ANALISA KINERJA PRIVATISASI PADA PD PAM JAYA
ASRI FITRIANI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN ASRI FITRIANI. Analisa Kinerja Privatisasi pada PD PAM Jaya. Dibimbing Oleh YUSMAN SYAUKAT Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan badan usaha milik negara atau daerah yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan di bidang air minum. Pada tahun 1997, pemerintah memutuskan untuk bekerja sama dengan dua mitra operator swasta asing untuk mengelola dan menyediakan air bersih untuk warga DKI Jakarta yang berlaku selama 25 tahun. Kedua pihak tersebut adalah Thames Overseas Ltd (PT. Thames PAM Jaya/PT. TPJ) berasal dari Inggris dan pihak lainnya adalah Ordeo Suez Lyonnaise de Eaux (PT. Palyja) yang berasal dari Perancis. Setelah 11 tahun privatisasi berjalan, pengelolaan dan penyediaan air bersih belum menunjukkan hasil yang signifikan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja PD PAM Jaya dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah privatiasi. Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu : (1) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi, (2) Mengevaluasi pelaksanaan kerjasama dengan swasta di PD PAM Jaya, (3) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya dari perspektif masyarakat, dan (4) Mengevaluasi kinerja privatisasi PD PAM Jaya dari persepektif ekonomi. Penelitian ini dilakukan di PD PAM Jaya, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak terkait dan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari PD PAM Jaya, UPP Palyja Jakarta Selatan, dan studi literatur atau referensi lainnya yang berupa jurnal, artikel, serta penyusuran data melalui internet. Analisis menggunakan Analisis Statistik Deskripstif untuk melihat perkembangan data timeseries perusahaan, Customer Satisfaction Index, dan Importance Performance Analysis untuk mengetahui kepuasan pelanggan diolah dengan SPSS 15 for Windows dan Microsoft Excell 2003. Kinerja teknis PAM Jaya sebelum privatisasi lebih baik daripada setelah privatisasi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil laju pertumbuhan produksi air PAM, volume air yang terjual, UFW, dan cakupan pelayanan yang lebih kecil daripada setelah privatisasi. Besarnya investasi yang diberikan Palyja dan TPJ/Aetra belum memberikan pengaruh yang besar baik bagi proses produksi, distribusi, ataupun pelayanan. Proporsi pembayaran biaya imbalan untuk mitra swasta dibandingkan dengan pendapatan usaha yang diterima PAM Jaya tidak sebanding sehingga PAM Jaya hampir selalu mengalami defisit pada penerimaan laba/ruginya. Penilaian kinerja PAM Jaya dengan analisis keuangan ROA, ROE, dan CR menunjukkan bahwa secara keuangan, kinerja PAM Jaya belum dapat dikatakan baik. CSI sebelum dan sesudah privatisasi masing-masing sebesar 65,62% dan 59,48%, artinya pelanggan jauh lebih puas dengan pelayanan PAM Jaya sebelum kondisi privatisasi. Hasil IPA menunjukkan bahwa pelanggan berharap penanganan akan kualitas air dan permasalahan rekening tunggakan mendapat prioritas utama dari PAM Jaya. Proses privatisasi dan akuntabilitas yang tidak transparan, serta pelayanan yang belum baik menunjukkan apakah privatisasi ini perlu dilanjutkan atau tidak.
2
ANALISA KINERJA PRIVATISASI PADA PD PAM JAYA
ASRI FITRIANI H 44053585
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
3
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISA KINERJA PRIVATISASI PADA PD PAM PAM JAYA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, September 2009
Asri Fitriani H44053585
4
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Asri Fitriani, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan A Ferry Guanto dan Y Mirasanti Ranadireksa. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Islam Harapan Ibu Jakarta Selatan pada tahun 1993, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Islam Harapan Ibu Jakarta Selatan. Pada Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Al-Azhar 3 Bintaro Tangerang dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Labschool Kebayoran Jakarta Selatan dan masuk dalam program IPA pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagai Ketua Divisi Corporate Social Responsibility, Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) Periode 2007/2008 dan General Manager Unit Kegiatan Mahasiswa Music/Agriculture/X-pression!! (MAX!!) periode 2007/2008.
5
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, pujian yang memenuhi seluruh nikmat-Nya bagi kemuliaan wajah-Nya dan keagungan kekuasan-Nya, serta Shalawat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya yang dimuliakan Allah SWT. Atas anugrah, berkat, dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Analisa Kinerja Privatisasi Pada PD PAM Jaya”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja PD PAM Jaya dengan membandingkan kondisi PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi, dari tahun 1992 hingga 2009. Aspek-aspek yang dilihat dalam penelitian ini adalah aspek kinerja teknis produksi PD PAM Jaya dan membandingkannya dengan target-target yang akan dicapai, aspek keuangan PD PAM Jaya, aspek kepuasan pelanggan PD PAM Jaya dalam hal ini pelanggan Palyja Unit Pelayanan Pelanggan Jakarta Selatan, serta aspek ekonomi privatisasi Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyempurnakan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna melengkapi skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Bogor, September 2009 Penulis
6
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr.Ir.Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing untuk membimbing, mengarahkan, dan membantu penulis dengan penuh keikhlasan dan sabar hingga skripsi ini selesai. 2. Bapak Dr.Ir.Aceng Hidayat, M.T sebagai dosen penguji utama dan Bapak Novindra, S.P sebagai dosen penguji wakil departemen atas kesediaan dan masukannya. 3. Bapak Irmawan Kanani atas seluruh bantuan dan semangatnya dalam membimbing dan mengarahkan penulis. 4. Bapak Sri Kadri, Suhardi, Katino, Agus Daryanto, Buntoro, Yuyun, Budi Santoso, dan Mochtar dari PD PAM Jaya serta Bapak Henda dan Adi Sasongko dari Palyja UPP Jakarta Selatan atas kesempatan dan bantuannya dalam mengumpulkan data-data penelitian. 5. Seluruh dosen pengajar dan staf di Departemen ESL FEM IPB. 6. Ibu, Bapak, Aisha dan keluarga besar Ranadireksa atas kasih sayang, inspirasi hidup dan do’a yang tulus. 7. Teman-teman satu bimbingan Hans, Yudi, Ratih, Tiara atas dorongan luar biasa selama 8 bulan ini. 8. Sahabat-sahabat Dreamers, ber-9, kawan-kawan PSP, GENGGONG, stefani’s, MAX!!, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. 9. Semua pihak yang telah memberi kemudahan dan semangat dalam penulisan skripsi yang tidak luput dari ingatan, jasa kalian tetap tercatat di sisi Allah.
7
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
iii
PERNYATAAN KEORISINILAN..............................................................
iv
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................
v
KATA PENGANTAR...................................................................................
vi
UCAPAN TERIMAKASIH .........................................................................
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN ...................................................................................
1
1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang ........................................................................ Perumusan Masalah ................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................
1 3 4 5
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
6
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Privatisasi................................................................................ Air Bersih................................................................................ Teori Ekonomi Privatisasi....................................................... Kualitas Pelayanan Jasa terhadap Kepuasan Pelanggan ......... 2.4.1. Jasa.......................................................................... 2.4.2. Kepuasan Pelanggan ............................................... Penelitian Terdahulu ...............................................................
6 12 16 20 20 22 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................
27
2.5. 3.1.
Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
27
IV. METODE PENELITIAN.......................................................................
30
4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
4.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. Jenis dan Sumber Data............................................................ Penentuan Jumlah Responden................................................. Metode Pengumpulan Data..................................................... 4.4.1. Studi ........................................................................ 4.4.2. Uji Validitas ............................................................ 4.4.3. Uji Reliabilitas ........................................................ Metode Pengolahan Data dan Analisis Data........................... 4.5.1. Analisis Perkembangan Kinerja Teknis PAM Jaya 4.5.2. Analisis Struktur Keuangan PAM Jaya ..................
30 30 30 31 31 31 33 34 34 34 8
4.5.3. 4.5.4.
Customer Satisfaction Index ................................... Importance Performance Analysis..........................
35 36
V. GAMBARAN UMUM ............................................................................
38
5.1.
Gambaran Umum PD PAM Jaya............................................ 5.1.1. Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi PD PAM Jaya .. 5.1.2. Visi Misi PD PAM Jaya.......................................... 5.1.3. Administrasi dan Manajemen ................................. 5.1.4. Struktur Organisasi PD PAM Jaya ......................... 5.1.5. Pelayanan PD PAM Jaya ........................................ 5.1.6. Pelanggan PD PAM Jaya ........................................ Kerjasama Mitra Asing ........................................................... 5.2.1. Prinsip dan Tanggung Jawab Kerjasama ................ 5.2.2. Lingkup Kerjasama................................................. 5.2.3. Bentuk Kerjasama ................................................... 5.2.4. Target Teknis dan Standard Pelayanan................... Karakteristik Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya................. 5.3.1. Tingkat Pendapatan................................................. 5.3.2. Tingkat Pengeluaran ............................................... 5.3.3. Rata-Rata Pengeluaran Air PAM Jaya.................... 5.3.4. Penggunaan Air PAM Jaya..................................... 5.3.5. Sumber Air selain Air PAM Jaya ...........................
38 39 40 40 41 41 43 44 44 45 45 47 47 47 48 48 49 49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
51
5.2.
5.3.
6.1.
6.2.
6.3.
6.4.
Analisa Pelayanan Teknis Sebelum dan Sesudah Privatisasi . 6.1.1. Produksi Air PAM Jaya .......................................... 6.1.2. Volume Air Terjual PAM Jaya ............................... 6.1.3. Uncounted For Water PAM Jaya ........................... 6.1.4. Pelanggan PAM Jaya .............................................. 6.1.5. Perkembangan Cakupan Pelayanan Sebelum dan Sesudah Privatisasi.................................................. 6.1.6. Perkembangan Kualitas dan Tekanan Air PAM Jaya 6.1.7. Perbandingan Kinerja Teknis PAM Jaya................ 6.1.8. Analisa Perkembangan Tarif Air PAM Jaya .......... Analisa Struktur Keuangan PAM Jaya ................................... 6.2.1. Perkembangan Investasi Mitra Swasta terhadap Pelayanan PAM Jaya .............................................. 6.2.2. Pendapatan Usaha PAM Jaya dan Biaya Imbalan Mitra Swasta ........................................................... 6.2.3. Analisis Keuangan PAM Jaya ................................ 6.2.3.1. Return on Assets.................................. 6.2.3.2. Return on Equity ................................. 6.2.3.3. Current Ratio ...................................... Analisa Pelayanan Kepuasan Pelanggan PT Pam Lyonnaise Jaya............................. ............................................................ 6.3.1. Pelayanan Teknis Kualitas Air................................ 6.3.2. Persepsi Pengenaan Tarif Air.................................. 6.3.3. Customer Satisfaction Index ................................... 6.3.4. Importance Performance Analysis.......................... Analisa Privatisasi dari Perspektif Ekonomi...........................
51 51 52 54 56 58 59 61 62 63 63 64 66 66 67 68 68 69 71 73 75 77
9
VII.KESIMPULAN DAN SARAN..... ......................................................... 7.1. 7.2.
81
Kesimpulan.................... ......................................................... Saran................................. ......................................................
81 82
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
83
LAMPIRAN...................................................................................................
86
10
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Bentuk Pengaturan Kontrak Pelayanan Air Bersih oleh Swasta ..
11
2
Jenis dan Sumber Data Penelitian.................................................
30
3
Nilai Korelasi Uji Validitas Kuesioner .........................................
33
4
Nilai Uji Realibilitas Kuesioner....................................................
33
5
Kriteria Indeks Kepuasan Konsumen ...........................................
36
6
Pembagian Tanggung Jawab PAM Jaya dengan Mitra Swasta ....
45
7
Alokasi dan Pengelolaan Resiko Usaha........................................
46
8
Target Teknis dan Standard Pelayanan.........................................
47
9
Perbandingan Perkembangan Produksi Air PAM Jaya Tahun 1992-2008 .....................................................................................
10
Perbandingan Perkembangan Volume Air PAM Jaya Terjual Tahun 1992-2008 dengan Target Teknis Tahun 1997 ..................
11
53
Perbandingan Perkembangan Tingkat Air yang Hilang PAM Jaya Tahun 1992-2008 dengan Target Teknis Tahun 1997..........
12
52
55
Perbandingan Perkembangan Jumlah Pelanggan PAM Jaya Tahun 1992-2008 dengan Target Teknis Tahun 1997 ..................
57
13
Perkembangan Cakupan Pelayanan PAM Jaya Tahun 1998-2008
58
14
Perbandingan Kualitas Air Bersih pada Fasilitas Produksi dan Distribusi Tahun 2000 dan 2008...................................................
15
Perbandingan Rata-Rata Tekanan Air PAM Jaya Tahun 2007 dan 2008........................................................................................
16
61
Investasi Palyja dan TPJ/Aetra dalam Perkembangan Pengelolaan Air PAM Jaya Tahun 1998-2008..................................................
18
60
Perbandingan Perkembangan Kinerja PAM Jaya antara Tahun 1997 dan 2008...............................................................................
17
60
63
Perkembangan Pendapatan Usaha PAM Jaya dan Biaya Imbalan Mitra Swasta dalam Pengelolaan Air PAM Jaya serta Pendapatan Usaha PAM Jaya Tahun 1998-2007..........................
19
Customer Satisfaction Index (CSI) Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya Tahun 2009 dengan Kondisi Sebelum Privatisasi
20
65 73
Customer Satisfaction Index (CSI) Pelanggan PT PAM
11
Lyonnaise Jaya Tahun 2009 dengan Kondisi Setelah Privatisasi.
74
12
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Penggolongan Jenis Barang ..........................................................
13
2
Alur Kerangka Pemikiran Operasional.........................................
29
3
Koordinat Kartesius Kepuasan Pelanggan....................................
37
4
Sumber Air Baku PAM Jaya.........................................................
42
5
Pembagian Wilayah Pelayanan PAM Jaya ...................................
43
6
Pola Kejasama dan Pembagian Pendapatan..................................
46
7
Tingkat Pendapatan per bulan.......................................................
48
8
Tingkat Pengeluaran per bulan .....................................................
48
9
Rata-Rata Bayar Air PAM ............................................................
49
10
Penggunaan Air PAM ...................................................................
49
11
Sumber Air Selain Air PAM.........................................................
50
12
Penyebab Penggunaan Selain Air PAM .......................................
50
13
Grafik Perbandingan Target dan Realisasi Volume Air Terjual PAM Jaya......................................................................................
54
14
Grafik Perbandingan Target dan Realisasi UFW PAM Jaya........
56
15
Grafik Perbandingan Target dan Realisasi Cakupan Pelayanan PAM Jaya......................................................................................
16
59
Perkembangan Pengenaan Tarif Air Bersih PAM Jaya antara Tahun 1998-2008 ..........................................................................
62
17
Return on Assets PAM Jaya Tahun 1998 – 2007..........................
66
18
Return on Equity PAM Jaya Tahun 1998 – 2007 .........................
67
19
Current Ratio PAM Jaya Tahun 1998 – 2007 ..............................
68
20
Respon Pelanggan Palyja terhadap Kuantitas Air Tahun 2009 ....
69
21
Respon Pelanggan terhadap Tingkat Kejernihan Air Tahun 2009...............................................................................................
70
22
Respon Pelanggan terhadap Bau Air Tahun 2009 ........................
70
23
Respon Pelanggan terhadap Kontinuitas Air Tahun 2009 ............
71
24
Respon Pelanggan terhadap Tekanan Air Tahun 2009.................
71
25
Respon Pelanggan terhadap Tarif Air PAM Jaya .........................
72
26
Sebaran Kepuasan Pelanggan Palyja UPP Selatan Tahun 2009...
75
13
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Struktur Organisasi PAM Jaya......................................................
86
2
Pelanggan PAM Jaya sampai Tahun 2009....................................
87
3
Target Teknis dan Realisasi Pencapaiannya Periode 1998 – 2009 Triwulan II ....................................................................................
88
4
Neraca Keuangan PAM Jaya per 31 Desember 1998 s.d 2007 ....
89
5
Laporan Laba(Rugi) PAM Jaya Tahun 1998 s.d 2007 .................
90
6
Evaluasi Keluhan Pelanggan PT Palyja dan PT Aetra Tahun 2008
91
7
Perkembangan Tarif Air PAM Jaya Tahun 1998 hingga 2009.....
92
8
Pelaksanaan Kerjasama dengan Swasta di PAM Jaya 1997 .........
93
9
Peta Cakupan Pelayanan PT Palyja UPP Selatan .........................
94
10
Pelanggan Palyja per Permanent Area .........................................
95
11
Formulir Kuesioner Pelanggan PT Palyja.....................................
96
14
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan bertambahnya
penduduk. Predikat bumi sebagai “Planet Air” dengan 70% permukaan bumi tertutup air bertolak belakang dengan keadaan Bumi yang menghadapi kelangkaan air. Sebagian besar air di bumi merupakan air asin dan hanya sekitar 2,5% saja yang berupa air tawar, dan kurang dari 1% yang bisa dikonsumsi, sedangkan sisanya merupakan air tanah yang dalam atau berupa es di daerah kutub 1 . Berkebalikan dengan kondisi keterbatasan air ini, banyak orang mengeksploitasi air secara berlebih. Padahal, semakin terbatas jumlahnya, berlakulah hukum ekonomi, bahwa air merupakan benda ekonomis, dimana orang rela bersusah-susah dan berani membayar mahal untuk mendapatkan air bersih. Pertumbuhan masyarakat yang tinggi diikuti dengan pertumbuhan ekonomi serta perkembangan industri yang banyak menggunakan lahan dan air menyebabkan kelangkaan air semakin meningkat. Sumber-sumber air tercemar karena limbah yang dihasilkan oleh kegiatan ekonomi dan industri, menyebabkan kualitas air yang bisa langsung dicerna dan dikonsumsi oeh penduduk semakin sedikit. Dibutuhkan suatu badan dan sistem pengelolaan dan penyediaan air baku untuk dikelola menjadi air bersih yang dapat didistribusikan kepada penduduk. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan badan usaha milik negara atau daerah yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan di bidang air minum. Aktivitas PDAM antara lain mengumpulkan, mengolah, dan menjernihkan sampai mendistribusikan air ke pelanggan. PDAM DKI Jakarta telah ada sejak tahun 1918 dengan nama Water Leidengen Bedrift dan baru pada tahun 1968 berubah namanya menjadi PD PAM Jaya. Sejak berdiri sampai pada tahun 1998, PD
1
Transparansi. www.transparansi.or.id (edisi 07/05/99 diakses 15/02/09)
15
PAM Jaya baru dapat melayani sekitar 42% penduduk DKI Jakarta. Tingkat kebocoran masih tinggi, yakni 56,85% per tahun (PAM Jaya, 1997). Hal ini menyebabkan kehilangan produksi air dan kehilangan pendapatan sebesar 56,85%. Dari sisi pemerintah, pemerintah tidak dapat meningkatkan kinerja pengelolaan dan pelayanan air minum baik kualitas maupun kuantitas. Di sisi lain, pemerintah membutuhkan investor yang dapat menopang kebutuhan finansial di bidang air minum. Pada tahun 1997, pemerintah memutuskan untuk bekerja sama dengan dua mitra operator swasta asing untuk mengelola dan menyediakan air bersih untuk warga DKI Jakarta. Kedua pihak tersebut adalah Thames Overseas Ltd (PT. Thames PAM Jaya/PT. TPJ) berasal dari Inggris yang kemudian pada tahun 2008 terjadi penjualan salah satu saham di dalam PT Thames Jaya kepada perusahaan asal Singapura 2 , PT Acuatico Ltd dan pihak lainnya adalah Ordeo Suez Lyonnaise de Eaux (PT. Palyja) yang berasal dari Perancis. Perjanjian kerja sama ini mengikat kedua belah pihak selama 25 tahun dengan bentuk konsesi modifikasi. Hal ini berarti mitra swasta akan diberikan hak pengelolaan penuh untuk seluruh sistem pelayanan PAM Jaya, baik yang sudah mempunyai jaringan perpipaan maupun daerah yang baru sama sekali. Di dalam perjanjian kerjasama yang berbentuk konsesi, operator swasta yang mendapatkan hak penuh pengelolaan, akan memberikan kompensasi biaya kepada pihak pemerintah, antara lain dalam bentuk: i) deviden apabila ada saham pemerintah dalam pembiayaan investasi, ii) usage fee untuk biaya penyewaan aset yang diserahkan, iii) untuk pembayaran hak pengelolaan sistem. Klausul-klausul didalam kontrak perjanjian secara lengkap mencantumkan: i) Target teknis yang hendak dicapai, ii) Hak dan kewajiban para pihak yang berjanji, iii) bench mark pelayanan yang harus dipenuhi dan
2
Feedage. www.feedage.com (edisi 05/02/2009 diakses 16/04/2009)
16
sanksi yang berlaku, iv) alokasi resiko, v) penyelesaian perselisihan dan yang paling penting adalah vi) formulasi tarif yang harus disepakati3 . Perjanjian kerjasama ini mengatur pengelolaan dan penyediaan air bersih serta beberapa ketentuan yang ditetapkan kedua belah pihak. Pengelolaan dan penyediaan dalam dua wilayah kerja, yaitu untuk wilayah Timur Jakarta dan Palyja untuk wilayah Barat Jakarta. PAM Jaya memberikan kepada mitra swasta tersebut seluruh sistem penyediaan air bersih Jakarta seperti supply air bersih, treatment plan, sistem distribusi, pencatatan dan penagihan, serta seluruh bangunan-bangunan kantor milik PAM Jaya. Sementara Palyja dan TPJ akan melaksanakan seluruh pengelolaan, operasi, pemeliharaan dan pembangunan sistem penyediaan air bersih, mampu membayar hutang PAM Jaya sebesar US$ 231 juta, meningkatkan sambungan saluran air menjadi 757.129 sambungan (yakni hampir dua kali lipat dibandingkan saat sebelum adanya kerjasama), melayani 70% dari keseluruhan populasi DKI Jakarta, serta mengurangi tingkat kebocoran sampai 35% (Kruha, 2005). Konsesi kerja sama ini telah berjalan selama 11 tahun dan masih banyak yang harus dikaji dalam keberlangsungan pengelolaan dan penyediaan air bersih. Penetapan kenaikan tarif merupakan hal yang harus dilakukan oleh PAM Jaya jika ternyata terbukti PAM Jaya masih mengalami kerugian, karena satu-satunya pendapatan PAM Jaya adalah tarif tersebut. 1.2.
