ZIARAH ‘TOTUS TUUS” Perjalanan Rohani Menuju Pembaktian Seluruh Diri Kepada Yesus Kristus, Kebijaksanaan Abadi, yang menjelma menjadi manusia, melalui tangan Santa Perawan Maria menurut Ajaran Santo Louis-Marie Grignion de Montfort
Kerabat Santo Montfort (KSM) INDONESIA Sekretariat: Jln. Gunung Kencana 8-10 Ciumbuleuit, Bandung 40142 – email:
[email protected] – website: http://www.ksmindonesia.org
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
1
TAHAP I PENGENALAN DUNIA
Pengantar St. Montfort dalam Bakti Sejati kepada Maria (BS) mengatakan, “Para pria dan wanita yang ingin menganut bakti yang istimewa ini – bakti ini tidak didirikan sebagai persaudaraan meskipun hal ini diinginkan – pertama-tama harus mengosongkan diri selama dua belas hari dari semangat duniawi yang bertentangan dengan semangat Yesus Kristus. Saya telah berbicara tentang hal ni dalam bagian pertama „Persiapan menghadapi Kerajaan Yesus Kristus‟” (BS 227). Berkenaan dengan itu, dalam tujuh kali pertemuan, melalui pembahasan materi, doa, dan sharing pengalaman, kita akan memusatkan perhatian pada tema Pengenalan Dunia. Menurut St. Montfort, tujuan tahap ini adalah agar kita dapat “mengosongkan diri selama dua belas hari dari semangat duniawi yang bertentangan dengan semangat Yesus Kristus.” Mengapa? Dalam tulisan lainnya, Cinta dari Kebijaksanaan Abadi (CKA), St. Montfort memberi alasan, “Kebijaksanaan dunia pada umumnya terdiri dari suatu penyesuaian yang sempurna dengan patokan-patokan dasar dan gaya hidup dunia. Kebijaksanaan itu secara rahasia dan tanpa henti-hentinya mengejar kenikmatan dan kepentingan pribadi dan ini bukan secara kasar dan terbuka dapat menimbulkan suatu skandal, tetapi secara rahasia, cerdik dan penuh akal. Bila tidak demikian, semuanya ini bukan lagi kebijaksanaan di mata dunia, melainkan kebiadaban” (CKA 75).
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
2
Pertemuan Pertama
PENCIPTAAN DUNIA DAN PENCIPTAAN MANUSIA 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst. 02. Pengantar Tema Dalam hampir lebih dari satu dekade terakhir ini, mata penduduk dunia terbelalak menyaksikan perubahan iklim yang sangat drastis. Masyarakat agraris tradisional mulai kehilangan pegangan dalam mengolah sawah dan ladang mereka. Mungkin 20-an tahun silam mereka masih dapat memperkirakan bahwa sekitar akhir September musim hujan akan dimulai. Mulai bulan Juli, mereka sudah mempersiapkan kebun mereka (mencangkul, membakar rumput, meratakan lahannya, dll.) sebelum benih tanaman ditanam pada awal musim hujan. Namun, kini prakiraan cuaca secara tradisional-alamiah ini tidak dapat lagi dilakukan karena kondisi cuaca yang tidak menentu (tidak dapat diprediksi). Pada musim panas dapat saja terjadi hujan lebat dan sebaliknya. Perubahan cuaca ini kemudian dirumuskan oleh para ahli sebagai akibat pemanasan mondial atau global warming (pemanasan yang melanda seluruh muka bumi). Secara singkat dapat dikatakan bahwa pemanasan mondial disebabkan oleh ketidakmampuan bumi untuk menyerap gas karbon yang dihasilkan oleh asap kendaraan, asap pabrik, kebakaran hutan, gas rumah kaca, dll. Tugas ini sebetulnya dilakukan secara alamiah oleh hutan. Namun, “satpam alamiah” ini pun perlahan-lahan berkurang dan terancam “mati total” akibat keserakahan manusia sendiri. Penebangan hutan, entah secara liar ataupun secara resmi (dengan izin pemerintah/instansi terkait) telah menyebabkan suhu bumi ini terus-menerus meningkat. Akibatnya adalah bahwa bumi kita dengan segala keindahannya berada dalam ancaman bahaya kehancuran. Banjir dan pelbagai macam bencana alam terus-menerus melanda hamper seluruh bagian planet ini. Permukaan air laut perlahan-lahan meninggi karena gugusan gunung es di wilayah kutub mulai mencair. Sebuah saluran televisi asing menayangkan sebuah hasil penelitian para ahli yang mengungkapkan bahwa pencarian lapisan es di Greenland lebih cepat daripada yang diprediksi oleh para ahli. (Akibat yang akan segera dialami adalah banyak pulau kecil akan tenggelam dan banyak pemukiman penduduk bumi akan lenyap karena kenaikan permukaan laut, yang diperkirakan akan mencapai sekitar 6 meter!) Masyarakat internasional bereaksi keras meminta para pemimpin negara-negara di seluruh dunia bertindak demi menyelamatkan bumi ini. Pelbagai pertemuan dilaksanakan dan macam-macam keputusan dan rekomendasi dihasilkan. Namun, umat manusia [baca: para pemimpin bangsa-bangsa] masih terus terjebak di dalam kepentingan sesaat dengan macam-macam alasan, sambil melupakan (atau sengaja menutup mata terhadap kenyataan) ancaman serius yang tengah melanda bumi kita ini. Keputusan dan rekomendasi tinggal sebuah kenangan. Tindakan praktis masih jauh panggang dari api! Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
3
Kini dua pertanyaan pantas dilontarkan kepada kita, “Bagaimana kita mengalami keindahan alam ciptaan? Apa pengaruh pengalaman mengenai keindahan dunia itu terhadap sikap kita?” Entah sadar atau tidak, matahari tidak dapat lagi dinikmati kehangatannya dengan leluasa karena mengandung bahaya terkena langsung sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan penyakit kanker kulit – ini terjadi karena lapisan pelindung bumi terhadap sinar ultraviolet, yakni lapisan ozon sudah mulai bolong. Hasil paling kiwari riset para ahli menunjukkan bahwa lobang ozon sudah sebesar benua Amerika – atau bahkan mungkin kini sudah menjadi lebih besar lagi. Apa akibat langsung penebangan hutan dll.? Akibat yang langsung dirasakan adalah kenyataan bahwa kita mengalami ancaman kehilangan banyak sumber mata air karena gunung yang dipenuhi pohonpohonan mulai gundul. Ancaman lain yang tak kalah dahsyat adalah bencana longsor dan banjir. Alama ciptaan Tuhan yang serba indah terancam kehilangan daya pikatnya akibat ulah manusia yang terlampai serakah dan bersifat diabolik. Amanat Kitab Kejadian pun dijadikan landasan dan tameng bagi perlaksanaan kerakusan dan mental diabolis mereka. Lantas sikap apa yang mesti diambil? Kitab Tambahan Daniel melukiskan bagaimana sebaiknya manusia bersikap terhadap alam semesta (lih. Tambahan Daniel 3: 57-63). Sikap bijak manusia terhadap alam semesta cukup erat terkait dengan pandangan St. Montfort yang menegaskan bahwa Kebijaksanaan Abadi sebagai ibu dan pencipta segala sesuatu , yang mengatur segala sesuatu seakan-akan bermain. St. Montfort melukiskan, “Permainan ajaib dari Kebijaksanaan Abadi ini sungguh-sungguh dapat diamati dalam beragam-ragam mahkluk yang Ia ciptakan dalam alam semesta. Sebab, … betapa kita sudah dipenuhi kekaguman bila memandang kepada perubahan dalam musim-musim dan cuaca, kepada variasi dalam naluri binatang-binatang, kepada segala jenis tetumbuhan yang berbeda-beda, kepada keindahan bunga-bunga yang beraneka ragam dan kepada buah-buahan yang rasanya bermacam-macam” (CKA 33). Kekaguman terhadap karya penciptaan Kebijaksanaan Abadi ini semakin kuat terasa dalam keyakinan St. Montfort bahwa “Perawan yang teramat suci adalah taman firdaus sejati dari Adam Baru. … . Di dalam tempat yang penuh dengan kehadiran ilahi ini berdiri pohon-pohon yang ditanam Allah dengan tangannya sendiri dan disiram dengan urapan ilahi-Nya. … . Ada taman-taman beraneka warna dengan bunga-bunga yang indah dan berbagai ragam dari keutamaan-keutamaan, serta yang harumnya begitu semerbak sampai para malaikat pun dipenuhi keharumannya. Di tempat ini ada padang-padang pengharapan yang hijau, …” (BS 261). Keindahan ciptaan Kebijaksanaan Abadi berpuncak di dalam penciptaan manusia, pria dan wanita, seperti digambarkan oleh Kitab Kejadian, “Berfirmanlah Allah: „Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.‟ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. … . Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kej 1: 26-27, 31, bdk. Mzm 8: 4-6). Lukisan Kitab Kejadian dan Mazmur mengenai manusia diartikulasikan oleh St. Montfort dengan cara lain. Ia mengatakan, “... manusia merupakan karya seniNya yang ulung dan mengagumkan , merupakan Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
