2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung Jagung (Zea mays L) merupakan tanaman semusim yang termasuk famili rumput-rumputan. Selain jagung, tanaman lain yang termasuk dalam famili yang sama adalah gandum, barley, gandum hitam, dan sorgum (Wallace et al., 1949). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman. Bunga jantan tumbuh dibagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescene) dengan serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Sedangkan bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh dari ruas/buku diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif dan disebut sebagai varietas profilik. Biji jagung kaya akan karbohidrat, yang sebagian besar terdapat pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80 % dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin (Estiningrum, 2007). Kondisi pengeringan biji jagung yang direkomendasikan (Chakraverty & Singh, 2001) diantaranya pemanasan maksimum suhu udara pengering yang akan mengenai bahan untuk benih 43 oC, pangan 54 oC dan pakan 82 oC. Kedalaman bak jagung untuk model pengeringan statis dengan udara yang dipanaskan adalah 40-60 cm. Laju aliran udara minimum yang dibutuhkan pada kadar air 20-30% adalah 2,4-4,0 m3/menit. Serta kadar air jagung saat pemanenan untuk pengeringan jemur sebesar 25% dan untuk pengeringan dengan udara yang dipanaskan sebesar 35%. Dari aspek persyaratan mutu biji jagung untuk pedagangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Sulikah, 2007). Persyaratan kulitatif jagung meliputi: produk harus terbebas dari hama dan penyakit, produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam), produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida, memiliki suhu normal. Sedangkan persyaratan kuantitatif diantaranya kadar air untuk mutu I dan II sebesar 14% , mutu III sebesar 15% dan mutu IV sebesar 17%.
5
2.2 Sistem Pengeringan Terdapat banyak jenis mesin pengering yang sering digunakan dalam proses pengeringan untuk berbagai kriteria diantaranya dari aspek modus operasi, jenis masukan panas, keadaan bahan dalam mesin pengering, tekanan operasi, media pengeringan
(konveksi),
suhu
pengeringan,
jumlah
tahapan
dan
lainnya.
Pengelompokan mesin pengering berdasarkan mode masukan energi panas dibedakan atas mesin pengering langsung dan mesin pengering tak-langsung (Mujumdar et al., 2001). Pengering yang banyak dikaji akhir-akhir ini adalah sistem pengeringan yang memanfaatkan efek rumah kaca (ERK) yang menggunakan sumber energi terpadu dari jenis surya, listrik dan biomassa (Hybrid). Pada sistem pengeringan ini, Nelwan (2005) melakukan simulasi penggunaan energi untuk parameter suhu dan kelembaban udara pengering dengan kendali logika fuzzy pada pengering yang perbesar (scale up) hingga kapasitas 500 kg. Skenario yang dihasilkan terdiri atas tiga pilihan yakni (1) pada skenario VI: suhu udara pengeringan 55 oC dan RH 35 %, (2) skenario VII: suhu udara pengeringan 45 oC dan RH 50 % dan (3) skenario VIII: suhu udara pengeringan 40 oC dan RH 70 %. Hasil masing-masing skenario menyebabkan perubahan laju pembakaran tungku dan laju udara pengeringan yang bervariasi. Lama pengeringan untuk skenario VI; 16,5 jam, skenario VII; 26 jam dan skenario VIII; 39 jam. Laju pembakaran untuk skenario VI, VII dan VIII adalah 12, 7 dan 3 kg/jam. Kondisi suhu dan RH udara lingkungan dan ruang