BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya (30%) berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung uap air sebanyak 15% di dalam atmosfer (Gabriel, 2001). Air sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat diganti dengan senyawa lain. Sesuai dengan fungsinya, air digunakan untuk berbagai keperluan seperti: untuk minum, keperluan rumah tangga, keperluan industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, untuk sanitasi dan air untuk transportasi baik di sungai maupun laut (Wardhana, 2001). Ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor karena lebih dari 97% air di muka bumi ini merupakan air laut yang tidak dapat digunakan oleh manusia secara langsung. Dari 3% yang tersisa, 2% di antaranya tersimpan sebagai gunung es (glacier) di kutub dan uap air, yang juga tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Air yang benar–benar tersedia bagi keperluan manusia hanya 0,62%, meliputi air yang terdapat di danau, sungai, dan air tanah. Jika ditinjau dari segi kualitas, air yang memadai bagi konsumsi manusia hanya 0,003% dari seluruh yang ada (Effendi, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Air baku adalah sarana dan prasarana pengambilan dan/atau penyedia air baku, meliputi bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadap, alat pengukuran, dan peralatan pemantauan sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya (Joko, 2010). Kesulitan untuk mendapatkan air bersih merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama karena dengan penyediaan air bersih, maka penyebaran penyakit dapat dikurangi seminimal mungkin. Supaya air yang masuk ke dalam tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menjadi pembawa bibit penyakit (Mangku, 1997). Dengan perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupannya yang mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran air (Sutrisno, 2004).
2.2 Sumber–sumber air Menurut Sutrisno (2004), sumber–sumber air meliputi: 1. Air laut 2. Air atmosfir 3. Air permukaan 4. Air tanah 2.2.1 Air laut Air laut merupakan bagian terbesar dari muka bumi, mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl, dan memiliki kadar garam NaCl yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan air daratan. Kadar garam NaCl dalam air laut adalah 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 2004) 2.2.2 Air atmosfer Air hujan dapat dipergunakan sebagai air irigasi pada sawah, dapat pula dipergunakan sebagai air rumah tangga dengan cara menampung air hujan dan dipergunakan saat kekurangan air. Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa–pipa penyalur maupun bak–bak reservoir, sehingga akan mempercepat terjadinya korosi. Air hujan juga mempunyai sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun (Sutrisno, 2004) 2.2.3 Air permukaan Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan akan dapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang–batang kayu, daun–daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini, untuk masing–masing air permukaan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pengotorannya adalah merupakan kotoran fisik, kimia, dan bakteri (Sutrisno, 2004). Air permukaan ada 2 macam yakni: a. Air sungai b. Air rawa/danau
Universitas Sumatera Utara
a. Air Sungai Air sungai merupakan aliran yang berasal dari mata air yang kadangkadang bercampur dengan limbah manusia, hewan dan tumbuh–tumbuhan, termasuk campuran dari air hujan. Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali (Sutrisno, 2004). Sungai mempunyai karakteristik umum yaitu debit aliran pengeluaran dan fluktuasi kualitas air sepanjang tahun, hari bahkan jam. Debit aliran minimum biasanya terjadi pada akhir periode musim kering. Debit aliran maksimum yang disertai dengan kualitas air yang buruk biasanya terjadi sesudah hujan lebat selama periode musim hujan. Untuk merekayasa (design) bangunan penangkap air sungai (river intakes) dengan menggunakan pompa-pompa submersible (submersible pump), perlu diperhitungkan debit aliran minimum, dan tinggi permukaan air sungai minimum (Joko, 2010). Untuk bangunan penangkap air sungai dengan bangunan pelimpah (spillways) perlu juga diketahui debit aliran maksimum dan tinggi permukaan air maksimum. Debit aliran maksimum dan minimum dan tinggi permukaan air terkadang dapat diketahui dari data yang dikumpulkan untuk tujuan irigasi. Untuk sungai-sungai yang lebih kecil biasanya data yang diperlukan tidak tersedia namun dapat diperoleh dari penduduk setempat. Sungai dapat tercemar dan terkontaminasi oleh air limbah yang berasal dari kota-kota yang dilewatinya. Jika
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan bangunan penangkap air (intakes) sebaiknya ditempatkan di daerah bagian hulu kota (Joko, 2010). b. Air Rawa/Danau Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning coklat. Pada permukaan air akan tumbuh algae (lumut) karena adanya sinar matahari dan O2 (Sutrisno, 2004). 2.2.4 Air tanah Menurut Sutrisno (2004), air tanah terbagi atas: a. Air tanah dangkal b. Air tanah dalam c. Mata air a. Air tanah dangkal Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan bertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapis tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Di samping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal di mana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal (Sutrisno, 2004).
