91
VIII. PEMBAHASAN 7.1. Manajemen Proyek Tugas konsultan pengawas dalam kegiatan manajemen proyek adalah mengawasi dan memastikan kontraktor melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana dan memenuhi bobot kemajuan kerja sesuai dengan jadwal pada setiap minggunya. Cara yang dilakukan untuk melaksanakan hal tersebut adalah dengan melakukan pengendalian terhadap alokasi kerja yang dilaksanakan kontraktor setiap minggunya. Untuk dapat memenuhi rencana kerja yang telah ditetapkan, konsultan pengawas memberikan sejumlah saran mengenai jenis dan kuantitas pekerjaan kepada kontraktor. Setiap jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor kemudian didokumentasikan dalam sebuah laporan harian yang selanjutnya dirangkum dalam laporan mingguan yang diserahkan kepada konsultan pengawas. Dokumen tersebut kemudian digunakan sebagai data dalam pengawasan dan pembobotan penyelesaian pekerjaan. Dokumen laporan harian dan mingguan yang diberikan oleh kontraktor kemudian diperiksa silang (cross references) terhadap data yang dimiliki oleh konsultna pengawas. Persamaan yang digunakan dalam menentukan bobot pekerjaan yang telah diselesaikan oleh kontraktor adalah :
dimana, Rn
= Bobot realisasi minggu ke-n
Σ RW n
= Realisasi pekerjaan-n pada minggu-n
Σ Wn
= Nilai total dari satuan pekerjaan-n
Bn
= Bobot pekerjaan ke-n
Persamaan tersebut digunakan dalam menentukan seluruh realisasi bobot pekerjaan terlaksana dilapangan. Berdasarkan hasil pengawasan secara keseluruhan, kontraktor yang bertugas dalam proyek ini memiliki kemampuan rendah dalam menjalankan rencana proyek. Hal ini tampak dari bobot penyelesaian pekerjaan yang hampir selalu minus atau berada pada kisaran angka di bawah bobot penyelesaian pekerjaan yang ditetapkan setiap
92 minggunya. Rangkuman dari keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan kotraktor tiap minggunya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Bobot rencana dan realisasi pekerjaan penataan lanskap CTC Rencana progres perminggu 0.726
Minggu I
Kumulatif rencana
Realisasi progress per minggu
Kumulatif realisasi progress
0.726
0.007
0.007
Deviasi rencana per minggu -0.720
Kumulatif deviasi per minggu -0.720
Minggu II
5.285
6.012
0.000
0.007
-5.285
-6.005
Minggu III
5.396
11.407
2.066
2.073
-3.330
-9.335
Minggu IV
4.940
16.347
2.103
4.176
-2.837
-12.172
Minggu V
9.023
25.371
6.884
11.060
-2.139
-14.310
Minggu VI
11.650
37.020
6.844
17.904
-4.806
-19.117
Minggu VII
11.601
48.622
17.882
35.785
6.280
-12.837
Minggu VIII
11.709
60.332
14.570
50.355
2.861
-9.976
Minggu IX
10.475
70.807
3.2762
53.631
-7.199
-17.175
Minggu X
5.463
76.271
4.240
57.872
-1.223
-18.398
Minggu XI
4.781
81.051
8.814
66.686
4.033
-14.365
Minggu XII
3.033
84.084
14.790
81.475
11.756
-2.609
Dari tabel di atas tampak bahwa kontraktor memiliki bobot minus pada setiap minggunya, kecuali pada minggu ke-7, 8, 11 dan 12. Bobot minus ini merupakan indikasi bahwa kontraktor tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal rencana yang ditetapkan atau memiliki performa dibawah rencana kerja, selain itu bobot minus tersebut juga terus terakumulasi pada minggu-minggu berikutnya sehingga seluruh bobot pekerjaan yang ada pada kolom deviasi kumulatif memiliki nilai negatif. Dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada minggu-12 atau pada akhir masa pekerjaan, kumulatif rencana kerja yang seharusnya sudah dikerjakan oleh kontraktor adalah sebesar 84,08 % sedangkan pada realisasinya, kontraktor hanya mampu merealisasikan pada kisaran bobot sebesar 81,48 %. Hal ini menunjukan bahwa kontraktor masih berada di bawah target pekerjaan yang direncanakan dengan deviasi kumulatif pada minggu terakhir adalah sebesar -2,61 %. Nilai minus ini berasal dari pekerjaan pengadaan tanah, penentuan lokasi dan pekerjaan penanaman lantana serta pengadaan penopang bambu yang masih kurang dari ketetapan kontrak. Performa rendahnya kinerja kontraktor juga tercermin pada rencana dan realisai kerja kontraktor yang terdapat pada Lampiran 23. Dalam pelaksanaan kerjanya, kontraktor tidak bekerja sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
