II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biskuit Biskuit diambil dari Bahasa Inggris yang melingkupi produk bakery berukuran kecil (umumnya berbentuk datar) berbasis tepung terigu dan bahan-bahan lain seperti lemak, gula, dan lain-lain (Manley, 2001). Definisi biskuit menurut Badan Standardisasi Nasional (1992) adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Menurut Manley (1983), biskuit secara umum diklasifikasikan menjadi 4
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
kelompok sebagai berikut:
Biskuit keras yaitu jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi maupun rendah.
Cracker yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis.
Cookies yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah dan bila dipatahkan penampangnya potongannya bertekstur kurang padat.
Wafer yaitu jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.
6
FTIP001655/021
7
Biskuit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis adonan yang dipengaruhi oleh jenis tepung yang digunakan (Manley, 1983). Biskuit jenis fermented dough, puff dough, dan savoury crackers membutuhkan pengembangan yang cukup besar sehingga dibutuhkan tepung terigu berprotein tinggi yang banyak mengandung gluten. Biskuit jenis semi-sweet, hard sweet, short dough, dan wafer tidak memerlukan pengembangan yang besar sehingga cukup dengan menggunakan tepung terigu berprotein sedang dan rendah dengan sedikit kandungan gluten. Biskuit jenis hard sweet tidak membutuhkan tepung dengan kadar protein
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
yang tinggi seperti pada roti. Pengembangan struktur biskuit terjadi pada saat proses pemanggangan
dikarenakan
adanya
daya
kerja
bahan
pengembang
yang
mengeluarkan gas CO2 (Herudiyanto dan Hudaya, 2009). Biskuit marie termasuk ke dalam jenis biskuit hard-semi sweet, yang diperuntukkan untuk sajian pendamping minuman teh atau kopi. Karakter yang dibutuhkan dari biskuit tersebut adalah tekstur yang tipis dan keras dengan permukaan biskuit yang mengkilat, namun dapat mudah lumer ketika dicelupkan ke dalam minuman. Kelembutan biskuit mungkin tergantung pada berapa lama waktu yang dipanggang. Citarasa yang perlu diperoleh dari biskuit ini adalah kemanisan dengan tingkat sedang sehingga cocok untuk dipadupadankan dengan teh atau kopi. Oleh karenanya, pada adonan biskuit marie sering ditambahkan flavor seperti vanillin atau karamel (Manley, 2000). Bahan untuk membuat biskuit terdiri atas bahan pengikat (binding
FTIP001655/022
8
material) dan bahan pembentuk tekstur (tenderizing material) (Matz dan Matz, 1978). Biskuit yang baik harus memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-2973-1992 seperti yang terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992) No 1.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
2.
Kriteria Uji Keadaan : a. Bau b. Rasa c. Warna d. Tekstur Air
3.
Protein
4.
Abu
5.
Lemak*
6.
Karbohidrat*
7. 5.
Nilai Kalori (kkal) Bahan Tambahan Makanan a. Pewarna b. Pemanis buatan Cemaran logam : a. Tembaga (mg/kg) b. Timbal (mg/kg) c. Seng (mg/kg) d. Merkuri (mg/kg) Arsen (mg/kg) Cemaran Mikroba : a. Angka lempeng (koloni/g) b. Coliform (APM/g) c. E. coli d. Kapang (koloni/g)
6.
7. 8.
Persyaratan Normal Normal Normal Normal Maksimum 5 (%b/b) atau 5,26 (%b/k) Minimum 9(%b/b) atau 9,89 (%b/k) Maksimum 1,5 (%b/b) atau 1,52(%b/k) Minimum 9,5*(%b/b) atau 10,49(%b/k) Minimum 70* (%b/b) atau 72,75 (%b/k) by difference Minimum 400* Yang diizinkan Tidak boleh ada Maksimum 1.0 Maksimum 4.0 Maksimum 0.05 Maksimum 0.5 Maksimum 0.5 total Maksimum 1 x 106 Maksimum 20 Kurang dari 3 Maksimum 10
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, (1992) * Departemen Perindustrian RI, (1990)
FTIP001655/023
9
2.1.1 Biskuit Tepung Komposit Menurut Setiawan (2003), penggunaan tepung terigu di Indonesia adalah 50% untuk mie dan biskuit, 45% untuk roti, dan sisanya 5% untuk perekat, kue basah, dan keperluan rumah tangga. Hal ini menunjukkan tingkat konsumsi terigu masyarakat Indonesia yang cukup tinggi padahal harga terigu saat ini semakin melonjak. Naiknya harga terigu setiap tahunnya dapat meningkatkan biaya produksi industri makanan yang berbasis terigu seperti mie, roti, dan biskuit. Usaha untuk mengurangi konsumsi tepung terigu antara lain mencari alternatif
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
pengganti dari bahan baku lain juga dengan mengusahakan tepung lain sebagai tepung komposit. Teknologi tepung komposit adalah teknologi tepung campuran yang menggabungkan dua jenis tepung atau lebih dengan imbangan tertentu sehingga akan dihasilkan satu kesatuan tepung yang bersifat saling menguntungkan. Tepung komposit dapat digunakan untuk membuat produk-produk seperti flakes, mie, biskuit dan lain-lain (Lestari, 2008). Menurut penelitian dari Jasmin (2010), tepung komposit yang terdiri dari campuran tepung bonggol pisang batu dan tepung ubi jalar kuning dapat digunakan dalam pembuatan biskuit marie. Formula yang digunakan pada penelitian Jasmin yaitu 100 g tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar (perlakuan imbangan 85:45, 75:25, 65:35, 55:45 ), tepung gula 70 g, minyak nabati 50 g, susu full krim 40 g, kuning telur 30 g, air 48 g, garam 0,8 g, baking soda 0,7 g, dan baking powder 0,5 g. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung komposit tersebut berperan sebagai berikut:
FTIP001655/024
10
a) Tepung Bonggol Pisang Bonggol pisang merupakan bagian bawah dari batang tanaman pisang yang mengembung seperti umbi dan terletak di dalam tanah seperti batang sejati. Bonggol pisang termasuk jenis umbi batang (tuber), Bonggol pisang ini berfungsi sebagai tempat melekatnya akar-akar tanaman pisang dan tempat menyimpan cadangan makanan bagi tanaman tersebut (Loesecke, 1950). Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981), kandungan karbohidrat bonggol pisang cukup tinggi yaitu sekitar 11,6%, pati 11%, dan serat
