PERAN PEKERJA SOSIAL PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO-JAKARTA TIMUR
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh ZULBAIDA FEBRIATUN NIM: 109054100005
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436/2015
ABSTRAK Zulbaida Febriatun Peran Pekerja Sosial Pada Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo, Jakarta Timur Pelacuran berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Namun pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual yang terfokus pada para penerima manfaat (PM) sangat efektif untuk membantu mereka dan meringankan segala permasalahan yang ada. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo merupakan salah satu lembaga sosial yang memberikan rehabilitas dan pelayanan terhadap permasalahan WTS. Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian mengenai peran pekerja sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Penelitian ini untuk mengetahui peran pekerja sosial, dengan mengkaji peran pekerja sosial, harapan pekerja sosial terhadap para PM dan harapan para PM terhadap para pekerja sosial pada bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Untuk menganalisisnya peneliti menggunakan Teori Peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas. Dan Teori Peran Pekerja Sosial yang dikemukakan oleh W.A. Friendlander. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. Subyek penelitian terdiri dari petugas tata usaha, para pekerja sosial dan para PM dalam bimbingan keterampilan menjahit manual. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, peran pekerja sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo ini ada 7(tujuh) peran pekerja sosial yaitu sebagai Katalisator, Informator, Mediator, Fasilitator/Pendampingan, Motivator, Konselor dan Educator. Dan didapatkan adanya kesesuaian antara petugas dan harapan pekerja sosial serta harapan para PM pada bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur, menunjukkan bahwa pekerja sosial telah menjalankan tugas serta perannya dengan baik, sehingga bimbingan keterampilan menjahit manual ini memang diinginkan oleh para PM sebagai bekal dan keahlian mereka setelah kembali ke lingkungan masyarakat.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim ... Alhamdulillahi Robbil ‘ Alamin, rasa senang, lelah, dan bosan selama penulis menjalani skripsi ini akhirnya terlampaui dan berakhir. Puji dan syukur yang tak terhingga penulis hanturkan kepada Allah SWT, Tuhan pencipta dan pemelihara alam semesta ini. Atas nikmat dan anugerah yang Allah berikan kepada penulis, serta petunjuk dan kemurahanNyalah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Nabi akhir zaman yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan. Dengan selesainya skripsi
yang berjudul
“PERAN
PEKERJA SOSIAL
PADA
PELAKSANAAN
BIMBINGAN KETERAMPILAN MENJAHIT MANUAL DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) MULYA JAYA PASAR REBO-JAKARTA TIMUR” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi
Kesejahteraan Sosial. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, dan dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Namun berkat bantuan dan motivasi yang tak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini selesai pada waktunya. Oleh karena itu penulis hanya mampu menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan rasa hormat kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. Rektor UIN Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA dan segenap civitas akademik UIN Jakarta yang telah menyediakan fasilitas dan wadah bagi penulis dan kawan-kawan mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri.
ii
2. Kedua Orangtuaku tercinta, Ayahanda H. Parimin dan Ibunda Hj. Sriatun yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang, memberikan pengorbanan baik material maupun spiritual yang tidak terhitung nilainya serta selalu mendoakan penulis disetiap munajatnya. 3. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 4. Ibu Siti Napsiyah, M.SW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis. 6. Ibu Wati Nilamsari, M.Si sebagai pembimbing skripsi yang telah sangat sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran serta semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan banyak ilmunya dan mengajar dengan sabar. 8. Kepada Bapak dan Ibu pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dengan menyediakan bahan-bahan dalam mengerjakan skripsi. 9. Bapak Akhmad Affandi, S.Sos sebagai pembimbing di PSKW Pasar Rebo yang telah sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
10. Untuk kakakku, Istiningsih dan Satimo (Kakak Ipar), serta kedua keponakanku yang tersayang Aliefia Fitria Romadhini dan Damar Fiqih Al-Ma’ruf, mereka yang selalu mendoakan dan memberikan semangat serta canda tawa dari mereka yang membuat penulis terhibur sehingga mengurangi rasa penat penulis saat penulisan skripsi. 11. Untuk Seseorang yang sedang bertugas S. Khalid Bwefar S.STP yang telah memberikan kasih sayangnya, beserta iringan doa, menemani dan memberikan semangat saat penulis rapuh dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Untuk Sahabat dan Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2009 yakni Inge, Widya, Momba, Ersya, Ade, Ni’ma, Icha, Hani, Nandya, Bimo, Ugi dan Dadan terima kasih untuk waktu, motivasi dan kebersamaan kalian dari awal perkuliahaan hingga sekarang. 13. Untuk Syukron Akbar, Kak Alwi, Leo Lofulisa, Mba’Eland, dan Sari yang tak kenal lelah selalu menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 14. Untuk para penerima manfaat (PM) di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terutama Teteh Safitri, Teteh Nurhayati dan Teteh Tuti Alawiyah. Hanya kepada Allah SWT, penulis serahkan segala jasa dan amal kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis dan bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca semuannya. Amin Ya Rabbal Alamin. Jakarta, 13 Januari 2015
ZULBAIDA FEBRIATUN
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .........................................................................................
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................ B. Pembatasan Masalah ................................................................. C. Perumusan Masalah .................................................................. D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. E. Metodologi Penelitian ................................................................ F. Tinjauan Pustaka ....................................................................... G. Sistematika Penulisan ............................................................... LANDASAN TEORI A. Peran ........................................................................................ 1. Pengertian Peran .................................................................. 2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran ...................................... B. Pekerja Sosial .......................................................................... 1. Pengertian Pekerja Sosial ................................................... 2. Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial ....................................... 3. Prinsip Umum Pekerja Sosial dan Kode Etik Pekerja Sosial 4. Peran Pekerja Sosial ........................................................... C. Bimbingan Keterampilan ........................................................ 1. Pengertian Bimbingan Keterampilan .................................. 2. Tujuan Bimbingan Keterampilan ....................................... D. Wanita Tuna Susila ................................................................... 1. Pengertian Wanita Tuna Susila .......................................... 2. Latar Belakang Timbulnya Wanita Tuna Susila .................. 3. Dampak dari Prostitusi ....................................................... 4. Penanggulangan Prostitusi . .................................................
v
i ii v vii
1 7 8 8 10 18 20
23 23 26 27 27 31 32 35 38 38 42 42 42 44 47 49
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO A. Sejarah Berdirinya PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ... ........... 52 B. Landasan Hukum ...................................................................... 53 C. Visi, Misi Motto dan Tujuan .................................................... 55 D. Identitas Panti ........................................................................... 56 E. Fungsi Lembaga ...................................................................... 57 F. Kebijakan .................................................................................. 57 G. Sarana dan Prasarana ................................................................ 59 H. Struktur Organisasi .................................................................. 60 I. Proses Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila ........................ 62 J. Pola Pendanaan ......................................................................... 67 K. Kerjasama PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... 67 L. Kriteria Indikator Keberhasilan dalam Pelayanan dan Rehabilitasi ........................................................................ 70 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Tugas Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo .......................................................................................... B. Harapan Pekerja Sosial Terhadap Penerima Manfaat Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ......................... C. Harapan Penerima Manfaat Terhadap Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ........................... D. Analisis Tugas dan Peran Pekerja Sosial, Harapan Pekerja Sosial dan Harapan Penerima Manfaat Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo ...........................
91
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. B. Saran ............................................................................................
94 96
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
71
85
88
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Subyek dan Informan
Tabel 2
Sarana dan Prasarana
Tabel 3
Data Pekerja Sosial Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo
Tabel 4
Jumlah Personil Panti/Pegawai di PSKW Pasar Rebo
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Krisis moneter telah memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat, utamanya dalam aspek ekonomi. Hal tersebut tentu mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan akhirnya menjadi faktor bagi tenaga kerja untuk mengerjakan apapun guna mendapatkan uang walaupun bertentangan dengan hukum, moral, dan etika misalnya mencuri, dan bekerja sebagai wanita tuna susila. Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usiannya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Pelacuran berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan.1
Pelacur, ayam, lonte, WTS, dan PSK adalah sedikit dari sekian banyak antrian panjang istilah yang kerap terdengar ketika seseorang menunjuk pada sesosok perempuan penjaja, daging mentah pemuas nafsu birahi kaum lelaki hidung belang ini. Persoalan di sekitar semua istilah transaksi, bisnis lendir itulah masyarakat memberikan julukan atau labeling yang sedikit banyak memberikan kontribusi terhadap konsep dirinya. Ini kemudian dikonstruksi untuk mengontrol aktivitas seks yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.2
1 2
Kartono, Kartini.Patologi Sososial Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2007.h.208 Kuntjoro.Tutur dari Sarang Pelacur.Yogjakarta:Tinta.2004.
1
2
Akan tetapi julukan yang dianggap suatu kewajaran tersebut jangan dijadikan suatu alasan untuk tidak menerima mereka sebagai bagian dari anggota masyarakat.
Sesuatu hal yang wajar manakala dalam diri setiap manusia memiliki hasrat seksualitas sebagai anugerah dari Sang Pencipta. Secara kodrati seksualitas merupakan kebutuhan biologis setiap individu. Namun anugerah tersebut nampaknya terkadang dijadikan suatu penyimpangan seksualitas dan komersialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Apapun alasannnya dan bagaimanapun bentuknya pekerja seks komersial, wanita tuna susila, pelacuran, dan perzinaan dilarang keras baik oleh agama maupun masyarakat. Semua agama di muka bumi ini melarang terhadap kegiatan prostitusi, terlebih ajaran agama Islam telah memberikan pelarangan yang keras karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang keji dan tercela sesuai dengan firman Allah surat Al-Isra ayat 32 yaitu:
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, tidak sopan dan suatu jalan yang buruk” (Q.S. Al-Isra: 32)
3
Maraknya Wanita Tuna Susila (WTS) ini mengharuskan Pemerintah menyusun kebijakan dan menerapkan langkah-langkah penganggulangan yang terpadu dan menyeluruh dalam suatu sistem yang efektif dan komprehensif, baik penegakan hukum untuk mengurai suplai (supply reduction) maupun pendekatan kesejahteraan untuk menekan dan mengatasi laju jumlah WTS. Pada kenyataannya usaha-usaha untuk menanggulangi permasalahan ini
tetap sulit
untuk
mencapai
hasil
yang optimal.
Permasalahannya selain terletak pada terbatasnya jangkauan dan kemampuan pemerintah, juga karena kompleksitas rumitnya seputar masalah pelacuran ini. Berkembangnya kasus-kasus dan semakin pesatnya jumlah WTS ini berkaitan langsung dengan kesehatan mental masyarakat serta sebagai akumulasi dari berbagai masalah sosial dan kepribadian. Berangkat dari hal ini pula penanganan yang bersifat kemasyarakatan dengan berbasis masyarakat mempunyai arti yang sangat penting.
Berdasarkan Data Direktorat Rehabilitasi Tuna Susila Kementrian Sosial, pada tahun 2012 tercatat 41.374 WTS yang tersebar di 33 provinsi. Jumlah terbesar berada di Jawa Timur sebanyak 7.793 WTS dan lokalisasi terbanyak juga di Jawa Timur sebanyak 47 tempat.3Sedangkan menurut Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA), 70 persen anak yang jadi korban berusia antara 14 tahun dan 16 tahun. Jumlah lebih kecil dari kenyataan karena pelacuran anak merupakan fenomena gunung es. 3
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/02/13 ditelusuri tanggal 20 Agustus 2013 jam 18.55 WIB
4
Nilai transaksi dari bisnis haram ini terbilang besar. Sepanjang 2011, berdasarkan perhitungan Biro Riset Infobank (birl), nilai transaksi pelacuran per bulan sekitar Rp 5,5 triliun. Angka itu berdasarkan asumsi jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang dikeluarkan beberapa lembaga seperti United Nations Development Programme (UNDP), Dinas Sosial, dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), bahwa jumlah PSK di Indonesia sekitar 193.000-272.000. Angka ini tak berlebihan. Ratu mucikari dari Jawa Timur konon bisa meraup penghasilan sampai Rp 25 juta/hari. Meningkatnya jumlah PSK berarti menunjukkan meningkatnya jumlah pria yang gemar berzina. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, diperkirakan ada 6,7 juta laki-laki yang membeli seks pada 2012. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya 3,2 juta.4
Selain itu untuk mengantisipasi kegiatan pelacuran aparat pemerintah juga mengadakan razia dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan, baik oleh tokoh agama mau pun tokoh masyarakat. Pemerintah juga mengeluarkan UndangUndang tentang larangan dan ancaman selama-lamanya 1 (satu) tahun kurungan bagi praktek germo dan mucikari, yang masing-masing diatur dalam pasal 296 dan 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tetapi sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang praktek prostitusi itu sendiri, sehingga sulit bagi pemerintah untuk mencegah apalagi memberantas praktek prostitusi tersebut. 4
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/02/13/negeri-darurat-pelacuran-dan-seks-bebas,ditelusuri tanggal 20 Agustus 2013 Jam 21.00 WIB
5
Kesejahteraan sosial merupakan suatu keberadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam
bentuk pelayanan sosial yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 1dan 2). Pembangunan kesejahteraan sosial ini menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimana pembangunan kesejahteraan sosial berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Hal ini karena pada prinsipnya konstruksi pembangunan kesejahteraan sosial terdiri atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan manusia melalui koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi kerangka kegiatan yang utuh, menyeluruh, berkelanjutan dan bersinergi, sehingga kesejahteraan sosial masyarakat lambat laun dapat meningkat. Keberadaan PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur, selain sebagai wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam memenuhi hakhak dasar warga negaranya (khususnya wanita) yang karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar tetapi juga sebagai wadah pemberdayaan sosial khususnya pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan sosial dilakukan melalui peningkatan kemauan dan kemampuan yang dapat
6
dilakukan dengan salah satu bentuk pelatihan keterampilan. (Undang-Undang No 11 Tahun 2009 pasal 2 dan 3) Pelayanan inti di PSKW adalah pelayanan bimbingan keterampilan yang terdiri dari jenis keterampilan, yaitu keterampilan olahan pangan, keterampilan menjahit, keterampilan high speed, keterampilan
tata
rias
pengantin, keterampilan bordir,
keterampilan
handycraft, keterampilan tata rias rambut,dan keterampilan kuliner. Wanita sangat perlu mendapat bimbingan keterampilan, terutama dalam usia produktif. 5 Manfaat pemberian keterampilan olahan pangan, keterampilan menjahit, keterampilan high speed, keterampilan tata rias pengantin, keterampilan bordir, keterampilan handycraft, keterampilan tata rias rambut, dan keterampilan kuliner adalah memberi bekal klien dengan keterampilan yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya agar mereka bisa mandiri dengan keterampilan yang dimiliki.6
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa bimbingan keterampilan memiliki banyak manfaat dalam memberdayakan wanita rawan sosial psikologis di PSKW Pasar Rebo. Tetapi selain bimbingan keterampilan tersebut, pelayanan bimbingan lainnya yang diberikan PSKW Pasar Rebo juga sama pentingnya, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita rawan sosial psikologis harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari 5
Isran Noor. Jadikan Masa Depan Lebih Baik. Diakses dari www.kaltimpost.co.id. 2001. pada tanggal 24 April 2013, Jam 21.43 WIB. 6 Nuriyah. Pemberdayaan Keterampilan Perempuan Di PSKW Sidoarum Godean Sleman. Skripsi. UNY.2001.
