KESALAHAN UMUM TATA BAHASA ARAB DALAM PENERJEMAHAN NASKAH KEISLAMAN (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh:
Yupi Desfina NIM:105024000880
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Maret 2010
Yupi Desfina NIM:105024000880
KESALAHAN UMUM TATA BAHASA ARAB DALAM PENERJEMAHAN NASKAH KEISLAMAN (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S.)
Oleh
Yupi Desfina NIM:105024000880
Pembimbing
Dr. Sukron Kamil, M. Ag. NIP : 196904151997031004
JURUSAN TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2010
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab dalam Penerjemahan Naskah Keislaman (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada kamis, 20 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah. Jakarta, 20 Mei 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekretaris Merangkap Anggota,
Ahmad Saekhuddin, M.Ag. NIP: 197005052000031003
Drs. Ikhwan Azizi, MA. \ NIP: 195708161994 031001
Anggota
Dr. Sukron Kamil, M. Ag. NIP : 196904151997031004
ABSTRAK
Yupi Desfina “Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab dalam Penerjemahan Naskah Keislaman (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)”. Dibawah bimbingan Dr. Sukron Kamil, M. Ag. Salah satu syarat penerjemahan yang dikemukakan oleh para ahli adalah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penguasaan bahasa meliputi berbagai faktor kebahasaan, di antaranya tata bahasa. Seorang penerjemah akan menghasilkan terjemahan yang baik jika memahami tata bahasa dengan baik. Dalam menerjemahkan teks berbahasa Arab, pemahaman mengenai tata bahasa Arab sangatlah diperlukan, karena bahasa Arab berbeda dengan bahasabahasa asing lainnya di dunia. Sebab untuk membaca teks yang akan diterjemahkan saja harus menggunakan tata bahasa Arab yang dikenal dengan ilmu nahwu dan shorof dengan benar agar penerjemah tidak salah menentukan kedudukan kalimat. Di Indonesia, Universitas yang membuka jurusan khusus studi penerjemahan masih sangat terbatas. Salah satunya adalah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada jurusan Tarjamah ini, pengajaran tata bahasa – bahasa Arab atau yang lebih dikenal dengan istilah qawaid, sesuai dengan kurikulum diberikan pada semester I, semester II, dan semester III. Namun, secara umum perlu diakui bahwa mahasiswa tarjamah masih belum dapat dikatakan sepenuhnya menguasai tentang teori tata bahasa – bahasa Arab atau qawaid. Oleh karena itu, untuk melahirkan penerjemah-penerjemah yang baik, bermutu, penguasaan mahasiswa di bidang tata bahasa Arab harus ditingkatkan kembali. Baik mahasiswa, dosen, kurikulum, serta sarana dan prasarana yang menunjang proses pembelajaran haruslah lebih diperhatikan kembali. Menurut kesimpulan Penulis, mahasiswa Tarjamah semester VIII, meskipun telah menjalani studi selama empat tahun, masih memiliki kelemahan dalam bidang tata bahasa Arab, baik nahwu (sintaksis), maupun sharaf (morfologi). Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil terjemahan.
i
PRAKATA Puji Syukur senantiasa Penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang senantiasa melimpahkan begitu banyak nikmat serta pertolongan kepada Penulis, sehingga karya ini bisa selesai dan hadir ke hadapan para pembaca. Salawat serta Salam semoga selalu tercurahkan kepada teladan alam semesta, Kanjeng Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat. Semoga kita mendapatkan “curahan syafa’atnya” di hari akhir nanti. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada civitas academica UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, terutama kepada; 1. Dr. Abd. Chaer, MA., yang kini menjabat Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 2. Drs. Ikhwan Azizi, MA., selaku Ketua Jurusan Tarjamah serta Sekretaris Jurusan Tarjamah, Ahmad Saekhuddin, M.Ag. yang telah membantu penulis menyangkut segala macam urusan akademik. 3. Dr. Sukron Kamil, M. Ag. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, memberikan referensi serta memotivasi Penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan Bapak. 4. Kepada jajaran Dosen Tarjamah: Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk. Syarif Hidayatullah, M.Hum, Bpk. Irfan Abubakar, MA., Bpk. Drs. A. Syatibi, M.Ag, Dr. H. Ismakun Ilyas, MA. dan masih banyak dosen lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih yang tak terhingga. Semoga ilmu yang Penulis dapatkan bermanfaat di kemudian hari. 5. Penghormatan serta salam cinta Penulis haturkan kepada Kedua Orang Tua Penulis terkasih, Ayahanda Zainuddin M. Nur dan Ibunda Puryanti. Meskipun jauh, namun selalu memberikan do’a, kasih sayang, motivasi serta semangat kepada Penulis. Kepada Adinda tersayang Miko
ii
Yohara & Fici Kohana yang telah memberikan dorongan dan semangat hingga Penulis dapat terus bangkit. 6. Kepada sanak saudara, terutama Drs. H. Minas M. Nur yang telah memberikan
motivasi
kepada
Penulis,
sehingga
Penulis
bisa
menyelesaikan skripsi ini. 7. Kepada Kakanda terkasih Nunung Nurudin, S. Th. I, yang telah memberikan bantuan baik waktu, pemikiran, moril, serta motivasi, sehingga Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 8. Terima kasih kepada temanku Eny Fitriah yang telah banyak membantu Penulis atas info dan pengalamannya, serta kawan-kawan seperjuangan di Jurusan Tarjamah Angkatan 2005 Zainab, Lina, Agus, Aida, Tami, Yusa, Asep, Dwi, Hairiyah, Yudi, Deni, Doli, Hilman, dan Tathonk. Selain itu tak lupa juga kepada teman-teman BEM-J Tarjamah dan juga kepada seluruh Kakak kelas dan adik kelas sehingga Penulis bangga menjadi salah satu mahasiswa Tarjamah. Penulis menghaturkan beribu terima kasih kepada seluruh teman-teman atas pinjaman referensinya yang begitu berharga, yang telah mencerahkan dan memberikan paradigma baru kepada Penulis. Semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Saran serta kritik konstruktif sangat Penulis butuhkan untuk interpretasi yang lebih baik lagi. Jakarta, 18 Maret 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN PANITIA UJIAN ABSTRAK……………………………………………………………… PRAKATA……………………………………………………………… DAFTAR ISI……………………………………………………………. PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN………………………..
BAB I
i ii iv vi
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah................................................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................7 D. Tinjauan Pustaka ...........................................................................8 E. Metodologi Penelitian ...................................................................10 F. Sistematika Penulisan ...................................................................12
BAB II TINJAUAN TEORITIK SOAL PENERJEMAHAN & TATA BAHASA ARAB A. Wawasan Penerjemahan ...............................................................15 1. Definisi Penerjemahan ............................................................15 2. Proses Penerjemahan...............................................................17 3. Metode Penerjemahan.............................................................19 B. Sekilas Tata Bahasa Arab..............................................................24 1. Definisi Tata Bahasa Arab ......................................................24 2. Morfologi (Sharaf) ..................................................................28 3. Sintaksis (Nahwu) ...................................................................37
iv
BAB III
LATAR BELAKANG MAHASISWA TARJAMAH SEMESTER VIII PERIODE 2005/2006 A. Sekilas Tenrang Jurusan Tarjamah dan Kurikulum ......................48 1. Sejarah.....................................................................................48 2. Visi dan Misi ...........................................................................50 3. Kurikulum ..............................................................................51 4. Dosen Pengajar dan Tenaga Pendukung .................................52 5. Sarana dan Prasarana...............................................................54 B. Latar Belakang Pendidikan ...........................................................55 C. Metode Pengajaran Tata Bahasa Arab di Jurursan Tarjamah .......56
BAB IV
ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Teks Tata Bahasa Arab Hasil Terjemahan Teks-Teks Naskah Keislaman Oleh Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006 ........................................................................61 1. Latar Belakang Pendidikan Mahasiswa Tarjamah Periode 2005/2006................................................................................61 2. Respon Mahasiswa Terhadap Penerjemahan ..........................63 3. Analisis Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab ........................66 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesalahan Umum dalam Tata Bahasa Arab ....................................................................74
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 82 B. Saran............................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
PEDOMAN TRANSLITERASI Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam bahasa latin: Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ا
-
tidak dilambangkan
ب
b
be
ت
t
te
ث
ts
te dan es
ج
j
je
ح
h
h dengan garis bawah
خ
kh
ka dan ha
د
d
de
ذ
dz
de dan zet
ر
r
er
ز
z
zet
س
s
es
ش
sy
es dan ye
ص
sh
es dan ha
ض
dh
de dan ha
ط
th
te dan ha
ظ
zh
zet dan ha
ع
،
koma terbalik di atas hadap kanan
vi
غ
gh
ge dan ha
ف
f
ef
ق
q
ki
ك
k
ka
ل
l
el
م
m
em
ن
n
en
و
w
we
ه
h
ha
ء
'
apostrof
ي
y
ye
Vokal Pendek Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan fokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
َ
a
fathah
--ِ--
i
kasrah
ُ
u
dammah
vii
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
أي
ai
Aa dan i
أو
au
Aa dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab
ﺎ ﻲ ۔ﻮ
Tanda Vokal Latin â
Keterangan a dengan topi di atas
î
i dengan topi di atas
û
u dengan topi di atas
Lain-lain: 1. Lafal al- ( ) الdisimbolkan dengan al- , meskipun lafal setelahnya adalah syamsiyyah atau qamariyyah. 2. Transliterasi untuk ta marbuthah ada dua; 1) ta marbuthah yang hidup disebabkan mendapatkan harakat, maka transliterasinya adalah …t… ; 2) ta marbuthah yang mati diakibatkan di akhir kalimat atau berharakat sukun, maka transliterasinya adalah …h…. 3. Syaddah ditandai dengan huruf ganda seperti lafal:
اﷲ
maka
transliterasinya adalah: Allah. 4. Huruf capital mengikuti EYD bahasa Indonesia. Untuk proper name (nama diri, nama tempat, dan sebagainya), seperti al-Kindi bukan Al-Kindi (untuk huruf “al” a tidak boleh kapital.
viii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pada dasarnya tata bahasa merupakan pelajaran utama dalam mempelajari
suatu bahasa, terutama dalam bahasa Arab. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena bagaimana pun bahasa Arab merupakan bahasa yang kaya akan kosa kata dan memiliki tata bahasa yang unik. Sedikit saja terdapat penyimpangan dalam membaca atau menuliskan kaidahnya, akan sangat berpengaruh dalam makna yang terkandung pada sebuah teks. Setiap bahasa adalah komunikatif bagi para penuturnya. Dilihat dari sudut pandang ini, tidak ada bahasa yang lebih unggul dari pada bahasa yang lain. Namun, setiap bahasa memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dari bahasa yang lain. Demikian pula bahasa Arab (BA) memiliki karakteristik dari bahasa yang lain, dalam hal ini bahasa Indonesia (BI). Karena itu, seorang penerjemah dituntut untuk menguasai kedua bahasa tersebut sebagai bahasa sumber dan bahasa penerima. Jika salah satunya diabaikan, penerjemah akan mengalami kesulitan tatkala menghadapi perbedaan yang substansial antara keduanya. 1 Bahasa Arab dan bahasa Indonesia adalah dua bahasa yang lahir dari dua rumpun bahasa yang berbeda. Bahasa Arab dari rumpun bahasa Semit, sedangkan bahasa Indonesia berasal dari rumpun bahasa Astronesia atau Melayu Polenesia. Sudah barang tentu kedua bahasa ini mempunyai persamaan dan perbedaan.
1
Syihabudin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 39.
1
2
Perbedaan karekteristik (sui generis) dalam setiap bahasa menyebabkan kesulitan bagi seorang penerjemah (Catford 1965:27), maksudnya mempunyai sistem tersendiri. Nida dan Taber (1974:3) menyebutkan each language has its own genius, setiap bahasa mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan bahasa lainnya, misalnya dalam pembentukan kata, pola urutan frase, dlsb. 2 Bahasa Arab saat ini menjadi suatu bahasa yang sangat populer di seluruh pelosok dunia. Bukan saja ingin mempelajari tentang bahasanya, akan tetapi kekayaan ilmu dan wawasan yang terdapat di tanah Arab ini menjadikannya suatu bahasa yang harus dipelajari. Banyak penerjemah dari berbagai Negara berlombalomba dalam menerjemahkan kitab-kitab dari Negara Arab ini, terutama Negaranegara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, salah satunya Indonesia. Oleh karena itu sampai saat ini bahasa Arab masih sangat digandrungi dan diminati. Secara historis, kegiatan penerjemahan—terutama usaha penerjemahan Arab-Indonesia—sebagai transfer budaya dan ilmu pengetahuan itu telah dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di Aceh. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya karya-karya terjemahan ulama Indonesia terdahulu. 3 Namun, secara umum perlu diakui bahwa proses penerjemahan buku-buku asing—termasuk penerjemahan buku Arab-Indonesia—belum dilakukan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari kualitas banyak buku terjemahan yang belum memenuhi standar yang diinginkan masyarakat. Selain gaya bahasa yang 2
M. Syarif Hidayatullah: Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan Arab-Indonesia, (Jakarta: T.pn., 2006), h.1. 3 Syihabuddin, op. cit., h. 1.
3
cenderung kaku, tingkat akurasi buku-buku terjemahan di mata sebagian masyarakat dianggap masih kurang meyakinkan (seperti unsur linguistik dan nonlinguistik). Tentunya, rendahnya kualitas sebagian buku terjemahan di Indonesia disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya waktu (deadline) penerjemahan yang relatif singkat, masih minimnya apresiasi yang diberikan kepada penerjemah yang membuatnya kurang maksimal dalam melakukan penerjemahan (seperti royalti), atau belum adanya lembaga atau badan pengontrol kualitas buku-buku terjemahan. 4 Oleh karena itu, kualitas buku terjemahan di Indonesia sudah saatnya ditingkatkan. Tata bahasa/klasifikasi gramatikal yang mempelajari tentang morfem, kata, frase, kalimat, sehingga dapat membentuk suatu wacana, sangat penting dan besar sekali manfaatnya dalam penerjemahan. Dengan mempelajari tata bahasa maka kita dapat mendistribusikan kata-kata secara tepat dalam suatu teks terjemahan. Tata
bahasa
merupakan
komponen
klasifikasi
gramatikal
yang
memperlihatkan bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan berbagai cirinya berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan gramatikal yang lebih besar. Tata bahasa itu menyangkut kata, struktur “internal” di dalamnya (morfologi), dan struktur antar-kata (sintaksis). 5 Di Indonesia, Universitas yang membuka jurusan khusus studi penerjemahan masih sangat terbatas. Salah satunya adalah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada jurusan Tarjamah ini, pengajaran tata 4
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108. J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2006), cet. 5, h. 9. 5
4
bahasa – bahasa Arab atau yang lebih dikenal dengan istilah qawaid, sesuai dengan kurikulum diberikan pada semester I, semester II, dan semester III. Namun, secara umum perlu diakui bahwa mahasiswa tarjamah masih belum dapat dikatakan sepenuhnya menguasai tentang teori tata bahasa – bahasa Arab atau qawaid. Itu terlihat dari hasil penerjemahan mahasiswa dalam menerjemahkan teks-teks berbahasa Arab. Kenyataannya menunjukkan bahwa sampai saat ini, di antara kelemahan yang mendasar bagi mahasiswa tarjamah dalam penerjemahan adalah penerapan tentang tata bahasa. Pada dasarnya mahasiswa tarjamah telah mempelajari, mengetahui, dan menguasai teori tentang mubtada’ dan khabar, atau tentang fi’il dan fa’il misalnya. Tetapi ketika mereka berhadapan langsung dengan teks-teks berbahasa Arab, mereka bingung dan tidak mengetahui bagaimana dan mana mubtada’ dan khabar, bagaimana dan mana fi’il dan fa’il. Hal itu karena ketika belajar, mahasiswa tidak sekaligus langsung ditunjukkan tentang bagaimana penerapan teori-teori yang diajarkan kepada mereka dalam naskah atau teks-teks berbahasa Arab. Misalnya, ketika mempelajari teori tentang mubtada’ dan khabar mahasiswa di kemukakan contoh:
زﻳﺪ ﻗﺎﺋﻢ, dan ketika mempelajari teori tentang didik atau mahasiswa dikemukakan contoh:
fi’il dan fa’il kepada para peserta
ﻗﺎم زﻳﺪ
saja. 6
Seperti contoh pada hasil latihan mahasiswa Jurusan Tarjamah semester VIII pada kalimat:
6
Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2: Tata Bahasa Arab Praktis dan Aplikatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal: XVI.
