1.
Pendahuluan
Saat ini hampir setiap sekolah dari mulai sekolah dasar hingga sekolah menengah atas mengadakan pelajaran mengenai teknologi informasi. Pendidikan dalam bidang teknologi informasi yang akhir-akhir ini sedang marak mengharuskan siswa-siswi untuk belajar sistem komputerisasi dalam mata pelajaran TIK. Perkembangan teknologi informasi sangat berpengaruh, karena teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas kinerja sekolah, untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan image sekolah di mata masyarakat, serta menciptakan proses pendidikan yang berjalan lebih efisien dan efektif. Sebelum penelitian dilakukan terdapat beberapa masalah mengenai jaringan komputer di laboratorium SMA N 2 Salatiga. Permasalah tersebut antara lain sistem operasi Windows XP dan software yang digunakan berbayar, virus yang menyebar dalam jaringan laboratorium, dan perawatan membutuhkan waktu yang lama dikarenakan dilakukan satu per satu. Pilihan solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya adalah menggunakan sistem jaringan diskless. Jaringan diskless yang ditawarkan bisa menggunakan Citrix System, yaitu sebuah jaringan yang memungkinkan komputer klien bisa menggunakan sistem operasi secara remote sehingga komputer klien tidak perlu diinstal sistem operasi. Namun dengan penggunaan Citrix System ini masalah belum selesai, Citrix System mempunyai lisesnsi berbayar, sehingga dalam segi biaya tentu tidak akan menghemat biaya operasional dalam bidang TIK. Pilihan solusi yang lain adalah beralih menggunakan sistem operasi Linux yang berlisensi free. Berdasarkan 2 pilihan solusi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa akan lebih baik menggunakan sistem operasi Linux yang berlisensi free serta mengimplementasikan jaringan diskless yang terpusat dan memiliki perawatan minim. Sehingga selain mudah dalam perawatan, biaya operasional dalam bidang TIK juga dapat ditekan. LTSP (Linux Terminal Server Project) adalah sebuah proyek yang dimulai oleh James A. McQuillan sebagai proyek jaringan diskless berbasiskan sistem operasi GNU/Linux. Disebut jaringan diskless, karena klien atau workstation tidak dilengkapi dengan media penyimpanan tetap. Untuk dapat mengimplementasikan jaringan tanpa harddisk dengan baik perlu disesuaikan kemampuan server dengan jumlah klien. Dalam penelitian ini akan dicari tahu mengenai performa hardware server LTSP. Performa hardware yang dianalisa meliputi penggunaan kapasitas dari CPU dan memori. Digunakan 3 buah server LTSP dengan spesifikasi berbeda sebagai pembanding kinerja komputer server LTSP. 2.
Landasan Teori
Penelitian Sebelumnya Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dodi Wisaksono Sudiharto jaringan LTSP diimplementasikan pada laboratorium tempat uji kompetensi STT Telkom guna optimalisasi penyelenggaraan infrastruktur laboratorium komputer (Sudiharto, 2007). 2
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Seprima Rachardian, server LTSP berbasis Edubuntu 10.10 ditambahkan iptable sebagai fitur keamanan komputer server LTSP. Penambahan iptable ini dimaksudkan untuk memberi tambahan protocol keamanan yang digunakan dalam koneksi jaringan LTSP, pada kondisi default tidak ada sistem keamanan yang melindungi dari serangan DoS (Rachardian, 2011). Perbedaan dengan 2 penelitian di atas adalah pada penelitian ini distro yang penulis gunakan adalah distro Ubuntu versi 11.04 serta akan dibahas mengenai pemilihan haradware terbaik unuk menangani sejumlah klien di laboratorium SMA N 2 salatiga berdasarkan kinerja server LTSP. Spesifikasi hardware terbaik dipilih dari 3 jenis server LTSP yang berbeda. Kedua hal tersebut belum dibahas pada penelitian sebelumnya. Linux Terminal Server Project LTSP adalah paket add-on dari Linux yang memungkinkan banyak user bekerja pada sebuah komputer. Seluruh aplikasi berjalan pada server dan terminal hanya menangani input dan