7
berbagai aspek kehidupan, sehingga satu sama lain pelayanan bimbingan saling berkaitan.
Alasan penulis memilih bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo adalah bimbingan keterampilan menjahit manual ini sudah tentu kebanyakan dari para penerima manfaatnya (PM) memahami tentang menjahit, dan para PM juga dapat mengasah kemampuannya dibimbingan keterampilan menjahit manual ini para PM diajarkan dari teknik dasar menjahit manual seperti pembuatan pola dasar dan tahapan keterampilan menjahit manual lainnya. Dan apabila mereka kembali ke kehidupan sosial yang normal, mereka dapat mengembangkan kemampuan yang telah dimiliki sebagai bekal hidup untuk mencari nafkah, serta diterima di tengah-tengah masyarakat untuk menjalani hidup yang normal dan dapat beralih profesi. Atas dasar penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “ Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur”.
B. Pembatasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada studi tentang peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur .
8
C. Perumusan Masalah Sehubungan dengan pembatasan masalah diatas, penulis membuat rumusan masalah yaitu : 1. Apa saja peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ? 2.
Bagaimana harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM) pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ?
3. Bagaimana harapan para penerima manfaat (PM) pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap pekerja sosial ? 4. Bagaimana analisis peran yang ditinjau dari tugas, harapan pekerja sosial dan harapan penerima manfaat (PM) terhadap bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo ? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan mengetahui : 1) Untuk mengetahui tugas dan peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. 2) Untuk mengetahui harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM) dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
9
3) Untuk mengetahui harapan serta kebutuhan para penerima manfaat (PM) terhadap peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. 4) Untuk mengetahui tugas, harapan pekerja sosial dan harapan para penerima manfaat (PM) terhadap bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. 2. Manfaat Penelitian Sebagaimana perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka penelitian mengharapkan manfaat dari penelitian ini adalah : a. Manfaat Akademis Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. b. Manfaat Praktis 1) Merupakan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan pendampingan sosial pada masyarakat nantinya. 2) Memberikan masukan dan koreksi kepada PSKW Pasar Rebo dalam memperbaiki pelayanan pendampingan kepada klien.
10
E. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan data atau bukti yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian.7 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Bogdam dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Kemudian Klick dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang tersebut dalam bahasanya. 8 Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian ini karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi dan informasi yang sebenarnya.
7
E.Kristi Poerwandari. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.1998.h.78. 8 Moleong,Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.2003.h.3.
11
2. Pemilihan Kasus Dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pemilihan informan untuk menjadi objek penelitian penulis. Per bulan Agustus 2013 – Mei 2014 , penulis sudah berkonsultasi dengan pihak lembaga terkait yang menangani tentang rehabilitasi sosial dan pekerja sosial untuk meneliti sebagai bahan skripsi dan mengambil beberapa informan yang memang menjadi klien di lembaga tersebut dan pihak lembaga menyetujui dengan tujuan penulis untuk mengambil beberapa informan dan sebagai bahan skripsi penulis. 3. Teknik Pengumpulan Data Adapun untuk melaksanakan penelitian teknik pengumpulan data yang akan dilaksanakan melalui : a. Observasi Observasi adalah pengamatan secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji.9 Observasi yaitu salah satu metode utama yang digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan oleh penulis dengan mengunjungi, meninjau lokasi penelitian dan pengamatan untuk melihat segala aktifitas pendampingan pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit di PSKW Pasar Rebo terutama penelitian kualitatif.
9
S. Nasution. Metode Research (Jakarta: Bumi Akrasa,2011)h.113
12
b. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang yang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.10 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara mendalam. Wawancara mendalam ini bersifat luwes, artinya susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat wawancara berlangsung. Sebelum wawancara dilakukan terlebih dahulu disiapkan pedoman wawancara yang berhubungan dengan keterangan yang ingin digali. Adapun hal yang akan di wawancarai adalah seputar pendampingan pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit di PSKW Pasar Rebo. c. Studi Dokumentasi Dalam buku Moleong, Guba dan Lincoln mendefiniskan dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seseorang penyidik. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. 11 Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mendapatkan data-data dokumentasi yang ada di PSKW Pasar Rebo dari brosur, arsip-arsip serta foto-foto yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.
10
Mulyana,Dedi. Metodologi Peneliian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2003.
h.180 11
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-10,h.161
13
d. Macam dan Sumber Data Macam dan sumber data yang diambil penelitian ini terdapat dua data, yaitu data primer (pokok) dan data sekunder (pendukung). a) Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya. Data primer, diperoleh melalui wawancara dengan bagian pekerja sosial, diantaranya: 1. Bagian Tata Usaha, 2. PEKSOS, 3. Para penerima manfaat di PSKW Pasar Rebo terutama para penerima manfaat yang mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual. b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan, surat kabar atau media kabar, dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
12
Seperti,
brosur PSKW Pasar Rebo, Brosur
Departemen Sosial RI PSKW Pasar Rebo dan Modul PSKW Pasar Rebo. e. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dijalan Tat Twan Asi No.47 Komplek Depsos Pasar Rebo-JakartaTimur 13760. Penelitian ini dilakukan selama 9 (sembilan) bulan, sejak Agustus 2013-Mei 2014.
12
Jaenal Arifin, Theknik Penarikan Sample Dan Pengumpulan Data, (Jakarta,2005) h.17
14
f. Subyek, Informan dan Objek Penelitian Subyek penelitian ini adalah Bagian Tata Usaha, pekerja sosial, Seksi Rehabilitasi sosial, pengajar dan PM yang mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi latar penelitian. Dan objek dalam penelitian ini adalah para PM yang mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual yang ada di PSKW Pasar Rebo. Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive sampling. Purposive Sampling adalah sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan melakukan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.13 Berikut ini tabel subjek dan informan yang terpilih dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.
13
h.218-219
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011),
15
Tabel 1 Subjek dan Informan No 1
Informan Informasi yang diinginkan Bagian Tata Gambaran umum PSKW Usaha Pasar Rebo, latar belakang, sarana dan prasarana, kerjasama yayasan. 2 Pekerja Sosial Peran Pekerja Sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual dan harapan peksos terhadap para penerima manfaat (PM) yang mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual. 3 Penerima Latar belakang penerima Manfaat (PM) manfaat (PM), alasan PM mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual dan harapan PM terhadap pekerja sosial. JUMLAH Sumber: Data Primer
Jumlah 1 Orang
3 Orang
3 Orang
7 Orang
g. Teknik Analisi Data Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian. Menurut Bogdam, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
16
mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.14 Pada saat menganalisis data hasil wawancara, penulis mengamatinya secara detail dan dilakukan berulang-ulang dari awal sampai akhir, kemudian menyimpulkannya. Setelah itu menganalisa ketegori-kategori yang terlihat pada data-data tersebut. Analisa data melibatkan upaya mengidentifikasi suatu obyek dan peristiwa. Kategori dari analisa data diperoleh berdasarkan fenomena yang terlihat pada tempat penelitian tersebut. Setelah data dianalisa kemudian disajikan dalam tulisan-tulisan. h. Teknik Keabsahan Data Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodologi Kualitatif. Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk pengecekan atau perbandingan terhadap data tersebut. Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lainnya.15
14
Sugiyono,Prof.Dr.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.Bandung: Alfabeta.2009.cet,8.h.244 15 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet ke XVIII (Bandung: PT. Rosda Karya 2001),h.330
17
Dalam hal ini, penulis menggunakan klien sebagai pengecekan data yang penulis peroleh dari pengurus, pembimbing serta staf-staf PSKW Pasar Rebo dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian. Kreadibilitas (Derajat Kepercayaan) dengan menggunakan teknik Triangulasi, hal ini dapat dicapai dengan jalan: a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara misalnya peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. b) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini penulis membandingkan jawaban dari instruktur pelatihan bimbingan keterampilan menjahit manual dengan jawaban yang diberikan oleh siswi yang mengikuti pelatihan keterampilan menjahit manual. c) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Penulis memanfaatkan dokumen atau data sebagai bahan perbandingan.
18
i. Teknik Penulisan Untuk memperoleh dalam penulisan ini maka penulis mengacu kepada pedoman penulisan karya Ilmiah (skripsi,tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA tahun 2007. F. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah dari penyusun skripsi yang peneliti teliti agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-sebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka penulis menemukan skripsi yang membahas tentang WTS, tetapi penulis akan memaparkan dari sudut berbeda yaitu : 1. Peranan Pekerja Sosial Dalam Program Peningkatan Kesejahteraan Sosial Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta. Skripsi ini ditulis oleh Mashudi. Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam tahun 2008. Skripsi ini mengkaji tentang peranan pekerja sosial dalam program peningkatan kesejahteraan sosial WTS dan hasil penelitian ini yaitu didapatkan adanya kesesuaian antara tugas dan harapan pekerja sosial serta harapan WTS dalam program peningkatan kesejahteraan sosial, menunjukkan bahwa pekerja sosial telah menjalankan peranannya dengan baik, sehingga program tersebut memang diinginkan oleh WTS sebagai bekal baik bila mereka terjun ke masyarakat.
19
2. Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial Pada Program Keterampilan Menjahit High Speed Di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Skripsi ini ditulis oleh M. Arif Iskandar. Jurusan Konsentrasi Kesejahteraan Sosial Tahun 2009. Skripsi ini mengkaji tentang program pemberdayaan yang dilakukan kepada pekerja seks komersial pada program keterampilan khususnya keterampilan menjahit high speed yang diberikan oleh PSKW Pasar Rebo. Dan hasil dari penelitian ini yaitu dengan diberikan dan bantuan mesin, diharapkan mereka mampu bersaing dengan para pekerja lain dalam dunia kerja. Tanpa menutup kemungkinan mereka akan membuka usaha rumahan dan merekrut orang lain untuk membantu pekerjaan mereka. 3. Evaluasi Hasil Program Bimbingan Keterampilan Pada Korban Trafficking Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur. Skripsi ini ditulis oleh Usniawati Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Tahun 2011. Skripsi ini mengkaji program pelatihan keterampilan tata rias pengantin di PSKW yang pada hasilnya didapat oleh eks wanita tuna susila yang mengikuti pelatihan keterampilan tata rias pengantin. Dan hasil dari penelitian ini adalah dapat diketahui bahwa PSKW Pasar Rebo telah mencapai tujuannya dalam program bimbingan keterampilan yang dilakukan pada korban trafficking, hal ini terlihat dari kemampuan dan perubahan signifikasi dalam diri siswa, dan diperkuat dengan pernyataan yang didapat dari para staf yang bersangkutan, dimana mereka mengatakan bahwa banyak dari siswa yang telah
20
lulus dari panti saat ini telah bekerja dan membuka usaha sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. 4. Pelaksanaan Bimbingan Agama Islam Pada Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Departemen Sosial Pasar Rebo Jakarta. Skripsi ini ditulis oleh Nuhri Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Tahun 2011. Dalam Skripsi ini didapatkan hasil penelitian pelaksanaan bimbingan agama islam
dengan materi-materi
keagamaan yang meliputi baca tulis Al-qur’an, keimanan, hafalan bacaan sholat, hafalan doa ayat-ayat pendek, fiqih, shalat lima waktu dan puasa. Adapun kendala-kendala dalam pelaksanaan bimbingan agama islam ini yaitu kurangnya bahan ajar, kurangnya pembimbing ketika kegitan ini berlangsung dan pendidikan klien yang rendah tentang agama. G. Sistematika Penulisan Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dalam penelitian ini, maka peneliti membagi dalam lima bab, yaitu: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
21
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini mengemukakan tentang Pengertian Peran, Pekerja Sosial, Wanita Tuna Susila, Modus wanita tuna susila dan Praktek wanita tuna susila.
BAB III
GAMBARAN UMUM Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek penelitian yang terdiri dari latar belakang berdirinya panti, visi, misi, motto dan tujuan, identitas panti, sarana dan prasarana, struktur organisasi alur pelayanan rehabilitasi sosial wanita tuna susila, pola pendanaan, kerjasama dan jaringan.
BAB IV
ANALISIS PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian tugas dan peran pekerja sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo, harapan pekerja sosial terhadap para PM dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo, harapan para PM dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap pekerja sosial, dan analisis peran yang ditinjau dari tugas, harapan pekerja sosial dan harapan siswa terhadap bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
22
BAB V
PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup dari penelitian ini yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI A. PERAN 1. Pengertian Peran Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, “peran adalah beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.”1 Dalam kamus ilmiah popular, peran diartikan sebagai fungsi, kedudukan atau bagian dari kedudukan, seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai status dalam masyarakat. Walaupun kedudukannya ini berbeda antara satu dengan lainnya tersebut. Akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya. Teori Peran adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu, selain dari psikologi, teori peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan antropologi.2 Berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status (kedudukan), walaupun keduannya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) 1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka 1998),h.667 2 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005), cetke-10,h.224
23
24
mempunyai status dalam masyarakat, walaupunkeduannya itu berbeda antara satu dengan orang lain tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya. Menurut Verhaar peran adalah segi segmatis dari peserta-peserta verba. Unsur peran ini berkaitan dengan makna gramatika/sintaksis.3 Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, peranan adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.4 Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam empat golongan yaitu istilah-istilah yang menyangkut: a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku d. Kaitan antara orang dan perilaku. Sedangkan Gross Masson dan A.W. M.C. Eachern, sebagaimana dikutip oleh David Berry, mendefinisikan peran sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan tersebut masih menurut David Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu 3
Verhaar j.W.M, Asas-Asas Linguistic Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press 1996), h.91 4 Verhaar j.W.M, Asas-Asas Linguistic Umum, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press 1996), h.135
25
ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat, artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.5 Dengan demikian yang dimaksud dengan peran merupakan kewajibankewajiban
dan
keharusan
yang
dilakukan
oleh
seseorang
karena
kedudukannya didalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana ia berada. Dari perannya menjadi orang tua maupun peran individu seorang pegawai terhadap institusi atau perusahaan yang ditempati. 6 Dalam skripsi ini penulis melihat peran yang digunakan dalam penelitian ini adalah peran yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi tempat seseorang dalam masyarakat karena seseorang yang mempunyai kedudukan dalam struktur masyarakat dapat mempertanggung jawabkan tugas dan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu dapat menyesuaikan dirinya agar masyarakat melihat bahwa seseorang yang mempunyai peran dapat membimbing masyarakat tanpa mencari keuntungan semata dan imbalan. Seseorang yang mempunyai peran bekerja hanya untuk memberikan pelayanan dan dapat membangun komunikasi dengan menghormati harkat martabat dan harga diri masyarakat.