4
gambar yang hidup dari keindahan dan kesempurnaanNya. Manusia adalah wadah agung kasih-karuniaNya, khazanah kekayaanNya yang mengagumkan dan wakilNya yang tunggal di dunia. ... . Kebijaksanaan Abadi seakan-akan menciptakan citra yang bersinar dan gambaran budi, ingatan, dan kehendaknya, dan memberikan semuanya ini kepada jiwa manusia untuk menjadi gambaran hidup keilahian (Kej 1: 26) . Dia menyalakan api cinta kasih yang hangat dari Allah. Dia membentuk bagi manusia suatu tubuh yang seluruhnya berupa cahaya dan Dia menyembunyikan di dalam manusia seakan-akan "diperkecil" segala kesempurnaan yang berbeda-beda dari malaikat, binatang, dan makhluk yang lainnya” (CKA 35, 37). Keindahan manusia mencapai kesempurnaannya dalam kelemah-lembutan Yesus seperti dilukikan oleh St. Montfort, “Yesus begitu manis wajahNya, manis juga perkataanNya dan manis perbuatanperbuatanNya. Penyelamat yang terkasih ini berwajah begitu manis dan begitu lemah lembut, sehingga Ia memesonakan mata dan hati semua orang yang melihat Dia. ... . Yesus begitu manis dalam perkataanNya. Ketika Ia hidup di dunia, Ia memenangkan hati semua orang oleh kemanisan kata-kataNya. ... . Akhirnya Yesus lemahlembut dalam perbuatanNya dan dalam seluruh tindak-tanduk hidupNya: dulcis in opere. Semuanya Ia lakukan dengan baik: omnia bene fecit (Mk 7:37). Dan ini berarti bahwa apa saja yang dilakukan Yesus Kristus dilakukan dengan begitu tepat, bijaksana, suci dan lemah-lembut, sehingga di dalamnya tak mungkin ditemukan kesalahan atau kejelekan apa pun” (CKA 121-123). Keindahan Yesus dapat dijelaskan berdasarkan keindahan Maria. St. Montfort mengatakan, “Ia lahir dari ibu yang paling manis, paling lemah-lembut dan paling elok di antara para ibu, yaitu Maria yang penuh karunia ilahi” (CKA 118). Dengan perkataan lain, sebagaimana Bunda Maria, demikianlah pula Putranya, Yesus. Pepatah mengatakan, “Buah jatuh tidak jauh dari pohon.” “[Like mother, like Son!”]
03. Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi pribadi dan bersama: a) Bagaimana aku mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah di dalam dan melalui keindahan alam ciptaan-Nya? b) Inspirasi/pencerahan apakah yang aku timba dari keindahan Tuhan Yesus dan Bunda Maria bagi hidupku sehari-hari? c) Segi-segi positif (kuat) dan negatif (lemah, rapuh) apakah yang telah kutemukan dalam diriku? d) Tindakan-tindakan praktis apakah yang mau dibuat sebagai wujud kecintaan Anda terhadap keindahan alam ciptaan Tuhan? 04. Niat: Saya menyoroti salah satu segi positif yang saya temukan di dalam diriku. Saya berterima kasih kepada Tuhan atas segi positif itu dan berniat untuk menampilkannya di dalam relasiku dengan sesama, melalui tutur kata dan perbuatanku. 05. Pewartaan Sabda: Lukas 1: 26-28 Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
5
Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."
06. Kontemplasi melalui Doa Rosario: “Maria adalah dunia agung Allah yang penuh dengan Allah, di mana terdapat berbagai keindahan dan harta tak terkatakan” (BS 6). Marilah kita bersama dengan St. Montfort menatap Maria dalam pujian bagi Tritunggal karena telah menciptakan Maria. Pada akhir setiap rangkaian kita akan menyanyikan “Kemuliaan kepada Bapa … .” Rangkaian Pertama: “Dalam ciptaan dan pikiran Allah, tidak ada dan tidak pernah aka nada suatu makhluk yang lebih agung daripada Maria yang surgawi itu” (RM 19). Rangkaian Kedua: “Bagi Allah, Maria adalah Taman Firdaus dan dunia-Nya yang tak terperikan …” (RM 19). Rangkaian Ketiga: “Berbahagialah, ya seribu kali berbahagialah orang yang menerima wahyu dari Roh Kudus untuk mengenal 'rahasia' Maria. Berbahagialah orang yang baginya Roh Kudus membuka taman tertu- tup ini supaya dapat masuk, membuka sumur termeterai ini supaya dapat menimba dari padanya dan dapat minum air hidup rahmat sepuaspuasnya” (RM 20). Rangkaian Keempat: “Maria diciptakan hanya bagi Allah saja. Mustahil ia mengkhususkan seorang manusia pun bagi dirinya sendiri” (RM 21). Rangkaian Kelima: “Allah telah menciptakan suatu dunia bagi kaum musafir, yaitu dunia kita ini. Ia telah menciptakan suatu dunia bagi orang yang berbahagia, yaitu Firdaus . Tetapi Ia telah menciptakan suatu dunia yang lain bagi Dirinya sendiri, yang diberiNya nama Maria” (RM 19).
07. Doa Penutup: Ave Maris Stella (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
6
Pertemuan Kedua
PANGGILAN KITA DI DALAM DUNIA 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst. 02. Pengantar Tema Ketika kita berbicara mengenai pangggilan, pikiran kita kerap langsung mempertalikannya dengan suatu panggilan khusus, terutama panggilan imamat atau panggilan untuk hidup membiara. Namun, manakala kita meletakkan panggilan di hadapan rencana atau rancangan kasih sayang Allah kepada setiap manusia, kita akan mampu untuk mengartikan dan memahami “panggilan” sebagai suatu seruan/undangan terbuka yang disampaikan Allah kepada setiap manusia. Karena itu, kita pantas bertanya, “Apa yang direncanakan Allah dalam kasih saying-Nya bagiku? Dan apa panggilanku di dalam dunia sebelum aku merasa dipanggil untuk menjalani suatu status hidup?” Coba kita perhatikan penegasan St. Paulus mengenai “panggilan” umum yang ditawarkan Allah kepada setiap manusia. Dalam Suratnya kepada Umat di Efesus, St. Paulus menulis sebagai berikut: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakanNya kepada kita di dalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Ef 1: 4-6). Di situ tampak jelas rumusan mengenai “panggilan umum” kita sebagai manusia, yang disampaikan oleh St. Paulus. Kita semua --- yang telah dibaptis dalam Kristus --- dipanggil untuk “menjadi kudus”. “Menjadi kudus” itulah panggilan kita yang paling awal sebelum kita menyadari adanya kerinduan untuk menghayati sebuah panggilan khusus. Dengan perkataan lain, sebelum dipanggil untuk menjalani status hidup khusus, misalnya, sebagai suami-isteri, orangtua, imam, biarawanbiarawati, kita telah dipanggil oleh Allah untuk menjadi kudus (orang-orang kudus). Nah, di dalam setiap seruan/undangan selalu ada tiga unsur penting yang saling berkaitan, yakni Panggilan, Jawaban, dan Perutusan. Panggilan: panggilan pertama adalah menjadi kudus atau mencapai kesempurnaan cinta kasih. Jawaban: menghayati sepenuhnya janji-janji baptis. Artinya: o Dipersatukan dengan Kristus, menjadi anggota Tubuh-Nya, dan melalui Dia o Ditenggelamkan di dalam cinta kasih Allah Trintunggal. Perutusan: membiarkan citra/gambaran Yang Ilahi menjadi semakin sempurna di dalam diri kita, demi kemuliaan-Nya.
