xiv
EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU DI KOTA SURABAYA
ADI TRI WIBOWO
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
xvi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Adi Tri Wibowo NIM A44100028
xviii
ABSTRAK ADI TRI WIBOWO. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya. Dibimbing oleh ALINDA FM ZAIN. Pertumbuhan suatu kota diiringi oleh perkembangan ekonomi, sosial, dan ekologi. Perlu adanya keseimbangan terhadap pertumbuhan antar aspek demi menciptakan perkembangan kota yang modern, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, dan berhasil meraih banyak penghargaan yang bertemakan lingkungan seperti diantaranya penghargaan Adipura, Adiwiyata, Taman Kota Terbaik, dan lain sebagainya. Permasalahan umum yang dihadapi oleh kota Surabaya diantaranya sampah, krisis energi, degradasi lingkungan dan pemukiman kumuh. Tujuan dalam penelitian ini adalah memberi penilaian terhadap kinerja Kota Surabaya atas usahanya menerapkan konsep Kota Hijau dengan melihat peran pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Penelitian ini menggunkan metode Asian Green City Index, yang memiliki delapan kategori evaluasi kinerja kota dalam menerapkan konsep Kota Hijau yaitu Energy and CO2, Land use and Buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance. Hasil evaluasi menunjukan bahwa Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau masuk kedalam kategori performa rata-rata dengan nilai rata-rata persentase sebesar 65.5% dan tingkat Index of Happiness masyarakat kota 70% sangat bahagia, 25% bahagia, dan 5% kurang bahagia. Kata kunci: asian green city, berkelanjutan, evaluasi, index of happiness, kota hijau, modern
ABSTRACT ADI TRI WIBOWO. Evaluation of Green City Concept Implementation in Surabaya. Supervised by ALINDA FM ZAIN. The growth of a city is accompanied by development of economy, social, and ecology. A balanced between the growth of urban development aspects is needed in creating a modern, environmental friendly, and sustainable city. Surabaya is the second largest city in Indonesia, and has won many awards with enviromental concept such as Adipura, Adiwiyata, Taman Kota Terbaik etc. The common problems of large cities such as waste, energy crisis, environmental degradation, and urban sprawl. The purpose of this study is to assess the performance of Surabaya City for its efforts to implement the Green City concept by looking at the role of the government, private sector, and community. This research was using the Asian Green City Index as the method which has eight categories of performance evaluation of the city in applying the concept of Green City: Energy and CO2, Land use and Buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, Water Quality, and Environmental Governance. The evaluation results show that in applying the concept of the Green City, Surabaya City is in above average rank, based on the category performance with an average persentase 65.5%, moreover the level Surabaya’s society happiness based on the Index of Happiness is 70% very happy, 25% happy, and 5% less happy. Key words: asian green city index, evaluation, green city, index of happiness, modern, sustainable
EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU DI KOTA SURABAYA
ADI TRI WIBOWO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
xx
Judul Skripsi : Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya Nama : Adi Tri Wibowo NIM : A44100028
Disetujui oleh
Dr Ir Alinda FM Zain, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
xxii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah mengenai konsep Kota Hijau, dengan judul Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya. Terima kasih penulis ucapkan kepada; 1. Dr Alinda FM Zain, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan kepada saya dalam menyusun dan menyelesaikan tulisan ini. 2. Dr Indung Sitti Fatimah, Msi dan Dr Ir Afra DN Makalew, MSc yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam menyusun dan menyelesaikan penelitian ini. 3. Dr Ir Bambang Sulistyantara, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak pengarahan selama mengikuti perkuliahan 4. Keluarga besar ayahanda Arif Santoso, ibunda Nunung jubaedah, Akbar Tanjung Abyoso, Arini Nur Aini yang telah memberi ketulusan akan kasih sayangnya kepada penulis 5. Teman–teman penulis bimbingan Ibu Alinda (Annisa, Altrifianus, Hersalina, I Made Natawiguna, dan Imaniar) yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Dinas–Dinas dan instansi di Kota Surabaya yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data. 7. Teman-teman seperjuangan ARL 47 yang telah memberikan dukungan dan doanya 8. Teman-teman kontrakan Pondok Rantau (Alja, Alul, Budiman, Jundi, Hengki, Okin, Novan, Risko, Santos dan Zumar ) yang telah memberi dukungan dan bantuannya 9. Teman-teman seperjuangan daerah Kemala 47 terutama untuk Ardian yang telah membantu memberi bantuan selama dalam penulisan. 10. Teman-teman Seruni 11. Teman-teman Undesain (Adhrid, Altrifianus, Digo, I Made Natawiguna, dan Rahmat Arif) yang telah membantu dalam proses penulisan. 12. Serta seluruh pihak yang telah memberikan doa, bantuan serta dukungannya. Penulis menyadari penelitian ini jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak Pemerintah Kota Surabaya dan pihak lain yang memerlukan. Atas segala kekurangan, penulis memohon saran dan kritik yang membangun agar penulisan kedepannya dapat lebih baik. Bogor, Oktober 2014
Adi Tri Wibowo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pikir Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Daya Dukung Lahan (Carrying Capacity) Permasalahan perkotaan dan lingkungannya Kota Hijau (Green City) Asian Green City Index Energi dan CO2 Penggunaan Lahan dan Kepadatan Transportasi Sampah Air Sanitasi Udara Kebijakan Lingkungan Kebahagiaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Batasan Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Inventarisasi Analisis Evaluasi HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Wilayah Kota Surabaya Kondisi Fisik dan Lingkungan Topografi Hidrologi Demografi Sosial dan Budaya Masyarakat Perekonomian
xv xvi xvii 1 1 2 2 2 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 8 9 9 9 9 10 10 13 15 18 18 18 18 18 19 19 19
xxiv
Penggunaan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Inventarisasi Aspek Kuantitatif Aspek Kualitatif Analisis Energy and CO2 Land use and Buildings Transport Waste Water Sanitation Air Quality Environmental Governance Evaluasi Penerapan konsep Kota Hijau Index of Happiness Green Initiatives SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
20 20 21 21 22 24 24 28 33 39 45 50 53 58 64 71 72 78 78 78 79 81 94
DAFTAR TABEL 1 Alat dan bahan 2 Data yang dibutuhkan 3 Proporsi jumlah responden 4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif 5 Asian Green City Index 6 Contoh performa kota 7 Indikator kuantitatif 8 Aspek kualitatif 9 Aspek kuantitatif Energy and CO2 10 Aspek kualitatif Energy and CO2 11 Aspek kuantitatif Land use and Buildings 12 Aspek kualitatif Land use and Buildings 13 Aspek kuantitatif Transport 14 Aspek kualitatif Transport 15 Aspek kuantitatif Waste 16 Aspek kualitatif Waste 17 Aspek kuantitatif Water 18 Aspek kualitatif Water
10 10 12 14 15 17 21 22 24 26 28 30 33 34 39 41 46 47
19 Aspek kuantitatif Sanitatiom 20 Aspek kualitatif Sanitation 21 Aspek kuntitatif Air Quality 22 Aspek kualitatif Air Quality 23 Aspek kualitatif Environmental Governance 24 Alih fungsi ex SPBU menjadi taman Kota Surabaya 25 Evaluasi kategori Energy and CO2 26 Evaluasi kategori Land use and Buildings 27 Evaluasi kategori Transport 28 Evaluasi kategori Waste 29 Evaluasi kategori Water 30 Evaluasi kategori Sanitation 31 Evaluasi kategori Air Quality 32 Evaluasi kategori Environmental Governance 33 Kinerja Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau
50 52 53 55 58 59 64 65 65 66 67 68 69 70 71
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 2 Lokasi penelitian 3 Solar cell pada PJU dan trafic light 4 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) Keputih Surabaya 5 Jalur hijau jalan samping Balaikota 6 Taman Bungkul 7 Bangunan Esa Sampoerna Center 8 Pamurbaya 9 Visualisasi monorail dan visualisasi tramway 10 Visusalisasi park and ride Joyoboyo dan TVRI Mayjend Sungkono 11 Pencapaian jalur angkutan massal cepat (AMC) 12 Kemacetan lalu lintas Jl. Dharmahusada 13 Penerapan intellegent transportation sistem (ITS) 14 Halte Universitas Airlangga dan jalur sepeda Jl. Jendral Sudirman 15 Signage pada JPO Jl. Ahmad Yani 16 Pedestrian Jl. Darmahusada dan pedestrian Balaikota 17 TPA Benowo 18 Proses pemberian kompos hasil IPLT 19 TPS Tambak Rejo 20 Bank sampah RW N Morokrembang dan Tambak Rejo 21 Sutorejo Superdepo Project 22 Rumah kompos Srikana dan Keputran 23 Sludge treatment instalation (STI) Surabaya 24 Boezem (waduk) Morokrembang 25 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL) 26 Alat pengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU) 27 Konsep integrasi pedestrian dengan halte tram 28 Jalur sepeda 29 Taman Buah Undaan sebelum dan sesudah
3 9 26 27 29 29 31 32 35 36 36 37 37 38 39 39 42 43 43 44 45 45 48 50 53 56 57 57 59
xxvi
30 Pengelolaan infrastruktur kota 31 Penerapan eco school 32 Kampung Hijau Kelurahan Gundih RW X 33 Proses yustisi kebersihan 34 Penerapan program Green and Clean 35 Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo 36 Car free day Jl. Darmo Surabaya 37 Pie chart tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Surabaya 38 Site Design pada rumah tinggal 39 Konsep hunian one stop living 40 Konsep jalur dan transportasi terintegrasi 41 Pola operasional pelayanan sampah terpusat 42 Konsep naturalisasi sungai 43 Pola pemilahan sampah 44 Penanaman vegetasi di taman kota 45 Penganugerahan acara Green and Clean Surabaya
60 60 61 62 63 63 64 72 73 73 74 75 75 76 76 77
DAFTAR LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian 2 Batasan penilaian 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif
81 84 85
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kota Surabaya merupakan ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kota ini merupakan sebuah kota terbesar kedua setelah Jakarta dengan penduduknya mencapai 2 juta jiwa serta menjadi pusat bisnis, industri, dan perdagangan di Jawa Timur. Berdasarkan hasil sensus tahun 2014, Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2 819 095 jiwa dengan wilayah seluas 333.063 km² dengan kepadatan penduduknya adalah sebesar 8911 jiwa per km². Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di Kota Surabaya tidak terlepas dari sebuah kendala, dan kendala utamanya adalah ketidakmampuan lahan dalam menampung daya dukungnya. Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan. Peningkatan populasi yang signifikan merupakan suatu masalah jika tidak dikendalikan dengan baik, jika terus terjadi maka terciptalah permasalahan diantaranya kemacetan lalu lintas, polusi, sampah, dan degradasi lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi masyarakat. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan konsep Kota Hijau. Kota Hijau merupakan suatu konsep dari upaya untuk melestarikan lingkungan dengan cara mengembangkan sebagian lingkungan dari suatu kota menjadi lahanlahan hijau yang alami agar menciptakan kekompakkan antara kehidupan alami dari lingkungan dengan manusia yang tinggal di dalamnya (Ernawi 2012). Berbagai peraturan perangkat hukum yang mendukung terwujudnya pembangunan kota yang berkelanjutan (Kota Hijau) telah dihasilkan, misalnya Undang-Undang (UU) No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 7/2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, dan UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung (Joga dan Ismaun 2011). Konsep Kota Hijau telah banyak ditawarkan oleh berbagai lembaga lingkungan, diantaranya Kementrian Pekerjaan Umum (PU) dengan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH), Economist Intelligence Unit (EIU) yang disponsori oleh Siemens dan banyak lagi. Kota Surabaya saat ini giat dalam pembangunan dengan konsep Kota Hijau yang diusung langsung dari Badan Perencanaan dan Pengembangan Kota (Bappeko). Konsep Kota Hijau yang dilakukan oleh Kota Surabaya mengadaptasi P2KH dari PU dengan menerapkan 8 indikator hijau kota, namun Kota Surabaya belum masuk kedalam 60 kota di Indonesia yang mengikuti P2KH dari PU. Metode dalam menerapkan konsep Kota Hijau dalam penelitian ini menggunakan metode Asian Green City Index dari Economist Intelligence Unit (EIU). Metode ini merupakan sebuah rangkaian penelitian yang
2
diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) dalam menilai status 22 kota di Asia berdasarkan berbagai kriteria yang disesuaikan dengan kondisi Asia. Hasil penelitian yang disampaikan berupa indeks beserta green initiatives dari setiap kota. Hasil tersebut dapat membantu kota-kota di Asia untuk saling belajar menuju kota yang berkelanjutan agar menjadi lebih baik lagi dalam menghadapi tantangan lingkungan saat ini. Konsep Kota Hijau memiliki asumsi bahwa dengan terciptanya lingkungan yang asri terdapat masyarakat yang bahagia. Index of Happiness merupakan penilaian kebahagiaan masyarakat kota dengan kriteria penilaian terhadap aspek lingkungan. Penerapan Kota Hijau di Kota Surabaya tidak hanya dalam bentuk taman atau ruang terbuka, tetapi harus mengutamakan tujuan dari Kota Hijau itu sendiri yaitu memberi kehidupan kepada masyarakat didalamnya berupa kesehatan, kesejahteraan, dan kenyamanan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan, 1. mengidentifikasi kondisi umum dan kinerja Kota Surabaya berdasarkan delapan kategori Kota Hijau menurut Asian Green City Index, 2. menganalisis kondisi umum dan kinerja Kota Surabaya berdasarkan Asian Green City Index, 3. mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat (Index of Happiness) berdasarkan kondisi lingkungan di Kota Surabaya dan, 4. mengevaluasi penerapan konsep Kota Hijau di Kota Surabaya dengan hasilnya berupa performa kota dan green initiatives yang menjadi acuan dalam pembangunan Kota Hijau. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah, masyarakat, komunitas hijau dan LSM Kota Surabaya dalam mewujudkan konsep Kota Hijau yang ideal agar menjadi kota yang berkarakter, berbasis lingkungan dan berkelanjutan. Kerangka Pikir Penelitian Kerangka pikir penelitian dimulai dari mengidentifikasikan kondisi umum serta upaya Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau berdasarkan 8 (delapan) kategori Asian Green City index. Kategori tersebut antara lain Energy and CO2, Land use and Buildings, Transport, Waste, Water, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance. Setiap kategori memiliki indikator yang terbagi menjadi dua yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Lalu dilakukan analisis terhadap kedua aspek tersebut. Setelah dilakukan analisis akan dihasilakan sebuah evaluasi penerapan konsep Kota Hijau di Kota Surabaya yang anantinya akan disusun kedalam tabel performa kota. Evaluasi dinilai berdasarkan tingkat penerapan koansep Kota Hijau di Kota Surabaya dengan mengacu pada Asian Green City index. Untuk mendukung hasil evaluasi yang diperoleh dilakukan pengukuran terhadap
3
kebahagiaan atau kenyamanan masyarakat Kota Surabaya dengan menggunakan Index of Happiness. Selain mengukur tingkat kebahagiaan masyarakat, diukur juga persepsi masyarakat terkait penerapan konsep Kota Hijau di Kota Surabaya. Berikut merupakan kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1,
Kota Surabaya Kondisi Umum
Upaya Kota Dalam Mencapai Kota Hijau
Analisis Berdasarkan 8 Kategori Kota Hijau Asian Green City Index
Energy & CO2
Land use and Buildings
Transport
Waste
Aspek Kuantitatif
Water
Sanitati on
Air Quality
Envi. Govern ance
Aspek Kualitatif
Index of Happiness Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Surabaya
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA Daya Dukung Lahan (Carrying Capacity) Daya dukung atau carrying capacity memiliki makna dari suatu konsep yang kompleks, manyangkut beberapa aspek kebutuhan manusia diantaranya sanitasi, fasilitas kesehatan, serta fasilitas dasar lainnya. Makna dari daya dukung secara umum adalah jumlah maksimum populasi yang didukung oleh suatu wilayah, sesuai dengan kemampuan teknologi yang ada (Binder dan Lopez 2000). Kondisi daya dukung berbanding terbalik dengan jumlah populasi dimana populasi meningkat maka kondisi daya dukung berada di bawah, begitu pula sebaliknya jika populasi menurun maka kondisi daya dukung akan meningkat. Beberapa faktor sangat mempengaruhi perubahan terhadap keanekaragaman daya dukung lingkungan, faktor tersebut diantaranya ketersediaan pangan, air, kondisi lingkungan, dan tempat tinggal. Terdapat beberapa konsep daya dukung diantaranya daya dukung fisik (physical), daya dukung lingkungan atau ekologis (ecological), daya dukung sosial (social), dan daya dukung ekonomi (economic). Sedangkan untuk komponen penentu daya dukung dianataranya faktor ilmiah, tingkat teknologi, preferensi konsumen, permintaan sumberdaya, dan distribusi dan pemerataan. Daya dukung wilayah akan menentukan suatu pertumbuhan dan terkendalanya pembangunan wilayah. Wilayah akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan jika dukung wilayah belum terlampaui, jika daya dukung telah terlampaui maka terjadi sebuah pembatasan terhadap perkembangan wilayah, kelangkaan sumberdaya dan bahkan berujung terhadap degradasi atau bencana. Permasalahan perkotaan dan lingkungannya Menurut Sumardjito (tahun tidak diketahui), Permasalahan perkotaan saat ini dikarenakan adanya keterkaitan hampir dari segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan kegiatan suatu kota sering menjadi tumpuan harapan masyarakat sehingga mereka berebut kesempatan untuk bisa memperoleh penghidupan di kota tersebut. Permasalahan lingkungan kota yang juga dikenal dengan istilah “urban environment degradation” pada saat ini sudah meluas di berbagai kota di dunia, sedangkan di beberapa kota di Indonesia sudah nampak adanya gejala yang membahayakan. Kemunduran atau kerusakan lingkungan kota tersebut dapat dilihat dari dua aspek: 1. Aspek fisik (environmental degradation of physical nature), yaitu gangguan yang ditimbulkan dari unsur-unsur alam, misalnya pencemaran air, udara dan seterusnya. 2. Aspek sosial-masyarakat (environmental degradation of societal nature), yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusianya sendiri yang menimbulkan kehidupan yang tidak tenang, tidak nyaman dan tidak tenteram. Kota-kota besar di Indonesia tengah menuju bunuh diri ekologis dan bunuh diri perkotaan. Kota seolah tak mampu keluar dari bencana banjir,
5
krisis air bersih, kemacetan lalu lintas, pencemaran udara, dan penyakit lingkungan. Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan, dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan air bersih dan udara sehat di kota, untuk menjamin kelangsungan dan menyelamatkan kehidupan umat manusia di muka bumi (Joga dan Ismaun 2011). Kota Hijau (Green City) Kota Hijau (Green City) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan terus menjerus memupuk semua kelompok aset, meliputi manusia, lingkungan terbangun sumberdaya, lingkungan dan kualitas sarana dan prasarana (PU 2011). Kota Hijau adalah kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan dan penunjangnya bagi warganya, maupun unsur lainnya baik tumbuhan dan tanaman, hewan dan satwa liar, hingga tanah, air, dan udara. Semuanya saling terkait sehingga memberikan fungsi-fungsi kenyamanan, keamanan, dan keindahan (Departemen Arsitektur Lanskap Faperta IPB 2008). Asian Green City Index Asian Green City Index merupakan hasil dari rangkaian penelitian yang memfokuskan terhadap isu-isu kritis dari keberlanjutan suatu lingkungan perkotaan dan diselenggarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU) serta disponsori oleh Siemens. Kota-kota yang dipilih merupakan kota yang memiliki kepentingan maupun karena ukurannya, biasanya merupakan Ibu Kota, kota dengan populasi besar, atau merupakan pusat bisnis. Asian Green City Index memiliki beberapa indikator yaitu Energy and CO2, Land use and Buildings, Transport, Water, Waste Management, Sanitation, Air Quality, dan Environmental Governance dan masing-masing kategori memiliki dua tipe data yaitu tipe data kuantitatif sebanyak 15 indikator dan tipe data kualitatif sebanyak 14 indikator. Energi dan CO2 Konsumsi energi tumbuh pesat seiring pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Potensi energi di Indonesia memiliki karakteristik cadangan energi primer yang besar dan sangat beragam. Pemanfaatan minyak bumi sebagai energi utama yang berlangsung dominan, menyebabkan ketidakseimbangan pemerataan terhadap pemanfaatan sumber daya alam lainnya seperti gas bumi dan batu bara. Hal ini memicu terjadinya keterbatasan akan sumber daya minyak bumi dan emisi gas buang yang semakin meningkat serta dapat merusak lingkungan. Komposisi pemanfaatan energi yang ideal dibutuhkan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki dan memadukannya dengan aneka ragam kebutuhan energi yang tersebar diberbagai daerah. Terdapat sebuah konsep yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai pembangunan energi dan ekonomi berkelanjutan yang disebut energy mix. Konsep tersebut mengutamakan pemanfaatan yang optimal terhadap semua
6
sumber daya yang ada secara efisien. Mengganti energi fosil dengan energi terbarukan seperti energi air, panasbumi, angin, dan tenaga surya. Sehingga menciptakan sebuah pemanfaatan energi yang berkelanjutan dan kelestarian lingkungan dengan menekan tingkat emisi gas buang terutama CO2 (Kristijo dan Nugroho 2005). Penggunaan Lahan dan Kepadatan Lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukannya dan pada umumnya telah dimilki dan dimanfaatkan oleh perorangan atau lembaga untuk dapat dimanfaatkan (Jayadinata 1999). Kelas penutupan lahan dibagi menjadi dua yaitu daerah bervegetasi dan daerah tak bervegetasi. Daerah bervegetasi diturunkan dari pendekatan konseptual struktur fisiognomi yang konsisten dari bentuk tumbuhan, bentuk bentuk tutupan, tinggi tumbuhan, dan distribusi spasialnya. Sedangkan untuk daerah tak bervegetasi pendetailan kelas mengacu pada aspek permukaan tutupan, distribusi atau kepadatan, dan ketinggian atau kedalaman objek (Badan Standarisasi Nasional). Kesalahan dalam pola penggunaan menyebabkan berbagai permasalahan salah satu diantaranya adalah kepadatan penduduk. Kepadatan sendiri merupakan suatu keadaan dimana jumlah manusia dalam suatu ruang telah melebihi kapasitas ruang tersebut (Sarwono 1992). Sebuah kesalahan yang diawali dari meremehkan penggunaan menyebabkan terjadinya permasalahan yang beruntun, yang terus terjadi dan merugikan lingkungan dan manusia. Perlu adanya tindakan tegas dalam penggunaan lahan agar tidak menyebabkan permasalahan yang berkelanjutan. Transportasi Transportasi adalah suatu proses perpindahan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain baik dengan atau tanpa sarana sesuai dengan kemajuan teknologi. Transportasi tidak terlepas dari sarana dan prasarana jalan, berupa penerangan jalan umum (PJU), signage, traffic light, dan lain sebagainya. Kemajuan teknologi yang semakin pesat menyebabkan permasalah baru yaitu kemacetan dan pencemaran lingkungan. Terjadinya kemacetan lalu lintas dapat diakibatkan meningkatnya jumlah angkutan umum dengan jaringan trayek yang tumpang tindih serta jaringan jalan yang terbatas (Setijowarno dan Frazila 2003). Sampah Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah yang sejenis dengan sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan atatau daur ulang energi. Perlu adanya pengolahan sampah secara khusus untuk menghindari residu yang berbahaya. Penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan (PSP) adalah kegiatan merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara, serta
7
memantau dan mengevaluasi penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga (Permen PU No 3/PRT/M/2013) Air Air merupakan unsur yang tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia dan semua aspek kehidupan di dunia. Pengembangan sumberdaya air yang konsisten sangat diperlukan karena menyangkut hidup matinya kehidupan. Oleh karena itu pengembanan dan pengolahan sumberdaya air merupakan dasar peradaban manusia (Sunaryo et al 2005). Air bersih merupakan air yang harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan-bahan kimia yang dapat merugikan kesehatan manusia meupun makhluk hidup lainnya. Sanitasi Menurut Azwar (tahun tidak diketahui) sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Masyarakat mempunyai hak kewajiban dalam menjaga lingkungannya agar tercipta sanitasi yang baik. Selain dilihat dari lokasi tempat tinggal, tingkat kesejahteraan masyarakat kota juga dapat dilihat dari baik atau tidaknya akses terhadap infrastruktur permukiman berupa air bersih dan sarana sanitasi lingkungan. Terdapat dua macam sistem pengelolaan air limbah domestik yaitu diantaranya sanitasi sistem setempat atau sanitasi onsite dan saitasi sistem terpusat atau off-site/sewerage. Sanitasi dengan sistem on-site merupakan sistem dengan fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil atau batas tanah yang dimiliki, seperti seperti tangki septik atau cubluk, sedangkan sanitasi off-site/sewerage merupakan sanitasi dengan sistem fasilitas pengolahan air limbah berada di luar persil atau dipisahkan dengan batas jarak yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah - rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL (Kementrian PU (tahun tidak diketahui)). Udara Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan (Fardiaz 1992). Manfaat udara sangat besar dalam kehidupan manusia, di dalam udara terdapat oksigen untuk bernafas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun dan ozon untuk menahan sinar ultra violet. Udara yang tercemar mengganggu keberlangsungan organisme hidup di bumi. Kebijakan Lingkungan Lingkungan merupakan aspek mutlak yang harus dijaga bersama. Pola hidup bersih dan budaya membuang sampah pada tempatnya merupakan ciri Warga Negara yang baik. Menurut UU No 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai
8
karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan wawasan nusantara. Keterlibatan masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam mengelola dan mengawasi lingkungan dapat mempermudah tugas pemerintah dalam menjaga lingkungan (Denig 2011). Kebahagiaan Definisi kebahagiaan secara filsafat adalah sebuah kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan sempurna dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga merasa tenang dan damai. Kebahagiaan bersifat abstrak sehingga tidak dapat diraba, dan erat hubungannya dengan kejiwaan dari yang bersangkutan (Kosasih 2002). Pendapat lainnya menyatakan bahwa kebahagian digambarkan sebagai rasa positif terhadap kehidupan, dimana sepenuhnya merupakan bentuk dari kepemilikan komponen kognitif dan afektif. Aspek kognitif sendiri merupakan kebahagiaan yang diukur dari suatu evaluasi positif terhadap kehidupan baik melalui standar atau harapan. Aspek afektif merupakan kebahagiaan yang terdiri dari apa yang kita sebut sebagai kesejahteraan, seperti finansial yang baik, rasa puas yang terpenuhi (Veenhoven 2006).
