BAB I 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tsunami berasal dari bahasa Jepang, yaitu tsu yang artinya pelabuhan dan nami yang artinya gelombang. Jadi, secara harfiah berarti ombak besar di pelabuhan (Wikipedia, 2012). Sebenarnya, tsunami tidak hanya terjadi di pelabuhan. Ini karena karakteristik tsunami mirip dengan gelombang besar yang terjadi di pelabuhan. Energi gelombang akan terkonsentrasi di satu titik, sehingga menimbulkan gelombang yang tinggi dan energi yang cukup besar. Tsunami dapat menjalar hingga kecepatan 900 km/jam atau setara dengan kecepatan pesawat. Di laut dalam, kecepatan tsunami sangat tinggi, tetapi tinggi gelombangnya tidak sampai 60 cm, sehingga efeknya tidak terlalu dirasakan. Saat mencapai pantai yang dangkal, kecepatannya menurun hingga seperti kecapatan orang berlari. Namun, tinggi gelombangnya meningkat puluhan meter dan membentuk gelombang surge. Energinya yang besar dapat merusak bangunan yang dilewatinya.
Gambar 1.1 Tsunami di berbagai kedalaman. Sumber: Pengenalan Tsunami, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Tsunami dapat disebabkan karena gempa bumi yang berpusat di dasar laut, longsoran, letusan gunung di tangah laut, maupun meteor atau benda langit yang jatuh di tengah laut. Namun, kebanyakan tsunami disebabkan karena gempa bumi 1
yang berpusat di dasar laut. Adapun gempa yang berpotensi menyebabkan tsunami sebagai berikut (Wikipedia, 2012): 1. gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km); 2. gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 skala Richter; 3. gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun atau gempa bumi vertikal. Berdasarkan letak geologisnya, Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Lempeng Indo-Australia menekan Lempeng Eurasia sepanjang lepas pantai Sumatra, Jawa sampai Nusa Tenggara. Sedangkan Lempeng Pasifik menekan Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia di Pulau Irian bagian utara, Kepulauan Maluku Utara, serta Pulau Sulawesi. Untuk ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 1.2. Di pertemuan lempeng ini terjadi tekanan sampai saat ketika lapisan bumi tidak mampu menahan tekanan lagi dan terjadilah gempa bumi. Gempa tektonik inilah yang berpotensi menyebabkan terjadinya tsunami di Indonesia.
Gambar 1.2 Pertemuan lempeng di Indonesia. Sumber: Karlz, 2011. Adapun kejadian tsunami yang pernah terjadi di Indonesia antara tahun 19912012 dapat dilihat pada Tabel 1.1. 2
Tabel 1.1 Kejadian tsunami di Indonesia Sumber: Data tahun 1991-2006 dari Wahyu Budi Setyawan (2008) & data tahun 2006-2012 dari BMKG (2012) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Lokasi Alor, Nusa Tenggara Flores, Nusa Tenggara Banyuwangi, Jawa Timur Biak, Papua Obi, Maluku Banggai, Maluku Manokwari, Papua Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Buru, Maluku Pangandaran, Jawa Tengah Bengkulu, Sumatra Panian, Sumattra Barat Sulawesi Utara Manokwari, Irian Jaya Mentawai, Sumatra Tasikmalaya, Jawa Barat Sumatra Irian Jaya Region Mentawai, Sumatra Selatan Pulau Jawa 334 km barat daya Kab. Simulele, NAD 340 km barat daya Kab. Simulele, NAD 454 km barat daya Kab. Simulele, NAD
Tahun 1991 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2006 2007 2008 2008 2009 2009 2009 2010 2010 2010 2011 2012 2012 2012
Dilihat dari data kejadian tsunami tersebut dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup rawan terjadi tsunami. Namun, banyak dari kejadian tsunami tersebut yang tidak diberitakan. Hal ini mungkin disebabkan karena kejadian tersebut tidak terlalu besar, sehingga dampaknya tidak terlalu dirasakan. Ketika tsunami yang dibangkitkan tidak terlalu besar atau tsunami tersebut terjadi di daerah yang tidak berpenghuni, maka tidak akan menjadi masalah. Namun, ketika tsunami mencapai daerah pemukiman, dampak yang ditimbulkan bisa sangat besar. Salah satu kejadian tsunami terbesar di Indonesia ialah yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004. Berdasarkan data tsunami 100 tahun terakhir (NOAA, 2013), tsunami di Aceh tersebut merupakan kejadian terparah dengan korban sebanyak 226889 jiwa. Kerugian yang ditimbulkan diperkirakan mencapai US$ 10 miliar atau setara dengan 100 triliun rupiah. Gambar 1.3 menunjukkan kondisi Uleelhue, Banda Aceh dilihat dari atas sebelum dan setelah kejadian tsunami dilihat dari 3
atas. Pada kondisi sebelum tsunami dapat dilihat bahwa daerah tersebut merupakan daerah permukiman yang cukup banyak penduduknya. Hal ini terlihat dari banyaknya bangunan yang memenuhi kawasan tersebut. Pada kondisi setelah tsunami, hampir tidak ada bangunan yang tersisa. Begitu juga dengan pepohonan di perairan pantai yang melindungi daerah pantai.
