CHIGIENITAS PERSPEKTIF HADIS (KAJIAN HADIS-HADIS TENTANG KEBERSIHAN MAKANAN, SUMBER AIR, RUMAH DAN JALANAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
Ahmad Erwan NIM: 103034027910
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Higienitas Perspektif Hadis (Kajian Hadis-Hadis Tentang Kebersihan Makanan, Sumber Air, Rumah dan Jalanan)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 31 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana program Strata I (S1) pada Jurusan Tafsir Hadis. Jakarta, 31 Maret 2008
Ketua Merangkap Anggota
Sekretaris Merangkap Anggota
Dra. Ida Rasyidah, MA. NIP. 150 242 267
Jauharotul Jamilah, M.Si. NIP. 150 282 401 Anggota
Drs. Harun Rasyid, MA. NIP. 150 232 921
Drs. Bustamin, MBA. NIP. 150 289 320
Syarifah Rusydah, Lc., MA. NIP: 150 300 333
KATA PENGANTAR
Alhamdulillâh, segala puji syukur hanya penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan manusia Nabi Muhammad Saw., keluarga, para sahabat dan kita semua yang selalu mengikuti sunahnya hingga akhir masa. Âmîn... Merupakan suatu kebahagiaan yang tak terhingga bagi penulis, karena telah menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Higienitas Perspektif Hadis (Kajian Hadis-hadis tentang Kebersihan Makanan, Sumber air, Rumah dan Jalanan)” sebagai bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. 2. Bapak Drs. Bustamin, M.B.A selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis. 3. Bapak Edwin Syarif, M.Ag, Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis. 4. Ibu Syarifah Rusydah, M.A. sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Para dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat beserta seluruh civitas akademika, yang telah memberikan sumbangsih wawasan keilmuan dan bimbingan selama penulis berada dalam masa perkuliahan.
6. Seluruh staf perpustakaan UIN dan perpustakaan Ushuluddin dan Filsafat serta perpustakaan Iman Jama’ atas tersedianya buku-buku yang dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua; ibunda Sunarsih dan ayahanda Murtado yang selalu merawat, mendidik dan juga yang selalu memberikan doa, motivasi dan tak henti-hentinya memberikan pengorbanan baik materi maupun non materi. Semoga Allah Yang Maha Kuasa memberikan ampunan, rahmat dan kesehatan bagi mereka. 8. Keluarga penulis semuanya, saudara-saudara, keponakan-keponakan yang telah menemani di saat penulis mengerjakan skripsi ini dan khususnya untuk kak Maria Ulfa, S.Pd terima kasih bantuan dan motivasinya. 9. Teman-teman jurusan Tafsir Hadis angkatan 2003 terutama TH/C juga TH/A dan TH/B yang selalu memberikan semangat dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini khususnya Agus, Iful, Zainuddin, Nunung, Nurjaman, Arif, Zaeni, Yayah, Ana, Afif, Robi, Hadi, Rudin, Agustin, Mikoyah, Laifa dan teman teman yang lain yang tak bisa disebutkan satu persatu. Thank’s very much, sukses selalu buat kalian. Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran terhadap karya tulis ini yang jauh dari sempurna dan semoga karya tulis yang sederhana ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Wassalam…
Depok, 27 Maret 2008
Ahmad Erwan
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................... i PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................iv DAFTAR ISI.................................................................................................vi BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ...................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...............................6 C. Tujuan Penelitian ..............................................................6 D. Metodologi Penelitian.......................................................7 E. Sistematika Penulisan .......................................................8
BAB II
TINJAUAN UMUM KEBERSIHAN DALAM PANDANGAN ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN ................9 A. Pengertian Kebersihan ......................................................9 B. Kebersihan dalam Pandangan Islam ...............................11 C. Hubungan Kebersihan dengan Kesehatan ......................16
BAB III
HADIS-HADIS TENTANG HIGIENITAS............................24 A. Kebersihan Makanan dan Minuman ...............................24 B. Kebersihan Sumber Air...................................................31 C. Kebersihan Rumah dan Jalanan ......................................35
BAB IV
ANALISA HADIS-HADIS KEBERSIHAN MAKANAN, SUMBER AIR, RUMAH DAN JALANAN..............................................40 A. Pandangan Ulama ..........................................................40 B. Analisa Matan Hadis.......................................................54
BAB V PENUTUP.....................................................................................76 A. Kesimpulan ......................................................................76
B. Saran-saran .......................................................................77 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 78
PEDOMAN TRANSLITERASI Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf arab ا ب ت
Huruf latin b t
Keterangan Tidak dilambangkan Be Te
ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ﻩ ء ي
ts j h kh d dz r z s sy s d t z ‘ gh f q k l m n w h y
Te dan es Je H dengan garis bawah Ka dan ha De De dan zat er zet es Es dan ye Es dengan garis bawah De dengan garis bawah Te dengan garis bawah Zet dengan garis bawah Koma terbalik di atas hadap kanan Ge dan ha Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof ye
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab di lambangkan dengan dengan harkat dan huruf, yaitu: Tanda vokal arab ﺋﺎ ﺋﻲ ﺋﻮ Kata sandang
Tada vokal latin Keterangan â A dengan topi di atas î I dengan topi di atas û U dengan topi di aas yang dalam aksara arab dilambangkan dengan huruf اڵyaitu
dialihaksarakan menjadi huruf (l), baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân. Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan arab dilambangkan dengan sebuah tanda (
ّ
) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsyiyah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek itu adalah al-Quran dan hadits.1 Bagi umat Islam, hadis diyakini sebagai sumber kedua (second source) setelah al-Quran. Hadis yang disebut juga sunnah adalah segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik perkataan, perbuatan, maupun taqrîr (ketetapan) atau sifat2. Fungsi hadis sebagai menetapkan dan memperkuat hukum-hukum alQuran, menafsirkan atau menjelaskankan kandungan ayat-ayat al-Quran, merincikan yang mutlak, mentakhsis (penentuan khusus) ayat-ayat al-Quran yang masih umum dan kadangkala memberi keputusan hukum yang tidak terdapat dalam al-Quran.3 Ketika Nabi Muhammad Saw. masih hidup, ajaran-ajaran Allah tercermin dalam kehidupan beliau sehari-hari. Sementara sesudah beliau wafat, ajaran-ajaran Allah tercermin dalam hadis yang beliau tinggalkan.4 Salah satu di antara ajaran-ajaran Islam adalah anjuran hidup bersih dan sehat. Islam menganjurkan agar kita memperhatikan kebersihan sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan. Dalam masalah kebersihan, Islam memiliki sikap yang tidak dapat ditandingi oleh agama apapun. Islam memandang kebersihan sebagai
1
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1978) cet. Ke-2, jilid 1, h. 24 2 Subhi al-Salih, Ulûm al-Hadîs wa Mushthalahu, (Dar al-Ilm al-Malayin, 1997), h. 3 3 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: Al-Ma’arif, 2000), h. 65 4 Ali Mushtofa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 35
ibadah dan sekaligus cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Bahkan Islam mengkategorikan kebersihan sebagai salah satu kewajiban setiap muslim. Dalam kitab-kitab syarî’ah, bab pertama selalu diawali dengan bâb al-tahârah yakni kebersihan. Dengan demikian, fiqih pertama yang dipelajari umat Islam ialah masalah kebersihan.5 Memperhatikan masalah kebersihan adalah salah satu unsur penting dalam perilaku beradab. Islam menganggap kebersihan sebagai suatu sistem peradaban dan ibadah. Karena itu, kebersihan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seorang muslim. Di sini, dapat kiranya disadari bila Islam mewajibkan kepada semua muslim, laki-laki dan perempuan untuk melakukan salat lima kali dalam sehari semalam. Dalam Islam, salat merupakan kunci surga. Salat seorang muslim tidak sah selama ia tidak menghilangkan hadas kecil dengan wudhu dan menghilangkan hadas besar dengan mandi. Dalam sehari, wudhu dilakukan beberapa kali dengan maksud untuk membersihkan anggota tubuh yang terkena kotoran, keringat, dan debu; misalnya wajah –juga mulut dan hidung- dan kepala, serta kedua tangan, kaki dan telinga.6 Al-Quran dan hadis telah mengajarkan kebersihan dan menganjurkan hidup sehat. Dalam beberapa ayat al-Quran, dapat kita lihat bahwa surat yang pertama yang diturunkan adalah seruan untuk menuntut ilmu, sedangkan yang kedua adalah panggilan kepada kebersihan. Surat pertama yang diturunkan adalah ayat “iqra’” yang artinya “bacalah”, sedangkan surat kedua adalah:
(٤ :) اﻟﻤﺪﺛﺮ “Dan pakaianmu bersihkanlah”. (Q.S. Al-Mudatsir: 4) Allah suka kebersihan sebagaimana firman-Nya:
5
Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), Terj. Faizah Firdaus, h. 190 6 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan. h. 361
☺
(٢٢٢ :)اﻟﺒﻘﺮة
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Baqarah: 222) Allah memuji memuji penghuni masjid Quba dan memuji kebiasaan mereka yang mencintai kebersihan. Allah berfirman:
☺
☺ (١٠٨ :)اﻟﺘﻮﺑﺔ “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak
hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S. al-Taubah: 108) Karena itu, kebersihan dianggap sebagai salah satu bukti keimanan. Sampai ada kata-kata yang terkenal di kalangan umat Islam yang mengatakan: “Al-nazhâfat min al-îmân (kebersihan sebagian dari iman)”. Sebagian orang Islam menganggap kalimat tersebut sebagai hadis, padahal ia bukan hadis.7 Sebenarnya hadis yang sahih berbunyi: “al-Tuhûr syatr al-îmân”8 (artinya: kebersihan sebagian dari iman). Maksudnya setengahnya iman. Perhatian al-Quran dan hadis terhadap higienitas9 dan kebersihan tidak hanya dengan wudhu dan mandi saja. Akan tetapi, keduanya sangat memperhatikan higienitas lain yang dibutuhkan manusia. Makanan, air bersih merupakan hal penting yang menunjang kesehatan manusia. Kebanyakan manusia terserang penyakit akibat mengkonsumsi jajanan yang tidak higienis karena tercampurnya makanan oleh debu 7
Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 365 Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajaj Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, (Saudi: Baitul Afkar AlDauliyah, 1998), hal. 119. (Dari Abu Malik al-Asy’ari dalam “al-Tahârah” hadis no. 223). 9 Berasal dari kata higene yakni sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Lihat: Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara/LPKN, 2000). Cet. Ke-2, h. 340 8
jalanan sehingga menumbuhkan bakteri. Menurut penelitian WHO, lebih dari 1,1 milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini kekurangan akses terhadap air minum bersih. WHO memperkirakan 4500 balita setiap tahun meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas. Keterkaitan kebersihan dengan kesehatan dalam Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan akidah dan syariatnya.10 Dalam sejarah manusia, Islam merupakan akidah pertama, bahkan norma ilmiah pertama yang memperkenalkan dan memerintahkan steril yang diidentikkan dengan “bersuci” (tahârah). Istilah “bersuci (tahârah) adalah membersihkan atau membebaskan sesuatu dari bakteri atau benda yang mengandung bakteri, sedang sesuatu yang kotor atau mengandung jamur diidentikkan dengan “najis”.11 Dalam hadis, dijelaskan bahwa untuk menghilangkan najis adalah dengan mencuci dengan air atau dipanaskan di atas api. Menghilangkan najis berarti menghilangkan atau membersihkan dari bakteri hingga hilang warna, bau dan rasanya. Dengan demikian, Islam merupakan perintis pertama yang memberi peringatan bahwa perubahan warna, bau dan rasa menunjukkan adanya bakteri yang hidup dan aktif. Adapun benda-benda najis yang diisyaratkan oleh al-Quran dan hadis dan ia mengandung bakteri, antara lain: nanah, kotoran hajat, darah, tumpahan (muntah), air liur anjing, babi dan segala sesuatu yang telah membusuk seperti sisasisa hewan yang mati atau potongan hewan yang hidup. Dengan melihat ajaran-ajaran Nabi itu, maka hadis memiliki kekayaan faktafakta ilmiah yang jika dikembangkan dengan pola sains modern akan muncul berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang bermanfaat; khususnya ilmu kesehatan. Akan tetapi,
10
Depkes, “Kekurangan Akses Terhadap Air Minum dan Sanitasi Dasar”. Artikel diakses tanggal 4 Januari 2007 dari http: //www. Depkes.go.id./index.php.option=news&task. 11 Dr. Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Bumii Aksara, 1996), h. 10
kurangnya kita menyadari akan hal itu. Masih terdapat kaum muslim yang tidak memperhatikan kebersihannya serta kurangnya melihat bahwa Islam sebagai agama dan peradaban juga pengaruhnya terhadap dunia kesehatan. Permasalahan kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan menjadi perhatian penulis untuk dikaji karena memandang bahwa permasalahan kebersihan tersebut masih banyak kita lihat; tidak sedikit sungai yang tercemar, sampah berserakan di mana-mana terutama di jalanan dan bahkan di lingkungan rumah kita serta makanan yang kurang higienis. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengkaji lebih mendalam bagaimana pandangan hadis-hadis mengenai kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan? Apakah amalan-amalan hadis itu hanya cocok untuk zaman Nabi saja atau dapat diimplikasikan pada zaman sekarang? B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Pada skripsi ini akan dibatasi pada masalah penelitian hadis-hadis tentang kebersihan. Kebersihan yang akan dikaji pada skripsi ini adalah hanya kebersihan yang berkenaan dengan makanan, sumber air, rumah dan jalanan. Untuk mempermudah dalam penelusuran hadis-hadis yang akan diteliti, penulis hanya meneliti hadis yang termasuk dalam al-kutub al-sittah serta dibahas dari segi matan hadis saja. Agar masalah-masalah di atas lebih jelas dan sistematis, maka pada skripsi ini, penulis akan merumuskan pembahasan tentang hadis-hadis kebersihan, yakni: 1. Bagaimana konsep higienitas dalam tinjauan hadis? 2. Bagaimana pandangan ulama mengenai hadis-hadis kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan?
a. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Mengetahui perhatian hadis terhadap kebersihan khususnya kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan serta dapat diamalkan bagi setiap orang. 2. Untuk menggali kembali hadis-hadis yang berkenaan dengan lingkungan. 3. Untuk mengembangkan dan memperluas ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hadis. 4. Memenuhi persyaratan dalam rangka penyelesaian studi sarjana S1. D. Metodologi Penelitian. Untuk memperoleh data dan informasi, penulis melakukan penelitian kepustakaan atau library research, yaitu dengan cara menelaah buku-buku dan tulisan yang memiliki kaitan secara langsung maupun secara tidak langsung. Usaha ini dilakukan untuk
memperoleh kerangka teori dan pendapat-pendapat yang
dikemukakan oleh ulama yang kompeten dalam masalah tersebut. Selanjutnya pembahasan dalam skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu melalui pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar untuk kemudian ditelaah dan dianalisis menjadi sebuah kesimpulan. Adapun untuk menganalisa hadis ini, penulis merumuskan langkah-langkah dalam melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Menelusuri sanad hadis melalui lafaz dalam matan hadis dengan menggunakan kamus hadis yakni: Mu’jam Mufahras Li Alfâzil al-Hadîts alNabawî yang ditaqrîr oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Kemudian mencari data yang telah diperoleh dari kamus dengan merujuk ke kitab aslinya.
2. Melakukan penelitian kandungan matan hadis tentang kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan melalui beberapa pendekatan, antara lain: pendekatan al-Quran, hadis sahih, bahasa dan ilmu kesehatan. Untuk pengolahan data menjadi kesimpulan penulis menggunakan metode induktif, yaitu berfikir yang bertolak dari satu atau sejumlah data secara khusus untuk kemudian diambil kesimpulan secara general. Kemudian, sebagai pedoman penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku Pedoman Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007. E. Sistematika Penulisan. Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan kedalam lima bab, masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan mengenai topik-topik tertentu, yaitu: Bab pertama, pendahuluan yaitu global tentang materi yang akan dibahas dari latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. Pada bab kedua yaitu tinjauan umum kebersihan dalam pandangan Islam dan hubungannya dengan kesehatan yang meliputi pengertian kebersihan, kebersihan dalam pandangan Islam dan hubungan kebersihan dengan kesehatan Pada bab ketiga, yaitu tentang hadis-hadis higienitas terdiri dari hadis-hadis kebersihan makanan, kebersihan sumber air, kebersihan rumah dan jalan. Selanjutnya pada bab keempat, membahas tentang analisa hadis-hadis kebersihan makanan, sumber air dan rumah dan jalanan, terdiri dari pendapat ulama dan analisa matan hadis. Dan bab kelima atau terakhir yaitu penutup, terdiri dari: kesimpulan dari isi keseluruhan skripsi dan beberapa saran.
BAB II TINJAUAN UMUM KEBERSIHAN DALAM PANDANGAN ISLAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN A. Pengertian Kebersihan Kata bersih sering digunakan untuk menyatakan keadaan lahiriyah suatu benda, seperti air bersih, lingkungan bersih, tangan bersih dan sebagainya. Terkadang bersih digunakan untuk ungkapan sifat batiniyah, seperti jiwa suci. Dalam hukum Islam, setidaknya ada tiga ungkapan yang menyatakan “kebersihan”, yaitu: 1. Nazâfah atau nazîf, yaitu meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriyah, dengan alat pembersihnya benda yang bersih seperti air. 2. Tahârah, yaitu mengandung pengertian yang lebih luas meliputi kebersihan lahiriyah dan batiniyah. 3. Tazkiyah, mengandung arti ganda yaitu membersihkan dari sifat atau perbuatan tercela dan menumbuhkan atau memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji.12 Sedangkan dalam istilah fuqahâ, tahârah berarti kebersihan dari sesuatu yang khusus yang di dalamnya terkandung makna ta’abbud (menghambakan diri) kepada Allah. Ia merupakan salah satu perbuatan yang dicintai Allah.13 Sebagaimana Allah menyatakan pujian-Nya pada sekelompok orang. Allah berfirman dalam surat alTaubah: 108, yaitu:
(١٠٨ :)اﻟﺘﻮﺑﺔ
☺
“Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”.
12
Tim Lembaga Penelitian UIJ, Konsep Agama Tentang Bersih dan Implikasi dalam Kehidupan Masyarakat Islam, (Jakarta: Universitas Islam Jakarta, 1993), h. 14 13 Yusuf Al-Qardhawi, Fiqh Thaharah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), terj. Samson Rahman, MA. h. 3
Kebersihan yang dimaksud adalah baik kebersihan inderawi (yang bisa diindera/dirasakan) yakni kebersihan pribadi kebersihan umum, maupun kebersihan maknawi yang hanya diketahui oleh nurani, yaitu bersih dari sifat syirik, munafik, dengki dan sifat tercela lainnya.14 Bersih (tahârah) inderawi ada dua macam yaitu bersih dari sesuatu yang kotor dan bersih dari hadas. Adapun yang dimaksud dengan bersih dari kotoran (khabats) adalah membersihkan dari najis yang bisa dilihat dan dirasa yang mengenai badan, pakaian, atau tempat. Najis seperti ini memiliki rasa, warna dan bau. Sedangkan yang dimaksud dengan bersih dari hadas adalah membersihkan atau bersuci dari najis hukmiyah yang diluarnya tidak ada sesuatu yang dirasakan dan dilihat mata, diraba, dicium atau dirasakan. Ia tak lain adalah suatu perkara yang ditetapkan oleh syariat bahwa hal itu mewajibkan wudu jika ia adalah hadas kecil dan mewajibkan mandi jika ia berupa hadas besar.15 Kebersihan merupakan suatu kegiatan atau kebiasaan membersihkan sesuatu yang dianggap kotor, supaya menjadi bersih. Hanya standar bersih ini tidak sama tergantung pada tingkat pendidikan, kebiasaan dan mungkin juga dana yang dimiliki. Kebersihan pada masa ini, bukan hanya sekedar untuk menghindari menjangkitnya suatu penyakit tetapi kebersihan sudah merupakan suatu kebutuhan hidup yang erat hubungannya dengan keindahan, ketertiban untuk mencapai hidup sehat, bersih, indah, nyaman dan tenteram.16 B. Kebersihan dalam Pandangan Islam Ajaran kebersihan dalam agama Islam berpangkal atau merupakan konsekuensi dari iman kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci atau bersih
14
Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 365 Al-Qardhawi, Fiqh Thaharah, h. 11 16 H. Wagino Ali Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan Islam, (Pasuruan: PT. GBI Pasuruan, 1995), cet. Ke-4. h. 1 15
agar ia berpeluang mendekat dan akrab kepada Allah Swt.; Tuhan Yang Maha Suci itu. Hal ini dapat dipahami dari beberapa hadis sebagai berikut:
( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ17ن ِ ﻄ ُﺮ ا ْﻟﺈِﻳﻤَﺎ ْ ﺷ َ ﻄﻬُﻮ ُر اﻟ ﱡ “Kebersihan itu setengah dari iman”.