Perumusan Masalah Privatisasi PD PAM Jaya telah berjalan hampir 11 tahun, namun belum
membuahkan hasil yang signifikan dalam perkembangan dan penyediaan air bersih di DKI Jakarta. Melihat sudut pandang mitra swasta, hal ini terjadi karena ketidakberdayaan mitra swasta tersebut dalam menaikkan tarif air sehingga mitra tidak bisa meningkatkan 3
Departemen Pekerjaan Umum. www.pu.go.id/bapekin (diakses 15/02/09)
17
pelayanan dan pengelolaan. Disisi lain, pemerintah menilai bahwa kenaikan tarif tersebut baru bisa dilaksanakan apabila mitra telah melaksanakan kewajibannya untuk memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan kualitas pelayanan. Dari uraian diatas maka bisa dilihat bahwa salah satu unsur penting privatisasi ini adalah penetapan tarif yang akan dikenakan kepada masyarakat. Kenaikan tarif sudah sering dilakukan dan tidak sesuai dengan perjanjian pada awalnya, namun baik pihak PD PAM Jaya maupun mitra swasta masih dalam keadaan defisit atau tidak menguntungkan, karena biaya produksi lebih besar dari tarif yang dikenakan kepada pelanggan. Disisi lain, masyarakat terus terbebani dengan tarif air yang selalu meningkat, namun tidak mendapatkan hasil yang setimpal seperti kualitas air yang kurang baik, kuantitas air yang tidak menentu dan sebagainya. Dengan sisa waktu konsesi yang ada, penting untuk ditinjau kembali perjanjian pelaksanaan kerjasama tahun 1997, bagaimana keadaan PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi tersebut disahkan pada tahun 1997, serta melihat kepuasan pelanggan, dengan maksud sebagai umpan balik pelanggan terhadap kerjasama dan kebijakan yang sedang berlangsung. 1.3.
Tujuan penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi 2) Mengevaluasi pelaksanaan kerjasama dengan swasta di PD PAM Jaya 3) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya dari perspektif masyarakat 4) Mengevaluasi kinerja PD PAM Jaya dari perspektif ekonomi
18
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai
pihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Bagi Pemerintah Daerah dan PD PAM Jaya, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengkaji privatisasi sumberdaya air dari perspektif ekonomi dan prioritas pelanggan dalam pelayanan air bersih. Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah yang strategis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan 2) Bagi akademisi dan perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan akan melengkapi khasanah ilmu pengetahuan, khususnya ekonomi sumberdaya dan lingkungan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dan sumber informasi untuk melakukan penulisan atau penelitian selanjutnya. 3) Bagi peneliti, penelitian ini sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan analisa dalam memecahkan permasalahan dengan bekal ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh dalam perkuliahan. 4) Bagi masyarakat khususnya pelanggan PAM Jaya, sebagai informasi tambahan mengenai keilmuan ekonomi sumberdaya dan lingkungan dan pengetahuan tentang pengenaan tarif air yang mereka bayarkan.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Privatisasi Seiring dengan menguatnya sistem perekonomian kapitalis di dunia dalam dua
dekade terakhir, privatisasi menjadi pilihan kebijakan yang banyak diterapkan saat ini baik di negara berkembang maupun negara maju. Privatisasi atau penjualan aset negara dipandang sebagai agenda ekonomi wajib guna menghindari ekonomi biaya tinggi melalui pelepasan perusahaan negara yang menguras anggaran 4 . Secara umum ada beberapa alasan yang mendasari dilakukannya privatisasi. Pertama, mengurangi beban keuangan pemerintah. Kedua, meningkatkan efisiensi perusahaan. Ketiga, meningkatkan profesionalitas perusahaan. Keempat, mengurangi campur tangan birokrasi atau pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan. Kelima, mendukung pengembangan pasar modal dalam negeri. Keenam, sebagai flag-carrier (pembawa bendera) untuk go international 5 . Globalisasi mengakibatkan batas antar negara semakin tidak nyata dan semua orang bebas melakukan transaksi dengan pihak manapun dan dimana saja yang mengakibatkan timbulnya produk-produk global yang semakin berkualitas dan murah. Hal ini menjadi suatu tuntutan bagi BUMN/D untuk bersaing dengan globalisasi yang merupakan kompetitor-kompetitor yang tangguh di dalam negara tersebut sehingga diperlukan suatu deregulasi kebijakan makro yang mempengaruhi kinerja BUMN, salah satunya yaitu dengan privatisasi. Privatisasi merupakan suatu kebijakan makro yang diambil oleh pemerintah guna memberdayakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam memberikan pelayanan semaksimal mungkin terhadap masyarakat atau publik melalui kerjasama dengan pihak 4
Hadi, Syamsul et al. 2007. Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia. Marjin Kiri. Tangerang 5 Santosa, Setyanto P. 1998. Quo Vadis Privatisasi BUMN?. 23 Agustus 1998 diakses 31 juli 2009 www.pacific.net.id/pakar/setyanto/tulisan_02.html
20
swasta baik melalui sharing kepemilikan maupun dengan memberikan kewenangan pada pihak swasta untuk melakukan sebagian atau seluruh pekerjaan pemerintah untuk dilaksanakan oleh swasta dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitasnya. Menurut Keputusan Presiden Indonesia Nomor 122 Tahun 2001 Tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara, privatisasi BUMN merupakan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BUMN yang meliputi struktur permodalan, meningkatkan profesionalisme dan efisiensi usaha, perubahan budaya perusahaan, memperluas partisipasi masyarakat dalam kepemilikan perusahaan BUMN serta penciptaan nilai tambah perusahaan melalui penerapan prinsip corporate governance yang didasarkan pada transparansi, akuntabilitas, dan kemandirian. Sementara itu menurut Pasal 1 ayat (1) RUU BUMN, privatisasi adalah penjualan saham pemerintah pada suatu BUMN tertentu kepada para pemodal perseorangan. Privatisasi menurut Savas (1987) merupakan suatu tindakan untuk mengurangi peran dari pemerintah dan atau meningkatkan peran swasta dalam suatu aktivitas atau kepemilikan aset, dengan tujuan mencapai kinerja yang lebih baik dimana salah satunya untuk meningkatkan cost effective dari BUMN. Privatisasi timbul akibat adanya kegagalan perusahaan milik pemerintah dalam pemenuhan masyarakat dimana dirasakan intervensi politikus dalam penentuan kebijakan perusahaan milik negara sangat besar, sehingga dengan privatisasi tersebut campur tangan politikus diharapkan berkurang dan mampu memisahkan tujuan sosial dan ekonomi karena adanya transparansi dalam kebijaksanaan yang diambil oleh pihak manajemen perusahaan tersebut. Dalam perspektif lain Savas mengemukakan bahwa keterlibatan swasta dalam pelayanan publik perkotaan merupakan bentuk privatisasi pelayanan publik, artinya ada keterlibatan swasta dalam melakukan pelayanan atau ikut melayani tugas-tugas pelayanan yang biasanya dilakukan dan merupakan tanggung jawab pemerintah. Sementara tujuan
21
privatisasi ini adalah dengan membawa pelayanan publik lebih efisien dan efektif dengan mengurangi peran pemerintah atau meningkatkan peran swasta didalam aktivitasnya dan kepemilikan aset. Privatisasi bukan merupakan hal yang mudah untuk dilaksanakan, karena berbagai kelemahan yang melekat disebagian perusahaan negara atau BUMN. Selain itu keberadaan dalam kepemilikan atau pengendalian dilakukan oleh pemerintah. Oleh karena itu sebelum dilakukan privatisasi, terlebih dahulu diawali dengan proses restrukturisasi secara keseluruhan, baik dari segi hukum, keuangan, maupun segi budaya dan sikap kerja. Langkah ini ditempuh perusahaan agar perusahaan tersebut memiliki nilai tambah. Buruknya kondisi BUMN/D pada umumnya bukan disebabkan oleh karena tidak adanya orang-orang profesional yang mampu menggerakkan perusahaan milik pemerintah tersebut, melainkan bersumber pada sistem dalam pengoperasian manajemen yang tidak ditunjang pada pemberian otonomi kepada para pengelolanya. Privatisasi bukan semata-mata upaya untuk memasukkan modal dari luar yang pemanfataannya diarahkan untuk membayar utang negara, tetapi juga untuk menyehatkan perusahaan, sehingga mampu membayar cicilan utang luar negeri. Menurut Suwandi (2001) dalam Bakara (2001), secara garis besar keuntungan yang diperoleh melalui privatisasi adalah : 1) BUMN/D menjadi lebih transparan 2) Memungkinkan pihak manajemen menjadi lebih independen termasuk bebas dari intervensi birokrasi dan politik yang sangat mengganggu BUMN 3) Memperoleh akses pemasaran yang lebih luas 4) BUMN/D akan memperoleh ekuitas baru sehingga pengembangan usaha akan menjadi lebih baik
22
5) Memungkinkan BUMN memperoleh pengalihan teknologi, baik teknologi produksi maupun teknologi mutakhir 6) Jalan pintas untuk mengubah budaya BUMN dari budaya birokatis yang lamban menjadi budaya koorporasi yang lincah dan tunduk pada disiplin dasar Umumnya penyebab dilakukan privatisasi terhadap perusahaan milik negara adalah karena kinerja perusahaan milik pemerintah tersebut kurang baik. Menurut Suwandi (2001) dalam Bakara (2001) terdapat juga beberapa tekanan yang menjelaskan terjadinya privatisasi, yaitu : 1) Tekanan pragmatis Tekanan pragmatis bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, dimana dengan melakukan privatisasi, pemerintah akan lebih efektif dalam hal pembiayaan pelayanan umum yaitu pemberian tarif air yang murah 2) Ideologi Diharapkan dengan tekanan ideologi agar campur tangan pemerintah atau intervensi terhadap perekonomian yang terlalu besar dapat dikurangi sehingga tercipta kondisi pasar yang seimbang. 3) Komersial Terdapat tujuan untuk mengurangi besarnya anggaran belanja pemerintah yang seharusnya dapat dinikmati oleh sektor swasta 4) Populis Golongan populis mengharapkan terciptanya masyarakat yang lebih baik sehingga publik akan dapat memilih layanan yang lebih baik Menurut Harmadi (2001), dalam kemitraan ini terdapat dua kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah dalam hal memberikan pelayanan kepada masyarakat (social oriented) dan kepentingan mitra swasta yang berorientasi kepada keuntungan perusahaan
23
(profit oriented). Lebih lanjut mengenai kemitraan, terdapat tiga jenis kemitraan yang diatur oleh pemerintah, privatisasi baik hanya dengan pihak swasta atau masyarakat ataupun keduanya (Dep.PU, 1999), yaitu : 1) Peran serta sektor swata (Private Sector Privatization) 2) Privatisasi pemerintah dengan swasta (Public Private Privatization) 3) Peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat (Public, Private, Community Partnership) Lebih lanjut menurut Departemen Pekerjaan Umum (1999), kemitraan pemerintah dengan swasta (Public Private Privatization) merupakan privatisasi antara pemerintah baik pusat maupun daerah dengan swasta khusus untuk proyek-proyek padat modal, dimana pihak swasta membiayai, membangun, mengelola dan mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan melalui suatu bentuk privatisasi antara swasta dan pemerintah dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Adapun tujuan dari peran serta swasta dalam pembangunan atau pengelolaan sarana dan prasarana perkotaan antara lain adalah : 1) Mencari modal swasta untuk menjembatani modal pembiayaan yang besar yang dibutuhkan untuk investasi infrastruktur pelayanan umum 2) Memperbaiki pengelolaan sumberdaya alam dan sarana pelayanan 3) Alih teknologi 4) Memperluas dan mengembangkan kepuasan bagi pelanggan 5) Meningkatkan efisiensi operasi Soenarko (2004) mengemukakan bahwa sampai dengan sekarang
bentuk
privatisasi antara pemerintah, dalam hal ini PDAM dan pihak swasta terdiri dari berbagai bentuk. Mulai dari bentuk keterlibatan dan privatisasi yang sederhana sampai dengan keterlibatan swasta dalam pembangunan instalasi dan jaringan distribusi pipa air bersih.
24
Artinya, bentuk keterlibatan dan privatisasi tersebut mulai dari keterlibatan swasta dalam pelayanan, kontrak manajemen, sampai dengan pembangunan instalasi baru air bersih dan pemasangan jaringan distribusi air bersih. Secara rinci laporan World Bank juga membedakan berbagai jenis pola privatisasi antara pihak swasta dan pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan air bersih. Bentuk privatisasi yang paling sederhana adalah bentuk pelayanan, misalnya dalam pencatatan angka meter air, pemelihara dan perbaikan rutin dan pengumpulan rekening. Lebih jelas dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Bentuk Pengaturan Kontrak Pelayanan Air Bersih oleh Swasta Jenis Kegiatan
Kontrak Pelayanan
Kontrak Manajemen
Tujuan utama yang akan diharapkan
Perubahan operasi yang terbatas
Perubahan operasi yang menyeluruh
Jangka waktu Hubungan kontrak dengan pengguna
1-2 tahun Wewenang publik
3-5 tahun Pengelola swasta atas nama otoritas publik
Risiko kontrak yang akan diterima
Wewenang publik
Pembiayaan investasi Pembiayaan modal kerja Pembiayaan resiko yang akan diterima Renumerasi perusahaan swasta
Pilihan Kontrak Kontrak Sewa
Kontrak Konsesi
BOOT untuk Fasilitas Produksi Mobilisasi modal swasta
Perubahan operasi menyeluruh dengan mentransfer resiko 5-10 tahun Kontraktor sewa
Perubahan operasi menyeluruh dan mobilisasi modal swasta
Wewenang publik
Kontraktor sewa
Pemegang konsesi
Wewenang publik
Wewenang publik
Pemegang konsesi
Wewenang publik Wewenang publik
Wewenang publik Wewenang publik
Pemegang konsesi Pemegang konsesi
Pemegang konsesi Pemegang konsesi
Lump sum, selesai pekerjaan harga per unit Wewenang publik
Cost-plus dan bonus produktivitas
Wewenang publik dan kontraktor sewa Kontraktor sewa Sebagian besar wewenang publik Bagian harga air pengguna
20-40 tahun Tidak ada hubungan langsung dengan para pengguna Wewenang publik melalui pengaturan ambil atau bayar Pemegang konsesi
Harga para pengguna
Harga air secara keseluruhan
Wewenang publik
Pemegang konsesi
Kontrak BOOT
Tanggungjawab Wewenang untuk publik menentukan harga tinggi bagi pengguna Sumber : World Bank dalam Soenarko (2004)
20-40 tahun Pemegang konsesi
25
Dengan adanya privatisasi, diharapkan akan membawa perkembangan positif terhadap BUMN/D. Privatisasi pada sumberdaya alam yang menguasai hajat hidup masyarakat menjadi suatu pertimbangan yang penting untuk diperhatikan pengelolaannya agar tidak merugikan pemerintah dan masyarakat. 2.2.
Air Bersih Public goods umumnya didefinisikan dalam dua karakteristik, yaitu non rivalry
(joint consumption) dan non excludability. Dalam karakteristik joint consumption, barang-barang yang disediakan dapat dinikmati lebih dari satu orang tanpa mengurangi kesempatan yang sama bagi orang lain, sedangkan karakteristik non excludability adalah seseorang tanpa kecuali dapat mengkonsumsi public goods tanpa memandang peran sertanya dalam penyediaan barang tersebut. Private goods dalam prinsip joint consumption adalah barang yang apabila dikonsumsi
oleh
seseorang,
dapat
menghilangkan
kesempatan
orang
lain
mengkonsumsinya, diperlukan pengorbanan untuk memperolehnya, sehingga orang-orang yang mempunyai kesempatan untuk menikmatinya adalah orang-orang yang sanggup membayarnya. Hal ini merupakan suatu pengecualian dan ini merupakan karakteristik kedua dari private goods. Dalam konteks UUD 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”, maka air yang diproduksi oleh PDAM merupakan barang publik (public goods), dimana merupakan tugas dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada pandangan konsep penyediaan barang dan jasa, Savas membagi barang (goods) menjadi empat tipe, yaitu : private goods, toll goods, common-pool goods, dan collective goods (public goods). Untuk tingkat konsumsi dan pengadaannya dibagi menjadi individual
26
consumption dan joint consumption serta untuk pengadaannya menjadi feasible dan infeasible. Dalam uraian ini air minum perpipaan (piped water) tergolong toll goods yang dimanfaatkan bersama tapi dengan cara membayar. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 1. Private Goods Individual
Consumption
Joint
Feasible
Infeasible
Exclusion
Bottled water
Sea water
Commonpoll Goods
Water from well in town square
Piped water
Toll Goods
Collective Goods
Gambar 1. Penggolongan Jenis Barang Sumber : Savas, 1987
Gambar 1 diatas memperlihatkan penggolongan jenis barang berdasarkan sifatnya. Kasus air PD PAM Jaya dapat digolongkan pada Piped Water atau air yang dialirkan melalui pipa, dimana masyarakat diharuskan membayar sejumlah uang untuk mendapatkan air tersebut. Perbedaan dengan air dalam kemasan adalah dalam penggunaannya, yakni air kemasan dikonsumsi secara individual. Dalam setiap industri dibutuhkan adanya kemampuan minimal perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, yang dikenal dengan nama Key Success Factor (KSF) suatu perusahaan harus mampu memiliki faktor-faktor ini untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Begitu juga dengan perusahaan air minum, dibutuhkan faktor-faktor minimal yang harus dimiliki untuk dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Hal-hal yang menjadi kunci sukses utama bagi penyediaan air bersih (Bakara, 2001) adalah :
27
1) Ketersediaan sumber air Hal ini merupakan bahan baku bagi perusahaan untuk diolah dalam proses produksi. Secara umum terdapat tiga macam sumber air, yaitu mata air, air permukaan, dan air tanah. 2) Kualitas air Kualitas air ditentukan oleh kualitas air bakunya yang berasal dari berbagai sumber air. Umumnya, air yang berasal dari mata air dan air tanah kualitasnya lebih baik dibandingkan dengan air permukaan. Kualitas air ini kemudian akan menentukan perlakuan terhadap biaya produksi, yang berarti biaya untuk memproduksi air bersih yang bersumber dari air permukaan lebih mahal. 3) Instalasi Pengolahan Air Berfungsi sebagai fasilitas produksi air baku menjadi air bersih siap pakai. Instalasi yang baik tentunya akan menghasilkan produksi air yang berkualitas. 4) Sumber Daya Manusia SDM yang berkualitas dibutuhkan untuk menjalankan sistem produksi, terutama bagian teknologi dan manajemen. Diperlukan juga manajemen SDM berupa pelatihan dan training agar dapat beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan yang semakin cepat. 5) Jaringan distribusi Pipa-pipa instalasi jaringan yang akan mengalirkan air bersih olahan kepada konsumen harus layak pakai dan tidak mengalami kebocoran. Semakin besar nilai Uncounted For Water (UFW) maka semakin banyak air yang terbuang dan berdampak pada kerugian perusahaan. 6) Harga
28
Harga merupakan faktor yang penting karena air sebagai consumer goods dan bukan sebagai experience goods sehingga perlu adanya consumer value yang sesuai agar konsumen tertarik untuk membeli air bersih tersebut. Kunci sukses diatas tersebut merupakan persyaratan minimal yang harus dapat dipenuhi untuk dapat bertahan dalam beroperasinya perusahaan air minum di suatu daerah, sehingga untuk mencapai suatu sustainable competitive advantage perlu dilakukan tindakan lanjutan untuk mendukung KSF tersebut, diantara melalui kerjasanma dengan pihak-pihak asing yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam bidang pengolahan, distribusi maupun manajemen. Menurut Bulkin (1995) dalam Ginting (2005), pengunaan air yang sangat luas dalam segala segi kehidupan dan aktivitas manusia, menyebankan air bersih harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Aman dari segi higienis 2) Baik dan dapat diminum 3) Tersedia dalam jumlah yang cukup Kondisi tersebut sejalan dengan langkah pemerintah melalui Departemen Kesehatan dengan dikeluarkannya Permenkes Nomor: 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan dan Pengawasan Kualitas Air sehingga kualitas air yang didistribusikan oleh PDAM ke pengguna jasa, aman dan higienis. Melalui kerjasama dengan pihak asing tersebut, perusahaan air minum nantinya dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap masyarakat dalam bidang pemenuhan kebutuhan air bersih dalam tiga kategori, yaitu: 1) Kontinuitas, yaitu ketersediaan yang terus menerus sehingga masyarakat percaya akan kemampuan perusahaan air minum tersebut dalam mensuplai kebutuhannya akan air bersih.