pengeringan dalam penelitian Mulyantara (2008) memberikan kisaran suhu lingkungan antara 28,7 – 38,7°C dengan rata-rata suhu sebesar 33,5°C, pengujian II mempunyai suhu antara 31,3 – 37,9°C dengan rata-rata suhu 34,7°C, dan pada pengujian III suhu berlangsung antara 30,7 – 37,4°C, dengan rata-rata suhu adalah 34,9°C. Kelembaban relatif (RH) lingkungan pengujian I berkisar antara 62,1 – 98,1%, pengujian II mempunyai kisaran 65,9 – 82,5% dan pengujian III antara 58,7 – 80,3% dengan rata-rata RH masing-masing berturut-turut adalah 79,4%, 76,1%, dan 69,7% . Omid et al., (2006) melakukan pengeringan gabah dengan model lapisan tipis pada sebuah pengering dengan teknik kontrol suhu dan kelembaban udara. Dengan menggunakan sensor suhu LM35 dan sensor kelembaban kapasitif yang ditempatkan
6
setelah rak bahan, sistem pengontrolan mampu mempertahankan suhu pada tingkat yang digunakan; 30, 40, 50, 60 dan 70 oC. Bahan dengan kadar air awal 27%bk dan tingkat suhu yang digunakan 50, 60, 70 oC, pengeringan berlangsung dalam waktu 100 – 160 menit. Kecepatan udara yang digunakan pada tingkat yang berbeda yakni 0,25, 0,5, 0,75 dan 1 m/detik. Kecepatan udara optimum yang diperoleh pada tingkat 0,75 m/detik menunjukkan korelasi yang kuat antara suhu dengan laju pengeringan. Hendarto (2008) melakukan pengeringan biji jagung pada Instore Drying (ISD) dengan teknik kontrol on/off beralgoritma PID pada blower penghembus udara keluar bin. Kondisi blower on pada saat kadar air kesetimbangan biji jagung (Me) dalam bin yang diasumsikan besarannya sama dengan perhitungan suhu dan kelembaban udara yang terdeteksi melalui sensor SHT75; lebih besar dari kadar air kesetimbangan udara lingkungan.
Dengan memanfaatkan udara lingkungan bersuhu rata-rata 32,8 oC,
jagung dari kadar air 17,6 % dapat dikeringkan hingga kadar air 12,4 % dalam waktu 49 jam. Harital (1999) melakukan kajian pengembangan sistem pengontrolan suhu dengan algoritma PID pada sistem pemeraman buatan (artificial ripening). Terdapat empat tahapan penyusunan program PID sebelum digunakan untuk proses pemeraman yakni program kalibrasi sensor, program respon transien, program pengujian parameter PID dan program pemeraman akhir. Program respon transien disusun berdasarkan data sistem kontrol On/Off sehingga diperoleh data keluaran berupa konstanta (K), waktu integral (Ti), dan waktu diferensial (Td) sebagaimana terlihat pada persamaan dasar aksi kontrol PID berikut.
⎡ de(t ) ⎤ 1 u (t ) = K ⎢e(t ) + ∫ e(t )dt + Td ⎥ Ti dt ⎦ ⎣ dimana u adalah variabel keluaran kontrol, e adalah nilai error parameter kontrol (Set Point-Aktual). Keluaran kontrol sebanding dengan penjumlahan tiga bagian yakni: P (sebanding dengan error), I (sebanding dengan integral error) dan D (sebanding dengan diferensial error). Nizar J.E. (1997) melakukan pengendalian suhu dalam ruang pengering model dengan dan tanpa beban (skala laboratorium). Teknik kontrol logika fuzzy dengan
7
matriks keputusan 3x3, 7x7 dan 11x11 untuk pengeringan tanpa beban menunjukkan bahwa matriks unjuk kerja 11x11 memiliki keluaran yang lebih baik dan halus. Pemberian set point suhu yang berbeda; 45 oC, 50 oC dan 55 oC pada matriks unjuk kerja 11x11 menunjukkan bahwa kenaikan suhu tiap derajat Celcius pada nilai set point yang lebih tinggi menjadi lebih cepat. Perlakuan beban pengeringan berupa irisan wortel menyebabkan waktu pencapain suhu set point menjadi lebih lama dibandingkan dengan tanpa beban. Senjaya I. (1998) menerapkan sistem kontrol fuzzy untuk mengatur suhu pada ruang pengering model rumah kaca berukuran panjang 36 cm, lebar 36 cm dan tinggi 27 cm. Pengujian dilakukan dengan set point suhu yang berbeda; 40 oC, 50 oC dan 60 o