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
kasar 5%, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dan serat. Menurut Riana (2005), umumnya semua jenis bonggol pisang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk pangan, tetapi bonggol pisang kepok (Musa paradisiaca var forma tipica) dan pisang batu (Musa brachycarp) lebih mudah didapat dibandingkan dengan jenis lainnya tanpa pemeliharaan khusus dan umur panennya singkat. Tanaman pisang yang telah dipanen, bonggol pisangnya tidak akan bertunas kembali, sehingga apabila tanaman tidak produktif lagi, tanaman akan ditebang dan bonggol pisangnya akan dibiarkan saja membusuk menjadi limbah pertanian yang tidak memiliki nilai tambah. Pengolahan bonggol pisang menjadi tepung dapat meningkatkan nilai tambah bonggol pisang di masyarakat. Menurut Ardiyanto (2008), tepung bonggol pisang adalah butiran halus yang lolos ayakan 80 mesh yang dihasilkan dari proses penggilingan gaplek bonggol pisang. Proses pembuatan tepung bonggol pisang berdasarkan proses pembuatan
FTIP001655/025
11
bonggol pisang modifikasi (Ardiyanto, 2008). Komposisi kimia dan fisik tepung bonggol pisang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Fisikokimia Tepung Bonggol Pisang dalam 100 g Bahan Karakteristik
Komposisi
Kimia 1. Kadar Air (%)
7,12**
2. Kadar abu (%)
6,10**
3. Kadar Serat (%)
52,9180**
4. Kadar Amilosa (%)
8,8325*
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
5. Kadar Pati (%)
74,99**
6. Rasio Amilosa Dalam Pati (%)
36,5343*
7. Rasio Amilopektin Dalam Pati (%)
63,4657*
Fisik 1. Suhu Awal Tergelatinisasi (0C)
70,5*
2. Absorbansi Air (g/g)
0,2183*
3. Modulus Kehalusan
1,19**
4. Derajat putih (%)
36,13**
5. Rendemen (%)
11,39*
Sumber : * Ardiyanto (2008) ** Prameswari (2008)
Berdasarkan hasil penelitian Prameswari (2008), kandungan pati dan serat pada tepung bonggol pisang cukup tinggi sehingga baik digunakan untuk produk olahan pangan sumber karbohidrat. Tepung bonggol pisang batu memiliki karakteristik fisikokimia yang baik yaitu memiliki waktu gelatinisasi yang cepat 40,5 menit pada suhu 70,50 C, viskositas puncak 520 BU (Brabender Unit), viskositas balik 260 BU, dan konsistensi amilografi 257 BU serta kandungan amilopektin 63,4657%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tepung bonggol pisang batu
FTIP001655/026
12
sesuai untuk produk semi basah seperti mi, cookies, biskuit dan makanan sarapan seperti flakes. b) Tepung Ubi Jalar Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung varietasnya. Warna daging umbi memiliki hubungan dengan kandungan gizi, terutama kandungan beta karoten. Umbi yang berwarna jingga atau oranye mengandung beta karoten yang lebih tinggi daripada jenis ubi jalar lainnya.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Menurut Rukmana (1997), dalam 100 g ubi jalar sebagian besar komponen terdiri dari air 68,5 g dan vitamin A 7700 SI. Kandungan gizi lainnya relatif rendah yaitu protein 1,8 g dan lemak 0,7 g. Kandungan vitamin C, tiamin, riboflavin, niasin, fosfor, besi, dan kalsium cukup memadai. Berat kering umbi adalah 16-40% dari berat basah. Sebanyak 75-90% dari berat kering adalah karbohidrat yang meliputi unsur pati, hemiselulosa, dan pektin. Tepung ubi jalar merupakan salah satu produk olahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan. Tepung ubi jalar dapat dihasilkan dari berbagai jenis ubi jalar dan akan menghasilkan mutu tepung yang beragam. Ubi jalar yang sesuai digunakan untuk pembuatan tepung adalah ubi yang memiliki kadar bahan kering dan pati yang tinggi, serta kadar airnya relatif rendah. Kadar bahan kering yang tinggi akan menghasilkan rendemen tepung yang tinggi. Besarnya kadar bahan kering ubi jalar tergantung pada jenis, lingkungan dan umur tanamnya (Antarlina, 1994).
FTIP001655/027
13
Pembuatan tepung ubi jalar meliputi pembersihan, pengupasan, pengirisan, dan pengeringan sampai kadar air tertentu. Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode pengeringan, di antaranya dengan menggunakan sinar matahari dan menggunakan alat pengering seperti mesin pengering saut ubi jalar, oven dan drum drier (Sunandar, 2004). Metode pengeringan yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar akan memengaruhi mutu tepung yang dihasilkan. Tepung ubi jalar dapat digunakan untuk produk roti, makanan bayi, permen, saus, makanan sarapan, makanan ringan, biskuit, reconstituted chips, dan lain-lain.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Tepung ubi jalar memiliki kelebihan yaitu sebagai sumber karbohidrat, serat pangan dan beta karoten. Tepung ubi jalar juga mempunyai kandungan gula yang cukup tinggi sehingga dalam pembuatan produk olahan berbahan tepung ubi jalar dapat mengurangi penggunaan gula sebanyak 20% (Sunandar, 2004). Komposisi nilai gizi tepung ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Nilai Gizi Tepung Ubi Jalar Komponen
Tepung Ubi Jalar Putih
Ungu
Kuning
Air (% bk)
6,40
4,25
4,50
Abu (% bk)
1,78
2,92
2,05
79,41
65,93
79,36
Protein (% bk)
2,35
2,36
2,85
Lemak (% bk)
0,75
0,76
0,45
Serat Kasar (% bk)
2,45
4,19
3,31
Gula (% bk)
5,23
18,38
5,51
Karbohidrat (% bk)
Sumber : Anwar, Setiawan, dan Sulaeman (1993)
FTIP001655/028
14
Penerimaan konsumen terhadap produk olahan ubi jalar masih kurang baik, hal ini diakibatkan masih sederhananya produk-produk olahan ubi jalar yang beredar di masyarakat. Penggunaan tepung ubi jalar dapat dioptimalisasikan sebanyak 70% dalam pembuatan cookies. Cookies yang dihasilkannya mengandung serat pangan yang cukup tinggi yaitu sebesar 9,51% sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai makanan sumber serat. c) Tepung Gula Kegunaan gula didalam pembuatan biskuit adalah sebagai pemberi rasa manis,