Sebelum tsunami
Setelah tsunami
Gambar 1.3 Uleelhue sebelum dan setelah tsunami. Sumber: KeywordPicture, 2013. Kerugian besar yang diakibatkan tsunami terjadi karena gaya tsunami yang besar saat menghantam suatu bangunan. Pada umumnya, semakin tinggi gelombang surge, maka semakin besar kecepatan surge-nya. Hal tersebut menyebabkan semakin besar kerusakan yang ditimbulkan tsunami serta semakin besar debris yang dapat terangkut. Gambar 1.4 menunjukkan rekaman salah satu kejadian tsunami di Jepang. Kejadian tsunami tersebut masih di sekitar daerah pantai. Dalam gambar terlihat bahwa bangunan 2 yang sebelumnya masih kokoh ikut roboh saat dilewati surge tsunami. Di bagian tengah gambar ada dua buah debris berupa bangunan yang sudah roboh sebelum bangunan 2. 4
Bangunan 1
Bangunan 2
Debris
Detik 0 Bangunan 1
Debris
Bangunan 2 Detik 2
Bangunan 1 Bangunan 2 roboh Debris Detik 4
Gambar 1.4 Debris berupa bangunan pada tsunami. Sumber: NHK WORLD breaking news, 2013. Ketika tsunami masih di dekat pantai, energi tsunami masih belum banyak tereduksi. Gaya tsunami yang menghantam bangunan juga masih cukup tinggi. Jika surge yang terjadi cukup tinggi, tsunami mampu merobohkan bangunan yang dilewatinya seperti yang terjadi pada Gambar 1.4 di atas. Setelah tsunami sampai jauh ke daratan dan mencapai permukiman, energinya sudah cukup berkurang. Berbagai bangunan dan pepohonan yang dilewati tsunami dapat dianggap sebagai kekasaran yang mampu mereduksi kecepatannya. Di daerah permukiman yang jauh dari pantai tersebut, gaya tsunami yang menghantam bangunan sudah jauh lebih kecil. Sehingga dimungkinkan bangunan masih cukup stabil. Namun, saat debris yang terangkut tsunami ikut menghantam bangunan, gaya yang terjadi menjadi jauh lebih besar.
5
Debris yang terbawa tsunami dapat menambah gaya yang menghantam bangunan. Gaya akibat debris sendiri dapat berupa gaya drag maupun gaya impact. Debris dengan massa yang relatif ringan, misalnya berupa potongan-potongan kayu atau sampah akan memberikan pengaruh berupa gaya drag. Sedangkan debris besar dengan massa yang relatif berat akan memberikan pengaruh berupa gaya impact. Debris yang memberikan pengaruh impact inilah yang menjadi bahan dalam penelitian ini. Pada saat debris menghantam bangunan, gaya impact akibat debris hanya terkonsentrasi di satu titik. Berbeda dengan gaya surge akibat tsunami yang bekerja pada seluruh bidang yang terkena air, tekanannya pun akan terdistribusi di sepanjang bidang. Gaya impact yang terkonsentrasi di satu titik membuat tekanan yang terjadi menjadi sangat besar. Sehingga pada total gaya yang sama antara gaya surge dan gaya impact, kerusakan yang disebabkan oleh gaya impact akan lebih besar.
