3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang
dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki akar, batang dan daun yang terdiferensiasi. Umumnya mikroalga ditemukan di seluruh habitat di permukaan bumi terutama di ekosistem perairan selain itu dapat ditemukan juga di atas permukaan tanah yang bersimbiosis dengan berbagai organisme lainnya (Tomaselli, 2004 :3). Nannochloropsis sp. merupakan salah satu spesies dari mikroalga laut yang memiliki sel berwarna kehijauan, pergerakannya tidak motil dan tidak pula berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. Susunan klasifikasi Nannochloropsis sp. yang termasuk ke dalam kelas alga hijau menurut Adehoog dan Simon (2001) dalam Anon et al. (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom: Chromista Filum: Ochrophyta Kelas: Eustigmatophyceae Ordo: Eustigmatales Famili: Eustigmataceae Genus: Nannochloropsis Spesies : Nannochloropsis sp.
Nannochloropsis sp memiliki kandungan nutrisi yang terdiri dari karbohidrat (16 %), lemak (27,64%), protein (52,11%), vitamin C (0,85%) serta 3
4
terdiri dari pigmen klorofil-a (Anon et al., 2009). Selain pigmen klorofil-a Nannochloropsis sp dilengkapi pigmen tambahan violaxanthin yang berfungsi untuk membantu penyerapan cahaya (Graham dan Wilcox, 2000), astaxanthin dan canthaxanthin (Hu dan Gao, 2006). Kandungan lipid dari Nannochloropsis sp cukup tinggi berada pada kisaran 3-68 % (Kawaroe et al., 2010).
Gambar 1. Nannochloropsis sp Nannochloropsis sp dapat tumbuh optimum pada salinitas 25-35 psu, suhu 25-30 oC , pH 8-9,5 dan intensitas cahaya 100-10000 lux (Anon, 2009). Nannochloropsis sp memiliki pertumbuhan yang lebih baik dengan aerasi karbondioksida dibandingkan dengan pemberian aerasi biasa (Chiu et al., 2008). 2.2
Kultivasi Mikroalga Proses produksi biomassa mikroalga dilakukan dengan cara melakukan
kultivasi. Proses kultivasi mikroalga terdiri dari beberapa tingkatan yaitu; kultivasi skala laboratorium (5 ml-3 liter), kultivasi skala semi masal (60-100 liter) dan kultivasi skala masal ( > 1 ton) (Isnansetyo et al., 1995). Produktivitas mikroalga dalam proses kultivasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
5
eksternal (lingkungan). Faktor eksternal yang mempengaruhi kultivasi mikroalga terdiri dari : 1.
Cahaya Bagi organisme yang melakukan proses fotosintesis seperti mikroalga cahaya
merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi faktor produktivitas mikroalga (Wagenen et al., 2012). Intensitas cahaya tinggi menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi begitu pula apabila intensitas cahaya rendah menyebabkan laju fotosintesis rendah . Nannochloropsis sp dapat tumbuh optimum pada kisaran intensitas cahaya 100-1000 lux (Anon, 2009). 2.
Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman atau pH menggambarkan variasi ion hidrogen.
Keberagaman nilai hidrogen dalam media kultivasi dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan mikroalga. Kisaran pH optimum untuk kultivasi mikroalga Nannochloropsis sp berkisar antara 8,5–9,5 (Anon, 2009) 3.
Karbondioksida Karbondioksida merupakan salah satu bahan utama dalam proses
fotosintesis yang selanjutnya akan diubah menjadi glukosa sebagai asupan makanan bagi organisme tersebut. Kisaran karbondioksida yang optimum dalam proses kultivasi mikroalga sebesar 1% sampai 2% dari volume kultivasi. Kadar karbondioksida yang berlebihan menyebabkan nilai pH rendah yang akan berdampak terhadap pertumbuhan mikroalga, karena karbondioksida terlarut dalam air akan membentuk reaksi asam. Pemberian karbondioksida dengan konsentrasi yang berbeda pada kultivasi mikroalga menghasilkan laju pertumbuhan dan konsentrasi lipid yang berbeda (Chiu et al., 2008).
6
4.
Nutrien Nutrien dalam proses kultivasi mikroalga sangat penting bagi pertumbuhan
mikroalga. Kebutuhan nutrien bagi mikroalga yang hidup di alam dapat berasal dari air sebagai salah satu media tumbuh mikroalga. Kultivasi mikroalga dengan tujuan pengambilan biomassa mikroalga membutuhkan pertumbuhan yang sangat baik. Pertumbuhan yang sangat baik dapat dicapai dengan memberikan nutrien buatan terhadap media kultivasi mikroalga. Nutrien terdiri atas unsur makro nutrien dan mikro nutrien. Unsur makro nutrien terdiri atas N (nitrat), F (fosfat), dan C (karbon). Unsur mikro nutrien terdiri atas Fe (besi), Zn (seng), Cu (tembaga), Mg (magnesium), Mo (molybdate), Co (kobalt), B (boron), dan lainnya (Cahyaningsih, 2009). 5.
