VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa peubah tertentu yang dampaknya ingin diketahui. Peubah yang diubah pada umumnya merupakan peubah kebijakan atau peubah yang karena proses tertentu dapat berubah dan dampaknya terhadap ekonomi rumahtangga petani ingin diketahui. Namun, sebelum dilakukan analisis ini, terlebih dahulu perlu dilakukan validasi model persamaan simultan.
8.1.
Hasil Validasi Model Ekonomi Rumahtangga Petani Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Validasi model bertujuan untuk mengetahui sejauh mana model yang
dibangun dapat menghasilkan nilai dugaan yang mendekati keadaan sebenarnya. Suatu model pada hakekatnya adalah suatu representasi dari dunia nyata yang disederhanakan, dimana model yang baik adalah model yang mampu menjelaskan fenomena di dunia nyata tersebut. Oleh karenanya, kriteria yang digunakan dalam validasi model pada penelitian ini pada dasarnya mengukur sejauh mana besaran hasil dugaan model mendekati besaran yang sebenarnya atau mendekati angka actual yang dinyatakan dalam besaran error atau kesalahan. Semakin kecil kesalahan, model yang dibangun semakin baik. Ukuran kesalahan dinyatakan dalam selisih antara besaran nilai aktual dengan besaran nilai dugaan, yang diformulasikan dalam bentuk kuadrat rata-rata (means squares error atau MSE) dan berbagai bentuk variasinya. Menurut besaran MSE, model yang baik akan menghasilkan MSE yang kecil. Validasi pada penelitian ini akan difokuskan pada
143
besaran koefisien U-Theil beserta dekomposisinya dan root mean squares percent error (RMSPE). Tabel 15 menyajikan hasil validasi model dalam ukuran RMSPE dan koefisien U-Theil untuk 38 peubah endogen. Validasi dilakukan masing-masing berdasarkan petani SITT dan petani Non SITT, karena simulasi model juga akan dilakukan pada masing-masing kelompok petani peserta program dan petani bukan peserta program. Hasil validasi dalam ukuran RMSPE menunjukkan hasil yang tidak baik karena pada petani peserta program hanya 4 peubah endogen yang menghasilkan nilai dibawah 100 persen atau hanya sekitar 10 persen dari total peubah endogen, sedangkan hal tersebut pada petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternakhanya mencapai sekitar 5 persen. Namun demikian, besaran ini belum dapat memberi pedoman dalam penggunaan model. Kriteria lain yang sering digunakan dalam validasi adalah koefisien U-Theil, dimana model yang baik akan menghasilkan koefisien U-Theil mendekati nol, sebaliknya jika mendekati satu, model dianggap kurang dapat menjelaskan data yang sebenarnya (Sitepu dan Sinaga, 2006). Hasil validasi menggunakan U-Theil dalam penelitian ini menggunakan besaran minimum dan maksimum serta patokan angka tertentu, yakni ≤ 0.50 (Kusnadi, 2005). Dari 38 peubah endogen yang diukur, masing-masing sebanyak 29 dan 26 peubah endogen yang mempunyai koefisien U-Theil ≤ 0.50 pada petani peserta program dan petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman ternak. Pada petani SITT, nilai koefisien U-Theil berkisar antara 0.1645 sampai dengan 0.6110, sedangkan hal tersebut pada petani Non SITT berkisar antara
144
0.2359 sampai dengan 0.7228. Dari angka-angka tersebut, hasil validasi menunjukkan kebaikan model secara relatif. Tabel 15. Root Mean Squares Percent Error dan Koefisien U-Theil Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pndapatn luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Petani SITT RMSPE (%) Koef U-Theil 602.1865 0.3973 836.2878 0.4710 592847 0.4421 442777 0.3008 344315 0.2246 14784 0.4533 74264 0.1875 462988 0.4166 316.816 0.3642 319592 0.4627 962734 0.5484 450130 0.6110 9071933 0.5271 8649456 0.4743 338963 0.3173 1397207 0.4079 2150903 0.3569 66908 0.5570 509.6228 0.4041 118.3451 0.2584 97.6451 0.3027 26132 0.5377 12497 0.3730 11228 0.5092 5545 0.3622 343722 0.1645 302.5301 0.2848 76.7440 0.2396 467.0636 0.4508 86.8238 0.2691 453258 0.3930 316504 0.5182 10480000 0.4750 26524000 0.5683 27004000 0.4219 68998600 0.6857 19675000 0.5915 35.4901 0.2291
Petani Non SITT RMSPE (%) Koef U-Theil 235.7476 0.3896 347.8842 0.4409 6819264 0.5378 3398210 0.3876 543120 0.3043 146431 0.5225 647751 0.3476 477868 0.4497 131.4615 0.3815 247854 0.4852 531934 0.5713 397828 0.5854 4955289 0.5289 13395686 0.5672 885562 0.4084 3246179 0.4307 4675453 0.4680 68585 0.6135 245.0610 0.4015 974310 0.4003 110.6305 0.2359 1902 0.4847 499895 0.4247 59349 0.7228 451.5718 0.2852 348084 0.2015 165.7983 0.2300 72.7624 0.2542 334.6690 0.4713 76.7624 0.2637 3351917 0.4050 164622 0.4842 92919600 0.4058 1157 0.6339 289.1227 0.3927 52076000 0.6290 14653000 0.5362 -
145
Dekomposisi terhadap nilai-nilai U-Theil menunjukkan hasil validasi secara lebih rinci seperti disajikan pada Tabel 16. Koefisien U-Theil didekomposisi menjadi tiga bagian, yakni proporsi bias (UM), proporsi varian (US) dan proporsi kovarian (UC). Model yang baik akan menghasilkan UM dan US mendekati nol, serta UC mendekati satu. Pada studi ini untuk memudahkan menilai hasil validasi tersebut dipergunakan patokan angka tertentu, yakni masing-masing untuk UM dan US adalah ≤ 0.10 (Kusnadi, 2005). Pada petani SITT terdapat 37 peubah endogen yang memiliki UM ≤ 0.10, dan untuk petani bukan peserta program terdapat 36 peubah endogen. Berdasarkan kriteria ini, secara keseluruhan kontribusi bias terhadap kesalahan (root mean squares error – RMSE) dugaan kecil, kecuali pada beberapa peubah endogen saja. Jika hasil simulasi secara rata-rata mendekati rata-rata nilai aktual, tidak terjadi bias atau UM akan sama dengan nol. Hasil penilaian validasi model dengan menggunakan kriteria US menunjukkan bahwa pada petani SITT hanya terdapat 6 peubah endogen yang memenhi standar ≤ 0.10, sedangkan hal tersebut pada petani Non SITT hanya terdapat 4 peubah endogen. Hal ini disebabkan karena studi ini menggunakan data cross section, sehingga variasi data tidak memiliki pola tertentu. Jika komponen UM dan US sebagaimana tersebut diatas, maka komponen UC sudah dapat diduga, karena komponen ini merupakan bagian dari dua komponen lainnya. Model yang baik akan menghasilkan UC mendekati satu, artinya UC menggambarkan bagian kesalahan yang tidak sistematis, atau yang tidak disebabkan oleh model.