5
ﺢ ِ ْﷲ َو اﻟ َﻔﺘ ِ ِإذَا ﺟَﺎ َء َﻧﺼْ ُﺮ ا Maka Penulis mendapatkan dua hasil yang berbeda antara mahasiswa I dan mahasiswa II dalam penerapan kaidah-kaidah bahasa Arab. Mahasiswa I adalah:
إذا ﺟﺎء ﻧﺼﺮ اﷲ و اﻟﻔﺘﺢ ﺣﺮف: إذا ﻓﻌﻞ: ﺟﺎء ﻓﺎﻋﻞ: ﻧﺼﺮ ﻣﻔﻌﻮل ﺑﻪ: اﷲ ﻋﻄﻒ: و - : اﻟﻔﺘﺢ Mahasiswa II:
إذا ﺟﺎء ﻧﺼﺮ اﷲ و اﻟﻔﺘﺢ ﺣﺮف ﺷﺮط: إذا ﻓﻌﻞ: ﺟﺎء ﻓﺎﻋﻞ وهﻮ ﻣﻀﺎف: ﻧﺼﺮ ﻣﻀﺎف إﻟﻴﻪ: اﷲ ﺣﺮف: و ﻣﻌﻄﻮف: اﻟﻔﺘﺢ ﺟﻤﻠﺔ اﻹﺳﻤﻴﺔ Dari hasil kedua mahasiswa di atas, kita dapat melihat bahwa kemampuan tata bahasa mahasiswa II lebih tinggi daripada mahasiswa I. Secara keseluruhan mahasiswa II dapat menganalisis dengan benar kalimat di atas. Namun mahasiswa II keliru melihat bahwa kalimat di atas sebagai jumlah ismiyyah. Menurut Penulis jumlah di atas merupakan jumlah fi’liyyah karena didahulukan oleh kata fi’il (kata
6
kerja) setelah harf jar. Hal ini dikarenakan kurangnya penguasaan mahasiswa terhadap dasar-dasar nahwu dan sharaf. Kelemahan dalam menentukan fi’il dan fa’il, jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah, na’at man’ut atau mudhaf-mudhaf ilaih, dan lain sebagainya. Sehingga nantinya, hasil terjemahan yang dihasilkanpun tidak sesuai dengan harapan dan masih terasa sangat kaku. Melihat kenyataan di atas, kita patut mempertanyakan benarkah waktu empat tahun maupun dua belas tahun (bagi mahasiswa jebolan pondok pesantren/Aliah), bahkan lebih dari itu belum cukup untuk menguasai, baik teori maupun praktek materi ilmu nahwu dan sharaf? Kita semua tentu sependapat, bahwa waktu selama dan sepanjang itu tentulah lebih dari pada cukup. Jika demikian menurut penulis tentu ada yang salah, baik menyangkut kitab-kitab/ buku-buku yang depergunakan dalam pengajaran ilmu nahwu dan sharaf, dari faktor metodologisnya, atau dari faktor mahasiswanya, maupun faktor-faktor eksternal kampus. Seperti pengalaman yang Penulis rasakan di kelas, dalam perkuliahan sehari-hari, mayoritas mahasiswa belum menguasai nahwu dan sharaf secara benar, bahkan ada beberapa dari mahasiswa tersebut benar-benar tidak mengetahui tata bahasa Arab sama sekali. Sesuatu yang lebih memprihatinkan, jangankan untuk menerjemahkan suatu teks dengan baik, bahkan untuk membaca teks-teks gundul pun mayoritas mahasiswa masih tertatih-tatih. Hal ini dikarenakan mahasiswa sangat jarang sekali melatih diri dalam membaca teksteks Arab, selain di kelas tentunya. Mereka pun sering kali merasa malas dalam berlatih menerjemahkan teks jika tidak mendapat tugas dari dosen pengajar.
7
Sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, bahwa pengamatan terhadap kemampua mahasiswa tarjamah dalam tata bahasa telah memberi inspirasi kepada Penulis untuk mengangkat permasalah tata bahasa Arab yang coba Penulis rangkum dalam skripsi berjudul: “Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab dalam Penerjemahan Naskah Keislaman (Studi Kasus Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006)”.
B.
Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis memfokuskan diri pada
analisis tata bahasa dalam naskah keislaman yakni kitab Jâmi’ al-Fiqih yang ditulis oleh Yusri As-Sayyid Muhammad al-Juz’u Awwal (juz 1) yang Penulis fokuskan pada bab an-Niyâh. Penulis juga membatasi koresponden yang akan diteliti adalah mahasiswa semester VIII, karena mahasiswa semester VIII telah mendapatkan seluruh matakuliah yang telah diberikan pada jurusan tarjamah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa saja kesalahan umum di bidang tata bahasa saat mahasiswa semester VIII
periode
2005/2006
diminta
untuk
menerjemahkan
naskah
keislaman? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesalahan umum di bidang tata bahasa?
8
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh keterangan mengenai: 1. Mengetahui kesalahan umum di bidang tata bahasa saat mahasiswa semester VIII periode 2005/2006 diminta untuk menerjemahkan naskah keislaman? 2. Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesalahan umum di bidang tata bahasa. Dengan adanya penelitian ini Penulis berharap, tulisan ini dapat memberi sumbangsih untuk semua pihak terutama bagi teman-teman akademis yang menggeluti bidang penerjemahan, serta memberi motifasi dan peluang bagi lulusan tarjamah dalam bidang penerjemahan, tidak hanya menambah pajangan dalam deretan karya-karya ilmiah yang tidak terbaca.
D.
Tinjauan Pustaka Tata bahasa Arab merupakan suatu tema yang tidak asing lagi dalam duania
penerjemahan. Bahkan beberapa mahasiswa mengangkat tema ini menjadi sebuah judul untuk karya ilmiah maupun sebagai tinjauan analisis dalam bidanng gramatikal. Salah satunya yaitu “Tata Bahasa dan Gaya Penerjemahan Kitab Risalah al-Mu’awanah Karya Sayyid Abdullah bin Alwi al-Haddad (Studi atas Terjemahan Muhammad al-Baqir Bab Meluruskan Amal dan Aqidah)”, yang ditulis oleh Hasbullah pada tahun 2009 silam. Skripsi tersebut secara garis besar membahas tentang analisis tata bahasa serta gaya penerjemahan yang dari hasil terjemahan Muhammad al-Baqir.
9
Namun pada kesempatan kali ini, Penulis di sini meneliti seberapa tinggi tingkat penguasaan mahasiswa Tarjamah semester VIII periode 2005/2006, serta kesalahan umum dalam bidang tata bahasa Arab. Tentunya metode yang digunakan juga tidak sama, sebab penelitian yang dilakukan merupakan penelitian lapangan yang ditujukan bagi manasiswa Tarjamah. Penelitian terhadap mahasiswa Tarjamah ini juga bukan pertama kalinya, penulis mendapati beberapa penelitian yang ditujukan kepada mahasiswa tarjamah, namun penelitian tentang mahasiswa tarjamah ini tergolong masih sangat jarang dilakukan,salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewi Anggraini pada tahun 2007 silam yang diberi judul “Kemampuan Menerjemah Tulis Mahasiswa Jurusan Tarjamah Semester VI Tahun Akademik 2004/2005”. Penelitian ini juga sedikit banyak mengkaji kemampuan tata bahasa Arab, terutama sintaksis (nahwu), namun secara garis besar, seperti judul yang diambil, penelitian ini hanya meneliti tentang kemampuan mahasiswa Tarjamah dalam menerjemahkan nama diri saja. Setelah Penulis mencari buku yang ingin dikaji dalam skripsi, akhirnya Penulis menjatuhkan pilihan pada naskah Jâmi’ al-Fiqih yang ditulis oleh Yusri As-Sayyid Muhammad al-Juz’u Awwal (juz 1) yang Penulis fokuskan pada bab an-Niyâh. Dalam penulisan awal ini Penulis mengambil sumber-sumber yang tersedia di Perpustakaan Adab dan Humaniora dan Perpustakaan Utama UIN Syaruf Hidayatullah. Yakni buku-buku yang berkaitan dengan tema dan teori yang memiliki keterkaitan bahasan dengan tulisan ini, diantaranya
Kamus Besar
10
Bahasa Indonesia, buku Linguistik Umum, Asas-asas Linguistik, Semantik Leksikal dlsb, maupun buku-buku yang sekiranya dapat dijadikan bahan reverensi dan bacaan. Diluar itu Penulis juga menggunakan diktat-diktat yang ditulis oleh dosendosen tarjamah yang pernah dipelajari, buku2 pelajaran yang berkaitan dengan permasalahan, serta kumpulan makalah-makalah yang relevansi dengan tulisan.
E.
Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah salah satu bagian penelitian yang sangat
penting. Keberhasilan suatu penelitian sangat bergantung pada sikap yang dikembangkan oleh peneliti, yaitu teliti, intensif, aktif, terperinci, mendalam, dan lengkap dalam mencatat setiap informasi yang ditemukan. Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah ini dimaksudkan untuk memperoleh bahan yang relevan dan akurat. Oleh karena itu, Penulis menggunakan metode penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Selain itu Penulis juga melakukan kajian pustaka (library reseach) guna menunjang dan melengkapi data-data yang berhubungan dengan kajian penulisan. Secara teknis, penulisan skripsi ini berdasarkan buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002.
11
2. Sumber Data Ada dua macam sumber data yang penulis gunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer didapat dari hasil penyebaran angket dan wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelusuran terhadap data-data yang ada di lapangan, termasuk beberapa pemikiran atau tulisan dan catatan yang memiliki relevansi dan mendukung terhadap penelitian tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data Kuesioner adalah salah satu media untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Kuesioner ini juga sering disebut sebagai angket di mana dalam kuesioner tersebut terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak dipecah, disusun, dan disebarkan ke responden untuk memperoleh informasi di lapangan. Ada pun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Tarjamah semester VIII periode 2005/2006 yang telah mempelajari mata kuliah qawâ’ad mewakili seluruh mahasiswa yang ada di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Analisis Data Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, langkah selanjutnya adalah analisis data. Analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahap. Yaitu:
12
a. Editing Editing dimaksudkan untuk mempermudah dalam analisis data. Dengan cara menganalisis berkas-berkas sehingga keseluruhan berkas itu dinyatakan baik, sehingga dapat disiapkan untuk proses selanjutnya. b. Tabulating Yaitu mentabulasikan atau memindahkan jawaban-jawaban responden ke dalam table. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai kesalahan umum di bidang tata bahasa mahasiswa tarjamah semester VIII periode 2005/2006 dalam menerjemahkan naskah-naskah keislaman. Dalam hal ini penulis memberikan nilai kepada mahasiswa pada angket jawaban atau penerjemahan dengan nilai A, B, C, atau D. A . 80 – 100 B . 68 – 79 C . 56 – 67 D . 45 – 55
F.
Sistematika Penulisan Untuk mempermudah Penulis dalam penyusunan skripsi ini, maka secara
sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab yaitu: BAB I pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah yang di dalamnya Penulis sedikit membahas tentang problematika yang di hadapi dalam pembelajaran bahasa. Pada bab I ini terdapat batasan dan rumusan masalah agar pokok permasalahan yang akan penulis tulis tidak berlarut-larut. Ada juga tujuan
13
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Pada bab ii Penulis ingin memaparkan sedikit sekilas tentang teori penerjemahan dan tata bahasa Arab. Pada masing-masing sub bab akan dijelaskan lebih terperinci mengenai penerjemahan dan tata bahasa Arab yakni; definisi penerjemahan, proses penerjemahan, dan metode penerjemahan. Sedangkan uraian tentang tata bahasa teori tentang tata baha Arab yang tercakup pada kajian gramatikal nahwu dan sharaf. Dengan kerangka teori tersebut Penulis akan menjalankan penelitian dengan baik. Sebelum kita melanjutkan pada tahap analisis, maka pada bab III penulis ingin mengupas sedikit tentang program studi tarjamah. Membahas sekilas tentang jurusan tarjamah, latar belakang pendidikan mahasiswa tarjamah semester VIII perode 2005/2006, serta metodologi pengajaran tata bahasa di Jurusan Tarjamah. Pada bab IV masuklah kita pada tahap analisis yang merupakan bagian analisis data, menganalisis hasil teks-teks naskah keislaman yang diterjemahkan oleh mahasiswa tarjamah semester VIII periode 2005/2006. Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran/rekomendasi. Rekomendasi ini bertujuan untuk; yang mungkin bila pada akhir pembahasan ini, ada hal-hal yang belum dapat diselesaikan atau belum dibahas oleh Penulis, maka Penulis berharap mudah-mudahan ada yang berminat untuk melanjutkan. Karena memang pada umumnya kajian tentang tata bahasa dari masa kemasa akan mengalami perubahan.
14
Pada halaman terakhir Penulis melampirkan daftar pustaka yang menjadi acuan Penulis dalam penyusunan skripsi ini. Selain itu Penulis juga melampirkan beberapa lampiran yang berhubungan dengan penelitian. Lampiran ini dirasa penting untuk melengkapi penelitian ini.
BAB II TINJAUAN TEORITIK SOAL PENERJEMAHAN & TATA BAHASA ARAB A. Wawasan Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan Secara sederhana penerjemahan dapat diartikan sebagai pemindahan makna terks bahasa Asing ke dalam bahasa sasaran. Sedangkan secara luas penerjemahan diartikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik bersifat verbal maupun non verbal dari suatu bentuk ke bentuk yang lainnya. 1 Baik secara sederhana maupun secara luas, pendefinisian tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu memindahkan makna teks asli ke dalam bahasa sasaran dengan menggunakan budaya, struktur, dan gramatikal bahasa yang disesuaikan. Oleh karena itu, kita tidak dapat melihat penerjemahan sebagai sekedar upaya menggantikan teks dalam satu bahasa ke dalam teks lain. Hal ini dapat kita lihat dari pandangan-pandangan para linguis tentang penerjemahan: Definisi pertama datang dari Moeliono (1989:195), beliau berpendapat bahwa pada hakikatnya penerjemahan itu merupakan kegiatan mereproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun gaya. Idealnya terjemahan tidak akan dirasakan sebagai terjemahan. Namun, untuk 1
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), cet. 1, h. 8.
15
16
mereproduksi amanat itu, mau tidak mau, diperlukan penyesuaian gramatis dan leksikal. Pandangan Moeliono di atas sejalan dengan Nida (1982:24) yang menilik penerjemahan sebagai reproduksi padanan pesan yang paling wajar dan alamiah dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima dengan mementingkan aspek makna, kemudian gaya. 2 Selanjutnya Newmark (1988: 5) memberikan definisi tentang penerjemahan sebagai mengalihkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pengarang. Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Pengalihan ini dilakukan dari bentuk bahasa pertama ke dalam bahasa kedua melalui struktur semanti. Yang dialihkan dan yang harus dipertahankan adalah makna, sementara bentuk boleh berubah, Hal ini di ungkapkan oleh Larson. 3 Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa (1) penerjemahan melibatkan dua bahasa, yaitu bahasa sumber (source language) dan bahasa sasaran (target language or receptor language); (2) penerjemahan adalah upaya mengalihkan teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran; (3) yang diterjemahkan adalah makna. 4
2
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia: Teori dan Praktek, (Bandung: Humaniora, 2005), h.10. 3 Moch. Syarif Hidayatullah, op. cit., h. 5. 4 Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syahid, 2008), h. 9.