29
2) Kualitas, yaitu air bersih yang didistribusikan kepada para pelanggan tersebut harus memenuhi standar –standar kesehatan yang berlaku baik dari segi kimiawi maupun dari segi fisiknya, serta tidak berbau dan berwarna. 3) Kuantitas, yaitu jumlah yang didistribusikan tersebut sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tesebut akan air bersihnya sehari-hari, dimana dalam standar PAM Jaya disebutkan bahwa kebutuhan akan air bersih sekitar 140-200 l/dt untuk setiap keluarga ∗ (Bakara, 2001). 2.3.
Teori Ekonomi Privatisasi Syarat utama agar pembangunan ekonomi bisa terus berjalan berkesinambungan
adalah dengan menciptakan kondisi ”stabilitas politik” yang mantap. Dalam konteks ini intervensi pemerintah menjadi sangat menonjol sehingga kekuasaan pemerintah relatif besar sehingga rawan terhadap penyelewengan wewenang (Yustika, 2009). Pelaksanaan privatisasi diberbagai negara dipandang sebagai penguatan pasar dalam
struktur
perekonomian
negara
tersebut.
Privatisasi
merupakan
upaya
mengembalikan aktivitas perekonomian kepada sektor swasta dengan memperkecil campur tangan pemerintah dalam perekonomian nasional. Namun pada kenyataannya, penetapan privatisasi diberbagai negara ini tidak menuai hasil yang heterogen dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Terdapat perbedaan besar antara privatisasi yang dilakukan di negara maju dan negara berkembang. Dalam privatisasi di negara maju, hak kontrol tetap berada ditangan pemerintah, artinya walaupun banyak aset BUMN yang dijual ke swasta, hak kontrol pemerintah pada perusahaan masih tergolong besar atau disebut dengan fenomena reluctant privatization 6 . Ini terjadi karena pemerintah menjadi shareholders utama sekalipun bukan pemegang 100% saham kepemilikan perusahaan. Pemerintah memiliki hak veto atau kuasa khusus ∗ 6
satu keluarga terdiri dari 2 orang dewasa dan 2 anak kecil Bortolotti dan Faccio (2004) dalam Hadi et al (2007)
30
atas kepemilikan yang disebut sebagai “golden shares” atau pemegang saham istimewa. Maraknya fenomena ini mengindikasikan bahwa privatisasi di negara-negara maju bercirikan transfer kepemilikan dari pemerintah terhadap swasta tanpa mengurangi fungsi kontrol pemerintah atas kinerja BUMN tersebut (corresponding transfer of control rights). Pada negara-negara berkembang, fenomena ini diterapkan begitu saja tanpa melihat kekhususan atau keunikan yang terjadi pada masing-masing negara. Bagi negara berkembang yang sedang berada dalam proses transisi dari pemerintahan otoriter menuju demokrasi, privatisasi umumnya justru sarat dengan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme untuk kepentingan tertentu di tingkat domestik. Ini dimungkinkan karena masih lemahnya fungsi regulasi pendukung iklim kompetisi dan aturan yang jelas tentang privatisasi. Sementara itu pada tingkat global, adanya agenda privatisasi adalah sebagai desakan dari internasional, karena desakan ini merupakan upaya mengintegrasikan perekonomian domestik negara berkembang kedalam sistem pasar global, atau mengikuti kehendak negara-negara maju (Hadi, 2007). Secara umum, privatisasi pada negara maju membuat BUMN menjadi semakin efisien dan barang/jasa bisa tersedia dengan harga murah bagi publik, sedangkan pada negara berkembang privatisasi merupakan salah satu program dari agenda liberalisasi ekonomi dan terjadi hal sebaliknya, salah satunya yaitu privatisasi air. Perbedaan privatisasi antara negara maju dan negara berkembang ini menimbulkan beberapa kontroversi 7 , yaitu tingginya harga barang publik, tidak adanya aturan jelas yang mengatur privatisasi, hilangnya akses masyarakat miskin untuk mengkonsumsi barang publik, hilangnya kontrol publik atas aset-aset negara, dan mengundang korupsi bentuk baru dalam tata kelolaan aset-aset negara.
7
Miller (1997) dalam Hadi et al (2007)
31
Kelima hal diatas mengindikasikan bahwa air sebagai barang publik tidak lagi didapatkan dengan mudah dan murah oleh masyarakat. Secara ekonomi, masyarakat harus membayar mahal untuk mendapat air bersih padahal ketersediaan air bersih di DKI Jakarta semakin menipis. Sementara itu aturan yang tidak jelas memperburuk keadaan. Peraturan tentang privatisasi yang baru dikeluarkannya tahun 2001 (Keputusan Presiden Republik Indonesia No 112 tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara) jauh setelah perjanjian privatisasi dilakukan tahun 1998, yang artinya privatisasi yang sudah dilakukan pemerintah tidak dilandasi dasar hukum (serta mungkin ekonomi-politik) yang jelas 8 , sehingga pemerintah tidak memegang kekuasaan dan peran sentral serta lebih banyak dikendalikan oleh keinginan asing. Secara teknis, proses privatisasi yang dijalankan Indonesia saat ini masih sangat mempertimbangkan aspek pendapatan (income earning) dari penjualan perusahaan publik tersebut. Jika privatisasi ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara, maka sebenarnya sumbangan privatisasi terhdap APBN sangat kecil dibandingkan dengan laba bank BUMN (Yustika, 2009). Privatisasi yang terjadi di Portugal digunakan untuk mengubah dasar-dasar makro perekonomian dan tidak hanya sekedar menambah pendapatan negara lewat penjualan perusahaan publik. Faktor ini yang terlupakan oleh pemerintah Indonesia akan berimbas pada jebakan dalam privatisasi ini. Pertama, jebakan munculnya monopoli baru yang semula dipegang negara kemudian pindah ke sektor swasta. Kedua, jebakan kelembagaan yang dibuat tidak bersandarkan pada penguasaan teknis dan obyektif yang memadai (Yustika, 2009). Privatisasi air yang terjadi di Filipina merupakan fakta nyata liberalisasi yang merambah ke sektor publik. Privatisasi tersebut merupakan salah satu persyaratan IMF
8
Hadi et al (2007)
32
dan Bank Dunia untuk memberikan pinjaman ke negara tersebut. Pelayanan air yang diserahkan pada Ondeo/Suez Lyonnaise des Eaux pada awalnya memberikan dampak positif dengan dibangunnya jaringan untuk satu juta pelanggan pada 1997-2003. Akan tetapi, ternyata harga naik sampai 425 persen, sehingga kaum miskin tidak dapat mengakses pelayanan air tersebut. Kebocoran pun lebih tinggi saat harga dinaikan. Pada Desember 2002, pelayanan air dihentikan di barat Metro Manila sehingga 6,5 Juta masyarakat tidak dapat mengakses air. Lebih parah lagi, perusahaan tersebut menuntut ganti rugi kepada pemerintah sebanyak 303 juta dollar AS kepada pemerintah Filipina 9 . Cerita dari Manila memperlihatkan ada hubungan kebutuhan ekonomi politik antar negara. Istilah ekonomi politik (political economy) pertama kali diperkenalkan oleh penulis Perancis, Antony de Montchètien (1575-1621) dalam bukunya yang bertajuk Treatise on Political Economy. Penggunaan istilah ekonomi politik dalam bahasa Inggris terjadi pada 1767 lewat publikasi Sir James Steuart (1712-1789) berjudul Inequiry into the Principles of Political Economy (Yustika, 2009). Menurut Myerson (2007 dalam Yustika (2009), bagi ahli ekonomi politik problem serius dalam perekonomian tidak hanya resource constraints tapi juga insentif. Maksud insentif disini adalah tersedianya informasi yang lengkap sehingga dapat diakses oleh semua pelaku ekonomi. Tidak tercapainya insentif ini mengakibatkan kegagalan pasar. Hal ini menyebabkan di satu sisi terjadi kelangkaan informasi dan di sisi lain diperlukan kemampuan untuk mencari model kompensasi atas ketidaksempurnaan pasar. Terdapat tiga teori ekonomi politik yang populer. Pertama, teori pilihan publik. Teori ini menganggap negara/pemerintah, politisi atau birokrat sebagai agen yang memiliki kepentingan sendiri, yang berusaha mengkaji tindakan rasional dari aktor-aktor
9
Anindito, L. 2008. Akibat Liberalisasi Pendidikan di Indonesia. 28 November 2008. http://maslaksocenter.blogspot.com/2008/11/akibat-liberalisasi-pendidikan-di.html (diakses 19/08/08)
33
politik, baik di parlemen, lembaga pemerintah, lembaga kepresidenan, masyarakat pemilih, pencinta lingkungan hidup, dan lainnya (Mitchell dalam Rachbini, 2002). Kedua, teori rent-seeking. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Krueger (1974), kemudian dikembangkan oleh Bhagwati (1982) dan Srinivasan (1991) (Yustika, 2009). Menurut Prasad (2003) dalam Yustika (2009), rent-seeking merupakan proses dimana individu memperoleh pendapatan tanpa secara aktual meningkatkan produktivitas atau malah mengurangi produkstivitas tersebut. Teori terakhir, teori redistributive combines dan keadilan. Menurut Stigler dalam Yustika (2009), teori memusatkan perhatiannya untuk menerangkan siapa yang mendapat manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi atau aturan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah ataupun yang terjadi karena institusionalisasi yang terjadi di masyarakat. 2.4.
Kualitas Pelayanan Jasa terhadap Kepuasan Pelanggan
2.4.2. Jasa Kotler (2002), jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk fisik. Definisi jasa dapat disimpulkan sebagai suatu pemberian kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti, 2003). Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut : 1) Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan 2) Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut 3) Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan Kualitas jasa adalah penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan
34
(perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil dari yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan, dan sebaliknya. Menurut Supranto (1997), ada lima dimensi yang menentukan kualitas pelayanan jasa, yaitu : 1) Keandalan (Reliability) Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan secara konsisten dan akurat. Hal ini berarti layanan yang dilakukan dengan tepat waktu, secara terus menerus dengan cara yang sama dan dengan tingkat kesalahan yang tidak berarti. 2) Daya tanggap (Responsiveness) Sikap tanggap dan kemauan untuk membantu pengguna jasa dan memberikan layanan yang dibutuhkan. Dengan sikap ini karyawan tidak akan memberikan seorang pengguna jasa menunggu lama sehingga akan menimbulkan persepsi yang negatif terhadap layanan yang diberikan. 3) Jaminan (Assurance) Pengetahuan dan keterampilan serta tata karma yang dimiliki oleh karyawan untuk menghasilkan suatu pelayanan yang menyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga pelanggan terbebas dari resiko. 4) Empati (Emphaty) Sikap penuh perhatian dan kemauan memahami harapan dan kebutuhan pengguna layanan (sikap peduli) serta tingkat penelitian yang dilakukan secara individu. 5) Berwujud (Tangibles) Hal ini meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personil, dan alat-alat komunikasi. Hadirnya unsur-unsur pelayanan yang bersifat fisik tersebut merupakan bukti adanya perhatian dan kemauan yang sungguh-sungguh untuk membantu pelanggan.
35
2.4.2. Kepuasan Pelanggan Irawan (2007) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi dan sebaliknya. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, kualitas pelayanan dan faktor-faktor yang bersifat emosional. Menurut Kotler (2002), kepuasan didefinikan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Jika kinerja berada dibawah harapan pelanggan tidak puas, dan sebaliknya. Sedangkan menurut Lovelock and Wright (2005) dalam Bakara (2001), kepuasan pelanggan adalah keadaan emosional, reaksi pasca-pembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. Kepuasan pelanggan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, dan tingkat kepuasan pelanggan yang semakin tinggi akan menghasilkan loyalitas pelanggan yang lebih besar. Dalam jangka panjang, akan lebih menguntungkan mempertahankan pelanggan yang lebih baik daripada terus menerus menarik dan membina pelanggan baru untuk menggantikan pelanggan yang pergi. Pelanggan yang sangat puas akan menyebarkan citra positif dari mulut ke mulut yang akan menguntukan perusahaan dalam menurunkan biaya untuk menarik pelanggan baru, Selain itu, mengukur kepuasan pelanggan sangat bermanfaat dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan saat ini dibandingkan dengan persaingan dan pengguna akhir, serta bagaimana yang membuahkan peningkatan (Rangkuti, 2003).
36
2.5.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pelaksanaan dan dampak kerjasama antara PAM Jaya dengan
mitra asing swasta telah banyak dilakukan, hal ini terlihat dalam Bakara (2001) dan Triastuti (2006). Ariestis (2004), Kusuma (2006), dan Tobing (2006) telah meneliti kebijakan tarif yang diberlakukan oleh PDAM dan dampaknya pada masing-masing PDAM. Bakara (2001) melakukan penelitian dengan judul “Aliansi Strategi PAM Jaya dengan Mitra Asing”. Tujuan penelitian ini adalah sebagai gambaran akibat adanya campur tangan pihak penguasa dalam penentuan kerjasama antara perusahaan lokal dengan mitra asing, serta memberikan suatu solusi terhadap konflik kerjasama yang sudah terjadi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan strategi aliansi sebagai alat menganalisis kerjasama yang dilakukan oleh PAM Jaya dengan mitra swasta. Strategi aliansi merupakan suatu metode yang bisa digunakan dalam melakukan privatisasi terhadap perusahaan milik negara, penggunaan metode ini lebih disebabkan prinsip terciptanya kondisi win-win solution dalam kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa aliansi antara PT Thames PAM Jaya dan PT PAM Lyonnaise Jaya dengan PAM Jaya dalam pengelolaan air bersih di DKI Jakarta kurang memberikan keuntungan baik bagi pemerintah dari sisi pemasukan pajak dan Pendapatan Asli Daerah maupun dari pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya campur tangan kekuasaan dalam pemilihan mitra serta proses kerjasamanya yang memungkinkan pihak swasta untuk menguasai pengelolaan air bersih secara utuh. Triastuti (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) Mengidentifikasi struktur produksi PAM Jaya antara
37
sebelum dan sesudah adanya konsesi; (2) Mengestimasi fungsi biaya pengelolaan air bersih untuk melihat variabel-variabel yang berpengaruh terhadap total pengeluaran PDAM DKI Jakarta; serta (3) Menganalisis manfaat dari adanya konsesi bagi PAM Jaya. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menduga parameter dari peubah-peubah biaya produksi (meliputi biaya ekspansi dan biaya variabel), jumlah air bersih yang diproduksi, tingkat kebocoran dan juga dimasukkan variabel dummy untuk membedakan laju peningkatan biaya antara sebelum dan sesudah adanya konsesi sehingga akan diketahui tingkat efisiensi dari adanya konsesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan produksi yang dilakukan oleh PDAM DKI Jakarta lebih baik sebelum adanya konsesi dibandingkan setelah adanya konsesi. Hasil analisis model biaya produksi PDAM DKI Jakarta dari 1992 hingga 2004 menunjukkan bahwa variabel yang nyata mempengaruhi biaya total pengelolaan adalah peubah biaya variabel dan dummy konsesi. Analisis manfaat dan biaya PDAM DKI Jakarta setelah adanya konsesi memberikan hasil yang negatif. Dapat disimpulkan bahwa konsesi yang dilakukan tidak memberi peningkatan efisiensi terhadap pengelolaan PDAM DKI Jakarta. Peran serta mitra swasta asing dalam pengelolaan air bersih untuk wilayah DKI Jakata belum memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan efisiensi pengelolaan air bersih PDAM DKI Jakarta dan belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tobing (2006) melakukan penelitian dengan judul “Penetapan Tarif Sebagai Jaminan Investasi Pada Kerjasama Pemerintah-Swasta Dalam Pembangunan Infrastuktur Studi Kasus PT Thames PAM Jaya”. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana proses penetapan tarif air minum pada umumnya, keterlibatan swasta dalam perjanjian konsesi kerjasama pada penetapan tarif, apakah penetapan tarif sebagai salah satu jaminan ivestasi swasta di bidang air minum cukup memadai, serta apa yang akan terjadi dalam
38
kerjasama pemerintah-swasta ketika proyeksi tarif ternyata tidak terjadi secara aktual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif atau penelitian normatif. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ketika penetapan tarif tidak sesuai dengan investasi yang dilakukan TPJ, maka akan timbul shortfall yang merupakan hutang PAM Jaya kepada TPJ. Perjanjian Konsesi memberikan hak kepada TPJ untuk memutuskan Perjanjian Kerjasama dengan tingkat pengembalian yang tinggi, apabila Gubernur tidak dapat melaksanakan jaminannya terhadap hutang PAM Jaya. Ariestis (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ekonomi Pengelolaan dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi”, studi kasus PAM DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi struktur produksi dan biaya pengelolaan sebelum dan sesudah privatisasi, mengestimasi fungsi biaya untuk melihat variabel-variabel yang mempengaruhinya, dan mengetahui penetapan harga air yang tidak memberatkan masyarakat dan tidak merugikan PDAM. Hasil penelitian ini didapatkan dari analisis regresi linear untuk mengetahui fungsi biaya, marginal cost pricing untuk penetapan harga air, dan evaluasi finansial melalui perhitungan tarif air PDAM. Hasil pendugaan fungsi biaya menunjukkan biaya ekspansi, biaya variabel, dan jumlah air yang diproduksi berpengaruh nyata terhadap pembentukan total biaya pengelolaan air. Laju pertumbuhan harga pokok produksi pada masa pra privatisasi lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada masa pasca privatisasi yang disebabkan oleh berkurangnya air baku pada masa pasca privatisasi. Pada masa pra privatisasi pembentukan harga air berdasarkan marginal cost (MC) tidak menyebabkan defisit karena nilai MC lebih besar daripada average cost (AC), sedangkan pada masa pasca privatisasi terjadi sebaliknya. Evaluasi finansial terhadap susunan tarif air PDAM Jakarta menunjukkan susunan tarif yang jauh lebih rendah daripada perhitungan tarif berdasarkan Instruksi Menteri Dalam
39
Negeri No. 8 Tahun 1998 pada beberapa kelompok pelanggan PDAM. Hasil akhir penelitian ini adalah penetapan harga air baik secara ekonomi dan finansial belum memberikan susunan tarif yang sesuai dengan kondisi masyarakat DKI Jakarta dan belum menutupi seluruh biaya pengelolaan air (full cost recovery) tersebut. Kusuma (2006) melakukan penelitian terhadap PDAM Kota Madiun dalam hal kebijakan peningkatan tarif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif dipengaruhi oleh kenaikan tarif dasar listrik, harga bahan bakar minyak, dan tingkat inflasi. Komponen biaya pengelolaan, produksi air maupun jumlah pelanggan mengalami pertumbuhan positif yang menunjukkan kondisi pengelolaan yang semakin membaik. Biaya variabel, biaya investasi, maupun jumlah produksi air berpengaruh nyata dengan arah yang positif terhadap total biaya. Untuk penetapan tarif air baik secara ekonomi maupun finansial telah dapat memberikan susunan tarif yang sesuai bahkan mampu mencapai full cost recovery. Kebijakan kenaikan tarif PDAM Kota Madiun mampu memberikan dampak positif berupa peningkatan penerimaan dan keuntungan.
