BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Hidrologi Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi – penguapan,
presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar 2.1 berikut merupakan gambar siklus hidrologi.
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi. ( Sumber: Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung).
4
5
2.2
Banjir ROB Banjir ROB adalah nama lain dari banjir air laut. Lebih tepatnya adalah
jenis banjir yang diakibatkan pasang surutnya air laut. Wilayah yang tergenang air laut ini adalah mean sea level atau permukaan yang jauh lebih rendah dari titik laut. Sama seperti banjir lainnya, banjir Rob ini juga membahayakan pemukiman manusia.
Penyebab Terjadinya Banjir ROB antara lain:
1. Penyebab utama Banjir ROB adalah Gravitasi, baik itu gravitasi bulan atau matahari atas Bumi. Gravitasi ini mempegaruhi tinggi dan rendahnya kenaikan air lautan. 2. Banjir ROB disebabkan kapasitas air di lautan bertambah dalam jumlah massif oleh karena mencairnya es. 3. Penyebab selanjutnya adalah karena terjadi penurunan pada permukaan tanah. Hal ini bisa dipicu dua hal yakni tidak kuatnya tanah menopang bagunan yang berdiri di atasnya dan juga karena penggunaan air tanah yang terlalu banyak dan menciptakan ruang kosong dalam tanah. 4. Penyebab selanjutnya adalah karean tekanan udara di wilayah pantai cukup rendah. Hal ini, dalam kondisi tertentu, bisa membuat air laut menyembul. 5. Banjir ROB juga bisa terjadi karena adanya sejumlah fenomena seperti air laut yang saling berinteraksi, bada tropis atau juga swell atau gelombang yang muncul dari jarak yang jauh.
6
6. Tambahan penyebab lain datang dari aktivis LSM, mereka berpendapat rusaknya vegetasi di kawasan leuser turut menjadi penyebab terjadinya Banjir Rob.
Dampak Banjir ROB antara lain :
1. Banjir karena pasang air laut (ROB) ini telah memberikan dampak negatif terhadap kawasan permukiman pesisir. Selain merubah lingkungan, banjir Rob juga memberi tekanan batin pada masyarakat. 2. Banjir ROB bisa merusak infrastruktur di lingkungan masyarakat. Misalnya saja kayu yang cepat lapuk karena terus-menerus tergenang air. 3. Banjir akibat pasang air laut (ROB) juga berdampak pada rusaknya sarana dan prasarana lingkungan seperti air bersih. Air laut akan bercampur dengan air tawar. Hal ini akan membuat masyarakat kesulitan mendapat air bersih. 4. Banjir ROB juga mengganggu sistem persampahan, drainase, dan juga sanitasi. Air yang bercampur dengan sampah tentu tak baik. 5. Apabila berlangsung cukup lama, maka banjir ROB akan membawa pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.
2.3
Pasang Surut Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan
periode tertentu dan pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk ke arah hulu dari muara sungai. Pasang surut terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya, peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingi matahari. Gerakan tersebut berlangsung dengan
7
teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit. Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal), tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Tipe pasang surut suatu perairan tertentu dapat ditentukan oleh perbandingan antara amplitudo unsur-unsur pasang surut utama dengan unsur-unsur pasang surut ganda yang dikenal dengan bilangan Formazhl (Komar, 1998)
F =
1+ 1 … … … … … … … … … … … … … … … … (2.1) 2+ 2
Dimana: F : bilangan Formazhl K1 dan O1 : konstanta pasang surut harian utama M2 dan S2 : konstanta pasang surut ganda utama Maka jika nilai F berada diantara:
8
0 - 0.25 : pasut bertipe ganda 0.26 – 1.5 : pasut tipe campuran dengan tipe ganda lebih menonjol 1.5 – 3.0 : pasut tipe campuran dengan tipe tunggal lebih menonjol
Gambar 2.2 Bagan alir perhitungan dan peramalan perilaku pasang surut laut. (sumber: PT. Pemetar Argeo Consultant. 2014. S.I.D. Pengendalian Banjir ROB (pasang) Belawan Kota Medan. Laporan Hidrologi dan Hidrometri. Medan).