146
Program validasi dan hasil simulasi kebijakan untuk keseluruhan skenario masing-masing disajikan dalam Lampiran 4 dan 5. Tabel 16. UM, US dan UC Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pndapatn luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
UM 0.061 0.043 0.000 0.016 0.016 0.006 0.075 0.000 0.067 0.078 0.051 0.015 0.045 0.005 0.011 0.017 0.002 0.001 0.036 0.025 0.019 0.053 0.006 0.005 0.025 0.000 0.025 0.016 0.005 0.015 0.056 0.033 0.000 0.043 0.006 0.000 0.007 0.747
Petani SITT US UC 0.212 0.727 0.181 0.776 0.537 0.463 0.350 0.634 0.597 0.388 0.705 0.289 0.591 0.334 0.673 0.327 0.169 0.764 0.185 0.737 0.332 0.617 0.595 0.390 0.298 0.657 0.413 0.582 0.502 0.487 0.550 0.433 0.446 0.552 0.711 0.289 0.225 0.739 0.401 0.573 0.049 0.933 0.057 0.890 0.309 0.685 0.147 0.848 0.034 0.941 0.035 0.965 0.010 0.965 0.245 0.739 0.400 0.595 0.227 0.758 0.381 0.564 0.195 0.065 0.433 0.433 0.403 0.554 0.417 0.577 0.631 0.368 0.478 0.515 0.091 0.162
Petani Non SITT UM US UC 0.112 0.396 0.491 0.085 0.319 0.597 0.003 0.675 0.323 0.170 0.310 0.520 0.031 0.693 0.276 0.010 0.712 0.277 0.152 0.615 0.233 0.000 0.630 0.370 0.097 0.327 0.576 0.117 0.446 0.437 0.086 0.558 0.356 0.042 0.635 0.323 0.087 0.448 0.465 0.001 0.535 0.465 0.077 0.507 0.416 0.225 0.307 0.468 0.052 0.455 0.494 0.019 0.692 0.289 0.089 0.275 0.636 0.120 0.468 0.412 0.000 0.040 0.960 0.058 0.201 0.741 0.149 0.253 0.598 0.016 0.426 0.559 0.003 0.052 0.945 0.001 0.065 0.934 0.002 0.085 0.913 0.015 0.387 0.598 0.001 0.408 0.592 0.010 0.297 0.693 0.093 0.604 0.303 0.053 0.297 0.638 0.012 0.342 0.646 0.058 0.439 0.503 0.002 0.306 0.692 0.001 0.612 0.387 0.015 0.332 0.653 -
147
Berdasarkan kriteria yang dikembangkan tersebut, dapat dinilai bahwa hasil validasi model secara keseluruhan kurang memuaskan, utamanya adalah dalam RMSPE. Namun demikian, terdapat beberapa kriteria penilaian yang cukup baik, seperti koefisien U-Theil. Peubah endogen biaya untuk cicilan kredit usaha sapi pada petani bukan peserta program diberi tanda titik baik untuk nilai RMSPE beserta dekomposisinya dan koefisien U-Theil. Hal ini disebabkan karena petani Non SITT tidak diberi kredit usaha sapi, dan angkanya adalah nol, sehingga pembagi yang mendekati nol diberi tanda titik.
8.2. Dampak Perubahan Harga Input dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumatangga Petani 8.2.1. Simulasi Dasar Prosedur validasi juga menghasilkan rata-rata nilai dugaan terhadap peubah-peubah endogen sebagaimana disajikan dalam Tabel 17 yang disebut sebagai nilai rata-rata simulasi dasar. Hal ini disajikan dengan mempertimbangkan nilai rata-rata dugaan peubah endogen untuk setiap skenario yang tidak ditampilkan kembali bagi petani SITT maupun Non SITT. Hasil simulasi masingmasing skenario langsung menyajikan nilai perbedaan dalam persen terhadap nilai rata-rata simulasi dasar ini. Simulasi kebijakan dilakukan berdasarkan petani SITT dan Non SITT, dimana dampak perubahan pada penelitian ini dipelajari dengan menggunakan persentase kenaikan dari kondisi awal yang sama untuk seluruh peubah kebijakan. Analisis juga dilakukan terhadap kombinasi lebih dari satu peubah kebijakan.
148
Tabel 17.
Rata-rata Hasil Simulasi Dasar Peubah Endogen Model Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT
Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Petani SITT 4 171 6 242 1 353 622.6443 718.7844 395.1769 326.7038 930.0149 36.7999 352.9645 159.6917 60.4314 1 500 2 088 133.5158 4 978 1 045 11.4826 1 858 494 3 844 184 23 194 834 8 349 963 6 185 195 171 508 16 148 841 4 960 910 21 109 751 5 073 224 1 946 008 7 019 232 1 218 5 024 543 345 156 762 700 107 67 751 197 840 159 522
Petani Non SITT 3 668 5 217 1 029 545.3020 717.0757 382.7491 328.3776 891.9041 32.6658 302.8002 134.6187 55.8453 1 136 1 802 133.2213 4 858 666.8835 7.8908 1 664 573 3 452 415 19 356 780 5 951 928 5 167 607 161 339 12 798 441 4 137 867 16 936 308 4 593 707 1 616 015 6 209 722 1 153 4 064 461 566 128 160 589 726 55 023 161 348 -
Perbedaan (%) 13.71 19.65 31.49 14.18 0.24 3.25 - 0.51 4.27 12.66 16.57 18.63 8.21 15.76 15.87 0.22 2.47 56.70 45.52 11.65 11.35 19.83 40.29 19.69 6.30 26.18 19.89 24.64 10.44 20.42 13.04 5.64 23.62 17.72 22.32 18.72 23.13 22.62 -
Tabel 17 menunjukkan bahwa perilaku ekonomi rumahtangga petani SITT memberikan nilai yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT, kecuali pada penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi. Hal ini diduga
149
disebabkan karena petani Non SITT belum mendapatkan bantuan kredit sapi dari pemerintah, sehingga pengelolaannya masih belum optimal dan produktivitas tenaga kerja keluarga pada usaha ini masih rendah. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi relatif besar, namun produksi sapi yang dihasilkan relatif lebih rendah dibandingkan dengan petani SITT. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha di luar usahataninya sendiri juga relatif lebih tinggi pada petani SITT dibandingkan dengan petani Non SITT. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga pada petani SITT dialokasikan dengan lebih baik untuk memperoleh pendapatan usaha yang relatif lebih besar. Rata-rata pendapatan total rumahtangga petani SITT hampir 25 persen lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Kontribusi terbesar pada perbedaan ini dikarenakan oleh pendapatan dari usaha padi dan sapi, yang masing-masing lebih besar 40 persen dan 20 persen dibandingkan dengan petani Non SITT. Pendapatan usaha kompos berbeda tidak terlalu besar, hanya sekitar 6 persen, namun jika dilihat dari aspek produksi, tampak bahwa produksi kompos pada petani SITT jauh lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT, yakni mencapai 32 persen. Hal ini disebabkan karena kompos yang diproduksi oleh petani masih bersifat subsisten, sehingga belum berorientasi komersial. Diharapkan ke depan, usaha kompos dapat menjadi cabang usaha yang diandalkan, sehingga memiliki nilai jual tinggi dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap total pendapatan rumahtangga petani.