40
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Operasional Jumlah penduduk yang meningkat menyebabkan permintaan akan air semakin
meningkat. Terutama untuk daerah padat penduduk seperti DKI Jakarta sebagai pusat aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat. Banyaknya pembangunan industri dan infrastuktur untuk kebutuhan pertumbuhan ekonomi mengakibatkan semakin menurunnya daya dukung lingkungan yang pada akhirnya menyebabkan ketersediaan air yang berasal dari air permukaan dan air tanah semakin menurun diikuti dengan menurunnya kualitas air tersebut. PD PAM Jaya sebagai badan yang memberikan jasa pelayanan dan menyelenggarakan kemanfaatan di bidang air minum menghadapi kendala dalam pelaksanaannya seperti tingkat kebocoran air yang tinggi, kualitas air yang masih rendah, distribusi air yang tidak merata, cakupan pelayanan masih terbatas, serta profitabilitas PAM jaya yang masih rendah cenderung negatif. Keterbatasan-keterbatasan ini membuat PAM Jaya untuk melakukan privatisasi dengan bekerja sama dengan perusahaan asing dengan tujuan utama untuk meningkatkan profitabilitas PAM Jaya dan perbaikan pelayanan. Kerjasama ini sudah berjalan hampir setengah dari masa perjanjian selama 25 tahun dan dapat dikatakan kebutuhan akan air bersih masyarakat DKI Jakarta belum terpenuhi dan mitra PAM Jaya tersebut belum dapat memenuhi perjanjian kerjasama yang disusun tahun 1997 walaupun ada peningkatan. Salah satu persyaratan utama agar perusahaan berada dalam keadaan profit adalah harga atau tarif air lebih besar dari biaya produksi. Keadaan yang terjadi saat ini adalah tarif terus meningkat namun belum dapat menutupi biaya produksi. Pada akhirnya kinerja dari PAM Jaya setelah mengalami privatisasi dipertanyakan. Selain itu dari sisi masyarakat, perlu juga dilihat bagaimana kepuasan pelanggan PAM Jaya terhadap pelayanan yang diberikan termasuk kebijakan penetapan tarif yang mempengaruhi
41
kepuasan pelanggan tersebut. Secara skematis kerangka operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
42
Peningkatan Pelayanan Kebutuhan Publik
Kebutuhan air bersih semakin meningkat
Permasalahan yang muncul : kebocoran air, kualitas, distribusi, cakupan, profitabilitas Terbatasnya dana, SDM, teknologi
Kondisi sebelum privatisasi
Analisis ROA, ROE, Current Ratio
Aspek Keuangan
Privatisasi PD PAM Jaya kepada pihak asing
Aspek Teknis (cakupan pelayanan, produksi air, volume air terjual,UFW, pelanggan)
Analisis keuangan PAM Jaya
Kondisi setelah privatisasi
Aspek Pelayanan (kualitas air, tarif, administrasi)
Kepuasan pelanggan
Analisis Eksplanasi Deskriptif
IPA, CSI
Evaluasi Kinerja PAM Jaya
lingkup penelitian Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Sumber : Peneliti (2009)
43
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di PD PAM Jaya, DKI Jakarta dan pelanggan PT
PAM Lyonnaise Jaya Unit Pelayanan Pelanggan (UPP) Selatan, Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan : (1) ketertarikan penulis terhadap penetapan tarif dan kinerja PD PAM Jaya sejak privatisasi, (2) adanya kesesuaian data yang diharapkan dapat mendukung dan mewujudkan tujuan penelitian yang diajukan, (3) penyesuaian terhadap keterbatasan tenaga, biaya, dan waktu yang dimiliki peneliti. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Agustus 2009. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan penelitiannya, maka jenis dan sumber data dijabarkan sebagai
berikut pada Tabel 2 Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Penelitian No
Tujuan Penelitian
1
Evaluasi kinerja PAM Jaya sebelum dan sesudah privatisasi
2
Evaluasi pelaksanaan kerjasama
3 4
4.3.
Evaluasi kinerja PAM dari perspektif masyarakat Evaluasi Kinerja PAM Jaya dari perspektif ekonomi
Data yang diperlukan
Sumber Data
Metode Analisis
Komponen data produksi dan keuangan PAM Jaya Perjanjian Pelaksanaan Kerjasama Target kinerja PAM, Rapor tahunan, kepuasan pelanggan
PD PAM Jaya, literatur
Analisis statistika data time series Analisis deskriptif, ROA,ROI,CR
Sejarah privatisasi PD PAM Jaya
PD PAM Jaya PD PAM Jaya, pelanggan PD PAM Jaya, literatur
IPA, CSI Analisis deskriptif
Penentuan Jumlah Responden Responden dipilih berdasarkan metode Quota Sampling yang digunakan untuk
mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi dengan responden diharapkan adalah orang-
44
orang yang diperkirakan dapat menjawab dari beberapa sisi tersebut. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah warga Jakarta Selatan yang menggunakan air PAM Jaya sebesar 59.139 pelanggan. Spesifikasi pelanggan yang akan dijadikan responden adalah pelanggan yang telah berlangganan sebelum tahun 1998 dan populasinya berjumlah 16.697 pelanggan. Jumlah yang akan dijadikan responden adalah sebesar 30 rumah tangga. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan jumlah tersebut merupakan jumlah statistik minimal dan data pendukung yang memperkuat hasil penelitian, sehingga jumlah yang diambil sebagai sampel dianggap cukup mewakili populasi. 4.4.
Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Studi 1) Studi Kepustakaan (Library Research) Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari literatur, buku-buku, jurnal, tulisan ilmiah lainnya serta dokumentasi hukum dan laporan instansi yang relevan dengan materi penelitian. 2) Studi Lapangan (Field Research) Data primer diperoleh dengan cara-cara wawancara, yaitu teknik tanya jawab langsung antara peneliti dengan pihak terkait dan responden untuk mengetahui kondisi pemahaman, pengalaman empirik selama kerjasama, serta persepsi, peranan dalam kerjasama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan mitra swasta. 4.4.2. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir di dalam suatu pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Setelah kuesioner akhir terbentuk, langkah awal yang dilakukan adalah menguji validitas kuesioner. Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat pengukur (instrumen) mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2005).
45
Kuesioner yang dikatakan valid memiliki butir-butir pertanyaan kuesioner yang saling berhubungan dengan konsep-konsep yang diinginkan. Apabila ada pertanyaan yang tidak berhubungan berarti pertanyaan tersebut tidak valid dan akan dihilangkan atau diganti dengan konsep pertanyaan lain yang lebih valid. Rumus yang digunakan adalah teknik korelasi product moment pearson sebagai berikut : rxy =
n∑ XY − ∑ X ∑ Y
n∑ X 2 − (∑ X )
2
n∑ Y 2 − (∑ Y )
2
Keterangan : rxy
= Korelasi antar X dan Y
n
= Jumlah responden
X
= Skor masing-masing pertanyaan
Y
= Skor total
Uji validitas dilakukan pada 30 responden dimana nilai yang dihitung dinyatakan sahih, apabila nilai r lebih dari 0,361. pengujian validitas diolah dengan menggunakan Software Microsoft Excell. Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada Tabel 3.
46
Tabel 3. Nilai Korelasi Uji Validitas Kuesioner Atribut Kualitas Pelayanan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Tingkat Persepsi (< 1997) 0,439 0,666 0,521 0,501 0,619 0,755 0,513 0,439 0,619 0,640 0,503 0,527 0,503 0,666 0,542 0,521 0,693 0,755
Nilai Korelasi Tingkat Persepsi (> 1997) 0,433 0,684 0,735 0,684 0,748 0,614 0,433 0,538 0,579 0,553 0,588 0,433 0,532 0,554 0,582 0,531 0,538 0,552
Tingkat Harapan 0,376 0,502 0,571 0,498 0,518 0,426 0,419 0,826 0,669 0,909 0,820 0,582 0,888 0,542 0,888 0,596 0,383 0,753
Nilai r tabel (n=30; db=28,α=0,05) = 0,361 4.4.3. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur didalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2005). Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik alpha cronbach. Hasil dari uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai Uji Reliabilitas Kuesioner Reliability statistics Persepsi (<97)
alpha 0,872 cronbach Nilai r tabel (n=30; db=28; α=0,05) = 0,60
Reliability Statistics Persepsi (>97)
Reliability Statistics Harapan
0,879
0,911
47
Uji reliabilitas dilakukan pada 30 responden dimana nilai korelasi yang dihitung dinyatakan sahih apabila nilai r lebih dari 0,60 dan semakin sahih jika semakin mendekati 1,00. Pengujian reliabilitas diolah dengan Software SPSS 15 for Windows. 4.5.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data-data yang telah dikumpulkan dilakukan melalui
perhitungan secara manual serta dengan menggunakan Software Microsoft Excell dan Software SPSS 15 for Windows. 4.5.1. Analisis Perkembangan Kinerja Teknis PAM Jaya Analisis dilakukan dengan melihat tren atau laju pertumbuhan dari masing-masing aspek teknis, yaitu produksi air, volume air yang terjual, tingkat air yang hilang, jumlah pelanggan, serta cakupan pelayanan. Setelah laju pertumbuhan didapat, maka akan dilakukan analisis statistik deskriptif untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah privatisasi. 4.5.2. Analisis Struktur Keuangan PAM Jaya Dalam menganalisis kinerja suatu perusahaan, tidak lepas dari analisis keuangan perusahaan tersebut dan tetap menjadi perhatian utama, karena merupakan intisari dari konsekuensi ekonomi yang disebabkan keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Adapun aspek yang penulis teliti adalah : investasi dan biaya imbalan mitra swasta, pendapatan PAM Jaya, Return on Assets, Return on Equity, dan Current Ratio. Penggunaan tiga analisis terakhir dimaksudkan untuk melihat likuiditas perusahaan dan tingkat pengembalian perusahaan. Untuk menganalisis investasi, biaya imbalan, dan pendapatan usaha dilakukan dengan mencari tren atau laju pertumbuhan dari tahun 1998 hingga tahun 2009. Setelah laju pertumbuhan didapat, maka akan dilakukan analisis statistik deskriptif untuk membandingkan kondisi sebelum dan sesudah privatisasi.
48
Return on Assets (ROA) merupakan suatu indikator untuk mengkaji laba yang diperoleh dari investasi suatu perusahaan. Oleh karena itu, ROA merupakan kinerja keuangan yang paling banyak digunakan dalam melakukan kinerja suatu perusahaan. ROA dapat diketahui dengan membagi laba (rugi) setelah dikenakan pajak penghasilan dengan jumlah aktiva yang dimiliki perusahaan. Hasilnya berupa persentase yang memperlihatkan perbandingan antara laba (rugi) dengan aktiva perusahaan. Return on Equity (ROE) merupakan pencerminan dari hasil yang diperoleh pemegang saham atas modal yang ditanamkan pada perusahaan. ROE didapat dengan membagi laba (rugi) perusahaan setelah pajak dengan modal dan cadangan yang dimiliki perusahaan. ROE menunjukkan kemampuan atau modal perusahaan yang dimiliki. Current Ratio (CR) atau rasio lancar mencerminkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio lancar yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan yang tinggi untuk membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo. Akan tetapi, CR yang terlalu tinggi bukan berarti baik, karena hal tersebut mencerminkan adanya investasi yang berlebihan dalam aktiva lancar, sehingga akan terjadi adanya aktiva yang diam atau tidak dimanfaatkan secara maksimal. CR didapat dengan membagi jumlah aktiva lancar dengan jumlah passiva lancar. 4.5.3. Customer Satisfaction Index Menurut Irawan (2003), pengukuran terhadap CSI diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahuntahun mendatang. Tanpa adanya CSI, mustahil top management dapat menentukan tujuan dalam peningkatan kepuasan pelanggan. Kedua, indeks diperlukan karena proses pengukuran kepuasan pelanggan bersifat kontinyu. Metode pengukuran CSI meliputi tahap-tahap berikut, yaitu :
49
1) Menghitung Weighting Factor (WF), yaitu mengubah nilai rata-rata kepentingan menjadi angka persentase dari total rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total WF 100%. 2) Menghitung Weighting Score (WS), yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata tingkat kinerja (kepuasan) masing-masing atribut dengan WF masing-masing atribut. 3) Menghitung Weighting Total (WT), yaitu menjumlahkan WS dari semua atribut kualitas jasa. 4) Menghitung Stratified Index (SI), yaitu WT dibagi skala maksimal yang digunakan, kemudian dikali 100%. Skala kepuasan yang umum dipakai interpretasi indeks adalah skala nol sampai satu. Seperti yang dijabarkan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Kriteria Indeks Kepuasan Konsumen Nilai Indeks Indeks Kepuasan Konsumen 0.81 – 1.00 Sangat Baik 0.66 – 0.80 Baik 0.51 – 0.65 Cukup Baik 0.35 – 0.50 Kurang Baik 0.00 – 0.34 Tidak Baik Sumber : Panduan Survei Kepuasan PT. Sucofindo, 2007 dalam Aditiawarman (2007)
4.5.4. Importance Performance Analysis Analisis Importance-Performance atau IPA merupakan salah satu alat analisis untuk mengukur kepuasan pelanggan. Berdasarkan analisis ini suatu perusahaan dapat mengetahui tingkat kepentingan menurut persepsi pelanggan diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. Penggunaan konsep ini memungkinkan perusahaan dapat menangkap persepsi yang lebih jelas mengenai pentingnya variabel yang tersebut di mata pelanggan. Selanjutnya perusahaan dapat mengaitkan pentingnya variabel ini dengan kenyataan yang dirasakan oleh pelanggan. Setelah mengetahui tingkat kepentingan dan kenyataan yang
50
dirasakan oleh pelanggan, perusahaan dapat menetapkan strategi agar performance perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan. Y (harapan) Prioritas utama
Prioritas prestasi
A
B
Prioritas rendah
Berlebihan
C
D
y
X (persepsi) (0,0) χ Gambar 3. Koordinat Kartesius Kepuasan Pelanggan Sumber : Supranto, 2001
Keterangan : A. Menunjukkan faktor/atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan tetapi manajemen belum melaksanakannya (pelanggan kecewa). B. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilakukan dan wajib dipertahankan. Dianggap sangat penting dan memuaskan. C. Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting, pelaksanaan oleh perusahaan biasa saja. Kurang penting kurang memuaskan. D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting oleh perusahaan tetapi sangat memuaskan.
51
V. GAMBARAN UMUM 5.1.
Gambaran Umum PD PAM Jaya Pengadaan air bersih kota Jakarta (Batavia) dimulai dari penggunaan sumur
bor/artesis
pada
tahun
1843.
Tercatat
dalam
sejarah
pada
tahun
1920,
Gementeestaatwaterleidengen van Batavia sebuah perusahaan pemerintah Hindia Belanda menemukan mata air di Ciomas-Ciburial-Bogor, dengan kapasitas 484 l/dt dengan sistem gravitasi. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pelayanan air minum dikelola oleh Bangsa Indonesia dan berganti nama menjadi PD PAM Jaya serta pengelolaannya oleh Dinas Saluran Air Minum Kota Praja dibawah kesatuan Pekerjaan Umum Kota Praja. Tahun 1953 dibangun Instalasi Pengolahan Air pertama di Pejompongan I yang kemudian disusul pada tahun 1964 dengan Instalasi Pengolahan Air Pejompongan II, dengan kapasitas masing-masing sebesar 2.000 l/dt dan 3.000 l/dt. Pada tahun 1968, PAM Jaya dipisahkan dari Dinas Pekerjaan Umum sesuai dengan SK Gubernur No 1b/3/22/1968 dan disahkan 1977. Selanjutnya pada tahun 1978 mulai dioperasikan penjernihan di daerah Cilandak yang diikuti dengan pengoperasian Instalasi Pulogadung serta beberapa instalasi kecil pada tahun 1982. Tahun 1987 dimulai pembangunan instalasi di Buaran yang kemudian dilanjutkan dengan pengoperasian instalasi tersebut dengan kapasitas sebesar 2.000 l/dt dimana pada saat yang bersamaan Instalasi Pulogadung telah mampu memproduksi 4.000 l/dt. Selanjutnya pada tahun 1992 Instalasi Buaran sudah dapat berproduksi mencapai 2.000 l/dt yang kemudian mencapai optimalisasi sebesar 5.000 l/dt pada tahun 1996. Pada tahun 1997 dilakukan Perjanjian Kerjasama antara PAM JAYA dengan PT. Garuda Dipta Semesta dan Ordeo Suez Lyonnaise de Eaux serta dengan PT Kekarpola Airindo dan Thames Overseas Ltd.
52
5.1.1. Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi PAM Jaya Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya) merupakan Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dibidang pengusahaan, penyediaan, dan pendstribusian air minum serta usaha-usaha lain yang berkaitan dengan air minum. Dalam operasional sehari-hari PAM Jaya dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang bertanggungjawab secara langsung kepada Gubernur DKI Jakarta melalui Badan Pengawas. Tugas pokok PAM Jaya berdasarkan Pasal 6 Perda 13 Tahun 1992 adalah melakukan segala usaha yang berhubungan langsung dengan penyediaan dan pendistribusian air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan serta pelayanan yang baik bagi masyarakat dengan berpedoman pada prinsip-prinsip ekonomi perusahaan. Fungsi PAM Jaya berdasarkan Pasal 7 Perda 13 Tahun 1992 adalah mengusahakan pengadaan penyediaan air minum; membangun, mengelola dan memelihara Instalasi Pengolahan Air dan penyimpanan air; membangun dan memelihara sistem pelayanan air minum; memasang dan memelihara pipa-pipa transmisi dan pipa distribusi; mengelola sistem pendistribusian air minum; pemeriksaan laboratorium terhadap sumber dan produk air minum; usulan penyesuaian tarif air minum; melayani permintaan sambungan air minum; melakukan pencatatan meter air pelanggan air minum; menagih langganan air minum dan biaya lainnya sesuai undang-undang; mengambil tindakan terhadap pemakaian air minum yang tidak sah; menyediakan air minum dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan fasilitas kota; memberikan ijin dan mengawasi usaha-usaha instalasi air minum yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga; meningkatkan mutu, keterampilan dan kesejahteraan karyawan untuk meningkatkan pelayanan umum. 5.1.2. Visi Misi PAM Jaya Visi PAM JAYA adalah terwujudnya PAM JAYA sebagai perusahaan yang memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat DKI Jakarta secara menyeluruh
53
dan berkualitas yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (Total Quality Customer Service). Visi ini ditunjukkan oleh PAM Jaya melalui pembangungan sarana produksi air minum dan peningkatan jaringan distribusi sehingga diharapkan pelayanan air minum suatu saat akan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Misi
PAM
JAYA
adalah
melaksanakan
pelayanan
air
minum
yang
berkesinambungan kualitas, kuantitas dan kontinuitas, guna mendukung program Pemerintah Propinsi DKI Jakarta mewujudkan kota Jakarta sebagai Kota Pelayanan Pemenuhan. Misi tersebut melalui sasaran sebagai berikut : meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pendistribusian air minum yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, berkembangnya perekonomian daerah, serta pengembangan usaha PAM Jaya dan perluasan kesempatan kerja. 5.1.3. Administrasi dan Manajemen Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1953, Pasal 2 ayat 1(e) menyebutkan bahwa urusan penyelenggaraan air minum dan penyehatan lingkungan telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, baik tingkat I maupun tingkat II sebagai urusan rumah tangga daerah yang penyelenggarannya berdasarkan asas desentralisasi. Kebutuhan air bersih semakin meningkat sementara pemenuhannya yang tidak seimbang dengan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merencanakan, melaksanakan serta membiayai, maka dalam rangka pelaksanaan tugas pembinaan tersebut Pemerintah Pusat memberikan bantuan-bantuan berupa : asistensi teknis, bantuan proyek berbentuk perintisan atau dibatasi sampai kebutuhan dasar, bantuan keuangan, bantuan lainnya 10 .