2.3.1 Metode Analisa Pasang Surut Metode analisa pasang surut ada 3 macam yang pertama adalah metode harmonik yaitu yang mendasarkan perhitungannya pada hubungan antara waktu air tinggi dan waktu air rendah dengan fase bulan dan berbagai parameter astronomis lainnya. Metode yang kedua adalah metode respons yang dikemukakan Munk dan Cartwright dimana metode ini banyak digunakan oleh beberapa lembaga pasang surut di beberapa negara. Kelebihan metode ini dapat menganalisa pasang surut baik di laut dangkal maupun laut dalam. Untuk menganalisa laut dangkal, metode ini hanya berlaku bagi gelombang linier saja,
9
sedangkan analisa laut dalam digunakan metode hidrodinamika. Metode yang ketiga adalah metode harmonik dimana variasi tinggi air laut sebagai superposisi dari sejumlah gelombang komponen harmonik pasang surut yang kecepatan sudut dan fasenya dapat dihitung berdasarkan parameter astronomis. Berikut ini beberapa metode analisa harmonik pasang surut, antara lain: a.
Metode Admiralty Pada metode Admiralty data pasang surut yang ada yang digunakan untuk
menghitungkonstanta harmonik Ck dan φk
( ) =
+∑
cos (
+
) … … … … … … … … … … … . ( 2.2)
Dimana : So : tinggi muka air laut rerata Ck : amplitudo komponen ke k фk : fase komponen ke k, pada saat t=0 ωk : frekuensi komponen ke k t
: waktu
nilai Ck dan фk tidak dapat langsung ditentukan, tetapi harus dikoreksi terlebih dahulu dengan koreksi nodal karena amplitudo dan fase tersebut merupakan amplitudo dan fase sesaat dari masing-masing komponen. b.
Metode Least Square Metode least square merupakan metode perhitungan pasang surut dimana
metode ini berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah selisis (jarak vertikal) antara data dengan regresi yang terkecil. Pada prinsipnya metode least square meminimumkan persamaan elevasi pasut, sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan simultan tersebut diselesaikan dengan metode
10
numerik sehingga diperoleh konstanta pasut. Analisa dari metode least square faung adalah menentukan apa dan berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, jika data yang diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut diperlukan 9 konstanta harmonis yang biasa digunakan. Cukup aman untuk mengasumsikan bahwa konstanta yang sama mendominasi sifat pasang surut pada lokasi yang baru sama seperti pada lokasi yang sebelumnya untuk daerah geografis yang sama.Secara umum persamaan numerik pasang surut untuk menentukan besarnya konstanta harmonis dirumuskan sebagai berikut:
( )=
+∑
cos
+∑
sin
) … … … … …. (2.3)
Dimana: η(tn )
: elevasi pasang surut sebagai fungsi waktu
Ak dan Bk : konstanta harmonic
C.
k
: jumlah konstituen yang harus ditentukan
ωk
:
Tk
: periode komponen ke k
tn
: waktu pengamatan tiap jam
Metode Fourier Amplitudo dan fasa konstanta harmonik dari analisa fourier dapat
dituliskan sebagai berikut:
C(x,t)=∑
( )=∑
(x)e
(x)e
+ C − k(x)e
+ φ − k(x)e
… … … … … … … … … … … (2.4)
… … … … … … … … … . . (2.5)
11
Dimana: Ck(x) dan φk (x) adalah amplitudo dan fasa konstanta harmonic. C-k dan φ-k adalah conjugate kompleksnya. Dasar dari analisa harmonik adalah hukum Laplace, gelombang komponen pasut setimbang selama penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang dilewatinya sehingga amplitudonya akan mengalami perubahan dan fasanya mengalami keterlambatan namun frekuensi (kecepatan sudut) masing-masing komponen senantiasa tetap. Jadi variasi tinggi muka air laut di suatu tempat dapat dinyatakan sebagai superposisi dari berbagai gelombang komponen harmonik pasang surut. 2.4
Curah Hujan Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang
mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal. Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.
