1
TEKNIK ANAMNESIS PASIEN INFERTILITAS ; BERBASIS PENGALAMAN EMPIRIS DAN EVIDENCE BASED MEDICINE Tono Djuwantono, Mulya Nusa A.Ritonga
I.
PENDAHULUAN Definisi yang paling umum diterima untuk istilah infertilitas adalah tidak adanya kehamilan sesudah 1 tahun melakukan 1, 2 hubungan seksual tanpa proteksi. Infertilitas terjadi pada 15% pasangan usia reproduktif. Di Jawa Barat tahun 2004 diperkirakan sekitar 10-15% dari jumlah penduduk mengalami masalah infertilitas. Prevalensinya tetap selama 50 tahun terakhir, meskipun 3 telah terjadi pergeseran etiologi dan umur populasi pasien. Perbaikan pengobatan infertilitas telah memberikan banyak pasien keberhasilan untuk memiliki anak. Teknologi baru dan maju ini mencakup fertilisasi in vitro (IVF), injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI), dan prosedur-prosedur terkait lainnya dalam Teknik Reproduksi Berbantu (TRB). Fertilitas didefinisikan sebagai kapasitas bereproduksi. Istilah ini harus dibedakan dari fekundabilitas, yang berarti kemungkinan untuk mendapat kehamilan setiap bulannya, dan fekunditas, yang berarti kemampuan untuk mendapatkan lahir hidup dalam satu siklus menstruasi. Tingkat fekundabilitas pada pasangan normal ±0,22/bulan. Tingkat fekunditas yang diestimasi yaitu± 0,150,18/bulan, yang menggambarkan tingkat kehamilan kumulatif 4 90%/tahun. Berbeda dengan pandangan umum, sekilas insiden infertilitas relatif tidak berubah selama 3 dekade terakhir. Tetapi evaluasi dan terapi infertilitas telah berubah secara dramatis. Tiga perkembangan besar mempunyai dampak yang paling besar. Pertama yaitu pengenalan dari fertilisasi in vitro (IVF), dan teknologi bantu reproduksi lainnya. Reproduksi Berbantu (TRB) telah memberikan peranan untuk mempelajari proses reproduksi
1
memberikan jalan yang baru, bahkan lebih dan memperbaiki prognosis terhadap banyak pasangan infertil, terutama pada pasangan yang berkaitan dengan kerusakan tuba yang berat atau faktor pria. Kedua , perubahan demografik yang berakibat lebih banyak jumlah wanita yang berusaha hamil pada usia yang lebih tua saat kesuburan secara biologi berkurang. Ketiga, TRB yang maju dan perhatian mengenai kaitan usia-penurunan kesuburan telah menarik perhatian dan meningkatkan kesadaran terhadap infertilitas dan pengobatan modern. Sebagai akibatnya, pasangan infertil lebih cendrung mencari nasihat, evaluasi, dan pengobatan dan jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Berhubungan dengan hal tersebut diatas makalah ini akan membahas mengenai teknik anamnesis yang umum digunakan pada pasangan infertilitas yang strukturnya didasarkan pada pengalaman empiris dan evidence based medicine. II. TINJAUAN EVIDENCE BASED MEDICINE Evidence-based medicine (EBM) adalah penerapan hasil-hasil penelitian dalam lingkup perawatan kesehatan. Hal inin diharapkan akan meningkatkan kualitas dan konsistensi perawatan kesehatan, dengan menerapkan pengetahuan paling terbaru tentang diagnosis dan pilihan terapi kedalam praktik klinis, bersama-sama dengan pengalaman profesional dan pendapat para ahli. Penerapan EBM akan membuat praktisi dan pasien mengambil keputusan mengenai diagnosis dan terapi dalam kerangka kerja yang rasional dan 5 transparan. Sejarah EBM sendiri tersebar sejak lama, dari jaman Yunani hingga Cina. Meskipun pengujian efikasi intervensi medis telah ada sejak jaman Ibnu Sina pada abad ke-11 namun baru pada abad ke20 usaha-usaha ini terwujud dan mempengaruhi hampir seluruh lini pelayanan dan kebijakan kesehatan. Profesor Archie Cochrane seorang epidemiologis berkebangsaan Skotlandia, melalui bukunya Effectiveness and Efficiency: Random Reflections on Health Services (1972) banyak mengembangkan dasar-dasar konsep EBM. Nama Cochrane kemudian diabadikan pada pusat penelitian EBM -
2
Cochrane Centres — dan organisasi internasional yang telah kita 6 kenal,Cochrane Collaboration. 5 Tabel 1. Hirarki dalam Evidence Based Medicine Level Evidence 1a Systematic Review dan meta-analisis dari beberapa RCT 1b Paling tidak terdapat satu RCT
Tingkat A
Kekuatan Evidence Langsung berdasarkan evidence level 1
B
Langsung berdasarkan evidence level 2 atau rekomendasi tidak langsung level 1 Langsung berdasarkan evidence level 3 atau rekomendasi tidak langsung level 2 Langsung berdasarkan evidence level 4atau rekomendasi tidak langsung level 3 Pandangan kelompok penyusun guideline
2a
Terdapat satu penelitian terkontrol tanpa randomisasi
C
2b
Terdapat satu penelitian quasi-experimental
D
3
Penelitian noneksperimental : Penelitian perbandingan, penelitian hubungan/korelasi atau studi kasus Pendapat pakar/ahli atau laporan komisi tertentu.
4
GPP : Good Practice Point
Sumber : Glasziou & Mar. Evidence-based practice workbook, 5 bridging the gap between health care research and practice. 2003. Pada tahun 1990, EBM telah berkembang menjadi suatu metode pengembangan dan evaluasi perawatan pasien. EBM mengkombinasikan bukti dari penelitian terbaik dengan kondisi nyata pasien untuk menyimpulkan tindakan medis yang akan diberikan. Tinjauan ini berdasarkan semua penelitian medis dan literatur yang dilakukan pada beberapa pasien atau pada banyak pasien yang membantu dokter dalam menganalisa diagnosis, untuk memilih jenis uji, jenis terapi dan pencegahan yang paling tepat.
3
Dengan menggunakan EBM, klinisi dapat mengembangkan panduan-panduan dalam melakukan evaluasi dan terapi kondisi5 kondisi tertentu pada pasien. Systematic reviews literatur medis, randomized controlled trials (RCT) skala besar, dan penelitan prospektif besar lainnya adalah tipe-tipe penelitian literatur medis yang sering dipergunakan untuk menyediakan bukti-bukti ilmiah mengenai uji atau perlakuan tertentu. Pengalaman empiris yang didapat dari satu pasien atau beberapa pasien dianggap kurang memiliki bukti yang cukup kuat, meskipun mungkin saja mereka dapat memberikan petunjuk mengenai efek samping perlakuan yang khas. Sehingga EBM membagi tingkatan bukti-bukti ilmiah tersebut 5, 6 dalam satu hirarki yang dapat dilihat pada tabel 1. Pada uraian selanjutnya, makalah ini akan didasarkan pada EBM dalam Fertility: assessment and treatment for people with fertility 1 problems terbitan Royal College of Obstetrics and Gynaecology . III. ANAMNESIS PADA PASANGAN INFERTIL Pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah karena masing-masing mungkin memiliki kontribusi potensial dalam penyebab infertilitasnya. Pendekatan diagnosis infertilitas memerlukan evaluasi awal yang komplit dan efisien. Evaluasi harus dimulai dengan anamnesis mendetil dan pemeriksaan fisik komplit pada pasangan tersebut. Anamnesis pada infertilitas diharapkan telah mencakup seluruh faktor predisposisi terjadinya infertilitas. Kedua patner sebaiknya hadir pada setiap kunjungan evaluasi. Ini penting untuk menilai sikap kedua pasangan, dan masing-masing dapat memberikan informasi dan persepsi bila yang lainnya lupa atau tidak tahu. Kunjungan bersama juga meyakinkan bahwa kedua patner mengerti informasi, pilihan dan anjuran yang mungkin ditawarkan dan masing-masing mempunyai kesempatan yang sama untuk 1, 7 bertanya langsung.