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
pelunak gluten, berperan memberikan aroma dan warna lewat pencokelatan non enzimatis selama pemanggangan (Matz dan Matz, 1978). Jumlah dan mutu gula berpengaruh terhadap tekstur, penampakan, dan cita rasa produk akhir. Tepung gula merupakan gula granulasi (gula pasir) bubuk, juga dikenal sebagai gula ‘confectionary', didapat dari penghancuran gula pasir secara mekanis sehingga tidak ada kristal-kristal yang tertinggal dengan sedikit penambahan pati atau bahan anti kempal untuk mencegah penggumpalan. Tepung gula merupakan gula yang paling baik untuk pembuatan kue kering karena tidak menyebabkan terlalu besarnya penyebaran adonan kue kering (Desroiser, 1988). d) Garam Garam ditambahkan dalam formulasi adonan biskuit pada jumlah satu persen atau kurang dalam bentuk kristal-kristal halus untuk mempermudah kelarutannya. Jumlah garam yang ditambahkan biasanya sekitar 1% dari berat tepung (Matz dan Matz, 1978). Penambahan jumlah garam yang terlalu banyak akan menurunkan
FTIP001655/029
15
kemampuan gluten dalam menahan gas, sebaliknya jika terlalu sedikit garam yang digunakan akan menyebabkan adonan menjadi hambar dan akan mengurangi volume adonan, karena gluten tidak mempunyai daya regang yang cukup. Fungsi dari penambahan garam adalah memperkuat keliatan gluten (daya regang) dalam adonan, meningkatkan daya absorpsi air dari tepung dan merupakan salah satu salah satu bahan pengeras. Adonan akan menjadi agak basah jika tidak memakai garam. e) Minyak Nabati
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Lemak atau minyak terdiri dari asam lemak dan gliserol. Minyak nabati dapat berupa minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak jagung, dan minyak gandum. Minyak nabati umumnya berwujud cair karena mengandung asam lemak jenuh seperti asam oleat, linoleat, dan linolenat. Menurut Matz dan Matz (1978), fungsi lemak dalam pembuatan biskuit adalah sebagai penghalus dan pelunak tekstur, meningkatkan citarasa biskuit yang khas serta dapat mempercepat pelunakan saat di mulut. Lemak akan mengelilingi terigu pada saat pengadukan atau pencampuran adonan, sehingga jaringan gluten terputus sehingga terbentuk biskuit bertekstur lembut dan renyah. Kombinasi lemak dengan gula sukrosa akan mencegah terbentuknya lapisan keras di permukaan biskuit pada saat pendinginan (Soenaryo, 1985). f)
Telur Penggunaan telur dalam pembuatan biskuit, terutama berfungsi sebagai
pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan. Telur juga
FTIP001655/030
16
memiliki sifat dapat mengikat udara, sehingga jika digunakan dalam jumlah banyak akan diperoleh biskuit yang lebih mengembang, serta berperan meningkatkan dan menguatkan aroma, warna, dan kelembutan (Matz dan Matz, 1978). Menurut Winarno (1992), senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah lesitin dan cephalin yang merupakan bagian dari lemak telur, khususnya fosfolipida. Kandungan lesitin alami dalam kuning telur berfungsi sebagai pengemulsi yang menjadikan adonan lembut menyatu sehingga tekstur biskuit menjadi halus. Menurut Whiteley (1971), adanya albumin telur membantu pembentukan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
struktur adonan selama pemanggangan biskuit, karena membantu menangkap udara saat adonan dikocok, sehingga udara dapat menyebar merata di seluruh adonan. Menurut Matz dan Matz (1978), penggunaan kuning telur adalah untuk membentuk kelembutan, citarasa, dan warna yang menarik pada biskuit, akan tetapi jika penggunaannya tidak diimbangi dengan putih telur akan menghasilkan biskuit yang empuk, mengembang, tetapi kurang kokoh atau tegar. Putih telur berperan untuk memberikan tekstur yang kokoh dan kompak. g) Susu bubuk Susu yang digunakan berfungsi untuk memperbaiki citarasa, warna, dan menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi dan meningkatkan nilai gizi biskuit. Laktosa yang terkandung dalam susu merupakan disakarida pereduksi yang jika berkombinasi dengan protein melalui reaksi Maillard dan adanya proses pemanasan akan memberikan warna coklat yang menarik setelah dipanggang (Manley, 1983).
FTIP001655/031
17
Susu bubuk lebih menguntungkan digunakan dibandingkan dengan susu cair, dibedakan atas susu yang mengandung lemak dan susu yang tidak mengandung lemak. Jenis susu yang banyak digunakan dalam proses baking adalah susu bubuk skim dan susu full cream. Susu full cream mengandung lemak yang tinggi sehingga memberikan kelembutan dan aroma yang menyenangkan, sedangkan susu skim banyak mengandung protein (kasein) yang cenderung meningkatkan penyerapan dan daya menahan air, sehingga mengeraskan adonan. h) Baking soda
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Proses pembuatan biskuit biasanya ditambahkan zat kimia dalam bentuk bubuk, misalnya baking soda (sodium bikarbonat), zat pengasam (kalium fosfat atau sodium pirofosfat), dan ammonium bikarbonat atau baking powder. Sodium bikarbonat bertujuan untuk mempercepat pembebasan udara pada proses pengadonan, sehingga adonan lebih cepat mengembang. Mekanisme kerja terjadi saat terdapat kandungan air serta soda akan bereaksi dengan zat-zat yang mengandung asam pada bahan adonan dan membebaskan CO2. Baking soda juga berfungsi untuk menyeimbangkan pH dari adonan, sehingga pH dari adonan bisa mencapai 7,0 atau lebih rendah karena adanya reaksi asam yang terjadi pada adonan, kemudian perlu tercampur merata dan dimasukkan pada tahap terakhir pada proses mixing bertahap, apabila tidak tercampur rata atau berlebih dapat menyebabkan reaksi basa dan crumb berwarna kekuningan dengan rasa yang tidak disukai (atau lebih dikenal dengan ‘soda-bite’).
