SKRIPSI
KAJIAN HASIL RISET POTENSI ANTIOKSIDAN DI PUSAT INFORMASI TEKNOLOGI PERTANIAN FATETA IPB SERTA APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH, LADA DAN DAUN SIRIH PADA DENDENG SAPI
Oleh : JAMAL LULAIL F24104073
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Jamal Lulail. F24104073. Kajian Hasil Riset Potensi Antioksidan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian FATETA IPB serta Aplikasi Ekstrak Bawang Putih, Lada dan Daun Sirih pada Dendeng Sapi. Di bawah bimbingan Ir. Subarna, MSi dan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu. 2009.
ABSTRAK Ketengikan pangan yang menunjukkan kerusakan pangan merupakan akibat dari reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan perubahan bau, rasa, warna, nilai gizi dan keamanan. Semuanya itu dapat menurunkan mutu pangan. Salah satu cara untuk mencegah kerusakan tersebut adalah dengan penggunaan antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hasil riset antioksidan yang telah dilakukan sehingga hasil riset yang dinyatakan layak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Tahapan yang dilakukan dalam kajian ini adalah kajian kepustakaan dengan mengidentifikasi sumber hasil riset potensi antioksidan, pengkajian hasil riset aktivitas dan aplikasi antioksidan, rekomendasi kajian riset aktivitas dan aplikasi antioksidan, validasi terhadap hasil kajian kepustakaan mengenai aplikasi antioksidan pada dendeng sapi, serta rekomendasi dan penyusunan leaflet aplikasi antioksidan pada dendeng sapi. Validasi yang dilakukan terdiri dari pengujian kembali pengaruh perendaman dalam jus daun sirih 10% b/v terhadap tingkat ketengikan dan mutu organoleptik dendeng sapi. Selain itu juga diteliti pengaruh penambahan ekstrak etanol bawang putih dan ekstrak etanol lada ke dalam larutan bumbu, serta pengaruh penggabungan larutan kuring dan larutan bumbu selama perendaman daging terhadap tingkat ketengikan dan mutu organoleptik dendeng sapi setelah disimpan 1 bulan. Metode yang digunakan dalam ekstraksi lada dan bawang putih berupa maserasi. Untuk pengujian ketengikan dendeng dilakukan analisa nilai TBA. Sedangkan untuk mutu organoleptik dendeng digunakan uji hedonik. Hasil riset yang relevan dan tersedia di Pusat Informasi Teknologi Pertanian FATETA IPB sebanyak 35 laporan riset, terdiri dari 28 skripsi, 1 tesis, 1 disertasi, dan 5 jurnal. Pada kajian hasil riset aktivitas antioksidan alami diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: 1) Hampir semua jenis sumber antioksidan alami merupakan komoditi yang memiliki rendemen ekstrak cukup tinggi (>10%). 2) Pelarut yang sering dipakai pada ekstraksi antioksidan adalah pelarut polar, yaitu metanol dan etanol. 3) Teknik ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi. 4) Metode Active Oxygen Method (AOM) adalah metode pengujian aktivitas antioksidan yang sering digunakan. 5) Ekstrak antioksidan yang dinyatakan efektif aktivitasnya serta memiliki biaya produksi yang ekonomis adalah ekstrak metanol: cabe merah, kunyit, bawang putih, kayu manis, cengkeh, adas, lada, biji pala, dan ekstrak etanol sirih. Rekomendasi yang diperoleh dari kajian hasil riset aktivitas antioksidan alami, yaitu: 1) Bawang putih dan lada dapat diaplikasikan pada dendeng sapi. 2) Biji pala, adas, kunyit, sirih dapat diaplikasikan pada ayam goreng, ikan presto, mie basah atau kripik tempe. 3) Cabe merah, kayu manis, cengkeh dapat diaplikasikan pada bumbu rendang, kari atau makanan yang memiliki citarasa pedas lainnya.
Pada kajian hasil riset aplikasi antioksidan diperoleh kesimpulan yaitu aplikasi daun sirih pada dendeng sapi dan aplikasi antioksidan sintetik pada pangan seperti bumbu ayam goreng, kecap ikan tuna, sosis ikan tenggiri, selai krim santan, dan gelek dinyatakan layak aplikasi. Rekomendasi yang diperoleh dari kajian hasil riset aplikasi antioksidan yaitu aplikasi bawang putih dan lada serta hasil riset aplikasi daun sirih pada dendeng sapi perlu diteliti pada tahap validasi dan uji aplikasi. Pada tahap validasi dan uji aplikasi telah dibuktikan bahwa semua perlakuan mampu menurunkan tingkat ketengikan dendeng selama penyimpanan. Perlakuan perendaman daging dalam larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih memiliki nilai TBA 0.98 mg mal/kg, perlakuan perendaman daging dalam larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol lada memiliki nilai TBA 0.98 mg mal/kg, perlakuan perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih memiliki nilai TBA 0.98 mg mal/kg, perlakuan perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol lada memiliki nilai TBA 0.98 mg mal/kg, serta perlakuan perendaman daging dalam jus daun sirih 10% b/v, larutan kuring dan larutan bumbu memiliki nilai TBA 0.97 mg mal/kg. Namun secara organoleptik dan proses produksi, perlakuan perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih merupakan perlakuan terbaik dengan nilai hedonik rasa cenderung suka, aroma cenderung suka, warna cenderung agak suka, dan nilai hedonik overall cenderung agak suka. Aplikasi perlakuan ini layak direkomendasikan sebagai antioksidan alami pangan.
KAJIAN HASIL RISET POTENSI ANTIOKSIDAN DI PUSAT INFORMASI TEKNOLOGI PERTANIAN FATETA IPB SERTA APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH, LADA DAN DAUN SIRIH PADA DENDENG SAPI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : JAMAL LULAIL F24104073
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN HASIL RISET POTENSI ANTIOKSIDAN DI PUSAT INFORMASI TEKNOLOGI PERTANIAN FATETA IPB SERTA APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH, LADA DAN DAUN SIRIH PADA DENDENG SAPI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : JAMAL LULAIL F24104073 Dilahirkan pada tanggal 25 Juli 1986 di Jakarta Tanggal Lulus : Menyetujui, Bogor,
2009
Ir. Subarna, MSi Dosen Pembimbing I
Prof. Dr. Winiati P. Rahayu Dosen Pembimbing II Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Jamal Lulail lahir pada tanggal 25 Juli 1986 di Jakarta. Penulis anak kelima dari enam bersaudara, dari pasangan Rochmat dan Yunani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 05 Pagi Cipulir, kemudian melanjutkan ke SLTPN 48 Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 32 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumberdaya manusia yang berguna bagi masyarakat. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Teknologi Pangan dan Gizi atau sekarang menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kampus seperti AGRIFARMA, Kedai Pagi, HMPPI, BEM FATETA dan FBI. Selain itu penulis juga aktif menjadi asisten praktikum Kimia Dasar pada tahun 2006. Prestasi yang pernah diraih penulis selama menempuh masa perkuliahan adalah mendapatkan pembiayaan dari DIKTI untuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) tahun 2008. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi setelah melakukan penelitian di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada bulan April-November 2008, dengan judul ”Kajian Hasil Riset Potensi Antioksidan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian FATETA IPB serta Aplikasi Ekstrak Bawang Putih, Lada dan Daun Sirih pada Dendeng Sapi” di bawah bimbingan Ir. Subarna, MSi dan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Hasil Riset Potensi Antioksidan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian FATETA IPB serta Aplikasi Ekstrak Bawang Putih, Lada dan Daun Sirih pada Dendeng Sapi ini. Salawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Subarna, M.Si dan Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku dosen pembimbing atas kesabaran, perhatian, dan motivasi yang diberikan selama ini. 2. Dr. Ir. Sukarno, MSc selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ini. 3. Bapak dan mama tercinta atas segala curahan kasih sayang dan pengorbanan, doa tanpa henti, serta luapan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. Serta kepada kakakku Anas, Arum, Especially buat Lina dan Bair. 4. Para teknisi di laboratorium ITP (Pak Edi, Bu Ida, Pak Wachid, Bu Rubiah, Pak Sidiq, Pak Sobirin, Pak Rojak, Pak Yahya, Mba Darsih, Pak Gatot, Pak Koko, Bu Antin, dan Bu Sri). 5. Kak Acang TPG 38 yang pernah selalu memompa semangatku dengan kisahnya. 6. Risma, Jendy, Rosliana, dan April (teman seperjuangan). 7. Kani, Bima, dan Inke (teman kelompok parktikum C3). 8. Soni Lanskap, Anto Tanah, dan Topik TEP (teman asrama). 9. Yunion, Nona, Etyna, Astrida ”Auu”, Lia, Si2, Indy, Novi, Sherly, Ame, Prita, Rizka, Ri2n, Anca, Anto, Indra, Uki, Chabib, Echi, Hans, Anto UNJ,
Akbar Ekbank, Rahman, Udo, Tomi UIN, Aldi, Miko, Angga yang selalu menemani selama skripsi dibuat. 10. Teman-teman ITP 40, 41, dan 42 atas kerjasamanya selama ini. 11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan kedepannya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xii
I. PENDAHULUAN .................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
A. ANTIOKSIDAN .............................................................................
3
B. SIFAT-SIFAT ANTIOKSIDAN .....................................................
6
C. EKSTRAKSI KOMPONEN ANTIOKSIDAN ..............................
7
D. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ................................................
9
E. KETENGIKAN DALAM BAHAN PANGAN ..............................
12
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................
15
A. KAJIAN KEPUSTAKAAN ............................................................
16
1. Identifikasi Sumber Informasi Antioksidan ..................................
16
2. Pengkajian Data Hasil Riset Aktivitas dan Aplikasi Antioksidan
16
3. Rekomendasi Kajian Riset Antioksidan ...................................................
17
B. VALIDASI HASIL KAJIAN KEPUSTAKAAN & UJI APLIKASI
17
1. Bahan dan Alat ................................... ..........................................
18
2. Metode ..........................................................................................
18
3. Analisis Dendeng ………. ............................................................
20
C. REKOMENDASI APLIKASI ANTIOKSIDAN ..............................
19
D. PENYUSUNAN LEAFLET APLIKASI ANTIOKSIDAN ..............
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
22
A. KAJIAN KEPUSTAKAAN ............................................................
22
1. Identifikasi Sumber Informasi Antioksidan...................................
22
2. Bagian Tanaman Sebagai Sumber Antioksidan Alami ................
22
3. Cara Memperoleh Senyawa Antioksidan ………. ........................
23
4. Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan ................................... .
26
5. Potensi Antioksidan Alami Dari Segi Aktivitas & Biaya Produksi
27
6. Rekomendasi Kajian Riset Aktivitas Antioksidan Alami ……….
30
7. Aplikasi Antioksidan Pada Pangan ................................... ...........
31
8. Rekomendasi Kajian Riset Aplikasi Antioksidan Pada Pangan ...
37
B. VALIDASI HASIL KAJIAN KEPUSTAKAAN & UJI APLIKASI
38
C. REKOMENDASI APLIKASI ANTIOKSIDAN ..............................
43
D. PENYUSUNAN LEAFLET APLIKASI ANTIOKSIDAN ..............
43
V. KESIMPULAN ......................................................................................
44
A. Kesimpulan .....................................................................................
44
B. Saran ................................................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
46
LAMPIRAN .................................................................................................
52
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komponen-komponen di dalam sumber antioksidan..................
5
Tabel 2.
Polaritas pelarut organik ............................................................
8
Tabel 3.
Rekapitulasi jumlah sumber informasi yang dikaji ....................
22
Tabel 4.
Bagian tanaman sebagai sumber antioksidan ..........................
23
Tabel 5.
Penggunaan berbagai jenis pelarut untuk ekstraksi antioksidan
24
Tabel 6.
Penggunaan berbagai metode ekstraksi antioksidan ………….
25
Tabel 7.
Penggunaan metode tiosianat, AOM dan metode β-karoten/ linoleat dalam penentuan aktivitas antioksidan .........................
Tabel 8.
27
Rincian kajian antioksidan alami dari segi aktivitas dan biaya produksi ......................................................................
28
Rekomendasi kajian riset aktivitas antioksidan alami ................
31
Tabel 10. Bahan antioksidan alami yang diaplikasikan pada bahan pangan
32
Tabel 9.
Tabel 11. Senyawa antioksidan sintetik yang diaplikasikan pada bahan pangan ......................................................................
35
Tabel 12. Rekomendasi kajian riset aplikasi antioksidan .........................
37
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Mekanisme autooksidasi .........................................................
13
Gambar 2.
Mekanisme ketengikan pada lemak ........................................
14
Gambar 3.
Diagar alir pelaksanaan kajian antioksidan .............................
15
Gambar 4.
Berbagai perlakuan yang diberikan pada dendeng ………......
19
Gambar 5.
Pengukuran ketengikan dendeng setelah penyimpanan 1 bulan
38
Gambar 6.
Pengaruh lima perlakuan terhadap skor rata-rata rasa dendeng ....................................................................................
Gambar 7.
Pengaruh lima perlakuan terhadap skor rata-rata aroma dendeng ....................................................................................
Gambar 8.
39 41
Pengaruh lima perlakuan terhadap skor rata-rata overall dendeng ....................................................................................
42
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1a.
Bagan alir prosedur ekstraksi bawang putih atau lada ........
Lampiran 1b.
Bagan alir prosedur ekstraksi daun sirih .............................. 52
Lampiran 2.
Bagan alir prosedur uji ketengikan dendeng sapi ………… 53
Lampiran 3.
Identifikasi sumber informasi hasil riset antioksidan alami
Lampiran 4.
Identifikasi sumber informasi hasil riset antioksidan sintetik 56
Lampiran 5.
Perbandingan penggunaan berbagai jenis pelarut dan teknik ekstraksi ...............................................................................
Lampiran 6.
54
57
Perbandingan penggunaan berbagai jenis metode uji dan konsentrasi ...........................................................................
Lampiran 7a
52
59
Hasil analisis ketengikan dendeng sapi (batch 1) setelah penyimpanan 1 bulan .......................................................... 63
Lampiran 7b.
Hasil analisis ketengikan dendeng sapi (batch 2) setelah penyimpanan 1 bulan .......................................................... 64
Lampiran 7c.
Analisis sidik ragam TBA dendeng ..................................... 65
Lampiran 7d.
Hasil uji lanjut Duncan TBA dendeng.................................. 65
Lampiran 8a.
Analisis sidik ragam hedonik rasa dendeng ........................ 66
Lampiran 8b.
Hasil uji lanjut Duncan hedonik rasa dendeng .................... 66
Lampiran 9a.
Analisis sidik ragam hedonik aroma dendeng ..................... 67
Lampiran 9b.
Hasil uji lanjut Duncan hedonik aroma dendeng ................ 67
Lampiran 10.
Analisis sidik ragam hedonik warna dendeng ..................... 68
Lampiran 11a. Analisis sidik ragam hedonik overall dendeng ...................
68
Lampiran 11b. Hasil uji lanjut Duncan hedonik overall dendeng ..............