5
N. Gross, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, (Jakarta: raja Grafindo Persaja,1995), cet. Ke-3,h.99100 6 Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori Dan Peran), editor. Anna Susana, (Bandung : PT Refika Aditama 2007), h.91
26
2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran Tidak dapat dipungkiri bahwasanya manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada makhluk atau manusia lainnya, maka pada posisi semacam inilah, peran sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan peranannya yaitu: menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan) dimana ia bertempat tinggal. Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. “ Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis yang menunjukan tempatindividu pada organisasi masyarakat. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan”.7 Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain (pada umumnya) tentang perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu, sebagaimana dikatakan oleh David Berry terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari
7
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002),cet ke-34,h.243
27
pemegang peran. Kedua, harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya”.8 Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada suatu harapan dari masyarakat terhadap individu akan suatu peran, agar dijalankan sebagaimana mestinya, sesuai dengan kedudukannya dalam lingkungan tersebut. Individu dituntut memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, dalam hal ini peranan dapat dilihat dari sebagian dari struktur masyarakat, misalnya peranan-peranan dalam pekerjaan, keluarga, kekuasaan dan peranan-peranan lainnya yang diciptakan oleh masyarakat. B. Pekerja Sosial 1. Pengertian Pekerja Sosial Pekerja Sosial adalah orang yang memiliki dasar pengetahuan keterampilan dan nilai pekerjaan sosial yang mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan kesejahteraan sosial.9 Pekerja sosial adalah sebagai orang yang memiliki kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial.10 Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial atau
8
David Berry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi,h.101 Pusat Data Kemiskinan Depsos RI 10 Budhi Wibawa, Santoso T. Raharjo, & Meilany Budiarti S. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.2010 9
28
kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan
tugas
profesional
pekerjaan
sosial
(Kepmensos
No.10/HUK/2007). Tercatat dalam beberapa para ahli terkemuka dibidang pekerja sosial seperti: Max Siporin, Charles Zastrow, Walter A. Friedlander, Pincus dan Anne Minahan, Thelma Lee Mendoza, Robert W. Robert dan Robert H.Nee telah memberikan definisi tentang pekerja sosial menurut sudut pandang masing-masing. Sebagai berikut: 1. Max Siporin Pekerja sosial adalah suatu metode institusi sosial untuk membantu orang mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsian sosial mereka”. 2. Charles Zastrow Pekerja sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu individu-individu,
kelompok-kelompok
atau
masyarakat
guna
meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam fungsi serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan. 3. Walter A. Friedlander Pekerja sosial merupakan suatu pelayanan professional, yang prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan ilmiah tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan serta kebebasan.
29
4. Pincus dan Anne Minahan Pekerja sosial adalah seseorang yang ahli dan mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi antara orang/sekelompok orang dengan lingkungan sosial mereka sehingga memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengatasi kesulitan dan mewujudkan aspirasi serta nilai-nilai.11 5. Thelma Lee Mendoza Pekerja Sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya dan individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi sosialnnya. 6. Robert W. Robert dan Robert H.Nee Pekerja sosial merupakan profesi yang baru muncul pada abad ke-20. Berbeda dengan profesi lain yang mengembangkan spesialisasi untuk mencapai kematangannya, maka pekerja sosial berkembang dari berbagai spesialisasi pada lapangan praktek yang berbeda.12 Pengertian pekerja sosial di Indonesia, selengkapnya terdapat di dalam Buku Panduan Pekerja Sosial yang mengacu pada pasal 2, ayat 3 UndangUndang No.6/1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial yaitu:
11
Dwi Heru Sukoco, Profesi Pekerja Sosial Dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS, 1998),h.75 12 Isbandi Rukminto Adi, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet.1,h.11
30
“ Pekerja Sosial adalah semua keterampilan teknis yang dijadikan wahan bagi usaha kesejahteraan sosial, serta merupakan suatu kegiatan professional dalam menolong orang, kelompok manapun masyarakat yang menderita atau terancam akan menderita masalah sosial, sedemikian rupa sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri”.13 Ketentuan itulah yang hingga kini dijadikan pedoman bagi para Pekerja Sosial khususnya di Lingkungan Depsos (sekarang BKSN) agar para Pekerja Sosial dapat melaksanakannya tugasnya secara sistematis, efektif dan efisien. Seperti telah diketahui seseorang yang menjalankan profesi di bidang pekerjaan sosial adalah Pekerja Sosial atau dikenal dengan istilah asingnya sebagai Social Worker. Meskipun profesi ini belum sepopuler dinegara-negara maju, namun keberadaannya secara yuridis telah mendapatkan pengakuan dari pemerintahan Indonesia antara lain melalui penerbit Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang Pendelegasian
Wewenang
pengangkatan,
Pembebasan
Sementara,
Pemberitahuan dan Pengangkatan Jabatan Pekerja Sosial di lingkungan Departemen Sosial. Sementara itu, Definisi Pekerja Sosial menurut Buku Panduan Pekerja Sosial adalah sebagai berikut:
13
Undang-Undang No.6 Tahun 1974 tentang,Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Biro Hukum Departemen Sosial RI.
31
“ Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh pejabat yang berwewenang pada lingkungan Departemen Sosial dan Unit Pelayanan Kesejahteraan Sosial pada instansi lainnya berdasarkan kompetensi professional pekerja sosial”.14 Menurut UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ialah Pekerja Sosial Profesional didefinisikan sebagai “seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintahan maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 2. Tugas dan Fungsi Pekerja Sosial Pekerja sosial memiliki tugas pokok yaitu membantu orang yang memenuhi kebutuhan dasarnya dengan jalan memberikan kemungkinan agar dapat menjalankan fungsi sosialnya secara optimal. Dengan demikian fungsi pekerja sosial dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Mengembangkan, memelihara dan memperkuat sistem kesejahteraan sosial sehingga sistem ini dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia. 2) Menjamin tingkat kesejahteraan yang wajar/memadai bagi semua orang.
14
Dep Sos RI. Panduan Pekerja Sosial Di Lingkungan Departemen Sosial. Jakarta: Sekretariat Jenderal.1998.h.4
32
3) Memberikan kemungkinan kepada orang agar dapat berfungsi secara optimal dalam peranan status sosial. 4) Menyokong dan memperbaiki tertib sosial serta struktur lembaga masyarakat.15 3. Prinsip Umum Pekerja Sosial dan Kode Etik Pekerja Sosial Kode etik merupakan pedoman yang dijadikan sebagai standar perilaku para pekerja sosial yang berisikan nilai-nilai, prinsip-prinsip, aturan profesi pekerjaan sosial yang dijadikan pedoman bagi anggotanya. Penetapan kode etik
ditujukan
untuk
menjamin
kompetensi
pelayanan
profesional
meningkatkan mutu pelayanan sosial dan melindungi penerimaan pelayanan sosial. Prinsip-prinsip pekerja sosial dituangkan dalam kode etik profesi, dalam bentuk petunjuk dan kewajiban. Prinsip Dasar pekerja sosial adalah: 1. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. 2. Pengakuan adanya persamaan kesempatan. 3. Hak individu untuk menentukan jalan/cara hidupnya sendiri. 4. Setiap orang mempunyai tanggung jawab sosial. Terdapat enam prinsip khusus dalam praktek pekerjaan sosial. Prinsipprinsip tersebut adalah: a. The Princple Of Acceptance (Prinsip Penerimaan) Prinsip ini mengemukakan bahwa pekerja sosial menerima klien tanpa menghakimi klien. Kemampuan pekerja sosial untuk menerima klien dengan terbuka akan banyak membantu perkembangan relasi pekerja sosial dengan 15
Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat)
33
kliennya. Dengan sikap penerimaan yang tanpa menghakimi dari pekerja sosial, klien akan terbuka untuk mengungkapkan permasalahan yang dialaminya. b. The Principle Of Communication (Prinsip Komunikasi) Komunikasi
berkaitan
dengan
kemampuan
pekerja
sosial
untuk
mengangkap informasi ataupun pesan yang diungkapkan klien, baik verbal maupun nonverbal. Pekerja sosial juga diharapkan membantu klien dalam mengungkapkan apa yang dirasakannya. c. The Principle Of Individualitation (Prinsip Individualisasi) Prinsip individualisasi pada intinya menganggap setiap individu berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga cara pemberian bantuan terhadap klien dapat berbeda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien. d. The Principle Of Participation (Prinsip Partisipasi) Seseorang pekerja sosial harus mengajak kliennya untuk berperan aktif dalam mengatasi permasalahannya yang dihadapinya sehingga mucul rasa tanggung jawab klien terhadap proses pemberian bantuan. Tanpa partisipasi dari klien, proses pemberian bantuan akan sulit dilakukan. e. The Principle Of Confidentiality (Prinsip Kerahasiaan) Dalam prinsip ini pekerja sosial menjaga kerahasiaan dari kasus yang sedang ditanganinya, sehingga kasus klien tidak dibicarakan dengan sembarangan orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus tersebut. Prinsip kerahasiaan memungkinkan klien mengungkapkan masalah yang
34
sedang ia hadapi dengan rasa aman karena yakin akan keamanan dan informasi yang ia berikan. f. The Principle Of Self Awarness (Prinsip Kesadaran dari pekerja sosial) Prinsip ini menuntut pekerja sosial untuk bersikap proffesional dalam menjalin relasi dengan klien. Pekerja sosial harus mampu mengendalikan diri untuk tidak terhanyut oleh perasaan dan permasalahan yang dihadapi oleh kliennya.16 Adapun kode etik pekerja sosial adalah: 1. Pekerja sosial mengutamakan tanggung jawab melayani kesejahteraan individu dan kelompok yang meliputi kegiatan perbaikan kondisi sosial. 2. Pekerja sosial mendahulukan atau mengutamakan tanggung jawab profesi daripada kepentingan pribadi. 3. Pekerja sosial tidak membeda-bedakan latar belakang keturunan, warna kulit, agama, umur, jenis kelamin, warga negara dan berusaha mencegah serta menghapuskan diskriminasi dalam memberikan pelayanan, dalam tugas serta dalam praktek-praktek kerja. 4. Pekerja sosial melaksanakan tanggung jawab demi mutu dan keleluasaan pelayanan yang diberikan.17
16
Adi,Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan (edisi 2) 2005, FISIP UI 17 Sumber Pedoman Pekerja Sosial (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat)
35
Pada dasarnya tujuan pekerja sosial yaitu ingin selalu memperbaiki dan meningkatkan praktik pekerjaan sosial professional. Para pekerja sosial berupaya untuk menggabungkan pengetahuan dan keterampilan untuk kepentingan pelayanan kepada sistem klien. Disamping itu para pekerja sosial diharapkan cukup memahami metedologi penelitian serta hasil-hasil penelitian yang
dilaporkan
dan
menerapkan
konsep-konsep,
teori-teori,
serta
pengetahuan yang dikembangkan oleh penelitian yang bersangkutan kedalam praktik yang dilakukannya.18 4. Peran Pekerja Sosial Menurut W.A. Friendlander dalam menjalankan fungsi, tugas dan kegiatan Pekerja Sosial dalam melakukan pendampingan sosial dapat menjalankan peran yang meliputi: Katalisator, Informator, Mediator, Fasilitator, Motivator, Konselor dan Educator.19 a. Katalisator Sebagai katalisator yaitu orang yang selalu siap untuk menerima keluh kesah atau masalah klien. Dalam hal ini pekerja sosial harus mempunyai kemampuan menjadi pendengar yang baik, memegang teguh rahasia klien sehingga klien percaya pada pekerja sosial, mempunyai rasa empati sehingga pekerja sosial mampu merasakan apa yang sedang di alami oleh klien.
18
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2004), cet.6,h.18 19 Suharto, Edi , Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS), 1997.
36
b. Informator Sebagai informator yaitu orang yang selalu memberikan informasi atau penjelasan yang kurang dipahami oleh klien. Dalam hal ini pekerja sosial harus banyak memiliki informasi, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik dengan menyampaikan berita-berita dan informasi dengan baik dan komunikatif, dan mampu menarik minat klien. c. Mediator Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Mediator ini merupakan derivasi dari meditio (Latin) yaitu seseorang yang digunakan sebagai orang tengah. Dalam berbagai hal fungsi mediator juga hampir sama dengan seorang fasilitator. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang mediator tidak memiliki hak untuk membuat keputusan namun ia hanya berfungsi sebagai seorang figur konsultatif. Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Dean H Hepworth dan Jo Ann Larsen memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat memerankan fungsi sebagai “kekuatan ketiga”untuk menjembatani antara anggota kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.
37
d. Fasilitator Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan “fasilitator” seringdisebut sebagai “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu sama lain. Sebagimana yang dinyatakan oleh Parsons, Jorgensen dan Hernandez, “ The traditional role of enabler in social work imploes education, facilitation, and promotion of interaction and action”. (artinya: peran tradisional bantuan dalam pekerjaan sosial mengimplikasikan peran pendidikan, fasilitasi, dan promosi dari interaksi dan aksi). Selanjutnya Barker, memberi definisi pemungkin atau fasilitator sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi pemberian
harapan,
ambivalensi,
pengurangan
pengakuan
dan
penolakan,
pengidentifikasian
pengaturan
dan
perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.
38
e. Motivator Seorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menguggah, menggerakan dan membuat klien dinamis. Seorang pekerja sosial juga harus berani mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu mengembangkan profesinya. f. Konselor Sebagai konselor yaitu seorang pekerja sosial melalui metode konselor baik secara individu maupun kelompok berusaha memecahkan masalahmasalah klien. g. Educator Sebagai educator yaitu seorang pekerja sosial yang berkecimpung dalam bidang pendidikan baik menengah maupun tinggi, dan pekerja sosial menjadi instruktur pada pelatihan pekerja sosial junior menjadi supervisi pada praktik pekerja sosial. C. Bimbingan Keterampilan 1. Pengertian Bimbingan Keterampilan Sebelum peneliti membahas mengenai bimbingan keterampilan terlebih dahulu, peneliti akan menguraikan mengenai pengertian bimbingan itu sendiri yang ditinjau dari beberapa pendapat para ahli, antara lain : Pengertian bimbingan dalam “ Jear Book Of Education”. Bimbingan adalah “ suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan sosial”.