FTIP001655/032
18
i)
Baking powder Baking powder merupakan modifikasi dari baking soda dan merupakan
campuran dari natrium bikarbonat dengan suatu jenis asam, seperti asam sitrat dan asam tartarat. Umumnya mengandung pati sebagai bahan pengisi dan sifatnya cepat larut pada suhu kamar juga tahan lama selama proses pengolahan (Matz dan Matz, 1978). Tujuan penggunaan baking powder pada umumnya untuk membuat kue yang seragam. Mekanisme dalam adonan yaitu baking powder akan melepaskan gas
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
selama pembakaran sehingga adonan kue itu mengembang sempurna. Kombinasi sodium bikarbonat dan asam dimaksudkan untuk memproduksi gas karbondioksida baik sebelum dipanggang atau saat dipanggang didalam oven (Manley, 1983). j)
Air Fungsi air dalam pembuatan biskuit adalah untuk mengontrol kepadatan
adonan, serta melarutkan dan menyebarkan secara merata bahan-bahan bukan tepung agar terbentuk adonan yang mudah dicetak (Soenaryo, 1985). Prosedur pembuatan biskuit bonggol pisang dapat dilihat pada Gambar 1 dengan penjelasan sebagai berikut: a)
Penyiapan bahan meliputi tahap penimbangan bahan-bahan yang digunakan yaitu: tepung campuran (tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar) sebanyak 100 gram, dengan imbangan 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, dan 40:60, garam, tepung gula, minyak nabati, susu full krim, kuning telur dan bahan pengembang (baking powder dan baking soda).
FTIP001655/033
19
70 g gula tepung
30 g kuning telur, 40 g susu full cream, 45 g air
Tepung bonggol pisang: tepung ubi jalar (imbangan 85:15, 75:25, 65:35, 55:45), 0,7 g baking soda, 0,5 g baking powder
70 g minyak nabati
0,8 g garam
Pencampuran Bahan I (pengadukan dengan mixer kecepatan medium (posisi 3) t = 10 menit
Pencampuran Bahan II (pengadukan dengan mixer kecepatan medium (posisi 3) t = 4 menit
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Pencampuran Bahan III, manual dengan spatula hingga homogen
Aging 10 menit
Pencetakkan
Pemanggangan dengan oven listrik (T : 160 oC, 18 menit)
Biskuit Bonggol Pisang
Pendinginan oT ruang
Pengemasan
Biskuit Bonggol Pisang dalam kemasan
Gambar 1. Diagram Proses Pembuatan Biskuit Bonggol Pisang (Jasmin, 2010)
FTIP001655/034
20
b) Pencampuran bahan I yaitu mencampurkan bahan seperti gula tepung, garam dan minyak nabati yang diaduk dengan mixer (10 menit) sampai terbentuk krim. c) Penambahan susu full krim dan kuning telur ke dalam krim, lalu diaduk kembali sampai tercampur halus (4 menit). d) Penambahan tepung bonggol pisang dan tepung ubi jalar dengan imbangan yang telah ditentukan, juga ditambahkan bahan pengembang. e) Pembentukan adonan ini dilakukan dengan mengaduk bahan-bahan yang telah tercampur diatas dengan menggunakan air sedikit demi sedikit hingga terbentuk
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
adonan yang merata. f)
Aging (15-30 menit) setelah adonan terbentuk, dilakukan proses aging. Aging diperlukan untuk memberi kesempatan kepada bahan pengembang untuk bekerja.
g) Pencetakkan dilakukan setelah adonan diaging
dan mengalami penipisan
terlebih dahulu sampai diperoleh ketebalan yang diinginkan yaitu sekitar 3 mm, lalu dicetak. h) Pemanggangan pada pembuatan biskuit dilakukan dengan menggunakan oven listrik suhu 160oC selama 15-18 menit. Pada waktu pemanggangan struktur biskuit akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan uap air akibat kenaikan suhu. i)
Pendinginan untuk menurunkan suhu dan mengeraskan biskuit akibat pemadatan gula dan lemak. Karakteristik biskuit yang terbuat dari imbangan 55 g tepung bonggol pisang
dan 45 g tepung ubi jalar yang dihasilkan memiliki warna coklat kekuningan, aroma
FTIP001655/035
21
khas ubi jalar, tekstur yang renyah, dengan rasa yang manis rasa ubi jalar dan penampakan yang disukai oleh panelis, tetapi biskuit yang dihasilkan memiliki kadar protein 3,82%. Hal tersebut dirasakan masih kurang dan masih perlu untuk ditambahkan atau difortifikasi dengan bahan yang dapat meningkatkan kandungan protein pada biskuit, agar sesuai dengan SNI 01-2973-1992 yaitu sebesar 9,00%. Peningkatan kadar protein pada biskuit dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pangan dengan kadar protein tinggi seperti kacang-kacangan misalnya tepung kacang kedelai.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
2.1.2. Tepung Kedelai Berdasarkan kandungan lemaknya, tepung kedelai terdiri atas dua macam, yaitu tepung kedelai kadar lemak penuh (full fat soy flour) dan tepung kedelai (kadar lemak rendah (low fat soy flour) (Koswara, 1995). Menurut Wolf dan Cowan (1975), tepung kedelai kadar lemak rendah dihasilkan dari proses penepungan bungkil kedelai sedangkan tepung kedelai kadar lemak penuh dihasilkan dari proses penepungan biji kedelai utuh. Tabel 4. Komposisi Gizi Tepung Kedelai Berlemak Penuh Komponen Protein (%) Lemak (%) Serat Kasar (%) Abu (%) Karbohidrat (%)
Komposisi 41 21 2,8 5,3 25
Sumber : Wolf dan Cowan (1975).
FTIP001655/036
22
2.1.3. Biskuit Sandwich Menurut Manley (2001), biskuit sandwich termasuk ke dalam klasifikasi berdasarkan biskuit yang mengalami secondary processing atau pengolahan kedua. Pengolahan kedua tersebut adalah dengan penambahan lapisan krim dan penyusunan biskuit menjadi suatu kesatuan. Hasil yang di dapatkan adalah biskuit lapis yang menyerupai roti sandwich dengan isian krim di tengahnya. Penampang biskuit sandwich terdiri dari dua keping biskuit yang identik sama serta berfungsi sebagai “cangkang”. Biskuit pertama berperan sebagai alas sedangkan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
biskuit kedua sebagai tutup. Penampang biskuit memiliki bentuk yang bervariasi, ada yang polos tanpa lubang dan ada biskuit yang memiliki lubang di tengahnya sehingga bagian isi krim dapat terlihat. Jenis biskuit yang digunakan pada biskuit sandwich ini umumnya merupakan biskuit keras. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras (kandungan protein tinggi), berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah (Manley, 2001). Komponen penting lainnya dalam biskuit sandwich ini yaitu adanya krim pengisi. Krim pengisi pada biskuit sandwich umumnya terbuat dari bahan utama tepung gula, shortening, dan susu. Umumnya berat krim mencapai 30% dari biskuit sandwich keseluruhan. Menurut Manley (2001), metode dalam pengisian krim yang biasa dilakukan oleh industri terdiri dari dua teknik, yaitu menggunakan cetakan dan penyemprotan. Metode cetakan dilakukan dengan menyesuaikan krim yang akan diisi dengan ukuran
FTIP001655/037
23
biskuit bagian alas, kemudian setelah nozzle terdapat pisau untuk memotong krim yang dapat diatur, sehingga ketinggian krim dapat disesuaikan dengan banyaknya kebutuhan. Bagian ujung nozzle cetakan krim memiliki suhu yang lebih tinggi dari krim untuk mencegah kelengketan krim pada nozzle. Karakteristik krim yang dicetak dengan metode ini harus bersifat semi solid (berbentuk fluida tetapi cukup kaku untuk dibentuk). Pemasangan biskuit bagian tutup dilakukan secara manual. Teknik pengisian krim dengan cetakan dapat dilihat pada Gambar 2:
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Cream in hopper
Stencil plate
Base biscuit
Gambar 2. Teknik Pengisian Krim dengan Cetakan (Manley, 2001)
Metode semprot menyerupai prinsip ekstrusi, dimana adonan krim dialirkan menuju nozzle dengan tekanan dalam mesin cetakan. Banyaknya krim yang dikeluarkan diatur dengan menggunakan tekanan dan dipotong dengan pisau. Karakteristik krim yang dicetak dengan metode ini harus bersifat mudah mengalir tetapi cukup padat dan tidak tumpah ketika ditambah biskuit bagian tutup (Manley, 2001).