12
1. Rata-rata aljabar Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal studi. d =
…
= ∑
…………………...……… (2.6)
Dimana: d : tinggi curah hujan rata-rata, d1, d2 . . . dn : tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, n : banyak pos penakaran.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal. 2.
Cara Poligon Thiessen Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing
penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar. Gambar 2.3 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, dan 3 dari skema poligon Thiessen dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).
13
Gambar 2.3 Poligon Thiessen pada DAS.( Sumber: Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung).
Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:
d
A1. d1 A 2 . d 2 ..... A n . d n ……………………………………..(2.7) A1 A 2 ..... A n
d
A1. d1 A 2 . d 2 ..... A n . d n ……………………………………..(2.8) A
Dimana: d : tinggi curah hujan rerata daerah (mm). dn : hujan pada pos penakar hujan (mm). An : luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2). A : luas total DAS (km2).
14
2.4.1
Distribusi Frekuensi Curah Hujan Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa
macam distribusi yaitu: A. Distribusi Normal B. Log Normal C. Gumbel D.Log Pearson Type III
A.
Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk
analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut: XT = X + k.Sx ………………………………………...(2.9) Dimana: XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun. n
X X : Harga rata–rata dari data
i
1
n
K : Variabel reduksi n
n
X i2 X i Sx : Standard Deviasi
1
1
n 1
15
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Periode Ulang, T (tahun) 1,001 1,005 1,010 1,050 1,110 1,250 1,330 1,430 1,670 2,000 2,500 3,330 4,000 5,000 10,000 20,000 50,000 100,000 200,000 500,000 1,000,000
Peluang 0,999 0,995 0,990 0,950 0,900 0,800 0,750 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200 0,100 0,050 0,020 0,010 0,005 0,002 0,001
KT -3,05 -2,58 -2,33 -1,64 -1,28 -0,84 -0,67 -0,52 -0,25 0 0,25 0,52 0,67 0,84 1,28 1,64 2,05 2,33 2,58 2,88 3,09
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37, Suripin 2004 Yogyakarta )
B.
Distribusi Log Normal Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log
Normal, dengan persamaan sebagai berikut: Log XT = Log X + k.Sx Log X ……………………..(2.10) Dimana: Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun. n
log (X ) i
Log X : Harga rata – rata dari data
1
n
16
n
n
(LogX i2 Log X i ) SxLog X : Standard Deviasi K
1
1
n 1
: Variabel reduksi
Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Periode Ulang, T (tahun) 1,001 1,005 1,010 1,050 1,110 1,250 1,330 1,430 1,670 2,000 2,500 3,330 4,000 5,000 10,000 20,000 50,000 100,000 200,000 500,000 1,000,000
Peluang 0,999 0,995 0,990 0,950 0,900 0,800 0,750 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,250 0,200 0,100 0,050 0,020 0,010 0,005 0,002 0,001
KT -3,05 -2,58 -2,33 -1,64 -1,28 -0,84 -0,67 -0,52 -0,25 0 0,25 0,52 0,67 0,84 1,28 1,64 2,05 2,33 2,58 2,88 3,09
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37, Suripin 2004 Yogyakarta ) C.
Distribusi Gumbel Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel,
dengan persamaan sebagai berikut: XT = X + K.Sx …………………………………….(2.11) Dimana: XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya
17
curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun). n
X X : Harga rata – rata dari data n
i
1
n n
X i2 X i Sx : Standard Deviasi
1
1
n 1
K : Variabel reduksi.
Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga: K
YT Yn ……………………………………….(2.12) Sn
Dimana: YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N) Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N
Tabel 2.3 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel No 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 0,4952 0,5236 0,5362 0,5436 0,5486 0,5521 0,5548 0,5569 0,5586 0,5600
1 0,4996 0,5252 0,5371 0,5442 0,5489 0,5524 0,5550 0,5570 0,5587 0,5602
2 0,5035 0,5268 0,5380 0,5448 0,5493 0,5527 0,5552 0,5572 0,5589 0,5603
3 0,5070 0,5283 0,5388 0,5453 0,5497 0,5530 0,5555 0,5574 0,5591 0,5604
4 0,5100 0,5296 0,5396 0,5458 0,5501 0,5533 0,5557 0,5576 0,5592 0,5606
5 0,5128 0,5309 0,5403 0,5463 0,5504 0,5535 0,5559 0,5578 0,5593 0,5607
6 0,5157 0,5320 0,5410 0,5468 0,5508 0,5538 0,5561 0,5580 0,5595 0,5608
7 0,5181 0,5332 0,5418 0,473 0,5511 0,5540 0,5563 0,5581 0,5596 0,5609
8 0,5202 0,5343 0,5424 0,5477 0,5515 0,5543 0,5565 0,5583 0,5598 0,5510
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 51, Suripin 2004 Yogyakarta ).
9 0,5220 0,535 0,5346 0,5481 0,5518 0,5545 0,5567 0,5585 0,5599 0,5611
18
Tabel 2.4 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel
Periode Ulang ( TR )
Reduced Variate ( YTR ) (Tahun) 0.3668 1.5004 2.251 2.9709 3.1993 3.9028 4.3117
(Tahun) 2 5 10 20 25 50 75
Periode Ulang ( TR ) (Tahun) 100 200 250 500 1000 5000 10000
Reduce Variate ( YTR ) (Tahun) 4.6012 5.2969 5.5206 6.2149 6.9087 8.5188 9.2121
( Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52, Suripin 2004 Yogyakarta ) .
Tabel 2.5 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel No
0
10
0.94
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0,96
0,99
1,00
1,020
1,03
1,04
1,049
1,049
1,056
20
1,06
1,06
1,07
1,08
1,08
1,091
1,09
1,10
1,104
1,108
30
1,11
1,11
1,11
1,12
1,12
1,28
1,13
1,13
1,136
1,138
40
1,14
1,14
1,14
1,14
1,14
1,151
1,15
1,15
1,157
1,159
50
1,10
1,16
1,10
1,16
1,16
1,168
1,16
1,17
1,172
1,173
60
1,17
1,17
1,17
1,17
1,17
1,180
1,18
1,18
1,183
1,184
70
1,18
1,18
1,18
1,18
1,18
1,189
1,19
1,19
1,192
1,193
80
1,19
1,19
1,19
1,19
1,19
1,97
1,19
1,19
1,199
1,200
90
1,20
1,20
1,20
1,20
1,20
1,203
1,20
1,20
1,205
1,206
10
1,20
1,20
1,20
1,20
1,20
1,208
1,20
1,20
1,209
1,209
(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52, Suripin 2004 Yogyakarta )
19
D.
Distribusi Log Person III Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person
Type III, dengan persamaan sebagai berikut: Log XT = Log x + Ktr. S1…………………………...(2.13) Dimana: Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun. n
Log X Log X : Harga rata – rata dari data, Log X
n
n
Log X S1
: Standard Deviasi, S1 =
i
i 1
i
Log X
2
i 1
n 1 n
n . Log Xi Log X dengan periode ulang T. Cs
Dimana : Cs
: Koefisien kemencengan.