Universitas Sumatera Utara
b. Air tanah dalam Air tanah dalam terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Air tanah dalam pada umumnya tergolong bersih dilihat dari segi mikrobiologi, karena sewaktu proses pengaliran ia mengalami penyaringan alamiah dan dengan demikian kebanyakan mikroba sudah tidak lagi terdapat di dalamnya. Namun, kadar kimia air tanah dalam tergantung dari cara atau pengaliran air tersebut. Pada proses ini, mineral-mineral yang dilaluinya dapat larut dan terbawa, sehingga mengubah kualitas air tersebut (Slamet, J. 1994). c. Mata air Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak berpengaruh oleh musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air tanah dalam (Sutrisno, 2004).
2.3 Pengolahan air Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dimulai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari sumber asal air tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut. Oleh karena itu dalam praktik sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
apakah sumber tersebut bisa dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak. Peningkatan kuantitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Sutrisno, 2004). Proses pengolahan air baku menjadi air bersih di IPA Sunggal memerlukan unit-unit pengolahan. Unit-unit serta proses pengolahan air yang terdapat di IPA Sunggal adalah sebagai berikut: 1. Bendungan Sumber air baku adalah air permukaan dari sungai Belawan yang berhulu di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi Kecamatan Sunggal. Untuk menampung air tersebut dibuatlah bendungan dengan panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi ± 4 m. Pada sisi kanan bendungan, dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake. Bendungan dibuat dengan sistem melintang. 2. Intake Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadap air baku. Bangunan ini merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan kasar) yang berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar (>10 cm) dan fine screen (saringan halus) yang berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran–kotoran maupun sampah berukuran kecil yang terbawa arus sungai (>5 cm). Masing-masing saluran dilengkapi dengan pintu ketinggian air (sluice gate) dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan
Universitas Sumatera Utara
saringan dilakukan secara periodik dan manual untuk menjaga kestabilan air masuk. 3. Raw Water Tank (RWT) Raw water tank atau bak air baku merupakan bangunan yang dibangun setelah intake yang terdiri dari dua unit (empat sel). Setiap unit berdimensi 50 m x 25 m, tinggi 5 m yang dilengkapi dengan dua buah inlet gate, dua buah outlet gate, sluice gate dan pintu bilas dua buah. Raw water tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel kasar dan lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem sedimentasi (pengendapan alamiah). Di IPA Sunggal volume air baku pada dua RWT memiliki ± 14.000 m3. Waktu pengendapan (detention time) untuk air baku yang akan diolah di RWT IPA Sunggal kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku dengan turbidity (kekeruhan) rendah. Tiap sel dalam raw water tank dibersihkan sekali dalam empat bulan, dan dilakukan secara bergilir setiap bulannya. Hal ini dilakukan agar proses pengolahan air terus berjalan, karena pada saat melakukan pembersihan, sel Raw Water Tank ditutup, sehingga air baku dari intake tidak dapat masuk. Pembersihan sel Raw Water Tank dilakukan pada malam hari secara manual dengan menggunakan nozle dan dibuang ke lagoon. Di Raw Water Tank ini terjadi penginjeksian klorin yang disebut prechlorination. Prechlorination berfungsi mengoksidasi zat-zat organik, anorganik dan mengendalikan pertumbuhan lumut (alga) dan membunuh spora dari lumut, jamur dan juga menghilangkan polutan-polutan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