9
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan Penelitian dilakukan di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur (Gambar 2). Kota yang merupakan pusat bisnis di Provinsi Jawa Timur ini telah mengalami kemajuan di bidang pembangunan dan perekonomian. Penelitian dilakukan selama enam bulan yaitu pada bulan Februari hingga Juli 2014.
Gambar 2 Lokasi penelitian (Sumber: RTRW 2007) Batasan Penelitian Batasan penelitian ini adalah melihat seberapa “hijau” kota Surabaya berdasarkan delapan indikator Kota Hijau yang dikembangkan di Indonesia dan disesuaikan dengan delapan kategori menurut Asian Green City Index. Sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi serta melihat pengaruh pemerintah kota, masyarakat, LSM, dan pengembang-pengembang swasta dalam mewujudkan Kota Hijau di Kota Surabaya. Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang diperlukan selama penelitian berupa perangkat hardware dan software. Tabel 1 menunjukan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. Data yang dibutuhkan berupa data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari observasi langsung ke lapang dengan mengamati potensi dan kendala kota, sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi terkait penelitian dan studi literatur.
10
Tabel 1 Alat dan bahan Alat Kamera Map Bahan Peta RTRW Bahan Pustaka Kuisioner
Fungsi Mengambil gambar Sebagai pencari lokasi yang akan dituju Fungsi Sebagai acuan dalam mengetahui rencana pengembang ruang Kota Surabaya Studi literatur Panduan dalam mengetahui data kualitatif dan kuantitatif Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penelitian menggunakan metode survey lapang. Tujuannya adalah melihat kinerja dari upaya pemerintah kota maupun pihak swasta dan masyarakat dalam mewujudkan Kota Hijau berdasarkan Asian Green City Index (AGCI). Tahap yang dilakukan terdiri dari tahap pengumpulan data atau inventarisasi, analisis dan evaluasi. Berikut penjelasan dari tahap yang dilakukan. Inventarisasi Inventarisasi merupakan tahap awal dari penelitian berupa pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari observasi langsung ke lapang dengan mengamati potensi dan kendala kota, sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi terkait dan studi literatur yang disesuaikan dengan topik penelitian. Data pendukung yang diambil berikutnya berupa wawancara dan kuesioner. Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui kinerja pemerintah dalam menerapkan konsep Kota Hijau secara tersirat, lalu kuesioner dibutuhkan dalam mengetahui persepsi masyarakat terhadap kenyamanan tinggal di Kota Surabaya. Data yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data yang dibutuhkan Jenis Data Letak, luas, batas tapak, hidrologi, iklim, tata guna lahan, demografi Index of happiness masyarakat Aspek Kuantitatif Energy and CO2 Emisi CO2 Konsumsi energi Land use and Buildings Kepadatan penduduk Ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH)
Bentuk Data Sekunder
Sekunder
Sumber RTRW Kota Surabaya, Bappeko, BLHD Masyarakat Kota Surabaya
Cara Pengambilan Studi pustaka
Kuesioner, studi pustaka
Sekunder
BLHD, PLN
Studi pustaka
Sekunder
Bappeko, DKP
Studi pustaka
11
Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan) Jenis Data Aspek Kuantitatif Transport Kebijakan jaringan transportasi publik Waste Jumlah sampah yang dihasilkan Jumlah sampah yang dikumpulkan Water Tingkat konsumsi air Tingkat kebocoran sistem air Sanitation Akses masyarakat terhadap sanitasi Pengelolaan limbah cair Air Quality Tingkat NO2 /hari Tingkat SO2 /hari Tingkat PM /hari Aspek Kualitatif Energy and CO2 Kebijakan energi bersih Rencana untuk mengatasi perubahan iklim Land use and Buildings Kebijakan eco buildings Kebijakaan penggunaan lahan Transport Kebijakan menciptakan angkutan umum perkotaan Kebijakan mengurangi kemacetan Waste Kebijakan pengumpulan dan pembuangan dalam mengurangi dampak sampah terhadap lingkungan Kebijakan 3R Water Kebijakan meningkatkan kualitas air Kebijakan mengelola sumberdaya air secara efisien
Bentuk Data
Sumber
Cara Pengambilan
Sekunder
Bappeko, Dishub
Studi pustaka
Sekunder
Bappeko, DKP, BLHD
Studi pustaka
Sekunder
PDAM, BLHD
Studi pustaka
Sekunder
BLHD, DKP, Bappeko
Studi pustaka
Sekunder
BLHD
Studi pustaka
Primer, Sekunder
BLHD,PLN, RTRW
Survei, Wawancara, studi pustaka
Primer, Sekunder
Bappeko, BLHD, DKP, DCK
Survei, wawancara, studi pustaka
Sekunder
Bappeko, Dishub
Wawancara, survey, Studi pustaka
Sekunder
Bappeko, DKP, BLHD
Wawancara, survey, Studi pustaka
Sekunder
PDAM, BLHD, Bappeko
Survey, wawancara, Studi pustaka
12
Tabel 2 Data yang dibutuhkan (lanjutan) Jenis Data Aspek Kualitatif Sanitation Kebijakan sanitasi
Bentuk Data
Sumber
Cara Pengambilan
Sekunder
BLHD, DKP, Bappeko
Survey, wawancara, Studi pustaka
Air Quality Kebijakan kebersihan udara
Sekunder
BLHD, Bappeko, DKP
Wawancara, survey, Studi pustaka
Environmental Governance Pengelolaan lingkungan Pengawasan lingkungan Partisipasi masyarakat
Primer, Sekunder
Bappeko, DKP
Survei, Wawancara, studi pustaka
Index of Happiness masyarakat diperoleh dari kuesioner. Konsep yang digunakan mengacu pada konsep Slovin, yaitu konsep yang digunakan dalam menentukan ukuran sampel jika penelitian bertujuan menduga proporsi populasi. Berikut perhitungan dalam menentukan jumlah responden di Kota Surabaya dengan menggunakan rumus slovin. N n= 1 + N. d2 Keterangan; : Ukuran sampel n N : Populasi penduduk d : nilai presisi (dipakai 95% dengan α = 0.1) Galat pendugaan yang ditetapkan dalam menentukan sampel kuesioner di Kota surabaya adalah 10%, dengan populasi yang dimiliki Kota Surabaya sebesar 2 819 095 didapatkan perhitungan sebagai berikut, n=
2 819 095 = 99.9 = 100 1 + 2 819 095 x 0.12
Penentuan proporsi jumlah responden di seluruh wilayah Kota Surabaya dilihat berdasarkan jumlah penduduk yang tersebar disetiap kecamatan. Pemberian kuesioner diberikan keseluruh lapisan masyarakat, sehingga penilaian dinilai dari semua kalangan. Berikut Tabel 3 yang menerangkan jumlah persebaran penduduk berdasarkan jumlah kecamatan. Tabel 3 Proporsi jumlah responden No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kecamatan Karang Pilang Wonocolo Rungkut Wonokromo Tegalsari Sawahan Genteng Gubeng Tambak Sari
Jumlah Penduduka 76 624 83 952 106 693 191 970 115 739 229 006 68 191 153 741 241 237
Jumlah Respondenb 2.46 = 3 2.70 = 3 3.43 = 3 6.18 = 6 3.72 = 4 7.37 = 7 2.19 = 2 4.95 = 5 7.77 = 8
13
Tabel 3 Proporsi jumlah responden (lanjutan) 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. Total
Simokerto Pabean Cantian Bubutan Tandes Krembangan Semampir Kenjeran Lakar Santri Benowo Wiyung Dukuh Pakis Tenggilis Mejoyo Gunung Anyar Mulyorejo Sukomenanggal Asemrowo Bulak Pakal Sambi Kerep Sukolilo Jembangan Gayungan
106 282 92 349 114 655 97 124 128 632 204 615 149 993 55 325 53 942 68 181 62 791 56 757 53 096 87 442 104 564 45 065 41 402 47 639 59 348 110 372 49 028 48 832 2 819 095c
3.42 = 3 2.97 = 3 3.69 = 4 3.12 = 3 4.14 = 4 6.59 = 7 4.48 = 5 1.78 = 2 1.73 = 1 2.19 = 2 2.02 = 2 1.82 = 1 1.71 = 1 2.81 = 2 3.36 = 3 1.45 = 2 1.33 = 1 1.53 = 1 1.91 = 1 3.55 = 4 1.57 = 2 1.57 = 2 100n
*b = (a/c)*n Analisis Tahapan analisis dilakukan terhadap kedua aspek Asian Green City Index yaitu aspek kuantitatif dan analisis kualitatif. Berikut akan dijelaskan tahapan pada masing-masing analisis, 1. Aspek Kuantitatif Analisis terhadap aspek kuantitatif menggunakan teknik normalisasi dengan menghitung hasil data dan baku mutu yang diperoleh dengan menggunakan rumus zero-max approximation / min-max approximation lalu dikalikan dengan bobot AGCI yang disesuaikan dari masing-masing indikator. Setiap perhitungan digunakan baku mutu yang telah ditetapkan, adapun baku mutu tertuang dalam Tabel 4. Perhitungan terhadap aspek kuantitatif dapat dilihat pada rumus berikut, 1. Data dengan ketentuan memiliki bobot yang semakin rendah atau semakin buruk jika mendekati baku mutu Bobot (%) = (1 −
Nilai yang diperoleh ) x bobot AGCI baku mutu
2. Data dengan ketentuan memiliki bobot semakin tinggi atau semakin hijau jika mendekati baku mutu Nilai yang diperoleh Bobot (%) = ( ) x bobot AGCI baku mutu
14
3. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot semakin tinggi atau semakin hijau jika mendekati baku mutu Bobot (%) = (
Nilai yang diperoleh − baku mutu minimal ) x bobot AGCI baku mutu maksimai − baku mutu minimal
4. Data yang memiliki nilai minimal-maksimal dan memiliki bobot semakin rendah atau semakin buruk jika mendekati baku mutu Bobot (%) = (1 −
Nilai diperoleh − baku mutu minimal ) x bobot AGCI baku mutu maks − baku mutu minimal
Tabel 4 Baku mutu tiap indikator pada aspek kuantitatif Kategori Energy & CO2
Indikator Emisi CO2
Baku Mutu ≤ 2 260 632 280 Ton CO2a) Konsumsi energi ≤ 900 KwH/orang(b) Kepadatan penduduk ≤ 10000 org/Km2(c) Jumlah ruang terbuka hijau ≥ 30%(d) (RTH) Panjang jaringan angkutan ≥ 0.30 km/km2(c) umum perkotaan Jumlah sampah dihasilkan ≤ 3075.11m3/hari(e) Jumlah sampah terkumpul ≥ 70%(f) Tingkat konsumsi Air ≤ 60-126.9 lt/org/hri(g) Tingkat kebocoran sistem air ≤ 45%(c) Akses terhadap sanitasi ≥ 20% - 100%(c) Pengelolaan limbah cair ≥ 10% - 100%(c) Tingkat NO2/hari ≤ 150 μg / Nm3/hari(h) Tingkat SO2/hari ≤ 365 μg / Nm3/hari(h) Tingkat PM10/hari ≤ 150 μg / Nm3/hari(h)
Land use and Buildings Transport Waste Water Sanitation Air Quality
Sumber: (a)Mentri ESDM 2013 dan hasil perhitungan, (b) Mentri ESDM 2013, (c)AGCI, 26/2007, (e) SNI 19-3964-1994, (f) Permen PU No. 14/2010, (g)Standar PU (h) PP No. 41/1999
(d)UU
No.
Sebagai contoh sebuah Kota X mengkonsumsi air P liter/org/hari dengan asumsi semakin tinggi tingkat konsumsinya maka semakin buruk, sedangkan standar kebutuhan pokok air minum minimum yang ditetapkan adalah A liter/org/hari dan standar kebutuhan pokok air minum maksimal adalah B liter/org/hari. Sehingga baku mutu minimum A liter/org/hari diberi bobot 0% atau 0 dan maksimum B liter/org/hari diberi bobot 100% atau 1. Rentang antara nilai tersebut adalah Q berupa hasil dari selisih kedua nilai tersebut. Berikut contoh perhitungannya, Bobot (%) = (1 −
Nilai diperoleh − baku mutu minimal ) x bobot AGCI baku mutu maks − baku mutu minimal
Bobot (%) = (1 −
P−A ) x bobot AGCI = Y B−A
15
Asian Green City Index (AGCI) memiliki bobot untuk konsumsi air sebesar 25%. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas lalu dikalikan dengan bobot AGCI 25% dan didapatkan hasil Y untuk tingkat konsumsi air di Kota X. Jika dalam suatu kasus perhitungan didapatkan bobot nilai yang melebihi bobot Asian Green City Index dan bobot nilai yang memiliki nilai negatif maka dilakukan pembobotan nilai untuk nilai maksimum sebesar 25% sedangkan untuk bobot nilai negatif akan diberikan nilai 0%. 1. Aspek Kualitatif Analisis terhadap aspek kualitatif menggunakan analisis deskriptif dan perhitungan pembobotan kinerja. Kinerja dinilai dari upaya pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat dalam menerapkan konsep Kota Hijau, perhitungan tersebut menggunakan perhitungan skoring. Adapun rumusan skoring sebagai berikut, 0 = ada rencana, belum ada penerapan 1 = ada aturan, belum diterapkan/belum ada aturan, sudah diterapkan 2 = ada aturan, penerapan ≤50% 3 = ada aturan, penerapan >50% Penentuan terhadap skor dengan nilai penerapan ≤50% dan >50% dihitung dengan melihat tingkat kualitas penerapan atau upaya yang telah dilakukan dan menyesuikannya dengan kriteria masig-masing upaya. Kriteria tersebut dapat dilihat dalam lampiran 3. Setelah skoring dilakukan, tahap selanjutnya adalah menghitung bobot tiap indikator yang telah ditentukan. Perhitungan dilakukan dengan mengalikan hasil skoring dengan persentase bobot berdasarkan Asian Green City Index. Perhitungan skoring dapat dilihat sebagai berikut, total skor ) x bobot AGCI Bobot nilai (%) = ( skor tertinggi
Evaluasi Tahap evaluasi mencantumkan tabel yang berisikan hasil dari pembobotan tiap indikator, yang bertujuan untuk mengetahui posisi Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau. Tabel 5 Asian Green City Index Kategori Energy & CO2
Land use and Buildings
Indikator Emisi CO2 Konsumsi Energi Kebijakan energi bersih Kebijakan mengatasi perubahan iklim Kepadatan penduduk Jumlah ruang terbuka hijau (RTH) Kebijakan eco buildings Kebijakan penggunaan lahan
Tipe data Bobot P* Kuantitatif 25% 1 Kuantitatif 25% 1 Kualitatif 25% S Kualitatif 25% S Kuantitatif Kuantitatif
25% 25%
1 2
Kualitatif Kualitatif
25% 25%
S S
16
Tabel 5 Asian Green City Index (lanjutan) Kategori Transport
Waste
Water
Sanitation
Air Quality
Environmental Governance
Indikator Panjang jaringan angkutan umum perkotaan Kebijakan menciptakan angkutan umum perkotaan Kebijakan mengurangi kemacetan Jumlah sampah dihasilkan Jumlah sampah dikumpulkan Kebijakan pengumpulan dan pembuangan dalam mengurangi dalam sampah terhadap lingkungan Kebijakan 3R Tingkat konsumsi air Tingkat kebocoran sistem air Kebijakan meningkatkan kualitas air Kebijakan mengelola air secara efisien Akses masyarakat terhadap sanitasi Pengelolaan limbah cair Kebijakan sanitasi Tingkat NO2/hari Tingkat SO2/hari Tingkat PM10/hari Kebijakan udara bersih Pengelolaan lingkungan Pengawasan lingkungan Partisipasi masyarakat
Tipe data Bobot P* Kuantitatif 33% 2 Kualitatif
33%
S
Kualitatif
33%
S
Kuantitatif 25% Kuantitatif 25% Kualitatif 25%
1 2 S
Kualitatif Kuantitatif Kuantitatif Kualitatif
25% 25% 25% 25%
S 4 1 S
Kualitatif
25%
S
Kuantitatif 33%
3
Kuantitatif Kualitatif Kuantitatif Kuantitatif Kuantitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif Kualitatif
3 S 1 1 1 1 S S S
33% 33% 25% 25% 25% 25% 33% 33% 33%
Keterangan: P = Perhitungan/rumus yang digunakan dalam pembobotan (lihat rumus halaman 13 poin 1,2,3,4) S = Teknik skoring
Tabel 6 menunjukan sebuah tabel performa yang terdiri atas lima kriteria yaitu sangat dibawah rata-rata, dibawah rata-rata, rata-rata, diatas rata-rata, sangat diatas rata-rata. Dalam tahap ini, pengukuran Index of Happiness masyarakat juga dimasukan, yang berfungsi sebagai data pendukung terhadap penerapan konsep Kota Hijau di Kota Surabaya. Pada tabel performa (Tabel 6) dijelaskan bahwa kolom yang berisikan titik yang berwarna hitam menunjukan sebuah posisi kota dalam Kota Hijau berdasarkan delapan kategori. Kinerja kota diperoleh berdasarkan pembobotan pada setiap indikator.
17
Tabel 6 Contoh performa kota Kategori
Sangat dibawah Rata-Rata 0-20%
Di bawah Rata-rata
Ratarata
20-40%
40-60%
Di atas ratarata 60-80%
Sangat diatas rata-rata 80-100%
Energy & CO2 Land use and Buildings Transport Waste Water Sanitation Air Quality Environmental Governance Hasil Keseluruhan
Tahap ini menjelaskan tentang pengukuran Index of Happiness masyarakat Kota Surabaya. Penilaian dilakukan secara langsung oleh 100 responden dari 31 kecamatan dengan cara mengisi kuesioner yang berisikan pernyataan beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah aspek infrastruktur dan utilitas yang didalamnya berisi pernyataan tentang infrastruktur serta utilitas kota seperti energi listrik, air dan telekomunikasi namun komponen yang dituangkan adalah listrik dan air dikarenakan sesuai dengan konten penelitian. Lalu aspek lingkungan, aspek transportasi dan fisik. Aspek fisik terdapat konten berupa tata kota dan ruang terbuka hijau (RTH). Skala Likert digunakan untuk melihat persepsi masyarakat dengan ketentuan 1-3 yaitu 1 tidak setuju, 2 kurang setuju, 3 setuju. 20 pertanyaan dituangkan dalam kuesioner sehingga diperoleh nilai minimumnya yaitu 20 dan maksimum 60. Interval kelas didapatkan dari perhitungan sebagai berikut, Nilai maksimum-Nilai minimum = Jumlah skala 60-20 = 3 =13.33 Tingkat kebahagiaan diukur dari kualitas aspek dalam memberi kenyaman. Berikut tingkatan/skala dalam penilaian Index of Happiness atau tingkat kebahagiaan masyarakat, 1. Kurang bahagia (rendah) = 20.0-33.3 2. Bahagia (sedang) = 33.4-46.7 3. Sangat bahagia (tinggi) = 46.8-60.0 Green initiatives merupakan sebuah rekomendasi dari hasil evaluasi dan dikorelasikan dengan Index of Happiness dalam bentuk perencanaan dan perancangan yang disesuaikan dengan 8 kategori Asian Green City Index.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Wilayah Kota Surabaya Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua setelah Jakarta dan merupakan ibukota dari Provinsi Jawa Timur. Secara Geografis Kota Surabaya berada diantara 7° 9’–7° 21’Lintang Selatan dan 112° 36’ – 112° 57’ Bujur Timur dengan ketinggian permukaan 0-20 mdpl. Kota Surabaya memiliki luas 330.48 km2, terdiri atas 31 Kecamatan, 160 Kelurahan dan desa. Secara administrasi Kota Surabaya memiliki batas daerah yaitu sebelah utara berbatasan dengan Madura, Sebelah Selatan berbatasan dengan Sidoarjo , sebelah Barat berbatasan dengan Gresik, Sebelah Timur berbatasan dengan Madura. Kondisi Fisik dan Lingkungan Topografi Secara umum kondisi topografi Kota Surabaya memiliki ketinggian permukaan tanah 0-20 mdpl, namun sebagian besar ketinggiannya 0-10 meter (80,72%) di wilayah utara, selatan, timur, dan pusat kota sedangkan untuk wilayah barat memiliki ketinggian 10-20 meter terutama di daerah Pakal, Lakarsantri, Sambikerep, dan Tandes. Daerah pantai pada umumnya memiliki ketinggian berkisar 1-3 mdpl. Perairan Kota Surabaya bukan berada di jalur sesar aktif atau berhadapan langsung dengan samudera sehingga relatif aman dari bencana alam. Hidrologi Kota Surabaya dilalui oleh daerah aliran sungai (DAS) Kali Brantas yang memiliki dua cabang aliran utama yaitu Kali Surabaya dan Kali Porong, dan terdapat juga salah satu anak sungai Kali Brantas di sepanjang Jl. Jagir Wonokromo yaitu Kali Jagir. Kali Surabaya terpecah menjadi dua anak sungai yaitu Kali Mas dan Kali Wonokromo, yang berada di Kecamatan Wonokromo. Kualitas air Kali Mas tidak mencapai tingkat c, sehingga kualitas air tersebut paling buruk. Buruknya kualitas diakibatkan pencemaran dari buangan rumah tangga, pasar, saluran drainase, dan kegiatan diluar non rumah tangga (Laboratorium Perum Jasa Tirta). Sedangkan kualitas Kali Surabaya dan Kali Jagir cukup baik sehingga digunakan sebagai sumber air bersih oleh perusahaan daerah air minum (PDAM). Iklim Kota Surabaya berada di selatan garis khatulistiwa sehingga menyebabkan perbedaan yang signifikan pada musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berlangsung diantara bulan Mei dan Oktober, sedangkan untuk musim penghujan berlangsung diantara November sampai April. Bulan November hingga Februari terjadi curah hujan tinggi yang diakibatkan musim angin dari utara lalu pada musim kemarau angin pasat dari tenggara membawa udara yang lebih dingin dari Australia. Suhu rata-rata
19
Kota Surabaya diantara 21°C di bulan Agustus hingga mencapai 34°C di bulan April. Kelembaban pada musim hujan rata-rata pada tiap bulannya mencapai 80% dan turun menjadi 60% pada musim kemarau. Data iklim berupa curah hujan tahunan rata-rata di Stasiun Hujan Perak dari tahun 19551998 berkisar 1560 mm, dengan 90% terjadi pada musim hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu berkisar lebih dari 300 mm, sementara terendah pada bulan agustus yaitu sebesar 23 mm. Demografi Kota besar tidak terlepas dari kepadatan penduduk yang dimiliki. Sebagai kota besar Kota Surabaya memiliki penduduk sebanyak 2 819 095 jiwa pada tahun 2014. Luas wilayah Kota Surabaya adalah 316.36 km2, maka kepadatan penduduk Kota Surabaya pada tahun 2014 adalah sebesar 8911 org/km2. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin secara umum menunjukan bahwa jumlah penduduk Kota Surabaya dengan jenis kelamin laki-laki mendominasi jumlah penduduk perempuan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk laki-laki di Kota Surabaya pada tahun 2012 sebesar 1 021 770 jiwa dengan sex ratio rata-rata sebesar 101.26, sedangkan jumlah penduduk perempuan di Kota Surabaya tahun 2012 sebesar 1 014 276 jiwa dengan sex ratio rata-rata sebesar 98.8. Kota Surabaya terdiri dari 31 kecamatan. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Benowo dengan luas 26.78 Km2, namun kepadatan penduduknya tergolong paling rendah yaitu 2014 jiwa/ km2, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil yaitu sebesar 2.89 km2 adalah Kecamatan Simokerto dengan kepadatan penduduk paling tinggi yaitu sebesar 41 036 jiwa/km2. Pemerintah terus berupaya dalam menekan arus pertumbuhan penduduk hingga 1% sampai tahun 2015 dengan pengendalian pada jumlah kelahiran dan arus urbanisasi pada setiap daerah. Sosial dan Budaya Masyarakat Berdasarkan jenis agama, mayoritas penduduk Kota Surabaya beragama Islam dengan presentasi sebesar 84.79%, selanjutnya penduduk beragama Kristen 9.82%, Katolik sebesar 4.21%, Hindu sebesar 0.33%, Budha sebesar 1.76%, dan lainnya 0.01 %. Budaya Kota Surabaya merupakan budaya Jawa Timur dengan bahasa utamanya adalah bahasa Jawa Suroboyoan, namun masyarakat kota dominan menggunakan bahasa Ngoko atau Kromo Madya. Beragam etnis ada di Surabaya, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa. Etnis-etnis dari belahan bumi Nusantara dapat dijumpai pula, seperti etnis Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Ambon dan Papua. Perekonomian Salah satu indikator dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi maupun kondisi ekonomi suatu wilayah baik berdasarkan atas dasar harga konstan maupun atas dasar harga berlaku adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tiga sisi pendekatan PDRB adalah produksi, pendapatan, dan pengeluaran.