39
Bimbingan ialah “ suatu proses yang terus menerus dalam membantu perkembangan individu untuk mencapai kemampuannya secara maksimal dalam mengarahkan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi dirinya maupun masyarakat”.20 Dari beberapa pengertian di atas maka dapat peneliti simpulkan, bahwa pengertian bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang berkelanjutan/terus-menerus dari sistematis kepada suatu individu atau kelompok, melalui usahanya sendiri untuk menemukan serta mengembangkan kemampuannya agar dapat memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan sosial. Pengertian keterampilan yaitu kecakapan untuk dapat menyelesaikan suatu tugas, atau dengan kata lain keterampilan juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang untuk melakukan suatupekerjaan atau tugas yang kompleks dengan mudah dan cermat serta dapat menyelesaikannya dengan baik.21 Menurut Ngalim Purwanto, keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti mahir, namun dalam pembahasan ini keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan tangan atau kecekatan tangan.22
20
Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, C. V. Ilmu (Bandung: 1975), h.25 Nuraini, “Bimbingan Keterampilan Bagi Wanita Tuna Susila Dalam Upaya Peningkatan Ekonomi keluarga Di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo Jakarta Timur, “ (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008), h.17 22 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktikum, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996), h. 169 21
40
Keterampilan sangat erat dengan kaitannya dengan sumber daya manusia. The Liang Gie mengemukakan pengertian keterampilan sebagai berikut: Keterampilan adalah kegiatan menguasai sesuatu keterampilan dengan tambahan bahwa mempelajari keterampilan harus dibarengi dengan kegiatan praktik, berlatih, dan mengulang-ulang suatu kerja. Seseorang memahami semua asa, metode, pengetahuan dan teori dan mampu melaksanakan secara praktis adalah orang yang memiliki keterampilan.23 Dan menurut Whitherington menyatakan bahwa suatu keterampilan adalah hasil dari latihan yang berulang-ulang yang dapat disebut perubahan meningkat atau progesif atau pertumbuhan yang dialami oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi sebagai hasil dari aktivitas tertentu.24 Dengan memperhatikan konsep keterampilan menurut Liang Gie di atas dapat dikemukakan bahwa keterampilan merupakan suatu pemahaman seseorang akan suatu metode, cara, dan teknik, pengetahuan dan teori. Sehingga seseorang tersebut dapat mempraktikannya dalam kehidupan seharihari atau dalam organisasi/lembaga tertentu yang dapat menunjukkan kalau seseorang itu mempunyai keterampilan.
23
Syarif Makmur, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi: kajian Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), h.70 24 Whitherington, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), h. 104
41
Dan pengertian menjahit adalah pekerjaan menyambung kain, bulu, kulit binatang, pepagan, dan bahan-bahan lain yang bisa di lewati jarum jahit dan benang. Mejahit dapat dilakukan dengan tangan memakai jarum tangan atau dengan mesin jahit.25 Sedangkan pengertian keterampilan menjahit dalam arti luas bukan hanya sekedar pelajaran jahit menjahit saja, tetapi meliputi pengetahuan tentang kesehatan, keserasian, dan perawatan dalam berpakaian. Seperti apa yang diungkapkan oleh Moesarah Mangkoesatyoko, dalam bukunya yang berjudul PKK bahwa keterampilan menjahit adalah pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan tata rias diri, memahami peraturan kesehatan untuk mencapai keindahan diri, memiliki keterampilan untuk merawat dan memperindah diri serta memiliki apresiasi terhadap penampilan diri yang menarik. 26 Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan keterampilanadalah suatu proses bantuan yang diberikan kepada suatu individu dengan tujuan agar dapat mengetahui, memahami serta menguasai suatu hal/keterampilan yang sesuai dengan bidang keterampilan yang dimiliki, sehingga menjadi tenaga ahli yang memungkinkan mereka mendapatkan pekerjaan, pendapatan serta penghidupan yang layak di masyarakat.
25
Wikipedia, diakses pada tanggal 09 Maret 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/menjahit Moesarah Mangkoesatyoko et. al, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1, (Jakarta: F.A. Hasmar, 1975), h.7 26
42
2. Tujuan Bimbingan Keterampilan Adapun tujuan dari bimbingan keterampilan adalah sebagai berikut: a. Membantu individu untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan yang dimiliki. b. Membantu proses sosialisasi dan sensitivitas kepada kebutuhan orang lain. c. Membantu individu untuk mengembangkan motif-motif intirinsik dalam proses belajar sehingga tercapai kemajuan yang berarti. d. Membantu memberikan dorongan di dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterlibatan dalam proses pendidikan. e. Membantu individu dalam proses memilih pekerjaan dan memasuki dunia kerja.27 D. Wanita Tuna Susila 1. Pengertian Wanita Tuna Susila Pelacuran atau Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin Pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan
27
122-126
M. Lutfi,Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: 2008), h.
43
persundalan, percabulan, dan pergendakan. Sedang prostitue adalah pelacur atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau Wanita Tuna Susila.28 Menurut arti terminologi, Wanita Tuna Susila (WTS) menurut Soerjono Soekanto adalah: “Suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan seksual dengan mendapatkan upah”.29 Berdasarkan kamus Besar Bahasa Indonesia, pelacur memiliki arti wanita tuna susila atau wanita yang melacur.30 Wanita yang menjual diri. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam menyewakan tubuhnya. Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas bebas tanpa kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak zaman purba sampai sekarang. Dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai bentuk dan tingkatannya.
28
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.207 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1993), cet.Ke-17,h.417 30 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),cet.ke-3,h.623 29
44
Telah disadari oleh setiap bangsa dan negara di dunia bahwa WTS yang juga dikenal sebagai penyakit masyarakat selalu dihubungkan dengan eksitensi wanita. Pandangan Boger tentang wanita tuna susila “Suatu gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencaharian”.31 Dari penjelasan diatas terlihat suatu gambaran yang dimaksud dengan wanita tuna susila atau pelacur adalah suatu perbuatan melakukan hubungan seksual di luar ikatan pernikahan jasa maupun tidak, guna mendapat memberikan kepuasan seks kepada pasangannya. 2. Latar Belakang Timbulnya Wanita Tuna Susila Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan
yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya
disharmoni,
konflik-konflik
eksternal
dan
internal,
juga
disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Berbagai penyebab timbulnya WTS dapat dibagi kepada dua faktor penyebab yaitu: Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah dorongan-dorongan biologis yang timbul dari dalam diri seseorang yang tidak dapat dikendalikan sehingga ia terjun ke dunia pelacuran, sedangkan faktor eksternal adalah dorongan-dorongan biologis yang dari luar diri seseorang itu sendiri, seperti di lingkungan keluarga miskin atau tertipuoleh bujuk rayu para 31
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), h.209
45
germo atau yang menjanjikan perkerjaan terhormat, tetapi pada kenyataanya berfungsi sebagai pelacur. Faktor internal tersebut menurut Kartini Kartono dapat berupa: a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan. b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks. c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup. e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia. f. Kebudayaan
eksploitasi
pada
zaman
modern
ini,
khususnya
mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.32
32
Kartini, Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.243
46
Faktor Eksternal yang menyebabkan timbulnya WTS menurut Kartini Kartono, yaitu : a. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup. b. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintergrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami. c. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik. d. Aspirasi materill yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. e. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk: film-film biru, gambargambar
porno,
bacaan
cabul,
gang-gang
anak
muda
yang
mempraktikan relasi seks, dan lain-lain. f. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi g. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.33
33
248
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), cet.10,h.245-
47
3. Dampak dari Prostitusi Kartini Kartono berpendapat banyak tentang dampak dari prostitusi sebagaimana tertulis dalam buku Patologi Sosial, diantaranya: a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling sering terjadi ialah syphilis dan gonorrhoe (kencing nanah). Terutama syphilis, apabila tidak mendapatkan pengobatan yang sempurna bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain ialah: (1) Congential syphilis (sipilis herediter/keturunan) yang menyerang bayi semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau bayi lahir mati. Jika bayi bisa lahir biasanya kurang bobot, kurang darah, buta, tuli, kurang intelegensinya, defect (rusak cacat) mental dan defect jasmani lainnya. (2) Syphilis amenita, yang mengakibatkan cacat mental ringan, retardasi atau lemah ingatan dan imbisilitas. Sedangkan yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau ayan, kelumpuhan sebagian dan kelumpuhan total, bisa jadi idiot psikotik atau menurunkan anak idiocy. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. Suami-suami yang tergoda pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan. c. Memberikan dampak buruk kepada anak-anak remaja pada kriminal dan obat-obatan.
48
Dampak buruk bagi remaja adalah adanya pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolesensi serta berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lainlain). d. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. Terutama
sekali
menggoyahkan
sendi
perkawinan,
sehingga
menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum, dan agama karena digantikan dengan pola pemuasan kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang awut-awutan, murah serta tidak bertanggung jawab. Bila pola pelacuran ini telah membudaya maka rusaklah sendi-sendi kehidupan keluarga yang sehat. e. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur ini hanya menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centengcenteng, pelindung dan lain-lain. Dengan kata lain ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini.
49
f. Menyebabkan terjadinya disfungsi seksual. Misalnya: impotensi, anorgasme, mymfomania, satyriasis, ejakulasi premature yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetasi dalam vagina atau liang senggama, dan lain-lain.34 4. Penanggulangan Prostitusi Prostitusi sebagai masalah sosial sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang dan selalu ada pada setiap tingkatan peradaban, perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan, usaha ini sangat sukar melalui proses dan waktu yang panjang, dan memerlukan pembiayaan yang besar. Pada garis besarnya, usaha untuk mengatasi masalah wanita tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Usaha yang bersifat preventif, antara lain berupa: a) Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran. b) Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius norma kesusilaan. c) Menciptakan
bermacam-macam
kesibukan
dan
kesempatan
rekreasi bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya.
34
252
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Jilid I ,h.250-
50
d) Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap harinya. e) Penyelenggaraan
pendidikan
seks
dan
pemahaman
nilai
perkawinan dan kehidupan keluarga. f) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambar-gambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks. g) Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya. b. Tindakan yang bersifat represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan (menghapuskan,menindas), dan usaha menyembuhkan para WTS untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar, yaitu : a) Melalui alokasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitusi serta lingkungannya. b) Melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. c) Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila terkena razia, disertai pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing. d) Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya.
51
e) Mengikutsertakan ex-WTS dalam usaha transmigrasi, dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan kesempatan kerja bagi kaum wanita.35
35
Kartini,Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Jilid I ,h.250-
266-268
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) “MULYA JAYA” PASAR REBO A. Sejarah Singkat Berdirinya PSKW Mulya Jaya Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” Jakarta adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen Sosial RI yang memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Tuna Susila atau Wanita Tuna Susila, antara lain melalui kegiatan pembinaan fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, pelatihan keterampilan, resosialisi dan pembinaan lanjut agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Lembaga ini didirikan oleh Departemen Sosial RI., pada tahun 1959 panti ini berstatus Pilot Projek Pusat Pendidikan Wanita, sebagai projek percontohan Depsos. Pembangunan dan penyempurnaan panti ini dilakukan secara bertahap. Setahun kemudian tepatnya tanggal 20 Desember 1960 dibuka oleh Menteri Sosial Bapak H. Moeljadi Djojomartono (Alm) dengan nama Mulya Jaya berdasarkan motto panti itu sendiri yaitu, “Wanita Mulya Negara Pasti Jaya”.1 Pada tanggal 1 Juni 1963 diresmikan sebagai Panti Pendidikan Wanita (PPW) “Mulya Jaya” dan di tahun 1969 diubah kembali menjadi Pusat Pendidikan Pengajaran Kegunaan Wanita (P2KW). Berdasarkan SK Mensos RI No.41/HUK/Kep./XI/1979 berubah nama menjadi Panti 1
Brosur,Departemen Sosial RI Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Jl. Tat Twam Asi No.47 Komp.Depsos Pasar Rebo,Jakarta Timur 13769 Telp.021-8400631,Fax.8415717.
52
53
Rehabilitasi Wanita Tuna Susila (PRWTS) “Mulya Jaya” dan sejak tanggal 24 April 1995 ditetapkan sebagai Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Jakarta berdasarkan kepmensos RI No. 22/HUK/1995.2 Departemen Sosial RI cq. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial, sampai saat ini hanya memiliki satu Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) dengan daya tampung 110 orang, dan jangka waktu kegiatan selama 6 bulan. Ketidakseimbangan jumlah WTS yang meningkat dari tahun ke tahun dengan keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui PSKW, mendorong pemerintah mencari alternatif pemecahan dalam meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi tuna susila, yaitu dengan sistem non panti. Ini dipandang sebagai penangan yang cukup efektif, efisien dan bermanfaat dengan jangka waktu kegiatan 4 bulan, yang kemudian diberikan bimbingan lanjut. B. Landasan Hukun PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo 1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 27 ayat 2, pasal 28 dan pasal 34. 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2
Brosur Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”,Kep / Mensos RI No:22/HUK/1995.
54
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konfensi Mengenai
Penghapusan
Segala
Bentuk
Diskriminasi
terhadap
perempuan. 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848). 7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 8. Keputusan
Menteri
Sosial
RI
Nomor
20/HUK/1999
tentang
Rehabilitasi Sosial Bekas Penyandang Masalah Tuna Susila. 9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 59/HUK/2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial di lingkungan Departemen Sosial. 10. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 11. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2002 tentang Kesejahteraan Sosial. 12. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 tentang Penghapusan Trafficking Perempuan dan Anak.3
3
http://mulyajaya.depsos.go.id/modules.php?name=pskw&kategori=profil. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2013, pukul 09.50 WIB.
55
C. Visi, Misi, Motto dan Tujuan PSKW Mulya Jaya Mengenai visi dan misi dari Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”, yaitu: 1. Visi Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila yang bermutu dan profesional. 2. Misi
a. Melaksanakan Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan panduan yang telah ada. b. Mewujudkan keberhasilan pelayanan dan rehabilitasi Tuna Susila sesuai dengan indikator keberhasilan, pelayanan dan rehabilitasi tuna susila. c. Mengembangkan jaringan kerjasama dengan pihak-pihak terkait, pemerintah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan dan srehabilitasi tuna susila. 3. Maksud dan Tujuan a) Maksud Kegiatan pelayanan rehabilitasi sosial bagi WTS yang dilaksanakan di PSKW Pasar Rebo dimaksudkan untuk memperoleh hasil penanganan yang optimal dalam upaya mencapai sasaran program pelayanan dan rehabilitasi sosial serta adanya kepaduan langkah pelaksanaannya. b) Tujuan Program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi WTS ini yaitu : memulihkan kondisi fisik, mental, psikis, sosial, dan perilaku WTS agar mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah
56
terbina dan berkembangnya tata kehidupan sosial para tuna susila yang meliputi pemulihan kembali rasa harga diri, tanggung jawab sosial serta kemauan
melaksanakan
fungsi
sosialnya
dalam
kehidupan
dan
penghidupan masyarakat.4 D. Identitas Panti 1. Nama Panti : Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Status Panti : Unit Pelaksana Teknis di bidang Rehabilitasi Sosial dan Pelayanan bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Utama Badan Kesejahteraan Sosial Nasional. 2. Alamat : Jalan Tat Twam Asi RT/RW. 08/02. Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur – PO BOX 13760. 3. Sasaran Pelayanan : Wanita Penyandang Masalah Tuna Susila, didapat dari : a. Hasil penertiban Pemda (Dinas Sosial, Trantib dan Aparat Keamanan lainnya). b. Hasil motivasi Pekerja Sosial (Peksos) di lokasi kantung-kantung rawan tindak tuna susila. c. Penyerahan pihak keluarga maupun Organisasi Sosial.5
4
Modul, Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI,
hal.3 5
Brosur Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dan Profil UPT (Pusat Rehabilitasi / Panti Sosial / Balai) di lingkungan Dirjen pelayanan dan Rehsos Depsos RI, Jl. Salemba Raya No:28 bagian Program dan Informasi, Sekretariat Dirjen pelayanan dasn Rehsos, (Jakarta : 2002),h. 449.
