2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Air Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk
kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air dapat berubah wujud: dapat berupa zat cair atau sebutannya “air”, dapat berupa benda padat yang disebut “es”, dan dapat pula berupa gas yang dikenal dengan nama “uap air”. Perubahan fisik bentuk air ini tergantung dari lokasi dan kondisi alam. Ketika dipanaskan sampai 100oC maka air berubah menjadi uap dan pada suhu tertentu uap air berubah kembali menjadi air. Pada suhu yang dingin di bawah 0oC air berubah menjadi benda padat yang disebut es atau salju. Air dapat juga berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Di dalam lingkungan alam proses, perubahan wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan jenis air mengukuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi (Kodoatie dan Sjarief, 2010). Air laut merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa asin, dan memiliki kadar garam (salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di lautan dunia memiliki salinitas sebesar 35, hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35 gram garam yang terlarut di dalamnya. Kandungan garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut antara lain klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%), dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium, dan florida. Keberadaan garam-garaman ini mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas,
3
4
kompresibilitas, dan titik beku (Homig, 1978). Air dengan salinitas tersebut tentunya tidak dapat dikonsumsi. Air tawar adalah air dengan kadar garam dibawah 0,5 ppt (Nanawi, 2001). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Pencemaran, Bab I Ketentuan Umum pasal 1, menyatakan bahwa : “Air tawar adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil.”, sedangkan menurut Undang-Udang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Bab I, Pasal 1), butir 2 disebutkan bahwa “Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.”. Butir 3 menyebutkan “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan atau batuan di bawah permukaan tanah.”. Karakteristik kandungan dan sifat fisis air tawar sangat bergantung pada tempat sumber mata air itu berasal dan juga teknik pengolahan air tersebut. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Pasal 1 menyatakan bahwa : “Air minum adalah air yang melaui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum”.
2.2
Kebutuhan Air Air merupakan salah satu kebutuhan pokok mahluk hidup termasuk
manusia. Dalam kehidupan sehari-hari keberadaan air sangatlah penting. Karena
5
keberadaannya yang sangat penting, maka keberadaan dan penggunaanya perlu dijaga dengan baik. Irianto (2004) mengemukakan bahwa kebutuhan air yang dimasukan dalam tubuh tergantung dari jumlah air yang dikeluarkan tubuh. Air yang dimasukan dalam tubuh dapat berupa air minum, makanan, dan buahbuahan. Pengeluaran air dari tubuh sebagai bentuk sisa metabolisme atau karena penyakit tertentu. Penderita penyakit muntah berak (Cholera) akan mengeluarkan banyak cairan dari dalam tubuh. Kekurangan cairan dari dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat mengakibatkan kematian. Air di dalam tubuh memiliki fungsi (a) membantu proses pencernaan yang memungkinkan terjadinya reaksi biokimia dalam tubuh, (b) menjaga kerja alat tubuh tidak terganggu, dan (c) membuang zat sisa dari dalam tubuh serta menjaga suhu tubuh agar tetap normal. Menurut dokter dan ahli kesehatan manusia wajib minum air putih delapan gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Semua organisme yang hidup tersusun dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengamil tempat di larutan air (Enger dan Smith, 2009). Tanpa air keduanya akan mati. Sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Dengan kata lain air merupakan zat yang paling esensial dibutuhkan oleh mkhluk hidup. Dapat disimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan. Di Amerika Serikat ditentukan 600 liter per kapita per hari (Linsley dan Franzini, 1985). Di Indonesia diperlukan air berkisar 100 – 150 liter/orang /hari. Kebutuhan air minimal untuk daerah pedesaan menurut standar WHO
6
adalah sebesar 60 liter/orang/hari (Sanropie, 1984). Menurut Irianto (2004) setiap hari selama 24 jam manusia membutuhkan asupan air sekitar 2,5 liter.