20
Kota Surabaya sebagai pusat pemerintahan provinsi Jawa Timur dan sebagai Gerbang Kertasusila memiliki pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Dalam periode 2006-2010 telah terjadi peningkatan investasi baik dalam kuantitas maupun nilai investasi (RPJMD Kota Surabaya Tahun 20102015). Berdasarkan BPS 2012, pada tahun 2010, PDRB Kota Surabaya pada triwulan IV atas dasar harga berlaku mencapai RP. 51.17 triliun, lalu pada triwulan I mencapai RP. 176.44 Triliun. Sedangkan PDRB pada Triwulan IV atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp. 21.97 Triliun, dan Rp. 81.00 Triliun pada triwulan I. pertumbuhan ini meningkat sebesar 6.73% terhadap 2009. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 15.04% diikuti oleh pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebesar 9.90%. Penggunaan Lahan Lahan terbangun Kota Surabaya hampir 2/3 dari luas wilayahnya dan secara relatif terkonsentrasi perkembangan fisik kota berada di pusat kota yang membujur dari kawasan utara hingga selatan kota, namun hingga saat ini berkembang hingga kawasan timur dan barat kota. Proporsi penggunaan lahan didominasi oleh area perumahan yaitu sebesar 42.00%, sedangkan area yang masih memiliki sawah dan tegalan sebesar 16.24% lalu tambak sebesar 15.20%, area jasa dan perdagangan sebesar 10.76%, area industri sebesar 07.30%, dan lahan kosong sebesar 05.50%. Kawasan perumahan kampung terkonsentrasi di area pusat kota, sedangkan perumahan real estate di kawasan barat, timur dan selatan kota. Areal sawah dan tegalan berada di kawasan barat dan selatan kota, areal tambak pesisir timur dan utara kota, areal jasa dan perdangan terkonsentrasi di pusat kota sebagian berada di areal permuhan yang berkembang di kawasan barat dan timur kota, lalu untuk areal industri dan pergudangan berada di kawasan pesisir utara dan kawasan selatan kota yang berbatasan langsung dengan kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Wilayah pesisir kota dimanfaatkan sebagai area waterfront city yang berada di kecamatan kenjeran dan beberapa hutan kota yang terpusat di pantai timur kota diantaranya adalah Hutan kota Balas Klumprik, Hutan Kota Prapen, Taman Bunga Wonorejo, Hutan Kota Pakal dan Kawasan Lindung Pamurbaya. Rencana Tata Ruang Wilayah Berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2007 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya adalah rencana strategi pelaksanaan dan pemanfaatan ruang wilayah kota dengan arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan penjabaran rencana tata ruang wilayah provinsi Jawa Timur. Ruang lingkup meliputi pengembangan wilayah, struktur, pola pemanfaatan ruang, rencana unit pengembangan kegiatan beserta pusat-pusatnya, rencana unit pengembangan wilayah darat, laut, pemanfaatan lahan, sistem transportasi dan utilitas. Terdapat dua penjabaran tentang RTRW yaitu Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDRTK) dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK). RDRTK merupakan peraturan kepala daerah dengan persetujuan pimpinan DPRD dan
21
harus sesuai dengan RTRW, sedangkan RTRK merupakan peraturan kepala daerah dan harus sesuai dengan RDRTK. Inventarisasi Pada tahap inventarisasi dilakukan identifikasi terhadap kondisi umum dan upaya Kota Surabaya. Setiap upaya atau penerapan yang dilakukan dimasukan kedalam tabel kuantitatif dan tabel kualitatif Asian Green City Index. Aspek Kuantitatif Aspek kuantitatif merupakan aspek yang mengidentifikasi kondisi umum Kota Surabaya dalam penerapan konsep Kota Hijau berdasarkan Asian Green City Index. Tabel 7 merupakan data aspek kuantitatif dari tujuh kategori menurut Asian Green City Index yaitu Energy and CO2, Land use and Building, Transport, Waste, Water, Sanitation dan Air Quality yang diperoleh di Kota Surabaya. Tabel 7 Indikator kuantitatif Kategori Energy and CO2
Hasil 598 493 859.5 Ton CO2 Konsumsi energi 238 271 KwH/org Land use and Kepadatan 8911 org/km2 Buildings penduduk
Transport
Waste
Water
Sanitation
Air Quality
Indikator Emisi CO2
Jumlah ruang terbuka hijau (RTH) Jaringan transportasi publik Jumlah sampah yang dihasilkan Jumlah sampah yang dikumpulkan Tingkat konsumsi air Tingkat kebocoran sistem air Akses masyarakat terhadap sanitasi Pengolaan limbah cair Tingkat NO2
Tahun 2012 2014 2014
Sumber SLHD Kota Surabaya 2012 PLN Dinas kependudukan dan pencatatan sipil 2014 DKP, Bappeko Surabaya
10 575 360 m2
2014
0.09 km/km²
2013
Bappeko Surabaya
8905 m3/hari*
2012
DKP Surabaya
1300 ton/hari
2012
DKP Surabaya
PDAM 34.0 L/Org 28.96%
2014
PDAM Kota Surabaya PDAM Kota Surabaya
52.7%
2012
SLHD Kota Surabaya 2012
60.87%
2004
20.93 µg/Nm3/hari
2014
Cipta Karya Surabaya 2004 BLHD Kota Surabaya
2013
22
Tabel 7 Indikator kuantitatif (lanjutan) Kategori Air Quality
Indikator
Hasil
Tahun Sumber
Tingkat SO2
59.65 µg/Nm3/hari 10.43 µg/Nm3/hari
2014
Tingkat PM10
2014
BLHD Kota Surabaya BLHD Kota Surabaya
Aspek Kualitatif Aspek kualitatif merupakan aspek mengenai upaya-upaya yang dilakukan di Kota Surabaya dalam mengembangkan konsep Kota Hijau. Terdapat kebijakan dan upaya-upaya yang akan atau telah dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Upaya-upaya tersebut merupakan tahap dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat untuk mendukung aspek kuantitatif. Sifat dari kebijakan dan upaya yang telah ada berupa rencana dan penerapan. Upaya-upaya yang telah dan akan dilakukan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Aspek kualitatif Kategori Energy and CO2
Indikator Kebijakan energi bersih Rencana mengatasai perubahan iklim
Land use and Buildings
Kebijakan eco buildings
Kebijakan penggunaan lahan
Transport
Kebijakan dalam menciptakan angkutan umum perkotaan
Upaya Solar cell pada penerangan jalan umum (PJU) & traffic light (a) Pengolahan sampah dan limbah tinja menjadi energi listrik (a) Kincir angin sebagai energi alternatif (b) Pelaksanaan green building awareness award (a) Kepemilikan ijin mendirikan bangunan (IMB) (a) Ekspansi dan optimisasi ruang terbuka hijau (a) Pengembangan wilayah waterfront city di wilayah pesisir (Kenjeran) (b) Optimisasi kawasan lindung (Pamurbaya) (a) Pengembangan sistem angkutan massal cepat monorail dan tramway (b) Perencanaan pengembangan park and ride (b) Integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya (b) Pengembangan intellegent transportation sistem ( ITS) (b) Pembuatan halte dan jalur sepeda (a) Pengembangan pedestrian dan pembuatan jembatan penyebrangan yang dilengkapi closed circuit television (CCTV) disetiap sudut (a)
23
Tabel 8 Aspek kualitatif (lanjutan) Kategori Waste
Water
Sanitation
Air Quality
Environmental Governance
Indikator Jumlah sampah yang dihasilkan
Upaya Mengembangkan sistem sanitary landfill di TPA Benowo (a) Menggunakan teknologi ramah lingkungan (incenerator) (a) Pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) (a) Pengembangan TPS indoor underground container di Tambak Rejo (a) Jumlah sampah Bank sampah (a) dikumpulkan Sutorejo Superdepo Project (recycle center) (a) Komunitas rumah kompos (a) Kebijakan Pengembangan sistem sludge meningkatkan kualitas treatment instalation (STI) (a) air Rehabilitasi saluran air (a) Optimisasi dan revitalisasi bantaran sungai (a) Kebijakan mengelola Acara Hari Air Sedunia oleh sumberdaya air secara PDAM Surya Sembada (a) efisien Pengembangan boezem (a) Kebijakan sanitasi Peningkatan ketersediaan tempat sampah yang memadai dan sehat (a) Peningkatan penggunaan tangki septik dan tangki peresapan pada jamban (a) Pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL) (a) Kebijakan kebersihan Uji emisi (a) udara Pengembangan hutan kota (a) Monitoring kualitas udara dengan menggunakan alat indeks standar pencemaran udara (ISPU) (a) Mengembangkan sistem pedestrian yang terintergrasi dengan angkutan massal (a) Peningkatan jalur sepeda (b) Pengelolaan Revitalisasi ex. Stasiun pengisisan lingkungan bahan bakar umum (SPBU) menjadi taman (a) Pengelolaan infrastruktur kota (a) eco campus and eco school (a) Kampung Hijau (a) Pengawasan Adipura Kencana (a) lingkungan Adiwiyata (a) Yustisi kebersihan (a)
24
Tabel 8 Aspek kualitatif (lanjutan) Kategori Environmental Governance
Indikator Partisipasi masyarakat
Upaya Surabaya green and clean (a) Bersih-Bersih Kali Suroboyo (a) Penanaman mangrove di muara kali Surabaya bersama masyarakat (a) Car Free Day (a)
a = telah dilaksanakan b = masih sekedar wacana atau rencana
Analisis Analisis dilakukan secara deskriptif dan berupa pembobotan tiap indikator pada aspek kuantitatif dan kualitatif. Analisis terhadap delapan kategori akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikut. 1. Energy and CO2 Analisis Aspek Kuantitatif Energy and CO2 Kota Surabaya merupakan kota metropolitan kedua setelah Jakarta yang berarti penggunaan energi dan pengeluaran emisi kota ini termasuk tinggi. Data konsumsi energi dan pengeluaran emisi CO2 didapatkan dari sektor energi listrik, dikarenakan energi listrik menggunakan bahan bakar fosil sebagai tenaga pembangkitnya dan digunakan selama 24 jam untuk menerangi kota, dan kebutuhan rumah tangga. Tabel 9 merupakan tabel kuantitatif dari kategori energy and co2. Tabel 9 Aspek kuantitatif Energy and CO2 Kategori Energy & CO2
Indikator Hasil Emisi CO2 (25%) 598 493 859.5 Ton CO2 Konsumsi energi 238 271 KwH/org (25%)
Baku Mutu Bobot 2 260 632 280 18.3% Ton CO2 900 KwH/Org 18.3%
Emisi CO2 Emisi CO2 Kota Surabaya dilihat dari sumber pengeluaran terbesarnya yaitu pembangkit tenaga listrik yang berada di Jl. Ketintang Baru yang disebut PT. Pembangkit jawa-Bali (PT. PJB). Pembangkit ini berdomisili di Surabaya yang menangani pembangkitan tenaga listrik. Sumber bahan bakar masih menggunakan bahan bakar fosil berupa batu bara. Emisi CO2 didasari dari perhitungan konsumsi energi yang diperoleh yaitu sebesar 671.710.280 KwH lalu dikalikan dengan faktor emisi 0.0891 Kg CO2, dan untuk mendapatkan standar/baku mutu emisi CO2 menggunakan konsumsi energi Indonesia yang dikalikan dengan faktor emisi dan jumlah penduduk Surabaya. Berikut perhitungan untuk memperoleh emisi CO2, E = A × EF E = 671 710 280 × 0.891 E = 598 493 859.5
25
Keterangan ; A = data aktivitas (jumlah konsumsi energi) E = jumlah emisi CO2 EF = faktor emisi karbon dioksida Perhitungan untuk mendapatkan baku mutu emisi adalah sebagai berikut, Baku mutu = 900 KwH × 0.891KwH/kg × 2 819 095 Baku mutu = 2 260 632 280 Lalu setelah itu dilakukan perhitungan untuk mencari bobot nilai Asian Green City Index, adapun perhitungannya sebagai berikut, (1 −
598 493 859.5 Ton CO2 ) × 25% = (1 − 0.26) × 25% = 18.3% 2 260 632 280 Ton CO2
Asian Green City Index memilki bobot emisi CO2 sebesar 25%. Hasil yang diperoleh 0.74 lalu dikalikan dengan 25%, sehingga bobot untuk emisi CO2 yang terdapat di Kota Surabaya adalah 18.3%. Angka ini menunjukan bahwa bobot emisi CO2 Kota Surabaya cukup aman dari baku mutu emisi dilihat dari skala persentase yaitu lebih dari 0% (buruk) dan kurang dari 25% (baik). Konsumsi energi Konsumsi listrik di Kota Surabaya didistribusikan secara langsung oleh PLN Distribusi Provinsi Jawa Timur yang terletak di Kota Surabaya, namun pendistribusian energi listrik ini tidak hanya mencakup wilayah kota Surabaya saja tetapi di bagi per sub wilayah seperti salah satunya Surabaya Bagian Selatan yang didalam sub tersebut terdapat beberapa konsumen dari kabupaten Sidoarjo. Distribusi ini melayani konsumen secara seimbang. PLN Surabaya sendiri membeli pasokan listrik dari P3B yang berlokasi di Waru, Surabaya Selatan. Data yang didapat merupakan data kumulatif konsumen, dan data penjualan perKWHnya merupakan data kumulatif 1 tahun. Bobot konsumsi listrik Kota Surabaya sebesar 18.25% berikut hasil dari perhitungan bobot konsumsi listrik Kota Surabaya. (1 −
238 271 KwH/Org ) × 25% = ( 1 − 0.26) × 25% = 18.3% 900 KwH/Org
Asian Green City Index memilki bobot konsumsi energi sebesar 25% lalu dikalikan dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan sebelumnya yaitu 0.74, sehingga bobot untuk konsumsi energi yang terdapat di Kota Surabaya adalah 18.3%. Jika dilihat dari skala persentase yaitu lebih dari 0% (buruk) dan kurang dari 25% (baik) angka ini menunjukan bahwa bobot konsumsi energi Kota Surabaya cukup aman dari baku mutu emisi
26
Analisis Aspek Kualitatif Energy dan CO2 Tabel 10 Aspek kualitatif Energy and CO2 Indikator
Upaya
Bobot AGCI 25%
Skoring 0 1 2 3 √
Kebijakan energi 1. Solar cell pada PJU & traffic bersih light Nilai total/nilai maksimum x total bobot AGCI 2/3 x 25% = 16.6% Rencana mengatasai 2. Pengolahan sampah dan 25% √ perubahan iklim limbah tinja menjadi energi listrik 3. Kincir angin sebagai energi √ alternatif Nilai total/nilai maksimum x total bobot AGCI 3/6 x 25% = 12.5% Total bobot = 29.2%
Kebijakan energi bersih Pemerintah Kota Surabaya melakukan upaya dalam menerapkan kebijakan mereduksi, upaya tersebut adalah solar cell pada PJU dan traffic light. 1. Solar cell pada PJU & traffic light Pemerintah Kota Surabaya berupaya dalam mereduksi karbon dan mengefisiensikan penggunaan energi, salah satunya adalah menerapkan energi alternatif yaitu solar cell. Solar cell yang diterapkan pada penerangan jalan umum (PJU) dan traffic light di Kota Surabaya merupakan usaha pemerintah yang dimitrai oleh pihak swasta. Solar cell sendiri merupakan pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Sifat dari energi matahari yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta jumlahnya yang sangat besar diharapkan mampu mengatasi permasalahan kebutuhan energi masa depan setelah berbagai sumber energi konvensional berkurang jumlahnya serta tidak ramah terhadap lingkungan. Hingga saat ini pemasangan solar cell pada PJU dan traffic light di Kota Surabaya telah diterapkan di hampir setiap ruas jalan arteri. Contoh penerapan terhadap solar cell pada PJU dan trafic light tertuang dalam Gambar 3.
Gambar 3 Solar cell pada PJU dan trafic light Sumber Bappeko Surabaya
27
Rencana mengatasi perubahan iklim Penerapan terhadap perubahan iklim hingga saat ini masih terus digencarkan oleh pemerintah Kota Surabaya, berikut beberapa upaya terkait rencana dalam mengatasi perubahan iklim yaitu pengolahan sampah dan limbah tinja menjadi energi listrik, dan kincir angin sebagai energi alternatif. 2. Pengolahan sampah dan limbah tinja menjadi energi listrik Upaya pemerintah Kota Surabaya dalam penggunaan energi alternatif salah satunya adalah memanfaatkan sampah dan limbah tinja yang dihasilkan oleh warga. Pengolahan sampah menjadi energi listrik dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya. Percontohan program ini dilakukan di Kebun Bibit Bratang, yang menghasilkan energi listrik untuk penerangan taman dan juga mesin pencacah sampah. Daya listrik yang dihasilkan hingga saat ini mencapai 4000 watt, namun terus diilakukan peningkatan dengan target mencapai 10 000 watt (Chalid 2014). Kendala dalam menerapkan program ini adalah penyediaan fasilitas berupa aki yang difungsikan untuk menyimpan daya. Pengolahan limbah tinja menjadi energi listrik dilakukan di instalasi pengolahan lmbah tinja (IPLT) yang berlokasi di Keputih. Program ini hasil kerjasama oleh pihak DKP dengan pihak swasta yaitu PT Sumber Organik. Contoh penerapan IPLT tersaji di Gambar 4.
Gambar 4 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPLT) Keputih Surabaya Sumber DKP Surabaya 3. Kincir angin sebagai energi alternatif Pemanfaatan energi angin menjadi energi listrik akan diterapkan di wilayah pantai Kota Surabaya, diantaranya Kenjeran, Keputih, Wonorejo, Kalianak, serta Romo Kalisari dengan menggunakan kincir angin. Rencana tersebut masih dalam pembahasan oleh Pemerintah Kota terutama Badan Pengembangan dan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya.
28
2. Land use and Buildings Analisis Aspek Kuantitatif Land use and Buildings Kota Surabaya sebagai ibukota provinsi Jawa Timur memiliki potensi serta kendala yang harus dihadapai, salah satunya penduduk. Jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3 110 187 jiwa, dengan kepadatan hingga 417 586 jiwa/Km2. Kepadatan yang tinggi memiliki potensi dalam sektor ekonomi, namun tidak dalam sektor ekologi. Butuh adanya kebijakan dalam menata kepadatan yang disesuaikan dengan luas wilayah kota, untuk menghindari terjadinya degradasi lingkungan. Berikut tabel kuantitatif Land use and Buildings yang tersaji dalam Tabel 11. Tabel 11 Aspek kuantitatif Land use and Buildings Kategori Land use and Buildings
Indikator Kepadatan penduduk (25%) Jumlah ruang terbuka hijau (RTH) (25%)
Hasil 8911 org/Km2 10 575 360 m2 (32%)
Baku Mutu 10 000 org/Km2 30%
Bobot 2.5% 25%
Kepadatan penduduk yang semakin tinggi berbanding lurus dengan peningkatan ekonomi, namun jika tidak diimbangi oleh aspek ekologi maka akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Asian Green City Index memberikan sebuah penyelesaian terhadap kedapatan penduduk dengan menyeimbangkan ketiga aspek yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial sehingga dengan kepadatan yang cukup tinggi dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara efektif sehingga tercipta suatu kota yang berkelanjutan. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk yang dimiliki oleh Kota Surabaya adalah sebesar 8911 org/km2. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepadatan penduduk Kota Surabaya adalah perhitungan yang menyatakan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan semakin buruk. Baku mutu yang dipakai dalam kategori kepadatan penduduk ini yaitu berdasarkan WHO dalam Asian Green City Index. Adapun baku mutu yang digunakan adalah 10 000 org/km2. Berikut perhitungannya, (1 −
8911 org/km2 ) × 25% = (1 − 0.9) × 25% = 2.5% 10 000 org/km2
Bobot tersebut menjelaskan bahwa untuk bobot kepadatan penduduk di Kota Surabaya tergolong tinggi dilihat dari persentase keburukan yaitu 0% hampir mendekati baku mutu dan jauh dari 25%. Hal ini dikarenakan kurangnnya pemerataan terhadap jumlah penduduk yang menyebabkan terjadinya urban sprawl. Perlunya upaya pemerintah dan kerjasama pihak swasta/pengembang dalam menekan dan memeratakan jumlah penduduk dengan konsep yang ramah lingkungan dan menerapkan hunian vertikal.
29
Mixed use development merupakan suatu pengembangan produk properti yang terdiri dari produk perkantoran, hotel, tempat tinggal, komersial yang dikembangkan menjadi satu kesatuan atau minimal dua produk properti yang dibangun dalam satu kesatuan. Konsep mixed used menjawab kebutuhan optimalisasi lahan dalam pengembangan produk properti. Konsep ini juga menjawab permasalahan pengembangan infrastruktur dan properti pada suatu wilayah perkotaan seperti keterbatasan lahan & nilai lahan, keterbatasan sumber daya, peraturan, tata nilai perkotaan, urbanisasi, penyediaan prasarana dasar, dan jumlah penduduk yang besar (P2KH). Jumlah ruang terbuka hijau Pemerintah Kota Surabaya berupaya dalam meningkatkan jumlah ruang terbuka hijau (RTH) dengan mereklamasi bantaran sungai dan SPBU yang tidak terpakai. Upaya ini didorong oleh isu pemanasan global yang semakin marak diperbincangkan, disamping Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang penataan ruang dan No. 26 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau. Kota Surabaya dengan luas 33.048 Ha memiliki ruang terbuka hijau publik 22 % dan ruang terbuka privat 10% terhadap luasan kota. Luasan ruang terbuka hijau publik terdiri dari beragam jenis RTH, yaitu RTH makam, RTH kawasan lindung, RTH lapangan, RTH hutan kota, RTH taman kota, RTH jalur hijau, serta RTH sempadan sungai dan boezem atau waduk, sedangkan untuk RTH privat berasal dari pekarangan pemukiman. Gambar 5 merupakan contoh penerapan jalur hijau jalan yang berlokasi di samping Balaikota dan Gambar 6 merupakan tampilan untuk Taman Bungkul saat siang dan malam hari.