4
Tabel 2. Rekomendasi mengenai pengelolaan pasangan infertilitas Topik Rekomendasi Pasangan yang memiliki masalah dengan konsepsi harus ditemui bersama-sama karena kedua partner akan C dipengaruhi dan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan terkait investigasi dan terapi Pasien harus mendapatkan informasi untuk membuat keputusan mengenai perawatan dan terapi mereka berdasarkan evidence based medicine. Pilihan ini harus C menjadi bagian integral dari proses pengambilan keputusan. Informasi verbal sebaiknya dilengkapi dengan informasi tertulis atau visual Pasangan harus mendapatkan informasi bahwa stresor pada pasangan pria atau wanita dapat mempengaruhi hubungan keduanya dan mungkin mengurangi libido dan C frekuensi intercourse yang dapat mempengaruhi masalah fertilitas Pasangan dengan masalah fertilitas sebaiknya ditangani oleh tim spesialis karena akan meningkatkan efektivitas D dan efesiensi terapi selain juga meningkatkan kepuasan
Sumber : National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health Commissioned by the National Institute for Clinical Excellence. Fertility: assessment and treatment for people with 1 fertility problems.2004 Riwayat morbiditas yang ditemukan sebaiknya mencakup riwayat penyakitnya, pemeriksaan yang telah dilakukan dan terapi yang telah didapat. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapat mungkin dapat membuat kita lebih fokus pada arah morbiditas tertentu, namun hal ini tidak boleh menyebabkan kita menjadi melewatkan faktor lain yang mungkin terkait. Klinisi infertil harus selalu mengingat 4 tujuan dasar dalam terapi infertilitas, yaitu : 1. Mengidentifikasi dan mengoreksi penyebab spesifik infertil bila mungkin.
5
2.
3. 4.
Memberikan informasi yang tepat dan menghilangkan informasi yang salah yang biasanya didapati dari teman atau mass media Memberikan dukungan emosi selama usaha terapi dilakukan. Membimbing pasangan yang menjalani pengobatan standard yang tidak hamil beralih ke alternatif, termasuk IVF, pengunaan donor gamet (oosit atau sperma), dan adopsi
Tabel 3. Rekomendasi mengenai pengelolaan pasangan infertilitas Topik Rekomendasi Pasangan infertil harus mendapatkan informasi bahwa 84% pasangan akan mendapatkan konsepsi setelah 1 tahun menikah bila tidak menggunakan kontrasepsi dan koitus yang D teratur. Dan pada tahun kedua angka kumulatifnya menjadi 94%. Pasangan infertil harus mendapatkan informasi bahwa fertilitas wanita akan menurun setara dengan bertambahnya usia. Dampak usia pada fertilitas pria belum jelas. Dengan C koitus yang teratur 94% wanita usia 35 tahun dan 77% usia 38 tahun akan mendapatkan konsepsi setelah menikah 3 tahun Pasangan infertil sebaiknya dianjurkan lebih teratur dalam koitus setiap 2 hingga 3 hari untuk meningkatkan kemungkinan hamil. Penjadwalan koitus mendekati hari C ovulasi hanya menyebabkan stress pada pasangan dan tidak dianjurkan Siklus menstruasi adalah hal penting yang harus ditanyakan dalam pemeriksaan infertilitas. Wanita yang mendapat B menstruasi reguler setiap bulan merupakan tanda dapat berovulasi dengan baik
Sumber : National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health Commissioned by the National Institute for Clinical Excellence. Fertility: assessment and treatment for people with 1 fertility problems.2004
6
Infertilitas merupakan masalah yang melibatkan kedua pasangan. Konsultasi tidak lengkap jika hanya wanita yang dievaluasi. Ansietas merupakan hal yang sangat umum, dan banyak pasangan mencari konsultasi sesudah beberapa bulan hubungan seksual tanpa proteksi. Tes diagnostik tidak diperlukan jika pasangan belum mencoba hamil sedikitnya selama 1 tahun, kecuali jika jelas ada patologi tertentu yang menyebabkan keterlambatan hamil. Penjelasan singkat mengenai fisiologi reproduksi dan penentraman biasanya cukup untuk mengurangi ansietas pasangan 3, 8, 9 tersebut. Asal mula infertilitas sama-sama disebabkan oleh faktor lakilaki atau wanita; penyebabnya banyak. Faktor wanita bertanggungjawab untuk 46,7% infertilitas. Faktor laki-laki bertanggungjawab untuk 19,0% infertilitas. Kombinasi faktor lakilaki dan wanita menyebabkan fertilitas 18,2%. Etiologinya yang tidak diketahui terjadi pada 11,2% pasangan dan penyebab- 8 penyebab lain teridentifikasi pada 5,2% pasangan. Pasien harus memberikan kopi catatan medis sebelumnya dan harus melengkapi kuesioner riwayat medis yang diajukan sebelum konsultasi awal. Dapatkan riwayat medis rinci mengenai tipe 10-12 infertilitas (primer atau sekunder) dan durasinya. Dapat dimengerti, semua pasangan, terutama pasangan infertil, sangat tertarik mempelajari segalanya dimana mereka mungkin berbuat maksimal agar mendapat kehamilan. Gaya hidup dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi fertilitas dan harus dipertimbangkan dan dibicarakan. Hampir 62% wanita Amerika kelebihan berat badan dan lainnya 33% obesitas. Kelebihan berat badan didefininsikan dengan indeks massa tubuh (BMI) lebih besar dari 25; dan yang besar dari 30 disebut obesitas. Abnormalitas dari sekresi GnRH dan gonadotropin relatif sering pada berat badan lebih, obesitas dan yang berat badan kurang (BMI kurang dari 19). Hubungan antara BMI dan kesuburan pada pria belum diteliti 13-15 secara rinci. Beberapa hal yang dapat dikontrol pasangan adalah penyalahgunaan zat, merokok atau penyalahgunaan obat (obatobatan rekreasional) yang dapat mempengaruhi infertilitas.
7
Marijuana menghambat sekresi dari GnRH dan dapat menekan fungsi reproduksi dari pria dan wanita. Pada wanita, marijuana dapat mengganggu fungsi ovulasi. Pengunaan kokain dapat merusak spermatogenesis dan berkaitan dengan peningkatan resiko penyakit tuba. Konsumsi alkohol yang berat pada wanita biasa menurunkan fertilitas; pada pria telah dikaitkan dengan penurunan kualitas semen dan impoten. Asupan alkohol dalam jumlah yang sedang juga mengurangi fekundabilitas, walaupun hasil penelitian masih bertentangan. Pada pria dan wanita, walau pada jumlah yang sedang, konsumsi alkohol berkaitan dengan angka kehamilan yang lebih rendah dengan TRB. Penelitian tidak berhasil memastikan dampak buruk kafein (lebih dari 250mg/hari, 2 minuman standard) terhadap fertilitas, walaupun kadar yang lebih tinggi dapat memperlambat kehamilan atau meningkatkan 7, 16 terhentinya kehamilan. Gambar 1. Waktu yang dibutuhkan untuk hamil pada pasangan yang berusaha hamil 17 Sumber : WHO infertility initiatives 2009 IV. ANAMNESIS KHUSUS DAN INVESTIGASI PADA WANITA Pada wanita, faktor yang paling berkaitan dengan riwayat medis dan fisik antara lain: Riwayat: • Gravida, paritas, keluaran kehamilan dan hubungan dengan komplikasi • Lama dan karateristik siklus, onset dan beratnya dismenoroe • Frekuensi senggama dan disfungsi seksual lainnya
8