2.3
Standar Kualitas Air Bersih Standar kualitas air adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan
dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Sanropie, 1984). Secara kimia standar kualiatas air bersih dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (a) di dalam air minum tidak boleh terdapat zat-zat yang beracun, (b) tidak ada zat yang menimbulkan gangguan kesehatan, (c) tidak mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan teknis, dan (e) tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang melebihi batas tertentu sehingga bisa menimbulkan gangguan ekonomi. Dengan mengacu pada persyaratan di atas, maka keberadaan zat-zat kimia masih diperbolehkan dalam air minum asalkan jumlahnya tidak melebihi batas yang telah ditentukan oleh Baku Mutu Air Minum. Secara biologis, air minum tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri coli. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih setiap 100 ml air contoh menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 adalah (a) air bersih yang berasal dari selain perpipaan, kadar maksimum yang diperbolehkan untuk jumlah total bakteri Coliform setiap 100 ml air contoh jumlahnya tidak boleh melebihi 50. (b) Air
7
bersih yang berasal dari perpipaan, kadar maksimum total bakteri Coliform tidak diperbolehkan melebihi 10 per 100 ml air contoh, sedangkan secara fisik, air bersih haruslah jernih, tidak berbau, dan tidak berwarna.
2.4
Pengolahan Air Tidak semua air yang terdapat di alam layak untuk dikonsumsi. Agar
dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengolahan air. Upaya pengolahan air pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis. Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000 – 3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan air laut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam sampai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt.
2.4.1
Destilasi Destilasi merupakan istilah lain dari penyulingan, yakni proses pemanasan
suatu bahan pada berbagai temperatur, tanpa kontak dengan udara luar untuk memperolah hasil tertentu. Penyulingan adalah perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk gas melalui proses pemanasan cairan tersebut, dan kemudian mendinginkan gas hasil pemanasan, untuk selanjutnya mengumpulkan tetesan cairan yang mengembun (Cammack, 2006).
8
Salvato (1972) mengemukakan bahwa destilasi sangat berguna untuk konversi air laut menjadi air tawar. Konversi air laut menjadi air tawar dapat dilakukan dengan teknik destilasi panas buatan, destilasi tenaga surya, elektrodialisis, osmosis, gas hydration, freezing, dan lain-lain. Homig (1978) menyatakan bahwa untuk pembuatan instalasi destilator yang terpenting adalah harus tidak korosif, murah, praktis dan awet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah mengembangkan destilator tenaga surya atap kaca sebagai teknologi terapan untuk penyulingan air laut. Alat ini cocok untuk daerah pantai dan daerah sulit air. Data teknis dan spesifikasi alat yang dikembangkan adalah terdiri pengumpul kalor, kaca penutup kanal kondensat, kotak kayu dan sistem isolasi. Kimpraswil (2004), mengklaim bahwa dengan destilator tenaga surya bisa dihasilkan air tawar 6-8 liter/hari, sedangkan Marsum (2004) menemukan bahwa destilator tenaga surya dengan dimensi ruang pemanas 94 cm x 48 cm, mampu mengahasilakn air tawar sebanyak 1,34 – 2,95 l/hari atau rata-rata 1,88 l/hari.
Gambar 1. Prototipe destilator tenaga surya (Kimpraswil, 2004) Meinawati (2010) menyatakan bahwa suatu alat desalinator air laut tipe evaporasi dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 100 cm mampu
9
menghasilkan 93 ml air tawar per hari. Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi yang dipancarkan matahari mencapai 398 cal/cm2/hari. Radiasi surya yang menimpa desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan. Semakin tinggi radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu air laut semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi maka pergerakan molekul di dalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga akan semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas (penguapan).
