TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penghisap Polong (Riptortus linearis Fabr.) Telur Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter telur 1,0-1,2 mm. Peletakan telur terjadi pada pagi, siang ataupun sore hari. Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabua-abuan, kemudian berubah menjadi coklat kegelapan (Gambar 1). Telur diletakkan secara berkelompok atau satu-satu. Seekor betina dapat meletakkan telur 1-14 butir sehari. Lama stadium telur hingga menetas sekitar 6 - 7 hari (Purwono, 1985).
Gambar 1: Telur R. linearis (lingkaran merah) Sumber : Foto langsung Nimfa Nimfa instar I mirip semut gramang, berwarna kekuning-kuningan, aktif bergerak dan mencari makan (Gambar 2a). Rata-rata lama stadium 2,06 ± 0,76 hari. Instar II juga mirip semut gramang, berwarna coklat kekuningan, aktif bergerak dan mencari makan (Gambar 2b). Rata-rata lama stadium adalah 4,75 ± 1,61 hari. Nimfa instar III berbentuk seperti semut rangrang, berwarna coklat, aktif bergerak tetapi tidak seaktif instar I dan
Universitas Sumatera Utara
II (Gambar 2c). Rata-rata lama stadium adalah 4,55 ± 2,28. Nimfa instar IV mirip semut hitam, tidak seaktif instar I dan II (Gambar 2d). Stadium instar IV berlangsung 4,54 ± 2,27 hari. Instar V berwarna hitam agak abu-abu (Gambar 2e). Stadium instar V berlangsung 6,20 ± 1,58 hari (Mawan dan Amalia, 2011). Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II adalah 4,20 mm, instar III adalah 6 mm, instar IV adalah 7 mm dan instar V adalah 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali, 1976 dalam Prayogo dan Suharsono, 2005). a
c
b
d
e
Gambar 2: Nimfa R. linearis (a) instar I, (b) instar II, (c) instar III, (d) instar IV dan (e) instar V Sumber : Foto langsung Imago Imago berukuran panjang 16-18 mm dan mempunyai garis kuning di bagian sisi tubuhnya (Chanthy et al., 2010). Imago bertubuh memanjang dan berwarna kuning kecoklatan. Imago memiliki sayap sehingga bisa terbang (Gambar 3). Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat terlihat pada bagian
Universitas Sumatera Utara
abdomen. Pada abdomen betina terdapat garis segitiga berwarna putih, sedangkan pada jantan hanya ada garis memanjang berwarna putih. Jika sudah berisi telur, serangga betina memiliki abdomen yang membesar dan menggembung pada bagian tengah, sedangkan abdomen jantan lurus ke belakang. Rata-rata lama stadium imago adalah 29,3 ± 3,75 hari. Lama perkembangan R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari (Mawan dan Amalia, 2011).
Gambar 3: Imago R. linearis Sumber : Foto langsung Gejala Serangan Nimfa maupun imago mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan menusukkan stiletnya. Tingkat kerusakan akibat R. linearis bervariasi, bergantung pada tahap perkembangan polong dan biji. Tingkat kerusakan biji dipengaruhi pula oleh letak dan jumlah tusukan pada biji. Serangan R. linearis pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji kempes, polong tampak bintik-bintik hitam, mengering dan gugur (Gambar 4). Sedangkan pada biji akan tampak kehitam-hitaman, kosong dan gepeng (Todd
dan
Turnipseed,
1974
dalam
Prayogo
dan
Suharsono,
2005;
Kementan, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4: Gejala serangan pada polong kedelai (lingkaran merah) Sumber : Foto langsung Pengendalian Pada umumnya, pengendalian hama masih mengandalkan insektisida kimia. Penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan resistensi, resurjensi, musnahnya serangga berguna serta pencemaran terhadap kesehatan dan lingkungan. Pengurangan penggunaan insektisida di areal pertanian menuntut tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, di antaranya dengan memanfaatkan musuh alami dan penggunaan insektisida nabati (Asadi, 2009). Insektisida Nabati Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai salah satu sumber insektisida nabati didasarkan bahwa terdapat mekanisme pertahanan dari tumbuhan. Setiap jenis tumbuhan menghasilkan minyak atsiri dengan aroma yang spesifik. Definisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology adalah senyawa yang berwujud cairan, diperoleh dari bagian akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan (Sastrohamidjojo, 2004). Insektisida memiliki fungsi sebagai repelan atau menolak kehadiran serangga dengan bau yang menyengat, antifidan atau mencegah serangga
Universitas Sumatera Utara
memakan tanaman yang telah disemprot, menghambat reproduksi serangga betina, racun syaraf dan mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh seranggga (Syakir, 2011). Insektisida nabati dibuat dari bahan tumbuhan yang relatif mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang. Bahan aktif insektisida nabati mampu meracuni hama hingga 2-3 hari, tergantung kondisi lapangan dan keadaan cuaca (Tarumingkeng, 1992 dalam Santosa, 2009). Lengkuas (Languas galangal L.) Rimpang lengkuas besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2 - 4 cm dan bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak
kemerahan
atau
kuning
kehijauan
pucat,
mempunyai
sisik-sisik
berwarna putih atau kemerahan dan keras mengkilap (Gambar 5). Bagian dalam rimpang berwarna putih. Rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak essensial terdiri atas metil-sinamat 48%, sineol 20-30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, galangin, galanganol dan beberapa senyawa flavonoid (Setiawati et al., 2008). Riyanto (2009) menyatakan insektisida berbahan ini bersifat toksik dan repelen.