4. Raw Water Pump (RWP) Raw Water Pump atau pompa air baku berfungsi untuk memompakan air dari RWT ke clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas setiap pompa adalah 110 l/detik dengan rata-rata 18 m, memakai motor AC nominal 75 KW. 5. Clearator (Clarifier) Bangunan clearator terdiri dari lima unit dengan kapasitas masingmasing 400 l/detik. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent. Hasil clearator dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis. 6. Filter Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses penyaringan flok-flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak tertahan (lolos) dari clearator. Filter yang dipakai di IPA Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel, menggunakan jenis saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika dengan menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW. Filter ini berfungsi menyaring turbidity melalui pelekatan pada media filter. 7. Reservoir Reservoir merupakan bangunan beton dibawah tanah berdimensi 50 m x 40 m x 4 m yang berfungsi untuk menampung air minum (air olahan) setelah
Universitas Sumatera Utara
melewati media filter. IPA Sunggal mempunyai dua buah reservoir (R1 dan R2) dengan kapasitas total 12.000 meter3. Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga berfungsi sebagai tempat penyaluran air ke pelanggan. Air yang mengalir dari filter ke reservoir dibubuhi klor (post chlorination) yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pathogen dan penambahan larutan kapur jenuh untuk menetralisasi pH air karena dengan adanya kandungan alum dalam air akan membuat pH air bersifat asam. Kapur disalurkan dari saturator. Saturator adalah sebuah tabung besar yang merupakan terminal larutan kapur untuk diinjeksikan ke air hasil olahan. Di PDAM Tirtanadi terdapat dua saturator yang dialirkan ke masing-masing reservoir 1 dan reservoir 2. 8. Finish Water Pump (FWP) Finish water pump (FWP) IPA Sunggal berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang-cabang melalui pipa-pipa transmisi yang dibagi menjadi lima jalur dengan kapasitas 150 liter/detik. Air hasil olahan tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk memastikan kualitas air, perlu dilakukan pengendalian mutu. Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat dijamin sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2010 yang meliputi aspek fisika, kimia dan mikrobiologi.
Universitas Sumatera Utara
9. Lagoon Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengolahan dialirkan ke lagoon untuk didaur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah diterapkan sejak tahun 2002 di IPA Sunggal dengan kapasitas 9.600 m3 (berdimensi 80 x 40 m). Lagoon terdiri dari tiga sel. Sel pertama adalah sebagai tempat lumpur. jika sel telah penuh, lumpur akan disedot ke atas dan digunakan untuk menimbuh tanah sekitar lagoon. Air dari sel pertama ini akan dialirkan ke sel berikutnya yang difiltrasi dengan batu bronjong. Air dari sel kedua ini difiltrasi lagi dengan batu bronjong ke sel ketiga pada tiap-tiap unit produksi, dibuang ke lagoon untuk diproses lagi menjadi air bersih. Sehingga tidak ada air yang dibuang kembali ke badan air apabila sudah memasuki intake.
2.4 Syarat-syarat air minum Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di kota-kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari sehingga treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Sebaiknya bila akan menggunakan badan-badan air sebagai sumber air minum hendaknya memenuhi syarat-syarat kualitas air minum. Menurut Gabriel (2001), air siap minum/air minum ialah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia, bakteriologi serta level kontaminasi maksimum (LKM) (Maximum Contaminant Level).