68
Lampiran 12a. Gambar leaflet (halaman depan) ........................................... 69 Lampiran 12b. Gambar leaflet (halaman belakang) ....................................... 70
I. PENDAHULUAN Salah satu kerusakan pangan berlemak yang sering terjadi selama penyimpanan adalah terjadinya ketengikan akibat oksidasi lemak. Proses ketengikan adalah kerusakan lemak atau minyak dalam bahan pangan yang dapat menimbulkan bau dan cita rasa menyimpang (tengik), yang diakibatkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak (Winarno, 1992). Terjadinya proses ketengikan tidak hanya terbatas pada bahan pangan berlemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan pangan berlemak rendah (Ketaren, 1986). Ketengikan biasanya mejadi tolok ukur mutu pangan. Reaksi ketengikan lemak bertahap, yaitu tahap inisiasi (terjadi pembentukan radikal bebas), tahap propagasi (radikal bebas dirubah menjadi radikal lain) dan tahap terminasi (penggabungan dua radikal membentuk formasi yang stabil (Gordon, 1990). Untuk melindungi atau menghambat reaksi oksidasi lemak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara fisik dan kimiawi. Perlakuan fisik yang diberikan terhadap lipida meliputi upaya meminimumkan kontak aktivator eksternal dan internal serta pengemasan yang tepat. Sedangkan secara kimia dapat dilakukan dengan hidrogenasi, trans dan interesterifikasi dan penggunaan antioksidan (Andarwulan, 1997). Antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi autooksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990). Menurut Widjaya (2003), antioksidan dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi. Kajian terhadap hasil riset mengenai antioksidan b a i k d a l a m b e n t u k l a p o r a n a t a u j u r na l dilakukan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian FATETA IPB, karena h a s i l riset tersebut sudah beragam dan jumlahnya sudah cukup banyak untuk dikaji. Hasil riset menunjukkan bahwa sejumlah tumbuhan (terutama rempah) ternyata mempunyai potensi antioksidan serta dapat pula diaplikasikan sebagai antioksidan pada bahan pangan nabati maupun hewani. Namun, banyak hasil riset mengenai sumber antioksidan yang telah terangkum dalam sebuah karya tulis hanya menjadi koleksi di perpustakaan dan masih jarang
yang mengkaji hingga tahap pengaplikasian dalam bahan pangan sehingga belum dapat diketahui apakah komponen tersebut layak digunakan sebagai antioksidan pangan dan memiliki peluang sebagai alternatif antioksidan pangan. Berdasarkan pemikiran tersebut, telah dilakukan kajian mengenai potensi antioksidan, baik dari segi aktivitas antioksidan, biaya produksi serta kelayakan aplikasi pada pangan agar dapat direkomendasikan sebagai antioksidan pangan. Penelitian ini bertujuan mengkaji hasil riset antioksidan yang telah dilakukan sehingga hasil riset yang dinyatakan layak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai antioksidan pangan. Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah merekomendasikan hasil kajian riset kepada kalangan yang mempunyai kepentingan atau membutuhkan informasi mengenai antioksidan, khususnya mengenai aplikasi rempah sebagai antioksidan pada dendeng sapi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. ANTIOKSIDAN Menurut Widjaya (2003), antioksidan dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi. Antioksidan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk pangan yaitu Butylated hydroxyanisol (BHA), Butylated hydroyxtoluene (BHT), propil galat, Tert-Butyl Hydroquinone (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan tersebut merupakan antioksidan yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991). Menurut Porkony et al., (2001) konsentrasi total antioksidan sintetik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi yang ditambahkan tidak boleh melebihi 200 ppm dari berat lemak yang terkandung di dalam bahan pangan. BHA memiliki kemampuan antioksidan (carry through, kemampuan antioksidan baik dilihat dari ketahanannya terhadap tahap-tahap pengelolaan maupun stabilitasnya pada produk akhir) yang baik pada lemak hewan dalam sistem pangan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak tanaman. BHA bersifat larut lemak dan tidak larut air, berbentuk padat putih dan dijual dalam bentuk tablet atau serpih, bersifat volatil sehingga berguna untuk penambahan ke materi pengemas (Buck, 1991 ; Coppen, 1983). Menurut Allen dan Hamilton (1990), antioksidan sintetik BHT memiliki sifat serupa BHA, akan memberi efek sinergis bila dimanfaatkan bersama BHA, berbentuk kristal padat putih dan digunakan secara luas karena relatif murah. Propil galat mempunyai karakteristik sensitif terhadap panas,
terdekomposisi pada titik cairnya 148 0C, dapat membentuk komplek warna dengan ion metal, sehingga kemampuan antioksidannya rendah. Propil galat memiliki sifat berbentuk kristal padat putih, sedikit tidak larut lemak tetapi larut air, serta memberi efek sinergis dengan BHA dan BHT (Buck, 1991). TBHQ dikenal sebagai antioksidan paling efektif untuk lemak dan minyak,
khususnya
minyak
tanaman
karena
memiliki
kemampuan
antioksidan yang baik pada penggorengan tetapi rendah pada pembakaran. Bila TBHQ direkomendasikan dengan BHA yang memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada pemanggangan akan memberikan kegunaan yang lebih luas. TBHQ dikenal berbentuk bubuk putih sampai coklat terang, mempunyai kelarutan cukup pada lemak dan minyak, tidak membentuk kompleks warna dengan Fe dan Cu tetapi dapat berubah pink dengan adanya basa (Buck, 1991). Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan hampir disetiap minyak tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi secara kimia. Tokoferol memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipida karena rantai C panjang. Pengaruh nutrisi secara lengkap dari tokoferol belum diketahui, tetapi α-tokoferol dikenal sebagai sumber vitamin E. Didalam jaringan hidup, aktivitas antioksidan tokoferol cenderung α->β->γ>δ-tokoferol, tetapi dalam pangan aktivitas tokoferol terbalik δ->γ->β->αtokoferol (Belitz dan Grosch, 1978). Menurut Allen dan Hamilton (1990), urutan tersebut kadang bervariasi tergantung pada substrat dan kondisikondisi lain seperti suhu. Antioksidan alami di dalam pangan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen pangan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke pangan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992). Menurut Pratt dan Hudson (1990), senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal dari tumbuhan. Senyawa-senyawa antioksidan yang berasal dari berbagai jenis tumbuhan terlihat pada Tabel 1. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 250.000 sampai 300.000
spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt, 1992). Menurut Pratt dan Hudson (1990) serta Shahidi dan Naczk (1995), senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Ditambahkan oleh Pratt (1992), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Tabel 1. Komponen-komponen di dalam sumber antioksidan* No.
Sumber antioksidan
Komponen Eugenol, kavikol, linalool, dan geraniol
a
1
Salam
2 3
Sirih n,o Kemangi a
4
Seledri a
5
Bawang merah a
6
Bawang putih a
7
a
Oleoresin Flavonoid, saponin dan tannin saponin, flavonoida dan polifenol Senyawa fenol dan propil disulfida Polifenol, dialil sulfida, dialil trisulfida, alil propil disulfida Kuersetin
No.
Sumber antioksidan a
17
Biji pala
18 19
Adas a Kemiri a
20
Ketumbar a
21
Lada g
22
Biji teratai f
23
Komponen Champen, sianidin, eugenol, terpinen, kaempferol, as. laurat, quercetin, myrcene, as. miristat,dll anethole dan fenchine Asam lemak tak jenuh Sabinene, myrcene, a-terpinene, ocimene, linalool, geraniol, dll Oleoresin
Biji lotus
h
Flavonoid
Cengkeh
k
Eugenol
24
Sereh
9
Antarasa
c
25
Kayu manis a
10
Andaliman d,b
Komponen fenolik Polifenol, flavonoid dan oleoresin
Flavonoid Sitral, geraniol dan asam-asam organik Sinamaldehid dan eugenol
26
Jahe i,q
Flavonoid dan polifenol
11
Cabe merah a
Karotenoid, asam askorbat, saponin, flavonoid dan polifenol
27
Ginseng jawa j
Senyawa flavonoid, tannin, saponin, antrakuinon, dan senyawa fenolat
12
Cabe rawit a
28
Lengkuas a
Sineol
13
Kapulaga a
Karotenoid, asam askorbat, saponin, flavonoid dan polifenol Sineol, metil heptanol, borneol, myrcene, dll. Senyawa fenolik Senyawa fenol Vit C, tannin, as hidnokorpat, as khaul mograt, as gorlat, komp. fenolik
29
Kencur a
Sineol dan borneol
30
g
8
Bawang bombay
a
14 15
Jinten Biji atung e
16
Kluwak l,m
31
a
Kunyit Wijen a
Polifenol Asam lemak tak jenuh
Sumber: a: Sumardi (1992), b: Tensiska et al., (2003), c: Widiastuti (2000), d: Rahmawati (2004), e: Sarastani et al., (2002), f: Kasih (2007), g: Nely (2007), h: Nuraeni (2007), i: Wuisan (2007), j: Estiasih dan Kurniawan (2006), k: Min (1992), l: Adidjaja (1991), m: Romlah (1992), n: Cahyono (1995), o: Nainggolan (1997), p: Humairani (2007), q: Septiana et al., (2002)
Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan dapat beraksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas, (c) pengkelat logam, (d) peredam terbentuknya singlet oksigen. Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asamasam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain (Pratt, 1992). B. SIFAT-SIFAT ANTIOKSIDAN Secara umum, menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavor, odor, warna pada produk, (c) efektif pada konsentrasi rendah, (d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah. Ciri keempat merupakan hal yang sangat penting karena sebagian proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Suhu tinggi akan merusak lipida dan stabilitas antioksidan yang ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Kemampuan bertahan antioksidan terhadap proses pengolahan sangat diperlukan untuk dapat melindungi produk akhir. Sebagaimana suatu benda pada umumnya, antioksidan juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tersebut meliputi (a) antioksidan tidak dapat memperbaiki flavor lipida yang berkualitas rendah, (b) antioksidan tidak dapat memperbaiki lipida yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun kerusakan mikroba (Coppen, 1983). Antioksidan sebaiknya ditambahkan ke lipida seawal mungkin untuk menghasilkan efek maksimum. Menurut Coppen (1983), antioksidan hanya akan benar-benar efektif bila ditambahkan seawal mungkin selama periode
induksi, yaitu suasana periode awal oksidasi lipida terjadi dimana oksidasi masih berjalan secara lambat dengan kecepatan seragam. C. EKSTRAKSI KOMPONEN ANTIOKSIDAN Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai (Sudjadi, 1985). Menurut Nur dan Adijuwana (1989), ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Harbone (1987) menambahkan bahwa ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Teknik ekstraksi yang tepat berbeda untuk masing-masing bahan. Hal ini dipengaruhi oleh tekstur kandungan bahan dan jenis senyawa yang ingin didapat (Nielsen, 2003). Penggunaan metode ekstraksi yang dilakukan bergantung pada beberapa faktor, yaitu tujuan dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan (Hougton dan Raman, 1998). Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi dengan pelarut, distilasi, super critical fluid extraction (SFE), pengepresan mekanik, dan sublimasi. Metode ekstraksi yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan pelarut. Proses ekstraksi dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Semakin lama waktu yang digunakan dan semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin sempurna proses ekstraksi. Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang diekstrak, semakin sempurna proses ekstraksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah: (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, (2) pelarut organik akan cenderung melarutkan senyawa organik dan (3) pelarut air akan cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam ataupun basa. Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan langsung dengan pelarut selama selang waktu tertentu, sehingga komponen yang akan diekstrak terlarut dalam pelarut kemudian
diikuti dengan pemisahan pelarut dari bahan yang diekstrak. Pelarut organik yang umum digunakan untuk memproduksi konsentrat, ekstrak, absolut atau minyak atsiri dari bunga, daun, biji, akar, dan bagian lain dari tanaman adalah etl asetat, heksana, petroleum eter, benzena, toluena, etanol, isopropanol, aseton, dan air (Mukhopadhyay, 2002). Nilai polaritas beberapa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Polaritas pelarut organik No.
Pelarut
Titik didih (0C) *
Polaritas (E0C)*
ADI mg/kg BB**
1
Etanol
78.3
0.68
0.5
2
Aseton
56.2
0.47
0.2
3
Etil asetat
77.1
0.38
1.25
4
Heksana
68.7
0
0.15
5
Pentena
36.2
0
0.15
6
Diklorometana
40.8
0.32
1.25
7
Isopropanol
82.2
0.63
0.6
8
Air
100
>0.73
-
9
Propilen glikol
187.4
0.73
0.7
10
Karbondioksida
-56.6
0
0.2
Sumber: *Mukhopadhyay (2002), ** Porkony et al., (2001)
Secara umum teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik dapat dibedakan menjadi 4, yaitu maserasi, perkolasi, ekstraksi dengan soxhlet dan refluks. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan perendaman sampel yang telah dihancurkan menggunakan pelarut beberapa hari sambil dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Maserasi modern terbuat dari stainless steel atau gelas yang dilengkapi dengan agitator. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dengan flavor yang baik karena dilakukan tanpa pemanasan sehingga mengurangi kerusakan komponen aromatik. Ekstraksi dengan alat soxhlet dan refluks dilakukan dengan bantuan pemanasan sekitar 600C dan lamanya ekstraksi dapat berlangsung selama 24 jam. Ekstraktor soxhlet ditemukan oleh Frans von Soxhlet pada tahun 1879. Alat tersebut sebenarnya dibuat untuk mengekstrak lipid. Tetapi soxhlet tidak
hanya terbatas untuk itu saja, tetapi bisa juga untuk mengekstrak komponen aktif. Mula-mula sampel dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas dan ditempatkan pada bagian tabung utama soxhlet. Kemudian labu didih dipasang di bawang soxhlet dan lengkapi dengan kondensornya. Prinsip dari alat ini adalah pelarut yang dipanaskan akan menguap kemudian melewati kondensor sehingga mengembun dan menggenangi selongsong yang ada di dalam tabung soxhlet. Komponen aktif dalam sampel akan larut dalam pelarut. Ketika tabung utama sudah hampir dipenuhi pelarut, secara otomatis pelarut akan jatuh kembali ke labu didih. Siklus ini akan berulang kembali. Keuntungan dari menggunakan alat ini adalah pelarut dapat digunakan kembali setelah pemakaian. Seperti halnya soxhlet, refluks juga menggunakan panas saat beroperasi. Alat ini terdiri dari labu didih tabung destilasi dan kondensor. Prinsip kerja dari refluks adalah ketika sampel dan pelarut dipanaskan, komponen aktif akan menguap lebih dahulu daripada pelarut dan mengembun kembali ketika melewati kondensor dan mesuk ke dalam tabung penerima. Keuntungan dari alat ini adalah pelarut dapat digunakan kembali setelah pemakaian serta selama beroperasi dapat ditinggalkan tanpa perlu penambahan kembali pelarut yang digunakan. Perkolasi merupakan teknik ekstraksi dengan cara mengalirkan pelarut ke dalam bahan secara kontinu dengan bantuan pompa dan pemanasan. Perkolasi modern terdiri dari bak ekstraksi atau tangki perkolator yang dilengkapi sejumlah rak, penangas air, bak penampung larutan atau cairan ekstrak I dan II, serta pompa. D. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN Efektivitas antioksidan, baik sintetik maupun alami dapat diukur dengan menentukan stabilitas oksidatif lipid dalam sistem pangan (Hamilton, 1983). Berdasarkan alat yang digunakan, penentuan stabilitas oksidatif minyak atau lemak terdiri dari lima jenis, yaitu: metode kimia, metode spektrofotometer, metode kromatografi, pengukuran absorbsi oksigen, serta metode sensori (Rajalakshmi dan Narasimhan, 1996). Sedangkan menurut Shahidi dan Wanasundhara (1997) berdasarkan hasil samping dari reaksi autooksidasi,
metode penentuan stabilitas oksidatif lipid dibagi menjadi 2 bagian meliputi perubahan primer dan perubahan sekunder. Perubahan primer diukur dengan memonitor hilangnya asam-asam lemak tidak jenuh, oxygen uptake, bilangan peroksida, serta bilangan dien terkonjugasi. Perubahan sekunder mengukur secara kuantitatif pembentukan senyawa karbonil, malonaldehid, serta hidrokarbon. Metode yang seragam untuk mendeteksi semua perubahan oksidatif dalam sistem pangan memang belum dapat ditemukan. Pemilihan metode stabilitas oksidatif tersebut sangat bergantung pada sejumlah faktor, meliputi sifat dan asal usul minyak teroksidasi, waktu yang tersedia, serta kondisi tes dan peralatan yang ada (Shahidi dan Wanasundhara, 1997). Menurut Porkony et al., (2001) aktivitas antioksidan uji yang memiliki faktor protektif sebesar setengah dari faktor protektif antioksidan pembanding atau dengan kata lain memiliki nilai R (rasio Fp antioksidan uji dengan Fp rasio antioksidan pembanding) minimal 0.5 dinyatakan aktivitas antioksidannya digolongkan tinggi.
