1
BAB II KAJIAN TEORITIS
2.1
Kinerja Pegawai
2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja pegawai merupakan hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya: standar, target / sasaran / kriteria / yang ditentukan dan disepakati bersama. Kinerja pegawai dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya keterampilan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, imbalan atau insentif serta hubungan mereka dengan organisasi yang dapat memicu para karyawan untuk bekerja dengan baik sesuai dengan tugas pekerjaannya. Oleh karena itu, kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Pengertian kinerja menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut : 1.
Dharma(1991:2),mengatakan bahwa pengertian kinerja adalah: “Kinerja merupakan Sesuatu yang dikerjakan atau produk,jasa yang dihasilkan oleh seseorang atau sekolompok orang”.
2.
Mangkunegara (2001:91), mengatakan bahwa pengertian kinerja adalah sebagai berikut : “Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya“.
8
2
3.
Soenarmo (2003:91), mengatakan bahwa pengertian kinerja adalah sebagai berikut : “Kinerja adalah Perilaku yang diperlihatkan seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan pada seseoarang,organisasi atau kelompok, adapun perilaku tersebut berupa gambaran umum tahapan dan semua unsur yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dengan baik. Keberhasilan untuk melaksanakan tugas dengan baik tersebut tidak terlepas dari kinerja seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya”. Ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil
kerja atas suatu pekerjaan yang dihasilkan dari perilaku nyata seorang karyawan secara kualitas dan kuantitas sesuai dengan tugas pekerjaan yang diberikan kepadanya di dalam suatu perusahaan. Selama ini masih sering terjadi perbedaan pemahaman mengenai konsep kinerja. Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Orang sering menggunakan istilah produktivitas untuk menyatakan kemampuan seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuan atas sasaran tertentu., paradigma produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual yang menuntut pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efesiensi atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik (Sudarmanto,2009:7).
3
2.1.2 Level – level kinerja Terkait dengan konsep kinerja, menurut Rummler dan Brache (1995) dalam Sudarmanto (2009:7) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu : 1. Kinerja organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi. 2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses. 3. Kinerja individu; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan,
rancangan
pekerjaan,
dan
manajemen
pekerjaan
serta
karakteristik individu. 2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai Gibson (2002;56), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut : 1. Atribut individu Dengan adanya berbagai atribut yang melekat pada individu dan dapat membedakan individu yang satu dengan yang lainnya. Faktor ini merupakan kecakapan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditentukan, terdiri dari : a. Karakteristik demografi. Misalnya : umur, jenis kelamin, dan lain-lain.
4
b. Karakteristik kompetensi. Misalnya : bakat, kecerdasan, kemampuan, keterampilan,
dan sebagainya.
c. Karakteristik psikologi. Misalnya : nilai-nilai yang dianut seperti sikap dan perilaku. 2. Kemauan untuk bekerja Dengan berbagai atribut yang melekat pada individu untuk menunjukan adanya kesempatan yang sama untuk mencapai suatu prestasi. Untuk mencapai kinerja yang baik diperlukan usaha dan kemauan untuk bekerja keras, karena kemauan merupakan suatu kekuatan pada individu yang dapat memicu usaha kerja yang lebih terarah dalam melakukan suatu pekerjaan. 3. Dukungan organisasi Dalam mencapai tujuan karyawan yang tinggi diperlukan adanya dukungan atas kesempatan dari organisasi/perusahaan. Hal ini untuk mengantisipasi keterbatasan baik dari karyawan maupun dari perusahaan. Misalnya : perlengkapan peralatan dan kelengkapan kejelasan dalam memberikan informasi. Pegawai yang memiliki sikap perjuangan, pengabdian, disiplin dan kemampuan profesional sangat mungkin mempunyai prestasi kerja dalam melaksanakan tugas sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna. Pegawai yang professional dapat diartikan sebagai sebuah pandangan untuk selalu berpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi, dan penuh dedikasi demi untuk keberhasilan pekerjaannya. Sastrohadiwiryo, ( 2001 : 29 ) Dari uraian di atas, menggambarkan bawa penyempurnaan di bidang personalia hanya selalu mendapat perhatian untuk menuju pegawai yang
