TINJAUAN PUSTAKA Mutu Tepung Terigu Tanaman gandum dengan nama latin Triticum aestivum L. dari subspesies vulgare memiliki sekitar 4000 jenis varietas yang tumbuh di seluruh dunia (Posner 2000). Tepung terigu adalah tepung yang diperoleh dengan jalan menggiling bijibiji gandum yang sehat dan telah dibersihkan (SII 1975). Sedang tepung terigu sebagai bahan makanan adalah tepung yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L. (Club wheat) dan / atau Triticum compactum Host. Adapun persyaratan mutu terigu dapat dilihat pada Tabel 1 (SNI 2000). Dari Tabel terihat bahwa syarat mutu terigu harus bebas dari serangga, sisa-sisa serangga seperti telur, larva dan pupa. Tepung terigu di Indonesia dibedakan berdasarkan kadar proteinnya yaitu tepung keras dengan kadar protein 12-13 %, medium dengan kadar protein 9,5-10 % dan yang mengandung 7,5-8 % protein adalah tepung lunak. Dari hasil penelitian iradiasi sinar gamma [60Co] dosis sampai 0,4 kGy untuk tujuan disinfestasi serangga terhadap 3 tepung terigu (cakra kembar, kunci biru dan segitiga biru) ternyata perlakuan iradiasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna, kadar protein dan sifat khas tepung (Chosdu & Maha 1980). Hayashi et al. (2003) mengemukakan dari hasil penelitian terdahulu terhadap biji-bijian dilaporkan bahwa penggunaan energi rendah berkas elektron (softelectron) dengan tegangan 60 keV untuk tujuan disinfestasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sifat fisiko-kimia biji-bijian. Menurut Atnasov (1977) dalam Noemi (1987) mengemukakan dosis 225 Gy sudah dapat membunuh semua stadium red flour beetles pada penyimpanan biji-bijian dalam 1 tahun setelah iradiasi. Morfologi Serangga Tribolium castaneum (Herbst) Serangga Tribolium castaneum H. termasuk ke dalam ordo Coleoptera famili Tenebrionidae. Serangga ini tergolong serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya melalui fase-fase telur,
Tinjauan Pustaka
6
larva, pupa dan imago (Haines 1991). Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera dan morfologi larva, pupa dan imago serangga T. castaneum disajikan pada Gambar 1. Perbedaan morfologi antara jantan dan betina dapat dibedakan, berdasarkan femur. Serangga jantan dibagian depan sebelah kiri terdapat bintik hitam, sedangkan pada serangga betina tidak terdapat bintik hitam (Sokoloff 1974).
Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu (SNI 01-3751-2000) No.
Jenis uji
Satuan
Keadaaan Bentuk Bau Rasa Warna Benda asing Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak*) 4 Kehalusan, lolos ayakan 212 milimikron 5 Air %, b/b 6 Abu %, b/b 7 Protein (N x 5,7) %, b/b 8 Keasaman mg KOH/100g 9 detik Falling number 10 Besi (Fe) mg/kg 11 Seng (Zn) mg/kg 12 Vitamin B1 (thiamin) mg/kg 13 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg 14 Asam folat mg/kg 15 Cemaran logam 15.1 Timbal (Pb) mg/kg 15.2 Raksa (Hg) mg/kg 15.3 Tembaga (Cu) mg/kg 16 Cemaran arsen mg/kg Cemaran mikroba 17 koloni/g 17.1 Angka lempeng total APM/g 17.2 E. coli koloni/g 17.3 Kapang *) Tepung terigu di tingkat produsen 1 1.1 1.2 1.3 1.4 2 3
B
B
Persyaratan serbuk normal (bebas dari bau asing) normal (bebas dari bau asing) putih, khas terigu tidak boleh ada tidak boleh ada
min. 95 % maks. 14,5 % maks. 0,6 % maks. 7,0 % maks. 50/100 g contoh min. 300 min. 50 min. 30 min. 2,5 min. 4 min. 2 maks. 1,10 maks. 0,05 maks. 10 maks. 0,5 maks. 106 maks. 10 maks. 104
Secara kasat mata telur berwarna putih dan berukuran kecil, diletakkan oleh serangga betina diantara partikel yang diselubungi oleh cairan perekat sehingga partikel makanan menempel (Haines 1991).