2.4.2
Reserve Osmosis Proses reserve osmosis menggunakan membran selektif yang dapat
ditembus oleh air dari kadar garam rendah (tawar) ke kadar garam yang lebih tinggi. Dalam proses osmosis terbalik, kadar garam rendah (tawar) dipaksa mengalir menembus membrane dari air dengan kadar garam tinggi menggunakan tekanan buatan. Tekanan yang diperlukan kira-kira 1500 psi (10.000 kN/m2). Sekarang teknik ini sudah berkembang pesat. Pada reserve osmosis ini terjadi tiga buah perlakuan yaitu perlakuan fisik, biologis, dan kimia. Proses pertama dari reserve osmosis meliputi operasi penyaringan yang dilakukan melalui filter pasir di ikuti oleh filter cartridge untuk memisahkan partikel berdasarkan ukurannya. Proses kedua mencakup perlakuan biologis seperti koagulan, injeksi polielektrolit, dan disinfeksi. (Migliorini, 2004)
10
2.4.3 Elektrodialisis Proses elektrodialisis prinsipnya adalah dihamburkannya ion-ion oleh tenaga potensi listrik melalui membrane selektif yang dapat ditembus oleh ion tertentu. Pada metode ini, aliran listrik dialirkan melalui air oleh dua elektrode (Gambar 2). Kedua elektrode tersebut dipisahkan satu sama lain oleh membran. Ion-ion di dalam larutan akan tertarik oleh elektrode menembus membran, sehingga air yang tertinggal menjadi bersih dari garam-garam anorganik. Air yang telah dibersihkan dengan cari ini dapat digunakan kembali atau diolah lebih lanjut.
Gambar 2. Sel elektrodialisis (Wagner, 1971) Penggunaan metode elektrodialisis mempunyai dua masalah utama dalam penanganan air limbah. Masalah pertama dikarenakan molekul organik yang tidak dapat dihilangkan dengan cara ini cenderung untuk terkumpul pada membran sehingga mengurangi efektifitas sel elektrodialisis. Masalah kedua adalah tempat untuk membuang larutan garam yang diproduksi. Karena masalah tersebut, proses ini mempunyai keterbatasan hanya dapat dilakukan di daerah dekat dengan badan
11
air laut yang besar dimana pembuangan mungkin dilakukan (Fardiaz, 1992). Pengolahan air dengan cara ini tidak cocok digunakan karena mahalnya biaya operasional yaitu sekitar USD 325 per 1000m3.
2.4.4
Desinfeksi Air Desinfeksi adalah membunuh bakteri pathogen (bakteri penyebab
penyakit) yang penyebarannya melalui air. Desinfeksi dengan cara kimia dapat dilakukan dengan penambahan bahan kimia seperti unsur halogen, Cl/senyawa khlor, Br2, Ozon (O3), Phenol, KmnO4, OCl2, dan sebagainya. (Purnawijayanti, 2001) Untuk membunuh bakteri pathogen dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan penambahan bahan kimia, pemanasan, penggunaan sinar UV, dan dengan cara mekanis diantaranya dengan pengendapan, saringan pasir cepat Faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara desinfeksi air adalah daya atau kekuatan membunuh mikroorganisme patogen yang berjenis bakteri, virus, protozoa, dan cacing. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah (a) tingkat kemudahan dalam memantau konsentrasi dalam air, (b) kemampuan dalam memproduksi residu yang akan berfungsi sebagai pelindung kualitas air pada sistem distribusi, (c) Kualitas estetika (warna, rasa, dan bau) dari air yang didesinfeksi, (d) teknologi pengadaan dan penggunaan yang tersedia, dan (e) faktor ekonomi.
12
2.5
Garam Garam merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan
sehari-hari dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Umumnya garam yang dijual di pasaran adalah garam yang sudah diberi tambahan zat iodium. Gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) dapat mengakibatkan gondok, kretin , menurunnya kecerdasan dan untuk tingkat yang lebih berat dapat mengakibatkan gangguan otak dan pendengaran serta kematian bayi. Pembuatan garam di Indonesia sebagian besar masih dilakukan secara tradisional oleh petani rakyat. Menurut segi kualitas produksi garam dalam negeri masih belum memenuhi syarat kesehatan, terutama garam yang dihasilkan dari petani garam, sebab mutu garam umumnya di bawah mutu II menurut spsifikasi SNI/SII No.140-76.