output. Thin Client atau thinstation yang juga dikenal dengan X- terminal. Teknologi ini populer di lingkungan sekolah yang memiliki keterbatasan dana dalam pengembangan lab komputernya. Peningkatan performa serta fitur dilakukan hanya pada server sehingga dapat menekan biaya investasi jangka panjang. Sistem yang terpusat telah mengurangi beban pemeliharaan dan penanganan masalah (error handling), sehingga staf IT dapat lebih berkonsentrasi pada pengembangan fitur. [1] Konsep jaringan LTSP adalah klien LTSP menangani fungsi dasar seperti menydiakan tampilan, fungsi keyboard, dan mouse. Sedangkan server LTSP memiliki beban yang besar karena semua aplikasi berjalan pada server LTSP dan ditampilkan pada klien. [2] Diskless workstation adalah thin client tanpa media penyimpanan. Diskless workstation tidak memiliki lokal hardisk, kartu compact flash, atau DOM. Thin client ini dirancang untuk boot melalui koneksi jaringan area lokal. Thin client mendapatkan desktop environment dari Linux Terminal Server yang dikenal juga sebagai server LTSP. Klien LTSP menggunakan PXE atau gpxe/etherboot untuk menghubungkan ke server LTSP. [3] Cara kerja LTSP adalah pada saat komputer klien melakukan booting dari Preboot Execution Environment (PXE) klien me-request alamat IP dari server LTSP melalui protokol DHCP (server). Kemudian memuat Linux kernel dari preconfigured Linux Image menggunakan protokol TFTP (Trivial File Transfer Protokol) yang telah berjalan pada servis server LTSP. Kemudian server menentukan path untuk lingkungan chroot setiap client. Hal ini dilakukan oleh protokol NFS (Network File System). Lalu klien melakukan mounts (pengenalan dan penerapann) path dari root-nya itu. Setelah itu klien memanggil paket-paket Linux dan pada akhirnya memulai memanggil interface grafik (X Windowing System) sehingga terkoneksi ke login manager (XDMCP) dari server LTSP.
3
Gambar 1 Topologi Jaringan LTSP
Uptime Command Uptime adalah perintah pada sistem operasi Linux yang memiliki output berupa lama waktu sistem operasi telah dijalankan, jumlah user yang menggunakan sistem operasi, dan load average CPU. Load average CPU tersebut terdiri dari rata-rata pada 1 menit terakhir, dan 5 menit terakhir yang didapatkan dari keseluruhan proses yang ada pada sistem operasi baik seluruh aplikasi yang dijalankan serta proses yang ada di latar belakang. Satuan yang digunakan adalah % (persen). [4] Free Command Uptime adalah perintah pada sistem operasi Linux yang memiliki output berupa kapasitas keseluruhan memori dan jumlah memori yang terpakai. [5] CPU (Central Processing Unit) CPU merupakan bagian utama dari komputer karena prosesor berfungsi untuk mengatur semua aktifitas yang ada pada komputer. Satuan kecepatan dari prosesor adalah MHz (Mega Hertz) atau GHz (1000 Mega Hertz), semakin besar nilainya semakin cepat proses eksekusi pada komputer. [6] CPU single core adalah pada sebuah chip yang hanya memiliki 1 prosessor. Sehingga instruksi string dijalankan dengan memesan, jalankan, lalu simpan dalam cache secara selektif dan pencarian cepat. Ketika data yang diperlukan berada di luar cache, maka akan diambil melalui sistem bus dari random access memory (RAM) atau dari perangkat penyimpanan. CPU dual core adalah pada sebuah chip terdapat 2 prosessor. Sehingga akan terjadi pengabungan dua prosesor beserta cache, namun dalam satu kemasan chip atau integrated circuit (IC). Keuntungan dual core terutama pada cache coherency. Dengan dual core, komunikasi antara keduanya dapat dilakukan pada clock rate yang lebih tinggi dibandingkan jika memanfaatkan bus di luar chip.[7] CPU memiliki operasi dasar untuk mengeksekusi urutan instruksi yang telah disimpan yang disebut dengan program. Program ini diwakili oleh serangkaian nomor yang disimpan di beberapa jenis memori komputer. Ada empat langkah yang digunakan dalam operasinya, yaitu: fetch, decode, execute, dan writeback. 4