93 Seluruh pekerjaan dikerjakan di luar jadwal atau tidak sesuai dengan rencana. Sebagai salah satu contoh yaitu pada pekerjaan pengadaan kantor gudang dan lapangan
yang
direncanakan
dilaksanakan
pada
minggu-2
dan
baru
direalisasikan kontraktor pada minggu-9. Hal ini mengakibatkan keberadaan kantor dan gudang lapangan dirasakan kurang bermanfaat sebagaimana seharusnya. Secara umum, keterlambatan tersebut diatas disebabkan karena subkontraktor sebagai pihak pelaksana pekerjaan di lapangan tidak mampu bekerja secara optimal dan merupakan dampak lanjutan dari kurang baiknya komunikasi serta koordinasi antara kontraktor dengan sub-kontraktor lanskap. Minimnya sponsoritas yang diberikan oleh kontraktor kepada sub-kontraktor ditengarai sebagai penyebab utama timbulnya permasalahan selama masa pelaksanaan penanaman. General Superintendant (GS) yang ditugaskan oleh PT. SK kurang dapat bekerja sama dengan Site Manager (SM) CV. BIF. Hal ini mengakibatkan proses penyampaian informasi terkadang berjalan lambat atau bahkan terhambat. Hal tersebut berdampak pada terlambatnya upaya penanggulangan masalah yang terjadi di lapangan. Selain itu GM juga dirasakan kurang menguasai pelaksanaan proyek secara keseluruhan, hal ini tampak dari ketidakpahaman GM terhadap metode maupun bahan yang digunakan dalam pekerjaan penanaman. Pada lingkup manajemen perubahan, dilakukan sejumlah perubahan yang lebih bersifat korektif. Perubahan tersebut dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap gambar kerja dan dokumen kontrak yang dilakukan dalam pekerjaan pendahuluan, sejumlah perubahan kemudian diusulkan kepada pihak PT. Jasa Marga cabang CTC. Koreksi yang dilakukan terhadap gambar kerja dilakukan dengan jalan melakukan penggambaran ulang terhadap seluruh gambar pada lanskap ruas Cengkareng, sedangkan pada lanskap ruas Jagorawi koreksi hanya dilakukan dengan memperbaiki jumlah tanaman yang terdapat pada gambar tersebut agar sesuai dengan jumlah tanaman yang tercantum pada dokumen kontrak. Sedangkan perubahan pada dokumen kontrak dilakukan menyangkut jumlah dan spesifikasi dari beberapa jenis tanaman dan kuantitas tanah merah yang harus diadakan oleh kontraktor. Dalam perubahan kontrak kerja, terjadi perubahan terhadap beberapa jenis pekerjaan hingga lebih dari 10 % dari ketetapan dokumen kontrak dan merupakan suatu hal yang seharusnya tidak diperkenankan. Hal tersebut sesuai
94 dengan ketentuan dalam perubahan kontrak kerja (Variation Order - VO) yang diperkenankan sesuai dengan Kepres No. 08 tahun 2003. Perubahan tersebut terjadi pada item pekerjaan pengadaan tanah urugan, penambahan tanaman baru berupa nanas merah, ubi singapur, rumput gajah mini dan sambang darah. Rangkuman dari VO yang terjadi terhadap dokumen BQ dapat dilihat pada Lampiran 26. Perubahan kerja terbesar terdapat pada pekerjaan pemberian tanah dan pengadaan pupuk untuk pekerjaan penanaman, penambahan pekerjaan instalasi pot ruas Cengkareng serta adanya penambahan tanaman baru yang pada awalnya tidak terdapat dalam ketentuan gambar kerja seperti bayam merah, ubi singapur, nanas merah, sambang darah dan penanaman rumput gajah mini. Selain itu, perubahan juga terjadi pada alokasi waktu keseluruhan yang diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan penanaman. Waktu yang diberikan kepada kontraktor diperpanjang dengan adanya surat permohonan addendum waktu kerja selama 3 minggu. Adapun waktu tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan pengadaan tanah dan penanaman lantana (Lantana cammara) pada ruas Cengkareng yang terdapat pada Km 25+200 sampai dengan Km 27+200.