150
8.2.2. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input Salah satu kebijakan yang sering dilakukan pemerintah adalah mengintervensi pasar dengan menentukan harga output dan harga input. Hal ini sering terjadi pada komoditas beras dengan menentukan harga dasar atau harga pembelian pemerintah, maupun pengaturan harga pupuk. Pada sistem integrasi tanaman ternak, dihasilkan tiga produk utama yakni produksi gabah, produksi sapi dan produksi kompos. Pada bagian ini dilakukan simulasi dengan 3 skenario, yakni (1) kenaikan harga gabah, harga sapi hidup dan harga kompos sebesar 10 persen, (2) kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen, dan (3) kombinasi kenaikan harga output dan harga input sebesar 10 persen. Harga input produksi padi meliputi harga benih padi, harga pupuk urea, harga pupuk SP-36, harga pupuk KCl, harga kompos dan harga obat/pestisida. Harga input produksi sapi adalah harga bakalan sapi, harga jerami segar, harga konsentrat dan harga obat. Harga input produksi kompos adalah harga kotoran ternak, harga probion, harga serbuk gergaji dan harga kapur. Dampak kenaikan ketiga harga output, harga input dan kombinasi keduanya antara petani SITT dan Non SITT disajikan pada Tabel 18. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengaruh kenaikan ketiga harga output secara umum menyebabkan kenaikan hampir seluruh peubah ekonomi rumahtangga disisi produksi, yaitu kegiatan usahatani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan memperbaiki harga output usahatani merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usahatani.
151
Tabel 18. Dampak Kenaikan Harga Output dan Harga Input terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%) Peubah Endogen
Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Pnggnaan TK kel padi Pnggnaan TK luar padi Pnggunan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit ushatani Cicilan kredit ushasapi
Skenario 1 SITT Non SITT 31.767 24.673 41.413 34.982 12.934 11.856 14.854 12.171 3.493 2.463 12.346 8.896 0.650 0.455 - 3.106 - 2.278 32.843 25.751 38.438 31.625 39.529 32.742 32.837 26.579 37.110 30.018 24.761 16.981 11.253 7.871 12.133 8.687 13.110 8.400 14.756 8.645 38.117 30.760 11.812 9.050 39.625 33.120 68.109 63.722 36.323 33.418 56.299 41.514 49.716 43.650 - 1.417 - 1.073 37.699 32.724 16.465 12.845 31.707 26.766 20.690 16.468 9.606 2.689 49.124 44.119 15.966 13.021 18.941 16.189 16.632 13.710 31.873 28.186 45.052 40.146 6.784 -
Skenario 2 SITT Non SITT - 17.022 - 17.312 - 20.282 - 21.698 - 5.174 - 5.902 - 15.548 - 16.696 - 4.131 - 3.826 - 8.960 - 8.393 - 0.168 - 0.341 7.260 7.085 - 14.242 - 14.026 - 16.688 - 16.972 - 21.803 - 23.351 - 23.040 - 23.134 - 21.825 - 23.011 - 22.222 - 23.751 - 17.569 - 16.657 - 13.760 - 13.359 - 11.986 - 17.966 - 7.124 - 8.663 - 14.177 - 14.727 - 8.017 - 8.654 - 16.314 - 17.124 - 24.880 - 29.373 - 20.200 - 22.182 - 2.742 - 1.802 - 20.200 - 22.775 8.354 7.843 - 13.891 - 14.999 - 6.589 - 6.390 - 12.146 - 12.755 - 8.130 - 8.046 - 9.770 - 8.933 - 22.830 - 25.320 - 5.913 - 6.010 - 3.224 - 3.233 - 5.311 - 5.406 - 11.375 - 12.398 - 20.935 - 23.030 - 2.828 -
Skenario 3 SITT Non SITT 12.491 6.379 18.440 12.057 6.282 4.762 0.163 - 5.543 1.387 - 1.570 2.087 - 0.317 0.752 0.593 4.468 4.998 14.854 9.106 16.279 10.165 13.577 6.389 1.605 - 4.203 11.407 4.225 7.663 0.721 0.178 - 9.511 0.402 - 5.476 0.096 - 4.898 6.078 4.934 21.692 14.692 3.572 0.352 19.131 12.924 36.584 29.394 10.992 6.535 25.125 19.216 23.300 16.415 6.956 7.971 19.459 14.352 8.313 5.481 16.201 11.591 10.500 7.071 0.823 0.098 25.261 17.815 8.102 5.549 13.463 11.230 9.303 6.783 18.136 14.421 21.713 16.202 3.179 -
Keterangan: Skenario 1: Kenaikan harga gabah, sapi hidup dan kompos sebesar 10 persen Skenario 2: Kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen Skenario 3: Kombinasi kenaikan harga output dan harga input sebesar 10 persen
152
Hasil simulasi pada skenario 1 bagi petani SITT menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output berupa gabah, kompos dan sapi akan meningkatkan ketiga produksi tersebut, penggunaan tenaga kerja dan luar keluarga serta pendapatan total. Produksi padi, kompos dan sapi masing-masing meningkat sebesar 41 persen, 13 persen dan 14.8 persen. Peningkatan produksi padi diakibatkan karena meningkatnya luas areal panen padi sebesar 31.8 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, serta permintaan tenaga kerja luar keluarga juga akan meningkat masing-masing sebesar 3.4 persen, 0.65 persen dan 12.3 persen, serta menurunkan jumlah curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh sebesar 3.1 persen. Hal ini sangat relevan mengingat semakin tinggi luas areal panen padi yang diusahakan akan semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan. Bagi petani Non SITT hasil skenario ini menunjukkan bahwa peningkatan 10 persen harga output berupa gabah, kompos dan sapi akan meningkatkan ketiga produksi tersebut, penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga serta pendapatan total. Produksi padi, sapi dan kompos masing-masing meningkat sebesar 35 persen, 12.1 persen dan 11.8 persen. Peningkatan produksi padi diakibatkan karena meningkatnya luas areal panen padi sebesar 24.6 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan sapi, serta permintaan tenaga kerja luar keluarga juga meningkat masing-masing sebesar 2.5 persen, 0.4 persen dan 8.9 persen, serta menurunkan jumlah curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha buruh sebesar 2.3 persen. Pendapatan usaha tani meningkat sebesar 43.6 persen yang diakibatkan karena meningkatnya pendapatan usaha padi, sapi
153
