EVALUASI KENAIKAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) (STUDI KASUS DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA BEKASI) Jessica Herawati Jl. Tirta Wahana Blok F/182 Pam Jaya Jatikramat-Bekasi, 081808843463,
[email protected] Drs. Hery Gunawan, M.M.
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui evaluasi kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Metode penelitian yang telah dilakukan adalah kualitatif. Analisis dilakukan dengan menghubungkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan. Kenaikan nilai jual objek pajak sangat mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bekasi. Disimpulkan dengan naiknya Nilai Jual Objek Pajak pada tahun 2014 hanya di 2 kecamatan, realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan hanya sebesar Rp 170.914.456.903,00. Jumlah ini dibawah target penerimaan pajak tahun 2014 yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 185.035.573.394,00. Disarankan Pemerintah Kota Bekasi terus berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) meskipun telah ada kenaikan Nilai Jual Objek Pajak agar realisasi penerimaan pajak selalu mencapai target yang telah ditentukan.
Kata Kunci: Nilai Jual Objek Pajak, Pajak Bumi dan Bangunan
ABSTRACT
The study aims to determine the increment evaluation taxable value (NJOP) of the Land and Building Tax acceptance Rural and Urban (UN-P2). Methods of research that has been done is qualitative. The analysis is done by connecting the rise in taxable value (NJOP) of the land and building tax receipts. The increase in the tax object selling value greatly affects the land and building tax receipts in Bekasi. Concluded with the increase in taxable value in 2014 only in two districts, the realization of land and building tax revenues only amounted to Rp 170,914,456,903.00. This amount is below the tax revenue target by 2014 set out in the amount of Rp 185,035,573,394.00. Suggested Bekasi City Government continues to optimize revenues property tax (PBB) despite the increase in taxable value that tax revenue always achieve the set targets. Keyword : taxable value, Land and Building Tax
Pendahuluan Pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah senantiasa berusaha mengembangkan dan meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Erat kaitannya dengan hal tersebut, sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting karena merupakan sumber pembiayaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerahnya. UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan langkah strategis dalam upaya memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah di bidang perpajakan daerah (local taxing power) sesuai potensi dan kondisi masing-masing daerahnya. Kota Bekasi merupakan salah satu kota yang menjadi penyangga pertumbuhan bagi Kota Jakarta, sehubungan dengan hal tersebut Kota Bekasi juga mengalami pertumbuhan yang pesat termasuk diantaranya perkembangan pembangunan serta pertumbuhan sektor properti di Kota Bekasi. Dengan bertumbuhkembangnya pembangunan serta sektor properti tersebut tentunya sangat berdampak positif terhadap penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kota Bekasi. Berdasarkan Peraturan Daerah No.02 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (P-2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bekasi merupakan satuan kerja perangkat daerah yang mengelola pendapatan daerah di Kota Bekasi. Adapun jenis pajak daerah yang dikelola oleh Dispenda Kota Bekasi adalah; pajak restoran, pajak hotel, pajak hiburan, pajak air tanah, pajak parkir, pajak penerangan jalan, PBB, BPHTB. Sehubungan dengan hal tersebut, Keputusan Walikota Bekasi No.973.7/Kep.390-Dispenda/VII/2013 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Kota Bekasi. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak yang mempunyai kontribusi yang signifikan dalam penerimaan APBD Pemerintah Kota Bekasi serta memiliki titik sentuh yang tinggi kepada masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi besar dalam penerimaan pajak ini sehingga memerlukan pengelolaan yang profesional. Adapun dasar penetapan untuk menghitung besarnya pajak bumi dan bangunan adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Hal tersebut dijelaskan dalam Keputusan Walikota Bekasi No. 973.7/Kep.01-Dispenda/I/2015 Tentang Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Untuk Wilayah Kota Bekasi Tahun 2015. Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) sendiri didasarkan pada penilaian properti yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah Kota Bekasi melalui Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi. Penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) menjadi sangat penting karena besarnya kewajiban yang harus dibayar oleh wajib pajak berdasarkan dari ketetapan nilai jual objek pajak (NJOP) sehingga nilai jual objek pajak (NJOP) mempunyai peranan penting dalam hal penerimaan pendapatan