7.2. Kondisi dan Permasalahan Teknis PT. SK selaku kontraktor utama merupakan kontraktor dengan latar belakang sebagai penyedia layananan jasa konstruksi bangunan dan fasilitas umum, sedangkan CV. BIF selaku sub-kontraktor merupakan rekanan PT. Jasa Marga cabang CTC yang telah menangani berbagai proyek penanaman lanskap jalan tol pada kantor cabang PT. Jasa Marga dengan sejarah kerja (track record) yang cukup baik. Perbedaan latar belakang ini menjadikan kontraktor dengan sub-kontraktor memiliki pemahaman dan tujuan pelaksanaan kerja yang berbeda. Harga penawaran kontraktor PT. SK dalam dokumen penawaran (tender) yang berada di bawah harga normal, menjadikan sub-kontraktor CV. BIF sebagai penyedia dan pelaksana pekerjaan penanaman tidak dapat menyediakan tanaman sesuai dengan spesifikasi pada dokumen kontrak secara sempurna. Hal ini terutama tampak pada tanaman pucuk merah (Eugenia oleana) yang ditanam pada kedua ruas jalan tol tersebut yang hanya memiliki ketinggian setengah dari ketentuan spesifikasi tanaman yang tercantum dalam dokumen kontrak.
95 Permasalahan teknis yang dijumpai dalam pelaksanaan proyek ini mencakup: penentuan lubang tanam, penyediaan armada penyiraman dan pelaksanaan
pekerjaan
pemeliharaan,
keterbatasan
sumberdaya
dalam
pengadaan tenaga kerja dan faktor eksternal. Dalam penentuan lubang tanam pada masing-masing ruas, PT. BIF selaku pelaksana pekerjaan penanaman mendapatkan kesulitan dalam menentukan lubang tanam sesuai dengan gambar rencana yang telah diberikan. Hal tersebut menyebabkan SM tidak mau menentukan titik lubang tanam apabila tidak disertai oleh perwakilan konsultan pengawas yang dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengulangan dalam pekerjaan pembuatan lubang tanam. Dampak dari hal tersebut adalah semakin banyaknya waktu yang diperlukan dalam menentukan titik lubang tanam dan berakibat pada semakin mundurnya waktu pelaksanaan dari setiap item pekeraan yang ada dalam dokumen kontrak. Sedangkan faktor eksternal yang dijumpai dalam pelaksanaan proyek ini adalah adanya fenomena alam berupa banjir rob (air pasang) yang terjadi pada ruas Cengkareng di sekitar Km-22 sampai dengan Km-27 yang merupakan lokasi penanaman Lantana sp. dan Nerium oleander. Sedangkan tanaman palm jepang (Pthycosperma sp.) dan pucuk yang diletakan pada lokasi yang berbatasan dengan pemukiman penduduk pada ruas Cengkareng menjadikan tanaman tersebut sebagai jenis tanaman dengan tingkat kerusakan tertinggi dibandingkan jenis tanaman lainnya. Kerusakan pada umumnya disebabkan oleh adanya aktivitas penggembalaan hewan ternak yang dilakukan oleh penduduk sekitar. Daun dari tanaman tersebut dimakan oleh kambing yang digembala disekitar lokasi penanaman. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan melakukan relokasi tanaman atau dengan melakukan penggantian jenis tanaman dengan menggunakan tanaman lain. Pada permasalahan yang menyanggkut adanya aktifitas penggembalaan hewan ternak, tanaman palm jepang ditukarkan lokasi penanamnnya dengan tanaman thevetia. Hal ini merupakan saran yang berasal dasri SM yang menginformasikan bahwa hewan ternak tidak menyukai tanaman thevetia. Permasalahan teknis lain terdapat pada pemasangan bambu penyangga pada pohon atau palm yang tidak sesuai dengan ketentuan kerja. Beberapa jenis pohon yang seharusnya memiliki bentukan penopang menyerupai tripod hanya dipasangkan dengan 2 (dua) buah penopang, itu pun dengan cara pemasangan yang kurang baik. Penopang tersebut tidak ditancapkan dengan baik ke dalam