• Lamanya infertil dan hasil evaluasi dan pengobatan sebelumnya • Operasi sebelumnya, indikasi dan hasilnya, penyakit sebelumnya dan yang diderita sekarang, termasuk episode penyakit radang panggul dan penyakit menular lainnya. • Riwayat Paps smear abnormal dan pengobatan lanjutnya • Pemakaian obat saat ini dan alergi • Pekerjaan dan penggunaan rokok, alkohol, dan obat lainnya • Riwayat lahir cacat pada keluarga, retardasi mental, menopaouse dini dan kegagalan reproduksi • Gejala penyakit tiroid, nyeri panggul dan perut, galaktoroe, hirsutism dan dispareunia Pemeriksaan fisik: • Berat dan indeks massa tubuh • Semua pembesaran tiroid, nodul dan nyeri • Sekresi payudara dan karateristiknya • Tanda kelebihan androgen • Nyeri panggul atau perut, pembesaran organ atau massa • Abnormalitas dari serviks atau vagina, sekresi atau discharge • Setiap massa, nyeri, atau nodul di adneksa atau cul de sac PENGARUH UMUR PADA INFERTILITAS Penelitian mengenai fertilitas menunjukan kesuburan menurun sesuai dengan pertambahan umur. Pada usia 24, 11% wanita tidak melahirkan anak setelah umur 34, 33% infertil pada 18 umur 40, dan 87% infertil pada umur 45. Bukti lain yang menunjukan efek umur terhadap fertilitas didapat dari angka hamil kumulatif pada wanita yang mencoba hamil dengan inseminasi buatan dengan sperma donor. Pada suatu penelitian dari 2000 wanita yang menjalani hingga 12 siklus inseminasi, angka kehamilan paling tinggi pada umur 25 atau lebih muda (73%) dan umur 26 – 30 (74%), 16% lebih rendah (62%) pada wanita umur 31 – 35, dan 27% lebih rendah pada umur lebih dari 35. Penelitian inseminasi donor di Amerika menunjukan hasil yang
9
sama, angka kehamilan lebih rendah dan jumlah inseminasi per 19 kehamilan 2 kali lipat lebih tinggi pada usia 35. Hubungan umur dengan penurunan angka kelahiran hidup bukan hanya mencerminkan penurunan fertilitas tetapi juga peningkatan keguguran. Sama dengan penurunan fertilitas dengan peningkatan umur, insiden abortus spontan secara klinis juga meningkat dengan meningkatnya usia. Angka abortus spontan pada kehamilan normal umumnya rendah dan menetap hingga usia 30 (7 – 15%) dan kemudian meningkat sedikit pada usia 30 – 34 (8–21%) tetapi kemudian meningkat pesat pada usia 35 – 39 (17 – 28%) dan umur 40 atau lebih (34 – 52%). Selama kehidupan fetal, germ sel berploriferasi dengan cepat. Mitosis menghasilkan 6 – 7 juta oogonia pada usia 16 – 20 minggu kehamilan. Sejak itu, populasi germ sel akan menurun secara eksponen melalui gen yang mengatur apoptosis. Transformasi ke oosit setelah pembelahan miotik, jumlah germ sel berkurang hingga 1 – 2 juta sewaktu lahir dan sekitar 300.000 – 500.000 pada waktu memasuki pubertas. Selama 35 – 40 tahun kehidupan reproduksi, hanya 400 – 500 oosit yang akan berovulasi, sisanya akan atrofi. Selama reproduksi, angka folikel berkurang secara konstan dan berangsur-angsur hingga umur 37 – 38 tahun (ketika tersisa 25.000 oosit) dan bertambah cepat selama 10 –15 tahun sebelum menopause. Pada saat menopause tersisa kurang dari 19 10.000. Karateristik menstruasi wanita yang lebih tua berkaitan dengan sisa folikel yang tertinggal. Secara keseluruhan, pengamatan ini menunjukan menopause terjadi ketika jumlah folikel yang tertinggal dibawah batas kritis ( sekitar 1.000), tanpa memperhatikan umur saat itu. Saat jumlah folikel di ovarium terus berkurang dengan bertambahnya umur, lebih cepat lagi setelah mendekati umur 38, pengamatan stimulasi siklus menunjukan bahwa folikel yang berumur juga menjadi kurang sensitif terhadap rangsangan gonadotropin. Tetapi jumlah estradiol yang disekresi oleh folikel yang muncul dan tumbuh menjadi matang sebanding dengan wanita yang muda. Penelitian perkembangan folikel ovarium dan
10
hormon cairan folikel preovulatori pada wanita yang lebih tua dan muda tidak menunjukan kaitan umur-penurunan fungsi folikel, 20, 21 sekali dimulai pertumbuhan dan perkembangan. Bukti yang terkumpul sangat kuat menunjukan penyebab utama penurunan fekundabiliti yang umur dependen dan peningkatan insiden keguguran spontan adalah karena peningkatan prevalensi aneuploidi oosit yang berumur, yang diakibatkan mekanisme pengaturan yang salah dalam memulai formasi miotik 20 dan fungsi spindle. Cendrungnya penurunan fertilitas dengan peningkatan umur dan peninggian kadar Folicle Stimulating Hormone (FSH) merupakan indikasi yang paling dini dari reproduksi wanita yang berumur, ini logis untuk mengantisipasi bahwa peningkatan konsentrasi FSH mempunyai nilai prognostik. Sebenarnya, awal fase folikular (siklus hari 3) konsentrasi FSH paling simpel dan tetap 22, 23 paling sering digunakan untuk mengukur cadangan ovarium. RIWAYAT MENSTRUASI Riwayat menstruasi saja sering dapat menegakan diagnosa anovulasi. Haid pada wanita yang berovulasi normal umumnya teratur, dapat diprediksi, volume dan lamanya tetap, dan khasnya diikuti dengan gejala premenstruasi dan menstruasi. Sebaliknya wanita anovulatori umumnya tidak teratur, tidak terprediksi, jarang, karakteristik aliran bervariasi, dan tidak ada pola molimina yang tetap. Wanita dengan pola mens yang pertama hampir selalu ovulatori. Wanita dengan pola yang terakhir dapat juga berovulasi tetapi tidak sering dan tidak teratur untuk reproduksi yang efisien, dan tidak diperlukan tes yang spesifik untuk membuktikan apa yang 3 sudah jelas. Pada pasien dengan amenore primer, uterus intak dan payudara yang berkembang baik, kita harus menanyakan mengenai adanya nyeri pelvis siklik. Kelainan duktus muleri atau struktur embrionik lainnya yang patut diduga pada pasien dengan keluhan nyeri seperti ini. Bila tidak ditemukan adanya nyeri siklik, pasien dapat kita pikirkan sebagai hipergonadotropik atau normohipogonadotropik hipogonadisme berdasarkan kadar FSH.
11
Pada pasien dengan amenore sekunder, kita harus memulai investigasi dengan menyingkirkan terlebih dulu adanya riwayat hipofisektomi, ovarektomi bilateral, histerektomi, radiasi dan kemoterapi. Hal ini dilanjutkan dengan eksklusi kehamilan. Riwayat pemakaian obat yang berdampak pada ovulasi atau pada endometrium juga mungkin menyebabkan amenore. Amenore yang terjadi setelah kuretase atau riwayat endometritis mengarah 7 pada kecurigaan adanya Sindroma Asherman’s. Tabel 4. Rekomendasi mengenai berat badan pada pasangan infertil Topik Rekomendasi Wanita dengan BMI > 29 harus mendapatkan informasi B bahwa mereka lebih lama baru mengalami konsepsi Wanita dengan BMI > 29 dan anovulasi harus mendapat informasi bahwa menurunkan berat badan akan B meningkatkan kemungkinan keberhasilan konsepsi Bergabung dengan kelompok latihan dan diit pada wanita infertil, kemungkinan keberhasilannya lebih tinggi daripada A menurunkan berat badan saja Pria dengan BMI > 29 harus mendapat informasi bahwa C tingkat fertilitasnya berkurang dibanding yang lain. Wanita dengan BMI < 19 dengan menstruasi irregular atau amenore harus diberikan nasihat bahwa peningkatan berat B badan akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan kehamilan Wanita yang akan mengikuti program TRB disarankan untuk menjaga berat badannya pada rentang 19-30. B Female Body Mass Index diluar rentang ini akan menyebabkan pengurangan keberhasilan program TRBnya
Sumber : National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health Commissioned by the National Institute for Clinical Excellence. Fertility: assessment and treatment for people with 1 fertility problems.2004 Amenore yang terjadi pasca salin dengan perdarahan banyak dan gagal laktasi mengarah pada kecurigaan adanya Sindroma Sheehan. Jika amenore terjadi pada pasien dengan tuberkulosis, skistosomiasis atau iradiasi endometrium kita harus mencurigai
12