asli daerah (PAD) dan APBD Kota Bekasi. Namun kenyataannya, penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) di wilayah Kota Bekasi belum dilaksanakan dengan baik sehingga dirasa belum memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Realisasi penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) belum melaksanakan prinsip transparansi, masyarakat juga tidak dilibatkan dalam proses penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) sehingga penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) sangat jauh dari harga pasar yang berlaku di masyarakat. Sehubungan dengan penjelasan tersebut diatas diketahui bahwa nilai jual objek pajak (NJOP) mempunyai peranan penting dalam hal penerimaan daerah, oleh karena itu skripsi ini mengambil judul tentang “EVALUASI KENAIKAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) TERHADAP PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (PBBP2). (STUDI KASUS DINAS PENDAPATAN DAERAH KOTA BEKASI)”
Metodologi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif . Metode analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif analisis yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan memberikan gambaran keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti berdasarkan fakta-fakta yang ada, dengan cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis berbagai macam data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Jenis sumber data yang digunakan dalam skripsi ini, yaitu data primer atau data yang diperoleh langsung dari Dispenda atau data yang terjadi dilapangan penelitian yang diperoleh dengan wawancara atau observasi dan kemudian akan diolah oleh peneliti, dan data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui perantara yaitu data yang bersumber dari dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah, website , berita online yang sesuai dengan materi yang ada, lampiran dari badan resmi seperti kementerian dan juga hasil studi, skripsi terdahulu, hasil survey, studi historis, dan sebagainya. Adapun teknik dalam pengumpulan data adalah studi pustaka, studi lapangan, dan observasi.
Hasil Dan Bahasan langkah-langkah dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi/Tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Langkah-langkah Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Tanah
Pengumpulan Data Transaksi /Data Jual Beli per Kelurahan
Analisis Data Transaksi/Data Jual Beli Siklus NJOP Akif Bank Data Nilai Pasar
Analisa dan Penilaian
NIR/ZNT
Klasifikasi NJOP Usulan
Persetujuan Walikota
NJOP Sumber : Seksi Penilaian dan Pendataan Dispenda kota Bekasi
langkah-langkah dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bangunan dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini:
Tabel 4.2 Langkah-langkah Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bangunan
Harga Material Biaya Pembuatan Bangunan Baru
Penyusutan (Fisik, Fungsi,
Upah Kerja
Nilai Bangunan
Konversi SK Walikota
NJOP Bangunan
Sumber : Seksi Penilaian, Pendataan dan Penetapan Dispenda kota Bekasi
Tabel 4.5 Rekapitulasi Rencana Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Tahun 2011 sampai Tahun 2014 Tahun Target Realisasi Laju Pertumbuhan 2011 Rp 107.039.528.533 2012 Rp 104.690.691.199 2013 Rp 158.945.151.148 2014 Rp 185.035.573.394 Sumber : Data Olahan
Rp 113.705.494.198 Rp 130.829.518.761 Rp 160.956.416.567 Rp 170.914.456.903
15,1% 28,7% 6,2%
Berdasarkan tabel 4.5 tersebut di atas pada tahun 2011 sampai dengan 2014 realisasi Pajak Bumi dan Bangunan mengalami fluktuasi, dimana pada tahun 2012 laju pertumbuhan PBB mencapai 15,1% yaitu realisasinya sebesar Rp 113.705.494.198 pada tahun 2011, menjadi Rp 130.829.518.761 pada tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh realisasi pendapatan yang melebihi target karena adanya pembangunan di wilayah Kota Bekasi sehingga tingkat penjualan tanah dan bangunan meningkat atau nilai jual objek pajak (NJOP) di daerah ini pun meningkat. Pada tahun tahun 2013 laju pertumbuhan pajak bumi dan bangunan (PBB) naik menjadi 28,7% berarti mengalami kenaikan sebesar 13,6% dari tahun 2012, ini disebabkan oleh target pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun ini meningkat sehingga realisasi penerimaan pun meningkat sebesar Rp 160.956.416.567 di tahun 2013. Pada tahun 2014 realisasi PBB menurut laju pertumbuhan mengalami penurunan sebesar 6,2% atau menurun sebesar 22,5% dari tahun 2013. Realisasinya penerimaannya pun menurun sebesar Rp 