17
2. Proses Penerjemahan Menerjemahkan bukanlah menuliskan pikiran-pikirannya sendiri, betapa pun baiknya. Dan bukan pula menyadur saja, dengan pengertian menyadur sebagai pengungkapan kembali amanat dari suatu karya dengan meninggalkan detil-detilnya tanpa harus mempertahankan gaya bahasanya dan tidak harus ke dalam bahasa lain. 5 Selain memahami apa itu penerjemahan dan apa yang harus dihasilkan dalam terjemahannya, seorang penerjemah hendaknya mengetahui bahwa kegiatan menerjemah itu kompleks, merupakan suatu proses, terdiri dari serangkaian kegiatan-unsur sebagai unsur integralnya. De Maar, dalam bukunya English Passages for Translation menuliskan petunjuk-petunjuknya mengenai cara menerjemahkan, juga menunjukkan adanya tiga tahap dalam proses penerjemahan: The process of translation involves tree stages: (a) reading and anderstanding the passage; (b) absorbing its entire content and making it our own; (c) expressing itin our own idiom with the least possible change in meaning or tone. 6 Petunjuk-petunjuk De Maar ini dapat diterjemahkan secara bebas bahwa proses penerjemahan meliputi tiga tahap: a. membaca dan mengerti karangan itu; b. menyerap segenap isinya dan membuatnya menjadi kepunyaan kita; c. mengungkapkannya dalam langgam bahasa kita dengan kemungkinan perubahan sekecil-kecilnya akan arti atau nadanya. 5
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989), h.14 A. Widyamartaya, op cit , h.34 (dari buku H.G. de Maar, English Passages for Translation, Volume II, p. 176, dikutip oleh The Liang Gie dalam bahan Kursus Penerjemahan di Balai Bimbingan Mengarang, Jl. Magelang 188A, Yogyakarta. 6
18
Dalam resensi Willi Koen, disebutkan bahwa menurut Nida dan Taber (1969:33), proses penerjemahan dapat diringkas sebagai berikut: analisys – transfer – restructuring. 7 a. Analisis (analysis) Pada tahap ini penerjemah mempelajari teks bahasa sumber baik dari segi bentuk maupun isinya. Penerjemahan harus pula melihat hubungan makna antar kata dan habungan kata. Tujuan analisis adalah agar penerjemah memahami sumber serta cara pengungkapannya secara kebahasaan. b. Pengalihan (transfer) Pada tahap ini, mulailah penerjemahan melakukan alih bahasa setelah melakukan analisis lengkap yang mencakup aspek gramatikal dan semantik.
Penerjemah
melakukan
pengalihan
dengan
tujuan
mempertahankan informasi atau pesan yang sudah disederhanakan bahasanya tanpa mengurangi maksud penulis teks bahasa sumber. Proses ini masih terjadi dalam pikiran penerjemah. c. Penyerasian (restructuring) Dalam tahap ini, penerjemah menyusun kembali teks dengan ragam yang sesuai dan gaya bahasa yang wajar dalam bahasa target. Penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang masih terasa kaku untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di samping itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan. Yang penting untuk dilihat oleh
7
Farans Sayogie, op. cit, h.20-21.
19
seorang penerjemah adalah bahwa pada tahap penyerasian ini penerjemah sudah tidak lagi kembali ke tahap sebelumnya (analisis dan pengalihan). 3. Metode Penerjemahan Menurut Machali (2000:49) metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan. Metode penerjemahan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai perspektif kebahasaan. Apabila dilihat dari tujuan penerjemahan, Brislin (1976:3-4) menggolongkan terjemahan dalam empat jenis yaitu (1) terjemahan pragmatis, yaitu terjemahan yang mementingkan ketepatan atau akurasi informasi, (2) terjemahan estetispuitis, yaitu terjemahan yang mengutamakan dampak afektif, emosi, dan nilai rasa dari satu versi bahasa yang orisinal, (3) terjemahan etnografis, yaitu terjemahan yang bertujuan menjelaskan konteks budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran, dan (4) terjemahan linguistik, yaitu terjemahan yang mementingkan kesetaraan arti dari unsurunsur morfem dan bentuk gramatikal dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. 8 Metode yang digunakan di bawah ini merupakan gagasan dari Newmark (1988:45-47), yang memandang bahwa metode penerjemahan dapat ditilik dari segi penekanannya terhadap bahasa sumber dan bahasa sasaran. Menurutnya metode-metode ini dapat digambarkan seperti pada diagram V sebagai berikut:
8
Frans Sayogie, op. cit, h.83
20
Word-for-word-translation
Adaptation
Literal translation
Free translation
Faithful translation
Idiomatic translation
Semantic translation
Communicative translation Diagram V
Penekanan terhadap bahasa sumber melahirkan metode penerjemahan sebagai berikut: a. Penerjemahan kata demi kata (word-for- word translation) Penerjemahan jenis ini biasanya bersifat interlinier, yakni kata-kata bahasa sasaran langsung diletakkan di bawah versi bahasa sumber. Penerjemahan ini dianggap sebagai penerjemahan yang paling dekat dengan bahasa sumber. Dalam penerjemahan jenis ini urutan kata dalam teks bahasa sumber tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya di luar konteks. Melalui metode ini penerjemahan dilakukan antar baris. Kata diterjemahkan satu demi satu dengan makna yang paling umum tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Kata –kata yang bersifat kultural diterjemahkan secara harfiah pula.9 Metode ini digunakan untuk memahami cara operasi bahasa sumber dan dipergunakan sebagai tahapan prapenerjemahan (sebagai gloss) pada penerjemahan teks yang sangat sukar. 10 Seperti contoh:
9
Syihabuddin, op. cit, h.71 Moch. Syarif Hidayatullah, op. cit, h. 65
10
21
ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ: و ﻋﻦ ﻋﻤﺎوﻳﺔ رﺿﻴﺎﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل . ﻣﻦ ﻳﺮﻳﺪ اﷲ ﺑﻪ ﺧﻴﺮا ﻳﻔﻘﻬﻪ ﻓﻲ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻜﻴﻪ: “Siapa pun dikehendaki Allah, kebaikan dipahamkan ke padanya.” b. Penerjemahan harfiah (literal translation) Dalam penerjemahan harfiah, penerjemahan dilakukan dengan dengan mengkonversi konstruksi gramatikal bahasa sumber ke dalam padanannya
dalam
bahasa
sasaran,
sedangkan
kata-kata
tetap
diterjemahkan kata demi kata tanpa mempertimbangkan konteks pemakaiannya. Sama seperti terjemahan kata demi kata terjemahan harfiah sebagai proses penerjemahan awal dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi. Contoh:
: ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ و ﺳﻠﻢ: و ﻋﻦ أﻧﺲ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎل رواﻩ اﻟﺘﺮﻣﺬى و ﻗﺎل. ﻣﻦ ﺧﺮج ﻓﻲ ﻃﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ اﷲ ﺣﺘﻰ ﻳﺮﺟﻊ .ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ “Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah s.a.w. bersabda: Siapa pun yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia di jalan Allah sampai ia kembali”. (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini hadist Hasan). c. Penerjemahan setia (faithful translation) Penerjemahan setia berupaya untuk mereproduksi kembali makna kontekstual, akan tetapi masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan tetapi masih menyimpang dari struktur gramatikal bahasa sasaran. Penerjemahan jenis ini berpegang teguh pada tujuan dan maksud basaha sumber, sehingga
22
terlihat sebagai terjemahan yang kaku. Terjemahan jenis ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan. Contoh:
.هﻮ آﺜﻴﺮ اﻟﺮﻣﺎد Dia (laki-laki) dermawan karena banyak abunya. d. Penerjemahan semantik (semantic translation) Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantik lebih memperhitungkan unsure estetika (antara lain kehidupan bunyi) teks bahasa sumber dengan mengkompromikan maksa selama masih dalam batas kewajaran. Metode ini bersifat fleksibel. Penerjemahan diberikan keluasan untuk berkreatifitas dan mengidentifikasikan diri terhadap teks bahasa sumber. Contoh:
.هﻮ آﺜﻴﺮ اﻟﺮﻣﺎد Dia (laki-laki) adalah orang dermawan. Adapun cara penerjemahan yang menekankan bahasa sasaran melahirkan jenis-jenis metode sebagai berikut. e. Panerjamahan adaptasi (adaptation) Penerjemahan adaptasi atau sadura adalah bentuk penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat ke bahasa sasaran. Metode ini banyak digunakan dalam penerjemahan naskah drma dan puisi dengan tetap mempertahankan tema, karakter, dan alur cerita. Kebudayaan bahasa sumber dikonversikan ke dalam kebudayaan bahasa sasaran dan teksnya ditulis kembali.
23
Contoh:
.ﺣﻴﻨﻤﺎ أﻧﺎر ﻧﺎ ﺑﺪر Selama bulan purnama bersinar. f. Penerjemahan bebas (free translation) Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa melihat bentuk aslinya. Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks bahasa sumber. Biasanya metode ini berbentuk suatu parafrase 11 , yaitu mengungkapkan amanat yang terkandung dalam bahasa sumber yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari aslinya. 12 Dapat juga parafhrase dalam bahasa yang sama, sehingga dapat disebut penerjemahan “intra-lingua”. Contoh:
.اﻟﻮﺟﻪ اﻟﺠﺪﻳﺪ ﻋﺎﺻﻤﻪ اﻟﻤﺎﻧﻴﺔ Wajah baru ibu kota Jerman. g. Penerjemahan idiomatik (idiomatic translation) Dalam penerjemahan idiomatik, pesan bahasa sumber disampaikan kembali tetapi ada distorsi nuansa makna karena mengutamakan kosa kata sehari-hari menggunakan kesan keakraban dan idiom yang tidak ada di dalam bahasa sumber tetapi biasa dipakai dalam bahasa sasaran. Beberapa pakar penerjemahan caliber dunia seperti Seleskovitch, misalnya, menyukai metode terjemahan ini, yang dianggapnya “hidup” dan “alami”
11
Paraphrase; mengubah bentuk karangan dari puisi menjadi prosa atau dari prosa menjadi drama. Djago Tarigan, Tahnik Pangajaran Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1986), h. 205 12 M. Syarif Hidayatullah, Op.cit., h. 68
24
(dalam arti akrab). 13 Tetapi tidak selalu mungkin karena idiom tidak selalu sejajar dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dalam hal demikian idiom terpaksa diterjemahkan dengan non-idiom. Contoh:
.اﻟﻤﺎل اﻟﺤﺮام ﻻ ﻳﺪوم Harta haram tidak akan bertahan lama. h. Penerjemahan komunikatif (communicative translation) Penerjemahan komunikatif dilakukan dengan mengungkapkan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isi, bahasa, dan maknanya mudah diterima dan dipahami oleh pembaca. Ini biasanya dianggap penerjemahan yang ideal.
.ﻋَﻠ َﻘ ٍﺔ ُﺛﻢﱠ ِﻣﻦْ ُﻣﻀْ َﻐ ٍﺔ َ ْب ُﺛﻢﱠ ِﻣﻦْ ُﻧﻄْ َﻔ ٍﺔ ُﺛﻢﱠ ِﻣﻦ ٍ ﺧَﻠﻘْﻨٰ ُﻜﻢْ ِﻣﻦْ ُﺗ َﺮا َ “Kita berproses dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio.” (Q.S. alHaj/ 22:5) Sejalan dengan Newmark, Nida (1964:159) menggunakan dua istilah dalam penerjemahan, yaitu pamadanan formal (formal equivalence) yang berorientasi pada bahasa sumber dan pemadanan dinamis (dynamic equivalence) yang berorientasi pada bahasa sasaran.
B. Sekilas Tata Bahasa Arab 1. Definisi Tata Bahasa Arab Tata
bahasa
merupakan
suatu
kajian
tentang
kebahasaan
(linguistik). Bahasa (linguistik) sebagai materi objek penelitian dapat 13
Ibid, h. 69
25
ditentukan, baik dari strukturnya maupun dari bagian-bagain sebagai unsurnya. Bahasa dapat pula diteliti dari sudut hubungannya dengan ilmu lain (interdisipliner), atau bahasa dapat diteliti dari kebahasaan itu sendiri maupun bahasa sebagai bagian dari kebudayaan. Sebagai materi, bahasa dapat diteliti pula dari segi tatarannya. 14 Mengenai tata bahasa haruslah kita insafi bahwa sebenarnya ada dua macam. Yang pertama ialah tata bahasa yang dihasilkan oleh ahli bahasa, yang bekerja atas dasar data bahasa dan seperangkat teori bahasa, dan menghasilkan apa yang disebut tata bahasa ilmiah. Yang kedua ialah tata bahasa yang dituliskan oleh pengajar bahasa, yang bekerja atas dasar tata bahasa ilmiah dan didaktik bahasa, yang menghasilkan apa yang disebut dengan tata bahasa pedagogis. 15 Kita hendaknya mengetahui benar apa arti ‘mengetahui tata bahasa’ itu. ‘Mengetahui tata bahasa’ itu tidak lain ialah kepandaian membuat kalimat-kalimat gramatikal, baik lisan maupun tertulis. 16 Yang disebut tata bahasa atau gramatikal yaitu morfologi (ilmu yang mempelajari morfem) dan sintaksis (tata kalimat). Dalam
menerjemahkan
teks
berbahasa
Arab,
pemahaman
mengenai tata bahasa Arab sangatlah diperlukan, karena bahasa Arab 14
T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik; Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: PT. Rafika Aditama, 2006), cet. 2, h. 33. 15 Samsuri, Analisa Bahasa, (Malang: Erlangga, 1987), cet. 7, h. 43. 16 Belajar tentang bahasa artinya belajar mengenai ilmu dan gramatikal bahasa, bukan belajar bagaimana mengfungsikan bahasa. Sedangkan belajar berbahasa artinya belajar mengunakan bahasa sebagai media komunikasi. Yang pertama cenderung teoritis, sedangkan yang kedua cenderung pragtis-pragmatis. Yang pertama cocok untuk para pengkaji bahasa Arab sebagai disiplin ilmu, misalnya mahasiswa jurusan tarjamah dan mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Arab; sedangkan yang kedua ideal bagi para pemula, siswa, atau siapapun yang ingin mahir berbahasa Arab.
26
berbeda dengan bahasa-bahasa asing lainnya didunia. Ketika seorang penerjemah ingin menerjemahkan bahasa Inggris kedalalm bahasa Indonesia, teks yang akan diterjemahkan bisa dengan mudah dibaca tanpa menggunakan kaidah kebahasaan. Sedangkan ketika ingin menerjemahkan teks berbahasa Arab pemamaham mengenai tata bahasa - dalam bahasa Arab disebut dengan qawâ’id 17 - haruslah digunakan, sebab untuk membaca teks yang akan diterjemahkan saja harus menggunakan ilmu nahwu 18 dan sharaf dengan benar, agar penerjemah tidak salah menentukan kedudukan kalimat. Qawâ’id bahasa Arab itu muncul bukan bersamaan dengan munculnya bahasa Arab itu sendiri, melainkanmuncul setelah bahasa Arab digunakan dalam kehidupan social. Kemunculan gramatika Arab, tentu saja, dilatarbelakangi oleh adanya lahn (kesalahan berbahasa) dan oleh kekhawatiran umat islam akan munculnya sebagian non-Arab (‘ajam) yang salah dalam melafalkan al-Qur’an, sehingga kesucian dan kemurniannya tetap terpelihara. Nahwu-sharaf disusun (diteorisasikan) tidak lain adalah agar pemakai bahasa Arab tidak salah dalam berbicara dan menulis dalam
17
Qawa’id merupakan bentuk jama’ dari qâ’idah yang secara lughawi berarti: fondasi, dasar, pangkalan, basis, model, pola dasar, formula, aturan, dan prinsip. Dalam konteks ini, yang dimaksud qawa’id adalah sejumlah aturan dasar dan pola bahasa yang mengatur penggunaan suatu bahasa, baik lisan maupun tulisan. Dalam bahasa Arab, qawa’id meliputi nahwu (sintaksis) dan sharaf (morfologi). 18 Nahwu yang secara lughawi berarti: contoh, merupakan kaidah mengenai penyusunan kalimat dan penjelasan bunyi akhir (I’rab, infleksi) mengenai kata yang berada dalam struktur kalimat serta hubungan satu kalimat dengan lainnya, sehingga ungkapannya tepat dan bermakna. Ilmu nahwu mempelajari hubungan kata-kata dalam kalimat.