FTIP001655/038
24
Rangkaian pengisian krim dengan teknik ekstrusi dilakukan dengan menggunakan wide conveyor. Penyusunan biskuit sandwich dilakukan berurutan dengan sabuk berjalan dan berhenti di setiap stasiun pengisian., dimulai dari biskuit bagian tutup, pengisian krim, pemasangan biskuit bagian tutup, dan terakhir proses penekanan pada bagian tutup krim. Teknik pengisian krim dengan ekstrusi dapat dilihat pada Gambar 3, sebagai berikut:
Magazine of topping shells
Preassure shot
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Wire for cutting cream
Cream
Pushing pin
Gambar 3. Teknik Pengisian Krim dengan Ekstrusi (Manley, 2001)
2.2. Probiotik Bakteri probiotik adalah bakteri hidup baik dalam bentuk tunggal atau campuran yang ditambahkan dalam bahan pangan dengan tujuan untuk memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan sistem pencernaan (Hartanti, 2005). Jenis bakteri yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat, seperti dari genus Lactobacillus, Bifidobacterium (Winarno, Ahnan, dan Widjajanto, 2003)
FTIP001655/039
25
Karakteristik bakteri probiotik berdasarkan Saarela, dkk., (2000) dikutip Surono (2004) yaitu : berasal dari manusia, tahan asam dan garam empedu, melekat ke sel usus, bertahan dalam saluran usus, memproduksi antimikroba, antagonis terhadap patogen, aman dalam makanan dan klinis, dan secara klinis terbukti efek kesehatan. Beberapa sifat dasar dari kultur probiotik yang baik antara lain stabil terhadap asam terutama asam lambung dan asam empedu, mampu menempel pada sel usus manusia, mampu mengkolonisasi pada saluran usus manusia, memproduksi senyawa
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
antimikroba, bersifat melawan bakteri patogen, tumbuh baik secara in vitro, dan aman digunakan oleh manusia (Salminen, 1998). Usus manusia mengandung sekitar 100 triliun bakteri yang hidup dari sekitar 100 spesies yang berbeda. Ada dua kelompok bakteri dalam flora usus yaitu yang bermanfaat dan yang membahayakan (patogen). Tubuh manusia yang sehat memiliki jumlah flora usus relatif dalam keseimbangan yang baik dan biasanya bakteri-bakteri yang bermanfaat jumlahnya lebih mendominasi dari bakteri patogen (Winarno, Ahnan, dan Widjajanto, 2003). Prinsip
dasar
kerja
probiotik
adalah
pemanfaatan
kemampuan
mikroorganisme dalam memecah atau menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein, dan lemak yang menyusun dari asupan yang diberikan. Kemampuan ini diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroba untuk memecah ikatan tersebut (Feliatra, Efendi, dan Suryadi, 2004)
FTIP001655/040
26
Manfaat bakteri probiotik bagi kesehatan manusia, diantaranya dapat meningkatkan sistem imunitas, membantu absorpsi nutrisi, mencegah kanker, mengurangi tekanan darah tinggi, menurunkan kolesterol darah, membantu pencernaan laktosa bagi penderita lactose intolerance (Surono, 2004).
2.2.1. Starter Yoghurt Kering Starter bakteri asam laktat dalam fermentasi susu dapat didefinisikan sebagai biakan mikroorganisme yang diinginkan dan akan menghasilkan perubahan-
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
perubahan yang menguntungkan selama proses fermentasi susu (Rahman, 1992). Mutu starter yang digunakan akan memengaruhi flavor serta tekstur yoghurt yang dihasilkan, karena starter menghasilkan asam laktat dan senyawa-senyawa volatil, seperti asetaldehid, asam asetat dan diasetil. Starter yang umum digunakan dalam produksi yoghurt adalah starter campuran L.bulgaricus dan S. thermophilus (Winarno, Ahnan, dan Widjajanto, 2003). Kedua spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama-sama akan memproduksi asam lebih banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah. Menurut Surono (2004), pembentukan asam laktat lebih cepat pada starter campuran S. thermophilus dan L. bulgaricus, dibandingkan dengan masing-masing starter tunggalnya. Jumlah S. thermophilus lebih banyak pada starter campuran daripada menumbuhkannya sebagai starter tunggal, walaupun jumlah L. bulgaricus tidak berbeda antara starter tunggal dan campuran.
FTIP001655/041
27
Starter yoghurt campuran yang digunakan dalam pembuatan krim biskuit probiotik adalah starter yoghurt berbentuk serbuk yang dikeringkan melalui proses freeze drying. Penggunaan starter yoghurt kering beku bertujuan untuk mengurangi pekerjaan dalam hal pemeliharaan seperti pada kultur cair. Starter kering beku paling banyak digunakan dibanding dengan sterter kering lainnya, karena jumlah bakteri yang hidup relatif lebih stabil, selain itu starter ini dapat langsung digunakan ke dalam media fermentasi sehingga dapat mencegah terjadinya kontaminasi selama persiapan starter dan juga menjaga ketepatan jumlah maupun keseimbangan kultur
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
campuran. Pada penelitian ini bakteri yang digunakan dalam starter campuran adalah L. bulgaricus, S. thermophilus, dan L. acidophilus. a. Lactobacillus bulgaricus L. bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang, gram positif, tidak berspora, katalase negatif, dan non-motil. L. bulgaricus bersifat termofilik dengan suhu optimum pertumbuhan 40-45
0
C (Surono, 2004). Bakteri ini memiliki
kemampuan yang besar dalam memfermentasi gula dengan hasil asam laktat lebih dari 50%. Optimum tumbuh pada pH 5, namun bersifat toleran pada pH 3,5 – 3,8 dan pada suhu 45 0C (Nakazawa dan Hosono, 1992). Bakteri ini lebih tahan asam dibandingkan dengan Streptococcus atau Pediococcus, oleh karena itu lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat (Buckle, dkk., 1987). L.bulgaricus pada pembuatan yoghurt berperan dalam penurunan pH sampai sekitar 4,0.