96 tanah sehingga tidak memiliki fungsi sebagaimana yang seharusnya. Sedangkan ukuran lubang tanam
tidak dipenuhi sebagaiman ketentuan pada dokumen
kontrak. Lubang tanam yang dibuat pada lokasi pekerjaan hanya dibuat dengan ukuran 2 (dua) hingga 3 (tiga) kali ukuran bola akar. Walaupun ukuran tersebut merupakan ukuran lubang tanam yang ideal bagi penanaman tanaman, namun ketidaktepatan ini berdampak pada tidak terpenuhinya penyediaan tanah dan pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam. Selain itu, ukuran lubang tanam yang relatif besar tersebut juga dimaksudkan untuk memperbaiki struktur dan kandungan hara tanah disekitar tanaman yang akan ditanam pada lubang tersebut. Dalam ketentuan-ketentuan kontrak kerja yang tidak dideskripsikan dengan jelas, kontraktor melakukan beberapa pengurangan atau pemangkasan biaya operasional secara keseluruhan melalui : 1) Tidak menyediakan kelengkapan keaman kerja yang memadai seperti rompi dan helm proyek 2) Tidak melakukan pengaturan lalu lintas untuk menjamin keamanan dan keselamatan, baik pekerja maupun pengguna jalan tol 3) Pengadaan alat keselamatan kerja yang sangat minim Sedangkan pada pihak konsultan permasalahan timbul akibat adanya ketidak-lengkapan seragam dan perlatan lapang lapang. Peralatan lapang yang sangat vital dalam kegiatan pengawasan yaitu kamera yang digunakan untuk kegiatan pendokumentasian. Pada awal minggu pertama, konsultan pengawas tidak memiliki kamera yang dapat digunakan untuk mendokumentasikan seluruh pekerjaan yang dilaksanakan pada minggu tersebut. Selain itu, kendala utama dalam melaksanakan kegiatan pengawasan adalah keterbatasan penggunaan sarana mobilisasi yang lengkap dengan kelengkapan keamanan pelaksanaan kerja di jalan tol yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan lapangan. Selain itu, posisi CI dalam anggota tim pengawas kurang dapat berperan dengan baik. Hal ini dikarenakan pada pertengahan bulan-3, CI mengundurkan diri dalam keterlibatannya pada pelaksanaan proyek ini. Permasalahan lain yang dihadapi oleh konsultan pengawas adalah keterbatasan dalam mengawasi seluruh pekerjaan yang dilaksanakan oleh kontraktor di lapangan secara langsung dikarenakan keterbatasan dalam sarana mobilisasi yang dapat digunakan oleh konsultan pengawas. Hal ini sangat
97 berpengaruh pada pekerjaan pengadaan tanah ke lokasi tanam yang umumnya dilaksanakan pada malam hari. Dalam melakukan penjaminan terhadap pemenuhan jumlah tanaman yang harus dipenuhi, kontraktor diwajibkan melakukan penggantian terhadap seluruh tanaman yang mengalami kematian, baik pada ruas Jagorawi maupun pada ruas Cengkareng. Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan pemeriksaan tanaman yang telah tertanam, terdapat sejumlah tanaman yang mengalami kematian, baik dikarenakan oleh kesalahan pra-penanaman, rendahnya tingkat pemeliharaan pasca-penanaman maupun adanya gangguan dari aktifitas penduduk sekitar. Perincian hasil pemeriksaan terhadap mortalitas tanaman dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Pemeriksaan terhadap mortalitas tanaman pasca-penanaman No