ل ﻟَﺎ ِإَﻟ َﻪ إِﻟﱠﺎ اﻟﻠﱠ ُﻪ َوَأ ْدﻧَﺎهَﺎ ُ ﻀُﻠﻬَﺎ َﻗ ْﻮ َ ﺷ ْﻌ َﺒ ًﺔ َﻓَﺄ ْﻓ ُ ن َ ﺳﺘﱡﻮ ِ ﻀ ٌﻊ َو ْ ِن َأ ْو ﺑ َ ﺳ ْﺒﻌُﻮ َ ﻀ ٌﻊ َو ْ ِن ﺑ ُ ا ْﻟﺈِﻳﻤَﺎ 18 (ن )ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ ِ ﻦ ا ْﻟﺈِﻳﻤَﺎ ْ ﺷ ْﻌﺒَ ٌﺔ ِﻣ ُ ﺤﻴَﺎ ُء َ ﻖ وَا ْﻟ ِ ﻄﺮِﻳ ﻦ اﻟ ﱠ ْﻋ َ إِﻣَﺎﻃَ ُﺔ ا ْﻟﺄَذَى “Iman itu 70 cabang lebih atau lebih dari 60 cabang. Seutama-utamanya iman adalah ucapan ‘Lailâha illallâh’ dan serendah-rendahnya iman adalah membuang gangguan (duri) dari jalan dan malu itu sebagian dari iman”. (Muttafaqun ‘alaih) Hadis-hadis tersebut memberi petunjuk bahwa kebersihan itu bersumber dari iman dan bagian dari iman. Dengan demikian, kebersihan dalam ajaran Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral.19 Agama-agama lain tidak memiliki konsern yang sedemikian hebat dan melebihi Islam terhadap kebersihan. Islam sangat peduli dengan kebersihan manusia, kebersihan rumah, kebersihan jalan, kebersihan masjid dan yang lainnya. Hingga tersebar kata-kata seperti hadis di atas “kebersihan itu sebagian dari iman”. Padahal para pemuka agama di abad pertengahan –seperti pendeta di Barat- melakukan taqarrub kepada Allah dengan cara yang kotor dan menghindari menggunakan air. Sampai di antara mereka ada yang mengatakan; semoga Allah memberikan rahmatnya pada sang pendeta fulan, sebab dia telah hidup selama lima puluh tahun dengan tidak pernah membasuh kedua kakinya.20 Sebagian yang lain mengatakan; ada orang yang hidup sebelum kita sepanjang hayatnya dia tidak pernah membasahi badannya dengan air. Namun, kita sekarang masuk dalam zaman yang manusia masuk ke dalam kamar mandi. Demikian al17
Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 119. hadis no. 223 Abu Zakaria Yahya bin Musyrif Al-Nawawi, Riyad Al-Salihîn, (Beirut: Dar Al-Kutb AlIslami,t.th.), h. 78. (diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.) 19 Majelis Ulama Indonesia, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut ajaran Islam, (Jakarta: MUI, 2000), h. 36 20 Al-Qardhawi, Fiqh Thaharah. h. 12 18
Qardhawi menukil dari Allamah Abul Hasan Al-Nadwi dalam bukunya Madza khasira al-a’lam bi inhitah al-muslimîn. Bagi orang-orang yang berilmu dari kalangan Islam; yang mampu menggabungkan antara kesahihan teks dan kejelasan rasio, akan melihat jelas bahwa kebaikan dan keburukan itu merupakan sesuatu yang bisa ditangkap secara rasio melalui perbuatan-perbuatan, seperti sesuatu yang indah dan yang jelek atau dalam suatu benda, seperti barang yang wangi dan barang yang kotor. Sesungguhnya tidak diragukan lagi bahwa seseorang akan lebih cenderung memilih yang baik dan akan senantiasa menghindari yang kotor. Hanya saja akal tidak mampu memberikan detilnya. Kadang hanya sebagian orang yang mampu menangkapnya, seperti antara keadilan dan kezaliman atau antara air dan tinja. Maka datanglah syariat untuk menerangkan detilnya dengan menerangkan posisinya dalam sesuatu yang dirasakan dan menerangkan batasannya dalam rasio. Syariat memerintahkan untuk menjauhinya dan menyingkirkannya setelah melakukannya. Yang demikian ini disebut dengan tathîr dan tazkiyah. Sedangkan penyucian yang berkenaan dengan batiniyah/maknawi adalah dengan taubat dan yang kebersihan lahiriyah/mahsûsat (dirasakan) adalah dengan cara disucikan dengan air dan yang serupa dengannya. Oleh sebab itulah, Allah menggabungkan antara keduanya, dalam firman-Nya:
(٢٢٢ :)اﻟﺒﻘﺮة
☺
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang membersihkan diri”. (Q.S. Al-Baqarah:222) Kemuliaan makhluk adalah karena kedekatannya dengan Penciptanya. Maka beragamlah kondisi makhluk itu. Oleh sebab itulah, syariat memerintahkan agar seseorang menjauhkan dirinya dari najis dalam segala kondisinya. Allah mewajibkan untuk membersihkan diri dalam semua hal saat akan menghadap Tuhannya seperti
saat salat. Sebab salat adalah puncak dari pendekatan diri kepada Allah. Oleh karenanya, pada saat itu diperintahkan untuk menggunakan perhiasan dan dianjurkan bersuci pada saat melakukan tawaf di ka’bah.21, sebagaimana Allah berfirman:
(٣١ : )اﻷﻋﺮاف “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap kali memasuki masjid” (Q.S. Al-A’raf:31) Ajaran kebersihan tidak hanya sekedar slogan, motto atau teori belaka. Tetapi harus dijadikan pola hidup praktis yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa. Ajaran kebersihan atau kesucian dalam Islam antara lain terlihat dari pensyariatan ibadah salat yang dilakukan setiap hari. Salat dapat menyucikan lahiriyah melalui wudhu yang merupakan syarat sah sebelum melaksanakannya. Di samping itu juga, dapat pula menyucikan batiniyah melalui pengesaan Allah Swt.22 Tahârah merupakan salah satu syarat untuk melakukan ibadah kepada Allah Swt. untuk melakukan salat misalnya, seseorang terlebih dahulu harus melakukan wudhu dan membersihkan najis dan kotoran yang melekat di badannya, pakaiannya serta tempat yang akan digunakan. Demikian juga halnya dengan puasa yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang dalam keadaan haid dan nifas. Jadi, fungsi tahârah adalah sebagai syarat untuk keabsahan suatu ibadah. 23 Kebersihan badan atau jasmani seorang muslim tidak hanya menghilangkan najis, beristinja dan berwudu saja, tetapi adakalanya harus melakukan pembersihan badan secara menyeluruh dengan ghusl (mandi). Membersihkan diri dengan mandi menjadi suatu kewajiban dalam rangka pelaksanaan ibadah manakala seseorang junub (setelah melakukan hubungan seksual atau ihtilâm) atau seusai haid dan nifas (khusus 21
Al-Qaradhawi, Fiqh Thaharah, h. 13 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997) h.
22
18
23
Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,. h. 18
bagi wanita). Selain itu, ajaran Islam menekankan anjurannya supaya orang itu mandi dalam hubungannya dengan pelaksanaan ibadah tertentu, yang disebut al-ightisâlât al-masnûnah24 (beberapa mandi yang disunnahkan), antara lain: salat jum’at, salat idul fitri, salat idul adha, salat istisqo, salat kusuf, salat khusuf, orang yang usai memandikan jenazah, orang kafir (non muslim) yang baru saja menganut agama Islam, orang gila yang baru sadarkan diri, orang pingsan yang baru sadar, orang yang akan mengenakan pakaian ihram (untuk memulai ibadah umroh/haji), orang yang akan memasuki kota suci Makkah, orang yang akan wukuf di Arafah, orang yang akan mabit di Muzdalifah, orang yang akan melontar jumroh dan orang yang akan melakukan tawaf. Islam juga memperhatikan kebersihan beberapa anggota badan tertentu, misalnya mulut. Menurut sunnah, alat yang digunakan untuk membersihkan mulut adalah siwak, karena siwak adalah alat yang paling mudah didapatkan oleh penduduk di jazirah Arab. Rasulullah Saw. bersabda: “Siwak itu mebersihkan mulut dan mendapatkan ridho Allah”. Contoh anggota tubuh lain yang mendapatkan pehatian Rasul, antara lain: rambut, dalam hadis disebutkan “Barang siapa memiliki rambut maka hendaklah ia merawatnya dengan baik”. Selain itu juga, Rasul memerintahkan untuk mencukur rambut yang tumbuh di ketiak dan kemaluan, memotong kuku dan menganggap bahwa perbuatan tersebut sesuai dengan fitrah.25 Islam juga memperhatikan masalah kebersihan makanan dan minuman. Kebersihan memiliki dampak keindahan dengan bersihnya pakaian juga kebersihan lingkungan atau apa yang diistilahkan oleh para dokter sebagai kesehatan lingkungan termasuk kebersihan sumber air, rumah dan jalan merupakan persoalan mendapatkan perhatian serius dari Rasulullah dan dijadikan prinsip dasar bagi penjagaan tubuh dari 24
Musthofa Daib al-Bagho, Al-Tadzhib fi Adillati Matn Al-Ghoyah wa Al-Taqrib, (surabaya: Bungkul Indah, 1978)cet. Ke-1. h. 25 25 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’,h. 192
penyakit-penyakit menular ataupun dari hal-hal yang tidak semestinya akan menimbulkan berbagai macam penyakit.26 Perhatian Islam terhadap kebersihan adalah menjadi kelebihan dan keutamaan yang besar bagi Islam. Hal ini disebabkan karena dua hal27: pertama, karena orang Arab (pada masa itu) adalah masyarakat yang lebih cenderung mengikuti perilaku masyarakat Badui. Mereka pada umumnya tidak memperhatikan kebersihan badan, pakaian dan rumah. Misalkan mereka sering buang air di tempat umum, di tempat air yang diam (tidak mengalir) yang airnya dipakai untuk mandi dan keperluan membersihkan. Islam datang membawa perubahan menjadi perdabaan yang lebih baik. Kedua, agama yang dipeluk oleh masyarakat jazirah Arab dan sekitarnya bukanlah agama yang memperhatikan dan mendorong untuk hidup bersih. Bahkan dalam sebagian hadis diceritakan orang-orang Yahudi adalah orang yang tidak memperhatikan kebersihan rumah. Karena itu, Rasulullah Saw. bersabda: 28
ِﺸ ﱠﺒﻬُﻮا ﺑِﺎ ْﻟﻴَﻬُﻮد َ ﻈﻔُﻮا َأ ْﻓ ِﻨ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ َﻓ َﻨ ﱢ
“Bersihkan teras rumah kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi.” (H.R. Tirmidzi) C. Hubungan Kebersihan dengan Kesehatan Banyak ungkapan yang menyatakan bahwa bersih itu sebagian dari iman, bersih itu sehat, bersih itu indah dan sebagainya. Setiap orang tentu senang akan kebersihan, karena dalam kebersihan terdapat keimanan, kesehatan dan keindahan. Pengertian sebaliknya adalah bahwa orang yang tidak peduli terhadap kebersihan
26
Dr. Najib Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan Menurut Jejak Rasulullah, (Surabaya: PT. Bungkul Indah, 1994) Alih Bahasa M. Husaini, h. 22 27 Al-Qaradhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah SebagaiParadigma Ilmu Pengetahuan ’, h. 368369 28 Al-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
adalah orang kurang iman, kurang sehat dan tidak tahu keindahan. Menjaga kebersihan diri lingkungan berarti memelihara kesehatan diri dan bersama.29 Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran Islam bertujuan untuk memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan) dan kesehatan. Setiap usaha yang dapat mendukung tercapainya salah satu usaha dari tujuan tersebut walaupun belum ditemukan dalam al-Quran ataupun sunnah mendapat dukungan penuh dari ajaran Islam.30 Ajaran Islam menganjurkan kepada umat Islam agar menjadi manusia yang sehat dan kuat, baik secara jasmani maupun rohani. Hanya dengan jasmani dan rohani yang sehat, umat Islam bisa menikmati kebahagiaan hidup, bisa beribadah dengan baik, bisa mengamalkan berbagai perintah agama. Al-Quran dan hadis telah memberikan perhatian yang mendalam terhadap masalah kesehatan manusia; baik kesehatan badan maupun jiwa. Dalam masalah ini, hadis telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan serta pengertian yang dianggap sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya bagi mereka yang benar-benar menghargai manusia. Pada skripsi ini, akan mencoba membahas sebagian prinsip dan pengertian mendasar yang terdapat dalam al-Quran dan telah dijelaskan secara rinci oleh hadis, yaitu mengenai masalah kesehatan dan keselamatan manusia dari berbagai penyakit serta kemampuannya untuk mencapai prestasi dan memberikan kontribusi di samping usaha melawan berbagai penyakit dan wabah yang selalu menyerang kesehatan manusia. Prinsip, nilai dan pengertian yang diperhatikan oleh hadis Nabi Saw. ialah menganggap keselamatan dan kesehatan sebagai nikmat Allah yang terbesar yang
29
Hario Tilarso dkk, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, (Jakarta: CV. KutaBoloh Manunggal, 2005) h. 27 30 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992). Cet. Ke-2, h. 286
harus diterima dengan rasa syukur, sehingga kenikmatan itu diharapkan akan semakin bertambah. Allah berfirman pada surat Ibrahim ayat 7:
⌧ ⌧ ⌧
⌧ (٧ :)اﺑﺮاهﻴﻢ
“Sungguh jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim: 7) Bentuk syukur terhadap nikmat kesehatan ini ialah dengan senantiasa menjaga kesehatan sesuai dengan sunnatullâh yang berkaitan dengan segala sebab dan akibat, dan mengikuti Nabi mengenai cara menjaga kesehatan karena petunjuk Nabi itu adalah sebaik-baik petunjuk dan yang paling sempurna.31 Imam Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa siapa yang merenungkan petunjuk Nabi, maka dia akan menyadari bahwa petunjuk Nabi itu adalah petunjuk yang paling baik untuk menjaga kesehatan. Cara menjaga kesehatan itu tidak hanya terbatas pada pengaturan tempat makan, tempat minum, pakaian dan tempat tinggal dengan sebaikbaiknya. Tetapi juga meliputi pengaturan udara, waktu tidur, dan jaga, pengaturan gerak, istirahat, hubungan seksual dan memanfaatkan waktu senggang. Jika semua ini bisa dilakukan dengan baik sesuai dengan kebutuhan badan dan tempat tinggal, sesuai dengan umur dan kebiasaan, maka inilah cara terbaik untuk menjaga kesehatan.32 Orang yang diberi kesehatan dan keselamatan maka hendaklah ia menjaganya, memperhatikan dan melindunginya dari berbagai hal yang dapat menghancurkan keberadaannya. Karena kesehatan merupakan nikmat Allah yang terbesar dan paling sempurna yang diberikan kepada hamba-Nya. Rasulullah Saw. bersabda:
31
Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 187 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h.188
32
ن ٌ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻧِ ْﻌﻤَﺘَﺎنِ ﻣَ ْﻐﺒُﻮ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ َ ل ﻗَﺎ َ ﻋ ْﻨ ُﻬ َﻤﺎ ﻗَﺎ َ ﻲ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﺿ ِ س َر ٍ ﻋﺒﱠﺎ َ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑ ْﻋ َ 33 (غ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى ُ س اﻟﺼﱢﺤﱠ ُﺔ وَا ْﻟ َﻔﺮَا ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ْ ﻓِﻴ ِﻬﻤَﺎ َآﺜِﻴ ٌﺮ ِﻣ “Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan manusia, yakni kesehatan dan waktu luang”. Selain Islam mewajibkan kebersihan/kesucian sebagai salah satu syarat ibadah kepada Allah Swt., kebersihan juga sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan. “Menjaga kesehatan” sebagai upaya preventif dari berbagai penyakit, meliputi dua hal, yaitu: menjaga kebersihan dan hidup yang sehat serta menyediakan makanan yang bergizi dan baik. Sekalipun penemuan sains modern berkembang begitu pesat dan bahkan mengantarkan ilmu medis kepada puncak penemuannya, sehingga mampu mendiagnosis berbagai penyakit dan dikeluarkannya berjuta poundsterling untuk biayanya, tetapi menjaga kesehatan dan menjaga lingkungan tetap lebih baik daripada mengobatinya. Menjaga kesehatan dan kebersihan lebih mahal harganya daripada upaya pengobatan itu sendiri. Manfaat menjaga kebersihan pada dasarnya kembali kepada beberapa sebab, antara lain: 1. Menjaga kebersihan itu sendiri lebih efektif dalam mencegah timbulnya berbagai penyakit, seperti: kolera, tipus, penyakit kuning daripada mencegah atau memberantas setelah berkembang menjadi wabah. Umumnya di negara-negara berkembang tidak begitu baik kualitasnya dalam pelayanan makanan umum (misalnya kantin), lebih mudah dijumpai jika melancong ke berbagai negara terbelakang dan mudah dijumpai tempat kotor dan berbagai wabah berjangkit di dalamnya.
33
Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, h. 1232. Kitâb al-Riqâq bâb Mâ jâa fî al-sihhat wa al-farâgh, hadis no. 6412
2. Sesungguhnya kantin-kantin seperti itu tidak akan menarik pembeli dan tidak higienis serta tidak steril (terbebas dari penyakit). Jika setiap makanan tertentu sebagai penyebar penyakit maka menjaga kebersihan dari lingkungan kotor adalah keharusan. 3. Sekalipun sains modern begitu pesat perkembangannya, faktanya lingkungan kotor seperti jamban kotor dan sarang-sarang penyakit lainnya dengan mudah kita jumpai. Suatu masalah bagi Departemen Kesehatan untuk mengentaskannya.34 Sebagaimana yang telah penulis bahas di atas, Islam banyak menitikberatkan perhatian pada kebersihan pribadi yang merupakan faktor pokok bagi penjagaan kesehatan manusia dari berbagai bahaya penyakit. Oleh karena itu, kita perhatikan bahwa wudu memiliki peranan yang sangat berarti dalam masalah ini. Studi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Bangladesh menyatakan bahwa untuk penggunaan air bersih dalam mencuci tangan misalnya, sekitar 95% meninggalkan kuman.35 Setiap muslim berwudu lima kali dalam sehari untuk melaksanakan salat. Sesungguhnya
wudu
menghilangkan
debu-debu
yang
melekat
pada
kulit,
menghilangkan keringat dan zat kimia yang mungkin bagi mereka yang bekerja di pabrik atau pertambangan misalnya serta memelihara kulit dari terjakitnya macammacam kanker yang tumbuh akibat masuknya zat kimia ke dalam tubuh melalui poripori. Oleh sebab itu, penelitian dunia telah menguatkan bahwa orang yang sakit kanker kulit di negara Islam lebih sedikit daripada di negara-negara non Islam. Untuk hal itu, tidak ada alasan lain bahwa seorang muslim itu berwudu lima kali sehari
34 35
Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, h. 202 Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan “Dalam Perilaku Raulullah” h. 20
hingga kulitnya bersih dari debu dan kotoran keringat serta bebas dari segala yang menyebabkan kanker.36 Dalam hal kebersihan makanan dan minuman, Rasulullah menyuruh menutup tempat makanan dan minuman agar kuman, debu dan lalat tidak masuk dan menjadi sarang penyakit. Bersih atau tidaknya suatu makanan akan mempengaruhi tingkat kehigieniesan makanan tersebut. Begitu juga ketika akan memakan makanan, kita harus memperhatikan kuku tangan kita. Rasulullah menyuruh untuk memotong kuku. Dikatakan dalam hadis, bahwa setan banyak bersemayam pada kuku-kuku yang panjang.37 Riset yang telah dilakukan oeh para peneliti mengungkapkan bahwa pengendapan kotoran yang terjadi di bawah kuku mengandung banyak kuman berbahaya yang berkemungkinan besar akan berpindah kepada makanan pada waktu makan, atau kepada kulit pada waktu mengaruk-garuk. Bahkan ada sejenis parasit yang dapat berpindah dari seseorang kepada orang lain melalui tangan. Dan orang yang tidak mencuci tangannya setelah keluar dari wc, kadang-kadang dapat menyebabkan perpindahan penyakit menular dari kotoran ke mulutnya38. Berkenaan dengan kebersihan makanan, Nabi menganjurkan untuk mencuci tangan sesudah atau sebelum makan. Nabi bersabda:
( )رواﻩ أﺑﻮ داود39ﻄﻌَﺎمِ ا ْﻟ ُﻮﺿُﻮ ُء َﻗ ْﺒَﻠ ُﻪ وَا ْﻟ ُﻮﺿُﻮ ُء َﺑ ْﻌ َﺪ ُﻩ َﺑ َﺮ َآ ُﺔ اﻟ ﱠ “Keberkahan makanan itu wudu sebelum dan sesudah makan”. (H.R. Abu Dawud)
36
Seikh Abdul Mun’im Qindi, Isyarat-isyarat Kedokteran dalam Al-Quran dan As-Sunnah, (Jakarta: Akademika Presindo, 2001), h.18 37 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, h. 24 38 Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan “Dalam Perilaku Raulullah” h. 20 39 Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq al-Sijistani,. Sunan Abu Daud, (Beirut, Dar Ibn Hazm, t.th.) jilid 4, h. 140, dalam kitâb al-at’imah bâb fî ghasl al-yad qabla al-ta’am.
Nabi juga mewasiatkan para sahabat untuk mencuci tangan mereka sesudah bangun tidur, Nabi bersabda:
ﺣ َﺪ ُآ ْﻢ ﻟَﺎ َ ن َأ ﺧَﻠﻬَﺎ ﻓِﻲ َوﺿُﻮ ِﺋ ِﻪ َﻓِﺈ ﱠ ِ ن ُﻳ ْﺪ ْ ﻞ َأ َ ﻞ َﻳ َﺪ ُﻩ َﻗ ْﺒ ْﺴ ِ ﻦ َﻧ ْﻮ ِﻣ ِﻪ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻐ ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ِﻣ َ ﻆ َأ َ ﺳ َﺘ ْﻴ َﻘ ْ ِإذَا ا ()رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى
40
ﺖ َﻳ ُﺪ ُﻩ ْ ﻦ ﺑَﺎ َﺗ َ ﻳَ ْﺪرِي َأ ْﻳ
“Jika di antara kalian bangun tidur maka cucilah tangannya sebelum memasukan (tangan ke dalam wadah) untuk berwudu, sesungguhnya tidak seorang pun di antara kalian mengetahui di mana tangannya berada (waktu dia tidur)”. (HR. al-Bukhari) Demikian halnya dengan kebersihan lingkungan (sumber air, rumah dan jalan) yang merupakan kebutuhan manusia dan digunakan setiap harinya. Kebersihan perkara itu semua mempengaruhi tingkat kehigienisan atau kesehatan kehidupan manusia. Lingkungan yang kotor disamping tidak sedap dipandang mata, juga memungkinkan menjadi sarang penyakit. Sebaliknya, lingkungan yang bersih akan memberikan keindahan dan memungkinkan memberikan kesehatan bagi para penghuni lingkungan. Oleh kerena itu, kebersihan lingkungan menjadi sangat penting untuk terwujudnya kesehatan bersama.41 Dari semua ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ‘kebersihan dan menjaga kesehatan’ merupakan faktor pertama dan prinsip dalam upaya preventif tehadap penyakit di muka bumi ini.
40
Al-Bukhari, Sâhih al-Bukhâri, (Kairo: Lajnah Ahya Kutub al-Sunnah, 1990 M/1410 H), Cet. Ke-2, h. 131, juz 1, kitab wudu bab al-istijmar witran, hadis no. 152 41 Hario Tilarso, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, h. 30
BAB III HADIS-HADIS HIGIENITAS Berbagai upaya untuk memperbaiki, mewujudkan dan mempertahankan kesehatan salah satunya adalah dengan kebersihan. Ajaran kebersihan atau kesucian dalam pandangan Islam merupakan konsekuensi iman kepada Allah dan cara mendekatkan diri kepadaNya. Selain itu, kebersihan merupakan sistem peradaban sebagai cara menjaga kesehatan. Banyak hadis yang membicarakan tentang kebersihan. Pada bab ini, akan memaparkan hadis-hadis kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalan. A. Hadis Kebersihan Makanan 1. Menutup Tempat makanan dan minuman serta tidak membiarkannya untuk debu, lalat atau bakteri. Dalam hal ini, Rasulullah Saw. bersabda:
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﺲ َ ل ﻓِﻴﻬَﺎ وَﺑَﺎ ٌء ﻟَﺎ َﻳ ُﻤﺮﱡ ِﺑِﺈﻧَﺎ ٍء َﻟ ْﻴ ُ ﺴ َﻨ ِﺔ َﻟ ْﻴَﻠ ًﺔ َﻳ ْﻨ ِﺰ ن ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ﺴﻘَﺎ َء َﻓِﺈ ﱠ ﻏﻄﱡﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َوَأ ْوآُﻮا اﻟ ﱢ َ ﻚ ا ْﻟ َﻮﺑَﺎ ِء َ ﻦ َذِﻟ ْ ل ﻓِﻴ ِﻪ ِﻣ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ وِآَﺎ ٌء إِﻟﱠﺎ َﻧ َﺰ َ ﺲ َ ﺳﻘَﺎ ٍء َﻟ ْﻴ ِ ﻏِﻄَﺎ ٌء َأ ْو “Tutuplah wadah makanan dan minumanmu, sesungguhnya dalam setahun ada satu malam yang di dalamnya turun wabah, tidak terlewatkan suatu tempat yang tidak ada tutup padanya atau tempat air yang tidak ada tutup padanya melainkan wabah itu masuk ke dalamnya”.42 Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah
ﻏﻄﻰ43 dan وآﻰ44 Adapun kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî menyajikan sebagai berikut:
ﻏﻄﻰ -Hadis ini ada di dalam kitab Sahih Muslim, kitâb asyribah bab 96 dan 99 42
Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 25 Arnold J. Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, ditaqrîr oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi, Jilid 4, h. 528 44 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, jilid 7, h. 307 43
-Hadis ini juga terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah, kitâb asyribah bab 16 -dan juga ada di dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 3, h. 355.