57
E. Fungsi Lembaga Berdasarkan tugas pokok tersebut, PSKW Jakarta mempunyai fungsi: a. Penyusunan rencana dan program evaluasi dan laporan. b. Pelaksanaan Registrasi, observasi, identifikasi, diagnosa sosial, dan perawatan. c. Pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan mental, sosial, fisik, dan keterampilan. d. Pelaksanaan resosialisasi, penyaluran dan bimbingan lanjut. e. Pelaksaan pemberian perlindungan sosial, advokasi sosial, informasi dan rujukan. f. Pelaksanaan pusat model pelayanan rehabilitasi dan perlindungan sosial. g. Pelaksanaan urusan tata usaha. F. Kebijakan Kebijakan dalam pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi WTS adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan dan memantapkan peranan masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat yang didasari oleh nilai-nilai swadaya, gotong royong dan kesetiakawanan sosial, sehingga upaya tersebut merupakan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan.
58
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang lebih adil dan merata, agar setiap warga negara khususnya penyandang masalah kesejahteraan sosial berhak untuk memperoleh
pelayanan
yang
sebaik-baiknya
untuk
meningkatkan kualitas kehidupan. 3. Meningkatnya mutu pelayanan dan rehabilitasi sosial yang semakin
profesional,
baik
yang
diselenggarakan
oleh
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. 4. Memantapkan manajemen pelayanan sosial yang dilakukan dengan penyempurnaan terus-menerus dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi dan melaporkan serta mengkoordinasikan dan memadukan dengan sektor-sektor lain dan pemerintah daerah, sehingga pelayanan dan rehabilitasi sosial
menjadi
semakin
berkualitas
dan
dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.6
6
Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, kementerian Sosial R.I, diakses dari http://www.kemsos.go.id pada tanggal 10 Agustus 2013. Pukul 09.40
59
G. Sarana dan Prasarana Adapun sarana dan prasarana di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo, ialah berupa: Tabel 2 Sarana dan Prasarana No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Sarana Dan Prasarana Kantor ( Kepala Panti dan Tata Usaha ) Kantor ( Rehabsos,PAS, Peksos ) Guest House Rumah Dinas Pimpinan Rumah Dinas Pegawai I Rumah Dinas Pegawai II Rumah Dinas / Mess Pegawai Ruang Seleksi Aula Ruang Keterampilan Tata Rias dan Olahan Pangan Ruang Keterampilan Menjahit Manual Ruang Keterampilan Menjahit High Speed Ruang Kesehatan, Konsultasi dan data Asrama Siswa Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang Asrama Siswa Kartini Satu dan Dua Asrama Siswa Malahayati ( Tingkat ) Ruang Makan dan Dapur Ruang Serbaguna ( Ruang Pendidikan ) Pos Jaga Depan Pos Jaga Belakang Rumah Ibadah Mesjid Al – Khairat Lapangan Tenis Lapangan Olah Raga dan Upacara Selasar Taman Lahan Pertanian Empang I Empang II Jalan Dalam Komplek Pagar Tembok Keliling Drainase ( Saluran Air ) Gardu PLN Lahan Penghijauan dan Semak Belukar Gedung TPA Gedung Trafficking ( Tingkat ) Aula atau Ruang Serbaguna Lapangan Bulutangkis
Keterangan 187 m2 420 m2 195 m2 185 m2 155 m2 115 m2 200 m2 179 m2 216 m 2 231 m2 156 m2 200 m2 140 m2 130 m2 260 m2 266 m2 275 m2 353 m2 12 m2 9 m2 433 m2 757 m2 1280 m2 90 m2 1680 m2 2903 m2
780 m2 785 m2 1750 m2 1 Unit 2427 m2 257 m2 340 m2 537 m2 144 m2
60
No Sarana Dan Prasarana Roda Enam ( Mini Bus ) 38 Roda Empat 39 Roda Dua 40 Sumber: Data Dokumen di PSKW Pasar Rebo
Keterangan 1 Buah 3 Buah 2 Buah
Kapasitas Tampung Untuk tahun anggaran 2009 kapastitas tampung di PSKW Pasar Rebo terdiri dari : 1) Wanita Tuna Susila
: 220 orang dalam 2 angkatan
2) Wanita Korban Trafficking : 100 orang dalam 4 angkatan
H. Struktur Organisasi Struktur Organisasi ini tersusun dari Kepala Panti dan PengurusPengurus yang berada di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo – Jakarta Timur. Adapun struktur organisasi berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI nomor : 106/HUK/2009.
61
Bagan 1 Struktur Organisasi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo-Jakarta Timur
KEPALA PANTI Drs. M. Ali Samantha, MM
195809291986031005
KA.SUB.BAG.TATA USAHA Emil Salamun, S.Sos.I
KASIE.PROGRAM DAN ADVOKASI SOSIAL
KASIE. REHABILITASI SOSIAL Dra. Sri Gantini, M.Si
Kustaman, S.ST. M.Si 196710071993032005
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SHELTER INTALASI PRODUKSI (WORK SHOP)
Sumber: Data Dokumen di PSKW Pasar Rebo
62
I. Proses Rehabilitasi Sosial Wanita Tuna Susila 1. Identifikasi Klien Merupakan kegiatan penggalian awal terhadap calon PM (Penerima Manfaat) untuk mengetahui tentang identitas diri, keluarga, pendidikan, pengungkapan dan pemahaman masalah atau assesment serta catatan penting lainnya. Hasil interview dituangkan ke dalam lembar
biodata
PM.
Tersediannya
data
PM,
terungkapnya
permasalahan sosial dan potensi yang dimiliki, terpenuhinya bahan acuan sebagai dasar pertimbangan, dan kebijakan menentukan prohram pembinaan yang tepat bagi PM. a. Asal kelayan 1) Penerimaan Kantib dan instansi terkait 2) Motivasi petugas sosial masyarakat 3) Menyerahkan b. Syarat Penerimaan Klien/Siswa 1) Wanita Tuna Susila 2) Tidak sedang berurusan dengan pihak kepolisian 3) Usia 15 s/d 45 tahun 4) Sehat jasmani dan rohani/ tidak sakit ingatan 5) Tidak mengidap penyakit berat dan menular kecuali penyakit kelamin 6) Wajib tinggal di asrama dan mematuhi ketentuan yang berlaku 7) Wajib mengikuti bimbingan mental sosial dan fisik serta keterampilan selama 6 bulan.
63
2. Assesment Assesment adalah instrumen intelektual untuk memahami situasi psikososial klien, dan untuk menentukan apa masalahnya.7 Suatu proses yang mengungkap, menelaah, memahami, menganalisis dan menilai masalah atau rencana pelayanan dan lingkungan klien, serta kebutuhannya, untuk langkah-langkah yang diperlukan guna mencapai hasil-hasil yang diharapkan. Assesment (psikologis, sosial, medis) dilakukan untuk memahami sebab dan dinamika masalah. Pada tahapan ini tingkat keberfungsian sosial, psikologis dan fisik klien diklarifikasi. Kebutuhan bagi klien yang sangat rentan biasanya sangat luas dan assesment harus dilakukan menyeluruh. Disini guna mengembangkan sejarah kasus-kasus yang tradisional dan memanfaatkan informan luar dari berbagai disiplin serta keluarga dan lembaga-lembaga lain yang pernah menangani klien. Mengingat pemberdayaan klien adalah tujuan utama, maka ia didorong untuk berpartisipasi maksimal dalam assesment serta seluruh proses.8
7
Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social Works’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.2008), h.98 8 Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial, Judul Asli. Social Works’ desk Reference. Jilid 1. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.2008), h.284
64
3. Rehabilitasi Dilaksanakan dengan memberikan bimbingan mental, sosial, keterampilan kerja dan pelayanan fisik lainnya. a. Bimbingan fisik dan mental terdiri dari : Olah raga jasmani, Bimbingan kerohanian. b. Bimbingan Sosial terdiri dari : penyuluhan sosial, terapi kelompok, dinamika kelompok, konseling. c. Bimbingan Keterampilan terdiri dari : menjahit bordir, high speed, tata rias rambut, tata rias pengantin, olahan pangan, kuliner, dan handycraft.9 4. Penyaluran a. Persiapan Penyaluran Dengan penilaian klien sudah : 1) Sehat mental dan fisik 2) Perkembangan pribadi stabil 3) Memiliki keterampilan 4) Siap menyesuaikan diri / bermasyarakat 10 b. Jenis Penyaluran : 1) Nikah / nikah untuk transmigrasi 2) Bekerja pada perusahaan konveksi, catering, pramuwisma, TKW keluar negeri. 9
Standarisasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial karya Wanita “Mulya Jaya”, Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, (Jakarta : BKSN, 200), h.21-23 10 Brosur panti sosial karya wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur, Kanwil Depsos DKI Jakarta
65
3) Wiraswasta 4) Kembali pada keluarga 11 5. Bimbingan Lanjut Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian PM dan mencegah PM agar tidak kembali menjadi WTS lagi. Dengan tujuan mengikuti perkembangan, konsultasi dan pembinaan dan penilaian
terhadap
kemampuan
daya
perkembangan guna
dalam
pribadi,
sikap
partisipasinya
di
mental
dan
masyarakat
memberikan bantuan stimulant. 6. Monitoring Monitoring adalah suatu kegiatan melihat/mengamati secara langsung terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan/pelayanaan dan rehabilitasi sosial terhadap PM. Kegiatan monitoring ini dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan di dalam proses tahapan pelaksanaan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PM baik di tingkat pusat
daerah. Melalui monitoring diharapkan mampu
mendeteksi apabila terjadi penyimpangan atau masalah dalam pelaksanaan program, untuk selanjutnya diupayakan perbaikan. a) Tujuan 1) Mengetahui apakah pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PM yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. 11
Standarisasi Pelayanan Rehabilitasi Sosial karya Wanita “Mulya Jaya”, Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Tuna Sosial dan Korban Tindak Kekerasan, (Jakarta : BKSN, 200), h.24
66
2) Menilai kemajuan kegiatan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 3) Memberi kesempatan untuk mengadakan perbaikanperbaikan. b) Cara pelaksanaan 1) Meminta laporan langsung dari para pelaksana 2) Membaca laporan tertulis 3) Wawancara dan observasi 4) Memeriksa bagan atau grafik hasil pelaksanaan kegiatan 5) Mengadakan inspeksi secara on the spot 6) Survey dan pengecekan 7. Evaluasi Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif terhadap pencapaian hasil-hasil sebagaimana telah direncanakan sebelumnya dalam upaya menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PM. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh dalam pelaksanaan dan rehabilitasi sosial mulai tahap perencanaan sampai akhir tahap pelayanan yang ditetapkan untuk mengukur tingkat keberhasilan. a) Tujuan Mengukur efektifitas dan efisiensi dari pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi PM dan sekaligus mengukur secara obyektif hasil-hasil pelaksanaan kegiatan tersebut.
67
b) Tahap pelaksanaan 1) Pengumpulan data dan bahan informasi yang diperlukan 2) Mengolah dan menganalisis data 3) Menilai
dan
menyimpulkan
dengan
mengadakan
pengukuran dan membandingkan hasil kesimpulan dengan standar/tolak ukur atau tujuan yang tealh ditentukan J. Pola Pendanaan Anggaran dan pola pendanaan pada PSKW sepenuhnya diperoleh dari Departemen Sosial RI. Berupa Anggaran Rutin (DIK) dan Anggaran Pembangunan (DIP).12 Dana tambahan didapat dari hasil penjualan keterampilan yang ada di PSKW Pasar Rebo dimana dana tersebut digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
kekurangan
bahan-bahan
pelaksanaan keterampilan yang berlangsung di PSKW Pasar Rebo yang dilaksanakan setiap hari senin hingga rabu. K. Kerjasama Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Kerjasama dengan lembaga terkait dapat diwujudkan dalam pola penanganan permasalahan sosial WTS yang melibatkan ahli-ahli yang kompeten, dan atas dasar pengetahuan dan dukungan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dalam rangka mengatasi masalah tuna susila.
12
Kesetiakawanan Nasional, Brosur panti sosial karya wanita “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur.
68
1. Tujuan kerjasama antar lembaga: Memperoleh dukungan dari lembaga-lembaga terkait maupun lembaga penyedia lapangan kerja untuk terlibat dalam penanganan masalah wanita tuna susila. 2. Manfaat kerjasama antar lembaga: a. Menjamin kelancaran dan kelangsungan pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk lebih menghilangkan stigma eks WTS dalam masyarakat. b. Kehidupan secara normatif dan mandiri, baik secara sosial maupun ekonomi. c. Sasaran kegiatan ini adalah dunia usaha, lembaga penyedia lapangan kerja, lembaga pelayanan sosial, panti-panti sosial, LSM, dan Pemerintahan Daerah. 3. Lingkup Kegiatan 1. Identifikasi sasaran pada sejumlah lembaga yang akan diajak kerjasama. 2. Sosialisasi program, pemaparan kelembagaan pelayanan dan rehabilitasi sosial, jenis penanganan yang dilakukan, peningkatan kompetensi eks klien dan hasil yang diharapkan. 3. Pelaksanaan program kerjasama antar lembaga. 4. Evaluasi lembaga.
program,
menyangkut
efektifitas kerjasama
antar
69
Kerjasama yang telah dilakukan oleh PSKW “Mulya Jaya” Jakarta, dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada Wanita Tuna Susila, yaitu : a. Dinas sosial, Dinas ketenteraman & ketertiban/ Satpol PP dalam pengiriman calon kelayan/siswa dan menindaklanjuti hasil razia yang dilaksanakan. b. IOM (International Organizaton of Migration) dalam penanganan lanjutan dan memberikan perlindungan terhadap terhadap korban trafficking/penjualan perempuan yang dilacurkan. c. RS POLRI Kramat Jati dalam hal rujukan dan penangan medis korban trafficking perempuan. d. RS Cipto Mangunkusumo dalam bantuan tenaga medis / dokter spesialis kulit & kelamin untuk pemeriksaan dan pengolahan PMS penerima pelayanan di Panti. e. Lembaga Pendidikan Keterampilan Wanita dan Yayasan Tri Dewi dalam bantuan tenaga instruktur keterampilan untuk meningkatkan mutu pelatihan keterampilan / vocational. f. Aparat Keamanan Setempat ( Polsek dan Koramil Pasar Rebo ), dalam mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. g. Organisasi Wanita Aisyah, Organisasi Wanita Islam, Yayasan Al Azhar, KUA, Pendeta dari Gereja, dalam pembinaan / bimbingan mental agama.