dan kompos berturut-turut sebesar 63.7 persen, 33 persen dan 41.5 persen. Secara keseluruhan, pendapatan total keluarga petani meningkat sebesar 32.7 persen. Memperhatikan angka-angka tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak kenaikan 10 persen harga output usahatani pada petani peserta program sistem integrasi tanaman-ternak relatif lebih besar dibandingkan dengan petani yang bukan peserta program. Hasil ini konsisten untuk seluruh aktivitas ekonomi rumahtangga petani, baik keputusan produksi maupun konsumsi. Pada struktur pengeluaran bagi petani SITT, skenario ini meningkatkan konsumsi pangan dan non pangan, masing-masing sebesar 16.5 persen dan 31.7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi berturut-turut meningkat sebanyak 16 persen dan 19 persen. Pengeluran rumahtangga petani berupa tabungan dan cicilan kredit untuk usaha padi dan usaha sapi juga meningkat, masing-masing sebesar 31.8 persen, 45 persen dan 6.8 persen. Hasil serupa juga dinyatakan oleh Kusnadi (2005) bahwa pengaruh kenaikan harga output secara umum menyebabkan kenaikan hampir seluruh peubah ekonomi rumahtangga pada kegiatan usahatani. Sawit (1993) juga menyatakan bahwa kenaikan harga beras akan meningkatkan pendapatan keluarga, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah beras yang dijual di pasar. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada struktur pengeluaran menunjukkan bahwa konsumsi pangan dan non pangan masing-masing meningkat sebesar 12.8 persen dan 26.8 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi berturut-turut meningkat sebanyak 13 persen dan 16.2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi sebagai dampak kenaikan harga
154
output mengalami arah yang sesuai dengan kondisi yang terjadi pada petani peserta program sistem integrasi tanaman ternak, hanya besaran yang berbeda. Bagi petani SITT hasil simulasi pada skenario 2 yang merupakan perubahan dalam peningkatan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain sebagai buruh tani maupun buruh non pertanian. Produksi padi, sapi dan kompos mengalami penurunan masingmasing sebesar 20.2 persen, 5.2 persen dan 15.5 persen, dimana penurunan produksi padi diakibatkan karena luas areal panen padi yang menurun sebesar 17 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan sapi serta permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi juga mengalami penurunan, berturut-turut sebesar 4 persen, 0.2 persen dan 8.4 persen. Pendapatan usaha padi, sapi dan kompos juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan total keluarga petani sebesar 13.9 persen. Hasil serupa juga diperoleh pada struktur pengeluaran rumahtangga petani, dimana seluruh komponen pengeluaran juga mengalami penurunan. Konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 6.6 persen dan 12 persen, sedangkan investasi sumberdaya dan produksi turun masing-masing sebesar 6 persen dan 3.2 persen. Hasil serupa diperoleh bagi petani Non SITT. Pada skenario dimana harga input produksi padi, sapi dan kompos naik sebesar 10 persen juga mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain di luar usahataninya sendiri. Produksi padi, sapi dan kompos mengalami penurunan masing-masing sebesar 21.7 persen, 15.5 persen
155
dan 5.2 persen, dimana penurunan produksi padi disebabkan menurunnya luas areal panen padi sebesar 17.3 persen. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi serta permintaan tenaga kerja luar keluarga untuk usaha padi juga mengalami penurunan, berturut-turut sebesar 3.8 persen dan 8.4 persen. Pendapatan usaha padi, sapi dan kompos juga mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan total keluarga petani sebesar 15 persen. Hasil serupa juga diperoleh pada struktur pengeluaran rumahtangga petani, dimana seluruh komponen pengeluaran juga mengalami penurunan. Konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 6 persen dan 12.8 persen, sedangkan investasi sumberdaya dan produksi turun masing-masing sebesar 6 persen dan 3.2 persen. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan harga input produk usahatani direspon lebih besar bagi petani Non SITT, sehingga kinerja ekonomi rumahtangga petani turun lebih besar dibandingkan dengan petani SITT. Secara umum dapat dinyatakan bahwa peningkatan harga input akan menurunkan hampir semua peubah pada kegiatan produk usahatani sehingga menurunkan baik pendapatan
maupun
pengeluaran
rumahtangga
petani.
Kusnadi
(2005)
menunjukkan bahwa pada kondisi pasar persaingan tidak sempurna, perubahan harga input atau harga output menghasilkan efek artikulasi pada ekonomi rumahtangga petani yang mengindikasikan adanya hubungan simultan yang kompleks antara keputusan produksi dan keputusan konsumsi. Pada kondisi ini, perilaku ekonomi rumahtangga petani lebih responsif pada perubahan harga output dibandingkan terhadap perubahan harga input.
156
Hasil simulasi pada skenario 3 yang menyajikan alternatif perubahan kombinasi dari kenaikan harga output dan kenaikan harga input produksi bagi petani SITT menunjukkan bahwa semua kegiatan rumahtangga petani mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa bagi petani SITT peningkatan harga input produksi yang sama dengan peningkatan harga output masih memberikan nilai positif bagi kegiatan rumahtangganya. Skenario ini menggambarkan upaya yang rasional karena peningkatan harga output di sisi produsen akan diimbangi juga dengan peningkatan harga input, sehingga terjadi trade off. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada skenario 3 ini belum memberikan hasil yang postif bagi seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Hasil simulasi menunjukkan bahwa produksi padi dan kompos meningkat masingmasing sebesar 12 persen dan 4.7 persen, dimana peningkatan produksi padi diakibatkan karena terjadinya peningkatan luas areal panen padi sebesar 6.4 persen. Sebaliknya, produksi sapi mengalami penurunan sebesar 5.5 persen, seiring dengan menurunnya jumlah permintaan input produksi sapi seperti jumlah bakalan sapi, jumlah jerami segar dan jumlah konsentrat masing-masing sebesar 9.5 persen, 5.5 persen dan 4.9 persen. Skenario ini menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi pada besaran yang sama bagi petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman-ternak belum memberikan hasil yang positif bagi usaha sapi, meskipun secara keseluruhan pendapatan total keluarga petani masih meningkat. Dapat dinyatakan bahwa kenaikan harga input produksi yang sama besarnya dengan kenaikan harga output belum memberikan hasil yang baik bagi kegiatan ekonomi rumahtangga petani bukan peserta program sistem integrasi tanaman ternak.