وآﻰ Hadis ini terdapat pada kitab Sahih al-Bukhari kitab asyribah bab 22, kitab bad’u alkhalqi bab 16, Sahih Muslim kitab asyribah bab 96,97,99 juga ada di Sunan alTirmizi kitab at’imah bab 15, Sunan Ibn Majah kitab asyribah bab 16, al-Muwatha’ kitab sifat al-Nabi bab 21 dan kitab Ahmad ibn Hanbal jilid 3 hal. 301, 306, 355 374, jilid 5 hal. 82 dan 262. Adapun teks dan terjemahnya sebagai berikut: Adapun hadis secara lengkap yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut:
ﻦ َأﺑِﻲ ْﻋ َ ﺚ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ اﻟﻠﱠ ْﻴ ْ ﺢ َأ ٍ ﻦ ُر ْﻣ ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َ ﺚحو ٌ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻟَ ْﻴ َ ﺳﻌِﻴ ٍﺪ َ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻗ َﺘ ْﻴ َﺒ ُﺔ ْﺑ َ ﻏﻄﱡﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َوَأ ْوآُﻮا َ ل َ ﺳﱠﻠ َﻢ َأﻧﱠ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ِ ﻦ َرﺳُﻮ ْﻋ َ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ٍﺮ ْﻋ َ اﻟ ﱡﺰ َﺑ ْﻴ ِﺮ ﺢ ﺑَﺎﺑًﺎ َوﻟَﺎ ُ ﺳﻘَﺎ ًء َوﻟَﺎ َﻳ ْﻔ َﺘ ِ ﺤﻞﱡ ُ ن ﻟَﺎ َﻳ َ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ ج َﻓِﺈ ﱠ َ ﺴﺮَا ﻃ ِﻔﺌُﻮا اﻟ ﱢ ْ ﻏِﻠﻘُﻮا ا ْﻟﺒَﺎبَ َوَأ ْ ﺴﻘَﺎ َء َوَأ اﻟ ﱢ ﻞ ْ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻔ َﻌ ْ ﻋﻠَﻰ ِإﻧَﺎ ِﺋ ِﻪ ﻋُﻮدًا َو َﻳ ْﺬ ُآ َﺮ ا َ ض َ ن َﻳ ْﻌ ُﺮ ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ إِﻟﱠﺎ َأ َ ﺠ ْﺪ َأ ِ ن َﻟ ْﻢ َﻳ ْ ﻒ ِإﻧَﺎ ًء َﻓِﺈ ُ ﺸ ِ َﻳ ْﻜ 45 ﺖ َﺑ ْﻴ َﺘ ُﻬ ْﻢ ِ ﻞ ا ْﻟ َﺒ ْﻴ ِ ﻀ ِﺮ ُم ﻋَﻠَﻰ َأ ْه ْ ﺴ َﻘ َﺔ ُﺗ ِ ن ا ْﻟ ُﻔ َﻮ ْﻳ َﻓِﺈ ﱠ Qutaibah ibn Sa’id mengabarkan kami; Laits mengabarkan kami. (pindah riwayat) Muhammad ibn Rumh mengabarkan kami; al-Laits mengabarkan kami dari Abu al-Zubair dari Jabir ibn ‘Abdullah dari Rasulullah Saw. bersabda: “Tutuplah bejanamu (wadah makanan), tutuplah tempayanmu, kuncilah pintu, padamkan lampu (ketika hendak tidur) karena setan tidak pandai membuka tutup tempayan, tidak pandai membuka pintu dan tidak pandai membuka penutup bejana. Jika kamu tidak mempunyai penutup segalanya maka boleh membentangkan pada bejananya sepotong kayu sambil menyebut nama Allah. Lakukanlah yang demikan karena si penjahat kecil (tikus, kecoa dll) dapat menyalakan api sehingga membakar rumah mereka”.
ﻋ ْﺒ ِﺪ َ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َﻳﺰِﻳ ُﺪ ْﺑ َ ﺳ ْﻌ ٍﺪ َ ﻦ ُ ﺚ ْﺑ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ اﻟﻠﱠ ْﻴ َ ﺳ ِﻢ ِ ﻦ ا ْﻟﻘَﺎ ُ ﺷ ُﻢ ْﺑ ِ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ هَﺎ َ ﻋ ْﻤﺮٌو اﻟﻨﱠﺎ ِﻗ ُﺪ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﺤ َﻜ ِﻢ َ ﻦ ا ْﻟ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ﻦ ِ ﺟ ْﻌ َﻔ ِﺮ ْﺑ َ ﻦ ْﻋ َ ﺳﻌِﻴ ٍﺪ َ ﻦ ِ ﺤﻴَﻰ ْﺑ ْ َﻦ ﻳ ْﻋ َ ﻲ ﻦ ا ْﻟﻬَﺎدِ اﻟﱠﻠ ْﻴ ِﺜ ﱡ ِ ﻦ ُأﺳَﺎ َﻣ َﺔ ْﺑ ِ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ل َ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ ﻦ ِ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ِﺮ ْﺑ ْﻋ َ ﺣﻜِﻴ ٍﻢ َ ﻦ ِ ﻦ ا ْﻟﻘَ ْﻌﻘَﺎعِ ْﺑ ْﻋ َ ٍل ﻓِﻴﻬَﺎ وَﺑَﺎ ٌء ﻟَﺎ َﻳ ُﻤﺮﱡ ﺑِﺈِﻧَﺎء ُ ﺴ َﻨ ِﺔ َﻟ ْﻴَﻠ ًﺔ َﻳ ْﻨ ِﺰ ن ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ﺴﻘَﺎ َء َﻓِﺈ ﱠ ﻏﻄﱡﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َوَأ ْوآُﻮا اﻟ ﱢ َ ل ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳﻘُﻮ َ َو 46 ِﻚ ا ْﻟﻮَﺑَﺎء َ ﻦ َذِﻟ ْ ل ﻓِﻴ ِﻪ ِﻣ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ وِآَﺎ ٌء إِﻟﱠﺎ َﻧ َﺰ َ ﺲ َ ﺳﻘَﺎ ٍء َﻟ ْﻴ ِ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ﻏِﻄَﺎ ٌء َأ ْو َ ﺲ َ َﻟ ْﻴ 45 46
Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 835, hadis no. 2012 Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 836, hadis no. 2014
‘Amr al-Naqid mengabarkan kami; Hasyim ibn al-Qasim mengabarkan kami; al-Laits mengabarkan kami; Yazid ibn ‘Abdullah ibn Usamah ibn al-Hadi al-Laitsi mengabarkan kepadaku dari Yahya ibn Sa’id dari Ja’far ibn ‘Abdullah ibn alHakam dari al-Qa’qa’ ibn Hakim dari Jabir ibn ‘Abdullah, katanya: saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Tutuplah wadah makanan dan minumanmu, sesungguhnya dalam setahun ada satu malam yang di dalamnya turun wabah, tidak terlewatkan suatu tempat yang tidak ada tutup padanya atau tempat air yang tidak ada tutup padanya melainkan wabah itu masuk ke dalamnya”. Hadis yang mukharrijnya Ibnu Majah yakni:
ﻦ ْﻋ َ ِﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪ َ ﻦ ِ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ِﺮ ْﺑ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱡﺰ َﺑ ْﻴ ِﺮ ْﻋ َ ﺳ ْﻌ ٍﺪ َ ﻦ ُ ﺚ ْﺑ ُ ﺢ َأ ْﻧ َﺒَﺄﻧَﺎ اﻟﻠﱠ ْﻴ ٍ ﻦ ُر ْﻣ ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َ ج َ ﺴﺮَا ﻃ ِﻔﺌُﻮا اﻟ ﱢ ْ ﺴﻘَﺎ َء َوَأ ﻏﻄﱡﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َوَأ ْوآُﻮا اﻟ ﱢ َ ل َ ﺳﱠﻠ َﻢ َأﻧﱠ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ِ َرﺳُﻮ ﺠ ْﺪ ِ ن َﻟ ْﻢ َﻳ ْ ﻒ ِإﻧَﺎ ًء َﻓِﺈ ُ ﺸ ِ ﺢ ﺑَﺎﺑًﺎ َوﻟَﺎ َﻳ ْﻜ ُ ﺳﻘَﺎ ًء َوﻟَﺎ َﻳ ْﻔ َﺘ ِ ﺤﻞﱡ ُ ن ﻟَﺎ َﻳ َ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ ﻏِﻠﻘُﻮا ا ْﻟﺒَﺎبَ َﻓِﺈ ﱠ ْ َوَأ ﻀ ِﺮ ُم ْ ﺴ َﻘ َﺔ ُﺗ ِ ن ا ْﻟ ُﻔ َﻮ ْﻳ ﻞ َﻓِﺈ ﱠ ْ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻔ َﻌ ْ ﻋﻠَﻰ ِإﻧَﺎ ِﺋ ِﻪ ﻋُﻮدًا َو َﻳ ْﺬ ُآ َﺮ ا َ ض َ ن َﻳ ْﻌ ُﺮ ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ِإﻟﱠﺎ َأ َ َأ 47 ﺖ َﺑ ْﻴ َﺘ ُﻬ ْﻢ ِ ﻞ ا ْﻟ َﺒ ْﻴ ِ ﻋﻠَﻰ َأ ْه َ Muhammad ibn Rumh mengabarkan kami. Al-Laits ibn Sa’d memberitakan kami dari Abu al-Zubair dari Jabir ibn ‘Abdullah dari Rasulullah Saw. bahwasanya beliau bersabda: “Tutuplah bejanamu (wadah makanan), tutuplah tempayanmu, padamkan lampu (ketika hendak tidur) dan kuncilah pintu, karena setan tidak pandai membuka tutup tempayan, tidak pandai membuka pintu dan tidak pandai membuka penutup bejana. Jika kamu tidak mempunyai penutup segalanya maka boleh membentangkan pada bejananya sepotong kayu sambil menyebut nama Allah. Lakukanlah yang demikan karena si penjahat kecil (tikus, kecoa dll) dapat menyalakan api sehingga membakar rumah mereka”. Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari adalah:
ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ْ ل َأ َ ﺞ ﻗَﺎ ٍ ﺟ َﺮ ْﻳ ُ ﻦ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ ا ْﺑ ْ ﻋﺒَﺎ َد َة َأ ُ ﻦ ُ ح ْﺑ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ َر ْو ْ ﻦ َﻣ ْﻨﺼُﻮ ٍر َأ ُ ق ْﺑ ُ ﺳﺤَﺎ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ ُ ﻲ اﻟﻠﱠ ُﻪ ﻋَ ْﻨ ُﻬﻤَﺎ َﻳﻘُﻮ َﺿ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ َر َ ﻦ َ ﺳ ِﻤ َﻊ ﺟَﺎ ِﺑ َﺮ ْﺑ َ ﻋَﻄَﺎ ٌء َأﻧﱠ ُﻪ ﺸ ُﺮ ﺣِﻴ َﻨ ِﺌ ٍﺬ ِ ﻦ َﺗ ْﻨ َﺘ َ ﺸﻴَﺎﻃِﻴ ن اﻟ ﱠ ﺴ ْﻴ ُﺘ ْﻢ َﻓ ُﻜﻔﱡﻮا ﺻِ ْﺒﻴَﺎﻧَ ُﻜ ْﻢ َﻓِﺈ ﱠ َ ﺢ اﻟﻠﱠ ْﻴﻞِ َأ ْو َأ ْﻣ ُ ﺟ ْﻨ ُ ن َ ﺳﱠﻠ َﻢ ِإذَا آَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ن ﻟَﺎ َ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َﻓِﺈ ﱠ ْ ب وَا ْذ ُآﺮُوا ا َ ﻏِﻠﻘُﻮا ا ْﻟَﺄ ْﺑﻮَا ْ ﺤﻠﱡﻮ ُه ْﻢ َﻓَﺄ ُ ﻦ اﻟﻠﱠ ْﻴﻞِ َﻓ ْ ﺐ ﺳَﺎﻋَ ٌﺔ ِﻣ َ َﻓِﺈذَا َذ َه ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َوَﻟ ْﻮ ْ ﺧ ﱢﻤﺮُوا ﺁ ِﻧ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ وَا ْذ ُآﺮُوا ا َ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َو ْ ﺢ ﺑَﺎﺑًﺎ ُﻣ ْﻐﻠَﻘًﺎ َوَأ ْوآُﻮا ِﻗ َﺮ َﺑ ُﻜ ْﻢ وَا ْذ ُآﺮُوا ا ُ َﻳ ْﻔ َﺘ 48 ﺤ ُﻜ ْﻢ َ ﻃ ِﻔﺌُﻮا َﻣﺼَﺎﺑِﻴ ْ ن َﺗ ْﻌ ُﺮﺿُﻮا ﻋَﻠَ ْﻴﻬَﺎ ﺷَ ْﻴﺌًﺎ َوَأ ْ َأ Ishaq ibn Mashur mengabarkan kami; Rawh ibn ‘Ubadah mengabarkan kami; bahwa Ibn Juraij mengabarkan kami, katanya: ‘Atha’ telah mendengar Jabir ibn ‘Abdullah r.a. berakata: Rasulullah Saw. bersabda: “Jika telah datang (menjelang) malam atau sore maka jagalah anak-anak kalian karena sesungguhnya setan menyebar pada waktu itu. Dan jika waktu datang malam maka tidurkan mereka (anak-anak), tutuplah pintu dan sebutlah nama Allah karena sesungguhnya setan 47
Muhammad ibn Yazid al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah (Beirut: Dar al-Fikr, tth, 1995M/1415H) Jilid 2, Pentahqiq. Muhammad Shidqi Jamil al-‘Athor, h. 321. Bab 16, hadis no. 3410 48 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, h. 632. hadis no. 3316
tidak dapat membuka pintu yang tertutup, dan ikatlah wadah air kamudan sebutlah nama Allah. Tutuplah wadah makanan kamu dan sebutlah nama Allah meskipun kamu bentangkan dengan sesuatu apapun dan padamkanlah lampumu”. Hadis yang mukharrijnya al-Tirmizi adalah:
ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ َ ل ﻗَﺎ َ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ٍﺮ ﻗَﺎ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱡﺰ َﺑ ْﻴ ِﺮ ْﻋ َ ﺲ ٍ ﻦ َأ َﻧ ِ ﻚ ْﺑ ِ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ْﻋ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻗ َﺘ ْﻴ َﺒ ُﺔ َ ح َ ﺼﺒَﺎ ْ ﻃ ِﻔﺌُﻮا ا ْﻟ ِﻤ ْ ﺧ ﱢﻤﺮُوا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َوَأ َ ﺴﻘَﺎ َء َوَأ ْآ ِﻔﺌُﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َأ ْو ﻏِﻠﻘُﻮا ا ْﻟﺒَﺎبَ َوَأ ْو ِآﺌُﻮا اﻟ ﱢ ْ ﺳﱠﻠ َﻢ َأ َ َو ﻋَﻠﻰ َ ﻀ ِﺮ ُم ْ ﺴ َﻘ َﺔ ُﺗ ِ ن ا ْﻟ ُﻔ َﻮ ْﻳ ﻒ ﺁ ِﻧ َﻴ ًﺔ َوِإ ﱠ ُ ﺸ ِ ﻞ ِوآَﺎ ًء َوﻟَﺎ َﻳ ْﻜ ﺤﱡ ِ ﺢ ﻏَﻠَﻘًﺎ َوﻟَﺎ َﻳ ُ ن ﻟَﺎ َﻳ ْﻔ َﺘ َ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ َﻓِﺈ ﱠ 49 س َﺑ ْﻴ َﺘ ُﻬ ْﻢ ِ اﻟﻨﱠﺎ Qutaibah mengabarkan kami dari Malik ibn Anas dari Abu Zubair dari Jabir seraya berkata: Nabi Saw. bersabda: “Tutuplah pintu, ikatlah tempat airmu, tutuplah wadah makananmu, padamkanlah lampumu karena sesungguhnya setan tidak dapat mebuka yang tertutup, tidak dapat membuka yang terikat dan tiadak pandai membuka wadah. Sesungguhnya si penjahat kecil dapat membakar rumah manusia”. 2. Cara Membersihkan tempat makanan yang tekena najis terutama air liur anjing
ب ِ ﻦ ﺑِﺎﻟ ﱡﺘﺮَا ت أُوﻟَﺎ ُه ﱠ ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﻣﺮﱠا َ ﺴَﻠ ُﻪ ِ ن َﻳ ْﻐ ْ ﺐ َأ ُ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ ِإذَا َوَﻟ َﻎ ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ َ ﻃﻬُﻮ ُر ِإﻧَﺎ ِء َأ َ “Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”.50 Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah ﻃﻬﺮ
51
dan وﻟﻎ52. Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut:
ﻃﻬﺮ -
Hadis tersebut ada di kitab Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 91, 92.
-
Hadis itu juga terdapat di kitab Sunan Abu Daud kitâb tahârah bab 37
-
Dan di kitab Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 2, h. 427
وﻟﻎ Hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab, yaitu: 49
Muhammad ibn Isa al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzî (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.)Juz 4, h. 531, hadis no. 1872 50 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 26 51 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî Jilid 4, h. 33 52 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, Jilid 7, h. 320
Sahîh al-Bukhârî pada kitab wudû bab 33, Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 89, 91, 92 dan 93, Sunan Abu Dawud kitâb tahârah bab 37, Sunan Tirmizi kitâb tahârah bab 68, Sunan al-Nasa’I kitâb tahârah bab 50-52, kitab miyâh (air) bab 7 dan 8, Sunan Ibnu Majah kitâb tahârah bab 31, Sunan Darimi kitab wudu bab 59 dan Musnad Ahmad juz 2 hal. 240, 253, 265, 271, 314, 360, 398, 424, 427, 480, dan 482. Hadis yang mukharijnya Imam Muslim adalah:
ﻦ ِ ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ن َ ﺣﺴﱠﺎ َ ﻦ ِ ﻦ ِهﺸَﺎ ِم ْﺑ ْﻋ َ ﻦ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ َﻢ ُ ﻞ ْﺑ ُ ﺳ َﻤﻌِﻴ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإ َ ب ٍ ﺣ ْﺮ َ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُز َه ْﻴ ُﺮ ْﺑ َ و ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َ ﻃﻬُﻮ ُر ِإﻧَﺎ ِء َأ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ ْﻋ َ ﻦ َ ﺳِﻴﺮِﻳ 53 ب ِ ﻦ ﺑِﺎﻟ ﱡﺘﺮَا ت أُوﻟَﺎ ُه ﱠ ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﻣﺮﱠا َ ﺴَﻠ ُﻪ ِ ن َﻳ ْﻐ ْ ﺐ َأ ُ ِإذَا َوَﻟ َﻎ ِﻓﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ Zuhair ibn Harb mengabarkan kami; Isma’il ibn Ibrahim mengabarkan kami dari Hisyam ibn Hassan dari Muhammad ibn Sirin dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”. Hadis yang mukharrijnya Abu Daud adalah:
ﻦ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ﺚ ِهﺸَﺎ ٍم ِ ﺣﺪِﻳ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ زَا ِﺋ َﺪ ُة ﻓِﻲ َ ﺲ َ ﻦ ﻳُﻮ ُﻧ ُ ﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأ َ ﺳ ْﺒ َﻊ َ ﻞ َﺴ َ ن ُﻳ ْﻐ ْ ﺐ َأ ُ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ إِذَا َوَﻟ َﻎ ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ َ ﻃﻬُﻮ ُر ِإﻧَﺎ ِء َأ ُ ل َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ ح َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ﺸﻬِﻴ ِﺪ ﻦ اﻟ ﱠ ُ ﺐ ْﺑ ُ ب وَﺣَﺒِﻴ ُ ل َأﻳﱡﻮ َ ﻚ ﻗَﺎ َ ل َأﺑُﻮ دَاوُد َو َآ َﺬِﻟ َ ب ﻗَﺎ ٍ ﻦ ِﺑ ُﺘﺮَا ِﻣﺮَا ٍر أُوﻟَﺎ ُه ﱠ ﺣﻤﱠﺎ ُد َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﻋ َﺒ ْﻴ ٍﺪ ُ ﻦ ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َ ﺳﻠَ ْﻴﻤَﺎنَ ح و ُ ﻦ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ا ْﻟ ُﻤ ْﻌ َﺘ ِﻤ ُﺮ َﻳ ْﻌﻨِﻲ ا ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣﺴَ ﱠﺪ ٌد َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﺑِﻤَ ْﻌﻨَﺎ ُﻩ َوَﻟ ْﻢ َﻳ ْﺮ َﻓﻌَﺎ ُﻩ َوزَا َد َوِإذَا َوَﻟ َﻎ ْﻋ َ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ب َ ﻦ َأﻳﱡﻮ ْﻋ َ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َ ﻦ َز ْﻳ ٍﺪ ُ ْﺑ 54 ﻞ َﻣ ﱠﺮ ًة َﺴ ِﻏ ُ ا ْﻟ ِﻬ ﱡﺮ “Ahmad ibn Yunus mengabarkan kami; Zaidah mengabarkan kami dalam hadis Hisyam dari Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Beliau bersabda: “Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”. Abu daud berkata juga Ayyub dan Habib ibn Syahid berkata dari Muhammad mengabarkan kami Musaddad mengabarkan kami; al-Mu’tamir yakni Ibn Sulaiman mengabarkan kami; Muhammad ibn ‘Ubaid mengabarkan kami; Hammad bin Zaid mengabarkan kami; seluruhnya dari Ayyub dari Muhammad dari Abu Hurairah r.a. dengan makna hadis yang sama dan keduanya tidak memarfu’kannya dan menambahkan: “dan jika dijilat kucing maka dibasuh sekali”. 53
Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 836 Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Beirut, Dar Ibn Hazm, tth) Jilid 1, h. 19 54
Hadis yang mukharrijnya al-Bukhari adalah:
ل َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ ْﻋ َ ج ِ ﻋ َﺮ ْ ﻦ ا ْﻟ َﺄ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱢﺰﻧَﺎ ِد ْﻋ َ ﻚ ٍ ﻦ ﻣَﺎِﻟ ْﻋ َ ﻒ َ ﺳ ُ ﻦ ﻳُﻮ ُ ﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﺴ ْﻠ ُﻪ ِ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻐ َ ﺐ ﻓِﻲ إِﻧَﺎ ِء َأ ُ ب ا ْﻟ َﻜ ْﻠ َ ﺷ ِﺮ َ ل ِإذَا َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ن َرﺳُﻮ ِإ ﱠ 55 ﺳَ ْﺒﻌًﺎ Abdullah bin Yusuf mengabarkan kepada kami dari Malik dari Abu Zinad dari al-‘Araj dari Abu Hurairah, beliau berkata: sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda: “Apabila seekor anjing minum di wadah/tempat di antara kalian maka cucilah sebanyak tujuh kali”. Hadis yang yan diriwayatkan oleh al-Nasai adalah:
ﻦ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ِزﻳَﺎ ُد ْﺑ ْ ﺞ َأ ٍ ﺟ َﺮ ْﻳ ُ ﻦ ُ ل ا ْﺑ َ ل ﻗَﺎ َ ج ﻗَﺎ ٌ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﺣَﺠﱠﺎ َ ل َ ﻦ ﻗَﺎ ِﺴ َﺤ َ ﻦ ا ْﻟ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ِإ ْﺑﺮَاهِﻴ ُﻢ ْﺑ ْ َأ ل ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ ُ ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َﻳﻘُﻮ َ ﺧ َﺒ َﺮ ُﻩ َأﻧﱠ ُﻪ ْ ﻦ َز ْﻳ ٍﺪ َأ ِ ﻦ ْﺑ ِ ﺣ َﻤ ْ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ َ ن ﺛَﺎﺑِﺘًﺎ َﻣ ْﻮﻟَﻰ ﺳ ْﻌ ٍﺪ َأ ﱠ َ 56 ت ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﻣﺮﱠا َ ﺴ ْﻠ ُﻪ ِ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻐ َ ﺐ ﻓِﻲ ِإﻧَﺎ ِء َأ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ ِإذَا َوَﻟ َﻎ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِاﻟﻠﱠﻪ Ibrahim ibn al-Hasan mengabarkan kepada saya, dia berkata: Hajjaj mengabarkan kepada kami, seraya berkata: Ibn Juraij berkata; Ziyad ibn Sa’ad mengabarkan saya bahwasanya Tsabit maula Abdurrahman ibn Zaid mengabarkannya, bahwasanya dia telah mendengar Abu Hurairah berkata, beliau mengatakan: Rasulullah Saw. Bersabda: “Apabila seekor anjing menjilati wadah di antara kalian maka cucilah (wadah tersebut) sebanyak tujuh kali”. Hadis yang mukharrijnya Tirmidzi adalah:
ث ُ ﺤﺪﱢ َ ب ُﻳ َ ﺖ َأﻳﱡﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ﺳﻠَ ْﻴﻤَﺎنَ ﻗَﺎل ُ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ا ْﻟ ُﻤ ْﻌ َﺘ ِﻤ ُﺮ ْﺑ َ ي ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ا ْﻟ َﻌ ْﻨ َﺒ ِﺮ ﱡ َ ﻦ ُ ﺳﻮﱠا ُر ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﻞ ُﺴ َ ل ُﻳ ْﻐ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َأﻧﱠ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ ﻦ َ ﻦ ﺳِﻴﺮِﻳ ِ ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ﺖ ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ ِﻬﺮﱠ ُة ْ ب َوِإذَا َوَﻟ َﻐ ِ ﺧﺮَا ُهﻦﱠ ﺑِﺎﻟ ﱡﺘﺮَا ْ ﻦ َأ ْو ُأ ت أُوﻟَﺎ ُه ﱠ ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﻣﺮﱠا َ ﺐ ُ ا ْﻟِﺈﻧَﺎ ُء إِذَا َوَﻟ َﻎ ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ 57 ﻞ َﻣ ﱠﺮ ًة َﺴ ِﻏ ُ Sawwar ibn ‘Abdillah al-‘Anbari mengabarkan kepada kami; al-Mu’tamir ibn Sulaiman mengabarkan kami seraya berkata: saya telah mendengar Ayyub menceritakan dari Muhammad ibn Siirin dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bahwasanya beliau bersabda: “suatu wadah dicuci jika terjilat oleh anjing sebanyak tujuh kali di awal (cuciannya) atau di akhirnya dengan memakai tanah dan jika terjilat oleh kucing maka dicuci satu kali”. Hadis yang mukharrijnya Ibnu Majah adalah:
