BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Air Tanah Air tanah merupakan bagian air di alam yang terdapat di bawah permukaan tanah. Pembentukan air tanah mengikuti siklus peredaran air di bumi yang disebut daur hidrologi, yaitu proses alamiah yang berlangsung pada air di alam yang mengalami perpindahan tempat secara berurutan dan terus menerus (Kodoatie, 2012).
2.1.1. Karakteristik Akuifer Air Tanah Air tanah merupakan bagian dari siklus hidrologi yang berlangsung di alam, serta terdapat dalam batuan yang berada di bawah permukaan tanah meliputi keterdapatan, penyebaran dan pergerakan air tanah dengan penekanan pada hubungannya terhadap kondisi geologi suatu daerah (Danaryanto, dkk. 2005) Berdasarkan atas sikap batuan terhadap air, dikenal adanya beberapa karakteristik batuan sebagai berikut : a. Akuifer (lapisan pembawa air) adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup dan ekonomis misalnya pasir. b. Akuiklud (lapisan batuan kedap air) adalah suatu lapisan batuan jenuh air yang mengandung air tetapi tidak mampu melepaskannya dalam jumlah berarti misalnya lempung.
c. Akuitard (lapisan batuan lambat air) adalah suatu lapisan batuan yang sedikit lulus air dan tidak mampu melepaskan air dalam arah mendatar, tetapi mampu melepaskan air cukup berarti kea rah vertikal, misalnya lempung pasiran. d. Akuiflug (lapisan kedap air) adalah suatu lapisan batuan kedap air yang tidak mampu mengandung dan meneruskan air, misalnya granit.
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Kedudukan tentang tipe akuifer disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kedudukan Tipe Akuifer (Sumber : Kodoatie, 2012)
Tipe akuifer digolongkan menjadi tiga (Kodoatie, 2012), yaitu : (1) Akuifer bebas (unconfined aquifer), merupakan akuifer jenuh air dimana lapisan pembatasnya hanya pada bagian bawahnya dan tidak ada pembatas di lapisan atasnya (batas di lapisan atas berupa muka air tanah).
(2) Akuifer tertekan (confined aquifer), adalah akuifer yang batas lapisan atas dan lapisan bawah adalah formasi tidak tembus air, muka air akan muncul diatas formasi tertekan bawah. Akuifer ini terisi penuh oleh air tanah sehingga pengeboran yang menembus akuifer ini akan menyebabkan naiknya muka air tanah di dalam sumur bor yang melebihi kedudukan semula. (3) Akuifer semi tertekan (leaky aquifer), merupakan akuifer jenuh air yang dibatasi oleh lapisan atas berupa akuitard dan lapisan bawahnya merupakan akuiklud. Akuifer semi-tertekan atau aquifer bocor adalah akuifer jenuh yang sempurna, pada bagian atas dibatasi oleh lapisan semi-lulus air dan bagian bawah merupakan lapisan lulus air ataupun semi-lulus air.
2.1.2. Gerakan Air Tanah Perbedaan potensi kelembaban total dan kemiringan antara dua lokasi dalam lapisan tanah dapat menyebabkan gerakan air dalam tanah. Air bergerak dari tempat dengan potensi kelembaban tinggi ke tempat dengan potensi kelembaban yang lebih rendah. Keseimbangan hidrologi dapat terjadi apabila tenaga penggerak air sebanding dengan jumlah tenaga gravitasi potensial dan tenaga hisap potensial, sehingga semakin tinggi kedudukan permukaan air tanah maka tenaga hisap potensial menjadi semakin kecil (Asdak, 2010). Hal ini berarti bahwa semakin besar tenaga hisap/ pemompaan, air tanah menjadi semakin kering. Ketika permukaan air tanah menurun sebagai akibat kegiatan pengambilan air tanah maka akan terbentuk cekungan permukaan air tanah. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), berkurangnya volume air tanah akan kelihatan melalui perubahan struktur fisik air tanah dalam bentuk penurunan
permukaan air tanah atau penurunan tekanan air tanah secara terus menerus. Selanjutnya menurunkan fasilitas pemompaan dan jika penurunan itu melampaui suatu limit tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang sehingga sumber air tanah itu akan menjadi kering.