C serta menghitung RH udara melalui persamaan psychrometric. Hasil menunjukkan
bahwa dari ketiga set point suhu, pengontrolan pada nilai 40 oC memberikan waktu pencapaian yang lebih cepat serta simpangan yang lebih kecil. Kelembaban udara ruang pada set point suhu 40 oC berkisar 58 – 59 %RH, pada suhu 50 oC berkisar 39 – 42 %RH dan pada suhu 60 oC berkisar 30 – 33 %RH. Stawczyk dan Czapnik (2004) mengembangkan sistem kontrol pada pengeringan tipe semprot (spray drying). Sistem kontrol logika fuzzy digunakan sebagai cara praktis untuk mengatasi permasalahan dalam bidang rekayasa khususnya model non linier dan model kompleks tak konsisten (ambiguity). Logika fuzzy mampu memberi solusi pada data diskrit (discrepancies) dan semu (polysemy) ketika pengolahan data real. Logika fuzzy dipandang sebagai suatu metode/alat untuk optimasi parameter operasi pada proses pengeringan. Mansor H., et al., (2008) menerapkan pengontrolan logika fuzzy pada proses pengeringan biji-bijian. Proyek pengering biji-bijian tersebut sebelumnya sulit untuk dikontrol karena panjangnya proses waktu tunda dan karakteristiknya yang non linier. Pengontrolan terdiri atas dua input; error antara kadar air biji-bijian dan set point dan laju perubahan errornya serta satu output fuzzy digunakan untuk menggerakkan laju aliran biji-bijian. Seluruh pengujian menunjukkan hasil yang baik dan kontrol logika fuzzy stabil dan kuat terhadap gangguan (noise) serta respon yang sangat cepat mendekati nilai set point.
8
Lu C., et a.l. (2006) merancang sistem kontrol fuzzy pada alat pengering cepat (microwave) untuk tanaman obat-obatan China. Sistem kontrol juga menggunakan chip prosessor tunggal 8051 dan sensor temperatur model NJL9103. Dengan menerapkan teknik kontrol fuzzy, sistem pengeringan memiliki karakter pintar (intellectualized) dan hanya membutuhkan daya atau energi kecil. Darjat (2008) menerapkan sistem pengendalian suhu dan kelembaban pada mesin pengering kertas dengan logika fuzzy. Sistem kontrol memanfaatkan mikrokontroller Atmega 8535 dengan sensor suhu dan kelembaban SHT11 digunakan untuk memperoleh hasil pengeringan berupa kertas kering ideal dengan suhu 33-35 oC dan kelembaban 41 %. Dengan pengujian 3 nilai set point yang berbeda; 40 oC, 45 oC dan 50 oC, Set point 50 oC memberikan hasil yang bersesuaian dengan suhu kertas 38 o
C dan kelembaban 40,9 %. Sedangkan set point 40 oC dan 45 oC masing-masing
menghasilkan suhu kertas 34,7 oC dan 36,1 oC serta kelembaban 49,2 % dan 43,5 %. 2.3 Logika Fuzzy Sistem fuzzy yang diperkenalkan oleh Prof. L.A. Zadeh di Barkeley pada tahun 1965 adalah teori yang memasukkan seluruh anggota himpunan semesta menjadi anggota suatu himpunan tertentu berdasarkan nilai atau derajat keanggotaan. Berbeda dengan konsep himpunan yang sejak dahulu banyak digunakan, yaitu himpunan crisp yang memiliki batasan yang jelas, himpunan fuzzy tidak memiliki batasan yang jelas (kabur). Himpunan fuzzy (fuzzy sets) merupakan media komunikasi yang berbicara mengenai logika alami dan kompleksitas di antara manusia dan pengetahuan sosial (Marimin, 2002 didalam Nugroho, 2007).