55
Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 58. hadis no. 172 Ahmad ibn Syu’aib al-Nasa’i, Sunan al-Nasâ’i (Beirut: Dar al-Fikr, tth) Juz 1, h. 76 57 Muhammad ibn Isa al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Fikr, tth) Juz 1, h. 184 . Dalam al-thaharah bab 68, hadis 91. 56
ﺖ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ل َ ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱠﺘﻴﱠﺎحِ ﻗَﺎ ْﻋ َ ﺷ ْﻌ َﺒ ُﺔ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﺷﺒَﺎ َﺑ ُﺔ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﺷ ْﻴ َﺒ َﺔ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ِﺮ ْﺑ َ ل ِإذَا َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ن َرﺳُﻮ ﻞ َأ ﱠ ِ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َﻐ ﱠﻔ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ﻦ ْﻋ َ ث ُ ﺤﺪﱢ َ ﻄ ﱢﺮﻓًﺎ ُﻳ َ ُﻣ 58 ِﻋ ﱢﻔﺮُو ُﻩ اﻟﺜﱠﺎ ِﻣ َﻨ َﺔ ﺑِﺎﻟ ﱡﺘﺮَاب َ ت َو ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﻣﺮﱠا َ ﺴﻠُﻮ ُﻩ ِﻏ ْ ﺐ ﻓِﻲ ا ْﻟﺈِﻧَﺎءِ ﻓَﺎ ُ َوَﻟ َﻎ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ Abu Bakr ibn Abu Syaibah mengabarkan kami; Syababah mengabarkan kami; Syu’bah mengabarkan kami dari Abu al-Tayyah seraya berkata: saya telah mendengar Mutharrif menceritakan dari Abdullah ibn al-Mughaffal bahwasanya Rasulullag Saw. berasabda: “Jika suatu wadah terjilat oleh anjing maka cucilah (wadah tersebut) sebanyak tujuh kali dan lumurkan cucian yang ke delapan dengan tanah”. B. Kebersihan Sumber air 1. Rasulullah saw. Bersabda:
ﻞ ﻈﱢ ﻖ وَاﻟ ﱢ ِ ﻄﺮِﻳ ﻋ ِﺔ اﻟ ﱠ َ ا ﱠﺗﻘُﻮا ا ْﻟﻤَﻠَﺎﻋِﻦَ اﻟ ﱠﺜﻠَﺎ َﺛ َﺔ ا ْﻟ َﺒﺮَا َز ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻮَا ِر ِد َوﻗَﺎ ِر “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat di sumber air, tempat berlalunya manusia dan di tempat berteduh”.59 Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah وﻗﻰ60. Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut: - Hadis ini ada di kitab Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 96 - Hadis ini ada di kitab Sunan Abu Daud kitâb tahârah bab 14 (hadis no. 25 dan no. 26) - Hadis ini juga ada di kitab Sunan Ibnu Majah kitâb tahârah bab 21 - dan juga terdapat di kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal Jilid 2 h. 372 Setelah penulis telusuri, yang memiliki makna yang sama dengan hadis yang diteliti hanya dalam sunan Abu Dawud no. 25 dan sunan Ibnu Majah. Adapun hadis yang mukharrijnya Abu Dawud adalah:
58
Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, Juz 1, h. 40 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, 365 dan AlFanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 28 60 Wensink, Al-Mu’jam Mufahras li Alfazal-Hadîts, Jilid 7, h. 298 59
ﻦ َ ﺳﻌِﻴ َﺪ ْﺑ َ ن ﺣﺪِﻳ ُﺜ ُﻪ َأ َﺗ ﱡﻢ َأ ﱠ َ ﺺ َو ٍ ﺣ ْﻔ َ ب َأﺑُﻮ ِ ﺨﻄﱠﺎ َ ﻦ ا ْﻟ ُ ﻋ َﻤ ُﺮ ْﺑ ُ ﻲ َو ﺳ َﻮ ْﻳ ٍﺪ اﻟ ﱠﺮ ْﻣِﻠ ﱡ ُ ﻦ ُ ﻖ ْﺑ ُﺤ َﺳ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإ َ ي ﺤ ْﻤ َﻴ ِﺮ ﱠ ِ ﺳﻌِﻴ ٍﺪ ا ْﻟ َ ن أَﺑَﺎ ﺢ َأ ﱠ ٍ ﺷ َﺮ ْﻳ ُ ﻦ ُ ﺣ ْﻴ َﻮ ُة ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َ ﻦ َﻳﺰِﻳ َﺪ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ ﻧَﺎ ِﻓ ُﻊ ْﺑ ْ ل َأ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛ ُﻬ ْﻢ ﻗَﺎ َ ﺤ َﻜ ِﻢ َ ا ْﻟ َﺳﱠﻠ َﻢ ا ﱠﺗﻘُﻮا ا ْﻟﻤَﻠَﺎﻋِﻦ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ﻞ ﻗَﺎ ٍ ﺟ َﺒ َ ﻦ ِ ﻦ ُﻣﻌَﺎ ِذ ْﺑ ْﻋ َ ﺣﺪﱠ َﺛ ُﻪ َ 61 ﻖ وَاﻟﻈﱢ ﱢﻞ ِ ﻄﺮِﻳ ﻋ ِﺔ اﻟ ﱠ َ اﻟ ﱠﺜﻠَﺎ َﺛ َﺔ ا ْﻟ َﺒﺮَا َز ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻮَا ِر ِد َوﻗَﺎ ِر Ishaq ibn Suwaid al-Ramli dan ‘Umar ibn al-Khaththab mengabarkan kami dan hadisnya lebih sempurna; bahwasanya Sa’id ibn al-Hakam mengabarkan kepada mereka, katanya: Nafi’ ibn Yazid mengabarkan kami, Haywah ibn Syuraih mengabarkan kepadaku bahwa Abu Sa’id al-Himyari mengabarkannya dari Mu’adz ibn Jabal, seraya berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”. Hadis yang mukharrijnya Ibn Majah adalah:
ﻦ ِ ﺣ ْﻴ َﻮ َة ْﺑ َ ﻦ ْﻋ َ ﻦ َﻳﺰِﻳ َﺪ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ﻧَﺎ ِﻓ ُﻊ ْﺑ ْ ﺐ َأ ٍ ﻦ َو ْه ُ ﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟﱠﻠ ِﻪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﺤﻴَﻰ ْ َﻦ ﻳ ُ ﺣ ْﺮ َﻣَﻠ ُﺔ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﺴ َﻤ ْﻊ ْ ث ﺑِﻤَﺎ َﻟ ْﻢ َﻳ ُ ﺤ ﱠﺪ َ ﻞ َﻳ َﺘ ٍ ﺟ َﺒ َ ﻦ ُ ن ُﻣﻌَﺎ ُذ ْﺑ َ ل آَﺎ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛ ُﻪ ﻗَﺎ َ ي ﺤ ْﻤ َﻴ ِﺮ ﱠ ِ ﺳﻌِﻴ ٍﺪ ا ْﻟ َ ن أَﺑَﺎ ﺢ َأ ﱠ ٍ ﺷ َﺮ ْﻳ ُ ﻦ َ ﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ﺳ ِﻤﻌُﻮا َﻓ َﺒَﻠ َﻎ َ ﺖ ﻋَﻤﱠﺎ ُ ﺴ ُﻜ ْ ﺳﱠﻠ َﻢ َو َﻳ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ِ ﺳﻮ ُ ب َر ُ ﺻﺤَﺎ ْ َأ ل َهﺬَا ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳﻘُﻮ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ل وَاﻟﻠﱠﻪِ ﻣَﺎ َ ث ِﺑ ِﻪ َﻓﻘَﺎ ُ ﺤ ﱠﺪ َ ﻋ ْﻤﺮٍو ﻣَﺎ َﻳ َﺘ َ ﻦ َ ﻋ ْﺒ َﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ل ُﻣﻌَﺎ ٌذ ﻳَﺎ َ ﻚ ُﻣﻌَﺎذًا َﻓَﻠ ِﻘ َﻴ ُﻪ َﻓﻘَﺎ َ ﺨﻠَﺎ ِء َﻓ َﺒَﻠ َﻎ َذِﻟ َ ن َﻳ ْﻔ ِﺘ َﻨ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟ ْ ﻚ ُﻣﻌَﺎ ٌذ َأ َﺷ َ َوَأ ْو ﻋﻠَﻰ َ ق وَإِ ﱠﻧﻤَﺎ ِإ ْﺛ ُﻤ ُﻪ ٌ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻧِﻔَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ِ ﻦ َرﺳُﻮ ْﻋ َ ﺚ ٍ ﺤﺪِﻳ َ ﺐ ِﺑ َ ن اﻟ ﱠﺘ ْﻜﺬِﻳ ﻋ ْﻤﺮٍو ِإ ﱠ َ ل ا ﱠﺗﻘُﻮا ا ْﻟﻤَﻠَﺎﻋِﻦَ اﻟﺜﱠﻠَﺎثَ ا ْﻟ َﺒﺮَا َز ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳﻘُﻮ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ﻦ ﻗَﺎﻟَ ُﻪ َﻟ َﻘ ْﺪ ْ َﻣ 62 ﻖ ِ ﻄﺮِﻳ ﻋ ِﺔ اﻟ ﱠ َ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻮَا ِر ِد وَاﻟﻈﱢﻞﱢ َوﻗَﺎ ِر Harmalah ibn Yahya mengabarkan kami; ‘Abdullah ibn Wahb mengabarkan kami; Nafi’ ibn Yazid mengabarkanku dari Haywah ibn Syuraih bahwa Abu Sa’id al-Himyari mengabarkannya, katanya: Mu’adz ibn Jabal menceritakan sesuatu yang belum didengar oleh para sahabat dan dia diam terhadap apa yang mereka dengar. Maka ‘Abdullah ibn ‘Amr menyampaikan apa yang diceritakan lalu dia (Ibn ‘Amr) berkata: Demi Allah, saya telah mendengar Rasulullah mengatakan demikian ini. Mu’adz hampir menyesatkan kalian tentang lapangan (tempat buang air) maka sampailah berita tersebut kepada Mu’adz. Maka Mu’adz berkata: “Wahai ‘Abdullah ibn ‘Amr, sesungguhnya dusta dari hadis Rasulullah Saw. adalah perbuatan munafik dan berdosa bagi yang mengatakannya. Sungguh saya telah mendengar Rasulullah bersabda: “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat pada sumber air, tempat berteduh dan tempat berlalunya manusia”. 2. Rasul melarang buang air di tempat air yang diam atau tidak mengalir dan menggunakan air tersebut karena padanya menimbulkan masalah. bersabda: 61 62
Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 12. hadis no. 26 Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah Jilid 1, h. 119. Bab 21, hadis no. 328.
Rasulullah
ﻞ ﻓِﻴ ِﻪ ُﺴ ِ ﺠﺮِي ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻐ َﺘ ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ اﱠﻟﺬِي ﻟَﺎ َﻳ َ ﻦ َأ ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ “Janganlah kamu kencing pada tempat air yang tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya”.63 Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah
64
ﺑﺎل
Adapun kitab mu’jam menyajikan sebagai berikut: Hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab yakni: -
Shahih Bukhari kitab wudu bab 68.
-
Hadis itu juga ada di Sahih Muslim kitâb tahârah bab 94 sampai 96
-
Juga terdapat di Sunan Abu Dawud kitab tahârah bab 36
-
Juga ada di Sunan Tirmidzi kitab tahârah bab 51
-
Di Sunan an-Nasa’I kitab tahârah bab 45, 139 dan kitab ghusl bab 1
-
Sunan ibn Majah kitab tahârah bab 25
-
Sunan al-Darimi kitab wudûbab 54
-
Dan Musnad Ahmad ibn Hanbal Jilid 2 hal. 259, 265, 288, 316, 346, 362, 394, 433, 463, 492, 529, 532 dan jilid 3 hal. 341, 350.
Berikut teks hadis secara lengkap yang diriwayatkan oleh imam Bukhari adalah:
ﻦ ُه ْﺮ ُﻣ َﺰ َ ﻦ ْﺑ ِ ﺣ َﻤ ْ ﻋ ْﺒ َﺪ اﻟ ﱠﺮ َ ن ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ َأﺑُﻮ اﻟ ﱢﺰﻧَﺎ ِد َأ ﱠ ْ ل َأ َ ﺐ ﻗَﺎ ٌ ﺷﻌَ ْﻴ ُ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ ْ ل َأ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ ا ْﻟﻴَﻤَﺎنِ ﻗَﺎ َ ل ﻟَﺎ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳﻘُﻮ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺳ ِﻤ َﻊ َرﺳُﻮ َ ﺳ ِﻤ َﻊ أَﺑَﺎ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َأﻧﱠ ُﻪ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛ ُﻪ َأﻧﱠ ُﻪ َ ج َ ﻋ َﺮ ْ ا ْﻟَﺄ 65 ﻞ ﻓِﻴ ِﻪ ُﺴ ِ ﺠﺮِي ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻐ َﺘ ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ اﱠﻟﺬِي ﻟَﺎ َﻳ َ ﻦ َأ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ Abu al-Yaman mengabarkan kami, ia berkata: Syu’aib mengabarkan kami, seraya berkata: Abu Zinad mengabarkan kami bahwa Abdrahman ibn Hurmuz alA’raj mengabarkannya, sungguh dia telah mendengar Abu Hurairah, bahwasanya dia telah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang diam yang tidak mengalir dan mandi di dalamnya”. Hadis yang mukharrijnya Imam Muslim adalah:
63
Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h. 368 Wensink, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadîts, Jilid 1, h. 233. 65 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239 64
ﻦ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ ﻦ َ ﻦ ﺳِﻴﺮِﻳ ِ ﻦ ا ْﺑ ْﻋ َ ﻦ ِهﺸَﺎ ٍم ْﻋ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﺟَﺮِﻳ ٌﺮ َ ب ٍ ﺣ ْﺮ َ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ ُز َه ْﻴ ُﺮ ْﺑ َ و 66 ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ُﺴ ِ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻐ َﺘ َ ﻦ َأ ل ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ Zuhair ibn Harb mengabarkan kepadaku; Jarir mengabarkan kami dari Hisyam dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang diam kemudian mandi dari air tersebut”. Hadis yang mukharrijnya Abu Dawud adalah:
ﻦ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ﺚ ِهﺸَﺎ ٍم ِ ﺣﺪِﻳ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ زَا ِﺋ َﺪ ُة ﻓِﻲ َ ﺲ َ ﻦ ﻳُﻮ ُﻧ ُ ﺣ َﻤ ُﺪ ْﺑ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأ َ 67 ﻞ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ُﺴ ِ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻐ َﺘ َ ﻦ َأ ل ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ Ahmad ibn Yunus mengabarkan kami; Zaidah mengabarkan kami dalam sanad hadis Hisyam dari Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang kemudian mandi di dalamnya”.
ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ ث ُ ﺤﺪﱢ َ ﺖ َأﺑِﻲ ُﻳ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ل َ ن ﻗَﺎ َ ﺠﻠَﺎ ْﻋ َ ﻦ ِ ﺤ ﱠﻤ ِﺪ ْﺑ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ﺤﻴَﻰ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َﻳ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣﺴَ ﱠﺪ ٌد َ ﻞ ُﺴ ِ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ َوﻟَﺎ َﻳ ْﻐ َﺘ َ ﻦ َأ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ﻗَﺎ 68 ﺠﻨَﺎ َﺑ ِﺔ َ ﻦ ا ْﻟ ْ ﻓِﻴ ِﻪ ِﻣ Musaddad mengabarkan kami; Yahya mengabarkan kami dari Muhammad ibn ‘Ajlan seraya berkata: saya telah mendengar ayah saya menceritakan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang dan jangan mandi janabah di dalamnya”. Hadis yang mukharrijnya Imam al-Nasai adalah:
ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ِ ﻦ َرﺳُﻮ ْﻋ َ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ٍﺮ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱡﺰ َﺑ ْﻴ ِﺮ ْﻋ َ ﺚ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ اﻟﻠﱠ ْﻴ َ ل َ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ ُﻗ َﺘ ْﻴ َﺒ ُﺔ ﻗَﺎ ْ َأ 69 ل ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎ ِء اﻟﺮﱠا ِآ ِﺪ ِ ﻦ ا ْﻟ َﺒ ْﻮ ْﻋ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َأﻧﱠ ُﻪ َﻧﻬَﻰ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ “Qutaibah mengabarkan kami, dia berkata: al-Laits mengabarkan kami dari Abu al-Zubair dari Jabir dari Rasulullah Saw. Bahwasanya beliau melarang dari buang air di air yang tenang”. Hadis yang mukharrijnya Imam Tirmizi adalah:
ﻦ َأﺑِﻲ ْﻋ َ ﻦ ُﻣ َﻨ ﱢﺒ ٍﻪ ِ ﻦ َه ﱠﻤﺎ ِم ْﺑ ْﻋ َ ﻦ َﻣ ْﻌ َﻤ ٍﺮ ْﻋ َ ق ِ ﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮزﱠا َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ َﻦ ﻏَ ْﻴﻠَﺎن ُ ﺤﻤُﻮ ُد ْﺑ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َﻣ َ ﺿُﺄ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ ُﺛﻢﱠ َﻳ َﺘ َﻮ ﱠ َ ﻦ َأ ل ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﻋ َ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة 70 ِﻣ ْﻨ ُﻪ 66
Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 136. hadis no. 282 Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, jilid 1, h. 19. hadis no. 69 68 Al-Sijistani, Sunan Abi Dawud, jilid 1, h. 19, hadis no. 70 69 Al-Nasa’I, Sunan Al-Nasâ’î, (Beirut, Dar al-Fikr, tth), jilid 1, h. 68, hadis no. 57 70 Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzî, Juz 1, h. 129 67
Mahmud ibn Ghailan mengabarkan kami; Abd al-Razaq mengabarkan kami dari Ma’mar dari Hammam ibn Munabbih dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. Bersabda: “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang kemudian berwudu dengan air tersebut”. Hadis yang mukharrijnya Ibn Majah adalah:
ﻦ َأﺑِﻲ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻴ ِﻪ ْﻋ َ ن َ ﺠﻠَﺎ ْﻋ َ ﻦ ِ ﻦ ا ْﺑ ْﻋ َ ﺣ َﻤ ُﺮ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ ﺧَﺎِﻟ ٍﺪ ا ْﻟَﺄ َ ﺷ ْﻴ َﺒ َﺔ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ َﺑ ْﻜ ِﺮ ْﺑ َ َ 71 ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺮﱠا ِآ ِﺪ َ ﻦ َأ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ﻗَﺎ Abu Bakr ibn Abu Syaibah mengabarkan kami; Abu Khalid al-Ahmar mengabarkan kami mengabarkan kami dari Ibn ‘Ajlan dari ayahnya dari Abu Hurairah, seraya berkata: Rasulullah Saw. Bersabda: Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang tenang”. C. Kebersihan Rumah dan Jalan 1. Dalam hal kebersihan rumah, Rasulullah Saw. Bersabda:
ﺤﺐﱡ ا ْﻟﺠُﻮ َد ِ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ َﻜ َﺮ َم ﺟَﻮَا ٌد ُﻳ ِ ﺤﺐﱡ اﻟ ﱠﻨﻈَﺎ َﻓ َﺔ آَﺮِﻳ ٌﻢ ُﻳ ِ ﻒ ُﻳ ٌ ﺐ ﻧَﻈِﻴ َ ﻄ ﱢﻴ ﺤﺐﱡ اﻟ ﱠ ِ ﺐ ُﻳ ٌ ن اﻟﻠﱠﻪَ ﻃَ ﱢﻴ ِإ ﱠ ِﺸ ﱠﺒﻬُﻮا ﺑِﺎ ْﻟﻴَﻬُﻮد َ ﻈﻔُﻮا َأ ْﻓ ِﻨ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ َﻓ َﻨ ﱢ “Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci (bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai kemuliaan, Allah itu Penderma dan menyukai kedermawanan maka bersihkanlah teras rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi”.72 Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata ﻧﻈﻒ73. Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut: - Hadis tersebut terdapat dalam kitab Sunan Tirmidzi kitab adâb bab 41 Berikut hadis dalam kitab sunan al-Tirmidzi:
ﻦ َأﺑِﻲ ِ ﺢ ْﺑ ِ ﻦ ﺻَﺎِﻟ ْﻋ َ س َ ﻦ ِإ ْﻟﻴَﺎ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﺧَﺎﻟِ ُﺪ ْﺑ َ ي ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ا ْﻟ َﻌ َﻘ ِﺪ ﱡ َ ﻦ َﺑﺸﱠﺎ ٍر ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َ ﺤﺐﱡ ِ ﻒ ُﻳ ٌ ﺐ ﻧَﻈِﻴ َ ﻄ ﱢﻴ ﺤﺐﱡ اﻟ ﱠ ِ ﺐ ُﻳ ٌ ن اﻟﻠﱠﻪَ ﻃَ ﱢﻴ ل ِإ ﱠ ُ ﺐ َﻳﻘُﻮ ِ ﺴ ﱠﻴ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َ ﺳﻌِﻴ َﺪ ْﺑ َ ﺖ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ن ﻗَﺎل َ ﺣﺴﱠﺎ َ ﺸ ﱠﺒﻬُﻮا َ ل َأ ْﻓ ِﻨ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ َ ﻈﻔُﻮا ُأرَا ُﻩ ﻗَﺎ ﺤﺐﱡ ا ْﻟﺠُﻮ َد َﻓ َﻨ ﱢ ِ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ َﻜ َﺮ َم ﺟَﻮَا ٌد ُﻳ ِ اﻟ ﱠﻨﻈَﺎ َﻓ َﺔ آَﺮِﻳ ٌﻢ ُﻳ ﻦ َأﺑِﻲ ِ ﺳ ْﻌ ِﺪ ْﺑ َ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻴ ِﻪ ﻋَﺎ ِﻣ ُﺮ ْﺑ َ ل َ ﺴﻤَﺎ ٍر َﻓﻘَﺎ ْ ﻦ ِﻣ ِ ﺟ ِﺮ ْﺑ ِ ﻚ ِﻟ ُﻤﻬَﺎ َ ت َذِﻟ ُ ل َﻓ َﺬ َآ ْﺮ َ ﺑِﺎ ْﻟﻴَﻬُﻮدِ ﻗَﺎ 74 ﻈﻔُﻮا َأ ْﻓ ِﻨ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ ل َﻧ ﱢ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ِﻣ ْﺜَﻠ ُﻪ ِإﻟﱠﺎ َأﻧﱠ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻴ ِﻪ ْﻋ َ ص ٍ َوﻗﱠﺎ 71
Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, Juz. 1, h. 123, hadis no. 344 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h. 192 73 Wensink, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz li al-Hadîts al-Nabawî, Jilid 6, h. 483 74 Al-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808 72
Muhammad ibn Basyar mengabarkan kami; Abu ‘Amir al-‘Aqdi mengabarkan kami; Khalid ibn Ilyas mengabarkan kami dari Shalih ibn Abu Hassan seraya berkata: saya telah mendengar Sa’id ibn al-Musayyab berkata: “sesungguhnya Allah itu baik, menyukai kebaikan, suci (bersih) menyukai kebersihan, Allah itu maha Mulia menyukai kemuliaan, maha Penderma menyukai kedermawanan maka bersihkanlah, saya mengira dia berkata “bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi lalu saya menyebutkan (perkataan tersebut didengar) dari Muhajir ibn Mismar. ‘Amir ibn Sa’ad mengabarkannya kepadaku dari Ayahnya (Sa’ad ibn Abi Waqash) dari Nabi Saw., seraya bersabda dengan lafaz yang sama selain menyebutkan bersihkanlah halaman rumahmu”. 2. Rasul mendorong kaum muslim untuk rajin membersihkan lingkungan jalan di sekitarnya dan bagi yang melakukannya akan mendapatkan pahala sedekah. Rasulullah bersabda:
ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َ ﻖ ِ ﻄﺮِﻳ ﻦ اﻟ ﱠ ْﻋ َ ﻂ ا ْﻟﺄَذَى ُ َو ُﺗﻤِﻴ “Menyingkirkan suatu kotoran dari jalan maka baginya sedekah”.75 Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah
أذى76.
Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut: -
Hadis tersebut ada di Sahîh al-Bukhârî kitab mazhâlim bab 24 dan kitab jihâd bab128
-
Hadis ini juga ada di Sahîh Muslim kitab zakât bab 55 dan kitab tatawwu’ bab 12
-
Dan hadis terdapat pula di Musnad Ahmad jilid 2 hal. 316, 329, 350 dan jilid 5 hal. 178.
Hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari adalah:
ﻲ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﺿ ِ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْﻋ َ ﻦ َهﻤﱠﺎ ٍم ْﻋ َ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ َﻣ ْﻌ َﻤ ٌﺮ ْ ق َأ ِ ﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮزﱠا َ ﺧ َﺒ َﺮﻧَﺎ ْ ق َأ ُ ﺳﺤَﺎ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ ِإ َ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ ُآﻞﱠ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ س ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ْ ﺳﻠَﺎﻣَﻰ ِﻣ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ ُآﻞﱡ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﻞ ﻋَﻠَ ْﻴﻬَﺎ ُ ﺤ ِﻤ ْ ﻋﻠَﻰ دَا ﱠﺑ ِﺘ ِﻪ َﻓ َﻴ َ ﻞ َﺟ ُ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ُ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َو ُﻳﻌِﻴ َ ﻦ ِ ﻦ اﻟِﺎ ْﺛ َﻨ ْﻴ َ ل َﺑ ْﻴ ُ ﺲ َﻳ ْﻌ ِﺪ ُ ﻄُﻠ ُﻊ ﻓِﻴ ِﻪ اﻟﺸﱠ ْﻤ ْ َﻳ ْﻮ ٍم َﺗ ﺼﻠَﺎ ِة ﺨﻄُﻮهَﺎ إِﻟَﻰ اﻟ ﱠ ْ ﻄ َﻮ ٍة َﻳ ْ ﺧ ُ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َو ُآﻞﱡ َ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ وَا ْﻟ َﻜِﻠ َﻤ ُﺔ اﻟﻄﱠﻴﱢ َﺒ ُﺔ َ ﻋ ُﻪ َ َأ ْو َﻳ ْﺮ َﻓ ُﻊ ﻋَﻠَ ْﻴﻬَﺎ َﻣﺘَﺎ 77 ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َ ﻖ ِ ﻄﺮِﻳ ﻦ اﻟ ﱠ ْﻋ َ ﻂ ا ْﻟﺄَذَى ُ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َو ُﻳﻤِﻴ َ 75
Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 573. kitab jihad bab 128, hadis no. 2989 Wensink, Al-Mu’jam Mufahras li alfâz al-Hadits, Jilid 1, h. 51 77 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 573. kitab jihad bab 128, hadis no. 2989 76
Ishaq mengabarkanku bahwa ‘Abd al-Razaq mengabarkan kami; Ma’mar mengabarkan kami dari Hamam dari Abu Hurairah r.a. katanya: Rasulullah Saw. bersabda: “setiap tulang jari manusia memperoleh pahala sedekah setiap hari di mana matahari terbit; berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang atas binatang ternaknya lalu ia memikul atau mengangkatnya sebagai hartanya merupakan sedekah, (mengucapkan) kalimat tayyibah adalah sedekah, setiap langkah yang ia lewati menuju melaksanakan salat adalah sedekah dan menyingkirkan gangguan (kotoran) dari jalan adalah sedekah”. Sedangkan hadis yang mukharrijnya imam Muslim adalah:
ل َ ﻦ ُﻣ َﻨ ﱢﺒ ٍﻪ ﻗَﺎ ِ ﻦ َهﻤﱠﺎ ِم ْﺑ ْﻋ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َﻣ ْﻌ َﻤ ٌﺮ َ ﻦ َهﻤﱠﺎ ٍم ُ ﻋ ْﺒ ُﺪ اﻟ ﱠﺮزﱠاقِ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ﻦ رَا ِﻓ ٍﻊ ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َ ﺚ َ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻓ َﺬ َآ َﺮ َأﺣَﺎدِﻳ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ِ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َرﺳُﻮ َ ﻦ ُﻣ ْﻋ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َ َهﺬَا ﻣَﺎ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ ُآﻞﱠ َﻳ ْﻮ ٍم َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ س ِ ﻦ اﻟﻨﱠﺎ ْ ﺳﻠَﺎﻣَﻰ ِﻣ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ ُآﻞﱡ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ﻣِ ْﻨﻬَﺎ َوﻗَﺎ ﺤ ِﻤُﻠ ُﻪ ﻋَﻠَ ْﻴﻬَﺎ َأ ْو ْ ﻞ ﻓِﻲ دَا ﱠﺑ ِﺘ ِﻪ َﻓ َﺘ َﺟ ُ ﻦ اﻟ ﱠﺮ ُ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َو ُﺗﻌِﻴ َ ﻦ ِ ﻦ اﻟِﺎ ْﺛ َﻨ ْﻴ َ ل َﺑ ْﻴ ُ ل َﺗ ْﻌ ِﺪ َ ﺲ ﻗَﺎ ُ ﻄُﻠ ُﻊ ﻓِﻴ ِﻪ اﻟﺸﱠ ْﻤ ْ َﺗ ﺼﻠَﺎ ِة ﻄ َﻮ ٍة َﺗ ْﻤﺸِﻴﻬَﺎ ِإﻟَﻰ اﻟ ﱠ ْ ﺧ ُ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َو ُآﻞﱡ َ ل وَا ْﻟ َﻜِﻠ َﻤ ُﺔ اﻟﻄﱠﻴﱢ َﺒ ُﺔ َ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ ﻗَﺎ َ ﻋ ُﻪ َ َﺗ ْﺮ َﻓ ُﻊ َﻟ ُﻪ ﻋَﻠَ ْﻴﻬَﺎ َﻣﺘَﺎ 78 ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َ ﻖ ِ ﻄﺮِﻳ ﻦ اﻟ ﱠ ْﻋ َ ﻂ ا ْﻟَﺄذَى ُ ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َو ُﺗﻤِﻴ َ Muhammad ibn Rafi’ mengabarkan kami bahwa Abd al-Razaq ibn Hammam mengabarkan kami; Ma’mar mengabarkan kami dari Hammam ibn Munabbih, katanya: hadis ini adalah yang diceritakan oleh Abu Hurairah dari Muhammad Rasulullah Saw. lalu saya menyebutkan beberapa hadais darinya. Rasulullah Saw. bersabda: “setiap tulang jari manusia memperoleh pahala sedekah setiap hari di mana matahari terbit; berbuat adil di antara dua orang adalah sedekah, menolong seseorang atas binatang ternaknya lalu ia memikul atau mengangkatnya sebagai hartanya merupakan sedekah, (mengucapkan) kalimat tayyibah adalah sedekah, setiap langkah yang ia lewati menuju melaksanakan salat adalah sedekah dan menyingkirkan gangguan (kotoran) dari jalan adalah sedekah”. 3. Rasul melarang buang hajat di jalan umum atau jalan yang sering dilewati manusia dan tempat berteduh. Hal ini akan mengakibatkan kutukan bagi orang yang melakukannya. Rasulullah Saw. bersabda:
س َأ ْو ِ ﻖ اﻟﻨﱠﺎ ِ ﻃﺮِﻳ َ ل اﱠﻟﺬِي ﻳَﺘَﺨَﻠﱠﻰ ﻓِﻲ َ ل اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠﻌﱠﺎﻧَ ْﻴﻦِ ﻗَﺎﻟُﻮا وَﻣَﺎ اﻟﻠﱠﻌﱠﺎﻧَﺎنِ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ ﻇﱢﻠ ِﻬ ْﻢ ِ ﻓِﻲ “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”.79
78 79
Al-Qusyairi, Sahîh Muslim, h. 390. kitab zakat bab 55, hadis no. 1009 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, h. 193
Dari matan hadis ini, penulis mengutip penggalan kata yang ditelusuri adalah وﻗﻰ80. Adapun kitab Mu’jam menyajikan sebagai berikut: - Hadis ini ada di kitab Sahîh Muslim kitâb tahârah bab 96 - Hadis ini ada di kitab Sunan Abu Daud kitâb tahârah bab 14 - Hadis ini juga ada di kitab Sunan Ibnu Majah kitâb tahârah bab 21 - dan juga terdapat di kitab Musnad Ahmad bin Hanbal Jilid 2 h. 372 Setelah penulis telusuri, yang memiliki makna yang sama dengan hadis yang diteliti hanya dalam Sahih Muslim dan Sunan Abu Dawud no 25. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Muslim adalah:
ب َ ﻦ َأﻳﱡﻮ ُ ل ا ْﺑ َ ﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ ﻗَﺎ َ ﻦ ِ ﻞ ْﺑ َ ﺳ َﻤﻌِﻴ ْ ﻦ ِإ ْﻋ َ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َ ﺠ ٍﺮ ْﺣ ُ ﻦ ُ ب َو ُﻗ َﺘ ْﻴ َﺒ ُﺔ وَا ْﺑ َ ﻦ َأﻳﱡﻮ ُ ﺤﻴَﻰ ْﺑ ْ َﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻳ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ن َرﺳُﻮ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َأ ﱠ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻴ ِﻪ ْﻋ َ ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ا ْﻟﻌَﻠَﺎ ُء ْ ﻞ َأ ُ ﺳ َﻤﻌِﻴ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإ َ ﻖ ِ ﻃﺮِﻳ َ ﺨﻠﱠﻰ ﻓِﻲ َ ل اﱠﻟﺬِي َﻳ َﺘ َ ل اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ ل ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠﻌﱠﺎﻧَ ْﻴﻦِ ﻗَﺎﻟُﻮا وَﻣَﺎ اﻟﻠﱠﻌﱠﺎﻧَﺎنِ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ َو 81 ﻇﱢﻠ ِﻬ ْﻢ ِ س َأ ْو ﻓِﻲ ِ اﻟﻨﱠﺎ Yahya ibn Ayyub, Qutaibah dan Ibn Hujr mengabarkan kami; semuanya dari Isma’il ibn Ja’far. Ibnu Ayyub berkata: Isma’il mengabarkan kami; al-‘Ala mengabarkan kepadaku dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”. Sedangkan hadis yang mukharrijnya Abu Dawud adalah:
ﻦ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻴ ِﻪ ْﻋ َ ﻦ ِ ﺣ َﻤ ْ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟ ﱠﺮ َ ﻦ ِ ﻦ ا ْﻟﻌَﻠَﺎءِ ْﺑ ْﻋ َ ﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ َ ﻦ ُ ﻞ ْﺑ ُ ﺳ َﻤﻌِﻴ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإ َ ﺳﻌِﻴ ٍﺪ َ ﻦ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻗ َﺘ ْﻴ َﺒ ُﺔ ْﺑ َ ن ِ ﻦ ﻗَﺎﻟُﻮا وَﻣَﺎ اﻟﻠﱠﺎﻋِﻨَﺎ ِ ﻋ َﻨ ْﻴ ِ ل ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﻠﱠﺎ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ َ ن َرﺳُﻮ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َأ ﱠ 82 ﻇﱢﻠ ِﻬ ْﻢ ِ س َأ ْو ِ ﻖ اﻟﻨﱠﺎ ِ ﻃﺮِﻳ َ ﺨﻠﱠﻰ ﻓِﻲ َ ل اﱠﻟﺬِي َﻳ َﺘ َ ل اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ Qutaibah ibn Sa’id mengabarkan kami; Isma’il ibn Ja’far mengabarkan kami dari al-‘Ala ibn Abdrahman dari Ayahnya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”.
80
Wensink, Al-Mu’jam Mufahras li Alfâz al-Hadits, Jilid 7, h. 298 Al-Nawawi, Sahîh Muslim bi Syarh al-Nawawi (Beirut: Dar al-Fikr, t.th., 1981)Juz 1, h. 161 82 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar Ibn Hazm, t.th.) Jilid 1, h. 12. hadis no. 25 81
BAB IV ANALISA HADIS-HADIS KEBERSIHAN (Kebersihan Makanan, Sumber air, Rumah dan Jalan)
Pada bab ini, penulis akan memaparkan bagaimana pendapat ulama mengenai kebersihan dan menganalisis hadis-hadis kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalan. Karena hadis-hadis ini memiliki hubungan dengan ilmu kesehatan, maka penulis selain mengutip pendapat ulama yang ahli hadis dan fiqh juga mengutip pendapat ulama yang juga ahli dalam bidang ilmu kesehatan. A. Pendapat Ulama Hadis Kebersihan Makanan
ﻏﻄﱡﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎ َء َ ل ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳﻘُﻮ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺖ َرﺳُﻮ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ل َ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ ﻦ ِ ﻦ ﺟَﺎ ِﺑ ِﺮ ْﺑ ْﻋ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ ﻏِﻄَﺎ ٌء َأ ْو َ ﺲ َ ل ﻓِﻴﻬَﺎ وَﺑَﺎ ٌء ﻟَﺎ َﻳ ُﻤﺮﱡ ﺑِﺈِﻧَﺎءٍ َﻟ ْﻴ ُ ﺴ َﻨ ِﺔ َﻟ ْﻴَﻠ ًﺔ َﻳ ْﻨ ِﺰ ن ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ﺴﻘَﺎ َء َﻓِﺈ ﱠ َوَأ ْوآُﻮا اﻟ ﱢ 83 ِﻚ ا ْﻟﻮَﺑَﺎء َ ﻦ َذِﻟ ْ ل ﻓِﻴ ِﻪ ِﻣ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ وِآَﺎ ٌء ِإﻟﱠﺎ َﻧ َﺰ َ ﺲ َ ﺳﻘَﺎ ٍء َﻟ ْﻴ ِ “Tutuplah wadah makanan dan minumanmu, sesungguhnya dalam setahun ada satu malam yang di dalamnya turun wabah, tidak terlewatkan suatu tempat yang tidak ada tutup padanya atau tempat air yang tidak ada tutup padanya melainkan wabah itu masuk ke dalamnya”. Al-Nawawi menyebutkan perintah untuk menutup wadah makanan dan tempat air memiliki empat faedah: pertama, terjaga dari setan, karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka penutup makanan dan ikatan tempat air minum. Kedua, terjaga dari wabah yang turun pada suatu malam dalam setahun. Ketiga, terjaga dari najis, debu dan kotoran. Dan yang keempat, terlindung dari binatang-binatang kecil dan serangga. Maka boleh jadi jika terkena ke dalam wadah atau tempat air tersebut lalu ia tidak mengetahuinya dan meminumnya maka hal itu akan dapat membahayakannya.
83
Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 836, hadis no. 2014
Menurut al-Nawawi, wabah yang dimaksud merupakan wabah atau penyakit tahunan yang biasanya membawa kepada kematian.84 Menurut al-Mubarakfuri, menutup wadah makanan yaitu yang dengan mengucapkan asma Allah (basmalah), maka akan terjaga dari beberapa gangguan karena barokah basmalah itu. Begitu juga ketika membuka penutup makanan, maka mengucapkan basmalah.85 (Hadis II)
ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ ِإذَا َوَﻟ َﻎ ﻓِﻴ ِﻪ َ ﻃﻬُﻮ ُر ِإﻧَﺎ ِء َأ ُ ل َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة ْﻋ َ 86 ب ٍ ﻦ ِﺑ ُﺘﺮَا ﺳ ْﺒ َﻊ ِﻣﺮَا ٍر أُوﻟَﺎ ُه ﱠ َ ﻞ َﺴ َ ن ُﻳ ْﻐ ْ ﺐ َأ ُ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ “Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”. Adapun hadis ini merupakan dalil yang jelas bagi mazhab al-Syafi’i dan yang lainnya yang menyebutkan bahwa anjing adalah najis. Sesungguhnya penyucian atau membersihkan itu ada karena adanya hadas atau najis. Dan yang dimaksud di sini bukanlah hadas akan tetapi najis ‘ain (yang nyata).87 Beberapa ulama mazhab mengeluarkan beberapa hukum dari dalil (hadis) ini. Menurut pendapat ulama mazhab Hanafi, anjing bukanlah najis ‘ain karena ia berguna untuk kawalan atau buruan, tidak seperti babi. Babi adalah najis ‘ain karena huruf ha yang terdapat dalam al-Quran88 ditujukan kepadanya (babi) karena kedudukannya yang lebih hampir dengan ha itu. Mulut, air dan tahi anjing saja yang dihukumi najis.89
84
Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî (Kairo: Dar al-Hadis, t.th.), Juz 7, h. 206 Muhammad ‘Abdrahman ibn ‘Abdrahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzî Bisyarh Jâmi’ al-Tirmidzî, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) Juz 5, h. 531 86 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Jilid 1, h. 19 87 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî juz 3, h. 135 88 Lihat surat al-Nahl ayat 115. 89 Wahbah Zuhaili, Fiqh dan Perundangan Islam (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995), Penterj. Ahmad Syed Husaain, jilid 1, h. 135 85
Ulama mazhab Maliki berkata bahwa secara mutlaknya, anjing sama kedudukannya dengan anjing kawalan, buruan ataupun tidak, hanya jilatannya saja yang wajib dibasuh sebanyak tujuh kali secara ta’abbud menurut pendapat yang masyhur dari kalangan mereka. Sedangkan mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa anjing, babi dan keturunan yang lahir dari keduanya adalah najis ‘ain. Oleh karena itu, hendaklah dibasuh apa saja yang disentuhnya sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah sebagaimana ditetapkan hukum kenajisan mulut anjing itu dengan nash hadis ini. Walaupun mulut adalah anggota badan yang terbaik bagi dirinya karena ia sering membuka mulut dan mengeluarkan lidahnya, tetapi ia tetap dihukumi najis. Dengan demikian, sudah tentu bagian badan yang lainnya lebih utama lagi dihukumi najis.90 Tidak ada perbedaan antara anjing baduwî atau dari hadhorî dan anjing manapun. Karena kata al-kalbu menunjukkan keumuman lafaz. Menurut mazhab Syafe’i (mazhab yang dianut oleh al-Nawawi), Malik, Ahmad dan jumhur ulama berpendapat bahwa bila suatu wadah bila terkena jilatan anjing maka wajib mencuci tujuh kali. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat cukup mencucinya tiga kali.91 Menurut al-Nawawi, yang dimaksud mencuci dengan tanah adalah mencampurkan air dengan tanah atau debu hingga keruh. Sebaiknya cucian yang memakai tanah itu dilakukan bukan pada basuhan yang terakhir tetapi dilakukan pada basuhan yang pertama agar dapat dibersihkan dengan air selanjutnya.92
90
Zuhaili, Fiqh dan Perundangan Islam, jilid , h. 136 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, juz 3, h. 185 92 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, juz 3, h. 186 91
Menurut Sayyid Sabiq, jika anjing menjilat ke dalam bejana yang berisi makanan kering, maka hendaklah ia (makanan itu) dibuang mana yang kena dan sekelilingnya sedang sisanya tadi tetap dipergunakan karena masih sucinya tadi.93 Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, hadis tersebut memberikan petunjuk bahwa air yang sedikit dapat menjadi najis dengan terjatuhnya suatu najis walaupun (airnya) tidak berubah. Karena biasanya, air ludah (jilatan anjing) tidak dapat merubah keadaan air yang terdapat dalam suatu wadah.94 Imam Syaukani berpendapat bahwa menghilangkan najis, menghilangkan bekasnya adalah memiliki sikap ta’abbud. Baik itu dengan cara menjauhkannya dan tidak meninggalkan sesuatu yang tersisa dari najis itu dan warnanya. Sebagaimana disebutkan tentang mencuci sebanyak tujuh kali yang dicampur dengan tanah karena jilatan anjing. Dengan sebab ini, bisa menghapus bekas jilatan anjing itu. Menurutnya, tidak usahlah kita membicarakan tentang ‘illat kenapa harus demikian. Sebab masalah itu adalah masalah ta’abbud kita. Kita telah melakukan ini sebagai ibadah melalui penyucian jilatan anjing, baik kita mengetahui ‘illatnya ataupun tidak. Inilah wahyu yang harus dilakukan.95 Kebersihan Sumber Air (Hadis III)
َﺳﱠﻠ َﻢ ا ﱠﺗﻘُﻮا ا ْﻟﻤَﻠَﺎﻋِﻦ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ ُ ل َرﺳُﻮ َ ل ﻗَﺎ َ ﻞ ﻗَﺎ ٍ ﺟ َﺒ َ ﻦ ِ ﻦ ُﻣﻌَﺎ ِذ ْﺑ ْﻋ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛ ُﻪ َ 96 ﻖ وَاﻟﻈﱢﻞﱢ ِ ﻄﺮِﻳ ﻋ ِﺔ اﻟ ﱠ َ اﻟ ﱠﺜﻠَﺎ َﺛ َﺔ ا ْﻟ َﺒﺮَا َز ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤﻮَا ِر ِد َوﻗَﺎ ِر “Takutlah kamu dengan tiga hal terkutuk, yaitu: buang hajat pada sumber air, tempat berlalunya manusia dan pada tempat berteduh”.
93
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 1 (Bandung: PT. al-Ma’arif, 1990) Alih Bahasa: Mahyudin Syaf, Cet. ke-10, h. 58 94 Ibn Qayyim al-Jauziyah, ‘Aun al-Ma’bûd Syarh Sunan Abu Dawud (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1, h. 135 95 Al-Qaradhawi, Fiqh Thaharah, h. 71 96 Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 12. hadis no. 26 dan Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah Jilid 1, h. 119. Bab 21, hadis no. 328.
Menurut al-Jaziri, pengertian tiga kutukan dalam sabda Rasul tersebut adalah tempat-tempat menyebabkan mendapatkan kutukan karena orang yang buang air di tempat-tempat tersebut berarti menyediakan dirinya untuk dikutuk.97 Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa Rasulullah Saw. telah menghimbau agar kita jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang biasanya dikerjakan oleh orang-orang bodoh; orang-orang yang tidak memperhitungkan akibatnya. Kebiasaan mereka ini merupakan penyakit menular yang berbahaya dan merupakan fenomena yang dapat mencemari lingkungan sebab perbuatan tersebut bertentangan dengan cita rasa yang sehat dan tidak mencerminkan ciri-ciri manusia yang maju. Di antara perbuatan-perbuatan itu ialah kencing dalam air –khususnya air yang keruh- dalam tempat mandi, buang air di tempat yang teduh, di jalan tempat orang lewat atau di sumber tempat mengalirnya air. Rasulullah menyebut hal ini sebagai “Tiga perbuatan yang dilaknat”. Ketiganya bisa mendatangkan laknat Allah, para malaikat dan laknat orang-orang yang saleh.98 (Hadis IV)
ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ اﱠﻟﺬِي ﻟَﺎ َ ﻦ َأ ل ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ ُ ﺳﱠﻠ َﻢ َﻳﻘُﻮ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ﺳ ِﻤ َﻊ َرﺳُﻮ َ 99 (ﻞ ﻓِﻴ ِﻪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى ُﺴ ِ ﺠﺮِي ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻐ َﺘ ْ َﻳ “Janganlah seorang di antara kalian buang air di air yang diam yang tidak mengalir dan mandi di dalamnya”. Hadis tentang larangan buang hajat di air tenang seperti di kolam dan semisalnya. Larangan ini menunjukkan hukum makrûh tahrîm melakukannya. Menurut al-Nawawi, berdasarkan pemahaman hadis secara tekstual, maka dapat diambil masalah yakni tidak apa-apa jika buang air di air yang banyak dan mengalir.