10
Dasawarsa Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan, Lokakarya II 29 Sept-2Okt 1982, Denpasar Bali, p.III.1 dalam Bakara 2001
54
5.1.4. Struktur Organisasi PAM Jaya Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No 360 Tahun 1995, Susunan Organisasi PAM Jaya terdiri atas : Badan Pengawas, Unsur Pimpinan, Unsur Staf, Unsur Pelaksana. Badan pengawas diketuai Gubernur Kepala DKI Jakarta sebagai badan yang bertugas mengawasi seluruh BUMN. Unsur pimpinan yaitu Direktur Utama sebagai Penanggung jawab dan Pimpinan tertingi dari PAM Jaya yang akan memberikan wewenang operasionalnya pada dua orang direktur sesuai dengan bidangnya masingmasing, yaitu Direktur Umum dan Direktur Teknik. Unsur staf terdiri dari beberapa subdivisi yang bertanggung jawab terhadap pimpinan dan mengepalai beberapa bagian. Unsur pelaksana adalah para pelaksana yang berada dibawah beberapa bagian dari subdivisi yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan dan produksi dari kerja PAM Jaya. 5.1.5. Pelayanan PAM Jaya Sumber air yang digunakan tidak lagi hanya berasal dari Ciburial Bogor, tapi juga dihasilkan dari beberapa sumber meliputi : Air Kanal (Sungai Ciliwung dan Jatiluhur), Kali Krukut, Kanal Tarum Barat (Jatiluhur), Kali Pesanggrahan, Saluran Bekasi Tengah, Kali Ciliwung serta pembelian air bersih dari Ciburial Bogor, Warung Gantung Pesanggrahan, dan Perumahan Cengkareng.
55
Gambar 4. Sumber Air Baku PAM Jaya Sumber : PAM Jaya, 2009
Untuk memudahkan sistem pendistribusian, pelayanan PAM Jaya dibagi dalam bentuk Zoning, yaitu pendistribusian berdasarkan wilayah-wilayah. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan sistem pemdistribusian air bersih di DKI Jakarta serta dalam menekan kehilangan air yang terjadi selama ini. PAM Jaya memiliki enam zoning area yang akan melayani kebutuhan air bersih di ibukota Jakarta, yaitu : Zona I
:
Dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Pejompongan I (2.000l/dt) dan Pejompongan II (3.600 l/dt). Daerah yang dilayani mencakup daerah Gajah Mada, Gambir, Slipi, Bendungan Hilir, Taman Sari, Pekojan, Pluit, Tebet, Jelambar, Setiabudi, Palmerah, dan Gelora Senayan.
Zona II
:
Dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Pulo Gadung (4.000 l/drt) dengan cakupan daerah yaitu Kramat, Menteng, Cempaka Putih, Pulo Gadung, Penggilingan, dan Jatinegara.
Zona III
:
Dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Buaran II (3.000 l/dt) dengan cakupan daerah Kemayoran, Kebun Bawang, Cilincing, Tanjung Priok, Tugu, Kelapa Gading, Sunter, dan Semper. 56
Zona IV dan V :
Dilayani oleh Pusat Distribusi Lebak Bulus dan Kebon Jeruk dimana airnya berasal dari Instalasi Cisadane milik PDAM Tangerang yang berkapasitas 3.000 l/dt, sedangkan yang disalurkan ke Jakarta sebesar 2.800 l/dt, dengan cakupan daerah Kapuk Muara, Kedawung, Kali Angke, Kebon Jeruk, Sukabumi Udik/Ilir, Kebayoran Lama, Melawai, Mampang Prapatan, Grogol Selatan.
Zona VI
:
Dilayani oleh Instalasi Pengelolaan Air Buaran I (2.000 l/dt) dengan cakupan daerah Klender, Cipinang, Pondok Bambu, Duren Sawit, Malaka Sari, Malaka Jaya, Pondok Kopi, Pondok Kelapa, Kebon Pala, Halim Perdana Kusuma, Cipinang Melayu, Cililitan, Condet.
Gambar 5. Pembagian Wilayah Pelayanan PAM Jaya Sumber : Perjanjian Pelaksanaan Kerjasama dengan Swasta di PAM Jaya, 1997
5.1.6. Pelanggan PAM Jaya Pelanggan PAM Jaya diklasifikasikan berdasarkan jenis tarif. Klasifikasi pelanggan PAM Jaya didasarkan dalam lima golongan, yaitu ; 1) Sosial : terdiri dari sosial khusus dan sosial umum 2) Non niaga : terdiri dari rumah tangga dan instansi pemerintah 3) Niaga : terdiri dari niaga besar dan niaga kecil 4) Industri : terdiri dari industri kecil dan industri besar 57
5) Khusus Jumlah masyarakat yang sudah terlayani oleh PAM Jaya sampai tahun 2008 sebesar
778.044 pelanggan, dengan pelanggan terbanyak berasal dari golongan non
niaga, yakni sebesar 56,18% dari keseluruhan pelanggan PAM Jaya. 5.2.
Kerjasama Mitra Asing Latar belakang terjadinya kerjasama antara PAM Jaya dengan mitra asing karena
perlu adanya public investment untuk berperan serta dalam pengelolaan dan pembangunan infrastruktur air minum dalam pola kinerja yang saling menguntungkan (win-win approach). Untuk mempercepat kinerja tersebut maka pada tanggal 6 Juni 1997 dibentuklah kerjasama dengan dua konsorsium yang dinilai berkemampuan, yaitu PT Garuda Dipta Semesta dan PT Kekarpola Airindo. Kerjasama ini sebagai upaya meningkatkan kinerja PAM Jaya dimana dalam era globalisasi diperlukan keikutsertaan swasta. Peningkatan kinerja yang diharapkan yaitu : 1) Sektor swasta membawa dana segar untuk mengelola secara efisien dan mempercepat pembangunan. 2) PAM Jaya mengharapkan terjadi peningkatan kinerja dengan pelayanan yang lebih baik serta tarif yang masih terjangkau oleh masyarakat. 5.2.1. Prinsip dan Tanggung Jawab Kerjasama Kerjasama diharapkan dapat menguntungkan semua pihak yang terlibat, yaitu antara PAM Jaya, Mitra Swasta, Pemerintah Daerah DKI Jakarta, karyawan perusahaan yang terlibat, serta masyarakat. Bagi PAM Jaya, sasaran yang hendak dicapai adalah agar PAM Jaya mampu membayar kewajiban hutang dan tetap memperoleh keuntungan yang layak dalam berkontribusi pada pendapatan asli daerah. Sementara itu sasaran bagi mitra swasta
58
sendiri adalah tercapainya pengembalian modal yang layak (termasuk didalamnya biaya operasi dan pemeliharaan, serta biaya investasi) dan memperoleh keuntungan yang layak. Dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut, dilakukan pembagian tugas dan tanggung jawab utama antar kedua pihak yang dapat dilihat dalam Tabel 6 berikut. Tabel 6. Pembagian Tanggung Jawab PAM Jaya dengan Mitra Swasta Mitra Swasta PAM Jaya • Pencapaian Target Teknis dan Standard • Memonitor Target Teknis dan Standard Pelayanan Pelayanan • Rencana Investasi 5 Tahun tahap • Evaluasi Studi Kelayakan dan membantu selanjutnya dalam negosiasi tahap berikutnya • Pendanaan • Memonitor pendanaan • Pelaksanaan • Memonitor pelaksanaan • Operasi dan Pemeliharaan • Memonitor operasi dan pemeliharaan • Masukan ke Panitia Pengaturan Tarif • Pengaturan tarif Sumber : Perjanjian Pelaksanaan Kerjasama dengan Swasta di PAM Jaya, 1997
5.2.2. Lingkup Kerjasama PAM Jaya sebagai Pihak Pertama dan PT Garuda Dipta Semesta (PT GDS) sebagai Pihak Kedua untuk wilayah Barat sedangkan PT Kekarpola Airindo (PT KPA) sebagai Pihak Kedua untuk wilayah Timur. Lingkup kerjasama terpisah, namun Perjanjian Kerjasama kedua wilayah hampir sama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5. Selama periode kerjasama 25 tahun, PAM Jaya akan menyerahkan tanggung jawab kepada GDS dan KPA untuk mengoperasikan, memelihara, dan mengembangkan sistem penyediaan air bersih kota DKI Jakarta. Pekerjaan ini meliputi perbaikan dan pengembangan pengolahan air bersih, sistem distribusi dan jaringan-jaringannya. Pada akhir kerjasama seluruh sistem dan aset akan dikembalikan ke PAM Jaya. 5.2.3. Bentuk Kerjasama Kerjasama dilakukan dalam bentuk konsesi modifikasi, yaitu dalam kerjasama tersebut pembagian penerimaan masing-masing pihak akan diperoleh dari escrow account.
59
Escrow Account atau Rekening Escrow adalah rekening bersama antara pihak PAM Jaya dengan mitranya, dimana seluruh pendapatan dari hasil kubikisasi air tercetak akan disetorkan langsung kedalam rekening ini. Dalam proses kerjasama ini, PAM Jaya hanya akan bertindak sebagai pengawas, selanjutnya untuk operasional perusahaan baik proses produksi hingga distribusi kepada pelanggan akan dikelola oleh kedua mitranya. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 6 berikut. Departemen Keuangan
PEMDA DKI Jakarta
Badan Regulator Pengembalian Pinjaman
PAM DKI Jakarta Pengembalian Pinjaman
Overhead Pengelolaan Imbalan
Operator (Palyja/Aetra)
Escrow Account
Pelayanan
Pelanggan PAM Jaya
Pembayaran rekening
Gambar 6. Pola Kejasama dan Pembagian Pendapatan Sumber : PAM Jaya, 2009
Dalam pelaksanaan kerjasama ini juga diatur tentang alokasi dan pengelolaan resiko yang akan ditanggung oleh kedua pihak tersebut. Dilihat dalam Tabel 7 berikut. Tabel 7. Alokasi dan Pengelolaan Resiko Usaha Pembagian Resiko Resiko Investor Resiko Bersama • Pendanaan • Gagal menutup sumur • Aktivitas Pengembangan dalam • Perkembangan ekonomi • Akitivitas Bisnis • Perkembangan Urban • Piutang tidak tertagih • Force Majeur • Volume Sold Water • Pertumbuhan penduduk • Perubahan perundangan
Resiko PAM Jaya • Penetapan tarif air
Sumber : Perjanjian Pelaksanaan Kerjasama dengan Swasta di PAM Jaya, 1997
60
5.2.4. Target Teknis dan Standard Pelayanan Pelaksanaan kerjasama ini mempunyai target teknis yang harus dicapai dan standard pelayanan yang lebih baik. Mitra swasta akan menerima menerima bayaran berdasarkan volume air terjual, tercatat, dan ditagih. Target air jual tahunan untuk lima tahun pertama telah disepakati. Apabila mitra swasta tidak dapat memenuhi target maka mitra swasta harus membayar denda ke PAM Jaya. Penetapan target teknis yang disepakati oleh kedua pihak dapat dilihat dalam Tabel 8 berikut. Tabel 8. Target Teknis dan Standard Pelayanan Tahun ke 5 Tahun ke 10 Tahun ke 20 Tahun ke 25 3 3 342 juta m 398 juta m 419 juta m3 428 juta m3 • Volume air terjual 35% 25% 20% 20% • UFW 70% 75% 98% 100% • Cakupan Pelayanan Air bersih pada akhir tahun ke 9 Air minum mulai tahun ke 10 • Kualitas 7.5 m pada seluruh zona (kecuali 7.5 m pada seluruh zona • Tekanan Air Pluit) pada akhir tahun ke 5 sebelum akhir tahun ke 10 Sumber : Perjanjian Pelaksanaan Kerjasama dengan Swasta di PAM Jaya, 1997
5.3.
Karakteristik Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) merupakan salah satu mitra swasta PAM Jaya
dalam menjalankan pelaksanaan kerjasama ini. Sampai saat ini jumlah pelanggan Palyja adalah sebesar 398.557 pelanggan dengan pengguna terbanyak merupakan golongan tarif III A (PAM Jaya, 2009). Responden yang diteliti dalam penelitian merupakan responden pengguna air PAM golongan tarif 2A2 dengan karakteristik sebagai berikut. 5.3.1. Tingkat Pendapatan Dari 30 orang responden, sebanyak 11 keluarga pendapatan per bulannya dibawah Rp 2.248.733, yaitu sebesar 37%. Keluarga dengan pendapatan antara Rp 2.248.773 dan Rp 3.617.934 serta antara Rp 3.617.935 – Rp 4.987.136 masing-masing sebesar 33% dan 10%, sedangkan hanya 20% keluarga dengan total pendapatan keluarga yang diatas Rp 4.987.136. Rata-rata pendapatan keluarga adalah sebesar Rp 2.933.333 per bulan.
61
Pendapatan per bulan
20% 37%
< Rp 2.248.733 Rp 2.248.733 - Rp 3.617.934 Rp 3.617.935 - Rp 4.987.136
10%
> Rp 4.987.136 33%
Gambar 7. Tingkat Pendapatan per bulan Sumber : Hasil penelitian, diolah (2009)
5.3.2. Tingkat Pengeluaran Sebagian besar responden, tingkat pengeluarannya dibawah Rp 2.184.731,74 yaitu sebesar 40%, sedangkan pengeluaran sebesar 30% dan 20% masing-masing antara Rp 2.184.731,74 – Rp 3.588.601,60 dan antara Rp 3.588.601,61 – Rp 4.992.471,47. Responden dengan pengeluaran diatas Rp 4.992.471,47 hanya sebesar 10%. Rata-rata pengeluaran keluarga adalah sebesar Rp 2.886.667 per bulan. Pengeluaran per bulan
< Rp 2.184.731,74
20% 40%
Rp 2.184.731,74 - Rp 3.588.601,60 Rp 3.588.601,61 - Rp 4.992.471,47
10%
> Rp 4.992.471,47 30%
Gambar 8. Tingkat Pengeluaran per bulan Sumber : Hasil penelitian, diolah (2009)
5.3.3. Rata-Rata Pengeluaran Air PAM Dalam pengeluaran untuk membayar air PAM, diketahui kemudian bahwa ratarata pengeluaran terbesar berkisar antara Rp 56.397,92 – Rp 110.002,08 sebesar 54%. Namun diketahui juga bahwa sebesar 3% membayar rata-rata pengeluaran air mereka diatas Rp 163.606,25, yaitu sebanyak 3 orang. Rata-rata pengeluaran keluarga untuk membayar air PAM Jaya adalah sebesar Rp 83.200 per bulan.
62
Rata-rata Bayar Air PAM per bulan
10%
3%
33%
< Rp 56.397,92 Rp 56.397,92 - Rp 110.002,08 Rp 110.002,09 - Rp 163.606,25 > Rp 163.606,25
54%
Gambar 9. Rata-Rata Bayar Air PAM Sumber : Hasil penelitian, diolah (2009)
5.3.4. Penggunaan Air PAM Sebagian besar responden menggunakan air PAM untuk mandi dan mencuci, masing-masing sebesar 24%. Sementara untuk kebutuhan pokok lainnya seperti makan dan minum, responden hanya menggunakan air PAM sebesar 16% dan 15%. Dapat diketahui bahwa responden mempunyai sumber air lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Penggunaan Air PAM
21%
15% Minum 16%
Masak Mandi Mencuci Menyiram tanaman
24% 24%
Gambar 10. Penggunaan Air PAM Sumber : Hasil penelitian, diolah (2009)
5.3.5. Sumber Air Selain Air PAM Dalam melihat karakteristik pelanggan PAM melalui sumber air selain air PAM Jaya. Sumber-sumber air lain yang dimiliki oleh pelanggan beragam dan alasan pelanggan menggunakannya juga beragam.
63
Sumber Air Selain PAM
29% Air Tanah Tetangga Galon 65%
6%
Gambar 11. Sumber Air Selain Air PAM Sumber : Hasil penelitian, diolah (2009)
Sebesar 40% dari total responden mempunyai sumber air selain air PAM. Dari 40% tersebut, sebesar 65% masih menggunakan air tanah sebagai sumber air mereka, baik dengan sumur, kompa, pompa, maupun dengan jetpam, tergantung kedalaman pengambilan air tanah. Sisanya sebesar 29% menggunakan air galon dan 6% meminta air dari tetangga. Penyebab responden menggunakan sumber air selain air PAM adalah kualitas air yang lebih baik dari air PAM, yaitu sebesar 64%. Sisanya berimbang masingmasing sebesar 18% dikarenakan harga yang lebih murah dan kuantitas yang baik. Penyebab Penggunaan Non PAM
18%
18%
Harga Kualitas Kuantitas
64%
Gambar 12. Penyebab Penggunaan Selain Air PAM Sumber : Hasil penelitian, diolah (2009)
64
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa mengenai kinerja PAM Jaya dalam penelitian ini melihat kondisi sebelum dan sesudah privatisasi melalui tiga aspek, yaitu aspek pelayanan teknis kinerja PAM Jaya, aspek pelayanan tarif, serta aspek kepuasan pelanggan. 6.1.
Analisa Pelayanan Teknis Sebelum dan Sesudah Privatisasi Analisa pelayanan teknis kinerja PAM Jaya ini dilihat dari beberapa kinerja
teknis, yaitu produksi air bersih, jumlah air yang terjual, tingkat kehilangan air, jumlah pelanggan atau sambungan, serta cakupan pelayanan yang sudah dicapai PAM Jaya. Masing-masing data dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun menurut laporan PAM Jaya, kemudian dianalisa untuk melihat laju pertumbuhan dan dibandingkan dengan target teknis yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama (PKS) 1997 maupun rebasing yang dilakukan setiap lima tahun. 6.1.1. Produksi Air PAM Jaya Produksi air bersih mengalami kenaikan setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan air bersih. Rata-rata jumlah air bersih yang diproduksi dalam kurun waktu ini adalah sebesar 456,40 juta m3 per tahun dengan laju pertumbuhan sebesar 3,37% per tahun, sedangkan masa sebelum privatisasi dalam kurun tahun 1992 hingga tahun 1997 memiliki laju pertumbuhan sebesar 8,57%. Dibandingkan dengan masa setelah privatisasi, baik kurun waktu tahun 1998 hingga tahun 2008 atau tahun 2003 hingga tahun 2008, terdapat perbedaan yang cukup tajam, masing-masing 0,63% dan 0,72%. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat produksi air bersih PAM Jaya setelah privatisasi jauh kecil atau lebih lambat dari tingkat produksi air bersih PAM Jaya sebelum privatisasi.