Sedangkan
jika
dibawah
standar
tersebut,
berarti
aktivitas
antioksidannya digolongkan rendah. Beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat digunakan antara lain metode β-karoten/linoleat, metode Rancimat, metode oksigen aktif (AOM), metode tiosianat, metode TBA, serta uji bilangan peroksida. Metode β-karoten/linoleat merupakan suatu metode yang cepat dan rutin untuk menentukan tingkat aktivitas antioksidan. Prosedur ini berdasarkan pada minimalisasi kehilangan warna β-karoten pada oksidasi ganda asam linoleat dan β-karoten dalam sistem, diukur secara kolorometri pada panjang gelombang 470 nm (Kochhar dan Rossell, 1990). Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode Rancimat adalah proses oksidasi dipercepat dengan cara induksi aliran udara melewati minyak yang dipanaskan, misalnya pada suhu ± 1000C. Reaksi autooksidasi dapat menghasilkan hidroperoksida dan juga asam format atau lebih umum lagi adalah pembentukan senyawa ionik yang dapat mengubah konduktivitas air bebas ion pada alat Rancimat. Pada awal reaksi oksidasi tidak ada peningkatan konduktivitas yang dapat diamati dan hanya pada tahap
selanjutnya terjadi peningkatan konduktivitas secara cepat (periode induksi). Pada metode ini biasanya dilakukan pada suhu 1000C atau sampai 1400C untuk minyak atau lemak yang sangat stabil (Loliger, 1983). Metode oksigen aktif (AOM) merupakan metode akselerasi. Udara digunakan sebagai agen pengoksidasi. Sampel diinkubasi pada 97.80C dan udara dihembuskan ke dalamnya secara konstan. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bilangan peroksida spesifik menyatakan waktu oksidasi. Uji tiosianat (Chen et al, 1995) merupakan uji yang mengukur aktivitas antioksidan dalam menghambat terjadinya senyawa radikal yang reaktif (peroksida) scara kualitatif. Asam linoleat dalam kondisi buffer pada suhu 370C selama penyimpanan akan teroksidasi dan menghasilkan peroksida. Peroksida ini akan mengoksidasi ion ferro dari FeCl2 menjadi ion ferri (FeCl3) yang akan membentuk warna merah jika direaksikan dengan amonium tiosianat. Semakin banyak peroksida yang terbentuk maka semakin merah intensitas warna yang dihasilkan. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel pada panjang gelombang 500 nm. Pada metode TBA, produk oksidasi dari asam lemak tak jenuh membentuk warna merah jika direaksikan dengan TBA. Warna tersebut berasal dari kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul malonaldehid (MDA). Tetapi MDA tidak selalu ditemukan sebagai hasil oksidasi . Beberapa alkanal, alkenal dan 2,4- dienal membentuk warna kuning (λ=450 nm) ketika bereaksi dengan TBA, tetapi hanya dienal membentuk warna merah (λ=530 nm). Pada umumnya TBA reaktif dihasilkan dalam jumlah cukup tinggi jika dari asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan ganda (Nawar, 1995). Peroksida adalah produk utama pada autooksidasi. Teknik pengukuran pada uji bilangan peroksida didasarkan pada kemampuan peroksida untuk membebaskan iodin dari potasium iodida, atau mengoksidasi ion ferro menjadi ferri. Meskipun bilangan peroksida dapat diterapkan untuk mengetahui pembentukan peroksida di awal reaksi oksidasi, tetapi ketepatannya masih dipertanyakan, hasilnya bergantung pada detil prosedur
yang digunakan dan uji ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu (Nawar, 1995). E. KETENGIKAN DALAM BAHAN PANGAN Proses ketengikan adalah kerusakan lemak atau minyak dalam bahan pangan yang dapat menimbulkan bau dan cita rasa yang menyimpang (tengik). Hal ini dikarenakan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak (Winarno, 1992). Terjadinya proses ketengikan tidak hanya terbatas pada bahan pangan berlemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan pangan berlemak rendah (Ketaren, 1986). Ketengikan pada bahan pangan berlemak dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu : (1) absorbsi oleh lemak, (2) aksi enzim dalam jaringan bahan yang mengandung lemak, (3) aksi mikroba, dan (4) oksidasi oleh oksigen atau kombinasi dari dua atau lebih penyebab ketengikan (Ketaren, 1986). Ketengikan yang disebabkan oleh oksidasi asam lemak tidak jenuh menghasilkan senyawa-senyawa dengan rantai karbon lebih pendek yaitu asam lemak, keton dan aldehid. Ketengikan biasanya mejadi tolok ukur mutu pangan. Reaksi autooksidasi lemak bertahap, yang terdiri dari tahap inisiasi (terjadi pembentukan radikal bebas), tahap propagasi (radikal bebas sirubah menjadi radikal lain) dan tahap terminasi (penggabungan dua radikal membentuk formasi yang stabil (Gordon, 1990). Mekanisme terjadinya proses ketengikan (autooksidasi) terlihat pada Gambar 1. Gordon (1990) juga menambahkan, tahap inisiasi dapat terjadi karena reaksi langsung antara molekul lipid dengan katalis logam
atau karena
dekomposisi hidroperoksida yang berasal dari reaksi molekul lipid dengan singlet oksigen atau enzim pengkatalis reaksi molekul lipida dengan trplet oksigen. Ikatan O-O di dalam hidroperoksida bersifat lemah, sehingga logam dapat mengkatalis dekomposisi hidroperoksida menghasilkan radikal bebas. Radikal lipid mempunyai spesies yang sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan molekul lipid lain atau dengan triplet oksigen membentuk radikal lain. Reaksi propagasi biasanya berjalan dengan sangat cepat. Radikal yang terbentuk dapat bereaksi dengan lipid lagi membentuk hidroperoksida yang
kemudian dapat ambil bagian dalam tahap inisiasi. Kemudian terjadi tahap terminasi dengan sangat mudah yaitu reaksi penggabungan dua radikal tersebut. Tetapi tahap ini dibatasi oleh rendahnya konsentrasi radikal-radikal (Gordon, 1990). Inisiasi
Propagasi
ROOH* ROOH 2 ROOH R• + O2 ROO• + R1H
Terminasi ROO• + R1OO• RO• + R1
ROO• + H• RO• + •OH RO• + H2O + ROO• ROO• ROOH + R1• ROOR1 + O2 ROR1
* terbentuk dari berbagai jalur termasuk reaksi 1O2 dengan asam lemak tidak jenuh atau oksidasi asam lemak tidak jenuh yang dikatalis oleh lipoksigenase Gambar 1. Mekanisme autooksidasi (Gordon, 1990) Faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada oksidasi lipida adalah panas (setiap peningkatan suhu sebesar 10oC laju kecepatan meningkat dua kali), cahaya (terutama ultraviolet yang merupakan inisiator dan katalisator kuat), logam berat (logam terlarut seperti Fe dan Cu merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil), kondisi alkali atau kondisi basa (ion alkali merangsang radikal bebas), tingkat ketidakjenuhan (jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung dengan kerentanan terhadap oksidasi, sebagai contoh asam linoleat lebih rentan dibanding asam oleat ditambah adanya oksigen) (Buck, 1991). Teori yang sama juga dikatakan oleh Winarno (1992) bahwa ketengikan dapat dipercepat oleh beberapa faktor seperti panas, cahaya, pereaksi logam (seperti Fe, Cu, Mn, dan Co), dan enzim-enzim lipoksigenase. Mekanisme ketengikan pada lemak terlihat pada Gambar 2.
energi
R1-CH2-CH=CH-CH2-R2
(panas + sinar)
R1-CH.CH=CH-CH2-R2 + H2 radikal bebas
hidrogen yang labil + O2
R1-CH-CH=CH-CH2-R2 O-O. peroksida aktif R1-CH2-CH=CH-CH2-R2 + R1-CH-CH=CH-CH2-R2 +
R1-CH.CH=CH-CH2-R2
O-O. hidroperoksida
radikal bebas
Gambar 2. Mekanisme ketengikan pada lemak (Winarno, 1992) Perombakan
protein
dan
lemak
akibat
proses
oksidasi
yang
mengakibatkan terbentuknya senyawa yang bersifat basa menimbulkan rasa dan bau yang menyimpang. Lemak yang mengalami oksidasi menghasilkan komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap seperti keton dan berbagai jenis komponen aldehida (hexenal, nonenal, decadienal, nonadienal, dan lainlain) yang akan memberikan sensasi tengik, basi, apek, langu (beany), bau yang menusuk di hidung, dan lain-lain.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Pada Gambar 3 terlihat tahap-tahap yang dilakukan dalam pengkajian sebagai berikut: Identifikasi sumber informasi antioksidan
Pengkajian hasil riset aktivitas antioksidan alami
Rekomendasi kajian riset aktivitas antioksidan alami
Pengkajian hasil riset aplikasi antioksidan alami dan sintetik
Rekomendasi kajian riset aplikasi antioksidan alami dan sintetik dalam bahan pangan
Validasi & uji aplikasi
Rekomendasi aplikasi antioksidan
Penyusunan leaflet aplikasi antioksidan
Keterangan :
kajian kepustakaan validasi hasil kajian kepustakaan
Gambar 3. Diagram alir pelaksanaan kajian antioksidan
A. KAJIAN KEPUSTAKAAN 1. Identifikasi Sumber Informasi Antioksidan Pada tahap ini dibuat daftar yang berisi sumber informasi antioksidan yang dikaji. Sumber informasi berupa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal. Daftar tersebut berisi nama peneliti, jurusan (program studi), judul penelitian, dan tahun. Sumber informasi yang dikaji diperoleh dari perpustakaan Pusat Informasi Teknologi Pertanian (PITP) FATETA IPB Bogor. 2. Pengkajian Data Hasil Riset Aktivitas Dan Aplikasi Antioksidan Pengkajian yang dilakukan meliputi: a)
Kajian hasil riset aktivitas antioksidan alami: antioksidan dikatakan layak bila memiliki aktivitas tinggi dan biaya produksi ekonomis. 1. Aktivitas antioksidan dapat dikatakan tinggi bila memiliki faktor protektif (Fp) minimal setengah dari faktor protektif BHT, atau dengan kata lain bila memiliki nilai rasio aktivitas (Fp antioksidan dibagi Fp BHT) lebih besar dari 0.5 (Porkony et al., 2001). Faktor protektif adalah perbandingan antara waktu (menit) yang dibutuhkan untuk oksidasi emulsi yang ditambahkan antioksidan dengan emulsi yang tidak ditambahkan antioksidan pada saat kadar kejenuhan oksigen mencapai 50%. Semakin tinggi Fp maka aktivitas antioksidan semakin tinggi. Satuan konsentrasi antioksidan yang digunakan adalah ppm. 2. Biaya produksi dikatakan ekonomis bila teknologi ekstraksi yang digunakan sederhana yaitu teknik maserasi. Menurut Bombardelli (1991) cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan pada metode maserasi cukup sederhana dan mudah diusahakan serta tidak memerlukan pemanasan yang dapat merusak komponen aktif. Selain itu juga harus menghasilkan rendemen ekstrak yang cukup tinggi (>10%) dan sumbernya memiliki ketersediaan tinggi. Tingkat ketersedian yang tinggi yaitu mudah diperoleh di berbagai daerah, jumlahnya banyak, dan diproduksi secara kontinu.
b)
Kajian hasil riset aplikasi antioksidan alami dan sintetik: suatu sumber antioksidan untuk dijadikan sebagai pencegah ketengikan pada pangan dikatakan layak bila tingkat ketersediaan tinggi dan mampu menurunkan ketengikan pangan. Ketersediaan tinggi bila mudah diperoleh di berbagai daerah, jumlahnya banyak, dan diproduksi secara kontinu. Mampu menurunkan ketengikan bila angka ketengikan perlakuan lebih rendah dari angka ketengikan kontrol dan di bawah batas standar yaitu angka TBA maksimal 1 mg mal/kg (Lawrie, 2003), kadar TVN maksimal 30 mg/100 g (James, 1997), atau angka peroksida maksimal 10 meq/kg (Berhimpon, 1982).
3. Rekomendasi Kajian Riset Antioksidan Hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tahap di atas menghasilkan antioksidan alami yang berkontribusi nyata terhadap penghambatan proses autooksidasi pada media laboratoris dan penurunan angka ketengikan yang signifikan pada aplikasi antioksidan pada pangan. Hasil kajian riset aktivitas antioksidan alami yang dinyatakan layak selanjutnya direkomendasikan untuk diteliti lebih lanjut mengenai pengaplikasiannya pada pangan. Sedangkan hasil kajian riset aplikasi antioksidan alami dan sintetik yang dinyatakan efektif dalam menghambat ketengikan pangan menjadi acuan dalam melakukan validasi. B. VALIDASI HASIL KAJIAN KEPUSTAKAAN & UJI APLIKASI Validasi bertujuan mengetahui validitas hasil riset aplikasi antioksidan yang dianggap layak untuk diaplikasikan pada bahan pangan. Validasi dilakukan melalui pengujian ulang terhadap aplikasi komponen antioksidan dalam bahan pangan. Pengujian ulang tersebut dilakukan di laboratorium ITP IPB. Pada tahap ini diteliti mengenai pengaruh perendaman dalam jus daun sirih 10% b/v sebagai pencegah ketengikan dendeng sapi selama penyimpanan. Hasil penelitian dendeng sapi yang telah dilakukan oleh Anang M. Legowo (2002) dalam kajian ini disebut referensi. Selain itu juga diteliti mengenai pengaruh penambahan ekstrak etanol bawang putih atau ekstrak etanol lada ke dalam bumbu dendeng sapi sebagai pencegah ketengikan
dendeng selama penyimpanan, serta pengaruh penggabungan larutan kuring dan larutan bumbu selama perendaman daging sebagai usaha efisiensi waktu produksi dendeng. 1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat dendeng sapi adalah daging sapi, bumbu-bumbu (lengkuas, ketumbar, bawang putih, bawang merah, lada) dan daun sirih hijau yang diperoleh dari pasar Anyar Bogor. Bahan-bahan yaitu gula, garam, dan kalium nitrat. Bahan yang digunakan untuk analisis ketengikan adalah HCl 4 M, Asam Tiobarbiturat (T-5500), asam asetat glasial 90%, dan akuades. Alat-alat yang digunakan untuk membuat dendeng sapi adalah kompor gas, panci, baskom, sendok, saringan, timbangan, gelas ukur. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah waring blender, alat distilasi (distillation apparatus), tabung reaksi bertutup, erlenmeyer, gelas ukur, spatula, gelas piala, pipet, hot plate, neraca analitik, penangas air, spektrofotometer uv-vis (spectronic 21 D, Milton Roy), dan pH meter. 2. Metode Metode penelitian yang dilakuan terlihat pada Gambar 4. Larutan kuring terdiri dari 0.2 g kalium nitrat, 25 g garam, dan 30 g gula. Larutan bumbu terdiri dari 25 g lengkuas, 15 g ketumbar, 15 g bawang putih, 50 g bawang merah, dan 10 g lada. Perendaman daging dalam larutan kuring, larutan bumbu maupun jus daun sirih dilakukan pada suhu 4°C selama 6 jam. Dendeng yang telah diberi perlakuan ditiriskan, kemudian dijemur selama 3 hari (@ 8 jam) dan dikemas dalam plastik HDPE. Metode ekstraksi bawang putih atau lada dapat dilihat pada Lampiran 1a. Sedangkan metode pembuatan jus daun sirih dapat dilihat pada Lampiran 1b.
direndam dalam larutan kuring
Daging (1 kg) diiris setebal 0.3-0.5 mm
direndam dalam larutan bumbu + 0.2 g ekstrak etanol bawang putih
PERLAKUAN I
direndam dalam larutan bumbu + 0.2 g ekstrak etanol lada
PERLAKUAN II
direndam dalam campuran larutan kuring dan larutan bumbu + 0.2 g ekstrak etanol bawang putih
PERLAKUAN III
direndam dalam campuran larutan kuring dan larutan bumbu + 0.2 g ekstrak etanol lada
PERLAKUAN IV
direndam dalam jus daun sirih 10% b/v direndam dalam larutan kuring
direndam dalam larutan kuring
direndam dalam larutan bumbu
direndam dalam larutan bumbu
Gambar 4. Berbagai perlakuan yang diberikan pada dendeng
PERLAKUAN V
KONTROL
3. Analisis dendeng Ketengikan dendeng diamati secara objektif (angka TBA) dan subjektif (sensorik) setelah disimpan 1 bulan. a). Tingkat ketengikan: sampel dianalisis secara kimia berupa uji asam tiobarbiturat (Apriyantono et al., 1989). Cara pengujian dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2. Nilai TBA (mg malonal dehid/kg) diperoleh dari rumus: 3 Angka TBA = bobot sampel (gram)
x A528 x 7.8
A528 = absorbansi pada λ 528 nm Perlakuan dinyatakan efektif menghambat ketengikan bila nilai TBA dari dendeng tersebut lebih rendah dari kontrol dan tidak melebihi batas maksimum yaitu 1 mg mal/kg (Lawrie, 2003). b). Analisis Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap sampel dendeng dengan empat parameter penilaian, yaitu rasa, aroma, warna, dan penilaian keseluruhan (overall). Dalam uji ini dendeng yang telah disimpan 1 bulan digoreng terlebih dahulu kemudian dipotong-potong untuk disajikan kepada para panelis (mahasiswa). Uji yang dilakukan adalah uji hedonik dengan 7 peringkat kesukaan yang menggunakan 30 orang panelis. Skala yang digunakan pada uji hedonik yaitu : (1) sangat suka, (2) suka, (3) agak suka, (4) netral, (5) agak tidak suka, (6) tidak suka, dan (7) sangat tidak suka. Data hedonik yang diperoleh, dianalisis Anova dan uji lanjut Duncan’s Multiple Test.
C. REKOMENDASI APLIKASI ANTIOKSIDAN Perlakuan yang direkomendasi merupakan perlakuan yang mampu menurunkan tingkat ketengikan dendeng (angka TBA dendeng yang diberi perlakuan lebih rendah dari angka TBA dendeng kontrol dan angka TBA standar, yaitu 1mg mal/kg) serta memiliki skor hedonik yang paling baik. D. PENYUSUNAN LEAFLET APLIKASI ANTIOKSIDAN Leaflet yang dibuat berisi tentang pengertian dendeng sapi secara umum, masalah yang sering timbul selama penyimpanan, solusi untuk memecahkan masalahnya, alasan dipakai bawang putih sebagai antioksidan, metode pembuatan ekstrak etanol bawang putih dan pengaplikasiannya pada dendeng sapi, serta manfaat yang dihasilkan. Diharapkan leaflet tersebut dapat menjadi bahan informasi mengenai antioksidan alami pangan bagi produsen dendeng sapi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KAJIAN KEPUSTAKAAN 1. Identifikasi Sumber Informasi Antioksidan Tahap pertama dalam kajian hasil riset potensi antioksidan serta aplikasinya pada pangan di PITP FATETA IPB adalah identifikasi sumber informasi hasil riset antioksidan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari tahap tersebut diperoleh 35 buah sumber informasi hasil riset antioksidan. Sumber informasi hasil riset antioksidan alami sebanyak 19 buah, sedangkan antioksidan sintetik sebanyak 16 buah. Sumber informasi hasil riset antioksidan yang terbanyak berupa skripsi. Hasil identifikasi sumber informasi hasil riset antioksidan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Tabel 3. Rekapitulasi jumlah sumber informasi yang dikaji (buah) Jenis Sumber
Alami
Sintetik
Total
Skripsi
13
15
28
Tesis
1
-
1
Disertasi
-
1
1
Jurnal
5
-
5
19
16
35
Total
2. Bagian Tanaman Sebagai Sumber Antioksidan Alami Berbagai jenis tanaman sebagai sumber antioksidan alami tercantum pada Tabel 4. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman seperti pada kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari (Pratt, 1992). Sumber antioksidan alami yang diteliti paling banyak berasal dari biji tanaman. Pada Tabel 4 terlihat bahwa bagian bunga dari tanaman belum banyak diteliti karena dalam penggunaanya sebagai sumber rempah, bagian bunga masih jarang dimanfaatkan dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya.