97
Abdrahman al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994), Penterj. Moh. Zuhri, Jilid 1, h. 167 98 Al-Qardhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 193 99 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239
Akan tetapi, yang lebih utama adalah menjauhinya meskipun air itu sedikit dan mengalir. Al-Nawawi menambahkan, jika ada air itu banyak dan tenang sebagian ulama ada yang memakruhkan dan tidak haram meskipun sebagian lain berpendapat haram. Menurut ahli usûl, bentuk nahi atau larangan menuntut kepada keharaman dan di dalamnya terdapat alasan yaitu perbuatan tersebut dapat mengotori dan boleh jadi membuat air itu menjadi najis. Apabila air itu sedikit dan tenang para ulama mutlak mengaharamkan buang air di dalamnya karena dapat membuat air yang suci itu berubah menjadi najis sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.100 Bahkan Imam al-Dzahabi berpendapat, orang yang melakukan itu adalah dosa besar.101 Mazhab Maliki berpendapat bahwa buang air di dalam air yang tidak mengalir itu haram jika air itu hanya sedikit. Akan tetapi, jika air itu banyak seperti air yang berada di danau, taman-taman yang besar atau kolam-kolam yang luas maka hukumnya tidak haram kecuali jika milik orang lain dan ia tidak mengijinkan untuk dipakai atau mengijinkan pemakaiannya tapi tidak memperbolehkan kencing di sana. Dengan demikian, buang air di tempat tersebut haram hukumnya. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, buang air di air sedikit dan tidak mengalir itu haram hukumnya. Jika air itu banyak maka hukumnya makruh tahrim dengan pengertian bahwa keharamannya itu lebih ringan lantaran banyaknya air tesebut. Jika air itu mengalir maka buang air di tempat itu hukumnya makrûh tanzîh. Mazhab Hanbali mengatakan bahwa buang air besar di air tenang atau yang mengalir itu haram hukumnya, baik air itu sedikit maupun banyak, kecuali air laut.
100
179
101
Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, (Beirut, Dar al-Fikr, 1981). Juz 3, h. 178-
‘Abd al-Rauf al-Manawi, Faid al-Qadîr Bisyarh al-Jâmi’ al-Saghîr, (Beirut: Dar alMa’rifat, 1972) Juz 1, h. 136
Adapun buang air kecil di air yang tenang hukumnya makruh tapi tidak haram dan tidak dimakruhkan kencing di air sedikit yang mengalir. Sedangkan mazhab Syafi’i berpendapat bahwa buang air di air sedikit atau banyak hukumnya tidak haram tapi hanya makruh, kecuali air itu milik orang lain dan tidak mengijinkan untuk dipakai atau diwakafkan dan tidak terlalu banyak. Dalam dua keadaan ini, buang air hukumnya haram. Hukum tersebut di atas merupakan aturan yang terbaik yang ditetapkan secara ilmiah dan sejalan dengan akal sehat. Karena mengotori air yang disiapkan untuk dimanfaatkan adalah suatu perbuatan tercela apalagi bila hal tersebut mengakibatkan menularnya fires atau penyakit-penyakit yang lain. Salah satu kebaikan Islam adalah dijadikannya bentuk ibadah kepada Allah sejalan dengan kemaslahatan manusia itu sendiri.102 Menurut H. Abujamin Rohan, adapun yang dimaksud dengan air yang tak mengalir ialah air /sungai yang mungkin masih dipakai atau mengenai orang lainnya. Tentu saja, biarpun air sungai itu mengalir tetapi air limbah tersebut mengenai orang lain, maka najis, polusi, dan bahayanya akan mengancam kesehatan dan kesucian jasmani. Sementara diketahui air dan fungsinya ialah bersih dan membersihkan.103 Menurut Dr. Mahmud Ahmad Nadjib, orang Islam janganlah buang hajat di tempat-tempat sumber dan air yang tergenang. Hal ini mencegah penyebaran penyakit bilharziasis (schistosomiasis) yang menyebabkan terjadi kanker kandung kemih. Kerusakan hati berjangkit karena bilharziasis yang mengakibatkan pembengkakan hati, limpa dan bisa menjadi kanker hati, demikian pula wabah kolera dan radang hati.104
102
Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab Jilid 1, h. 166 Drs. H. Abujamin Rohan, “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”, (Jakarta: Media Da’wah, 1998) h. 63-64 104 Dr. Mahmud Ahmad Nadjib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, (Jakarta: CV. Pustaka Mantiq. 1994) Cet. Ke-4. Penterj. Lembaga Penterjemah dan Penulis Indonesia, h. 63 103
Menurut KH. Ahmad Mudjab Mahalli, hadis tersebut menerangkan tentang makruhnya buang air kecil atau besar di dalam air yang tidak mengalir, kemudian menjadikan air tersebut sebagai alat mandi atau mencuci pakaian atau membasuh sesuatu di dalam air tersebut, maka yang demikian adalah makruh hukumnya. Secara tegas bisa dikatakan, bahwa kencing di dalam air yang tidak mengalir, padahal air tersebut masih dimanfaatkan untuk mandi maupun yang lain, maka itu adalah makruh.105 Kebersihan Rumah (Hadis V)
ﺤﺐﱡ ا ْﻟﺠُﻮ َد ِ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ َﻜ َﺮ َم ﺟَﻮَا ٌد ُﻳ ِ ﺤﺐﱡ اﻟ ﱠﻨﻈَﺎ َﻓ َﺔ آَﺮِﻳ ٌﻢ ُﻳ ِ ﻒ ُﻳ ٌ ﺐ ﻧَﻈِﻴ َ ﻄ ﱢﻴ ﺤﺐﱡ اﻟ ﱠ ِ ﺐ ُﻳ ٌ ن اﻟﻠﱠﻪَ ﻃَ ﱢﻴ ِإ ﱠ 106 َ ﻈﻔُﻮا َأ ْﻓ ِﻨ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ َﻓ َﻨ ﱢ (ﺸ ﱠﺒﻬُﻮا ﺑِﺎ ْﻟﻴَﻬُﻮدِ )رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬى “Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai sesuatu yang baik, Allah itu suci (bersih) dan menyukai sesuatu yang bersih, Allah itu mulia dan menyukai kemuliaan, Allah itu Penderma dan menyukai kedermawanan maka bersihkanlah rumahmu dan lingkunganmu dan janganlah kalian menyerupai kaum Yahudi”. Imam Al-Mubarakfuri berpendapat, jika kita telah teguh bahwa Allah itu Mulia, maha Pemurah, dan menyukai kebersihan, maka kita sebagai hamba perindahlah dan perbagusilah segala sesuatu yang memungkinkan dapat diperindah dan diperbaiki dan juga bersihkanlah segala sesuatu yang mudah bagi kalian membersihkannya hingga halaman/perkarangan rumah. Hal tersebut merupakan kinayah (kata kiasan) dari semulia-muliaNya dan benar-benar kemurahanNya, karena sesungguhnya halaman atau perkarangan rumah jika luas dan bersih adalah suatu keindahan.
105
KH. Ahmad Mudjab Mahalli, Hadis-hadis Muttafaq ‘alaih Bagian Ibadah, (Jakarta: Kencana 2003) h. 188 106 Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmidzi, Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
Menurutnya, janganlah kita menyerupai kaum Yahudi yang tidak menerapkan kesucian dan kebersihan (lahir dan batin), sedikit wangi, bakhil, jorok, hina dan rendah.107 Dalam riwayat Al-Bazzar, dinyatakan: “Dan janganlah menyerupai orang-orang Yahudi, mereka mengumpulkan sampah di rumah-rumah mereka”.108 Menurut Al-Kailani, tumpukan sampah hasil sapuan di rumah menjadi penyebab banyaknya serangga, seperti lalat, lipas dan nyamuk serta membantu berkembangnya kuman-kuman dan memindahkan penyakit-penyakit yang bersumber dari jamur dan parasit kepada orang yang sehat. Rasulullah menasehatkan agar tidak membuang hajat di dalam air yang bertakung, lindungan pepohonan dan di tengah jalan. Tindakan ini menyerupai apa yang kita kenal sekarang sebagai sanitasi atau kesehatan lingkungan yang berpangkal dari kebersihan rumah. Para ilmuwan telah menetapkan beberapa karakteristik rumah sehat yang pada prinsipnya tidak keluar dari kerangka yang ditetapkan oleh sunnah Nabi yang mulia. Semuanya itu dimaksudkan untuk menghindari dari berbagai jenis penyakit menular.109 Menurut Wagino Ali Mashuri, hadis kebersihan lingkungan ini juga diuraikan pada kitab Bidâyatul Hidâyah pada bab Jum’ah yaitu bab yang membahas tentang perlunya setiap muslim membersihkan dirinya maupun lingkungannya pada setiap hari Jumat. Pada kitab tersebut diuraikan, setelah masuk waktu Subuh setiap orang yang sudah balig diwajibkan mandi yang betul-betul bersih, sikat gigi, memotong kuku, kumis, lalu menghias dirinya, pakai pakaian warna putih dan pakai minyak
107
Muhammad ‘Abd al-Rahman ibn ‘Abd al-Rahim al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzî Bisyarh Jâmi’ al-Tirmidzî, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.) Juz 8, h. 82 108 TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1952), h. 26 109 Al-Kailani, Tuntunan Kesehatan Menurut Jejak Rasulullah, h. 19
wangi. Dan ditekankan supaya membersihkan segala yang perlu dibersihkan sudah barang tentu isi rumah tangga serta lingkungannya.110 Bila lafaz al-tayyibu dibaca al-tîbu maka berarti harum-haruman. Jadi, Allah menyukai hal-hal yang berbau wangi atau harum. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, harum-haruman merupakan makanan jiwa. Jiwa menjadi kuat. Kekuatan jiwa sangat berfaedah untuk kesehatan otak, hati dan seluruh anggota tubuh bagian dalam, menyenangkan hati dan menggembirakan jiwa yang pada akhirnya akan berpengaruh positif terhadap jasmani manusia. Rasulullah menunjukkan tentang harum-haruman (wewangian) sebagai pemelihara kesehatan tubuh/jasmani. Nabi Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah maha Baik, Ia menyukai yang harum-harum. Maha Pemurah (Penderma), Ia menyukai kedermawanan….” Menurutnya, harum-haruman (wewangian) mempunyai keistimewaan, antara lain: malaikat menyukainya sedangkan syaitan lari karenanya, karena yang disukai syaitan adalah bau busuk dan menusuk. Jiwa-jiwa yang suci menyukai wangi yang harum-harum, sedangkan jiwa yang rusak menyenangi bau-bauan yang busuk. Setiap jiwa lebih cenderung kepada sesuatu yang menyerupainya. Laki-laki yang keji suka kepada wanita yang keji, demikian pula sebaliknya. Dan laki-laki yang baik senang kepada wanita yang baik, begitu juga sebaiknya. Harum-haruman ini mencakup segala segi, baik yang harum pada perkataan, perbuatan, pada makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari umumnya lafaz hadis di atas ataupin keumuman pengertian dari maknanya.111 Kebersihan Jalan (Hadis VI) 110
Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan Islam. h. 130 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi, (Semarang: Dina Utama Semarang, 1984), h. 20-22 111
112
ﺻ َﺪ َﻗ ٌﺔ َ ﻖ ِ ﻄﺮِﻳ ﻦ اﻟ ﱠ ْﻋ َ ﻂ ا ْﻟﺄَذَى ُ َو ُﻳﻤِﻴ
“Barang siapa menyingkirkan suatu gangguan dari jalan maka baginya sedekah”. Menurut Al-Fanjari, Maksud dari “gangguan” di jalan adalah suatu yang membahayakan dan yang mengotori jalan atau menajiskan dan menjadikan jalan becek, seperti: sampah, paku, batu dan sebagainya.113 Menurut Al-Kirmani, makna sedekah di atas adalah memberikan manfaat pada orang lain. Menyingkirkan gangguan adalah sebab kepada keselamatan saudara semuslim dari gangguan itu maka seakan-akan ia bersedekah kepadanya dengan memberikan keselamatan dan kenyamanan padanya.114 (Hadis VII)
ل ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠﻌﱠﺎﻧَ ْﻴﻦِ ﻗَﺎﻟُﻮا وَﻣَﺎ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ن َرﺳُﻮ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َأ ﱠ ْﻋ َ 115 ﻇﱢﻠ ِﻬ ْﻢ ِ س َأ ْو ﻓِﻲ ِ ﻖ اﻟﻨﱠﺎ ِ ﻃﺮِﻳ َ ل اﱠﻟﺬِي ﻳَﺘَﺨَﻠﱠﻰ ﻓِﻲ َ ل اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ اﻟﻠﱠﻌﱠﺎﻧَﺎنِ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ Hadis yang menyatakan: “Takutlah dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya: apa dua hal yang terkutuk itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: yaitu orang yang buang hajat di jalan yang dilalui manusia atau di tempat berteduh mereka”. Menurut al-Nawawi, maksud lafaz al-la’ânain terdapat pada riwayat Muslim dan Abu Dawud adalah dua hal yang membawa kelaknatan bagi manusia dan orang yang melakukan dua hal tersebut mendapat caci makian dan laknat dari orang, yakni pada biasanya orang mermukainya.116 Al-Jaziri berpendapat bahwa pengertian “dua kutukan” adalah dua perbuatan yang menyebabkan pelakunya mendapat kutukan, karena orang yang buang air di jalan yang dilewati orang banyak berarti menyerahkan dirinya untuk dikutuk.117
112
Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, h. 573. kitab jihad bab 128, hadis no. 2989 dan Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 390. kitab zakat bab 55, hadis no. 1009 113 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan dalam Syari’at Islam, h. 25 114 Al-Kirmani, Sahîh Bukhâri Bisyarh al-Kirmani. (Beirut: Dar al-Fikr, t.th). Juz 10, h. 33 115 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm bi Syarh al-Nawawi (Beirut: Dar al-Fikr, tth, 1981)Juz 1, h. 161 116 Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî, Juz 3, h. 161 117 Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab Jilid I, h. 167
Menurut al-Khaththabi, yang dimaksud dengan al-zilli adalah suatu tempat yang orang-orang bernaung, berlindung dan berteduh di tempat itu. Mereka menjadikannya sebagai tempat bercakap-cakap dan tempat perhentian; mereka berhenti di sana dan duduk-duduk di dalamnya. Tidak ada tempat berteduh manapun yang diharamkan untuk duduk di bawahnya. Dan sesungguhnya Nabi pernah duduk di bawah sekitar pohon kurma karena keperluannya dan beliau berteduh. Menurut imam al-Nawawi, larangan buang air besar di tempat orang berteduh, di jalan umum dan di tempat-tempat lainnya yang dilarang adalah karena hal tersebut dapat menyakiti kaum muslim yang lewat dan berteduh dengan najisnya dan dapat mengotorinya serta mengeluarkan bau yang tidak sedap.118 Menurut mazhab Syafi’i dan Hanafi, buang air di tempat-tempat itu hukumnya makruh, asal tidak diwakafkan untuk dilewati atau milik orang lain. Jika demikian, buang air di tempat tersebut haram hukumnya. Para imam mazhab yang empat itu telah sepakat dilarangnya buang air di tempat-tempat umum yang dilewati orang banyak, tempat mengambil air dan di tempat-tempat mereka berteduh, hanya saja ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah menjadikan larangan itu makruh sedangkan ulama Malikiyah dan Hanabilah menetapkan hukum haram atas larangan tersebut. Jika pebuatan (buang air) itu sangat menggangu kesehatan umum, ijmak telah memutuskan bahwa perbuatan itu haram hukumnya. Karena semua tindakan yang menyebabkan madhorot atau menyakitkan orang banyak atau mendatangkan penyakit bagi mereka hukumnya sangat dilarang (haram).119 Menurut Yusuf al-Qardhawi, Rasulullah memperhatikan kebersihan jalan. Karena itu menyingkirkan benda-benda berbahaya dari jalan dianggap sedekah. 118 119
Al-Nawawi, Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî Juz 3, h. 161-162 Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab Jilid I, h. 166
Termasuk ke dalam hal ini ialah menyingkirkan najis dan segala jenis kotoran. Sebagian orang Arab –karena mereka adalah orang Badui- ada yang membuang air kecil atau air besar di jalan tempat orang lalu lalang, atau di bawah pohon tempat orang berteduh, maka Rasulullah mengingatkan mereka supaya tidak melakukan perbuatan tersebut. Rasulullah menganggap perbuatan demikian sebagai sebab-sebab laknat, yaitu laknat Allah dan laknat manusia.120
B. Analisa Matan Hadis Untuk mengetahui status kehujjahan hadis, penelitian sanad dan matan memiliki kedududukan yang sama penting, meskipun dalam prakteknya penelitian sanad didahulukan daripada penelitian matan. Karena menurut muhadditsîn, sebuah hadis barulah dinyatakan berkualitas sahih apabila sanad dan matannya sama-sama berkualitas sahîh. Ibnu al-Jawzi memberikan tolok ukur kesahihan matan, yaitu: Setiap hadis yang bertentangan dengan akal sehat ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut tergolong hadis mawdû’, karena Rasulullah tidak mungkin menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula terhadap ketentuan pokok agama, seperti: menyangkut aqidah dan ibadah.121 Sedangkan Shalah al-Din al-Adabi memberikan kriteria kesahihan matan hadis ada empat, yaitu: pertama, hadis tersebut tidak bertentangan dengan al-Quran. Kedua, tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat. Ketiga, tidak bertentangan dengan akal sehat, indera dan sejarah. Dan keempat, susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.122
120
Al-Qaradhawi, Fiqh Peradaban ‘Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan’, h. 364 Bustamin dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 63 122 Bustamin dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 64 121
Sebelum menganalisa matan hadis ini, penulis menjabarkan sanad hadis. Berikut ini informasi jalur sanad hadis-hadis tentang kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalan. Pada masalah kebersihan makanan, untuk hadis pertama yang diriwayatkan oleh Muslim, al-Bukhari, Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad dan Malik dengan jalur sanad yang berbeda, namun tetap pada satu sahabat yaitu Jabir bin Abdullah. Mengenai kualitas hadisnya, hadis ini termasuk dalam kategori sahîh.123 Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sudah dipercaya akan kesahihannya. Menurut Mahmud Thahan, kitab Sahîh Bukhârî dan Sahîh Muslîm adalah kitab yang paling sahih setelah al-Quran. Hadis yang kedua tentang sucinya wadah jika terkena jilatan anjing maka harus dibasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah; hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad ibn Hanbal dengan sanad yang berbeda. Dari hadis yang diteliti, sahabat yang meriwayatkan seluruhnya dari Abu Hurairah kecuali Ibnu Majah yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Mughaffal. Hadis ketiga, hadis masalah kebersihan sumber air yang menjelaskan larangan buang air di sumber air diriwayatkan oleh Abu Dawud melalui sahabat Mu’adz ibn Jabal dan Ibn Majah melalui sahabat ‘Abdullah ibn ‘Amr sedangkan hadis yang dikeluarkan oleh Ahmad ibn Hanbal melalui Ibnu ‘Abbas. Hadis keempat yang menginformasikan tentang larangan buang air di air tenang yang tidak mengalir kemudian menggunakannya untuk mandi diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad ibn Hanbal dan al-Darimi dengan sanad yang berbeda. Dari hadis yang terdapat dalam al-kutub
123
Al-Manawi, Faidh al-Qadîr Bisyarh al-Jâmi’ al-Saghîr, Juz 4, h. 405
al-sittah, seluruhnya melalui sahabat Abu Hurairah kecuali hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasai melalui sahabat Jabir ibn ‘Abdullah. Hadis kelima yang menginformasikan tentang perintah membersihkan halaman atau perkarangan rumah dan lingkungan; hadis ini diriwayatkan oleh Tirmizi dari Muhammad bin Basyar dari Abu ‘Amir dari Khalid bin Ilyas dari Shalih bin Abu Hassan telah mendengar dari Sa’id bin Al-Musayyab. Hadis keenam yang menginformasikan bahwa menyingkirkan gangguan dari jalan merupakan sedekah diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal dengan sanad yang berbeda namun tetap pada satu sahabat yaitu Abu Hurairah. Hadis ketujuh tentang masalah kebersihan jalan yang membahas perintah menjauhi dua perbuatan yang terkutuk yakni buang air di jalan umum dan tempat berteduh; hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud dengan sanad yang berbeda namun tetap pada satu sahabat yakni Abu Hurairah. Analisis Hadis Penulis meneliti matan hadis kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalanan melalui beberapa pendekatan, yaitu pendekatan al-Quran, hadis sahih, bahasa dan ilmu kesehatan. Setelah itu, penulis memberikan kesimpulan atau pelajaran pada setiap pembahasan. Kebersihan Makanan Pada masalah kebersihan makanan hadis pertama tentang perintah menutup wadah makanan dan tempat air minum. Rasulullah Saw. bersabda: 124
ﺴﻘَﺎ َء ﻏﻄﱡﻮا ا ْﻟﺈِﻧَﺎءَ َوَأ ْوآُﻮا اﻟ ﱢ َ
“Tutuplah wadah makanan dan ikatkan tempat minum”.
124
Al-Qusyairi, Shahih Muslim, h. 835, hadis no. 2012, 2014. lihat juga Sunan Ibn Majah, h. 321. Bab 16, hadis no. 3410,
Hadis itu menjelaskan agar menutup tempat makanan dan minuman agar tidak terkena debu, kotoran, najis dan sebagainya sehingga dapat mengotori makanan atau minuman tersebut dan dapat menimbulkan penyakit. Makanan adalah aspek terpenting yang menjadi perhatian dalam menjaga kesehatan sesuai dengan petunjuk al-Quran. Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 88:
⌧
☺ ⌧ (٨٨:)اﻟﻤﺎﺋﺪة
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya”. (Q.S. al-Maidah: 88) Sehat lewat makanan dapat diidentifikasi dengan bersihnya makanan itu, porsi makanan yang cukup tidak terlalu kekenyangan dan etika makan yang baik; Nabi menyuruh sebelum dan sesudah makan mencuci tangan dahulu, tidak makan sambil tidur-tiduran dan tidak lupa membaca doa sebelum dan sesudahnya. Istilah al-Quran makanan yang halâlan tayyiban. Halâl di sini baik dari substansinya, cara mendapatkannya, cara mengolahnya, kualitas dan kuantitasnya. Tayyib maksudnya baik untuk kesehatan dan gizi.125 Hadis ini memiliki beberapa hadis riwayat bi al-ma’na126 dalam beberapa kitab hadis. Hadis-hadis tersebut selain memerintahkan untuk menutup wadah makanan dan tempat air minum juga menyuruh untuk menutup pintu rumah serta mengingatkan berzikir asma Allah; Dia yang memberi kesehatan dan Dia juga yang memberi penyakit. Akan tetapi, dengan mengambil ajaran-ajaran yang bersumber dari al-Quran dan hadis lalu kita amalkan maka akan terjaga kesehatan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: 125
Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing, Kiat Hidup Sehat menurut Nabi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007), h. 107 126 Riwayat bil ma’na yakni beberapa hadis yang walaupun berbeda lafaznya namun memiliki kesamaan makna.