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
7
Dengan cara/pola yang sama, marilah kita melihat bagaimana St. Montfort berbicara mengenai panggilan tersebut. Di dalam tulisannya, Rahasia Maria (RM), St. Montfort secara ringkas merumuskan: Panggilan: “… memperoleh kesucian ini adalah panggilanmu yang pasti (LG 40): ke sanalah kamu harus mengarahkan segala pikiran, perkataan dan perbuatan, penderitaan dan gerakan hidup; …” (RM 3). Jawaban: “Oh, sungguh karya yang mengagumkan! Debu berubah menjadi terang, kotor menjadi bersih, dosa menjadi kesucian, makhluk menjadi Pencipta, manusia menjadi Allah!” (RM 3) Jawaban ini adalah suatu Perubahan mengagumkan, yang terjadi melalui Pembaptisan. Proses pertumbuhan yang terjadi adalah sebagai berikut: o o o o o
Debu Kotor dosa makhluk manusia
berubah menjadi berubah menjadi berubah menjadi berubah menjadi berubah menjadi
terang bersih kesucian Pencipta Allah
Kemudian apa yang mesti dilakukan? Atau apa Perutusan kita untuk memperoleh rahmat perubahan ini? Atau apa kewajiban yang mesti kita lakukan? St. Montfort mengatakan, “… kita harus menemukan jalan yang mudah untuk memperoleh rahmat Allah yang diperlukan untuk menjadi suci. … . Sungguh, jika kamu ingin memperoleh rahmat ini dari Allah, lebih dahulu kamu harus menemukan Maria” (RM 6). Perubahan yang terjadi dalam diri dan hidup kita adalah karya rahmat Allah di dalam dan melalui Kristus, Putra-Nya. Melalui Kristus, Allah Bapa memanggil kita untuk berpartisipasi di dalam kekudusan atau kemuliaan-Nya. Untuk itu, marilah kita sejenak merenungkan kutipan Injil untuk kemudian menjawab beberapa pertanyaan berikut ini.
03. Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi pribadi dan bersama:
Bagaimana aku mengalami “perubahan yang mengagumkan ini” di dalam hidupku seharihari? Apakah panggilanku yang utama ini mendapat prioritas di dalam hidupku sehari-hari? Bagaimana saya menghayati perbedaan antara “mempunyai panggilan” (status hidup, tugas tertentu, dll.) dan “menjalani panggilan” (suatu proses perubahan atau pertumbuhan)?
04. Niat: Mulai sekarang saya berusaha dengan sedapat mungkin untuk memenuhi panggilanku yang utama, khususnya dengan menghayati “rahasia Maria” yang telah dihayati dan diajarkan oleh Santo LouisMarie Grignion de Montfort. Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
8
05. Pewartaan Sabda: Lukas 1: 28, 31-32, 38 “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan engkau akan menamai Dia Yesus.” “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
06. Kontemplasi melalui Doa Rosario: Marilah kita merenungkan peristiwa panggilan Maria dengan mengulangi 10 kali dengan perlahanlahan kata-kata yang diusulkan, dan membiarkannya sejenak meresap ke dalam lubuk hati, dengan berdiam beberapa detik sesudah setiap seruan. Setiap rangkaian ditutup dengan menyanyikan “Kemuliaan kepada Bapa … .” Rangkaian pertama: Panggilan: “Salam, hai engkau yang dikaruniai.” Rangkaian kedua: Panggilan: “Tuhan menyertai engkau.” Rangkaian ketiga: Perutusan: “Engkau akan mengandung.” Rangkaian keempat: Perutusan: “Hendaklah engkau menamai Dia yesus.” Rangkaian kelima: Jawaban: “Jadilah padaku menurut perkataanmu.”
07. Doa Penutup: Ave Maris Stella (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
9
Pertemuan Ketiga
KEJAHATAN DI DALAM DUNIA DAN KEJATUHAN MANUSIA 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst. 02. Pengantar Tema Jika kita sempat mendengarkan siaran radio/televisi atau membaca surat kabar/majalah, kita akan melihat begitu banyak kenyataan dosa yang terjadi di atas dunia ini. Melalui media massa, kita menemukan ternyata dunia kita ini dipenuhi dengan tindakan dosa. Misalnya saja, ada berita mengenai pembunuhan, pencurian, perampokan, perkosaan. Ada juga bentuk kriminal lainnya, yang kerap disebut white collar crime (kejahatan kaum elite atau kaum berdasi). Kejahatan macam ini dapat langsung kita temukan saat kita membaca surat kabar, mendengarakn siaran radio atau menonton siaran televisi. Terutama pada waktu akhir-akhir ini, kita dihadapkan dengan kenyataan memilukan bahwa ternyata ada begitu banyak praktik kejahatan kerah putih ini dilaksanakan oleh para penguasa di negara kita ini. Ada banyak pejabat pemerintah yang ditahan dan dijadikan tersangka lalu dijebloskan ke penjara karena terlibat kasus korupsi aneka macam dana yang merugikan bangsa dan negara. Ada juga yang menggunakan wewenang jabatannya dan kesempatan untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Ada politisi yang tidak pernah puas mengejar keuntungan material dengan menggadaikan jabatan dan kepercayaan yang diberikan rakyat kepadanya. Jika kita hendak menderetkan semuanya, kita mungkin akan merasa putus asa lantas bertanya, “Masih adakah kebaikan di dalam dunia ini?” Wajar kita bertanya demikian karena gambaran mengenai hidup di atas dunia ini begitu suram bahkan gelap pekat, kontras dengan gambaran mengenai suasana awal penciptaan (segala sesuatu itu baik adanya). Lantas apa itu sesungguhnya “dosa”? Atau apakah makna sesungguhnya “dosa” itu? Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dosa adalah kegagalan manusia menanggapi cinta kasih Allah. Manusia gagal untuk menghayati cinta kasih sejati kepada Allah, sesama, dan dirinya sendiri. Cinta sebagai kekuatan universal semestinya menyatukan seluruh alam semesta, terutama semua manusia. Namun, justru manusia tidak mampu menghayati cinta yang demikian. Manusia malah mempersempit cinta hanya kepada dirinya sendiri. Kita ingat akan peristiwa kejatuhan manusia pertama, Adam dan Hawa. Keduanya diusir dari Taman Firdaus karena melakukan apa yang mereka kehendaki, yang bertentangan dengan kehendak dan rencana Allah. Cinta kasih Ilahi diabaikan demi cinta egosentris. Mereka membiarkan diri masuk ke dalam godaan untuk “berkuasa” dengan menghalalkan segala cara. Kesombongan mereka untuk menentukan sendiri “yang baik dan yang jahat” telah menghantar mereka pergi jauh dari relasi yang
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
10
akrab, intim, mesra dengan Allah. Mereka terusir dari “taman kebahagiaan” dan masuk ke dalam lembah dukacita (lih. Kej. 1: 1-24). Dari sana kita memahami bahwa “dosa asal” sesungguhnya bukanlah sesuatu yang ditambahkan pada manusia, melainkan “sesuatu yang telah hilang dari manusia”. Yang hilang dari manusia itu tidak lain adalah “kekudusan” --- hidup bersatu secara penuh dengan Allah. Di sini mungkin kita dapat kembali mengingat materi kita bahas di dalam pertemuan sebelumnya. Di dalam Pertemuan Kedua, kita telah berbicara mengenai “panggilan kita yang paling awal”, yakni menjadi kudus sehingga kita dapat memahami bahwa “kehilangan kekudusan” itulah dosa asal. Berkenaan dengan “dosa dan dosa asal” itu, St. Montfort mengatakan bahwa dosa mempunyai akibat langsung, yakni penderitaan di dunia. Akibat dosa Adam, manusia “harus menjalani hidup bersengsara di dunia terkutuk … ,“ (CKA 39) dan “seluruh dunia berada dalam kekuatan jahat, pada masa kita lebih dari yang pernah ada sebelumnya …” (CKS 199). Padangan tersebut sebetulnya telah dilukiskan oleh Perjanjian Lama, misalnya, peristiwa air bah (Kej 7: 17-22) atau Sodom dan Gomora (Kej 19: 2425). Akibat dosa yang nyata dirasakan oleh masyarakat manusia adalah bencana alam, kemiskinan, kelaparan, pelbagai penyakit menular yang hingga kini belum ditemukan obatnya (misalnya, HIV/AIDS), dll. Kecenderungan manusia jatuh ke dalam dosa tidak menghalangi kasih Allah. St. Paulus dengan sangat indah merumuskan di dalam Suratnya kepada Umat di Roma bahwa akibat ketidaksetiaan satu orang (Adam), seluruh umat manusia mengalami/menerima akibat dosa, yakni maut. Namun, oleh ketaatan satu orang (Kristus sebagai Adam kedua atau Adam baru), semua orang menerima kasih karunia Allah, yakni keselamatan (lih. Rom 5: 12-15). [Pembahasan mengenai kesejajaran --- yang tidak seimbang --- antara Adam dan Kristus ini akan kita jumpai kembali dalam Tahap Ketiga Kursus “Totus Tuus” ini, yakni Pengenalan Maria.] Atau dengan pernyataan St. Paulus sendiri bahwa “… di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, …” (Rom 5: 20). Singkat kata, kekuatan kasih karunia Allah tidak dapat dikalahkan oleh kuasa dosa. Untuk menerima kasih karunia Allah, manusia perlu bekerja sama dengan rahmat Allah. St. Montfort menganjurkan agar kita “… mengosongkan diri dari segala sesuatu yang buruk di dalam diri kita…” (BS 78). Dia menunjukkan tiga langkah yang mesti diikuti untuk dapat “mengosongkan diri”: a. Pertama, “menyadari dengan baik melalui terang Roh Kudus kejelekan batin kita.” b. Kedua, “kita perlu mati setiap hari terhadap diri kita sendiri… .” c. Ketiga, “kita harus memilih devosi kepada Perawan Tersuci yang paling memungkinkan kita … untuk mengosongkan diri, memenuhi diri dengan Allah dan mencapai kesempurnaan” (lih. BS 79-82). Ketiga langkah dapat juga kita bandingkan dengan “syarat kemuridan” yang diajukan Tuhan Yesus kepada para murid-Nya, misalnya, dalam Markus 8: 34 “… Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