27
bahasa Arab. Karena itu, prinsip utama yang harus dijadikan sebagai pijakan dalam pembelajaran qawâ’id adalah: 19 a. Nahwu-sharaf bukan tujuan (ghâyah), melainkan perantara atau media. b. Pembelajaran nahwu-sharaf harus aplikatif dan fungsional, dan memfasilitasi pengembangan empat keterampilan berbahasa, dalam arti dapat mengantarkan peserta didik untuk berbahasa secara benar: mendengar, berbicara, membaca dan menulis secara benar. c. Pembelajaran
harus
nahwu-sharaf
kontekstual,
dalam
arti
memperlihatkan konteks kalimat yang digunakan, bukan semata-mata menekankan i’râb atau tashrîf. d. Membelajarkan makna kalimat harus lebih didahulukan daripada fungsi i’râb. e. Pembelajaran nahwu-sharaf juga harus berlangsung secara gradual, bertahap: dari mudah menuju yang lebih sulit. f. Menghafal istilah dan kaidah nahwu bukan merupakan prioritas utama, melainkan hanya sekedar sarana memahamkan peserta didik akan kedudukan kata dalam kalimat. g. Tidak dianjurkan untuk mengembangkan i’râb yang panjang dan tidak fungsional. h. Tidak
dianjurkan
pula
dalam
pembelajaran
nahwu-sharaf
dikembangkan teori ‘amil, ta’lîl, i’râb taqdîrî, yang bagi peserta didik mungkin sangat abstrak, tidak praktis, dan tidak bermanfaat. 19
Muhbib Abdul Wahab, Epistimologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jakarta: LP UIN Stadid, 2008), h.176
28
2. Morfologi (sharaf) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun semantik. Menurut kamus umum bahasa Indonesia “Morfologi ialah ilmu bentuk”. Kata berbeda dengan fonem. Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil yaitu persatuan terkecil yang dapat diucapkan secara berdikari. Tetapi juga tidak bisa disangkal bahwa morfologi mungkin merupakan keseluruhan kata atau merupakan sebagian dari suatu kata. Adapun morfem bahasa Arab (sharaf) adalah ilmu tentang asalusul kata untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk dari kata-kata bahasa Arab dan keadaannya, dan dengan ilmu tersebut dapat diketahui apa yang harus ada di dalam bentuk suatu kata sebelum kata-kata itu tersusun dalam suatu kalimat (jumlah). 20 Dari dua pengertian morfologi (bahasa Arab dan bahasa Indonesia) tersebut menunjukkan bahwa yang dibicarakan di sini adalah kata sebelum disusun dalam suatu kalimat. Untuk itu perlu kiranya meninjau proses terjadinya kata, atau yang dikenal sebagai proses morfologi. Yang disebut dengan proses morfologi adalah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain atau cara pembentukan kata kata dengan menghubungkan morfem
20
Abdul Mu’in, Analilis Kontrastif ;Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Telaah Terhadap Fonetik dan Morfologi), (Jakarta, al-Husna Baru, 2004), cet. 1, h. 89
29
yang satu dengan morfem yang lain. 21 Dengan begitu jelas bahwa bentuk terkecil ialah morfem, sedangkan yang terbesar ialah kata. Morfem yaitu satuan terkecil dalam kata yang memiliki makna. Morfem terdiri dari morfem terikat dan morfem bebas dalam kontrasi bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Contoh: Me
Menulis +
آﺘﺐ
nulis +
Katab Mirfem terikat + Morfem bebas
a
Morfem bebas + Morfem terikat
“Me” dalam analisis bahasa Indonesia merupakan morfem terikat yang tidak dapat berdiri sendiri yang dikenal juga sebagai imbuhan dalam bahasa Indonesi, “nulis” merupakan morfem bebas yang terdiri dari kata dasar “tulis”. Morfem (kataba)
آﺘﺐdalam bahasa Arab bukan saja diartikan
sebagai proses morfologi saja, namun satu kata tersebut mengandung makna jenis dan jumlah yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia:
a. Jenis
آﺘﺐ Katab + M. Bebas +
21
آﺘﺒﺖ a M. Terikat
Katab +
at
M. Bebas + M.Terikat
Samsuri, Analisis Bahasa; Memahami Bahasa Secara Ilmiah, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 190
30
Kataba ( )آﺘﺐdalam dalam bahasa Arab merupakan pemakaian jenis untuk anak laki-laki ()هﻮ, sedangkat katabat ( )آﺘﺒﺖmerupakaian pemakaian jenis untuk anak perempuan ()هﻲ, dimana dalam bahasa Indonesi tidaka akan kita ketahui jika pemaknaannya hanya “menulis”, tanpa penjelasan “dia anak laki-laki/perempuan”.
b. Jumlah Dalam bahasa Arab juga kita kenal dengan istilah jumlah seperti:
آﺘﺒﺎ Kata +
baa
M. bebas + M. terikat Penambahan (
أ
) dalam contoh bahasa Arab di atas
menunjukkan jumlah yang menerangkan dua orang. Jumlah dalam bahasa Arab ada tiga yaitu: mufrad (satu orang), mutsannah (dua orang), dan jama’ (lebih dari dua). Seperti yang kita ketahui, dalam kamus bahasa Arab, semua kata berasal dari bentuk akar. Maka akan kita jumpai bahwa kata ﻣﻔﺘﺎح (kunci atau pembuka) berasal dari kata kerja
ﻓﺘﺢ
yang arti dasarnya
adalah pembuka yang telah melalui tahap pada proses morfologi dalam
31
1) Morfem (fa’, ‘a, dan lam fi’il) 22 Untuk menyatakan pola kata kerja, ahli tata bahasa menggunakan konsonan kata kerja
( ﻓﻌﻞfa’ala) “berbuat atau mengerjakan”. Huruf
فmenggambarkan akar atau huruf pertama, عhuruf kedua, dan ل huruf ketiga. Jadi pada kata
آﺘﺐ, = كhuruf ف, = تhuruf ع
, dan
= بhuruf ل. huruf-huruf tersebut juga dapat kita fungsikan sebahgai huruf awal, tengah, dan akhir. Pada kata kerja sederhana berhuruf tiga dikenal sebagai bentuk kata dasar (tsulatsi). Huruf pertama (awal) dan huruf ketiga (akhir) berharakat fathah (a pendek), sedang huruf kedua (tengah) boleh berharakat fathah (u pendek) atau kasrah (I pendek), biasa dilambangkan seperti: a) ( ﻓﻌﻞfa’ala) sebagaimana ( آﺘﺐkataba)= dia (laki-laki) menulis. b) ( ﻓﻌﻞfa’ila) sebagaimana ( ﻓﺮحfariha)= dia (laki-laki) senang. c) ( ﻓﻌﻞfa’ula) sebagaimana ( ﺷﺮفsyarufa)= dia )laki-laki) mulia.
22
Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1996), cet. VIII, h.49
32
2) Bentuk turunan 23 Adapula bentuk-bentuk turunan dari huruf awal yang berhuruf tiga, yang akan menimbulkan arti yang berbeda tiap bentuk huruf memastikan pola yang tersedia dan menghasilkan perubahan khusus arti kata dasar huruf tersebut. Bentuk-bentuk turunan dari asal kata yang terdiri atas tiga huruf dibuat dengan menambahkan awalan, sisipan, dan akhiran. Dalam bahasa Indonesia penambahan ini disebut dengan afiksasi 24 . Melalui perubahan-perubahan ini, maka terjadilah berbagai arti. Asal kata dalam bahasa Arab dibentuk menjadi kata dengan menambahkan vokal. Vokal dan konsonan tambahan ini menentukan pola atau bentuk umum. Setiap bentuk melahirkan perubahan tertentu pada arti dasar asal kata. Umpamanya, arti kata kerja
( ﻗﺘﻞqatala) =
membunuh, bila ditambahkan vocal panjang setelah huruf pertama menjadikannya
ق
( ﻗﺎﺗﻞqâtala) = mereka saling berperang. Jika huruf
keduanya diberi syaddah, menjadikan
ﻗﺘّﻞ
(qattala) = dia banyak
membunuh.
23
Ibid, h. 198-210. Afiks istilah umum untuk keseluruhan unsure pembentuk kata. Prefiks untuk menyebut afiks yang diletakkan pada akhir kata, infiks untuk menyebut unsure yang diletakkan di tengah kata, dan konfiks untuk menyebut awalan dan akhiran yang diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah kata dasar. Abdul Chaer, Gramatika Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), cet.1, h.68. 24
33
a) Wazn fi’il tsutatsi mazid bi harfin wahid yaitu kalimah fi’il yang terdiri dari 3 (tiga) huruf asli dan 1 (satu) huruf tambahan. 25 (1) Wazn َ ﻓَﻌﱠﻞ. Wazn ini dibentuk dari fi’il tsulatsi dengan memberikan syaddah pada huruf kedua yaitu dalam
ﻓَﻌﱠﻞ
.
Contoh َ = ﻋَﻠﱠﻢmengajar (menyebabkan seseorang menjadi tahu). (2) Wazn
ﻞ َ َاﻓْ َﻌ
. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan
hamzah berharakah fathah kepada bentuk huruf asli menjadi
ﻞ َ َاﻓْ َﻌ. Contoh ج َ = َاﺧْ َﺮmengeluarkan. (3) Wazn
ﻞ َﻋ َ ﻓَﺎ.Wazn ini dibentuk dengan menyisipkan huruf alif
di antara huruf pertama dan kedua pada huruf asli menjadi
ﻞ َﻋ َ ﻓَﺎ
= dia melakukan sesuatu dengan orang lain. Contoh
ﻖ َ = ﺳَﺎ َﺑdia berlomba dengan. b) Wazn fi’il tsulatsi mazid bi harfain yaitu kalimah fi’il yang terdiri dari 3 (tiga) huruf asli dan 2 (dua) huruf tambahan. (1) Wazn ﻞ َﻋ َ َﺗﻔَﺎ
. Arti wazn ini cenderung sama dengan arti bentuk
kata kerja َ( ﻓَﺎﻋَﻞmelakukan). Seperti pada contoh ﻞ َ ﻗَﺎ َﺗ (berperang) dan َ( ﺗَﻘَﺎﺗَﻞsaling berperang).
25
Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu dan Sharaf 2; (Tata Bahasa Arab Praktif dan Aplikatif), Jakarta: Grasindo Persada, 2002), cet.2, h.3.
34
(2) Wazn ﻞ َ َﺗ َﻔ ﱠﻌ. Wazn ini dibentuk dari ﻞ َ َﻓ ﱠﻌdengan menambahkan awalan berupa kata (huruf) sehingga menjadi
ﻞ َ َﺗ َﻔ ﱠﻌ.
contoh
ق َ = َﺗ َﻔ ﱠﺮmemisahkan diri. (3) Wazn
ﻞ َ ِاﻓْ َﺘ َﻌ
. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan
hamzah berharakat kasrah dan diberi sisipan huruf تsetelah huruf pertama menjadi
ﻞ َ ِاﻓْ َﺘ َﻌ
. Contoh
ﻞ َ ِإﺣْ َﺘ َﻤ
= membawa
(orang ketiga laki-laki). (4) Wazn ﻞ َ ِاﻧْ َﻔ َﻌ. Wazn ini dibentuk dari ﻞ َ َﻓ َﻌdengan menambahkan awalan yang berupa huruf
ِٳن
(in) sehingga menjadi
ﻞ َ ِاﻧْ َﻔ َﻌ
=
dilakukan. Bentuk ini mempunyai arti pasif. (5) Wazn
ﻞ ِاﻓْ َﻌ ﱠ
. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalah
hamzah berharat kasrah dan huruf ketiga diberi syaddah
= ِإﺣْ َﻤ ﱠmenjadi merah. seperti ﺮ c) Wazn fi’il tsulatsi mazid bi tsalatsati ahruf yaitu fi’il yang terdiri dari 3 (tiga) huruf asli dan 3 (tiga) huruf tambahan. (1) Wazn ﻞ َ ِاﺳْ َﺘﻔْ َﻌ
. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan
berupa tiga huruf yaitu ت
= ا سseperti َﻢ َ ﺴﻠ ْ ﺳ َﺘ ْ ِإ
َ (menyerahkan). berasal dari kata) َﺳِﻠَﻢ
(berserah diri,
35
(2) Wazn ﻞ َﻋ َ ْ اِﻓ َﻌﻮ. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan ْ إِفdan sisipan َﻮﻟَﻢ ْ ﻋَﻠ ْ ِإ
و
setelah huruf pertama. Seperti pada contoh
(sangat berilmu) yang berasal dari kata
َﻋَﻠِﻢ
(berilmu). 26 (3) Wazn
ل ِاﻓْﻌَﺎ ﱠ
. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan
hamzah berharakat kasrah ( ) إ, sisipan alif setelah huruf kedua, dan syaddah setelah huruf ketiga. Seperti pada contoh
= ِإﺳْﻮا ﱠدsangat (benar-benar) hitam. (4) Wazn
ل َ ِاﻓْ َﻌ ﱠﻮ. Wazn ini dibentuk dengan memberikan awalan
hamzah berharakat kasrah ( ) إ, serta sisipan waw ( )وdan syaddah setelah huruf kedua. Contoh pada kata َﻬﻮﱠل َ ْ= ِإﺟ sangat bodoh.
3) Perubahan kata kerja (tashrif lughawi) 27 Perubahan kata kerja dibentuk dengan memberikan awalan, akhiran, atau sisipan pada vocal. Dan pemberian kata ganti tetap (dhamir muttasil) pada akhiran fi’il madhi yang menerangkan bilangan dan jenis. Tidak ada konsonan atau vokal pada awal kata kerja perfektum (fi’il madhi). Pemberian awalan dalam bahasa Arab terjadi pada kata kerja imperfektum (fi’il mudhari’). 26 27
Ibid, h. 122 Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h.50
36
a) Perubahan kata kerja dengan memberikan awalan pada kata kerja imperfektum (fi’il mudhari’) dibentuk dengan memberikan awalan berupa salah satu dari empat huruf berikut: ( أa),
( نn), ( تta), ى
(y) kepada bentuk asal. Fi’il ini juga memiliki konfiks 28 yaitu dengan menambahkan akhiran untuk menyatakan jumlah orang, yaitu
( انan), ﻮﻦ
(una),
( نna), dan ( ﻴﻦina).29
b) Perubahan kata kerja dengan memberikan akhiran pada kata kerja perfektum (fi’il madhi) dibentuk dengan memberikan akhiran vocal dan kata ganti tetap, yaitu kata
ﻓﻌﻠﺖ, ( نnâ) pada kata ﻓﻌﻠﻦ
(tumâ) pada kata kata
( تta) pada kata ﻓﻌﻠﺖ, ت ,
(tâ) pada
( تta) pada kata ﻓﻌﻠﺖ, ﺗﻤﺎ
ﻓﻌﻠﺘﻤﺎ, ( ﺗﻢtum) pada kata ﻓﻌﻠﺘﻢ, ( تta) pada
ﻓﻌﻠﺖ, ( ﺗﻦtunna) pada kata ﻓﻌﻠﺘﻦ, ( تtu) pada kata ﻓﻌﻠﺖ,
dan ( ﻧﺎnâ) pada kata ﻓﻌﻠﻨﺎ.
4) Modifikasi intern Istilah ini dipinjam dari istilah Inggris Internal Modification, maksudnya adalah perubahan vocal; misalnya dalam forfemis katakata Arab tertentu.
ﺿﺮب – ﻳﻀﺮب – اﺿﺮب 28
Morfem terikat terbagi (konfiks) ini disebut pula dalam bahasa Inggris discintinous morpheme. Josh Daniel Pareram, Op.cit., h. 26 29 Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h.81
37
c. Sintaksis (nahwu) Sintaksis merupakan salah satu kajian yang tidak dapat dipisahkan, karena ia merupakan cabang linguistik yang mengkaji unsur terpenting dalam bahasa yaitu kalimat. Kalimat merupakan satuan bahasa yang pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata atau dengan satuan-satuan yang lebih besar yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final baik secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. 30 Sintaksis berasal dari bahasa Yunani ‘sun’ yang bermakna ‘dengan’ dan ‘tatein’ yang bermakna ‘menempatkan’. Jadi secara etimologi sintaksis berarti menempatkan secara bersama-sama katakata menjadi kelompok kata atau kalimat. 31 Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi.
30
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), cet. 5, h. 199. 31 Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, (Bandung: Angkasa, 1988), cet. 10, h. 35.
38
Demikianlah, bidang sintaksis ialah wacana, kalimat, klausa, dan frase. 32 Sedangkan dalam bahasa Arab sintaksis itu disebut dengan ilmu nahwu.
اﻟﻨﺤﻮ ﻗﻮاﻋﺪ ﻳﻌﺮف ﺑﻬﺎ ﺻﻴﻎ اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وأﺣﻮاﻟﻬﺎ .ﺣﻴﻦ أﻓﺮادهﺎ وﺣﻴﻦ ﺗﺮآﻴﺒﻬﺎ Ilmu nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengenal bentuk kata-kata dalam bahasa Arab serta kaidah-kaidahnya baik berupa kata maupun kalimat. 33 Al-Ghulayaini dalam bukunya Jami’ Al-Durus Al-Arabiyah mendefinisikan an-nahwu yaitu ilmu yang mengatur semua keadaan pada akhir setiap kata dalam sebuah tuturan, baik itu marfu’ (nominative), mansub (akusatif), majrur (genitif), atau majzum (jusif), di mana setiap perubahan keadaan seperti itu disebut al-I’rab 34 atau yang disebut juga dengan al-Mabniy. Mahfudh Ichsan Al-Wina’i mendefinisikan i’rab ialah berubahnya harakat di akhir kata dengan sebab berbedanya amil yang masuk pada kalimat itu yang terbagi atas empat macam yaitu: i’rab rofa’, i’rab nasob, i’rab jar, dan i’rab jazm. 35
32
3, h; 17.