Clock rate adalah kecepatan di mana sebuah mikroprosesor mengeksekusi instruksi. Setiap komputer berisi clock internal yang mengatur tingkat instruksi yang dieksekusi dan mensinkronkan semua komponen komputer. CPU membutuhkan sejumlah clock cycle untuk mengeksekusi setiap instruksi. Semakin cepat clock, maka akan semakin cepat pula CPU menjalankan instruksi. Cache CPU adalah cache yang digunakan oleh CPU komputer untuk mengurangi waktu rata-rata untuk mengakses memori. Cache adalah memori yang lebih kecil, lebih cepat yang menyimpan salinan data dari lokasi yang paling sering digunakan memori utama. Selama mengakses memori, latency rata-rata memori yang sering digunakan akan lebih dekat dengan latency cache daripada latency dari memori utama. Ketika prosesor perlu membaca dari atau menulis ke sebuah lokasi di memori utama, terlebih dahulu prosesor akan memeriksa apakah salinan data tersebut ada di cache. Jika demikian, prosesor segera membaca dari atau menulis ke cache, yang jauh lebih cepat daripada membaca dari atau menulis ke memori utama. Pada CPU yang paling modern terdapat 3 level cache, yaitu L1, L2, dan L3 atau Level 1, Level 2, dan Level 3. [8] RAM (Random Access Memory) RAM atau lebih sering disebut memori adalah ruang kerja untuk prosesor. Memori adalah tempat penyimpanan sementara program dan data yang dioperasikan oleh prosesor. Penyimpanan memori dianggap sementara karena data dan program tetap ada hanya selama komputer memiliki daya listrik atau tidak diatur ulang. Sebelum komputer dimatikan atau reset, setiap data yang telah diubah harus disimpan ke perangkat penyimpanan yang lebih permanen sehingga dapat dimuat ulang ke dalam memori saat akan digunakan kembali. [8]. Sistem Operasi Linux Ubuntu Dalam bahasa Afrika Kuno Ubuntu adalah "kemanusiaan terhadap orang lain”. Ini juga berarti 'saya apa yang saya karena siapa kita semua'. Sistem operasi Ubuntu membawa semangat Ubuntu ke dunia komputer. Berawal pada tahun 2004 Linux telah digunakan sebagai platform server. Tetapi saat itu software yang berlisesnsi free masih sedikit jumlahnya. Alasan itulah yang membuat Mark Shuttleworth mengumpulkan sebuah tim kecil yang terdiri dari para pengembang Linux-Debian untuk membuat sebuah sistem operasi yang mudah digunakan, yaitu Linux Ubuntu. Visi dari Ubuntu sendiri adalah bagian sosial dan bagian ekonomi: perangkat lunak bebas, tersedia secara gratis untuk semua orang pada istilah yang sama, dan didanai melalui layanan portofolio yang disediakan oleh Canonical. [9] Pada sistem operasi Linux terdapat 3 tingkatan memori. Level pertama adalah memori cache processor, memori jenis ini merupakan memori yang memiliki kapasitas terkecil tetapi memiliki kecepatan terbesar. Dalam cache memori juga terdapat tingkatan lagi yaitu L1, L2, dan L3 atau Level 1, Level 2, dan Level 3. Cache prosesor ini bertugas menyimpan instruksi-instruksi yang sifatnya kecil dan sering digunakan. Level kedua adalah RAM, ketika suatu 5
instruksi tidak bisa ditampung oleh cache prosesor atau instruksi tersebut berada pada posisi background maka proses akan dialihkan ke RAM. Level ketiga adalah swap memori. Swap adalah area di luar memori utama yang digunakan oleh sistem operasi untuk memperbesar kapasitas memori. Menggunakan memori swap atau swapping diperlukan untuk dua alasan penting. Pertama, ketika sistem memerlukan memori lebih dari yang tersedia secara fisik. Kedua, sejumlah besar halaman yang digunakan oleh aplikasi selama fase startup hanya dapat digunakan untuk inisialisasi dan kemudian tidak pernah digunakan lagi. Sistem ini dapat swap keluar halaman tersebut dan membebaskan memori untuk aplikasi lain atau bahkan untuk cache disk. Kelemahan dalam penggunaan memori swap ini adalah faktor kecepatan proses, hal ini disebabkan memori swap memiliki kecepatan yang rendah. Maka semakin banyak swap yang digunakan maka akan semakin lamban sistem operasi. [10] 3.