2.6
Proses Produksi Garam Produksi garam dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menambang batu
garam langsung dari alam, menguapkan air laut atau air garam yang diperoleh dari dalam tanah. Pertambangan batu garam terbentuk dari endapan mineral hasil penguapan dari danau, laguna, dan lautan dalam waktu yang sangat lama. Gundukan batuan garam tersebut dapat mencapai ketinggian ratusan meter. Batu garam tersebut tidak hanya mengandung natrium klorida, tetapi juga mineral lainnya seperti anhidrit, gypsum, kalium karbonat, dan belerang. Garam batu umumnya ditambang pada kedalaman antara 100 m sampai lebih dari 1500 m dibawah permukaan dengan menggunakan 2 teknik, yaitu pertambangan dengan
13
memotong dan meledakkan (cut and blast mining) dan pertambangan berkelanjutan (continous mining) (Sedivy, 2009). Di sekitar pantai, air garam dapat diambil langsung dari laut. Untuk daerah yang jauh dari pantai, sumber air asin dapat diperoleh dari mata air yang terdapat di pedalaman. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat batuan garam batu dekat permukaan. Air hujan yang merembes melalui tanah akan melarutkan garam batu sehingga terbentuk aliran garam bawah tanah, yang dikenal di Cheshire. Air garam alam dapat dipompa dari aliran garam bawah tanah tersebut. Air garam alam hasil proses tersebut dapat menjadi delapan kali lebih asin daripada air laut. (Fielding, 2006).
2.7
Kebutuhan Garam di Indonesia Garam merupakan salah satu komoditas yang sedang diprioritaskan untuk
dikembangkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementrian Kelautan dan Perikanan (Kemenperin). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenperin (Tabel 1), luas produksi garam yang produktif saat ini di Indonesia adalah sekitar 20.000 ha, kemampuan produksi rata-rata berkisar antara 1,1 – 1,4 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan untuk tahun 2010 diperkirakan 3 juta ton yang antara lain digunakan untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan dan minuman, pengeboran minyak, serta industri chlor alkali plant (CAP). Kebutuhan akan garam diperkirakan akan terus meningkat menjadi 5 juta ton pada tahun 2015 seiring dengan pertumbuhan industri penggunanya.
14
Tabel 1. Kebutuhan garam di Indonesia (sumber: www.kemenperin.go.id) Tahun Uraian 2007
2008
2009
2010
Pasokan Dalam Negeri
1.150.000
1.199.000
1.371.000
1.400.000
Kebutuhan Garam Dalam Negeri
2.619.000
2.667.000
2.888.000
2.985.000
-
Industri CAP
1.320.000
1.350.000
1.560.000
1.638.000
-
Garam Konsumsi
680.000
687.000
693.000
707.000
-
Industri Pangan
444.000
455.000
460.000
465.000
-
Pengeboran Minyak
125.000
125.000
125.000
125.000
-
Aneka
50.000
50.000
50.000
50.000
Selama kurun waktu enam tahun terakhir, harga garam mengalami peningkatan dimana pada tahun 2004 harganya berkisar Rp. 50,- s.d Rp. 60,-/kg sedangkan saat ini harganya sudah meningkat menjadi Rp. 300,- s.d Rp. 350,-/kg. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian impor garam secara signifikan dapat meningkatkan harga garam. Garam yang diimpor pada umumnya adalah garam yang kualitasnya belum dapat diproduksi di dalam negeri karena membutuhkan kemurnian yang tinggi seperti untuk industri kimia dan farmasi. Untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas garam, perlu dilakukan intensifikasi lahan penggaraman dan meningkatkan produksi garam melalui ekstensifikasi khususnya untuk daerahdaerah sentra produksi potensial yang belum memanfaatkan lahan secara optimal. Walaupun Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha
15
meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik (kandungan kalsium dan magnesium kurang) banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta garam industri.