Tinjauan Pustaka
7
(a)
(b) Gambar 1. Siklus hidup metamorfosis sempurna ordo Coleoptera (a) dan morfologi larva, pupa dan dewasa serangga T. castaneum (b) (Haines 1991). Larva berwarna kuning keputih-putihan dengan ukuran 6 mm, segmen abdomen terakhir berwarna coklat tua sedikit melengkung dan terpisah dengan baik, umur stadium larva berkisar 7-8 hari. Larva T. castaneum mempunyai bentuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang disebut Urogomphi (Syarief & Halid 1993). Pupa serangga ini berwarna putih kekuning-kuningan dengan panjang 4 mm. Stadium pupa 6 hari, sedangkan perkembangan telur hingga pupa 23 hari pada suhu 29 °C. Imago berbentuk pipih panjang tubuhnya 2,3-4,4 mm, berwarna coklat kemerahan, 3 segmen terakhir pada antena membentuk gada, mata terbagi oleh suatu penjuluran dengan 3-4 mata faset. Ukuran skala telur, larva, pupa dan imago dapat dilihat pada Gambar 2.
Tinjauan Pustaka
8
Gambar 2. Ukuran skala telur, larva, pupa dan serangga dewasa Tribolium sp. (Sokoloff 1974). Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Serangga Tribolium sp. Pertumbuhan populasi Tribolium castaneum (Herbst) dipengaruhi oleh banyak faktor seperti antara lain kondisi media dan kanibalisme. Menurut Syarief & Halid (1993); Haines (1991) mengemukakan bahwa kondisi optimum untuk perkembangan serangga Tribolium castaneum adalah suhu sekitar 35 °C dan kelembaban relatif 75%. Telur yang dihasilkan oleh serangga betina dipengaruhi oleh suhu tetapi tidak dipengaruhi kelembaban, serangga dewasa dapat hidup sampai 6 bulan. Pada suhu 25 °C serangga betina bertelur rata-rata 2-5 butir per hari, jumlah ini meningkat menjadi 11 butir per hari pada suhu 35,5 °C. Serangga dewasa melakukan kopulasi dan menghasilkan telur sepanjang waktu hidupnya. Serangga dewasa bersifat kanibalistik baik pada sesamanya termasuk memakan telurnya maupun serangga lainnya. Abdelsamad et al. (1987) menyatakan periode total perkembangan serangga dari telur sampai menjadi imago yang optimum adalah pada suhu 35 °C yaitu hanya berlangsung 19,1 hari, sedang Howe (1956) dalam Haines (1991) menyatakan 20 hari.
Tinjauan Pustaka
9
Kerusakan yang Ditimbulkan Serangga Tribolium sp Kerusakan yang ditimbulkan oleh Tribolium castaneum pada tepung terigu antara lain mengakibatkan bau apek dan tengik yang berasal dari etil quinon yang dihasilkan oleh kelenjar bau. Aroma etil quinon ini dapat menembus kantong polietilen dengan tebal 0,075 mm (Grist & Lever 1969). Terigu yang tiba di pelabuhan sering mengalami penurunan kualitas, seperti berkutu atau bau apek akibat distribusi dan transportasi yang relatif lama sehingga kondisi dan kandungan gizi tepung terigu tersebut menjadi tidak optimal (Bogasari 2005). Serangan serangga dapat menimbulkan kerusakan secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung terdiri dari konsumsi bahan yang disimpan, kontaminasi serangga dewasa, pupa, larva, telur dan kulit serangga. Kerusakan tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolisme serangga disebut hot spot yaitu area sekitar serangga yang terinfeksi dalam jumlah yang sangat besar dimana suhunya dapat mencapai 42,2 °C. Jika terjadi kenaikan kadar air maka bahan akan lembab dan lengket, timbul storage fungi, bau apek tetapi apabila kadar air bahan rendah karena terjadi perpindahan uap air, timbul mikroba lain, berkurangnya nilai estetis produk (Cotton & Wilbur 1974). Pertumbuhan Populasi Serangga Pertumbuhan serangga antara lain ditentukan oleh nutrisi makanan dan lingkungan. Haines (1991) mengemukakan bahwa pada umumnya, tahap awal infestasi perkembangan serangga, akan mengikuti pertumbuhan populasi secara eksponensial. Laju penambahan individu populasi adalah proporsional terhadap jumlah individu yang ada serta laju kenaikan menjadi lebih besar terhadap waktu, secara teoritis dapat diilustrasikan pada Gambar 3. Jumlah serangga dalam pertumbuhan populasi eksponesial terhadap waktu adalah Nt = No.ert dimana Nt = jumlah serangga setelah t (waktu), No = jumlah serangga awal dan nilai r laju intrinsik kenaikan populasi. Menurut Hasibuan (1988) konstanta r, di dalam ekologi, dikenal sebagai laju pertumbuhan populasi intrinsik, sedangkan di dalam matematika r disebut sebagai parameter persamaan eksponensial. Satuan untuk konstanta ini ialah jumlah per waktu. Model dengan r > 0 sebagai model pertum-
Tinjauan Pustaka
10
buhan eksponensial, sedangkan model dengan r < 0 disebut sebagai model peluruhan eksponensial.
