampai bab III, pada bab ini penulis berusaha mancari inti dari tema pokok ini b) Saransaran: semampu penulis dalam menyarankan guna terealisasinya dalam kehidupan.
BAB
II
TINJAUAN UMUM TENTANG UKHUWWAH A.
Pengertian Ukhuwwah Ukhuwwah biasa diartikan sebagai ‘persaudaraan’. Dimana kata ini terambil dari
akar kata yang pada mulanya berarti ‘memperhatikan’. Maknia asal ini memberikan kesan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian dari semua pihak yang merasa bersaudara.13 Asal kata Ukhuwwah adalah akh, yang artinya dua orang yang bersaudara baik seayah seibu, salah satu diantara keduanya atau karena susuan. Kata ini juga digunakan untuk orang-orang yang sama (menyatu) dalam segi ras, agama, karakter, persahabatan, jalinan cinta dan lain-lain.14 Sedangkan pengertian ukhuwwah Menurut Prof. M. Quraish Shihab, dalam bukunya membumikan al-Qurân fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat mengatakan bahwa: ukhuwwah padamulanya berarti “persamaan dan keserasian dalam banyak hal”. Oleh karenya, persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan, persamaan dalam sifat juga mengakibatkan persaudaraan. Semakin banyak persamaan akan semakin erat pula hubungan persaudaraan yang tumbuh dihati mereka.15 Oleh karenanya kesamaan merupakan faktor penunjang lahirnya persaudaraan, seperti: persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang mendahului lahirnya persaudaraan yang hakiki, dan yang pada akhirnya menjadikan seorang saudara
13
Jamal Syarif Ibrani, M.M. Hidayat, Mengenal Islam, (Jakarta, al-Kahfi, 2004) cet.1 hal. 217 Dr. Mustafa al-Qudhat, Merajut Nilai-Nalai Ukhuhuwwah , (Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2002), cet. 1 hal. 13 15 Quraish Shihab. Membumikan al-Qurân (bandung; Mizan 1993 ) cet ke IV hal 357 14
merasakan derita saudara yang lainnya. Sehingga unsur rela berkorban demi orang lain, ringan tangan untuk saling menolong tanpa dasar mengambil keuntungan sementara atau meminta sesuatu imbalan atau balasan dan lain-lain. Ditemukan dalam kamus bahasa seperti lisan al-‘arobi karangan al-imam al-lamah abi al-fadl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim ibnu al-Mandzur al-Afriqi al-Mishri, bahwa kata akh juga diartikan dalam arti ‘teman akrab’
(\]^_`)ا
atau ‘sahabat’
(bcd_`)ا.16
B.
Teladan Ukhuwwah Kita telah mengetahui dan memahami benar bahwasannyaa sesama muslim adalah
bersaudara, akan tetapi pengertian saudara dalam hal itu masih terbatas, pada pengertian secara umum, dan belum kongkrit. Adapun yang dimaksud mempersaudarakan satu muslim dengan muslim yang lainnya yaitu yang bukan saudara kandung, bukan keluarga dan juga bukan kerabat. Rasulullah menerapkan prinsip ajaran Islam dalam kehidupan nyata, persaudaraan muslim yang satu dengan muslim dengan muslim yang lain tidak boleh berkurang bobotnya dari persaudaraan dengan sesama muslim yang se-ayah dan seibu. Dalam hal ini jelas ada konsekwensi yang tidak boleh tidak akan terealisasi kuatnya persaudaraan yang sebagaimana yang dikatakan oleh nabi yaitu bagaikan satu tubuh. Bilamana ada anggota badan yang sakit maka sekujur badanpun akan merasakannya. Jelas ini adalah sebuah sejarah baru dimuka bumi. Dimana sama-sama diketahui sebelum Islam datang, tidak ada hubungan semonolite itu: satu Tuhan yaitu Allah alKholiq, satu Nabi dan Rasul yaitu pimpinan umat didunia dan akhirat, satu konstitusi 16
al-imam al-allamah abi al-fadl jamaluddin muhammad bin mukrim ibnu al-mandzur al-afriqi al-Mishri, Lisan al-Arobi, (Beirut, Libanon 1990) juz, 1, hal. 19
yaitu kitabullah Al-Qurân al-karim, satu akidah dan keyakinan, satu kiblat yaitu baitullah al-Ka’bah al-Mukarromah, satu tujuan yaitu keridhaan Allah didunia dan akhirat, satu cita harapan yaitu terwujudnya baldatun toyyibatun warobbun ghofûr (negeri yang baik, adil dan sejahtera, dibawah naungan Allah tuhan maha pengampun dosa). Zaman jahiliyah. semua tahu adalah sebuah dekade suram yang menguasai sebelum Islam datang dimana pada masa itu oleh para ahli diterjemahkan dengan “zaman kepicikan” (time of ignorence) atau zaman kebiadaban (time of barbarisme). Zaman kepicikan dikaitkan dengan pandangan mereka bahwa orang yang diluar mereka adalah musuh yang harus dimusnahkan, sedangkan zaman kebiadaban dikaitkan dengan tindakan mereka yang tidak mengenal dengan prikemanusiaan karena dorongan hawa nafsu yang tak terkendalikan untuk mewujudkan keinginan. Tidak luput dalam al-Qurân mendeskripsikan tentang ciri dari kehidupan Jahiliyah. Pertama, mereka yang mementingkan diri sendiri dan menyangka yang tidak benar terhadap Allah,17 kedua, berkaitan dengan hukum, dimana kaum Yahudi memberlakukan hukum untuk memenangkan yang salah atas dasar kekuatan, bukan atas dasar keadilan.18 Ketiga, Kesombongan hati-hati orang kafir yang merasa benar sendiri.19 Pengertian Jahiliyah adalah keadaan orang arab sebelum Islam yang mendurhaka kepada Allah kepad Rasul-Nya kepada syariat agama membangakan Nasab dan lain sebagainya. Islam hadir untuk menghilangkan warisan yang turun temurun diturunkan oleh kakek buyut orang-orang yang hidup di masa itu, Rasulullah sebagai seorang revolusioner dalam segala bidang (syariat, aqidah dan akhlaq) dimasa priode awal hijrah menerapkan dan mengaplikasikan ajaran Islam sebagai sumber pegangan dalam 17
Q.S Ali-Imron [3] ayat 154 QS Al-Maiah [5] ayat 50 19 QS Al-Fath [48] ayat 26 18
merealisasikan sebuah negara yang aman dan tentram. Mempersaudarakan antar Islam yang
satu
dengan
Islam
yang
lain
diantaranya.
Gelombang
pertama
nabi
mempersaudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshor, kemudian disusul dengan mempersaudarakan antarakaum muhajirin dengan kaum muhajirin, dimana langkah itu bertujuan agar mencairkan semangat fanatisme kekabilahan sisa-sisa masa jahiliyah. Dengan ikatan persaudaraan yang berlandaskan keagamaan itu maka semangat persaudaraan, solidaritas dan kesetiakawanan diabdikan kepada kebenaran Allah, Islam, dan bukan lagi kepada prinsip kesamaan kabilah, persamaan keturunan, persamaan warna kulit, persamaan ras kebangsaaan, atau persamaan tanah air dan lain-lain. Dan keutamaan seseorang tidak ditentukan oleh semuanya itu, akan tetapi dinilai dari ketaqwaannya kepada Allah dan keberaniaannya membela keadilan dan kebenaran-Nya.20 Ukhuwwah atau Persaudaraan yang nabi realisasikan “bukan lidah tak bertulang” dan juga bukan “pameran keindahan” melainkan terbukti dalam kenyataannya. Telah dibuktikan oleh kaum muhajin dan anshor bahwasannya mereka rela membela Islam dengan harta benda, darah dan air mata, kesadaran mengutamakan kepentingan Islam dan kaum muslimin dan kesadaran membela Allah dan Rasul-Nya benar-benar menjiwai persaudaraan yang agung itu. Imam bukhori meriwayatkan21 sebuah hadis yang menggambarkan “setiba kaum muslimin dari makkah tiba ke madinah Rasulullah mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin ar-Robbi’, setelah itu Sa’ad (dari kaum anshor) berkata kepada Abdurrahman (dari kaum muhajirin): “saya termasuk orang anshor yang berharta banyak. Itu hendak saya bagi dua, separo untuk ku dan separoh untuk anda, saya juga mempunyai dua orang istri. Lihat dan tunjukklah mana diantara dua perempuan itu mana yang Anda sukai, ia akan ku cerai dan bila iddahnya sudah selesai silahkan anda menikahinya” dan abdurrahman menjawab: “Allah memberkahi keluarga dan harta anda, tunjukkan sajalah kepadaku dimana pasar tempat anda berniaga” atas permintaan 20
H.M.H Al-Hamid al-Qurân-Husaini membangun peradaban sejarah Muhammad SAW. Sejak sebelum diutus menjadi nabi, (Bandung. Pustaka Hidayah, 2000) cet I hal 458 21 Shokhih bukhori bab persaudaraan antara muhajirin dan anshor 1:533
abdurrahman itu sa’ad menunjukkan pasar bani Qoinuqo ‘. Beberapa waktu kemudian ternyata abdurrahman telah mempunyai kelebihan bahan makanan seperti keju, dan minyak makan, demikianlah ia terus berdagang. Pada suatu hari ia datang menghadap rasul belia bertanya “Apakah masih kesepian?” Abdurrahman menjawab: “saya sudah ber istri” kemudian nabi bertanya “berapa (mahar) mas kawin yang engkau berikan?” abdurrahman menjawab “emas sebesar biji kurma” Dan juga imam bukhori menyampaikan berita yang pernah didengarnya “bahwa ketika itu kaum anshor merekomendasikan kepada nabi agar kebun-kebun kurma mereka dibagi, sebagian untuk kaum muhajirin dan sebagian lagi untuk mereka sendiri” kemudian nabi menjawab: “jangan” sejumlah kaum muhajirin yang hadir mengusulkan “kami akan turut mengelola kebun-kebun kalian, berikan saja pada kami bahan-bahan makanan.” Usul mereka diterima dengan baik dan ditema oleh kaum anshor.22 Masih banyak tauladan yang begitu besar perhatian kaum anshor kepada saudarasaudaranya kaum muhajirin dengan keihlasan yang tinggi dan rasa persaudaraan yang setulus-tulusnya, mereka rela mengorbankan sebagian harta kekayaan mereka untuk membantu penghidupan kaum muhajirin. Namun kaum muhajirin tidak mau menggunakan kesempatan itu beroleh bantuan tanpa bekerja. Dan mereka tidak mau menerima bantuan lebih dari yang diperlukan sementara waktu yaitu makanan. Kemudian lebih lanjut, dalam sejarah membuktikan bahwa rasul bukan hanya memperhatikan umatnya saja, akan tetapi beliau juga memperhatikan orang yang ada disekitar beliau yang berbeda keyakinan dengan beliau seperti orang Nashrani, Yahudi dan orang keturunan kafir Quraish. Bagaimanakah sikap beliau? Apakah mengucilkan mereka?, menindas hak-hak mereka?, mengusir mereka?, memusuhi, atau bahkan mengancam nyawa mereka? Jelas tidak!. Muhammad memberikan hak-hak mereka sebagaimana layaknya seorang manusia, menghormati dan memberikan hak mereka sebagai seorang dari bagian masyarakat muslim. Diantara buktinya yaitu terealisasinya “Piagam Madinah” sebagai
22
Shokhih bukhori I: 312
sebuah pengakuan atas keberadaan orang-orang yang berada di Madinah (lebih lanjur dan BAB ke III akan di jelaskan tentang hak-hak dan batasan-batasannya). C.
Hakekat Ukhuwwah Dalam kenyataan sosial, karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan
kerja sama antara yang satu dengan yang lainnya dan tidak dapat dipungkiri juga, bahwa manusia memiliki kencenderungan hidup berkelompok. Dimana setiap, kelompok dapat dibedakan dari segi keyakinan dan agama yang mereka anut, dari segi etnis, dan geografis mereka, dari segi prinsip polotik, dari segi kepentingan ekonomi, dari segi pola berfikir, dan pandangan hidup (ideologi), adat-istiadat dan lain sebagainya. Dalam al-Qurân juga sosok manusia sebagai seorang makhluk yang diberi mandat oleh Allah sebagai khalifah23 (yang umumnya memiliki sifat dan watak kuat, hebat, tangguh, gagah dan ksatria) akan tetapi juga dinyatakan dalam al-Qurân sebagai makhluk yang lemah (ß $Z‹Ïè|Ê≈|¡ΡM}$# t,Î=äzuρ )24 oleh karena itu mereka harus membentuk bekerja sama dalam kebaikan dan taqwa. Sebagaimana ibnu Khaldun dalam bukunya Muqoddimat, “sebuah organisasi kemasyarakatan merupakan suatu kemestian bagi manusia. Tanpa itu, eksistensi manusia sebagai makhluk sosial tidak akan sempurna, sebagaimana kehendak Allah menjadiakan manusia sebagai khalifah-Nya dimuka bumi ini untuk memakmurkannya”. Oleh karena itu para filusuf dan sosiolog berpendapat bahwa manusia menurut tabiatnya adalah makhluk sosial atau makhluk politik yang suka berkumpul dan bekerja sama yang memerlukan pengorganisasaian.25 Senada dengan pernyataan diatas, Miriam Budiharjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik mengatakan bahwasannya “Manusia, sebagai makhluk sosial dan makhluk politik memiliki dua sifat yang bertentangan satu sama lainya; di satu pihak mereka ingin bekerja sama, tapi disisilain mereka dia cenderung untuk bersaing dengan sesama 23
Lihat Q.S Al-Baqoroh [2] ayat 30 Lihat Q.S An-Nisa [4] ayat 28 25 J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam madinah ditinja dari pandangan alQurân, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994) cet. I hal 127 24
manusia”. sehingga mau tidak mau faktor-faktor tersebut mengakibatkan mudahnya timbul konflik diantara mereka, disebabkan masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan dan mempunyai berbagai kepentingan yang tajam dalam bidang sosial, ekonomi dan politik dan sebagainya cenderung ingin saling menghancurkan.26 Teringat kiranya kita dengan kasus 11 september 2001 yang terjadi di sebuah negara adidaya yang berujung dengan pemojokan sebuah agama, kasus di Mumbay pada tahun 2008, di Palestina dengan konflik yang berkepanjangan, pembantaian di bosnia, Chechnya, tragedi bom Bali, tragedi 13 mei di Jakarta, tragedi Priuk, tragedi Poso, tragedi Ambon, tragedi Sampit dan tragedi-tragedi yang lain yang tidak terekam oleh sejarah. Dari semua tragedi-tragedi diatas semuanya hanya menyisakan trauma, dendam, kerusakan, kehancuran dan kekacauann yang turun temurun diwarisi oleh sejarah saja. Kerusuhan dan kekisruhan kapanpun dan dimanapun bisa terjadi bak bom waktu yang tinggal menunggu waktu yang siap meledak kapan saja dan dimana saja. Penting kiranya sebuah antisipasi untuk mengatasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan itu. Manusia diciptakan oleh Allah selain sebagai khalifah, sebagai pengemban amanah untuk menjaga kemakmuran dimuka bumi ini, maka. Wajib kiranya amanah itu diemban dan direalisasikan adanya. Untuk merangkum kesemuanya kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasannya urgensi Ukhuwwah
perlu dan penting di jaga dan di syiar-kan agar supaya kekerasan,
kekisruhan, perpecahan, keributan dan na’udzubillah jangan sampai terjadi, adzab turun sebagaimana Allah turunkan pada umat-umat terdahulu karena selalu ma’siat, durhaka dan ingkar di bumi Allah. Kita tengok dalam Qur’an Surat Ali-Imron [3] ayat 103 untuk tolak ukur mengapa Islam memerintahkan untuk berpegang teguh kepada agama Allah.