Himpunan fuzzy dan fungsi
keanggotaannya didefenisikan sebagai berikut: “Jika x adalah koleksi dari objek-objek yang dinotasikan sebagai X, maka suatu himpunan fuzzy A dalam x adalah himpunan dari pasangan nilai: A = {(x, µA(x)}|x Є X}, dimana µA(x) disebut sebagai fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy A. Fungsi keanggotaan tersebut memetakan setiap elemen dari x ke sebuah derajat keanggotaan dengan nilai antara 0 dan 1” (Jang et al., 1997 didalam Nugroho, 2007).
9
Logika fuzzy merupakan bagian dari logika boolean, yang digunakan untuk menangani konsep derajat keanggotaan, misalnya derajat keanggotaan bilangan diantara selang 0 dan 1. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan verbal yang disebut label. Dalam logika fuzzy terdapat beberapa proses (inferensi fuzzy), yaitu penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then, dan penegasan (defuzzy). 2.4 Inferensi fuzzy Sistem inferensi fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy (Marimin, 2002 didalam Nugroho, 2007). Inferensi fuzzy adalah suatu proses perumusan model untuk mendapatkan sebuah keluaran menggunakan logika fuzzy dari suatu masukan.
Model yang ada dapat
dijadikan suatu dasar untuk pengambilan keputusan atau pembedaan pola. Sistem inferensi fuzzy telah berhasil diterapkan pada beberapa bidang seperti kontrol automatis, klasifikasi data, analisis keputusan, sistem pakar dan computer vision. Karena itu, sistem inferensi fuzzy biasa dikenal dengan nama fuzzy-rule-based system, fuzzy expert system, fuzzy modeling, fuzzy associative memory, dan fuzzy logic controllers ([Math works] 2004 didalam Nugroho, 2007). 2.4.1. Penentuan gugus fuzzy Penentuan gugus atau keanggotaan fuzzy melalui suatu fungsi yang memetakan tiap elemen himpunan ke suatu nilai keanggotaan yang besarnya antara 0 dan 1. Beberapa jenis fungsi keanggotaan fuzzy adalah trapezoidal, triangular, gaussian dan sigmoidal.
Jenis trapezoidal adalah fungsi keanggotaan yang
berbentuk trapesium, dan triangular adalah fungsi keanggotaan yang berbentuk segitiga.
Keduanya adalah fungsi keanggotaan yang paling sederhana karena
hanya tersusun dari beberapa garis lurus. Contoh himpunan dan keanggotaan fuzzy; sebuah sistem fuzzy untuk mengukur suhu mempunyai 5 buah membership function dengan label sangat dingin, dingin, hangat, panas dan sangat panas. Nilai yang diperoleh dari crisp input adalah 47 oC maka penentuan gugus fuzzy (fuzzy inputnya) seperti gambar 1 berikut.
10
Gambar 1. Fungsi keanggotaan fuzzy; triangular dan trapesium Dua buah fuzzy input masing-masing adalah dingin (x2) dan hangat (x1) dapat dicari melalui persamaan garis. Kedua nilai berupa x2 dan x1 selanjutnya menjadi fuzzy input bagi proses evaluasi aturan fuzzy atau fuzzy rules. Input Crisp Input Fungsi Keanggotaan
Fussifikasi Input Fuzzy
Gambar 2. Proses Fuzzifikasi 2.4.2. Penerapan aturan if-then atau Fuzzy Rules Fuzzy rules atau banyak dikenal dengan fuzzy if-then rules berbentuk: if ξ is A and ψ is B then γ is C, dimana A, B dan C adalah nilai linguistik yang didefenisikan oleh himpunan fuzzy. “ξ is A” dan “ψ is B” sering disebut sebagai antecendent atau premise, sedangkan “γ is C “ disebut sebagai consequence atau conclusion ([Math Works] 2004 didalam Nugroho, 2007). Proses ini berfungsi untuk mencari suatu nilai fuzzy output dari fuzzy input. Operator yang digunakan dalam penyusunan fuzzy rules dapat berupa AND, OR dan NOT. Operator OR memproses nilai input terbesar dan NOT untuk nilai kebalikan (1- x). Jika operator yang digunakan adalah AND maka input yang diproses adalah input terkecil, misalnya: o If suhu1 is hangat (x1) and suhu2 is dingin (x2) then pengumpan is cepat. Nilai fuzzy output dari pernyataan tersebut adalah x2 karena x2 < x1 pada gambar 1. Ilustrasi proses evaluasi aturan seperti pada gambar 3 berikut ini.