Gambar 3. Grafik kenaikan pertumbuhan eksponensial populasi serangga (Haines 1991).
Model Kinetika Reaksi Orde Satu Selama proses pengolahan misalnya secara pemanasan dan pengeringan pada bahan pangan, akan terjadi perubahan-perubahan sifat fisiko-kimia dan biokimia. Perubahan-perubahan tersebut akibat adanya reaksi dan interaksi di dalam bahan tersebut. Perubahan tersebut dinyatakan dengan laju reaksi secara matematis ditulis sebagai (dN/dt). Banyak reaksi di alam yang dapat dijelaskan dengan menggunakan model reaksi orde satu. Model kinetika bentuk sederhana dapat diaplikasikan dengan memperhatikan asumsi-asumsi tertentu untuk menjelaskan tingkah laku berbagai perubahan selama pengolahan, misalnya laju inaktivasi mikroba dan inaktivasi enzim (Hariyadi 2004). Pertumbuhan populasi serangga secara teoritis akan mengikuti model eksponensial (Haines 1991). Persamaan tersebut dapat dinyatakan Nt = No.ert yang artinya bahwa laju pertumbuhan populasi pada waktu t berbanding lurus dengan ukuran populasi pada waktu t, sedangkan r merupakan konstanta kesebandingan. Persamaan pertumbuhan eksponensial adalah persamaan diferensial ordo satu (Hasibuan 1988).
Tinjauan Pustaka
11
Proses perubahan pengolahan laju reaksi merupakan fungsi dari berbagai variabel reaksi, jika proses reaksi mengikuti reaksi ordo satu, dengan persamaan reaksi sebagai berikut,
-δ N = r.N δ t
(1)
Sifat persamaan Nt = No.ert bergantung pada tanda konstanta, jika r > 0 grafik naik cekung keatas, r = 0 grafik konstan dan r < 0 grafik turun landai kebawah (Causton 1993; Spain 1982). Jika dilakukan integrasi terhadap persamaan:
∫
Nt
No
-δ N = δ t
t
∫ r .δ t
(2)
0
dengan menggunakan persamaan logaritmik akan menghasilkan persamaan linear yaitu ln Nt = ln No + kt.
(3)
Pengendalian Serangga Tribolium sp dengan Iradiasi Pengendalian hama pasca panen dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, biologi dan sistem pengendalian hama terpadu yang mengkombinasikan berbagai cara pengendalian. Noemi (1987) melaporkan bahwa perlakuan iradiasi dengan mesin berkas elektron terhadap serangga hama gudang adalah (1) ketahanan serangga terhadap radiasi akan meningkat dari stadium telur menjadi dewasa, (2) iradiasi antara dosis 3 dan 5 kGy dapat membunuh berkembangnya serangga segera setelah iradiasi, sedang dosis 1 kGy cukup untuk membunuh serangga beberapa hari setelah iradiasi, (3) iradiasi antara dosis 0,2 dan 0,5 kGy telah cukup untuk mengontrol sebagian besar kemungkinan berkembangnya serangga dan membu-nuh serangga setelah beberapa minggu setelah iradiasi, (4) tidak ada perbedaan yang nyata dosis iradiasi untuk mengontrol infestasi serangga antara berkas elektron atau sinar gamma [60Co]. Iradiasi dosis 0,4 kGy secara praktis merupakan batas minimal sterilitas untuk mengontrol setiap tingkat infestasi serangga T. castaneum pada komoditas gandum, beras, jagung. Sedang Diehl (1990, 1995) menyatakan bahwa dosis steril untuk serangga jantan dan betina T. castaneum yaitu 0,2 kGy. Menurut Hayashi et al. (2003), soft-electron (energi rendah berkas elektron) dengan tegangan 60 keV efektif membunuh terhadap telur, larva dan pupa
Tinjauan Pustaka
12
red flour beetle (T. castaneum) pada dosis 1 kGy dan 5 kGy untuk serangga dewasa. Noemi (1987) melaporkan dosis radiasi yang digunakan untuk membunuh T. confusum sebesar 99,9 % telur adalah 0,044 kGy, untuk larva 0,052 kGy, pupa 0,145 kGy dan untuk dewasa 0,120 kGy. Sedang Diehl (1995) mengemukakan bahwa pada umumnya iradiasi stadium telur lebih sensitif terhadap radiasi dari pada stadium dewasa sedangkan semua stadium serangga akan mati beberapa hari setelah mendapat perlakuan iradiasi pada dosis 1-3 kGy Iradiasi Pangan Iradiasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk pemakaian energi radiasi secara terukur dan terarah. Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan yaitu radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ialah radiasi yang menghasilkan foton yang berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksistasi pada materi yang dilaluinya. Jenis iradiasi ini dinamakan iradiasi pengion, contoh iradiasi pengion adalah partikel alpha (α), partikel beta (β), dan sinar gamma (γ). Ditinjau dari sifat radiasinya, sinar pengion mempunyai beberapa manfaat diantaranya ialah dapat menunda pertunasan, memperpanjang umur simpan komoditas pertanian, membunuh serangga, dekontaminasi kandungan mikroba dan membunuh mikroba patogen. Sudah lebih dari 46 negara di dunia telah mengizinkan penggunaan teknologi iradiasi, termasuk Indonesia (Diehl 2001). Legalisasi tentang peraturan makanan iradiasi di Indonesia sudah berlaku sejak tahun 1987, tetapi masih terbatas pada komoditas tertentu. Adapun landasan peraturan iradiasi pangan saat ini yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI yaitu Permenkes No: 826/MENKES/PER/XII/ 1987 dan diperbaharui pada tahun 1995 yaitu Permenkes No: 152/MENKES/SK/ II/1995. Peraturan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan Undang-undang Pangan No: 7 tahun 1996. Pengaturan tentang Pelabelan pangan di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Pemeritah RI No: 69 tahun 1999 dan khusus mengenai iradiasi pangan diatur pada pasal 34. Adapun logo yang menunjukkan produk pangan telah diiradiasi dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahun 2004 Badan POM telah mengeluarkan 10 pedoman iradiasi berdasarkan kelompok pangan (BPOM 2004a; 2004b; 2004c; 2004d; 2004e).
Tinjauan Pustaka
13
Gambar 4. Logo makanan iradiasi.
Sumber Energi Radiasi Proses yang menggunakan energi radiasi dapat dilakukan dalam fasilitas radiasi gamma (iradiator) atau dalam radiasi elektron tinggi (akselerator elektron). Radiasi pengion yang terbanyak digunakan adalah sinar γ (gamma). Sinar gamma merupakan gelombang pendek yang disebut sinar piko dengan daya penetrasi yang sangat kuat. Sumber radiasi sinar gamma berasal salah satunya dari radionuklida kobalt-60 [60Co]. Kobalt-60 dibuat dalam reaktor atom dengan cara menembak Kobalt-59 yang diperoleh dari alam dengan iradiasi sinar neutron yang dilakukan di reaktor. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : 59
Co27 +
N0 ⇒
1
60
Co27 + sinar γ
Sumber radiasi yang umum digunakan ada 2 macam yaitu radionuklida dan mesin berkas elektron cepat. Radionuklida [60Co] dengan energi sinar gamma 1,17 MeV dan 1,33 MeV serta [137Cs] dengan energi 0,66 MeV merupakan 2 jenis isotop radioaktif yang dapat dimanfaatkan secara komersial. Untuk sinar X dibatasi energinya sampai dengan 5 MeV dan mesin berkas elektron dibatasi dengan energi maksimal 10 MeV (Diehl 1995). Berdasarkan jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan ada dua yaitu sinar gamma yang dipancarkan oleh radionuklida [60Co] dan [137Cs]. Keduanya merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang pendek sekitar 10-9 m. Berkas elektron: dihasilkan oleh mesin berkas elektron yang terdiri dari partikel-partikel bermuatan listrik. Kedua jenis radiasi pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan dan perbedaan keduanya adalah pada daya tembusnya. Sinar gamma mengeluarkan energi sebesar 1 MeV untuk dapat menembus air dengan kedalaman 20-30 cm, sedang
Tinjauan Pustaka
14
berkas elektron mengeluarkan energi sebesar 10 MeV untuk menembus air sedalam 3,5 cm (Diehl 1990, 1995). Aplikasi mesin berkas elektron di bidang pangan, dibatasi energinya yaitu maksimum 10 MeV. Berdasarkan tingkat energinya yang dimiliki, MBE dapat digolongkan ke dalam 3 kategori yaitu elektron energi rendah (low energy eccelerators/soft-electrons: 150 keV–2 MeV), elektron energi sedang (medium energy accelerators : 2,5–8 MeV) dan energi tinggi (high energy accelerator: > 9 MeV) (Irawati 2005) Perbedaan karakteristik radiasi berkas elektron dan sinar gamma [60Co] disajikan pada Tabel 2. Semakin tinggi energi berkas elektron, semakin tinggi pula daya penetrasinya. Elektron dipercepat akan berkurang energinya setelah menembus bahan pada kedalaman tertentu. Pada Gambar 5 disajikan hubungan energi dan penetrasi atau disebut kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi (depth dose distribution) dengan variasi energi untuk masing-masing sumber listrik dan radionuklida (Danu 2004; Diehl 1995). Kurva ini dipakai untuk menentukan hubungan kedalaman penetrasi dalam bahan dengan dosis relatif. Tabel 2. Karakteristik radiasi berkas elektron dan sinar gamma [60Co] Berkas elektron - Jenis radiasi a) - Energi