26
Soerjono seokarto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Rajawali. Jakarta. 1982) Hal. 94
y#©9r'sù [!#y‰ôã&r ÷ΛäΖä. øŒÎ) öΝä3ø‹n=æ t «!$# |Myϑ÷èÏΡ (#ρãä.øŒ$#uρ 4 (#θè%§xs? Ÿωuρ $Yè‹Ïϑy_ «!$# È≅ö7tp ¿2 (#θßϑÅÁtGôã$#uρ 3 $pκ÷]ÏiΒ Νä.x‹s)Ρr'sù Í‘$¨Ζ9$# zÏiΒ ;οtøãm $xx© 4’n?tã ÷ΛäΖä.uρ $ZΡ≡uθ÷zÎ) ÿϵÏFΚu ÷èÏΖÎ/ Λäóst7ô¹r'sù öΝä3Î/θè=è% t÷t/ ∩⊇⊃⊂∪ tβρ߉tGöκEs ÷/ä3ª=èy s9 ϵÏG≈tƒ#u öΝä3s9 ª!$# ßÎit6ムy7Ï9≡x‹x. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. Q.S Ali-Imron [3] ayat 103
Ayat Madaniyah ini merupakan perintah Allah untuk masyarakat Islam agar mereka bersatu dan berpegang teguh kepada kitab dan sunnah serta memperkokoh persaudaraan mereka, dalam ayat ini juga Allah menjanjikan hati mereka sehingga bersaudara. Karena Allah tidak menghendaki perpecahan diantara mereka, melainkan persatuan dan persaudaraan, serta taat kepada-Nya serta Rasul-Nya. Orang-orang yang berpegang teguh kepada kitab dan sunnah hubungannya akan baik dengan Allah, Rasul dan sesama manusia sehingga mereka bersatu dan dengan peraturan Allah, bersaudara dan bersatu dengan sesama manusia.27 Kiranya sudah sangat jelas. Untuk membantah pernyataan-pernyataan kaum dan kalangan yang selalu sinis, selalu benci, memusuhi dan selalu mencari celah, borok dan cacat ajaran Islam dengan pernyataan-pernyataan mereka yang mendiskreditkan Islam dengan menyatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan, kriminalisme, intimidasi, individualis, kebencian terhadap umat/golongan lain, lebih
27
Prinsip-Prinsip Pemerintah dalam Piagam madinah ditinja dari pandangan al-Qurân, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994) cet. I hal 147
parah bahkan ada segolongan orang yang menjustifikasi bahwasannya Islam adalah agama yang gemar berperang dan mengajarkan terorisme. Di bab selanjutnya penulis akan mengetengahkan seberapa indah ajaran Islam mengajarkan kedamaian sebagai sebuah agama yang mempelopori perdamaian, seberapa universal ajaran agama Islam sebagaimana universaly ajaran yang diturunkan untuk seluruh umat, seberapa agung dan mulianya Islam sebagai agama yang diturunkan sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. D.
Faktor Penunjang Ukhuwwah Seberapa indah ajaran agama Islam mengajarkan kedamaian sebagai sebuah agama
yang mempelopori perdamaian, seberapa universal ajaran agama Islam, sebagaimana universal ajaran yang diturunkan untuk seluruh umat, seberapa agung dan mulianya Islam, sebagai agama yang diturunkan sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan tentang Ukhuwwah, tidak lepas dari tuntunan dan bimbingan, agar supaya value yang akan didapat bukan hanya pahala duniawi saja akan tetapi ukhrowi juga. Persaudaraan akan berdiri dengan kokoh, teguh, tegak di bumi Allah, bilamana syarat-syarat dan pilar-pilar sebagai pondasinya terpenuhi. tanpa terpenuhinya syarat dan pilar itu, ikatan ukhuwwah tidak akan terjalin dengan kuat, dan sudah barang tentu permusuhan, kerusuhan, kekisruhanpun otomatis akan menggantikan posisinya. Syarat dalam ber-ukhuwwah dan juga untuk dapat menggapai seluruh keutamaan yang terkandung di dalamnya, tentu seorang muslim harus dapat mengetehui syaratsyarat dan pilar yang penting dan mendasar sebagai pondasi utama yang harus dipenuhinya terlebih dahulu. Diantara syarat-syaratnya adalah: 1. Ikhlas Karena Mengharapkan Ridhlo Allah Semata
Persaudaraa seorang muslim terhadap muslim lainnya, haruslah dilandasi dengan keikhlasan kepada Allah SWT. Ukhuwwah yang terlahir bukan karena sesuatu yang bersifat keduniaan, atau karena termotivasi oleh kepentingan tertentu. Dan apabila ukhuwwah telah tercampur dengan ketidak ikhlasan seperti itu, maka sudah menjadi hak Allah apabila tidak menerima ukhuwwah yang seperti itu. Tentang sebuah keikhlasan, digambarkan dalam sebuah kisah yang terdapat dalam hadits, yang menceritakan seorang pemuda yang ingin mengunjungi saudaranya.
ﻪ ﻠﹶﻴﺎ ﺃَﺘﹶﻰ ﻋﻠﹶﻜﹰﺎ ﻓﹶﻠﹶﻤ ﻤﻪﺘﺠﺭﺩﻠﹶﻰ ﻤ ﻋ ﻝﹶﻪ ﺍﻝﻠﱠﻪﺩﺼﻯ ﻓﹶﺄَﺭ ﺃُﺨﹾﺭﺔﻴﻰ ﻗﹶﺭ ﻓ ﺃَﺨﹰﺎ ﻝﹶﻪﺍﺭﻼﹰ ﺯﺠﻥ ﺭ َﺃ ﺎ ﻗﹶﺎلَ ﻻﹶﻬﺒ ﺘﹶﺭﺔﻤﻌ ﻨﻥ ﻤﻪﻠﹶﻴ ﻋل ﻝﹶﻙ ْ ﻗﹶﺎلَ ﻫ.ﺔﻴ ﺍﻝﹾﻘﹶﺭﻩﺫﻰ ﻫ ﺃَﺨﹰﺎ ﻝِﻰ ﻓ ﻗﹶﺎلَ ﺃُﺭﹺﻴﺩ ﺘﹸﺭﹺﻴﺩﻥﻗﹶﺎلَ ﺃَﻴ ﺎ ﻜﹶﻤﻙﺒ ﺃَﺤ ﻗﹶﺩ ﺍﻝﻠﱠﻪ ﺒﹺﺄَﻥﻙ ﺇِﻝﹶﻴل ﺍﻝﻠﱠﻪ ُ ﻭﺴ ﻗﹶﺎلَ ﻓﹶﺈِﻨﱢﻰ ﺭ.لﱠﺠ ﻭﺯ ﻋﻰ ﺍﻝﻠﱠﻪ ﻓﺘﹸﻪﺒﺒ ﺃَﻨﱢﻰ ﺃَﺤﺭﻏﹶﻴ ﻴﻪ ﻓﺘﹶﻪﺒﺤﺒ َﺃ Diceritakan bahwasannya ada seseorang yang mengunjungi sauadaranya yang berada didesa lain, kemudian Allah mengutus malaikat untuk mengikutinya di jalan, kemudian malaikat menemu orang tersebut, dan maikat bertanya kepada Orang yang mau berkunjung “mau pergi kemana kamu?” dan ia menjawab saya hendak menginjungi saudaraku didesa ini. Dan malaikatpun bertanya lagi “apakah kamu memiliki kepentingan yang harus ia lakukan untukmu” dan ia menjawab “tidak! Akan tetapi saya mencintainya karena Allah azza wajalla, Dan kemudian malaikatpun berkata “sesungguhnya saya adalah diutus Allah untuk menemuimu karena sesungguhnya Allah benar-benar mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu”28 (H.R Muslim) 2. Dilandaskan Keimanan dan Ketaqwaan Karena hanya dengan iman dan taqwa sajalah, yang mampu menjadikan ukhuwwah tetap bersih, sebagaimana yang diinginkan oleh ajaran Islam. Dimana terhampar luas pernyataan itu dalam firmannya, dalam al-Qurân Allah menggambarkan dalam Surat alHujurat [49] ayat 10
28
Imam Abi Khusain Muslim bin khajjaj al-Qusairi an-naisaburi, Shohih Muslim, (Maktabah al-Ma’arif. Libanon 1995) Juz 8 hal. 8 no hadis.6714
∩⊇⊃∪ tβθçΗq x öè? ÷/ä3ª=èy s9 ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 ö/ä3÷ƒuθyzr& t÷/t (#θßsÎ=ô¹'r sù ×οuθ÷zÎ) tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# $yϑ‾ΡÎ) Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. Juga dalam Surat az-zukhruf [43] ayat 67
∩∉∠∪ šÉ)−Fßϑø9$# āωÎ) <ρ߉tã CÙ÷èt7Ï9 óΟßγàÒ÷èt/ ¥‹Í×tΒöθtƒ âHξÅzF{$# Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. 3. Komitmen Dengan Adab Islam. Persaudaraan tidak akan pernah terajut, apabila kedua orang yang saling berukhuwwah tidak mengimplementasikan adab dan perilaku Islami. Dan hal seperti inilah, yang maknanya terkandung dalam salah satu sabda Rasulullah SAW:
ﻪﻠﹶﻴﻗﹶﺎ ﻋﺘﹶﻔﹶﺭ ﻭﻪﻠﹶﻴﺎ ﻋﻌﺘﹶﻤ ﺍﺠﻰ ﺍﻝﻠﱠﻪﺎ ﻓﺎﺒﻼﹶﻥﹺ ﺘﹶﺤﺠﺭﻭ …dan dua orang pemuda, yang saling mencintai karena Allah, Mereka bertemu karena Allah dan merekapun berpisah karena Allah SWT29 (HR. Bukhori)
4. Berprinsip Saling Menasehati Kerena Allah
ﺍﺕـﺭﺙ ﻤ ﺔ ُﺜﹶﻼﹶ ﹸﺤﻴ ﺍﹶﻝـﻨـﱠﺼﻥﻴ ﺍﹶﻝـﺩـﻠـﱠﻡ ﺴ ﻭﻪـﻠﹶﻴﻠـﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋلُ ﺍﷲِ ﺼﻭﺴﻗـَﺎلَ ﺭ ﻬﹺﻡﺘﺎﻤﻋﻥﹺ ﻭـﻴﻤﻠﺴ ﺍﹶﻝـْﻤﺔﻷَﺌِﻤ ﻭﺘـَﺎﺒﹺﻪﻝِﻜ ﻭ ؟ ﻗـَﺎلَ ﻝِﻠـﱠﻪﻥلُ ﺍﷲِ ﻝِﻤﻭﺴﺎ ﺭﺍ ﻴﻗـَﺎﻝﹸﻭ Rasulullah mengatakan bahwaasannya Agama adalah nasihat pada tiga tingkatan, sahabat bertanya pada siapa saja ya rasulullah? Beliau menjawab Untuk Allah, kitabnya dan untuk para imam muslimin dan orang –orang awam mereka30 (Sunan at-tirmidzi) 29
Al-imam al-Khafidz abi abdullah Muhammad bin ismail al-Bukhori. Shokhih al-Bukhori (Al-Maktabah al-‘ashriyyah. Beirut. 1997) Juz 3, Hal.116 No. Hadis 660 30 Muhammad bin Isa bin sauroh bin Musa bin ad-dokhak at-tirmidzi Abu ‘Isa. Sunan At-Tirmidzi (Libabanon. Dar al-Fikri 1994) juz 4 hal.324 No. 1926
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa: Dari Abu Hurairah Rasulullah. Disebutkan bahwasannya rasulullah SAW bersabda
ﻨﹾﻪ ﻋﻪﻁﻤ ﻓـَﻠـْﻴ، ﺭﺃﻯ ﺒﻪ ﺃﺫﻯ ﻓﺈﻥ، ﻜﹸﻡ ﻤﺭﺁﺓﹸ ﺃﺨﻴﻪﻥ ﺃﺤﺩ ﺇ ‘Seorang mu’min merupakan cermin bagi mu’min lainnya, yang apabila ia melihat pada aib pada diri saudaranya, ia memperbaikinya.31 (HR. At-tirmidzi)
5. Saling tolong menolong dalam kesenangan dan kesusahan. ߉ƒÏ‰x© ©!$# ¨βÎ) ( ©!$# (#θà)¨?$#uρ 4 Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ ∩⊄∪ É>$s)Ïèø9$# ….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya Q.S. Al-Maidah [5] ayat 2
Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan merupakan perintah Allah SWT, baik dalam kondisi suka maupun duka. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengungkapkan : Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda:
ﻩﺩﺴ ﺠﺎﺌِﺭ ﺴﻰ ﻝﹶﻪﺍﻋ ﺘﹶﺩﻪﺃْﺴﻥﹺ ﺭﻴﻨﺅْﻤ ﺍﹶﻝـْﻤ ﺇِﺫﹶَﺍ ﺍﹶﺸﹾﺘﹶـَﻜﹶﻰﺩﺴﺜﹶلِ ﺍﻝﹾﺠﻥﹺ ﻜﹶﻤﺅْﻤﺜﹶلُ ﺍﻝﹾﻤﻤ Perumpamaan orang-orang mu’min dalam hal kecintaan dan kasih sayang diantara mereka adalah laksana satu tubuh, yang apabila terdapat salah satu anggota tubuhnya yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit, dengan tidak dapat tidur dan demam.’32 (Musnad Akhmad)
31
Sunan at-tirmidzi Juz. 7 hal. 390 no hadis 2054 Abu abdullah ahmad bin bin hanbal bin hilal bin asad as-saibani Musnad akhmad (Libanon. Dar al-Fiqri. 1992) juz 40 Hal. 107 no. 18852 dan 18945 32
Setelah sebuah ‘pondasi’ (baik rumah, gedung, jembatan atau apapun itu yang bersifat penguat di badian dasar) dibuat dengan kokoh, kuat dan tidak pudar maka perlu usaha tambahan untuk merawat agar supaya pondasi tersebut tidak hanya bertahan dalam beberapa saat saja atau hancur dalam hitungan tahun, bulan atau hari saja, diperlukan perawatan extra agar supaya hal-hal tersebut tidak terjadi. Sama halnya dengan pilar atau podasi ukhuwwah, ada perawatan khusus setelah dibangunnya pilar-pilar diatas sebagai pondsi, adapun cara untuk mempererat tali ukhuwwah Terdapat beberapa cara untuk dapat selalu menumbuhkan serta mempererat jalinan tali ukhuwwah yang terajut dengan kuat. Diantaranya adalah: a) Memberitahukan rasa ‘cinta’nya kepada saudaranya Sebagagaiman diriwayatkan dari sanad yang shohih oleh Abu dawud dan atTarmidzi. Dimana Nabi saw. Bersabda :
ﻪﺒﺤ ﺃَﻨﱠﻪ ﻜـَﻴﻩﺨﹾﺒﹺﺭ ﻓﹶﻠﹾﻴلُ ﺃَﺨﹶﺎﻩﺠ ﺍﻝﺭﺏﺇِﺫﹶﺍ ﺃَﺤ Apabia seseorang mencintai sauadaranya hendaklah mengkhabarkan kepadanya “bahwa engkau mencintainya”33 (HR. Abu Daud)
b) Mendoakan Saudaranya Dalam sebuah riwayat dikisahkan: Dari Abu Darda ra,