2.2. Pemanfaatan Air tanah Pemanfaatan air tanah melalui sumur-sumur akan mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Makin besar laju pengambilan air tanah, makin curam lengkung permukaan air tanah yang terjadi di sekitar sumur sampai tercapai keseimbangan baru jika terjadi pengisian dari daerah resapan. Keseimbangan air tanah yang baru ini dapat terjadi hanya jika laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian oleh air hujan pada daerah resapan. Laju pengambilan air tanah dari sejumlah sumur apabila jauh lebih besar dari pengisiannya maka lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen (Ashriyati, 2011). Pada daerah pantai terjadinya penurunan air tanah dapat mengakibatkan terjadinya intrusi air asin. Arsyad (1989), menyebutkan bahwa pengambilan air tanah harus melaksanakan prinsip efisiensi dalam pemanfaatan/ penggunaannya. Agar ketersediaan air tanah dapat berkelanjutan, upaya yang perlu dilakukan adalah memanfaatkan dan melestarikan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Menurut Sujatmiko (2009), penggunaan air permukaan dan air tanah sebagai satu sistem penyediaan air diharapkan memberi manfaat optimal baik teknis maupun
ekonomis dengan mengacu pada prinsip pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai bagian tak terpisahkan dalam pengelolaan sumber daya air. Selanjutnya menurut Kepmen ESDM Nomor : 1451.K/ 10/ MEM/ 2000, disebutkan bahwa prinsip efisiensi air dilaksanakan dengan memanfaatan air permukaan dan air tanah secara terpadu. Pemenuhan kebutuhan air untuk berbagai keperluan diutamakan dari sumber air permukaan sedangkan air tanah digunakan sebagai tambahan pasokan air serta prioritas peruntukan air tanah adalah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan rumah tangga.
2.2.1. Kualitas Air tanah Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pemanfaatan air tanah maupun air permukaan menjadi sesuatu yang sangat penting. Berkaitan dengan hal
tersebut maka agar air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan
tingkat mutu yang diinginkan, salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan pemantauan dan intepretasi data kualitas air. Pemantauan kualitas air mencakup kualitas fisika, kimia dan biologi. Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, seperti parameter fisika yaitu suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya, parameter kimia yaitu pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya dan parameter biologi yaitu keberadaan plankton dan bakteri (Effendi, 2003). Apabila hasil pemantauan kualitas air tidak sesuai dengan hakekat seperti di atas maka air dapat dikatakan tercemar. Pencemaran air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi sesuai dengan peruntukaannya. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan terlarut, maupun partikulat yang menyebabkan air menjadi tidak lagi sesuai dengan kondisi alamiahnya. Bahan pencemar yang memasuki badan perairan bisa masuk dengan berbagai cara antara lain melalui tanah, atmosfer, limbah domestik, limbah industri dan lain sebagainya (Effendi, 2003). Pencemaran bisa terjadi pada air permukaan (surface water) dan air tanah (groundwater). Kebanyakan pencemaran air tanah disebabkan oleh bahan pencemar yang bersifat cairan misalnya limbah industri. Ketepatan pengecekan kualitas air untuk menentukan tercemar atau tidaknya bisa dilakukan dengan pemeriksaan secara laboratorium. Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan dari batasan-batasan polusi air. Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air misalnya : nilai pH, keasaman dan alkalinitas, suhu, warna, bau dan rasa, jumlah padatan, nilai BOD/COD, pencemaran mikroorganisme patogen, kandungan minyak, dan kandungan logam berat (Purwanto, 2003)
