BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan, yaitu persiapan hewan penelitian dan pembuatan histopatologi organ dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin
(HE) serta pembuatan preparat ulas darah sampai
pengamatan hasil. Kegiatan tahap pertama dilaksanakan di Laboratorium Lapang (kandang C) bagian Non-Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH) Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Petemakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor mulai Desember 2007 sanlpai dengan Maret 2008. Kegiatan tahap kedua dilaksanakan di bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor mulai Maret sampai dengan Juli 2008. Hewan Coba Hewan percobaan yang digunakan adalah 9 ekor mencit (Mus musculus) putih. Penelitian ini menggunakan organ sistem imun yaitu limpa, timus, dan limfonodus serta darah dari mencit (Mus musculus) betina 7 hari post partus. Sampel diambil dari tiga ekor mencit dari masing-masing perlakuan, yaitu kontrol, perlakuan dengan pemberian sop Torbangun 5% dan pemberian dam Torbangun kering 5% pada betina bunting. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan selama masa pra-pemeliharaan atau persiapan kandang yaitu deterjen dan alkohol 70% yang dipergunakan sebagai desinfeksi, serta sekam padi untuk alas kandang. Pada masa adaptasi diberikan obat cacing pyrantel palmoat 500 mg dosis 0,01 cclekor dan antibiotik Amoxycillin@ dosis 0,01 cclekor. Air minum yang akan digunakan selama tahap pemeliharaan adalah air mineral komersial, sedangkan ransum yang dipergunakan adalah campuran ransum ayam komersial dengan daun Torbangun dalam bentuk sop dan dam kering yang dibentuk menjadi pellet.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sayur sop daun Torbangun dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Sop Daun Torbangun Jumlali No. Bahan 250 gr 1. Daun Torbangun segar 575 ml 2. Santan 3. Bawaig putih 2,4 gr 4. Bawangmerah 9,94 gr 5. Kemiri 9 2 gr 6. Kunyit 1,79 gr 7. Jahe L98 gr 8. Laos 1,89 gr 1 tangkai 9. Sereh 10. Merica 043 gr 11. Garam Secukupnya 12. Airjeruk nipis 2 sendok makan Total berat formula 875 m
*
Selanjutnya bahan
yang
digunakan
untuk
pembuatan
preparat
histopatologis dan preparat ulas darah masing-masing adalah Buffer Ne~~tral Formalin (BNF) lo%, alkohol konsentrasi bertingkat (70-loo%), xylol (I dan II), pardm histoplast, larutan pewarna HE (Hematoxylin Eosin), dan Giemsa. Afat Penelitian Peralatan yang digunakan untuk pemeliharaan mencit (Mus musculus) adalah kandang berupa baki plastik berukuran (36 x 28 x 12) cm dengan kawat penutup, timbangan digital, botol air minum, tempat pakan, sarung tangan, masker, sikat baki, sikat botol, kain lap, spoit, alat pengukur suhu dan kelembapan. Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan pakan adalab mixer, drum dyer, mesin pres kaleng, mesin pembuatpellet dan oven. Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah skalpel, gunting, pinset, syring, gelas objek dan tempat penyimpanan jaringan. Untuk pengamatan sediaan histopatologi digunakan alat mikrofotografi dan komputer.
Prosedur Kerja a. Pembuatan Sop Daun Torbangun Pembuatan sayur sop dam Torbangun dilakukan dalam dua proses, yaitu proses pemasakan daun Torbangun menjadi sop, dan proses pengemasan sop daun Torbangun ke dalam kemasan kaleng dan disimpan selama dua minggu. Resep pembuatan s a p sop daun Torbangun diperoleh berdasarkan hasil diskusi dengan seorang wanita suku Batak yang mengerti proses pembuatan sayur sop tersebut. Proses pembuatan sop daun Torbangun adalah sebagai berikut: 1. Daun Torbangun disortasi dan dipisahkan dari tangkai, kemudian
ditimbang. 2. Bumbu-bumbu dibersihkan atau dikupas kemudian ditimbang dan dicuci.
3. Kemiri dan kmyit disangrai atau dibakar terlebih dahulu sebelum diialuskan. 4. Daun diremas-remas dengan menggunakan garam dan diperas untuk
mengurangi bau langu dan cairan hitarn dari dam. Setelah itu, dicuci bersih dan ditiriskan.
5. Bumbu-bumbu dihaluskan. Setelah itu, santan dimasak bersama bumbu, sereh yang telah ditumbuk, dan Butil Hidroksi Toluen (BHT) sebanyak 5 mg per kilogram daun Torbangun pada suhu 75OC . Lalu daun Torbangun dimasukkan dan dimasak hingga matang.