157
Heatubun (2001) menyatakan bahwa program pemberdayaan petani multikomoditi dinyatakan berhasil dari sisi tepat sasaran, sesuai agro ekosistem setempat, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Skala usaha, produksi dan marketable surplus masing-masing usaha inelastis terhadap peubah harga. Usaha tanaman pangan kurang berorientasi pasar dan lebih bersifat subsisten, sedangkan pada usaha tanaman perkebunan meskipun sudah berorientasi pasar namun marketable surplusnya bersifat inelastis terhadap harga. Selanjutnya Basit (1996) melaporkan bahwa keputusan petani untuk mengadopsi teknologi sangat ditentukan oleh luas lahan yang dikuasai, tenaga kerja, status penguasaan lahan, frekuensi penyuluhan dan keikutsertaan petani dalam program tersebut. Petani berlahan sempit lebih responsif terhadap teknologi usahatani yang diterapkan dibandingkan dengan petani dengan lahan lebih luas. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang terlibat, semakin kuat status penguasaan lahan dan semakin tinggi frekuensi penyuluhan berdampak pada semakin besarnya peluang petani untuk mengadopsi teknologi. Keragaan usahatani ditentukan oleh kualitas penerapan teknologi, pendapatan non usahatani, harga output dan upah tenaga kerja. Kualitas penerapan teknologi merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap keragaan usahatani, khususnya terhadap produksi dan pendapatan, dimana kualitas penerapan teknologi sangat ditentukan oleh intensitas penyuluhan dan ketersediaan modal.
8.3. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga Jumlah kredit yang diterima petani merupakan permintaan kredit untuk usaha padi dan usaha sapi. Petani SITT menerima jumlah kredit untuk pembelian bakalan sapi selama tiga tahun. Jumlah kredit ini merupakan salah satu sumber
158
dana bagi ekonomi rumahtangga petani yang pada umumnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sarana input produksi usaha padi dan pengadaan sapi bakalan. Biaya cicilan untuk membayar kredit ini, yang merupakan komponen pengeluaran rumahtangga petani, ternyata dipengaruhi oleh masing-masing tingkat suku bunga. Skenario 4 pada penelitian ini menganalisis dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT. Skenario 5 menganalisis dampak kenaikan masing-masing tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT. Bagi petani Non SITT, hasil simulasi pada peubah biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi menjadi tidak relevan. Hal ini disebabkan karena petani tersebut tidak memperoleh kredit usaha sapi, sehingga tidak membayar cicilan tersebut dan nilainya menjadi nol. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan jumlah kredit usahatani bagi petani SITT dan Non SITT akan meningkatkan kegiatan ekonomi rumahtangga petani baik produksi, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran (Tabel 19). Curahan tenaga kerja keluarga turun dalam jumlah yang relatif kecil, masingmasing 0.1 persen dan 0.04 persen bagi petani SITT dan Non SITT. Menurunnya curahan kerja keluarga pada usaha lain direspon searah dengan menurunnya pendapatan dari luar usahatani sendiri, masing-masing sebesar 0.04 persen dan 0.02 persen bagi petani SITT dan Non SITT.
159
Tabel 19. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Tingkat Suku Bunga terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%) Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar ushatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 4 SITT Non SITT 1.247 0.763 1.474 0.958 0.370 0.194 1.463 0.170 0.107 0.043 0.413 0.137 0.020 0.008 - 0.095 - 0.040 1.331 1.016 1.147 0.538 1.316 0.509 1.205 0.861 1.521 0.968 1.102 0.388 0.412 0.121 0.422 0.144 3.349 0.221 3.503 0.231 1.291 0.674 1.172 0.139 1.334 0.506 1.642 1.203 1.646 0.190 0.882 0.325 1.489 0.641 - 0.043 - 0.020 1.129 0.479 0.511 0.238 0.965 0.440 0.637 0.291 0.739 0.260 1.632 1.156 0.472 0.173 0.566 0.235 0.493 0.186 1.026 0.638 1.498 1.050 0.203 -
Skenario 5 SITT Non SITT - 0.240 - 0.191 - 0.304 - 0.230 - 0.148 - 0.097 - 0.066 - 0.044 - 0.031 - 0.019 - 0.059 - 0.036 - 0.006 - 0.004 0.027 0.018 - 0.307 - 0.216 - 0.374 - 0.274 - 0.199 - 0.140 - 0.154 - 0.100 - 0.152 - 0.088 - 0.192 - 0.111 - 0.054 - 0.032 - 0.060 - 0.021 - 0.096 - 0.056 - 0.068 - 0.058 - 1.130 - 0.489 - 0.789 - 0.037 - 0.178 - 0.124 - 0.688 - 0.752 - 0.293 - 0.049 - 0.275 - 0.182 - 0.471 - 0.372 0.012 0.009 - 0.357 - 0.279 - 0.141 - 0.097 - 0.287 - 0.216 - 0.181 - 0.128 - 0.246 - 0.173 - 0.318 - 0.246 - 0.156 - 0.115 - 0.180 - 0.138 - 0.162 - 0.120 - 0.241 - 0.184 13.756 16.895 8.571 -
Keterangan: Skenario 4: Kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT Skenario 5: Kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT
160
Peningkatan kinerja ekonomi rumahtangga petani pada skenario ini relatif kecil, bervariasi mulai dari 0.2 persen sampai 3.5 persen, dimana nilai-nilai yang diperoleh dari hasil simulasi bagi petani SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani Non SITT. Hasil ini cukup beralasan mengingat kenaikan jumlah kredit mempengaruhi terhadap jumlah permintaan input produksi usaha padi dan usaha sapi yang pada akhirnya akan mempengaruhi terhadap masing-masing produksi. Secara empiris dapat dinyatakan bahwa produksi usaha ini relatif lebih besar pada petani SITT dibandingkan dengan petani Non SITT. Tingkat suku bunga kredit usaha padi dan usaha sapi secara langsung mempengaruhi terhadap biaya untuk membayar cicilan kredit usaha tersebut dan tergantung dari besar kecilnya jumlah kredit yang diterima oleh petani. Kenaikan tingkat suku bunga masing-masing sebesar 10 persen, sebagaimana disajikan dalam skenario 5, menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami penurunan kecuali pada curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain sebagai buruh tani maupun non pertanian dan biaya untuk membayar cicilan kredit tersebut. Kenaikan suku bunga kredit usaha padi akan meningkatkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha tersebut dengan persentase yang cukup besar, yakni sekitar 13.7 persen dan 16.9 persen masingmasing bagi petani SITT dan Non SITT. Hal ini disebabkan karena peubah cicilan kredit usaha padi memang elastis terhadap suku bunga kredit usaha tersebut. Dampak yang paling nyata terlihat akibat kenaikan tingkat suku bunga kredit adalah menurunnya biaya sarana usaha padi dan usaha sapi karena menurunnya jumlah permintaan input produksi. Pendapatan total rumahtangga petani menurun karena produksi usaha padi rata-rata turun sebesar 0.3 persen.