i 1
( n 1) ( n 2 ) . Si
3
3
20
Tabel 2.6 Nilai K untuk distribusi Log Pearson III
Kemencengan (Cs) 3,0 2,5 2,2 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,4 -0,5 -0,6 -0,7 -0,8 -0,9 -1,0 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -2,0 -2,2 -2,5 -3,0
2
5
10
50 -0,396 -0,360 -0,330 -0,307 -0,282 -0,254 -0,225 -0,195 -0,164 -0,148 -0,132 -0,116 -0,099 -0,083 -0,066 -0,050 -0,033 -0,017 0,000 0,017 0,033 0,050 0,066 0,083 0,099 0,116 0,132 0,148 0,164 0,195 0,225 0,254 0,282 0,307 0,330 0,360 0,396
20 0,420 0,518 0,574 0,609 0,643 0,675 0,705 0,732 0,758 0,769 0,780 0,790 0,800 0,808 0,816 0,824 0,830 0,836 0,842 0,836 0,850 0,853 0,855 0,856 0,857 0,857 0,856 0,854 0,852 0,844 0,832 0,817 0,799 0,777 0,752 0,711 0,636
10 1,180 1,250 1,284 1,302 1,318 1,329 1,337 1,340 1,340 1,339 1,336 1,333 1,328 1,323 1,317 1,309 1,301 1,292 1,282 1,270 1,258 1,245 1,231 1,216 1,200 1,183 1,166 1,147 1,128 1,086 1,041 0,994 0,945 0,895 0,844 0,771 0,660
Periode Ulang Tahun 25 50 Peluang (%) 4 2 2,278 3,152 2,262 3,048 2,240 2,970 2,219 2,912 2,193 2,848 2,163 2,780 2,128 2,706 2,087 2,626 2,043 2,542 2,018 2,498 2,998 2,453 2,967 2,407 2,939 2,359 2,910 2,311 2,880 2,261 2,849 2,211 2,818 2,159 2,785 2,107 2,751 2,054 2,761 2,000 1,680 1,945 1,643 1,890 1,606 1,834 1,567 1,777 1,528 1,720 1,488 1,663 1,488 1,606 1,407 1,549 1,366 1,492 1,282 1,379 1,198 1,270 1,116 1,166 0,035 1,069 0,959 0,980 0,888 0,900 0,793 0,798 0,666 0,666
100
200
1000
1 4,051 3,845 3,705 3,605 3,499 3,388 3,271 3,149 3,022 2,957 2,891 2,824 2,755 2,686 2,615 2,544 2,472 2,400 2,326 2,252 2,178 2,104 2,029 1,955 1,880 1,806 1,733 1,660 1,588 1,449 1,318 1,200 1,089 0,990 0,905 0,799 0,667
0,5 4,970 4,652 4,444 4,298 4,147 3,990 3,828 3,661 3,489 3,401 3,312 3,223 3,132 3,041 2,949 2,856 2,763 2,670 2,576 2,482 2,388 2,294 2,201 2,108 2,016 1,926 1,837 1,749 1,664 1,501 1,351 1,216 1,097 1,995 0,907 0,800 0,667
0,1 7,250 6,600 6,200 5,910 5,660 5,390 5,110 4,820 4,540 4,395 4,250 4,105 3,960 3,815 3,670 3,525 3,380 3,235 3,090 3,950 2,810 2,675 2,540 2,400 2,275 2,150 2,035 1,910 1,800 1,625 1,465 1,280 1,130 1,000 0,910 0,802 0,668
(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 43, Suripin 2004 Yogyakarta )
)
21
2.5
Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran
teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut: 2.5.1 Uji Chi Kuadrat Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut: k
X 2hit i 1
(EF - OF ) 2 ………………………………………..(2.14) EF
di mana k : 1 + 3,22 Log n, OF : nilai yang diamati, dan EF : nilai yang diharapkan. Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr. Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan
. Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari
perhitungan sebagai berikut: DK = JK - (P + 1) ……………………………………...(2.15) di mana DK : derajat kebebasan, JK : jumlah kelas, dan P : faktor keterikatan (untuk pengujian Chi-Square mempunyai keterikatan 2).
22
2.5.2 Uji Smirnov Kolmogorov Pengujian distribusi probablitas dengan Metode Smirnov-Kolmogrov dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut: 1.Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya 2.Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut (Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya, P(Xi) =
……………………………….……..(2.16)
dimana, n: Jumlah data dan i: Nomor urut data setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya. 3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah di urut tersebut P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probablitas yang dipilih (Gumbel, Normal, dan sebagainya).
4. Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah diurut: ∆Pi = P(Xi) − P’(Xi) …………..……………(2.17) 5. Tentukan apakah ∆Pi < ∆P kritis, jika “tidak” artinya Distribusi Probablitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya. 6. ∆P kritis lihat (Tabel 2.3).
23
N
Tabel 2.8 Nilai ∆ Kritis Smirnov-Kolmogrov (Kamiana, 211) (derajat kepercayaan) 0,20
0,10
0,05
0,01
5
0,45
0,51
0,56
0,67
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,30
0,34
0,40
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
0,27
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,20
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,20
0,24
50
0,15
0,17
0,19
0,23
107
N > 50
1,22
.
.
1,36 .
1,63 .
2.5.3 Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi, Subarkah (1980). Dalam penelitian ini intensitas hujan diturunkan dari data curah hujan harian. Menurut Subarkah (1980) intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empirik menggunakan metode mononobe sebagai berikut: I =
…………………………………………………………………… (2.18)
Dimana: I
: Intensitas curah hujan (mm/jam).
t
: Lamanya curah hujan (jam).
R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
24
2.5.4 Waktu Konsentrasi Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS (Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu rumus untuk memperkirakan waktu konsentrasi (tc) adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang ditulis sebagai berikut. tc = 0,87 x L 21000 x S x 0,385 …………………………………(2.19) dimana: L : Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km). S : Kemiringan rata-rata saluran utama dalam (m/m). Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua komponen yaitu: 1.
Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran terdekat.
2.
Conduit time (td) yakni waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik keluaran. tc = t0 + td …………………….……………………………………………….(2.20) dimana: t0 : 23 x 3,28 x L x nS (menit) td : Ls 60 V (menit), n
: Angka kekasaran Manning,
Ls : Panjang lintasan aliran di dalam salura/sungai (m).
25
2.5.5 Koefisien Limpasan Nilai koefisien limpasan ataupun koefisien pengaliran sangat berpengaruh terhadap debit banjir. Limpasan air hujan yang langsung mengalir di atas permukaan suatu lahan dapat memberikan aliran yang cepat maupun lambat pada saat menuju suatu saluran drainase dan yang nantinya menuju ke saluran primer atau sungai, hal ini tergantung dari tata guna lahan yang telah terjadi disekitar saluran tersebut. suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang artinya memiliki kondisi fisik yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kodoatie dan Syarief (2005) yang menyatakan bahwa angka koefisien aliran permukaan itu merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar antara 0 – 1, nilai C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terinterepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah dan sebaliknya untuk C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan (run off). Perubahan tata guna lahan yang terjadi secara langsung mempengaruhi debit puncak yang terjadi pada suatu DAS. Tabel 2.9 Nilai Koefisien Limpasan
Sumber: SNI 03-2415—1991
26
2.6
Metode Perhitungan Debit Banjir
2.6.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha.Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah.Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional: Q = f x C x I x A ……….…………………...……………….. (2.21) Dimana: C
: Koefisien pengaliran.
I
: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam).
A
: Luas daerah aliran (km2).
F 2.6.2
: Faktor konversi = 0,278.
Metode Hidrograf Banjir Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi
limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan sebarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant).Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak
27
memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas: 1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception) 2. Tampungan di cekungan (depression storage) 3. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture) 4. Pengisian air tanah (recharge) dan 5. Evapotranspirasi Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit.Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow).Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan. a.
Hidrograf Satuan Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan.Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu dari titik permulaan aliran permukaan
28
sampai puncak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira-kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan. Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan.Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan.Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip: 1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran. 2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat. 3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan dan/atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi
29
beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang member kontribusi. Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat.Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana. b.
Hidrograf Satuan Sintetik Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf
satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu: 1.
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
2.
Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
3.
Hidrograf Satuan Sintetik Gama I
4.
Hidrograf Satuan Sintetik SCS
30
Dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi (Sungai Deli). c.