adanya kerusakan endometrium. Selain hal-hal tersebut diatas kita juga harus ingat pengaruh faktor psikis, faktor nutrisi dan latihan fisik yang berat yang seringkali menjadi penyebab amenore sekunder. Amenore sekunder yang diikuti dengan hot flushes perlu diikuti dengan pemeriksaan karyotyping. Karyotyping dapat memberikan hasil adanya sindroma Turner. Pemeriksaan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan serum luteinizing hormone (LH), FSH dan estradiol bersamaan dengan pemeriksaan ultrasound transvaginal untuk membedakan antara idiopathic premature menopause dan resistant ovary syndrome. Kasus amenore sekunder yang diikuti dengan gejala hirsutisme harus dimulai dengan menyingkirkan riwayat pemakaian obat yang memiliki 7, 19 dampak androgenik. PROFIL ENDOKRIN Profil endokrin dasar dilakukan secara optimal selama 3 hari pertama siklus. Penting untuk diperhatikan bahwa di laboratorium, tempat pemeriksaan berlangsung, diperlukan referensi kisaran normal hasil uji. Referensi kisaran bervariasi pada setiap laboratorium yang berbeda dan dapat sangat berbeda jika laboratorium menggunakan tipe uji (assay) yang berbeda (misal;radioimmunoassay dan immunoradiometric assay memberikan hasil yang sangat berbeda untuk pengukuran gonadotropin). Pencatatan dengan teliti tanggal dilakukannya tes darah merupakan hal yang penting karena pengukuran semua hormon tidak biasa dilakukan pada hari pengukuran hormon progesteron fase luteal – biasanya hari ke-21 – karena dapat membingungkan: sebagai contoh, jika pasien memiliki siklus selama 35 hari, ovulasi mungkin dapat terjadi pada hari ke-21 dan kadar gonadotropin akan menyerupai kisaran konsentrasi pada menopause, karena lonjakan LH terjadi pada pertengahan siklus, sedangkan progesteron belum mulai mengalami peningkatan. Jika pasien memiliki amenorrhea atau oligomenorrhea, maka pengambilan darah harus dilakukan secara acak dan
13
sebaiknya diulangi seminggu setelahnya. Pemeriksaan status endokrin pada kasus ini dapat dibarengi dengan pemindaian pelvik menggunakan ultrasound untuk mengukur aktivitas ovarium dan 24 ketebalan endometrial. Progesteron Hormon progesteron sebaiknya diukur pada pertengahan fase luteal, 7 hari setelah ovulasi dan 7 hari sebelum periode selanjutnya. Konsentrasi ovulatori adalah lebih dari 30 nmol/L, meskipun bila > 10, atau >20 nmol/L, terdapat dugaan kuat bahwa ovulasi telah terjadi, dengan demikian pelaksanaan tes darah tidak dilakukan pada saat yang tepat. Sangat penting untuk mengetahui kapan tes sebaiknya dilakukan, sebelum atau sesudah periode menstruasi. Jika terdapat keraguan, maka sebaiknya tes diulangi kembali pada bulan berikutnya dan adakalanya pengukuran progesteron sebanyak dua atau tiga kali pada fase luteal menjadi sangat bermanfaat. Gabungan endokrinologi serum dengan pengamatan ultrasound terhadap pertumbuhan folikular dan ovulasi akan memberikan gambaran yang sangat baik mengenai 16, 19 fungsi ovarium. Gonadotropin Follicle Stimulating Hormone (FSH). Indikator fungsi ovarium yang paling baik, saat ini, adalah melalui pengukuran konsentrasi serum FSH basal. Peningkatan kadar FSH mengindikasikan penurunan cadangan ovarium dan pada umumnya, jika lebih besar dari 10 i.u./L pada lebih dari satu waktu maka ovarium tidak mungkin mengalami ovulasi secara teratur dan juga akan resisten terhadao stimulasi eksogen. Ketika konsentrasi serum FSH di atas 15 i.u./L maka kesempatan aktivitas ovarium kecil, dan bila kadar FSH lebih dari 25 i.u./L maka akan menghasilkan dugaan menopause ataupun kegagalan ovarium prematur. (Tabel 5). Inhibin diduga sebagai hormon ovarium yang memiliki pengaruh terbesar terhadap sekresi FSH hipofisis. Tes untuk inhibin dapat mendeteksi hormon peptida dimer dan tidak menghasilkan reaksi silang (crossreact) dengan subunit-subunit bebas (yang
14
merupakan masalah pada uji-uji terdahulu). Diduga bahwa konsentrasi serum inhibin B dapat memberikan kuantifikasi cadangan ovarium yang lebih baik daripada konsentrasi serum FSH dan data-data mengenai hal tesebut sedang diakumulasikan untu menguji hipotesis tersebut. Tabel 5. Diagnosis yang diduga berdasarkan kadar FSH dan LH FSH Normal Normal Rendah
LH Diagnosis Meningkat PCOS Rendah Amenorrhea terkait-berat badan Rendah Hipogonadotropik hipogonadisme, fungsional atau organik Meningkat Meningkat Jika oligo-/amenorrheik: kegagalan ovarium Meningkat Meningkat Jika terjadi pada pertengahan siklus maka pertimbangkanlah lonjakan pada siklus pertengahan FSH, Follicle Stimulating Hormone; LH, Luteinizing hormone; PCOS, Polycistic ovarian syndrome 25
Sumber : Balen AH. Infertility in Practice. 2008 Luteinizing Hormone (LH). Peningkatan konsentrasi serum LH menimbulkan dugaan bahwa pasien memiliki PCOS – biasanya bila kadar LH lebih besar dari 10 i.u./L pada awal sampai pertengahan fase folikular siklus. Pada serangkaian lebih dari 1700 wanita dengan PCOS, kami menemukan bahwa hampir 40% pasien mengalami peningkatan konsentrasi serum LH yang berkaitan dengan resiko infertilitas yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan wanita dengan kadar LH normal. Hubungan amenorrhea dengan kadar FSH dan LH yang sangat rendah (biasanya < 2 i.u./L atau dibawah kisaran uji) memunculkan dugaan adanya kegagalan hipofisis atau hipogonadotropik hipogonadisme. Pengukuran gonadotropin sangat baik bila diinterpretasikan bersamaan dengan hasil temuan pemindaian ultrasound pelvik karena kombinasi morfologi ovarium, ketebalan endometrial, dan kadar serum gonadotropin akan 16, 19 memberikan diagnosis pada banyak kasus (Tabel 6).
15
Androgen Kisaran total serum testosteron [T] pada wanita normal adalah 0.5-3.5 nmol/L. Penyebab yang paling biasa meningkatkan serum testostron adalah PCOS. Akan tetapi, kebanyakan wanita dengan PCOS memiliki total konsentrasi serum testosteron yang normal (berdasarkan pengalaman kami adalah sebesar 70%). Pengukuran konsentrasi sex hormone binding globulin (SHBG) (kisaran normal 16-119 nmol/L) memungkinkan perhitungan indeks androgen bebas (Free Androgen Index/FAI) [(T X 100)/SHGB), yang sebaiknya kurang dari 5. Wanita yang mengalami obesitas memiliki kadar sirkulasi insulin yang tinggi, yang menurunkan sintesis SHBG oleh hati sehingga seringkali FAI meningkat ketika total T berada dalam kisaran normal. Bila T lebih besar dari 5 nmol/L, maka perlu dipastikan adanya penyebab hiper-androgenemia lainnya: onset CAH akhir, sindrom Cushing, dan tumor pensekresi androgen. Wanita dengan bentuk CAH yang paling umum (defiisiensi 21-hydroxylase) akan mengalami peningkatan konsentrasi serum 17hydroxyprogesterone (17-OHP > 20 nmol/L), respon yang lebih besar terhadap hormon adrenokortikotropik (ACTH) intramuscular atau bolus subkutan (subcutaneous bolus) (ACTH: 250 mcg tetracosactrin akan menyebabkan peningkatan 17-OHP yang normal, biasanya di antara 50 dan 60 nmol/L). Urin bebas kortisol pada pasien penderita sindrom Cushing mengalami peningkatan (>400 nmol/24 jam). Konsentrasi serum kortisol normal adalah 140-700 nmol/L pada pukul 8 pagi dan kurang dari 140 nmol/L pada tengah malam. Pada orang normal, tes supresi/penekanan dengan dexametahsone dosis rendah (0.5 mg setiap 6 jam selama 48 jam) akan menyebabkan penekanan serum kortisol selama 48 jam. Tes skrining yang lebih sederhana adalah tes supresi/penekanan selama semalam menggunakan dosis dexamethasone tengah malam (1 mg atau 2 mg jika obesitas) dan mengukur konsentrasi serum kortisol pada pukul 8 pagi, dan sebaiknya konsentrasinya kurang dari 140 nmol/L. Jika dipastikan terdapat sindrom Cushing maka digunakan tes supresi menggunakan dexamethasone dosis tinggi (2 mg setiap 6 jam
16