11
03. Pertanyaan-pertanyaan refleksi pribadi dan bersama: a) Bagaimana biasanya reaksiku bila menyaksikan tanda-tanda si jahat dalam dunia? b) Bagaimana reaksiku terhadap dosa di dalam dunia? c) Pernahkah aku mengutamakan diriku (kepentinganku, segala kesibukanku, dll.) daripada kepentingan Allah? d) Apakah jawaban-jawaban yang saya peroleh dari imanku? 04. Niat: Santo Montfort mengajar bahwa boleh dikatakan sebuah mujizat jika manusia dapat bertekun di jalan kesucian (lih. BS 89). Saya berniat untuk menggali hubungan lebih mendalam dengan Maria, “satu-satunya manusia yang tetap setia kepada Allah dan dengan cara apapun tidak dapat dikuasai oleh setan. Hanya Maria-lah yang melakukan mujizat tersebut bagi pria dan wanita yang mengabdi dia” (BS 89). 05. Pewartaan Sabda: Lukas 2: 39-46 Marilah kita merenungkan peristiwa-peristiwa sedih seperti yang dianjurkan oleh St. Montfort. Rangkaian pertama: Yesus berdoa kepada Bapa-Nya dalam sakratmaut di kebun zaitun. Kita memohon penyesalan atas dosa-dosa kita. Rangkaian kedua: Yesus didera. Kita memohon pengekangan hawa nafsu. Rangkaian ketiga: Yesus dimahkotai duri. Kita memohon penyangkalan kepentingan duniawi. Rangkaian keempat: Yesus memanggul salib-Nya. Kita memohon kesabaran di dalam memikul salibsalib kita. Rangkaian kelima: Yesus wafat. Kita memohon pertobatan orang-orang berdosa, ketekunan orangorang saleh, dan keringanan bagi semua arwah di api penyucian.
07. Doa Penutup: “Ave Maris Stella” (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
12
Pertemuan Keempat
KEBIJAKSANAAN DUNIA VS KEBIJAKSANAAN ALLAH 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst 02. Pengantar Tema Pada masa sekarang, kita dihadapkan dengan kenyataan yang sungguh mengganggu pikiran sekaligus menantang penghayatan iman kita. Banyak nilai yang dahulu dipegang teguh dan dihayati dengan penuh kesetiaan, kini telah mengalami pergeseran. Salah satu di antara sekian banyak ialah pergeseran dalam penghayatan atas nilai perkawinan. Dahulu perkawinan diterima dan dihayati sebagai sebuah lembaga hidup yang luhur, kudus. Orang yang memasuki jenjang hidup perkawinan sungguh telah menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya, sehat dan matang secara mental, jasmaniah-rohaniah. Mereka menghayati perkawinan sebagai sebuah panggilan yang suci. Saling mengasihi bukan sekadar pernyataan formalitas, apalagi basa-basi, melainkan ungkapan komitmen, tekad yang kokoh-kuat, untuk tetap berpegang teguh pada janji yang telah diucapkan. Perkawinan dihayati sebagai tanggung jawab penghayatan iman sebagai pengikut Kristus yang terungkap dalam tindakan cinta kasih prokreatif dan rekreatif. Namun, seiring dengan perkembangan zaman --- tentu saja perubahan pola pikir --- nilai perkawinan mengalami pergeseran, bahkan mengalami kemerosotan, kalau tidak mau dikatakan krisis berat. Dalam banyak kasus, perkawinan lebih dipandang sebagai sebuah lembaga “uji-coba” dan dipersempit hanya sebagai lembaga rekreatif (kenikmatan badaniah). Perkawinan kehilangan daya magis dan makna partisipatifnya dalam karya penciptaan Allah (prokreasi) (bdk. Kej 1: 27-28). Gejala ini diperkuat oleh kecenderungan zaman yang semakin instantif-permisif. Mental serba instan menyebabkan masyarakat manusia zaman kita kehilangan daya-juang. Manusia tidak ingin terlibat di dalam sebuah proses yang panjang sebelum memperoleh dan menikmati hasil yang diinginkan. Sebaliknya, hamper semua orang berlomba-lomba untuk mencapai hasil yang maksimal dalam waktu yang relatif singkat. Contoh saja, untuk menjadi artis terkenal, orang tidak perlu lagi bekerja keras bertahun-tahun, berjuang dari nol, atau berjuang dari bawah. Jika mau, asal ada modal tampang cakep/cantik, goodlook, dengan sedikit usaha, seorang pemuda atau pemudi sudah dapat meraih mimpi menjadi tokoh idola … kendati mungkin cuma sejenak. Pelbagai peluang disediakan oleh pelbagai lembaga yang bergerak di bidang hiburan (entertaintment). Sebut saja, misalnya, Akademi Fantasi Indosiar (AFI) untuk remaja dan anak-anak, Indonesian Idol, Stardut, Akademi Pelawak Indonesia (API), dll. Semuanya memberikan janji, merangkai dan menjual mimpi indah menjadi idola --- kendati akhirnya memang menjadi idola instan, persis seperti makan mie instan: sekarang kenyang, tak lama kemudian kita menjadi lapar lagi. Sekarang namanya disebut-sebut, gambarnya dipampang di mana, tetapi tak lama Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
13
kemudian lenyap tak berbekas. Di mana kini artis-artis “ciptaan” pelbagai program instan itu sekarang?!! Tidak banyak lagi yang ingat mereka yang pernah dielu-elukan, disanjung, dan dipuja itu. Nilai-nilai semacam itulah yang kini, entah sadar atau tidak sadar, ikut mempengaruhi cara berpikir dan pada akhirnya pola perilaku dan tindakan kita. Jika kita tidak menyadari gejala ini, kita pun tidak akan mampu melihat dan menunjuk pelbagai konsekuensi serius yang mesti kita hadapi. Kita sebut saja beberapa contoh. Sekarang di toko-toko, supermarket, mall, kita akan dapat dengan mudah menemukan hampir semua barang kebutuhan sehari-hari, termasuk di dalamnya adalah mainan anak-anak (mobil, boneka, robot-robotan, dll.). Kemudahan mendapatkan barang mainan semacam itu membuat anak-anak kita kehilangan daya kreativitas dan tentu saja daya juangnya. Kemampuan untuk berpikir pun mengalami penurunan karena mereka tidak pernah mengalami tantangan atau kesulitan. Yang mereka tahu adalah bahwa jika suatu barang diperlukan, di toko sudah tersedia. Daya imaginatif dan kreatif tak pernah berkembang maksimal. Itulah nilai-nilai yang ditawarkan oleh kebijaksanaan duniawi, yang menjadi tantangan nyata bagi kita sekarang ini. Tuhan Yesus sendiri pun telah mengalami atau menghadapi tantangan semacam itu sebagaimana digambarkan di dalam Injil (kita baca misalnya di dalam Matius 4: 1-11). Dikisahkan bahwa ibilis mendesak Tuhan Yesus untuk mengikuti kebijaksanaan duniawi dalam karya pelayanan-Nya di pelbagai bidang kehidupan. Di bidang kebutuhan jasmani: “Perintahkanlah supaya batu-batu ini … ;” kebutuhan akan pengakuan: “Jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, …;” dalam bidang kepemilikan dan penguasaan harta benda: “Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, … .” Sejalan dengan lukisan Injil mengenai “godaan” untuk mengikuti kebijaksanaan duniawi, St. Montfort mengatakan, “Seorang bijak duniawi mendasarkan kelakuannya atas kehormatannya, atas apa yang dikatakan orang, atas apa yang lazim, atas apa yang memberi kesan baik, atas kepentingan pribadi, atas tata karma yang halus, atas lelucon yang berhasil” (CKA 77). Berhadapan dengan “godaan” semacam itu, dia menasehati kita agar “Kita tidak boleh mempercayai atau mengikuti asas-asas dasar dunia. Kita jangan berpikir, berbicara, dan bertindak seperti orang-orang duniawi” (CKA 199). Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena ajaran kebijaksanaan duniawi ini bertentangan dengan ajaran Kristus, Kebijaksanaan yang menjelma, “ … seperti terang berlawanan dengan kegelapan dan kematian dengan hidup” (CKA 199). Singkatnya, kebijaksanaan duniawi ini bertentangan dengan Injil, isi ajaran Sang Kebijaksanaan Abadi dan yang menjelma, Yesus Kristus. Nah, untuk menjauhkan diri dari godaan kebijaksanaan duniawi, St. Montfort memberi tips kepada kita, “Selidikilah dengan cermat apa yang menjadi pendapat mereka dan apa yang mereka utarakan,” sebab, “Pikiran dan kata-kata mereka memutarbalikkan segala kebenaran besar dari iman kita” (CKA 199). Perbedaan antara ajaran kebijaksanaan dunawi dan ajaran Kebijaksanaan Ilahi (Yesus Kristus) inilah yang mendorong St. Paulus menyatakan dengan tegas, “Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
14
Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (1 Kor 1: 22-25). St. Montfort sendiri pun melukiskan bahwa Kebijaksanaan itu elok dalam keabadian, indah dalam waktu, memesonakan mata hati manusia selama hidup-Nya, dan kini menjadi kemuliaan para malaikat. Bahkan dia mempunyai perhatian terhadap semua manusia, terutama kaum pendosa, “… yang secara kelihatan pernah Ia cari di dunia ini dan yang setiap hari Ia masih mencari secara tidak kelihatan” (CKA 126). Akhirnya, perlu disadari bahwa di hadapan kita terbentang dua pilihan dengan akibatnya masingmasing: ada kebijaksanaan duniawi yang tampak/kasat mata, dan Kebijaksanaan Ilahi yang tak kasat mata tetapi menjanjikan dan menjamin keutuhan/kepenuhan hidup kita (sekarang dan selamalamanya). Menjatuhkan pilihan yang tepat dan benar adalah kewajiban kita sebagai orang beriman dan hak kita sebagai manusia!!!