Metode Perancangan Sistem
Metode perancangan sistem yang digunakan dalam penelitian ini adalah PPDIOO dengan tahapan-tahapan yang dilalui yaitu :prepare, plan, design, implement, operation, optimize. Proses pertama yaitu prepare dan plan, proses ini merupakan dasar persiapan dan pendefinisian kebutuhan dalam pembuatan jaringan LTSP. Tahap Prepare Pertama dilakukan pembuatan proses bisnis jaringan LTSP pada laboratorium SMA N 2 Salatiga. Jaringan LTSP yang diimplementasikan harus memiliki kemampuan sebagai berikut: Mampu menangani klien sejumlah 20 komputer Mampu menekan biaya dalam bidang TIK Memiliki perawatan yang minimal Tahap Plan Pada tahap plan kebutuhan sistem pada jaringan LTSP dianalisa dan selanjutnya dilengkapi. Kebutuhan sistem minimal jaringan LTSP adalah sebagai berikut: Server LTSP Klien LTSP Switch Kabel UTP
Sedangkan kebutuhan sistem yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: AMD Athlon X2 Dual Core Prosesor2,6 GHz Memori V-Gen 512 MB
6
Sedangkan 3 komputer server LTSP yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut: Tabel 1. Spesifikasi Server LTSP
Server A Intel(R) Core(TM)2 Prosesor Duo Internal 2534 MHz - 3066 MHz Clock External 266 MHz L1 32 KB Cache L2 32 KB L3 Kapasitas 512 MB (2 keping) Memori Clock Memori 333 MHz Kapasitas Swap 1 GB Rp 3.300.000,Biaya Investasi
Server B Intel(R) Xeon(R) CPU 3040 1866 MHz - 4000 MHz 266 MHz 64 KB 2048 KB -
Server C AMD Athlon(tm) 7750 2715 MHz 200 MHz 256 KB 1024 KB 8 KB
512 MB (2 keping)
1024 MB (1 keping)
667 MHz 1 GB Rp 8.200.000,-
400 Mhz 1 GB Rp 3.700.000,-
Tahap Design Pada tahap ini jaringan didesain sesuai dengan denah laboratorium. Selain itu didesain juga skenario untuk pengukuran kinerja CPU dan memori server LTSP dilakukan dengan cara mengambil informasi berupa load rata-rata CPU, kapasitas penggunaan memori, dan kapasitas penggunaan swap. Informasi mengenai kapasitas penggunaan CPU, memori, dan swap ini dilakukan dengan menggunakan perintah uptime untuk CPU dan free untuk memori dan swap. Perintah tersebut diintegrasikan pada sebuah shell script untuk mempermudah pengambilan informasi serta meminimalisir kesalahan pengambilan informasi jika dilakukan secara manual.
7
Start Membuat nama file Jumlah pengukuran n=1
Mengukur kinerja CPU dan memori Menyimpan hasil pengukuran Delay 1 menit n=n+1 Yes n < 31 No End
Gambar 2. Flowchart Cara Kerja Script
Gambar 2 merupakan alur kerja script pengukur kinerja hardware server LTSP. Dilakukan 30 kali pengukuran yang merupakan hasil dari 30 % dari populasi. Populasi yang dimaksud adalah waktu kurang lebih 90 menit dari setiap pelajaran TIK. Script memiliki delay pengambilan data setiap 1 menit, jadi untuk mengambil data sebanyak 30% dari populasi 90 menit minimal mengambil sebanyak 27 data dan dibulatkan menjadi 30 data. Sehingga 30 data tersebut akan menghabiskan waktu 30 menit. Skenario Pengujian Server LTSP Setiap server LTSP akan dilakukan testing guna mencari tahu spesifikasi terbaik untuk melayani jaringan LTSP pada laboratorium komputer SMA N 2 Salatiga. Desain skenario tersebut dibagi dalam 2 kategori yaitu berdasarkan jumlah klien dan berdasarkan kondisi klien. Berdasarkan jumlah klien dibagi dalam 2 tahap yaitu pada 10 klien dan 20 klien. Sedangkan pada kondisi klien dibagi menjadi standby dan berbeban. Kondisi standby yang dimaksud adalah klien LTSP berapa pada desktop tanpa menggunakan aplikasi apapun. Sedangkan kondisi berbeban klien menggunakan aplikasi Libre Office dan Web Browser Midori. Pada pengambilan data kinerja hardware server LTSP digunakan 4 tahapan, yaitu: Tahap 1 : Menggunakan 10 klien yang berada dalam kondisi standby. Tahap 2 : Menggunakan 10 klien yang berada dalam kondisi berbeban.