a)
- Daya tembus
a)
- Operasi a) - Shielding
Partikel elektron
Gelombang ektromagnetik
Puluhan keV - maks 10 MeV
1,17 dan 1,33 MeV
Rendah
Sangat tinggi
Dapat dihidupkan / dimatikan Meluruh permanen a)
Tipis / sederhana
- Efek pada organismeb) Sama - Kecepatan dosis - Kapasitas
Sinar gamma [60Co]
b)
b)
- Kerusakan bahan
b)
- Keseragaman dosis - Densitas bahan
b)
b)
Tebal / kompleks Sama
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Rendah
Lebih tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah (< 0,2)
Tinggi (>0,2)
Keterangan : a) Danu (2004) dan b) Hilmy (1995)
Tinjauan Pustaka
15
Kurva distribusi dosis kedalaman penetrasi pada suatu bahan dapat dibuat dengan dosimetri menggunakan dosimeter film cellulose triacetate (CTA). Penetrasi radiasi dipengaruhi densitas bahan. Semakin tinggi densitas bahan, semakin rendah penetrasi elektron dan demikian pula sebaliknya. Untuk meningkatkan kedalaman penetrasi, iradiasi dapat dilakukan pada 2 sisi yaitu dengan membalik bahan yang diiradiasi. Pada Gambar 6 disajikan kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi di air jika suatu bahan diiradiasi pada 2 sisi (Danu 2004; Diehl 1990; NHV 1983).
(a)
(b)
Gambar 5. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi a) Berkas elektron dengan variasi energi; b) Radiasi gamma dari [60Co] dan [137Cs] (Diehl 1990).
(a)
(b)
Gambar 6. Kurva distribusi dosis-kedalaman penetrasi pada iradiasi 2 sisi dengan radiasi gamma [60Co]; b) dengan 10 MeV elektron (Diehl 1990).
Tinjauan Pustaka
16
Sumber radiasi ionisasi sinar gamma, sinar X dan elektron dalam aplikasinya terhadap bahan pangan akan memberikan efek yang sama selama energi yang diberikan sama, tetapi dari ketiga sumber tersebut akan berbeda terhadap waktu proses selama iradiasi. Menurut NHV (1983) mengemukakan bahwa berkas elektron mempunyai keunggulan dalam waktu, misalnya dosis 100 kGy waktu iradiasi yang dibutuhkan sinar gamma dari [60Co] dapat membutuhkan waktu sampai beberapa hari, sedang sinar X dapat dilakukan beberapa jam, tetapi dengan elektron cepat hanya dengan beberapa detik saja. Menurut Don Park & Vestal (2003) mesin berkas elektron dapat memproduksi elektron cepat sekitar (190.000 miles/detik) dan merupakan sumber energi yang dapat dengan mudah dimatikan dan dihidupkan. Jika dibandingkan dengan sinar gamma dan sinar X, berkas elektron dibatasi dengan perlakuan kemasan yang relatif tipis dikarenakan penetrasi yang rendah. Status sumber radiasi yang sudah diaplikasikan di Indonesia untuk makanan iradiasi yang ada sampai saat ini, adalah sumber radiasi yang berasal dari radionuklida [60Co]. Akan tetapi mesin berkas elektron sebagai sumber radiasi pengion memiliki peluang untuk dikembangkan di Indonesia sebagai saran pengawetan makanan (Tanhindarto 2003). Mesin Berkas Elektron (MBE) 350 keV/10 mA Mesin berkas elektron adalah seperangkat alat pemercepat elektron yang dapat menghasilkan radiasi berkas elektron secara kontinyu dan dapat digunakan sebagai sumber radiasi pengion. Sumber radiasi yang digunakan dalam penelitian adalah mesin berkas elektron 350 keV-10 mA yang berlokasi di Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) BATAN di Yogyakarta. Rancang bangun mesin berkas elektron berenergi rendah ini sudah mempunyai ijin operasional dari lembaga yang berwenang yaitu BAPETEN. Alat MBE tersebut dirancang dengan energi 350 keV / 10 mA dan telah diresmikan oleh Menteri Riset dan Teknologi pada tanggal 16 Desember 2003. Klasifikasi MBE dibedakan berdasarkan pada tingkat energi yang tergolong mesin berkas elektron energi rendah (kurang dari 500 keV) dengan DC
Tinjauan Pustaka
17
power supply tipe Cockcroft-wolton. Blok diagram dari MBE 350 keV/10 mA dapat dilihat pada Gambar 7.