selama 48 jam) akan menekan serum kortisol selama 48 jam bila terdapat adenoma pensekresi-ACTH hipofisis (penyakit Cushing). Kegagalan penekanan diduga karena adanya tumor adrenal atau sekresi ACTH ektopik; tes yang lebih lanjut dan pencitraan yang detil selanjutnya akan dibutuhkan dan opini dari seorang endokrinologis sangat penting. Pengukuran kadar serum androgen lainnya dapat sangat bermanfaat. Dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) merupakan produk utama jalur androgen adrenal (kisaran normal < 10 µmol/L). Bila konsentrasi serum androgen mengalami peningkatan yang sangat besar maka harus dilakukan pemeriksaan dengan pemindaian ultrasound ataupun pemindaian tomografi terkomputasi (computed tomography/CT scan) untuk memastikan kemungkinan adanya tumor ovarium atau tumor adrenal. Konsentrasi serum T yang lebih besar dari 5 nmol/L yang disertai dengan DHEAS normal maka diduga sumber tumor adalah ovarium, sedangkan bila disertai dengan peningkatan DHEAS maka 22, 26 kemungkinan besar sumber adalah adrenal. Fungsi Tiroid Penyakit tiroid umum terjadi pada wanita, terjadi pada 5% wanita dengan usia reproduktif, dan gangguan fungsi tiroid yang tidak terlihat dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kesuburan. Panduan RCOG tentang investigasi infertilitas menyarankan bahwa pemeriksaan rutin fungsi tiroid tidak perlu dilakukan, akan tetapi kami menemukan bahwa sebanyak 5% wanita yang datang ke klinik infertilitas kami ternyata mengalami gangguan fungsi tiroid–seringkali muncul tanpa disertai gejala– sehingga kami masih merekomendasikan tes skrining fungsi tiroid yang sederhana dan murah. Pengukuran hormon thyroid stimulating hormone (TSH) (kisaran normal 0.5-5.0 U/L) merupakan tes yang paling sensitif untuk menguji fungsi tiroid, adanya peningkatan TSH diduga hipotiroidisme; tes tambahan berupa pengukuran kadar tiroksin bebas (T4: 9-22 pmol/L) sangat bermanfaat. Bila terjadi penurunan TSH dan peningkatan kadar bebas tiroksin maka dugaan diagnosisnya adalah hipertiroidisme;
17
jika kadar tiroksin bebas berada pada kisaran normal, maka ukurlah kadar triidothyronine bebas (T3: 4.3-8.6 pmol/L). Pengukuran total T4 (60-260 nmol/L) dan T3 (1.2-3.1 nmol/L) jarang memberikan informasi tambahan. Autoantibodi tiroid sebaiknya juga diukur karena resiko kemungkinan transfer autoantibodi tiroid melalui plasenta. Hipotiroidisme seringkali disertai dengan sedikit peningkatan kadar serum prolaktin. Penyakit tiroid perlu diobati dan fungsi tiroid sebaiknya distabilkan terlebih dahulu sebelum terjadi kehamilan. Hipotiroidisme memiliki pengaruh yang sangat 7 buruk tehadap bayi. Prolaktin Peningkatan konsentrasi serum prolaktin dalam jumlah kecil diketahui berkaitan dengan adanya stres dan dapat terjadi akibat pengaruh pengambilan darah. Hasil pengukuran prolaktin berbeda dari hari ke hari dan jika mengalami peningkatan leebih dari 1000 mU/L maka pengukuran sebaiknya diulangi sebelum diputuskan untuk melakukan pencitraan kelenjar hipofisis. Sekitar 15% wanita dengan PCOS mengalami hiperprolaktinemia dan 50% diantaranya mengalami mikroadenoma. Telah diduga bahwa stres dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi serum prolaktin yang dapat mengakibatkan subfertilitas. Pengobatan hiperprolaktinemia ringan pada wanita yang mengalami ovulasi dengan agonis dopamine seperti bromocriptine ternyata tidak meningkatkan 19 fertilitas. Estrogen Pada evaluasi prapengobatan wanita infertil, nilai konsentrasi estrogen rendah. Terkadang pengukuran estradiol pada fase folikular awal dapat sangat bermanfaat, pada siklus normal, karena FSH tetap konstan dari hari ke-1−3 sedangkan estradiol mulai meningkat pada hari ke-3 seiring dengan pertumbuhan folikular. Telah diduga bahwa hubungan antara konsentrasi serum
18
FSH dan estradiol dapat digunakan untuk meningkatkan prediksi “cadangan ovarium” meskipun hal ini secara umum belum diadopsi 19 pada praktis klinis. Ultrasound Pelvik Pemindaian ultrasound pada pertengahan fase luteal baik pada siklus alami maupun siklus IVF penting untuk dilakukan. Corpus luteum dapat memiliki beberapa penampakan, dapat berupa sketsa ovoid atau tak beraturan seperti sebuah kista, interior bebas-echo, atau bisa saja memiliki penampakan echodensitas dan tidak jelas/kabur dikarenakan adanya debris selular dan darah. Gabungan dari corpus luteum yang teramati pada ultrasound dan peningkatan konsentrasi serum progesteron memberikan bukti yang paling baik akan kemungkinan terjadinya ovulasi, meskipun hanya kehamilanlah yang membuktikan bahwa oosit telah dilepaskan dari folikel. Adakalanya tidak terdapat struktur folikel ruptur dan kista pada fase luteal silklus yang disertai dengan peningkatan konsentrasi serum progesteron. Hal ini disebut sebagai ”folikel tidak ruptur terluteinisasi (luteinized unruptures follicle/LUF), Terdapat beberapa perdebatan mengenai sindrom LUF. LUF terjadi pada kurang dari 5% pasien yang menjalani terapi induksi ovulasi dan cenderung bukan sebagai fenomena yang 4, 27 terjadi secara berulang. Pengukuran Endometrium Perubahan endometrium dapat dengan jelas diamati dengan ultrasound pelvik. Pada saat awal fase folikular, ketika endometrium masih tipis, terdapat suatu lapisan hipoechogenik yang dihasilkan oleh dinding rongga endometrial yang berlawanan. Pada fase periovulatori, endometrium yang telah terestrogenisasi menampakkan ciri ”tiga lapisan”. Pada fase luteal, lapisan fungsional menjadi hiperechogenik karena edema stromal. Ketebalan endometrial pada awal fase folikular adalah 4-6 mm, pada saat ovulasi sekitar 8-10 mm, dan pada saat fase pertengahan luteal mencapai 14 mm. Telah diduga bahwa terdapat penurunan
19
kesempatan kehamilan jika tidak ada struktur tiga lapisan atau jika 28 ketebalan endometrial praovulatori kurang dari 7 mm. Pemeriksaan Patensi Tuba dan Rongga Uterin Histerosalpingografi Infertilitas tuba didiagnosa sekitar 15%-50% pada pasangan subfertil. Histerosalpingografi sinar-X (HSG) memberikan gambar rongga uterin dan tuba Fallopi. HSG merupakan uji pendahuluan yang paling sederhana untuk menggambatkan rongga uterin dan tuba Fallopi dan memiliki sedikit komplikasi. Perlu diingat bahwa prosedur sebaiknya dilakukan oleh ahli radiologi yang berpengalaman yang mampu menempatkan canula diatas atau ke dalam saluran servik dan dengan lembut menyuntikkan medium kontrasn ketika mencitrakan pelvis untuk memperoleh dinamika gambar aliran pewarna. Terdapat sejumlah canula yang berbeda-beda, mulai dari canula logam LeischWilkinson bergaya kuno atau canula Green-Armytage, yang dapat dipasang masuk ke dalam servik, sampai kepada canula modern yang terbuat dari plastik. Mangkuk penyedot MalmstromWesterman dipasang pada servik, atau balon kateter yang dipasang pada saluran endoservik atau dilalukan ke dalam rongga uterin itu 25 sendiri. Kami lebih menyukai dua cara terakhir. Biasanya digunakan medium kontras yang larut dalam air dan akan diabsorpsi setelah satu jam. Meskipun telah dilaporkan bahwa terdapat kesamaan hasil penemuan antara HSG dan laparoskopi sampai 90%, namun telah dilaporkan terdapat falsepositive diagnosis gangguan tuba unilateral sampai duapertiga kasus gangguan tuba pada penggunaan kedua metode. Pada suatu meta-analisis dari 20 studi yang membandingkan HSG dan laparoskopi ditemukan bahwa sensitivitas dan spesivisitas HSG untuk patensi tuba secara berturut-turut adalah 0.65 dan 0.83. Telah diketahui secara umum bahwa HSG merupakan metode yang tidak terpercaya untuk mendeteksi adhesi peritubular. Terkadang, penyebab sumbatan yang terlihat adalah berupa suatu sumbatan mukus, yang dapat disiram(flushed) melalui tuba dengan medium kontras. Terdapat laporan yang menyebutkan bahwa terjadi
20