Gambar 5 Jalur hijau jalan samping Balaikota
Gambar 6 Taman Bungkul
30
Selain berfungsi sebagai pereduksi emisi karbon, dan penyerap limpasan air, RTH juga memilki fungsi visual dan terdapat nilai estetik untuk mempercantik kota. Bobot RTH untuk Kota Surabaya cukup tinggi jika dilihat dari luasan kota, dikarenakan upaya pemerintah dalam meningkatkan RTH serta hasil yang berupa penghargaan atas upaya-upaya tersebut. Bobot penilaian dapat dilihat dalam perhitungan berikut. 10 575 360 m2 (32%) = 1.06 9 914 400 m2(30)
Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil 1.06 dari total RTH 10 575 360 m2atau 32%. Pada AGCI, bobot untuk RTH adalah 25% dan hasil yang didapatkan melebihi rentang 0-1 yang menjelaskan bahwa penerapan telah mencapai 100%. Hasil ini didapatkan dari kerja keras pemerintah dalam mengoptimalkan RTH di Kota Surabaya, dan upaya ini tidak terlepas dari kerjasama swasta, pengembang dan masyarakat kota. Analisis Aspek Kualitatif Land use and Buildings Permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh Kota Surabaya adalah kepadatan penduduk. Perlu adanya upaya pemerintah kota serta kerjasama dengan pihak swasta dalam mengatasi masalah tersebut. Perencanaan kota yang sesuai dengan RTRW merupakan perencanaan yang dibutuhkan dalam menangani pola penggunaan lahan. Pihak swasta atau pengembang wajib mengikuti RTRW yang telah dibuat oleh pemerintah, agar dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan lahan, degradasi lingkungan, pencemaran, pemukiman kumuh dan lain sebagainya. Adapun upaya-upaya pemerintah dalam merencanakan serta menerapkan penggunaan lahan dan tata bangunan tertuang dalam Tabel 12, Tabel 12 Aspek kualitatif Land use and Buildings Indikator
Usaha yang dilakukan
Kebijakan 1. Pelaksanaan Green Building Eco Awareness Award Buildings 2. Kepemilikan IMB Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 1. Ekspansi dan opitimisasi ruang terbuka hijau Kebijakan 2. Pengembangan wilayah Penggunaan waterfront city di wilayah Lahan pesisir (Kenjeran) 3. Optimisasi kawasan lindung (Pamurbaya) Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI Total bobot
Bobot AGCI 25%
Skoring 0
1
2
3
√ √
4/6 x 25% = 16.6% √ 25%
√ √
7/9 x 25% = 19.4% = 30%
Kebijakan eco buildings AGCI menerapkan upaya kualitatif berupa kebijakan eco buildings sebagai salah satu penilaian upaya pemerintah dalam tata bangunan kota.
31
Kota Surabaya mendukung program penataan bangunan yang berbasis lingkungan, seperti diantaranya Sosialisasi Green Building, pelaksanaan Green Building Awareness Award dan Kepemilikan IMB. 1. Pelaksanaan green building awareness award Konsumsi energi bangunan diestimasikan sektar 50% dari total konsumsi energi di Indonesia (Statistik Kelistrikan dan Energi, 2011). Pelaksanaan Green Building diharapkan mampu mengurangi konsumsi energi yang terpakai oleh bangunan, sehingga tercipta kenyamanan, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat diperkotaan. Green Building Awareness Award (GBAA) oleh pemerintah Kota Surabaya adalah salah satu wujud dalam menjaga lingkungan. GBAA merupakan ajang penganugerahan kepada pihak pengelola gedung yang telah mencapai kriteria Green Building. Kriteria penilaian yang akan diterapkan dalam GBAA adalah self assesment. dimana peserta akan melakukan penilaian pada bangunan yang dikelolanya terhadap 6 kriteria, yaitu Appropriate Site Development (ASD), Energy Efficiency & Conservation (EEC), Water Conservation (WAC), Material Resources & Cycle, Indoor Health & Comfort (IHC), dan Building Environmental Management (BEM). Lomba yang akan dilakukan merupakan tahapan check pada konsep plan-do-check-act yang merupakan sebuah tahapan dari siklus perbaikan yang berkelanjutan. Hasil dari lomba akan terus dilajutkan dengan memperbaiki kondisi saat ini dan masa yang akan datang. Pelaksanaan akan dilakukan di gedung-gedung komersial seperti mall, hotel, apartemen, dan lain sebagainya, lalu gedung-gedung pemerintahan, kawasan perumahan, sekolah, rumah sakit, pasar hingga pabrik. Rencana pelaksanaan GBAA akan dimulai pada awal tahun 2014. Gambar 7 merupakan contoh penerapan green building yang bernama Esa Sampoerna Center, berlokasi di Jl. Ir. Soekarno Surabaya.
Gambar 7 Bangunan Esa Sampoerna Center Sumber: Bappeko Surabaya 2. Kepemilikan izin mendirikan bangunan (IMB) Izin kepemilikan mendirikan bangunan sangat penting agar mencegah terjadinya penyalahgunaan lahan yang memicu terdegradasinya lingkungan, kesenjangan sosial dan ekonomi. Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan memiliki izin mendirikan bangunan terdapat pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB tersebut melegalkan suatu bangunan
32
yang direncanakan sesuai dengan tata ruang yang telah ditentukan dan rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Kebijakan penggunaan lahan Kebijakan lahan sangat diperlukan dalam perencanaan penggunaan lahan. Upaya pemerintah Kota Surabaya dalam menghadapi kendala lingkungan akibat penyalahgunaan lahan diantaranya adalah ekspansi dan opitimisasi ruang terbuka hijau, pengembangan wilayah waterfront city di wilayah pesisir (Kenjeran), optimisasi kawasan lindung (Pamurbaya), dan kepemilikan IMB. 1. Ekspansi dan opitimisasi ruang terbuka hijau Upaya memperluas dan meningkatkan jumlah RTH merupakan upaya pemerintah Kota Surabaya dalam menghadapi isu pemanasan global. Berdasarkan data yang diperoleh, RTH publik pada tahun 2013 mencapai 22 %, namun hingga saat ini pemerintah terus gencar mengoptimisasikan RTH, dan pada tahun 2014 telah mencapai 26% RTH publik. Optimisasi ini bertujuan agar lingkungan menjadi lebih baik, kualitas udara semakin bersih, serta terciptanya ikatan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat yang semakin berkembang. 2. Pengembangan wilayah waterfront city di wilayah pesisir (Kenjeran) Waterfront city merupakan kota di tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Beberapa fungsi dari waterfront city adalah sebagai kawasan bisnis, hunian, dan area rekreasi, dalam pengembangan waterfront city di Kenjeran, Surabaya pemerintah kota lebih mengoptimalkan fungsi hunian dan rekreasi. Fungsi hunian inilah yang sangat dibutuhkan dalam menata pemukiman agar tidak terjadi kesemrawutan di pesisir pantai dan juga mengoptimalisasikan fungsi rekreasi yang berguna dalam menunjang sisi ekonomi kota. 3. Optimisasi kawasan lindung (Pamurbaya) Pamurbaya merupakan kawasan hutan mangrove di pantai timur Surabaya. Hingga saat ini fungsi dari pamurbaya sendiri masih tetap bertahan yaitu sebagai kawasan ekowisata dan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh diubah fungsinya. Pemerintah berupaya meningkatkan luas wilayah Pamurbaya yang berguna sebagai penunjang RTH kota dan memperbaiki kondisi pantai timur dalam mencegah abrasi. Berikut Gambar 8 merupakan gambar dari kawasan lindung Pamurbaya.
Gambar 8 Pamurbaya Sumber: Bappeko Surabaya
33
3. Transport Analisis Aspek Kuantitatif Transport Sistem transportasi di Kota Surabaya terkendala dalam penyediaan angkutan umum massal. Berkurangnya penggunaan angkutan umum oleh masyrakat didorong oleh kurang aman dan nyamannya fasilitas angkutan umum massal, serta belum adanya angkutan umum yang representatif. Berdasarkan RTRW No 3 Tahun 2007 pasal 13 ayat 2 huruf a yang menerangkan bahwa meningkatan dan mengembangan sistem transportasi yang terpadu, namun upaya pemerintah dalam melaksanakan hal tersebut masih dalam rencana. Tabel 13 merupakan tabel kuantitatif dari kategori transport. Tabel 13 Aspek kuantitatif Transport Kategori Indikator Transport Panjang jaringan angkutan umum perkotaan (33%)
Hasil 0.10 Km/Km2
Baku Mutu 0.3 Km/Km2
Bobot 10.9% Km/Km2
Panjang jaringan angkutan umum perkotaan Panjang lintasan angkutan umum Kota Surabaya adalah 2063.04 km dengan jumlah trayek 58 dan rata-rata 0.10 km/km2 menyatakan bahwa dengan panjang lintasan 0.10 km angkutan umum yang berbeda melintasi jalur yang sama yaitu sekitar lebih dari 2 trayek yang melintas, namun tidak sebanding dengan jumlah kendaran pribadi yang lebih mendominasi pada jalur tersebut. Kurangnya sistem pada jaringan transportasi publik dapat dilihat dalam perhitungan sebagai berikut. 0.10 km/km2 ) × 33% = 10.9% ( 0.3 km/km2
Perhitungan tersebut berdasarkan perhitungan dari Asian Green City Index, sedangkan untuk panjang jaringan transportasi, AGCI memiliki bobot sebesar 33%. Hasil yang diperoleh adalah 0.33 lalu dikalikan dengan 33% sehingga didapatkan hasil bobot untuk panjang jaringan transportasi yang terdapat di Kota Surabaya adalah 10.9%. Berdasarkan data Bappeko Surabaya pertumbuhan kendaraan pribadi yang mencapai lebih dari 15% per tahun tidak mampu diimbangi oleh pertumbuhan jaringan ataupun kapasitas jalan yang mengalami kenaikan rata-rata 4 % per tahun. Hasil tersebut menyatakan bahwa, kemacetan dan ketidakmampuan jalan dalam menampung jumlah kendaraan lebih didominasi oleh kendaraan pribadi. Analisis Aspek Kuantitatif Transport Menurut Bangun (1998), pengertian angkutan umum (public transport) adalah semua jenis model transportasi yang mensuplai kebutuhan mobilitas pergerakan barang dan orang, demi kepentingan masyarakat atau umum dalam memenuhi kebutuhannya, jenis angkutan berdasarkan peruntukannya terdiri dari angkutan umum dan angkutan penumpang,
34
masing-masing dengan jenis kendaraan dan fasilitas yang berbeda. Transportasi umum yang nyaman, aman, dan terintergrasi merupakan idaman warga kota. Dengan terciptanya transportasi umum yang baik, dapat menekan jumlah penggunaan angkutan pribadi serta dapat mereduksi polutan yang disebabkan oleh emisi kendaraan. Dalam metode AGCI terdapat dua kebijakan dalam menilai upaya pemerintah yaitu dalam mewujudkan rencana tersebut diantaranya adalah kebijakan dalam menciptakan angkutan umum perkotaan dan kebijakan mengurangi kemacetan. Tabel 14 memberi informasi tentang data kualitatif atau upaya Kota Surabaya yang disesuaikan dengan kategori transport. Tabel 14 Aspek kualitatif Transport Indikator Kebijakan dalam menciptakan angkutan umum perkotaan (33%)
Upaya
1. Pengembangan sistem angkutan massal cepat monorail & tramway 2. Integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI Kebijakan 1. Pengembangan ITS mengurangi kemacetan (33%) 2. Pembuatan halte dan jalur sepeda. 3. Pengembangan pedestrian dan pembuatan jembatan penyebrangan yang dilengkapi cctv disetiap sudut Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI Total bobot
Bobot AGCI 33%
Skoring 0 1 2 √
3
√
2/6 x 33% = 11% 33% √ √ √
6/9 x 33% = 22% = 33%
Kebijakan dalam menciptakan angkutan umum perkotaan Transportasi yang baik akan berperan penting dalam perkembangan wilayah terutama dalam aksesibilitas, adapun yang dimaksud dengan aksesibilitas adalah kemudahan dan kemampuan suatu wilayah atau ruang untuk diakses atau dijangkau oleh pihak dari luar daerah tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Badan Pengembangan dan Perencanaan Kota (Bappeko) Surabaya merencanakan sistem transportasi massal yang terpadu diantaranya adalah pengembangan sistem angkutan massal cepat monorail and tramway, perencanaan pengembangan park and ride, dan integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya.
35
1. Pengembangan sistem angkutan massal cepat monorail and tramway Surabaya sebagai pusat kota bisnis harus memiliki aksesibilitas yang baik, dibutuhkan sistem angkutan massal cepat dan efisien. Rencana pembuatan monorail dan tramway jika terealisasi diharapkan dapat mengurangi kemacetan dan mereduksi emisi gas buang, karena dengan memanfaatkan angkutan umum massal yang cepat, masyarakat kota lebih cendrung menggunakan transportasi publik yang cepat, efisien, dan ekonomis. Monorail yang telah direncanakan, mampu menampung kapasitas penumpang maksimal 415 orang dengan pembagian 177 duduk, dan 238 berdiri. Panjang koridor mencapai 24 km barat-timur yang melewati Lidah Kulon hingga Keputih, dengan harga Rp 10 000 (harga awal). Sedangkan tramway yang direncanakan, mampu menampung kapasitas penumpang hingga 200 orang, dengan panjang koridor 17.14 km Utara-Selatan melewati Perak hingga Wonokromo dengan harga Rp 7000 (harga awal). Gambar 9 merupakan visualisasi dari rencana monorail dan tramway.
Gambar 9 Visualisasi monorail dan visualisasi tramway Sumber: Bappeko Surabaya 2. Perencanaan pengembangan park and ride Park and Ride merupakan prasarana pendukung transportasi yang berfungsi sebagai pengendali kemacetan. Caranya dengan menyediakan tempat parkir kendaraan pribadi yang umumnya berada di luar kota kemudian pengguna kendaraan pribadi pindah menggunakan kendaraan umum menuju pusat kota. Cara ini dinilai ampuh dalam mengatasi kemacetan dan sebagai pendukung dalam prasarana transportasi umum. Saat ini pemerintah telah merencanakan beberapa titik park and ride yaitu diantaranya park and ride TVRI Mayjend Sungkono, Menur, Keputaran, Arif Rahman Hakim, Adityawarman, Joyoboyo, Blauran. Diharapakan dengan terealisasinya rencana tersebut dapat menarik minat warga dalam menggunakan angkutan umum dan dapat mengurangi atau menekan jumlah transportasi pribadi. Gambar 10 merupakan visualisasi park and ride yang masih dalam rencana dan akan segera terealisasikan.
36
Gambar 10 Visusalisasi park and ride Joyoboyo dan TVRI Mayjend Sungkono Sumber: Bappeko Surabaya 3. Integrasi moda transportasi umum dengan angkutan lainnya. Peintergrasian angkutan umum diperlukan dalam mendukung terpadunya sistem transportasi massal. Pembuatan monorail dan tram di Kota Surabaya tidak terlepas dari kendala. Kendala tersebut merupakan penolakan dari supir bus kota dan lyn (angkutan umum Kota Surabaya). Penolakan tersebut didasari dari anggapan bahwa dengan terealisasinya rencana tersebut, maka pendapatan mereka akan semakin berkurang, disamping dari kurangnya minat warga untuk menggunakan angkutan umum. Pemerintah berupaya dalam mengatasi permasalahan ini dengan membuat rencana intergrasi moda angkutan umum dengan angkutan lainnya. Dalam rencana ini lyn sebagai feeder dan bus kota sebagai trunk yang dikelola secara pribadi. Dengan adanya sistem integrasi pada transportasi umum maka minat warga dalam menggunakan angkutan umum akan semakin meningkat dan dapat mengurangi kemacetan. Gambar 11 merupakan gambar informasi tentang aksesibilitas menuju angkutan massal cepat (AMC) yang masih dalam rencana.
Gambar 11 Pencapaian jalur angkutan massal cepat (AMC) Sumber: Bappeko Surabaya Kebijakan mengurangi kemacetan Perkembangan Kota Surabaya didorong oleh perkembangan ekonomi dan teknologi yang menjadikan kota ini sebagai pusat bisnis dan investasi di Provinsi Jawa Timur. Pemasalahan kota muncul seiring perkembangan yang terjadi salah satunya adalah kemacetan. Kemacetan adalah situasi atau
37
keadaan tersendatnya yang ditandai dengan menurunnya kecepatan perjalanan dari kecepatan yang seharusnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh banyaknya jumlah lalu lintas kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan merupakan permasalahan yang umum terjadi dan banyak terjadi di kota-kota besar yang pada gilirannya mengakibatkan kota menjadi tidak efisien dan bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Upaya pemerintah dalam mengatasi permasalah tersebut dintaranya pengembangan intellegent transportation sistem (ITS), pembuatan halte dan jalur sepeda, pembuatan jembatan penyebrangan dan closed circuit television (CCTV) disetiap sudut. Gambar 12 merupakan foto kemacetan yang terjadi di Jl. Dharmahusada, pada waktu 18.23 WIB.
Gambar 12 Kemacetan lalu lintas Jl. Dharmahusada 1. Pengembangan intellegent transportation sistem (ITS) ITS merupakan sistem transportasi yang memberikan bantuan berupa informasi, mengurangi polusi, mengurangi kemacetan atau antrian, meningkatkan sarana dan prasarana transportasi dan mengefisiensikan pengelolaan transportasi. Point utama pemerintah dalam menggunakan ITS adalah untuk mengurangi kemacetan. Konsep pengembangannya akan dibagi atas lima kawasan dan pusat kontrol Dishub, lalu dikoneksikan dengan instansi yang memerlukan seperti Kepolisian, Satpol PP, dan Bakesbang Linmas. Telah terpasang di 39 lokasi simpang pada tahun 2013, dan akan ditingkatkan sebanyak 18 pada tahun 2014. Gambar 13 merupalan contoh penerapan ITS di beberapa titik dan lokasi.
Gambar 13 Penerapan intellegent transportation sistem (ITS) Sumber: Bappeko Surabaya 2. Pembuatan halte dan jalur sepeda Upaya dalam menekan kemacetan salah satunya dengan menyadarkan dan menghimbau masyarakat untuk menggunakan transpotasi umum dan menggunakan sepeda. Sepeda merupakan transportasi yang efisien, menyehatkan dan ramah lingkungan. Perlu adanya budaya bersepeda yang
38
ditanamakan kepada masyarakat agar masyarakat kota sehat sehingga kota yang dihuni pun menjadi nyaman dan sehat. Halte dibutuhkan dalam mendukung prasarana transportasi umum, dan dapat membantu mengurangi kemacetan. Gambar 14 merupakan contoh penerapan halte dan jalur sepeda yang berlokasi di Universitas Airlangga dan Jl. Jendral Sudirman.
Gambar 14 Halte Universitas Airlangga dan jalur sepeda Jl. Jendral Sudirman 3. Pengembangan pedestrian dan pembuatan jembatan penyeberangan yang dilengkapi cctv disetiap sudut Jalur pedestrian merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki sedangkan jembatan penyeberangan orang (JPO) adalah fasilitas pejalan kaki yang berfungsi membantu pengguna menyeberangi sisi jalan yang terpisah secara fisik. Kedua fasilitas tersebut sangat dibutuhkan dalam menunjang akitivitas warga dalam suatu kota, namun karena kurang terpeliharanya fasilitas tersebut sehingga menyebabkan kurangnya keamanan dan kenyamanan yang mengakibatkan tidak fungsionalnya jalur pedestrian dan JPO. Upaya pemerintah untuk mengembalikan fungsi tersebut adalah dengan mengembangkan kembali jalur pedestrian menjadi lebih nyaman dan aman serta JPO yang dilengkapi kamera cctv memberi kepercayaan kepada pengguna bahwa untuk menggunakan fasilitas tersebut sudah terjamin keamanannya. Fasilitas pendukung yang baik dapat mengurangi penggunaan kendaran pribadi terutama motor dan mobil sehingga dapat mengurangi kemacetan dalam kota. Gambar 15 merupakan contoh penerapan dari pemasangan cctv di JPO dan gambar 16 merupakan contoh dari pedestrian yang nyaman.
39
Gambar 15 Signage pada JPO Jl. Ahmad Yani
Gambar 16 Pedestrian Jl. Darmahusada dan pedestrian Balaikota 4. Waste Analisis Aspek Kuantitatif Waste Meningkatnya pembangunan kota, penambahan penduduk, tingkat aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, diiringi dengan meningkatnya jumlah timbunan sampah dari hari ke hari serta sarana dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah permasalahan sampah yang semakin kompleks. Perlu adanya penanganan khusus utnuk mengatasi masalah persampahan di Kota Surabaya. Berikut Tabel 15 yang merupakan tabel kuantitatif dari kategori waste. Tabel 15 Aspek kuantitatif Waste Kategori Indikator Waste Jumlah sampah yang dihasilkan (25%) Jumlah sampah yang dikumpulkan (25%)
Hasil 8,905 m3/hari 1,300 ton/hari
Baku Mutu 7047.7 m3/hari 70%
Bobot 0% 5.3%
Jumlah sampah yang dihasilkan Berdasarkan data yang diperoleh dari DKP Kota Surabaya, jumlah timbulan sampah yang dihasilkan sebesar 8905 m3/hari. Jumlah tersebut terbilang sangat besar mengingat bahwa Kota Surabaya merupakan kota metropolitan. Terdapat perhitungan mengenai jumlah sampah dan baku mutu, berikut perhitungannya.
40
(1 −
8905 𝑚3/ℎ𝑎𝑟𝑖 ) = (1 − 1.20) × 25% = 0% 7407.7 m3/hari
Asian Green City Index memiliki bobot 25% pada jumlah sampah yang dihasilkan. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai -0.2. nilai tersebut dinyatakan sebagai 0 dikarenakan masuk dalam rentang 0-1 dimana nilai 0 menyatakan bahwa hasil dari upaya dalam meminimalisir sampah belum maksimal sedangkan nilai 1 adalah hasil dari upaya yang dirasa sudah maksimal. Jumlah sampah yang dikumpulkan Pengaturan rute pengangkutan sangat penting dalam penganganan sampah di pemukiman karena terkait dengan penyimpanan sampah di TPS. Jika pengangkutan mengalami kendala dan tidak dapat mengangkut sampah sesuai dengan jadwal pengangkutan, maka akan terjadi penumpukan sampah di TPS dan secara langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitar TPS. Perlu adanya perhitungan yang detil dalam pengangkutan sampah agar tidak tersendat prosesnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait pengangkutan antara lain pola pengangkutan yang digunakan, alat angkut, jumlah personil, dan lokasi TPS atau TPST. Berdasarkan data DKP tahun 2013 jumlah TPS di Kota Surabaya berjumlah 176 unit, TPA 1 unit, IPLT 1 unit, dan rumah kompos 21 unit. Transportasi pengangkut sampah dikelola oleh swasta, dalam hal ini pemerintah melakukan mitra untuk kepentingan bersama. Transportasi tersebut antara lain compactor 20 unit, dump truck 28 unit, amroll 6 m3 6 unit, amroll 8m3 23 unit, amroll 14 m3 66 unit. Sistem pengangkutan yang dilakukan menggunakan sistem kontainer angkat (HCS) dan kontainer tetap (SCS). Total sampah yang dikumpulkan perharinya adalah 1300 ton dan jumlah sampah Kota Surabaya yang dihasilkan dengan total volume harian 79.19%-nya merupakan sampah yang berasal dari pemukiman/domestik (Dinas Kebersihan Kota Surabaya). Persentase jumlah sampah yang dikumpulkan dengan jumlah yang dihasilkan mencapai 15%. Bobot jumlah yang dikumpulkan berdasarkan Asian Green City Index diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut, (
15% ) × 25% = 5.4% 70%
AGCI memiliki bobot 25% untuk jumlah sampah yang dihasilkan sedangkan hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 0.21. Hasil ini lalu dikalikan dengan bobot AGCI 25% dan diperoleh hasil sebesar 5.3%. Berdasarkan data DKP tahun 2013 terdapat 180 bank sampah dan 21 rumah kompos, lalu sampah yang dimanfaatkan kembali mencapai 8.6% dari jumlah sampah yang dikumpulkan (1300 m3) yang berarti bahwa pengurangan pengangkutan terjadi sebagian dikarenakan adanya pemanfaatan ulang oleh warga. Hal ini sangat positif mengingat Kota Surabaya merupakan kota besar di Indonesia.