2.2.2. Baku Mutu Air Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya.
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air, air dikelompokan menjadi 4 kelas yaitu : (1) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (2) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (3) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. (4) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berkenaan dengan baku mutu air tersebut dapat dikeelompokkan faktorfaktor yang mempengaruhi kualitas air tanah menjadi dua yaitu (1) faktor alami, meliputi geologi, tanah, vegetasi, dan iklim dan (2) faktor buatan, meliputi limbah domestik, pupuk, limbah pertanian, insektisida dan pestisida, dan limbah industri (Setyawan, 2007) Sifat-sifat fisika, kimia dan bakteri sangat menentukan penggunaan air untuk penyediaan air minum, irigasi, industri dan lain-lainnya. Kualitas air di suatu wilayah tidak selalu tetap, melainkan dapat berubah oleh adanya pencemaran. Kualitas yang tadinya memenuhi syarat–syarat utuk dipakai suatu
kebutuhan, seperti air minum pada suatu saat kualitasnya tidak memenuhi syarat lagi. Oleh sebab itu kualitas–kualitasnya perlu dilindungi dari pencemaran (Hendrayana, 2002 ). Pergub Propinsi Bali No 8 Tahun 2007 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup Hidup menyebutkan kualitas air Kelas I, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum ( Lampiran 1). Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas air tanah sebagai berikut : (1) Iklim yaitu meliputi curah hujan dan temperatur, hujan yang jatuh ke bumi sudah melarutkan beberapa unsur kimia diantaranya O2. CO2, Cl, Nitrogen, SO4 baik dalam bentuk larutan,gas maupun sebagai inti kondensasi pada tetes air hujan. Perubahan temperatur mempunyai pengaruh cukup besar terhadap pelarutan gas. Semakin rendah temperatur semakin banyak gas gas yang tinggal sebagai larutan. (2) Litologi, tanah dan batuan merupakan sumber mineral yang dilarutkan oleh air saat melaluinya, sehingga kualitas air tanah disuatu tempat dipengaruhi oleh tanah dan batuan misalnya di daerah kapur maka air tanahnya akan mengandung CaCO3. (3) Vegetasi, yaitu berbagai jenis maupun banyaknya vegetasi yang juga mempengaruhi kualitas air tanah. (4) Waktu, lamanya air tanah tinggal disuatu tempat akan mempengaruhi kualitasnya. Semakin lama air itu tinggal disuatu tempat maka makin tinggi pula unsur dari mineral dari tempat tersebut terlarut. (5) Aktifitas manusia, adanya limbah rumah tangga, limbah industri, sampah yang akan membuat air semakin tercemar. Aktifitas manusia yang lain adalah
melakukan pengambilan air tanah secara berlebihan untuk keperluan domestik, industri dan jasa lainnya menyebabkan penurunan muka air tanah sehingga aliran air menjadi berbalik dari arah lautan ke daratan yang mengakibatkan terjadinya intrusi air laut.
2.2.3. Parameter Kualitas Air Tanah a. Suhu Suhu dipengaruhi oleh musim, letak lintang (latitude), ketinggian tempat dari permukaan laut (altitude). Suhu memberi efek pada konsentrasi oksigen terlarut dan berpengaruh pada aktifitas bakteri dan kimia toksik di dalam air (Effendi, 2003). Suhu air juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme dalam penguraian bahan bahan organik, dimana semakin tinggi suhu maka aktivitas mikroorganisme semakin meningkat yang menyebabkan pengambilan atau pemanfaatan oksigen terlarut dalam air semakin meningkat.