Gambar 1.5 Kerusakan bangunan akibat tsunami. Sumber: Dan Palermo and Ioan Nistor, 2008. 6
Gambar 1.5 menjunjukkan kerusakan bangunan akibat tsunami dan penyebab kerusakannya. Ada yang memang disebabkan oleh konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar seperti pada gambar di bagian kiri bawah. Pada gambar di bagian kiri atas dan kanan bawah kemungkinan disebabkan karena tsunami yang masih cukup besar. Hal ini terlihat dari bangunan di sekitar yang sudah tidak berdiri utuh. Kemudian, pada gambar di bagian kanan atas, bangunan masih utuh dan stabil. Kemungkinan kecepatan tsunami sudah kecil saat mencapai daerah tersebut. Namun, ada satu kerusakan di bagian kolom yang seharusnya masih kokoh, mengingat kondisi tsunami yang sudah tidak ekstrim. Kerusakan tersebut disebabkan oleh gaya impact akibat debris. Dari kejadian tersebut dapat dibayangkan seberapa besar gaya impact debris dapat memperparah kerusakan. Kolom yang seharusnya stabil pun dapat mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat lebih parah ergantung kondisi debris saat menghantam bangunan. Misalnya jika kecepatan debris besar atau jumlahnya banyak dan menyerang secara bertubi-tubi. Berikut merupakan contoh debris yang terbawa saat tsunami. Gambar 1.6 menunjukkan contoh debris tunggal berupa buoy yang terbawa saat tsunami Jepang sampai ke Amerika. Sedangkan Gambar 1.7 menunjukkan debris berupa kumpulan mobil.
Gambar 1.6 Debris berupa buoy yang ditemukan setelah tsunami. Sumber: John Ingraham (Michael Bradbury, 2012). 7
Gambar 1.7 Debris berupa kumpulan mobil pada Tsunami Jepang 2011. Sumber: Yomiuri Shimbun/AFP/Getty Images (The Telegraph, 2013). Dari beberapa penjelasan di atas dapat dilihat bahwa debris pada tsunami dapat memperparah kerusakan. Pada kondisi tsunami yang tidak signifikan pun, daya rusak akibat gaya impact debris masih cukup besar. Massa, kekakuan, dan kecepatan suatu debris berpengaruh pada besarnya gaya akibat debris. Selain itu, kondisi debris saat menghantam struktur juga berpengaruh pada gaya yang diterima bangunan. Sebagai contoh saat sekelompok debris menghantam bangunan secara bersamaan, gayanya lebih besar daripada saat menghantam satusatu. Begitu juga saat arah hantaman tegak lurus bangunan, gayanya akan lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh debris dalam penambahan gaya bangunan. Kecepatan debris juga dianalisis untuk mengetahui pengaruh kecepatan tsunami terhadap kecepatan debris, kemudian pengaruhnya terhadap gaya impact. Debris dimodelkan agar massa jenisnya melebihi massa jenis air, yaitu menggunakan pasta semen yang dimasukkan dalam bola mainan plastik. Untuk pengujiannya, debris disebar merata di depan bangunan untuk mendapatkan gaya yang random. Kemudian, dilakukan pengujian juga untuk kondisi menggunakan pengarah agar debris menghantan pusat bangunan. Jumlah debris divariasikan sebanyak 1, 2, dan 3 buah debris. 8
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. mengetahui kecepatan surge pada tsunami yang melewati debris berupa bola beton; 2. mengetahui pengaruh jarak debris dari lokasi awal dan kecepatan surge terhadap kecepatan debris yang terbawa tsunami; 3. mengetahui pengaruh adanya debris yang terbawa tsunami terhadap gaya yang diterima bangunan. 1.3
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai dasar bagi pengembangan ilmu tentang debris berupa bed load pada tsunami. 2. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan besarnya pengaruh debris terhadap gaya tsunami yang menghantam bangunan, sehingga dapat dirancang besarnya kekuatan bangunan yang lebih tahan terhadap gaya tersebut. 1.4
Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan sebagai berikut. 1. Pembangkitan gelombang menggunakan dam break. 2. Tinggi gelombang tsunami yang dipakai ialah tinggi gelombang di dekat pantai (saat akan mengenai bangunan). 3. Slope pantai diasumsikan horizontal. 4. Bangunan kolom diasumsikan sangat kaku dan kuat menahan gaya tsunami. 5. Gelombang yang dibangkitkan menggunakan air tawar. 6. Gaya akibat debris difokuskan pada gaya impact. 7. Debris yang digunakan berupa bola beton untuk simplifikasi masalah.
9