Gambar 5: Rimpang lengkuas Sumber : Foto langsung
Universitas Sumatera Utara
Serai (Andropogon nardus L.) Serai merupakan tanaman rumput-rumputan tegak, menahun dan mempunyai perakaran yang dalam dan kuat. Batang membentuk rumpun, pendek dan bulat. Daun serai merupakan daun tunggal dan pelepah daunnya silindris (Gambar 6) (Budiasih, 2011). Minyak atsiri serai terdiri dari senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol, farnesol methyl heptenol dan dipentena. Kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan geraniol sebesar 35-40% (Setiawati et al., 2008).
Gambar 6: Daun serai Sumber : Foto langsung Insektisida Hayati Metarhizium anisopliae Pengendalian hayati seperti pemanfaatan parasitoid, virus, predator dan jamur entomopatogen mempunyai harapan besar di masa mendatang untuk menggantikan insektisida kimia karena tidak mempunyai dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan. Jamur entomopatogen adalah komponen pengendalian yang dapat memberi peluang cukup baik (Surtikanti dan Yasin, 2009). M. anisopliae termasuk dalam divisi Deuteromycotina : Hyphomycetes. Jamur ini biasa disebut dengan green muscardine fungus dan tersebar luas di
Universitas Sumatera Utara
seluruh dunia. Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter 1,98–2,97 µm, konidia tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin dan berbentuk bulat silinder dengan ukuran 9 µm (Gambar 7) (Prayogo et al., 2005).
konidia
Gambar 7: Konidia M. anisopliae Sumber : Prayogo et al. (2005) Penggunaan jamur untuk mengendalikan serangga hama dapat dilakukan dengan aplikasi kontak langsung. Aplikasi ini memungkinkan konidia jamur langsung mengenai tubuh serangga dalam jumlah banyak sehingga konidia dapat cepat melekat (Desyanti et al., 2007). Mekanisme infeksi M. anisopliae yang pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh serangga. Propagul jamur M. anisopliae berupa konidia. Tahap kedua adalah proses penempelan dan perkecambahan propagul jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga adalah penetrasi dan invasi, jamur membentuk tabung kecambah (appresorium) pada saat melakukan penetrasi menembus integumen. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim. Kemudian destruksi pada titik penetrasi dan terbentuknya blastospora yang selanjutnya beredar ke dalam haemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang
Universitas Sumatera Utara
jaringan lainnya. Pada umumnya serangga sudah mati sebelum proliferasi blastospora. Enam senyawa enzim dikeluarkan oleh M. anisopliae yaitu lipase, khitinase, amilase, proteinase, pospatase dan esterase. Pada waktu serangga mati, fase perkembangan saprofit jamur dimulai dengan penyerangan jaringan dan berakhir dengan pembentukan organ reproduksi. Pada umumnya semua jaringan dan cairan tubuh serangga habis digunakan oleh jamur, sehingga serangga mati akan mengalami perubahan warna menjadi coklat kehitaman, mengkerut, mengeras seperti mumi dan ditumbuhi hifa jamur berwarna hijau (Prayogo et al., 2005; Thalib et al., 2012). Menurut Fuxa dan Tanada (1987) dalam Santoso et al. (2006), faktor penting terjadinya infeksi jamur entomopatogen pada serangga adalah populasi jamur entomopatogen, populasi inang dan kondisi lingkungan. Umumnya unit infektif dari jamur adalah spora. Banyaknya inokulum menentukan keberhasilan infeksi jamur. Banyaknya inokulum dinyatakan sebagai banyaknya spora/konidia per satuan volume larutan yang dikenal dengan kerapatan spora. Insektisida Kimia Deltametrin Insektisida adalah suatu bahan khusus yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama dengan dampak seminimal mungkin bagi organisme lain (non-target). Pada umumnya, para petani masih sangat menggantungkan pada penggunaan kimia sintetik dalam upaya memperkecil kerugian ekonomi akibat serangan organisme pengganggu tanaman. Penggunaan yang tidak tepat dan benar dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti resistensi hama, residu pestisida maupun masalah kesehatan manusia (Setiawati et al., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Timbulnya strain tahan terhadap insektisida kimia adalah fenomena yang sering terjadi pada serangga, sehingga dapat menurunkan keefektifan insektisida tersebut. Marwoto dan Bedjo (1996) menyatakan ketahanan/resistensi S. litura terhadap beberapa golongan insektisida telah ditemukan hampir di seluruh daerah produsen kedelai di Jawa Timur, karena 90% petani menggunakan insektisida secara terus menerus dengan takaran yang kurang tepat. Insektisida
deltametrin
adalah
insektisida
golongan
piretroid.
Piretroid adalah senyawa sintesis kimia dari piretrum. Nama kimia deltametrin adalah
(S)–α–cyano–3–phenoxybenzyl
(1R,
3R)–3–(2,2–dibromovinyl)–2,2
dimethylcyclopropanecarboxylate (Gambar 8). Insektisida ini bersifat racun kontak dan lambung (Johnson et al., 2010).
Gambar 8: Struktur kimia deltametrin Sumber : Johnson et al. (2010)
Universitas Sumatera Utara