ٍﺜﹾل ﺒﹺﻤﻝﹶﻙ ﻭﻠﹶﻙﺏﹺ ﺇِﻻﱠ ﻗﹶﺎلَ ﺍﻝﹾﻤﺭﹺ ﺍﻝﹾﻐﹶﻴ ﺒﹺﻅﹶﻬﻴﻪﻭ ﻷَﺨﻋﺩﻡﹴ ﻴﻠﺴ ﻤﺩﺒ ﻋﻥﺎ ﻤﻤ tidak seorang hamba muslim berdoa untuk saudaranyadari kejauhan, melainkan malaikat berkata”dan untukmu juga seperti itu”34 (HR. Muslim)
33
Abi daud sulaiman ibnu al-‘as ‘as as-sajastani al—azdi, Sunan Abi Dawud (Kairo Mesir. Dar al-Hadis. 1988) Juz 4 Hal. 495 no 5126 34 Shohih Muslim, juz 8 hal. 86 no hadis 7103
c) Memberikan Senyuman Hal ini diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku,
ﻁﹶَﻠﹾﻕﻪﺠ ﺒﹺِﻭَﻰ ﺃَﺨﹶﺎﻙ ﺘﹶـَﻠﹾﻘ ﺃَﻥﻝﹶﻭﺌًﺎ ﻭ ﺸﹶﻴﻭﻑﺭﻌ ﺍﻝﹾﻤﻥ ﻤﻥﺭﻘﻻﹶ ﺘﹶﺤ Janganlah kalian menganggap remeh satu perbuatan baik sedikitpun, meskipun hanya memberikan senyuman (wajah yang ramah) kepada kepada saudaramu.35 (HR. Muslim) d) Menjabat Tangan Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan: Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda:
ﻓﻲ ﺭ ﺍﻝﺸﱠـﺠﻥ ﻤﺱﺎﺒﻕﹸ ﺍﹶﻝﹾـﻴﺭﺎﺕﹲ ﺍﹶﻝﹾﻭ ﺘـَﺘـَﺤﻩﺩ ﻓﹶﺄَﺨﹶـﺫﹶ ﺒﹺـﻴﻰﹺ ﺃَﺨﹶﺎﻩ ﺇِﺫﹶﺍ ﻝﹶﻘﻡﻠﺴ ﺍﹶﻝـْﻤﺇٍِﻥ ﺭﹺﺤِ ﺍﹶﻝﹾﺒﺩﺒﺜﹶـلُ ﺯﺎ ﻤﻤﻬ ﻜﹶﺎﻨﹶﺕﹾْ ﺫﹸﻨﹸﻭﺒ ﺇِﻥﺎ ﻭﻤ ﻝـَﻬﺇِﻻﱠ ﻏـَﻔﹶﺭ ﻭﻑﺎﺼﻡﹺ ﻋﻴـَﻭ Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan.36 (HR. Imam Baihaqi) e) Berkunjung Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman, ‘Cinta-Ku wajib diberikan kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, kepada yang saling duduk karena-Ku, kepada yang saling mengunjungi (bersilaturahim) karena-Ku, dan yang saling berlomba untuk berkorban karena-Ku.” (HR. Ahmad bin Hambal) f) Mengucapkan Selamat Pada Moment Tertentu Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda:
35 36
Shohih Muslim, juz 8 hal. 37 no hadis 6857 Akhmad bin Husain al-baihaqi. Al-baihaqi. Juz VI halaman 437 No hadis. 8950
Barang siapa yang bertemu dengan saudaranya dengan sesuatu yang menyenangkannya untuk membahagiakannya, maka sungguh Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat. (HR. Tabrani dalam Mu’jam Shaghir, II/288)
g) Memberikan Hadiah Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengemukakan: Saling mencintai dan saling memberi hadiahlah kalian (HR. Baihaqi & Tabrani) h) Memberikan Perhatian Penuh Pada Kebutuhan Saudaranya Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda:
ﻡ ﻭﺏ ﻴ ﻜﹸﺭﻥ ﻤﺔﺒ ﻜﹸﺭﻨﹾﻪ ﺍﹶﷲُ ﻋﺎ ﻨﹶـﻔﱠﺱﺏﹺ ﺍﹶﻝــﱡﺩﻨﹾﻴ ﻜﹸﺭﻥ ﻤﺒﹺﺔﻥﹺ ﻜﹶُﺭﺅْﻤ ﻤﻥ ﻋ ﻨﹶَﻔﹶﺱﻥﻤ ٍﺘﹼﺭ ﺴﻥﻤ ﻭ، ﺓﺭﺍﹾﻵَﺨﺎ ﻭﻲ ﺍﹶﻝﹸﺩﻨﹾﻴ ﻓﻪﻠﹶﻴ ﺍﷲُ ﻋﺭـﺴﺭﹴ ﻴﺴﻌﻠﹶﻰ ﻤ ﻋﺭﺴ ﻴﻥﻤ ﻭ، ﺔﹲﺎﻤﻴﺍﹶَْﻝﹾــﻘ ﻥﹺﻭﻲ ﻋ ﻓﺩﺒ ﺍﹶﻝﹾﻌﺎ ﻜﹶﺎﻥ ﻤﺒﺩﻥﹺ ﺍﹶﻝﹾﻌـﻭﻲ ﻋﺍﷲُ ﻓ ﻭ. ﺓﺭﻝﹾﺂﺨﺎ ﻭﹺﺍﻨﹾﻴﻲ ﺍﹰَﻝﺩ ﺍﷲُ ﻓﻩﺘﱠﺭ ﺴ، ﺎﻤﻠﺴﻤ ﻪـﻴﺃَﺨ ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim) i) Melaksanakan Semua Hak-Hak Ukhuwwah. Terdapat beberapa hal, yang menjadi hak seorang muslim dengan muslim lainnya dalam berukhuwwah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Hak-hak tersebut akan dibahas dalam pembahasan berikut: Dalam ukhuwwah terdapat hak-hak yang mesti dilaksanakan oleh sesama muslim yang saling bersaudara karena Allah SWT. Diantara hak-hak
tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Hak seorang muslim dengan muslim lainnya ada enam. Para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjwab, ‘apabila engkau bertemu dengannya ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu penuhilah, apabila ia minta nasehat darimu nasehatilah, apabila ia bersin doakanlah, apabila ia sakit tengoklah, dan apabila ia meninggal dunia maka ikutilah jenazahnya.” (HR. Muslim) (a) Mengucapkan Salam. (b) Memenuhi Undangannya. (c) Memberikan Nasehat. (d) Mendoakan Ketika Bersin. (e) Menengok Ketika Sakit. (f) Mengikuti Jenazahnya Ketika Meninggal Dunia Selain keenam hak ini, juga masih terdapat hak lainnya, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Allah akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim)
Dari hadits ini dapat di ambil beberapa poin penting, bahwa hak seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah : (g) Memperhatikan dan peduli terhadap kebutuhan dan kesusahannya. (h) Menutupi aib atau kekurangan yang dimilikinya
E.
Upaya Nabi Dalam Menciptakan Ukhuwwah Pada saat turun perintah untuk berhijrah dari mekkah ke Yatsrib (sebelum di ganti
menjadi Madinah), Nabi Muhammad saw. bukan hanya lepas dari gertakan, gangguan, dan ancaman pembunuhan ataupun percobaan pembunuhan dari kaum Kafir, Quraish di mekkah secara otomatis. Akan tetapi Nabi Muhammad saw. juga masih menghadapi beberapa masalah di Madinah, dimana kita ketahui keberadaan kota Madinah pembagian menurut genealogi maupun etnis dan keyakinan terbagi kedalam beberapa kelompok sosial yang saling berbeda dalam cara berfikir dan kepentingan. Heterogensi penduduk Madinah juga dapat dibedakan dari hal etnis dan bangsa, asal daerah dan ekonomi, agama dan keyakinan, serta adat kebiasaaan, dimana kondisi ini menyebabkan tiap golongan memiliki cara berfikir dan bertindak dalam mewujudkan sesuatu yaitu sendiri-sendiri sesuai degan filosofi hidupnya yang dipengaruhi oleh keyakinan dan kultur yang dianutnnya, dan tuntutan situasi. Maka dengan kondisi ini Nabi Muhammad saw. menghadapi masalah baru untuk menyatukan mereka untuk menghindari perpecahan, kekisruhan, keributan bahkan sampai peperangan, dimana kita kenal jasa beliau dengan Piagam Madinah-nya, simbol kesuksesan beliau dalam menyatukan semua elemen masyarakat Madinah yang ada didalamnya. Sebagaimana kita tahu bahwa nabi Muhammad saw. tidak hanya berkata dalam memberikan tauladan tapi aplikasi dan realisasi nyata dengan pengamalan dan tindakan beliau contohkan sebagai suri tauladan yang baik untuk umat dan masyarakat disekitarnya.
Seorang Yahudi memberikan kesaksian sebagai berikut: ketika rasulullah saw. Baru saja tiba dimadinah. saya segera menemuinya. Dari wajah beliau saya mengetahui bahwa beliau bukanlah seorang pendusta. Dan yang pertama-tama dikatakan oleh beliau:
ﺍﻝﻨﱠﺎﺱﹺلِ ﻭﺍ ﺒﹺﺎﻝﱠﻠﻴﻠﱡﻭﺼﺎﻡﹺ ﻭﺤﺍ ﺍﹶﻷَﺭﻠﹸﻭﺼ ﻭﺎﻡﺍ ﺍﹶﻝﻁـﱠﻌﻭـﻌﺃﻁ ﻭﻼﹶﻡﺍ ﺍﹶﻝﹾﺴ ﺃَﻓﹾﺸﹸﻭﺎ ﺍﻝﻨﱠﺎﺱـُﻬﺎ ﺃَﻴﻴ ﻼﹶﻡﹴﻨﱠﺔﹶ ﺒﹺﺴﺍ ﺍﹶﻝﹾﺠﺨﹸﻠﹸﻭ ﺘﹶﺩﺎﻡﻴﻨ wahai manusia sebarluaskan salam, berilah makan orang-orang yang kelaparan, jagalah hubungan silaturrahmi, dirikanlah sholat dimalam hari, saat orang lain sedang nyenyak tidur.. (dengan demikian) kalian akan masuk suarga,37 (Sunan Ibnu Majah) Lebih jauh Abdullah bin Salam menuturkan: beliau juga berkata
ﻩﺎﺭ ﺠﻥﺄْﻤ ﻻﹶ ﻴﻥﻨﱠﺔﹶ ﻤﺨﹸلُ ﺍﻝﹾﺠﺩﻻﹶ ﻴ Tidak akan masuk surga bagi orang yang tidak memberikan rasa aman bagi tetangganya38 (Shokhih Muslim)
ﻩﺩﻴ ﻭﻪﺎﻨ ﻝِﺴﻥ ﻤﻭﻥﻤﻠﺴ ﺍﻝﹾﻤﻡﻠ ﺴﻥ ﻤﻡﻠﺴﺍﻝﹾﻤ Orang muslim adalah Orang yang yang kaum muslimin (sesamanya) aman dari gangguan lidah dan tangannya (perbuatannya) (H.R an-Nasai)
Islam memberikan sebuah warisan peradaban yang dikukuhkan dalam sebuah syariat (tatanan, hukum atau undang-undang) dimana batu pertama yang nabi letakkan sebagai pondasi dimasa awal nabi menginjak kota yatsrib adalah ukhuwwah, dimana orang tidak akan sempurna imannya sebelum ia dapat mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri,39 dan sebelum persaudaraan demikian itu dapat mencapai kebaikan dan rasa kasih sayang tanpa suatu sikap lemah dan mudah menyerah. Ada orang yang bertanya pada nabi Muhammad saw. “perbuatan apakah yang baik didalam Islam?” kemudian ia menjawab: 37
Sunan Ibnu Majah Juz. 4 hal. 230 no Hadis. 1324 Shohih Muslim, Juz 4 hal. 49 no hadis 181 39 Shokhih al-Bukhori juz.1 hal. 29 no hadis.13 38
ﺭﹺﻑﹾ ﺘﹶُﻌ ﻝﹶﻡﻥﻤﻓﹾﺕﹶ ﻭﺭ ﻋﻥﻠﹶﻰ ﻤ ﻋﻼﻡﺃُ ﺍﻝﺴﺘﹶﻘﹾﺭ ﻭﺎﻡ ﺍﻝﻁﱠﻌﻡﺘﹸﻁﹾﻌ Sudi memberikan makan, dan sudi memberikan salam kepada orang yang kau kenal dan yang tidak kau kenal.40 (HR. an-Nasai)
Dan pengukuhan tentang pondasi persaudara, nabi juga mengutarakan pada saat khutbah pertama seaat sampai di Yatsrib
ﺠﹺﺩ ﻴ ﻝﹶﻡﻥلْ ﻭﹺﻤﻔﹾﻌ ﻓﹶﻠﹾﻴﺓﺭ ﺘﹶَـﻤﻥ ﻤ ﺒﹺﺸﹶـﻘﹶﺔﻝﹶﻭ ﺍﻝﻨﹼـَﺎ ﹺﺭ ﻭﻥ ﻤﻪﻬﺠﻲﹺ ﻭﻘ ﻴ ﺃَﻥﺘﹶﻁﹶﺎﻉﺴ ﺍﻥﻓﹶﻤ ﻑﹾﻌ ﻀﺎﺌَﺔﻤﻌﺒﻝﻬﹺﺎ ﺇِﻝِﻰ ﺴﺎﺜﺸﹾﺭﹴ ﺃَﻤ ﹶﻨﺔﹶ ﻋﺴﺯﹺﻱ ﺍﹶﻝﹾﺤِﻬﺎ ﺘﹶﺠ ﺒ ﻓﹶﺈَﻥﺔﺒ ﻁﹶـﻴﺔﻓﹶﺒـِﻜـِﻠﻤ Barang siapa yang dapat melindungi mukanya dari api neraka sekalipun hanya dengan sebutir kurma, lakukanlah itu, kalaupun itu tidak ada, maka dengan katakata yang baik. Sebab dengan itu. Kebaikan yang kau lakukan mendapat balasan 10 kali lipat sampai 700 lipat. Dikhutbah kedua, nabi berpesan untuk berimbang dalam menjalankan hak baik terhadap Allah ataupun terhadap sesama manusia diantara khutbah beliau, dan saling mencintaipun tidak lepas dari pesan beliau41
ﺎﺎﻝِﺢﹺ ﻤﺍ ﺍﷲَ ﺼﻗﹸﻭﺩﺍﹶﺼ ﻭ.ﻪـﻘﹶﺎﺘ ُ ﻕﹶ ﺘ ﺤﻩﺍﺘﱠـﻘـُﻭﺌًٍﺎ ﻭ ﺸﹶﻴﺍ ﺒﹺﻪﻻﹶ ﺘﹸـﺸﹾﺭﹺﻜﹸـﻭﺍ ﺍﷲ ﻭﻭﺩﻋﺒ ﺍﹶ ﻩـﺩﻬﻨﹾﻜﹸﺙﹸ ﻋ ﻴ ﺃَﻥﺏﻐﹾﻀ ﺍﷲَ ﻴ ﺇِﻥـﻨﹶﻜﹸﻡﻭﺡﹺ ﺍﷲ ﺒﹺـﻴﺍ ﺒﹺﺭﻭﺎﺒﺘﹰﺤ ﻭ،ﻜﻡ ﺒﹺﺄَﻓﹾﻭﹺﺍﻫﻥﻝـُﻭﺘﹶﻘـُﻭ Beribadatlah kamu sekalian, kepada Allah dan jangnlah kalian mempersekutukan-Nya, dengan apapun. Benar-benar takutlah kamu kepadanya. Hendaklah kamu jujur terhadap apa yang kau katakan baik itu; dan dengan ruh Allah hendaklah kamu sekalian saling cinta mencintai, Allah sangat murka terhadap orang yang melanggar janjinya sendiri. Begitulah Nabi Muhammad menyampaikan pesan-pesan persahabatan dengan pilarpilar penunjang terwujudnya Ukhuwwah kepada para sahabat-sahabatnya, baik melalui Mimbar khutbah jumat, ceramah ataupun melalui dialog-dialog. Kelenturan syariat Islam sangat amat dirasakan oleh penduduk kaum Yatsrib, itu semu dapat dilihat dan dibuktikan dengan harmonisnya hubungan masyarakat Yatsrib,
40
Shokhih Muslim, Juz, 15 hal. 191 no hadis. 4914 Muhammad Husain haikal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta, Pstaka Litera antar Nusa, 1990) cet ke 11. 208 41
yang notabene penduduknya sangat beragam dan bermacam-macam. Dan sampai akhirnya terbentuklah Madinah al-Munawarroh sebagai sebuah bentuk negara yang telah mencapai baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur yang telah dirintis oleh nabi dan sahabat-sahabatnya melalui bimbingan Islam.