41
Analisis Aspek Kualitatif Waste Sampah merupakan masalah utama perkotaan besar, perlu adanya upaya pemerintah dalam menanggulanginya, namun dalam hal ini dibutuhkan kerjasama dengan masyarakat karena pemerintah dan warga kota memiliki interelasi yang kuat. Tabel 16 merupakan tabel kualitatif dari kategori waste. Tabel 16 Aspek kualitatif Waste Indikator
Upaya
Bobot AGCI 25%
Skoring 0 1 2
3 √
Kebijakan 1. Mengembangkan sistem sanitary pengumpulan landfill di TPA Benowo dan pembuangan 2. Menggunakan teknologi ramah √ dalam lingkungan (incenerator) mengurangi 3. Pengembangan IPLT √ dalam sampah 4. Pengembangan TPS indoor √ terhadap underground container di lingkungan Tambak Rejo Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 10 /12 x 25% = 20.8% Kebijakan 3R 5. Bank sampah 25% √ 6. Sutorejo Superdepo Project √ (Recycle Center) 7. Komunitas rumah kompos √ Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 6 /9 x 25% = 16.6% Total bobot = 37.4%
Kebijakan pengumpulan sampah dan pembuangan dalam mengurangi dampak pada lingkungan Pengumpulan atau Pengangkutan sampah menurut UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, merupakan bagian dari penanganan sampah. Pengangkutan di definisikan sebagai bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS 3R menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir. Berdasarkan operasional, pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaanya, namun dalam pelaksanaannya badan usaha atau mitra. Mitra pemerintah dalam penanggulangan sampah adalah PT. Sumber Organik. Pemerintah memiliki kebijakan dalam permasalahan sampah diantaranya mengembangkan sistem sanitary landfill di TPA Benowo, menggunakan teknologi ramah lingkungan (incenerator), Pengembangan IPLT, pengembangan TPS Indoor Underground Container di Tambak Rejo. 1. Mengembangkan sistem sanitary landfill di TPA Benowo Surabaya memiliki satu unit Tempat Pembuanga Akhir (TPA) yang berlokasi di Kelurahan Romokalisari yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gresik, dengan luas total lahan 37.4 Ha. Dimanfaatkan pertama kali pada tahun 2001 oleh pemerintah, namun pada tahun 2012 sudah dikelola oleh pihak swasta (PT Sumber Organik). TPA Benowo telah menerapkan sistem sanitary landfill. Sanitary landfill merupakan sistem pengolahan sampah yang memanfaatkan cekungan pada lahan dengan syarat tertentu meliputi jenis dan porositas tanah. Penerapan tersebut bertujuan dalam
42
menekan pencemaran yang diakibatkan oleh penimbunan sampah serta lebih efektif dalam mengontrol pengolahan sampah. TPA Benowo memiliki lima sel, dimana dua sel timbunan sampah yaitu sel 1A dan 1B dalam stabilitas dengan total timbunan sampah yang telah ditutup 312 960 m3 dan tiga sel lainnya masih dilakukan penimbunan sampah. Sel timbunan sampah yang ditutup tersebut dilapisi liat (clay) setebal 30 cm lalu dipadatkan dengan mesin pemadat tanah. Tahap pengolah sampah di TPA Benowo diawali dengan pengangkutan sampah pada bulan 1 sampai bulan ke 36 lalu dilakukan masa konstruksi dengan disertai pengolahan sampah baru. Lalu memasuki bulan 37 sampai ke 240 dilakukan pemilahan di area penerimaan sampah. Dari area penerimaan yang telah di pilah, di distribusikan ke proses IPAL dan gasifikasi, dari proses gasifikasi diubah menjadi energi lalu dari sistem landfill dikirim ke IPAL dan seterusnya. Gambar 17 merupakan contoh penerapan sanitary landfill yang diterapkan di TPA Benowo Surabaya.
Gambar 17 TPA Benowo Sumber: Bappeko Surabaya 2. Menggunakan teknologi ramah lingkungan (incenerator) Incenerator merupakan proses pegelohan/penghancuran limbah/sampah organik melalui pembakaran dalam satu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitar. Teknologi ini telah diterapkan oleh TPA Benowo Surabaya. Hasil dari penerapan incenerator pada TPA Benowo adalah energi listrik yang dihasilkan dari bahan baku sampah logam bekas. Keuntungan dari teknologi ini adalah dapat mengurangi volume sampah 75%-80% tanpa proses pemilahan. Limbah padat hasil dari incenerator berupa abu yang berfungsi sebagai tutupan pada sanitary landfill dan pupuk. 3. Pengembangan IPLT Pengembangan instalasi pengelolaan limbah tinja (IPLT) telah diterapkan di Kecamatan Keputih dengan kapasitas 400 m3/hari. IPLT Keputih merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis daerah (UPTD) di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya yang bertugas sebagai pengelola limbah tinja menjadi pupuk kompos dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan khususnya kualitas perairan yang disebabkan oleh pencemaran air. IPLT menggunakan sistem biologi dengan kolam oksidasi yang dilengkapi motor. Sampai saat ini biro jasa penyedot tinja yang memperoleh ijin pembuangan ke IPLT sebanyak 28 jasa/perusahaan. Tujuan pengolahan limbah tinja adalah untuk mengurangi tingkat pencemaran yang
43
disebabkan oleh limbah tinja, dan manfaatnya adalah kompos hasil dari IPLT untuk pertanian. Gambar 18 merupakan contoh penerapan dari pemberian kompos dari hasil pengolahan limbah tinja IPLT oleh Dinas kebersihan dan pertamanan Kota Surabaya
Gambar 18 Proses pemberian kompos hasil IPLT Sumber: DKP Surabaya 4. Pengembangan TPS indoor underground container di Tambak Rejo TPS Sistem indoor underground container yang diterapkan oleh TPS Tambak Rejo merupakan sistem pengolahan sampah yang diproses di bawah tanah yang berfungsi untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Proses yang dilakukan ditempat tertutup atau terisolir dari lingkungan sekitar, sehingga minim pencemaran lingkungan. Adapun langkah-langkah penerapannya sebagai berikut, sampah yang dibawa di tampung di area penampungan yang berbentuk kolam, lalu dengan alat dilakukan pressing hingga tidak timbul di permukaan, lalu setelah itu ditutup. Tahap selanjutnya di bawa ke TPA Benowo untuk diproses lebih lanjut.
Gambar 19 TPS Tambak Rejo Sumber: DKP Surabaya Kebijakan 3R Pemerintah telah giat dalam mengatasi permasalahan sampah. Beberapa upaya terus ditingkatkan. Penerapan 3R sebagai salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan sampah sangat baik jika diterapkan oleh masyarakat. Berikut beberapa penerapan 3R oleh masyarakat dan pemerintah
44
bank sampah, Sutorejo Superdepo Project (Recycle Center), dan komunitas rumah kompos. 5. Bank sampah Bank sampah di Kota Surabaya dikelola langsung oleh warga kota dibawah naungan pemerintah. Pertumbuhan bank sampah cukup signifikan, dimulai pada tahun 2010 yang berjumlah 15 unit, lalu pada tahun 2012 mencapai 50 unit, 2013 naik lebih dua kali lipat yaitu 135 unit, dan pada tahun 2014 mencapai 180 unit. Bank sampah Surabaya terdapat di 31 Kecamatan dengan omzet rata-rata Rp. 350 000.00 sampai dengan Rp. 5 000 000.00/bulan. Selain menambah ekonomi warga, program ini juga telah berhasil mereduksi sampah anorgank hingga 7.14 Ton/Minggu. Proses bank sampah dilakukan dengan pemilahan sampah oleh nasabah, setelah itu dilakukan penyetotan ke bank sampah, lalu sampah yang dibawa oleh nasabah di timbang dan warga melihat hasil tabungan di teller. Gambar 20 merupakan contoh dari penerapan bank sampah di RW N Morokembang dan Tambak Rejo Surabaya.
Gambar 20 Bank sampah RW N Morokrembang dan Tambak Rejo Sumber: DKP Surabaya 6. Sutorejo Superdepo Project (Recycle Center) Sutorejo Superdepo Project merupakan hasil kerjasama pemerintah Kota Surabaya dengan pemerintah Kota Kitakyushu, Jepang dalam menangani permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh sampah dalam bentuk tempat pengelolaan sampah berbasis teknologi ramah lingkungan. Sutorejo Superdepo Project merupakan yang pertama di Surabaya dengan menggunakan teknologi moderen dalam mentreatment sampah organik dan anorganik. Sistem dengan teknologi ini dirasa lebih efektif, efisien, dan higienis. Hasil olahan sampah setiap harinya mencapai lebih dari 4.3 ton yang diantaranya 8.05% sampah kering yang akan dijual kembali, 36.18% sampah organik, dan 55.77% sisanya berupa sampah tanpa perlakuan yang akan dikirim ke TPA Benowo. Gambar 21 merupakan contoh penerapan dari pengelolaan sampah di Sutorejo Superdepo Project Surabaya.
45
Gambar 21 Sutorejo Superdepo Project Sumber: DKP Surabaya 7. Komunitas rumah kompos Hingga saat ini rumah kompos yang telah terbentuk mencapai 21 unit (DKP Surabaya) tersebar di 31 kecamatan. Implementasi dari rumah kompos adalah memilah sampah anorganik dan organik, lalu setelah itu sampah organik diproses menjadi kompos dan sampah anorganik dijual ke pengepul sampah atau didaur ulang. Berikut Gambar 22 yang merupakan contoh penerapan rumah kompos dengan kegiatan saat sedang memilah dan hasil sampah organik berupa kompos.
Gambar 22 Rumah kompos Srikana dan Keputran Sumber: DKP Surabaya 5. Water Analisis Aspek Kuantitatif Water Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan lainnya seperti pertanian dan indutri. Oleh karena itu keberadaan air dalam masyarakat perlu dipelihara dan dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan. Kebutuhan akan pentingnya air tidak diimbangi dengan kesadaran untuk melestarikan air, sehingga banyak sumber air yang tercemar oleh perbuatan manusia itu sendiri. Perilaku tidak bertanggungjawab dengan membuat air menjadi kotor, seperti membuang sampah ketepian sungai sehingga aliran sungai menjadi mampet dan akhirnya timbul banjir jika hujan
46
turun, membuang limbah pabrik ke sungai yang mengkibatkan air itu menjadi tercemar oleh bahan-bahan berbahaya, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan air yang telah tercemar hingga layak digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Berikut tersaji data kuantitatif water dalam Tabel 17. Tabel 17 Aspek kuantitatif Water Kategori Indikator Hasil Baku Mutu Bobot Water Konsumsi air (25%) 34 Liter/hari 60 - 126.9 lt/org/hari 25% Kebocoran sistem air 28.96% 45% 7.5% (25%)
Masyarakat Kota Surabaya saat ini sebagian besar menggantungkan pada PDAM. Kota Surabaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi air bersih. Sekitar 180 977 rumah tangga di Kota Surabaya memenuhi kebutuhan air bersih dan air minum dengan mengandalkan suplai dari PDAM. Meskipun demikian, masih ada sekitar 29 999 rumah tangga di Kota Surabaya yang masih memanfaatkan sumur dangkal untuk kegiatan mandi, cuci, kakus. Data ini diperoleh dari perhitungan jumlah kepala keluarga (KK) pengguna sumber air minum oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya 2012 (SLHD Kota Surabaya, 2012). Dari keseluruhan rumah tangga di Kota Surabaya, Kecamatan Tambak Sari merupakan pengguna air bersih PDAM terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Sumber daya air yang dimanfaatkan oleh PDAM berasal dari Kali Surabaya, Kali Wonokromo, Kalimas, dan Kali Makmur. Mengingat populasi penduduk Kota Surabaya semakin tinggi yang berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan air bersih dan air buangan, maka perlu adanya pengelolaan kawasan daerah aliran sungai untuk mendukung fungsinya sebagai kawasan lindung. Tingkat konsumsi air Berdasarkan data dari PDAM Surya Sembada Surabaya, jumlah konsumsi air bersih yang dikonsumsi oleh warga kota adalah 34 lt/org/hari. Sedangkan standar kebutuhan pokok air minum yang ditetapkan oleh peraturan menteri dalam negeri no 23 Tahun 2006 adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan atau 60 lt/orang/hari dan konsumsi air bersih berdasarkan keperluan menurut departemen pekerjaan umum adalah 126.9 lt/org/hari. Sehingga rentang dari kedua nilai tersebut adalah 66.9 lt/Org/hari. Dari keterangan tersebut dapat diketahui persentasi penggunaan air dalam perhitungan sebagai berikut, = (1 −
(34 liter/Org)/hari − 60 liter/Org)/hari ) × 25% (126.9 liter/Org)/hari − 60 liter/Org)/hari
= (1 − (−0.4)) × 25% = 26 = 1 × 25% = 25%
Asian Green City Index, memiliki bobot 25% untuk konsumsi air. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 26%, namun dikarenakan nilai tersebut telah melewati skala persentase 25% dari skala 0 (buruk) sampai 25 (baik) maka dibulatkan menjadi nilai 1 lalu dikalikan bobot AGCI 25%
47
sehingga nilai akhir yang didapatkan adalah 25% untuk konsumsi air. Nilai ini menunjukan bahwa pemakaian air masih didalam batas normal, karena data yang digunakan menggunakan data PDAM, yaitu data untuk konsumsi air terbanyak digunakan oleh warga Kota Surabaya. Pemerintah terus berupaya dalam mencegah hilangnya air tanah yang dikonsumsi oleh warga yang tidak terkontrol dengan terus menghimbau untuk beralih dari air tanah/sumur ke air PDAM. Tingkat kebocoran sistem air Total produksi air yang diproduksi oleh PDAM Surya Sembada Surabaya adalah 286 617 951 liter, dan tingkat kehilangan/kebocoran air mencapai 83 196 639 L atau 28.96% dari total produksi air (PDAM Surya Sembada Surabaya). Nilai tersebut tergolong tinggi untuk kehilangan air, penyebab hilangnya air diantaranya adalah kerusakan jalan, penurunan permukaan tanah, dan pencurian. Namun pihak PDAM Surya Sembada terus melakukan upaya pengurangan debit kebocoran agar dapat menjaga kualitas pelayanan kepada konsumen. Tingkat atau taraf kehilangan air/kebocoran sistem air yang diperbolehkan menurut Asian Green City Index adalah 45%, sehingga diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut, (1 −
28.96% ) × 25% = (1 − 0.7) × 25% = 7.5% 45%
Asian Green City Index, memiliki bobot terhadap tingkat kehilangan/kebocoran air sebesar 25%. Hasil dari perhitungan diatas adalah 0.7, nilai tersebut dikalikan dengan bobot AGCI 25% dan diperoleh bobot untuk kehilangan air/kebocoran sistem air adalah 7.5%. Nilai tersebut cukup tinggi, dikarenakan penggunaan air masih belum dapat dikendalikan akibat ledakan penduduk yang membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari. Analisis Aspek Kualitatif Water Meningkatnya jumlah penduduk berdampak pada meningkatnya kebutuhan konsumsi air, padahal sumber air semakin terbatas. Perlu adanya upaya dari pemerintah kota dan jasa penyalur air (PDAM) dalam melestarikan persediaan air. Upaya – upaya tersebut terdapat pada Tabel 18, Tabel 18 Aspek kualitatif Water Indikator Kebijakan meningkatkan kualitas air
Upaya 1. Pengembangan sistem STI (Sludge Treatment Instalation)` 2. Rehabilitasi saluran air 3. Optimisasi dan revitalisasi
Bobot AGCI 25%
Skoring 0 1 2
bantaran sungai Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI
8/9 x 25% = 22.2%
3 √
√ √
48
Tabel 18 Aspek kualitatif Water (lanjutan) Indikator
Upaya
Bobot AGCI 25%
Skoring 0 1 2 √
Kebijakan 1. Acara Hari Air Sedunia oleh mengelola PDAM Surya Sembada sumberdaya air 2. Pengembangan Boezem secara efisien Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 4/6 x 25% = 16.6% Total bobot = 38.8 %
3 √
Kebijakan meningkatkan kualitas air Upaya pemerintah dalam menerapkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas air diantaranya pengembangan sistem sludge treatment instalation (STI), pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL), dan program bersih-bersih Kali Suroboyo. 1. Pengembangan sistem sludge treatment instalation (STI) STI merupakan UPTD milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya yangbertugas untuk melakukan treatment terhadap lumpur/endapan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan terutama kualitas air. STI telah dibangun pada yahun 1989 dan beroperasi pada tahun 1990, berlokasi di Keputih, Surabaya Timur. Kapasitas yang dapat ditampung sebesar 150 m3/hari dan akan direncanakan mencapai 400 m3/hari. Gambar 23 merupakan penerapan sludge treatment instalation (STI) di Keputih, Surabaya.
Gambar 23 Sludge treatment instalation (STI) Surabaya Sumber: Bappeko Surabaya 2. Optimisasi dan revitalisasi bantaran sungai Sungai yang tercemar merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh Kota Surabaya, salah satu upaya dalam mengembalikan fungsi ekologinya adalah revitalisasi bantaran sungai. Selama ini bantaran sungai telah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman tak layak huni atau kumuh. Upaya pemerintah tidak terlepas kaitanya dengan masalah sosial warga, oleh sebab itu dengan pendekatan secara personal warga diajak untuk ikut
49
berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan lingkungan yang berguna untuk kesehatan, sosial, dan ekonomi yang semakin membaik. 3. Rehabilitasi saluran air Upaya merehabilitasi saluran air bertujuan dalam mengatasi permasalahan banjir di Kota Surabaya. Permasalahan banjir merupakan masalah kompleks yang selalu dihadapi oleh kota-kota besar didunia, namun selalu ada upaya dalam menanggulangi hal tersebut. Rehabilitasi saluran air yang dilakukan oleh Dinas PU Binamarga dan Pematusan menggunakan sistem pompa air untuk mengurangi luapan air yang berlebih, lalu disalurkan menuju sungai. Kebijakan mengelola sumberdaya air secara efisien Upaya pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dalam mengelola sumberdaya air yang efisien diantaranya, Acara Hari Air Sedunia oleh PDAM Surya Sembada, dan pengembangan boezem. 1. Acara Hari Air Sedunia oleh PDAM Surya Sembada Dalam rangka peringatan Hari Air Sedunia tahun 2013 yang jatuh pada tanggal 22 Maret 2013, dan juga Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 April 2013, PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sebagai perusahaan penyedia layanan air minum ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian dan meratanya pemanfaatan air untuk seluruh warga Kota Surabaya. Hal ini sejalan dengan tema yang diusung yaitu “Hemat dan Cintai Air” di Hari Air dan tema “Lindungi Bumi Untuk Kelestarian Air” di Hari Bumi. Berkaitan dengan perayaan Hari Air dan Hari Bumi Sedunia, PDAM Surya Sembada Kota Surabaya mengadakan rangkaian acara dengan mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga kelestarian sumber daya air dengan cara menghemat penggunaan air. Selain itu dengan menghemat penggunaan air, maka akses air bersih dapt dinikmati seluruh warga Surabaya secara merata. Rangkaian Acara Hari Air Sedunia antara lain Susur Sungai, Wisata Air, Tagline Sungai, Roadshow ke Sekolah, Grebeg Mall, Grebeg Jalan, dan Grebeg Pasar. 2. Pengembangan boezem Boezem merupakan waduk peninggalan pemerintahan Belanda yang berarti penampungan air. Fasilitas ini berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan air, pengendali banjir dan sebagai pengendali inlet dari pasang surut ait laut. Boezem menjaga agar jika air laut pasang maka air laut tidak masuk ke saluran pembuangan yang dapat mengakibatkan banjir. Hingga tahun 2013 telah berkembang 9 boezem di Surabaya. Gambar 23 merupakan contoh penerpan boezem atau waduk yang telah dibersihkan oleh pemerintah.
50
Gambar 24 Boezem (waduk) Morokrembang Sumber: Bappeko Surabaya 6. Sanitation Analisis Aspek Kuantitatif Sanitation Pemerintah Kota Surabaya sangat menaruh perhatian pada ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan permukiman, utamanya kawasan kumuh karena pada umumnya sarana prasarana yang tersedia kurang memadai khususnya dalam hal penyediaan sanitasi sehingga berakibat pada rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Akses masyarakat terhadap sanitasi dan pengelolaan limbah cair dapat dilihat pada Tabel 19, Tabel 19 Aspek kuantitatif Sanitatiom Kategori Indikator Sanitation Akses Masyarakat Terhadap Sanitasi (33%) Pengelolaan Limbah Cair (33%)
Hasil 97.4%
Baku Mutu 20%-100%
Bobot 31.7%
60.9%
10%-100%
18.5%
Akses masyarakat terhadap sanitasi Dari sektor sanitasi lingkungan di Kota Surabaya, berkaitan dengan fasilitas tempat buang air besar, menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga telah memiliki fasilitas tempat buang air besar, dimana sebanyak 790 946 (97.4%) rumah tangga memanfaatkan tempat buang air besar/ jamban sendiri, dan sisanya 20 451 (2.5%) rumah tangga memanfaatkan jamban umum. Perhitungan berikut menggunkan metode min-max approximation dimana nilai terkecil/minimum yaitu sebesar 20 yang diperoleh dari WHO dalam Asian Green City Index, lalu untuk nilai maksimum menggunakan nilai 100%, dikarenakan jika akses masyarakat terhadap sanitasi (jamban) telah terpenuhi seluruhnya maka akan sangat baik dalam menjaga lingkungan dan kesehatan. Hasil perhitungan bobot akses masyarakat terhadap sanitasi berdasarkan Asian Green City Index dapat dilihat sebagai berikut,
51
(
Nilai yang diperoleh − Nilai miminum ) × Bobot AGCI Nilai maksimum − Nilai minimum (
97.4% − 20% ) × 33% = 31.7% 100% − 20%
Asian Green City Index memiliki bobot terhadap sanitasi sebesar 33%. Dari hasil perhitungan diatas didapatkan hasil 0.96. Hasil tersebut dikalikan dengn bobot AGCI 33% dan diperoleh hasil 31.7%. Nilai ini menyatakan bahwa akses masyarakat terhadap sanitasi sudah baik, namun berdasarkan persentase rumah tangga yang memiliki jamban sehat dan memadai sebesar 89.3% dari 55% rumah tangga yang telah disurvey oleh Dinas terkait. Berarti masih perlu adanya peningkatan terhadap penyuplaian jamban atau sanitasi yang baik oleh pemerintah (SLHD, 2012). Pengelolaan limbah cair Pengelolaan limbah cair yang dimaksudkan disini berupa limbah cair domestik, dikarenakan limbah cair domestik penyumbang terbesar Kota Surabaya dan baru diolah dalam skala rumah tangga. Pengolahan yang baik terhadap limbah cair rumah tangga adalah dengan menggunakan tangki septik, karena tangki septik berfungsi menampung dan mengolah limbah cair dengan kecepatan lambat. Proses tersebut memberikan kesempatan untuk terjadinya pengendapan padatan-padatan/ lumpur dan terjadi penguraian bahan-bahan organik. Perkiraan jumlah limbah cair Kota Surabaya 37 332 960 m3 (60.87%) dari hasil yang telah menggunakan menggunakan tangki septik. (
60.9% − 10% ) × 33% = 18.7% 90%
Asian Green City Index memiliki bobot sebesar 33% terhadap pengolahan limbah cair. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 0.56, hasil tersebut dikalikan dengan bobot AGCI 33% dan hasil yang didapatkan adalah 18.7%. Hasil ini menunjukan bahwa penduduk Kota Surabaya telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi dalam menjaga lingkungan sekitar. Analisis Aspek Kualitatif Sebagai kota Gerbangkertasusila, Kota Surabaya dihadapi oleh permasalahan sanitasi yang cukup komplek. Masih minimnya kesadaran warga dalam menjaga lingkungan menjadikan sistem sanitasi menjadi kendala dalam kemajuan yang mengedepankan ekologi. Beberapa upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan sanitasi tertuang dalam Tabel 20,
52
Tabel 20 Aspek kualitatif Sanitation Indikator
Upaya
Bobot AGCI
Skoring
0 1 2 3 1. Peningkatan ketersediaan tempat 33% √ sampah yang memadai dan sehat 2. Peningkatan penggunaan tangki septik √ dan tangki peresapan pada jamban 3. Pengembangan instalasi pengolahan √ limbah tinja (IPAL) Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/9 x 33%=25.6% Kebijakan Sanitasi
Kebijakan kebersihan lingkungan Pemerintah Kota Surabaya dalam melaksanakan kebijakan kebersihan lingkungan diantaranya Peningkatan ketersediaan tempat sampah yang memadai dan sehat, Peningkatan penggunaan tangki septik dan tangki peresapan pada jamban, Pengelolaan sampah domestik, Peningkatan ketersediaan jamban sehat dan memadai, dan Penggunaan air bersih dengan memanfaatkan PDAM. 1. Peningkatan ketersediaan tempat sampah yang memadai dan sehat Berdasarkan data SLHD Kota Surabaya tahun 2012, jumlah rumah tanga yang telah memiliki tempat sampah yang memadai sekitar 82.4% yaitu sebanyak 181 501 rumah tangga sehingga penerapan yang dilakukan dalam menjaga lingkungan cukup berhasil. 2. Peningkatan penggunaan tangki septik dan tangki peresapan pada jamban Jumlah pengguna jamban dengan tangki septik telah mengalami penaikan, hal ini tertuang dalam data SLHD Kota Surabaya yang menyatakan bahwa dari hasil survey Dinas Kesehatan tercatat sekitar 89.3% dari 55% rumah tangga memiliki jamban dengan tangki septik. 3. Pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL). IPAL merupakan sebuah sistem yang difungsikan untuk mengolah air dari kualitas air baku (influent) yang kurang bagus agar mendapatkan kualitas air pengolahan (effluent) standar yang di inginkan/ditentukan atau siap untuk di konsumsi. UPTD milik Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya ini telah diterapkan secara komunal di 24 kecamatan baik pemukiman maupun instansi kesehatan. Rencana pada tahun 2014 akan dilakukan desentralisasi di tiga wilayah yaitu di Keputih, Tambak Osowilangun, dan Tambak Wedi. Gambar 25 merupakan contoh penerapan IPAL di berbagai rumah tinggal dan instansi kesehatan.