Nama Pohon
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ruas Jagorawi Palm sadeng (Livistonia rotundifolia) 2.5 m Palm sadeng (Livistonia rotundifolia) 3 m Palm sadeng (Livistonia rotundifolia) 3.5 – 4 m Bunga kupu‐kupu (Bauhinia purpurea) Kamboja (Plumeria rubra) Ki Hujan (Samanea saman) Pucuk merah (Euginia oleana) Pandan kuning (Pandanus pygmeus) Pisang hias (Helliconia psittacorum) Nusa indah (Musaenda sp) Lili air mancur (Hymenocalis speciosa) Euphorbia (Euphorbia milii) Bunga kertas (Bougenvillea glabra) Rumput gajah mini (Axonopus sp) Ruas Cengkareng Palm anggur (Latania sp) Bintaro (Cerbera odolam) Thevetia (Thevetia peruviana) Ki Hujan (Samanea saman) Kamboja (Plumeria rubra) Kamboja bali (Plumeria fragrans) Palem jepang (Ptycosperma macharturii) Bunga merak (Caesalpinia pulcerrima) Pucuk merah (Euginia oleana) Bunga mentega (Nerium oleander) Bunga mentega Var. (Nerium oleander Var) Pandan kuning (Pandanus pygmeus) Lili air mancur (Hymenocalis speciosa) Pisang hias (Helliconia psittacorum) Lantana (Lantana camarra) Rumput gajah mini (Axonopus sp)
Sumber : hasil pengamatan lapang
BQ 45 24 50 250 89 18 233 23.904 21.904 1.600 23.904 2.507 45 1.369 112 790 538 150 40 10 225 265 265 10.500 10.500 1.800 1.800 1.600 16.000 50
Kuantitas Hidup 41 21 52 289 89 14 228 ‐ ‐ 1.219 ‐ ‐ 40 ‐ 110 769 525 123 40 10 182 250 253 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 8.000 ‐
Mati 4 3 3 61 ‐ 4 5 ‐ ‐ 381 ‐ ‐ 5 ‐ 2 21 13 33 ‐ ‐ 43 15 12 ‐ ‐ ‐ ‐ ‐ 8.000 ‐
98 Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kematian yang terjadi pada tanaman disebabkan karena adanya gangguan yang berasal dari adanya aktifitas penduduk sekitar. Beberapa tanaman seperti trembesi (Samanea saman) dan bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea) mati dikarenakan ditebang untuk dijadikan sebagai kayu bakar. Tanaman palm jepang (Spermathophyta sp) dan pucuk merah
(Euginia
oleana)
mengalami
kematian
karena
adanya
aktifitas
penggembalaan hewan ternak. Sedangkan tanaman lantana (Lantana cammara) mengalami kematian dikarenakan minimnya penyiraman yang diberikan pascapenanaman. Secara keseluruhan, permasalahan teknis yang dijumpai dalam pekerjaan penanaman lebih mengarah pada pemenuhan pekerjaan sesuai dengan kualitas dan ketetapan kerja dalam kontrak.
7.3. Peran Pengawasan Peran pengawasan yang dilaksanakan oleh konsultan pengawas lebih berpengaruh pada pemeriksaan kelengkapan dokumen administrasi dan gambar kerja pada masa pekerjaan pendahuluan. Sedangkan dalam masa penanaman, konsultan pengawas lebih berperan sebagai peredam dalam meminimalisasi dampak
dari
kekurangan
atau
kesalahan
yang
terjadi selama
proyek
berlangsung. Peran konsultan sebagai pengendali jalannnya proyek kurang dapat dirasakan karena keterbatasan wewenang yang dimiliki. Selain itu, konsultan pengawas dalam menjalankan fungsi pengawasan tidak dapat bersifat independen dalam menerapkan sanksi terhadap kelalaian yang dilakukan oleh kontraktor. Hal ini disebabkan karena adanya interfensi yang berasal dari pihak satgas. Setiap masukan, saran atau teguran yang diberikan oleh kepada kontraktor tidak dilaksanakan sepenuhnya. Hal ini dikarenakan pihak satgas dapat menerima pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh kontraktor walaupun dengan segala kekurangannya.