Salinitas Salinitas adalah total kandungan garam yang terlarut dalam air. Menurut Hu
dan Gao (2006) salinitas yang optimum digunakan dalam proses kultivasi mikroalga Nannochloropsis sp yaitu sebesar 31 psu akan tetapi mikroalga Nannochloropsis sp masih dapat berkembang pada kisaran salinitas 21-49 psu. Proses pengaturan nilai salinitas dalam media kultivasi dapat dilakukan dengan melakukan proses pengenceran dengan menggunakan air tawar. 6.
Suhu Suhu merupakan salah satu bagian parameter fisik perairan yang dapat
mempengaruhi proses fisiologis organisme. Dalam suatu ekosistem perairan, suhu biasanya dipengaruhi oleh berbagai hal seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga faktor kanopi. Suhu perairan dapat mempengaruhi kelarutan gas dan aktivitas biologis organisme.
7
Kisaran suhu optimal dalam proses kultivasi Nannochloropsis sp adalah 25 ± 5 °C (Rocha et al., 2003). 2.3
Fase Pertumbuhan Mikroalga Fase pertumbuhan mikroalga dapat diketahui dengan melakukan
pengamatan terhadap beberapa parameter pertumbuhan seperti bentuk ukuran sel, pengukuran kelimpahan sel dari waktu ke waktu dan biomassa sel dari waktu ke waktu. Terdapat lima fase pertumbuhan mikroalga yang terdiri dari fase lag (adaptasi atau istirahat), fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan (deklinasi), fase stationer dan fase kematian. Selanjutnya grafik fase pertumbuhan mikroalga dari fase lag hingga fase kematian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
Gambar 2 : Fase pertumbuhan mikroalga (Becker, 1994)
8
1.
Fase Lag Fase ini dimulai setelah penambahan inokulan ke dalam media kultivasi
sampai beberapa saat waktu. Pada fase ini mikroalga masih mengalami proses adaptasi sehingga belum terjadi proses pembalahan sel. 2.
Fase Eksponensial (Logaritmik) Fase ini dimulai dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang
meningkat secara intensif. Bila kondisi kultivasi optimum maka laju pertumbuhan pada fase ini dapat mencapai nilai maksimum.
3.
Fase Deklinasi Fase ini ditandai oleh pembelahan sel tetap terjadi, namun tidak seintensif
pada fase sebelumnya sehingga laju pertumbuhannya pun menjadi menurun dibandingkan fase sebelumnya. 4.
Fase Stationer Fase ini ditandai oleh laju reproduksi dan laju kematian relatif sama
sehingga peningkatan jumlah sel tidak lagi terjadi atau tetap sama dengan sebelumnya (stasioner). Kurva kelimpahan yang dihasilkan dari fase ini adalah membentuk suatu garis datar, garis ini menandai laju produksi dan laju kematian sebanding. 5.
Fase Kematian Fase ini ditandai dengan angka kematian yang lebih besar dari pada angka
pertumbuhannya sehingga terjadilah penurunan jumlah kelimpahan sel dalam wadah kultivasi. Fase ini ditandai dengan perubahan kondisi media seperti warna, pH dan temperatur dalam medium.
9
2.4
Pemanfaatan Karbondioksida oleh Mikroalga Pemanfaatan gas karbondioksida dalam proses kultivasi mikroalga
merupakan salah satu bentuk usaha mitigasi pencemaran gas karbondioksida di atmosfer. Menurut Benemann (1997), penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memiliki beberapa keuntungan, karena mikroalga tumbuh di air serta lebih mudah diamati pertumbuhannya daripada tumbuhan tingkat tinggi, selain itu mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk tumbuh. Karbondioksida merupakan faktor yang penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroalga (Hoshida et al., 2005). Gas karbondioksida yang diinjeksikan ke dalam media kultivasi selanjutnya akan bereaksi dengan air dalam media kultivasi membentuk senyawa asam karbonat. Asam karbonat selanjutnya akan digunakan sebagai sumber karbon anorganik dalam proses fotosintesis mikroalga. Pada proses fotosintesis mikroalga, sumber karbon anorganik yang berasal dari senyawa asam karbonat dapat dikonversi menjadi biomassa secara efesien, dikarenakan mikroalga memiliki struktur penyusun tubuh yang lebih sederhana dibandingkan dengan tumbuhan tingkat tinggi (Khoo et al., 2011). Pemberian gas karbondioksida berdampak terhadap produktivitas mikroalga, hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chiu et al (2008) terhadap mikroalga spesies Nannochloropsis oculata dan Chlorella vulgaris pemberian gas karbondioksida dalam konsentrasi (v/v) yang sangat kecil mampu meningkatkan produktivitas biomassa mikroalga. Selain dapat meningkatkan biomassa mikroalga, pemberian gas karbondioksida dalam kultivasi mikroalga ternyata dapat
10
menigkatkan konsentrasi senyawa organik yang dikandung oleh mikroalga seperti senyawa karbohidrat dan lemak. Konsentrasi karbondioksida yang dapat dimanfaatkan oleh mikroalga dengan baik berada pada kisaran 1% - 2% dari total volume kultivasi, pemberian gas karbondioksida dalam konsentrasi yang berlebih dapat menurunkan produktivitas mikroalga baik kelimpahan sel maupun biomassa. Menurut Boyd (1982) konsentrasi karbondioksida terlarut yang telah melebihi nilai 60 mg/L dapat menghambat pertumbuhan organisme akuatik.