BAB
III
AYAT-AYAT UKHUWWAH DALAM AL-QURÂN A.
Lafad-Lafad Ukhuwwah Dalam Al-Qurân Persaudaraan atau dikenal dalam Islam dengan akh, ikhwan dan Ukhuwwah adalah
pondasi dasar dari pewujudan toleransi, saling menghormati, menghargai dan upaya wujud dari perdamaian dunia. Dan ajaran itu ada dalam Islam dan tertuang dalam alQurân. Persaudaraan didalm al-Qurân dikenal dalam al-Qurân dengan kata akh dalam bentuk mufrod-nya (tunggal), sedangkan dalam bentuk jama’ terdapat dua bentuk yaitu ukhuwwah dengan ihhwan. Menurut bapak M. Quraish Shihab dalam bukunya membumikan al-Qurân, kata akh dalam bentuk mufrod kurang lebih terulang 52 kali, baik dalam bentuk mudazkar ataupun muannas, pernyataan beliau mengenai jumlah, hampir sama degan apa yang terdapat dalam kitab kamus Indeks al-Qurân karangan DR. Azharuddin Sahil, dimana kata akh ini memiliki dua arti (maksud) yaitu sebagian akh dengan makna “saudara seketurunan” (sedarah/seibu) dan sebagian lagi “saudara yang bukan seketurunan”, seperti persaudaraan dengan ikatan seiman atau seagama. Adapun contoh saudara yang seketurunan banyak sekali ditemukan pada ayat-ayat yang berbicara tentang waris seperti pada surat an-nisa [4] ayat 12 disitu kata akh terulang sebanyak dua kali dalam bentuk mudzakar dan muannas yaitu
Ÿ ß ‘u θƒã ≅ ^ × _ ã ‘u χ š %.x β)Î ρu 4¨ â ‰ ß ¡ 9#$ $ϑ y γ ß Ψ÷ ΒiÏ ‰ 7 n Ï ≡ρu ≅ eÈ 3 ä =Î ùs M × z ÷ &é ρ÷ &r ˆ î &r …ÿ &ã !s ρu ο× &r t Βø #$ ρÍ &r '» #s ≈=n 2 jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Pada surat yang sama yaitu QS. an-nisa ayat 176, dan juga disebutkan pada surat yang lain. Dan contoh saudara yang bukan seketurunan contohnya pada surat al-a’rof [7] ayat 65 dan lain-lain Sedangkan dalam bentuk jama’ dari akar kata akh ini ada dua macam yaitu ikhwan (انRi )إdan ikhwah (kاRi)إ. Kata Ikhwan dalam al-Qurân ditemukan 22 kali, dimana korelasinya dengan kata hampir selalu berdampingan dengan kata al-din, kata ini ditunjukan pemaknaannya kepada persaudaraan dalam arti tidak sekandung. Dan kata ikhwah terdapat dalam al-Qurân sebanyak 7 kali, kata Ikhwah ini ditujukkan untuk makna persaudaraan seketerunan, terkecuali pada surat al-Hujurat [49] ayat 10, dalam ayat ini menunjukkan persaudaraan bukan seketerunan tapi persaudaraan seagama. Persaudaraan didalam al-Qurân bukan berulang sekali atau dua kali dalam pelafadzan-nya, itu setidaknya memberikan peringatan dan bukti betapa penting dan urgennya akan perealisasian ukhuwwah dalam sebuah kehidupan. Sebagai pelengkap data, penulis akan melampirkan beberapa data tambahan pelafadzan akh dalam ragam penggunaannya dalalam al-Qurân yang terdapat dalam kitab al-mu’jam al-mufahros li al-fâd al-Qurân. disamping telah diungkapan oleh prof. M. Quraish Shihab dalam bentuk mufrod (yang mudzakkar dan muannas), jamak (ikhwan dan ukhwahnya), oleh beliau Muhammad Fuad Abdul baqi merangkung kata akh dalam berbagai bentuk, dibawah ini akan terlampir.1
1
Muhammad Fuad Abdul baqi, al-Mu’jam al-Mufahros, (Istanbl Turki, Al-Maktab Al-Islamiyah ) cet. I hal. 30
No Kontek
Ayat
Lafadz
An-Nisa [4]
12
â¨ß‰¡9$# $yϑßγ÷ΨÏiΒ 7‰Ïn≡uρ Èe≅ä3Î=ùs ×M÷zé& ÷ρr& îˆr& ÿ…ã&s!uρ
2
An-Nisa [4]
23
ÏM÷zW{$# ßN$oΨt/uρ ˈF{$# ßN$oΨt/uρ öΝä3çG≈n=≈yzuρ
3
Yusuf [12]
59
Νä3©9 8ˆr'Î/ ’ÎΤθçGøD$# tΑ$s% öΝÏδΗ$yγpg¿2 Νèδt“£γy_ $£ϑs9uρ
1
اخ
Q.S
Ÿ 4 öΝä3‹Î/r& ôÏiΒ 4
5
Mَiا
6
Yusuf [12]
77
4 ã≅ö6s% ÏΒ …ã&©! Óˆr& s−ty™ ô‰s)sù ø−Ìó¡o„ βÎ) (#þθä9$s% *
Al-ahqof [46]
21
Å∃$s)ômF{$$Î/ …çµtΒöθs% u‘x‹Ρr& øŒÎ) >Š%tæ %s{r& öä.øŒ$#uρ *
Yusuf [12]
63
$tΡ$yzr& !$oΨyètΒ ö≅Å™ö‘r'sù ã≅øŠs3ø9$# $¨ΖÏΒ yìÏΖãΒ $tΡ$t/r'‾≈tƒ
MmMiا 7
ö≅tGò6tΡ Yusuf [12]
65
àáxøtwΥuρ $uΖn=÷δr& çÏϑtΡuρ óΟßγyè≈tFtΒ (#θßstGsù $£ϑs9uρ 9Ïèt/ Ÿ≅ø‹x. ߊ#yŠ÷“tΡuρ $tΡ%s{r&
8
Al-a’rof [7]
111
kMiا
ÈÉ!#y‰yϑø9$# ’Îû ö≅Å™ö‘r&uρ çν%s{r&uρ ÷µÅ_ö‘r& (#þθä9$s% ∩⊇⊇ ∪ tÎų≈ym
9
Yusuf [12]
69
çν$yzr& ϵø‹s9Î) #”uρ#u y#ß™θム4’n?tã (#θè=yzyŠ $£ϑs9uρ
10
Yusuf [12]
76
βr& HωÎ) Å7Î=yϑø9$# ÈÏŠ ’Îû çν$yzr& x‹è{ù'uŠÏ9 tβ%x. $tΒ 4 ª!$# u!$t±o„
11
Maryam [19]
53
$wŠÎ;tΡ tβρã≈yδ çν%s{r& !$uΖÏFuΗ÷q§‘ ÏΒ …çµs9 $oΨö7yδuρuρ
12
Al-Mukminun [23]
45
$uΖÏG≈tƒ$t↔Î/ tβρã≈yδ çν$yzr&uρ 4†y›θãΒ $uΖù=™ y ö‘r& §ΝèO AÎ7•Β 9≈sÜù=ß™uρ
13
Al-Furqon [25]
35
ÿ…çµyètΒ $oΨù=èy y_uρ |=≈tFÅ6ø9$# y›θãΒ $oΨ÷s?#u ô‰s)s9uρ #\ƒÎ—ρu šχρã≈yδ çν%s{r&
14
As-Su’aro [26]
36
ÈÉ!#y‰yϑø9$# ’Îû ô]yèö/$#uρ çν%s{r&uρ ÷µÅ_ö‘r& (#þθä9$s% tÎų≈ym
15
Al-A’rof [7]
65
nهMiا 16
(#ρ߉ç7ôã$# ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s% 3 #YŠθèδ ôΜèδ%s{r& >Š%tæ 4’n<Î)uρ * ÿ…çνçöxî >µ≈s9Î) ôÏiΒ /ä39s $tΒ ©!$#
Al-A’rof [7]
73
ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s% 3 $[sÎ=≈|¹ öΝèδ%s{r& yŠθßϑrO 4’n<Î)uρ ©!$# (#ρ߉ç7ôã$#
17
Huud [11]
85
ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s% 3 $Y7øŠyèä© öΝèδ%s{r& št ô‰tΒ 4’n<Î)uρ ©!$# (#ρ߉ç7ôã$#
18
Huud [11]
50
©!$# (#ρ߉ç6ôã$# ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s% 4 #YŠθèδ öΝèδ%s{r& >Š%tæ 4’n<Î)uρ
19
Huud [11]
61
ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s% 4 $[sÎ=≈|¹ öΝèδ%s{r& yŠθßϑrO 4’n<Î)uρ * ©!$# (#ρ߉ç6ôã$#
20
Hud [11]
84
ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s% 4 $Y6ø‹yèä© óΟèδ%s{r& ttô‰tΒ 4’n<Î)uρ * ©!$# (#ρ߉ç7ôã$#
21
An-Namel [27]
45
Èβr& $sÎ=≈|¹ öΝèδ%s{r& yŠθßϑrO 4’n<Î) !$oΨù=™ y ö‘r& ô‰s)s9uρ ©!$# (#ρ߉ç7ôã$#
22
Al-Ankabut [29]
36
ÉΘöθs)≈tƒ tΑ$s)sù $Y7øŠyèä© öΝèδ%s{r& št ô‰tΒ 4’n<Î)uρ ©!$# (#ρ߉ç6ôã$#
23
Yusus [12]
69
َكRiا 24 25
ُkRُiا
(#θçΡ$Ÿ2 $yϑÎ/ ó§Í≥Ft ö;s? Ÿξsù x8θäzr& O$tΡr& þ’ÎoΤÎ) tΑ$s% šχθè=ϑ y ÷ètƒ
Tooha [20]
42
“Ìø.ÏŒ ’Îû $u‹Ï⊥s? Ÿωuρ ÉL≈tƒ$t↔Î/ x8θäzr&uρ |MΡr& ó=yδøŒ$#
Yusuf [12]
8
$¨ΨÏΒ $oΨŠÎ/r& #’n<Î) =ymr& çνθäzr&uρ ß#ß™θã‹s9 (#θä9$s% øŒÎ)
As-Syuaro [26]
106