11
Input Fuzzy Aturan
Evaluasi Aturan Output Fuzzy
Gambar 3. Proses Evaluasi Aturan 2.4.3. Penegasan (Defuzzy) Penegasan atau defuzzy merupakan suatu proses pengubahan output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crisp). Terdapat beberapa metode defuzzifikasi, namun yang paling sering digunakan adalah metode centroid dan maksimum (Marimin, 2002 didalam Nugroho, 2007). Ilustrasi penegasan atau defuzzy terlihat pada gambar 4. Fuzzy Output Output Fungsi Keanggotaan
Defuzzifikasi Output Crisp
Gambar 4. Proses Penegasan Rumus yang digunakan dalam proses ini adalah: Crisp Output (Y) =
∑ (fuzzy output ) x (singleton position on x axis ) ∑ ( fuzzy output ) i
i
i
i
..............
(1)
i
2.5 Sensor Suhu dan Kelembaban Sensor yang digunakan adalah SHT11 dan SHT75 yang terdiri atas sensor suhu dan kelembaban yang menyatu dalam satu bentuk fisik (two in one). Sensor SHT11 dan SHT75 adalah sensor digital untuk temperatur sekaligus kelembaban pertama di dunia diproduksi oleh pabrik pembuatnya, Sensirion Corp. Kedua sensor dirancang dengan 2 wire serial antarmuka, output digital dan terkalibrasi penuh.
Sensor SHT11 SHT11 adalah salah satu sensor temperatur dan kelembaban yang dikemas dalam satu chip prosessor dengan spesifikasi sebagai berikut:
12
− Sensor RH dengan selang: 0 – 100% RH, resolusi 0,03%RH, akurasi ± 3,5%RH − Sensor suhu dengan selang: -40 s.d. 123,8oC, resolusi 0,01oC, akurasi ±0,5oC
Sensor SHT75 SHT75 merupakan sensor temperatur dan kelembaban khusus untuk memperoleh kualitas pengukuran yang baik dengan presisi tinggi. Adapun spesifikasi SHT75 ini adalah sebagai berikut: − Sensor RH dengan selang: 0 – 100% RH, resolusi 0,03%RH, akurasi ± 2,0%RH − Sensor suhu dengan selang: -40 s.d. 123,8oC, resolusi 0,01oC, akurasi ±0,4oC Sensor SHT11 dan SHT75 adalah sensor yang terdiri atas 4 pin yakni pin SCK,
pin Data, pin VDD dan pin Ground. Pada modul SHT11 pin SCK berada pada jalur 3, pin Data pada jalur 1, pin VDD pada jalur 8 dan pin Ground pada jalur 4. Sedangkan pada SHT75, Pin SCK berada pada jalur 1, pin Data pada jalur 4, pin VDD pada jalur 2 dan pin Ground pada jalur 3. Pin SCK digunakan untuk serial clock input yang diberi tegangan 5 volt DC yang dihubung seri dengan resistor 10 kΩ. Hal ini sama untuk pin DATA yang merupakan serial data bidirectional. Sedangkan pin VDD dan Ground masing-masing digunakan untuk sumber tegangan dan ground.