03. Pertanyaan-pertanyaan refleksi pribadi dan bersama: a) Menurut pengalaman Anda, nilai-nilai apa yang mempengaruhi manusia modern (masyarakat kita)? b) Jika dikatakan “Allah itu bijaksana”, apakah yang terlintas dalam pikiran Anda? c) Bagaimana pandangan itu mengubah/membentuk tingkah laku Anda sehari-hari?
04. Niat: Di dalam Cinta dari Kebijaksanaan Abadi (CKA), Santo Montfort menulis: “Mengenal Yesus Kristus, Kebijaksanaan Abadi, berarti mengenal segala-galanya. Mengenal segala-galanya dan tidak mengenal tidak mengenal Dia berarti tidak mengenal apa-apa” (CKA 11). Saya belajar untuk semakin mengenal dan mengasihi Yesus Kristus sebagai satu-satunya yang paling penting dan perlu bagiku!
05. Pewartaan Sabda: Markus 6: 1-3 Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
15
pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.
06. Kontemplasi melalui Doa Rosario: St. Montfort mengajarkan kita untuk memahami kelemahlembutan dan kebijaksanaan Yesus dengan memahami kelemahlembutan dan mengingat kebijaksanaan Maria karena “Dia telah menjadi bunda, penguasa, dan tahta kebijaksanaan Ilahi” (CKA 203). Rangkaian pertama: Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel. “Ketika akhirnya waktu yang ditentukan untuk penyelamatan manusia telah tiba, Kebijaksanaan Abadi mendirikan bagi diriNya sebuah rumah, suatu kediaman yang pantas bagiNya. Ia menciptakan dan membentuk Maria … dengan kegembiraan lebih besar daripada ketika Ia menciptakan semesta alam” (CKA 105). Rangkaian kedua: Maria mengunjungi Elisabet, saudarinya. “Selain itu, Maria adalah takhta rajawi Kebijaksanaan Abadi. Dalam Maria Ia memperlihatkan kebesaranNya, menampakkan kekayaanNya dan merasa berbahagia” (CKA 208). Rangkaian ketiga: Yesus dilahirkan di kandang Betlehem. “Maria adalah ibu Kebijaksanaan Ilahi yang paling pantas karena ia telah mengandungNya dan melahirkanNya sebagai buah rahimnya: "Dan diberkatilah buah rahimmu, Yesus" (Lk 1:42) (CKA 204). Rangkaian keempat: Yesus dipersembahkan dalam Bait Allah. “Maria adalah Penguasa Kebijaksanaan Ilahi. … . … karena Putera Allah, Kebijaksanaan Abadi, tunduk sepenuhnya kepada Maria sebagai BundaNya, Ia telah memberikan kepada Maria suatu kekuasaan bundawi dan alami, yang melampaui pengertian kita, … “ (CKA 205). Rangkaian kelima: Yesus ditemukan kembali di dalam Bait Allah. “Maria merupakan magnit rahasia yang di mana pun ia berada - menarik Kebijaksanaan Abadi dengan begitu kuatnya sehingga Ia tidak mampu melawan. … . Apabila Maria tinggal bersama kita, dengan gampang dan dalam waktu singkat, kita memperoleh Kebijaksanaan Ilahi berkat bantuannya” (CKA 212).
07. Doa Penutup: ”Ave Maris Stella” (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
16
Pertemuan Kelima
KERINDUAN AKAN KEBIJAKSANAAN ALLAH 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst. 02. Pengantar Tema Jika kepada kita diajukan pertanyaan, “Apakah kerinduan atau harapan terdalam hati Anda saat ini?”, hampir pasti akan muncul begitu banyak jawaban. Masing-masing orang akan menemukan beragam jawaban. Sebagai misal, ada yang merindukan agar usahanya mengalami kemajuan, anak berhasil dalam pendidikan atau karir putra-putri terus menanjak, atau anggota keluarga yang sedang sakit dapat segera sembuh. Kita masih akan menemukan jauh lebih banyak lagi kerinduan dan harapan yang terkandung di dalam hati kita. Nah, berbicara mengenai kerinduan, kita mau tidak mau juga berpikir dan mempertimbangkan tanggapan atas kerinduan dan harapan itu. Seperti kerinduan dan harapan, demikian pula tanggapan, pasti berbeda-beda. Setidaknya ada dua macam karakter tanggapan, yakni tanggapan yang bersifat positif-optimistik dan negatif-pesimistik. Keduanya bergantung atau bertalitan erat dengan kenyataan yang dihadapi. Katakanlah kerinduan akan keberhasilan anak-anak dalam proses pendidikan formal mereka. Tanggapan atas kerinduan akan bernada positif-optimistik jika kenyataan yang dihadapi memang sungguh mendukung atau sesuai dengan harapan dan kerinduan yang terkandung dalam batin. Anakanak menggunakan waktunya dengan baik untuk belajar. Hasil ujian memuaskan, dst. Sebaliknya, jika anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal lain dan melupakan tugas pokoknya (belajar, menyelesaikan tugas, menulis paper, menyusun tugas akhir atau skripsi, tesis dll.), tanggapan atas harapan itu bernuansa negatif-pesimistik. “Ah, anak saya sudah dapat gelar MA (Mahasiswa Abadi),” begitu kira-kira ungkapan kesedihan orangtua terhadap situasi nyata yang jauh dari harapan dan kerinduannya. Nah, Allah juga mempunyai kerinduan hati sebagaimana dilukiskan oleh penulis Kitab Suci. Misalnya saja, “Sebab sesungguhnya, Aku inu akan membujuk dia, dan membawa di ke padang gurun, dan berbicara menenangkan hatinya” (Hos 2: 13). Melalui ucapan itu, Nabi Hosea mau mengungkapkan bahwa Allah sungguh merindukan kedekatan atau kemesraan relasi dengan manusia, dengan bangsa Israel, umat pilihan-Nya; tentu juga dengan kita semua. Tuhan kita Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup pun, mengungkapkan kerinduan-Nya seperti dilukiskan oleh penginjil Lukas, “Kata-Nya kepada mereka: „Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita‟” (Luk 22: 15). Tuhan Yesus merindukan perjamuan bersama sekaligus mengungkapkan kedekatan relasi-Nya dengan para murid-Nya. Perjamuan adalah salah satu ungkapan sosial kedekatan relasi antarmanusia atau juga menjadi salah satu sarana untuk mendekatkan relasi satu sama lain. Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