33
M. Ramlan, Sintaksis; Ilmu Bahasa Indonesia, (Yogyakarta; CV. Karyono, 1983), cet.
Hifni Bek Dayyab, dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab: Nahwu, Shorof, Balaghoh, Bayan, Ma’ani, Bade, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1991), cet. 3, h.13. 34 I’rab adalah tanda baca yang diwujudkan dalam bentuk fathah, (peneda vocal a), kasrah (penanda vocal i), dhammah (penanda vocal u), dan sukun (penanda huruf mati). Syihabuddin, op cit, h. 45. 35 Mahfudh Ichsan Al-Wina’i, Konsep Kitab Kuning, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), h.91.
39
Secara
etimologis,
i’rab
berarti
menerangkan
dan
menjelaskan. 36 Tatkala bahasa Arab merupakan bahasa yang jelas dan terang, kehadiran i’rab menunjang kejelasan tersebut. i’rab inilah yang menjelaskan hubungan antarkata pada suatu kalimat dan susunan kalimat dalam kondisi yang variatif. Itulah yang biasa dibicarakan oleh sintaksis yang berorientasi pada lafadz dan i’rab atau struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran. Akan tetapi dalam pembahasan ini penulis hanya menjelaskan mengenai satuan sintaksis. 1) Kategori Sintaksis Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia Pada dasarnya satuan sintaksis 37 itu meliputi kata (yang merupakan satuan sintaksis terkecil), frase (gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya predikatif), dan kalimat. Dalam ilmu bahasa, kata dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk serta perilakunya, dan antara satu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya. Dengan
kata
lain,
kata
dibedakan
berdasarkan
kategori
sintaksisnya. Kategori sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata. Para linguis Arab terdahulu membagi kata ke dalam kategori nomina, verba, dan hurf.
36
Syihabuddin, op. cit, h.44.. Kaidah sintaksis mensyaratkan pilihan kata yang tepat, seksama, dan lazim. Tepat berarti penempatan kata sesuai dengan kelompoknya dalam sintaksis, seksama berhubungan dengan kesesuaian antara makna dan pikiran, dan lazim berarti kata yang sudah menjadi milik bahasa Indonesia. Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 68. 37
40
Hifni Bek Dayyab (1991:13) menuliskan:
. ﻓﻌﻞ و اﺳﻢ و ﺣﺮف: ﺗﻨﺤﺼﺮ اﻟﻜﻠﻤﺎت ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ اﻧﻮاع Kata-kata itu hanya ada tiga macam: fi’il, isim, dan harf. Mahfudh Ichsan Al-Wina’i (1995:85) juga sependapat bahwa kelas kata dalam bahasa Arab itu ada tiga yakni fi’il, isim, dan harf. Dia mengatakan bahwa:
. ﻓﻌﻞ واﺳﻢ و ﺣﺮف: اﻗﺴﺎﻣﻪ ﺛﻼﺛﺔ Kalimat itu terbagi menjadi tiga macam: fi’il tau kata kerja, isim, dan hurf. a) Verba (fi’il) Fi’il dalam bahasa Arab sama pengertiannya dengan kata kerja dalam bahasa Indonesia. 38 Verba atau kata kerja dalam bahasa Indonesia secara umum dapat dibedakan dari kelas kata lainnya terutama dari adjectiva dengan ciri: “verba mengandung makna inheren perbuatan, proses, dan keadaan yang bukan sifat atau kualitas, dan memiliki fungsi utama sebagai predikat atau inti predikat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain”.39 Dilihat dari strukturnya ada dua macam kata kerja, yaitu kata kerja dasar, dan kata kerja berimbuhan. 40 Kata kerja dasar adalah kata kerja yang belum diberi imbuhan, seperti kata-kata
38
Akrom Fahmi, op. cit., h. 8. Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Edisis ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), cet. 4, h. 87. 40 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h.100. 39
41
pergi, pulang, tulis, tanya, dan tendang. Sedangkan kata kerja berimbuhan adalah kata kerja yang berbentuk dari kata dasar yang mungkin kata benda, kata kerja, kata sifat, atau janis kata lain dan imbuhan. Dalam bahasa Arab verba lazim disebut dengan fi’il, yaitu kata yang menunjukkan makna mandiri dan disertai dengan
pengertian
zaman.
Sebagaimana
dalam
bahasa
Indonesia, fi’il dalam bahasa Arab tidak hanya meliputi pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tenaga (fisik), seperti berjalan, memikul, dan lain-lain. Verba atau fi’il dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga macam yaitu: fi’il madhi, fi’il mudhari, dan fi’il amr. Walaupun ada beberapa bentuk fi’il berdasarkan morfologisnya (shorof), fi’il madhi menunjukkan perbuatan yang telah berlalu. Contoh pada kata
“ آﺘﺐdia (laki-laki) telah menulis”.
Fi’il mudhari menunjukkan kejadian atau perbuatan yang sedang berlangsung dan yang akan datang. Contoh pada kata
ﻳﻜﺘﺐ
“dia (laki-laki) sedang atau akan menulis”.
Sedangkan fi’il amr yaitu fi’il yang menuntut pendengarnya untuk melakukan sesuatu seperti pada contoh (laki-laki) tulislah”.
اآﺘﺐ
“kamu
42
b) Nomina (isim) Nomina meliputi tiga unsur: nama (kata benda), sifat, dan kata ganti. Unsur nama meliputi aspek nama yang umum, nama diri dan bentuk infinitif 41 . Unsur sifat meliputi sifat yang umum, sifat yang relative, dan sifat yang menyatakan keunggulan, sedangkan unsur kata ganti mencakup kata ganti orang, kata ganti penunjuk, dan kata ganti konjungtif. 42 Unsur
nama
memiliki
karakteristik
yang
membedakannya dari kategori lain. Dilihat dari distribusinya, nomina dapat menempati posisi sebagai subjek, predikat, atau pelengkap.dalam kalimat yang predikatnya verba dan ia tidak dapat diingkari dengan kata “tidak”, melainkan dengan kata “bukan”. 43 Dalam bahasa Indonesia sebuah kata dapat dicalonkan ke dalam kelas benda jika kata tersebut berfrase dengan di, ke, tentang, pe. Misalnya: pemain, kehendak, di sekolah, dll. Dalam bahasa Inggris sebuah kata masuk dalam kelas benda, apabila secara frase dapat dihubungkan dengan kata-kata
41
Infinitive merupakan bentuk verba yang sama sekali tidak mengandung fleksi (proses atau hasil penambahan afiks pada dasar atau pada akar untuk membatasi makna gramatikalnya. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indinesia, Edisi ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), cet. 3, h. 432&318 42 Syihabuddin, op. cit, h. 52 43 Harimurti Kridalaksana, op.cit., h. 146
43
seperti the, a, few, some, every, atau dengan sufiks -er seperti: farmer, writer, reader. 44 Sementara isim dalam bahasa Arab merupakan kata yang menunjukkan makna mandiri dalam arti ia tidak terengaruhi zaman atau kala. Contoh:
اﺑﺮاهﻴﻢ
yang berarti
nama orang yang tidak berpengaruh oleh kala. Isim atau nomina secara umum terbagi dua yaitu: i) isim nakirah yaitu kata benda yang masih umum seperti:
ﺗﻠﻤﻴﺬ
“seorang murid laki-laki” mana saja atau bersifat
umum, “ آﺘﺎبbuku” mana saja atau masih bersifat umum. ii) Isim ma’rifah yang menunjukkan kata benda tertentu (sifatnya pasti) seperti: penambahan
ال
اﻟﺘﻠﻤﻴﺬ
yaitu
ﺗﻠﻤﻴﺬ
dengan
yang berarti “anak laki-laki itu” yang
bersifat khusus atau pasti. Isim maaa'rifah ini meliputi: isim dhamir (pronominal, person), isim ‘alam (nama diri), isim isyarah (petunjuk, penanda deiksis 45 ), isim mausul (nomina relative), isim yang disertai alif lam () ال, dan isim yang
44
Jos Daniel Parera, Pengantar Linguistik Umum; Bidang Morfologi, Seri B. (Ende Flores Nusa Indah: Arnoldus, 1977), h. 15&16 45 Deiksis merupakan hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa; kata yang mengacu kepada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 244
44
c) Harf Seluruh kalimah huruf adalah mabny. Dan perlu diingat kembali, bahwa untuk menentukan apakah suatu kalimah harf itu mabny sukun, fathah, dhammah, dan kasrah adalah berdasarkan harakat harf terakhirnya. 1) Harf Jar, seperti
: ﻋﻦ, اﻟﻲ,ﻣﻦ
dan lain-lain.
2) Harf Athaf, seperti
: ﺛﻢ, ف,و
dan lain-lain.
3) Harf Istifham, seperti
: أ, ﻣﺎ,هﻞ
dan lain-lain.
4) Harf Nafy, seperti
:, ﻣﺎ, ﻟﻢ,ﻟﻦ
dan lain-lain.
5) Harf Syarat, seperti
: , إذا, ﻣﻦ,ﻟﻮ
dan lain-lain.
6) Harf Ta'kid, seperti
: إن, أن,ﻗﺪ
dan lain-lain.
7) Harf Ististna, seperti
: . ﻏﻴﺮ اﻻ,ﺳﻮى, dan lain-lain.
8) Dll.
2) Kategori Gramatikal Bahasa Arab Klasifikasi gramatikal (dalam bahasa Arab yaitu nahwu) adalah komponen dalam tata bahasa yang memperlihatkan bagaimana satuan-satuan gramatikal dengan berbagai cirinya
46
Abdul Mu’in, Analisis Kontrastif ;Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Tetaah Terhadap Fonetik dan Morfologi), (Jakarta, al-Husna Baru, 2004), cet. 1, h. 92
45
berperilaku sebagai satuan yang lebih abstrak dalam satuan gramatikal yang lebih besar. 47 Seperti yang telah penulis
ungkapkan di atas bahwa,
kategori gramatikal sering dibedakan kategori primer, yakni kelas kata, dan kategori sekunder, yakni modus, kala (tenses), aspek, diatesis, jumlah, dan kasus (Lyons 1968:274). Empat di antaranya menjadi kategori yang sangat penting dalam bahasa Arab, yaitu: a) Jumlah (number) Jumlah adalah kategori gramatikal yang membeda-bedakan jumlah, misalnya tunggal (mufrad), dua (mustanna), dan plural (jama’). Dalam bahasa Arab perbedaan ketiga jumlah tersebut akan mempengaruhi struktur kalimat atau katanya. 48 1)
Mufrad seperti: ﻣﺴﻠﻢ
, آﺘﺎب, ﻗﻠﻢ.
2)
Mustanna seperti: ﻟﺒﺎن
3)
Jama’ yang terbagi menjadi tiga macam:
ﻃﺎ, ﻗﻠﻤﺎن.
• Jama’ mudzakar salim, seperti: ﻣﺴﻠﻤﻮن. • Jama’ muannasts salim, seperti: ﻣﺴﻠﻤﺎت. • Jama’ taksir seperti: ﺻﻮر
47
Ibid. h. 5-6 Hifni Bek Dayyab, dkk, op. cit, h.155 49 Abdul Mu’in, op. cit, h. 93 48
- ﺻﻮرة.49
46
b) Modus Modus merupakan kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis penutur terhadap tindakan, perbuatan, merupakan tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkannya. 50 Dalam bahasa Arab terdapat tiga macam modus yaitu: 51 a) Modus indikatif (al-mudhari’ al-marfu’) yang menunjukkan suatu pernyataan biasa, dan dapat digunakan untuk menyatakan makna perbuatan yang faktual (terjadi) atau suatu kebenaran umum (netral). 52 b) Modus subjuntif (al-mudhori’ al-manshub) merupakan hasil perubahan dari modus indikatif yang telah diberi unsur-unsur yang bisa mengubah modus indikatif menjadi modus subjungtif. Seperti contoh:
ﺐ ُﻣﺤَﻤﱠﺪ َ ﺐ = َﻟﻦْ َﻳﺬْ َه ُ َﻳﺬْ َه.
(Muhammad tidak
akan pergi). c) Modus jusif (al-mudhari’ al-majzum) yang menunjukkan makna penegasan. Modus jusif ini tidak berbeda dengan modus subjungtif, kecuali huruf terakhirnya bersukun. Seperti contoh
ْ َﻳﻜْ ُﺘﺐ.
50
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, op. cit., h. 139 Abdullah Abbas Nadwi, Op. cit., h. 93-102. 52 Harimurti Kridalaksana, Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia, op. cit., h. 139 51
47
c) Kasus Kasus adalah kategori gramatikal dari nomina, frase nomina, pronomina, atau adjectiva yang memperlihatkan hubungannya dengan kata lain dalam kontruksi sintaksis.53 Berdasarkan ciri-ciri infleksi suatu konstituen, bahasa Arab mempunyai tiga kasus, yaitu: 1) Nominatif (marfu’), adalah kasus yang menempati posisi subjek atau predikat. 2) Akusatif (manshub) adalah kasus yang secara fungsional menempati posisi objek, pelengkap, dan adverbial. 3) Genitive (majrur) adalah kasus yang secara fungsional mengisi fungsi adverbial dalam kalimat.
53
Ibid, h. 87
BAB III LATAR BELAKANG MAHASISWA TARJAMAH SEMESTER VIII PERIODE 2005/2006
A. Sekilas Tentang Jurusan Tarjamah dan Kurikulum 1. Sejarah Fakultas Adab adalah fakultas pelopor dalam sejarah Pendidikan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Indonesia dan Institut Agama Islam (IAIN) khususnya. Sejarah Fakultas Adab ini berawal dengan berdirinya Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) pada 1 Juni 1957. ADIA pada saat itu mempunyai tiga jurusan, yaitu: Jurusan Bahasa Arab, Jurusan Pendidikan Agama, dan Jurusan Khusus untuk Imam Tentara. Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan keputusan Presiden RI no.011 tahun 1960, tanggal 24 Agustus 1960 (2 Rabiul Awal 1380 H) ADIA di Jakarta dan PTAIN di Yogyakarta digabung menjadi satu. Program studi (prodi) Tarjamah dibuka pada tahun 1999. Pembukaan jurusan ini berdasarkan SK Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam No. e/48/1999 tentang Penyelenggaraan Jurusan dan Program Studi pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tertanggal 29 Februari 1999. 1 Pembukaan Jurusan Tarjamah ini diikuti dengan pembukaan beberapa jurusan lainnya, yaitu Jurusan Ilmu Perpuatakaan dan Sistem Informasi (IPSI), sekarang bernama Jurusan Ilmu Perpustakaan, dan pada tahun berikutnya (2000) dibuka Jurusan Bahasa dan Sastra Ingris.
1
Data diperoleh dari Sekretaris Jurusan Tarjamah pada tanggal 23 Desember pada pukul 13.30 WIB.
48
49
Dari awal berdirinya sampai sekarang, meskipun memiliki keberadaan yang sangat penting di dunia penerjemahan, jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun terus berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat terkait dengan penerjemahan, serta asumsi tentang sulitnya mempelajari nahwu dan sharaf, masih sangat kental di tengah-tengah masyarakat kita saat ini. Dari data yang dapat diperoleh, dari tahun 2005 sampai sekarang, mahasiswa yang duduk di jurusan tarjamah terus menurun, seperti tabel data mahasiswa di bawah ini: Tabel data mahasiswa dari tahun 2005-2009 Tahun Ajaran
Jumlah Mahasiswa
2005/2006
24 orang mahasiswa
2006/2007
25 orang mahasiswa
2007/2008
19 orang mahasiswa
2008/2009
8 orang mahasiswa
2009/12010
3 orang mahasiswa
Upaya yang dilakukan oleh jurusan untuk menambah komunitas mahasiswa tarjamah terus ditingkatkan. Baik dari proses sosialisasi ke Madrasah-madrasah Aliyah, SMA, dan Pondok Pesantren, serta penawaranpenawaran melalui ujian masuk Reguler. Namun usaha tersebut belum dapat membuahkan hasil, malah dari tahun ke tahun komunitas mahasiswa Tarjamah
50
terus menurun. Nampaknya perlu upaya yang lebih tinggi serta kreatifitas yang baru untuk menarik minat masyarakat terhadap dunia penerjemahan. Memang terasa, dibandingkan dengan jurusan lain, jurusan tarjamah di Fakultas sendiri begitu kurang mendapat perhatian. Bagi jurusan Tarjamah sendiri untuk mengadakan acara-acara yang berpotensi dalam menarik minat calon mahasiswa tarjamah terhalang oleh berbagai kendala. Salah satunya yaitu kurangnya dana yang menyebabkan sumber sarana begitu sulit untuk didapat.