Secara
lengkap modul dan rangkaian untuk SHT11 & SHT75 ditunjukkan pada Gambar 5. Untuk mengkonversi nilai output sensor SHT11 dan SHT75 ke nilai RH menggunakan persamaan sebagai berikut, (Sensirion.Corp. 2008): RHlinear = C1 + C2 x SORH + C3 x SORH2
(a)
...........................................................
(2)
(b)
Gambar 5. Sensor SHT11 (a) , SHT75 (b) dan Rangkaiannya
13
Koefisien konversi yang digunakan untuk mengubah nilai output sensor ke nilai RH terdiri atas C1, C2, dan C3. Sedangkan SORH yang digunakan adalah 12 bit seperti terdapat pada tabel 1. Tabel 1. Nilai koefisien konversi RH, (Sensirion.Corp. 2008). SORH
c1
c2
c3
12 bit
-4
0,0405
-2,8 * 10-6
8 bit
-4
0,648
-7,2 * 10-4
Sedangkan persamaan yang digunakan untuk mengkonversi nilai suhu dari keluaran pembacaan sensor SHT11 dan SHT75 yang berupa digital adalah sebagai berikut: Suhu = d1 + d2 x SOT
............................................................................................
(3)
Koefisien konversi yang digunakan untuk mengubah nilai output sensor ke nilai temperatur terdiri atas d1 dan d2, tabel 3, sedangkan nilai. SOT yang digunakan adalah 12 bit dengan tegangan catu (VDD) adalah 5 Volt seperti pada tabel 2. Tabel 2. Koefisien konversi temperatur berdasarkan SOT, (Sensirion.Corp. 2008) SOT 14 bit 12 bit
d2 (oC) 0,01 0,04
d2 (oF) 0,018 0,072
Tabel 3. Koefisien konversi temperatur berdasarkan VDD, (Sensirion.Corp. 2008) VDD 5V 4V 3,5V 3V 2,5V
d1 (oC) -40,00 -39,75 -39,66 -39,60 -39,66
d1 (oF) -40,00 -39,50 -39,35 -39,28 -39,35
2.6 Pengubah Digital ke Analog (Digital Analog Converter, DAC) Pada sistem kendali dan pengaturan secara digital, data hasil olahan biasanya harus diubah menjadi besaran analog agar dapat menggerakkan peralatan analog seperti motor listrik. Oleh karena itu diperlukan piranti pengubah digital ke analog yang berdasarkan metode konversinya (Dailey, 1989) dapat dibedakan menjadi dua yakni DAC metode penjumlahan resistor dan DAC metode jaringan R-2R Ladder.
14
2.6.1 DAC Penjumlahan Resistor DAC jenis ini menghasilkan sinyal analog berdasarkan penjumlahan nilai resistor (R) secara paralel pada jalur masukan penguat. Ilustrasi rangkaian untuk 4 bit seperti gambar 6 dan tegangan outputnya mengikuti persamaan:
⎛D R D R D R Vo = - VREF ⎜⎜ 1 F + 2 F + .... + n F R2 Rn ⎝ R1
⎞ ⎟⎟ ..................................................... ⎠
(4)
Gambar 6. DAC Penjumlahan Resistor 4 bit (Dailey, 1989) 2.6.2 DAC Jaringan R-2R Ladder DAC jenis ini paling sering digunakan karena hanya membutuhkan dua nilai resistor untuk berbagai masukan biner. Ilustrasi rangkaian seperti gambar 7 berikut.
Gambar 7. DAC R-2R Ladder 4 bit (Dailey, 1989) Persamaan tegangan output (Vo) dari rangkaian pada gambar 7 untuk 4 bit biner adalah:
⎛ R ⎞⎛ D D D D ⎞ Vo = (VREF )⎜⎜1 + F ⎟⎟⎜ 14 + 23 + 32 + 41 ⎟ .................................................... R1 ⎠⎝ 2 2 2 2 ⎠ ⎝ Dimana : R = Resistor dalam Ω D = bit biner VREF = Tegangan referensi dalam volt.