peningkatan kesempatan kehamilan dalam 2 atau 3 bulan baik 11 setelah HSG ataupun laparoskopi tuba. Medium kontras berbasiskan minyak diketahui lebih menimbulkan rasa pedih daripada medium yang larut dalam air dan kurang disukai penggunaannya karena resiko intravasasi vena dari agen kontras dan embolisme segera setelah fase menstruasi siklus. Kontrol fluoroskopik pada prosedur ini dapat memastikan bahwa komplikasi yag serius tidak terjadi. Media berbasiskan minyak diabsorpsi secara perlahan dan dapat menyebabkan pembentukan granuloma bila terjebak di dalam hidrosalping. Yang menarik adalah bahwa medium berbasis minyak ini diduga lebih ”tidak menyumbat” tuba dibandingkan dengan medium berbasis air. Sesungguhnya, meta-analisis dari 10 studi diketahui bahwa laju kehamilan spontan secara signifikan lebih tinggi setelah digunakan medium kontras berbasiskan minyak daripada penggunaan medium kontras berbasiskan air. Keuntungan ini sangat berarti besar bagi pasien dengan infertilitas yang tidak bisa dijelaskan, memastikan kemungkinan adanya ”sumbatan pada tuba sebagai penyebabnya. Baru-baru ini juga kami telah melaporkan suatu keuntungan therapeutik dalam suatu percobaan terkendali yang dilakukan secara acak pada pasangan dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Dilaporkan bahwa terdapat pengaruh yang menguntungkan setelah penyiraman (flushing) falloposkopik tuba atau kateterisasi tuba Fallopi transervikal. Di samping penemuan tersebut, ternyata belum ada kejelasan apakan medium kontras berbasis minyak akan kembali disukai karena tidak hnya penggunaanya yang lebih menimbulkan rasa nyeri, tetapi juga karena viskositasnya yang tinggi mengakibatkan waktu injeksi dan kebutuhan akan medium kontras berbasis minyak yang lebih lama, 29 pada beberapa kasus, gambar diambil 24 jam setelah prosedur. Pemilihan Waktu HSG dapat dilakukan secara optimal di dalam 10 hari dari suatu periode menstruasi ketika tidak ada resiko kehamilan. HSG sebaiknya tidak dilakukan bila pasien mengalami pendarahan. Kami menyarankan agar sebaiknya digunakan tindakan pencegahan
21
kontraseptif selama siklus di mana HSG dilakukan. Jika wanita adalah seorang dengan oligo-/amenorrhea maka kami melakukan induksi pendarahan dengan progesteron setelah uji kehamilan menunjukkan hasil negatif. Bila terdapat pendarahan yang tidak teratur atau keraguan akan kemungkinan adanya kehamilan awal 1 maka prosedur sebaiknya ditunda dan dilakukan tes kehamilan. HSG dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, terutama jika terdapat kekejangan tuba (tubal spasm) atau gangguan tuba. Kami menyarankan pasien untuk meminum suatu analgesik (misal; mefenamic acid, naproxen, atau diclofenac) 30-45 menit sebelum prosedur. Lamanya preparasi HSG adalah 5 menit dan rata-rata lamanya waktu yang diperlukan untuk skrining aliran medium kontras adalah 40 detik. Kekejangan tuba dapat terjadi dan bila hal itu terjadi maka sebaiknya dilakukan pemberian antispasmodik (glucagon, diazepam, hyoscine) dengan keberhasilan yang berbedabeda. Mungkin cara yang paling baik untuk menghindari terjadinya kekejangan tuba adalah dengan cara menginjeksikan medium 25 kontras secara perlahan. RIWAYAT MEDIS SEBELUMNYA Riwayat penyakit, maupun operasi terdahulu dapat memberikan informasi tentang penyebab infertilitas. Riwayat penyakit terdahulu seperti apendisitis, peritonitis, salpingitis dapat menyebabkan kelainan pada tuba. Dalam anamnesis perlu juga ditanyakan apakah pasien sedang menderita penyakit-penyakit seperti hipotiroid, hipertiroid, penyakit pada hipofisis, dan suprarenal, yang dapt menyebabkan infertilitas. Kencing manis juga merupakan salah satu penyebab dari infertilitas. Berat badan dan perubahan pada berat badan (terlalu gemuk, terlalu kurus) akan mempengaruhi pengobatan infertilitas. Lemak subkutan mengandung enzim aromatase, sehingga androgen akan diubah menjadi estrogen. Estrogen yang tinggi akan menekan pengeluaran FSH dan LH. Selain itu, estrogen yang tinggi meningkatkan sekresi LH. LH yang tinggi menekan aktivitas enzim aromatase sehingga androgen tidak dapat diubah menjadi estrogen. Pada wanita gemuk sering dijumpai insulin resisten.
22
Insulin memicu sistensi DHEA di suprarenal, sehingga terjadi hiperandrogenemia. Kadar androgen di dalam cairan folikel dan di dalam serum tinggi dan hal ini menyebabkan atresia folikel. Perlu diketahui pula bahwa DHEA merupakan prekursor yang digunakan untuk mensistensis jenis hormon steroid yang lain seperti estrogen, progesteron, dan androgen. Sel-sel Leptin menekan produksi neuropeptida Y di hipotalamus. Biasanya neuropeptida ini mengurangi rasa lapar. Karena pada wanita gemuk leptin menekan produksi neuropeptida Y, maka pasien akan selalu merasa lapar, sehingga beran badannya akan terus bertambah. Leptin juga memicu pengeluaran FSH dan LH. Kadar LH yang tinggi menghambat perubahan androgen menjadi estrogen dan dengan sendirinya pula terjadi peningkatan kadar androgen. Kekurusan akibat malnutrisi kronik menyebabkan tidak terbentuknya lemak dan leptin, sehingga tidak terjadi stimulasi pengeluaran FSH dan LH. Akibatnya terjadi anovulasi sampai amenorea. Oleh karena itu, pengaturan berat badan merupakan usaha yang sangat penting dalam penanganan infertilitas wanita. Dengan anamnesis dapat pula diketahui kelainan endokrinologik. Adanya hirsutism, akne, atau seborea menunjukkan adanya hiperandrogenemia, atau kelainan pada fungsi kelenjar tiroid. Ditemukannya galaktorea merupakan tanda dari hiperprolaktinemia. Perlu juga diketahui pola hidup dari pasien infertilitas. Alkohol misalnya, dapat menghambat kerja enzim sulfatase dan enzim aromatase, sehingga terjadi gangguan pada sistem hormon. Nikotin mengurangi aliran darah alat genitalia dan mempercepat penghancuran hormon. Stres juga merupakan faktor penyebab untuk sulit mendapatkan anak. Stres memicu pengeluaran corticotropin releasing factor (CRF). CRF menekan pengeluaran LH dan GH dan memicu pengeluaran proopiomelanocortin (POMC) di sel-sel kortikotrop hipofisis bagian depan. Di hipofisis intermedia, POMC ini akan dipecahkan menjadi 2 bagian, yaitu α-lipoprotein dan α -endorfin. α-endorfin ini memiliki efek antigonadotrop dan
23
merupakan antagonis dopamin. Pada orang yang menggunakan morfin atau mariyuana sering ditemukan gangguan haid. Gangguan hubungan seksual dapat menyebabkan infertilitas, misalnya penetrasi tidak sempurna ke vagina, sangat jarang melakukan hubungan seksual, atau vaginismus. Dewasa ini kaum wanita sering mencuci organ intimnya dan daerah sekitarnya dengan cairan-cairan antiseptik. Kebiasaan ini dapat menyebabkan perubahan pada lendir serviks yang menjadi tidak ramah bagi sperma. Dalam vagina terdapat berbagai jenis mikroorganisme. Mikroorganisme ini menjaga agar vagina bersifat asam, sehingga berfungsi melindungi vagina dari infeksi. Mikroorganisme ini disebut juga sebagai bakteri “baik”. Membersihkan organ intim dengan cairan-cairan antiseptik justru akan menyebabkan bakteri yang “baik” tersebut mati, akan menyebabkan bakteri “jahat” berkembang biak. Menggunakan parfum-parfum pewangi pada organ-organ intim juga membuat bakteri “baik” mati. Perlu dianjurkan menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun, dan jangan menggunakan celana panjang terlalu ketat, agar tidak 18, 24, 30 menimbulkan rasa lembab. V. ANAMNESIS KHUSUS PADA PRIA Hasil meragukan memerlukan analisa tambahan untuk lebih menunjukan setiap sangkaan abnomalitas. Prosedur diagnostik invasif pada patner wanita umumnya ditunda hingga pemeriksaan pada pria selesai. Pilihan pengobatan yang efektif dengan infertilitas faktor pria yang berat sedikit terbatas dan sering langsung atau seolah mengharuskan pemeriksaan tambahan pada patner wanita yang mungkin relevan. Jika kualitas semen normal, perhatian biasanya langsung ke partner wanita. Beberapa faktor yang mempengaruhi fertilitas pria diuraikan dibawah ini : Informasi umum