2. Visi dan Misi Sebagaimana telah tertulis dalam buku Pedoman Akademik Fakultas Adab dan Humaniora Tahun 2005/2006, yang diterbitkan oleh FAH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tarjamah bertujuan menghasilkan sarjana Muslim yang memiliki keterampilan profesional di bidang bahasa yang dijiwai oleh ajaran-ajaran dan nilai Islam dan ke-Indonesiaan. Lulusan Program Studi Tarjamah ini memperoleh gelah Sarjana Sastra yang disingkat dengan SS. Sesuai dengan visi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, maka visi Prodi Tarjamah adalah membangun Prodi Tarjamah sebagai lembaga pendidikan tertinggi berbasis riser dan agama terdepan dalam bidang penerjemahan dan kebahasaan. Berdasarkan visi tersebut, maka misi Prosi Tarjamah adalah sebagai berikut:
51
a. Menyelenggarakan pendidikan dan dan pengajaran yang berkualitas dalam bidang kebahasaan dan penerjemahan. b. Menyelenggarakan penelitian dalam bidang bahasa dan penerjemahan bagi kepentingan akademik dan mansyarakat. c. Menyelenggarakan pengabdian masyarakat dalam bidang bahasa dan penerjemahan. d. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi. 3. Kurikulum Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun
akademik
2003-2004
telah
menerapkan
Kurikulum
Berbasis
Kompetensi (KBK). Penerapan KBK ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan (kompetensi) dan hasil belajar mahasiswa, sehingga tujuan Universitas, Fakultas, dan Jurusan dapat dicapai secara maksimal. Srtuktur kurikulum masing-masing jurusan mengacu pada kualifikasi yang dituntut oleh Universitas, Fakultas, dan Jurusan. Kualifikasi ini meliputi kompetensi lintas jurusan (kompetensi dasar UIN), kompetensi utama jurusan sebagai bidang utama, dan kompetensi penunjang atau lainnya sebagai bidang tambahan. Pada program studi tarjamah terdapat beberapa perubahan pada mata kuliah yang ada, seperti: Insya menjadi Kemahiran Menulis, Ta’bir Syafawi menjadi Kemahiran Mendengar dan Berbicara, Tarjamah Tahriri II-II menjadi
52
Penerjemahan
Arab-Indonesia
I-II,
Tarjamah
Tahriri
III
menjadi
Penerjemahan Keislaman, Tarjamah Tahriri IV menjadi Penerjemahan Akademik, Tarjamah Tahriri V menjadi Penerjemahan Non-Akademik, Tarjamah Tatbu’iyah dean Tarjamah Fauriyah menjadi Teori Permasalahan Penerjemahan Arab-Indonesia. Serta terdapat beberapa penambahan mata kuliah
seperti:
Editing,
Komputer
dan
Informatika,
Dasar-dasar
Korespondensi Arab, dan Seminar Skripsi. Distribusi mata kuliah program studi tarjamah lihat di lampiran I. Dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) Program studi Tarjamah perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip; (1)Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur, (2) penguatan integritas nasional, (3) keseimbangan Etika, logika, estetika, dan kinestetika, (4) kesamaan memperoleh kesempatan, (5) abad pengetahuan dan tekhnologi informasi, (6) pengembangan keterampilan hidup, (7) belajar sepanjang hayat, (8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komrehensif, (9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan (Dekdikbud, 2002). 2
4. Dosen Pengajar dan Tenaga Pendukung Data yang penulis dapatkan mengenai dosen pengajar di Jurusan Tarjamah masih merupakan data-data dosen yang di susun pada 31 Agustus 2005 silam. Sistem rekruitmen dan seleksi dosen mengacu pada PP. No. 98
2
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), cet. 1, h.70
53
Tahun 2000, PP. No. 11 Tahun 2002 tentang pengadaan PNS yang berlaku secara nasional. Program Studi Tarjamah memiliki dosen tetap yang berkuaitas dengan tingkat pendidikan S2 (8 orang) dan S3 (2 orang), juga tenaga pengajar S2 (1 orang). Dari sis kepankatan dan jabatan terdapat 1 Guru Besar, 2 Lektor Kepala, dan 7 Lektor, serta 1 tenaga pengajar. Selain tenaga dosen, Jurusan/ Program Studi Tarjamah juga didukung oleh beberapa orang karyawan yang menangani administrasi akademi, kemahasswaan, dan keuangan (S2/4 orang, S1/7 orang,, D3/1 orang, SLTA/6 orang), di ampig teknisi (S1/1 orang), laboran (S1/1 orang), pustakawan (S2/1 orang dan D3/1 orang), dan pramukantor (SLTA/3 orang dan SD/1 orang), serta pramusaji (SLTA/1 orang). Beliau semua ini merupakan SDM yang diperoleh melalu sistem rekruitmen pegawai negeri sipil. Sebagai PNS, mereka bekerja di bawah peraturan kerja dan kode etik yang dikembankan oleh pemerintah dan Universitas/Fakultas. Pada dasarnya dosen-dosen di jurusan tarjamah secara akademik merupakan dosen-dosen yang memiliki kualitas tinggi. Namun dosen-dosen tersebut memiliki metode pengajaran yang berbeda-beda. Ada yang memiliki kualitas pengajaran yang unik dan kreatif, sehingga mahasiswa tidak merasa jenuh, ada pula yang memiliki metode monoton, sehingga mahasiswa cepat jenuh.
54
Tingkat disiplin dalam mengajarpun tiap-tiap dosen memiliki perbedaan dalam cara pandangannya. Beberapa dosen memiliki disiplin yang kuat, seperti mahasiswa tidak diperbolehkan telat, memakai kaus oblong, bahkan kehadiran mahasiswa dituntut untuk dapat mengikuti ujian. Akan tetapi ada pula dosen yang cuek, tidak memiliki silabus sebagai target pembelajaran, mengajar tidak sesuai dengan materi atau mata perkuliahan, banyak menceritakan masalah-masalah yang tidak penting dan tidak mencakup materi belajar, bahkan tidak tepat waktu. Hal ini juga seharusnya menjadi perhatian penting bagi akademik dalam mengkader dosen-dosen, agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
5. Sarana dan Prasarana Fasilitas atau peralatan yang digunakan sebagai penunjang proses belajar mengajar terdiri dari sarana administrasi, ruang kuliah, ruang laboratorium multimedia/bahasa, ruang laboratorium komputer, ruang self access centre, ruang teater, rung perpustakaan dengan koleksi sejumlah 8193 examplar dengan 4595 judul. Fasilitas-fasilitas ini tersedia secara memadai dengan kualitas yang baik. Proses pembelajaran didukung oleh sarana perkuliahan modern secara memadai berupa alat elektronik, seperti LCD, OHP, panaboard, handycam, wireless, faximile, radio, screen projector, laptop, komputer, printer, scanner, audio vicual, parabola, tape recorder, VCD/DVD player, cassette, head set,
55
jaringan internet dan AC. Semua ini diadakan guna mendukung proses pembelajaran. Akan tetapi sangat disayangkan. Mayoritas dari sarana dan prasarana tersebut belum dapat sepenuhnya difungsikan dengan baik. Seperti hal nya ruang laboratorium multimedia/bahasa, yang kendatinya menjadi tempat mahasiswa untuk belajar guna mendapatkan suasana yang baru, belum sepenuhnyadapat difungsikan. Juga masih banyak sarana dan prasarana lainnya yang belum dapat difungsikan dengan maksimal.
B. Latar Belakang Pendidikan Mahasiswa program studi Tarjamah tahun akademik 2005/2005 berjumlah 25 orang. Namun pada semester VIII jumlah ini terus berkurang menjadi 19 orang saja. Menurunnya jumlah populasi pada prodi ini terjadi akibat berbagai faktor di antaranya yaitu latar belakang pendidikan mahasiswa. Dilihat dari latar belakang 25 orang mahasiswa tercatat: 3 1. Lulusan dari pondok pesantren berjumlah 7 orang yang terdiri dari:
jurusan IPA= 2 orang
jurusan IPS =3 orang
jurusan Bahasa dan Agama = 3 orang
3
Sekretaris Jurusan Tarjamah, Op. cit.
56
2.
Lulusan dari MAN 12 orang yang terdiri dari:
Jurusan Bahasa = 7 orang
Jurusan IPS = 4 orang
3. Lulusan dari SMU / SMA 6 orang dari jurusan IPS. Dari data di atas dapat kira ketahui bahwa hanya 35% dari mahasiswa Tarjamah yang benar-benar berasal dari pendidikan bahasa, sedangkan 45% dari mereka, pendidikan bahasa Arab bukanlah menjadi kajian pokok dalam mata pelajaran, meskipun berasal dari pendidikan pesantren, namun jurusan yang mereka ambil tidaklah terfokus pada bidang bahasa. Ini mengakibatkan kemampuan berbahasa mahasiswa tersebut hanya menjadi pendamping di samping mata pelajaran wajib yang mereka pelajari di pondok pesantren, bahkan 20% dari mahasiswa Tarjamah sama sekali belum mengenal tentang pelajaran Bahasa Arab. C. Metode Pengajaran Tata Bahasa Arab di Jurusan Tarjamah Dalam pengajaran bahasa, salah satu segi yang sering disorot orang adalah segi metode. Sukses tidaknya salah satu program pengajaran bahasa sering kali dinilai dari segi metode yang digunakan, sebab metodelah yang menentukan isi dan cara mengajarkan bahasa. Di lain pihak ada pendapat ekstrim yang menyatakan bahwa metode itu tidak penting. Yang penting adalah kemauan belajar dan kualitas murid.
57
Ada pula yang berpendapat bahwa metode itu sekedar alat saja; gurulah yang paling menentukan. 4 Terlepas dari masalah setuju atau tidak setuju dengan pendapat di atas, adalah suatu kenyataan bahwa setiap saat metode “baru” atau diminta meninjau
para guru dihadapkan dengan
kembali metode yang selama ini
dipakai, karena ada teori baru atau pendapat baru sebagai hasil penelitian terakhir. Tetapi sayang sekali ajakan untuk mengadakan pembaharuan sering kali mendapat tantangan-tantangan yang tidak ringan, karena adanya perbedaan-perbedaan doktrinair dan kesalah fahaman yang terdapat dalam bidang metode mengajar bahasa. Di satu pihak kita melihat metode lama yang tidak mau menerima pikiran-pikiran baru, dilain pihak kita melihat metode yang baru menunjukkan “kebaharuannya” dengan serta merta menolak metode lama secara keseluruhan, termasuk ide-ide baik yang ada di dalamnya. Di dalam kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan anak didik dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kognitif, psikomotor, efektif). Khusus metode mengajar di dalam kelas, suatu metode dipengaruhi oleh faktor tujuan yang memiliki berbagai macam tingkat kematangannya, situasi dan keadaan yang berbeda, fasilitas yang
4
Muljanto Sumardi, Pengajaran Bahasa Asing; Sebuah Tinjauan dari Segi Metodologi (Jakarta: Bulan Bintang,1974), h: 7
58
dimiliki, maupun pribadi guru yang memiliki kemampuan yang berbedabeda. 5 Metode yang digunakan tentu saja tergantung pada tingkat kemahiran murid. Program bahasa untuk orang yang baru pertama kali belajar bahasa Arab, tentu berbeda dengan program bahasa untuk tingkat menengah dan maju baik dalam intensitas maupun macam materi pelajarannya. Makin rendah tingkat kemahiran murid, makin kuranglah pengaruh tujuan suatu program terhadap seleksi materi, karena dalam
tiap bahasa ada unsur-unsur
fundamental yang harus diketahui tanpa melihat siapa dan dari mana asal murid tersebut. 6 Menurut Larson dan Smalley, “penerjemahan merupakan kemahiran bahasa yang canggih, maju, bukan sesuatu untuk para pemula. Penerjemahan berharga untuk komunikasi jika orang sudah menguasai dua bahasa. Penerjemahan tidak hanya memerlukan pengetahuan yang memadai tentang dua bahasa, tetapi latihan dan pengalaman yang khusus. Dapat berbicara dalam dua bahasa tidak berarti bahwa orang dapat menerjemahkan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain dengan sangkil (berhasil guna) dan terampil. Berpindah dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain harus dipelajari. 7
5
Abu Ahmad, Joko Prasetyo, Strategi Belajar Mengajar: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. 1, h.52 6 Di antara prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Arab adalah: (1) taqdim al-aulawiyyah (prioritas), (2) pemanfaatan latar belakang bahasa siswa, (3) al-tadrij (gradasi); dari yang mudah ke yang lebih sulit, dari yang konkrit ke yang lebih abstrak, dari yang sederhana ke yang lebih kompleks, (4) al-tasyiwiq wa al-tasyji (pemberian motifasi), (5) al-qiddah (akurasi), dan al-tadrib wa al-mumarasah (latihan dan praktik. 7 A. Widyamartaya, Op. Cit.