Universitas Sumatera Utara
Level kontaminasi maksimum meliputi sejumlah zat kimia, kekeruhan dan bakteri coliform yang diperkenankan dalam batas-batas aman. Lebih jelas lagi, bahwa air siap minum/air minum yang berkualitas harus terpenuhi syarat sebagai berikut : − Harus jernih, transparan dan tidak berwarna − Tidak dicemari bahan organik maupun bahan anorganik − Tidak berbau, tidak berasa, kesan enak bila diminum − Mengandung mineral yang cukup sesuai dengan standard − Bebas kuman/LKM coliform dalam batas aman
2.5 Kandungan bahan kimia Menurut Sutrisno (2004), air mempunyai sifat melarutkan bahan kimia. Air rumusnya adalah : H2O + X, dimana X merupakan zat-zat yang dihasilkan air buangan oleh aktivitas manusia selama beberapa tahun. Dengan bertambahnya aktivitas manusia, maka faktor X tersebut dalam air akan bertambah dan merupakan masalah. Faktor X merupakan zat-zat kimia yang mudah larut dalam air dan dapat menimbulkan masalah sebagai berikut: a. Toksisitas b. Reaksi-reaksi kimia yang menyebabkan 1. Pengendapan yang berlebihan. 2. Timbulnya busa yang menetap, yang sulit untuk dihilangkan. 3. Timbulnya respon fisiologis yang tidak diharapkan terhadap rasa. 4. Perubahan dari perwujudan fisik air.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Logam kromium Kata kromium berasal dari bahasa yunani (chroma) yang berarti warna. Dalam bahan kimia, kromium dilambangkan dengan Cr dan pertama kali ditemukan oleh Vagueline pada tahun 1797. Logam berat kromium (Cr) merupakan logam berwarna abu-abu, tahan terhadap oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras, bersifat paramagnetik, dan mempunyai bentuk senyawasenyawa berwarna (Widowati,w dkk dan palar.2008). Kromium termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami. Kerak bumi mengandung kromium sekitar 100 mg/kg. kromium yang ditemukan diperairan adalah kromium trivalent (Cr3+) dan kromium heksavalent (Cr6+), namun pada perairan yang memiliki pH lebih dari 5, Kromium trivalent tidak ditemukan. Apabila masuk keperairan kromium trivalent akan di oksidasi menjadi kromium heksavalent yang lebih toxic. (Widowati,w dkk dan palar.2008). Dalam badan perairan, Kromium dapat masuk melalui dua cara, yaitu secara alamiah dan non alamiah. Masuknya kromium secara alamiah dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisika, seperti erosi yang terjadi pada batuan mineral. Masuknya kromium yang terjadi secara non alamiah lebih merupakan dampak atau efek dari aktivitas yang dilakukan manusia. Sumber-sumber kromium yang berkaitan dengan aktifitas manusia dapat berupa limbah atau buangan industri sampai buangan rumah tangga. (palar.2008). Dalam badan perairan terjadi bermacam-macam proses kimia mulai dari proses pengompleksan sampai pada reaksi redoks. Proses kimia tersebut juga terjadi pada logam kromium yang ada di perairan. proses kimia seperti
Universitas Sumatera Utara
pengompleksan dan sistem redoks. Dapat terjadinya pengendapan dan atau sedimentasi logam Cr di dasar perairan. Proses-proses kimiawi yang berlangsung dalam badan perairan juga dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa reduksi dari senyawa-senyawa Cr6+ yang sangat beracun menjadi Cr3+ yang kurang beracun. Peristiwa reduksi yang terjadi atas senyawa Cr6+ menjadi Cr3+ dapat berlangsung bila badan perairan berada dan atau mempunyai lingkungan yang bersifat asam, untuk perairan yang bersifat basa. Ion-ion Cr3+ akan mengendap (palar.2008). 2.5.2 Efek toksik logam kromium Kromium merupakan mikronutrien bagi mahluk hidup, tetapi bersifat toksik dalam dosis tinggi. Kromium dibutuhkan untuk metabolisme hormon insulin dan pengaturan kadar glukosa darah. Defisiensi Kromium bisa menyebabkan hiperglisemia, glikosoria, meningkatnya cadangan lemak tubuh, munculnya penyakit radiovaskuler, menurunnya jumlah sperma dan menyebabkan infertilitas (Widowati,W 2008). Logam
kromium
adalah
bahan
kimia
yang
bersifat
persisten,
bioakumulatif, dan toksik yang tinggi serta tidak mampu terurai dalam lingkungan. Sulit diuraikan, dan akhirnya diakumulasi dalam tubuh manusia melalui rantai makanan. Kestabilan kromium akan mempengaruhi toksisitasnya terhadap manusia secara berurutan, mulai dari tingkat toksisitas terendah yakni, Cr(0), Cr(III), Cr(VI). Cr(VI) pada umumnya 1000 kali lipat lebih toksik dibandingkan Cr(III). Kromium Cr(III) bersifat kurang toksksik dibandingkan Cr(VI). Tidak bersifat iritatif, serta tidak korosif (Widowati,W 2008).