8
Tahap 3 : Menggunakan 20 klien yang berada dalam kondisi standby. Tahap 4 : Menggunakan 20 klien yang berada dalam kondisi berbeban. Start
Server LTSP running
Menghubungkan klien
Menjalankan script
Melakukan pengukuran
Menyimpan log file
Log file kinerja hardware
Menganalisis log file
Menyimpulkan kinerja hardware berdasar log file
End
Gambar 3. Flowchart Pengujian Server LTSP
Pada tahap implementasi jaringan LTSP diimplementasikan pada laboratorium komputer berdasarkan proses yang didapatkan dari tahap sebelumnya yaitu tahap operation, dimana tahap ini merupakan tahap untuk mengoperasikan jaringan berdasarkan kebutuhan yaitu mampu melayani 20 klien, serta dilakukan juga proses monitoring kinerja jaringan untuk mencari tahu jika ditemukan suatu kekurangan. Tahap terakhir adalah optimizing, pada tahap ini kekurangan yang muncul pada tahap sebelumnya akan dioptimasi agar tidak terjadi kekurangan yang sama di kemudian hari. Tahap Implement Pada tahap ini jaringan LTSP diimplementasikan. Dimulai dari menginstal sistem operasi Linux Ubuntu beserta paket-paket LTSP. Selanjutnya konfigurasi LTSP dan konfigurasi klien agar mampu booting melalui jaringan. 9
Tahap Operation Pada tahap ini jaringan LTSP dijalankan. Jaringan LTSP diuji coba menggunakan klien sesuai dengan desain skenario.
Tahap Optimize Pada tahap ini dilakukan review terhadap jaringan LTSP yang telah diimplementasi. Jaringan LTSP disesuaikan dengan proses bisnis yang terdapat pada tahap sebelumnya. Jika terdapat suatu masalah akan langsung ditangani pada tahap ini. 4.
Pengujian
Pengujian jaringan LTSP dilakukan sesuai urutan skenario yang terdapat pada tahap desain. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut: 1. Jalankan semua servis LTSP pada server LTSP. 2. Hubungkan komputer klien sesuai dengan jumlah yang ada di skenario pada server LTSP. 3. Jalankan script pengambil informasi kapasitas CPU dan memori. 4. Selesai mengambil informasi lakukan perulangan sebanyak 3 kali. 5.
Hasil Implementasi dan Pembahasan
Pada implementasi dan pengujian server LTSP ini dapat diketahui kinerja dari setiap CPU dan memori server LTSP yang digunakan. Hasil pengujian tersebut adalah sebagai berikut: Pengujian pada Kondisi Standby dengan 10 klien
Gambar 4. Grafik CPU pada Kondisi Stanby dengan 10 Klien
10
Dari Gambar 4 tersebut didapatkan fakta yaitu CPU A memiliki load average kurang lebih 9 % dari keseluruhan CPU, CPU B memiliki load average kurang lebih 3 % dari keseluruhan CPU, sedangkan CPU C memiliki load average kurang lebih 1 % dari keseluruhan CPU. Kesimpulan yang didapatkan adalah berdasarkan spesifikasi CPU server LTSP yang menunjukkan bahwa clock CPU C langsung berjalan pada kecepatan 2715 MHz yang lebih besar dari kecepatan CPU A dan CPU B, sehingga kinerjanya menjadi cepat dan menggunakan memori paling sedikit jika dibandingkan dengan clock CPU A dan B.
Gambar 5. Grafik Memori pada Kondisi Standby dengan 10 Klien
Dari Gambar 5 tersebut didapatkan fakta yaitu memori A dan memori B kapasitasnya hampir memenuhi 1000 MB, sedangkan memori C hanya sampai pada kisaran 800 MB. Dari ke 3 server LTSP semuanya belum menggunakan memori swap. Gambar 5 menunjukkan penggunaan memori C paling sedikit karena server C memiliki cache L1 yang besar yaitu 256 KB serta CPU langsung bekerja pada clock 2715 MHz. Sehingga dengan adanya cache L1 yang besar serta kecepatan tinggi tersebut penggunaan memori hanya sedikit.