∩⊇⊃∉∪ tβθà)−Gs? Ÿωr& îyθçΡ óΟèδθäzr& öΝçλm; tΑ$s% øŒÎ)
27
As-Syuaro [26]
124
∩⊇⊄⊆∪ tβθà)−Gs? Ÿωr& îŠθèδ öΝèδθäzr& öΝçλm; tΑ$s% øŒÎ)
28
As-Syuaro [26]
142
∩⊇⊆⊄∪ tβθà)−Gs? Ÿωr& ìxÎ=≈|¹ öΝèδθäzr& öΝçλm; tΑ$s% øŒÎ)
29
As-Syuaro [26]
161
∩⊇∉⊇∪ tβθà)−Gs? Ÿωr& îÞθä9 öΝèδθäzr& öΝçλm; tΑ$s% øŒÎ)
30
Al-Maidah [5]
25
ø−ãøù$$sù ( År&uρ ŤøtΡ āωÎ) à7Î=øΒr& Iω ’ÎoΤÎ) Éb>u‘ tΑ$s%
26
nُهRُiا
riا 31
š $sΨoΨ÷t/ Al-Maidah [5]
31
y“Í‘≡uρé'sù É>#{äóø9$# #x‹≈yδ Ÿ≅÷WÏΒ tβθä.r& ÷βr& ßN÷“yftãr& År& nοuöθy™
32
Al-A’rof [7]
151
†Îû $oΨù=Åz÷Šr&uρ ÅL{uρ ’Í< öÏøî$# Éb>u‘ tΑ$s% ( y7ÏGuΗ÷qu‘
33
Yusuf [12]
90
ª!$# ∅Βt ô‰s% ( År& !#x‹≈yδuρ ß#ß™θムO$tΡr& tΑ$s% (( ( !$uΖøŠn=tã
34
Thoha [20]
30
∩⊂⊃∪ År& tβρã≈yδ
35
Al-Qoshos [28]
34
ã&ù#Å™ö‘r'sù $ZΡ$|¡Ï9 Íh_ÏΒ ßx|Áøùr& uθèδ Üχρã≈yδ År&uρ û #[÷ŠÍ‘ zÉëtΒ
36
Shood [38]
23
u’Í
37
Al-Qoshos [28]
35
َsciا 38
$YΖ≈sÜù=ß™ Al-Qurân-Baqoroh [2]
178
uِ ْci ِ َا 39
$yϑä39s ã≅yèøgwΥuρ y7‹Åzr'Î/ x8y‰àÒã t ‘‰à±t⊥y™ tΑ$s%
7í$t6Ïo?$$sù Öóx« ϵŠÅzr& ôÏΒ …ã&s! u’Å∀ãã ôyϑsù 4 Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/
Al-Maidah [5]
30
…ã&s#tGs)sù ϵŠÅzr& Ÿ≅÷Fs% …çµÝ¡øtΡ …çµs9 ôMtã§θsÜsù ∩⊂⊃∪ šÎÅ£≈sƒø:$# zÏΒ yxt6ô¹r'sù
40
Al-Maidah [5]
31
nοuöθy™ ”Í‘≡uθムy#ø‹.x …çµtƒÎãÏ9 ÇÚö‘F{$# ’Îû ß]ysö7tƒ ϵ‹Åzr&
41
Al-A’rof [7]
142
’Îû Í_øè=÷z$# šχρã≈yδ ϵŠÅzL{ 4y›θãΒ tΑ$s%uρ ôxÎ=ô¹&r uρ ’ÍΓöθs%
42
Al-A’rof [7]
150
4 ϵø‹s9Î) ÿ…çν”ègs† ϵ‹Åzr& Ĩù&tÎ/ x‹s{r&uρ yy#uθø9F{$# ’s+ø9r&uρ
43
Yunus [10]
87
$yϑä3ÏΒöθs)Ï9 #u§θt7s? βr& ϵ‹Åzr&uρ 4y›θãΒ 4’n<Î) !$uΖø‹ym÷ρr&uρ $Y?θã‹ç/ uóÇÏϑÎ/
44
Yusuf [12]
64
öΝä3çGΨÏΒr& !$yϑŸ2 āωÎ) ϵø‹n=ã t öΝä3ãΨtΒ#u ö≅yδ tΑ$s% ( ã≅ö6s% ÏΒ Ïµ‹Åzr& #’n?tã
45
Yusuf [12]
70
uciََ ا
’Îû sπtƒ$s)Åb¡9$# Ÿ≅yèy_ öΝÏδΗ$yγpg¿2 Νèδt“£γy_ $£ϑn=sù ϵ‹Åzr& È≅ômu‘
46
Yusuf [12]
76
ϵ‹Åzr& Ï!%tæÍρ Ÿ≅ö6s% óΟÎγÏGu‹Ïã÷ρr'Î/ r&y‰t6sù
47
Yusuf [12]
76
4 ϵ‹Åzr& Ï!%tæÍρ ÏΒ $yγy_t÷‚tGó™$# §ΝèO
48
Yusuf [12]
87
ϵŠÅzr&uρ y#ß™θムÏΒ (#θÝ¡¡¡ystFsù (#θç7yδøŒ$# ¢Í_t7≈tƒ
49
Yusuf [12]
89
øŒÎ) ϵ‹Åzr&uρ y#ß™θã‹Î/ Λäù=èy sù $¨Β ΛäôϑÎ=æ t ö≅yδ tΑ$s% ∩∇∪ šχθè=Îγ≈y_ óΟçFΡr&
50
Al-Hujarot [49]
12
ϵŠÅzr& zΝóss9 Ÿ≅à2ù'tƒ βr& óΟà2߉tnr& =Ïtä†r& 4 çνθßϑçF÷δÌs3ùs $\GøŠtΒ
51
Al-Mu’arij [70]
12
∩⊇⊄∪ ϵŠÅzr&uρ ϵÏGt6Ås≈|¹ρu
52
Abasa [80]
34
∩⊂⊆∪ ϵ‹Åzr& ôÏΒ âöpRùQ$# ”Ïtƒ tΠöθtƒ
53
Al-Hujerot [49]
10
4 ö/ä3÷ƒuθyzr& t÷/t (#θßsÎ=ô¹'r sù ×οuθ÷zÎ) tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# $yϑ‾ΡÎ)
nْ wُ ْ]َRi َ َا 54
َانRْiِا
∩⊇⊃∪ tβθçΗq x öè? ÷/ä3ª=èy s9 ©!$# (#θà)¨?$#uρ Al-Isro [17]
27
tβ%x.uρ ( ÈÏÜ≈u‹¤±9$# tβ≡uθ÷zÎ) (#þθçΡ%x. tÍ‘Éj‹t6ßϑø9$# ¨βÎ)
ß≈sÜø‹¤±9$# 55 56
َMmاRiا
57
Qoof [50]
13
∩⊇⊂∪ 7Þθä9 ãβ≡uθ÷zÎ)uρ ãβöθtãöÏùuρ ׊%tæuρ
Al-Qurân-Imron [3]
103
$ZΡ≡uθ÷zÎ) ÿϵÏFuΚ÷èÏΖÎ/ Λäóst7ô¹'r sù öΝä3Î/θè=è% t÷/t y#©9r'sù
Al-hijr [15]
47
4’n?tã $ºΡ≡uθ÷zÎ) @e≅Ïî ôÏiΒ ΝÏδÍ‘ρ߉߹ ’Îû $tΒ $oΨôãt“tΡuρ ∩⊆∠∪ t,Î#Î7≈s)tG•Β 9‘ãß™
58
Al-Baqoroh [2]
220
ْnwُ mُ َاRْiِا 59
ãΝn=÷ètƒ ª!$#uρ 4 öΝä3çΡ≡uθ÷zÎ*sù öΝèδθäÜÏ9$sƒéB βÎ)uρ ( zÏΒ y‰Å¡øßϑø9$#
At-Taubah [9]
11
nο4θŸ2¨“9$# (#âθs?#uuρ nο4θn=¢Á9$# (#θãΒ$s%r&uρ (#θç/$s? βÎ*sù öΝä3çΡ≡uθ÷zÎ*sù
60
At-Taubah [9]
23
ÈβÎ) u!$uŠÏ9÷ρr& öΝä3Ρt ≡uθ÷zÎ)uρ öΝä.u!$t/#u (#ÿρä‹Ï‚−Fs? Ÿω tøà6ø9$# (#θ™6ystGó™$#
61
At-Taubah [9]
24
öΝä3çΡ≡uθ÷zÎ)uρ öΝà2äτ!$oΨö/r&uρ öΝä.äτ!$t/#u tβ%x. βÎ) ö≅è% ö/ä3ã_≡uρø—&r uρ
62
An-Nur [24]
61
÷ρr& öΝä3ÏG≈yγ¨Βé& ÏNθã‹ç/ ÷ρr& öΝà6Í←!$t/#u ÏNθã‹ç/ ÷ρr& öΝà6ÏΡ≡uθ÷zÎ) ÏNθã‹ç/
63
Al-Ahzab [33]
5
’Îû öΝà6çΡ≡uθ÷zÎ*sù öΝèδu!$t/#u (#þθßϑn=÷ès? öΝ©9 βÎ*sù 4 4 öΝä3‹Ï9≡uθtΒuρ ÈÏe$!$#
64
Mَxmِ َاRْiِا
Al-Haser [59]
10
$tΡθà)t7y™ šÏ%©!$# $oΨÏΡ≡uθ÷z\}ρu $oΨs9 öÏøî$# $uΖ−/u‘
Ç≈yϑƒM}$$Î/ 65
nِymِ َاRْiِا
66
Ali-Imron [3]
156
öΝÎγÏΡ≡uθ÷z\} (#θä9$s%uρ (#ρãxx. tÏ%©!$%x. (#θçΡθä3s? Ÿω
Ali-Imron [3]
168
$tΒ $tΡθãã$sÛ&r öθs9 (#ρ߉yès%uρ öΝÍκÍΞ≡uθ÷z\} (#θä9$s% tÏ%©!$# 3 (#θè=ÏFè%
67
Al-An’am [6]
87
÷Λàι≈uΖ÷t7tGô_$#uρ ( öΝÍκÍΞ≡uθ÷zÎ)uρ öΝÍκÉJ≈−ƒÍh‘èŒuρ óΟÎγÍ←!$t/#u ôÏΒuρ
68
Al-A;rof [7]
202
tβρçÅÇø)ムŸω ¢ΟèO Äcxöø9$# ’Îû öΝåκtΞρ‘‰ßϑtƒ öΝßγçΡ≡uθ÷zÎ)uρ ∩⊄⊃⊄∪
69
Al-Ahzab [33]
18
t,Î#Í←!$s)ø9$#uρ óΟä3ΖÏΒ tÏ%Èhθyèßϑø9$# ª!$# ÞΟn=÷ètƒ ô‰s% * ( $uΖøŠs9Î) §Νè=δ y öΝÎγÏΡ≡uθ÷z\}
70
Al-Mujadalah [58]
22
óΟßγtΡ≡uθ÷zÎ) ÷ρr& öΝèδu!$oΨö/r& ÷ρr& öΝèδu!$t/#u (#þθçΡ%Ÿ2 öθs9uρ öΝåκsEuϱtã ÷ρr&
71
Al-Haser [59]
11
tβθä9θà)tƒ (#θà)sù$tΡ šÏ%©!$# ’n<Î) ts? öΝs9r& * (#ρãxx. tÏ%©!$# ÞΟÎγÏΡ≡uθ÷z\}
72
AN-Nur [24]
31
z{ُـymُ اRiا 73
÷ρr& ∅ÎγÏGs9θãèç/ Ï!$oΨö/r& ÷ρr& ∅ÎγÍ←!$oΨö/r& ÷ρr& £ÎγÏΡ≡uθ÷zÎ)
An-Nur [24]
31
÷ρr& £ÎγÏ?≡uθyzr& ûÍ_t/ ÷ρr& ∅ÎγÏΡ≡uθ÷zÎ) ûÍ_t/ ÷ρr& £ÎγÍ←!$|¡ÎΣ
74
Al-Ahzab [33]
55
Iωuρ £ÎγÍ←!$uΖö/r& Iωuρ £ÍκÉ″!$t/#u þ’Îû £Íκön=ã t yy$uΖã_ āω
£ÍκÍΞ≡uθ÷zÎ) 75
Al-Ahzab [33]
55
Ÿωuρ £ÎγÏ?≡uθyzr& Ï!$oΨö/r& Iωuρ £ÍκÍΞ≡uθ÷zÎ) Ï!$uΖö/r& Iωuρ £ÎγÍ←!$|¡ÎΣ
76
An-Nisa [4]
11
ةRiا 77
ω÷èt/ .ÏΒ 4 â¨ß‰¡9$# ϵÏiΒT|sù ×οuθ÷zÎ) ÿ…ã&s! tβ%x. βÎ*sù 4 7π§‹Ï¹uρ
An-Nisa [4]
176
ã≅÷WÏΒ Ìx.©%#Î=ùs [!$|¡ÎΣuρ Zω%y`Íh‘ Zοuθ÷zÎ) (#þθçΡ%x. βÎ)uρ 4 È÷‹u s[ΡW{$# Åeáym
78
Yusuf [12]
58
óΟßγsùtyèsù ϵø‹n=ã t (#θè=z y y‰sù y#ß™θムäοuθ÷zÎ) u!$y_uρ
79
Al-Hujerot [49]
10
ö/ä3÷ƒuθyzr& t÷/t (#θßsÎ=ô¹'r sù ×οuθ÷zÎ) tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$# $yϑ‾ΡÎ)
80
Yusuf [12]
5
y7s9 (#ρ߉‹Å3uŠsù y7Ï?uθ÷zÎ) #’n?tã x8$tƒöâ‘ óÈÝÁø)s? Ÿω
sِ}اRiَا 81
#´‰øŠx. Yusus [12]
7
uِ}اRiا 82 83 84
rِ}َاRْiِا ٌiا
×M≈tƒ#u ÿϵÏ?uθ÷zÎ)uρ y#ß™θム’Îû tβ%x. ô‰s)©9 * ∩∠∪ t,Î#Í←!$¡¡=Ïj9
Yusuf [12]
100
þ†ÎAuθ÷zÎ) t÷/t uρ Í_ø‹t/ ß≈sÜø‹¤±9$# søt“‾Ρ βr& ω÷èt/ .ÏΒ
An-Nisa [4]
12
â¨ß‰¡9$# $yϑßγ÷ΨÏiΒ 7‰Ïn≡uρ Èe≅ä3Î=ùs ×M÷zé& ÷ρr& îˆr& ã&s!uρ
An-Nisa [4]
23
ãΝà6çF≈yγ¨Βé&uρ ÏM÷zW{$# ßN$oΨt/uρ ˈF{$# ßN$oΨt/uρ Ïπyè≈|ʧ9$# š∅ÏiΒ Νà6è?≡uθyzr&uρ öΝä3Ψo ÷è|Êö‘r& ûÉL≈©9$#
85
An-Nisa [4]
176
$yγn=ùs ×M÷zé& ÿ…ã&s!uρ Ó$s!uρ …çµs9 }§øŠs9 y7n=δ y (#îτâ÷ö∆$# ÈβÎ)
x8ts? $tΒ ß#óÁÏΡ 86
Maryam [19]
28
$tΒuρ &öθy™ r&tøΒ$# Ï8θç/r& tβ%x. $tΒ tβρã≈yδ |M÷zé'‾≈tƒ Å7•Βé& ôMtΡ%x.