2.8
Produksi Garam di Indonesia Di Indonesia walaupun merupakan negara kepulauan, tetapi pusat
pembuatan garam masih terkonsentrasi di Jawa dan Madura yaitu di Jawa seluas 10.231 Ha (Jawa Barat 1.159 Ha, Jawa Tengah 2.168 Ha, Jawa Timur 6.904 Ha) dan Madura 15.347 Ha (Sumenep 10.067 Ha, Pemekasan 3.075 Ha, Sampang 2.205 Ha). Luas area yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha yang seluruhnya berada di pulau Madura yaitu di Sumenep 3.163 Ha, Pemekasan 907 Ha dan di Sampang 1.046 Ha. Lokasi lainnya yaitu di NTB seluas 1.155 Ha, Sulawesi Selatan 2.040 Ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 Ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 Ha dimana 25.542 Ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. Areal garam yang dikelola oleh PT. Garam produksinya 60 ton/Ha/tahun, sedangkan garam rakyat hanya 40 ton/Ha/tahun (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2010). Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara (Pantura) dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa Tengah, daerah sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan Brebes, sedangkan di jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan yang lebih dikenal sebagai garam non tambak. Daerah utama penghasil garam di Jawa Barat adalah terutama Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan 109.900 ton per tahun atau baru 66,9% dari tingkat kebutuhan propinsi. Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang
16
sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut menghasilkan 900.000 ton per tahun. Proses produksi garam di Indonesia kebanyakan dilakukan secara tradisional, dengan memanfaatkan air laut dan panas matahari. Air laut yang mempunyai kadar garam rata-rata 2,5 % berat total, diuapkan pada lahan penjemuran yang terbuka secara berulang-ulang sampai kondisi jenuh dan mengkristal. Garam endapan yang terbentuk masih banyak mengandung kotoran lumpur atau tanah. Untuk itu, garam tersebut kemudian dicuci agar kualitasnya meningkat. Proses pencucian garam yang baik pada dasarnya mampu meningkatkan kualitas garam, bukan hanya sekedar membersihkan garam dari kotoran lumpur atau tanah , tetapi juga mampu menghilangkan zat-zat pengotor seperti senyawasenyawa Mg, Ca, dan kandungan zat pereduksi. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam air laut selain NaCl perlu diendapkan agar kadar NaCl yang diperoleh meningkat. Kalsium dan magnesium dapat terendapkan dalam bentuk garam sulfat, karbonat, dan oksalat. Dalam proses pengendapan atau kristalisasi garam karbonat dan oksalat mengendap dahulu, menyusul garam sulfat, terakhir bentuk garam kloridanya (Fielding, 2006). Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau tanpa bantuan alat). Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.
17
2.9
Standar Kualitas Garam Berdasarkan kualitasnya, garam rakyat dikelompokan 3 jenis yaitu:
1. K-1 yaitu kualitas terbaik yang memenuhin syarat untuk bahan industri maupun untuk konsumsi. Dengan komposisi sebagai berikut:
NaCl : 97.46 %
CaCl2 : 0.723 %
CaSO4 : 0.409 %
MgSO4: 0.04 %
H2O : 0.63 %
Impurities: 0.65 %
2. K-2 yaitu kualitas dibawah K-1, garam jenis ini harus dikurangi kadar berbagai zat agar memenuli standart sebagai bahan baku industri. Secara fisik garam K-2 berwarna agak kecoklatan dan agak lembab. 3. K-3 merupakan garam kualitas terendah, tampilan fisik yang coklat dan bercampur lumpur.
2.10
Energi Surya Tenaga matahari atau yang biasa disebut tenaga surya (solar energy)
merupakan enegi yang bersumber dari sinar matahari. Energi ini merupakan energi yang murah dan melimpah di daerah tropis seperti di Indonesia. Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia hampir sepanjang tahun sebenarnya merupakan sumber energi yang sangat potensial. Dengan begitu Indonesia tak perlu menimbulkan rasa khawatir bahwa Indonesia akan kehabisan energi dan harus mengimpor dari negara lain.