17
Lantas bagaimana St. Montfort sendiri melukiskan kerinduan Allah atas kita? Di dalam CKA. St. Montfort mengatakan, “Keindahan abadi dan sangat layak dicintai ini begitu kuat merindukan persahabatan manusia, sehingga Ia menulis suatu buku khusus untuk memenangkannya (lihat CKA 16). Di dalam buku ini, Ia mengungkapkan kepada manusia keunggulan diriNya dan betapa Ia merindukan persahabatan manusia. Buku ini bagaikan sepucuk surat seorang kekasih kepada pacarnya untuk memenangkan kasih sayangnya. Kerinduan akan hati manusia yang diungkapkanNya di situ begitu mendesak, usaha pencarian persahabatan di dalamnya begitu lemah lembut, rayuan dan janji-janjiNya pun begitu penuh cinta kasih, sehingga bila mendengarkan bahasa itu, kita tidak akan menyangka bahwa Dia ratu surga dan bumi, melainkan seorang yang membutuhkan manusia untuk dapat menjadi bahagia” (CKA 65). Jika Allah sedemikian merindukan persahabatan, relasi yang dekat dengan kita, umat yang dikasihiNya dengan begitu istimewa, bagaimana seharusnya tanggapan kita? Mari kita perhatikan lukisan yang dibuat oleh penulis Kitab Mazmur berikut ini: “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang keringa dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu” (Mzm 63: 2-3). St. Montfort member nasehat bagaimana sebaiknya manusia bertindak untuk menanggapi kerinduan Allah atas hidupnya. “Aku jatuh cinta kepada Kebijaksanaan dan kucari sejak masa mudaku, aku berusaha memperolehNya sebagai mempelaiku (Keb 8:2). Barangsiapa ingin memperoleh harta besar Kebijaksanaan, harus mencari Dia seperti Salomo : 1. sejak dini, malahan kalau mungkin sejak masa kecil; 2. rohani dan murni, sebagaimana seorang mempelai pria yang suci murni mencari mempelai wanitanya; 3. dengan tekun, sampai akhir, sampai telah mendapatkannya. Sudah pasti bahwa Kebijaksanaan Abadi dalam cintaNya bagi jiwa-jiwa sampai mengawini mereka dan melangsungkan suatu perkawinan rohani namun nyata dengan mereka, yang tidak dikenal dunia. Namun dalam sejarah kita melihat contoh-contohnya” (CKA 54). Di antar semua manusia, yang “orang terpilih” yang mendapatkan kerinduan khusus dari Allah. MARIA. Kepada dia-lah Allah menyatakan rencana karya penyelamatan-Nya. Penginjil Lukas menulis, “Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, „Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau‟” (Luk 1: 28); dan St. Montfort menulis, “Selama empatbelas tahun pertama hidupnya, Maria mengalami pertumbuhan begitu pesat dalam rahmat dan dalam kebijaksanaan Allah dan menghayati kesetiaan yang begitu sempurna kepada cinta kasih-Nya, sehingga ia tidak hanya memesonakan semua malaikat, tetapi juga Allah sendiri” (CKA 107).
03. Pertanyaan-pertanyaan refleksi pribadi dan bersama: a) Bagaimana saya mengalami Allah yang merindukan diriku? b) Apakah kualitas-kualitas kerinduanku akan Allah? c) Bagaimana saya mengalami dan merasakan kerinduan Maria yang berkobar-kobar akan Allah? 04. Niat: Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
18
Kebijaksanaan Ilahi adalah yang paling pantas dirindukan. “Berapa lama lagi saya akan terus mencintai kesia-siaan dan mencari kebohongan?” (CKA 181)
05. Pewartaan Sabda: Kebijaksanaan 8: 2, 5-7, 9 Aku jatuh cinta kepada kebijaksanaan dan kucari sejak masa mudaku, aku berusaha memperolehnya sebagai mempelaiku dan aku menjadi pencinta kemolekannya. Kalau kekayaan merupakan milik yang diinginkan dalam kehidupan, maka apa gerangan yang lebih kaya dari pada kebijaksanaan yang mengerjakan segala sesuatu? Kalau kepintaran yang bekerja, siapa gerangan di antara semua yang ada yang lebih berbakat seni dari pada kebijaksanaan? Dan kalau seseorang mengasihi kebenaran, maka kebajikan adalah hasil jerih payah kebijaksanaan. Sebab ia mengajarkan menahan diri dan berhatihati, keadilan dan keberanian; dari pada semuanya itu tidak ada sesuatupun dalam kehidupan yang lebih berguna bagi manusia. Maka itu aku memutuskan berjodoh dengannya sepanjang umur hidupku, sebab aku tahu bahwa diberinya aku nasehat yang baik dan menjadi penghibur dalam kesusahan dan kemasygulan. 06. Kontemplasi melalui Doa Rosario: Maria adalah Ibu, Ratu, dan Tahta Kebijaksanaan Ilahi (CKA 203). Melalui dia, marilah kita berdoa untuk mengalami “akibat-akibat mengagumkan dari Kebijaksanaan” (CKA Bab 8): Rangkaian Pertama: “Kebijaksanaan Abadi memberikan RohNya yang Terang semata-mata kepada hati yang menyambut Dia, … “ (CKA 92). Rangkaian Kedua: “Ia menyampaikan kepada manusia pengetahuan luhur para orang kudus dan ilmu pengetahuan alamiah yang lain, malahan pengetahuan yang paling rahasia, kalau mereka diperlukan: … “ (CKA 93) Rangkai Ketiga: “Kebijaksanaan tidak hanya memberikan terang kepada manusia untuk mengenal kebenaran, tetapi juga suatu kekuatan yang ajaib untuk membagi-bagikannya kepada orang lain…“ (CKA 95). Rangkaian Keempat: “Kebijaksanaan Abadi merupakan pokok kebahagiaan dan sukacita Bapa yang kekal, serta kegembiraan para malaikat. Selain itu, Ia juga menjadi sumber sukacita yang paling murni dan penghiburan bagi manusia yang memilikiNya” (CKA 98). Rangkaian Kelima: “Ia membuat mereka sungguh berapi-api, mengilhami mereka mengerjakan hal-hal besar demi kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa” (CKA 100).