b. Zat Padat Terlarut (Total Disolve Solid /TDS) Zat padat terlarut adalah jumlah zat padat yang terlarut dalam air/ semua zat yang tertinggal setelah diuapkan pada suhu 103 – 105oC (Saeni, 1989). Padatan terlarut meliputi garam garam anorganik dan sejumlah kecil zat organik serta gas. Berdasarkan kriteria baku mutu air kelas I, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga, batas maksimum yang diperbolehkan adalah 1000 mg/l. Menurut Badan Geologi, Pusat Sumber Air Tanah dan Geologi Lingkungan (2014), disebutkan batasan nilai TDS air tanah digolongkan seperti Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Air Tanah Berdasarkan Total Disolve Solid /TDS. No
TDS (Miligram/ liter)
Tingkat kerusakan air tanah
1 2 3
< 1000 1000 – 10.000 > 10. 000
Aman Rawan (payau) Kritis (asin)
Sumber: Badan Geologi, Pusat Sumber Air Tanah dan Geologi Lingkungan, 2014 c. Cl (Klorida) Ion khlorida tidak secara langsung menyebabkan toksik, tetapi kelebihan garam ini paling banyak terdapat sebagai garam garam klorida yang dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang disebabkan oleh besarnya salinitas. Batas maksimum ion khlorida yang dianjurkan
200 mg/l, sedangkan batas
maksimum yang diperbolehkan adalah 500 mg/l, (Kodoatie, 1996 ). Menurut Kodoatie, (1996) konsentrasi khlorida (Cl-) dapat mempengaruhi kualitas air tanah dan juga menentukan system klasifikasi air tanah. Berdasarkan tipe penentuan sistem klasifikasi kimia air tanah dibedakan menjadi enam divisi seperti ditunjukkan pada Tabel. 2.2 Tabel 2.2 Pembagian Kualitas Air Tanah Berdasarkan Konsentrasi ClNo
Tipe Air Tanah
Kode
Banyaknya Cl(mg/l)
1 2 3 4 5 6
Air bersih/minum (fresh) Air bersih-payau (fresh-brackish) Air Payau (brackish) Air payau-garam (Brackish-salt) Air garam (salt) Air kadar garam tinggi (hipersaline)
F Fb B Bs S H
≤ 200 200 - 500 500 – 1000 1000 – 10000 10000 – 2 x 104 ≥ 2 x 104
Sumber : Kodoatie, 1996
d. DO (Oksigen terlarut) Tingkat kelarutan oksigen yang ada di dalam lingkungan perairan merupakan faktor yang sangat penting dalam kualitas air. Oksigen terlarut dalam air bersumber dari difusi oksigen atmosfir dan hasil foto sintesis tumbuhan dalam air. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut disebabkan karena digunakan respirasi hewan dan tumbuhan. Menurut Saeni (1989), daya larut oksigen dalam air dipengaruhi suhu perairan, ketinggian tempat dan tingkat turbulasi. Semakin tinggi suhu perairan maka daya larut oksigen semakin rendah. Begitu juga semakin tinggi ketinggian tempat maka daya larut oksigen juga semakin rendah. Perairan yang turbulansinya tinggi akibat adanya arus angin dan gelombang maka daya larut oksigen semakin tinggi. Batas maksimum dari pada DO yang diperbolehkan adalah ≥ 6
e. Tingkat Keasaman (pH) Keasaman air pada umumnya disebabkan karena adanya gas karbon dioksida (CO2 ) yang larut dalam air dan menjadi asam karbonat H2CO3. Untuk menyatakan keasaman dan kebasaan air yaitu dengan mengukur pH air. Syarat pH untuk keperluan air minum 6,0 - 9,0 Nilai pH suatu perairan menicirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentasi ion hydrogen dalam larutan. Adanya karbonan hidroksida dan bikarbonat menaikkan kebasaan air. Sementara adanya asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman. pH air dapat mempengaruhi jumlah dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan mempengaruhi tersedianya hara-hara serta toksitas dari unsur-unsur renik.