87
Thoha [20]
40
sُـiا 88
…ã&é#àõ3ƒt Al-Qoshos [28]
11
uِ ِـiا 89
Myـiا
90
tΒ 4’n?tã ö/ä3—9ߊr& ö≅yδ ãΑθà)tGsù šçG÷zé& ûÅ´ôϑs? øŒÎ)
tã ϵÎ/ ôNu ÝÇ7t sù ( ϵ‹Å_Áè% ϵÏG÷zT{ ôMs9$s%uρ 5=ãΖã_
Al-A’rof [7]
38
( $pκtJ÷zé& ôMuΖyè©9 ×π¨Βé& ôMn=yzyŠ $yϑ‾=ä. (
Az-Zukhruf [43]
48
$yγÏF÷zé& ôÏΒ çt9ò2r& }‘Ïδ āωÎ) >πtƒ#u ôÏiΒ ΟÎγƒÌçΡ $tΒuρ
( 91
An-Nisa [4]
23
{ْـcـَـiُ ا 92
3 y#=n ™ y An-Nisa [4]
23
nw}اRiا 93
ô‰s% $tΒ āωÎ) È÷Gt ÷zW{$# š÷/t (#θãèyϑôfs? βr&uρ
öΝä3è?$oΨt/uρ
öΝä3çG≈yγ¨Βé&
öΝà6ø‹n=ã t
ôMtΒÌhãm
öΝà6è?≡uθyzr&uρ An-Nisa [4]
23
Νà6è?≡uθyzr&uρ öΝä3Ψo ÷è|Êö‘r& ûÉL≈©9$# ãΝà6çF≈yγ¨Βé&uρ Ïπyè≈|ʧ9$# š∅ÏiΒ
94
An-Nur [24]
61
÷ρr& öΝà6Ï?≡uθyzr& ÏNθã‹ç/ ÷ρr& öΝà6ÏΡ≡uθ÷zÎ) ÏNθã‹ç/ ÷ρr& öΝà6ÏG≈¬Ηxå ÏNθã‹ç/ ÷ρr& öΝà6Ïϑ≈uΗùå&r ÏNθã‹ç/
95
An-Nur [24]
31
z{ــy}اRiا 96
ôMs3=n Βt $tΒ ÷ρr& £ÎγÍ←!$|¡ÎΣ ÷ρr& £ÎγÏ?≡uθyzr& ûÍ_t/ ÷ρr& £ßγãΖ≈yϑ÷ƒr&
Al-Ahzab [33]
55
Ÿωuρ £ÎγÏ?≡uθyzr& Ï!$oΨö/r& Iωuρ £ÍκÍΞ≡uθ÷zÎ) Ï!$uΖö/r& Iωuρ 3 £åκß]≈yϑ÷ƒr& ôMx6n=Βt $tΒ Ÿωuρ £ÎγÍ←!$|¡ÎΣ
B.
Garis Besar Ukhuwwah Persaudaraan atau ukhuwwah apabila kita artikan sebagaimana ta’rif diatas yaitu
“persamaan” sebagaimana arti asalnya dan penggunaan dalam beberapa ayat dan hadis, kemudian merujuk kepada al-Qurân dan Sunnah, maka paling tidak menurut Bpk. Qurai Shihab terbagi atas beberapa macam: Pertama; Ukhuwwah Ubudiyyah (u]دR kRi)ا2, Kedua; Ukhuwwah fi Insaniyyah ( cmM
m اr kRi) ا3, Ketiga;Ukhuwwah Wathaniyah Wa An-Nasab ( cM
x` واucx وkRi) ا4, Keempat; Ukhuwwah fi din al-Islam (
{] دr kRiا
) ام5, Sedangkan dalam kitab al-Mizan karangan syekh Tobatobai, ukhwah dalam alQurân terbagi atas beberapa macam; pertama; Ukhuwwah Tobi’iyyah (cc kRi) ا, Kedua; Ukhuwwah I’tibariyyah (]رM إkRi)ا, Ketiga; Ukhwah Nasabiyyah ( c
m kRiا
2
Yaitu bahwa seluruh makhluk adalam bersaudara dalam arti memiliki persamaan. Dan tidaklah binatangbinatang yang ada dibumi, dan tidak pula burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya kecuali umat yang seperti kamu juga (QS. 6:36) persamaan ini, antara lain, dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah (al-Baqoroh :28). 3 Dalam arti umat manusia adalah adalah bersaudara, karena mereka bersumber dari ayah dan ibu yang satu, dimana pada surat al-Hujurot 12 menjelaskan hal ini, dan juga rasulullullah saw. Menekankan akan hal ini “kunu ibad allah ikhwana al-ibad kulluhum ikhwat” 4 Persaudaraan dalam keturunan seperti yang diisyaratkan oleh ayat “wa ila ‘adi akho hum hud” 5 Persaudaraan antar sesama muslim, seperti bunyi surat al-ahzab 5, demikian juga dalam sabda rasul saw. Antum ashobiy, ikhwanuna ya tuna ba;di (kalian adalah sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah [wafat]-ku)
)6, Keempat; Ukhuwwah Rodo’iyyah ( cM رkRi)ا, Kelima; Ukhuwwah Diniyyah (cx] دkRi)ا Dan dalam kitab lisan al-‘arobi karangan abu al-Fadel Jamaluddin Muhammad bin Mukrim ibnu al-mandur al-Afriqi al-Mishri beliau membagi Ukhuwwah: pertama; Ukhuwwah Nasabiyyah ( c
x` اP kRi ) اKedua; Ukhuwwah Diniyyah (cx]^` اP kRi)ا. Dari sekian banyak macam persaudaraan setidaknya kita dapat lebih meringkas lagi agar lebih sempit pembahasannya dan tertuju kejantung permasalahan, yaitu kenapa sering terjadi permusuhan, sering terjadi, pembunuhan, pembantaian, peperagan, penistaan dan lain-lain. Realitas sosial akhir-akhir inipun sering disuguhi dengan hal-hal tersebut sebagai sebuah bentuk apresiasi ketidakcocokan sesuatu dengan orang atau kelompok lain, kiranya kita perlu melihat uraian Musdah Mulia yang berjudul Negara Islam, mengutip pernyataan haikal Muhammad Husain Haikal dari buku aslinya alQurân-hukumah al-Qurân Islamiyaah secara garisbesar Ukhuwwah atau persaudaraan itu terdiri dari dua macam yaitu: Ukhuwwah Insaniyyah (persaudaraan sesama manusia) dan Ukhuwwah Islamaiyyah (persaudaraan seagama). Dimana dalam penjelasannya tentang prinsip persaudaraan beliau beliau mengawalinya dengan menganalogikan bahwasannya Ajaran-ajaran yang diwahyukan oleh Allah kepada umat manusia melalui rasul-Nya mencakup berbagai aspek. Dan aspek terpenting dari ajaran-ajaran itu adalah tauhid atau paham kemahaesaan Tuhan. Dan tauhid adalah inti dari semua ajaran Islam, dan paham Tauhid mengajarkan tiada tuhan selain Allah, dan hanya Allahlah pencipta alam semesta, seluruh manusia dan makhluk yang ada, berasal dari sumber yang satu, yaitu Allah swt.7 Paham bahwa manusia berasal dari sumber yang satu membawa keyakinan bahwa manusia seluruhnya bersaudara, meskipun berlainan warna kulit, bangsa dan bahasanya, bahkan berlainan agamanya.
6 7
Musdah Mulia, Negara Islam, (Jakarta, kata kita, 2010) cet.1 hal 138
Dimana dapat disimpulkan bahwasannya menurut pendapat beliau (Muhammad Husain haikal) bahwasannya prinsip persaudaraan mengacu kepada ajaran tauhid yang merupakan inti ajaran Islam. Bila dikaji dan diklarifikasi ulang dari ayat-ayat ukhuwwah yang tersebut diatas, maka dapat di simpulkan bahwasannya ukhuwwah insaniyyah dengan ikatan qorobah (ikatan kekeluargaan) mendapatkan porsi yang amat banyak yaitu 85 persen lebih, meskipun ukhuwwah dengan ikatan wathoniyyah (negara), ikatan diniyah (agama), ikatan qoumiyyah (ikatam kesukuan) ikatan tobiiyyah (berdasarkan sifat/watak) juga ada. Ikatan Qorobah mendapat porsi yang amat banyak, sebuah fakta yang mendorong penulis untuk mengkajinya, “mengapa sedemikian banyak akar kata akh ini terhampar dalam alQurân”, setidaknya dalam al-Qurân memberikan pesan untuk lebih mengutamakan qorobah daripada ikatan yang lainya. Pentingnya qorobah ini mengindikasikan bahwa adanya peran penting kerabat sehingga memunculkan hak-hak pada diri kerabat tersebut yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia sebagaimana dalam permasalahan pewarisan, tidak hanya dalam permasalahan agama saja, tetapi juga permasalahan sosial yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Inggris kekerabatan disebut dengan istilah kinship. Kekerabatan secara yang di bangun secara ilmiyah menunjuk pada “hubungan darah”, yang dimaksud dengan kerabat adalah mereka yang bertalian berdasarkan ikatan “darah” dengan kita.8 Dalam pernyataan ini hubungan keturunan antara orang tua dan anak merupakan ikatan pokok kekerabatan.
8
Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1980), hal. 212.
Menurut al-Qurân, tidak ada kontroversi hubungan antara persaudaraan sesama muslim dan persaudaraan sesama manusia secara umum, Masing-masing memiliki batasan kompetensi dan batasan-batasan. Dimana persaudaraan sesama muslim menuntut adanya ikatan: tolong-menolong, jaminan, pengorbanan, dan prioritas membangun masyarakat Muslim, disamping melakukan prevensi terhadap orang-orang yang menentang masyarakat Islam dan cita-cita luhurnya. Dan juga persaudaraan sesama manusia menuntut kerja yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki sesama manusia, dan persaudaraan sesama manusia itu mewujudkan rasa saling mengasihi dan saling mencintai diantara manusia. Yang menarik dari kajian kosa-kata dari kata ‘saudara atau persaudaraan’ dalam pelafadzannya dalam al-Qurân yaitu dengan menggunakan akh, ikhwan dan ikhwah, dan digunakan untuk “persaudaraan sesama muslim” dan “sesama manusia” al-Qurân menggunakan kata ikhwah seharusnya menurut Quraish Shihab, yang seharusnya lebih tepat dari segi kebahasaan menggunakan kata ikhwan. Alasannya, yaitu kaum muslimin tidak semua berasal dari satu keturunan, mereka terdiri dari berbagai bangsa, suku, yang tentu tidak seketurunan. Persaudaraan Insaniyyah disini sebuah bukti bahwasannya Islam bukan agama yang mengajarkan diskriminasi terhadap minoritas, agama yang mengajarkan kekerasan, mengajarkan penistaan agama, mengajarkan penghinaan, pelecehan, terorisme dan agama yang gemar berperang. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menampakkan kelenturan ajaran agama pada umatnya. Ukhuwwah Insaniyyah sebagai buktinya, bahwa sesama manusia itu memiliki hubungan dalam persaudaraan baik itu muslim ataupun
yang nonmuslim, ajaran ini bukan retorika belaka akan tetapi realita dilapangan melalui bimbingan nabi dan petunjuk nabi ajaran tentang Ukhuwwah terlaksana dengan baik. Bukan hanya kata-kata Nabi saja yang menjadi faktor historis penunjang sendi ajaran persaudaraan didalam Islam, akan tetapi perbuatannya juga. Korelasi antara perkatan dan perbuatan nabi merupakan teladan dari ajaran persaudaraan dalam bentuk yang sangat sempurna. Sukses berdirinya kota Madinah sebagai sebuah negara yang berdaulat, aman dan tentram merupakan bukti lenturnya ajaran agama Islam ditengahtengah keberagaman didalamnya. Islam sebagai pendatang baru yang bisa dan mampu merealisasikan ajaran dengan sempurna. Dimana sejarah mengatakan piagam madinah yang disebut-sebut sebagai perjanjian kesepakatan damai bukan hanya antara dua atau tiga kelompok orang saja akan tetapi terdapat 12 suku Arab dan 10 suku Yahudi dikota tersebut yang sama-sama memiliki kedudukan penting dan berpengaruh disana.9 Bisa dibayangkan apa jadinya bilamana dari salah satu suku tidak menerima kesepakatan perdamaian dikarenakan merasa didiskriminasikan, atau tidak tercover kebutuhan dan kepentingannya oleh nabi dalam perjanjian tersebut. Benar! Perang mungkin jalan terakhir yang akan ditempuh oleh pihak yang kecewa atau dikecewakan, akan tetapi itu tidak terjadi. Dalam piagam Madinah, semua kalangan tercover semuanya baik hak-hak yang bersifat individu ataupun kelompok. Diantara buah dari piagam madinah diantaranya yaitu: Harmonisasi dan hidup berdampingan antar kabilah, antar suku, antar agama antar etnis bahkan interen kaum muslimin sendiripun diantara mereka terwujud dan terealisasi dengan baik dan terlindungi dibawah dokumen tersebut. Golongan Yahudi dan orang
9
Prof. dr. marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1980) cet. 1 hal.165
kafir di Madinah diterima oleh masyarakat, dengan syarat mereka harus memutuskan hubungan dengan musuh-musuh Islam. Dan orang-orang Yahudi diperbolehkan untuk tetap memeluk agama mereka dan menikmati hak-hak pribadi yang sama dengan hak-hak orang Islam dan masih banyak sekali hikmah yang lainnya selain tersebut diatas. C.