5
professional dengan berbagai pendekatan dan kebijaksanaan. Untuk itu , diperlukan adanya pembinaan, penyadaran, dan kemauan kerja yang tinggi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Apabila pegawai penuh kesadaran bekerja optimal maka tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai. Penigkatan sikap, perjuangan, pengabdian,disiplin kerja, dan kemampuan professional dapat dilakukan melalui serangkaian pembinaan dan tindakan nyata agar upaya peningkatan prestasi kerja dan loyalitas pegawai dapat menjadi kenyataan. 2.1.4 Dimensi atau Indikator Kinerja Menurut Sudarmanto (2009 : 11), dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek – aspek yang menjadi tolak ukur dalam menilai kinerja. Ukuran – ukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja. Dimensi ataupun ukuran kinerja sangat diperlukan karena akan bermanfaat bagi banyak pihak. Adapun survey literature mengenai dimensi ataupun indikator yang menjadi indikator kinerja sebagai berikut : Miner (Sudarmanto, 2009 : 11-12), mengemukakan 4 dimensi yang dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja, yaitu : 1. Kualitas, yaitu : tingkat kesalahan, kerusakan,kecermatan. 2. Kuantitas,yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan 3. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidak hadiran, keterlambatan waktu kerja efektif/jam kerja hilang 4. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja
6
Dari keempat dimensi kinerja di atas, dua hal terkait dengan aspek keluaran dan hasil pekerjaan, yaitu : kualitas hasil, kuantitas keluaran,dan dua hal yang terkait aspek perilaku individu, yaitu : penggunaan waktu dalam bekerja ( tingkat kepatuhan terhadap jam bekerja, disiplin) dan kerja sama. Dari 4 dimensi kinerja tersebut cenderung mengukur kinerja pada level individu.
2.2
Motivasi kerja
2.2.1 Pengertian Motivasi Motivasi kerja dapat memberikan energi yang menggerakkan segala potensi yang ada, menciptakan keinginan yang tinggi dan luhur, serta meningkatkan kebersamaan. Masing-masing pihak bekerja menurut aturan dan ukuran yang ditetapkan dengan saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti, dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing dalam keseluruhan proses kerja, sehingga tenaga kerja secara produktif dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan. Menurut Hasibuan, (2003 : 92). motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi diartikan juga sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki, sedangkan motif sebagai daya gerak seseorang untuk berbuat. Karena perilaku seseorang cenderung berorientasi pada tujuan dan didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
7
Dalam memahami pengertian motivasi, ada beberapa pandangan yang dikemukakan oleh para ahli. Pandangan tersebut menafsirkan dan mengartikan motivasi pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa ahli yaitu : 1. Rivai (2008;455), mengatakan bahwa pengertian motivasi kerja adalah sebagai berikut
:
“Motivasi
adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai
yang
mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu”. 2. Merihot (2003;321), mengatakan bahwa pengertian motivasi adalah sebagai berikut : “Faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras”. 3. Siagian ( 2002:102), mengatakan bahwa pengertian motivasi kerja adalah sebagai berikut : ”Motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya”. Ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan individu untuk melakukan tindakan karena mereka ingin melakukannya dalam mencapai tujuan yang mereka inginkan. Pencapaian tujuan tersebut dapat berupa uang, keselamatan, penghargaan, dan lain-lain.