07. Doa Penutup: “Ave Maris Stella” (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
19
Pertemuan Keenam
PEMBAPTISAN SEBAGAI KEPUTUSAN DASAR 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst. 02. Pengantar Tema Entah sadar atau tidak sadar, dalam aneka kualitas dan intensitas (kedalaman), kita membuat pelbagai keputusan. Kemampuan untuk membuat keputusan selalu mengandaikan kemampuan untuk berpikir, membuat pelbagai pertimbangan dengan menggunakan kekuatan/daya nalar. Berangkat dari pengertian ini, seharusnya bahwa setiap keputusan yang diambil oleh manusia membawa kebahagiaan, sukacita bagi dirinya dan sesama. Perlu disadari bahwa setiap keputusan sebagai sebuah tindakan itu netral di dalam dirinya. Namun, ketika sebuah keputusan dijatuhkan – yang tentu saja mengandung nilai-nilai dan pesan, ia membawa akibat yang jelas. Di satu pihak, sebuah keputusan dapat berdampak positif atau menghasilkan keutuhan, perwujudan diri, kepenuhan. Namun, di lain pihak, sebuah keputusan dapat pula berdampak negatif atau menghasilkan keterasingan, penghancuran diri, dan kekosongan diri (makna hidup). Contoh kasus! Seorang pemuda, sebut saja namanya Paulus, memiliki simpanan uang sebanyak beberapa juta Rupiah. Suatu ketika salah seorang keluarganya mengajak dia untuk ikut di dalam usaha jula-beli mata uang asing dengan bunga yang mengggiurkan. Ada begitu banyak hal yang menjadi bahan pertimbangannya. Salah satu dari sekian banyak alas an, yakni kenyataan uang yang dia miliki saat ini adalah hasil jerih-payah yang cukup lama. Sementara itu tawaran yang ada tampaknya begitu gampang. Dalam tempo singkat, uangnya dapat beranak-pinak berlipat-lipat. Apalagi masih begitu banyak peluang dan janji manis yang membuat hatinya berbunga-bunga. Hatinya sempat tergugah juga. Namun, akal sehatnya masih cukup jernih dan berfungsi. Dia masih sempat bertanya di dalam hati, “Kalau saya mendapatkan keuntungan sedemikian besar seperti yang dijanjikan, tentu pengusaha itu akan rugi. Atau jangan-jangan malah sebaliknya. Dia untung, saya buntung!” Akhirnya, dia memutuskan untuk menolak tawaran tersebut dan menyimpan uangnya sebagian di koperasi kredit dan sebagiannya lagi di bank resmi. Keputusan yang dibuat Paulus tepat. Tak lama berselang, di daerahnya terjadilah kehebohan. Usaha jual-beli mata uang asing itu ternyata Cuma kedok penipuan besar-besaran. Banyak orang yang hancur akibat usaha itu. Ada banyak keluarga yang terancam berantakan akibat keputusan untuk terjun ke dalam usaha tersebut. Dalam diam Paulus tersenyum. Dia bersyukur bahwa keputusannya tepat. Dia lebih mendengarkan suara hatinya daripada tergiur dengan janji-janji manis dan mulukmuluk yang disampaikan oleh kerabatnya. Jika melihat dengan cermat, kita dapat merumuskan bahwa ada banyak keputusan terpenting di dalam hidup yang melibatkan manusia masa kini. Misalnya, ada keputusan untuk mengurangi Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
20
pengasuh emisi gas buangan rumah kaca terhadap pemanasan seluruh permukaan bumi. Kendati tampak agak terlambat diambil, keputusan ini tetap perlu dan berdampak positif bagi kehidupan seluruh dunia di masa yang akan dating. Keputusan lainnnya, upaya untuk mengurangi angka kemiskinan seluruh warga dunia. Atau juga keputusan pembukaan pasar bebas di seluruh dunia, yang masih terus mengundang pro-kontra. Masih tak terhitung jumlah keputusan yang diambil dan dilaksanakan. Tentu saja, semua keputusan itu dilatarbelakangi oleh nilai-nilai tertentu. Keputusan pengurangan emisi gas rumah kaca terhadap pemanasan mendun ia dipengaruhi oleh nilai keselamatan dunia dan seluruh makhluk yang menghuninya, termasuk manusia. (Tema ini telah menjadi bahan pembahasan dan refleksi kita di dalam pertemuan sebelumnya!) Upaya pengurangan angka kemiskinan di seluruh dunia didasarkan pada alasan bahwa kesejahteraan adalah hak azasi setiap orang; dan adalah kewajiban Negara yang lebih makmur untuk membantu sesama (manusia) warga negara/bangsa lainnya yang kurang mampu. Nah, kini marilah kita melihat apa yang dikatakan KS mengenai tema ini. Santo Paulus di dalam Suratnya kepada Umat di Kolose melukiskan orientasi hidup kita sebagai pengikut Kristus (lih. Kol 3: 1-4). Sebagai pengikut Kristus, St. Paulus memberikan nasehat agar kita meninggalkan cara hidup duniawi (lih. Kol. 3: 5-8) dan mengenakan cara hidup surgawi (Kol 3: 12-17). Singkatnya, kita mesti berusaha untuk terus-menerus menyadari status hidup kita sebagai “manusia baru”. Karena itu, St. Montfort mengatakan bahwa Kristus harus menjadi tujuan hidup kita, Pembaptisan harus menjadi keputusan dasariah kita, dan Maria harus menjadi sarana kita menuju kepada Yesus. Kristus harus menjadi tujuan kita Mengapa Kristus mesti menjadi satu-satunya tujuan kita? Santo Montfort memberikan jawaban kepada kita, yakni karena “Yesus Kristus adalah „Alfa dan Omega‟ (Why 21:6), awal dan akhir dari segala sesuatu. Menurut Rasul Paulus kita bekerja hanya untuk „membawa setiap orang kepada kesempurnaan dalam Yesus Kristus‟ (bdk Ef 4: 13). … . ‟Hanya di dalam Dialah kita diberkati dengan setiap berkat rohani‟ (Ef 1: 3). Kristus adalah satu-satunya Guru untuk mengajar kita, satu-satunya Tuhan yang pada-Nya kita harus bergantung dan satu-satunya Kepala yang dengan-Nya kita harus bersatu. Kita tidak memiliki contoh lain untuk menyesuaikan diri kita dengannya, … . … . Dia satu-satunya yang adalah segala-galanya bagi kita, yang harus cukup bagi kita” (BS 61). Pembaptisan harus menjadi keputusan kita Ada begitu banyak keputusan yang mungkin jauh lebih penting, tetapi mengapa kita malah mengambil “pembaptisan” sebagai keputusan kita yang paling penting? Sekali lagi St. Montfort memberikan jawaban dan alas an yang meneguhkan kita, “Karena sebelum pembaptisannya setiap orang Kristiani adalah hamba setan: waktu itu ia sungguh miliknya. Namun pada saat pembaptisan, secara pribadi atau melalui wali baptisnya, secara meriah ia menolak setan, perbuatan dan kesia-siaannya; ia telah memilih Yesus Kristus menjadi Gurunya dan Penguasanya yang mutlak untuk bergantung pada-Nya selaku hamba kasih. … . Malahan dalam devosi ini orang berbuat lebih banyak daripada di saat pembaptisan. Pada saat Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
21
pembaptisan biasanya orang berbicara melalui mulut orang lain, yaitu para wali baptis, dan orang menyerahkan diri kepada Yesus Kristus hanya melalui orang-orang yang mewakilinya. Tetapi di dalam devosi ini orang bertindak secara pribadi, dengan sukarela dan dengan penyadaran tentang apa yang sedang berlangsung” (BS 126). Maria harus menjadi sarana kita Jika dikatakan bahwa “Maria harus menjadi sarana kita” tidak lain St. Montfort menyatakan sebuah kebenaran bahwa “…bakti ini hanya perlu bagi kita untuk menemukan seutuhnya, mengasihi dengan mesra serta melayani Yesus Kristus dengan setia” (62). Dengan perkataan lain, Kristus tetap menjadi tujuan hidup kita.
03. Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi pribadi dan bersama: St. Montfort menulis, “Janji yang terpenting adalah yang kita buat pada saat pembaptisan. Tetapi siapa yang terus berpegang pada ikrar agung itu? Siapa yang hidup setia menurut janji-janji pembaptisan suci?” (BS 127) a) Bagaimana pernyataan tersebut diterapkan di dalam kehidupanku sekarang ini? b) Pada bagian manakah di dalam hidupku, aku mengalami semacam “kebiasaan kealpaan akan janji-janji dan tanggung jawab pembaptisan”?
04. Niat: Di dalam doa, saya mengambil sebuah “keputusan” untuk meninggalkan salah satu dari cara hidupku yang lama dan saya “memilih” untuk memupuk suatu keutamaan yang akan memampukan saya mengalami perkembangan di jalan menuju kepada Kristus.
05. Pewartaan Sabda: Roma 6: 3-4 Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.
06. Kontemplasi melalui Doa Rosario: Bersama dengan Bunda Maria, marilah kita memandang Yesus, keputusan dasariah kita, dengan perkataan Montfort (BS 61). Pada setiap sepuluhan, setelah “Kemuliaan”, kita bersama-sama Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
22
mengucapkan, “Yesus Kristulah segala-galanya bagi kita dan hanya Dia-lah yang dapat memuaskan kerinduan kita.” Rangkaian Pertama: “Yesus Kristus-lah satu-satunya Dokter yang dapat menyembuhkan kita.” Rangkaian Kedua: “Yesus Kristus-lah satu-satunya Gembala yang dapat memberi kita makan.” Rangkaian Ketiga: “Yesus Kristus-lah satu-satunya Jalan yang dapat mengantar kita.” Rangkaian Keempat: “Yesus Kristus-lah satu-satunya Kebenaran yang dapat kita percayai.” Rangkaian Kelima: “Yesus Kristus-lah satu-satunya Hidup yang dapat memberi kita daya tumbuh.”