65
Tabel 9. Perbandingan Perkembangan Produksi Air PAM Jaya Tahun 1992-2008 dengan Target Teknis Tahun
Produksi Air PDAM (Juta m3) 1992 312,12 1993 339,18 1994 344,23 1995 347,14 1996 409,43 1997* 466,40 1998 488,73 1999 491,56 2000 465,09 2001 481,82 2002 488,24 2003 500,91 2004 521,09 2005 538,37 2006 536,55 2007 510,08 2008 517,94 2009** 126,54 456,40 Rata-rata (Juta m3) Laju Pertumbuhan (%) 3,37 Pra-privatisasi (%) 8,57 Pasca-privatisasi (99-08) (%) 0,63 Pasca-privatisasi (03-08) (%) 0,72 * patokan tahun terjadi privatisasi ** triwulan ke-2 tahun 2009 Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Target Teknis (Juta m3) 466,45 493,56 465,43 458,33 457,61 500,69 515,13 486,89 482,28 477,36 502,33 125,27
Perubahan (%) 104,78 99,59 99,93 105,12 106,69 100,04 101,16 110,57 111,25 106,85 103,11 101,02 104,18
Bila dibandingkan dengan target, maka dapat dilihat pada Tabel 9 diatas bahwa rata-rata perubahan produksi air PAM Jaya sebesar 104,18%. Hal ini berarti terdapat perubahan positif dan melebihi 100% dari target yang semula direncanakan. Namun jika kembali dibandingkan dengan laju pertumbuhan setelah privatisasi, maka produksi air PAM Jaya masih harus ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. 6.1.2. Volume Air PAM Jaya Terjual Air PAM yang terjual merupakan air PAM yang dibayarkan masyarakat sesuai penggunaannya atau kubikisasi tercetak. Rata-rata volume air PAM yang terjual adalah sebesar 218,16 juta m3 per tahun dengan laju pertumbuhan sebesar 3,95%. Laju pertumbuhan setelah privatisasi kurun waktu tahun 1998 hingga tahun 2008, yakni
66
3,79%, terus menurun bahkan laju pertumbuhan mencapai angka negatif, yaitu sebesar
-
1,11% dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Tabel 10. Perbandingan Perkembangan Volume Air PAM Jaya Terjual Tahun 1992-2008 dengan Target Teknis Tahun 1997 Tahun
Air PAM Jaya Terjual (Juta m3) 1992 143,74 1993 159,94 1994 168,31 1995 166,38 1996 176,44 1997* 199,34 1998 181,13 1999 207,84 2000 228,35 2001 237,19 2002 255,15 2003 274,10 2004 270,91 2005 267,08 2006 261,86 2007 255,02 2008 258,94 2009** 65,20 218,16 Rata-rata (Juta m3) Laju Pertumbuhan (%) 3,95 Pra-privatisasi (%) 6,88 Pasca-privatisasi (99-08) (%) 3,79 Pasca-privatisasi (03-08) (%) -1,11 * patokan tahun terjadi privatisasi ** triwulan ke-2 tahun 2009 Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Target Teknis (Juta m3) 194,35 223,46 240,03 242,38 250,07 272,72 274,78 282,71 289,28 279,78 259,51 65,30
Perubahan (%)
93,20 93,01 95,13 97,86 102,03 100,51 98,59 94,47 90,52 90,08 99,78 99,85 96,25
Laju pertumbuhan yang semakin melambat ini mengindikasikan bahwa penjualan air PAM Jaya terus mengalami mengalami penurunan dibandingkan dengan masa sebelum privatisasi. Jika dibandingkan dengan target teknis, maka dapat dilihat bahwa rata-rata realisasi dicapai 96,25% dari target teknis tahunan yaitu sebesar 218,16 m3.
67
Perbandingan Target dan Realisasi Volume Air Terjual PAM Jaya 450000000
400000000
350000000
Volume Terjual
300000000
250000000 Volume air 200000000
Target per tahun Kontrak Kerjasama 1997
150000000
100000000
50000000
0 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
Tahun
Gambar 13. Grafik Perbandingan Target dan Realisasi Volume Air Terjual PAM Jaya Sumber : PKS, 1997 dan PAM Jaya, 2009 (diolah)
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan lima tahun terakhir yang cenderung melambat dan semakin jauh dari Target Teknis dan Standard Pelayanan (Tabel 8) PKS 1007 pada akhir tahun ke 10, maka kinerja mitra swasta perlu ditingkatkan sebesar 192% agar pada akhir tahun ke 20 target kerjasama dapat dicapai. 6.1.3. Uncounted For Water PAM Jaya Uncounted for water (UFW) merupakan tingkat air yang hilang. Penyebabnya ada dua, yaitu karena kesalahan teknis dan non teknis. Kesalahan teknis terjadi karena kebocoran pipa air, pencurian air PAM, dan kerusakan alat meter pencatat air. Kesalahan non teknis seperti kesalahan dalam pembacaan meter air sehingga mempengaruhi pencatatan air yang digunakan oleh pelanggan11 .
11
Hasil wawancara dengan Manager Pelaksanaan Investasi, Bapak Buntoro 27/07/09
68
Tabel 11. Perbandingan Perkembangan Tingkat Air yang Hilang PAM Jaya Tahun 1992-2008 dengan Target Teknis Tahun 1997 Tahun
UFW PAM Jaya (%) (m3) 1992 52,82 168,38 1993 53,14 179,24 1994 52,76 175,92 1995 57,21 180,76 1996 57,45 232,99 1997* 57,76 267,06 1998 62,40 304,94 1999 57,71 283,68 2000 50,91 236,78 2001 50,57 243,63 2002 47,61 232,45 2003 45,27 226,74 2004 47,93 249,73 2005 50,40 271,31 2006 51,10 274,15 2007 50,52 257,67 2008 50,01 259,02 2009** 48,35 61,18 Rata-rata (%) 52,68 Laju Pertumbuhan (%) -0,20 Pra-privatisasi (%) 1,86 Pasca-privatisasi (99-08) (%) -2,05 Pasca-privatisasi (03-08) (%) 2,05 * patokan tahun terjadi privatisasi ** triwulan ke-2 tahun 2009 Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Target Teknis (%) 67,92 61,47 53,90 55,93 51,28 45,03 50,08 64,82 71,41 75,40 51,68 48,93
Perubahan (%) 91,87 93,88 94,45 90,40 92,83 100,52 95,70 77,75 71,55 66,99 96,78 98,81 89,29
Sampai tahun 2009, rata-rata tingkat kehilangan air adalah sebesar 52,68% atau sebesar 237,91 juta m3. Artinya, tingkat kehilangan air ini masih besar untuk wilayah DKI Jakarta. Jika dilihat laju pertumbuhan antara sebelum privatisasi dan setelah privatisasi, maka terlihat bahwa laju pertumbuhan setelah privatisasi lebih kecil dan menunjukkan pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar -2,05 dalam kurun waktu tahun 1998 hingga tahun 2008.
69
Perkeambangan Target dan Realisasi UFW PAM Jaya 80
70
60
% UFW
50 UFW 40
Target per tahun Kontrak Kerjasama 1997
30
20
10
0 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
Tahun
Gambar 14. Grafik Perbandingan Target dan Realisasi UFW PAM Jaya Sumber : PKS, 1997 dan PAM Jaya, 2009 (diolah)
Lima tahun terakhir memperlihatkan laju pertumbuhan 2,05%. Pertumbuhan yang positif ini memperlihatkan bahwa dalam mengurangi tingkat air yang hilang, mitra swasta bahwa mitra swasta telah berhasil mengurangi UFW walau belum memenuhi target. Dibandingkan dengan Tabel 8, seharusnya UFW sudah dapat dikurangi hingga 25% pada akhir tahun ke 10 atau akhir tahun 2008, sehingga tingkat UFW sebesar 50,01% harus terus dikurangi hingga mencapai angka 20% pada akhir tahun ke 20 atau tahun 2018. 6.1.4. Pelanggan PAM Jaya Pelanggan PAM Jaya dilihat dari jumlah sambungan air yang dipasang ke rumah atau instansi sesuai dengan permintaan masyarakat atau calon pelanggan.
70
Tabel 12. Perbandingan Perkembangan Jumlah Pelanggan PAM Jaya Tahun 19922008 dengan Target Teknis Tahun 1997 Tahun
Pelanggan PAM Jaya (sambungan) 1992 298.891 1993 327.433 1994 345.956 1995 362.618 1996 395.192 1997* 460.641 1998 487.978 1999 511.548 2000 534.090 2001 610.806 2002 649.429 2003 690.456 2004 705.890 2005 708.919 2006 725.441 2007 755.555 2008 778.044 2009** 789.368 Rata-rata (sambungan) 563.236 Laju Pertumbuhan (%) 6,24 Pra-privatisasi (%) 9,11 Pasca-privatisasi (99-08) (%) 4,84 Pasca-privatisasi (03-08) (%) 2,42 * patokan tahun terjadi privatisasi ** triwulan ke-2 tahun 2009 Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Target Teknis (sambungan) 487.978 511.548 562.255 597.149 636.457 690.456 709.232 731.001 749.122 767.260 772.105 779.287
Perubahan (%) 100,00 100,00 100,00 102,29 102,04 100,00 99,53 96,98 96,84 98,47 100,77 101,29 99,85%
Rata-rata jumlah pelanggan PAM Jaya adalah sebesar 563.236 sambungan dengan laju pertumbuhan pertambahan pelanggan sebesar 6,24%. Melihat laju pertumbuhan sebelum privatisasi sebesar 9,11% dan membandingkan dengan 4,84%, maka pertumbuhan jumlah pelanggan mengalami penurunan hampir setengah dari masa sebelum privatisasi. Terlebih lagi jika melihat lima tahun terakhir yang terus berkurang hampir ¼ dari sebelum privatisasi, hanya sebesar 2,42%. Rata-rata perubahan yang terjadi sebesar 99,85%, merupakan perkembangan yang positif, namun belum mencapai target.
6.1.5. Perkembangan Cakupan Pelayanan Setelah Privatisasi
71
Data cakupan pelayanan yang tersedia adalah data dari tahun 1998 hingga tahun 2009 triwulan II, karena baru pada tahun 1998 cakupan pelayanan menjadi salah satu aspek yang harus dicapai dalam kerjasama. Tabel 13. Perkembangan Cakupan Pelayanan PAM Jaya Tahun 1998-2008 Tahun
Cakupan (%) 1998 44,50 1999 45,00 2000 48,50 2001 54,62 2002 56,03 2003 58,89 2004 60,40 2005 60,50 2006 61,38 2007 62,54 2008 63,57 2009** 61,11 Rata-Rata (%) 56,42 Laju Pertumbuhan (%) 3,69 Pasca-privatisasi (99-08) (%) 3,69 Pasca-privatisasi (03-08) (%) 1,54 ** triwulan ke-2 tahun 2009 Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Target Teknis (%) 49,50 57,00 63,50 51,00 53,50 57,70 61,79 66,10 70,30 74,50 61,68 62,46
Perubahan (%) 89,90 78,95 76,38 107,10 104,73 102,05 97,74 91,53 87,30 83,94 103,06 97,83 93,38
Rata-rata perkembangan cakupan pelayanan adalah sebesar 56,42% dengan laju pertumbuhan 3,69%. Dalam lima tahun terakhir terlihat bahwa laju pertumbuhan sebesar 1,54% dengan rata-rata perubahan dari target yang telah dicanangkan sebelumnya adalah sebesar 93,38%. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan cakupan pelayanan PAM Jaya terus mencapai jangkauan yang lebih luas. Cakupan pelayanan dilakukan terutama pada wilayah yang sudah tidak mempunyai air tanah atau sudah tercemar polutan atau intrusi air laut, seperti Jakarta bagian utara hingga pusat.
72
Perbandingan Target dan Realisasi Cakupan Pelayanan PAM Jaya 120
100
Luas cakupan
80
Cakupan Target per tahun Kontrak Kerjasama 1997
60
40
20
0 1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009*
Tahun
Gambar 15. Grafik Perbandingan Target dan Realisasi Cakupan Pelayanan PAM Jaya Sumber : PKS, 1997 dan PAM Jaya, 2009 (diolah)
Jika dilihat dari Gambar 15 diatas dan dibandingkan dengan Target Teknis dan Standard Pelayanan (Tabel 8), maka setelah privatisasi berjalan selama lebih dari 10 tahun, target memperluas cakupan pelayanan sebesar 98% tidak tercapai karena cakupan hanya mencapai 63,57%. Hal ini mengindikasikan bahwa mitra swasta harus terus meningkatkan cakupan pelayanannya dengan menambah jumlah jaringan dan pipa air terutama pada daerah-daerah dengan kondisi air tanah buruk agar terpenuhi target sebesar 98% pada akhir tahun ke-20. 6.1.6. Perkembangan Kualitas dan Tekanan Air PAM Jaya Untuk melihat kualitas air yang dihasilkan PAM Jaya, maka dilakukan pengujian oleh Badan Regulator PAM Jaya di titik-titik yang telah ditentukan sebelumnya. Berikut ini perbandingan kualitas air PAM Jaya pada tahun 2000 dan tahun 2008 pada Tabel 14.
Tabel 14. Perbandingan Kualitas Air Bersih pada Fasilitas Produksi dan Distribusi Tahun 2000 dan 2008
73
Tahun 2000 Mitra Swasta
Jumlah Sampel Fasilitas Produksi 7.407 PT Palyja 6.169 PT TPJ Fasilitas Distribusi 1.897 PT Palyja 2.118 PT TPJ Mitra Swasta
Kimia/Fisika %Baik
Bakteriologis %Baik
%Tidak Baik
Jumlah Sampel
70,10 67,69
29,90 32,31
2.014 2.027
100,00 97,19
0,00 2,81
99,63 87,49
0,37 12,51 Tahun 2008
1.897 2.108
99,89 98,86
0,11 1,14
%Tidak Baik
Jumlah Sampel
0,17 0,67
1.093 8.797
100,00 100,00
0,00 0,00
0,47 0,27
828 3.715
100,00 99,95
0,00 0,05
Kimia/Fisika Jumlah %Baik Sampel Fasilitas Produksi 4.090 99,83 PT Palyja 3.852 99,33 PT TPJ Fasilitas Distribusi 1.476 99,53 PT Palyja 1.850 99,73 PT TPJ Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Bakteriologis %Baik
%Tidak Baik
%Tidak Baik
Dari data diatas dapat dilihat bahwa kualitas air mengalami peningkatan pada tahun 2008, terutama persyaratan bakteriologis dengan jumlah baik mencapai 100%, baik di fasilitas produksi maupun fasilitas distribusi. Bakteriologis yang dimaksud disini adalah bakteri T.Coliform dan E.Coli. Pada tahun 2008, hanya bakteri T.Coli yang masih terdapat di air bersih, yaitu sebesar 0,05%. Sementara itu, pada keadaan kimia atau fisika, masih terdapat pH, Mn, Deterjen, Cadminum, Zat organik dalam air tersebut walau terdapat pengurangan dibandingkan dengan tahun 2000. Tabel 15. Perbandingan Rata-Rata Tekanan Air PAM Jaya Tahun 2007 dan 2008 Palyja TPJ/Aetra (atm per (atm per bulan) bulan) 0,89 0,83 2007 0,47 0,44 2008 Sumber : Berita Acara Pressure PAM Jaya, 2009 (diolah)
Untuk melihat tekanan air PAM Jaya, maka dilakukan pengujian tekanan air pada titik-titik yang dijadikan sampel, sesuai dengan PKS 1997. Titik-titik tersebut dibagi sesuai dengan wilayah Palyja dan TPJ/Aetra. Jumlah titik sampel pada Palyja adalah sebanyak 50 titik, sedangkan pada TPJ sebanyak 76 titik.
74
Data yang dibandingkan adalah data tahun 2007 dan tahun 2008. Perbandingan perubahan dalam setahun memperlihatkan bahwa terjadi penurunan tekanan rata-rata tekanan air di titik-titik yang dijadikan sampel. Hal ini terjadi karena kecilnya tekanan pada instalasi utama sehingga tekanan yang sampai pada titik sampel kecil. 6.1.7. Perbandingan Kinerja Teknis Setelah privatisasi berjalan menginjak tahun ke-11, maka dilakukan perbandingan perkembangan kinerja PAM Jaya, antara kondisi sebelum privatisasi dengan kondisi saat ini. Dari Tabel 16 dibawah, terlihat pada terdapat perkembangan yang cukup signifikan terutama peningkatan jumlah pelanggan sebesar 40,79%. Tabel 16. Perbandingan Perkembangan Kinerja PAM Jaya antara Tahun 1997 dan 2008 Volume air terjual (m3) Jumlah pelanggan (sambungan) Produksi air bersih (m3) UFW (%) Cakupan pelayanan (%) Sumber : PAM Jaya, 2009
1997
2008
199.334.481 460.641 466.399.018 56,85 49,00
258.939.302 778.044 517.937.178 50,01 63,57
Perubahan (%) 23,02 40,79 9,95 12,03 22,92
Laju per tahun 1,92 3,40 0,83 1,00 1,91
Pada UFW, volume air terjual, dan cakupan pelayanan meningkat ⅛ hingga ¼ kali dari kondisi sebelum privatisasi, yaitu masing-masing sebesar 12,03%, 23,02%, dan 22,92%. Namun laju peningkatannya hanya sebesar kurang dari 2% per tahun padahal sudah hampir setengah periode perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi air bersih yang hanya sebesar 9,95% dari kondisi semula atau 0,83% per tahun. Peningkatan yang tidak sebanding dengan peningkatan jumlah pelanggan sebesar 3,40% per tahun ini menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan air dari sumber utama air PAM Jaya, diluar air pembelian lainnya. Sementara itu, pasokan air pembelian pun jumlahnya terbatas dan disesuaikan dengan kemampuan mitra swasta membayar air pembelian tersebut12 .
12
Hasil wawancara dengan Divisi Bina Program PAM Jaya, 2009
75
6.1.8. Analisa Perkembangan Tarif Air PAM Jaya Sesuai dengan PKS 1997 disebutkan bahwa tarif air akan mengalami kenaikan setiap enam bulan sekali, disesuaikan dengan produksi dan pelayanan mitra swasta kepada pelanggan. Namun dalam perkembangannya, tarif air tidak bisa dinaikkan setiap 6 bulan sekali, dikarenakan beberapa faktor, seperti krisis keuangan, nilai inflasi, nilai mata uang, penerimaan laba/rugi PAM Jaya, rebasing, serta situasi politik negara.
16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0
Kelompok I Kelompok II Kelompok III A Kelompok III B
19 98 20 01 -M ar et 20 03 -A 20 pr 03 il -D es em be 20 r 05 -J an ua ri 20 05 -J 20 ul i 06 -F eb ua 20 ri 07 -J an ua ri
Rp
Perkembangan Tarif Air PAM Jaya
Kelompok IV A Kelompok IV B Kelompok V/Khusus
Tahun
Gambar 16. Perkembangan Pengenaan Tarif Air Bersih PAM Jaya antara Tahun 1998-2008 Sumber : PAM Jaya, 2009 (diolah)
Krisis moneter tahun 1997 yang menyebabkan tahun 1998 hingga tahun 2001 tidak ada kenaikan tarif, menyesuaikan dengan kondisi masyarakat saat itu. Nilai inflasi dan nilai mata uang juga berpengaruh terhadap kenaikan tarif. Seperti yang terjadi sekarang ini, kenaikan tarif terakhir terjadi pada tahun 2007. Dari diagram diatas, diketahui bahwa rata-rata masing-masing kelompok pelanggan adalah sebesar Rp 634 untuk kelompok I, Rp 1.100 untuk kelompok II, Rp 3.484 untuk kelompok III A, Rp 4.753 untuk kelompok III B, Rp 6.528 untuk kelompok IV A, Rp 8.622 untuk kelompok IV B, dan Rp 10.463 untuk kelompok V/Khusus. 6.2.