53
Gambar 25 Instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL) Sumber: Bappeko Surabaya 7. Air Quality Analisis Aspek Kuantitatif Air Quality Upaya pengendalian terhadap pencemaran udara terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk menjamin keberlanjutan kualitas udara bersih serta mengurangi timbulnya dampak negatif pencemaran udara bagi kesehatan manusia, hewan, tanaman dan materi. Dampak negatif tersebut antara lain semakin menipisnya lapisan ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer serta pemanasan global. Kualitas udara di Kota Surabaya dapat dilihat pada Tabel 21, Tabel 21 Aspek kuntitatif Air Quality Kategori Air Quality
Indikator Tingkat NO2 Tingkat SO2 Tingkat PM10
Hasil 20.93 µg/Nm3/hari 59.65 µg/Nm3/hari 10.43 µg/Nm3/hari
Baku Mutu 150 μg / Nm3/hari 365 μg / Nm3/hari 150 μg / Nm3/hari
Bobot 21.5% 21% 23.5%
Nitrogen Dioksida (NO2) NO2 merupakan gas yang beracun, berwarna merah cokelat, dan berbau seperti asamitrat yang sangat menyengat dan merangsang. Keberadaan NO2 yang melebihi kadar 1 ppm dapat menciptkan terbentuknya zat yang bersifat karsinogen atau penyebab kanker, jika mencapai 20 ppm dapat menimbulkan kematian, oleh karena itu terdapat filter berupa katalis logam nikel yang berfungsi sebagai converter di knalpot kendaraan dan cerobong pabrik. Kadar NO2 yang berada di Kota Surabaya dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor. Kadar NO2 di Kota Surabaya mencapai 20.93 µg/Nm3/hari, sedangkan untuk baku mutu menurut PP Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 adalah 150 μg / Nm3/hari. Berikut perhitungan kadar NO2 di Kota Surabaya (1 −
20.93 µg/Nm3/hari ) × 25% = (1 − 0.14) × 25% = 21.5% 150 µg / Nm3/hari
54
Asian Green City Index, memiliki bobot 25% terhadap tingkat kandungan NO2. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas lalu dikalikan dengan bobot AGCI dan didapatkan hasil 21.5% tingkat kandungan NO2 Kota Surabaya. Sulfur Dioksida (SO2) SO2 merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat tidak berwarna, berbau menyengat, dan menyesakan napas. Gas ini dihasilkan dari oksidasi atau pembakaran belerang yang terlarut dalam bahan bakar minyak bumi serta dari pembakaran belerang dari bijih logam yang diperoses dalam industri tambang. Produksi terbesar dari gas ini di udara berasal dari proses pembakaran batu bara. Penyumbang SO2 di Kota Surabaya berasal dari aktivitas pembakaran batu bara sebagai pembangkit listrik di Jl. Ketintang Baru PT. Pembangkit jawa-Bali (PT. PJB). Berikut perhitungan kadar SO2 di Kota Surabaya dengan baku mutu menurut PP Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 adalah 365 μg / Nm3/hari. (1 −
59.65 µg/Nm3/hari ) × 25% = (1 − 0.16) × 25% = 21% 365 µg / Nm3/hari
Asian Green City Index, memiliki bobot 25% terhadap tingkat kandungan SO2. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas lalu dikalikan dengan bobot AGCI dan didapatkan hasil 21% tingkat kandungan SO2 Kota Surabaya. Particulate Matter (PM10) Particulate matter (PM) merupakan istilah untuk partikel padat atau cair yang ditemukan di udara. Partikel dengan ukuran besar atau cukup gelap dapat dilihat sebagai jelaga atau asap. Sedangkan partikel yang sangat kecil dapat dilihat dengan mikroskop electron. Partikel berasal dari berbagai sumber baik mobil dan stasioner (diesel truk, woodstoves, pembangkit listrik, dan lain sebagainya), sehingga sifat kimia dan fisika partikel sangat bervariasi. Partikel dapat membentuk partikel halus langsung jika bereaksi dengan polutan gas seperti SO2 dan NOx. PM10 Standar merupakan partikel kecil yang bertanggungjawab untuk efek kesehatan yang merugikan karena kemampuannya untuk mencapai daerah yang lebih dalam pada saluran pernapasan. PM-10 termasuk partikel dengan diameter 10 mikrometer atau kurang. Standar kesehatan berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 untuk PM-10 adalah 150 µg/Nm3 (24 jam). Berikut perhitungan kadar PM10 di Kota Surabaya (1 −
10.43 µg/Nm3/hari ) × 25% = ( 1 − 0.06) × 25% = 23.5 150 µg / Nm3/hari
Asian Green City Index, memiliki bobot 25% terhadap tingkat kandungan PM10. Hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas adalah 23.5%. berdasarkan nilai tersebut, kandungan PM10 di Kota Surabaya masih dalam taraf aman atau normal.
55
Analisis Aspek Kualitatif Air Quality Lingkungan yang bersih dan kualitas udara yang baik merupakan impian warga kota. Kualitas udara yang baik dengan rendahnya polutan memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Pencemaran udara yang diakibatkan perkembangan kota menuju kota moderen justru menghambat aktivitas dan merusak kualitas hidup warganya. Kota Surabaya sebagai kota metropolitan berupaya dalam menghadapi permasalahan ini, upaya-upaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 22, Tabel 22 Aspek kualitatif Air Quality Indikator Kebijakan kebersihan udara
1. Upaya
Bobot AGCI 25%
Skoring 0 1 2 3 √ √ √
1. Uji Emisi 2. Pengembangan hutan kota. 3. Monitoring kualitas udara dengan menggunakan alat indeks standar pencemaran udara (ISPU) 4. Mengembangkan sistem √ pedestrian yang terintergrasi dengan angkutan massal. 5. Peningkatan jalur sepeda √ Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 14/15 x 25%= 23.3%
Kebijakan Kebersihan Udara Beberapa upaya pemerintah dalam menerapkan kebijakan kebersihan udara diataranya uji emisi, menekan pemakaian kendaraan pribadi, pengembangan hutan kota, monitoring kualitas udara dengan menggunakan alat indeks standar pencemaran udara (ISPU), mengembangkan sistem pedestrian yang terintergrasi dengan angkutan massal, dan peningkatan jalur sepeda. 1. Uji emisi Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor, pemerintah wajib menerapkan program standar uji emisi. Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya bekerjasama dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH), Polrestabes Surabaya, serta beberapa pihak swasta seperti PT. Oto Point Surabaya dan Astra Grup melaksanakan program uji emisi setiap setahun sekali. Program ini dimaksudkan dalam upaya menjaga kualitas udara dan lingkungan dengan menyadarkan warga kota bahwa pentingnya menjaga serta melestarikan kualitas udara kota, serta mendorong warga untuk menggunakan bahan bakar yang efisien. 2. Pengembangan hutan kota Penambahan jumlah hutan kota di Surabaya terus dilakukan. Setelah pembangunan Hutan Kota Pakal, kini rencana penambahan hutan kota Balas Klumprik di kawasan Barat Surabaya. Berbeda dengan Hutan Kota Pakal sebelumnya, untuk pembangunan hutan kota tahap dua, akan dibuat berbeda. Selain untuk edukasi dan konservasi, kawasan ini nantinya akan dilengkapi
56
dengan infrastruktur olahraga dan permainan anak. Persentasenya pun berbeda kini lebih ditingkatkan jumlah tanamanya menjadi 70% dan infrastruktur 30%. 70% tanaman diantaranya tanaman peneduh 26 jenis, palem-paleman 14 jenis, tanaman buah-buahan 11 jenis dan tanaman display 18 jenis. 3. Monitoring kualitas udara dengan menggunakan alat indeks standar pencemaran udara (ISPU) Hingga saat ini pemerintah mengandalkan Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya dalam memonitoring kualitas udara dengan alat ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara). ISPU disiapkan di tujuh titik yang tersebar di Kota Surabaya, tujuh titik tersebut dinamai SUF atau stasiun udara. SUF memberi laporan secara online ke laboraorium BLH untuk diolah lebih lanjut. Setelah itu laporan diberikan ke kantor BLH dan dibuatlah laporan rutin tahunan atau yang disebur Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD). Gambar 26 merupakan salah satu contoh dari alat pengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU) di Jl. Gubeng Pojok, Surabaya.
Gambar 26 Alat pengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU) 4. Mengembangkan sistem pedestrian yang terintergrasi dengan angkutan massal Hilangnya budaya berjalan kaki diakibatkan dengan buruknya fasilitas publik yang tidak aman dan nyaman. Infrastruktur pejalan kaki dinilai masih kurang memadai bahkan telah beralih fungsinya. Budaya berjalan kaki sangat penting ditanamkan di perkotaan besar seperti Surabaya, karena budaya ini mengajarkan cara hidup sehat dan ramah lingkungan, selain itu juga lebih efisien dan efektif jika menempuh jarak yang tidak terlalu jauh. Hingga saat ini upaya pemerintah Kota Surabaya dalam memperbaiki infrastruktur sudah berjalan dengan baik. Pedestrian sudah mulai dipelebar dan ditinggikan untuk mencegah kendaraan roda dua melalui jalur pejalan kaki. Pedestrian di Kota Surabaya terbilang aman dan nyaman, namun perlu ditingkatkan lagi sistem integrasi dengan angkutan umum. Pemerintah kota dalam hal ini memiliki kebijakan terhadap peintegrasian pejalan kaki dengan angkutan umum. Bentuk integrasi tersebut berupa halte, stasiun, atau titik pemberhentian transportasi umum. Diharapkan dengan terimplementasinya rencana terebut maka budaya berjalan kaki dan menggunakan transportasi publik kembali
57
menjadi gaya hidup baru. Gambar 27 merupakan contoh dari rencana konsep integrasi pedestrian dengan halte tram oleh Bappeko Surabaya.
Gambar 27 Konsep integrasi pedestrian dengan halte tram Sumber: Bappeko Surabaya 5. Peningkatan jalur sepeda Panjang total jalur sepeda berdasarkan data Badan Pengembangan dan Perencanaan Kota Surabaya (Bappeko) adalah 8869 Km. Panjang jalur ini masih dalam tahap stage 1 yang berarti bahwa akan dikembangkan lagi menuju stage 2 dengan menambah panjang jalur sepeda. Saat ini jalur sepeda hanya berada di jalur-jalur protokol diantaranya Jl. Basuki Rahmat, Jl. Gubernur Suryo, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Urip Sumoharjo, dan Jl. Raya Darmo. Diharapkan dengan penambahan jalur sepeda dapat meningkatkan animo masyarakat untuk menggunakan sepeda selama bertransportasi, karena kendaraan tidak bermotor seperti sepeda merupakan transportasi ramah lingkungan yang tidak mengeluarkan emisi berbahaya. Berikut merupakan contoh penerapan jalur sepeda di beberapa ruas jalan.
Gambar 28 Jalur sepeda Sumber: Bappeko Surabaya
58
8. Environmental Governance Analisis Aspek Kualitatif Environmental Governance Efek atau akibat dari perkembangan kota yang tidak memasukan aspek ekologi dalam perkembangan kota adalah terdegradasinya lingkungan seperti pencemaran air, pencemaran tanah, udara dan lingkungan sekitar. Kebijakan lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh golongan baik pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat. Pemerintah Kota Surabaya memiliki beberapa upaya dalam menerapkan kebijakan lingkungan yang tertuang dalam Tabel 23, Tabel 23 Aspek kualitatif Environmental Governance Indikator
Upaya
Pengelolaan Lingkungan
Bobot AGCI 33%
Skoring 0 1 2
1. Revitalisasi ex. SPBU menjadi taman 2. Pengelolaan infrastruktur kota √ 3. Eco Campus and Eco School √ 4. Kampung Hijau √ Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/12 x 33% = 19.3% Pengawasan 1. Adipura Kencana 33% Lingkungan 2. Adiwiyata 3. Yustisi kebersihan √ Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 7/9 x 33% = 25.6% Partisipasi 1. Surabaya Green and Clean 33% Masyarakat 2. Bersih-Bersih Kali Suroboyo 3. Penanaman mangrove di muara kali Surabaya bersama masyarakat 4. Car Free Day Nilai total/nilai maksimum x Total Bobot AGCI 12/12 x 33% = 33% Total bobot = 77.9%
3 √
√ √ √ √ √ √
Pengelolaan lingkungan Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup (UU No 23 Tahun 1997 pasal 1 ayat 2). Dalam penerapanya pemerintah Kota Surabaya membuat kebijakan tentang pengelolaan lingkungan diantaranya revitalisasi ex. stasiun pengisisan bahan bakar umum (SPBU) menjadi taman, IMB, Pengelolaan infrastruktur kota, Eco Campus & Eco School, dan Kampung Hijau. 1. Revitalisasi ex. SPBU menjadi taman
Program pemerintah dalam mengembalikan lahan hijau yang sebelumnya dialihfungsikan sebagai SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) menjadi lahan dengan fungsi awal yaitu Ruang Terbuka hijau (RTH) Kota baik berupa taman aktif maupun pasif. Taman-taman yang telah dikembalikan fungsinya tersebut dapat dilihat pada Tabel 24 sebagai berikut.
59
Tabel 24 Alih fungsi ex SPBU menjadi taman Kota Surabaya No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Lokasi Ex SPBU J.A Suprapto Ex SPBU Biliton Ex SPBU A. Yani Ex SPBU Indrapura Ex SPBU Kombes Pol. M. Duryat Ex SPBU Komplek RMI Ex SPBU Krembangan Ex SPBU Ngagel Jaya Utara Ex SPBU Sikatan-Veteran Ex SPBU Sulawesi Ex SPBU Undaan Ex SPBU Dr Soetomo Barat Ex SPBU Dr Soetomo Timur Jumlah Total Luas Ex SPBU
Luas (m2) 831.00 1519.50 1850.00 1565.00 1796.00 1411.00 1100.00 940.00 984.10 147700 1254.30 637.60 644.00 16 009.50
(Sumber: DKP Surabaya)
Upaya tersebut bertujuan dalam mengembalikan fungsi ekologi, meningkatkan kualitas lingkungan, serta sebagai nilai estetika kota. Selain itu upaya ini juga turut meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya Ruang Terbuka Hijau. Prestasi ini tidak terlepas dari kinerja dan komitmen pemerintah Kota Surabaya dalam memenuhi target Ruang Terbuka hijau. Gambar 29 memberikan contoh dari revitaslisasi SPBU Undaan yang tidak terpakai menjadi sebuah taman.
Gambar 29 Taman Buah Undaan sebelum dan sesudah Sumber: DKP Surabaya 2. Izin mendirikan bangunan (IMB)
Pemerintah berupaya dalam memajukan pembangunan kota dengan tetap memperhatikan aspek ekologi dalam pelaksanaanya. Izin mendirikan bangunan (IMB) merupakan syarat dalam pembangunan yang berfungsi dalam pencegahan terjadinya penyalahgunaan lahan yang memicu terdegradasinya lingkungan, kesenjangan sosial dan ekonomi. Pertaturan yang mewakili IMB tercantum Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. 3. Pengelolaan infrastruktur kota
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya memiliki tugas dalam melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan azas otonomi
60
dan tugas pembantuan di bidang kebersihan dan pertamanan. Lingkup kerja dalam hal kebersihan salah satunya pengelolaan infrastruktur kota untuk penyapuan 30% dikelola oleh Dinas dan 70% dikelola oleh pihak ke 3. Gambar 30 merupakan contoh dari kegiatan pengeloalaan infrastruktur seperti memangkas tanaman dan menyapu pedesrian.
Gambar 30 Pengelolaan infrastruktur kota Sumber: DKP Surabaya 4. Eco Campus and Eco School
Program Eco School merupakan program yang diselenggarakan oleh Tunas Hijau (lembaga lingkungan hidup) dan dibuat berdasarkan tema “wujudkan konservasi air” yang bertujuan untuk mengajak sekolah-sekolah di Surabaya melaksanakan program lingkungan hidup melalui acara edukatif, atraktif dan berkelanjutan seperti melakukan pengolahan sampah organik dan anorganik, menerapkan upaya nyata konservasi air, penghijauan sekolah, membentuk tim lingkungan yang diawasi oleh guru dan kepala sekolah, serta membentuk tim jurnalisme lingkungan yang bertugas mempromosikan rencana dan program lingkungan sekolah. Program Eco Campus merupakan program yang sama dengan Eco School, namun pesertanya merupakan univeritas atau kampus di Surabaya. Program ini mendorong minat civitas akademika dalam memiliki kepedulian dan berbudaya lingkungan serta melakukan pengelolaan lingkungan secara sistemastis dan berkesinambungan. Program ini telah diikuti oleh 14 PTS/PTN Surabaya, dan pada tahun 2012 terdapat juara dengan nilai tertinggi yang dipegang oleh STIE Perbanas Surabaya. Gambar 31 merupakan conoth dari penerapan eco school di sekolah-sekolah Surabaya.
Gambar 31 Penerapan eco school Sumber: Bappeko Surabaya
61
5. Kampung Hijau
Kampung Hijau merupakan program percontohan kampung dalam mengelola lingkungan sekitar. Dalam upaya ini pemerintah menghimbau kepada warga untuk mengelola lingkungan menjadi wilayah yang bersih dan asri secara berkelanjutan. Dalam penerapanya setiap kampung difasilitasi IPAL yang nantinya akan dibuat sendiri oleh warga. Tujuan IPAL sendiri adalah untuk mengolah air limbah dan dimanfaatkan kembali untuk penyiraman tanaman, pencucian kendaraan dan lain sebagainya. Terdapat bank sampah untuk mendukung aksi dari program hijau kampung. Program ini telah diikuti oleh 33 kampung yang tersebar di Kota Surabaya. Gambar 32 merupakan contoh dari penerapan konsep Kampung Hijau yang diterapkan di Kelurahan Gundih RW X Surabaya.
Gambar 32 Kampung Hijau Kelurahan Gundih RW X Sumber: DKP Surabaya Pengawasan lingkungan Bentuk pengawasan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah diantaranya penghargaan Adipura Kencana , Adiwiyata, dan Yustisi kebersihan. 1. Penghargaan Adipura Kencana Adipura merupakan penghargaan tertinggi untuk kebersihan dan pelestarian lingkungan Kota. Penghargaan ini diberikan tiap tahun untuk kota-kota yang mampu menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungan dan Kota Surabaya telah berhasil meraih Adipura enam kali berturut-turut sejak 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. Peraihan Adipura Kencana Tahun 2011 tidak hanya terfokus pada masalah pengelolaan kebersihan dan penghijauan saja, tetapi termasuk pengelolaan lingkungan serta pengelolaan transportasinya. 2. Penghargaan Adiwiyata Program Adiwiyata merupakan salah satu program yang ditujukan kepada sekolah dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Program yang diusung oleh Kementerian Lingkungan Hidup ini diharapkan agar setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif. Dalam pelaksanaannya Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan para
62
stakeholders, menggulirkan Program Adiwiyata ini dengan harapan dapat mengajak warga sekolah melaksanakan proses belajar mengajar materi lingkungan hidup dan turut berpartisipasi melestarikan serta menjaga lingkungan hidup di sekolah dan sekitarnya. Peran guru serta kepala sekolah dalam program ini adalah sebagai pengawas dalam penerapannya. 3. Yustisi kebersihan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya melaksanakan program dalam pengawasan lingkungan dengan melakukan yustisi kebersihan. Yustisi kebersihan merupakan inspeksi atau pengawasan terhadap pelanggaran kebersihan. Program ini dimaksudkan agar dapat menekan jumlah pelanggar kebersihan dan meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (DKP Surabaya) tercatat angka pelanggaran pada tahun 2013 mencapai 21 pelanggaran, angka ini lebih baik dibandingkan dengan tiga tahun yang lalu yaitu pada tahun 2010 mencapai 215 pelanggaran. Diharapkan dengan tertibnya pelaksanaan yustisi ini dapat menciptakan budaya hidup bersih dan sehat di Kota Surabaya. Gambar 33 merupakan contoh dari penerapan proses yustisi kebersihan yang dilakukan oleh DKP, dimana kasusnya adalah seorang warga membuang sejumlah sampah dan segera ditindak oleh petugas dengan memberi peringatan dan sanksi.
Gambar 33 Proses yustisi kebersihan Sumber: DKP Surabaya Partisipasi masyarakat Bentuk pastisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan diantaranya Surabaya Green and Clean, Bersih-bersih Kali Suroboyo , Penanaman mangrove di muara kali Surabaya bersama masyarakat, dan Car Free Day. 1. Surabaya Green and Clean Green and Clean merupakan lomba tentang pengelolaan lingkungan di kota Surabaya. Aspek yang dilombakan diantaranya sebagai Kampong Terinovatif, Kampong Paling Berbunga, Kampong dengan Partisipasi Masyarakat Terbaik, Kampong dengan Pengelolaan Lingkungan Terbaik dan Kampong dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah Terbaik. Tujuan dari acara ini adalah terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat. Gambar 34 merupakan salah satu contoh penerpan program Green and Clean yang diadakan oleh pemerintah Kota Surabaya.