11
Pengujian pada Kondisi Berbeban dengan 10 klien
Gambar 6. Grafik CPU pada Kondisi Berbeban dengan 10 Klien
Dari Gambar 6 tersebut didapatkan fakta yaitu CPU A dan CPU B antara load average 1 dan load average 2 bekerja secara seimbang, sedangkan CPU antara load average 1 dan load average 2 tidak seimbang. Selain itu load average pada CPU C lebih rendah dibandingkan CPU A dan CPU B. Pada CPU A yang memiliki cache yang paling kecil load average sampai pada kisaran 10 % sedangkan CPU B yang memiliki cache lebih besar load average sampai pada kisaran 8 %. Hal ini berdasarkan cache yang dimiliki CPU A lebih kecil dari cache CPU B, sehingga dengan cache yang lebih sedikit kinerja CPU akan menjadi lebih tinggi karena CPU harus mengakses ke memori yang menyebabkan waktu eksekusi lebih lama dan antrian instruksi pada memori lebih banyak sehingga kinerjanya menjadi tinggi. Pada CPU C dengan cache yang besar tersebut mampu mengurangi waktu rata-rata mengakses ke memori sehingga waktu eksekusi lebih cepat berkurang sehingga kinerja CPU C tidak terlalu tinggi.
12
Gambar 7. Grafik Memori pada Kondisi Berbeban dengan 10 Klien
Dari Gambar 7 tersebut didapatkan fakta yaitu memori A dan memori B kapasitasnya hampir memenuhi 1000 MB, sedangkan memori C hanya sampai pada kisaran 850 MB. Pada memori A sudah menggunakan swap pada kisaran 168 MB sedangkan pada memori B dan memori C belum menggunakan swap. Hal ini didapatkan berdasarkan spesifikasi, clock rate dan cache server A merupakan yang paling kecil dari ke-3 server LTSP sehingga antrian instruksi pada memori akan lebih banyak daripada server B dan server C. Memori B memiliki kisaran penggunaan memori sekitar 1000 MB, hal ini didapatkan dari clock rate yang dimiliki CPU B belum bekerja pada kecepatan maksimun dikarenakan beban pada CPU belum terlalu berat sehingga dengan clock rate yang bekerja belum maksimal tersebut antrian instruksi pada memori B masih cukup besar. Pada memori C penggunaan memori sampai pada kisaran 850 MB, hal ini didapat berdasarkan spesifikasi clock rate CPU C langsung bekerja pada kecepatan maksimum 2715 MHz dan CPU C memiliki cache L1 yang lebih besar daripada CPU A dan CPU B. Sehingga dengan clock rate yang langsung bekerja pada kecepatan tinggi dan cache L1 yang besar megakibatkan antrian pada memori paling sedikit daripada memori A dan memori B. Pengujian pada Kondisi Standby dengan 20 klien
Gambar 8. Grafik CPU pada Kondisi Stanby dengan 20 Klien
Dari Gambar 8 didapatkan fakta yaitu penggunaan CPU A lebih besar daripada CPU C, sedangkan CPU C penggunaannya lebih besar daripada CPU B. CPU B lebih bagus karena penggunaan CPU-nya paling sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa load average CPU A berada pada kisaran 20 % dari keseluruhan CPU, berdasarkan spesifikasi cache CPU A yang paling kecil sehingga CPU harus mengakses ke memori paling sering. Sehingga kinerja CPU A menjadi tinggi karena harus sering mengakses intruksi pada memori. CPU B memiliki load average pada kisaran 2 %, hal ini menunjukan bahwa CPU B sudah 13
bekerja pada kecepatan maksimum 4000 MHz sehingga kinerja CPU B menjadi cepat. Selain itu CPU B memiliki cache yang paling besar sehingga dalam mengakses memori tidak akan sebanyak CPU A dan CPU C. Pada CPU C didapatkan load average pada kisaran 4 % dari keseluruhan CPU. Hal ini didapatkan dari clock rate CPU C yang langsung bekerja pada kecepatan tinggi dan di tambah cache yang lebih besar dari CPU A. Sehingga didapatkan load average CPU C lebih rendah dari CPU A tapi masih lebih tinggi dari CPU B.