Tabel 4. Bagian tanaman sebagai sumber antioksidan No. 1 2 3 4 5 6 7
Bagian tanaman Buah Rimpang Umbi Batang Bunga Biji Daun
Jenis tanaman Andaliman, Antarasa, Cabe merah, Cabe rawit, Jinten, Kapulaga Ginseng jawa, Jahe, Kencur, Kunyit, Lengkuas Bawang bombay, Bawang merah, Bawang putih Kayu manis, Sereh (serai) Cengkeh Adas, Atung, Kemiri, Ketumbar, Kluwak , Lada, Lotus, Pala, Teratai , Wijen Kemangi, Salam, Seledri, Sirih
Total
31 sumber antioksidan
Hampir semua sumber antioksidan alami sudah dikenal sebagai bumbu rempah pada masakan khas Indonesia dan juga berfungsi sebagai tanaman herbal. Namun beberapa komoditi seperti buah antarasa dan andaliman, biji atung, biji bunga teratai atau bunga lotus, serta umbi akar ginseng jawa (kolesom) penggunaanya masih jarang dan belum begitu dikenal oleh masyarakat. 3. Cara Memperoleh Senyawa Antioksidan Cara yang digunakan untuk memperoleh manfaat komponen antioksidan dari bahan asalnya beragam, salah satunya dengan mencampurkan langsung ke dalam makanan sebagai bumbu masakan atau menambahkan ekstrak atau minyak hasil ekstraksi bahan antioksidan ke dalam bahan pangan. Cara ekstraksi untuk memperoleh senyawa antioksidan dari rempah- rempah membutuhkan pelarut dan metode ekstraksi yang tepat. Hasil riset mengenai penggunaan berbagai jenis pelarut dan metode ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 5. a. Jenis Pelarut Pada Tabel 5 terlihat bahwa jenis pelarut yang banyak digunakan untuk ekstraksi antioksidan adalah metanol dan etanol.
Hal
ini
berkaitan dengan senyawa antioksidan alami yang umumnya adalah senyawa fenolik yang bersifat polar, senyawa polar larut dalam pelarut organik yang sifatnya polar (Houghton dan Raman, 1998).
Pada Tabel 5 juga terlihat bahwa pelarut metanol lebih banyak digunakan daripada etanol. Pelarut metanol lebih efektif dalam mengekstrak karena bersifat lebih polar dari etanol. Namun residu metanol dapat bersifat toksik jika diaplikasikan pada bahan pangan (Farrell, 1990). Sedangkan pelarut etanol lebih aman dan tidak membahayakan apabila ekstraknya diaplikasikan pada bahan pangan. Sehingga pelarut etanol dapat menjadi alternatif sebagai pelarut polar antioksidan. Tabel 5. Penggunaan berbagai jenis pelarut untuk ekstraksi antioksidan No
Jenis pelarut
Sumber antioksidan
Jumlah (jenis)
Adas a, Biji pala a, Bawang bombay a, Bawang merah a, Bawang putih a, Cabe merah a, Cabe rawit o , Cengkeh a, Ginseng jawa j, Jahe q, Jinten a, a 1. Metanol 24 jenis Kapulaga p, Kayu manis a, Kemangi , Kemiri a, a a l a Kencur , Ketumbar , Kluwak , Kunyit , Lada putih a, Salam a, Seledri a, Sereh a, Wijen a Andaliman b, Antarasa d, Biji atung e, Biji lotus f, Biji pala g, Biji teratai h, Cengkeh i,, Ginseng jawa j, 2. Etanol 17 jenis Jahe q, Jinten k, Kencur i, Ketumbar g, Kluwak l, i i n k Kunyit , Lengkuas , Sirih , Wijen Andaliman b, Biji atung e, Biji lotus f, Biji teratai h, 3. Heksana 5 jenis Ginseng jawa j 4. Etil asetat Andaliman c, Biji lotus f, Biji teratai h 3 jenis 5. Aseton Ginseng jawa j 1 jenis Sumber: a: Sumardi (1992), b: Tensiska et al., (2003), c: Widiastuti (2000), d: Rahmawati (2004), e: Sarastani et al., (2002), f: Kasih (2007), g: Nely (2007), h: Nuraeni (2007), i: Wuisan (2007), j: Estiasih dan Kurniawan (2006), k: Min (1992), l: Adidjaja (1991), m: Romlah (1992), n: Cahyono (1995), o: Nainggolan (1997), p: Humairani (2007), q: Septiana et al., (2002)
Pada Tabel 5 diketahui bahwa pelarut heksana, etil aetat dan aseton juga digunakan untuk ekstraksi senyawa antioksidan, namun penggunaanya tidak sebanyak pelarut metanol dan etanol. Hal ini berkaitan dengan sifat senyawa yang terekstrak. Heksana merupakan pelarut yang bersifat nonpolar yang dapat mengekstrak senyawa nonpolar seperti terpenoid. Etil asetat dan aseton merupakan pelarut semipolar yang dapat mengekstrak komponen dari golongan alkaloida, aglikon, dan glikosida (Houghton dan Raman, 1998). Sedangkan
senyawa antioksidan pada tumbuhan umumnya berasal dari golongan fenolik yang bersifat polar. b. Metode Ekstraksi Prinsip
metode
ekstraksi
menggunakan
pelarut
organik
adalah bahan yang akan diekstrak mengalami kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pemisahan pelarut dari
bahan
yang terekstrak
(Parhusip,
2006).
Metode
ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan berbeda-beda, namun pada saat proses pemekatan ekstrak umumnya mengunakan alat vakum evaporator, kemudian sisa pelarutnya dihembuskan dengan gas nitrogen sehingga tidak ada residu yang tertinggal. Beberapa teknik ekstraksi yang menggunakan pelarut adalah maserasi, perkolasi, serta ekstraksi dengan alat soxhlet dan refluks (Tabel 6). Tabel 6. Penggunaan berbagai metode ekstraksi antioksidan No
Jenis ekstraksi
Sumber antioksidan
Jumlah (jenis)
Adas a, Andaliman b, Antarasa d, Biji atung e, Biji pala a, Bawang bombay a, Bawang merah a, Bawang putih a, Cabe merah a, Cabe rawit o, Cengkeh a, Jahe q, Jinten k, Kapulaga p, Kayu manis 34 jenis 1. Maserasi a , Kemiri a, Kencur a, Ketumbar a, Kluwak l, Kluwak m, Kunyit a, Lada putih a, Salam a, Seledri a, Sereh a, Sirih n, Wijen k Andaliman c, Andaliman b, Biji atung e , Biji lotus f, 5 jenis 2. Soxhlet Biji teratai h, a Biji pala g, Cengkeh i, Jahe q, Jinten a, Kemangi , 10 jenis 3. Refluks i g i i Kencur , Ketumbar , Kunyit , Lengkuas , Wijen a j 1 jenis 4. Perkolasi Ginseng jawa Sumber: a: Sumardi (1992), b: Tensiska et al., (2003), c: Widiastuti (2000), d: Rahmawati (2004), e: Sarastani et al., (2002), f: Kasih (2007), g: Nely (2007), h: Nuraeni (2007), i: Wuisan (2007), j: Estiasih dan Kurniawan (2006), k: Min (1992), l: Adidjaja (1991), m: Romlah (1992), n: Cahyono (1995), o: Nainggolan (1997), p: Humairani (2007), q: Septiana et al., (2002)
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa metode maserasi lebih banyak digunakan dalam mengekstraksi senyawa antioksidan. Cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan pada metode ini cukup sederhana dan mudah diusahakan serta tidak memerlukan pemanasan yang dapat merusak komponen aktif. Menurut Bombardelli (1991)
semakin lama waktu ekstraksi, maka kesempatan untuk terjadinya kontak antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen akan bertambah sampai titik jenuh kelarutan. Ekstraksi dengan alat refluks, soxhlet dan perkolasi merupakan cara alternatif yang dipakai dalam proses pemisahan komponen antioksidan dari sumber antioksidan alami. Namun penggunaanya tidak sebanyak maserasi. Refluks dan soxhlet membutuhkan panas selama proses ekstraksi berjalan yang dapat mengakibatkan beberapa komponen antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan akan rusak. Namun juga memiliki kelebihan yaitu pelarut dapat digunakan kembali setelah pemakaian. 4. Metode Pengujian Aktivitas Antioksidan Pengujian aktivitas antioksidan merupakan tahap untuk mengetahui kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam menghambat proses autooksidasi lemak. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengukuran aktivitas antioksidan umumnya dilakukan dengan metode AOM yang menghasilkan nilai faktor protektif (Fp) dan rasio (R). Hasil kajian riset tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6. Riset antioksidan alami yang menggunakan metode tiosianat, AOM dan β-karoten/linoleat dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa intensitas penggunaan metode AOM dalam menentukan aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan metode tiosianat dan β-karoten/linoleat. Metode AOM memiliki prinsip pengerjaan yang sederhana yaitu sampel diinkubasi pada suhu 97,8°C dan udara dihembuskan ke dalamnya secara konstan. Selain itu metode ini juga hanya membutuhkan alat berupa oxygenometer atau tabung rancimat dan tidak memerlukan pereaksi khusus. Pada metode tiosianat diperlukan pereaksi seperti amonium tiosianat dan FeCl2 serta pada metode β-karoten/linoleat memerlukan beta karoten. Kedua metode ini juga memerlukan peralatan tambahan berupa spektrofotometer untuk mengukur absorbansinya.
Tabel 7. Penggunaan berbagai metode untuk uji aktivitas antioksidan No
Metode uji
1.
Tiosianat
2.
AOM
3.
β-karoten/ linoleat
Sumber antioksidan Andaliman c, antarasa d, ginseng jawa j, sirih n adas a, bawang bombay a, bawang merah a, bawang putih a, biji lotus f, biji pala a, biji pala g, biji teratai h, cabe merah a, cabe rawit o, cengkeh a, cengkeh I, jahe q, jinten a, jinten k, kapulaga p, kayu manis a, kemangi a, kemiri a, kencur a, kencur i, ketumbar a, ketumbar g, kluwak l, kluwak m, kunyit a, kunyit i, lada putih a, lengkuas i, salam a, seledri a, sereh a, wijen a, wijen k, Andaliman b, biji atung e
Jumlah (jenis) 4 jenis
44 jenis
2 jenis
Sumber: a: Sumardi (1992), b: Tensiska et al., (2003), c: Widiastuti (2000), d: Rahmawati (2004), e: Sarastani et al., (2002), f: Kasih (2007), g: Nely (2007), h: Nuraeni (2007), i: Wuisan (2007), j: Estiasih dan Kurniawan (2006), k: Min (1992), l: Adidjaja (1991), m: Romlah (1992), n: Cahyono (1995), o: Nainggolan (1997), p: Humairani (2007), q: Septiana et al., (2002)
5. Potensi Antioksidan Alami Dari Segi Aktivitas & Biaya Produksi Pengkajian terhadap berbagai jenis ekstrak antioksidan menunjukkan bahwa tidak semuanya efektif dari segi aktivitas. Antioksidan dinyatakan efektif aktivitasnya bila memiliki aktivitas yang tinggi. Menurut Porkony et al., (2001) antioksidan yang tinggi aktivitasnya, memiliki nilai rasio (R) lebih dari 0.5. Artinya antioksidan yang tinggi memiliki kekuatan dalam menghambat
otooksidasi
lemak
sebesar
setengah
dari
kekuatan
antioksidan sintetik BHT. Pada Tabel 8 terlihat bahwa dari 50 jenis ekstrak antioksidan yang telah diuji, sekitar 54% (27 jenis) dinyatakan tinggi aktivitasnya. Sisanya 46% (23 jenis) dinyatakan antioksidan yang memiliki aktivitas rendah (R<0.5). Tinggi rendahnya aktivitas antioksidan dalam menghambat proses autooksidasi lemak diduga disebabkan oleh komposisi dari sumber antioksidan seperti kadar air, kadar lemak, dan nutrien lain yang dapat mempercepat terjadinya proses autooksidasi. Selain itu, jenis dan total komponen antioksidan yang terkandung di dalam masing-masing sumber juga berbeda-beda. Hal ini turut mempengaruhi tingginya aktivitas antioksidan yang dihasilkan.
Tabel 8. Rincian kajian antioksidan alami dari segi aktivitas dan biaya produksi No.
Jenis ekstrak
Aktivitas antioksidan*
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Ekstrak etanol andaliman a Ekstrak etil asetat-etanol andaliman b Ekstrak heksana andaliman a Ekstrak etanol antarasa c Ekstrak metanol cabe merah d Ekstrak metanol cabe rawit e Ekstrak metanol jinten d Ekstrak etanol jinten f Ekstrak metanol kapulaga g Ekstrak metanol ginseng jawa h Ekstrak etanol ginseng jawa h Ekstrak aseton ginseng jawa h Ekstrak heksana ginseng jawa h Ekstrak metanol jahe i Ekstrak etanol jahe i Ekstrak metanol kencur d Ekstrak etanol kencur j Ekstrak metanol kunyit d Ekstrak etanol kunyit j Ekstrak etanol lengkuas j Ekstrak metanol bawang bombay d Ekstrak metanol bawang merah d Ekstrak metanol bawang putih d Ekstrak metanol kayu manis d Ekstrak metanol sereh d Ekstrak metanol kemangi d Ekstrak metanol salam d Ekstrak metanol seledri d
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah
Ketersediaan sumber + + + + ++ ++ ++ ++ ++ + + + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++
Biaya produksi Teknologi ekstraksi Maserasi Soxhlet Soxhlet Maserasi Maserasi Maserasi Refluks Maserasi Maserasi Perkolasi Perkolasi Perkolasi Perkolasi Maserasi Refluks Maserasi Refluks Maserasi Refluks Refluks Maserasi Maserasi Maserasi Maserasi Maserasi Refluks Maserasi Maserasi
Rendemen ekstrak Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Status biaya produksi**
Kelayakan***
Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Ekonomis Ekonomis Ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Ekonomis
X X X X √ X X X X X X X X X X X X √ X X X X √ √ X X X X
(Lanjutan) No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Jenis ekstrak Ekstrak etanol sirih k Ekstrak metanol cengkeh d Ekstrak etanol cengkeh j Ekstrak metanol adas d Ekstrak etanol biji atung l Ekstrak heksana biji atung l Ekstrak metanol kemiri d Ekstrak metanol ketumbar d Ekstrak etanol ketumbar m Ekstrak metanol kluwak n Ekstrak etanol kluwak o Ekstrak metanol lada d Ekstrak etanol biji lotus p Ekstrak etil asetat biji lotus p Ekstrak heksana biji lotus p Ekstrak metanol biji pala d Ekstrak etanol biji pala m Ekstrak etanol biji teratai q Ekstrak etil asetat biji teratai q Ekstrak heksana biji teratai q Ekstrak metanol wijen d Ekstrak etanol wijen f
Aktivitas antioksidan* Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi
Ketersediaan sumber ++ ++ ++ ++ + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + ++ ++ + + + ++ ++
Biaya produksi Teknologi ekstraksi Maserasi Maserasi Refluks Maserasi Maserasi Soxhlet Maserasi Maserasi Refluks Maserasi Maserasi Maserasi Soxhlet Soxhlet Soxhlet Maserasi Refluks Soxhlet Soxhlet Soxhlet Refluks Maserasi
Keterangan: +) hanya tersedia di daerah tertentu ++) tersedia di berbagai daerah -) tidak diinformasikan √) layak
Rendemen ekstrak Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi -
Status biaya produksi**
Kelayakan***
Ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis Tidak ekonomis
√ √ X √ X X X X X X X √ X X X √ X X X X X X
X) tidak layak
*) Aktivitas tinggi bila: R>0.5 dan rendah bila R<0.5 **) Dikatakan ekonomis bila: ketersediaan sumber ++, teknologi ekstraksi maserasi, dan rendemen ekstrak tinggi (>10%) ***) Dikatakan layak bila: aktivitas tinggi dan biaya produksi ekonomis Sumber: a: Tensiska et al., (2003), b: Widiastuti (2000), c: Rahmawati (2004), d: Sumardi (1992), e: Nainggolan (1997), f: Min (1992), g: Humairani (2007), h: Estiasih dan Kurniawan (2006), i: Septiana et al., (2002), j: Wuisan (2007), k: Cahyono (1995), l: Sarastani et al., (2002), m: Nely (2007), n: Adidjaja (1991), o: Romlah (1992), p: Kasih (2007), q: Nuraeni (2007)
Tidak semua ekstrak antioksidan yang tinggi aktivitasnya dinyatakan memiliki biaya produksi yang ekonomis. Antioksidan yang tinggi aktivitasnya dikatakan ekonomis bila ketersediaan sumber tinggi, metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, dan memiliki rendemen ekstrak yang tinggi, yakni 10%. Ketersediaan sumber antioksidan dikatakan tinggi bila diperoleh di berbagai daerah, jumlahnya banyak, dan diproduksi secara kontinu. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang ekonomis. Menurut Bombardelli (1991) cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan pada metode maserasi cukup sederhana dan mudah diusahakan serta tidak memerlukan pemanasan yang dapat merusak komponen aktif. Rendemen ekstrak tinggi bila lebih dari 10%. Menurut Hougton dan Raman (1998) sumber antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan yang diekstrak dengan pelarut organik umumnya menghasilkan ekstrak di atas sepersepuluh dari berat bahan awal. Pada Tabel 8 terlihat bahwa dari 27 ekstrak antioksidan yang memiliki aktivitas tinggi, sekitar 33 persen (9 jenis) dinyatakan memiliki biaya produksi yang ekonomis. Dengan demikian ekstrak antioksidan yang dinyatakan efektif aktivitasnya serta memiliki biaya produksi yang ekonomis adalah ekstrak metanol: cabe merah, kunyit, bawang putih, kayu manis, cengkeh, adas, lada, biji pala, dan ekstrak etanol sirih. 6. Rekomendasi Kajian Riset Aktivitas Antioksidan Alami Beberapa rekomendasi kajian riset aktivitas antioksidan alami terlihat pada Tabel 9. Antioksidan yang dinyatakan efektif aktivitasnya serta memiliki biaya produksi yang ekonomis seperti ekstrak metanol: cabe merah, kunyit, bawang putih, kayu manis, cengkeh, adas, lada, biji pala, dan ekstrak etanol sirih diteliti aplikasinya pada pangan. Bawang putih dan lada dapat diaplikasikan pada dendeng sapi karena kedua rempah tersebut merupakan bumbu yang sering dipakai dalam membuat dendeng. Biji pala, adas, kunyit, sirih dapat diaplikasikan pada ayam goreng, ikan presto, mie basah atau kripik tempe karena komoditi tersebut merupakan jenis rempah yang dapat memperkuat aroma pada
produk. Sedangkan cabe merah, kayu manis, cengkeh dapat diaplikasikan pada bumbu rendang, kari atau makanan yang memiliki citarasa pedas lainnya karena komoditi tersebut pada dasarnya memiliki rasa pedas yang cukup kuat. Tabel 9. Rekomendasi kajian riset aktivitas antioksidan alami No.