6. Selanjutnya dikemas dalam kemasan kaleng kedap udara dan disimpan dalam suhu mang selama dua minggu. 7. Setelah disimpan selama 14 hari, sop diblender agar menjadi halus,
kemudian dikeringkan hingga menjadi tepung menggunakan drum dryer yang selanjutnya dibuat menjadi pellet. b. Pembuatan Daun Torbangun Kering Daun yang telah dipisahkan dari tangkainya dijemur di dalam ruangan atau ditempat terbuka yang tidak terkena sinar matahari langsung. Setelah dijemur hingga kering, daun kembali dikeringkan dengan oven kemudian digiling hingga halus dan selanjutnya diproses menjadi bentukpellet.
c. Pembuatan Pakan Pakan perlakuan terdiri dari pakan ayam komersial dan dam Torbangun dengan taraf sebagai berikut: K : Pakan (kontrol) S : Pakan (95%) + sop daun Torbangun (5%) D : Pakan (95%) + daun Torbangun kering (5%) d. Pemeliharaan Mencit
Kandang dan semua peralatan yang akan digunakan dicuci bersih dengan menggunakan deterjen, disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%, kemudian alas kandang dilapisi dengan sekam padi. Sebelum diberi perlakuan, selama satu minggu mencit diadaptasikan dalam kandang percobaan. Pemberian obat cacing dilakukan pada hari pertama dan antibiotik pada hari kedua sampai hari keempat. Pemberian ini dimaksudkan agar mencit bebas dari penyakit bakterial maupun cacing yang ada dalam tubuh yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan mencit sebelum diberi perlakuan. Pemberian dilakukan pada hari pertama agar akibat dari stress yang ditimbulkan dari pemindahan tempat, interaksi dengan lingkungan dan teman baru serta akibat dari obat yang diberikan dapat ditekan seminimal mtmgkin sehingga waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi lebii singkat. Kemudian masing-masing satu ekor mencit jantan dan tiga ekor betina disatukan dalam satu kandang. Selanjutnya pemisahan antara mencit jantan dengan mencit betina dilakukan setelah mencit betina bunting. Pemberian ransum perlakuan dimulai pada hari ke-14 setelah bunting dimana sebelum diberikan perlakuan mencit mengkonsumsi pakan ayam komersial atau tanpa penambahan daun Torbangun. Perlakuan diiulai pada hari ke-14 setelah bunting karena merupakan waktu yang paling tepat dan memberikan efek positif tertinggi terhadap daya reproduksi mencit (Wardani 2007). Makanan diberikan ad libitum (selalu tersedia), setiap bari pada pukul 08.00 WIB dan setiap empat hari sekali sekam diganti dengan yang baru. Sehari sebelum penggantian sekam, sekam dijemur di bawah terik matahari dari pagi hari sampai sore hari. Air minum juga diberikan ad libitum melalui botol yang diberi
pipa aluminium (supaya tidak dimakan oleh mencit), dan mencit menghisap air melalui pipa tersebut. e. Pembuatan Preparat Histopatologis Pemanenan organ sistem imun mencit dilakukan pada hari ke-7 post-partus dengan mematikan mencit. Untuk pengambilan sampel organ lirnforetikular dilakukan dengan mengambil organ l h p a , timus, dan limfonodus mencit pada ketiga induk tiap-tiap perlakuan. Organ yang telah diambil, kemudian dipotong tipis dengan ketebalan 0,5 cm dan dimasukkan ke dalam larutan BNF 10%. Selanjunya diproses secara rutin untuk pembuatan sediaan histopatologi yang terdiri dari dehidrasi, clearing, infiltrasi, embedding, sectioning dan staining.
Dehidrasi merupakan proses penarikan air dari jaringan dan meiicegah terjadmya pengerutan terhadap sampel. Sampel jaringan didehidrasi di dalam alkohol bertingkat (alkohol 70, 80, 90, 95%, dan alkohol absolut), xylol I, xylol 11, serta paraffin I dan I1 dengan menggunakan alat automatic tissue processor selruna 2 jam. Clearing atau penjernihan adalah proses intermedier antara proses dehidrasi dengan proses embedding dengan paraffin. Xylol biasanya digunakan sebagai zat dalam proses clearing, karena xylol dapat bercampur dengan air. Selanjutnya dilakukan tahap embedding atau pembuatan blok paraffin. Tahap berikutnya adalah sectioning, yaitu pemotongan jaringan menggunakan mikrotom yang terdiri dari tiga tahap: tahap pemotongan kasar, tahap pemotongan halus dan tahap pengembangan lembaran potongan dalam air hangat (40-45' C). Blok paraffin yang telah dipotong diletakkan pada gelas objek dan dishpan dalam inkubator (37" C) selama 24 jam hingga jaringan melekat sempurna. Untuk mempermudah penglihatan dan pengenalan dalam mikroskop, maka dilakukan staining (pewmaan jaringan). Sebelum melakukan proses pewarnaan dilakukan deparaffinisasi dalam larutan xylol I dan 11. Selanjutnya dilakukan dehidrasi secara bertahap ke dalam larutan alkohol absolut (2 menit), alkohol 95% (1 menit) dan alkohol 80% (1 menit). Sediaan kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Proses pewarnaan diiulai dengan perendaman sediaan dalam pewarna Mayer's hematoksin (8 menit), lalu dicuci dengan air mengalir selama 10 menit. Sediaan
lalu dicelupkan ke dalam larutan Lithium Karbonat (10-15 menit) lalu direndam dalam air kran selama 2 menit. Sediaan kemudian dicelup ke dalam pewarna eosin (2-3 menit) dan dicuci kembali dengan air kran (30-60 detik) untuk menghilangkan k e l e b i i zat warna. Selanjutnya dilakukan rehidrasi dengan larutan alkohol95% sebanyak 10 celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 celupan, alkohol absolut I1 (2 menit), xylol I (1 menit), dan xylol I1 (2 menit). Kemudian sediaan dikeringkan dan ditutup dengan cover glass menggunakan bahan perekat permount.