170.914.456.903. Penurunan sangat signifikan ini disebabkan oleh masih ada beberapa tunggakan PBB yang masih belum tertagih. Dengan melihat dari anaslisis diatas apabila dihitung kenaikan realisasi PBB dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 memiliki rata-rata laju pertumbuhan pajak bumi dan bangunan (PBB) di Dispenda Kota Bekasi yaitu sebesar 16,7%. Realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Dispenda Kota Bekasi pada tahun 2011 – 2014 mengalami penurunann karena masih ada Wajib Pajak yang tidak patuh dalam membayar pajaknya dan masih kurangnya sosialisasi dari pihak Dispenda Kota Bekasi terhadap wajib pajak. Hal tersebut terjadi karena tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) di tahun 2014 sehingga pengontrolan dari pihak Dispenda Kota Bekasi harus di intensifkan dan sosialisasikan kepada wajib
pajak agar tidak terjadi penunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) di tahun- tahun pajak berikutnya. 4.2.2
Tahun
Target Penerimaan dan Realisasi Penerimaan PBB P-2 Kota Bekasi Tahun 2014. Berikut ini adalah tabel 4.6 tentang target penerimaan dan realisasi penerimaan PBB P-2 dari tahun 2011 sampai dengan 2014 yang telah disusun oleh Dispenda kota Bekasi. Tabel 4.6 Target Penerimaan dan Realisasi PBB P-2 Kota Bekasi Tahun 2011-2014 Target Penerimaan Realisasi Penerimaan
2011
Jumlah Rp 107.039.528.533
Jumlah Rp 113.705.494.198
% 106,23%
2012
Rp 104.690.691.199
Rp 130.829.518.761
124,97%
2013
Rp 158.945.151.148
Rp 160.956.416.567
101,51%
2014
Rp 185.035.573.394
Rp 170.914.456.903
92,37%
Sumber : Seksi Penerimaan Dispenda Kota Bekasi Berdasarkan tabel 4.6. Target Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kota Bekasi tersebut diatas mengalami peningkatan setiap tahunnya disebabkan oleh adanya perubahan pada jumlah wajib pajak karena adanya mutasi objek pajak atau karena wajib pajak yang terdaftar meninggalkan daerah tersebut dalam waktu yang cukup lama tanpa melaporkan atau menunjuk pihak tertentu yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB). Disamping itu, perubahan target pajak bumi dan bangunan (PBB) juga dapat di sebabkan oleh terjadinya kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penetapan target itu berdasarkan pokok ketetapan pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun berjalan dan besarnya target yang ingin dicapai adalah 80% dari ketetapan pokok tahun tersebut. Rencana target yang sudah disusun ini menjadi acuan atau tujuan bagi Dispenda Kota Bekasi untuk merealisasikan penerimaan pada setiap tahun. Penyusunan besarnya rencana penerimaan ditetapkan oleh Walikota dengan metode Top Down yaitu perencanaan yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan sebagai pemberi gagasan awal serta berperan lebih dominan dalam mengatur jalannya program yang berawal dari perencanaan hingga proses evaluasi. 4.2.3
Tingkat Pencapaian Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di kota Bekasi Kota Bekasi merupakan kota yang perkembangannya sangat pesat sehingga pembangunanpembangunan di Kota Bekasi tidak bias dibendung lagi di karenakan Kota Bekasi masuk kedalam sasaran ekonomi banyak investor-investor yang membeli tanah dan menjadikan sebuah hunia maupun mall setelah melihat kondisi Jakarta yang tidak lagi memungkinkan karena lahan yang tersedia di Jakarta semakin terbatas. Sektor pedesaan dan perkotaan adalah objek pajak bumi dan bangunan yang salah satunya meliputi kawasan industry dan pemukiman. Untuk mengetahui pencapaian pajak bumi dan bangunan (PBB) maka harus membandingkan antara realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan target tetapi bias juga dengan ketetapan pokok dari tiap-tiap kecamatan, karena target di dapat dari 80% jumlah ketetapan pokok kecamatan. Berikut adalah target, realisasi dan tingkat pencapaian pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 :
Tahun
2014
Tabel 4.7 Data Kecamatan Sebelum Mengalami Kenaikan NJOP Tahun 2011 Kecamatan Kelurahan Target Realisasi Jumlah Jatikarya Rp 1.768.944.848 Jatisampurna Rp 988.254.870 Jatisampurna Jatirangga Rp 499.585.547 Jatiranggon Rp 680.203.810 Jatiraden Rp 607.968.492 Jati Asih Jatisari Rp 943.693.275 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi
Jumlah Rp 1.850.139.108 Rp 1.019.083.427 Rp 518.308.194 Rp 706.981.579 Rp 632.440.186 Rp 998.410.551
% 104,59% 103,12% 103,75% 103,94% 104,03% 105,80%
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 seluruh kelurahan mencapai realisasi penerimaan yang melebihi target yang telah ditentukan yaitu lebih dari 100% yang disebabkan pada tahun sebelumnya wajib pajak yang belum membayarkan pajaknya di tahun 2011 ini wajib pajak membayarnya sehingga realisasi yang didapat seluruhnya melebihi target.