Jenis antioksidan
1
Bawang putih dan lada
2
Biji pala, adas, kunyit, sirih
3
Cabe merah, kayu manis, cengkeh
Rekomendasi Penelitian mengenai aplikasi pada dendeng sapi dengan konsentrasi 200 ppm. Penelitian mengenai aplikasi pada pangan misalnya ayam goreng, ikan presto, mie basah atau kripik tempe dengan konsentrasi 200 ppm. Penelitian mengenai aplikasi pada pangan misalnya bumbu rendang, bumbu kari, atau masakan pedas lainnya dengan konsentrasi 200 ppm.
7. Aplikasi Antioksidan Pada Pangan a. Antioksidan alami Antioksidan alami yang telah diaplikasikan pada bahan pangan sebagai upaya memperpanjang umur simpan, antara lain daun sirih, biji buah atung, buah antarasa, dan cengkeh. Sebelum ditambahkan ke dalam bahan pangan, bahan antioksidan terlebih dahulu dirubah ke dalam bentuk ekstrak melalui proses ekstraksi atau dihancurkan dan dihomogenkan bersama air menjadi bentuk jus dengan berbagai konsentrasi. Beberapa aplikasi antioksidan alami pada bahan pangan pangan terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Bahan antioksidan alami yang diaplikasikan pada bahan pangan No.
1
2
3
Bahan antioksidan
Jus daun sirih (konsentrasi 10% w/v) a
Aplikasi
Dendeng sapi
Minyak cengkeh b
Santan
Ekstrak heksana biji atung c
Bandeng presto
Metode
(1) Daging direndam dalam jus daun sirih berbagai konsentrasi selam 1 jam pada suhu 68°C. (2) Daging direndam dalam cairan kuring selama 20 jam pada suhu 6-8°C, kemudian dikeringkan selama 3 hari. Penyimpanan: 1 bulan Uji: bilangan peroksida Santan dari kelapa parut dan air (1:1) ditambahkan minyak cengkeh 100 dan 200 ppm. Dikemas dalam gelas plastik dalam keadaan panas setelah pasteurisasi. Penyimpanan: 6 minggu pada suhu 10°C. Uji: bilangan peroksida Bandeng dilumuri dengan ekstrak biji atung dan larutan garam 20% w/v dan dipresto. Penyimpanan: 1 bulan Uji: bilangan peroksida
Uji Ketengikan
Kemampuan menurunkan ketengikan*
Ketersediaan sumber**
Kelayakan***
Mampu
Tinggi
Layak aplikasi
Tidak mampu
Tinggi
Tidak layak aplikasi
Mampu
Rendah
Tidak layak aplikasi
Mampu
Rendah
Tidak layak aplikasi
Dendeng kontrol=11.06 meq/kg Dendeng yang direndam jus daun sirih 10%=8.69 meq/kg
Santan kontrol: tidak diuji Santan + minyak cengkeh 200 ppm= 28.5 meq/kg
Presto kontrol= 2.2 meq/kg Presto + ekstrak heksana 5% w/v= 1.22 meql/kg
Fillet direndam dalam 2 larutan ekstrak Fillet kontrol= 21.16 mg/100 g (minyak atsiri antarasa 5% w/v dan ekstrak Minyak atsiri Fillet ikan etanol antarasa 5% w/v) selama 1 jam. Fillet direndam dalam minyak 4 antarasa 5% w/v d kakap merah Penyimpanan: 2 hari dalam chiller -2 sampai atsiri= 15.81 mg/100 g 2oC. Uji: kadar TVN *) Mampu bila: nilai ketengikan perlakuan < nilai ketengikan kontrol dan nilai ketengikan standar **) Ketersediaan tinggi bila: mudah diperoleh di berbagai daerah, jumlahnya banyak, dan diproduksi secara kontinu. ***) Layak bila: mampu menurunkan ketengikan dan ketesediaan sumber tinggi Sumber: a: Legowo et al., (2002), b: Agustina (1994), c: Styaningrum (1999), d: Rahmawati (2004)
Tabel 10 menunjukkan bahwa produk pangan yang diaplikasikan umumnya mengandung lemak atau minyak tinggi dan mudah mengalami ketengikan pada saat disimpan seperti ikan, daging sapi dan santan. Lamanya penyimpanan yang dilakukan umumnya empat minggu atau 1 bulan. Setelah disimpan, tingkat ketengikan produk dianalisis. Metode untuk menguji tingkat ketengikan produk adalah uji bilangan peroksida dan kadar TVN. Sirih merupakan bahan antioksidan alami yang aktivitasnya sangat kuat dan tersedia di berbagai daerah. Aktivitasnya telah diteliti oleh Cahyono (1995) dan membuktikan bahwa besarnya faktor protektif ekstrak etanol daun sirih hijau maupun kuning hampir dua kali faktor protektif yang diberikan BHA. Aplikasinya pun telah dicoba oleh Legowo et al. (2002) pada dendeng dari daging sapi dengan cara merendamnya ke dalam jus daun sirih hijau sebelum direndam lagi dengan cairan kuring dan setelah itu dijemur. Hasilnya menunjukkan bahwa setelah penyimpanan 1 bulan, daging yang direndam dalam jus daun sirih 10% b/v memiliki bilangan peroksida sebesar 8.69 meq/kg yang lebih redah dari dendeng kontrol dan masih di bawah batas penerimaan, yaitu 10 meq/kg (Berhimpon, 1982). Cengkeh merupakan salah satu rempah dengan ketersediaan tinggi yang telah diteliti aplikasinya pada santan. Berdasarkan hasil penelitian Agustina (1994) santan yang ditambahkan minyak cengkeh 200 ppm tidak menunjukkan keefektifan. Hal ini terlihat dari tingginya bilangan peroksida santan setelah disimpan 6 minggu, 28.5 meq/kg. Padahal menurut hasil penelitian Sumardi (1992) dan Wuisan (2007) cengkeh yang diekstrak dengan pelarut metanol maupun etanol memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi dengan nilai R antara 0.7-0.97. Biji atung merupakan bahan antioksidan dengan kekuatan aktivitas yang sangat tinggi. Tetapi buahnya masih sulit didapat. Aplikasinya pernah dicoba pada bandeng presto oleh Styaningrum (1999). Bandeng presto yang dilumuri dengan ekstrak heksana biji
atung ternyata setelah penyimpanan 30 hari menunjukkan nilai peroksida sebesar 1.22 meq/kg. Bandeng presto yang dilumuri ekstrak menunjukkan tingkat ketengikan yang lebih rendah daripada kontrol dan masih dibawah standar (10 meq/kg). Antarasa juga merupakan bahan antioksidan yang aktivitasnya cukup tinggi walau merupakan komoditi yang ketersediaannya rendah. Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati (2004), fillet ikan kakap yang direndam dalam minyak atsiri antarasa dan disimpan 2 hari pada suhu rendah menunjukkan kadar TVN (15.81 mg/100 g) yang lebih rendah dibandingkan fillet kontrol (21.16 mg/100 g) dan masih di bawah batas penerimaan yaitu 30 mg/100 g (James, 1997). b. Antioksidan sintetik Pada Tabel 11 terlihat beberapa jenis bahan pangan yang telah diteliti
ketengikannya
setelah
penambahan
antioksidan
dan
penyimpanan, umumnya merupakan bahan pangan yang mengandung lemak/minyak tinggi dan mudah mengalami ketengikan seperti bumbu, hasil olahan ikan, santan, dan gelek. Berdasarkan Tabel 8 penelitian antioksidan sintetik umumnya berkaitan dengan pengaruh jenis antioksidan dan jumlah konsentrasi yang dipakai dalam bahan pangan yang diuji ketengikannya selama penyimpanan. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa antioksidan sintetik yang banyak dipakai adalah BHT, BHA dan askorbil palmitat. Menurut Belitz dan Grosch (1978) beberapa antioksidan sintetik yang banyak digunakan dalam bahan pangan adalah BHA, BHT, alkil galat dan askorbil palmitat. Antioksidan sintetik harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya harus stabil pada kondisi pemrosesan bahan pangan atau disebut sebagai efek carry through.
Tabel 11. Senyawa antioksidan sintetik yang diaplikasikan pada bahan pangan No.
Jenis antioksidan
Aplikasi
1
BHT dan BHA a
Bumbu ayam goreng kalasan
2
Asam askorbat b
Kecap ikan dari Daging Merah Ikan Tuna
3
BHT c
Sosis ikan tenggiri
Metode Penambahan formula antioksidan (BHA 100 ppm + BHT 100 ppm) ke dalam bumbu ayam goreng kalasan. Setelah itu ditumis 10 menit dan dikemas. Penyimpanan: 30 hari. Uji bilangan TBA Penambahan asam askorbat ke dalam kecap ikan. Penyimpanan: 4 minggu. Uji: bilangan TBA Penambahan 10 ppm BHT ke dalam adonan sosis. Penyimpanan: 3 bulan pada suhu 40C. Uji: bilangan peroksida.
Kemampuan menurunkan ketengikan*
Ketersediaan antioksidan**
Kelayakan***
Mampu
Tinggi
Layak aplikasi
Kecap kontrol= 0.76 mg malonaldehid/kg Kecap + as. askorbat 1000 ppm= 0.17 mg mal/kg
Mampu
Tinggi
Layak aplikasi
Sosis kontrol= 6.9 meq/kg Sosis + BHT 10 ppm= 3.6 meq/kg
Mampu
Tinggi
Layak aplikasi
Mampu
Tinggi
Layak aplikasi
Mampu
Tinggi
Layak aplikasi
Uji Ketengikan
Bumbu kontrol= 4.96 mg mal/kg bahan Bumbu + Formula antioksidan= 1.97 mg mal/kg bahan
Selai krim santan kontrol= 0.50 mg mal/ kg produk Selai krim BHA+BHT 4 Selai krim santan + antioksidan d santan (1:1) (BHA+BHT) 200 ppm= 0.22 mg mal/ kg produk Adonan gelek digoreng dengan minyak goreng Gelek + BHT 200 ppm= 0.38 mg yang telah ditambahkan BHT 200 ppm. oksigen/100 gr bahan e 5 BHT Gelek Penyimpanan: 12 hari pada suhu ruang di dalam Gelek kontrol= 0.79 mg oksigen/100 plastik polipropilene. gr bahan Uji: bilangan peroksida *) Mampu bila: nilai ketengikan perlakuan < nilai ketengikan kontrol dan nilai ketengikan standar **) Ketersediaan tinggi bila: mudah diperoleh di berbagai daerah, jumlahnya banyak, dan diproduksi secara kontinu. Selai krim santan ditambahkan antioksidan (BHA+BHT) 200 ppm. Penyimpanan: 14 hari pada suhu ruang Uji: bilangan TBA
***) Layak bila: mampu menurunkan ketengikan dan ketesediaan sumber tinggi Sumber: a: Kurniawati (2007), b: Widosari (1994), c: Jeny (1993), d: Tardjo (1994), e: Fairus (1993)
Pada Tabel 11 dapat diketahui bahwa konsentrasi antioksidan yang ditambahkan ke produk pangan sangat bervariasi, tetapi umumnya tidak lebih dari 200 ppm. Menurut Porkony et al., (2001) konsentrasi total antioksidan sintetik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi yang ditambahkan tidak boleh melebihi 200 ppm dari berat lemak yang terkandung di dalam bahan pangan. Pengujian dilakukan umumnya setelah bahan pangan disimpan selama 1 bulan. Metode uji yang digunakan untuk mendeteksi adanya ketengikan adalah uji bilangan peroksida dan uji asam tiobarbiturat (TBA). Pada penelitian Kurniawati (2007), bumbu ayam goreng kalasan yang ditambahkan antioksidan (BHA 100 ppm + BHT 100 ppm), ternyata
setelah
penyimpanan
30
hari
menunjukkan
kadar
malonaldehid 1.97 mg mal/kg dan untuk kontrol 4.96 mg MA/kg. Hal ini membuktikan bahwa kombinasi antara BHT dan BHA mampu menurunkan ketengikan pada bumbu ayam goreng tersebut. Hal ini dimungkinkan karena menurut Porkony et al., (2001) beberapa antioksidan sintetik seperti BHA dan BHT digunakan dalam bentuk kombinasi antara keduanya yang dapat menghasilkan efek sinergis. BHA juga bersifat sinergis terhadap propil galat. BHA sendiri memiliki kelebihan yaitu memiliki kestabilan yang baik untuk produk panggang dan penggorengan (Gordon, 1990). Produk olahan hewani seperti kecap ikan tuna dan sosis ikan tenggiri menunjukkan ketahanannya terhadap ketengikan setelah ditambahkan antioksidan sintetik. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kecap ikan yang ditambahkan asam askorbat sebanyak 1000 ppm setelah disimpan 1 bulan memiliki nilai malonaldehid yang jauh lebih rendah dari kontrol (0.17 mg mal/kg). Asam askorbat merupakan salah satu antioksidan sintetik yang ADI-nya tidak dibatasi (Porkony et al., 2001). Namun perlu diingat bahwa penggunaan yang berlebih akan menyebabkan timbulnya rasa asam sehingga bisa merusak citarasa bahan pangan yang ditambahkan. Sosis ikan tenggiri memiliki tingkat ketengikan yang lebih rendah jika ditambahkan
antioksidan setelah penyimpanan 4 minggu. Antioksidan BHT sebanyak 10 ppm merupakan perlakuan yang mampu menurunkan ketengikan dengan nilai peroksida sebesar 3.6 meq/kg. Antioksidan sintetik ternyata juga mampu dalam menurunkan ketengikan pangan nabati seperti gelek dan selai krim santan. Gelek adalah makan tradisional dari Jawa Tengah dengan bahan pokoknya terdiri dari terigu, ragi, gula, serta pengembang dengan perbandingan tertentu dan digoreng. Selama penyimpanan, nilai peroksida dari gelek yang ditambahkan 200 ppm BHT lebih rendah dari gelek kontrol (0.38 mg oksigen/100 g bahan). Selai krim santan juga menunjukkan tingkat ketengikan yang lebih rendah setelah ditambahkan 200 ppm antioksidan (BHA+BHT) dibandingkan dengan kontrol (0.22 mg mal/kg produk). 8. Rekomendasi Kajian Riset Aplikasi Antioksidan Pada Pangan Rekomendasi untuk antioksidan yang telah diteliti aplikasinya pada pangan terlihat di Tabel 12. Hasil penelitian mengenai aplikasi jus daun sirih pada dendeng sapi selanjutnya divalidasi sehingga diketahui apakah dapat direkomendasikan sebagai antioksidan pangan. Tabel 12. Rekomendasi kajian riset aplikasi antioksidan No. 1 2 3 4
Aplikasi antioksidan Jus daun sirih pada dendeng sapi Ekstrak heksana biji atung pada bandeng presto Minyak atsiri antarasa pada fillet ikan kakap merah Antioksidan sintetik pada bahan pangan
Rekomendasi Validasi untuk rekomendasi pemakaian Penelitian mengenai lamanya umur simpan produk sampai tingkat ketengikan maksimal yang masih diterima Penelitian mengenai lamanya umur simpan produk sampai tingkat ketengikan maksimal yang masih diterima Penelitian mengenai lamanya umur simpan produk sampai tingkat ketengikan maksimal yang masih diterima
Hasil penelitian aplikasi ekstrak heksana biji atung pada bandeng presto, minyak atsiri antarasa pada fillet ikan kakap serta aplikasi berbagai antioksidan sintetik pada bahan pangan seperti bumbu ayam goreng, sosis ikan, kecap ikan, selai krim santan, dan gelek perlu diteliti lagi mengenai
lamanya umur simpan produk sampai tingkat ketengikan maksimal yang masih diterima, sehingga dapat diketahui apakah layak direkomendasi untuk diaplikasikan sebagai antioksidan bahan pangan. B. VALIDASI HASIL KAJIAN KEPUSTAKAAN & UJI APLIKASI 1. Kandungan TBA Hasil sidik ragam (Lampiran 7c) menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada dendeng dapat mempengaruhi nilai TBA secara nyata (p<0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 7d) memperlihatkan bahwa nilai TBA dendeng dari perlakuan I, II, III, IV dan V tidak berbeda namun lebih rendah dari dendeng kontrol. Uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini menunjukkan bahwa kelima perlakuan tersebut mampu menghambat pembentukan TBA, sehingga dapat diaplikasikan pada dendeng sebagai penghambat ketengikan.