Hikmah Adanya Ukhuwwah Pembuat syariat yang maha bijaksana telah memotifasi kepada umatnya untuk
menjalankan apa yang diperintahkannya (Ibadah, muamalah, siyasah, syariah dll), seraya dengan menjelaskankan keutamaan dan ketinggian dan kedudukannya. Sekalipun orang yang menjalankan tersebut memiliki tumpukan dosa bak buih dilautan, niscaya dosa-dosa itu akan diampuni dan mendapatkan keutamaan-keutamaan yang mengiringinya dengan cara melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan kepadanya. Ukhuwwah. menjalin persaudaraan merupakan anugrah tuhan yang maha bijaksana; keutamaan yang selalu menyatu dengan iman dan taqwa, yang selalu memberikan pengaruh positif bagi pelakunya dalam kehidupan bersosial atau bermasyarakat. Manakala amaliah ini dijalankan, maka. Allah akan menjadiakan kemuliaan, keutamaan, tingginya kedudukan dan pahala yang ada pada si pelakunya. Sudah barang tentu penting kiranya generasi kita untuk menjalankan, mewujudkan dan mengamalkannya, seiring dengan saudara, sanak, kerabat, tetangga, teman, kenalan, dan masyarakat sekitarnya menghirup aroma semerbak wewangian Ukhuwwah yang telah ada didalam syariat Islam yang termaktub dan terkandung dalam bimbingan al-Qurân dan sunnah. Beberapa keutamaan-keutamaan dan fadhilah yang akan didapat bagi orang yang menjalankannya 1. Diampuni Dosanya
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda :
ﹶﺭﺎﺕﹶ ﺍﹶﻝﹾﻭﺎ ﺘﹶﺘﹶﺤﺎ ﻜﹶﻤﻤﻬﺒﺎ ﺫﹸﻨﹸﻭﻤﻨﹾﻬﺎﺘﹶﺕﹾ ﻋﻩ ﺘﹶﺤ ﺩ ﻓﹶﺄَﺨﹶﺫﹶ ﺒﹺﻴﻡﻠﺴ ﺍﹶﻝـﻤ ﺃَﺨﹶﺎﻩ ﺇِﺫﹶﺍ ﻝﹶﻘـِﻲﻡﻠﺴ ﺍﹶﻝﹾﻤﺇِﻥ ﻕ ِﺜﹶلﺎ ﻤﻤﻬﺒ ﻜﹶﺎﻨﹶﺕﹾ ﺫﹸﻨﹸﻭﻝﹶﻭﺎ ﻭﻤ ﻝﹶﻬﺇِﻻﱠ ﻏﹶـﻔﹶﺭﺼﻑﹸ ﻭ ﺎﺢﹺ ﻋﻡﹺ ﺭﹺﻴﻭ ﻴﻲ ﻓﺔﺎﺒﹺﺴ ﺍﹶﻝﻴﺓﺭ ﺍﹶﻝﺸﱠـﺠﻥﻤ ﺭﹺ ﺍﹶﻝﹾﺒﹺﺤﺩﺒﺯ Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan.10 2. Mendapatkan ‘naungan’ Allah Berdaasarkan Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, Rasulullah SAW bersabda :
ﻠﱢﻲلﱠ ﺇِﻻ ﻅ ﻝﹶﺎ ﻅﻡﻭﻠﱢﻲ ﻴﻲ ﻅ ﻓﻡﻠﱡﻬ ﺃُﻅﻡﻭﻼﹶ ﻝِﻲ ﺍﻝﹾﻴ ﺒﹺﺠﻭﻥﺎﺒﺘﹶﺤ ﺍﻝﹾﻤﻥ ﺃَﻴﺔﺎﻤﻴ ﺍﻝﹾﻘﻡﻭﻴ pada hari kiamat. ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku.? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di hari tiada naungan selain naungan-Ku.11 (HR. Muslim) 3. Mendapatkan Cinta Allah. Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah ra,
ﻪ ﻠﹶﻴﺎ ﺃَﺘﹶﻰ ﻋﻠﹶﻜﹰﺎ ﻓﹶﻠﹶﻤ ﻤﻪﺘﺠﺭﺩﻠﹶﻰ ﻤ ﻋ ﻝﹶﻪ ﺍﻝﻠﱠﻪﺩﺼﻯ ﻓﹶﺄَﺭ ﺃُﺨﹾﺭﺔﻴﻰ ﻗﹶﺭ ﻓ ﺃَﺨﹰﺎ ﻝﹶﻪﺍﺭﻼﹰ ﺯﺠ ﺭﺃَﻥ ﺎ ﻗﹶﺎلَ ﻻﹶﻬﺒ ﺘﹶﺭﺔﻤﻌ ﻨﻥ ﻤﻪﻠﹶﻴ ﻋل ﻝﹶﻙ ْ ﻗﹶﺎلَ ﻫ.ﺔﻴ ﺍﻝﹾﻘﹶﺭﻩﺫﻰ ﻫ ﺃَﺨﹰﺎ ﻝِﻰ ﻓ ﻗﹶﺎلَ ﺃُﺭﹺﻴﺩ ﺘﹸﺭﹺﻴﺩﻥﻗﹶﺎلَ ﺃَﻴ ﺎ ﻜﹶﻤﻙﺒ ﺃَﺤ ﻗﹶﺩ ﺍﻝﻠﱠﻪ ﺒﹺﺄَﻥﻙ ﺇِﻝﹶﻴل ﺍﻝﻠﱠﻪ ُ ﻭﺴ ﻗﹶﺎلَ ﻓﹶﺈِﻨﱢﻰ ﺭ.لﱠﺠ ﻭﺯ ﻋﻰ ﺍﻝﻠﱠﻪ ﻓﺘﹸﻪﺒﺒ ﺃَﻨﱢﻰ ﺃَﺤﻴﺭ ﻏﹶ ﻴﻪ ﻓﺘﹶﻪﺒﺒﺃَﺤ bahwa seorang pemuda mengunjungi saudaranya di kota lain. Di tengah perjalanannya, Allah mengutuskan padanya seorang malaikat (yang menyamar). Ketika malaikat tiba padanya, berkata, ‘Wahai pemuda, engkau hendak kemana?’ Ia menjawab, ‘aku ingin bersilaturahim ke tempat saudaraku di kota ini.’ Malaikat bertanya lagi, ‘Apakah maksud kedatanganmu ada kepentingan 10
(HR. Imam Tabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi dalam syu’ab al-Iman VI/
437) 11
Shohih Muslim juz. 12, hal. 433 no hadis. 4655
duniawi yang ingin kau cari?’ Ia menjawab, ‘Tidak, selain hanya karena aku mencintainya karena Allah SWT.’ Kemudian malaikat berkata, ‘sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, diperintahkan untuk menyampaikan kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kamu mencintai saudaramu tersebut.12 (HR. Muslim) 4. Dapat merasakan manisnya iman. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda,
ﺎﻤﻤ ﻪ ﺇِﻝﹶﻴﺏﻥ ﺍﷲ ﻭﺭﺴﻭﻝﻪ ﺃَﺤ ﻜﹶﺎﻥﺎﻥﹺ ﻤﺓ ٌﺍﻹﻴـْﻤﻼﹶﻭ ﺤﺠﹺﺩ ﻭﻪـﻴ ﻓ ﻜﹶـَﺎﻥﻥﺜـَﻼﹶﺙﹸ ﻤ ﺇِﺫﹶﺩﻌ ﺍﻝـﻜﹰـﻔﱠﺭﹺ ﺒﻲﺩﺍ ﻓﻭﻌ ﻴ َﺃﻥ ﻴـِﻜﹾﺭﹺﻩﻥ ﻭﹺﻤﻪ ﺇِﻻﱠ ﻝِﻠﻪﺒﺤﺍ ﻻﹶ ﻴﺩﺒ ﻋﺏ ﺃَﺤﻥﻤﺎ ﻭﻤﺍﻫﻭﺴ ﺍﻝﻨـﱠﺎﺭﹺﻲ ﻓﻰﻠﹾﻘ ﻴ ﺃَﻥﻜـْﺭﻩﺎ ﻴ ﺍﷲ ﻜﹶﻤﺃَﻨﹾـﻘﹶﺫﹶﻩ ‘ada tiga hal, yang apabila ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan dapat merasakan manisnnya iman. (1) Lebih mencintai Allah dan rasulNya dari pada apapun selain keduanya. (2) Mencintai seseorang semata-mata hanya karena Allah SWT. (3) Tidak menyukai kembali pada kekafiran, sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam api neraka.13 (HR. Bukhari) 5. Wajah Bersinar dan Tidak takut dan tidak bersedih hati. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: Dari Umar bin Khatab ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku,
ﺔ ﺎﻤﻴ ﺍﻝﹾﻘﻡﻭ ﻴﺍﺀﺩﺍﻝﺸﱡﻬ ﻭﺎﺀ ﺍﻷﻨﹾﺒﹺﻴﻡﻐﹾﺒﹺﻁﹸﻬ ﻴﺍﺀﺩﻻﹶﺸﹸﻬ ﻭﺎﺀ ﺒﹺﺄَﻨﹾﺒﹺﻴﻡﺎ ﻫﺎ ﻤ ﻝﹶﺄُﻨﹶﺎﺴ ﺍﻝﻠﱠﻪﺎﺩﺒ ﻋﻥ ﻤﺇِﻥ ﻭﺡﹺ ﺍﻝﻠﱠﻪﻭﺍ ﺒﹺﺭﺎﺒ ﺘﹶﺤﻡ ﻗﹶﻭﻡ ﻗﹶﺎلَ ﻫﻡ ﻫﻥﻨﹶﺎ ﻤ ﺘﹸﺨﹾﺒﹺﺭﻭلَ ﺍﻝﻠﱠﻪﺴﺎ ﺭﺎﻝﹶﻰ ﻗﹶﺎﻝﹸﻭﺍ ﻴ ﺘﹶﻌ ﺍﻝﻠﱠﻪﻥ ﻤﻬﹺﻡﻜﹶﺎﻨﺒﹺﻤ ﻠﹶﻰ ﻨﹸﻭﺭﹴ ﻻﹶ ﻋﻡﺇِﻨﱠﻬ ﻭ ﻝﹶﻨﹸﻭﺭﻡﻬﻭﻫﺠ ﻭ ﺇِﻥﺍﻝﻠﱠﻪﺎ ﻓﹶﻭﻨﹶﻬﺎﻁﹶﻭﺘﹶﻌﺍلٍ ﻴﻭﻝﹶﺎ ﺃَﻤ ﻭﻡﻨﹶﻬﻴﺎﻡﹴ ﺒﺤﺭﹺ ﺃَﺭﻠﹶﻰ ﻏﹶﻴﻋ ﺎﺀﻝِﻴ ﺃَﻭﺔﹶ } ﺃَﻻ ﺇِﻥ ﺍﻝﹾﺂﻴﻩﺫﺃَ ﻫﻗﹶﺭ ﻭ ﺍﻝﻨﱠﺎﺱﺯﹺﻥ ﺇِﺫﹶﺍ ﺤﻨﹸﻭﻥﺯﺤﻻﹶ ﻴ ﻭ ﺇِﺫﹶﺍ ﺨﹶﺎﻑﹶ ﺍﻝﻨﱠﺎﺱﺨﹶﺎﻓﹸﻭﻥﻴ { ﻨﹸﻭﻥﺯﺤ ﻴﻡﻻﹶ ﻫ ﻭﻬﹺﻡﻠﹶﻴﻑﹲ ﻋ ﻻﺨﹶﻭﺍﻝﻠﱠﻪ ‘sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah terdapat sekelompok orang yang mereka ini bukan para nabi dan bukan pula orang yang mati syahid, namun 12
Shohih Muslim, Juz 8, hal. 15 No Hadis, 6714 Badru ad-ddin al-aini al-khanafi, Umdatul Quro Syarakh Shohih Bukhori, (….) juz, 1 hal 448 no hadis. 21
13
posisi mereka di sisi Allah membuat para nabi dan orang yang mati syahid menjadi iri. Para sahabat bertanya, beritahukan kepada kami, siapakah mereka itu ya Rasulullah ? Beliau menjawab, ‘mereka adalah sekelompok orang yang saling mencintai karena Allah SWT, meskipun diantara mereka tiada ikatan persaudaraan dan tiada pula kepentingan materi yang memotivasi mereka. Demi Allah, wajah mereka bercahaya, dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak takut manakala manusia takut, dan mereka tidak bersedih hati manakala manusia bersedih hati.’ Lalu Rasulullah SAW membacakan ayat ‘Sesungguhnya wali-wali Allah itu, mereka tidak takut dan tidak pula bersedih hati.”14 (HR. Abu Daud) Sedemikian banyak keistimewaan-keistimeaan yang Islam hadiahkan sebagai ajrun (balasan) bagi orang-orang yang menjalin persaudaraan, masih banyak buah lain dari ukhuwwah yang diberikan Allah diperuntukkan kepada umatnya. Selain berbagai keistimewaan yang telah digambarkan di atas, ukhuwwah memilki nilai positif lain yang sangat luas, yaitu akan dapat mewujudkan al-wihdah al-islamiyah (persatuan umat). Karena dengan adanya ukhuwwah, setiap muslim tidak akan memandang seseorang dari sukunya, bahasanya, negaranya, warna kulitnya, warna rambutnya, organisasinya, partainya dan lain sebagainya. Namun ia akan melihat seseorang dari segi aqidahnya. Siapapun ia, jika ia mentauhidkan Allah, beragamakan Islam, bermanhajkan Al-Qur’an, berkiblatkan ka’bah, bersunahkan sunah Rasulullah SAW, maka ia adalah saudaranya. Sehingga ia akan memandang bahwa di setiap daerah, setiap wilayah atau bahkan di negara manapun yang di sana terdapat orang-orang yang memperjuangkan kalimatullah, maka itu adalah negrinya. Dan setiap muslim memiliki kewajiban untuk senantiasa menolong saudaranya di jalan Allah SWT. Atau paling tidak, harus memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dan kesusahan yang dialami saudaranya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda : Dari Hudzaifah bin Yaman ra, Rasulullah SAW bersabda: 14
Sunan abi daud. Juz 9. hal 404 no hadis. 3060
ﻥﻴﻤـﻠﺴﺭﹺ ﺍﹶﻝـْﻤ ﺃَﻤﻥﻝـَﻲ ﻤ ﻭﺩ ﺃَﺤﻲـﺘ ﺃُﻤﻥـﺎ ﻤﻤ Barang siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum muslimin, maka bukanlah ia termasuk golongan mereka (kaum muslimin).”15 (HR. Tabrani)
Adapun pada zaman sekarang ini, berangkat dari ketiadaan ukhuwwah, maka seolah tiada pula persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam. Hampir setiap organisasi baik agama ataupun politik, kelompok masyarakat, partai dan kelompok-kelompok lainnya, berpecah belah satu dengan yang lainnya. Ironisnya itu terkadang terjadi dalam satu negara, maka apalagi jika sudah berbeda negara, berbeda warna kulit dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan adanya konspirasi kelompok-kelompok tertentu yg tidak mengiginkan adanya harmonisasi dan selalu berusaha untuk memecah belah. Sehingga saat ini dapat dikatakan tidak ada satu negara muslimpun yang secara politiknya mencoba untuk merealisasikan ukhuwwah dalam politik luar negrinya terhadap negara muslim lainnya. Padahal ukhuwwah merupakan bagian terpenting dari keimanan. Karena tiada kesempurnaan iman tanpa adanya ukhuwwah.16 Padahal sudah sama-sama diketahui betapa bermanfaatnya ajaran Islam tentang persaudaraan ini, dan telah sukses Nabi Muhammad terapkan dan ajarkan pada umatnya pada awal hijrah dikota Yatsrib, dapat kita lihat betapa suksesnya sistem ini diajarkan pada tahun pertama hijriyah dibuktikan dengan damai dan tentramnya kota Madinah. seraya Muhammad menerapkan ajaran ukhuwwah ini pada kaum Muhajirin dengan kaum Anshor di Madinah, umat Islam dengan kaum Yahudi (yang sudah ada sebelum umat Islam hijrah ke Madinah) dengan mewujudkan Piagam Madinah sebagai wujud 15
Abi Qosim Sulaiman bin akhmad bin ayyub, Al-Mu’jam As-Soghir At-Tobroni, (Libanon. Dar al-Qurânfikri 1981) juz 2, hal. 137, no hadis 919 16 Shokhih al-Bukhori juz.1 hal. 29 no hadis.13
ikatan yang mempererat persaudaraan antara mereka. Dalam sebuah riwayatpun mengatakan
penerapan
ukhuwwah
ini
sudah
diterapkan
di
Makkah
yaitu
mempersaudarakan antara muslim-muslim makah yang ada disana.17 D.