Analisa Struktur Keuangan PAM Jaya
76
Analisa struktur keuangan dilihat dari tiga bagian, yaitu investasi yang dilakukan mitra swasta, pendapatan usaha PAM Jaya dan biaya imbalan yang diterima mitra swasta, serta analisa keuangan PAM Jaya. 6.2.1. Perkembangan Investasi Mitra Swasta terhadap Pelayanan PAM Jaya Penyelenggaran kerjasama dimaksudkan agar terdapat pihak asing yang menginvestasikan dana yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja perusahaan agar lebih baik. Investasi yang ditanamkan mitra swasta dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan dan penyediaan air bersih sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat dipenuhi. Adapun jumlah investasi yang dilakukan oleh mitra swasta tersebut dapat dilihat pada Tabel 17 berikut. Tabel 17. Investasi Palyja dan TPJ/Aetra dalam Perkembangan Pengelolaan Air PAM Jaya Tahun 1998-2008 dalam milyar Rp Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Total Sumber : PAM Jaya, 2009
Palyja 162.530 216.559 106.360 61.060 60.760 72.180 80.330 123.496 144.310 89.313 119.446 1.236.344
TPJ/Aetra 31.912 69.880 84.027 68.072 134.942 148.905 58.033 54.647 47.234 103.820 138.741 940.213
Total 194.442 286.439 190.387 129.132 195.702 221.085 138.363 178.143 191.544 193.133 258.187 2.176.557
Besar investasi yang dilakukan kedua mitra swasta tersebut ditetapkan ketika PKS 1997 kemudian pada tahun-tahun berikutnya terus dilakukan revisi dan evaluasi berdasarkan investasi dan kinerja tahun sebelumnya dan ditetapkan pada rebasing lima tahunan. Data diatas merupakan besarnya investasi yang dibayarkan pada tahun tersebut oleh mitra swastas untuk keperluan pengembangan kapasitas pelayanan air. Investasi terbesar diberikan untuk pengembangan jaringan dan penambahan atau perbaikan mesin-mesin produksi air karena keduanya sangat penting dalam proses
77
produksi dan distribusi air untuk meningkatkan kualitas kuantitas air dan cakupan pelayanan. Kenyataannya besar investasi pada kenyataannya tidak diikuti dengan perkembangan pengelolaan air PAM Jaya. Laju pertumbuhan produksi air PAM Jaya setelah privatisasi hanya sebesar 0,63% per tahun (Tabel 9) sementara laju UFW menunjukkan pertumbuhan yang negatif sebesar -2,05% per tahun (Tabel 11). Hal ini berarti tingkat air hilang masih relatif tinggi dan menyebabkan hilangnya pendapatan PAM Jaya. Dari jumlah pelanggan pun dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan masa sebelum privatisasi sebesar 9,11% per tahun (Tabel 12) jauh lebih tinggi dari kondisi setelah privatisasi yang hanya sebesar 4,84% per tahun. Sementara itu laju air PAM jaya terjual pun hanya 3,79% per tahun (Tabel 10). Dari sisi perkembangan kualitas air baik secara kimia/fisik maupun bakteriologis, masih adanya keluhan dari pelanggan ditandai dengan uji kualitas air bersih PAM Jaya (Tabel 14). Dengan demikian, besarnya investasi mitra swasta untuk meningkatkan pengelolaan air belum dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap perbaikan PAM Jaya, baik dalam proses produksi maupun proses distribusi. 6.2.2. Pendapatan Usaha PAM Jaya dan Biaya Imbalan Mitra Swasta Neraca Keuangan dan Laporan Laba/Rugi PAM Jaya yang dianalisis dari tahun 1998 hingga 2007, karena setelah tahun 2007 data keuangan PAM Jaya belum selesai diaudit. Kemudian diambil data-data tertentu yang akan dianalisis, yaitu seperti pada tabel berikut ini. Tabel 18. Perkembangan Pendapatan Usaha PAM Jaya dan Biaya Imbalan Mitra Swasta dalam Pengelolaan Air PAM Jaya serta Pendapatan Usaha PAM Jaya Tahun 1998-2007 Biaya Imbalan yang Pendapatan Usaha Laba/Rugi Tahun diterima Palyja dan PAM Jaya PAM Jaya TPJ/Aetra (milyar Rp) (milyar Rp) (milyar Rp) (85,10) 1998 269,24 343,72 (312,02) 1999 708,29 401,26
78
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Total
647,41 673,93 726,14 869,49 970,37 1.138,34 1.304,23 1.429,40 8.736,80
433,80 569,58 658,07 855,88 1.188,58 1.355,87 1.578,94 1.736,88 9.122,58
(439,64) (420,99) (406,90) (217,89) (6,70) 26,34 91,27 102,01
Sumber : PAM Jaya, 2009
Perhitungan biaya imbalan air rebasing dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti tarif berdasarkan tingkat kemampuan atau daya beli masyrakat, penetapan tarif oleh Pemda DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta, perbedaan persoalan di masing-masing wilayah kerja sama, pembekuan tarif air selama krisis moneter (1997-2001), biaya tenaga ahli, bantuan teknis, dan lainnya. Mitra swasta dibayar dari pendapatan air yang juga digunakan untuk kebutuhan biaya PAM Jaya, biaya Badan Regulator, dan Pemda DKI Jakarta. Pembayaran kepada mitra swasta diberikan dalam bentuk imbalan air (Rp/m3). Besaran imbalan air ditetapkan oleh volume air dikalikan volume air tertagih dalam bulan yang bersangkutan. Sesuai dengan PKS 1997, hasil pembayaran air oleh pelanggan tidak seluruhnya diterima PAM Jaya, tapi dibagi dengan mitra swasta yaitu Palyja dan TPJ/Aetra dengan persentase hasil yang telah disepakati sebelumnya. Pembagian ini bertujuan untuk menutupi seluruh biaya operasional mitra swasta, baik proses produksi maupun distribusi. Namun hasil yang diterima dari pembayaran air ini tidak dapat mengganti seluruh biaya pengelolaan air, karena air yang terjual masih lebih kecil dari air yang diproduksi keseluruhan. Adanya ketimpangan yang cukup besar antara jumlah pendapatan usaha PAM Jaya dengan biaya imbalan yang harus dibayarkan kepada mitra swasta menyebabkan terjadinya kerugian atau defisit pada penerimaan PAM Jaya. 6.2.3. Analisis Keuangan PAM Jaya
79
Analisa keuangan PAM Jaya dilihat dari tiga penilaian, yaitu Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan Current Ratio (CR). Ketiga aspek ini dinilai cukup mewakili untuk menilai kinerja keuangan PAM Jaya. Hasil dari ketiga analisis tersebut sebagai berikut. 6.2.3.1.Return on Assets (ROA) ROA PAM Jaya pada periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat dalam Gambar 17. Return on Assets 20,00% 10,00%
ROA
0,00% -10,00%
ROA
-20,00% -30,00% -40,00% -50,00%
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
ROA -5,86% -23,84 -37,99 -39,50 -42,06 -24,61 -0,84% 3,70% 12,45 14,41 Tahun
Gambar 17. Return on Assets PAM Jaya Tahun 1998 – 2007 Sumber : Laporan Keuangan PD PAM Jaya, diolah
Return on Assets (ROA/ROI) mengukur seberapa efektif aset yang ada mampu menghasilkan keuntungan. Semakin besar rasio ini semakin efektif penggunaan aset ini. ROA dapat ditingkatkan melalui peningkatan profit margin dan pengingkatan perputaran aktiva. Dari grafik diatas, terlihat bahwa ROA fluktuatif, dengan rata-rata perkembangan tren sebesar -14,41%. Menurut Tanjung (2009), minimal ROA dengan tren rata-rata 10% dapat dikatakan baik. Dengan kata lain, keuntungan yang diperoleh PAM Jaya dari investasi yang ditanamkan mitra swasta adalah semakin menurun, bahkan negatif yang berarti aset PAM Jaya yang besar tidak dimanfaatkan secara maksimal. ROA negatif disebabkan oleh aktiva yang dimiliki perusahaan dari tahun 1998 tidak mengalami perubahan yang signifikan, sedangkan penyusutan dari aktiva tersebut tetap terjadi, sehingga perhitungan dari aktiva tersebut mengalami penurunan.
80
6.2.3.2.Return on Equity (ROE) ROE mengukur kemampuan perusahaan yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang dicapai perusahaan dengan uang yang diinvestasikan oleh pemegang saham. ROE PAM Jaya pada periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat dalam Gambar 18. Return on Equity 50,00%
ROE
0,00% -50,00%
ROE
-100,00% -150,00%
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
ROE -25,96 -95,17 -134,1 -128,4 -124,1 -66,46 -2,03% 8,57% 27,61 30,80 Tahun
Gambar 18. Return on Equity PAM Jaya Tahun 1998 – 2007 Sumber : Laporan Keuangan PD PAM Jaya, diolah
Dengan memperhatikan tren diatas dari tahun 1998 hingga 2004, rata-rata ROE adalah -50,93%. Penyebab nilai ROE negatif karena pada rentang tahun tersebut banyak dilakukan investasi 5 tahun pertama (seperti penggantian pipa lama, penyambungan pipa baru, dll) dan situasi ekonomi politik yang kurang mendukung (krisis moneter dan situasi politik pemerintahan). Terlihat bahwa tingkat penghasilan perusahaan untuk kepentingan kesejahteraan pemegang saham (ROE) PAM Jaya Tahun 1998-2007 mengalami tren peningkatan dari angka negatif menjadi semakin positif. Artinya bahwa peningkatan tersebut menguntungkan pemegang saham atas modal yang ditanamkan. Dari hasil perhitungan ROE yang ada dan mengacu ketentuan minimal ROE menurut Tanjung (2009) bahwa nilai ROE rata-rata minimal 15%, maka ROE PAM Jaya belum dapat dikatakan baik. 6.2.3.3.Current Ratio (CR)
81
Rasio ini menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan, dengan menggunakan aktiva lancarnya, melunasi atau menutup hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin likuid perusahaan tersebut. CR PAM Jaya pada periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat dalam Gambar 19. Current Ratio 300,00% 250,00%
CR
200,00% 150,00%
CR
100,00% 50,00% 0,00%
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
CR 259,38 66,36 28,37 20,19 17,98 15,75 24,85 28,14 29,00 28,27 Tahun
Gambar 19. Current Ratio PAM Jaya Tahun 1998 – 2007 Sumber : Laporan Keuangan PD PAM Jaya, diolah
Berdasarkan Gambar 19 terlihat bahwa rasio lancar pada awal privatisasi sebesar 259,38% dan rasio lancar tahun 2007 adalah sebesar 26,27%. Dari data ini menunjukkan bahwa rasio lancar PAM Jaya mengalami penurunan (lihat tren penurunan pada Gambar 19) dengan rata-rata rasio lancar selama 10 tahun adalah sebesar 51,83%. Sementara itu ketentuan minimal rasio lancar adalah 125% berdasarkan SK Menteri Keuangan RI No.198/KMK.016/1998, maka dapat dikatakan kemampuan PAM Jaya untuk memenuhi kewajiban jangka pendek belum baik. 6.3.
Analisa Pelayanan Kepuasan Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) menilai kepuasan mereka terhadap
Palyja dari dua aspek, yaitu aspek teknis kualitas air dan aspek pengenaan tarif air PAM, dilengkapi dengan analisa kepuasan pelanggan menggunakan Customer Satisfaction Index dan Importance Performance Analysis. Aspek teknis kualitas air melihat respon pelanggan terhadap kuantitas atau banyaknya air yang keluar, kualitas air berdasarkan tingkat kejernihan dan bau, kontinuitas atau kelancaran air yang keluar, serta tekanan air.
82
Aspek pengenaan tarif melihat besarnya rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan untuk membayar air PAM Jaya per bulannya. 6.3.1. Pelayanan Teknis Kualitas Air Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi penurunan kepuasan pelanggan terhadap kuantitas air mengalami penurunan walau masih diatas rata-rata. Penurunan ini disebabkan tidak banyaknya air yang dapat keluar per satuan waktu. Pada masa sebelum privatisasi juga terjadi kekurangan kuantitas air yang dibutuhkan pelanggan, namun frekuensinya tidak sebanyak pada masa setelah privatisasi. Respon Pelanggan Terhadap Kuantitas Air
Jumlah Pelanggan
30
27
25 20
16
15
14
Baik Buruk
10 3
5 0
Sebelum Privatisasi
Setelah Privatisasi Respon Pelanggan
Gambar 20. Respon Pelanggan Palyja terhadap Kuantitas Air Tahun 2009 Sumber : Hasil penelitian, diolah
Sementara itu, kualitas air baik dari segi kejernihan air maupun dari bau air masih harus ditingkatkan. Kejernihan air pada masa sebelum privatisasi jauh lebih baik dari setelah masa privatisasi. Hal ini disebabkan karena pada masa setelah privatisasi, air masih sering berwarna agak kemerahan, kecoklatan, keruh, bahkan kadang-kadang berwarna kehitaman, sehingga pelanggan tidak berani menggunakan air tersebut, atau air sengaja dikucurkan terus menerus sampai tidak keruh.
83
Respon Pelanggan terhadap Kejernihan Air 35 30 Jumlah pelanggan
30 25 20
17
Baik Buruk
13
15 10 5 0 0 Sebelum Privatisasi
Setelah Privatisasi
Gambar 21. Respon Pelanggan terhadap Tingkat Kejernihan Air Tahun 2009 Sumber : Hasil penelitian, diolah
Dari segi bau air, bau yang sering dikeluhkan adalah bau kaporit. Namun pada masa setelah privatisasi, bau kaporit telah banyak berkurang walau respon pelanggan masih buruk melebihi rata-rata. Respon Pelanggan terhadap Bau Air 30 25 Jumlah Pelanggan
25 20
17 13
15
Bau Tidak Bau
10 5 5 0 Sebelum Privatisasi
Setelah Privatisasi
Gambar 22. Respon Pelanggan terhadap Bau Air Tahun 2009 Sumber : Hasil penelitian, diolah
Respon pelanggan terhadap kontinuitas atau kelancaran air pada masa sebelum maupun sesudah privatisasi, menunjukkan hasil yang baik walau ada sedikit penurunan kepuasan tapi masih diatas rata-rata. Penurunan ini disebabkan oleh sedikitnya debit air yang lancar keluar terutama pada jam-jam dimana banyak orang memakai air secara dalam waktu bersamaan.
84
Respon Pelanggan terhadap Kontinuitas Air 30
28
Jumlah Pelanggan
25 20
17 Baik
15
Buruk
10 5
3
2
0 Sebelum Privatisasi
Setelah Privatisasi
Gambar 23. Respon Pelanggan terhadap Kontinuitas Air Tahun 2009 Sumber : Hasil penelitian, diolah
Respon pelanggan terhadap tekanan air menunjukkan bahwa pada masa setelah privatisasi, air yang keluar sering tidak deras atau tekanannya kecil, bahkan cenderung tidak keluar sama sekali sepanjang hari. Tekanan air yang kecil sering terjadi pada pelanggan dengan rumah bertingkat atau rumah dengan pipa air mengarah keatas sehingga tekanannya tidak sampai ke rumah pelanggan. Respon Pelanggan terhadap Tekanan Air 30
28
Jumlah Pelanggan
25 19
20
Banyak
15
11
Sedikit
10 5
2
0 Sebelum Privatisasi
Setelah Privatisasi
Gambar 24. Respon Pelanggan terhadap Tekanan Air Tahun 2009 Sumber : Hasil Penelitian, diolah
6.3.2. Persepsi Pengenaan Tarif Air Tarif air PAM Jaya yang sekarang digunakan adalah sesuai dengan Peraturan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No : 11/2007 Tanggal 15 Januari 2007. Sudah dua tahun ini tidak terjadi kenaikan tarif yang disebabkan oleh krisis global yang melanda seluruh negara termasuk Indonesia, dan berdampak pada kondisi masyarakat. Berdasarkan tarif
85
yang berlaku sekarang, pelanggan menilai bahwa tarif tersebut mahal karena diikuti dengan tingginya biaya hidup seperti kenaikan harga-harga bahan pokok dan kenaikan harga bahan bakar yang diikuti dengan konversi minyak tanah 13 . Pada masa sebelum privatisasi, responden menilai tarif air yang dikenakan wajar dan murah. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 25. Respon Pelanggan terhadap Tarif Air 17
18
16
Jumlah Pelanggan
16 13
14
Sangat Mahal
12
Mahal
9
10
Wajar
8
Murah
6
4
Sangat Murah
4 2
0
0
0
1
0
0 Sebelum Privatisasi
Setelah Privatisasi
Gambar 25. Respon Pelanggan terhadap Tarif Air PAM Jaya Sumber : Hasil penelitian, diolah
Jika membandingkan antara tingkat pendapatan (Gambar 7), tingkat pengeluaran (Gambar 8), dan rata-rata pengeluaran membayar air PAM (Gambar 9), maka responden harus menyisihkan 2,84% dari pendapatannya atau sebesar 2,89% dari pengeluarannya. Persentase ini cukup besar melihat bahwa pelanggan PAM Jaya golongan 2A2 ini merupakan pelanggan menengah kebawah dengan rasio pendapatan dan pengeluaran 1 : 1. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan pengenaan tarif dan teknis kualitas air yang dilakukan oleh PAM Jaya dan Palyja belum dapat memberikan hasil yang seimbang untuk pelanggan, walau penanganan keluhan pelanggan ditanggapi cukup baik oleh Palyja ataupun TPJ/Aetra. Adanya ketidakseimbangan antara tingginya tarif yang dikenakan pada pelanggan dan masih rendahnya kualitas pelayanan teknis air PAM
13
Hasil wawancara dengan responden
86
Jaya menyebabkan pelanggan PAM Jaya kurang merasa puas terhadap kondisi setelah privatisasi. 6.3.3. Customer Satisfaction Index Aspek kepuasan pelanggan dapat dilihat menggunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI), yang dimaksudkan untuk melihat kepuasan pelanggan dari sisi pelayanan, baik oleh PAM Jaya maupun oleh mitra swasta dalam hal ini Palyja. CSI dilihat dari dua kondisi, yang pertama melihat CSI dengan membandingkan antara persepsi pelanggan kondisi sebelum privatisasi dengan harapan pelanggan terhadap pelayanan yang diinginkan saat ini. Kedua, melihat CSI dengan membandingkan antara persepsi pelanggan kondisi setelah privatisasi dengan harapan pelanggan terhadap pelayanan yang diinginkan saat ini. Tabel 19. Customer Satisfaction Index (CSI) Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya Tahun 2009 dengan Kondisi Sebelum Privatisasi No
Atribut Mutu Pelayanan
Rataan Tingkat Harapan
Weighted Factors
Rataan Tingkat Persepsi
Weighted Score
1
Kualitas air yang tersedia
3,77
0,0632
3,00
0,189597
2
Kecepatan pelayanan pemasangan jaringan air
3,63
0,0610
3,23
0,19711
3
Keadaan alat meter air
3,57
0,0598
3,27
0,195488
4
Janji layanan perbaikan bila ada gangguan
3,40
0,0570
3,33
0,190157
5
Tanggapan gangguan yang telah dilaporkan
3,07
0,0515
3,57
0,18352
6
Penanganan tagihan rekening, tunggakan, dan denda
3,70
0,0621
3,07
0,19038
7
Penanganan keluhan kualitas air
3,27
0,0548
3,43
0,18818
8
Penanganan masalah besarnya debet air
3,10
0,0520
3,00
0,15604
9 10
Pemberitahuan tentang adanya gangguan suplai Keahlian dan pengetahuan petugas yang memberikan layanan
3,37
0,0565
3,57
0,201473
3,03
0,0509
3,23
0,16456
11
Perhatian, sopan santun dan rasa hormat petugas
3,23
0,0543
3,57
0,193494
12 13
Kejujuran tentang kualitas air yang diberikan Keprofesionalan layanan yang diberikan (cepat, tepat, akurat) Kedekatan dan kemudahan dalam berhubungan dengan petugas
3,47
0,0582
3,43
0,199702
3,00
0,0503
3,57
0,17953
3,47
0,0582
3,23
0,188069
15
Kemampuan petugas mendengar keluhan
3,00
0,0503
3,30
0,166107
16
Penampilan petugas Palyja
3,07
0,0515
3,27
0,168084
17
Lokasi dan tempat parkir yang disediakan Penampilan, kenyamanan, dan kebersihan ruang kantor Palyja
3,07
0,0515
3,00
0,154362
3,40
0,0570
3,07
0,174944
14
18
Total
59,60
Total Weighted Score Customer Satisfaction Indeks = (3.280798:5)x100%
3,280798 65,62%
Sumber : Hasil penelitian, diolah
87
Dari data tabel diatas, menunjukkan CSI dengan besar 65,62%. Merujuk pada Tabel 5, maka dapat dikatakan kepuasan pelanggan dalam keadaan baik (0,66%-0,80%). Jika dibandingkan dengan kondisi kedua pada masa setelah privatisasi, maka hasil yang didapat adalah CSI sebesar 59,48% dan dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan dalam keadaan cukup baik. Tabel 20. No
Customer Satisfaction Index (CSI) Pelanggan PT PAM Lyonnaise Jaya Tahun 2009 dengan Kondisi Setelah Privatisasi Atribut Mutu Pelayanan
Rataan Tingkat Harapan
Weighted Factors
Rataan Tingkat Persepsi
Weighted Score 0,2127703
1
Kualitas air yang tersedia
3,77
0,0632
3,37
2
Kecepatan pelayanan pemasangan jaringan air
3,63
0,0610
3,03
0,184918
3
Keadaan alat meter air
3,57
0,0598
2,83
0,1695563
4
Janji layanan perbaikan bila ada gangguan
3,40
0,0570
3,03
0,1730425 0,1697987
5
Tanggapan gangguan yang telah dilaporkan
3,07
0,0515
3,30
6
Penanganan tagihan rekening, tunggakan, dan denda
3,70
0,0621
3,80
0,235906
7
Penanganan keluhan kualitas air
3,27
0,0548
3,03
0,1662565
8
Penanganan masalah besarnya debet air
3,10
0,0520
3,07
0,1595078
9
Pemberitahuan tentang adanya gangguan suplai
3,37
0,0565
2,97
0,1675802
10
Keahlian dan pengetahuan petugas yang memberikan layanan
3,03
0,0509
2,50
0,1272371
11
Perhatian, sopan santun dan rasa hormat petugas
3,23
0,0543
2,43
0,1320097
12
Kejujuran tentang kualitas air yang diberikan
3,47
0,0582
3,37
0,195824
13
3,00
0,0503
3,17
0,159396
14
Keprofesionalan layanan yang diberikan (cepat, tepat, akurat) Kedekatan dan kemudahan dalam berhubungan dengan petugas
3,47
0,0582
3,13
0,1822521
15
Kemampuan petugas mendengar keluhan
3,00
0,0503
2,67
0,1342282
16
Penampilan petugas Palyja
3,07
0,0515
2,47
0,1269202
17
Lokasi dan tempat parkir yang disediakan
3,07
0,0515
2,53
0,1303505
18
Penampilan, kenyamanan, dan kebersihan ruang kantor Palyja
3,40
0,0570
2,57
0,1464206
Total
59,60
Total Weighted Score Customer Satisfaction Indeks = (2.9739746:5)x100%
2,9739746 59,48%
Sumber : Hasil penelitian, diolah
Pada kedua kondisi tersebut dapat dilihat bahwa terdapat penurunan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan air PAM Jaya. Indeks kondisi pertama lebih cenderung dalam keadaan baik (0,66%-0,80%), sedangkan indeks kondisi kedua berada dalam rataan kepuasan konsumen baik, sehingga dapat dilihat bahwa kepuasan pelanggan terhadap kondisi pelayanan air PAM Jaya sebelum privatisasi lebih besar daripada kepuasan pelanggan terhadap kondisi pelayanan air PAM Jaya setelah privatisasi.