a
1.2
1.11
a 1.16
b 0.98
b 0.98
b
b
0.98
0.98
b 0.97
1
b 0.87
0.8 TBA (mg 0.6 mal/kg) 0.4 0.2 0
kontrol
PI
validasi
P II
P III
P IV
PV
referensi
Gambar 5. Pengukuran ketengikan dendeng setelah penyimpanan 1 bulan PI = Kuring bumbu + ekstrak etanol bawang putih PII = Kuring bumbu + ekstrak etanol lada PIII = Kuring + bumbu + ekstrak etanol bawang putih PIV = Kuring + bumbu + ekstrak etanol lada PV = Jus sirih kuring bumbu kontrol = Kuring bumbu
Bawang putih, lada dan sirih merupakan sumber antioksidan yang baik dalam menurunkan ketengikan. Di dalam lada dan bawang putih
banyak mengandung komponen oleoresin dan kuersetin yang dapat bekerja sebagai antioksidan (Farrell, 1990). Menurut Andarwulan et al., (1996) oleoresin dalam sirih yang diekstrak dengan metanol dan heksana memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari BHT saat ditambahkan ke dalam lemak babi pada konsentrasi 0.6% b/b. 2. Hedonik Pada uji hedonik parameter mutu yang diukur meliputi rasa, aroma, warna, dan overall. a. Rasa Hasil sidik ragam (Lampiran 8a) menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada dendeng dapat mempengaruhi skor penerimaan rasa dendeng (p<0.05). Uji lanjut Duncan (Lampiran 8b) memperlihatkan bahwa skor penerimaan rasa dendeng dari perlakuan I, II, III, IV dan kontrol tidak berbeda, namun lebih tinggi dari perlakuan V. Uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 6.
7 6
a 5.4
a
a 5.3
a
a 5.3
a
aa 5.4
aa 5.3
bb 4.9
5 skor 4 3 2 1
kontrol
P I
P II
P III
P IV
PV
Gambar 6. Pengaruh lima perlakuan terhadap skor rata-rata rasa dendeng PI = Kuring bumbu + ekstrak etanol bawang putih PII = Kuring bumbu + ekstrak etanol lada PIII = Kuring + bumbu + ekstrak etanol bawang putih PIV = Kuring + bumbu + ekstrak etanol lada PV = Jus sirih kuring bumbu kontrol = Kuring bumbu
Hal ini menunjukkan bahwa sirih dapat menurunkan penerimaan rasa dendeng. Rasa pedas pada daun sirih menyebabkan perbedaan terhadap rasa dendeng. Arka (1996) menyebutkan bahwa daun sirih mempunyai rasa pedas. Skor rata-rata penilaian panelis terhadap parameter rasa dendeng berkisar antara 4.97-5.37 (netral hingga agak suka). b. Aroma Hasil sidik ragam (Lampiran 9a) menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada dendeng dapat mempengaruhi skor penerimaan aroma dendeng secara nyata (p<0.05). Skor rata-rata penilaian panelis terhadap parameter aroma dendeng berkisar antara 4.57-5.5 (netral hingga agak suka). Uji lanjut Duncan (Lampiran 9b) memperlihatkan bahwa skor penerimaan aroma dendeng dari perlakuan I tidak berbeda dari perlakuan III atau perlakuan II tidak berbeda dari perlakuan IV. Uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan larutan kuring dan larutan bumbu tidak mempengaruhi aroma dari dendeng yang dihasilkan. Menurut Farrell (1990) komponen aromatik yang menghasilkan aroma khas pada bumbu lebih dipengaruhi oleh panas, cahaya dan suhu. Uji lanjut Duncan (Lampiran 9b) juga memperlihatkan bahwa skor penerimaan aroma dendeng dari perlakuan I dan III lebih tinggi dari perlakuan II dan IV (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bawang putih lebih meningkatkan penerimaan aroma dendeng daripada lada. Bawang putih mengandung dialil sulfida yang mengeluarkan aroma khas yang umumnya disukai sehingga sering digunakan sebagai penyedap masakan (Anonim, 2008). Sedangkan pada lada, aroma dikeluarkan oleh komponen piperin dan kapsaisin yang memiliki bau agak pedas dan menyengat di hidung (Farrell, 1990).
7 6
a
b 5.5
5.0
a 5.1
b
a
5.5
5.2
5
c 4.6
skor 4 3 2 1
kontrol
PI
P II
P III
P IV
PV
Gambar 7. Pengaruh lima perlakuan terhadap skor rata-rata aroma dendeng PI = Kuring bumbu + ekstrak etanol bawang putih PII = Kuring bumbu + ekstrak etanol lada PIII = Kuring + bumbu + ekstrak etanol bawang putih PIV = Kuring + bumbu + ekstrak etanol lada PV = Jus sirih kuring bumbu kontrol = Kuring bumbu
Selain itu, Uji lanjut Duncan (Lampiran 9b) juga memperlihatkan bahwa skor penerimaan aroma dendeng dari perlakuan V lebih rendah dari dendeng kontrol (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan daun sirih dapat menurunkan penerimaan aroma dendeng. Kartasapoetra (1992) menyatakan bahwa daun sirih memiliki bau khas aromatik yang tidak disukai. c. Warna Hasil sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada dendeng tidak mempengaruhi skor penerimaan warna dendeng (p>0.05). Artinya perbedaan perlakuan tidak menyebabkan perbedaan warna. Secara umum warna dendeng yang dihasilkan cenderung coklat agak hitam. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi pencoklatan Maillard yang berlangsung selama dendeng dikeringkan dan karamelisasi selama dendeng digoreng. Sedangkan pengaruh perendaman jus daun sirih atau penambahan ekstrak lada atau bawang putih pada bumbu yang
digunakan terhadap warna dendeng tidak begitu nyata. Skor rata-rata penilaian panelis terhadap parameter warna dendeng berkisar antara 4.27-4.5 (netral hingga agak suka). d. Overall Parameter overall (keseluruhan) digunakan dalam uji hedonik untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut yang terdapat pada produk. Hasil analisis ragam (Lampiran 11a) menunjukkan bahwa kelima perlakuan berbeda nyata (p<0.05). Artinya perbedaan perlakuan menyebabkan perbedaan penerimaan dendeng secara keseluruhan. Uji lanjut Duncan (Lampiran 11b) memperlihatkan bahwa skor penerimaan rasa dendeng dari perlakuan I, II, III, IV dan kontrol tidak berbeda, namun lebih tinggi dari perlakuan V. Uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Gambar 8. Secara keseluruhan, dendeng yang dihasilkan menunjukkan rata-rata skor berkisar antara 4.17-4.87 (netral hingga agak suka).
7 6 5
a 4.7
a 4.8
a 4.7
a
a
4.9
4.6
b 4.2
skor 4 3 2 1
kontrol
PI
P II
P III
P IV
PV
Gambar 8. Pengaruh lima perlakuan terhadap skor rata-rata overall dendeng PI = Kuring bumbu + ekstrak etanol bawang putih PII = Kuring bumbu + ekstrak etanol lada PIII = Kuring + bumbu + ekstrak etanol bawang putih PIV = Kuring + bumbu + ekstrak etanol lada PV = Jus sirih kuring bumbu kontrol = Kuring bumbu
C. REKOMENDASI APLIKASI ANTIOKSIDAN Berdasarkan nilai TBA, perlakuan I-V merupakan perlakuan terpilih karena semua perlakuan tersebut mampu menurunkan tingkat ketengikan dendeng selama disimpan 1 bulan. Perlakuan I-IV dan kontrol merupakan perlakuan terpilih dari segi rasa karena memiliki skor penerimaan rasa tertinggi. Dari segi aroma, perlakuan perlakuan I dan III merupakan perlakuan terpilih karena memiliki skor penerimaan aroma tertinggi. Sedangkan dari segi warna, semua perlakuan dapat dipilih karena tidak mempengaruhi penerimaan warna dendeng yang dihasilkan. Secara overall, perlakuan I-IV dan kontrol merupakan perlakuan terpilih karena memiliki skor hedonik tertinggi. Perlakuan I (perendaman daging dalam larutan kuring dan direndam kembali dalam bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih) dan perlakuan III (perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih) merupakan perlakuan yang layak diaplikasikan pada dendeng karena kedua perlakuan tersebut dapat menghambat ketengikan dendeng selama penyimpanan serta memiliki skor penerimaan rasa, aroma, warna, dan overall paling baik. Namun jika ditinjau dari segi proses, perlakuan III lebih dipilih karena waktu produksi dendeng menjadi lebih efisien. Dengan demikian aplikasi perlakuan III pada dendeng sapi layak direkomendasikan sebagai antioksidan alami pangan. D. PENYUSUNAN LEAFLET APLIKASI ANTIOKSIDAN Leaflet mengenai aplikasi ekstrak etanol bawang putih pada dendeng sapi (perlakuan III) sebagai rekomendasi antioksidan pangan dapat dilihat pada Lampiran 12.
V. KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Ekstrak antioksidan yang efektif aktivitasnya serta memiliki biaya produksi yang ekonomis adalah ekstrak metanol: cabe merah, kunyit, bawang putih, kayu manis, cengkeh, adas, lada, biji pala, dan ekstrak etanol sirih. Ekstrak antioksidan tersebut belum diaplikasikan dalam bahan pangan sehingga dapat direkomendasikan untuk dilakukan penelitian lanjut mengenai aplikasinya dalam bahan pangan. Riset mengenai aplikasi antioksidan dalam bahan pangan yang telah dilakukan dan layak aplikasi adalah aplikasi daun sirih pada dendeng sapi dan aplikasi antioksidan sintetik pada pangan seperti bumbu ayam goreng, kecap ikan tuna, sosis ikan tenggiri, selai krim santan, dan gelek. Aplikasi bawang putih dan lada pada dendeng sapi serta hasil riset aplikasi daun sirih pada dendeng sapi telah diteliti pada tahap validasi dan uji aplikasi. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan perendaman daging dalam larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih, perlakuan perendaman daging dalam larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol lada, perlakuan perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih, perlakuan perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan larutan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol lada, serta perlakuan perendaman daging dalam jus daun sirih 10% b/v, larutan kuring dan larutan bumbu mampu menurunkan tingkat ketengikan dendeng selama penyimpanan. Namun secara organoleptik dan proses produksi, perlakuan perendaman daging dalam campuran larutan kuring dan bumbu yang ditambahkan ekstrak etanol bawang putih merupakan perlakuan terbaik. Aplikasi perlakuan ini layak direkomendasikan sebagai antioksidan alami pangan.
B. SARAN Leaflet mengenai aplikasi bawang putih pada dendeng sapi yang telah dibuat diharapkan dapat diterapkan oleh para produsen dendeng skala rumah tangga dan skala industri menengah. Untuk mencapai hal tersebut salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah menyampaikan leaflet tersebut kepada produsen dendeng melalui bantuan suku dinas kesehatan setempat.
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah D.R., Waysima, dan Dias I. 2007. Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Departemen ITP FATETA IPB, Bogor. Adidjaja, I. 1991. Aktivitas antioksidan alami dari daging biji picung (Pangium edule Reinw.) terfermentasi pada minyak goreng kelapa sawit. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Agustina, E. 1994. Pengaruh jenis dan konsentrasi antioksidan terhadap mutu santan awet selama penyimpanan. Skripsi Fakultas Teknologi PertanianIPB, Bogor. Allen, J.C. and R.J. Hamilton. 1983. Rancidity in Foods. Applied Science Publisher, London. Andarwulan, N. 1997. Stabilisasi Oksidasi Lipida. Makalah Seminar Sehari Teknologi Minyak dan Lemak untuk Industri. Bogor, 26 April 1997. Andarwulan, N., C.H. Wijaya dan D.T. Cahyono. 1996. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper Betle L.). Buletin Teknologi dan Industri Pangan, 7:29-36. Andarwulan, N., D. Fardiaz, C.H. Hanny Wijaya dan A. Apriyantono. 1995. Isolasi dan karakterisasi antioksidan dari jinten (Cuminum cyminum Linn.). Di dalam: F.G Winarno, N.L. Puspitasari dan F. Kusnandar (ed.). Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Hal 473. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. Anonim. 2008. Bawang Putih. http://www.wikipedia.org/wiki/Buah [9 April 2008]. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, S. Yasni, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor. Arka, I.B., 1996. Ekstrak sirih: Penggunaannya untuk menurunkan kandungan bakteri dan perbandingan kualitas daging ayam selama penyimpanan. PS Kesehatan Hewan, Universitas Udayana, Denpasar. Astawan, M. 2004. Dapatkan protein dari dendeng. http://www.gizi.net [30 April 2004]. Belitz , H.D. and W. Grosch. 1978. Food Chemistry. Springer Verlag, Berlin.
Berhimpon, S. 1982. Pengaruh beberapa pengawet bahan kimia terhadap mutu ikan mas (Cyprinus caprio L.) asap yang disimpan pada suhu kamar. Fakultas Perikanan, Unsrat, Afiliansi IPB, Bogor. Bombardelli, E. 1991. Technologies for The Processing of Medicinal Plants. Di Dalam: Rob Wijesekera (ed.). The Medicinal Plant Industry. CRC Press, Boca Raton. Buck, D.F. 1991. Antioxidants. Di dalam: J. Smith (ed.). Food Additive User’s Handbook. Blackie Academic & Professional, London. Cahyono, D.T. 1995. Aktivitas Antioksidan dari Daun Sirih (Piper betle L.). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Chen, H.M., K. Muramoto and F. Yamauchi. 1995. Structural Analysis of Antioxidative Peptides from Soybean β-Conglycinin. J. Agric. Food Chem. 43:574-593. Coppen, P.P. 1983. The Use of Antioxidant. Di dalam: J.C. Allen dan R.J. Hamilton (ed.). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London. Estiasih, T dan A. Kurniawan. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Umbi Akar Ginseng Jawa (Talinum triangulare Willd.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XVII, No. 3 Th. 2006. Hal 166-175. Fairus, S. 1993. Evaluasi Kesesuaian Tepung Sorgum sebagai Substituen Tepung Terigu dalam Pembuatan Gelek serta Pengaruh Penambahan Antioksidan dan Gliserol Monostearat terhadap Mutu Gelek yang Dihasilkan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments and Seasonings, ed. 2. The Avi Publs. Co., Inc, New York. Gordon, M.H. 1990. The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London. Hamilton, R.J. 1983. The Chemistry of Rancidity in Foods. Di dalam: Allen J.C. dan R.J. Hamilton (ed.). Rancidity in Fodds. Applied Science Publisher, London. Hammerschmidt, P.A. and D.E. Pratt. 1978. Phenolic Antioxidants of Dried Soybeans. J. food Sci. 43:556-559. Harbone, I.B. 1987. Metode Fitokimia, terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso. Penerbit ITB, Bandung.