Gambar 9. Grafik Memori pada Kondisi Stanby dengan 20 Klien
Dari Gambar 9 tersebut didapatkan fakta yaitu penggunaan memori C lebih besar daripada memori B, sedangkan penggunaan memori A lebih sedikit dari memori B. Pada memori A sudah menggunakan swap pada kisaran 124 MB yang merupakan penggunaan swap tertinggi dari ke-3 server LTSP. Hal ini didasarkan pada clock rate CPU A yang mampu bekerja maksimal pada 3066 MHz dan cache CPU A yang paling sedikit mengakibatkan antrian akan memenui memori dan pada akhirnya juga menggunakan swap. Pada memori B belum menggunakan swap karena CPU B mampu bekerja pada clock rate yang tinggi yaitu 4000 MHz dan ditambah dengan cache yang paling besar, sehingga antrian pada memori B paling sedikit dibandingkan memori A dan memori C. Pada memori C sudah menggunakan swap pada kisaran 76 MB, hal ini didapatkan dari meskipun clock rate maksimal CPU C tidak sebesar CPU A tetapi cache CPU C lebih besar dari CPU A. Sehingga antrian yang ada pada swap memori C tidak sebanyak memori A.
14
Pengujian pada Kondisi Berbeban dengan 20 klien
Gambar 10. Grafik CPU pada Kondisi Berbeban dengan 20 Klien
Dari Gambar 10 tersebut didapatkan fakta yaitu penggunaan CPU A lebih besar daripada CPU C, sedangkan CPU C penggunaannya lebih besar daripada CPU B. CPU B lebih bagus karena penggunaan CPU-nya paling sedikit. Pada CPU A load average berada pada kisaran 44 % dari keseluruhan CPU, hal ini didapatkan dari berdasarkan spesifikasi clock rate CPU A mampu bekerja pada kecepatan 3066 MHz namun memiliki cache yang paling kecil. Sehingga CPU A dalam mengakses instruksi dari memori membutuhkan waktu yang lebih banyak daripada CPU B dan CPU C yang menyebabkan kinerjanya menjadi paling tinggi. Pada CPU B load average berada pada kisaran 20 % dari keseluruhan CPU, hal ini didapatkan dari berdasarkan spesifikasi clock rate CPU B mampu bekerja pada kecepatan 4000 MHz dan memiliki cache yang paling besar. Sehingga CPU B dalam mengakses instruksi dari memori membutuhkan waktu lebih sedikit daripada CPU A dan CPU C yang menyebabkan kinerjanya menjadi paling rendah. Pada CPU C load average berada pada kisaran 41 % dari keseluruhan CPU, hal ini didapatkan dari berdasarkan spesifikasi clock rate CPU C yang bekerja stabil pada kecepatan 2715 MHz dan memiliki cache yang lebih besar dari CPU A tetapi lebih kecil dari CPU B. Sehingga CPU C dalam mengakses instruksi dari memori menyebabkan waktu kinerjanya bertambah dan antrian semakin banyak sehingga kinerja CPU lebih tinggi dari CPU C.
15
Gambar 11. Grafik Memori pada Kondisi Berbeban dengan 20 Klien
Dari Gambar 11 tersebut didapatkan fakta yaitu penggunaan memori C lebih besar daripada memori B, sedangkan penggunaan memori A lebih sedikit dari memori B. Pada memori A sudah menggunakan swap pada kisaran 466 MB yang merupakan penggunaan swap tertinggi dari ke-3 server LTSP. Hal ini didasarkan pada clock rate CPU A yang mampu bekerja maksimal pada 3066 MHz dan cache CPU A yang paling sedikit mengakibatkan antrian akan memenui memori dan pada akhirnya juga menggunakan swap. Pada memori B sudah menggunakan swap pada kisaran 137 MB. Hal ini didapatkan karena CPU B mampu bekerja pada clock rate yang tinggi yaitu 4000 MHz dan ditambah dengan cache yang paling besar, sehingga antrian pada memori B paling sedikit dibandingkan memori A dan memori C. Pada memori C sudah menggunakan swap pada kisaran 304 MB, hal ini didapatkan dari meskipun clock rate maksimal CPU C tidak sebesar CPU A tetapi cache CPU C lebih besar dari CPU A. Sehingga antrian yang ada pada swap memori C tidak sebanyak memori A. Hasil pembahasan Pengujian Server LTSP Setelah melakukan uji coba dan pembahasan hasil uji coba didapatkan hasil keseluruhan dalam betuk grafik CPU dan memori, grafik tersebut dapat dilihat di bawah ini:
16
10 Klien 20 Klien 10 Klien Berbeba 20 Klien Berbeba n n Standby Standby
Grafik Keseluruhan Kinerja CPU pada Server LTSP Load Average 2 Load Average 1 Load Average 2
Server C
Load Average 1
Server B
Load Average 2
Server A
Load Average 1 Load Average 2 Load Average 1 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 Gambar 12. Grafik Keseluruhan Kinerja CPU pada Server LTSP
%
Pada Gambar 12 di atas terlihat bahwa penggunaan load average CPU dari server C pada 10 klien adalah 6,19 % sehingga server C paling baik digunakan pada 10 klien dibandingkan server A dan server B. Sedangkan penggunaan load average CPU dari server B pada 20 klien adalah 20,91 % sehingga server B paling baik digunakan pada 20 klien dibandingkan server A dan server B.