FTIP001655/042
28
Bakteri L.bulgaricus juga memberikan kontribusi terhadap flavor yoghurt melalui produksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Winarno, Ahnan, dan Widjajanto, 2003). L. bulgaricus tidak termasuk ke dalam kategori bakteri probiotik (Widodo, 2003). Bentuk koloni L. bulgaricus disajikan pada Gambar 4.
Koloni bakteri
Gambar 4. Bentuk Koloni L. bulgaricus (Pusponegoro, 2006)
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
b. Streptococcus thermophillus S.thermophilus merupakan bakteri asam laktat berbentuk bulat (kokus) dengan koloni berantai yang bersifat homofermentatif, bersifat gram positif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak toleran terhadap konsentrasi garam lebih besar dari 6,5%. Bakteri ini tidak berspora, bersifat termodurik, dan menyukai suasana mendekati netral dengan pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 6,5 (Helferich dan Westhoff, 1980). Suhu optimal pertumbuhan pada 40 - 450C, tidak dapat tumbuh pada suhu 150C (Hartanti, 2005) dan tumbuh optimum pada pH 6,5 namun masih dapat bertahan pada pH 4,2 – 4,4. S. thermophilus memfermentasi laktosa secara homofermentatif. Bakteri ini dapat mengubah lebih dari 85% laktosa menjadi asam laktat namun tidak dapat hidup dalam usus manusia, maka dari itu bukan termasuk ke dalam golongan bakteri probiotik (Silvia, 2002). S. thermophilus selain dapat menghasilkan asam laktat juga dapat menghasilkan enzim laktase yang berfungsi mengurai laktosa dalam susu
FTIP001655/043
29
menjadi glukosa dan galaktosa. S. thermophilus merupakan satu-satunya bakteri genus Streptococci yang menghasilkan enzim laktase (Supriadi, 2003). Bentuk koloni S. thermophilus disajikan pada Gambar 5.
Koloni bakteri
Gambar 5. Bentuk Koloni S. thermophilus (Wheatcroft, 2005)
c. Lactobacillus acidophillus
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
L. acidophilus berbentuk rantai dan bersifat homofermentatif, ditemukan dalam usus manusia, sehingga bakteri ini dapat dikategorikan sebagai probiotik. Bakteri ini tergolong Gram postif dan tidak membentuk spora. Menurut Tamime dan Robinson (1989), L. acidophilus merupakan Lactobacili yang bersifat obligat homofermentatif dan non-motil. Suhu optimum pertumbuhannya yaitu 35-450C, tidak tumbuh pada suhu <150C dan pH optimum untuk pertumbuhannya yaitu 5,5-6,0 dan dapat memproduksi asam laktat sebanyak 0,3-1,9%. Bentuk koloni L. acidophilus disajikan pada Gambar 6.
koloni
Gambar 6. Bentuk Koloni L. acidophilus (Kalab, 2008)
FTIP001655/044
30
Menurut Nakazawa dan Hosono (1992), L. acidophilus memiliki beberapa efek menguntungkan bagi tubuh manusia yaitu dapat meningkatkan metabolisme protein, memiliki aktivitas antimikroba, mencegah konstipasi, mampu menekan terjadinya kanker kolon, dan meningkatkan metabolisme vitamin B1, B2, B6, B12, asam nikotinat, dan asam folat.
2.2.2. Mother Culture Istilah tersebut dikenal juga dengan starter induk, merupakan jenis starter yang
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
disiapkan untuk menginokulasikan starter ke dalam susu (Surono, 2004). Mother culture merupakan produk pertama dari inokulasi starter asli. Starter asli yang digunakan dapat berupa starter yang dipelihara pada agar miring, media cair, atau bentuk kering. Umumnya mother culture terbuat dengan teknik yang sama pada pembuatan yoghurt. Prosedur pembuatan mother culture yoghurt dapat dilihat pada Gambar 19 dengan penjelasan sebagai berikut: a. Penakaran bahan-bahan dilakukan berdasarkan literatur atau prosedur pemakaian yang tertera pada kemasan starter kering beku. Bahan utama dari produk mother culture yoghurt ini dapat berupa susu murni, rekonstitusi susu bubuk full cream atau susu bubuk skim. b. Pasteurisasi susu murni pada suhu 85 OC selama 15 menit, bertujuan untuk menginaktivasi mikroorganisme yang tidak diinginkan selama proses fermentasi, meningkatkan kemampuan protein susu dalam mengikat air sehingga terbentuk
FTIP001655/045
31
lebih banyak curd padat, mengeluarkan oksigen dari susu sehingga mendukung fermentasi anaerob (Adriani dalam Soeharsono, 2010). c. Pendinginan sampai susu mencapai suhu 40 OC, agar bakteri starter yoghurt tidak mengalami kenaikan suhu signifikan saat penginokulasian bakteri yang dapat menyebabkan kematian sel. d. Penginokulasian starter yoghurt, umumnya penambahan starter yoghurt dilakukan dengan berbagai tingkatan persentase umumnya sebanyak 2-5% (Surono, 2004). Tingkatan penambahan starter berpengaruh terhadap aktivasi bakteri dan produksi
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
asam. e. Pengadukkan hingga starter tercampur merata f. Penginkubasian pada suhu 42 oC selama 6 jam, untuk membiarkan bakteri starter tumbuh sehingga terjadi proses fermentasi susu menjadi asam. Suhu inkubasi disesuaikan dengan kondisi tumbuh optimum dari bakteri pada starter. Proses inkubasi dapat dihentikan apabila mother culture yoghurt telah mencapai pH 4,4 dan kadar asam tertitrasi mencapai 0,9%-1,2% (Surono, 2004).