Hougton, P.J. and A. Raman. 1998. Laboratory Handbook for The Fractination of Natural Extracts. Thomson Science, London. Huang, S.W., E.N. Frankle, K. Schwarz, R. Aesbach and J.B. German. 1996. Antioxidant Activity of Carnocic Acid and Methyl Carnosate in Bulk Oils and Oil -in-water Emulsions. J. Agric Food Chem. 4: 2591-2956. Humairani, R. 2007. Pengaruh penambahan ekstrak antioksidan kulit pisang (Musa paradisiaca) pada minyak ikan terhadap stabilitas oksidasi dengan katalis panas dan cahaya. Tesis Ilmu pangan-IPB, Bogor James, M. J. 1997. Modern Food Microbiology 5 Newyork.
th
ed. Chapman and Hall,
Jeny. 1993. Pengaruh Formulasi dan Penambahan Antioksidan terhadap Produk Sosis Ikan Tenggiri. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Kasih, A.L. 2007. Ekstraksi Komponen Antioksidan dan Antibakteri Biji Lotus (Nelumbium nelumbo). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta, Jakarta. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Kochhar, S.P. and B. Rossell. 1990. Detection estimation and evaluation of antioxidants in food system. Di dalam : B.J.F. Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elvisier Applied Science, London. Kurniawati, M. 2007. Penentuan Formulasi Antioksidan untuk Menghambat Ketengikan pada Bumbu Ayam Goreng Kalasan selama Satu Bulan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Lawrie, R.A. 2003. Meat Science. Terjemahan: Aminuddin Parakkasi. UI Press, Jakarta. Legowo, A.M., Soepardie, R. Miranda, I.S.N. Anisa. 2002. Pengaruh Perendaman Daging Pra Kyuring dalam Jus Daun Sirih terhadap Ketengikan dan Sifat Organoleptik Dendeng Sapi selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIII, No. 1 Th. 2002. Hal 6469. Loliger, J. 1983. Natural Antioxidants. Di dalam: J.C. Allen dan R.J. Hamilton (ed.). Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London.
Min, Tan Tuan. 1992. Aplikasi antioksidan alami dari beberapa jenis rempahrempah pada minyak kedele kasar dan minyak kacang tanah kasar. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Moyler,D.A. 1994. Spices Recent Advances. Di dalam : Charalambous (Ed.). Spices, Herbs, and Edible Fungi. Elsevier. Amsterdam. Mukhopadhyay, M. 2002. Natural Extracts using Supercritical Carbondioxide. CRC Press Publishing Limited, London. Nainggolan, A.R.Y. 1997. Pembuatan Produk Emulsi Antioksidan Daun Sirih (Piper betle L.) dan Aplikasinya Pada Produk Pangan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Nawar, W.W. 1985. Lipids. Di dalam: O.B. Fennema (ed.). Food Chemistry. Marcell Dekker Inc., New York. Nely, F. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah Pabrik dengan Metode Polifenol dan Uji AOM (Active Oxygen Method). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Nielsen, S.S. 2003. Food Analyisis, ed. 3. Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York. Nur, M.A. dan H. Adijuwana. 1989. Teknik pemisahan dalam Analisis Biokimia. PAU Ilmu Hayat-IPB, Bogor. Nuraeni, A.D. 2007. Ekstraksi Komponen Antibakteri dan Antioksidan dari Biji Teratai (Nympheae pubescens). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Parhusip, A. J. N. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman (Zanthoxylum acanthopodium D. C.) terhadap bakteri patogen pangan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor. Porkony, J., N. Yanishlieva dan M.H. Gordon. 2001. Antioxidants in Food. CRC Press Publishing Limited, London. Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee (ed.). Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC. Pratt, D.E. and B.J.F. Hudson. 1990. Natural Antioxidants not Exploited Comercially. Di dalam : B.J.F. Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Rahayu W.P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Departemen ITP FATETA-IPB, Bogor.
Rahmawati, D. 2004. Mempelajari Aktivitas Antioksidan dan Antimikroba Ekstrak Antarasa (Litsea Cubeba) dan Aplikasinya sebagai Pengawet Alami pada Bahan Pangan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Rajalakshmi, D.S. and S. Narasimhan. 1996. Food Sources and Methods of Evaluation. Di dalam: S.D.L. Madhavi, S.S. Depandhe dan D.K. Salunkhe (ed.). Food Antioxidant Technological, Toxological and Health Perspectives. Marcel Dekker Inc, New York. Riyanto, R. 1986. Optimasi Kondisi Proses Ekstraksi Oleoresin Kayu Manis (Cinnamomum burmanii). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Romlah, E. 1992. Mempelajari perubahan aktivitas antioksidan dan lemak selama fermentasi daging biji picung (Pangium edule Reinw.). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Sarastani, D., Soewarno, T. Sukarto, T.R. Muchtadi, D. Fardiaz, dan A. Apriyantono. 2002. Aktivitas Antioksidan Ekstrak dan Fraksi Ekstrak Biji Atung (Parinarium glaberrimum Hassk.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIII, No. 2 Th. 2002. Hal 149-156. Septiana, A.T., D. Muchtadi, F.R. Zakaria. 2002. Aktivitas antioksidan ekstrak dikhlorometana dan air jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada asam linoleat. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIII, No. 2 Th. 2002. Hal 105-111. Shahidi, F. and M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic pub. Co. Inc, Lancester-Basel. Shahidi, F. and Wanasundhara. 1997. Methods of Measuring Oxidative Rancidity in Fats and Oils. Di dalam: C.C. Akoh dan D.B. Min (ed.). Food Lipids, Chemistry and Nutrition.. Marcel Dekker Inc, New York. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Styaningrum, S.T. 1999. Pengaruh Penggunaan Ekstrak Bii Atung (Parinarium glaberimum Hassk.) sebagai Antioksidan Alami dalam Menghambat Ketengikan Pindang Kembung (Rastrelliger negletus) Presto. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Sudjadi. 1995. Metode Pemisahan. Kanisius, Yogyakarta. Sumardi, M. 1992. Aktivitas Antioksidan Alami dari Beberapa Jenis RempahRempah Khas Indonesia. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor.
Suryandari, S. 1981. Pengambilan Oleoresin Jahe dengan Cara Solvent Extraction. BBIHP, Bogor. Tardjo, N. 1994. Pengaruh Konsentrasi Antioksidan, Konsentrasi Gula dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Selai Krim Santan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Tensiska, H. Wijaya dan N. Andarwulan. 2003. Aktivitas Antioksidan dan Immunostimulan Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIV, No.1 Th. 2003. Hal 29-39. Tjitrosoepomo, G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Trilaksani, W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran terhadap kesehatan. Makalah. Bogor, 11 Juni 2003. Widiastuti, B. 2000. Aktivitas Antioksidan dan Immunostimulan Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor. Widjaya, C.H. 2003. Peran Antioksidan terhadap Kesehatan Tubuh. Healthy Choice. Edisi IV. Widosari, A. 1994. Pengaruh Penggunaan Antioksidan pada Kecap Ikan dari Daging Merah Ikan Tuna. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPBBogor. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., J. Hermanianto dan N. Andarwulan. 1989. Prinsip Teknik Pangan. PAU Pangan dan Gizi-IPB, Bogor. Wuisan, C. 2007. Penentuan Aktivitas Antioksidan Rimpang Segar dan Rimpang Bubuk dengan Kadar Uji Polifenol dan Active Oxygen Method (AOM). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian-IPB, Bogor.
Lampiran 1a. Bagan alir prosedur ekstraksi bawang putih atau lada (Hammerschmidt dan Pratt, 1978) 20 g sampel kering ditambahkan 125 ml etanol dihancurkan selama 2 menit dikocok 24 jam dipanaskan 5 menit disaring dengan kertas saring Whatman 42 residu dicuci dengan 25 ml metanol panas ekstrak antioksidan
Lampiran 1b. Bagan alir prosedur ekstraksi daun sirih (Legowo, 2002) 100 g daun sirih ditambahkan 1 liter air dihancurkan denagn blender jus yang diperoleh kemudian diperas dan disaring ekstrak sirih
Lampiran 2. Bagan alir prosedur uji ketengikan dendeng sapi (Apriyantono et al., 1989) 10 gram sampel + 50 ml akuades dihacurkan dengan waring blender dimasukkan ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml akuades ditambahkan 2.5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1.5 distilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan aduk destilat secara merata dan dipipet 5 ml ke dalam tabung reaksi bertutup ditambahkan 5 ml pereaksi TBA (0.2883 g/100 ml as. asetat glasial 90%) tabung reaksi ditutup, dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih tabung reaksi didinginkan dengan air pendingin selama 10 menit dibuat blanko dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi diukur absorbansinya pada λ 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol
No.
1
Lampiran 3. Identifikasi sumber informasi hasil riset antioksidan alami Nama Penulis P. Studi Judul penelitian Pembuatan produk emulsi antioksidan daun sirih Agnes R. Yurist TPG (Piper betle L.) dan aplikasinya pada produk Nainggolan pangan
2
Aisyah Tri Septiana dkk.
Jurnal Teknologi & Industri Pangan
3
Anang M. Legowo dkk.
Jurnal Teknologi & Industri Pangan
4 5
Andreas Leomitro Kasih Annisa Dian Nuraeni
ITP ITP
Aktivitas antioksidan ekstrak dikhlorometana dan air jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada asam linoleat Pengaruh perendaman daging pra kyuring dalam jus daun sirih terhadap ketengikan dan sifat organoleptik dendeng sapi selama penyimpanan Ekstraksi komponen antioksidan dan antibakteri biji lotus (Nelumbium nelumbo) Ekstraksi komponen antibakteri dan antioksidan dari biji teratai (Nympheae pubescens) Aktivitas antioksidan dan immunostimulan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Penentuan aktivitas antioksidan rimpang segar dan rimpang bubuk dengan kadar uji polifenol dan Active Oxygen Method (AOM) Mempelajari aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak antarasa (Litsea cubeba) dan aplikasinya sebagai pengawet alami pada bahan pangan
Tahun 1997
2002
2002 2007 2007
6
B. Widiastuti
TPG
7
Christine Wuisan
ITP
8
Dewi Rahmawati
TPG
9
Dewi Sarastani dkk.
Jurnal Teknologi & Industri Pangan
Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung (Parinarium glaberrimum Hassk.)
2002
10
Didik Tri Cahyono
TPG
Aktivitas antioksidan dari daun sirih (Piper betle L.)
1995
11
Eti Romlah
TPG
12
Fany Nely
ITP
13
Indra Adidjaja
TPG
14
Mulyadi Sumardi
TPG
15
Rindhira Humairani
IPN (S2) pisang (Musa paradisiaca) pada minyak ikan terhadap
Mempelajari perubahan aktivitas antioksidan dan lemak selama fermentasi daging biji picung (Pangium edule Reinw.) Aktivitas antioksidan rempah pasar dan bubuk rempah pabrik dengan metode polifenol dan uji AOM (Active Oxygen Method) Aktivitas antioksidan alami dari daging biji picung (Pangium edule Reinw.) terfermentasi pada minyak goreng kelapa sawit Aktivitas antioksidan alami dari beberapa jenis rempah-rempah khas indonesia Pengaruh penambahan ekstrak antioksidan kulit
stabilitas oksidasi dengan katalis panas dan cahaya
2000
2007
2004
1992 2007 1991 1992 2007
16
Susi Tri Styaningrum
TPG
17
Tan Tuan Min
TPG
18
Tensiska dkk.
Jurnal Teknologi & Industri Pangan
19
Teti Estiasih dan Dwi A. Kurniawan
Jurnal Teknologi & Industri Pangan
Pengaruh penggunaan ekstrak bii atung (Parinarium glaberimum Hassk.) sebagai antioksidan alami dalam menghambat ketengikan pindang kembung (Rastrelliger negletus) presto Aplikasi antioksidan alami dari beberapa jenis rempah-rempah pada minyak kedele kasar dan minyak kacang tanah kasar Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH Aktivitas antioksidan ekstrak umbi akar ginseng jawa (Talinum triangulare Willd.)
1999
1992
2003
2006
Lampiran 4. Identifikasi sumber informasi hasil riset antioksidan sintetik No.
1 2 3
Nama Penulis
P. Studi
Anne Nurul TIN Kusumawardani Ariyani Widosari Ayek Cahya Priatna
4
Elly Agustina
5
Feti Fatimah
6
Firta Aviani
7
Imelda Scorvia
Judul penelitian
Tahun
Kajian penambahan antioksidan terhadap mutu simplisa temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)
2005
Pengaruh penggunaan antioksidan pada kecap ikan dari daging merah ikan tuna Penggunaan kemasan plastik dan penambahan TIN antioksidan untuk mempertahankan mutu akam Pengaruh jenis dan konsentrasi antioksidan TIN terhadap mutu santan awet selama penyimpanan Efektivitas antioksidan dalam sistim emulsi oilIPN (S3) in-water (o/w) Pengaruh jenis kedelai dan jenis antioksidan pada TIN tepung kedelai selama penyimpanan terhadap mutu tahu yang dihasilkan TPG
TPG
8
Ina Nurlaeni
TIN
9
Jeny
TPG
10
Maria Margaretha Arlina
TPG
11
Maya Kurniawati
TPG
12
Nany Tardjo
TPG
13
S. Hidayatullah Nihe
TIN
14
Sirin Fairus
TIN
15
Sri Yuliani
TIN
16
Syafrial Buchari TIN
Pengaruh antioksidan dan pemanasan dengan drum drier terhadap umur simpan bekatul Substitusi lemak hewan dengan olein, penambahan antioksidan dan flavoran sebagai alternatif usaha peningkatan mutu dodol garut Pengaruh formulasi dan penambahan antioksidan terhadap produk sosis ikan tenggiri Pengaruh cara ekstraksi antioksidan dan bahan pemutih serta pendugaan umur simpan santan cair dalam kemas kantong rebus (retort pouch) Penentuan formulasi antioksidan untuk menghambat ketengikan pada bumbu ayam goreng kalasan selama satu bulan Pengaruh konsentrasi antioksidan, konsentrasi gula dan lama penyimpanan terhadap mutu selai krim santan Mempelajari pengaruh kultivar kelapa, penambahan natrium bisulfit dan antioksidan terhadap karakteristik kelapa parut kering Evaluasi kesesuaian tepung sorgum sebagai substituen tepung terigu dalam pembuatan gelek serta pengaruh penambahan antioksidan dan gliserol monostearat terhadap mutu gelek yang dihasilkan Pengaruh penambahan antioksidan dan adonan tepung pada pembuatan keripik tempe terhadap mutunya selama penyimpanan Mempelajari pengaruh jenis bahan dan penambahan antioksidan terhadap mutu tepung tempe selama penyimpanan
1994 1992 1994 2005 1995
2001
1992 1993 1995 2007 1994 1992
1993
1993 1981
Lampiran 5. Perbandingan penggunaan berbagai jenis pelarut dan teknik ekstraksi No.
Bahan
2
Adas a Andaliman b
3
Andaliman c
4
Andaliman b
1
d
Jenis pelarut Metanol Etanol Campuran etil asetat-etanol (10:1)
Perbandingan sampel dan pelarut 20 g/100 ml 6 g/100 ml 5 g/120 ml
Heksana
6 g/150 ml
5 6
Antarasa Biji atung e
Etanol Etanol
Tidak disebutkan Tidak disebutkan
7
Biji atung e
Heksana
Tidak disebutkan
8
Biji lotus f
Etanol
60 g/240 ml
9
Biji lotus f
Etil asetat
60 g/240 ml
10
Biji lotus f
Heksana
60 g/240 ml
Metanol
20 g/100 ml
a
Teknik ekstraksi Maserasi Maserasi Ekstraksi dengan soxhlet Ekstraksi dengan soxhlet Maserasi Maserasi Ekstraksi dengan soxhlet Ekstraksi dengan soxhlet Ekstraksi dengan soxhlet Ekstraksi dengan soxhlet Maserasi Ekstraksi dengan refluks Ekstraksi dengan soxhlet Ekstraksi dengan soxhlet Ekstraksi dengan soxhlet
11
Biji pala
12
Biji pala g
Etanol
25 g/150 ml
13
Biji teratai h
Etanol
60 g/240 ml
14
Biji teratai h
Etil asetat
60 g/240 ml
15
Biji teratai h
Heksana
60 g/240 ml
Metanol
20 g/100 ml
Maserasi
Metanol Metanol Metanol Metanol Metanol
20 g/100 ml 20 g/100 ml 20 g/100 ml 20 g/100 ml 20 g/100 ml
Maserasi Maserasi Maserasi Maserasi Maserasi Ekstraksi dengan refluks
17 18 19 20 21
Bawang bombay a Bawang merah a Bawang putih a Cabe merah a Cabe rawit o Cengkeh a
22
Cengkeh i
Etanol
25 g/150 ml
23
Ginseng jawa j
Metanol
Tidak disebutkan
Perkolasi
24
Ginseng jawa j
Etanol
Tidak disebutkan
Perkolasi
25
Ginseng jawa j
Aseton
Tidak disebutkan
Perkolasi
26
Ginseng jawa j
Heksana
Tidak disebutkan
Perkolasi
Metanol
20 g/100 ml
Maserasi Ekstraksi dengan refluks Ekstraksi dengan refluks
16
q
27
Jahe
28
Jahe q
Etanol
25 g/150 ml
29
Jinten a
Metanol
20 g/100 ml
30
Jinten k
Etanol
20 g/100 ml
Maserasi
31 32
Kapulaga p Kayu manis a
Metanol Metanol
20 g/100 ml 20 g/100 ml
Maserasi Maserasi
Rendemen 13.3% 13.03% Tidak disebutkan 4.10% 7.08% 33.5% 21.4% Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan 13.3% Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan 13.3% 13.3% 13.3% 13.3% 13.3% 13.3% Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan Tidak disebutkan 13.3% Tidak disebutkan 13.3% Tidak disebutkan 13.3% 13.3%
33
Kemangi
a
a
Metanol
20 g/100 ml
34 35
Kemiri Kencur a
Metanol Metanol
20 g/100 ml 20 g/100 ml
36
Kencur i
Etanol
25 g/150 ml
37
Ketumbar a
Metanol
20 g/100 ml
38
Ketumbar
g
Etanol
25 g/150 ml
39 40 41
Kluwak l Kluwak m Kunyit a
Etanol Metanol Metanol
500 g/2.5 L 20 g/125 ml 20 g/100 ml
42
Kunyit i
Etanol
25 g/150 ml
43
Lada putih a
Metanol
20 g/100 ml
44
Lengkuas
i
Etanol
25 g/150 ml
45 46 47 48
a
Salam Seledri a Sereh a Sirih n
Metanol Metanol Metanol Etanol
20 g/100 ml 20 g/100 ml 20 g/100 ml 20 g/100 ml
49
Wijen a
Metanol
20 g/100 ml
Ekstraksi dengan refluks Maserasi Maserasi Ekstraksi dengan refluks Maserasi Ekstraksi dengan refluks Maserasi Maserasi Maserasi Ekstraksi dengan refluks Maserasi Ekstraksi dengan refluks Maserasi Maserasi Maserasi Maserasi Ekstraksi dengan refluks
13.3% 13.3% 13.3% Tidak disebutkan 13.3% Tidak disebutkan 13.3% 20% 13.3% Tidak disebutkan 13.3% Tidak disebutkan 13.3% 13.3% 13.3% 7.75% 13.3%
Tidak disebutkan Sumber: a: Sumardi (1992), b: Tensiska et al., (2003), c: Widiastuti (2000), d: Rahmawati (2004), e: Sarastani et al., (2002), f: Kasih (2007), g: Nely (2007), h: Nuraeni (2007), i: Wuisan (2007), j: Estiasih dan Kurniawan (2006), k: Min (1992), l: Adidjaja (1991), m: Romlah (1992), n: Cahyono (1995), o: Nainggolan (1997), p: Humairani (2007), q: Septiana et al., (2002)
50
Wijen k
Etanol
20 g/100 ml
Maserasi
Lampiran 6. Perbandingan penggunaan berbagai jenis metode uji dan konsentrasi No.