Universitas Sumatera Utara
Kromium sebagai ion bervalensi enam bersifat karsinogenik pada saluran pernapasan kumulatif pada tingkat konsentrasi mg/l dalam air minum. Konsentrasi unsur ini dalam air minum yang melebihi standar maksimum yang ditetapkan kemungkinan dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada sistem pencernaan dan sistem pernapasan. (Palar, 2008). Konsentrasi maksimal kromium dalam air minum yang ditetapkan sebagai standar oleh Depatemen Kesehatan R.I adalah sebesar 0,05 mg/l. angka ini sesuai dengan angka standar yang ditetapkan baik oleh US Public Health Service, maupun WHO European, maupun WHO Internasional. (sutrisno, 2004).
2.6 Teori umum kolorimetri Kolorimetri merupakan suatu metoda analisa kimia yang didasarkan pada tercapainya kesamaan besaran warna antara larutan sampel dengan larutan standar dengan menggunakan sumber cahaya polikromatis dan detektor mata. Metoda ini didasarkan pada penyerapan cahaya tampak dan energi radiasi lainnya oleh suatu larutan. Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar apa yang lazim disebut analisis kolorimetrik oleh ahli kimia. Warna itu biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan ditambahkannya reagensia yang tepat, intensitas warna kemudian dapat dibandingkan dengan menangani kuantitas yang diketahui dari zat itu dengan cara yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Metoda ini dapat diterapkan untuk penentuan komponen zat warna ataupun komponen yang belum berwarna, namun dengan menggunakan reagen pewarna yang sesuai dapat menghasilkan senyawa berwarna yang merupakan fungsi dari kandungan komponennya. Jika telah tercapai kesamaan warna berarti jumlah molekul zat penyerap yang dilewati sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini dijadikan dasar perhitungan. Kolorimetri terbagi atas 2 metoda yaitu : a) Kolorimetri visual Menggunakan mata sebagai detektor b) Kolorimetri Fotolistrik Menggunakan fotosel sebagai detektornya. Syarat metoda kolorimetri adalah harus berwarna. Jika larutan tidak berwarna maka dilakukan dahulu pengomplekan dengan penambahan reagen pewarna. Sedangkan syarat pewarnaan ini antara lain : - Warna yang terbentuk harus stabil - Reaksi pewarnaan harus selektif - Larutan harus transfaran - Kesensitifannya tinggi - Ketepatan ulang tinggi - Warna yang terbentuk harus merupakan fungsi dari konsentrasi Asas dasar kebanyakan pengukuran kolorimetri terdiri dari pembandingan warna yang dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tidak diketahui dengan warna
Universitas Sumatera Utara
yang sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan ditetapkan itu. Pembandingan kuantitatif kedua larutan itu pada umumnya dapat dilakukan oleh salah satu dari beberapa metode. Dan metode yang digunakan pada metode ini adalah metode fotometer fotolistrik.
2.7 Penetapan Kadar Logam Kromium secara Kolorimetri Logam kromium termasuk logam kelompok mikroelemen, sehingga jumlahnya sangat sedikit sekali dalam kondisi normal. Larutan kromium dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimetri. Transmitans larutan diukur pada 365 – 370 nm. Cara pengujian kadar kromium di dalam air dengan menggunakan alat kolorimetri fotolistrik. Kromium dan logam lain dalam sampel bereaksi dengan penambahan
Croma
Ver
3
yang
berisikan
acidic
buffer
dan
1,5
diphenylcarbohydrazide yang memberikan warna purple (ungu). Larutan sampel diukur dengan menggunakan kolorimetri.
Universitas Sumatera Utara