10 20 10 20 Klien Klien Klien Berbeba Klien Berbeba Standby Standby n n
Grafik Keseluruhan Kinerja Memori dan Swap pada Server LTSP Memori + Swap Memori C
Memori + Swap
Memori B Memori A
Memori + Swap
Memori + Swap 0.00
200.00 400.00 600.00 800.00 1000.00 1200.00 1400.00 1600.00
MB
Gambar 13. Grafik Keseluruhan Kinerja Memori pada Server LTSP
Pada Gambar 13 di atas terlihat bahwa pada server C dengan 10 klien konsumsi memori dan swap adalah 826,88 MB yang merupakan jumlah terkecil daripada server A dan server B, sehingga untuk 10 klien paling bagus menggunakan server C. Pada server B dengan 20 klien konsumsi memori dan swap adalah 1119,88 MB yang merupakan jumlah terkecil daripada server A dan server C, sehingga untuk 20 klien paling bagus menggunakan server B.
17
6.
Simpulan
Berdasarkan pada penelitian, pengujian dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa: Pengimplementasian LTSP dapat menekan biaya operasional di bidang TIK karena LTSP memiliki lisensi free. Dengan implementasi LTSP ini dapat mempermudah dalam maintenance atau perawatan pada laboratorium komputer SMA N 2 Salatiga karena cukup server LTSP saja yang menggunakan sistem operasi, sedangkan klien cukup mengunakan sistem operasi milik server LTSP. Dengan melakukan perbandingan kinerja server LTSP yang digunakan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk jumlah klien sebanyak 10 akan lebih efektif menggunakan kinerja dari server C, sedangkan untuk jumlah klien sebanyak 20 akan lebih efektif menggunakan kinerja dari server B. Dikarenakan harga server C kurang lebih setengah dari harga server B, jadi untuk alasan penghematan biaya investasi lebih baik menggunakan server C untuk tiap 10 klien. 7.
Daftar Pustaka
[1]
Wiramaswara Widya, Putu. 2005. Mengenal dan Memasang Linux Terminal Server Project. Balneaves, Scott. 2009. A Guide to LTSP Networks. Anonim. Thin Client. http://www.disklessworkstations.com/. (Diakses pada Tanggal 13 November 2011) Walker, Ray. 2006. Examining Load Average. Linux Journal. Purcell, J. 1997. Linux Complete Command Reference. Sams Publishing. Irwansyah, Arif. 2003. Tutorial Merakit Komputer. Ilmukomputer.Com. Subiantoro. 2009. Perbedaan Single Core, Dual Core, Core 2 Duo, dan Multi Core. http://vivateknologi.com/perbedaan-single-core-dual-corecore-2-duo-multi-core.html. (Diakses pada tanggal 8 Oktober 2011) Mueller, Scott. 2009. Upgrading and Repairing Pcs, 19th Edition. Indianapolis: Pearson Education, Inc. Anonim. About-Ubuntu. http://www.ubuntu.com/project/about-ubuntu. (Diakses pada Tanggal 10 Oktober 2011) Riel, Rikvan. Memory Hierarchy. http://linux-mm.org/MemoryHierarchy. (Diakses pada Tanggal 2 Desember 2011)
[2] [3] [4] [5] [6] [7]
[8] [9] [10]
18