Keterangan gambar: 1. 2. 3. 4. 5.
Sumber tegangan tinggi Sumber elektron (Electron gun) Tabung akselerator Magnet pemayar Tabung pemayar
6. 7. 8. 9. 10.
Jendela pemayar Pompa turbo Sumber tegangan terisoler Pompa rotari Konveyor
Gambar 7. Blok diagram mesin berkas elektron tipe BA 350 keV/10 mA (Suhartono 2004). Prinsip kerja MBE 350 keV/10 mA secara umum adalah elektron yang dipancarkan dari filamen (dari bahan tunsten) yang dipanaskan dalam ruang vakum tinggi oleh catu daya listrik. Elektron diarahkan dan difokuskan oleh medan listrik, dipercepat oleh tegangan tinggi pada tabung pemercepat, kemudian dipayarkan kedalam tabung pemayar oleh medan magnet dan menembus jendela tipis (window foil) ke atmosfir yang menghasilkan berkas elektron berenergi tinggi (Suhartono 2004).
Tinjauan Pustaka
18
Dosis Radiasi Satuan dosis radiasi mulanya diberi nama rad tetapi selanjutnya digunakan Satuan Internasional (SI) yang diberi nama Gray (Gy), 1 Gy = 100 rad atau Joule/kg. Sesuai dengan tujuan iradiasi dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok ialah dosis rendah (< 1 kGy), sedang (1-10 kGy) dan tinggi (10-50 kGy). Tabel 3 menunjukkan persyaratan dosis iradiasi yang dibutuhkan untuk mengiradiasi jenis pangan tertentu. Tabel 3. Persyaratan dosis dalam berbagai penerapan iradiasi pangan a).
No.
1
2
3
TUJUAN
DOSIS ( kGy )
PRODUK
DOSIS RENDAH ( s/d. 1 kGy ): - Pencegahan pertunasan
0.05 - 0.15
- Pembasmian serangga dan parasit
0.15 - 0.50
- Perlambatan proses fisiologis
0.50 - 1.00
Kentang, bawang putih, bawang bombay, jahe, dll Serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan, daging kering. Buah-buahan dan sayuran segar
- Perpanjangan masa simpan
1.00 - 3.00
Ikan, arbei segar, dll
- Pembasmian mikroorganisme perusak dan patogen
1.00 - 7.00
Hasil laut segar dan beku, daging, daging unggas segar/beku, dll
- Perbaikan sifat teknologi pangan
2.00 - 7.00
Anggur (meningkatkan sari), sayuran kering (mengurangi waktu pemasakan)
DOSIS SEDANG (1-10 kGy ) :
DOSIS TINGGI *) ( 10-50 ) kGy : - Pensterilan - industri (kombinasi dengan panas sedang)
30 - 50
Daging, daging unggas, hasil laut, makanan siap saji, makanan steril
- Pensterilan bahan tambahan makanan tertentu dan komponennya
10 - 50
Rempah - rempah, sediaan enzim, gum alami, dll
Keterangan : *) Komisi Codex Alimentarius Gabungan FAO/WHO menyetujui penggunaan dosis ini, sejak bulan Maret 2003 (IAEA 2004), dengan catatan hanya digunakan berdasarkan legitimasi sesuai dengan kebutuhan teknologi yang ditujukan untuk higiene pangan.
a) WHO (1988) dan IAEA (2004).