Pilar Utama Dalam ber-Ukhuwwah Realita tentang “perbedaan merupakan ancaman” sebelum datangnya Islam yang
sudah tidak dapat dipungkiri terlihat dan terekam dengan jelas oleh sejarah. Dimana penindasan, perbudakan dan peperangan antar suku, kelompok dan negara selalu terjadi. dalam era sekarang ini pun tidak begitu jauh kiranya meskipun tidak begitu terlihat menonjol, kita ingat dengan tragedi di Bosnia hartegovina; terjadi pembersihan etnis dan sebuah agama, di Palestina juga dengan hal yang senada, di Cecnya, di Irak, di palestina, di Jerman dan dipenjuru dunia lainnya kiranya itu bisa dijadikan itibar untuk generasigenerasi sekarang dan pataut dijadikan tolak ukur dan di cari apa masalahnya sehingga terjadi hal demikian. Dan tidak dipungkiri. Di era moderen ini. Upaya memecah belah umat manusia merupakan salah satu fakta yangg tidak bisa dihindari. Dimana ada konflik dan perangan antar kelompok yg bernuansa agama, dan itu bukan sekedar hiasan semata akan tetapi itu kabar benar adanya. Selalu ada saja kelompok yang memancing sentimen keagamaan sebagai untuk menyulut munculnya konflik yang mengakibatkan intoleransi muncul kemudian. Dalam hal ini juga, bukan hanya Islam akan tetapi semua agama bisa menjadi energi positif ataupun energi negatif bagi terjadinya hal-hal itu. Dalam teori sosiologi agama disebutkan, bahwa Agama bisa menjadi potensi positif dan potensi negatif bagi konflik. Sebagai energi positif, yaitu agama yang cenderung memupuk kebencian dan 17
Dr. Akram Dhiya al-Umuri, seleksi shirah Nabawiyah, studi kritis muhadditsin terhadap riwayat dloif, (Jakarta, maktabah al-abikan 1995) cet.I hal . 243
kecurigaan. Sebliknya agama yang cenderung mengajak kedamaian akan menjadi energi negatif bagi konflik.18 Bukan hanya Islam dengan rahmatan lil alamin-nya saja yang mengajak dan mengajarkan kedamaian, akan tetapi hampir semua agama mengajarkan yang namanya cinta damai, kasing sayang dan persaudaraan. dan bahkan hampir semua (kalau tidak mau dikatakan keseluruhan negara) dalam agenda politiknya bahwa perdamaiaan adalah agenda utama masing-masing perdamaian. Sebagaimana Indonesia sebagai sebuah negara dalam undang-undang 1945 alinea pertama menyebutkan bahwa “penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesui dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.” Bilamana penjajahan telah tiada maka perdamaian dan persaudaraan secara otomatis akan menggantikan posisinya. Tidak mungkin perdamaian terwujud apabila konflik terus terjadi, perang terus berkecamuk, penistaan agama, etnis, budaya, suku dan adat terus terjadi. Sebuah hal yang sangat ironi akan terwujud yang namanya perdamaian. Sudah sangat amat jelas diperlukan yang namanya ‘pilar’ diantara sesama untuk mewujudkan yang namanya perdamaina dunia. Dan pada tanggal 1 bulan januari tahun 1995 PBB (Persrikatan Bangsa-Bangsa) mendeklarasikan, bahwa tahun tersebut sebagai tahun toleransi, dimana disebutkan dalam deklarasi tersebut, bahwa kemampuan untuk bersikap toleran dalam aksi, kepercayaan dan opini adalah faktor utama dalam penentu dalam mempromosikan dunia yang damai.19 Dimana pada saat itu UNESCO menekankan, bahwa ditengah kondisi umat manusia yang ditandai dengan maraknya konflik etnis, diskriminasi atas minoritas dan ketakutan sangat 18
Zuhairi misrawi, al-Qurân kitab toleransi, tafsir tematik islam rahmatan lil alamin, (jakarta, Pustaka Oasis, 2010) cet.1 hal.245 19 Maulana wahid khan, Islam anti Kekerasan, (Jakarta: al-kautsar, 2000) cet. Ke-1 hal 86
berlebihan yang diarahkan kepada para pengungsi dan orang-orang yang meminta perlindungan politik. Dan toleransi dianggap sebagai jalan satu-satunya dan jalan yang terbaik untuk memecahkan keruwetan itu. Didalam Islam selain ukhwwah juga diajarkan yang namanya tawadu’ (toleransi) sebagai ujung tombak perdamaian dunia. Dimana toleransi dan lapang dada adalah merupakan ciri khas masyarakat Islam. Masing-masing individu tidak ada yang merasa tinggi diri, sombong, congkak dan lain-lain. Dimana kesombongan, congkak, egois, tinggi hati, merupakan sifat-sifat buruk yang cenderung pada perbuatan setan. Sebab sifat-sifat itu dapat menimbulkan perpecahan dalam masyarakat dan permusuhan antar sesama manusia. Maka dari itu, sifat buruk demikian haruslah dapat di hindari dan dikendalikan (bilamana tidak mampu dihilangkan), dan hendaknya masing-masing dapat mengendalikan diri dan mawas diri dan segala kekurangan yang ada pada dirinya demi kesempurnaan akidah dan keserasian kehidupan masyarakat.20 Istilah toleransi yang terambil dari bahasa Inggris yaitu Tolerance yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.21 Dalam kamus bahasa Umum bahasa Indonesia W.J.S. Poerwadarminta diungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang lain atau yang bertentangan dengan pendirian sendiri,22 dan dalam bahasa
20
Sayyid Sabiq, Unsur-unsur dinamika dalam Islam (Inashir al-Quwwah fi al-Islam), (Jakarta; PT. Intermasa, 1981) cet.1 hal.178 21 Sahibi Naim, Toleransi dalam Pergaulan Antara Umat Beragama, (Jakarta: PT. Gunug Agung, 1983), h.60 22 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka, 1976), h.1084
Arab toleransi biasa disebut dengan ihtimam atau Tasammuh yang mempunyai arti bersikap membiarkan murah hati, ramah, lunak dan berhati ringan.23 Sebuah kesaksian berkenaan realisasi toleransi yang dijunjung tinggi oleh umat Islam diungkapkan oleh seorang Orentalis barat yang bernama Dr. T.W. Arnold J. toynbee, berpendapat bahwa para misi Islam yang diutus oleh Nabi saw. kepada pemukapemuka bangsa arab, adalah utusan yang selalu menunjukkan rasa toleransi yang tinggi dan menjauhi segala macam sikap kekerasan. Lebih dari itu para utusan selalu memperhatikan nasib mereka dengan budi pekerti yang lembut dan mereka selalu mendamaikan golongan yang bertikai.24 Dalam toleransi setidaknya ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu yang pertama: mengakui adanya perbedaan dan keragaman. Al-Qurân banyak menjelaskan hal tersebut secara terang-benderang dalam Q.S. al-Hujuraat [49] ayat: 13 “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku”. Yang kedua: yaitu mencari titik temu (kalimatun sawa) dan koeksistensi (atta’ammul as-silmi) dimana langkah ini, merupakan langkah lanjutan yang mesti menjadi perhatian utama setiap muslim, mengakui perbedaan dan keragaman adalah niscaya. Akan mustahil hal tersebut terwujud bilamana tidak dilengkapi dengan upaya mencari titik temu dan koeksistensi.25 Maka dalam dalam rangka membangun titik temu dan koeksistensi, umat Islam senantiasa diperingantkan oleh tuhan didalam al-Qurân Surat an-Nahl [16] ayat: 125 agar 23
A.W Munawir, Al-Mnawwir kamus Arab-Bahasa Indonesia (Yogyakarta: P.P Al-munawwir) h.702 Yunus Ali Muhdar, Toleransi-Toleransi Islam:Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap Lawan-Lawannya, (Bandung: Iqra, 1983) Cet. Ke-1 hal.9 25 Zuhairi misrawi, al-Qurân kitab toleransi, tafsir tematik islam rahmatan lil alamin, (jakarta, Pustaka Oasis, 2010) cet.1 hal.12 24
menggunakan da’wah dengan toleran
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” Allah menegaskan dalam firmannya menyinggung orang-orang yang bersifat buruk
∩⊂∠∪ ZωθèÛ tΑ$t6Ågø:$# xgè=ö6s? ∅s9uρ uÚö‘F{$# s−ÌøƒrB s9 y7¨ΡÎ) ( $mttΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû Ä·ôϑs? Ÿωuρ dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Q.S. Al-Isra [17] ayat 37)
Lebih tegas Allah ungkapkan dalam sutar al-A’raf
7πtƒ#u ¨≅à2 (#÷ρttƒ βÎ)uρ Èd,ysø9$# ÎötóÎ/ ÇÚö‘F{$# ’Îû šχρã¬6s3Gt tƒ tÏ%©!$# zÉL≈tƒ#u ôtã ß∃ÎñÀr'y™ Wξ‹Î6y™ çνρä‹Ï‚−Gtƒ Ÿω ωô©”9$# Ÿ≅‹Î6y™ (#÷ρttƒ βÎ)uρ $pκÍ5 (#θãΖÏΒ÷σムāω Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya….. (Q.S. Al-al-Arof[7] ayat 146)
Dan balasan yang pantaspun akan disediakan bagi orang-orang yang bersifat buruk dalam firman-Nya:
šÎÉi9s3tGßϑù=Ïj9 “Yθ÷VtΒ zΟ¨Ψyγy_ ’Îû neraka Jahanam itu terdapat tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri. (Q.S. Az-Zumar [39] ayat 60)
BAB IV PENUTUP A.
KESIMPULAN ”Manusia sebagai satu umat”1 perlu digaris bawahi, dan
penting kiranya
mengingat seluruh umat manusia tentang ajaran yang dibawa nabi adam a.s sebagai cikal bakal dari agama-agama. Nabi Adam a.s. menggariskan sebagai ummat yang satu, dan nabi-nabi setelahnya sampai nabi Muhammad sesungguhnya senantiasa mengangkat dan mengusung pentingnya prinsip tersebut. Heterogensi dan keragaman dalam kehidupan, dalam ajaran Islam sudah diakui adanya, dan Islam sudah memberikan pengalaman amat banyak dalam perjalanan sejarahnya, baik pada masa nabi ataupun setelahnya (yang meliputi perbedaaan interen ataupun external muslim itu sendiri), dan Islam mengajarkan cara menyikapinya. Keragaman merupakan fakta sosial yang tidak bisa dihindari. Dan tidak sepatutnya perbedaan, titik tolak dan hal-hal yang bersebrangan sepatutnya dicari solusi dan selalu dicari jalan keluarnya, dan titik persamaan yang seharusnya di kedepankan.
1
QS Al-Baqoroh [2] ayat: 213
B.
SARAN-SARAN
Setelah panjang lebar membahas persaudaraan didalam al-Quran, dengan merujuk kepada hadis dan beberapa Tafsir, setidaknya dapat disimpulkan menjadi beberapa poin penting diantaranya yaitu: 1. Bagi seluruh lapisan masyarakat hendaknya hidup saling menghormati, menghargai. dan Toleransi sebagai ujung tombak yang harus direalisasikan 2. Hal-hal yang dapat mengganggu dan mengkeruhkan suasana ketentraman dan keharmonisan hendaknya dihindari, diupayakan dan didahulukan mencari titik temunya. 3. Dan bagi para pembaca. Penulis menyarankan agar memberi kritik saran dan masukan yang membangun untuk penulis, dikarenakan baik dari segi penulisan maupun materi masih jauh dari kesempurnaan. dan mudah-mudahan penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan khasanah bagi ilmu pengetahuan ke-Islaman pada umumnya, dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA Agama, Departemen, Tafsir al-Qurân Tematik, Jakarta: Lajnah Pentashih al-Qurân 2009 Aziz, Abdul bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam, menurut al-Qurân dan as-Sunnah, Jakarta; Pustaka Imam Asy-Syafi’i. A,W Munawir, Al-Mnawwir kamus Arab-Bahasa Indonesia (Yogyakarta: P.P Almunawwir) Baqi, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu’jam al-Mufahrof li alfad al-Qurân. Istanbl Turki . Al-Maktab Al-Islamiyah Biosard, Marsel A. Humanisme dalam Islam. Jakarta: PT Intermasa, 1980. Effendy, Muhadjir. Masyarakat Equilibrium. Yogyakarta: Bentang Budaya, 2002. Al-Ghazali, Muhammad, Akhlaq Seorang Muslim, Semarang: Wicaksana, 1993 Al-Ghazali, Menjalin Persaudaraan. Bandung: Penerbit Al-Bayan,1994. Ghazali, Abdul Moqsith. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi berbasis Al-Qur’an. Jakarta: Kata Kita, 2009. Halimuddin, S.H, Kembali Kepada aqidah Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1990 Haikal, Muhammad Husain, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Lentera antar Nusa, 1990 Al-Husaini, H.M.H Al-Qurân-Hamid, Membangun Peradaban Sejarah Muhammad s.a.w. sejak sebelum diutus menjadi Nabi, Jakarta; Pustaka Hidayah, 2000 Hodgson, Marshall G. S. The Venture of Islam: Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia. Jakarta: Paramadina, 1999. Iberani, Jamal Syarif. Mengenal Islam. Jakarta: El-Kahfi, 2004. Khan, Maulana Wahiduddin. Islam Anti Kekerasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000. Khalim, Mahmud Ali abdul, Fiqih al-akhwat fi al-Islam (andalusia: dar at-toba’ahwa annaser al-islamiyah) 1993 Kudus, Menara, Al-Quran al-Karim, kudus; dar at-tobaah 1974 Luth, Thohir. Tragedi Ukhuwwah: Telaah atas Rajutan Ukhuwwah Islamiyah yang Kian Rapuh. Jakarta: Penerbit Penamadani 2003.
Mansyur, Kahar. Membina Moral dan akhlak, Jakarta: Rineka Cipta,1994 Muchlas. Imam MA., Al-Qurân berbicara;kajian tekstual beragam persoalan, Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1996) Misrawi, Zuhairi. Al-Qur’an Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan lil ;Alamin. Jakarta: Pustaka Oasis, 2010. Muthahhari, Murtadha. Masyarakat dan Sejarah. Bandung: Penerbit Mizan, 1990. Madjid, Nurcholish dkk.. Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis. Jakarta: Paramadina, 2004. Madjid, Nurcholish, dkk. Beragama di Abad Dua Satu. Jakarta: Zikru’l-Hakim, 1997. ______ Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1995. Mulia, Musdah. Negara Islam. Depok: Kata Kita, 2010. Muhdar. Yunus Ali, Toleransi-Toleransi Islam:Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap Lawan-Lawannya, (Bandung: Iqra, 1983) Marlow, Louise. Masyarakat Egaliter Visi Islam. Bandung: Penerbit Mizan, 1999. Pulungan, Shuyuthi. J, Prisip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam madinah ditinjau dari pandangan al-Qurân, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994 Al-Qudhat, Mustafa. Merajut Nilai-nilai Ukhuwwah. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002. Sabiq, Sayid. Unsur-Unsur Dinamika dalam Islam. Jakarta: PT Intermasa, 1981. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qurân Fungsi dan Peranan wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Jakata: Mizan, 1992 as-Sarifain Khodim al-haramain, Al-Quran dan wa at-tarjamah ma’aniyyah ila lughotil Inonesia Ulwan Abdullah Nashih, Indahnya Ukhuwwah Islamiyah – Rapatkan Barisan Umat Tebarkan Pesona Islam. Jakarta: Pustaka Nawaitu, 2007. ’Ulwan. Abdullah Nashih, Sikap Islam terhadap non Muslim, (jakarta: al-kautsar) W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka, 1976),
Lampiran-Lampian