161
Dampak simultan dari kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani ternyata mampu menekan penggunaan input usahatani, sehingga pada gilirannya menyebabkan produksi usaha padi dan usaha sapi menurun. Hasil serupa diperoleh Kusnadi (2005) yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga kredit akan menurunkan penggunaan pupuk urea dan SP-36, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produk usahatani tanaman pangan dan penerimaan total usahatani.
8.4. Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi Jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani secara langsung terkait dengan permintaan input produksi baik untuk usaha padi maupun usaha sapi. Oleh karena itu, penelitian ini ingin menganalisis dampak dari kenaikan jumlah kredit usahatani dan harga input produksi secara simultan. Namun kenaikan jumlah kredit untuk usaha sapi dan tingkat suku bunganya tidak relevan untuk dibahas bagi petani Non SITT yang tidak memperoleh kredit usaha sapi. Oleh karenanya petani kelompok ini hanya akan dianalisis untuk dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dengan tingkat suku bunga. Hal ini masing-masing diterjemahkan dalam tiga skenario, yaitu (1) jumlah kredit usaha padi naik 75 persen dan harga input produksi padi naik 5 persen (Skenario 6), (2) jumlah kredit usaha sapi naik 75 persen dan harga input produksi sapi naik 5 persen (Skenario 7), serta (3) kombinasi dari jumlah kredit usahatani naik 75 persen serta harga input produksi padi dan sapi naik masing-masing sebesar 5 persen (Skenario 8). Skenario 7 dan 8 hanya berlaku bagi petani peserta program sistem integrasi tanaman ternak. Hasil simulasi pada skenario 6 menunjukkan bahwa pendapatan total bagi petani Non SITT relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani SITT (Tabel 20).
162
Hal ini disebabkan karena kenaikan luas areal panen padi yang lebih tinggi, sehingga kenaikan produksi padi pada kelompok petani ini mencapai 4.4 persen, sedangkan hal tersebut bagi petani SITT hanya mencapai 1.1 persen. Dampak kenaikan jumlah kredit usahatani dan harga input produksi juga menyebabkan peningkatan jumlah permintaan input produksi untuk usaha padi. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga input produksi dapat dibiayai dari peningkatan jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani. Kebutuhan memenuhi permintaan input produksi merupakan kebutuhan uang tunai yang dapat dialokasikan dari penyediaan kredit usahatani. Hampir serupa dengan dampak pada kombinasi kenaikan jumlah kredit usaha padi dan harga input produksi, hasil simulasi untuk kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi (skenario 7) menyebabkan seluruh aktivitas ekonomi rumahtangga petani SITT meningkat, kecuali pada curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Hal ini cukup beralasan karena penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi dan usaha sapi meningkat, sehingga alokasi tenaga kerja keluarga untuk bekerja diluar usahatani sendiri menjadi berkurang. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi mengakibatkan kenaikan produksi sapi sebesar 3 persen. Hal ini menyebabkan meningkatnya pendapatan usaha sapi yang pada akhirnya pendapatan total rumahtangga petani juga naik.
163
Tabel 20.
Dampak Kenaikan Jumlah Kredit dan Harga Input Produksi terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen
Skenario 6 SITT Non SITT 1.103 3.517 1.128 4.409 2.074 0.680 0.248 0.209 0.053 0.184 0.221 0.643 0.010 0.034 - 0.048 - 0.170 2.943 6.344 1.333 3.200 0.128 1.264 0.224 1.239 1.597 4.577 0.048 1.052 0.202 0.568 0.221 0.638 0.191 1.039 0.266 1.081 3.940 6.120 0.207 0.644 0.718 2.387 0.592 4.622 0.237 0.211 12.331 10.473 0.528 2.640 - 0.022 - 0.090 0.399 1.973 0.286 1.036 0.435 1.868 0.328 1.253 0.246 1.214 1.368 5.315 0.153 0.693 0.196 0.964 0.146 0.752 0.788 2.875 1.408 4.839 0.072 -
Skenario 7 SITT 1.199 1.410 0.370 2.984 0.103 0.611 0.019 - 0.092 0.962 0.971 1.909 1.250 1.825 1.676 0.115 0.100 19.426 22.604 1.467 5.454 2.018 1.631 1.512 0.813 1.431 - 0.043 1.085 0.491 0.928 0.612 0.739 1.572 0.454 0.544 0.474 0.986 1.440 0.195
Skenario 8 SITT 2.277 2.691 2.443 3.223 0.155 0.830 0.029 - 0.138 3.893 2.290 1.716 0.972 3.411 0.335 1.813 0.321 19.713 22.868 5.464 5.670 2.729 2.195 1.740 13.175 1.941 - 0.065 1.470 0.772 1.352 0.933 0.985 3.105 0.580 0.734 0.614 1.765 2.837 0.265
Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunaan TK kel padi Penggunaan TK luar padi Penggunaan TK kel sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi Keterangan: Skenario 6: Kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 75 persen dan harga input produksi padi sebesar 5 persen Skenario7: Kenaikan jumlah kredit usaha sapi sebesar 75 persen dan harga input produksi sapi sebesar 5 persen bagi petani SITT Skenario8: Kenaikan kombinasi jumlah kredit sebesar 75 persen dan harga input produksi sebesar 5 persen bagi petani SITT
164
Dampak yang diperoleh dari hasil simulasi pada skenario 6 dan 7 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi rata-rata memberikan besaran yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kenaikan jumlah kredit usaha padi dan harga input produksi padi. Hal ini disebabkan karena permintaan bakalan sapi sangat responsif terhadap harga bakalannya, sehingga petani akan merespon lebih besar akibat kenaikan harga input produksi sapi, dalam hal ini adalah bakalan sapi. Kenaikan jumlah kredit usaha sapi dan harga input produksi sapi mengakibatkan meningkatnya permintaan konsentrat yang cukup besar, yakni sekitar 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi realokasi anggaran bagi rumahtangga petani yang memutuskan untuk membiayai permintaan konsentrat dengan harga yang meningkat jika terjadi kenaikan jumlah kredit. Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa permintaan kredit usaha sapi berpengaruh nyata terhadap penggunaan konsentrat dalam usaha sapi. Dampak kenaikan kombinasi antara jumlah kredit usahatani (padi dan sapi) dengan harga input produksinya disajikan secara rinci pada skenario 8. Hasil simulasi hampir serupa dengan skenario 7 dari segi arah, hanya besarannya yang relatif lebih besar. Dampak simultan dari peningkatan jumlah kredit usahatani dan harga input produksi mampu meningkatkan penggunaan input usahatani, sehingga pada gilirannya menyebabkan kenaikan produksi padi, sapi dan kompos. Hal ini akan mengakibatkan penerimaan usahatani meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani, meskipun dalam persentase yang relatif kecil. Pendapatan dari usaha kompos menunjukkan kenaikan yang