Tahun
2014
Tabel 4.8 Data Kecamatan Sebelum Mengalami Kenaikan NJOP Tahun 2012 Kecamatan Kelurahan Target Realisasi Jumlah Jatikarya Rp 1.924.388.485 Jatisampurna Rp 1.067.483.346 Jatisampurna Jatirangga Rp 524.504.595 Jatiranggon Rp 698.931.969 Jatiraden Rp 589.309.071 Jati Asih Jatisari Rp 992.770.330 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi
Jumlah Rp 2.441.992.342 Rp 1.276.837.318 Rp 564.136.093 Rp 793.479.061 Rp 718.941.439 Rp 1.113.685.464
% 126,90% 119,61% 107,56% 113,53% 122,00% 112,18%
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 realisasi penerimaan masih mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu lebih dari 100% hal itu dikarenakan wajib pajak yang belum membayarkan pajaknya ditahun sebelumnya karena keterbatasan ekonomi dan tidak semua lahan yang dimiliki oleh wajib pajak bersumber dari kekayaannya sendiri tetapi bisa saja wajib pajak tersebut memiliki sejumlah lahan Karena warisan ingin melakukan penjualan tanah/bangunan tersebut sehingga wajib pajak tersebut membayarkan pajak seluruhnya di tahun 2012.
Tahun
2014
Tabel 4.9 Data Kecamatan Sebelum Mengalami Kenaikan NJOP Tahun 2013 Kecamatan Kelurahan Target Realisasi Jumlah Jatikarya Rp 2.763.301.895 Jatisampurna Rp 1.407.779.875 Jatisampurna Jatirangga Rp 716.461.555 Jatiranggon Rp 934.670.749 Jatiraden Rp 878.868.413 Jati Asih Jatisari Rp 1.305.062.607 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi
Jumlah Rp 3.204.283.396 Rp 1.274.505.417 Rp 622.921.679 Rp 824.848.081 Rp 780.673.932 Rp 1.267.090.005
% 115,96% 90,53% 86,94% 88,25% 88,83% 97,09%
Berdasarkan tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2013 Kelurahan Jatikarya memegang tingkat pencapaian penerimaan PBB terbesar diantara kelurahan-kelurahan lainnya. Tingkat pencapaian penerimaan PBB sebesar 115,96% dimana targetnya sebesar Rp 2.763.301.895 dan realisasi penerimaannya sebesar Rp 3.204.283.396. Sedangkan kelurahan terrendah dipegang oleh kelurahan Jatirangga dengan tingkat pencapaian penerimaan PBB sebesar 86,94% dimana targetnya sebesar Rp 716.461.555 dan realisasi penerimaannya sebesar Rp 622.921.679. Tidak tercapainya realisasi pada kelurahan Jatisampurna, Jatirangga, Jatirangon, Jatiraden dan Jatisari disebabkan oleh ketidak patuhannya wajib pajak dalam membayarkan pajak terutangnya dan adanya wajib pajak yang meninggalkan daerah tersebut dalam jangka waktu yang panjang tanpa melapor atau memberitahukan kepihak tertentu yang bertanggung jawab atas pembayaran PBB nya.