8
2.3
Motivasi Kerja Pegawai Begitu pentingnya teori motivasi diterapkan, sehingga semakin banyak
ilmuwan yang menekuni kegiatan pengembangan teori tersebut. Dalam memahami pengertian motivasi ada beberapa pandangan yang dikemukakan oleh para ahli yaitu sebagai berikut: menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2000 : 145) mendifinisikan motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan – tindakan. Sedangkan menurut Edwin ( dalam Hasibuan, 2000 : 144 ) motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi secara berhasil sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. Dengan adanya motivasi yang baik bagi pimpinan kepada pegawai untuk melaksanakan
tugasnya
semaksimal
mungkin
karena
meyakini
bahwa
keberhasilan suatu instansi dalam mencapai tujuan tergantung pada orang –orang yang ada dalam instansi tersebut. Masalah motivasi bukanlah masalah yang mudah, baik memahaminya apalagi menerapkannya, tidak mudah karena dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Akan tetapi bahwa dengan motivasi yang tepat para pegawai terdorong untuk memaksimalkan dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini dengan keberhasilan organisasi, mencapai tujuan dan berbagai sasarannya kepentingan – kepentigan pribadi para anggota organisasi akan terpelihara pula. 2.3.1
Faktor – faktor Motivasi Pemenuhan kebutuhan merupakan dasar bagi perilaku kerja. Motivasi kerja
akan timbul apabila kebutuhan dipenuhi seperti dikemukakan oleh Maslow
9
tentang hierarki kebutuhan individu yaitu : Kebutuhan fisiologis, Kebutuhan rasa aman, Kebutuhan sosial, Kebutuhan harga diri, Kebutuhan aktualisasi diri. Dengan demikian yang dibutuhkan organisasi adalah pegawai yang bekerja dengan motivasi yang tinggi yaitu merasa senang mendapat kepuasan dalam pekerjaannya. Dengan terciptanya kepuasan pegawai maka akan diharapkan menambah peningkatan mutu pelayanan karena bila pegawai merasa puas dan senang dalam bekerja akan dapat melakukan tugasnya dengan baik dan tuntas dalam menjalankan apa yang menjadi kewajibannya. Selain itu, kepuasan kerja akan membawa dampak para turnover, absensi, kinerja pegawai, keterlambatan kerja dan waktu-waktu luang yang ada. Maslow’s Need Hierarchy Theory atau Theory of Human Motivation yang dikemukakan oleh Maslow dalam (Ashar SM; 2004 : 326). Dalam teori maslow membagi kebutuhan manusia itu bertingkat – tingkat sebagai berikut :
Aktualisasi diri Penghargaan diri Kepemilikan sosial Rasa aman Kebutuhan fisiologis
Gambar 1. Tingkat Kebutuhan Manusia Sumber : Maslow
10
Hierarki Kebutuhan Maslow a) Kebutuhan Secara Fisiologis Kebutuhan
fisiologis
yaitu
kebutuhan
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seseorang seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain – lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berperilaku untuk bekerja giat. b) Kebutuhan rasa aman dan nyaman Kebutuhan rasa aman dan nyaman adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan. c) Kebutuhan Sosial Kebutuhan sosial adalah kebutuhan merasa memiliki, kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai. Manusia pada dasarnya ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun ingin hidup menyendiri ditempat terpencil, karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia mengiginkan kebutuhan – kebutuhan sosial yang terdiri dari empat kelompok yaitu : 1. Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia hidup dan bekerja 2. Kebutuhan akan perasaan dihormati 3. Kebutuhan akan perasaan kemajuan dan tidak seorang pun yang menenangi kegagalan
11
4. Kebutuhan akan perasaan ikut serta. d) Kebutuhan akan Penghargaan Diri Kebutuhan akan penghargaan diri adalah kebutuhan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari pegawai dan masyarakat di lingkungannya. Ideal prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pemimpin bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya. e) Kebutuhan akan Aktualisasi Diri. Aktualisasi diri adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhaan sepenuhnya dapat dilakukan oleh para pimpinan perusahaan dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Kebutuhan aktualisasi diri, berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal, yaitu : 1. Kebutuhan aktualiasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar, pemenuhannya hanya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri 2. Aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seseorang. Kebutuhan ini berlangsung terus menerus terutama sejalan dengan meningkatkan jenjang karier seseorang.
12
Selain faktor – faktor dikemukakan oleh Abraham Maslow, ada juga faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi pegawai, menurut Mc. Clelland dalam teorinya untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas harus memfokuskan pada dua hal yaitu sebagai berikut : 1. Kebutuhan
dalam
mencapai
kesuksesan
(need
for
achievement),
kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan. 2. Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (need for power), kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana di dalam tugasnya masing-masing. 3. Kebutuhan untuk berafiliasi (need for affiliation), hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja atau para karyawan di dalam organisasi. Menurut Hagerman (2003 : 201) juga mengungkapkan penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi motivasi adalah : 1. Kebutuhan Sosio – Psikologis : umpan balik ( rasa memiliki, keterbukaan, kejujuran,
kepercayaan,
keadilan,
perhatian,
tanggung
jawab
dan
partisipasi.) 2. Kebutuhan intelektual : rasa pemenuhan diri,tugas yang menarik, bervariasi 3. Rangsangan materi : Upah 4. Kualitas ruangan untuk bekerja : lokasi kerja, suasana kerja, lingkungan kerja,dan teknologi.