165
cukup besar, yakni sekitar 13 persen, meskipun konstribusi pendapatan ini terhadap pendapatan total rumahtangga petani relatif kecil. Adanya perubahan dalam struktur pendapatan rumahtangga akan berdampak pada alokasi struktur pengeluaran rumahtangga. Pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan meningkat, sehingga konsumsi total naik sekitar 1 persen. Demikian pula halnya dengan pengeluaran untuk investasi sumberdaya dan investasi produksi. Rumahtangga petani juga masih mampu untuk menyisihkan sebagian uang tunai untuk tabungan yang meningkat sekitar 1.8 persen. Demikian pula halnya dengan biaya untuk membayar cicilan usahatani, dimana peningkatannya pada usaha padi relatif lebih besar dibandingkan dengan usaha sapi. Hal ini cukup beralasan karena semakin tinggi jumlah kredit yang diterima petani, akan semakin besar biaya untuk membayar cicilan tersebut.
8.5 Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output Sebagaimana diketahui bahwa dampak perubahan tingkat suku bunga akan terkait dengan biaya untuk membayar cicilan kredit yang secara langsung tergantung dari besar kecilnya jumlah kredit usahatani yang diterima oleh petani. Hal ini akan mempengaruhi terhadap distribusi struktur pengeluaran rumahtangga petani, sedangkan di sisi lain perubahan harga output akan berdampak terhadap perubahan struktur pendapatan rumahtangga petani. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis dampak dari kenaikan tingkat suku bunga kredit usahatani dan harga output produksi secara simultan. Namun kenaikan tingkat suku bunga untuk usaha sapi tidak relevan untuk dibahas bagi petani bukan peserta program yang tidak memperoleh kredit usaha sapi. Oleh karenanya petani kelompok ini hanya akan dianalisis untuk dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga
166
output. Hal ini masing-masing diterjemahkan dalam tiga skenario, yaitu (1) tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah naik sebesar 10 persen (Skenario 9), (2) tingkat suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup naik sebesar 10 persen (Skenario 10), serta (3) kenaikan kombinasi tingkat suku bunga serta harga gabah dan harga sapi hidup naik 10 persen (Skenario 11). Skenario 10 dan 11 hanya berlaku bagi petani SITT. Kenaikan suku bunga usaha padi secara langsung menyebabkan kenaikan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha padi yang diterima oleh petani sampai 45 persen. Di sisi lain, kenaikan harga gabah secara langsung akan mempengaruhi terhadap produksi padi dan konsumsi gabah. Hasil simulasi skenario 9 menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga kredit usaha padi akan direspon oleh peningkatan jumlah permintaan produksi padi yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi padi sebesar 26.8 persen. Kenaikan produksi padi ini juga diakibatkan oleh kenaikan harga gabah, sehingga berdampak secara simultan dengan hubungan yang positif. Rata-rata permintaan input produksi padi meningkat dari kisaran 16 persen sampai 23 persen, yang mengakibatkan kenaikan biaya sarana padi sebesar 23.6 persen. Kenaikan harga gabah akan menyebabkan peningkatan penerimaan usaha padi, sehingga pendapatan padi meningkat sampai 49 persen. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan total rumahtangga petani menjadi 22 persen (Tabel 21). Hasil simulasi pada skenario 9 juga menunjukkan bahwa terjadi realokasi distribusi pengeluaran rumahtangga petani yang secara tidak langsung terkait dengan perubahan struktur pendapatan yang meningkat. Konsumsi pangan dan non pangan masing-masing meningkat sebesar 10 persen dan 19 persen, sehingga
167
konsumsi total naik menjadi 12.7 persen. Investasi sumberdaya naik sebesar 9.2 persen, sedangkan investasi produksi usahatani justru meningkat lebih besar, yakni mencapai 11 persen yang mengakibatkan investasi total meningkat sebesar 9.6 persen. Hal ini cukup beralasan karena investasi produksi dipengaruhi secara langsung oleh pendapatan usahatani, sehingga pada saat pendapatan usahatani meningkat akan direspon lebih besar. Dalam ukuran besaran, hasil simulasi skenario 9 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh bagi petani SITT lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT dengan arah yang sama. Dampak dari kenaikan suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup sebesar 10 persen (Skenario 10) menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami peningkatan, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha lain sebagai buruh tani dan buruh non pertanian. Penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi dan usaha sapi meningkat, sehingga alokasi tenaga kerja keluarga untuk usaha lain menjadi berkurang. Dengan meningkatnya kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi yang semakin besar akibat permintaan kredit yang tinggi. Di sisi lain, kenaikan jumlah permintaan kredit usaha sapi menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi yang pada akhirnya produksi sapi juga meningkat. Dampak kenaikan harga sapi hidup juga akan mendorong petani untuk mengambil keputusan guna meningkatkan produksi sapi, sehingga kenaikan secara simultan ini menyebabkan produksi sapi meningkat sebesar 6 persen. Pendapatan usaha sapi meningkat sebesar 24.3 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 13.8 persen.