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri)
pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting. Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah. Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan
antara
rencana
pengembangan
jaringan
stasiun
hidrometri.Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data. Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek. Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan cara cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas persamaan rasional. Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan. Namun dari penelitian terbukti bahwa cara cara seperti Melchior, Der Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% 80%, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%. Selain itu tercatat pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau
menunjukkan
perkiraan lebih (overestimated). Cara - cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan (runoff coefficient) mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah
31
satu faktor penyebab penyimpangannya. Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi (reduction coefficient). Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil, kurang dari 80 hektar, atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut.Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini:
i
Tr 0.8 Tr
Q
t Tg
Lengkung Naik Lengkung Turun Qp 0.3 Qp
0.3 t
Tp
T0.3
1.5T0.3
Gambar.2.4 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu. ( Sumber: Limantara, Lily Montarcih. 2010. Hidrologi Praktis. Lubuk Agung. Bandung).
32
Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut: 1. Waktu kelambatan (tg), rumusnya: untuk L > 15
:
= 0,4 + 0, 058 … ….(2.22)
untuk L < 15
:
= 0,21
,
………..(2.23)
2. Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
=
+ 0,8
……………………….......(2.24)
3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak:
,
=
… … … … … … … … … … … … …(2.25)
4. Waktu puncak =
+ 0,8
…………………………… (2.26)
5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut:
=
,
(
,
, )
……... (2.27)
6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp) ,
=
…………………………. (2.28)
7. Bagian lengkung turun
Jika
< <
,
=
0,3
,
…………………………. (2.29)
33
Jika
> >
,
=
Jika > 1,5
2.7
0,3
,
…………………………………. (2.30)
,
,
=
, ,
0,3
,
,
,
…………………………………..(2.31)
Prediksi Tinggi Muka Air Banjir dengan HEC-RAS
HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai, River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE).HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak-permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) Hitungan profil muka air aliran permanen, (2) Simulasi aliran tak permanen, (3) Hitungan transport sedimen, dan (4) Hitungan kualitas (temperatur) air. Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka air dilakukan. HEC-RAS merupakan program aplikasi yang mengintegrasikan fitur graphical user interface, analisis hidraulik, manajemen dan penyimpanan data, grafik, serta pelaporan.
34
Dengan menggunakan software HEC-RAS ini dapat memberikan prediksi tinggi muka air banjir sungai deli dengan banjir pasang muara sungai deli. 2.7.1 Graphical User Interface Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HECRAS. Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAC dengan tetap mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini dengan mudah:
Manajemen file
Menginputkan data serta mengeditnya
Melakukan analisis hidraulik
Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan grafik
Penyusunan laporan, dan
Mengakses On-Line help
2.7.2
Penyimpanan Data dan Manajemen Data Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flat” files (format ASCII dan
biner), serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady flow, unsteady flow, dan sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam binary file. Data dapat ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui HEC-DSS file. Manajemen data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan
35
menciptakan beberapa file secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow, unsteady flow, output, etc.) dan menamainya sesuai dengan nama file project yang dituliskan oleh pemakai. Penggantian nama file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut
dilakukan
berdasarkan
project-by-project.
Penggantian
nama,
pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakukan langsung pada folder), biasanya akan menyebabkan kesulitan pada saat pemakaian HEC-RAS mengingat pengubahan tersebut kemungkinan besar tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena itu, operasi atau modifikasi file-file harus dilakukan melalui perintah dari dalam HEC-RAS. 2.7.3
Grafik dan Pelaporan Fasilitas grafik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup grafik X-Y alur
sungai, tampang lintang, rating curves, hidrograf, dan grafik-grafik lain yang merupakan plot X-Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS menyediakan pula fitur plot 3D beberapa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran model dapat pula ditampilkan dalam bentuk tabel.Pemakai dapat memilih antara memakai tabel yang telah disediakan oleh HEC-RAS atau membuat/mengedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik dan tabel dapat ditampilkan di layar, dicetak, atau dicopy ke clipboard untuk dimasukkan kedalam program aplikasi lain (word processor, spreadsheet). Fasilitas pelaporan pada HEC-RAS dapat berupa pencetakan data masukan dan keluaran hasil pada printer atau plotter.