ﺢ ﺑَﺎﺑًﺎ ُﻣ ْﻐﻠَﻘًﺎ َوَأ ْوآُﻮا ِﻗ َﺮ َﺑ ُﻜ ْﻢ ُ ن ﻟَﺎ َﻳ ْﻔ َﺘ َ ﺸ ْﻴﻄَﺎ ن اﻟ ﱠ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َﻓِﺈ ﱠ ْ ب وَا ْذ ُآﺮُوا ا َ ﻏِﻠﻘُﻮا ا ْﻟَﺄ ْﺑﻮَا ْ َﻓَﺄ ن َﺗ ْﻌ ُﺮﺿُﻮا ﻋَﻠَ ْﻴﻬَﺎ ﺷَ ْﻴﺌًﺎ ْ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َوَﻟ ْﻮ َأ ْ ﺧ ﱢﻤﺮُوا ﺁ ِﻧ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ وَا ْذ ُآﺮُوا ا َ ﺳ َﻢ اﻟﻠﱠﻪِ َو ْ وَا ْذ ُآﺮُوا ا 127 ﻃ ِﻔﺌُﻮا َﻣﺼَﺎﺑِﻴﺤَ ُﻜ ْﻢ ْ َوَأ “Tutuplah pintu dan sebutlah nama Allah karena sesungguhnya setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup, dan ikatlah wadah air kamudan sebutlah nama Allah. Tutuplah wadah makanan kamu dan sebutlah nama Allah meskipun kamu bentangkan dengan sesuatu apapun dan padamkanlah lampumu”. Pada hadis Muslim, Tirmizi dan Ibnu Majah, terdapat lafaz ﺴ َﻘ َﺔ ِ ( ا ْﻟ ُﻔ َﻮ ْﻳpenjahat kecil/pembuat kerusakan yang kecil) adalah isim tasghîr dari ﻓﺎﺳﻘﺔyang artinya penjahat/pembuat kerusakan. Maksudnya binatang kecil (seperti tikus, dsb) yang keluar pada malam hari, mencari makan dan bisa saja dapat menjatuhkan lampu (api) sehingga api dapat menjalar hingga membakar rumah. Ada empat faedah yang bisa kita ambil dari hadis-hadis tersebut yaitu dua di antaranya tersurat dalam hadis yakni: pertama, makanan tersebut terjaga dari syeitan. Kedua, terjaga dari wabah penyakit yang turun suatu malam dalam setahun. Menurut riwayat, wabah itu akan turun pada bulan Desember.128 Kedua, faedah lainnya yang tersirat dari hadis yakni: makanan dan minuman terjaga dari serangga dan hewanhewan kecil lainnya, seperti: lalat, kecoa, tikus, dsb. Serta terlindung dari najis dan kotoran seperti debu. Rasulullah Saw. bersabda: “ittaqû al-dzurra fa inna fîhi alnasamata” (“Jauhilah olehmu debu sesungguhnya debu terdapat penyakit”).129 Sebelum ditemukan mikroskop, bakteri dan cara berpindahnya penyakit menular, fakta ilmiah menunjukkan bahwa sebagian dari penyakit menular itu berpindah melalui hujan gerimis dan udara yang berdebu. Hal ini disebabkan bakteri 127 128
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhâri, h. 632. hadis no. 3316 Sebagaimana dalam riwayat Muslim:
ﺴ َﻨ ِﺔ َﻳ ْﻮﻣًﺎ ن ﻓِﻲ اﻟ ﱠ ل َﻓِﺈ ﱠ َ ﻏ ْﻴ َﺮ َأﻧﱠ ُﻪ ﻗَﺎ َ ﺳﻨَﺎ ِد ِﺑ ِﻤ ْﺜِﻠ ِﻪ ْ ﺳ ْﻌ ٍﺪ ﺑِﻬَﺬَا ا ْﻟِﺈ َ ﻦ ُ ﺚ ْﺑ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨِﻲ َأﺑِﻲ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ َﻟ ْﻴ َ ﻲ ﻀ ِﻤ ﱡ َ ﺠ ْﻬ َ ﻲ ا ْﻟ ﻋِﻠ ﱟ َ ﻦ ُ ﺼ ُﺮ ْﺑ ْ ﺣَﺪﱠﺛَﻨَﺎ َﻧ ل ِ ن ا ْﻟَﺄ ﱠو َ ﻚ ﻓِﻲ آَﺎﻧُﻮ َ ن َذِﻟ َ ﺟ ُﻢ ﻋِ ْﻨﺪَﻧَﺎ َﻳ ﱠﺘﻘُﻮ ِ ﺚ ﻓَﺎ ْﻟَﺄﻋَﺎ ُ ل اﻟﻠﱠ ْﻴ َ ﺚ ﻗَﺎ ِ ﺤﺪِﻳ َ ﺧ ِﺮ ا ْﻟ ِ ل ﻓِﻴ ِﻪ وَﺑَﺎ ٌء َوزَا َد ﻓِﻲ ﺁ ُ َﻳ ْﻨ ِﺰ Menurut kaum ‘Ajam (non Arab), mereka takut wabah itu karena akan turun pada bulan kânun al-awwâl (bulan Desember). Lihat Sahîh Muslîm Bisyarh al-Nawawî. Juz 7, h. 206. ل ِ ن ا ْﻟَﺄ ﱠو َ آَﺎﻧُﻮberarti bulan Desemer. Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi, Kamus al-‘Asri (Kontemporer) ArabIndonesia. (Yogyakarta, Yayasan Ali Maksum, 1998), h. 1489 129 Al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, h. 25
itu terbang bersama debu yang terbawa angin. Dengan demikian, sampailah penyakit itu dari orang yang sakit kepada orang yang sehat melalui mulut, hidung atau tempat makanan dan minuman. Kita berharap agar setiap penjual keliling dan pada tempat menjajakan dagangannya, sayur-sayuran, buah-buahan dan segala jenis makanan agar menutup dan melindungi makanan dan minuman yang dijajakan dari virus yang dibawa lalat atau meletakkannya dalam kaca yang tertutup rapi. Dalam hal lalat, lalat mempunyai racun (kuman penyakit) yang terletak pada sengatannya yang merupakan senjata bagi dirinya. Jika ia jatuh atau hinggap pada suatu makanan maka yang pertama menyentuh adalah senjatanya tadi. Oleh sebab itu, Nabi memerintahkan agar mencelupkannya (menenggelamkannya) ke dalam makanan atau minuman yang dihinggapinya. Tujuannya agar kuman penyakit itu menjadi tawar (tidak berfungsi lagi) dan hilanglah kemudharatan.130 Sebagaimana hadis yang diriwayatkan al-Bukhari. Rasulullah Saw. bersabda:
ب ِ ﺷﺮَا َ ب ﻓِﻲ ُ َو َﻗ َﻊ اﻟ ﱡﺬﺑَﺎ ﺣ ْﻴ ِﻪ دَا ًء َ ﺟﻨَﺎ َ ﺣﺪَى ْ ِإ
ِإذَا
ﺳﱠﻠ َﻢ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱡ َ ﻗَﺎ ن ﻓِﻲ ﻋ ُﻪ َﻓِﺈ ﱠ ْ ﺴ ُﻪ ُﺛﻢﱠ ِﻟ َﻴ ْﻨ ِﺰ ْ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ َﻓ ْﻠ َﻴ ْﻐ ِﻤ َ َأ ﺷﻔَﺎ ًء ِ ﺧﺮَى ْ وَا ْﻟُﺄ
“Apabila lalat jatuh ke dalam bejana (gelas) seseorang di antara kamu, maka rendamkanlah. Sesungguhnya pada salah satu sayapnya terdapat penyakit dan pada sayap yang lain terdapat penyembuh (obatnya)”. Jika tidak sempat ditenggelamkan maka kemungkinan makanan atau minuman tersebut telah terkontaminasi oleh racunnya. Makanan yang aman bagi kesehatan selain harus bergizi lengkap dan seimbang, makanan harus bersih dari kuman, cemaran, racun, tidak mengalami perubahan bentuk, warna, aroma, rasa dan diolah dengan cara yang benar sehingga 130
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi (Semarang: Dina Utama, 1994) Alih Bahasa: Said Agil Hussain al-Munawwar dkk, cet. ke-4, h. 58 131 Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhârî, h. 203. Hadis no. 3320, bab 17. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
kandungan gizinya tidak rusak dan tidak bertentangan dengan nilai agama yang dianut (halal). Makanan yang aman dan sehat merupakan faktor penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Tanda umum makanan yang tidak aman bagi kesehatan antara lain: berlendir, berjamur, aroma dan rasa serta warna berubah. Adapun beberapa makanan atau bahan makanan yang terbuka akan lebih cepat basi dibandingkan dengan makanan yang tertutup rapi, bersih dan steril. Akibat mengkonsumsi makanan yang tidak aman dapat menimbulkan keracunan dengan gejala mual, muntah, sakit perut, diare dan demam sehingga dianjurkan untuk makan makanan yang aman bagi kesehatan.132 Jadi, hadis tentang menutup makanan dan minuman ini dapat dijadikan hujjah dan merupakan anjuran Nabi dalam rangka menjaga kebersihan dan kesehatan makanan. Hadis yang kedua. Hadis Nabi Saw. 133
ب ِ ﻦ ﺑِﺎﻟ ﱡﺘﺮَا ت أُوﻟَﺎ ُه ﱠ ٍ ﺳ ْﺒ َﻊ َﻣﺮﱠا َ ﺴَﻠ ُﻪ ِ ن َﻳ ْﻐ ْ ﺐ َأ ُ ﺣ ِﺪ ُآ ْﻢ ِإذَا َوَﻟ َﻎ ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ َﻜ ْﻠ َ ﻃﻬُﻮ ُر ِإﻧَﺎ ِء َأ َ َ
“Sucinya tempat makanan di antara kamu apabila dijilat anjing hendaknya dicuci (dibasuh) sebanyak tujuh kali dan permulaannya dengan debu”. Hadis sahih ini menjelaskan bahwa air ludah anjing adalah najis dan kotor. Jika air ludah itu terkena suatu wadah makanan, maka wajib disucikan. Ajaran Islam tentang kebersihan makanan menyatukan aspek dari segi kesehatan dan kebersihan dalam arti makanan yang halal sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam surat alBaqarah: 182, yaitu:
(١٧٢ :)اﻟﺒﻘﺮة 132
Baequni dan Narila Mutia Nasir, Islam dan Kesehatan (Pengantar Kesehatan Masyarakat dan Islam), hal. 153 133 Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 836. dan Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 19
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadaNya kamu menyembah”. Mengenai keharusan waktu mencuci dengan tanah memiliki perbedaan pendapat; beberapa riwayat ada yang mengatakan permulaanya, riwayat lain yang terakhir memakai tanah, ada yang mengatakan basuhan yang ketujuh dan ada yang mengatakan basuhan yang kedelapan menggunakan tanah. Kapanpun letak basuhannya dengan menggunakan tanah, hal ini merupakan pilihan bagi kita. Yang terpenting salah satu dari basuhan-basuhan itu harus memakai tanah. Adapun cara mencucinya dengan tanah maksudnya mencampurkan air dan tanah hingga keruh lalu cuci dengan air tersebut ke tempat yang terkena najis. Tidak boleh digantikan dengan hanya merendamkan di dalam air yang banyak lalu didiamkan selama kira-kira sebanyak tujuh kali cucian. Berbeda dengan hewan-hewan lain; selain anjing dan babi, seperti kucing, dsb. Jika terkena jilatan kucing maka cukup dibasuh dengan air sekali. Pensucian jilatan anjing dengan memakai sarana air dan tanah/debu karena tanah pada masa itu merupakan satu-satunya alat untuk menghilangkan sisa-sisa makanan dari minyak dan lemak dan belum mengenal alat-alat yang lebih praktis, seperti sabun dan lainnya. Dialah yang dapat mematikan bakteri. Walaupun sekarang ini telah mengenal sabun, pemakaian dengan tanah masih tetap harus digunakan. Karena cara tersebut merupakan aturan baku dari Rasulullah dan ta’abbud kita kepada Allah. Hadis ini memberi keterangan bahwa air liur anjing itu adalah najis dan kotor. Menurut ilmu kesehatan, dalam perut anjing terdapat cacing pita anjing (echino coccusgranulosus), sedang telur-telur cacing tersebut keluar bersama ludah anjing. Telur itu dapat merusak tubuh manusia dan membentuk sarang hidated pada usus,
paru-paru, usus dan pada otak yang dapat mengakibatkan lumpuh pucat, kebutaan dan penurunan gerak refleks.134 Oleh karena itu, Nabi melarang memelihara dan bercengkerama dengan anjing agar tidak terjadi pemindahan baksil penyakit-penyakit berbahaya dari anjing ke tubuh manusia. Malaikat tidak mau datang ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan pahala amalnya akan berkurang dua qirât setiap hari.135 Dengan demikian, hadis cara mensucikan jilatan anjing merupakan kewajiban karena kualitas sanad hadis ini sahîh dan memiliki beberapa mutâbi’ dan musyâhid. Selain itu, matan hadis sesuai dengan kriteria kesahihannya. Maka perintah Nabi ini harus dilaksanakan bagi umat Islam sebagai suatu bentuk ibadah dan pencegahan dari penyakit.
Kebersihan Sumber Air Hadis ketiga tentang kebersihan sumber air. Hadis ini menginformasikan agar menjauhi tiga hal yang terkutuk, yaitu buang hajat pada saluran sumber air, pada tempat berteduh dan tempat berlalunya manusia. Perintah untuk menjauhi perbuatanperbuatan tersebut adalah untuk mencegah pencemaran lingkungan. Lingkungan yang tidak bersih dan tidak higienis akan mempengaruhi kesehatan manusia. Apalagi jika air itu telah tercemar dan terkontaminasi oleh limbah akan mengakibatkan penyakit
134 135
Nadjib, Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam, h. 27 Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw. bersabda:
ﻋ َﻤِﻠ ِﻪ َ ﻦ ْ ﺺ ُآﻞﱠ َﻳ ْﻮ ٍم ِﻣ َ ﺷ َﻴ ٍﺔ َأ ْو ﺿَﺎ ِر َﻳ ٍﺔ َﻧ َﻘ ِ ﺐ ﻣَﺎ ِ ﺲ ِﺑ َﻜ ْﻠ َ ﻦ ا ْﻗﺘَﻨَﻰ َآ ْﻠﺒًﺎ َﻟ ْﻴ ْ ل َﻣ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﻋ َ ﻋ ْﻨ ُﻬﻤَﺎ َ ن ِ ﻗِﻴﺮَاﻃَﺎ “Barang siapa yang memelihara anjing kecuali yang digunakan untuk menjaga binatang ternak atau untuk berburu maka akan dikurangilah ganjaran kebaikannya setiap hari sebanyak dua kirat”. Lihat Sahih Bukhari, h. 1082, dalam kitâb al-dzabaih wa al-saidi, bab man iqtana kalban.., hadis no. 5482. Lihat juga Sahih Muslim, h. 642, dalam kitâb al-masâqah, bab al-amru bi qatli alkilâb, hadis no. 1574.
pada tubuh manusia. Hal ini sejalan dengan ayat al-Quran yang melarang manusia membuat kerusakan di bumi. Allah Swt berfirman:
⌧ (٧٧ :)اﻟﻘﺼﺺ
☺
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Hadis ini memberikan aturan untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang merusak lingkungan dan sarana umum lainnya khususnya sumber air sehingga mengganggu banyak orang termasuk kaum muslim lainnya. Nabi Saw. bersabda:
ﻦ َأﺑِﻲ ِ ﻞ ْﺑ َ ﺳﻤَﺎﻋِﻴ ْ ﺴ َﻔ ِﺮ َوِإ ﻦ َأﺑِﻲ اﻟ ﱠ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ﻦ ْﻋ َ ﺷ ْﻌ َﺒ ُﺔ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َ ل َ س ﻗَﺎ ٍ ﻦ َأﺑِﻲ ِإﻳَﺎ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﺁ َد ُم ْﺑ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ﻲ ﻦ اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱢ ْﻋ َ ﻲ اﻟﻠﱠ ُﻪ ﻋَ ْﻨ ُﻬﻤَﺎ َﺿ ِ ﻋ ْﻤﺮٍو َر َ ﻦ ِ ﻋ ْﺒ ِﺪ اﻟﻠﱠﻪِ ْﺑ َ ﻦ ْﻋ َ ﻲ ﺸ ْﻌ ِﺒ ﱢ ﻦ اﻟ ﱠ ْﻋ َ ﺧَﺎِﻟ ٍﺪ ()رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى136ﻦ ِﻟﺴَﺎ ِﻧ ِﻪ َو َﻳ ِﺪ ِﻩ ْ ن ِﻣ َ ﺴِﻠﻤُﻮ ْ ﺳِﻠ َﻢ ا ْﻟ ُﻤ َ ﻦ ْ ﺴِﻠ ُﻢ َﻣ ْ ل ا ْﻟ ُﻤ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ َو “Orang muslim adalah dimana orang muslim yang lainnya merasa selamat dari lisannya dan perbuatannya”. Pembuangan limbah di tempat sumber air/saluran air dan di tempat lainnya yang dapat mengganggu orang lain merupakan perbuatan yang dilaknat Allah dan manusia. Ulama berpendapat perbuatan demikian hukumnya haram dan mendapatkan dosa besar. Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan air yang bersih dan aman tersebut, antara lain: bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak berasa dan berbau, memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI. Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia dan sampah.137
136 137
Al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 26 dalam kitab al-Iman bab 4 hadis no. 10 Budiman Chandra, Kesehatan Lingkungan (Jakarta: EGC, 2006), h. 40
Air merupakan kebutuhan primer manusia, sehingga kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara dapat diukur dari banyaknya air bersih yang dikonsumsikan oleh setiap orang dalam negara tersebut. Perbaikan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, antara lain melalui kebersihan dan kesehatan lingkungan. Hal ini mengingat permasalahan kesehatan lingkungan masih di sekitar pemenuhan sanitasi dasar, seperti penggunaan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat, buang air besar di sembarang tempat, pembuangan sampah di tempat yang tidak semestinya dan buangan limbah rumah tangga tanpa saluran sehingga menimbulkan genangan air.138 Fenomena yang saling bertentangan tampak pada penggunaan sungai di Indonesia. Selain untuk keperluan irigasi, sungai diperlukan untuk keperluan air minum dan keperluan sehari-hari. Pada saat bersamaan, sungai dijadikan tempat pembuangan kotoran manusia dan pembuangan limbah rumah tangga maupun industri yang menimbulkan pencemaran. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi kesehatan masyarakat di banyak negara di dunia juga masih cukup memprihatinkan, yang salah satu penyebabnya adalah air. Kadangkala karena kurang air atau karena air tidak bersih atau tidak sehat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa ada 17 masalah yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yang salah satunya dan masalah yang paling serius adalah air. Sejarah telah membuktikan ada keterkaitan yang erat antara masalah air bersih dan penyakit diare, khususnya kholera. Korban kejadian luar biasa kholera apabila
138
MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 19
diselidiki ternyata mereka telah mempergunakan air minum yang sama dan diperoleh dari satu sumber air yang telah tercemar limbah/kotoran.139 Pengaruh
yang
sangat
dominan
adalah
faktor
kemiskinan,
kekurangtahuan/kebodohan, kekurangan gizi serta buruknya kondisi sanitasi lingkungan, khususnya masalah air bersih dan sarana pembuangan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat. Dengan demikian, untuk menjaga kesehatan manusia maka hendaklah selalu menjaga lingkungan di antaranya menghindari buang air atau mengotori sumber air, tempat berteduh dan jalanan. Dalam hadis tersebut, dinyatakan siapa yang melakukannya akan mendapatkan laknat dari Allah dan Nabi. Pada hadis yang keempat, juga masih berhubungan tentang menjaga higienitas air. Nabi melarang agar tidak membuang air kecil di air yang diam dan tidak mempergunakannya, seperti: mandi, berwudhu, minum, mencuci dan sebagainya di air yang tenang dan menjadi najis itu. Air keruh itu adalah sumber kotoran karena air tersebut tidak mengalir dan tidak berganti yang baru. Nabi bersabda: 140
ﻞ ﻓِﻴ ِﻪ ُﺴ ِ ﺠﺮِي ُﺛﻢﱠ َﻳ ْﻐ َﺘ ْ ﺣ ُﺪ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻤَﺎءِ اﻟﺪﱠا ِﺋ ِﻢ اﱠﻟﺬِي ﻟَﺎ َﻳ َ ﻦ َأ ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ
“Jangan kalian buang air di air yang tenang yang tidak mengalir kemudian mandi di dalamnya”. Secara teks, larangan buang air hanya di air yang tenang/diam. Air yang tak mengalir ialah air/sungai yang mungkin masih dipakai atau mengenai orang lainnya. Tentu saja, biarpun air sungai itu mengalir tetapi air limbah tersebut mengenai orang lain, maka najis, polusi, dan bahayanya akan mengancam kesehatan dan kesucian jasmani. Secara teks, perbuatan yang dilarang hanya buang air kecil yakni pada lafaz
139 140
MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 21 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239
ﺑﺎل. Akan tetapi, yang dimaksud adalah juga termasuk buang air besar karena perbuatan tersebut lebih parah dan makin buruk dampaknya. Kotoran manusia pada dasarnya adalah limbah; saripatinya sudah diambil dan ampasnya dibuang; baik yang berupa air seni maupun berupa kotoran tahi (tinja) begitu juga bila membuang limbah rumah tangga, limbah industri, kotoran binatang dan sampah lainnya. Ketika kotoran itu dibuang pada sembarangan tempat atau lewat jamban yang tidak memenuhi syarat, maka baunya akan menyengak hidung, najisnya akan ditebar lalat dan langau, sementara bakteri dengan penyakit dari produknya akan mewabah bahkan ikut merusak pemandangan dan kesehatan masyarakat. Bahaya wabahnya pun akan lebih cepat terjadi di sungai-sungai. Air sungai adalah sebagai alat transportasi jitu, alat mencuci, mandi dan gosok gigi yang umum; apalagi jika ia dipakai untuk berwudu (mengilangkan hadas).141 Rasulullah mengingatkan: “Janganlah seseorang di antara kamu buang air pada air yang tak mengalir lalu mandi di dalamnya.”142 Para ulama mengharamkan pembuangan limbah di air yang tidak mengalir ataupun sungai yang masih digunakan oleh banyak orang. Hal itu akan merugikan dan memberikan ketidaknyamanan bagi penduduk setempat. Bentuk lafaz nahi pada lafaz
ﻦ ﻟَﺎ َﻳﺒُﻮَﻟ ﱠ
dengan penambahan nun tasydid merupakan takîd (penguat). Hal ini
menandakan bahwa perbuatan tersebut benar-benar harus dihindarkan. Mereka yang melakukannya akan mendapatkan laknat dari Allah, Nabi dan manusia. Penyakit yang diakibatkan parasit pada manusia umumnya disebabkan oleh protozoa dan cacing. Bentuk kista dan tropozoid yang seringkali ditemukan pada tinja, kulit dan bentuk pembuangan lain pada manusia. Kelompok cacing yang 141
Rohan, “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”, h 64 Al-Bukhari, Sahîh Bukhâri, h. 68, hadis no. 239. lihat juga Sahîh Muslîm, h. 136. hadis no. 282. Sunan Abi Dawud, jilid 1, h. 19. hadis no. 69. Sunan Al-Nasâ’i, jilid 1, h. 68, hadis no. 57. Sunan al-Tirmizi, Juz 1, h. 129. 142
menyebabkan penyakit ditemukan dalam tinja manusia, kulit maupun saluran pembuangan lain biasanya berbentuk telur.143 Peranan air dalam memindahkan penyakit, dapatlah diuraikan hal-hal sebagai berikut: 1. Menular melalui air (water borne) Kuman dapat berada dalam air minum untuk manusia. Bila air yang mengandung kuman ini terminum maka dapat terjadi penyakit pada yang bersangkutan, seperti: penyakit diare/kholera, thypoid, , dysentri basiler. 2. Menular melalui peralatan (water washed) Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air bagi kebersihan umum alatalat, terutama alat-alat dapur dan makan serta kebersihan perorangan (mandi, cuci). Contoh penyakit dalam kelompok ini serupa dengan yang terdapat pada jalur melalui air, yaitu: penyakit diare/kholera, thypoid, dysentri basiler. 3. Menular melalui penampungan air (water based) Penyakit ini dalam siklusnya memerlukan perantara. Perantara ini hidup di dalam air. Contoh penyakit ini adalah penyakit schistosomiasis (demam keong). Penyakit ini sering berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari manusia seperti menangkap ikan, mandi, cuci dan sebagainya. 4. Menular melalui serangga (water related insect) Penyakit ini dapat ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit yang mekanisme penularan semacam ini, antara lain: filariasis, dengue, malaria dan yellow fever.144