70
h. Universitas Indonesia, Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Psikologi, dalam membantu mengungkap dan menangani permasalahan kelayan / siswa. i. Universitas Negeri Jakarta, dalam hal pembinaan fisik, berupa tenaga instruktur olahraga. j. Panti Sosial Asuhan Anak Balita “Tunas Bangsa” Cipayung Jakarta, dalam rujukan / penitipan anak balita kelayan / siswa yang sedang dibina. L. Kriteria Indikator Keberhasilan dalam Pelayanan dan Rehabilitasi Kriteria-Kriteria indikator keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi wanita tuna susila, antara lain: 1. Adanya perubahan perilaku dan sikap hidup yang konstruktif, untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai wanita. 2. Tidak lagi melakukan prostitusi atau sebagai WTS. 3. Tidak berkumpul kembali dengan teman-teman WTS. 4. Diterima kembali dan hidup secara normative ditengah-tengah keluarga dan masyarakat. 5. Timbulnya dorongan semangat untuk kerja dan penghasilan yang layak. 6. Berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak untuk meningkatkan taraf ekonomi dan kehidupan. 7. Melakukan pekerjaan yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan memperoleh penghasilan yang halal.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISI DATA A. Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Berdasarkan uraian pada bab II mengenai Peran Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual di PSKW “Mulya Jaya” Pasar Rebo Jakarta Timur. Pekerja Sosial yang dimaksud disini yaitu sebagai katalisator, informator, mediator, fasilitator/pendamping, motivator, konselor dan educator untuk penerima manfaat (PM) di PSKW Pasar Rebo. Peran peksos ini mempunyai peran yang sangat penting bagi PM yang tinggal di PSKW Pasar Rebo karena dengan adanya peran peksos, para PM yang berada di PSKW Pasar Rebo mendapatkan pembinaan fisik, kesehatan, bimbingan mental, bimbingan sosial, bimbingan spiritual, kepribadian, pendidikan dan pelatihan keterampilan seperti menjahit manual, high speed, handycraft, bordir, tata rias pengantin, tata rias rambut, olahan pangan dan kuliner. Pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo juga mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap para PM dan menyelenggarakan kegiatan resosialisasi meliputi : 1. Identifikasi dan Assesment, 2. Penerimaan, 3. Pembinaan dan Bimbingan, 4. Resosialisasi dan Penyaluran, 5. Bimbingan Lanjut (BINJUT).
71
72
1. Identifikasi dan Assesment Identifikasi dan assesment merupakan tugas yang dilakukan oleh pekerja sosial yaitu: melakukan suatu mekanisme penerimaan calon PM dari hasil penertiban dan penjangkauan sosial yang dilakukan oleh aparat trantib yang bekerja sama dengan instansi terkait: Sebagaimana yang dilakukan oleh Ibu Nendha, yang menjabat sebagai Peksos Madya, menerangkan tugas peksos salah satunya adalah melakukan identifikasi terhadap PM terkait memenuhi persyaratan atau tidak nantinya. Dan setelah memenuhi persyaratan barulah dilakukannya assesment kepada PM soal permasalahannya hingga PM mengaku kalau bekerja menjadi WTS. Hal ini terungkap dalam penuturan Ibu Nendha, yaitu: “Kalau kita sebagai peksos dari titik awal memang sampai bimbingan itu memang ada ya, sebelum ada identifikasi kita melakukan sosialisasi program panti ke instansi terkait setelah itu barulah dikirim dari dinas sosial barulah peran peksos melakukan identifikasi untuk memaparkan memenuhi syarat atau tidak nanti. Setelah memenuhi syarat akhirnya ada pemilihan minat dan bakat, setelah PM sesuai minat bakatnya barulah di bimbing ke keterampilan yang sesuai dengan minat bakatnya. Kalo assesment itu digalih-galih lagi kecuali PM tidak mengaku, dan melakukan MS pendalaman lagi terhadap PM. Pendalaman itu di kroscek ke teman-temannya, lingkungan, sama keluarganya”.1
1
2014
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo, 09 Januari
73
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh Bapak Wisnu sebagai Pekerja Sosial Awal terkait tugas peksos dari awal PM datang ke Panti hingga diterima di PSKW Pasar Rebo, yaitu: “Tugas peksos pertama pendataan awal pada klien, indentifikasi awal kepada CPM (calon penerima manfaat). Nanti setelah dia memenuhi syarat, peksos melakukan registrasi, setelah itu melakukan assesment untuk menggali permasalahan klien, untuk mengetahui bakat klien. Lalu peksos melakukan CC, bila ada penekanan peksos akan melakukan terapi”.2 2. Penerimaan Adalah terjadinya kesepakatan pelayanan dalam rangka dimulainya rehabilitasi sosial untuk mengikuti program yang sesuai dengan kebutuhan PM. Disinilah pekerja sosial mulai mengarahkan kepada PM lebih mengenal lingkungan barunya dan dapat beradaptasi dengan para PM yang lainnya. 3. Pembinaan dan Bimbingan Merupakan
serangkaian
kegiatan
pemberian
bantuan
untuk
memulihkan dan mengembangkan perilaku PM, sehingga mereka mau dan mampu melakukan fungsi dan peran sosialnya. Tugas yang dilakukan pekerja sosial dalam bidang pembinaan dan bimbingan yang ada di PSKW Pasar Rebo ini yaitu memberikan kesadaran pada para PM untuk lebih menghargai dan memahami arti kehidupan dan sosialisasi yang baik dengan orang lain. Salah satu prinsip dasar philosopi utama pelayanan manusia adalah: 2
2014
Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo, 09 Januari
74
“Yang mendasari perubahan harus datang dari dalam, tetapi kekuatan-kekuatan dari luar dpaat membantu untuk mewujudkan terjadinya perubahan diri”.3 Oleh karena itu para PM secara aktif merupakan yang sangat penting sesuai dengan prinsip philosophi tersebut, untuk mengoptimalkan hasilhasil yang ingin dicapai. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam bimbingan meliputi yaitu: a. Bimbingan Sosial Dalam kegiatan ini untuk memulihkan dan mengembangkan perilaku PM dengan melibatkan seluruh potensi yang dimiliki dalam diri PM yang nantinya untuk diarahkan oleh para pekerja sosial, sehingga menimbulkan kesadaran dan tanggungjawab sosial. Bimbingan sosial ini terdiri dari bimbingan penyuluhan sosial, terapi kelompok, dinamika kelompok, dan konseling. b. Bimbingan Fisik dan Mental Dalam bimbingan fisik kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kesehatan fisik, kesegaran jasmani, kebersihan dan penyampaian pengetahuan tentang kesehatan. Kegiatan ini dipandu oleh orang yang proffesional di bidangnya, dengan jadwal rabu sore kesegaran fisik, jumat pagi senam pagi jantung sehat, jumat sore kegiatan silat merpati putih dan sabtu pelatihan baris berbaris, kegiatan fisik ini diberikan yang bertujuan agar para PM mendapatkan kesehatan jasmani dan rohani saat berada di lingkungan PSKW Pasar Rebo. 3
Departemen Sosial RI, Profil Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”.2005
75
Sedangkan dalam bimbingan mental kegiatan ini untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan PM untuk mengatasi tantangan hidup dan permasalahannya dengan cara tidak lagi melanggar norma-norma sosial dan agama. Hal ini dilakukan melalui penanaman budi pekerti, bermuhasabah, dan berdoa, memberikan berbagai penjelasan kepada para PM bahwa manusia diwajibkan berikhtiar dan dilarang berputus asa serta mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Sang Penciptanya. Dengan didampingi langsung oleh pekerja sosial dan para pemberi kerohanian atau siraman rohani kepada para PM. c. Bimbingan dan Pelatihan Keterampilan Kegiatan ini memberikan berbagai macam pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan minat dan bakat yang dimiliki oleh para PM yang nantinya dapat menunjang kebutuhan masa depannya saat kembali ke lingkungan masyarakat. Bimbingan dan pelatihan keterampilan di panti dilatih oleh para instruktur yang berpengalaman dan proffesional dalam bidangnya dengan didampingi langsung oleh para pekerja sosial. Kegiatan bimbingan keterampilan yang berada di PSKW Pasar Rebo ini meliputi keterampilan menjahit manual, high speed, handycraft, tata rias rambut, tata rias pengantin, bordir, olahan pangan dan kuliner. Sehingga para PM bisa mengikuti keterampilan yang berada di PSKW Pasar Rebo sesuai minat dan bakatnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
76
4. Resosialisasi dan Penyaluran Suatu kegiatan dimana bimbingan yang ditujukan kepada para PM/masyarakat/organisasi sosial/LSM dan dunia usaha dalam rangka mempersiapkan para PM untuk hidup sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku setelah mendapatkan pelayanan, pembinaan bimbingan dan perlindungan selama kurang lebih 6 (enam) bulan berada di PSKW Pasar Rebo maka para PM di persiapkan untuk dapat berperan di masyarakat dan bersosialisasi di dalamnya. Dengan mendapatkan pengarahan langsung dari pekerja sosial, pengasuh dan guru kerohanian yang berharap agara para PM dapat kembali ke masyarakat dengan baik dan tidak kembali lagi menjadi WTS. 5. Bimbingan Lanjut (BINJUT) Yaitu suatu kegiatan untuk lebih memantapkan kemandirian para PM dan mencegah PM agar tidak kembali lagi menjadi WTS, terutama PM yang karena berbagai sebab masih memerlukan bimbingan dan pengarahan. Program ini dijalankan setelah 3(tiga) bulan pemulangan ketika para PM sudah berada di daerah masing-masing, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembinaan yang dilakukan di PSKW Pasar Rebo. Seperti penuturan Ibu Nendha yaitu: “Untung modal kedepannya kita ada program untuk modal binjut (bimbingan lanjut) kepada para ex penerima manfaat PSKW Pasar Rebo, dan bantuan ini kita liat pada mereka ada hambatannya atau gak. Ya kasian juga kalau mereka terhambat hanya karna modal nanti
77
kita bicarakan ke binjut untuk kedepannya gimana biar mereka tidak kembali kerja menjadi WTS”.4 Dalam hal ini Ibu Nendha akan melakukan BINJUT kepada para ex PM untuk melihat indikator keberhasilan para PM setelah keluar dari panti. Hal ini pernah dilakukan kepada salah satu angkatan PM, karena ex PM mengalami kesulitan dalam modal untuk usahannya sehingga para peksos berusaha untuk membantu dan mengajukan permohonan modal untuk ex PM. Dan BINJUT ini hanya diberikan kepada ex PM sebesar Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) walaupun bantuan ini sebetulnya kurang untuk ex PM tetapi setidaknya bisa sedikit meringankan ex PM untuk melanjutkan usahanya. Program bantuan BINJUT untuk modal usaha ini kedepannya masih tahap perencanaan program agar para ex PM tidak kembali lagi menjadi WTS hanya karena kekurangan modal untuk membuka usaha. Namun, Pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo juga mempunyai Peran pekerja sosialnya pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual
sesuai
dengan
teori
peran
pekerja
sosial
menurut
W.A.Friendlander, sebagai: 1. Katalisator, 2. Informator, 3. Mediator, 4. Fasilitator, 5. Motivator, 6. Konselor dan 7. Edukator kepada para PM.
4
2014
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
78
1. Katalisator Katalisator adalah salah satu peran yang dibutuhkan oleh seorang pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo. Dalam hal ini peran katalisator harus bisa menjadi seorang pendengar yang baik ketika para PM menceritakan keluh kesahnya dan pekerja sosial harus bisa menjaga kerahasian PM. Sehingga para PM bisa percaya terhadap pekerja sosial tentang segala hal yang diceritakannya. Berdasarkan analisis peneliti dilapangan, bahwa para PM banyak menceritakan akan keluh kesah mereka selama berada di panti kepada pekerja sosial. Dalam hal ini, mereka di fasilitasi disebuah ruangan khusus agar para PM bisa bebas menceritakan segala permasalahan dan keluh kesah mereka saat berada di panti. Biasanya permasalahan yang diceritakan terkait dengan masalah pribadi (rindu dengan keluarga terutama anaknya yang mereka tinggal lama ataupun sudah lama tidak bertemu) dan permasalah sesama para PM di panti. 2. Informator Peran pekerja sosial sebagai informator yaitu peran dimana seorang pekerja sosial memberikan segala informasi atau penjelasan yang kurang dipahami oleh para PM. Dilihat di lapangan bahwa pekerja sosial tidak terlalu
melakukan
memberikan
segala
perannya informasi
sebagai sudah
informator. ada
Karena
pegawai
panti
dalam yang
menanganinnya seperti bidang kesehatan sudah ada tenaga ahli dari RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangkukusumo), bidang agama sudah ada
79
ustad dan pendeta dari luar panti yang memang didatang untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang agama, dan untuk semua bimbingan keterampilan masing-masing sudah ada instruktur dari luar yang memang memiliki keahlian di bidang masing-masing untuk mengajar dan memberikan informasi. 3. Mediator Ketika terjadi konflik dan perbedaan pendapat antara para PM, pekerja sosial memerankan perannya sebagai mediator. Dimana pekerja sosial sebagai penengah dan menjembatani antara PM agar tidak terjadi konflik lagi. Disini pekerja sosial tidak memiliki hak dalam sebuah keputusan namun ia pekerja sosial hanya sebagai figur penengah diantara 2 (dua) belah pihak. 4. Fasilitator/Pendampingan Peran fasilitator/pendampingan sebagai tanggung jawab untuk membantu klien menjadi mampu menangani tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan tersebut meliputi pemberian harapan, pengurangan penolakan, pengidentifikasian dan
ambivalensi,
pengakuan
dan
pengaturan
perasaan-perasaan,
pengidentifikasian dan pendorong dan pendorong kekuatan-kekuatan personal dan aset-aset sosial, pemilahan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara untuk pencapaiannya.