63
Gambar 34 Penerapan program Green and Clean Sumber: Bappeko Surabaya 2. Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo , merupakan program yang dimotori oleh Bagian Lingkungan Hidup (BLH) Kotamadya Surabaya. Dalam program tersebut terdapat beberapa program di antaranya adalah Program Kali Bersih yang meliputi anak-anak sungai Kalimas. Program Kali Bersih ini dimulai pada 1984 dan dilaksanakan secara berkelanjutan hingga saat ini. Kegiatan penanggulangan pencemaran air sungai ini sangat kompleks, sehingga untuk mempermudahnya, Walikota madya Daerah Tingkat II Surabaya secara khusus menuangkannya dalam SK tentang siapa saja yang terlibat di dalamnya. Instansi yang terlibat cukup banyak dan mengalami beberapa kali perombakan anggota tim kerja Prokasih. Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo melibatkan partisipasi masyrakat didalamnya. Sekitar 70.000 partisipan mengikuti acara yang positif. Partisipan terdiri dari berbagai golongan mulai dari miter dan polisi, instansi pemerintah, swasta, pelajar dan mahasiswa serta masyarakat lainnya.
Gambar 35 Program Bersih-Bersih Kali Suroboyo Sumber: Bappeko Surabaya 3. Penanaman mangrove di muara Kali Surabaya bersama masyarakat Mangrove Supervision merupakan program penanaman mangrove di kawasan muara Wonorejo, Rungkut yang diikuti oleh 250 peserta diantaranya pelajar, mahasiswa, kelompok petani, dan komunitas jurnalis peduli lingkungan (KJPL). Bibit mangrove yang disediakan sebanyak 30 ribu buah dan direncanakan akan ditanam secara bertahap mulai September hingga Desember 2013. Jenis mangrove yang ditanam yaitu Rhizopora mucranata dan Blueguera. Tujuan dalam program ini adalah menamamkan budaya cinta lingkungan dan memberi kesadaran kepada masyarakat terutama warga Kota
64
Surabaya untuk lebih peka terhadap perubahan kondisi permukaan tanah akibat abrasi air laut. 4. Car Free Day Car Free Day (CFD) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global. Kegiatan didalamnya merupakan kegiatan bebas tanpa kendaraan bermotor seperti berolahraga, bersepeda, dan berjalan kaki. Kota Surabaya melaksanakan acara ini pada hari minggu jam 06.00 sampai 09.00 WIB yang berlokasi di Jl. Darmo, Jl. Kertajaya, Jl. Tunjungan dan Taman Balaikota. Kegiatan ini direspon positif oleh warga Karena warga dapat memanfaatkan jalan dan taman untuk melakukan aktivitas berolahraga secara massal tanpa dipungut biaya. Selain bertujuan untuk menjaga lingkungan kegiatan ini juga berpotensi dalam meningkatkan sosial antar warga kota. Gambar 36 adalah conoth dari penerapan Car Free Day di Jl. Darmo Surabaya
Gambar 36 Car free day Jl. Darmo Surabaya Sumber: Google.com Evaluasi Penerapan konsep Kota Hijau Dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, pemerintah Kota Surabaya melakukan beberapa upaya dalam memenuhi aspek Kota Hijau. Berikut evaluasi pada setiap kategori menuju kota yang berkelanjutan di Kota Surabaya, dapat dilihat pada tabel-tabel berikut, Tabel 25 Evaluasi kategori Energy and CO2 Indikator Emisi CO2 (25%)
Tipe Data Kuantitatif
Konsumsi energi (25%)
Kuantitatif
Kebijakan energi bersih (25% Rencana mengatasai perubahan iklim (25%) Total Bobot
Kualitatif
Evaluasi Emisi CO2 Kota Surabaya hampir mendekati baku mutu, sehingga masih dalam taraf aman Konsumsi energi listrik hampir mendekati baku mutu yang telah ditetapkan, perlu adanya sosialisasi hemat energi Rencana untuk kebijakan energi yang telah diimplementasikan oleh Pemerintah Kota Surabaya yaitu penerapan solar cell dan pengolahan limbah tinja sebagai energi alternatif, sedangkan rencana energi alternatif dari kincir angin masih dalam proses perencanaan
Bobot 18.3%
18.3%
29.2%
65.8%
65
Kategori Energy and CO2 mendapatkan persentase sebesar 65.8% yang berarti masuk kedalam kategori diatas rata-rata. Hal ini dikarenakan Kota Surabaya sedang dalam tahap menuju pengembangan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hasil perhitungan dari perhitungan kuantitatif dan kualitatif menyatakan bahwa penggunaan energi yang cukup tinggi mampu diimbangi oleh penerapan dalam efisiensi penggunaanya. Tabel 26 Evaluasi kategori Land use and Buildings Indikator Kepadatan Penduduk (25%)
Tipe Data Kuantitatif
Jumlah ruang terbuka hijau (RTH) (25%)
Kuantitatif
Kebijakan eco buildings (25%) Kebijakan penggunaan lahan (25%) Total Bobot
Kualitatif
Evaluasi Kepadatan penduduk yang cukup tinggi di Kota Surabaya dapat menjadi ancaman terhadap lingkungan, perlu adanya perencanaan yang tertuju pada pola pengguaan lahan yang tepat. Kota Surabaya memiliki jumlah Ruang Terbuka hijau yang tinggi, dikarenakan antusiasme dari Pemerintah Kota dan warga dalam mewujudkan Kota Surabaya yang hijau dan berkelanjutan. Pemerintah Kota Surabaya telah melaksanakan rencana Green Building dengan memberi reward atas para pelaksana. Kendala masih terjadi pada pelanggaran terhadap penggunaan lahan. Perlu adanya tindakan tegas.
Bobot 2.5%
25%
30%
57.5%
Kategori Land use and Buildings memiliki persentase sebesar 57.5% yang berarti masuk kedalam kategori rata-rata. Perhatian pemerintah terhadap ledakan penduduk mendorong pemerintah melakukan upaya dalam penggunaan lahan yang lebih bijak, seperti penambahan luas RTH dan lebih tegas dalam pemberian ijin mendirikan bangunan sehingga dapat mengurangi terjadinya kawasan pemukiman kumuh yang baru dan bangunan yang dapat merusak kualitas lingkungan. Tabel 27 Evaluasi kategori Transport Indikator Panjang jaringan angkutan umum perkotaan (33%)
Tipe Data Kuantitatif
Evaluasi Panjang lintasan tidak mampu menampung jumlah kendaraan setiap harinya. Kepadatan masih didominasi oleh kendaraan pribadi yaitu lebih dari 15%. Kemacetan atau kepadatan terjadi pada pagi dan sore menjelang malam.
Bobot 10.9%
66
Tabel 27 Evaluasi kategori Transport (lanjutan) Indikator Kebijakan dalam menciptakan angkutan umum perkotaan (33%)
Tipe Data Kualitatif
Kebijakan dalam mengurangi kemacetan (33%)
Evaluasi Pada tahun 2013 rencana transportasi yang terintegrasi telah dipresentasikan kepada Walikota Surabaya, dan akan dilaksanakan pada tahun 2014 hingga selesai. Upaya dalam mengurangi kemacetan masih tetap dilakukan dengan merenovasi pedestrian dan meningkatkan keamanan pada fasilitas pejalan kaki.
Total Bobot
Bobot 33%
43.9%
Kategori Transport memperoleh persentase sebesar 43.9% yang berarti masuk kedalam kategori rata-rata. Transportasi Kota Surabaya yang seharusnya menjadi potensi dalam pengembangan kota justru menjadi masalah besar yang harus ditangani. Panjang jaringan angkutan umum perkotaan belum bias mengakomodasi kebutuhan pengguna dikarenakan jumlah yang kurang dan buruknya fasilitas yang diberikan. Hal ini yang mendorong pengguna transportasi publik beralih ke transportasi pribadi. Namun pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk menghimbau warga kembali beralih menggunakan transpotasi massal. Tabel 28 Evaluasi kategori Waste Indikator Jumlah Sampah yang Dihasilkan (25%)
Jumlah sampah yang dikumpulkan (25%)
Tipe Data Kuantitatif
Evaluasi Jumlah sampah yang dihasilkan oleh Kota Surabaya masih cukup tinggi. Kendalanya antara lain ketidaksadaran warga kota untuk mengolah sampah sendiri dan memilahnya. Walaupun demikian, terdapat beberapa upaya pemerintah seperti penerapan 3R yang telah dilakukan di beberapa desa dan kecamatan di Kota Surabaya. Kuantitatif Jumlah sampah yang diangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo cukup rendah. Hal ini dikarenakan sudah adanya pemanfaatan ulang sampah organik dan anorganik dengan sistem bank sampah dan rumah kompos.
Bobot 0%
5.3%
67
Tabel 28 Evaluasi Waste (lanjutan) Indikator Kebijakan pengumpulan dan Pembuangan Sampah dalam mengurangi dampak terhadap lingkungan Kebijakan 3R
Tipe Data Kualitatif
Evaluasi Pengangkutan sampah yang terpusat menuju TPA Benowo sudah cukup baik. Dengan sistem sanitary landfill sebagai pereduksi bau oleh sampah dan incinerator sebagai pembangkit energi listrik yang dihasilkan dari bahan baku sampah logam bekas. Lalu telah diterapkanya kebijakan 3R yang telah dilakukan oleh sebagian besar warga Kota Surabaya dalam tingkat RT/RW namun belum diterapkan dalam tingkat rumah tangga sehingga perlu ditingkatkan lagi penerapannya.
Total Bobot
Bobot 37.4%
42.7%
Kategori Waste memiliki persentase sebesar 42.7% dan masuk dalam kategori rata-rata. Masalah persampahan di Kota Surabaya masih menjadi momok yang menghantui, walaupun program-program yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan langsung oleh seperti bank sampah dan rumah kompos warga sudah cukup baik, dan berhasil membantu dalam mereduksi jumlah sampah yang dihasilkan. Namun masih terjadinya penumpukan sampah yang tidak pada tempatnya dikarenakan beberapa masyarakat kota masih belum peduli terhadap kebersihan lingkungan. Tabel 29 Evaluasi kategori Water Indikator Konsumsi Air Kebocoran Sistem Air
Tipe Data Evaluasi Kuantitatif Tingkat konsumsi air Kota Surabaya terbilang normal, dikarenakan data yang digunakan menggunakan data PDAM. Kuantitatif Tingkat kebocoran tinggi, perlu adanya pengecekan dalam mencegah kehilangan air atau kebocoran sistem dan perbaikan semaksimal mungkin untuk menjaga kepercayaan konsumen.
Bobot 25%
7.5%
68
Tabel 29 Evaluasi kategori Water (lanjutan) Indikator Kebijakan Dalam Meningkatkan Kualitas Air & Kebijakan Dalam Penggunaan Air.
Tipe Data Kualitatif
Evaluasi Beberapa upaya dalam meningkatkan kualitas air di kota Surabaya cukup baik, dikarenakan Surabaya memanfaatkan sumber air dari Kali Surabaya dan beberapa sungai lainnya sehingga penerapan untuk kebijakan tersebut harus dilakukan secara optimal. Pemerintah bekerjasama dengan PDAM dalam penerapan kebijakan efisiensi penggunaan air. Langkah ini dilakukan oleh pemerintah untuk menekan penggunaan air tanah yang semakin berkurang dan dapat membahayakan lingkungan.
Total Bobot
Bobot 38.8%
71.3%
Kategori Water memperoleh persentase sebesar 71.3% dan masuk dalam kategori di atas rata-rata. Tingkat konsumsi dan kebocoran sistem air sangat tinggi d di Kota Surabaya. Pemerintah kota terus berupaya dalam meningkatkan kualitas air, terutama kualitas sumber daya air yang digunakan sebagai sumber air PDAM. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah membersihkan Kali Surabaya dan sumber air lainnya. Pemerintah pun terus menghiimbau warganya untuk beralih menggunakan air tanah ke air konsumsi dari PDAM. Upaya tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan akibat berkurangnya air tanah. Upaya terhadap kebocoran hingga saat ini terus ditegaskan oleh pemerintah kepada PDAM untuk mengurangi angka kebocoran yang terjadi. Tabel 30 Evaluasi kategori Sanitation Indikator Akses Masyarakat Terhadap Sanitasi (33%) Pengolahan Limbah Cair (33%)
Tipe Data Kuantitatif
Kuantitatif
Evaluasi Tingkat akses masyarakat Kota Surabaya terhadap sanitasi sudah baik, sebagian besar warga kota telah memiliki jamban yang layak. Kesadaran warga Kota Surabaya terhadap pengolahan limbah cair dengan menggunakan tangki septik untuk menjaga lingkungan sudah cukup tinggi. Namun perlu disosialisasikan kembali pentingnya tangki septik untuk lingkungan.
Bobot 31.7%
18.5%
69
Tabel 30 Evaluasi kategori Sanitation (lanjutan) Indikator Kebijakan Sanitasi (33%)
Tipe Data Kualitatif
Evaluasi Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan beberapa upaya dalam meningkatkan akses terhadap sanitasi oleh warga seperti memfasilitasi tempat sampah dan tangki septik yang memadai dan layak. Program perumahan dan pemukiman untuk RPJMD Kota Surabaya tahun 20062010 telah dilaksanakan. Program tersebut bertujuan untuk menunjang warga yang terkendala finansial agar dapat mengakses sanitasi lebih baik.
Total Bobot
Bobot 25.6%
75.8%
Kategori Sanitation mendapatkan persentase sebesar 75.8% dan masuk kedalam kategori diatas rata-rata. Pemerintah memperhatikan permasalahan pembangunan dan pemukiman yang dapat merancu pada sanitasi. Upayaupaya pemerintah dalam menangani permasalah sanitasi telah berjalan cukup baik. Berdasarkan data dari SLHD Kota Surabaya masyarakat yang telah mengakses sanitasi jamban sehat dan layak mencapai 90% dari jumlah rumah tangga. Tabel 31 Evaluasi kategori Air Quality Indikator Tipe Data Evaluasi NO2 Kuantitatif Kadar senyawa NO2 di Kota Surabaya masih dalam ambang batas normal atau aman. Pemerintah terus berupaya dalam mereduksi senyawa NO2 yang telah menjadi polutan diudara. SO2 Kuantitatif Tingkat senyawa SO2 di Kota Surabaya masih dalam ambang batas aman/normal. Tetap ada upaya dalam penanggulangan terjadinya peningkatan senyawa SO2. PM10 Kuantitatif Sumber penghasil terhadap tingkat senyawa PM10 diudara dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan aktivitas industri. Hingga saat ini tingkat senyawa tersebut masih dalam batas ambang aman. Namun perlu adanya pencegahan terhadap peningkatan senyawa tersebut.
Bobot 21.5%
21%
23.5%
70
Tabel 31 Evaluasi kategori Air Quality (lanjutan) Kebijakan Kebersihan Udara
Kualitatif
Peningkatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Surabaya telah berhasil membantu mereduksi jumlah polutan. Beberapa bentuk upaya pengawasan/pemantauan kualitas udara dan tindakan dalam mereduksinya sudah ditangani dengan baik oleh pemerintah, swata, dan masyarakat.
Total Bobot
23.3%
89.5%
Kategori Air Quality memiliki persentase sebesar 89.5% dan masuk dalam kategori sangat diatas rata-rata. Hal ini dikarenakan pemerintah kota gencar dalam meningkatkan luas Ruang Terbuka Hijau dan berhasil mereduksi polutan yang dikeluarkan kendaraan bermotor dan aktivitas industry. Pengawasan terhadap peningkatan polutan juga terus ditingkatkan dengan bantuan alat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya. Upaya-upaya tersebut membantu dalam mereeduksi dan mencegah terjadinya peningkatan pencemaran udara yang dapat membahayakan kesehatan warga kota. Tabel 32 Evaluasi kategori Environmental Governance Indikator Pengelolaan Lingkungan
Pengawasan Lingkungan
Tipe Data Evaluasi Kualitatif Pemerintah Kota Surabaya dalam menerapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hingga saat ini sudah sangat baik. Program-program yang telah dilaksanakan berhasil mencapai tujuan walaupun masih terdapat kekurangan dalam penerapan dan keberlanjutan setelah terlaksananya pogram tersebut, seperti masih terjadinya pelanggaran terhadap IMB dan lain sebagainya. Kualitatif Pengawasan yang telah dilakukan oleh pemerintah kota Surabaya telah berjalan dengan baik. Upaya seperti penghargaan terkait lingkungan berhasil diraih dan penerapan yustisi kebersihan berjalan cukup lancar, walaupun terdapat kendala seperti hanya dibeberapa lokasi saja penerapanya, kurang menyebar dan masih kurangnya tenaga dalam pelaksanaan program tersebut.
Bobot 19.3%
25.6%
71
Tabel 32 Evaluasi kategori Environmental Governance (lanjutan) Partisipasi Publik
Kualitatif
Masyarakat cukup antusias dalam keikutsertaannya untuk menjaga lingkungan. Programprogram pemerintah telah berhasil merangkul masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan, seperti program Bersih-Bersih Kali Suroboyo dan acara Green and Clean.
Total Bobot
33%
77.9%
Kategori Environmental Governance berhasil mendapatkan persentase sebesar 77.9% yang masuk dalam kategori diatas rata-rata. Hal ini disebabkan adanya antusiasme yang tinggi dari masyarakat kota dalam mendukung aksi hijau lingkungan. Dapat dilihat dari jumlah penghargaan yang diterima oleh Kota Surabaya dalam aksi melestarikan dan menjaga lingkungan salah satunya penghargaan Adipura yang diraih sebanyak enam kali berturut-turut dari tahun 2006 hingga 2011, dan program Bersih-Bersih Kali Suroboyo yang berhasil mengikutsertakan sebanyak 70.000 partisipan dari beberapa golongan. Adanya aktivitas sosial lingkungan yang didukung oleh pemerintah atau non-pemerintah, sangat baik dalam membangun Kota Hijau yang berkelanjutan. Total persentase dari seluruh kategori adalah sebesar 65.5% dan masuk kedalam kategori diatas rata-rata. Pengelompokan kinerja Kota Surabaya dari setiap kategori dalam menerapkan Kota Hijau berdasaarkan Asian Green City Index dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Kinerja Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau Kategori
Sangat Dibawah Rata-Rata 0-20%
Dibawah Rata-Rata
Rata-Rata
20-40%
40-60%
Diatas RataRata 60-80%
Sangat Diatas Rata-Rata 80-100%
Energy and CO2 Land use and Buildings Transport Waste Water Sanitation Air Quality Environmental Governance Hasil keseluruhan
Index of Happiness Index of Happiness merupakan indeks dalam mengukur kebahagian seseorang yang diukur dari pendapatan dan kenyaman sesorang tesebut tinggal. Namun dalam penelitian ini, Index of Happiness diukur dari
72
kebahagiaan yang membuat seseorang nyaman tinggal dalam suatu kota yang dinilai dari beberapa aspek fisik, lingkungan, transportasi dan infrastruktur serta utilitas kota. Pengambilan sampel diambil dari 100 responden dari beberapa golongan masyarakat Kota Surabaya dan hasil sampel menyatakan bahwa sebanyak 70 responden menyatakan sangat bahagia tinggal di Surabaya, 25 responden bahagia, dan sisanya sebanyak 5 responden kurang bahagia. Pernyataan responden yang menyatakan bahagia dikarenakan aspek infrastruktur dan utilitas yang cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Aspek infrastruktur dan utilitas tersebut merupakan kebutuhan konsumsi energi listrik dan air yang disediakan oleh Kota Surabaya. Sedangkan aspek terendah untuk penilian kurang bahagia dihasilkan dari aspek transportasi dan lingkungan. Aspek fisik memperoleh nilai bahagia, dikarenakan penilaian aspek perluasan RTH cukup memberikan kebahagiaan dan kenyamanan bagi masyarakat. Faktor-faktor yang dinilai sebagai penyebab masyarakat tidak bahagia secara umum adalah masalah lingkungan seperti penumpukan sampah, pembuangan sampah ke sungai dan drainase yang menyebabkan pencemaran air dan udara. Lalu masalah transportasi berupa kualitas angkutan umum yang tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat untuk berpindah tempat, sehingga sebagian beralih kekendaraan pribadi dan menyebabkan kemacetan. Gambar 37 menunjukan jumlah dan persentase dari tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Surabaya. Perlu adanya analisis statistik lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitan kinerja yang telah dilakukan oleh pemerintah kota dalam upaya mewujudkan Kota Hijau dengan tingkat kebahagiaan masyarakat. KURANG BAHAGIA BAHAGIA
SANGAT BAHAGIA;
70%
Gambar 37 Pie chart tingkat kebahagiaan masyarakat Kota Surabaya terhadap lingkungan sekitar Green Initiatives Green initiatives merupakan bentuk rekomendasi dari hasil evaluasi yang telah didapatkan. Beberapa konsep perencanaan dan perancangan berasal dari pemikiran peneliti dan dari berbagai ahli yang disesuaikan
73
dengan kategori masing-masing. Berikut beberapa rencana green initiatives terhadap setiap kategori Asian Green City Index. Energy and CO2 Penerapan konsep hemat energi dan efisiensi karbon dapat dilakukan dengan cara penekanan terhadap konsumsi listrik pada rumah tinggal. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk konsep ini adalah site design. Menurut Prianto (2007) penerapan site design seperti aspek iklim eksterior, tanaman dan air dalam penerapan desain rumah inggal dan taman berkontribusi penuh dalam penghematan energi. Teori tersebut diperkuat oleh Pranoto (2008) bahwa site design yang diinterpretasikan sebagai lanskap dinilai merupakan strategi yang potensial dalam mewujudkan konsep desain berkelanjutan. Gambar 38 merupakan contoh visualisasi 3D untuk konsep site design yang akan diterapkan di pemukiman.
Gambar 38 Site Design pada rumah tinggal Land use and Buildings Pengembangan wilayah dan penggunaan lahan harus dilakukan dengan bijak dan kembali kepada RTRW yang telah ditetapkan. Penegasan terhadap bangunan yang tidak memiliki IMB untuk menekan aksi penyalahgunaan lahan yang dapat merusak lingkungan serta pembuatan hunian vertikal dengan konsep one stop living sebagai hunian yang terintegrasi dengan kebutuhan pengguna dan bertujuan untuk mencegah terjadinya pemukiman padat dan kumuh. Gambar 39 merupakan contoh dari visualisasi 3D dengan konsep one stop living yang akan diterapkan pada hunian vertikal di Surabaya.
Gambar 39 Konsep hunian one stop living
74
Transport Penggunaan transportasi umum harus ditingkatkan untuk mengurangi angka pemakaian kendaraan pribadi yang semakin mendominasi kemacetan. Sebuah perancangan jalur yang terintegrasi serta desain halte atau spot pemberhentian yang mengutamakan nilai estetik dan fungsionalnya, mampu mendorong minat masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum. Gambar 40 merupakan contoh visulisai 3D dengan konsep transportasi yang terintegrasi dengan pedestrian dan moda angkutan umum lainnya.
Gambar 40 Konsep jalur dan transportasi terintegrasi Waste Solusi dalam menghadapi permasalahan sampah adalah dengan mengembangkan sistem pengelolaan sampah setempat seperti bank sampah dan sistem terpusat, lalu perbaikan pola operasional pelayanan seperti pewadahan, pengumpulan, pemindahan, hingga pengangkutan dan pembuangan akhir (Nopiyanto 2009). Jumlah bank sampah di Kota Surabaya tahun 2014 mencapai 180 unit. Jumlah tersebut hingga saat ini masih terbilang kurang cukup dan efektif dalam menangani permasalahan sampah di Kota Surabaya. Butuh setidaknya 8758 bank sampah untuk mencapai kefektifan dalam menangani permasalahan sampah. Rumus untuk mencari jumlah bank sampah yang ideal adalah sebagai berikut (Bagea 2014). Vp = jumlah penduduk × efektivitas bank sampah Vp = 2 819 095 × 0.2417 kg/org/hari Vp = 681375.26 kg/org/hari Vp mencari kebutuhan bank sampah = kapasitas bank sampah 681375.26 kg/org/hari = 77.8 kg/hari = 8758.03 unit Keterangan; Vp : potensi volume sampah terkumpul di bank sampah perhari Efektivitas bank sampah : 0.2417 kg/org/hari Kapasitas bank sampah : 53.47 kg/hari-77.8 kg/hari Jumlah penduduk Kota Surabaya : 2 819 095 jiwa
75
Tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo telah menggunakan sistem sanitary landfill sehingga permasalahan air lindi sudah diperhatikan, namun bau yang dikeluarkan dari sampah yang terbawa oleh angin menyebabkan aroma yang tidak sedap disekeliling kawasan TPA benowo. Penggunaan tanaman aromatik dalam mereduksi serta memfilter aroma yang terbawa oleh angin merupakan ssalah satu solusi yang dapat dilakukan. Tanaman aromatik sendiri merupakan tanaman yang mampu mengeluarkan aroma yang berasal dari minyak essensial, adapaun tanaman aromatik yang dapat digunakan antara lain Ki lemo (Litsea cubeba), Kemuning (Murraya paniculata), Kaca Piring (Gardenia Jasminoides), dan Sri Gading (Nycanthes arbotrithis). Selain memberi efek menyegarkan dalam mereduksi aroma yang tidak sedap, tanaman tersebut dapat memberi nilai visual yang baik. Gambar 42 merupakan contoh pola operasional pelayanan sampah dengan sistem terpusat.