Jenis ekstrak
Metode uji
1
Ekstrak metanol adas a
2
Ekstrak etanol andaliman b
β-karoten/ linoleat
3
Ekstrak etil asetatetanol andaliman c
Tiosianat
4
Ekstrak heksana andaliman b
β-karoten/ linoleat
5
Ekstrak etanol antarasa d
Tiosianat
6
Ekstrak metanol bawang bombay a
AOM
7
Ekstrak metanol bawang merah a
AOM
8
Ekstrak metanol bawang putih a
AOM
9
Ekstrak etanol biji atung e
β-karoten/ linoleat
10
Ekstrak heksana biji atung e
β-karoten/ linoleat
11
Ekstrak etanol biji lotus f
AOM
12
Ekstrak etil asetat biji lotus f
AOM
13 14
Ekstrak heksana biji lotus f Ekstrak metanol
AOM
Konsentrasi uji 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 400 ppm ekstrak di dalam dalam 5 ml emulsi (1 ml larutan βkaroten+20 mg as linoleat + 200 mg tween 20+ 50 ml air destilat) Pembanding: 400 ppm BHT 200 ppm ekstrak etilasetat-etanol di dalam emulsi (2 ml as linoleat 50 mM dalam etanol 99.5% + buffer fosfat 0.1 M pH 7 + 1 ml air bebas ion). Pembanding: 200 ppm BHT 400 ppm ekstrak di dalam dalam 5 ml emulsi (1 ml larutan βkaroten+20 mg as linoleat + 200 mg tween 20+ 50 ml air destilat) Pembanding: 400 ppm BHT 200 ppm ekstrak etanol di dalam emulsi (2 ml as linoleat 50 mM dalam etanol 99.5% + buffer fosfat 0.1 M pH 7 + 1 ml air bebas ion). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 333 ppm ekstrak di dalam 3 ml emulsi (1 ml larutan β-karoten + 20 mg as linoleat + 200 mg tween 20+50 ml air destilat). Pembanding: 333 ppm BHT 333 ppm ekstrak di dalam 3 ml emulsi (1 ml larutan β-karoten + 20 mg as linoleat + 200 mg tween 20+50 ml air destilat). Pembanding: 333 ppm BHT 4000 ppm ekstrak di dalam 10 gr minyak kedelai. Pembanding: 4000 ppm BHT 4000 ppm ekstrak di dalam 10 gr minyak kedelai. Pembanding: 4000 ppm BHT
AOM
4000 ppm ekstrak di dalam 10 gr minyak kedelai. Pembanding: 4000 ppm BHT
AOM
200 ppm ekstrak metanol di dalam
Daya antioksidan Fp=5.31 R=0.65
Fp=3.283 R=1.35
Fp=4.34 R=0.92
Fp=1.486 R=0.53
Periode induksi: 1.93 hari dan R= 0.6 Fp=1.42 R=0.19 Fp=2.45 R=0.3 Fp=3.89 R=0.59
Fp=3.93 R=1.39
Fp=4.2 R=1.48
Fp=3.03% R=0.03 Fp=8.85% R=0.089 Fp=2.2% R= 0.022 Fp=3.61 R=0.73
biji pala a
emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT 50.000 ppm ekstrak di dalam 4 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT
Fp=58.98% R=0.59
15
Ekstrak etanol biji pala g
AOM
16
Ekstrak etanol biji teratai h
AOM
17
Ekstrak etil asetat biji teratai h
AOM
50.000 ppm ekstrak di dalam 4 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT
Fp=29.91% R=0.299
18
Ekstrak heksana biji teratai h
AOM
50.000 ppm ekstrak di dalam 4 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT
Fp=7.43% R=0.074
19
Ekstrak metanol cabe merah a
AOM
20
Ekstrak metanol cabe rawit o
AOM
21
Ekstrak metanol cengkeh a
AOM
22
Ekstrak etanol cengkeh i
AOM
23
Ekstrak metanol ginseng jawa j
24
Ekstrak etanol ginseng jawa j
Tiosianat
Tiosianat
200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT 1000 ppm ekstrak di dalam 2.5 ml emulsi (0.2804 gr asam linoleat + 50 ml buffer fosfat + 0.2804 g tween 20). Pembanding: BHT 1000 ppm 1000 ppm ekstrak di dalam 2.5 ml emulsi (0.2804 gr asam linoleat + 50 ml buffer fosfat + 0.2804 g tween 20). Pembanding: BHT 1000 ppm
1000 ppm ekstrak di dalam 2.5 ml emulsi (0.2804 gr asam linoleat + 50 ml buffer fosfat + 0.2804 g tween 20). Pembanding: Vitamin E 1000 ppm 1000 ppm ekstrak di dalam 2.5 ml emulsi (0.2804 gr asam linoleat + 50 ml buffer fosfat + 0.2804 g tween 20). Pembanding: BHT 1000 ppm 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT
Fp=2.38% R=0.024
Fp=4.91 R=0.65
Fp=2.35 R=0.44
Fp=7.95 R=0.97 Fp=69.32% R=0.69 Fp=64.03% R=0.79
Fp=61% R=0.76
Fp=64.16% R=0.79
25
Ekstrak aseton ginseng jawa j
Tiosianat
26
Ekstrak heksana ginseng jawa j
Tiosianat
27
Ekstrak metanol jahe q
AOM
28
Ekstrak etanol jahe q
AOM
50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT
Fp=43.54% R=0.44
29
Ekstrak metanol
AOM
200 ppm ekstrak metanol di dalam
Fp=5.99 R=0.74
Fp=54.81% R=0.68
Fp=2.77 R=0.38
jinten a
30
Ekstrak etanol jinten k
AOM
31
Ekstrak metanol kapulaga p
AOM
32
Ekstrak metanol kayu manis a
AOM
33
Ekstrak metanol kemangi a
AOM
34
Ekstrak metanol kemiri a
AOM
35
Ekstrak metanol kencur a
AOM
36
Ekstrak etanol kencur i
AOM
37
Ekstrak metanol ketumbar a
AOM
38
Ekstrak etanol ketumbar g
AOM
39
Ekstrak etanol kluwak l
40
Ekstrak metanol kluwak m
AOM
41
Ekstrak metanol kunyit a
AOM
42
Ekstrak etanol kunyit i
AOM
43
Ekstrak metanol lada putih a
44
Ekstrak etanol lengkuas i
AOM
emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak etanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: BHT 200 ppm 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT
200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 53 g asam linolenat 36 mM). Pembanding: 200 ppm BHT 0.4%
200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 53 g asam linolenat 36 mM). Pembanding: 200 ppm BHT 0.4% 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT
Fp=5.09 R=0.55
Fp=2.04 R=0.34
Fp=7.95 R=0.97
Fp=5.40 R=0.72
Fp=2.78 R=0.42
Fp=1.85 R=0.25 Fp=8.94% R=0.089 Fp=2.16 R=0.38 Fp=13.38% R=0.13 Fp=4.9 R=0.37
Fp=2.92 R=0.22
Fp=5.27 R=0.88 Fp=66.46% R=0.66
AOM
200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT
Fp=3.44 R=0.54
AOM
50.000 ppm ekstrak etanol di dalam 3 gr minyak kedelai. Pembanding: 50.000 ppm BHT
Fp=5.65% R=0.057
45
Ekstrak metanol salam a
AOM
46
Ekstrak metanol seledri a
AOM
47
Ekstrak metanol sereh a
AOM
48
Ekstrak etanol sirih n
49
Ekstrak metanol wijen a
AOM
50
Ekstrak etanol wijen k
AOM
Tiosianat
200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak etanol di tambahkan ke dalam emulsi (0.13 gr as linoleat +10 ml etanol 99% + 10 ml buffer fosfat 0.2 M pada pH 7). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak metanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT 200 ppm ekstrak etanol di dalam emulsi (5 ml air jenuh oksigen + 0.1 ml asam linolenat). Pembanding: 200 ppm BHT
Fp=1.83 R=0.31 Fp=2.74 R=0.41
Fp=2.32 R=0.31
Fp=6.52 R=1.74
Fp=5.74 R=1.08
Fp=6.54 R=0.71
Sumber: a: Sumardi (1992), b: Tensiska et al., (2003), c: Widiastuti (2000), d: Rahmawati (2004), e: Sarastani et al., (2002), f: Kasih (2007), g: Nely (2007), h: Nuraeni (2007), i: Wuisan (2007), j: Estiasih dan Kurniawan (2006), k: Min (1992), l: Adidjaja (1991), m: Romlah (1992), n: Cahyono (1995), o: Nainggolan (1997), p: Humairani (2007), q: Septiana et al., (2002)
Lampiran 7a. Hasil analisis ketengikan dendeng sapi (batch 1) setelah penyimpanan 1 bulan dengan metode TBA
Sampel
Bobot
Ulangan
sampel (g)
ke-
Kontrol
10.0040
Perlakuan I
9.8974
Perlakuan II
10.0143
Perlakuan III
10.1029
Perlakuan IV
9.9642
Perlakuan V
10.1565
Absorbansi pada λ 528 nm
Nilai TBA (mg mal/kg)
Rata-rata
Pembacaan ke-1
Pembacaan ke-2
1
0.513
0.512
1.1999
1.1976
1.1986
2
0.492
0.492
1.1508
1.1508
1.1508
1
0.412
0.412
0.9740
0.9740
0.9740
2
0.425
0.427
1.0048
1.0095
1.0072
1
0.453
0.453
1.0585
1.0585
1.0585
2
0.439
0.439
1.0258
1.0258
1.0258
1
0.441
0.441
1.0214
1.0214
1.0214
2
0.410
0.412
0.9496
0.9543
0.9519
1
0.426
0.427
1.0004
1.028
1.0016
2
0.415
0.415
0.9746
0.9746
0.9746
1
0.417
0.417
0.9607
0.9607
0.9607
2
0.428
0.428
0.9861
0.9861
0.9861
Contoh perhitungan: 3 Angka TBA = bobot sampel (gram)
3 x A528 x 7.8
A528 : absorbansi pada λ 528 nm
=
x 0.513 x 7.8 10.0040
=
1.1999 (mg malonaldehid/kg)
Nilai TBA sampel (mg mal/kg) 1.17 0.99 1.04 0.99 0.99 0.97
Lampiran 7b. Hasil analisis ketengikan dendeng sapi (batch 2) setelah penyimpanan 1 bulan dengan metode TBA
Sampel
Bobot
Ulangan
sampel (g)
ke-
Kontrol
10.0973
Perlakuan I
10.0054
Perlakuan II
10.0006
Perlakuan III
9.9975
Perlakuan IV
10.0029
Perlakuan V
10.0331
Absorbansi pada λ 528 nm
Nilai TBA (mg mal/kg)
Rata-rata
Pembacaan ke-1
Pembacaan ke-2
1
0.462
0.462
1.0706
1.0706
1.0706
2
0.447
0.447
1.0359
1.0359
1.0359
1
0.431
0.431
1.0079
1.0079
1.0079
2
0.398
0.398
0.9308
0.9308
0.9308
1
0.385
0.386
0.9008
0.9032
0.9016
2
0.399
0.399
0.9336
0.9336
0.9336
1
0.406
0.404
0.9502
0.9455
0.9478
2
0.429
0.428
1.0041
1.0018
1.0029
1
0.435
0.433
1.0176
1.0129
1.0153
2
0.403
0.404
0.9427
0.9451
0.9445
1
0.409
0.409
0.9539
0.9539
0.9539
2
0.418
0.417
0.9748
0.9726
0.9736
Contoh perhitungan: 3
3
Angka TBA = bobot sampel (gram) A528
x A528 x 7.8
=
= absorbansi pada λ 528 nm
x 0.462 x 7.8 10.0973
=
1.0706 (mg malonaldehid/kg)
Nilai TBA sampel (mg mal/kg) 1.05 0.97 0.92 0.98 0.98 0.96
Lampiran 7c. Analisis sidik ragam TBA dendeng ANOVA NILAITBA
Between Groups
Sum of Squares .031
df 5
Mean Square .006 .003
Within Groups
.015
6
Total
.046
11
F 2.387
Lampiran 7d. Hasil uji lanjut Duncan TBA dendeng Hasil Duncan
a,b
Perlakuan Perlakuan V Perlakuan II Perlakuan I Perlakuan III Perlakuan IV Kontrol Sig.
N 2 2 2 2 2 2
Subset 1 2 .968550 .979850 .980000 .981050 .983950 1.114000 .723 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .002. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Sig. .016
Lampiran 8a. Analisis sidik ragam hedonik rasa dendeng Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Type III Sum of Squares 4825.578(a)
Source Model
df 35
Mean Square 137.874
F 310.323
Sig. .000
PANELIS
16.244
29
.560
1.261
.188
SAMPEL
45.578
5
9.116
20.517
.000
Error
64.422
145
.444
Total
4890.000 180 a R Squared = .987 (Adjusted R Squared = .984)
Lampiran 8b. Hasil uji lanjut Duncan hedonik rasa dendeng SKOR Duncan
a,b
Subset SAMPEL perlakuan V perlakuan I perlakuan IV perlakuan II perlakuan III kontrol Sig.
N
1 30 30 30 30 30 30
2 4.97
1.000
5.30 5.30 5.33 5.37 5.37 .710
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .363. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 9a. Analisis sidik ragam hedonik aroma dendeng Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 4777.600a 16.800 17.600 40.400 4818.000
df 35 29 5 145 180
Mean Square 136.503 .579 3.520 .279
F 489.924 2.079 12.634
Sig. .000 .003 .000
a. R Squared = .992 (Adjusted R Squared = .990)
Lampiran 9b. Hasil uji lanjut Duncan hedonik aroma dendeng SKOR Duncan
a,b
SAMPEL perlakuan V kontrol perlakuan II perlakuan IV perlakuan III perlakuan I Sig.
N
Subset 2
1 30 30 30 30 30 30
5.00 5.10 5.17
1.000
.253
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .279. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
3
4.57
5.47 5.50 .807
Lampiran 10. Analisis sidik ragam hedonik warna dendeng Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 3494.267a 8.533 .933 43.733 3538.000
df 35 29 5 145 180
Mean Square 99.836 .294 .187 .302
F 331.012 .976 .619
Sig. .000 .508 .686
a. R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .985)
Lampiran 11a. Analisis sidik ragam hedonik overall dendeng Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 3879.061a 15.228 8.894 57.939 3937.000
df 35 29 5 145 180
Mean Square 110.830 .525 1.779 .400
F 277.368 1.314 4.452
Sig. .000 .149 .001
a. R Squared = .985 (Adjusted R Squared = .982)
Lampiran 11b. Hasil uji lanjut Duncan hedonik overall dendeng SKOR Duncan
a,b
Subset SAMPEL perlakuan V perlakuan IV kontrol perlakuan II perlakuan I perlakuan III Sig.
N
1 30 30 30 30 30 30
2 4.17
1.000
4.60 4.67 4.70 4.77 4.87 .150
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .400. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 12a. Gambar Leaflet (halaman depan)
Lampiran 12b. Gambar Leaflet (halaman belakang)