143
Baequni, SKM, M.Kes dan Narila Mutia Nasir, Islam dan Kesehatan (Pengantar Kesehatan Masyarakat dan Islam), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004). Cet. Ke-1. hal. 183-185 144
MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 22-23. Lihat juga Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan. h. 42
Dengan demikian, hadis ini menganjurkan kepada kita agar menjaga sumber atau saluran air dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesehatan dan kenyamanan bagi manusia. Hadis ketiga dan keempat ini dapat dijadikan hujjah karena telah memenuhi kriteria kesahihan sanad dan matan hadis dan dapat diimplikasikan pada zaman sekarang. Kebersihan Rumah dan Jalan Pada hadis ini, membahas masalah tentang kebersihan rumah dan halaman serta jalanan. Hadis Nabi Saw.:
ﻦ َأﺑِﻲ ِ ﺢ ْﺑ ِ ﻦ ﺻَﺎِﻟ ْﻋ َ س َ ﻦ ِإ ْﻟﻴَﺎ ُ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﺧَﺎﻟِ ُﺪ ْﺑ َ ي ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ َأﺑُﻮ ﻋَﺎ ِﻣ ٍﺮ ا ْﻟ َﻌ َﻘ ِﺪ ﱡ َ ﻦ ﺑَﺸﱠﺎ ٍر ُ ﺤﻤﱠ ُﺪ ْﺑ َ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ُﻣ َ ﺤﺐﱡ ِ ﻒ ُﻳ ٌ ﺐ ﻧَﻈِﻴ َ ﻄ ﱢﻴ ﺤﺐﱡ اﻟ ﱠ ِ ﺐ ُﻳ ٌ ن اﻟﻠﱠﻪَ ﻃَ ﱢﻴ ل ِإ ﱠ ُ ﺐ َﻳﻘُﻮ ِ ﺴ ﱠﻴ َ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ َ ﺳﻌِﻴ َﺪ ْﺑ َ ﺖ ُ ﺳ ِﻤ ْﻌ َ ن ﻗَﺎل َ ﺣﺴﱠﺎ َ ﺸ ﱠﺒﻬُﻮا َ ل َأ ْﻓ ِﻨ َﻴ َﺘ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ َ ﻈﻔُﻮا ُأرَا ُﻩ ﻗَﺎ ﺤﺐﱡ ا ْﻟﺠُﻮ َد َﻓ َﻨ ﱢ ِ ﺟ َﻮا ٌد ُﻳ َ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ َﻜ َﺮ َم ِ اﻟ ﱠﻨﻈَﺎ َﻓ َﺔ آَﺮِﻳ ٌﻢ ُﻳ 145 ِﺑِﺎ ْﻟﻴَﻬُﻮد Sa’id ibn al-Musayyab berkata: “Sesungguhnya Allah itu baik, menyukai kebaikan, suci (bersih) menyukai kebersihan, Allah itu maha Mulia menyukai kemuliaan, maha Penderma menyukai kedermawanan maka bersihkanlah, saya mengira dia berkata “bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah menyerupai kaum Yahudi”. Allah mencintai hal-hal yang baik, wangi, bersih/suci, indah. Agar manusia dicintai Allah, maka seharusnya manusia memiliki sesuatu yang dicintai Allah. Bila Allah mencintai kebersihan maka manusia pun harus selalu bersuci dan bersih. Allah berfirman dalam surat al-Taubah ayat 108:
(١٠٨ :)اﻟﺘﻮﺑﺔ
☺
“Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”. Dalam hadis ke lima ini, terdapat perintah membersihkan halaman rumah. Walaupun disebutkan hanya halaman rumah, tentunya termasuk dalam rumah pun
145
Al-Tirmizi, Sunan at-Tirmidzi, Jilid 4, h. 365 hadis no. 2808
harus dibersihkan karena orang yang senang kebersihan akan dicintai Allah dan kebersihan dianggap sebagai salah bukti keimanan seseorang.146 Orang yang datang ke rumah untuk bertamu atau berkunjung juga merasa senang dan nyaman di rumahnya dan senang kepada pemilik dan penghuni rumah itu. Rumah sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia merupakan tempat membangun kehidupan keluarga. Bentuk rumah seharusnya dapat memberikan wadah kegiatan bagi seluruh anggota keluarga dengan baik. Arti rumah bagi keluarga adalah 1) sebagai tempat berlindung, 2) tempat pembinaan keluarga dan 3) tempat kegiatan keluarga.147 Rasulullah melarang menyerupai kaum Yahudi yang tidak senang bersuci dan segan bersih-bersih sehingga rumah dan lingkungan mereka kumuh, kotor dan berbau yang tidak sedap. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk senantiasa menjaga kebersihan jasmani dengan berwudu atau mandi, memakai wewangian dan sebagainya serta menjaga kebersihan lingkungan terutama rumah dan halaman sekitarnya. Dengan demikian, rumah jadi sehat, kita akan sehat dan terhindar dari penyakit. Salah satu indikator dari kurangnya kebersihan adalah banyaknya lalat di sekitar kita. Jika banyak lalat berterbangan di sekitar kita, maka harus segera dicari penyebabnya. Banyaknya sampah yang menumpuk, sisa makanan yang tercecer di lingkungan rumah dan bau busuk menjadi tempat yang paling disenangi lalat dan tempat berkembangbiaknya. Oleh karena itu, hendaknya diupayakan agar sampah dan sisa-sisa makanan dibersihkan; disapu dan dibuang ke tempat tertutup atau diurug dalam tanah sehingga akan berguna sebagai pupuk tanaman.148
146
Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Muslim, Nabi bersabda: ﺮ ا ْﻟﺈِﻳﻤَﺎن ُﻄ ْ ﺷ َ ﻄﻬُﻮ ُر اﻟ ﱡ (kebersihan itu sebagian dari iman). Lihat Al-Qusyairi, Sahîh Muslîm, h. 119. (Dari Abu Malik alAsy’ari dalam “al-Tahârah” hadis no. 223) 147 Mashuri, Kebersihan dan Kesehatan dalam Ajaran Islam, h. 133 148 Tilarso, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri, h. 31
Hal itu semua bertujuan untuk menciptakan kesehatan lingkungan khususnya rumah dan pemukiman. Kesehatan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar baik terhadap manusia maupun terhadap keseimbangan ekologi dan sumber daya alam. Oleh karena itu, kesehatan lingkungan pada dasarnya merupakan upaya untuk mengendalikan semua faktor yang ada pada lingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan berbagai hal yang merugikan perkembangan fisiknya, kesehatan, kesejahteraannya ataupun kelangsungan hidupnya. Lingkungan yang bersih akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia dan sebaliknya lingkungan yang tidak bersih akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Dampak negatifnya, seperti: dapat menunjangnya berjangkit suatu penyakit; keluarga yang tinggal di sebuah rumah yang berhawa lembab dan kotor, maka mereka mudah sekali terserang penyakit TBC.149 Walaupun hadis kelima ini berkualitas hasan sahih menurut Abu ‘Isa, muhaditsîn dan fuqahâ menggunakan hadis hasan sebagai hujjah. Dengan demikian, hadis membersihkan rumah dan halaman dapat dijadikan hujjah bagi amalan umat dalam kehidupannya. Mengingat Allah mencintai kebersihan maka kita pun harus mempunyai apa yang Dia senangi. Hadis keenam, Rasul juga memperhatikan kebersihan jalan. Rasulullah Saw. memberikan motivasi kepada orang yang menyingkirkan gangguan dari jalan maka dia akan mendapatkan pahala sedekah. Maksud dari ( اﻷذىgangguan) di jalan adalah suatu yang membahayakan bagi manusia dan yang mengotori jalan atau menajiskan dan menjadikan jalan becek, seperti: sampah, paku, batu dsb. Dengan menyingkirkan gangguan dari jalan, dia memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Mungkin saja bila ia mengacuhkan atau
149
MUI, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, h. 100
membiarkan gangguan itu di jalan bisa jadi akan terjadi suatu bahaya atau kecelakaan dan terluka akibat benda tajam dan sebagainya. Allah akan berterima kasih dan mengampuni kepada orang yang menyingkirkan gangguan dari jalan sehingga memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi yang melewati jalan itu. Rasulullah Saw. bersabda:
ﻞ ٌﺟ ُ َل ﺑَ ْﻴﻨَﻤَﺎ ر َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َو َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ن َرﺳُﻮ ﻋ ْﻨ ُﻪ َأ ﱠ َ ﻲ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﺿ ِ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َر ْﻋ َ 150 ﺸ َﻜ َﺮ اﻟﻠﱠ ُﻪ َﻟ ُﻪ َﻓ َﻐ َﻔ َﺮ َﻟ ُﻪ َ ﺧ َﺬ ُﻩ َﻓ َ ﻖ َﻓَﺄ ِ ﻄﺮِﻳ ك ﻋَﻠَﻰ اﻟ ﱠ ٍ ﺷ ْﻮ َ ﻦ َﺼ ْ ﻏ ُ ﺟ َﺪ َ ﻖ َو ٍ ﻄﺮِﻳ َ ﺸﻲ ِﺑ ِ َﻳ ْﻤ “Ketika seseorang melewati di jalan, tiba-tiba ia menemukan ranting berduri lalu ia singkirkan, maka Allah akan berterima kasih dan memberikan ampunan baginya”. Akan tetapi, orang yang sengaja mengganggu orang lain apalagi sesama muslim di suatu jalan maka ia akan mendapat kutukan atau laknat dari Allah dan manusia. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh al-Thabrani, Rasulullah Saw. bersabda: “man adza al-muslimîna wajabat ‘alaihim la’anatuhum”151 (artinya:“siapa yang menyakitkan kaum muslim di jalan mereka, maka ia wajib menerima kutukan dari mereka”). Kebersihan jalan dalam hadis juga dinyatakan pada hadis yang ketujuh; menjelaskan larangan buang air (baik buang air kecil maupun besar) di tempat-tempat umum, di jalanan dan di tempat berteduh. Rasulullah Saw. bersabda:
ب َ ﻦ َأﻳﱡﻮ ُ ل ا ْﺑ َ ﺟ ْﻌ َﻔ ٍﺮ ﻗَﺎ َ ﻦ ِ ﻞ ْﺑ َ ﺳ َﻤﻌِﻴ ْ ﻦ ِإ ْﻋ َ ﺟﻤِﻴﻌًﺎ َ ﺠ ٍﺮ ْﺣ ُ ﻦ ُ ب َو ُﻗ َﺘ ْﻴ َﺒ ُﺔ وَا ْﺑ َ ﻦ َأﻳﱡﻮ ُ ﺤﻴَﻰ ْﺑ ْ َﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ﻳ َ ﻋَﻠ ْﻴ ِﻪ َ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠ ُﻪ َ ِل اﻟﻠﱠﻪ َ ن َرﺳُﻮ ﻦ َأﺑِﻲ ُه َﺮ ْﻳ َﺮ َة َأ ﱠ ْﻋ َ ﻦ َأﺑِﻴ ِﻪ ْﻋ َ ﺧ َﺒ َﺮﻧِﻲ ا ْﻟﻌَﻠَﺎ ُء ْ ﻞ َأ ُ ﺳ َﻤﻌِﻴ ْ ﺣ ﱠﺪ َﺛﻨَﺎ ِإ َ ﻖ ِ ﻃﺮِﻳ َ ﺨﻠﱠﻰ ﻓِﻲ َ ل اﱠﻟﺬِي َﻳ َﺘ َ ل اﻟﻠﱠﻪِ ﻗَﺎ َ ل ا ﱠﺗﻘُﻮا اﻟﱠﻠﻌﱠﺎﻧَ ْﻴﻦِ ﻗَﺎﻟُﻮا وَﻣَﺎ اﻟﻠﱠﻌﱠﺎﻧَﺎنِ ﻳَﺎ َرﺳُﻮ َ ﺳﱠﻠ َﻢ ﻗَﺎ َ َو 152 ﻇﱢﻠ ِﻬ ْﻢ ِ س َأ ْو ﻓِﻲ ِ اﻟﻨﱠﺎ
150
Al-Bukhari, Sahîh Bukhârî, h. 467 dalam kitab al-mazalim, bab man akhadza al-ghusna. lihat juga Sahîh Muslîm, h. 1052 dalam kitab al-birru wa al-silah wa al-adâb, , hadis no. 1914 dan AlMubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi Bisyarh Sunan tirmidzi Jilid 6, h. 192. 151 Sulaiman ibn ‘Abdrahman al-‘Isa, 101 Kekeliruan dalam Thaharah (Jakarta: Pustaka alKautsar, 1997), penterj. Kathur Suhardi, h. 90 152 Al-Nawawi, Sahîh Muslim bi Syarhi al-Nawawî Juz 1, h. 161 dan lihat juga Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud Jilid 1, h. 12. hadis no. 25
“Takutlah kamu dengan dua yang terkutuk, yaitu: buang hajat pada jalan berlalunya manusia dan tempat berteduh mereka”.
ِاﻟﱠﻠﻌﱠﺎﻧَ ْﻴﻦ
(Dua kutukan) tersebut yaitu dua perbuatan yang menyebabkan
pelakunya mendapat kutukan karena orang yang buang air di jalan umum yang dilewati orang banyak berarti menyerahkan dirinya untuk dikutuk, mendapat caci makian orang, membuat mereka marah dan kesal serta mendapatkan laknat dari Allah. Perbuatan tersebut dilarang (bahkan menurut ulama diharamkan) karena hal tersebut dapat mengganggu dan merugikan orang banyak (pengguna jalan dan tempat umum lainnya). Karena kotorannya itu, dapat menajiskan jalan, mengotori bagi yang lewat, mengeluarkan bau tidak enak, mengundang banyak lalat sehingga memungkinkan mendatangkan penyakit dan madarat. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kebersihan lingkungan mempengaruhi kesehatan manusia. Jika lingkungan yang bersih akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia dan sebaliknya lingkungan yang tidak bersih akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu, jalan harus dipelihara agar tetap bersih, indah dan sehat. Jika ditemukan sampah, kotoran, paku, duri atau gangguan lainnya di suatu jalan maka sebisa mungkin dibuang atau disingkirkan. Membuang gangguan dari jalan adalah termasuk hak jalan. Jangan sekali-kali membuang sampah sembarangan atau mengotori jalan karena akan meyebabkan penyakit dan mengganggu orang lain. Jalanan dibuat untuk dilalui. Pembuat jalan dan orang-orang terkait akan mendapat pahala yang mengalir sepanjang niat mengerjakan jalan itu sebagai ibadah dan jalan tersebut dimanfaatkan. Tanpa ada jalan apalagi yang sengaja diatur rapi, pasti hubungan antara manusia sulit dilakukan. Karena itu, jalan sebagai sarana yang sangat strategis. Padanya terdapat hubungan sosial, ekonomi, sosial kemasyarakatan
dan masih lebih luas lagi. Jalan umum merupakan kepentingan masyarakat banyak haruslah saling menjaga. Hadis keenam dan ketujuh dapat dijadikan hujjah dan diamalkan bagi kaum muslim dalam kehidupaanya. Dengan demikian, membuang gangguan atau kotoran dapat menjadi investasi pahala sedekah dan mendapatkan ampunan dari Allah untuk hamba-Nya sebagaimana hadis yang disabdakan Nabi. Selain itu, janganlah buang air, mengotori atau menganggu sarana umum, seperti: jalan, tempat berteduh dan saluran air agar tidak membuat kemarahan atau kebencian orang lain. Dengan amalan demikian, kita menjaga kepentingan dan kenyamanan manusia.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Nabi menganjurkan bahwa segala aspek kehidupan harus selalu bersih. Kebersihan atau higienitas dalam tinjauan hadis adalah sebagai ibadah dan sekaligus cara untuk mendekatkan diri kepada Allah serta cara untuk menjaga kesehatan. Banyak hadis yang membicarakan tentang kebersihan atau higienitas terutama pada kebersihan makanan, sumber air, rumah dan jalan. Menurut ulama, Nabi mengajarkan agar senantiasa menjaga kebersihan makanan dengan menutup tempat makanan atau minuman yang disertai mengucap basmallâh agar terlindung dari wabah yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia dan jika suatu wadah terkena jilatan anjing, maka hendaklah dicuci sebanyak tujuh kali permulaannya dengan memakai tanah/debu. Sedangkan dalam hal kebersihan sumber air, Nabi mengingatkan untuk tidak buang air di sumber air. Sebagian ulama berpendapat perbuatan tersebut haram, ada juga yang mengatakan makruh. Hal ini disebabkan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan dan sangat mengganggu manusia Dalam hal kebersihan rumah dan jalan, ulama berpendapat membersihkan rumah dan halaman rumah, selain dapat memperindah rumah, penghuni rumah akan terpelihara kesehatannya dan kenyamanan sebagaimana Allah menyukai keindahan dan kebersihan. Menyingkirkan gangguan dari jalan, seperti: kotoran, sampah, duri
dan sebagainya bagaikan sedekah baginya karena memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi orang lain. Rasul melaknat dua perbuatan, yaitu: buang air di jalan yang dilewati manusia dan di tempat berteduh karena perbuatan tersebut menyakiti dan mengganggu manusia dari segi penciuman, pemandangan dan kesehatan. Menurut ulama, bimbingan Nabi ini adalah cara yang lebih dulu dikenal manusia untuk menjaga kebersihan lingkungan dari pencemaran yang diatasnamakan agama. B. Saran Setelah menyimpulkan dan mempelajari higienitas perspektif hadis, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Setiap orang hendaknya senantiasa menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungannya (makanan, sumber air, rumah dan jalan) agar tetap terpelihara kesehatannya dan sebagai upaya preventif dari berjangkitnya penyakit. 2. Umat Islam hendaknya tidak menganggap ajaran kebersihan hanya sekedar slogan atau motto tetapi dijadikan pola hidup yang mendidik manusia hidup bersih dan sehat. 3. Dalam upaya menuju atau memperbaiki kesehatan, tidak hanya melalui kebersihan baik kebersihan makanan, sumber air, rumah ataupun jalan. Untuk itu, perlu mengkaji lebih mendalam hal-hal yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kesehatan baik dalam perspektif al-Quran maupun hadis.
DAFTAR PUSTAKA Asqalani al-, Ibn Hajar. Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri. Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyah, tth. juz 1, 10 Assegaf, Muhammad Ali Toha Dr. Smart Healing: Kiat Hidup Sehat menurut Nabi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2007 Baequni, SKM, M.Kes dan Narila Mutia Nasir. Islam dan Kesehatan (Pengantar Kesehatan Masyarakat dan Islam). Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004. Cet. Ke1 Bagho al-, Musthofa Daib. Al-Tadzhib fi Adillati Matn Al-Ghoyah wa Al-Taqrib., Surabaya: Bungkul Indah, 1978 Bukhari al-, Muhammad ibn Isma’il. Sahih al-Bukhari. Riyadh: Bait al-Afkar alDauliyah, 1998 Bustamin dan M.Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004 Chandra, Budiman Dr. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC, 2006 Dagun, Save M.. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara/LPKN, 2000 Fanjari Al-, Ahmad Syauqi, Dr. Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996 ‘Isa al-, Sulaiman ibn ‘Abdrahman. 101 Kekeliruan dalam Thaharah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997. penterj. Kathur Suhardi Jauziyah al-, Ibn Qayyim, ‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud. Beirut: Dar alFikr, tth. Juz 1 , Sistem Kedokteran Nabi. Semarang: Dina Utama Semarang, 1984 Jaziri al-, Abdrahman, Fiqh Empat Mazhab. Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994, Penterj. Moh. Zuhri, Jilid 1 Kailani Al-, Najib, Dr. Tuntunan Kesehatan Menurut Jejak Rasulullah. Surabaya: PT. Bungkul Indah, 1994. Alih Bahasa M. Husaini Mahalli. Ahmad Mudjab KH, Hadis-hadis Muttafaq ‘alaih Bagian Ibadah, Jakarta: Kencana 2003
Majelis Ulama Indonesia, Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut ajaran Islam. Jakarta: MUI, 2000 Mashuri, H. Wagino Ali, Kebersihan dan Kesehatan Islam. Pasuruan: PT. GBI Pasuruan, 1995), cet. Ke-4 Mubarakfuri al-, Muhammad ‘Abd al-Rahman ibn ‘Abd al-Rahim, Tuhfah al-Ahwadzi Bisyarh Jami’ al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Juz 5, 6, 8 Nadjib, Mahmud Ahmad Dr. Pemeliharaan Kesehatan dalam Islam. Jakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1994. Cet. Ke-4. Penterj. Lembaga Penterjemah dan Penulis Indonesia Nasa’i al-, Ahmad ibn Syu’aib. Sunan al-Nasa’i. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Juz 1 Nasution, Harun Prof. Dr, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 1978. Cet. ke-2, jilid 1 Nawawi Al-, Abu Zakaria Yahya bin Musyrif, Riyadh Al-Shalihin. Beirut: Dar AlKutb Al-Islami,tth. ,Sahih Muslim Bisyarh al-Nawawi. Kairo: Dar al-Hadis,t.th. Juz 3, 7,8 Pratiknya, Ahmad Watik dan Abdul Salam M. Sofro, Islam, Etika, dan Kesehatan. Jakarta: Rajawali, 1986. Cet. ke-1 Qardhawi Al-, Yusuf, Dr. Fiqh Peradaban ‘Sunnah sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan. Surabaya: Dunia Ilmu, 1997. Terj. Faizah Firdaus ,Fiqh Thaharah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004. terj. Samson Rahman, MA. Qazwaini al-, Muhammad ibn Yazid. Sunan Ibn Majah. Beirut: Dar al-Fikr, t.th, 1995M/1415H. Pentahqiq. Muhammad Shidqi Jamil al-‘Athor. Jilid 2 Qindi, Seikh Abdul Mun’im, Isyarat-isyarat Kedokteran dalam Al-Quran dan AsSunnah. Jakarta: Akademika Presindo, 2001 Qusyairi Al-, Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajaj, Shahih Muslim. Saudi: Bait al Afkar Al-Dauliyah, 1998. Jilid 1. Rahman, Fatchur, Drs. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: Al-Ma’arif, 2000. Ritonga, A. Rahman Dr. dan Drs. Zainuddin MA, Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997 Rohan, Abujamin “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”. Jakarta: Media Da’wah, 1998 Rohan, H. Abujamin Drs. “Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup”. Jakarta: Media Da’wah, 1998
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Jilid 1. Bandung: PT. al-Ma’arif, 1990. Alih Bahasa: Mahyudin Syaf, Cet. ke-10 Shalih, al-, Subhi, Ulum al-Hadis wa Mushthalahu. Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin, 1997 Shiddieqy Ash-, Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits., Semarang: Pustaka rizki Putra, 1999. Cet. Ke-4. Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992. Cet. Ke-2 Sijistani al-, Abu Dawud Sulaiman ibn al-Asy’ats ibn Ishaq. Sunan Abu Daud. Beirut, Dar Ibn Hazm, t.th. jilid 1 Su’dan, R.H., dr, SKM, Al-Qur’an dan Panduan Kesehatan Masyarakat, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1997) Thahan, Mahmud Dr, Taisir Mushtholah al-Hadits. Bogor: Pustaka Thariq al-‘Izzah, 2005. Terj. Abu Fuad. Tilarso, Hario SpKO dkk, Panduan Peningkatan Kesehatan Santri. Jakarta: CV. KutaBoloh Manunggal, 2005 Tim Lembaga Penelitian UIJ, Konsep Agama Tentang Bersih dan Implikasi dalam Kehidupan Masyarakat Islam. Jakarta: Universitas Islam Jakarta, 1993 Tim Penterjemah Al-Quran, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag) Tirmidzi al-, Muhammad ibn Isa. Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Juz 1, 4 Yaqub, Ali Mushtofa, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000) Zuhaili, Wahbah, Fiqh dan Perundangan Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1995. Penterj. Ahmad Syed Husaain, jilid 1