Gambar 41 Pola operasional pelayanan sampah terpusat Sumber : Bappeko Surabaya Water Peningkatan kualitas air yang berguna untuk konsumsi air, dapat ditempuh dengan melakukan naturalisasi sungai. Naturalisasi sungai merupakan upaya terhadap sumberdaya air dengan meningkatkan daya tampung air oleh badan sungai sehingga sumberdaya air bisa bertahan lebih lama untuk dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan (Arifin 2014). Selain itu bantaran sungai dibuat dengan konsep wetland yang berfungsi untuk mereduksi polutan yang akan masuk ke badan air. Selain itu bantaran sungai juga dapat dimanfaatkan sebagai area rekreasi seperti taman lingkungan, dan waterfront landscape, dan untuk fungsi ekologisnya dapat dibuat rekayasa lanskap yang berguna untuk menampung air dengan memperlambat arus air sungai. Gambar 42 merupakan contoh visualisasi 3D dari konsep naturalisasi sungai dan bantaran sungai dibuat dengan konsep wetland.
Gambar 42 Konsep naturalisasi sungai
76
Sanitation Pembangunan harus memperhatikan aspek sanitasi yang layak dan memadai dengan memperhatikan kepadatan penduduk serta kondisi eksisting kawasan yang akan dilayani, sehingga mampu dalam menjaga kebersihan dan kesehatan warga. Penggunaan tangki septik pada jamban dan pembuangan limbah domestik harus lebih ditingkatkan. Gambar 43 merupakan contoh dari pola pemilahan sampah untuk sanitasi.
Gambar 43 Pola pemilahan sampah Sumber : Google.com Air Quality Optimasi Ruang Terbuak Hijau (RTH) dalam mereduksi polutan, dapat dilakukan dengan cara menanam jenis vegetasi penjerap dan penyerap polutan. Vegetasi jenis semak hingga pohon dapat ditanam disepanjang median jalan, pocket park, traffic park dan pedestrian. Beberapa contoh vegetasi semak seperti Draceana marginta yang mampu menyerap formalin dan benzene dan Sansevieria trifasciata yang mampu menyerap formaldehida, NO, dan polutan lainnya. Sedangkan untuk vegetasi pohon dapat ditanam vegetasi Hibiscus tiliaceus yang mampu dalam menyerap serta menjerap berbagai macam polutan, lalu Casurina equisatifolia yang bermanfaat dalam menyerap berbagai polutan gas. Gambar 44 merupakan contoh visualisasi 3D open space atau taman dengan tanaman penyerap polutan dan landmark suroboyo sebagai point of interest dalam taman.
Gambar 44 Penanaman vegetasi di taman kota
77
Environmental Governance Pengelolaan lingkungan harus dilandasi dengan visi perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Partisipasi masyarakat perlu diapresiasi dengan memberi reward atas usahanya, dan mendukung ide atau gagasan yang bertemakan lingkungan demi kemajuan dan keberlanjutan kota. Gambar 45 merupakan contoh penerapan acara Green and Clean Surabaya.
Gambar 45 Penganugerahan acara Green and Clean Surabaya Sumber : DKP Surabaya
78
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil dari kinerja Kota Surabaya dalam menerapkan konsep Kota Hijau berdasarkan Asian Green City Index adalah 65.5% dengan penerapan dan upaya tertinggi pemerintah Kota Surabaya terdapat dalam kategori Air Quality sebesar 89.5% lalu kategori terendah adalah Waste sebesar 42.7%. Dalam usaha untuk mengimplementasikan beberapa upaya dan meningkatkan kinerja pemerintah, tidak terlepas dari adanya intervensi dari pengembang atau pihak swasta dan masyarakat. Tingkat atau persentase kebahagiaan untuk tinggal di Kota Surabaya sebesar 70% sangat bahagia, 25% bahagia, dan 5% kurang bahagia. Aspek infrastruktur dan utilitas menjadi aspek dengan pernyataan sangat bahagia oleh masyarakat dikarenakan efek dan kenyamanan dari aspek tersebut telah dirasakan langsung, sedangkan untuk aspek fisik mendapat pernyataan bahagia, dinilai dari ruang terbuka hijau yang semakin berkembang, lalu aspek transportasi dan lingkungan menempati aspek tidak bahagia, disebabkan oleh ketidaknyaman terhadap fasilitas dan kebersihan lingkungan Kota Surabaya. Saran Perlu adanya sebuah kolaborasi yang dikoorDinasi oleh pemerintah langsung kepada pihak swasta dan masyarakat dalam mengembangkan konsep Kota Hijau. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan harus bertindak tegas dan nyata sesuai peraturan yang berlaku dalam memenuhi kebutuhan warganya, lalu pihak swasta berperan sebagai mitra dalam mengembangkan pembangunan yang dilandasi oleh RTRW yang telah ditetapkan, dan masyarakat berperan sebagai warga Kota Surabaya yang baik dalam mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan pembangunan berbasis lingkungan dan berkelanjutan serta menjaga dan melestarikan lingkungan sekitarnya.
79
DAFTAR PUSTAKA [BAPPEKO] Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kota Surabaya.2013. Green City MasterPlan 2013. [Laporan] [BAPPEKO] Badan Perencanaan Pembangunan dan Pengembangan Kota Surabaya.2013. Launching Green Building Awareness Award; Tujuan, Thapan dan Mekanisme Lomba 2013. [Laporan] [BLHD] Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Surabaya. 2012. Status Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 [Laporan] [DISHUB] Dinas Perhubungan Kota Surabaya. 2013. Potensi Angkutan Umum Kota Surabaya. 2013 [Laporan] [DKP] Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2013. Pengelolaan Kebersihan dan RTH di Kota Surabaya. 2013 [Laporan] [DKP] Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. 2014. Jumlah Sebaran Fasilitas Pertamanan Kota Surabaya. 2014 [Laporan] [DPU] Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan. 2014. Penataan Jalur Pejalan Kaki yang Ramah Lingkungan (Pedestrian). 2014. [Laporan] [KPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2013. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Prasarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga [Internet]. [Diunduh pada 13 Juni 2014]. Tersedia pada: http:/pu.go.id [KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2012. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik [Internet]. [Diunduh pada 13 Juni 2014]. Tersedia pada: http://Menlh.go.id [PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum Surya Sembada Surabaya. 2013. Data Pelanggan dan Pemakaian PDAM Surabaya. 2013. [Laporan] [PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum Surya Sembada Surabaya. 2014. Laporan Harian Air Produksi Januari-Februari 2014 PDAM Surabaya. 2014. [Laporan] [PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2014. Laporan Penjualan Tenaga Listrik Versi Pusat Total Maret Surabaya. 2014. [Laporan] [Penulis tidak diketahui]. Materi Pelatihan Berbasis Kompetensi Bidang Persampahan (Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 2, Wiyung – Surabaya, 2010) [Internet]. [Diunduh pada 06 Juli 2014]. Tersedia pada: http://Sanitasi.or.id [IAP]. Indonesia Asociation of Urban Regional Planners. Indonesia Most Liveable City Index. 2011. [Internet]. [Diunduh pada 14 April 2014]. Tersedia pada: http://earoph.info Bagea. 2014. Evaluasi Penerapan Konsep Kota Hijau di Kota Tangerang. [skripsi]. Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor Arifin. 2014. Terbuka Biru (RTB) untuk Pengendali Banjir. [Internet]. Diakses pada 2 Oktober 2014. Tersedia pada http://news.ipb.ac.id.
80
Balai Informasi Penataan Ruang Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementrian Pekerjaa Umum. Daya Dukung Lingkungan. [Internet]. [Diunduh pada 30 September 2014]. Tersedia pada: http://werdhapura.penataanruang.net Denig S. 2011. Asian Green City Index: Assessing the Environmental Performance of Asia’s Major Cities. Munich: Siemens AG Ernawi. 2012. Gerakan Kota Hijau. Buletin Tata Ruang edisi Januari Februari. [Internet]. Diakses pada 29 September 2013. Joga N, Ismaun I. 2011. RTH 30%: Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Joga. 2013. Gerakan Kota Hijau. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Kurniawaty. 2011. Kajian Konsep Desain dan Rumah Tinggal Hemat Energi. Departemen Pertanian Bogor. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Sumardjito. [tahun tidak diketahui]. Permasalahan Perkotaan dan Kecenderungan Perilaku Individualis Penduduknya. [Internet]. [Diunduh pada 5 Oktober 2014]. Tersedia pada: http:/staff.uny.ac.id
81
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor KUESIONER INDEX OF HAPPINESS Dengan hormat, Saya Adi Tri Wibowo, mahasiswa S1 Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang sedang melakukan penelitian mengenai EVALUASI PENERAPAN KONSEP KOTA HIJAU DI KOTA SURABAYA di bawah bimbingan Dr. Ir Alinda FM Zain, M.Sc. dalam rangka studi/tugas akhir ini, diperlukan dukungan serta kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini. Semua data yang terkumpul melalui kuesioner ini adalah untuk tujuan akademis. Kami akan menjamin kerahasiaan data yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan sesuai dengan kode etik. Untuk itu saya berharap pengisisan kuesioner ini dapat dilakukan subjektif mungkin tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Saya ucapkan terima kasih atas segala usaha dan waktu yang anda luangkan dalam pengisisan kuesioner ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. IDENTITAS RESPONDEN 1. NAMA 2. ALAMAT 3. JENIS KELAMIN 4. USIA 5. PENDIDIKAN TERAKHIR 6. PEKERJAAN
: : : : : : :
82
⃰ Beri tanda √ pada kolom yang tersedia
⃰ Skala Penilaian No.
Pertanyaan
Setuju (3)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Saya bahagia karena lingkungan sekitar saya bersih, indah dan nyaman Saya bahagia karena kota ini bebas dari sampah (tidak ada penumpukan sampah) Saya bahagia karena mudah menemukan tempat sampah di kota ini Saya bahagia karena kurangnya tingkat pencemaran lingkungan di kota ini Saya bahagia karena ikut berpartisipasi dalam menjaga dan mengatasi permasalahan lingkungan sekitar (buang sampah pada tempatnya, menanam pohon, dll.) Saya bahagia karena di kota ini rimbun dan hijau Saya bahagia karena kota ini sejuk
Kurang Setuju (2)
Tidak setuju (1)
Alasan (mohon diisi)
83
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Saya bahagia karena di kota ini masih memiliki taman yang indah & rapi. Saya bahagia karena dapat menghirup udara segar di kota ini setiap hari Saya bahagia karena penataan kota ini sangat baik Saya bahagia karena menggunakan angkutan umum di kota ini Saya bahagia karena mudah mudah menemukan trotoar di kota ini Saya bahagia karena trotoar di kota ini memiliki penerangan, lebar, aman, dan nyaman Saya bahagia karena aman dan nyaman mengendarai sepeda di kota ini Saya bahagia karena kota ini bebas dari kemacetan Saya bahagia karena ketersediaan energi listrik yang memadai
84
17.
18.
19.
20.
Saya bahagia karena air bersih selalu tersedia di kota ini Saya bahagia karena dapat menggunakan air bersih setiap hari Saya bahagia karena mengurangi pemakaian air tanah Saya bahagia karena mampu dalam menghemat energi listrik dan air
Lampiran 2 Batasan penilaian Skor Keterangan 0 Ada rencana belum ada penerapan 1 Ada aturan belum ada penerapan/belum ada aturan sudah ada penerapan 2 3
Ada aturan dengan penerapan ≤50% Ada aturan dengan penerapan >50%
Batasan Sudah ada aturan yang terdapat dalam RTRW atau Peraturan Daerah Sudah ada rencana belum adanya penerapan atau sudah ada penerapan namun belum tercantum dalam RTRW atau Peraturan Daerah Batasan penentuan skor berdasarkan kriteria (lihat Lampiran)
85
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif kategori Energy & CO2
Upaya Kriteria Pengolahan Dilaksanakan oleh Dinas Sampah dan terkait Limbah Tinja Terdapat fasilitas Menjadi Energi penyimpanan daya tinggi Listrik Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan ke rumah - rumah atau ke pabrik. Solar cell pada Diterapkan diseluruh PJU PJU & Traffic dan trafic light kota Light Ramah lingkungan
Land use and Buildings
Kepemilikan IMB
Optimisasi ruang terbuka hijau
Penerapan √ Belum tersedia Belum dialirkan ke rumah warga Masih diterapkan di pusat kota √
Sesuai dengan rencana Tata Ruang yang berlaku.
√
Sesuai dengan Garis Sempadan Bangunan (GSB). Sesuai Garis Sempadan Sungai (GSS).
√
Sesuai Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
√
Sesuai Koefisien Luas Bangunan (KLB).
√
Sesuai dengan syaratsyarat keselamatan yang ditetapkan bagi yang menempati bangunan tersebut. Kawasan hijau minimal 30% dari luas wilayah
√
Kawasan Hijau meliputi
√
Kawasan Hijau Pertamanan Kota,Kawasan Hijau Hutan Kota, Kawasan Hijau Rekreasi Kota, Kawasan Hijau Permakaman, Kawasan Hijau Pertanian, Kawasan Hijau Jalur Hijau, dan Kawasan Hijau Pekarangan
Skor 2
2
3
√
√
3
86
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) kategori Land use and Buildings
Upaya Optimisasi ruang terbuka hijau Pengembangan kawasan lindung (Pamurbaya)
Transport
Pembuatan jalur sepeda
Pengembangan pedestrian dan pembuatan jembatan penyebrangan yang dilengkapi cctv disetiap sudut
Kriteria Sebagai penyeimbang iklim mikro sebagai fasilitas sosial Berfungsi melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan Berprinsip dalam pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan Pengembangan kawasan dalam pelaksanaanya dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan Terdapat dalam kawasan padat aktivitas Terhubung antar lokasi Terpisah dengan jalur sepeda motor
Terintergrasi dengan jalur pedestrian Pengawasan 24 jam Dapat mengawasi
hampir disetiap sudut Pedestrian aman dan
Penerapan √ √ √
yang mempengaruhi iklim mikro
3
√
√
√
3
√ Masih dalam kawasan jalur kendaraan bermotor √ Tidak diketahui Belum mencakup setiap sudut √
nyaman Terdapat vegetasi
Skor
√
2
87
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Waste
Upaya Mengembangkan sistem sanitary landfill di TPA Benowo
Pengembangan IPLT
Pengembangan TPS Indoor Underground Container di Tambak Rejo
Bank sampah
Kriteria Penerapan Skor √ 3 Jauh dari kawasan padat pemukiman √ Mengedepankan aspek lingkungan dan kesehatan Aksesibilitas terjangkau √ √ Terdapat alat pemadat tanah 3 Lokasi berada di daerah √ bebas banjir Lokasi jauh dari pusat √ kota √ Terdapat bak pemisah lumpur (Solid Separation Chamber/ssc) Terdapat Balacing Tank √ 2 Lokasi berada di daerah Masih terjadi bebas banjir genangan dan banjir ketika hujan √ Lokasi jauh dari pusat kota √ Mngedepankan aspek lingkungan dan kesehatan Aksesibilitas terjangkau Belum terjangkau Sudah 2 Telah dilakukan diseluruh rumah tangga dilakukan di seluruh kecamatan, namun belum diseluruh rumah tangga Jumlah bank sampah Baru ideal untuk di Kota mencapai Surabaya sebanyak 180 unit 8758.03 unit √ Dibawah naungan pemerintah √ Dikelola langsung oleh masyarakat
88
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Waste
Water
Upaya Komunitas rumah kompos
Pengembangan sistem Sludge Treatment Instalation (STI)
Program bersih bersih Kali Suroboyo
Optimisasi dan revitalisasi bantaran sungai
Kriteria Tersebar diseluruh kelurahan
Dibawah naungan pemerintah Dikelola langsung oleh warga Terdapat POKMAS dan relawan kebersihan lingkungan yang selalu aktif Kapasitas maksimal 400 m3/hari (Bappeko Surabaya) Terdapat fasilitas solid separation chamber Terdapat fasilias settling tank Terdapat failitas drying bed and return sludge Diikuti oleh warga sebagai peserta Tujuan dan manfaat program untuk kesejahteraan lingkungan Diadakan atau didukung oleh pemerintah Adanya pengawasan keamanan Terdapat pengembangan transportasi sungai Sebagai kawasan perlindungan setempat Berfungsi sebagai aliran air dan kualitas air Berfungsi sebagai pencegah banjir
Penerapan Tersebar sebanyak 21 unit di 31 kecamatan √
Skor 3
√ √
Baru mencapai 130 m3/hari √
3
√ √ √
3
√
√ √ Masih dalam rencana √ √ √
3
89
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Water
Upaya
Rehabilitasi saluran air
Pengembangan boezem
Sanitation Peningkatan
ketersediaan tempat sampah yang memadai dan sehat
Kriteria Mampu mencegah genangan atau banjir
Penerapan skor Masih 2 terjadi genangan Masih Dilakukan diseluruh saluran air Kota Surabaya dilakukan dikawasan rawan genangan dan pusat kota √ Drainase menggunakan sistem polder √ Dikelola langsung oleh pemerintah √ 3 Luas ditentukan berdasarkan RDTRK dan RDTRK √ Bertujuan dalam meningkatkan kinerja saluran pematusan Pengembangan bertujuan √ untuk kepentingan ekologi, kepentingan teknis, dan sosialekonomi Belum Dilengkapi dengan tersedianya penyediaan prasarana sarana dan dan sarana penunjang prasarana penunjang Masih 2 Tersedia diseluruh kota tersedia hanya di pusat kota Belum Terdapat pemilahan 3R adanya pemilahan 3R, masih pemilahan anorganik dan organik √ Mudah diakses oleh petugas kebersihan √ Memiliki wadah yang tertutup, tidak terbuka sembarang
90
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Sanitation
Upaya Peningkatan penggunaan tangki septik dan tangki peresapan pada jamban
Kriteria Adanya kegiatan yang terjadwal dalam pengurasan tangki septik Terdapat mobil tinja
Sudah diterapkan diseluruh rumah tangga
Pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja (IPAL).
Air quality
Uji emisi
Berfungsi dalam menangani limbah dan pengelolaanya dalam skala rumah tangga Tersebar di seluruh kecamatan
Dibawah naungan pemerintah Hasil dari IPAL memiliki nilai fungsional Tersedia di instansi kesehatan Dilaksanakan di beberapa titik lokasi Pemeberian sanksi terhadap pelanggaran ambang batas Dilakukan diseluruh kota
Dilakukan minimal setahun sekali/rutin
Penerapan Skor √ 2
Mobil tinja dikelola oleh pihak swasta (PT. Sumber Organik) Baru 89.3 % dari 55% rumah tangga √
Baru tersebar di 24 kecamata n √
3
√ √ √ √
Masih dilaksana kan di pusat kota √
3
91
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Air quality
Upaya Pengembangan hutan kota
Monitoring kualitas udara dengan menggunakan alat indeks standar pencemaran udara (ISPU)
Mengembangkan sistem pedestrian yang terintegrasi dengan angkutan massal.
Environmental Governance
Revitalisasi ex. Stasiun Pengisisn Bahan Bakar Umum (SPBU) menjadi taman
Kriteria Pengembangan bertujuan dalam mengatur iklim mikro dan resapan air Berfungsi sebagai wisata alam dan edukasi Sudah mampu dalam memperbaiki lingkungan Monitoring setiap 30 menit sekali Hasil langsung terkoneksi dengan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Masyarakat mudah dalam memvisualisasikan monitoring ISPU Terdapat di beberapa ttitik lokasi Terdapat koridor penghubung dengan angkutan massal Terdapat halte transportasi massal Terkoneksi antar jalur pedestrian Terdapat sarana dan prasarana penunjang (CCTV, penerangan, tempat sampah, dll)
Memiliki nilai estetika dan fungsional Mampu mengurangi dampak terhadap lingkungan Jenis vegetasi disesuaikan dengan poal penggunaan
√ √
√
Penerapan √
Skor 3
√ Belum secara maksimal √
3
√
√ √ Masih dalam rencana √
2
√ sarana dan prasarana penunjang standar seperti penerangan dan tempat sampah 3
92
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Environmental Governanve
Upaya
Pengelolaan infrastruktur kota
Adipura Kencana
Adiwiyata
Surabaya Green and Clean
Kriteria Mampu meningkatkan hubungan sosial masyarakat Dilakukan oleh instansi terkait Dilaksanakan secara rutin/terjadwal Mampu mencegah dampak dari kerusakan lingkungan Mampu memberi kesan kota yang bersih dan estetik Penilaian dilakukan secara rutin setiap setahun sekali Adanya partisipasi publik dan organisasi berbasis lingkungan dalam hal pengawasan dan pengelolaan lingkungan Pernah memenuhi kriteria penilaian Hasil penilaian dipublikasikan Penilaian dilakukan secara rutin setiap setahun sekali Adanya partisipasi sekolah sebagai peserta Hasil penilaian dipublikasikan Acara bertemakan lingkungan Peserta adalah masyarakat Kota Surabaya Mampu memberi kesan positif dalam menjaga serta melestarikan lingkunga terhadap masyarakat
Penerapan √
Skor
√
2
√
Masih terjadi genangan, banjir dll Masih terjadi di pusat kota √
3
√
√ √ √
3
√ √ √ √ √
3
93
Lampiran 3 Kriteria penilaian penerapan kualitatif (lanjutan) Kategori Environmental Governance
Upaya Surabaya Green and Clean
Kriteria Hasil dipublikasikan
Penerapan √
Skor
Penanaman mangrove di muara Kali Surabaya bersama masyarakat
Acara atas naungan atau persetujuan pemerintah Bertujuan dalam menjaga lingkungan Masyarakat berpartisipasi penuh Dilaksanakan minimal seminggu sekali Dilaksanakan di pusat kota/strategis/padat aktivitas Masyarakat berpartisipasi penuh Tidak menggunakan kendaraan bermotor selama acara berlangsung
√
3
Car Free Day
√ √ √ √
√ √
3
94
RIWAYAT HIDUP
Adi Tri WIbowo dilahirkan di Bandar Lampung, Lampung, pada tanggal 18 Januri 1992. Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dan dari pasangan Arif Santoso dan Nunung Jubaedah. Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali pada tahun 1997 di TK Beringin Raya, Bandar Lampung lalu pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 1 Beringin Raya, Bandar Lampung hingga tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Bandar Lampung dan pada tahun 2007 penulis menlanjutkan pendidikan di SMAN 3 Bandar Lampung hingga pada tahun 2010 penulis diterima melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah meraih juara 3 mendesain yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2009. Penulis pernah menjadi panitia Back to Village (BTV) yang diselenggarakan oleh organisasi mahasiswa daerah Lampung (KEMALA) sebagai anggota divisi acara dan koordinator lapangan. Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum organisasi mahasiswa daerah Lampung (KEMALA) periode 2011-2012. Dalam lingkup jurusan, penulis pernah menjadi pengurus kepanitiaan ARL Shaum Station 2011 sebagai anggota divisi acara, lalu panitia masa perkenalan Departemen Arsitektur Lanskap tahun 2012 sebagai PJK, dan panitia Fieldtrip 2012 sebagai ketua pelaksana. Pada tahun 2013 penulis pernah menjabat sebagai pengurus Himpunan Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) pada bagian Badan Pengawas Himpunan (BPHIM) , panitia HPS angkatan 44 tahun 2013 sebagai ketua divisi logistik dan transportasi, ketua umum komunitas musik ARL (Landcoustic) periode 2013-2014, dan ketua divisi pesisir komunitas pencinta alam ARL (KOALA). Selain mengikuti organisasi dan kepanitiaan, penulis pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Dasar-Dasar Arsitektur Lanskap (ARL200 ) dan Analisis Tapak (ARL 310) di Departemen Arsitektur Lanskap pada tahun 2014.