(5)
15
DAC 0808 adalah jenis pengubah digital ke analog jenis R-2R Ladder yakni pemasangan nilai resistor pada jalur inputnya dengan pola R-2R; R = 10 KΩ maka 2R-nya = 20 KΩ.
Pemasangan nilai resistor seperti itu dimaksudkan untuk
mendapatkan Vout yang linier (kenaikan per step nya tetap). Gambar skema dan tampak atas DAC 0808 terlihat pada gambar 8 berikut ini.
IO
Current switches R2-R Ladder
Bias currrent
Gnd
Vref (+) Vcc Reverence Current amplifier
Vref (-)
Compen
NPN Current Source pair
(a.) Diagram blok DAC 0808
(b) Tampak atas
Gambar 8. Skema DAC 0808 (MC1408), (National Semiconductor, 2008) Keluaran arus (Io) dari DAC 0808 (Dailey, 1989) dinyatakan dalam persamaan : IO =
VRe f ⎡ A8 A7 A⎤ + 2 + .... + 81 ⎥ 1 ⎢ R ⎣2 2 2 ⎦
....................................................................
(6)
Pengubah digital ke analog DAC 0808 mengubah data 8-bit arus berkecepatan tinggi menjadi data analog. Dengan menambahkan sebuah rangkaian penguat (Op-amp) ke pin 4 sebagai arus output, keluaran analog dengan impedansi input rendah dapat diperoleh.
Hubungan antara arus output (Io) dengan rangkaian
variabel untuk keluaran penguatan yang positif mengikuti persamaan berikut ini (Basak, 1991).
I O + I O = I FS
...............................................................................................
(7)
16
I ≈− FS
V R
REF
x
REF
255 mA 256
.............................................................................
(8)
: arus pada skala (beban) penuh, Amp Dimana : IFS VREF : Tegangan referensi, Volt RREF : Tahanan resefernsi, Ω
Gambar 9. Rangkaian output dengan impedansi input yang rendah (Basak, 1991) 2.7 Driver Motor AC Driver motor AC adalah rangkaian yang terdiri atas pembanding tegangan (voltage comparator), triac optoisolator dan mikrokontroler. Rangkaian pembanding tegangan menggunakan LM339 dan rangkaian triac optocoupler dengan BTA41 dan MOC3021. LM339 terdiri atas empat pembanding tegangan akurat dan independen dengan spesifikasi tegangan offset rendah sebesar maksimum 2 mV untuk semua komparator. Hal ini dirancang untuk dapat berfungsi pada sumber tegangan tunggal dengan suatu selang tertentu (2 – 36 VDC). 14
13
12
11
10
9
8
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 10. Pin LM 339 (National Semiconductor, 2009) Rangkaian ini ditujukan untuk mendeteksi tegangan nol pada arus yang mengalir (zero crossing detection) sehingga dapat dilakukan teknik kontrol delay.
17
Teknik kontrol (switch) fase tegangan selanjutnya menggunakan triac (BTA/BTB41) yang dirangkai dengan optocoupler (MOC3021) sebagai suplai tegangan bagi motor AC sehingga putarannya dapat divariasikan.
Gambar 11. Rangkaian triac optocoupler (Fairchild Semiconductor Corp. 2003) Jalur ’HOT’ pada rangkaian adalah jalur tegangan yang dikontrol dan beban dihubungkan dengan ’ground’. Tahanan 39 Ω dan kapasitor 0,01 µF sebagai ’snubber’ triac dan tahanan 360 Ω dan kapasitor 0,05 µF sebagai ’snubber’ optocoupler. 2.8 Tungku Pembakaran Tungku dimaksudkan sebagai tempat pembakaran bahan agar energi panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara optimum.