07. Doa Penutup: “Ave Maris Stella” (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
23
Pertemuan Ketujuh
KEHIDUPAN DOA DAN MATIRAGA 01. Doa Pembuka: “Ya Yesus yang hidup dalam Maria, “Mahkota Kecil SP Maria,” dst. 02. Pengantar Tema A. Kehidupan Doa Ketika kita hendak berbicara mengenai doa, hati dan terutama pikiran kita kerap dihadapkan pada pertanyaan mengenai makna/arti doa itu. Selain itu, kita pun masih melontarkan aneka pertanyaan lain menyangkut tema yang sama. Misalnya saja, untuk apa kita berdoa dan bagaimana cara kita berdoa? Bagaimana pula perasaan atau suasana hati ketika kita berdoa? Apa sajakah buah-buah doa kita dan bagaimana sebaiknya kita menghadapi dan menerimanya? Tentu jika dideretkan semuanya, begitu banyak pertanyaan yang bakal muncul. Demikian pula halnya dengan matiraga! Kini baiklah kita terlebih dahulu menegaskan makna atau arti doa dan matiraga sebagai titik tolak bagi kita untuk menelusuri tema ini lebih lanjut. Pada umumnya orang akan mengatakan bahwa doa adalah komunikasi pribadi antara manusia dengan Tuhan. Komunikasi atau relasi tidak berjalana begitu saja, tetapi memerlukan suatu titik awal, suatu perjumpaan pribadi. Kalau hal ini kita letakkan dalam konteks iman kita sebagai pengikut Kristus, kita mesti tanpa ragu mengatakan bahwa perjumpaan pribadi atau titik awal – entah sadar atau tidak – terjadi ketika kita menerima Sakramen Baptis. Pada saat itu, di satu pihak kita ditemui oleh Allah secara pribadi dalam dan melalui PutraNya, Tuhan kita Yesus Kristus, dan di lain pihak kita menyambut/menerima tawaran persahabatan Allah dalam Yesus Kristus. Perjumpaan itu mencapai titik puncaknya ketika kita menerima Tubuh dan Darah Kistus di dalam perayaan Ekaristi --- juga melalui Sakramen-sakramen lainnya. Berangkat dari sana, dibimbing oleh terang Sabda Tuhan, kita dapat memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan di atas. Pertama-tama, kita berdoa agar “kehendak Allah Bapa dilaksanakan” seperti disabdakan Tuhan Yesus, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga” (Mat 7: 21). Kita berdoa kepada Tuhan agar kita dikuatkan untuk dapat: a) melaksanakan rencana dan kehendak-Nya Allah. Selain itu, bersama dengan penulis Kitab Kebijaksanaan, kita memohon agar Allah Bapa “sudi kiranya mengirimkan kebijaksanaan” karena “kebijaksanaan mengetahui dan memahami segala-galanya” (lih. Keb. 9: 1, 10-11). Dengan perkataan lain, di dalam doa, b) kita memohon kebijaksanaan.
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
24
Lantas bagaimana cara kita berdoa? Tuhan Yesus mengatakan supaya kita berdoa dengan penuh ketekunan. Kita berdoa tidak sekadar untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kita sekarang ini, melainkan terutama agar kita sungguh mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Maka, dikatakan, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah maka akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu” (lih. Mat 7: 7-11). Ajaran KS (Injil) digarisbawahi lagi oleh St. Montfort bahwa yang dicari di dalam doa bukan cinta kasih, kerendahan hati, kesabaran atau salah satu kebajikan luhur lain, melainkan Kebijaksanaan karena di dalamnya terkandung segala kebajikan (lih. CKA 184). Untuk itu, St. Montfort menyarankan agar kita: pertama, meminta Kebijaksanaan ini dengan iman yang hidup dan teguh, tanpa ragu-ragu (lih. CKA 185). Kedua, kita berdoa dengan iman yang murni tanpa pamrih (lih. CKA 186. Ketiga, kita berdoa dengan tekun (dan mendesak; ingat Doa Menggelora untuk memperoleh para misionaris Maria) untuk memperoleh Kebijaksanaan. Berkaitan dengan doa untuk memperoleh Kebijaksanaan ini, St. Montfort menunjukkan setidaknya ada dua jenis doa, yakni doa lisan dan doa batin, yang terangkum secara sangat indah di dalam doa Rosario Suci. Di dalam doa itu, kita merenungkan peristiwa-peristiwa hidup Yesus dan Bunda-Nya (lih. CKA 193).
B. Matiraga Santo Paulus mengatakan, matiraga adalah disiplin penyangkalan diri yang dituntut demi perkembangan dalam kehidupan baru melalui iman dan baptisan (dbk. Rom. 8: 13; Gal. 5: 24). Dalam tulisannya yang lain, Paulus menegaskan sebuah prinsip yang sangat kuat dia pegang. Dia mengatakan bahwa “… apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dia-lah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah …” (Fil 3: 7-12). Secara singkat, dapat dikatakan bahwa pertama, matiraga itu erat berkaitan dengan proses konversi (pertobatan, berubahan) batin; kedua, tujuannya adalah “mengenakan Yesus Kristus” (lih. Gal 3: 27); ketiga, menegaskan tekad kita untuk mengikuti Yesus (lih. Luk 9: 23); dan keempat, matiraga adalah suatu kematian fisik untuk dapat dilahirkan secara baru. St. Montfort menegaskan bahwa salah satu syarat untuk memperoleh Kebijaksanaan yang menjelma adalah matiraga dan penyangkalan dunia dan diri sendiri. Dia mengatakan, “… kita harus melakukan matiraga dan menyangkal dunia dan diri sendiri untuk memperoleh Kebijaksanaan yang menjelma, Yesus Kristus” (CKA 194); dan matiraga yang dimaksud oleh St. Montfort adalah sebuah “matiraga di mana-mana, terus-menerus, dengan berani namun bijaksana” (CKA 196). Matiraga memungkinkan kita mengosongkan diri sendiri dan menghilangkan cinta diri, dan bagi St. Montfort, cara yang paling sempurna untuk itu (mengosongkan diri) adalah “membersihkan karya amal kita dari setiap cinta diri dan kelekatan tak terpantau pada ciptaan yang secara tak terasa menerobos masuk ke dalam perbuatan-perbuatan kita yang terbaik” (BS 146).
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
25
03. Pertanyaan-pertanyaan untuk refleksi pribadi dan bersama: a) Apakah aku bertekad untuk pertama-tama mencari Kebijaksanaan di dalam doaku? Konkretnya bagaimana? b) Untuk membatinkan karunia Kebijaksanaan, apakah saya pernah melakukan “doa hati”? c) Dapatkah aku mempersembahkan banyak hal (cuaca buruk, sakit, peristiwa tidak enak, dll.) sebagai laku tapa (matiraga)? d) Bagaimana Bunda Maria membantu saya di dalam proses pertobatan sehari-hari? 04. Niat: Aku mengucapkan di dalam hati doa ini: “Tuhan, berikanlah aku karunia Kebijaksanaan!” Dan kemudian saya berusaha mengikuti nasehat St. Montfort, “Tinggalkanlah segala-galanya dan kamu akan menemukan segala-galanya dengan menemukan Yesus Kristus Kebijaksanaan yang menjelma” (CKA 202).
05. Pewartaan Sabda: Matius 6: 7-13; Ef. 4: 22-24 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. 06. Kontemplasi melalui Doa Rosario: St. Montfort mengatakan, “Apa yang menurut pendapatku menjadi alasan yang paling kuat antara semua motif yang mendorong kita kepada cinta kepada Yesus Kristus, Kebijaksanaan Abadi, adalah: penderitaan yang ingin Dia alami untuk membuktikan cinta-Nya bagi kita” (CKA 154). Marilah kita menatap Kristus dan merenungkan beberapa di antara sekian banyak kejadian yang membuat Dia menderita. Rangkaian pertama: “Dia menderita dalam kehormatan dan nama baik-Nya. Sebab Ia ditumpahi dengan kehinaan dan disebut seorang penghujat, seorang pemberontak, seorang pemabuk, seorang serakah dan kerasukan setan” (CKA 159). Rangkain kedua: “Ia menderita dalam kebijaksanaan-Nya: mereka mencemooh Dia sebagai manusia penipu dan mereka memperlakukan Dia sebagai seorang yang tidak waras dan gila” (CKA 159). Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
26
Rangkaian ketiga: “Dia menderita dalam kekuasaan-Nya: oleh karena musuh-musuh-Nya menganggap Dia seorang dukun dan seorang tukang sihir yang mengerjakan mujizat yang palsu karena persekutuan-Nya dengan setan” (CKA 159). Rangkaian keempat: “Dia menderita dalam kelompok murid-Nya. Satu dari mereka menjual-Nya demi uang dan mengkhianati Dia. Seorang yang lain, pemimpin mereka, menyangkal Dia dan yang lain meninggalkan-Nya” (CKA 159). Rangkaian kelima: “Malahan kehadiran ibu-Nya yang terberkati menambah secara menyakitkan penderitaan-Nya, oleh karena ketika Dia sedang menghadap ajal-Nya Dia melihat ibu-Nya berdiri di kaki salib, tenggelam dalam laut kedukaan” (CKA 160).
07. Doa Penutup: “Ave Maris Stella” (Salam Bintang Laut)
Kerabat Santo Montfort (KSM) Indonesia | Totus Tuus - Tahap I: PENGENALAN DUNIA
27