24
Informasi umum dan latar belakang lain merupakan hal-hal yang perlu ditanyakan pada pasangan pria diantaranya pekerjaan, ras, agama dan lain sebagainya. Menentukan apakah infertilitas primer atau sekunder adalah langkah pertama dalam anamnesis fertilitas. Data ini dapat kita ketahui dengan menanyakan riwayat pernikahan pasien. Infertilitas primer pria adalah bila seorang pasien sama sekali belum pernah menghamili wanita. Infertilitas sekunder pria adalah bila pada hubungan sebelumnya terjadi kehamilan namun pada saat ini tidak. Dalam infertilitas primer ataupun sekunder kita tetap harus mempertimbangkan durasi infertilitas tersebut terjadi. Pendataan mengenai perlakuan medis yang pernah diterima juga salah satu hal penting yang harus diketahui. Riwayat keluarga Riwayat terjadinya infertilitas, abortus, lahir mati dan kelainan kongenital dalam keluarga juga merupakan hal penting yang harus kita ketahui. Paparan Diethylstilbestrol (DES) in utero juga dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas pria. Riwayat Umum Penyakit-penyakit tertentu dapat mempengaruhi fertilitas baik secara langsung ataupun tidak langsung. Diabetes mellitus mempengaruhi fertilitas melalui perubahan vaskuler, neurologis dan metabolik. Tuberkulosis dapat menghancurkan traktus urogenital. Panas o yang mencapai 38 C dapat mempengaruhi spermatogenesis bila terjadi selama 6 bulan. Hipogonadisme, ginekomastia, dan atrofi testikular sering terjadi pada pasien dengan cirrhosis hepatis. Gagal ginjal kronis juga berhubungan dengan hipogonadism dan hiperprolaktinemi. Tabel 6 Rekomendasi gaya hidup pasangan infertil
25
Topik Rekomendasi Pria infertil harus mendapatkan penerangan bahwa konsumsi alkohol 3-4 gelas perhari belum mempengaruhi GPP fertilitasnya Pria infertil harus mendapatkan penerangan bahwa konsumsi alkohol yang berlebih akan menurunkan kualitas B sperma Pria infertil yang merokok harus diberi informasi bahwa terdapat hubungan antara merokok dan penurunan GPP kualitas sperma Pria harus tahu bahwa terdapat hubungan antara peningkatan suhu skrotum dan penurunan kualitas sperma, namun tidak didapatkan data apakah dengan B menggunakan celana dalam longgar akan meningkatkan fertilitas Anamnesis pada pasangan infertil harus melibatkan riwayat pekerjaan sebelumnya. Karena lingkungan B pekerjaan juga dapat menyebabkan infertilitas Beberapa obat bebas, over the counter drugs – dapat menyebabkan infertilitas pada pria atau wanita sehingga B anamnesis yang lebih lengkap sangatlah diperlukan Wanita infertil yang merokok harus mendapatkan informasi bahwa hal ini mungkin akan mempengaruhi B fertilitasnya Wanita yang menjadi perokok pasif harus mengetahui bahwa kemungkinan mereka untuk konsepsi juga akan A berkurang Tidak ada bukti yang menyimpulkan bahwa konsumsi B caffeine (teh, kopi atau coca-cola mempengaruhi fertilitas
Sumber : National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health Commissioned by the National Institute for Clinical Excellence. Fertility: assessment and treatment for people with 1 fertility problems.2004 Hambatan spermatogenesis didapatkan pada sindroma adrenogenital. Cystic fibrosis adalah salah satu penyebab terjadinya infertilitas pria. Bronchiectasis mungkin merupakan bagian dari
26
Sindroma immotile cilia atau sindroma Young. Penyakit-penyakit neurologis seperti paraplegi, spina bifida, neuropati, dan kelainan kongenital inervasi otonomik dapat mempengaruhi aktivitas seksual. Iradiasi area genital adalah faktor risiko dan bersifat dosedependent ; infertilitas primer dapat terjadi pada dosis radiasi 600800 rads. Imetidin, spironolacton, nitrofurantoin, sulfasalazin, and obat sitostatika menekan densitas dan kualitas sperma. Tranquillizers, obat antidepresan, dan beberapa obat antihipertensi 31 juga dapat menyebabkan impotensi. Riwayat Urogenital Usia saat mulai pubertas harus dicatat dengan baik. Kelainan yang menyebabkan kerusakan testikuler harus tercatat lokasi, terapi yang diberikan, komplikasi dari terapi tersebut dan evolusi dari kelainan tersebut. Riwayat cryptorchidism mungkin mengarah ke atrofi testis. Trauma pada testis akan memicu pembentukan anti-sperm antibody atau kerusakan testis apalagi bila disertai dengan perdarahan skrotum atau hematuria. Torsi testis juga menyebabkan kerusakan testis bila tidak dilakukan tindakan dalam 6 jam. Kerusakan testis juga dapat terjadi pada mumps orchitis dan 31 Varicocele. Riwayat Penyakit Menular Seksual (PMS) Riwayat PMS mengindikasikan adanya kerusakan atau sumbatan pada traktus genital. Investigasi lanjutan dibutuhkan untuk mengetahui berapa kali terjadinya, kapan terjadinya dan terapi yang diberikan selama infeksi tersebut terjadi. Organisme penyebab terjadinya PMS juga sebaiknya tercatat dalam anamnesis. Riwayat Pembedahan yang berhubungan dengan Infertilitas Operasi pada testis atau skrotum seperti orchiectomy, orchiopexy, testicular detorsion, perbaikan hernia inguinalis, varicocelectomy dan hydrocelectomy dapat diikuti dengan penurunan fertilitas pria. Operasi pada epididimis dan vas deferens seperti epididymovasostomy dan vasovasostomy akan mengarah
27
pada pembentukan anti-sperm antibody atau obstruksi traktus genitalia. Prostatectomy akan mengarah pada berbagai derajat impotensi dan ejakulasi retrograd. Urinary cystectomy, bladder neck operations, perbaikan striktur uretra dan perbaikan 14 hypospadias juga dapat mempengaruhi fertilitas pria. Riwayat Kebiasaan Seksual Koitus setiap hari atau bahkan lebih akan menekan jumlah sperma dibawah kadar normal. Namun koitus yang jarang, lebih dari 7 hari akan menekan motilitas sperma karena banyaknya sperma yang sudah “tua”. Bagi kebanyakan pasangan, koitus setiap 36 jam disekitar waktu ovulasi akan memberikan angka keberhasilan yang optimal untuk dapat hamil. Koitus dianggap cukup apabila terjadi 2 kali perbulan, namun bila kurang maka dapat saja merupakan pertanda adanya disfungsi seksual pada pasangan. Tidak adanya atau penurunan libido tidak hanya menurunkan frekuensi koitus tapi juga merupakan tanda adanya kelainan psikologis atau endokrin seperti halnya dispareunia. Impotensi adalah ketidakmampuan untuk atau mempertahankan ereksi dalam memperoleh durasi yang cukup dalam koitus dan meraih orgasme. Jika ereksi tidak adekuat, perlu diketahui apakah pasien dapat ereksi di pagi hari atau dapat ereksi jika melakukan masturbasi. Jika hal tersebut didapatkan dalam anamnesis maka impotensi primer dapat disingkirkan dan kemungkinan penyebabnya adalah faktor psikologis. Dalam impotensi primer, pasien tidak dapat ereksi dalam keadaan apa pun. Hal ini dapat terjadi dalam hipogonadism akibat gagal androgen, penyakit vaskular pelvis, atau akibat penyakit sistemik seperti neuropati diabetik, anemia, TBC, dan kanker. Impotensi sekunder akibat faktor psikologis terjadi pada 90% kasus dan ditandai dengan kegagalan ereksi pada saat koitus saja. Terkadang juga pria mengalami impotensi hanya setelah mengkonsumsi alkohol atau setelah penggunaan obat antihipertensi atau obat CNS depresant.