Tahun
2014
Tabel 4.10 Data Kecamatan yang Mengalami Kenaikan NJOP Tahun 2014 Kecamatan Kelurahan Target Realisasi
Jatisampurna
Jatikarya Jatisampurna Jatirangga
Jumlah Rp 3.333.587.005 Rp 1.727.043.255 Rp 896.915.934
Jumlah Rp 3.264.640.891 Rp 1.493.759.160 Rp 739.782.301
% 97,93% 86,49% 82,48%
Jatiranggon Rp 1.132.134.069 Jatiraden Rp 1.102.954.181 Jati Asih Jatisari Rp 1.659.160.107 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi
Rp 957.130.103 Rp 776.735.521 Rp 1.467.176.905
84,54% 70,42% 88,43%
Berdasarkan tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa evaluasi kenaikan NJOP pada tahun 2014 di 6 kelurahan tidak menjamin target penerimaan akan tercapai melainkan dari target yang sudah ditentukan realisasi penerimaan tidak ada yang mencapai target atau 100%. Dengan melihat data diatas apabila dihitung kenaikan realisasi di kecamatan Jatisampurna memiliki rata-rata sebesar 84,37% dan kecamatan Jati Asih sebesar 88,43%. Hal ini disebabkan kenaikan yang cukup besar yaitu sebesar 30% - 46% dari NJOP sebelumnya sehingga masyarakat menjadi terbebani dengan kenaikan tersebut. Adapun faktor lain yang mempengaruhi realisasi penerimaan tidak tercapai menurut Kadispenda Bekasi adalah : 1. Kurangnya kesadaran/Kepatuhan Wajib Pajak Pembayaran pajak erat kaitannya dengan kesadaran/kepatuhan untuk membayar pajak. Semakin kecil tingkat kesadaran/kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak, maka semakin besar pula jumlah pajak terutang yang tidak dilunasi/dibayar, yang pada akhirnya akan menimbulkan piutang pajak. Tingkat kesadaran/kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kurangnya pengetahuan perpajakan termasuk sanksi-sanksi dibidang perpajakan, kurangnya informasi mengenai peran dan fungsi pajak bagi pembangunan Negara, dan tingkat pendapatan wajib pajak yang tidak sebanding dengan jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. 2. Kurang akuratnya penetapan pajak terutang Sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan, PBB-P2 merupakan jenis pajak yang dipungut berdasarkan sistem official assessment. Dalam sistem ini, pajak yang terutang ditetapkan oleh fiskus melalui kegiatan pendataan yang dilakukan secara berkala. Dengan demikian, fiskus mempunyai kewajiban untuk selalu memperbaharui data yang terkait dengan objek pajak, sehingga jumlah pajak yang ditetapkan dalam SPPT sesuai dengan keadaan objek pajak terkini dan pajak tersebut dibebankan kepada pemilik objek pajak yang sesungguhnya. Dasar perhitungan pajak terutang yang tercantum dalam SPPT seringkali tidak sesuai dengan keadaan objek terkini. Kesalahan lain yang ditemui adalah nama pemilik/wajib pajak yang tercantum dalam SPPT tidak sesuai dengan nama pemilik/yang wajib pajak sebenarnya, objek pajak yang tercantum dalam SPPT tidak ditemukan fisiknya, dan penerbitan SPPT ganda atas objek pajak yang sama dengan nama pemilik yang berbeda. Akibat kesalahan-kesalahan tersebut, wajib pajak menjadi enggan untuk membayar sejumlah nilai pajak terutang yang ditetapkan. 3. SPPT yang tidak sampai ke wajib pajak Sebagai sarana pemungut PBB-P2, SPPT harus disampaikan langsung kepada wajib pajak yang bersangkutan. Dalam menyampaikan SPPT, Dispenda Kota Bekasi akan melakukan kerjasama dengan kelurahan/kantor desa dimana objek pajak berada untuk menyampaikan SPPT kepada wajib pajak. Kendala yang terjadi adalah SPPT tersebut tidak dapat disampaikan kepada wajib pajak karena lokasi tempat tinggal wajib pajak yang tidak dapat dijangkau, wajib pajak tidak lagi menempati atau menghuni objek pajak yang dimilikinya, dan tidak tersedianya biaya operasional untuk menyampaikan SPPT kepada wajib pajak yang berdomisili di luar kota. Adapun mekanisme pendistribuasian surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) dari Dispenda Kota Bekasi sampai kepada wajib pajak adalah Dispenda Kota Bekasi dalam mekanisme pendistribusian surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan (PBB) kepada wajib pajak melalui UPTD Pendapatan yang terdapat pada tiap-tiap Kecamatan (12 Kecamatan) di Kota Bekasi dalam pelaksanaan pendistribusian SPPT PBB tersebut, Dispenda Kota Bekasi membentuk tim pendistribusian dengan melibatkan beberapa SKPD atau aparatur yang terkait sebagai berikut: a. Kecamatan b. Kelurahan c. Pengurus RW/RT Pendistribusian surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) ini dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi yaitu pendistribusian untuk batasan pembayaran kurang dari Rp 2.000.000 (buku 1, 2 dan 3) dilakukan oleh kelurahan dan pengurus RT. Sedangkan untuk pembayaran Rp 2.000.000 ke atas (buku 4 dan 5) dilakukan oleh kecamatan yang dibantu oleh Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) pendapatan Dispenda Kota Bekasi.