80
Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Wisnu yang menjabat sebagai Peksos Awal yaitu: “Peksos juga berperan sebagai pendampingan kepada PM selama melaksanakan bimbingan keterampilan, pendampingan dalam bimbingan keagamaan, peksos disini juga sebagai penghubung antara PM dengan keluarganya, kita juga bisa melakukan terapi kelompok dalam bentuk Outbound setiap hari kamis”.5 Dalam hal ini Bapak Wisnu memberikan pendampingan kepada PM mulai
dari
awal-awal
masuk
ke
PSKW
Pasar
Rebo
seperti
pengidentifikasian, assesment, hingga kegiatan keterampilan menjahit manual berlangsung dan bimbingan lain dan untuk melihat perkembangan para PM selama berada di panti yang mengikuti bimbingna keterampilan menjahit manual. Terkadang para PM menghadapi permasalahan sesama teman panti dan permasalahan lainnya sehingga peran Bapak Wisnu sebagai pendamping yang akan membantu menyelesaikan permasalahan PM. Sedangkan penuturan Ibu Shinta yang menjabat sebagai Peksos Madya sama dengan penuturan Bapak Wisnu yaitu: “Peran Peksos disini hanya sebagai pendampingan, pendampingan PM saja ya mba. Jadi instruktur harus dari luar tetep, jadi peksos sebagai pendampingan terhadap PM. Jadi misalnya saya menangani PM A, ohh si A ini ikut gak kegiatan menjahit manual ini kalau gak ada yaa saya gak kesitu. Kami panggil si A tanyaiin sama dia kenapa dia gak ikut bimbingan tersebut”. 6
5
Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
6
Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014 2014
81
Peran pekerja sosial yang dilakukan oleh Ibu Shinta dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini salah satunya adalah pendampingan terhadap para PM yang mengikuti kegiatan menjahit manual. Ketika kegiatan keterampilan menjahit manual ini berlangsung maka Ibu Shinta akan datang keruangan untuk melihat berjalannya kegiatan keterampilan menjahit manual ini dan sekaligus melakukan pendampingan kepada PM yang ditanganinya. Begitu pula dengan penuturan Ibu Nendha yang menjabat sebagai peksos madya juga yaitu: “Sekarang itu hanya sebagai pendampingan ya, kalo dulu jadi instruktur mba. Dulu ibu pernah jadi instruktur keterampilan bordir disini itu ibu tidak ikut kursus kebetulan ibu otodidak setelah itu peksos tidak lagi menjadi instruktur keterampilan dan mendatangkan instruktur keterampilan dari luar ya mba. Pendampingan untuk melihat perkembangan terhadap klien, jadi kalau ada klien dibawah bimbingan peksos laen yang tidak ikut bimbingan kita kasih tau ke peksosnya tersebut. Sebelum pelaksanaan bimbingan keterampilan klien kita kasih bimbingan minat dan bakat klien sendiri, jadi terarah bakat si klien kemana nih kan di sini ada 8 keterampilan. Disini paling banyak klien milih olahan pangan dan kuliner, setiap angkatan gak beda-beda ya mba misalnya angkatan sekarang lebih banyak di high speed nanti angkatan berikutnya lebih banyak di olahan pangan. Selain sebagai motivator kita juga berperan sebagai pendampingan kepada klien dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini. kita liat pas pelaksanaan bimbingan ini mereka masuk gak ya, kalau gak masuk kita panggil dan tanyakan kenapa dia gak masuk saat bimbingan. Kita juga lihat ya mba perkembangan dia selama mengikuti bimbingan tersebut”.7 Dari penuturan yang disampaikan oleh Ibu Nendha memperkuat pernyataan Ibu Shinta dan Bapak Wisnu bahwa peran pekerja sosial dlaam bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo sebagai
7
2014
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
82
pendampingan terhadap PM. Awalanya Ibu Nendha pernah menjadi Instruktur keterampilan bordir sebelum adanya Instruktur dari luar panti yang memang proffesional dalam bidangnya. Pendampingan pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual ini untuk melihat perkembangan si PM selama mengikuti bimbingan ini. Dalam hal ini, peran pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo yaitu salah satunya berperan sebagai pendampingan/fasilitator kepada para PM. Untuk melihat perkembangan PM selama mengikuti kegiatan keterampilan ini, serta peksos disini juga dapat memerankan dirinya sebagai seorang sahabat, dan orang tua disaat para PM menghadapi kesuliatan atau masalah-masalah yang menganggu pikiran dan perasaan mereka. Maka, pekerja sosial dapat membantu para PM dengan mendengarkan keluhan-keluhan mereka dan memberikan solusi bersama dengan para PM. 5. Motivator Seorang pekerja sosial bertugas untuk dapat menguggah, menggerakan dan membuat klien dinamis. Seorang pekerja sosial juga harus berani mengambil resiko dan mau membuat terobosan, sehingga klien mampu mengembangkan profesinya. Sedang penuturan Bapak Wisnu terkait peran peksos di PSKW Pasar Rebo yaitu: “Kita memberikan motivasi kepada klien terkait bimbingan keterampilan menjahit manual. Biasanya terakit dengan perasaan percaya diri yang kurang yang bagaimana nanti mereka pas keluar bisa dipakai buat bekerja. Karena ada diantara mereka yang belum sama sekali bisa menjahit manual, yang penting ada kemauan dari
83
mereka dan selama di PSKW serius mengikuti keterampilan menjahit manual. Dan pada saat bekerja nanti yang ditanya kamu bisa apa, jadi saya berikan motivasi kepada klien”. 8 Dalam hal ini Bapak Wisnu berperan sebagai motivator untuk memberikan motivasi kepada
para PM pada bimbingan keterampilan
menjahit manual. Karena biasanya para PM ada yang masih kurang percaya diri selama berada di panti dan saat mereka keluar dari panti nantinya akan bekerja apa. Sebagian dari PM banyak yang belum bisa menjahit manual, sehingga peran Pak Wisnu sebagai Peksos sekaligus motovator selalu memberikan motivasi kepada para PM yang berada di bawa pengawasan dan pendampingannya. Penuturan yang disampaikan oleh Bapak Wisnu juga sama dengan yang diucapkan oleh Ibu Shinta yang memang menjabat sebagai Peksos Madya yaitu: “Yah salah satunya kita berperan sebagai motivator ya mba, karena memang diantara mereka masih malu-malu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Apalagi banyak dari mereka yang belum mahir ya istilahnya dalam hal menjahit manual seperti ini. Dari sinilah kita berperan aktif untuk memberikan para PM motivasi untuk lebih percaya diri lagi terutama dalam hal beradaptasi dan mengikuti kegiatan keterampilan menjahit manual ini”.9 Hal ini memperkuat penjelasan sama yang telah dikatakan oleh Bapak Wisnu, bahwa salah satu peran pekerja sosial di PSKW Pasar Rebo yang dijalankan oleh Ibu Shinta adalah sebagai motivator. Memberikan motivasi kepada para PM yang memang pada awalnya banyak yang masih malu-malu beradaptasi dengan lingkungan baru di PSKW Pasar Rebo. 8
Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
9
Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
2014 2014
84
Motivasi ini diberikan kepada para PM agar mereka lebih mudah beradaptasi dengan para PM lainnya dan lingkungan sekitar agar nantinya rasa percaya diri mereka kembali dan tidak malu-malu. 6. Konselor Dalam hal ini, pekerja sosial berperan aktif sebagai konselor di panti baik
secara
individu
maupun
kelompok
dalam
memecahkan
permasalahan-permasalahan para PM. Kegiatan konseling ini dilaksanakan secara rutin setiap hari kamis, tetapi diluar jadwal itu pekerja sosial juga dapat berperan sebagai konselor. 7. Educator Sebagai educator, pekerja sosial bisa menjadi seorang instruktur pada saat pelatihan ataupun supervisi dalam praktik pekerja sosial. Salah satu pekerja sosial yaitu Ibu Nendah pernah menjadi instruktur bimbingan keterampilan bordir di PSKW Pasar Rebo kepada para PM. Seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Nendah yaitu: “Kalo dulu jadi instruktur mba. Dulu ibu pernah jadi instruktur keterampilan bordir disini itu ibu tidak ikut kursus kebetulan ibu otodidak setelah itu peksos tidak lagi menjadi instruktur keterampilan dan mendatangkan instruktur keterampilan dari luar ya mba."10
10
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo Januari 2014
09
85
B. Harapan Pekerja Sosial Terhadap Penerima Manfaat Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW Pasar Rebo. Harapan yang dimiliki oleh para Pekerja Sosial kepada PM pada umumnya adalah agar para PM tidak lagi menjadi PSK, bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumya. Begitu pula harapan pekerja sosial pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo. Pelayanan yang diberikan pekerja sosial diharapkan dapat memberikan perubahan dalam kehidupan yang layak. Seperti perkataan Bapak Wisnu sebagai pekerja sosial awal: “Harapan pertama bapak ya mba sama seperti para peksos lainnya dalam menjalankan peran sebagai peksos yaitu mereka tidak lagi menjadi wts lagi itu sudah pasti yahh, jika harapan mereka dapat bekerja maka kita bisa menyampingkan perubahan perilaku wts nya itu. Pulang dari sini tidak lagi nongkrong atau bekerja dengan halal dan gunakan keterampilan menjahit manual ini untuk skill mereka mencari pekerjaan di luar nanti. Misalnya mereka membuat baju untuk anaknya, truss ada tetangganya yang melihat mereka tertarik dan pesan. Itu kan sudah bisa menjadi modal mereka untuk membuka usahannya juga, dan semoga kedepannya pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual bisa memberikan manfaat yang lebih untuk PM nantinya saat keluar dari sini”.11 Harapan yang ingin dicapai oleh Bapak Wisnu dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang pekerja sosial yaitu dapat meningkatkan kesadaran pola pikir dan perubahan perilaku para PM terhadap masalah yang dihadapi. Dengan bimbingan keterampilan menjahit manual dan pelatihan yang didapat selama berada di PSKW Pasar Rebo diharapkan para PM bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi atau membuka usaha kecil-kecilan dirumah. Sehingga para PM 11
2014
Bapak Wisnu, Pekerja Sosial Awal, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
86
bisa mendapatkan kehidupan yang layak dan keterampilan yang diikuti selama di panti memberikan manfaat yang baik untuk para PM ketika kembali ke lingkungan masyarakat dan tidak lagi melakukan kesalahan di masa lalu. Sebagaimana dengan penuturan Ibu Nendha sebagai pekerja sosial madya yang memiliki harapan kepada PM dalam bimbingan keterampilan menjahit manual : “Untuk harapannya sih ya, sebagai peran peksos ya intinya harapan ibu yang sesuai dipelajariin disini ya di praktekkan diluar nanti, karna memang indikator keberhasilan kita bila mereka, tidak kembali lagi sebagai WTS, mejadi wanita yang lebih baik lagi lah. Yah walaupun nantinya mereka hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Yahh mereka kan bisa buka usaha kecil-kecil dirumah setidaknya ya mba, mereka engga kembali menjadi WTS lagi”.12 Harapan yang disampaikan oleh Ibu Nendha diperkuat oleh pernyataan akan harapan Ibu Shinta yang menjabat sebagai pekerja sosial madya dalam menjalankan perannya sebagai seorang peksos pada bimbingan keterampilan menjahit manual ini yaitu adanya perubahan terhadap sikap dan tingkah laku para PM sebelum dan selama berada di panti. Dan menjadi wanita yang baik sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi sehingga tidak mengulang kesalahan di masa lalunya. “Yah pastinya selama kita bina mereka disini ya maunya sebagai peksos, mereka lebih dari kemaren sebelum dibina di pskw ya mba. Saat di rujuk ke pskw mereka masa bodoh, jutek, keliatan dekil atau sama sekalu tidak punya etika, tata krama, dan gak punya sopan santun. Harapan saya sebagai peksos yang pertama ya lihat dari cara berpakaian mereka, tingkah laku mereka udah mulai berubah setelah dibina dan kami fasilitatoriin disini perubahannya jauh lebih baik dan positif. Misalnya ya mba, yang tadinya engga sholat, disini jadi rajin 12
2014.
Ibu Nendha, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
87
sholat. Yah walaupun masih bolong-bolong sedikit tapi setidaknya ada itikat dan kemauan mereka untuk berubah. Sehingga mereka nantinya ya Insya Allah menjadi wanita yang lebih baik lagi, dan mudahmudahan mendapatkan pekerjaan yang layak dari mengikuti keterampilan menjahit manual disini”.13 Dalam hal ini, harapan Ibu Shinta dan para pekerja sosial lainnya dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai seorang pekerja sosial terhadap para PM terutama pada pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual yaitu adanya perubahan sikap dan tingkah laku para PM selama berada di panti, tidak lagi menjadi WTS, mengulangi kesalahan di masa lalu, menjadi wanita yang lebih baik dan mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak lagi. Sehingga saat berada dilingkungan masyarakat para PM bisa bersosialisasi. Dan mempraktekkan keterampilan menjahit manual yang sudah dipelajari selama di pantu sehingga mereka bisa membuka usaha kecil di rumah. Dan harapan peksos dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual sendiri yaitu adanya perubahan model-model dalam materi yang diberikan oleh instruktur kepada para PM keterampilan menjahit manual. Tidak hanya terpaku pada kurikulum yang ditentukan tetapi juga bisa mengikuti trend model-model pakaian yang dipasaran, dan adanya peralatan menjahit manual yang lebih canggih. Dikarenakan mesin yang digunakan saat ini di PSKW Pasar Rebo peralatannya yang masih digoyangkan/dikayuh oleh kaki sehingga bisa lebih mempermudah para PM nantinya.