18
Persediaan alamiah energi panas matahari yang sustainable telah lebih dari cukup jika dimanfaatkan secara maksimal (Hasyim, 2005). Sumber ini sebenarnya juga merupakan energi alternatif jika pada satu saat nanti krisis energi mulai melanda Indonesia. Menurut Hardjasoemantri (2002), pemanfaatan energi surya dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni pemanfaatan energi surya secara langsung dan tidak langsung. Pemanfaatan energi surya secara tidak langsung adalah berupa pemanfaatan biomassa untuk sumber energi. Lakitan (2002) mengatakan bahwa energi surya yang sampai ke bumi, sebagian kecil akan dikonversi menjadi energi kimia oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis yang komplek. Produk akhir dari fotosintesis adalah biomassa. Dengan demikian biomassa merupakan energi surya tak langsung. Pemanfaatan energi surya secara langsung adalah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi utama secara langsung. Pemanfaatan energi surya harus mempertimbangkan sifat-sifat fisika dari sinar matahari. Lakitan (2002) mengatakan bahwa untuk mengkaji tentang aspek fisika cahaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya : porsi serapan cahaya (absorbtivity), porsi pantulan (reflectivity), porsi terusan (transmisivity), daya pancar (emisivity), aliran energy cahaya (radian flux), kerapatan aliran energi cahaya (radiant flux density), intensitas terpaan (irradiance), dan intensitas pancaran cahaya (emmitance). Radiasi surya (solar radiation) merupakan suatu bentuk radiasi thermal yang mempunyai distribusi panjang gelombang khusus. Intensitasnya sangat bergantung dari kondisi atmosfer, saat dalam tahun, dan sudut timpa (angle of
19
incidence) sinar matahari dipermukaan bumi. Pada batas luar atmosfer, radiasi surya total ialah 1395 W/m2 bilamana bumi berada pada jarak rata-ratanya dari matahari. Angka ini disebut konstanta surya (solar constant). Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69% dari total energi pancaran matahari, hal ini dikarenakan terdapat absorpsi yang kuat dari karbondioksida dan uap air di atmosfer. Radiasi surya yang menimpa permukaan bumi juga bergantung dari kadar debu dan zat pencemar lainnya dalam atmosfer. Energi surya yang maksimum akan mencapai permukaan bumi bilamana berkas sinar itu langsung menimpa permukaan bumi, karena terdapat bidang pandang yang lebih luas terhadap fluks surya yang datang dan berkas sinar surya menempuh jarak yang lebih pendek di atmosfer, sehingga mengalami absorpsi lebih sedikit daripada jika sudut timpanya miring terhadap normal.
2.11
Perpindahan Panas
2.11.4 Konduksi Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, maka akan terjadi perpindahan energi dari bagian bersuhu tinggi kebagian bersuhu rendah. Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah. Menurut Rao (2001), energi berpindah secara konduksi berbanding dengan gradien suhu normal : .........................................................................................(1) Jika dimasukkan konstanta proposionalitas atau tetapan kesebandingan, maka : ................................................................................(2)
20
dimana q adalah laju perpindahan kalor dan
merupakan gradien suhu ke arah
perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktifitas thermal kaca yaitu sebesar 1,83 W/m.oC, sedangkan tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum termodinamika, yaitu bahwa mengalir ke tempat yang rendah.
2.11.5 Konveksi Udara yang mengalir diatas suatu permukaan panas, misalnya dalam saluran baja sebuah alat pemanas udara surya dipanasi secara konveksi. Apabila aliran udara disebabkan oleh sebuah blower, kita menyebutnya sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis, maka disebut konveksi alamiah (Som, 2008). Pada umumnya, perpindahan panas konveksi dapat dinyatakan dengan hukum pendinginan Newton sebagai berikut : ..................................................................................(3) dimana: h = Koefisien konveksi (W/m2.oK) A= Luas permukaan (m2) Tw = Temperatus air (oK) Tc = Temperatur kaca (oK)
2.11.6 Radiasi Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi dimana perpindahan energi terjadi melalui perantara, pada radiasi kalor berpindah tanpa melaui perantara atau pada ruang hampa. Mekanisme disini adalah sinaran atau radiasi
21
elektromagnetik. Pertukaran panas netto secara radiasi antara dua badan ideal atau benda hitam adalah : ..............................................................................(4) dimana: = konstanta Stefan – Boltzmann (5,67x108 W/m2.oK4) A = Luas bidang (m2)