4.
5.
6.
Sehubungan dengan mekanisme pendistribusian surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan (PBB) berikut merupakan Mekanisme pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) dari wajib pajak sampai kepada Dispenda Kota Bekasi yaitu wajib Pajak yang sudah menerima ketetapan pajak dengan mendapatkan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT), maka wajib pajak harus menyelesaikan pembayaran kewajiban pajak terutangnya kepada daerah sebelum jatuh tempo pembayaran dan penyetoran yang sudah ditentukan berakhir. Dalam pembayaran pajak bumi dan banguanan (PBB) wajib pajak dapat melakukan pembayaran dengan cara sebagai berikut : a. Pembayaran melalui petugas pemungut Petugas pemungut adalah pihak yang memverifikasi dan mencocokan data pada SPPT atau SKPD dengan data pada DHKP serta memberikan tanda terima sementara (TTS) kepada wajib pajak. b. Pembayaran melalui tempat pembayaran yang di tunjuk Petugas di tempat pembayaran merupakan pihak yang memverifikasi dan memberikan stempel lunas pada surat tanda terima setoran (STTS), menyiapkan daftar realisasi, menyetor uang pembayaran PBB ke rekening kas daerah di bank, serta membuat buku penerimaan dan penyetoran. Kurang optimalnya tindakan penagihan pajak Penagihan pajak merupakan suatu proses agar wajib pajak melunasi utang pajknya. Proses penagihan menjadi proses yang penting dalam alur pemungutan PBB-P2. Agar penerimaan PBB-P2 optimal, maka penagihan juga harus berjalan optimal. Kendala yang terjadi dalam penagiahn PBB-P2 adalah karakteristik piutang PBB yang berbeda dengan jenis pajak lainnya. Nilai piutang PBB-P2 untuk setiap wajib pajak pada umumnya berjumlah kecil, sehingga jumlah piutang yang harus ditagih oleh Dispenda Kota Bekasi kurang signifikan apabila dibandingkan dengan biaya operasional yang dikeluarkan Dispenda Kota Bekasi untuk melakukan seluruh tahap-tahap penagihan. Masalah ini yang menyebabkan kurang optimalnya tindakan penagihan piutang kepada wajib pajak. Permasalahan administrasi pembayaran PBB-P2 Dalam hal pembayaran, wajib pajak dapat membayar sendiri ke bank BTN atau bank Jabar seluruh Indonesia atau melalui aparat pemungut PBB-P2 kelurahan/desa yang resmi. Masalah sering timbul saat wajib pajak melakukan pembayaran melalui aparat pemungut PBB-P2 kelurahan/desa. Terutama apabila pembayaran tersebut ternyata tidak disetor oleh aparat pemungut PBB-P2 kebank tempat pembayaran. Permasalahan lainnya adalah pembayaran kolektif yang dilakukan oleh lurah/kepala desa. Pembayaran kolektif adalah pembayaran PBB-P2 atas lebih dari satu objek pajak dengan satu bukti pembayaran. Dari beberapa kasus yang terjadi, lurah/kepala desa sering membayar dimuka secara kolektif sejumlah SPPT sesuai dengan jumlah target peneriman PBB-P2 yang dibebankan kepadanya. Pembayaran secara kolektif ini dilakukan dalam rangka pencapaian target penerimaan PBBP2 untuk mendapatkan insentif pemungutan dari pemerintah. Masalah terjadi saat akan dilakukan pembayaran di bank, untuk pembayaran kolektif tersebut pihak bank tidak mencocokkan pembayaran tersebut dengan NOP (Nomor Objek Pajak) masing-masing objek pajak. Akibatnya, sistem yang ada di Dispenda Kota Bekasi tidak mencatatnya sebagai pembayaran/pelunasan karena tidak diketahui wajib pajak mana saja yang melakukan pembayaran. Tidak lancarnya eksekusi penghapusan piutang PBB-P2 Sebelum piutang PBB-P2 dihapuskan, maka piutang tersebut harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan perpajakan. Untuk memastikan keadaan wajib pajak atau piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan memenuhi persyaratan, maka Dispenda Kota Bekasi wajib melakukan penelitian administrasi atau penelitian setempat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan proses penelitian tersebut, sering terjadi permasalahan yang pada akhirnya akan menghambat keseluruhan proses eksekusi penghapusan piutang PBB-P2, anatar lain: a. Belum dilaksanakannya tindakan penagihan secara optimal, sebagai syarat suatu piutang PBB-P2 bisa diusulkan untuk dihapus. b. Tidak lengkapnya data piutang PBB-P2 yang telah kedaluwarsa pada system informasi di Dispenda Kota Bekasi. Ketidaklengkapan data ini termasuk tidak tercatatnya penerapan tahapan tindakan penagihan, keterangan mengenai pembayaran maupun angsuran untuk beberapa kasus piutang yang akan kedaluwarsa.