36
Untuk mulai pekerjaan HEC-RAS klik File terus New Project, kemudian simpan dengan nama Sungai Deli pada direktori atau folder .
Gambar 2.5 Tampilan Menu Utama HEC-RAS 4.0
Langkah selanjutnya adalah membuat dan mengisi geometri data. Dengan cara klik tool bar Edit/Enter Geometric Data dari tampilan awal HEC RAS. Seperti tampilan berikut ini:
Gambar 2.6 Tampilan menu geometri data.
37
Setelah muncul tampilan Geometric Data, langkah selanjutnya adalah membuat layout Sungai Deli dengan cara klik tool bar River Reach dari tampilan Geometric Data , kemudian mulai menggambar layout Sungai Deli dengan memberi nama River dan Reach nya. Kemudian masukkan data geometry muara Suara Deli pada tampilan ini dimasukkan data long section (penampang memanjang muara Sungai Deli) dengan cara klik ikon Cross Section pada tampilan Geometric Data , sehingga selanjutnya akan muncul tampilan seperti ini:
Gambar 2.7 Menu Cross Section Pada Geometri Data
Untuk memasukkan data-data potongan melintang, klik Option terus Add a New Cross Section, masukkan nomor stationing (Sta) atau nomor patok. Pada bagian kiri tampilan Cross Section Data terdapat dua buah kolom, yaitu station dan elevation. Yang dimaksud dengan station adalah jarak pias potongan melintang (sumbu X), sedangkan yang dimaksud dengan elevation adalah elevasi pias potongan melintang (sumbu Y). kemudian masukkan Downstream Reach Length atau jarak antar potongan melintang yang kini sedang dibuat dengan
38
potongan melintang dihilirnya, angka Manning, dan Main Channel Bank Station yang berada pada bagian tengah tampilan Cross Section Data. Pada Reach Length, kemudian masukkan data berupa jarak pada LOB (Left Over Bank) atau tebing kiri, Channel atau bagian tengah, dan ROB (Right Over Bank). Angka Manning dimasukkan berdasarkan kekasaran material dinding saluran, sedangkan data Bank Stationing dimasukkan berdasarkan tebing yang ada pada data potongan melintang.
Gambar 2.8 Tampilan Data Cross Section
Setelah semua geometri data selesai dimasukkan, selanjutnya di save dengan klik File terus Save Geometric Data As.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan data aliran, untuk memasukkan data aliran, klik Edit/Unsteady Flow Data . Pada tab Boundary Condition, klik tampilan flow hydrograph masukkan data debit banjir yang dihitung dengan metode HSS Nakayasu, seperti tampilan berikut:
39
Gambar 2.9 Unsteady Flow Data yang dimasukkan data debit banjir hasil perhitungan HSS Nakayasu Selanjutnya masukkan data pasang surut yang dihitung dengan metode Admiralty klik tampilan stage/flow hydrograph, seperti gambar 2.10.
Gambar 2.10 Unsteady Flow Data yang dimasukkan data hasil perhitungan Metode Admiralty
40
Pada aliran unsteady, selain data boundary condition, kita juga harus memasukkan data initial condition. Data initial condition ini merupakan asumsi aliran pada jam ke-nol. Setelah data aliran telah selesai dimasukkan, klik file kemudian save unsteady flow data as.
Selanjutnya running aliran unsteady klik item-item pada Programs to Run, mengisi waktu atau tanggal simulasi pada Simulation Time Window dan menyetting interval waktu perhitungan pada Computation Setting. Pada tampilan Flow Analysis, pilih Geometry File dan Flow File yang akan dirunning, dan menamai Plan. Selanjutnya klik Compute,seperti gambar 2.11
Gambar 2.11 Tampilan Compute Data Unsteady Flow Analysis