Mengingat nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk zatzat yang secara kimia maupun biokimia tidak stabil, maka penentuan pH harus seketika setelah contoh diambil dan tidak dapat diawetkan (Saeni, 1989) Ukuran pH suatu perairan dapat digunakan sebagai indikasi suatu pencemaran khususnya pencemaran bahan organik. Pemecahan bahan organik oleh mikroorganisme akan menghasilkan karbon dioksida. Peningkatan karbon dioksida akan mengakibatkan penurunan nilai pH jika system buffer karbonat di perairan rendah. Perairan yang mempunyai pH rendah akan dapat meningkatkan toksisitas beberapa persenyawaan gas-gas tertentu dalam air seperti amoniak.
f. Daya Hantar Listrik (DHL) Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion klorida, suhu air dan zat padat terlarut. Oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi kenaikan DHL. Semakin tinggi temperatur dan ion klorida maka nilai DHLnya juga semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah nilai DHL maka suhu maupun ion klorida akan rendah pula. Manurut Saeni, 1989 batasan nilai DHL air tanah adalah digolongkan seperti Tabel 2.3 Tabel 2.3 Klasifikasi Air Tanah Berdasarkan Daya Hantar Listrik. No
DHL (mikro Mhos/cm)
Jenis air
1 2 3 4
0 - 1000 1000 - 2000 2000 - 10000 > 10000
Air tawar Air payau Air asin Sangat asin
Sumber: Saeni, 1989
2.3. Dampak Pemanfaatan Air Tanah Pemanfaatan air tanah untuk berbagai sektor terutama sektor industri dan jasa maupun kebutuhan domestik secara berlebihan telah menimbulkan dampak negatif air tanah maupun lingkungan sekitarnya. Menurut Hendrayana (2002), dampak negatif dari pemanfaatan air tanah secara berlebihan adalah : a. Penurunan muka air tanah Berdasarkan faktor penurunan kedudukan muka air tanah, tingkat kerusakan dibedakan menjadi 4 (empat) tigkatan, yaitu : aman, rawan, kritis dan rusak. Penurunan kedudukan muka air tanah dihitung dari kedudukan muka air tanah pada saat kondisi awal sebagai titik refrensi, yaitu kondisi alamiah air tanah sebelum ada pengambilan air tanah dalam jumlah yang besar. b. Penurunan Kualitas Air Tanah Berdasarkan perubahan kualitas air tanah dapat diketahui dari perubahan sifat fisika, kandungan kimia serta kandungan bakteri air tanah. Kualitas air tanah dinilai berdasarkan standar air bersih sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. c. Intrusi Air laut Adanya intrusi air laut merupakan permasalahan dalam pemanfaatan air tanah di daerah pantai karena berakibat langsung pada mutu air tanah. Air tanah yang tadinya layak digunakan untuk air minum karena adanya intrusi air laut mutunya mengalami degradasi sehingga tidak layak lagi digunakan untuk air minum.
d. Amblesan tanah (land subsidence) Permasalahan amblesan tanah timbul akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dari lapisan akuifer yang tertekan. Menurt Santoso, dkk (2013), akibat pengambilan yang berlebihan maka air tanah yang tersimpan dalam pori pori lapisan penutup akuifer akan terperas keluar yang mengakibatkan penyusutan lapisan penutup tersebut sehingga menmbulkan penurunan tanah dipermukaan.
2.4. Intrusi Air laut Pantai adalah wilayah yang secara topografi merupakan dataran rendah dan dilihat secara morfologi berupa dataran pantai. Secara geologi, batuan penyusun dataran umumnya berupa endapan alluvial yang terdiri dari lempung, pasir dan krikil hasil dari pengangkutan dan erosi batuan di bagian hulu sungai. Akifer di dataran pantai yang baik umumnya berupa akifer tertekan, tetapi akifer bebas pun dapat menjadi sumber air tanah yang baik. Permasalahan pokok pada daerah pantai adalah keragaman system akifer, posisi dan penyebaran penyusupan intrusi air laut baik secara alami maupun secara buatan yang diakibatkan adanya pengambilan air tanah untuk kebutuhan domestik, nelayan dan pariwisata. Sebab utama terjadinya intrusi air laut adalah akifer yang berhubungan dengan air laut dan besarnya penurunan permukaan air tanah sehingga dapat mengakibatkan penerobosan air laut. Berdasarkan hal tersebut, air tanah yang memiliki resiko terintrusi air laut adalah air tanah bebas pantai dan air tanah tertekan di pantai (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Intrusi atau penyusupan air asin ke dalam akuifer di daratan pada dasarnya adalah proses masuknya air laut di bawah permukaan tanah melalui akuifer di daratan daerah pantai (Hendrayana, 2002).