f. Pembuatan Preparat Ulas Darah Untuk pembuatan preparat ulas darah dilakukan prosedur sebagai berikut : 1. Object glass direndam lebih dahulu dalam alkohol 70% sebelum
dipergunakan, kemudian dibersihkan dengan kapas atau kain lap yang bersih, kering dan bebas lemak. 2. Mencit dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat dengan eter
overdosis. 3. Darah diambil dari jantung semua mencit dari setiap perlakuan, diteteskan
sebanyak satu tetes pada satu sisi object glass. 4. Kemudian satu object glass lain yang masih baik (tepinya masih rata) diletakkan pada permukaan object glass pertama dengan membentuk sudut kira-kiia 30-45". 5. Object glass kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah, darah dibiarkan menyebar sepanjang tepi object glass kedua. 6. Object glass kedua didorong sepanjang permukaan object glass pertama dengan kecepatan yang cukup sehingga terbentuk lapisan darah yang tipis dan merata. 7. Preparat diieringkan dengan mengayun-ayunkannya di udara.
Setelah dibuat preparat ulas, kemudian dilakukan pewamaan Giemsa dengan cara kerja sebagai berikut : 1. Metil alkohol disiapkan dalam cawan pewamaan.
2. Preparat ulas darah diiasukkan ke dalam metil alkohol tadi dan dibiarkan selama 3-5 menit. 3. Setelah 3-5 menit preparat diangkat dan dikeringkan di udara. 4. Setelah kering kemudian dimasukkan ke dalam larutan pewama giemsa selama 15-60 menit. 5. Kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan di udara. g. Pengamatan Sediaan Histopatologi dan Ulas Darah Data diperoleh dengan menhtung atau mengukur parameter-parameter tertentu pada sediaan histopatologi secara kuantitatif. Pengukuran dan penghitungan luas bidang pandang dilakukan menggunakan video mikrometer (Olympus). Organ timus dilakukan pengukuran ketebalan korteks dan medulanya, serta dihitung kepadatan sel timositnya. Untuk membandingkan ketebalan korteks antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan maka dilakukan pengukuran tebal korteks pada 15 titik yang berbeda, sedangkan untuk membandiigkan ketebalan medula dilakukan pengukuran tebal medula pada 2 titik yang berbeda yaitu secara vertikal dan horizontal dari masing-masing sampel tiap kelompok dengan perbesaran 40x. Kemudian, untuk membandingkan kepadatan sel timosit antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan maka dilakukan penghitungan jumlah sel timosit dari masing-masing sampel tiap kelompok dengan perbesaran 100x. Penghitungan dilakukan pada bagian korteks timus di 10 lapang pandang dengan luas lapang pandang 22.56pm2. Data yang didapat kemudian dikonversikan dalam 1000pm2. Untuk organ limpa dan limfonodus diitung jumlah folikel dan diukur diametemya, serta dihitung pula kepadatan sel liioidnya. Untuk membandingkan jumlah folikel antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan maka dilakukan penghitungan jumlah folikel dengan perbesaran 40x. Hasil yang didapat kemudian dikonversikan dalam 1000 pm2 satuan luas. Kemudian, untuk membandingkan
diameter folikel antara kelonlpok kontrol dan kelompok perlakuan maka dilakukan pengukuran diameter folikel dari masing-masing sampel tiap keloinpok dengan perbesaran 40x. Untuk membandiigkan kepadatan sel limfoid antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan maka dilakukan penghitungan jumlah sel limfoid dari masing-masing sampel tiap kelompok dengan perbesaran 100x. Pengbitungan dilakukan pada bagian pulpa putih (folikel) untuk lirnpa dan folikel yang terdapat pada korteks untuk limfonodus di 10 lapang pandang dengan luas lapang pandang 22.56pm2. Data yang didapat kemudian dikonversikan dalam 1000 pmz.
Pada preparat ulas darah dilihat perubahan pada diferensiasi sel darah. Untuk membandingkan jumlah leukosit antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan maka dilakukan penghitungan leukosit dari masing-masing sampel di 10 lapang pandang dengan luas lapang pandang 22.56pm2. Hasil yang didapat
kemudian dikonversikan dalam 1000 pmZ. h. Analisa Data Data yang didapat secara kuantitatif kemudian dianalisa secara deskriptif dan dengan metode analisis statistik ANOVA untuk membandingkan s i g n i f h s i perbedaan antar perlakuan dari masing-masing sampel dalam pengamatan. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan diantara tiap kelompok perlakuan dilakukan uji lanjut dengan analisis Duncan.