Simpulan dan Saran Simpulan Dari hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
2.
3.
Penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) bumi dilakukan oleh tim penilai pajak bumi dan bangunan (PBB) Dispenda kota Bekasi dengan melakukan analisis terhadap transaksi jual beli tanah dan bangunan yang terjadi untuk menghasilkan nilai jual objek pajak (NJOP) bumi/m2 yang akan digunakan untuk penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) suatu objek pajak. Nilai jual objek pajak (NJOP) bangunan sendiri dinilai oleh Dispenda Kota Bekasi dengan menggunakan Daftar Biaya Komponen bangunan (DBKB) sesuai dengan informasi keadaan dan kondisi bangunan yang dituangkan dalam Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP). Penentuan nilai jual objek pajak (NJOP) yang tinggi tidak menjamin realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) dapat mencapai target penerimaan. Dispenda kota Bekasi dalam hal ini sebagai fiskus yang bertugas menetapkan nilai jual objek pajak (NJOP) perlu mengadakan intensifikasi dan ekstensifikasi data nilai jual objek pajak (NJOP) yang berkualitas. Berdasarkan hasil evaluasi bahwa kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) pada tahun 2014 di 6 kelurahan tidak menjamin target penerimaan akan tercapai melainkan dari target yang sudah ditentukan realisasi penerimaan tidak ada yang mencapai target atau 100%. Hal ini disebabkan kenaikan yang cukup besar yaitu sebesar 30% - 46% dari NJOP sebelumnya sehingga masyarakat menjadi terbebani dengan kenaikan tersebut. Adapun faktor lain yang mempengaruhi realisasi penerimaan tidak tercapai menurut Kadispenda Bekasi adalah : a. Kurangnya kesadaran/ kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan pajak terutangnya b. Kurang akuratnya penetapan pajak terutang c. SPPT yang tidak sampai ke wajib pajak d. Kurang optimalnya tindakan penagihan pajak e. Permasalahan administrasi pembayaran PBB-P2 f. Tidak lancarnya eksekusi penghapusan piutang PBB-P2 Upaya yang dilakukan oleh Dispenda Kota Bekasi dalam meningkatkan realisasi penerimaan PBB agar dapat mencapai target yang ditentukan antara lain : a. Dispenda mengadakan sosialisasi PBB kepada camat, lurah, dan wajib pajak di wilayah Kota Bekasi pada saat rapat mingguan. b. Agar kelurahan (Buku 1,2,3) dan kecamatan (Buku 4,5) dapat menyampaikan daftar SPPT bermasalah. (jadwal menyusul per kecamatan) c. Mengundang pihak kelurahan dan kecamatan untuk menginventarisasi dan memverifikasi data objek pajak yang bermasalah untuk dilakukan perbaikan data. d. Melakukan operasi sisir dilaksanakan pada hari kerja bersama-sama dengan bank terhadap kelurahan yang mengundang pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) secara operasi sisir. Operasi sisir juga dilaksanakan pada hari sabtu dan dimnggu (diluar hari kerja) bersama-sama dengan bank persepsi di 12 kecamatan guna memberikan akses pembayaran yang lebih luas dan banyak kepada wajib pajak dan dispenda berkoordoinasi dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya yang terkait dengan pelayanan publik dengan menjadikan tanda lunas pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagai salah satu persyaratan semua pelayanan publik di Kota Bekasi. e. Bagi yang tidak membayar pajak bumi dan bangunan (PBB ) selama 5 (lima) tahun nomor objek pajak (NOP) wajib pajak akan dihapus dari sistem SISMIOP f. Bagi wajib pajak yang ketetapannya diatas 100 juta Dispenda Kota Bekasi dan kejaksaan bekerjasama untuk memproses piutang wajib pajak dengan menyita sesuai dengan beban piutang.