28
Ejakulasi adekuat terjadi didalam vagina dengan pengeluaran sperma dari meatus uretra eksterna. Dianggap tidak adekuat pada kondisi : (1) ejakulasi ekstravagina akibat ejakulasi dini atau hipospadia ekstrim ; (2) ejakulasi retrograd ke dalam vesika urinaria dan (3) anejakulasi akibat organik atau faktor psikologis. Pada kondisi ini, jika ejakulasi normal dapat terjadi pagi hari atau saat masturbasi merupakan indikasi peran psikologis. Pengalaman 31 ejakulasi yang nyeri juga dapat jadi penyebab anejakulasi. Faktor-Faktor lingkungan dan pekerjaan Keprihatinan sekarang ini makin meningkat mengenai dampak dari faktor-faktor lingkungan dan reperkusi selanjutnya terhadap infertilitas. Laporan analisis semen yang telah dipublikasi dari tahun 1980 mengkonfirmasi 20% penurunan konsentrasi sperma dibandingkan dengan laporan yang dipublikasi pada tahun 1960-an. Banyak faktor lain, misalnya ekspos terhadap panas yang berlebihan, radiasi microwave, ultrasound, dan bahaya terhadap kesehatan lainnya bersifat lebih kontroversial sebagai faktor-faktor nyata yang menginduksi infertilitas. Radiasi yang berlebihan merusak sel-sel germinal. Ekspos terhadap timbal/timah-hitam, logam- logam berat lainnya, dan pestisida juga terkait dengan infertilitas laki-laki. Efek-efek toksik yang terkait dengan tembakau, marijuana, dan obat-obat lain Merokok telah terkait dengan infertilitas baik pada laki-laki maupun wanita. Pada hewan-hewan percobaan, nikotin dan hidrokarbon aromatik polisiklik memblok spermatogenesis dan mengurangi ukuran testis. Pada wanita, tembakau mengubah mukus serviks dan epitel silia dan mempengaruhi transport gamet. Marijuana dan metabolitnya, yaitu delta-9tetrahidrokanabinol, menghambat sekresi LH dan FSH, sehingga menginduksi gangguan ovulasi dan LPD pada wanita. Pemakaian marijuana mempengaruhi laki-laki dengan cara menurunkan hitung sperma dan kualitas sperma. Pemakaian heroin, kokain, dan crack cocaine menginduksi efek-efek yang sama tapi menempatkan pengguna pada resiko yang makin meningkat untuk mengalami
29
infeksi PID dan HIV yang terkait dengan hubungan seksual dengan siapa saja. Penggunaan alkohol oleh laki-laki berinterferensi dengan sintesis testosteron dan mempunyai dampak terhadap konsentrasi sperma. Alkoholisme dapat memperlambat respon seksual dan 26 dapat bersifat kondusif terhadap impotensi. Pasien harus dianamnesis mengenai lingkungan dan paparan terkait pekerjaan pasien seperti radiasi, bahan kimia, obat-obatan, panas dan trauma. Beberapa kebiasaan dapat mempengaruhi fertilitas pasien seperti memakai celana ketat, mandi dengan air panas secara rutin atau sauna. Kebiasaan merokok juga mempengaruhi motilitas dan jumlah sperma. Konsumsi alkohol juga menekan motilitas dan jumlah sperma bahkan bila pada jumlah yang terlalu banyak akan menyebabkan impotensi. Latihan Latihan harus dianjurkan sebagai bagian dari aktivitas normal. Namun, latihan yang dipaksakan bersifat merusak, terutama untuk para pelari jarak jauh. Pada laki-laki, latihan telah terkait dengan oligospermia. Usia lanjut Penuaan juga mempengaruhi fertilitas laki-laki. Kadar testosteron menurun, kadar gonadotropin meningkat, konsentrasi sperma dan volume semen berubah, serta libido menurun. Sebagai tambahan, insiden defek kelahiran meningkat. Umur mempengaruhi fertilitas wanita secara dramatis, tapi laki-laki tidak 25 dipengaruhi banyak. VI. RANGKUMAN Evaluasi pasangan infertil harus terorganisasi dan teliti. Temuan-temuan harus dibahas dengan pasangannya sesudah menyelesaikan pemeriksaan riwayat dan fisik. Tes diagnostik harus berkembang mulai dari yang paling sederhana (misalnya tes postkoitus [PCT], biopsi endometrium) sampai ke yang lebih kompleks atau sampai ke tes diagnostik yang menunjukkan resiko besar pada pasien (misalnya laparoskopi). Pasangan ini akan
30
tertekan oleh kebutuhan mereka untuk mencari intervensi medis; karena itu, untuk memperingan ansietas, tekankan bahwa evaluasi infertilitas yang lengkap dilakukan sesuai dengan siklus menstruasi wanita tersebut dan dapat memerlukan waktu sampai 2 siklus menstruasi sebelum faktor-faktor yang menyebabkan masalah infertilitas ditemukan Konsultasi dengan pasangan infertil ketika evaluasi telah lengkap adalah hal yang sangat penting. Uraikan rencana pengobatan sesuai dengan diagnosis, durasi infertilitas, dan umur wanitanya. Jika kehamilan belum ditetapkan dalam waktu tertentu, pertimbangkan evaluasi lebih jauh atau rencana pengobatan yang berbeda. Pada banyak keadaan, pasien-pasien tidak dinasehati dengan baik; karena itu, ekpektasinya tidak realistis, dan ketidakberhasilan memperburuk kadar ansietas dan kadar frustasi mereka VII. REFERENSI 1. Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems.Edisi ke- 1. Moody J, penyunting, London: National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health Commissioned by the National Institute for Clinical Excellence ; RCOG Press; 2004. 2. Covington SN, Burns LH. Infertility counseling : a comprehensive handbook for clinicians Edisi ke- 2, Cambridge: Cambridge University Press; 2006. 3. Anwar INC. Seleksi pasien menuju fertilisasi in vitro. Dalam: Darmasetiawan MS, Anwar INC, Djuwantono T, Adenin I, Jamaan T, penyunting. Fertilisasi in vitro dalam praktek klinik.Edisi ke- 1, Jakarta: Puspa Swara, 2006; h. 2-37. 4. Mourad SM, Hermens RPMG, Nelen WLDM, Braat DDM, Grol RPTM, Kremer JAM. Guideline-based development of quality indicators for subfertility care. Hum Reprod. 2007;22(10):2665-72. 5. Glasziou P, Mar CD. Evidence-based practice workbook, bridging the gap between health care research and practice.Edisi ke- 2, Victoria: BMJ Books; 2003.
31
6.
7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
16. 17. 18.
Cochrane AL. 1931-1971: a critical review, with particular reference to the medical profession. Medicines for the Year 2000.Edisi ke- 2, London: Office to Health Economics, 1979. Optimal use of infertility diagnostic test and treatment. The ESHRE Capri Workshop Group. Hum Reprod. 2000;15(3):72332. Benyamini Y, Gozlan M, Kokia E. Women's and men's perceptions of infertility and their associations with psychological adjustment: a dyadic approach. Br J Health Psychol. 2009;14(Pt 1):1-16. Donnez J, Jadoul P. Taking a history in the evaluation of infertility: obsolete or venerable tradition? Fertil Steril. 2004;81(1):16-7; discussion 8. Cohen A. Managed health care's approach to infertility. Clin Obstet Gynecol. 1997;40(2):420-6. Frey K, Dodson W, Andolsek K, Klein J. Infertility: a family practice approach. J Fam Pract. 1988;26(5):499, 502-5. Olshansky EF. A counseling approach with persons experiencing infertility: implications for advanced practice nursing. Adv Pract Nurs Q. 1996;2(3):42-7. Baker HW. Male infertility of undetermined etiology. Curr Ther Endocrinol Metab. 1997;6:359-63. Comhaire FH. An approach to the management of male infertility. Baillieres Clin Endocrinol Metab. 1992;6(2):435-50. Pasqualotto FF, Sharma RK, Nelson DR, Thomas AJ, Agarwal A. Relationship between oxidative stress, semen characteristics, and clinical diagnosis in men undergoing infertility investigation. Fertil Steril. 2000;73(3):459-64. Jose-Miller AB, Boyden JW, Frey KA. Infertility Am Fam Physician. 2007;75:849-56. Vanderpoel S. WHO infertility initiatives (informative special lecture given on request). Training Course in Sexual and Reproductive Health Research; 2009; Geneva. 2009. Serafini P, Batzofin J. Diagnosis of female infertility. A comprehensive approach. J Reprod Med. 1989;34(1):29-40.
32
19. Clinical gynecologic endocrinology & infertility.Edisi ke- 7. Speroff L, Fritz MA, penyunting, Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. 20. Dunphy BC, Kay R, Barratt CL, Cooke ID. Female age, the length of involuntary infertility prior to investigation and fertility outcome. Hum Reprod. 1989;4(5):527-30. 21. Dunson DB, Colombo B, Baird DD. Changes with age in the level and duration of fertility in the menstrual cycle. Hum Reprod. 2002;17(5):1399-403. 22. Palomba S, Orio F, Jr., Zullo F. What is the best first-step therapeutic approach in treating anovulatory infertility in patients with polycystic ovary syndrome? Questions that are still unanswered. Gynecol Endocrinol. 2007;23(5):245-7. 23. Simpson JL. Molecular approach to common causes of female infertility. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol. 2002;16(5):685-702. 24. Kyei-Mensah AA, Jacobs HS. The investigation of female infertility. Clin Endocrinol (Oxf). 1995;43(3):251-5. 25. Balen AH. Infertility in Practice.Edisi ke- 3, London: Informa Healthcare, Ltd; 2008 26. Devroey P, Fauser BCJM, Diedrich K. Approaches to improve the diagnosis and management of infertility. HUm Reprod Update. 2009;15(4):391-408. 27. Brosens I, Gordts S, Valkenburg M, Puttemans P, Campo R, Gordts S. Investigation of the infertile couple: when is the appropriate time to explore female infertility? Hum Reprod. 2004;19(8 ):1689-92. 28. Steinkeler JA, Woodfield CA, Lazarus E, Hillstrom MM. Female infertility: a systematic approach to radiologic imaging and diagnosis. Radiographics. 2009;29(5):1353-70. 29. Schwabe MG, Shapiro SS, Haning RV, Jr. Hysterosalpingography with oil contrast medium enhances fertility in patients with infertility of unknown etiology. Fertil Steril. 1983;40(5):604-6. 30. Draye MA. An approach to infertility investigation. Nurse Pract. 1985;10(2):13-4, 6, 21-2.
33
31. Chemes HE, Rawe VY. Sperm pathology: pathogenic mechanisms and fertility potential in assisted reproduction. Dalam: Oehninger SC, Kruger TF, penyunting. Male Infertility : Diagnosis and Treatment.Edisi ke- 1, Oxon: Informa UK Ltd, 2007; h. 85-104.
34