Tinjauan Pustaka
19
Dosimetri Dosimetri merupakan suatu metode pengukuran dosis serap (absorbsi) radiasi terhadap produk dengan teknik pengukuran yang didasarkan pada pengukuran ionisasi yang ditimbulkan akibat radiasi menggunakan dosimeter (IAEA 2002; McLaughlin et al. 1989). Menurut Tanaka (1977) dan McLaughlin et al. (1989) mengemukakan dosimeter CTA film merupakan sistem dosimetri yang direkomendasikan untuk sinar gamma dan elektron. Dosimeter ini merupakan dosimeter rutin dan digunakan pada kisaran antara 10-150 kGy. Adapun prinsip dari dosimeter CTA film adalah mengukur perubahan optical density (OD) per unit dosis. Sundardi (1976) mengemukakan bahwa film selulosa triasetat (STA) dapat dipergunakan sebagai dosimeter elektron dan gamma pada kecepatan dosis yang tinggi tetapi pada kecepatan dosis yang rendah diperlukan beberapa koreksi. Dosimeter film selulose tri-asetat menyerap sinar ultra violet (UV) pada daerah panjang gelombang antara 253 dan 313 mμ. Sunaga (1994) telah mengembangkan dosimetri menggunakan Grafchromic film dosimeter untuk proses sterilisasi dan pengawetan makanan dengan sumber berkas elektron (0,12-3 MeV) dan pengukuran energi elektron secara simultan. Farrar (2000) mengemukakan bahwa sampai saat ini sudah tersedia 20 international standar organization (ISO) dosimetri untuk proses radiasi, dan beberapa diantaranya telah memenuhi standar ISO yaitu ASTM E1204-93 untuk dosimetri fasilitas sinar gamma untuk proses makanan, penggunaan dosimeter alanin dengan alat ukur electron paramagnetic resonance (EPR) yaitu ASTM E1607-94, dan untuk dosimetri fasilitas proses radiasi mesin berkas elektron (MBE) energi 300 KeV-25 MeV dan 80-300 keV masing-masing adalah ASTM1649-94 dan ASTM1818-96. Fasilitas Radiasi Fasilitas radiasi adalah sarana proses yang menggunakan energi radiasi, biasanya dilakukan dalam fasilitas radiasi gamma (Iradiator) atau dalam fasilitas radiasi energi tinggi (akselerator elektron). Tanhindarto & Sudrajat (2004) untuk memproduksi makanan iradiasi yang diawetkan melalui proses radiasi yang dilakukan di iradiator, ada beberapa pihak yang bertanggung jawab dalam suatu
Tinjauan Pustaka
20
kegiatan proses produksi yaitu produsen bertanggung jawab atas kualitas produksi termasuk keamanan pangan dan sterilitasnya, sedang fasilitas radiasi bertanggung jawab akan ketepatan dosis radiasi yang harus diterima pada bahan yang diiradiasi. Interaksi Radiasi Pengion dengan Bahan Interaksi radiasi pengion dengan bahan adalah terjadinya pemindahan energi partikel melalui tumbukan dengan muatan di dalam bahan dan penurunan intensitas gelombang elektromagnetik ketika melewati bahan. Energi yang dipindahkan kepada bahan menimbulkan ionisasi dan eksitasi. Secara skematik interaksi radiasi berkas elektron dan sinar gamma dengan bahan, dapat digambarkan seperti pada Gambar 8. Ionisasi adalah pelepasan elektron dari orbit atomnya akibat adanya energi dari luar. Eksistasi adalah pemindahan elektron ke tingkat orbit yang lebih tinggi jika diberi energi dari luar. Interaksi sinar gamma, sinar X dan berkas elektron pada bahan akan tergantung pada energinya, ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi yaitu interaksi photoelektrik, interaksi compton, dan produksi pasangan ion. Menurut Diehl (1995) dari ketiga interaksi yang paling dominan pada iradiasi makanan adalah interaksi compton. Pelepasan elektron karena interaksi compton ini sudah cukup menyebabkan terjadinya ionisasi.
Gambar 8. Interaksi radiasi dengan materi a) Radiasi elektron; b) Radiasi sinar gamma atau X (Diehl 1995).