88
6.3.4. Importance Performance Analysis Analisis Importance –Performance (IPA) merupakan alat analisis untuk mengukur kepuasan pelanggan dan dikaitkan dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar memberikan barang atau jasa yang berkualitas tinggi. Hasil analisa untuk IPA dapat dilihat pada Gambar 26 berikut.
3.80
1
6
2
3.60
3
Harapan
12
14
18
4
3.40
9
7 11
3.20
8 17
5
16 10
13
15
3.00 2.25
2.50
2.75
3.00
3.25
3.50
Persepsi
Gambar 26. Sebaran Kepuasan Pelanggan Palyja UPP Selatan Tahun 2009 Sumber : Hasil penelitian, diolah
Kuadran
A
menunjukkan
bahwa
atribut-atribut
yang
ada
didalamnya
mempengaruhi kepuasan pelanggan, karena pelanggan mempunyai harapan tinggi terhadap atribut tersebut tapi kinerja dari perusahaan tersebut rendah (pelanggan kecewa). Atribut yang paling menjadi prioritas utama pelanggan adalah atribut 6, yaitu penanganan tagihan rekening, tunggakan, dan denda. Atribut-atribut lainnya adalah : a) Kualitas air yang tersedia (1) b) Kecepatan pelayanan pemasangan jaringan air (2)
89
c) Janji layanan perbaikan bila ada gangguan (4) d) Pemberitahuan tentang adanya gangguan suplai (9) e) Kejujuran tentang kualitas air yang diberikan (12) f) Kedekatan dan kemudahan dalam berhubungan dengan petugas (14) Kuadran B menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilakukan dan wajib dipertahankan oleh perusahaan, karena dianggap sangat penting dan memuaskan bagi pelanggan. Atribut-atribut tersebut adalah : a) Keadaan alat meter air (3) b) Penampilan, kenyamanan, dan kebersihan ruang kantor Palyja (18) Kuadran C menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting bagi pelanggan dan pelaksanaan oleh perusahaan pun biasa saja. Atribut-atribut dalam kuadran ini dianggap kurang penting dan kurang memuaskan bagi pelanggan (prioritas rendah), diantaranya adalah : a) Tanggapan gangguan yang telah dilaporkan (5) b) Penanganan keluhan kualitas air (7) c) Penanganan masalah besarnya debet air (8) d) Keprofesionalan layanan yang diberikan (cepat, tepat, akurat) (13) Sementara kuadran D menunjukkan faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan namun pelaksanaannya oleh perusahaan berlebihan (prioritas berlebihan). Atribut-atribut tersebut antara lain : a) Keahlian dan pengetahuan petugas yang memberikan layanan (10) b) Perhatian, sopan santun dan rasa hormat petugas (11) c) Kemampuan petugas mendengar keluhan (15) d) Penampilan petugas Palyja (16) e) Lokasi dan tempat parkir yang disediakan (17)
90
6.4.
Analisa Privatisasi dari Perspektif Ekonomi Privatisasi air ini pertama kali terjadi di Indonesia dimana Pemda DKI Jakarta
harus mengganti sejumlah biaya produksi dan distribusi yang dilakukan oleh pihak swasta, sementara pihak swasta tetap menikmati hasil dari proses pengelolaan air yang mereka lakukan. Dengan kata lain, pemerintah membeli air dari swasta degan harga yang mahal kemudian pemerintah kembali menjual air tersebut kepada pelanggan dengan harga yang lebih murah karena harus disubsidi oleh pemerintah. Artinya, pihak swasta hampir tidak merugi karena seluruh biaya proses pengelolaan dan penyediaan air ditanggung oleh Pemda DKI Jakarta. Hal ini jelas merugikan PAM Jaya dan Pemda DKI Jakarta karena mereka menanggung semua biaya. Kinerja dari pihak swasta pun belum maksimal sehingga PAM Jaya dan Pemda DKI Jakarta semakin menjadi pihak yang kurang diuntungkan dalam privatisasi ini. Keputusan pemerintah untuk memprivatisasi air, membuat bergesernya air dari barang publik ke barang ekonomi. Disisi lain pemerintah tidak punya sarana dan prasarana ataupun modal yang memadai untuk melakukan pengelolaan air secara mandiri. Masuknya pihak asing sebagai mitra swasta dalam pengelolaan air dianggap sebagai langkah taktis untuk menanggulangi problem rawan air bersih. Tetapi yang terjadi kemudian
adalah
privatisasi
tidak
berjalan
dengan
semestinya,
terutama
ketidakberpihakan terhadap rakyat miskin. Harga jual setelah dikelola swasta semakin tidak terjangkau oleh masyarakat miskin perkotaan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 bab II pasal 2, penetapan tarif didasarkan pada enam prinsip yaitu : keterjangkauan dan keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya, efisiensi pemakaian air, transparansi dan akuntabilitas, serta perlindungan air baku. Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa keenam prinsip tersebut belum dapat dicapai oleh mitra swasta maupun PAM Jaya, karena beberapa hal.
91
Pertama, keterjangkauan dan keadilan mendapatkan air bersih belum tercapai oleh semua kalangan masyarakat yang membutuhkan. Hal ini ditunjukkan dengan persentase cakupan pelayanan PAM Jaya yang baru sebesar 63,57% dari penduduk DKI Jakarta. Kedua, mutu pelayanan baik PAM Jaya maupun mitra swasta belum maksimal atau memenuhi target dan dapat dibuktikan dengan analisis data produksi air dengan laju pertumbuhan 0,63% per tahun, yang berarti perkembangan kemampuan memproduksi air masih rendah. Ketiga, pemulihan biaya belum dapat dicapai oleh PAM Jaya karena dapat dilihat pada Laporan Keuangan PAM Jaya bahwa pihak mitra swasta belum mendapat seluruh pengembalian modal investasi sehingga PAM Jaya mempunyai kewajiban membayar denda tersebut, dan baru pada tahun 2005 Neraca Laba/Rugi PAM Jaya menunjukkan angka yang positif. Keempat, tingkat UFW yang masih tinggi yaitu sebesar 50,01% menunjukkan bahwa efisiensi pemakaian air masih belum dicapai. UFW ini baik karena kesalahan teknis maupun non teknis menyebabkan hilangnya air yang bernilai ekonomis dan bermanfaat bagi khalayak serta hilangnya pendapatan PAM Jaya sebesar 50,01%. Kelima, transparansi dan akuntabilitas mitra swasta dapat dilihat pada Akuntan Publik Ernst & Young, sementara laporan keuangan PAM Jaya tidak dapat dipublikasikan pada publik karena laporan tersebut langsung masuk ke Gubernur 14 . Terakhir, perlindungan air baku belum dapat dilakukan dengan baik. Salah satu contoh adalah Waduk Jatiluhur yang sekarang telah mengalami banyak aktivitas sehingga tercemar dan penurunan debet air hanya sekitar 27 m3 perdetik atau 60% dari keadaan normal 15 sehingga mempengaruhi pasokan air ke DKI Jakarta. Dalam privatisasi, perusahaan yang memenangkan tender privatisasi pengelolaan air adalah perusahaan yang menepati janji perbaikan dalam proses produksi dan distribusi 14
Hasil wawancara dengan Bapak Katino Divisi Keuangan PAM Jaya, 2009 Heryawan, A. 2009. Debit Air Waduk Jaliluhur Menyusut. www.ahmadheryawan.com/lintas-kabupatenkota/kabupaten-indramayu/5779-debit-air-waduk-jatiluhur-menyusut.html 27/07/09 diakses 31/07/09 15
92
air PAM. Kenyataan yang terjadi adalah proses penentuan perusahaan swasta ini tidak transparan dan jelas. Kepemilikan privatisasi PAM Jaya ini dimulai dengan pihak swasta asing bekerjasama dengan pihak lokal, yaitu PT Garuda Dipta Semesta milik Salim Group dan PT Kekar Pola Airindo milik Sigit Harjojudanto, karena pada saat itu hukum nasional melarang investasi asing di bidang air. Terlihat jelas bahwa untuk melancarkan privatisasi ini dimulai dengan permainan politik penguasa negara pada saat itu untuk meningkatkan perekonomian kalangan tertentu. Kalau menilik kembali bentuk privatisasi pada PKS 1997, maka tepat bahwa konsesi modifikasi merupakan tidak jelasnya kapan konsesi ini tepatnya akan berakhir karena sampai pada tahun 2009, investasi yang dilakukan mitra swasta tidak tepat terealisasi setiap tahunnya dan selalu memperpanjang program investasi dengan penyebab seperti perizinan, masa tunggu barang operasional, naiknya nilai tukar rupiah, nilai inflasi dan sebagainya. Selain itu, penetapan air hanya sebagai barang publik saja sudah tidak relevan lagi karena akhirnya air membutuhkan pengelolaan agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga tidak terjadi tragedy of the common resource. Lebih detail lagi privatisasi yang dilakukan sebenarnya bukan merupakan privatisasi aset tapi merupakan privatisasi layanan air, yang jika tidak dikontrol oleh pemerintah ataupun sipil akan menimbulkan kembali water utilization rights. Dapat dilihat bahwa permasalahan utama dalam privatisasi tidak hanya terletak pada siapa yang memegang hak privatisasi atau pemenang tender privatisasi, namun juga pada kekuatan politik dan ekonomi para penguasa tertentu di DKI Jakarta. Adanya motif rent-seeking behaviour dan didukung dengan kekuatan politik yang dimiliki, maka mencari keuntungan dari BUMN adalah sangat memungkinkan didukung dengan lemahnya peran pemerintah sebagai badan regulator. Kepemilikan aset yang murni dipegang Pemda DKI Jakarta atas PAM Jaya hanya 5%, sedangkan sebesar 95% aset
93
PAM Jaya lainnya ’dipinjamkan’ kepada mitra, maka fungsi pemerintah sebagai badan regulator tidak berjalan baik. Untuk memperbaiki privatiasi ini, hal pertama yang bisa dilakukan tanpa menaikkan tarif adalah dengan memperbaiki kebocoran atau UFW yang terjadi saat ini. Ketika kebocoran sebesar 50,01% dapat ditekan semaksimal mungkin dengan jumlah produksi air PAM tetap dan jumlah pelanggan meningkat, maka tarif air PAM dapat diturunkan karena biaya produksinya menurun. Hal ini akan menyebabkan tingkat pendapatan baik Pemda DKI ataupun PAM Jaya akan meningkat menimal sebesar 50,01% dan dapat dikatakan privatisasi ini berhasil. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan privatisasi yang juga didukung dengan investasi oleh mitra swasta belum dapat memberikan perubahan yang lebih baik dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat DKI Jakarta. Walaupun sudah dilakukan penambahan jaringan pipa, perbaikan pada kebocoran pipa, dan perbaikan sistem administrasi pelayanan mitra swasta, kerugian dalam proses produksi dan distribusi masih belum dapat ditangani secara keseluruhan. Disamping itu investasi yang dilakukan oleh mitra swasta harus digunakan secara tepat agar dapat memberikan pelayanan yang baik dalam pengembangan dan pengelolaan air bersih sehingga defisit pada penerimaan PAM Jaya dapat ditanggulangi. VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Kinerja teknis PAM Jaya sebelum privatisasi lebih baik daripada setelah privatisasi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil laju pertumbuhan produksi air PAM, volume air
94
yang terjual, UFW, dan cakupan pelayanan yang lebih kecil daripada setelah privatisasi. 2. Besarnya investasi yang diberikan Palyja dan TPJ/Aetra belum memberikan pengaruh yang besar baik bagi proses produksi, distribusi, ataupun pelayanan. Proporsi pembayaran biaya imbalan untuk mitra swasta dibandingkan dengan pendapatan usaha yang diterima PAM Jaya tidak sebanding sehingga PAM Jaya hampir selalu mengalami defisit pada penerimaan laba/ruginya. 3. Penilaian kinerja PAM Jaya dengan analisis keuangan ROA, ROE, dan CR menunjukkan bahwa secara keuangan, kinerja PAM Jaya belum dapat dikatakan baik. 4. CSI sebelum dan sesudah privatisasi masing-masing sebesar 65,62% dan 59,48%, artinya pelanggan jauh lebih puas dengan pelayanan PAM Jaya sebelum kondisi privatisasi. Hasil IPA menunjukkan bahwa pelanggan berharap penanganan akan kualitas air dan permasalahan rekening tunggakan mendapat prioritas utama dari PAM Jaya. 5. Terdapat perbedaan mendasar antara privatisasi di negara maju dan berkembang. Privatisasi air misalnya pada negara maju membuat BUMN menjadi semakin efisien dan barang/jasa bisa tersedia dengan harga murah bagi publik, sedangkan pada negara berkembang privatisasi merupakan salah satu program dari agenda liberalisasi ekonomi dan terjadi hal sebaliknya, sehingga dalam pelaksanaannya jika tidak diawasi oleh pemerintah atau sipil akan mengakibatkan kepemilikan penuh pada asing atas sumberdaya Indonesia. 7.2.
Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian maka dapat disarankan :
1. Praktek privatisasi air PAM Jaya masih tersisa waktu sampai tahun 2022 sehingga diharapkan UFW dapat diminimalisir dan dilakukan peningkatan produksi serta
95
perluasan cakupan pelayanan agar dapat mencapai kebutuhan air bersih warga DKI Jakarta dan meningkatkan pendapatan Pemda DKI Jakarta. 2. Penetapan tarif yang cenderung meningkat dapat dilakukan diterima masyarakat jika dilakukan pemotongan biaya yang tidak diperlukan, transparansi akuntabilitas perusahaan dan peningkatan pelayanan sehingga baik PAM Jaya maupun mitra swasta mendapat kepercayaan lebih di masyarakat. 3. Peningkatan tarif sebaiknya diikutsertakan juga dengan peningkatan pengetahuan masyarakat. 4. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai evaluasi privatisasi secara keseluruhan, untuk mengetahui apakah privatisasi ini perlu dilanjutkan atau tidak
96
DAFTAR PUSTAKA Aditiawarman, B.R. 2002. Pengukuran Tingkat Kepuasan dan Identifikasi Ketidakpastian Pelayanan (Studi Kasus : Saving and Leading Unit Sucofindo). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor Ariestis. 2004. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Kerangka Kebijakan Pra dan Pasca Privatisasi (Studi Kasus PAM Jaya DKI Jakarta). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Bakara, P.R.N. 2001. Aliansi Strategi PAM Jaya dengan Mitra Asing. Tesis. Magister Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta Anindito, L. 2008. Akibat Liberalisasi Pendidikan di Indonesia. 28 November 2008 http://maslaksocenter.blogspot.com/2008/11/akibat-liberalisasi-pendidikandi.html (diakses 19/08/08) Departemen Pekerjaan Umum. www.pu.go.id/bapekin (diakses 15/02/09) ______. 1999. Panduan Kerjasama Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Sarana dan Prasarana Bidang Pekerjaan Umum. Jakarta Feedage. 2009. Resep Recapital Memoles Perusahaan. Edisi 5 maret 2009 www.feedage.com/feeds/232086/bits--pieces-on-technology-mediaentrepreneurship-food-wisdom-and-productivity (diakses 16/04/2009) Ginting, I. 2005. Evaluasi Pelayanan Air Minum di Jakarta Dalam Rangka Peran Swasta pada PAM Jaya (Studi Kasus Pelayanan di Wilayah Timur Jakarta pada Golongan III A). Tesis. Program Kajian Pengembangan Perkotaan, Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta Hadi, S et al. 2007. Post Washington Consensus dan Politik Privatisasi di Indonesia. Marjin Kiri. Tangerang Harmadi. 2001. Implikasi Kemitraaan PAM Jaya dengan Swasta terhadap Pelayanan kepada Pelanggan. Tesis. Program Studi Ilmu Adminitrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Jakarta Heryawan, A. 2009. Debit Air Waduk Jaliluhur Menyusut. 27 Juli 2009 www.ahmadheryawan.com/lintas-kabupaten-kota/kabupaten-indramayu/5779debit-air-waduk-jatiluhur-menyusut.html (diakses 31/07/09) Irawan, H. 2003. Indonesian Customer Satisfaction : Membedah Strategi Kepuasan Pelanggan Merek Pemenang ICSA. PT Elex Media Komputindo. Jakarta ______. 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta Keputusan Presiden Indonesia Nomor 122 Tahun 2001 tentang Tim Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara 97
http://www.kbn.co.id/id/files/peraturan/KEPPRES/down_060531104056_12201%20tim%20kebijakan%20privatisasi%20bumn.pdf Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Terjemahan, Jilid I. PT. Prehallindo. Jakarta Kruha. 2005. Kemelut Sumber Daya Air: Menggugat Privatisasi Air di Indonesia. LAPERA Pustaka Utama Bekerjasama dengan KruHa. Yogyakarta Kusuma, N.E. 2006. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air dan Kebijakan Tarif Air (Studi Kasus di Kota Madiun). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Laporan Tahunan PD PAM Jaya. 1997 ______. 2009 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan dan Pengawasan Kualitas Air http://www.kkppi.go.id/List_uu/Permukiman%20&%20Prasarana%20Wilayah/Ai r%20dan%20Sumber%20Air/permenkes%20416-1990.pdf Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum http://digilib-ampl.net/file/pdf/Permendagri%20No.23%20Tahun%202006.pdf Rachbini, D.J. 2002. Ekonomi Politik: Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia. Jakarta Rangkuti, F. 2002. Measuring Customer Satisfaction. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Santosa, S.P. 1998. Quo Vadis Privatisasi BUMN?. 23 Agustus www.pacific.net.id/pakar/setyanto/tulisan_02.html (diakses 31/07/09)
1998
Savas, E.S. 1987. Privatization: The Key to Better Government. Chatham. New Jersey Soenarko, H. 2004. Penyediaan Air Bersih di Kawasan Rawa Lumbu Kota Bekasi. Tesis. Program Kajian Pengembangan Perkotaan, Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Rineka Cipta. Jakarta Tanjung, D.E. 2009. Analisis Finansial (3) Prosedur Memperoleh Kredit. April 2009 http://usaha-umkm.blog.com/2009/04/15 (diakses 31/07/09) Tobing, Y.L. 2006. Penetapan Tarif Sebagai Jaminan Investasi Pda Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur (Studi Kasus : PT Thames PAM Jaya). Tesis. Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta Transparansi. 2009. Transparansi. Edisi 7 Mei 1999
98
www.transparansi.or.id (diakses 15/02/09) Triastuti, R. 2006. Analisis Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Air PDAM DKI Jakarta Setelah Adanya Konsesi. Skripsi. Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Bogor Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yustika, A.E. 2009. Ekonomi Politik Kajian Teoritis dan Analisis Empiris. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
99