59
Dalam prodi tarjamah, strategi pembelajaran mengarah kepada pencapaian kurikulum. Sebagai prodi yang penguasaannya lebih menekankan pada aspek aksiologis dan praktis, maka pangajian dan transfer kepada mahasiswa meniscayakan adanya berbagai strategi dan metode pembelajaran. Namun para dosen yidak semuanya memiliki metode dan strategi pembelajaran yang sama sehingga menjadi kendala tersendiri untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dikarenakan efektifitas suatu metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka metode yang digunakan oleh dosen Program Studi Tarjamah diantaranya adalah: a. Metode ceramah, yaitu: cara menyampaikan meteri pelajaran kepada mahasiswa dilaksanakan dengan lisan oleh dosen di dalam kelas. Metode ini dilakukan oleh dosen dalam menerangkan materi pelajaran. Akan tetapi metode ini seringkali menyebabkan kebosanan pada mahasiswa, karena dilakukan dengan cara yang monoton. Maka dalam penerapannya, dosen juga menyelingi dengan beberapa metode lainnya. b. Metode diskusi, yaitu kegiatan untuk mengembangkan aktifitas pertukaran ide antara dosen dan mahasiswa, maupun antar mahasiswa. Diutarakan topic tertentu untuk dibicarakan dan ditarik suatu kesimpilan. Pada akhir diskusi, kesimpulan diambil oleh seluruh mahasiswa sedangkan dosen bertindak sebagai pasilitator. c. Metode tugas individu, yaitu setiap mahasiswa diberikan tugas yang bersifat individu. Metode ini bertujuan agar setiap mahasiswa dapat
60
sungguh-sungguh dalam mendalami potensi masing-masing dengan berupaya mengerjakan tugas individu, tanpa bantuan mahasiswa yang lain. Tugas individu ini berupaya membentuk diri yang mandiri. d. Metode kerja kelompok, setiap mahasiswa diupayakan untuk mampu menghayati peran sertanya dalam memberikan sembangsih (partisipasi) sesuai dengan tujuan kelompok. e. Metode baca, yaitu: penyampaian meteri kepada mahasiswa yang dilaksanakan dengan membaca teks-teks materi pelajaran. Naskah bacaan dipecah atas beberapa bagian yang pendek, setiap bagian bacaan diantaranya dengan sejumlah daftar kata yang akan diajarkan lewat isi bacaan tersebut, dengan terjemahan dan gambar. Setelah sejumlah kosa kata tertentu telah tercapai, barulah ditambahkan dengan bacaan tambahan. f. Metode tata bahasa terjemahan. Cirri-ciri utama metode ini ialah: tata bahasa merupakan satu ikhtisar dari tata bahasa standard dan formal. Kosa kata bergantung pada naskah yang dipilih dan dikehendaki. Pengajaran dimulai dengan pengenalan kaidak-kaidah tata bahasa, penilihan jenis kosa kata yang tertentu, melakukan satu paradigma, dan baru penerjemahan. 8 g. Metode praktik teori, yaitu teori menyusul praktik. Kalimat-kalimat contoh dihafalkan lewat pengulangan yang teratur dengan menirukan informan atau bahan rekaman. Kemudian kalimat-kalimat model/contoh dianalisis secara
fonetis
dan
structural
untuk
memberikan
kemungkinan
pembentukan kalimat-kalimat baru dalam tipe atau jenis yang sama. 8
Jos Daniel Parera, Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajaran Bahasa, Analisis Kontrastif Antarbahada, Analisis Kesalahan Berbahasa, Edisi kedua, (Jakarta: Erlangga, 1997), cet. 1, h. 64
BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Teks Tata – Bahasa Hasil Terjemahan Teks-teks Naskah Keislaman Oleh Mahasiswa Tarjamah Semester VIII Periode 2005/2006. Untuk mengeteahui bagaimana kemampuan mahasiswa Tarjamah semester VIII periode 2005\2006 dalam menerjemahkan naskah-naskah keislaman, serta kemampuan mereka dalam menerapkan kedudukan i’rab, dapat dilihat dari hasil survei. Data ini diperoleh dari angket yang telah di sebarkan kepada mahasiswa Tarjamah semester VIII priode 2005\2006, yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel. Setelah proses pengumpulan data, data tersebut diedit kembali agar memudahkan dalam menganalisis. 1. Latar Belakang Pendidikan Mahasiswa Tarjamah periode 2005/2006 Tabel I Sebelum anda masuk ke Tarjamah apa latar belakang sekolah anda? No
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. Pesantren
4
27 %
b. MA
9
60 %
c. SMA
2
13 %
d. dll
-
-
15
100 %
Jumlah
Mahasiswa Tarjamah semester VIII periode 2005/2006 mayoritas memiliki latar belakang pendidikan Madrasah Aliyah (MA), bahkan yang dari
61
62
pesantren seperempatnya saja (27 %), sementara mahasiswa yang memiliki latar belakang pendidikan SMA sebanyak 13 %. Mahasiswa yang berasal dari pesantren, bahasa Arab merupakan bahasa yang mereka gunakan sehari-hari. Pandangan bahwa mahasiswa yang berasal dari pondok pesantren yang telah mencicipi ilmu nahwu dan sharaf secara mantap, bukan lagi hal yang asing. Namun pada kenyataannya, jurusan yang mereka ambil ketika di pondok mayoritas bukanlah bagian Bahasa Arab, melainkan bagian umun yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Justru Mahasiswa yang memiliki latar belakang pendidikan dari Madrasah Aliayah-lah yang mayoritas mengambil jurusan Bahasa. Table 2 Jurusan apa yang anda ambil ketika masih sekolah? No
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. Bahasa Arab
8
53 %
b. IPA
2
13 %
c. IPS
5
34 %
d. dll
-
-
15
100 %
Jumlah
Tentunya mereka juga sudah biasa menemukan tulisan-tulisan berbahasa Arab dan sudah mendapat pelajaran nahwu dan sharaf. Namun sekali lagi kenyataan yang harus disadari yaitu, di Madrasah Aliyah, bahasa Arab sebagai jurusan belum diterapkan sebagai bahasa yang digunakan dalam
63
percakapan sehari-hari, sehingga secara praktek hasil yang ingin dicapai belum maksimal, karena Bahasa Arab merupakan bahasa yang kontinue bagi penggunanya. Hal itu dapat kita lihat dari hasil survei yang hanya 13 % dari mahasiswa ketika di sekolah telah menguasai nahwu dan sharaf, sedangkan mayoritas 67 % dari mahasiswa mengakui bahaw mereka hanya sedikit menguasai pelajaran nahwu dan sharaf, bahkan 20 % di antaranya sama sekali tidak menguasai nahwu dan sharaf. Oleh karena perbedaan tingkat kemapuan masing-masing mahasiswa dalam kemampuan mereka dalam ilmu nahwu dan sharaf, maka tentunya metode yang digunakan haruslah lebih kreatif, demi mengupayakan keseimbangan pengetahuan mahasiswa dalam menyerap teori penerjemahan Tabel 3 Sebelum anda masuk jurusan Tarjamah, apakah anda telah mengetahui dasardasar nahwu dan sharaf? No
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. menguasai
2
13 %
b. sedikit menguasai
10
67 %
c. tidak menguasai
3
20 %
15
100 %
Jumlah
2. Respon Mahasiswa Terhadap Penerjemahan Berdasarkan pemahaman mereka dalam penguasaan terhadap pelajaran nahwu dan sharaf, mayoritas mahasiswa Tarjamah (53 %) mengambil jurusan
64
Tarjamah atas pilihannya sendiri, namun hampir sebagiannya 40 % dari mahasiswa manyatakan masuk jurusan Tarjamah karena salah masuk jurusan, karena pada awal masuk Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Tarjamah bukanlah pilihan yang ingin mereka ambil. Mayoritas mahasiswa Tarjamah periode 2005/2006 adalah jurusan penawaran dari Universitas. Tabel 4 Faktor apa yang menyebabkan anda memilih prodi Tarjamah? No
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. pilihan sendiri
8
53 %
b. pilihan orang tua
1
7%
c. salah masuk jurusan
6
40 %
d. hanya coba-coba
-
-
15
100 %
Jumlah
Dari sini secara garis besar kita sudah dapat melihat bagaimana minat masyarakat Indonesia - khususnya calom mahasiswa – terhadap Jurusan Tarjamah. Saat ini yang menjadi pertanyaannya adalah, “mengapa dunia penerjemahan masih kurang mendapatkan apresiasi dari masyarakat?”. Hal seperti ini tentu harus kita sikapi secara lebih serius. Kurang berminat terhadap Jurusan Tarjamah bisa jadi karena dunia penerjemahan masih kurang mendapat tempat di hati masyarakat. Hingga saat ini kualitas penerjemahan di Indonesia masih belum maksimal dan masih harus ditingkatkan kembali.
65
Tabel 5 Bagaimana respon anda terhadap materi mata kuliah penerjemahan? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. antusias
6
40 %
b. biasa saja
9
60 %
c. tidak suka
-
-
15
100 %
Jumlah
Sebagai jurusan yang “ditawarkan” bagi mahasiswa, tentunya secara garis besar kita sudah dapat menggambarkan minat tehadap materi mata kuliah penerjemahan. Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa kurang dari setengah mahasiswa yang berminat terhadap penerjemahan, sedangkan mayoritas mahasiswa menyatakan biasa saja atau dapat dikatakan kurang antusias terhadap materi mata kuliah penerjemahan. Hal ini bisa disebabkan oleh dosen pengajar, metode pengajaran yang digunakan selalu monoton, buku rujukan sebagai bahan bacaan dan tugas yang sulit, atau bahkan kurikulum yang kurang menarik. Antusiasme terhadap mata kuliah penerjemahan tersebut sangat berpengaruh terhadap kemampuan mahasiswa. Hal itu dapat kita lihat bahwa hanya 13 % mahasiswa yang menyatakan bahwa mereka telah menguasai teori penerjemahan, sedangkan 87 % dari mereka merasa kurang menguasai teori penerjemahan. Pada dasarnya teorilah yang menjadi jembatan praktik. Keseimbangan teori dan praktik harus dijaga.
66
Tabel 6 Sejauh mana anda menguasai teori penerjemahan? No
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. menguasai
2
13 %
b. sedikit menguasai
13
87 %
-
-
15
100 %
c. tidak menguasai Jumlah
3. Analisis Kesalahan Umum Tata Bahasa Arab Penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan tentang kesalahan umum di bidang tata bahasa Arab saat mahasiswa semester viii periode 2005/2006, diminta untuk dalam menerjemahkan naskah keislaman, serta faktor-faktor yang mempengaruhinnya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis akan memaparkan hasil analisis data yang telah diisi oleh mahasiswa Tarjamah, serta akan disajikan hasil terjemahan beberapa mahasiswa yang telah mengisi kuesioner. Dari data yang diperoleh, mayoritas mahasiswa Tarjamah periode 2005/2006 kurang menguasai terhadap ilmu nahwu, bahkan 7 % di antaranya sama sekali tidak paham terhadap ilmu nahwu.
Tabel 7 Sejauh mana anda menguasai ilmu nahwu? No 1
Jawaban a. menguasai
Jumlah
Persentase
2
13 %
67
b. sedikit menguasai
12
80 %
c. tidak menguasai
1
7%
15
100 %
Jumlah
Tabel 8 Sejauh mana pemahaman anda terhadap ilmu sharaf? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. sangat paham
-
-
b. paham
3
20 %
c. sedikit paham
11
73 %
d.
1
7%
15
100 %
tidak paham
Jumlah
Hal serupa juga dapat kita lihat dari hasil survei terhadap ilmu sharaf yang mayoritas mahasiswa juga mengaku kurang menguasai. Hal ini menjadi kendala tertentu dalam penerjemahan. Bahasa Arab tanpa nahwu dan sharaf sama halnya dengan suatu bahasa tanpa makna. Karena makna yang ada di dalam bahasa Arab berasal dari akar nahwu dan sharaf itu sendiri. Mayoritas
mahasiswa
Tarjamah
sudah
dapat
menerjemahkan-
walaupun belum sempurna - , namun mahasiswa tidak mengetahui kaidah nahwu dan sharafnya. Bahkan labih dari setengahnya (53 %) mahasiswa menyatakan bahwa kesulitan yang kerap kali mereka alami saat menerjemahkan yaitu nahwu dan sharaf. Hal ini seharusnya menjadi perhatian semua pihak yang terkait.
68
Karena bagaimanapun kesuksesan mahasiswa adalah menjadi target utama dalam pencapaian kegiatan belajar-mengajar di Akademik. Salah satu syarat penerjemahan yang dikemukakan oleh para ahli adalah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penguasaan bahasa meliputi berbagai faktor kebahasaan diantaranya tata bahasa. Seorang penerjemah akan menghasilkan terjemahan yang baik jika memahami tata bahasa dengan baik. Tabel 9 Menurut anda kesulitan apa yang sering anda alami saat menerjemahkan? No
Jawaban
Jumlah
Persentase
3
20 %
b. nahwu dan sharaf
8
53 %
c. padanan Arab-Indonesia
1
7%
d. budaya
3
20 %
15
100 %
a. menerjemahkan teks-teks gundul
Jumlah
Dalam teks I, Penulis memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan nahwu dan sharaf. Penulis meminta kepada responden untuk memberikan syakal pada teks gundul yang telah disediakan, serta memberikan kaidah tata bahasa / i’rab yang benar dan sesuai dengan kedudukan kata pada setiap kalimat.
ﻓﻰ ﺟﻮاز اﻟﺘﻴﻤﻢ ﺑﻐﻴﺮاﻟﺘﺮاب
69
وﻣﻨﻬﺎ :ﺟﻮاز اﻟﺘﻴﻤﻢ ﺑﺎﻟﺮﻣﻞ ﻓﺈن اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ وأﺻﺤﺎﺑﻪ ﻗﻄﻌﻮا اﻟﺮﻣﺎل اﻟﺘﻰ ﺑﻴﻦ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ وﺗﺒﻮك وﻟﻢ ﻳﺤﻤﻠﻮا ﻣﻌﻬﻢ ﺗﺮاﺑﺎ ﺑﻼ ﺷﻚ وﺗﻠﻚ ﻣﻔﺎوز ﻣﻌﻄﺸﺔ ﺷﻜﻮا ﻓﻴﻬﺎ اﻟﻌﻄﺶ إﻟﻰ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﻄﻌﺎ ،آﺎﻧﻮا ﻳﺘﻴﻤﻤﻮن ﺑﺎﻷرض اﻟﺘﻰ هﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﻧﺎزﻟﻮن ،هﺬا آﻠﻪ ﻣﻤﺎ ﻻ ﺷﻚ ﻓﻴﻪ ﻣﻊ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ )) :ﻓﺤﻴﺜﻤﺎ أدرآﺖ رﺟﻼ ﻣﻦ أﻣﺘﻰ اﻟﺼﻼة ﻓﻌﻨﺪﻩ ﻣﺴﺠﺪﻩ وﻃﻬﻮرﻩ((. TEKS
Tabel Analisis Kesalahan Nahwu dan Sharaf 2 1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kesalahan Tata Bahasa Arab
14
15 √
ﻓِﻰ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
ﺟﻮَا ِز اﻟ ﱠﺘ َﻴ ﱡﻤ ِﻢ َ
√ √ √ X √ √ √ X X
√
√
√
√
√ X
27 %
ﻏﻴْ ِﺮ بَ ِ ب اﻟ ﱡﺘﺮَا ِ َو ﻣِﻨْﻬَﺎ
√ √ X √ √ √ √ X √ X
√
√
√
√ X
27 %
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
ﺟﻮَا ُز اﻟ ﱠﺘ َﻴ ﱡﻤ ِﻢ َ
√ X X X √ √ X X X
√
√
√
√
√ X
ﻞ ﺑِﺎﻟ َﺮﻣْ ِ
√ √ √ √ √ √ √ √ X
√
√
0%
0% 47 %
√
√
√
√
√
7%
ﻲ ن اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ َﻓِﺈ ﱠ
√ √ X √ √ √ √ √ √ X
√
√
√
√
√
13 %
َو َأﺻْﺤَﺎ َﺑ ُﻪ
√ X √ √ X √ √ √ √ X
√ X
√
√ X
√
ﻄ ُﻌﻮْا َﻗ َ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
ل اﻟ ﱢﺮﻣَﺎ َ
X √ X X √ X √ √ √ X
33 %
√
√
√
√
√
0%
√
√
√
√
√
33 %
اﱠﻟﺘِﻰ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
0%
ﻦ اﻟ َﻤ ِﺪﻳْ َﻨ ِﺔ َﺑﻴْ َ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
0%
ك َو َﺗ ُﺒﻮْ َ
√ X √ √ X X √ √ √ X
√
√
√
√ X
33 %
َو َﻟﻢْ َﻳﺤْ ِﻤُﻠﻮْا
√ √ √ X √ √ √ √ X
√
√
√
√
√
√
13 %
َﻣ َﻌ ُﻬﻢْ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
0%
ُﺗﺮَاﺑًﺎ
√ √ √ √ X √ √ X √ X
√
√
√
√
√
20 %
70
ﻚّ ﺷٕ ﻼ َ ِﺑ َ
√ √ X √ √ X √ √ √ X
√
√
√ X
ﻚ ﻣَﻔَﺎوِزٌ َوﺗِﻠ َ
X X X X X √ √ X √ X
√
√
√
ﺸ ٌﺔ ﻄَ ُﻣ َﻌ ﱢ
X √ X X X √ √ √ √ X
√
√ X
ﺷ َﻜﻮْا ﻓِﻴْﻬَﺎ َ
X X √ X X √ √ √ √ X
√
√
ﺶ اﻟ َﻌﻄْ َ
X X X X X X √ X √ X
ل ﺳﻮْ ِ ِإﻟَﻰ َر ُ اﻟﻠﱠﻪِ َﻗﻄْﻌًﺎ
√ √ √ √ √ √ √ √ X
X
√
X √
X √
√
√
√
√ X
√ X
47 % 53 %
√
√
33 %
√
√
73 % 13 %
√ X √
√
0 %2
آَﺎ ُﻧﻮْا
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
0%
ن َﻳ َﺘ َﻴ ﱠﻤ ُﻤﻮْ َ ض ﺑِﺎﻷَر ِ اﱠﻟﺘِﻲ ُهﻢْ ﻓِﻴَْﻬﺎ
√ √ √ √ √ √ √ √ X
√
√
√
√
√
√
7%
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
0%
ن ﻧَﺎ ِزُﻟﻮْ َ
√ √ √ √ X X X √ X
√
√
√
√
√ X
َهﺬَا ُآﻠﱡ ُﻪ
√ √ √ √ √ X √ √ X
√
√
√
√ X
ﻣِﻤﱠﺎ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
ﻚ ﺷﱠ ﻻَ َ
√ √ √ √ X X √ √ X
√
√ X
√
√ X
ِﻓﻴْ ِﻪ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
√
َﻣ َﻊ َﻗﻮِْﻟ ِﻪ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ X
√
√
√ X
ﺤﻴْ ُﺜﻤَﺎ َﻓ َ
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√
√
√
ﺖ أدْ َرآْ َ ﻼ ﺟً َر ُ ِﻣﻦْ ُأ ﱠﻣﺘِﻲ
X X X X X √ X √ X X √ √ X √ √ √ √ √ X
ﻼ ُة اﻟﺼﱠ َ
X √ √ X √ √ √ √ √ X
َﻓ ِﻌﻨْ َﺪ ُﻩ
X √ √ √ √ √ √ √ √ X
X
X √
33 %
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ X
√
√
X √
X
√ X √
X √
√ X
√
√
33 % √
20 %
√
0% 33 %
√
13 % √
0%
√
73 %
√
13 %
√ X √
√
0%
47 % √
0%
71
40 %
X √
√
√
√
X √ X X √ √ X √ √ X
ﺠ ُﺪ ُﻩ ِ َْﻣﺴ
40 %
X √
√
√
√
X √ X X √ √ X √ √ X
ﻃ ُﻬﻮْ ُر ُﻩ َ َو
Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa hampir semua mahasiswa masih mengalami kesulitan dalam memberikan syakal pada suatu kata. Hal ini menandakan bahwa lemahnya kemampuan mahasiswa dalam bidang nahwu (morfologi). Seperti pada frase memberi syakal
ﺟﻮَا ُز اﻟ ﱠﺘ َﻴ ﱡﻤ ِﻢ َ
ﺟﻮَا ُز اﻟﺘﱠﻴَﻤﱡ ُﻢ َ yang berkedudukan sebagai ﺧﺒﺮ ﻣﻘﺪمdan ﻣﺒﺘﺪأ ﺟﻮَا ُز َ
ﻣﺄﺧﺮ
. Memang kata
اﻟ ﱠﺘ َﻴ ﱡﻤ ِﻢ
bukanlah berkedudukan sebagai
ُ ﺟﻮَا َ sebagai dengan ز ﻣﻨﻬَﺎ
. Disini mayoritas mahasiswa (47%)
berkedudukan sebagai
ﺧﺒﺮ ﻣﻘﺪم,
ﻣﺒﺘﺪأ ﻣﺄﺧﺮ, akan tetapi melainkan
ﻣﻀﺎف إﻟﻴﻪ,
ﻣﻀﺎف. Yang berkedudukan sebagai ﺧﺒﺮ ﻣﻘﺪم
adalah
. Namun hampir seluruh mahasiswa yaitu 73 % nya tidak memberikan
penjelasan I’rab pada kata tersebut. Hal ini dikarenakan mayoritas mahasiswa tidak mengetahui kedudukan
ﻣِﻨْﻬَﺎ
pada teks tersebut. Hal ini juga
menandakan masih lemahnya penguasaan mahasiswa dalam bidang nahu (sintaksis). Namun kesalahan terbanyak pada bidang morfologi (nahwu) ini terletak pada kata
ﻼ ًﺟ ُ ﺖ َر َ ْ أدْ َرآyaitu namun benar dalam sharafnya. Hampir
keseluruhan mahasiswa (73%) salah dalam memberikan syakal. Mayoritas
72
Dari hasil survei mahasiswa menyatakan bahwa mata kuliah penerjemahan sudah banyak membantu mahasiswa
dalam penerjemahan.