13
Berdasarkan berbagai teori motivasi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow
sebagai indikator dari motivasi Kerja yaitu :
Kebutuhan secara fisiologis, Kebutuhan rasa aman dan nyaman, Kebutuhan sosial, Kebutuhan akan penghargaan diri, dan kebutuhan akan akualisasi diri. 2.3.2 Proses Motivasi Menurut Hasibuan, ( 2008 : 101 – 102 ) terdapat proses – proses dalam memberikan motivasi sebagai berikut : 1. Tujuan Dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi kearah tujuan tersebut 2. Mengetahui kepentingan Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan / keinginan pegawai dan tidak hanya melihatnya dari sudut kepentingan pimpinan dan perusahaan saja 3. Komunikasi efektif Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan baawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat – syarat apa saja yang harus dipenuhi supaya insentif itu diperolehnya. 4. Integrasi tujuan Dalam proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan tujuan kepentingan pegawai. Jadi tujuan organisasi dan tujuan pegawai harus disatukan dan untuk ini penting adanya penyesuaian motivasi.
14
5. Fasilitas Dalam memotivasi harus memberikan fasilitas kepada individu yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan misalnya memberikan bantuan kenderaan. 6. Team work Manajer harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik sehingga tercapai tujuan. 2.3.3 Tujuan Pemberian Motivasi Tujuan pemberian motivasi yaitu memberikan dorangan bagi pegawai untuk lebih meningkatkan produktivitas kerja, kedisiplinan, loyalitas, kreativitas, kepuasan dalam bekerja dan mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas – tugasnya. 2.3.4 Teknik Pengukuran Motivasi Kerja Kekuatan motivasi tenaga kerja untuk bekerja/berkinerja secara langsung tercermin sebagai upayanya dalam mengukur seberapa jauh seorang karyawan bekerja keras, upaya ini mungkin menghasilkan kinerja yang baik atau sebaliknya. Menurut Sastrohadiwiryo (2002;175), mengatakan bahwa ada dua faktor yang dapat mengubah motivasi menjadi kinerja adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja harus memiliki kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan tugasnya dengan baik. Tanpa kemampuan dan upaya yang tinggi tidak mungkin menghasilkan kinerja yang baik. 2. Persepsi tenaga kerja yang bersangkutan tentang bagaimana upayanya dapat diubah menjadi kinerja.
15
Salah satu cara untuk mengukur motivasi tenaga kerja adalah dengan menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan adalah sesuatu yang bermanfaat untuk mengukur sikap para individu guna membuat suatu permasalahan motivasi. Pengukuran semacam ini dapat membantu manajemen tenaga kerja dalam memahami mengapa tenaga kerja terdorong bekerja atau tidak, apa yang memotivasinya diberbagai bagian dalam perusahaan dan seberapa jauh berbagai cara pengubahan dapat efektif memotivasikan kinerja/prestasi. 2.3.5 Metode-metode Motivasi Terdapat dua metode motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan motivasi tak langsung ( Hasibuan,2007:222). Kedua metode motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Motivasi langsung (Direct Motivation) Motivasi langsung adalah motivasi baik materil maupun non materil yang diberikan secara langsung pada setiap karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan tercapainya kepuasan. Pemberian motivasi langsung bisa dalam bentuk ucapan, pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, ataupun bintang jasa. 2. Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivaton) Motivasi tak langsung adalah pemberian motivasi dalam bentuk fasilitasfasilitas pendukung dalam menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas agar karyawan senang atau betah dan bersemangat dalam kerjanya. Misalnya menyediakan mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang nyaman dan terang, sarana pekerjaan yang serasi, seta penempatan yang tepat, sehingga dapat
16
merangsang karyawan untuk bekerja dengan semangat dan meningkatkan produktivitas kerja
2.4
Kerangka Berpikir Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk
melakukan atau mencapai sesuatu tujuan atau juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Pengembangan Motivasi perlu dilaksanakan dalam suatu organisasi misalnya