Dalam kondisi alami, air tanah tawar baik pada akuifer bebas maupun akuifer tertekan dilepas dan mengalir ke arah laut. Meningkatnya jumlah pengambilan air tanah mengakibatkan terjadinya aliran balik air laut masuk ke dalam sistem akuifer air tawar yang disebut intrusi air laut (Santoso dkk,2013) Hal initerjadi karena mengecilnya landasan hidrolika air tanah atau karena perubahan landasan hidrolika pada arah laut ke darat. Interface atau batas air tawar dan air asin yang terjadi akibat perbedaan berat jenis dari kedua air tersebut yakni melalui proses difusi. Bentuk dan pergerakan batas tersebut diatur oleh keseimbangan hidrodinamika air tawar dan air asin (Ashriyati, 2011). Jika terdapat keadaan dimana air asin telah berada di bawah akuifer maka air asin akan segera menerobos ke dalam sumur. Demikian pula jika akuifer ini tidak tebal, maka penerobosan air asin akan berlangsung perlahan- lahan melalui pantai. Keadaan tersebut dikenal dengan Hukum Herzberg (Ashriyati, 2011). Menurut konsep Ghyben-Herzberg dalam Ashiyati (2011) air asin dijumpai pada kedalaman 40 kali tinggi muka air tanah di atas muka air laut. Fenomena ini disebabkan akibat perbedaan berat jenis antara air laut (1.025 g/cm3 dan berat jenis air tawar (1.000 g/cm3 )
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.1)
sehingga didapat nilai z = 40 hf Keterangan : Z = kedalaman interface di bawah muka air laut (m) hf = elevasi muka air tanah di atas muka air laut (m) ps = berat jenis air laut (g/cm3) pf = berat jenis air tawar (g/cm3)
Air laut memiliki berat jenis yang lebih besar dari air tawar, akibatnya air laut akan mudah mendesak air tanah semakin masuk. Secara alamiah air laut tidak dapat masuk jauh ke daratan sebab air tanah memiliki piezometric yang menekan lebih kuat dari pada air laut, sehingga terbentuk interface sebagai batas antara air tanah dengan air laut. Keadaan tersebut merupakan keadaan keseimbangan hidrostatik antara air laut dan air tanah (Herlambang, A. 2005). Hubungan antara air tanah tawar dengan air asin pada akuifer pantai dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kondisi interface yang alami (gambar kiri) dan sudah mengalami intrusi (gambar kanan) (Sumber : Lenntech.http:/lenntech.com/groundwater/seawater-intrusions)
Pada Gambar 2.2 di atas (kiri) dapat dijelaskan bahwa pada kondisi interface yang alami, air tanah akan mengalir secara terus menerus ke laut. Hal ini terjadi karena tekanan piezometric air tanah yang lebih tinggi dari pada muka air laut sehingga desakan air laut dapat dinetralisir dan aliran air yang terjadi adalah dari daratan ke lautan serta terjadi keseimbangan antara air laut dan air tanah. Normalnya kedalaman interface dibawah muka air laut (z) adalah 40 kali elevasi muka air tanah di atas muka air laut (hf). Pada Gambar 2.2. (kanan) di atas, dapat dijelaskan bahwa adanya eksploitasi akuifer pantai/ pengambilan air tanah dalam jumlah yang cukup besar
makin lama mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan aliran air tawar yang masuk ke laut. Aliran air laut mendesak air tawar dan mendorong interface menuju ke arah sumber eksploitasi air tanah membentuk kerucut dan berdampak intrusi air laut ke dalam akuifer. Sosrodarsono dan Takeda (2003), menyatakan
empat metode untuk
mengendalikan intrusi air laut, yaitu: mengurangi pemompaan air tanah di daerah pantai, membuat pengimbuhan air tanah buatan (artificial recharge) pada akuifer pantai, memompa air laut yang terletak di akuifer pantai dan membuat penghalang di bawah tanah di daerah pantai.