13
2014
Ibu Shinta, Pekerja Sosial Madya, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Januari
88
C. Harapan Penerima Manfaat Terhadap Para Pekerja Sosial Pada Pelaksanaan Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual Di PSKW Pasar Rebo. Harapan yang dimiliki oleh Penerima Manfaat (PM) pada umumnya adalah ingin hidup layak, tidak mengulangi perbuatannya di masa lalu dan manusiawi saat kembali ke lingkungan masyarakat. Sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Keterampilan menjahit manual memberikan harapan buat para PM untuk meniti langkahnya menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan mampu membuka usaha menjahit dirumah ataupun membuka kios jahit di kampung halaman, dengan bekal yang dibawa dari PSKW Pasar Rebo ketika sudah keluar dari rehabilitasi dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik lagi sampai mampu untuk mengoptimalkan perekonomiannya. Begitu pula harapan PM terhadap Pekerja Sosial pada bimbingan keterampilan menjahit manual seperti perkataan SA salah satu PM yang mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo : “Harapannya mah buat Peksos jangan galak-galaklah atau banyak melarang kita-kita kak, masa ngerokok aja gak boleh sedangkan pegawainya pada ngerokok. Dan kedepannya kegiatan keterampilan menjahit manual lebih bagus lagi biar nanti klien yang baru pada betah dan gak ngerasa bosen selama dipanti. Dan nanti habis pulang dari sini saya mah ya teh, mau buka usaha jaitan dikampung nyambih (kerja sampingan) jualan es teh poci gitu di Pasar Kramat Jati”.14
14
SA, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi,PSKW Pasar Rebo Tanggal 09 Mei 2014
89
Dalam hal ini SA mengharapkan agar kedepannya Peksos yang menjadi pendamping bagi mereka di bimbingan keterampilan menjahit manual tidak lagi ada larangan terhadap para PM terutama dalam hal larangan merokok bagi para PM di kawasan Panti. Karena SA sendiri merasa para Peksos di Panti galak terhadapnya, dan banyak aturan. SA juga mempunyai harapan setelah keluar nanti untuk membuka usaha jaitan dikampungnya dan berjualan es teh poci keliling pasar. Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan oleh SN yang mempunyai harapan terhadap para Pekerja Sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual yaitu agar Pekerja Sosial dalam hal kinerja di Panti lebih melakukan pendekatan lebih dalam lagi terhadap para PM dan tidak membeda-bedakan antara PM yang satu dengan yang lainnya sehingga tidak ada kecemburuan antara PM lainnya. Dan ingin bekerja di pabrik-pabrik jahit, karena memang Kakak SN bekerja di salah satu pabrik jahit di daerah Bogor. Sehingga keterampilan dan pengetahuan yang didapat oleh SN selama di PSKW Pasar Rebo bisa menjadi modalnya untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. “Harapannya yah kinerja mereka lebih baik lagi terutama lebih dekat lagi sama kita-kita ya kak, yah bukan berarti kita tertutup atau mereka gak berusaha deket sama kita tapi yah jangan ada perbedaan aja antara PM yang ini sama PM yang laen. Kalau buat keterampilan menjahit kayanya engga ada deh kak, selama saya ikut kegiatan ini gak ada kekurangannya paling saya yang banyak kekurangannya kaya males-malesan. Harapan saya setelah keluar dari sini saya mau kerja di pabrik jahitan kak, kaya kakak saya dia kerja di salah satu pabrik di daerah bogor sana. Kan jadi berguna juga kak keterampilan menjahit yang saya ikutiin disini”. 15
15
SN, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Mei 2014
90
Penuturan yang diberikan oleh SN diperkuat dengan pernyataan dari TA yaitu dalam hal Kinerja dan pendampingan para Pekerja Sosial untuk lebih dekat dengan para PM, dan PM merasa terlalu banyak peraturan yang membuat PM tidak merasa betah dan terkekang akan peraturanperaturan yang berada di Panti. Dan mempunyai harapan untuk bekerja lebih layak dari sebelumnya. “Harapan saya ya kak, gimana ya. Yahh semoga peksos disini dalam kinerja dan pendampingannya sama kita-kita ini lebih baik lagi, misalnya lebih dekat dengan kita jangan dikit-dikit peraturannya banyak kak. Susah kak tinggal disini kita gak bisa ngapa-ngapaiin, mau jajan aja mesti pinjem uang kesana-kesini. Saya juga deket sama peksos disini cuman sama pembimbing saya aja kak, klo sama yang laen gak begitu deket. Kalo buat keterampilan menjahit manual ya selama ini udah cukup bae kak, gurunya cukup sabar dalam menjelaskan teknik-teknik sama cara-cara menjahit yang bener dan rapih. Nanti juga saya keluar dari sini mau cari kerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumnya, engga mau lagi saya di tangkep terus dibawa kesini lagi kak”.16 Dalam keterangan diatas penulis dapat menjelaskan bahwa harapan SA, SN dan TA terhadap para Pekerja Sosial dalam pelaksanaan bimbingan keterampilan menjahit manual yaitu adanya kinerja para Pekerja Sosial yang lebih baik, terutama dalam hal pendekatan Pekerja Sosial terhadap para PM. Karena PM merasa kurang dekat dengan Pekerja Sosial lainnya terkecuali dengan Para Pekerja Sosial yang memang menjadi pendamping mereka selama berada di PSKW Pasar Rebo. Mereka juga berharap agar tidak terlalu di batasi dalam peraturan untuk para PM agar mereka bisa merasa betah selama berada di Panti. Dan mereka juga memiliki harapan setelah keluar dari panti ingin mempunyai pekerjaan
16
TA, PM Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual, Wawancara Pribadi, PSKW Pasar Rebo 09 Mei 2014
91
yang lebih baik lagi dari sebelumnya dan dapat menjalani kehidupan yang normal dengan kembalinya mereka ke masyarakat. D. Analisis Peran Pekerja Sosial, dan Harapan Pekerja Sosial Serta Harapan Penerima Manfaat Pada Bimbingan Keterampilan Menjahit Manual di PSKW Pasar Rebo. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, peran yang dilakukan oleh pekerja sosial kepada para PM pada bimbingan keterampilan menjahit manual di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya” Pasar Rebo. Peran pekerja sosial sangat membantu para PM untuk memulihkan kepercayaan dirinya dan menanamkan keberanian mereka untuk mampu bertindak mengikuti kata hati, tidak selalu takut dan malu-malu atas segala tekanan dan ancaman yang datangnya dari luar yang nantinya dapat membahayakan diri mereka saat berada di lingkungan masyarakat. Peran pekerja sosial tersebut memberikan harapan kepada para PM untuk tidak mengulangi perbuatan dan kesalahan yang sama di masa lalu agar tidak tertipu dan tergiur oleh iming-iming oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab. Adapun harapan pekerja sosial terhadap para PM antara lain: 1. Para PM tidak tergiur lagi dengan janji yang tidak pasti. 2. Memiliki rasa percaya diri. 3. Para PM tidak lagi menjadi WTS. 4. Para PM mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
92
5. Para PM dapat kembali beradaptasi di lingkungan masyarakat. Begitu juga harapan para PM terhadap para pekerja sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual, yaitu para pekerja sosial agar selalu bersikap ramah dan tetap meningkatkan kinerja dalam tugas dan perannya secara profesional sehingga dapat memberikan pelayanan dan rasa nyaman kepada para PM. Adapun harapan para PM antara lain: 1. Ingin mendapatkan pekerjaan di pabrik-pabrik jahit. 2. Ingin membuka usaha kecil-kecilan di kampung. 3. Ingin menjadi wanita yang lebih baik lagi dari sebelumsebelumnya. Dengan demikian kesesuaian antara tugas/peran dan harapan pekerja sosial serta harapan para PM dalam bimbingan keterampilan menjahit manual menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah menjalankan tugas dan perannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian antara tugas/peran dan harapan yang dilakukan oleh pekerja sosial, serta harapan para PM. Pekerja sosial dalam menjalankan tugas dan perannya mengacu pada program yang diberikan oleh panti, dan program bimbingan keterampilan menjahit manual ini memang diinginkan dan banyak diminati oleh para PM sebagai bekal dan modal keterampilan mereka untuk kembali ke masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
93
Para penerima manfaat banyak merasakan senan dengan bimbingan keterampilan menjahit manual yang diberikan oleh Panti, namun dalam hal ini bahwa kesesuaian antara pekerja sosial dengan para PM sangat kecil, karena apabila terjadi ketidaksesuaian antara tugas/peran dan harapan mereka akan menjadi penghambat dalam bimbingan keterampilan menjahit manual, maka pekerja sosial cepat mengambil sikap dan tindakan dengan melakukan pembicaraan dengan para PM dengan begitu para pekerja sosial akan melakukan rapat dan evaluasi dengan pekerja sosial lainnya. Maka dari itu Peran Pekerja Sosial di PSKW Pasar Rebo menurut pengamatan penulis, telah melaksanakan tugas dan perannya sebagai Pekerja Sosial yang profesional dan selektif sehingga memberikan penuh harapan pekerja sosial kepada para PM untuk kedepannya nanti.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peran yang dilakukan oleh pekerja sosial pada bimbingan keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo terhadap para PM diantaranya meliputi: Katalisator, Informator, Mediator, Fasilitator, Motivator, Konselor dan Educator. a. Katalisator Pekerja sosial dapat menjadi pendengar yang baik, untuk menerima segala keluh kesah atau masalah dan dapat memegang teguh kerahasian para PM agar mereka bisa percaya terhadap para pekerja sosial. b. Informator Pekerja sosial selalu memberikan informasi atau penjelasan yang kurang dipahami oleh para PM. Dan pekerja sosial juga harus bisa berkomunikasi
dengan
baik
dalam
menyampaikan
segala
informasinya. c. Mediator Pekerja sosial menjadi penegah dalam menyelesaikan konflik yang dihadapi para PM di panti tanpa pekerja sosial memiliki hak dalam membuat keputusan dalam konflik tersebut.
94
95
d. Fasilitator Untuk melihat perkembangan PM selama mengikuti kegiatan keterampilan menjahit manual, dan perubahan sikap dan tingkah laku para PM selama berada di Panti. e. Motivator Untuk memberikan motivasi kepada para PM yang memang pada awalnya banyak yang masih kurang percaya diri dan malu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru di Panti. f. Konselor Pekerja sosial melalui metode konselornya dapat berusaha untuk membantu memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para PM. g. Educator Pekerja
sosial
menjadi
instruktur
pada
pelatihan
bimbingan
keterampilan atau menjadi supervisi pada praktik pekerja sosial. 2. Harapan pekerja sosial terhadap para penerima manfaat (PM) pada bimbingan keterampilan menjahit manual adalah menjadi manusia yang mampu hidup layak, tidak kembali menjadi WTS dan manuasi ketika kembali ke lingkungan masyarakat. Peran pekerja sosial dalam bimbingan keterampilan menjahit manual diharapkan dapat memberikan perubahan dalam
kehidupan
yang
layak
setelah
mendapatkan
keterampilan menjahit manual di PSKW Pasar Rebo.
bimbingan
96
3. Harapan para penerima manfaat (PM) terhadap pekerja sosial pada bimbingan keterampilan menjahit manual adalah ingin hidup layak, tidak mengulangi perbuatannya di masa lalu dan manusiawi saat kembali ke lingkungan masyarakat. Sehingga bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dari sebelumnya, dari bekal dan modal yang didapat selama mengikuti bimbingan keterampilan menjahit manual. 4. Terdapat kesesuaian antara peran pekerja sosial, dan harapan pekerja sosial serta harapan para PM pada bimbingan keterampilan menjahit manual. Hal ini menunjukan bahwa pekerja sosial tersebut telah menjalankan tugas dan perannya dengan baik, sehingga ada kesesuaian antara
peran dan harapan yang dilakukan oleh pekerja sosial, serta
harapan para PM. Pekerja sosial dalam menjalankan perannya mengacu pada program yang diberikan oleh panti, dan program bimbingan keterampilan menjahit manual ini memang diinginkan dan banyak diminati oleh para PM sebagai bekal dan modal keterampilan mereka untuk kembali ke masyarakat dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. B. Saran 1. Kepada Pekerja Sosial lebih meningkatkan kinerja dalam perannya sehingga lebih profesionalisme dalam memberikan pelayanan di bimbingan keterampilan menjahit manual kepada PM, dengan mengikuti serta pelatihan-pelatihan atau penataran-penataran yang bersifat mendidik dan keilmuan, sehingga pekerja sosial yang profesional dan berkualitas akan membantu menghasilkan PM yang baik.
97
2. Harapan Pekerja Sosial terhadap PM, yaitu agar peran yang dilakukan oleh pekerja sosial kepada PM setelah menjalani bimbingan keterampilan menjahit manual setelah keluar nanti dapat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat dan tidak tergiur lagi akan iming-iming oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 3. Hendaknya Pekerja Sosial selalu memperhatikan kebutuhan para PM dan tidak membading-bandingkan antara PM yang satu dengan lainnya sehingga tidak terjadi kecemburuan sesama PM. 4. Pekerja Sosial agar selalu menjaga dan memperhatikan tugas dan perannya dalam memberikan pelayanan terutama dalam bimbingan keterampilan menjahit manual, sehingga harapan pekerja sosial dan juga PM tetap terjaga kebersamaannya.
DAFTAR PUSTAKA Adi,Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Fisip UI, 2005. Adi. Isbandi Rukminto, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994. Albert R. Roberts, Gilbert J. Greene. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2008. Arifin, Jaenal. Theknik Penarikan Sanple Dan Pengumpulan Data. Jakarta, 2005. Berry, David. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persaja, 1995. Budhi Wibawa, Santoso T. Raharjo. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjajaran, 2010. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. E. Kristi Poerwandari. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998. Ida Bagus Putrayasa. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori Dan Peran). Bandung: PT.Refika Aditama, 2007. Irawan Soehartono. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Kartono, Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Kuntjoro, Tutur dari Sarang Pelacur. Yogjakarta: Tinta, 2004. M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta, 2008. Makmur, Syarif, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi Kajian Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008. Mangkoesatyoko, Moesarah et. al. Pendidikan Kesejahteraan Keluarga 1. Jakarta: F.A. Hasmar, 1975. Moh.Surya. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung, 1975. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. Mulyana, Dedi. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003,
Nuriyah. Pemberdayaan Keterampilan Perempuan Di PSKW Sidoarum Godean Sleman. Skripsi. UNY, 2001. Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Pratikum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996. Pusat Data Kemiskinan Depsos RI S. Nasution, Metode Research. Jakarta: Bumi Akrasa, 2011. Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009. Suharto, Edi, Pembangunan KebijakanSosialdanPekerjaanSosial: SpektrumPemikiran, Bandung: LembagaStudi Pembangunan STKS (LSPSTKS), 1997. Sukoco, Dwi Heru. Profesi Pekerja Sosial Dan Pertolongannya. Bandung: Kopma STKS, 1998. Undang-Undang No.6. Ketentuan-Ketentuan Pokok Pekerjaan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Biro Hukum Departemen Sosial RI, 1974. Verhaar j.W.M. Asas-Asas Linguistic Umum. Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 1996. Whitherington. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, 1985. Wirawan Sarwono, Sarlito. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Brosur Brosur,Departemen Sosial RI Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya”. Jl. Tat Twam Asi No.47 Komp.Depsos Pasar Rebo,Jakarta Timur 13769 Telp.0218400631,Fax.8415717. Brosur Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) “Mulya Jaya”,Kep / Mensos RI No:22/HUK/1995. Brosur Panti Sosial Karya Wanita “Mulya Jaya” dan Profil UPT (Pusat Rehabilitasi / Panti Sosial / Balai) di lingkungan Dirjen pelayanan dan Rehsos Depsos RI, Jl. Salemba Raya No:28 bagian Program dan Informasi, Sekretariat Dirjen pelayanan dasn Rehsos, (Jakarta : 2002),h. 449.
Modul, Direktorat Jenderal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial RI, hal.3