Tinjauan Pustaka
21
Noemi (1987) mengemukakan bahwa radiasi ionisasi akan menyebabkan dua efek biologi pada serangga yaitu letalitas dan sterilitas. Efek letal menyebabkan kematian serangga dalam periode waktu yang bergantung pada besarnya dosis radiasi. Sedang sterilitas akan menyebabkan hilangnya kemampuan bereproduksi meskipun serangga masih hidup dalam beberapa minggu. Menurut Sutrisno (2004) menyatakan bahwa ada dua teori interaksi dengan materi biologi ada 2 yaitu hit theory dan indirect hit theory. Teori yang pertama yaitu radiasi langsung menghantam materi yang dilaluinya dan yang kedua yaitu terjadinya radikal bebas reaktif yang dapat merusak materi yang dilalui. Dari interaksi antara radiasi dan materi hidup terjadilah efek biologi. Brown (1973) menyatakan efek biologi dari interaksi radiasi dan materi dapat dikelompok menjadi 4 yaitu : 1. Acute (efek yang cepat terjadi dalam kurun waktu jam, hari atau minggu), 2. Delayed (efek yang tampak dalam kurun waktu bulan atau tahun), 3. Genetic (efek yang tampak hanya pada keturunan), 4. Foetal (efek yang terjadi pada embrio yang diiradiasi). Teknik pengendalian hama dengan iradiasi yang dikenal dengan teknik serangga mandul (TSM) merupakan faktor yang dianggap menyebabkan kemandulan pada serangga iradiasi. Bila dosis iradiasi yang digunakan cukup tinggi akan menyebabkan kematian serangga. Dosis radiasi ini yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dosis disinfestasi radiasi serangga hama gudang untuk tujuan pengawetan bahan pangan pasca panen Sutrisno (2004). Soegiarto (1970) mengemukakan ada dua mekanisma kerusakan akibat radiasi pada serangga yaitu kerusakan intraseluler dimana radiasi mengion mengganggu perjalanan normal proses mitosis dan besar kecilnya gangguan pada mitosis bergantung pada tingkat mana proses berlangsung ketika menerima penyinaran. Kedua, kerusakan besar (gross injury) pada tubuh serangga akan mengikuti hukum Bergonie-Tribondeau (1906) yaitu bahwa kepekaan sel terhadap radiasi berbanding lurus dengan keaktifan bereproduksinya dan berbanding terbalik terhadap tingkat differensiasinya. Radiasi pengion dapat memberikan efek nyata pada asam nukleat yang ditandai oleh adanya perubahan pada basa dan pirimidin, kerusakan pada struktur
Tinjauan Pustaka
22
glikosida. Efek radiasi pada asam deoksiribonukleat (DNA) dapat memberikan kontribusi yang penting pada pengawetan makanan karena dapat mengakibatkan inaktivasi mikroorganisme, disinfestasi serangga, penghambatan pertunasan dan penundaaan kematangan pada buah (Sofyan 1994, 1985) Prinsip Iradiasi Pangan Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan yaitu radiasi elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik ialah radiasi yang menghasilkan foton yang berenergi tinggi sehingga sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksistasi pada materi yang dilaluinya. Iradiasi ini dinamakan iradiasi pengion, contoh iradiasi pengion adalah partikel alpha (α), partikel beta (β), dan sinar gamma (γ). Di antara radiasi pengion tersebut yang terbanyak digunakan adalah sinar gamma (γ). Adapun prinsip pengawetan bahan pangan dengan iradiasi secara umum dapat dilihat pada Gambar 9. Radiolisis Air Air merupakan komponen yang paling utama pada bahan pangan, molekul air akan terserap pertama kali terhadap energi ionisasi dan terbentuk radikal dengan perubahan muatan positif, tanda titik (dot) ion positif air dinyatakan sebagai radikal bebas dengan tanda tunggal pada bentuk formula tanpa memperlihatkan elektron. (CAST 1989). H2O + energi ionisasi
Æ
H2O•+ + e-
Menurut Diehl (1995) air terdapat pada setiap bahan pangan terutama bahan makanan segar. Oleh karena itu, radiolisis air perlu mendapat perhatian dalam iradiasi makanan. Produk radiolitik air secara umum yaitu : OH•
radikal hidroksil
e-aq
elektron aqueous terlarut (solvated atau hydrated)
H•
radikal atom hidrogen
H2
hidrogen
H2O2
hidrogen peroksida
H3O+
solvated proton (hydrated)
Tinjauan Pustaka
23
sedang menurut O’Donnell & Sangter (1970) mungkin juga terbentuk H2O* dan H3O• dan reaksinya sangat cepat dengan waktu sekitar 10-8 detik, tetapi Swallow dalam Elias & Cohen (1977) melaporkan bahwa pengaruh energi gamma, sinar X dan elektron cepat terhadap air murni akan terjadi melalui persamaan sebagai berikut: H2O Æ 2,7 OH• + 2,7 e-aq + 0,55 H• + 0,45 H2• + 0,71H2O2• + H3O+ dimana angka disebelah kanan dari persamaan menunjukkan nilai G energi radiasi tidak lebih dari 0,1 MeV.
Sumber Radiasi [60Co], [137Cs], Mesin sinar X atau Akselerator elektron Sinar gamma ( γ ), Sinar X atau Elektron cepat Sel hidup
- Ionisasi - Eksitasi
Reaksi kimia
Efek biologi
- Menghambat pertunasan
- Disinfestasi serangga,
- Menunda proses pematangan
- Membunuh parasit, Mikroorganisme, dan mikroba patogen
Gambar 9. Skema prinsip pengawetan bahan pangan dengan iradiasi.