2.5. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi geografis (Geographic Information System/GIS) adalah sebuah sistem informasi khusus untuk mengelola data yang memiliki informasi spasial atau koordinat – koordinat geografis (Anisah, 2007). Sistem informasi geografis adalah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis. Secara umum pengertian GIS adalah suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja secara efektif untuk memasukkan, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Prahasta, 2005). Dengan GIS kita bisa melihat, memahami, bertanya, menterjemahkan dan menampilkan data dengan banyak cara seperti relationship, simbul simbul dan trend dalam bentuk peta, laporan atau grafik. GIS membantu menyelesaikan
permasalahan dengan mengacu pada data yang ada sehingga menjadi mudah dipahami dan dibagi satu sama lain. Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk infestigasi ilmiah, pengelolaan sumberdaya, perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan rute. Sistem Informasi Geografis terdiri dari lima komponen yang bekerja secara terintegrasi yaitu perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data (data spasial, nonspasial), manusia dan metoda yng digunakan tergantung pada aspek desain dan aspek realnya (Niswatul, dkk. 2013). Menurut Prahasta (2005) disebutkan bahwa ruang lingkup Sistem Informasi Geografis secara garis besar dibagi dalam 5 (lima) proses yaitu : a. Input Data, digunakan untuk menginputkan data spasial dan non spasial. Data spasial berupa peta analog dengan menggunakan peta digital. b. Manipulasi data, type data yang diperlukan oleh suatu bagian SIG mungkin perlu dimanipulasi agar sesuai dengan system yang dipergunakan.. c. Managemen data, setelah data spasial dimasukkan maka proses selanjutnya adalah pengolahan data non spasial. d. Query dan analisis, query merupakan proses analisis yang dilakukan secara tabular. Secara fundamental SIG dapat melakukan dua jenis analisis yaitu analisis proximity dan analisis overlay. Analisis proximity merupakan analisis geografi yang berbasis pada jarak antar layer sedang overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Nurrohim, dkk. (2012), menyatakan
distribusi sepasial daerah yang
terkena dampak intrusi air laut dibedakan menjadi 3 yaitu zone tidak terpengaruh intrusi air laut, zone terpengaruh intrusi air laut sedang dan zone terpengaruh
intrusi air laut tinggi. Faktor yang mempengaruhi intrusi air laut berdasarkan analisis overlay peta adalah kondisi geologi pada material alluvium, kondisi hidrogeologi pada material dangkal dengan produktivitas sedang, kondisi penggunaan lahan dan kepadatan penduduk yang tinggi. Kajian daerah terintrusi air laut di wilayah pesisisr Kecamatan Kuta Utara merupakan kajian geografis yang perlu dilakukan dengan penuh pertimbangan dari berbagai aspek pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk menentukan zonasi wilayah yang kemungkinan terindikasi mengalami rawan intrusi air laut. Sistem Informasi Geografis ini dapat membantu pembuatan perencanaan masing masing zonasi tersebut sehingga dapat diantisipasi melalui langkah langkah konservasi terhadap air tanah yang ada di wilayah tersebut. Kemampuan Sistem Informasi Geografis bisa memetakan apa yang ada di luar maupun di dalam suatu area, sehingga kreteria kriteria ini nantinya digabungkan untuk memunculkan irisan daerah berdasarkan data spasial yang tersedia. Secara sederhana manfaat Sistem Informasi Geografis untuk pengawasan daerah yang mengalami perkembangan penduduk dan pertumbuhan perekonomian yang pesat terutama dalam pemanfaatan air tanah adalah memantau luas wilayah terintrusi air laut, pencegahan terjadinya intrusi, penentuan tingkat kerawanan daerah terintrusi dan prediksi luasan daerah yang mengalami intrusi air laut.