2.2.3. Mekanisme Fermentasi Asam Laktat Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang dapat memfermentasi laktosa dan menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya (Fardiaz, 1992). Menurut Hartanti (2005) bakteri ini dapat tumbuh pada hampir semua bahan pangan khususnya susu, mampu menurunkan pH sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk. Selain itu bakteri asam laktat aman untuk dikonsumsi,
FTIP001655/046
32
oleh karena itu bakteri ini termasuk dalam kelompok GRAS (Generally Recognized As Safe). Menurut Surono dan Hosono (2000) dikutip Surono (2004), indikator penting bagi starter diantaranya adalah mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi proses, menghasilkan asam dalam waktu singkat selama proses fermentasi, menghasilkan asam seminimal mungkin selama distribusi dan penyimpanan, tetap hidup selama penyimpanan, dan membentuk citarasa dan konsistensi yang khas. Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan mother culture yoghurt
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
adalah fermentasi asam laktat. Fermentasi optimum terjadi selama masa inkubasi pada suhu 45 0C selama 3-4 jam. Proses fermentasi yang terjadi seperti tertera pada Gambar 7. Asam laktat merupakan produk utama yang dihasilkan dari perombakan laktosa oleh bakteri homofermentatif. Bakteri homofermentatif menghasilkan lebih dari 85% asam laktat sebagai produk metabolitnya (Surono, 2004). Starter bakteri menggunakan laktosa sebagai sumber nutrisi dan menghasilkan asam laktat dengan hasil sampingan seperti asetaldehid, asam asetat, diasetil dan etanol yang berpengaruh terhadap aroma dan rasa yoghurt yang dihasilkan (Mariastuty, 2006). Laktosa atau gula susu dirombak oleh enzim laktase seperi β-D-galaktosidase dan β-D-fosfogalaktosidase yang dihasilkan oleh starter S. thermophilus dan L. bulgaricus. Hasil perombakan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, kemudian terjadi metabolisme melalui jalur glikolisis yang merupakan urutan reaksi oksidasi
FTIP001655/047
33
glukosa menjadi asam piruvat, yang pada gilirannya menjadi asam laktat. Proses tersebut melalui enzim laktase dehidrogenase (Helferich dan Westhoff, 1980). Laktosa β – D – fosfogalaktosidase
β – D – galaktosidase
Glukosa dan galaktosa – 6 – fosfat
Glukosa dan Galaktosa
Glukosa (C6H12O6) Glikolisis
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Asam piruvat (CH3COCOOH)
Asam laktat (CH3COCOOH)
Asetaldehida + CO2
Gambar 7. Skema Pembentukan Asam Laktat dalam Fermentasi Yoghurt (Helferich dan Westhoff, 1980)
2.3. Krim Biskuit Sandwich Istilah krim dalam aplikasinya pada produk baking dan confectionary bukan mengarah pada produk susu (Manley, 2001). Krim adalah bentuk dispersi partikel padat (gula) yang sangat halus dalam fase minyak (Minifie, 1980). Menurut Matz dan Matz (1978), krim pengisi atau cream filler dideskripsikan sebagai krim teraerasi yang dicampur secara merata dengan gula, shortening, air, perisa, susu atau subtitusinya. Menurut Manley (1991), ada persamaan antara krim dengan pasta cokelat yaitu keduanya merupakan campuran lemak dan gula.
FTIP001655/048
34
Menurut Matz dan Matz (1978), beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu krim antara lain: a. Memiliki berat spesifik yang rendah dan memenuhi standar yang telah ditentukan b. Memiliki derajat kekerasan yang cukup; memiliki mouth feel yang baik (tidak terasa tepung, tetapi memiliki flowing texture yang halus) c. Tahan terhadap sineresis (pemisahan cairan dari gel); cepat meleleh dan larut dalam mulut
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
d. Memiliki flavor yang lembut, halus, dan tidak gritty. Krim pada dasarnya merupakan campuran gula dan lemak dengan penambahan flavor dan pewarna jika dianggap perlu (Matz dan Matz, 1978). Jumlah lemak yang digunakan berkisar antara 22-46% dengan rata- rata sekitar 33% (Manley, 1983). Jika jumlah lemak terlalu rendah, krim akan menjadi terlalu keras, sedangkan jika jumlah lemak yang digunakan terlalu tinggi maka krim akan terlalu bebas mengalir. Selain itu, jumlah lemak yang tinggi dalam krim pengisi konfensional baik dalam
bentuk minyak atau shortening, bertujuan
untuk
memperoleh umur simpan, sifat kemudahan dioles, dan sifat organoleptik yang diinginkan (Veny, 2002). Asal dan jumlah lemak memegang peranan penting dalam menentukan karakter krim. Krim pengisi umumnya menggunakan minyak nabati sehingga bentuknya lebih cair dibandingkan dengan krim sandwich yang memiliki tekstur lebih keras. Tingkat viskositas dari krim pengisi dapat diperbesar dengan
FTIP001655/049
35
memperbanyak jumlah minyak yang digunakan atau dengan menambahkan lesitin (Veny, 2002). Krim dibuat dari bahan tepung gula, shortening, dan dapat ditambahkan susu (Rieuwpassa, 2004). Bahan-bahan tersebut memiliki fungsi sebagai berikut: 1) Tepung gula Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995), tepung gula yang baik memiliki syarat mutu seperti tercantum pada Tabel 5.