Rancangan tungku sangat
menentukan sempurna tidaknya proses pembakaran berlangsung dan menetukan laju pembakaran bahan. Proses pembakaran sempurna terjadi dari rancangan tungku yang memungkinkan jumlah oksigen tersedia dan kontak dengan partikel karbon pada bahan bakar. Demikian pula pembuangan gas dan sisa hasil pembakaran harus lancar terbuang keluar sistem. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahan tungku dalam kaitannya dengan proses pindah panas baik kedalam sistem yang dikehendaki maupun keluar sistem (lingkungan) yang tidak dikehendaki (Abdullah dkk., 1998). 2.9 Pindah Panas Salah satu aspek penting termodinamika adalah menyangkut kuantitas pindah panas dari sebuah sistem yang berlangsung dalam suatu keadaan setimbang ke keadaan setimbang lainnya. Pertimbangan yang lebih penting dalam fenomena ini adalah laju berlangsungnya pindah panas dalam merancang mesin atau peralatan dimana panas harus dipertukarkan dengan sekitarnya, ukuran peralatan pindah-panas, material
konstruksinya
dan
perlatan
tambahan
yang
dibutuhkan
dalam
pengoperasiannya.
18
Evaluasi-evaluasi yang sering dilakukan meliputi kuantitatif laju-laju dan kuantitas-kuantitas dari panas tersebut dengan tiga mekanisme dasar transfer panas yakni konduksi, konveksi dan radiasi. Analisis hukum pertama termodinamika pada suatu fluida yang mengalami pindah panas akan menghasilkan (Welty et al., 2004): •
Δq = (m Cp )ΔT ..................................................................................................... dimana
(9)
Δq : laju perpindahan kalor dalam Joule/detik m : laju massa dalam kg/detik Cp : panas jenis fluida dalam J/kgoC ΔT : perbedaan suhu dalam Celcius
Laju pembentukan kalor dari sebuah materi yang mengandung nilai kalor tertentu mengikuti persamaan: •
Δq = m Nk dimana:
...........................................................................................................
(10)
Nk : Nilai kalor materi dalam J/kg
Pembakaran adalah cara yang dikenal paling sederhana dalam proses pemecahan panas (termal) dan merupakan sumber panas secara langsung. Berbagai jenis materi yang dapat melangsungkan proses tersebut dengan cara pembakaran diantaranya biomassa. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan dari proses fotositesis baik berupa produk, buangan dan hasil ekskresi. Sebagai sumber energi, biomassa tersedia cukup melimpah dan berkelanjutan terutama pada sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. 2.10 Perpindahan Gerak Kecepatan sudut dari suatu bagian mesin seringkali dinyatakan dalam putaran/menit (disingkat RPM) dan ditulis dengan n. Mengingat setiap putaran sama dengan 2π rad maka,
ω = 2πn
..............................................................................................................
(11)
Karena pergeseran sudut dan kecepatan sudut suatu titik P dalam gambar 12 memenuhi persamaan: ω av =
Δθ .............................................................................................................. Δt
(12)
Dengan bentuk akhir substitusi limitnya adalah
V = Rω
...........................................................................................................
(13)
19
Gambar 12. Perpindahan titik P, A dan B (Martin, 1985). Maka diperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara kecepatan sudut dengan kecepatan linier sebagai berikut (Martin, 1985):
V = 2πRn .............................................................................................................. Dimana
(14)
V : kecepatan linier (m/detik) R : Jari-jari dalam (m) n : kecepatan sudut (RPM)
Mengingat jari-jari dari putaran untuk semua titik dalam sebuah benda yang berputar mempunyai kecepatan sudut yang sama ω, dan dari persamaan 14 bahwa besar dari kecepatan liniernya adalah berbanding langsung dengan jari-jarinya maka titik A dan B memiliki hubungan:
VA RA = VB RB
..............................................................................................................
(15)
Rasio kecepatan sudut yang konstan terbentuk pada kasus perpindahan gerak (transmisi) dari suatu peralatan dengan jari-jari yang berbeda. Kasus pada gambar 13 berikut memberikan persamaan (Martin, 1985):
ω 2 R4 = ω 4 R2
..............................................................................................................
(16)
Gambar 13. Translasi gerak P2 dan P4 (Martin, 1985).
20