Mahasiswa banyak belajar bagaimana menerjemah yang baik melaui teori, praktek, metode penerjemahan, padanan yang tepat, pengenalan budaya dan kosa
kata
baru,
serta
syarat-syarat
serta
ketentuan-ketentuan
yang
membimbing mahasiswa dalam menerjemahkan teks-teks yang sulit. Tabel 10 Apakah mata kuliah penerjemahan membantu anda dalam menerjemahkan teks? No
Jawaban
1
Jumlah
Persentase
a. membantu
11
73 %
b. cukup membantu
4
27 %
c. tidak membantu
-
-
15
100 %
Jumlah
Tabel 11 Setelah duduk di semester VIII apakah anda merasa sudah bisa menerjemahkan? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. sudah
2
13 %
b. sedikit
13
87 %
c. belum
-
-
15
100 %
Jumlah
73
Mahasiswa dalam menerjemahkan rata-rata belum mampu, hampir seratus persen dari mahasiswa, yaitu 87 % yang berarti dari 15 orang mahasiswa, hanya 2 orang yang mampu dalam menerjemahakan. Sedangkan yang 13 orang belum mampu dalam menerjemahkan. Hal
tersebut
disebabkan
malasnya
mahasiswa
dalam
latihan
menerjemahkan, membuka kamus, dan bertanya kepada dosen terkait. Mahasiswa bisanya langsung menyerah melihat teks gundul dan sudah merasa sulit sebelum mencoba, ini dapat kita lihat dari hasil terjemahan beberapa mahasiswa yang dalam menerjemahkan teks II.
ﺣﻜﻢ ﻗﺮاءة اﻟﺤﺎﺋﺾ اﻟﻘﺮﺁن وإﻋﻼل ﺣﺪﻳﺚ اﻟﻤﻨﻊ Hukum membaca al-Qur’an bagi orang yang haid beserta hadist yang melarangnya. Menurut penulis terjemahan tersebut tidak tepat. Karena disini mahasiswa mengabaikan kata إﻋﻼلyang memiliki arti “kecacatan”. Ada juga mahasiswa yang benar dalam menerjemahkan. Seperti mahasiswa di bawah ini: -
Hukum membaca al-Qur’an untuk orang yang haid serta kecacatan hadist yang melarangnya.
-
Hukum membaca al-Qur’an bagi wanita haid serta kecacatan hadist yang melarangnya. Kesalahan tersebut menurut penulis menjadi sangat fatal, karena
melihat dari hasil terjemahan, makna yang disampaikan sangat jauh berbeda. Ini dapat mengakibatkan maksud dari penulis tidak tersampaikan.
74
Pada ari yang sebenarnya, hadist tersebut masih di pandang “cacat”, karena hadis tersebut belum mendapat kesepakatan dari para ulama. Namun bila kita lihat dari hasil terjemahan mahasiswa, hadist yang dimaksud menjadi penguat atas larangan wanita haid dalam membaca al-Qur’an. Pada paragraf selanjutnya, mayoritas mahasiswa menerjemahkan:
وهﻰ ﺣﺎﺋﺾ؛ إذ ﻻ ﻳﻤﻜﻨﻬﺎ اﻟﺘﻌﻮض،وﻣﻦ هﺬا ﺟﻮاز ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮﺁن ﻟﻬﺎ ﻓﻠﻮ ﻣﻨﻌﺖ ﻣﻦ، ﻗﺪ ﻳﻤﺘﺪ ﺑﻬﺎ ﻏﺎﻟﺒﻪ أو أآﺜﺮﻩ،ﻋﻨﻬﺎ زﻣﻦ اﻟﻄﻬﺮ؛ ﻷن اﻟﺤﻴﺾ اﻟﻘﺮاءة ﻟﻔﺎﺗﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﺼﻠﺤﺘﻬﺎ ورﺑﻬﺎ ﻧﺴﻴﺖ ﻣﺎ ﺣﻔﻈﺘﻪ “Diantara yang memperbolehkan wanita haid membaca al-Qur’an, ketika penggantian tidak memungkinkannya saat bersuci, tidak boleh wanita haid membaca al-Qur’an kecuali untuk belajar ataupun untuk mengingat Allah.” Terjemahan tersebut menurut penulis kurang tepat. Bahkan mayoritas mahasiswa (53 %) menerjemahkan secara asal jadi. Ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Bagaimana seseorang dapat menerjemahkan suatu teks sangat jauh dari makna yang ingin disampaikan oleh penulis tek sumber. Dimaka pada kalimat
ﻗﺪ ﻳﻤﺘﺪ ﺑﻬﺎ ﻏﺎﻟﺒﻪ أو أآﺜﺮﻩ،ﻷن اﻟﺤﻴﺾ
“seberapa
banyak yang hilang kemaslahatannya karena haid” tidak diterjemahkan sama sekali. Dalam teori penerjemahan, memang diperbolehkan menghilangkan suatu kata, apabila kata tersebut dianggap tidak penting dan tidak berpengaruh terhadap terjemahan, serta makna yang ingin disampaikan penulis Bsu dapat tersampaikan.
75
Sedangkan
untuk
paragraf
ini,
mayoritas
mahasiswa
dapat
menerjemahkan dengan benar, yakni sekitar 73 % atau 11 dari 15 orang mahasiswa.
:واﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻟﻢ ﻳﻤﻨﻊ اﻟﺤﺎﺋﺾ ﻣﻦ ﻗﺮاءة اﻟﻘﺮﺁن و ﺣﺪﻳﺚ ))ﻻ ﺗﻘﺮأ اﻟﺤﺎﺋﺾ واﻟﺠﻨﺐ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ اﻟﻘﺮﺁن(( ﻟﻢ ﻳﺼﺢ ﻓﺈﻧﻪ ﺣﺪﻳﺚ ﻣﻌﻠﻮل .ﺑﺎﺗﻔﺎق أهﻞ اﻟﻌﻠﻢ ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ Dan Nabi SAW pun tidak pernah melarang wanita haid membaca alQur’an, sedangkan hadis “tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang haid dan junub membaca sesuatu dari al-Qur’an”, tidak bisa dijadikan sandaran, karena menurut kebanyakan ahli hadist, hadist tersebut dipandang cacat. 4. Dosen Peran dosen yang dalam proses pembelajaran sangatlah penting. Mahasiswa mengakui bahwa dosen telah memberikan kontribusi yang besar bagi mahasiswa. Namun minat, usaha, dan kesadaran dari diri mahasiswa itu sendiri merupakan hal yang lebih utama. Walaupun ada dosen yang cenderung tidak terlalu menerapkan disiplin terhadap waktu perkuliahan, namun seorang mahasiswa harus dapat menempatkan segala situasi dalam proses belajar. Ketika dosen terlambat, mahasiswa lebih cenderung bergosip dari pada belajar, apalagi ketika dosen berhalangan untuk hadir, itu menjadi suatu kesenangan bagi mahasiswa. Hal demikian dikarenakan rendahnya kesadaran mahasiswa untuk berupaya meningkatkan mutu dalam mengembangkan potensi mereka.
76
Tabel 12 Faktor apa yang mempengaruhinya? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. faktor diri sendiri
8
54 %
b. dosen
5
33 %
c. fasilitas
2
13 %
15
100 %
Jumlah
Akan tetapi faktor ketidakdisiplinan dosen, serta tidak ada keseriusan dosen dalam mengajarkan mata kuliah penerjemahan, masih dirasakan mahasiswa hingga saat ini. Dari hasil survei di lapangan, mayoritas mahasiswa mengakui bahwa, masih ada di antara dosen Tarjamah yang kurang disiplin terhadap waktu, hal ini juga yang menyebabkan mereka malas untuk datang lebih awal. Bukan itu saja, bahkan mahasiswa juga menyatakan masih ada dosen yang memiliki metode pengajaran yang sangat buruk, seperti pada saat jam kuliah, dosen bukan menerangkan mata kuliah, melainkan lebih banyak menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi. Ini tentunya menjadi pelajaran yang buruk bagi mahasiswa, karena pada akhir semester, mahasiswa tidak tau harus mengisi jawaban apa pada lembar kertas jawaban. Dosen kerap kali memberikan tugas individu yang sedikit sulit. Namun ini merupakan suatu upaya bagi dosen untuk meningkatkan mutu individu mahasiswa dalam menerjemahkan. Pada akhirnya yang menentukan adalah mahasiswa itu sendiri. Kemauan untuk belajar menjadi salah satu jalan yang
77
harus ditempuh mahasiswa dalam belajar. Karena memang pada dasarnya, dosen hanya merupakan perantara dalam menyampaikan ilmu, mahasiswa itu sendiri haruslah menyadari bahwa proses belajar-mengajar bukan saja penyampaian materi di kelas, akan tetapi mahasiswa dituntut untuk lebih berfikir dewasa dalam berusaha. Tabel 13 Bagaimana teks yang di berikan dosen? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. sulit
2
13 %
b. sedikit sulit
12
80 %
c. tidak sulit
1
7%
15
100 %
Jumlah
Tabel 14 Menurut anda, bagaimana cara dosen di Jurusan Tarjamah dalam mengajarkan materi perkuliahan? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. hanya menyampaikan teori
2
13 %
b. memberikan tugas individu
10
67 %
c. memberi tugas kelompok
3
20 %
15
100 %
Jumlah
5. Kurikulum Mayoritas mahasiswa berpendapat bahwa kurikulum Tarjamah sudah membantu mahasiswa dalam proses penerjemahan. Mahasiswa banyak
78
mengenal dan mendapatkan ilmu-ilmu baru serta keluasan wawasan yang belum pernah mereka temukan semasa duduk di bangku sekolah. Seperti ilmuilmu yang membahas tentang linguistik, semantik, teori penerjemahan, penerjemahan dokumen akademik/ non-akademik, idiom, diksi, dan masih banyak lainnya yang tercantum dalam kurikulum pembelajaran. Tabel 15 Menurut anda, apakah kurikulum Jurusan Tarjamah sudah membantu mahasiswa untuk menjadi penerjemah? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. sudah membantu
7
47 %
b. sedikit membantu
6
40 %
c. belum membantu
2
13 %
15
100 %
Jumlah
6. Manajemen dan Administrasi Faktor penunjang lainnya yang tidak kalah penting adalah sistem manajemen dan administrasi dalam pelayanan terhadap kebutuhan mahasiswa. Dari hasil survei mahasiswa berpendapat bahwa sistem manajemen dan administrasi di jurusan Tarjamah masih kurang bagus. Hal ini mungkin karena sistem birokrasi yang masih rumit antara akademik pusat, fakultas, dan jurusan. Sehingga mahasiswa masih merasa adanya kendala dalam penanganan terhadap manajemen dan administrasi jurusan.
79
Tabel 16 Menurut anda, bagaimana system majemen dan administrasi di Jurusan Tarjamah? No 1
Jawaban
Jumlah
Persentase
a. sudah bagus
4
27 %
b. kurang bagus
10
67 %
c. tidak bagus
1
6%
15
100 %
Jumlah
Sebagian mahasiswa juga merasa masih buruknya manajemen dan administrasi jurusan yang terlalu berbelit-belit dan membuang-buang waktu. Kesulitan tersebut sering dirasakan mahasiswa ketika berhadapan dengan akademik fakultas. Hal yang mudah menjadi sulit. Buruknya birokrasi juga akan berdampak pada mahasiswa.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Dari penelitian di atas, maka penulis menyimpulkan: Pertama, Secara garis besar, mahasiswa Tarjamah masih belum menguasai tata bahasa Arab, baik dari segi nahwu (morfologi) maupun sharaf (sintaksis). Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil kuesioner mahasiswa yang mayoritas masih merasa sulit dalam memberikan i’rab,serta menerjemahkan teks-teks gundul. Kedua, Kelemahan dalam nahwu dan sharaf sangat berpengaruh terhadap hasil terjemahan teks-teks mahasiswa tarjamah. Hal ini mungkin dapat membuat malu Jurusan Tarjamah, karena setelah duduk di semester terakhir, mahasiswa Tarjamah masih belum bisa menerjemahkan teks-teks gundul, mengingat pada visi dan misinya, Jurusan Tarjamah merupakan Jurusan yang didirikan untuk melahirkan penerjemah-penerjemah yang berkualitas dan handal dalam bidang penerjemahan. Meskipun pilihan sendiri maupun karena salah masuk jurusan, keantusiasan mahasiswa dalam mendalami bidang penerjemahan, dirasa masih sangat kurang. Karena bagaimanapun, keantusiasan mahasiswa akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam menerjemahkan. Mayoritas mahasiswa merasa malas belajar dan berlatih, terutama menerjemahkan teksteks gundul yang sulit. Ini disebabkan metode yang dipakai oleh dosen pengajar tidak berfariatif, yang mengakibatkan mahasiswa cenderung merasa
80
81
bosan dalam mengikuti perkuliahan. Maka sarana dan prasarana juga harus menunjang, agar mahasiswa merasa lebih tertarik untuk belajar dan menerjemahkan. Jurusan juga memiliki peran yang sangat penting, karena jurusan menunjang proses belajar-mengajar menerjemah berdasarkan kurikulum yang dibuat oleh jurusan. Tanpa adanya kurikulum, maka proses belajar-mengajar tidak akan dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan dan target pembelajaran. Sistem manajemen dan administrasi yang baik juga dapat membantu kelancaran dalam proses belajar-mengajar. Keluhan akan sistem manajemen dan administrasi yang sulit dan berbelit-belit, masih kerap dirasakan mahasiswa, sehingga manajemen dan administrasi baik di Jurusan, Fakultas, dan Akademik Pusat masih harus ditingkatkan kembali, agar upaya dari pembinaan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kompetensi kerja mahasiswa menjadi lebih efektif. Jika semua pihak mendukung, maka visi dan misi yang kita bangun dapat dijalankan dengan baik.
B. SARAN Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka Penulis berharap penelitian tentang mahasiswa tarjamah dapat diteliti secara continue, sehingga dari tahun ke tahun kita dapat melihat perkembangan di jurusan tarjamah dan meningkatkan kualitas terjemahan baik di jurusan maupun penerjemahan di Indonesia.
82
Pada penelitian ini Penulis hanya meneliti tentang kesalahan umum di bidang tata bahasa mahasiswa tarjamah smester viii periode 2005/2006, dalam menerjemahkan naskah-naskah keislaman. Pembahasan tata bahasa pun masih belum mendalam, hanya gambaran umum tentang kemampuan mahasiswa dalam tata bahasa.