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Tabel 5. Syarat Mutu Tepung Gula (SNI 01-3821-1995) No. Kriteria Uji Satuan 1. Keadaan: 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna 2 Gula jumlah dihitung dalam Sakarosa %b/b 3. Gula pereduksi %b/b 4. Air %b/b 5. Abu %b/b 6. Benda asing 6.1 Serangga 7. Kehalusan lolos ayakan 80 %b/b mesh 8. Bahan Tambahan Makanan Sesuai dengan SNI 0102222-1987 dan revisinya 9. Cemaran logam 9.1 Timbal (Pb) mg/kg 9.2 Tembaga (Cu) mg/kg 9.3 Seng (Ze) mg/kg 9.4 Timah (Sn) mg/kg 9.5 Raksa (Hg) mg/kg 10. Cemaran arsen (As) mg/kg 11. Cemaran mikroba 11.1 Angka lempeng total koloni/g Bakteri berbentuk koli APM/g
Persyaratan normal normal normal min. 93,0 maks. 0,2 maks. 0,2 maks. 1,0 tidak boleh ada tidak boleh ada min. 80 Sesuai dengan SNI 0102222-1987 dan revisinya Maks. 2,0 Maks. 20,0 Maks. 40,0 Maks. 40,0 Maks. 0,03 Maks. 1,0 Maks. 3 x 103 Maks. < 3
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (1995)
FTIP001655/050
36
Gula merupakan bahan padatan yang berfungsi sebagai pengisi dari krim dan memberikan rasa manis pada krim. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995), tepung gula adalah tepung yang diperoleh dengan menghaluskan gula pasir dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diizinkan. b) Shortening Umumnya butter yang dijual di pasaran terdiri dari dua jenis yaitu butter-salted dan butter-unsalted. Butter salted terbuat dari lemak susu yang dinetralkan dengan garam-garam karbonat kemudian dipasteurisasi. Butter salted bersifat lebih tahan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
lama dibandingkan butter unsalted. Margarin baik digunakan sebagai bahan krim karena umumnya terbuat dari lemak nabati yang bersifat plastis pada suhu ruang sehingga memberikan tekstur padat pada krim, agak keras pada suhu rendah, dan segera mencair pada mulut. Awalnya margarin dibuat dengan tujuan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi yang hampir sama. Margarin merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan mengandung minimal 80% lemak. 2) Susu Krim biskuit biasanya menggunakan susu untuk mengurangi rasa manis tetapi memperbaiki flavor secara keseluruhan (Matz, 1978). Susu yang digunakan bisa dalam bentuk cair atau bubuk. Jumlah susu yang ditambahkan biasanya 5% dari berat krim keseluruhan. Kadar air bahan baku harus dijaga serendah mungkin, jumlah air tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam pengisian. Air cenderung menimbulkan
FTIP001655/051
37
aglomerasi gula, gumpalan gula yang cukup besar akan merusak pompa dan mesin lain (Matz dan Matz, 1978).
2.3.1. Pembuatan Krim Biskuit Sandwich Menurut Veny (2002), proses pembuatan krim biskuit sandwich yang dilakukan di PT. Arnott’s Indonesia, dimulai dengan pengadukkan shortening krim, lesitin, dan aerating agent menggunakan horizontal mixer dengan kecepatan rendah selama satu menit. Pengadukan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Tepung
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
gula, susu skim, dan cokelat bubuk ditambahkan, kemudian campuran diaduk dengan kecepatan rendah selama satu menit. Proses pembuatan krim diakhiri dengan pengadukan kecepatan tinggi selama tiga menit. Diagram alir pembuatan krim biskuit sandwich dapat dilihat pada Gambar 8. Shortening krim+ lesitin + aerating agent
Pengadukkan kecepatan rendah (t = 1 menit)
Pengadukan kecepatan tinggi (t = 2 menit) Tepung gula,+ susu skim + cokelat bubuk
Pengadukkan kecepatan rendah (t = 1 menit)
Pengadukan kecepatan tinggi (t = 2 menit)
Krim Sandwich Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Krim Sandwich (Veny, 2002)
FTIP001655/052
38
2.3.2. Krim Biskuit Sandwich Probiotik Menurut Codex Alimentarius (2010), krim yang mengandung bahan hasil produk fermentasi dengan melibatkan starter tertentu seperti produk susu acidophilus, kefir, koumiss, dan sejenisnya, maka krim tersebut digolongkan sebagai krim fermentasi/fermented cream. Menurut hasil penelitian Harianti (2009), krim probiotik dapat dibuat dengan modifikasi formula krim biskuit dari penelitian Rieuwpasaa (2004). Krim biskuit sandwich memiliki proporsi tepung gula yang tinggi yaitu 75%
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
(Rieuwpassa,2004). Menurut Buckle (1987), bahan pangan yang mengandung 40% gula akan memiliki daya tahan simpan yang tinggi. Kadar gula tinggi memberikan tekanan osmotik pada dinding sel bakteri sehingga dinding bakteri mudah rusak dan mati, oleh karena itu bakteri probiotik perlu dijaga viabilitasnya baik sebelum maupun sesudah masuk ke saluran pencernaan. Pada penelitian Harianti (2009), modifikasi krim biskuit dilakukan dengan menambahkan starter kering bakteri probiotik Enterococcus faecium sebanyak 1,4 g pelet/kg krim. Jumlah penambahan tersebut berdasarkan dari banyaknya krim yang dibuat (1000 g) dikalikan dengan efek probiotik yang memberikan kesehatan bagi manusia (10 8 cfu/g) dan dibagi dengan uji viabilitas BAL dan pelet yang telah dimikroenkapsulasi (7,4 x 1010 cfu/g). Bakteri E. faecium sebelumnya di mikroenkapsulasi dengan metode FBD (Fluidized Bed Dryer). Mikroenkapsulasi ini dilakukan untuk mempertahankan
FTIP001655/053
39
viabilitas probiotik dari lingkungan yang ekstrim saat melewati saluran pencernaan dan masa penyimpanan. Hasil penelitian ini, satu biskuit sandwich mengandung 108 cfu/g probiotik E. faecium. Tabel 6 menunjukkan hasil analisis fisik, kimia, mikrobiologi, dan in vivo krim biskuit probiotik dan krim non-probiotik: Tabel 6. Hasil Analisis Krim Biskuit Probiotik dan Non-Probiotik No.
Analisis
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
[1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis [2] Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan mencantumkan sumber tulisan [3] Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akademik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
1. 1.1 1.2 2. 2.1
Fisik: pH Densitas Kamba Kimia: Kadar Air
2.2 2.3 2.4 2.5
Kadar Protein Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Karbohidrat by difference Mikrobiologi: TPC BAL Total Mikroba Total Kapang & Khamir
3. 3.1 3.2 3.3
Krim Probiotik E. faecium
Krim Non-probiotik
5,94 1,34 g/ml
6,16 1,34 g/ml
2,63% (b/b) 0,75% (b/k) 0,46% (b/k) 15,74% (b/k) 83,04% (b/k)
2,96% (b/b) atau 3.05% (b/k) 0,47% (b/k) 0,36% (b/k) 16,19% (b/k) 82,98% (b/k)
1,42 x 10 8 cfu/g 3,2 x 104 cfu/g 3,0 x 101 cfu/g
0 3,2 x 104 cfu/g 0
Sumber: Harianti (2009)
Hasil uji in vivo yang dilakukan pada tikus galur Sprague Dauley, menunjukkan pemberian pakan krim probiotik setiap dua hari sekali meningkatkan rata-rata berat badan tikus yang semula berkisar antar 60,20 g – 61,90 g menjadi 123,84 g – 143,98 g. Total mikroba fekal pada tikus yang diberi pakan krim probiotik setiap 2 hari sekali berbeda nyata terhadap perlakuan lain pada hari ke 7, yaitu dengan jumlah tertinggi 2,14 x 10 9 cfu/g.
FTIP001655/054