dengan
cara
memberikan
konstribusi
yang signifikan
dalam
mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam meningkatkan kinerja pegawai Hal ini berarti faktor pemenuhan yang dikemukakan oleh Maslow sebagaimana dikutip (Ashar SM; 2004 : 326). Banyak dijadikan titik acuan oleh sebagian besar manajer untuk memahami motivasi kerja seseorang dalam perusahaan, terdapat lima tingkat kebutuhan menurut Maslow yang mampu memotivasi karyawan dalam bekerja untuk mencapai suatu prestasi kerja karyawan yaitu : 1. Kebutuhan fisiologis ( Phsiological Needs ) 2. Kebutuhan Akan Rasa Aman dan Keselamatan (Safety and Security Needs) 3. Kebutuhan Sosial ( Social Needs) 4. Kebutuhan Akan Penghargaan ( Esteem Needs ) 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri ( Self Actualization Needs ) Dengan dimasukkan lima tingkatan kebutuhan maka perusahaan tersebut diharapkan mempunyai konstribusi yang signifikan dalam meningkatkan kinerja pegawai. Artinya terdapat kesesuaian antara jaminan pemberian kebutuhan
17
karyawan terpenuhi dengan beban kerja sehingga pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan akan dikerjakan dengan baik dari tahun ke tahun penghasilan dan pekerjaan yang diemban oleh pegawai selalu meningkat sebagai salah satu bentuk reward akibat bertambahnya beban kerja dan tanggung jawab sehingga secara keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan kinerja pegawai. Menurut Miner ( dalam Sudarmanto,2009:11-12) menyampaikan ada 4 Kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja yaitu : 1. Kualitas, yaitu : tingkat kesalahan, kerusakan,kecermatan. 2. Kuantitas,yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan 3. Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidak hadiran, keterlambatan waktu kerja efektif/jam kerja hilang 4. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja Penilaian kinerja terhadap pegawai dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja pegawai dapat disusun rencana, strategi dan penentuan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karier yang diinginkan. Bagi pihak manajemen kinerja pegawai sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi dan pengembangan karier, mutasi, penyesuaian kompensasi, kebutuhan pelatihan dan mempertahankan status organisasi yang telah diperoleh. Berdasarkan Judul Yaitu “ Motivasi Kerja dan Kinerja Pegawai ( Suatu Penelitian Pada TVRI Stasiun Gorontalo)“ serta uraian – uraian di atas, maka permasalahannya dapat dibatasi pada 2 ( dua ) variabel yakni Motivasi kerja sebagai variabel X yang terdiri dari berbagai indikator yaitu :
Kebutuhan
18
fisiologis,
Kebutuhan rasa aman, Kebutuhan sosial, Kebutuhan harga diri,
Kebutuhan aktualisasi diri. Dan Kinerja Pegawai sebagai Variabel Y yang terdiri dari berbagai indikator yaitu : Kualitas kerja, Kuantitas kerja, Keandalan dan Sikap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir sebagai berikut : MOTIVASI KERJA
KINERJA PEGAWAI
Indikator Motivasi Kerja : 1. Kebutuhan fisiologis
Indikator Kinerja Pegawai :
2. Kebutuhan rasa aman
1. Kualitas kerja
3. Kebutuhan sosial
2. Kuantitas kerja
4. Kebutuhan harga diri
3. Penggunaan waktu dalam bekerja
5. Kebutuhan aktualisasi diri
4. kerjasama dengan orang lain
Maslow
Miner
Dalam (Ashar SM; 2004 : 326).
Dalam (Sudarmanto,2009 :11-12) Gambar 2: Kerangka Berpikir
2.5
Hipotesis Pengertian hipotesis menurut Arikunto (1998 : 62) adalah : “Hipotesis dapat
diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbuka melalui data yang terkumpul.” Untuk mengetahui jawaban terhadap masalah penelitian diperlukan Hipotesis. Hipotesis itu sendiri merupakan dugaan, asumsi atau kesimpulan sementara yang diajukan oleh seorang peneliti terkait dengan permasalahan yang
19
dikaji. Sedangkan pengertian hipotesis secara umum yaitu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris melalui suatu analisis (berdasarkan data di lapangan) dan kesimpulannya bersifat sementara. Untuk kepentingan pengujian hipotesis, maka hipotesis penelitian ditransfer ke dalam hipotesis statistik yaitu sebagai berikut : Ho : ρ = 0 : Menunjukan tidak adanya pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai Hi : ρ ≠0 : Menunjukan adanya pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai ( Yunus 2007 : 148 )