Saran Berdasarkan hasil evaluasi dan kesimpulan tentang penetapan nilai jual objek pajak dan implikasinya terhadap pajak bumi dan bangunan (PBB) maka penulis mencoba mengajukan beberapa saran sebagai berikut : 1.
Untuk meningkatkan potensi dan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Bekasi, Dispenda Kota Bekasi perlu meningkatkan penilaian dan pengolahan data khususnya
2.
3.
antara nilai jual objek pajak dengan harga jual yang terjadi di masyarakat atau dengan menyesuaikan target dengan potensi real sehingga realisasi penerimaan menjadi lebih relevan. Dalam rangka menentukan kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) pajak bumi dan bangunan (PBB) di kota Bekasi agar tetap memperhatikan masyarakat karena tidak semua lahan yang dimiliki oleh wajib pajak bersumber dari kekayaannya sendiri karena bisa saja wajib pajak tersebut memiliki sejumlah lahan karena warisan. Maka dari itu perlu melaksanakan kegiatan intensifikasi yaitu berupa peningkatan kualitas data yang ada dalam basis data agar lebih baik dan berkualitas. Demikian pula dengan pengadaan kegiatan ekstensifikasi yaitu peningkatan objek pajak bumi dan bangunan (PBB) dimana Dispenda Kota Bekasi lebih giat lagi dalam menganalisis data-data yang belum dikenakan terhadap pajak bumi dan bangunan (PBB) dan melakukan pengecekan terhadap objek pajak bagi masyarakat yang tidak mampu membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) agar diberikan keringanan atau penghapusan tagihan pajak bumi dan bangunan (PBB), sehingga pada akhirnya akan meningkatkan realiasi penerimaan. Dispenda Kota Bekasi perlu mensosialisasikan dan memasukan kedalam website kota Bekasi terhadap tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) serta memberikan sanksi lain selain sanksi administrasi yang lebih tegas agar wajib pajak merasa jera dengan cara : a. Menghapus Nomer Objek Pajak (NOP) wajib pajak dari sistem SISMIOP bagi wajib pajak yang tidak membayarkan PBB nya selama 5 tahun b. Bagi wajib pajak yang ketetapan pajaknya diatas Rp100.000.000 Dispenda Kota Bekasi dan kejaksaan bekerjasama untuk memproses piutang wajib pajak dengan menyita sesuai dengan beban piutang. Serta meningkatkan kerjasama yang baik dengan instansi/lembaga terkait seperti Kantor Kecamatan, Kelurahan, PPAT, Bank Persepsi dan bahkan wajib pajak dalam hal memperoleh data dan/atau informasi untuk meningkatkan realisasi penerimaan ditahun berikutnya.
Referensi BekasiKota.Sejarah Dispenda, visi misi, struktur organisasi.Bekasi kota.com Imbing, OveliaVeradina (2013). Jurnal EMBA, Volume 1, No.3 Juni 2013, Hal. 484-493. Analisis penetapan NJOP dan implikasinya terhadap penerimaan PBB di Kota Manado. (http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1848) Indrawati, Tiwul( 2013). E-Jurnal Universitas Negri Yogyakarta, Volume Ags, No.1.Strategi Peningkatan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Sleman. (http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/artikel/2465/42/355) Keputusan Walikota Bekasi.Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Kota Bekasi.Nomor 973.7/Kep.390Dispenda/VII/2013. Keputusan Walilkota Bekasi. Tentang Klasifikasi Dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan Untuk Wilayah Kota Bekasi Tahun 2015.Nomor 973.7/Kep.01-Dispenda/I/2015. Mardiasmo (2011), Perpajakan. (EdisiRevisi). Jakarta :Andi Yogyakarta. Peraturan Daerah Kota Bekasi.Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan .(Lembaran Daerah Kota Bekasitahun 2012 Nomor 1). Nomor 02 tahun 2012. PeraturanWalikota Bekasi.Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 Tentang PajakBumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan .Nomor 37 tahun 2012. Tarigan, KharismaWanta (2013). Jurnal EMBA, Volume 1, No.3 Juni 2013, Hal.282291.Analisis efektifitas dan kontribusi PBB terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama kota Manado. (http://download.portalgaruda.org./article.php?...ANALISIS%...) William J. McCluskeydan Hong-Loan Trinh (2012).E-Journal IMFG, Volume 1, No.8 2012. Property Tax Reform in Vietnam: Options, Direction, and Revaluation.