168
Tabel 21. Dampak Kenaikan Tingkat Suku Bunga dan Harga Output terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunan TK keluarga padi Penggunaan TK luar padi Penggunan TK keluarga sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 9 SITT Non SITT 19.540 26.850 7.539 8.176 2.128 7.293 0.396 - 1.892 19.280 21.897 23.396 16.359 21.977 19.684 6.647 7.172 7.751 8.708 23.625 6.981 23.356 49.154 9.326 16.797 29.166 - 0.861 22.110 10.194 19.073 12.655 0.247 33.678 9.186 11.095 9.613 20.857 44.940 3.980
15.349 23.270 6.900 6.472 1.506 5.221 0.278 - 1.393 14.964 17.602 19.265 12.321 17.694 15.816 4.619 5.105 6.939 4.978 19.510 5.303 19.379 47.705 7.431 12.408 25.342 - 0.655 18.991 8.029 16.089 10.126 0.086 31.422 7.354 9.379 7.794 18.938 45.712
-
Skenario 10 SITT 11.748 13.986 4.582 5.914 1.202 4.372 0.224 - 1.069 11.647 13.175 13.975 9.689 13.156 11.830 3.986 4.299 4.689 5.231 12.850 4.544 14.062 15.935 24.252 10.242 17.637 - 0.483 13.378 5.586 11.024 7.094 9.360 15.107 5.751 6.731 5.970 10.277 13.856 11.042
Skenario 11 SITT 35.345 45.322 13.599 15.656 3.715 13.061 0.691 - 3.304 34.665 39.305 41.833 29.143 39.316 35.345 11.906 12.836 13.876 15.608 40.523 12.858 41.906 73.353 37.116 30.243 52.466 - 1.508 39.782 17.572 33.633 22.025 11.084 53.623 16.782 19.982 17.498 34.428 63.234 15.795
Keterangan: Skenario 9: Kenaikan suku bunga usaha padi dan harga gabah sebesar 10 persen Skenario10: Kenaikan suku bunga usaha dan harga sapi hidup sebesar 10 persen bagi petani SITT Skenario11: Kenaikan kombinasi suku bunga dan harga gabah serta sapi hidup sebesar 10 persen bagi petani SITT
169
Dari
sisi
pengeluaran,
rumahtangga
petani
juga
merealokasikan
anggarannya sehingga konsumsi pangan dan non pangan meningkat masingmasing sebesar 5.6 persen dan 11.5 persen. Konsumsi total meningkat sebesar 7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi juga meningkat masingmasing sebesar 5.8 persen dan 6.7 persen yang menghasilkan kenaikan investasi total sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani memutuskan untuk merealokasikan anggarannya kepada kegiatan yang bersifat jangka panjang dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan produktivitas usahatani. Dengan meningkatnya kenaikan tingkat suku bunga akan menyebabkan biaya untuk membayar cicilan kredit usaha sapi yang semakin besar akibat permintaan kredit yang tinggi. Di sisi lain, kenaikan jumlah permintaan kredit usaha sapi menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi yang pada akhirnya produksi sapi juga meningkat. Dampak kenaikan harga sapi hidup juga akan mendorong petani untuk mengambil keputusan guna meningkatkan produksi sapi, sehingga kenaikan secara simultan ini menyebabkan produksi sapi meningkat sebesar 6 persen. Pendapatan usaha sapi meningkat sebesar 24.3 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 13.8 persen. Dari
sisi
pengeluaran,
rumahtangga
petani
juga
merealokasikan
anggarannya sehingga konsumsi pangan dan non pangan meningkat masingmasing sebesar 5.6 persen dan 11.5 persen. Konsumsi total meningkat sebesar 7 persen. Investasi sumberdaya dan investasi produksi juga meningkat masingmasing sebesar 5.8 persen dan 6.7 persen yang menghasilkan kenaikan investasi total sebesar 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani
170
memutuskan untuk merealokasikan anggarannya kepada kegiatan yang bersifat jangka panjang dalam upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan produktivitas usahatani. Hasil simulasi pada skenario 11 yang merupakan kombinasi kenaikan tingkat suku bunga usahatani (padi dan sapi) serta harga gabah dan sapi hidup sebesar 10 persen secara umum tidak berbeda dengan skenario sebelumnya, dari segi arah. Besaran yang diperoleh pada skenario ini relatif lebih besar dibandingkan dengan dua skenario sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani mengalami peningkatan yang cukup besar. Produksi padi meningkat sebesar 45 persen yang menyebabkan kenaikan penerimaan usaha padi, sehingga pendapatan padi naik sebesar 73.4 persen. Suatu kenaikan yang sangat berarti, sehingga pendapatan usahatani meningkat sebesar 52.5 persen dan pendapatan total rumahtangga petani naik sebesar 39.8 persen. Hasil simulasi pada skenario 9, 10 dan 11 menunjukkan perubahan yang rasional di lapang, karena aplikasi dari kebijakan pemerintah pada umumnya tidak dilakukan secara tunggal. Pada saat pemerintah menerapkan harga pembelian untuk gabah, misalnya, terjadi juga pengaturan harga eceran tertinggi untuk pupuk. Oleh karena itu, perencanaan pembuatan kebijakan sebaiknya memang tidak dilakukan dengan instrument kebijakan tunggal, tetapi dilakukan dengan kombinasi secara simultan agar lebih mudah dalam implementasi di lapang.
171
8.6. Dampak Kenaikan Upah dan Curahan Tenaga Kerja Keluarga di Luar Usahatani Pendapatan usaha di luar usahatani berasal dari usaha tetap kepala keluarga dan istri serta pendapatan buruh tani dan buruh non pertanian yang secara langsung terkait dengan pendapatan total rumahtangga petani. Pendapatan buruh terdiri atas komponen curahan tenaga kerja keluarga dan upah tenaga kerja. Rata-rata kontribusi pendapatan ini terhadap pendapatan total mencapai 26 persen untuk seluruh kabupaten. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis dampak dari kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani terhadap ekonomi rumahtangga petani sebesar 10 persen. Hal ini disajikan dalam Skenario 12 masing-masing bagi petani SITT dan Non SITT. Hasil simulasi pada skenario 12 menunjukkan bahwa terjadi realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga yang menurun sebesar 4.8 persen pada usaha padi dan meningkat sebesar 0.6 persen pada usaha sapi (Tabel 22). Hal ini berdampak pada peningkatan pendapatan luar usahatani sebesar 10.7 persen dan pendapatan total rumahtangga petani menurun sebesar 1.4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan di luar usahatani tidak dapat mengkompensasi pendapatan dari usahatani. Seluruh kegiatan usahatani yang dilakukan mengalami penurunan, bahkan produksi padi turun sebesar 7 persen bagi petani SITT dan 10 persen bagi petani Non SITT. Pendapatan di luar usahatani sendiri berpengaruh positif terhadap curahan tenaga kerja keluarga untuk usaha lain. Semakin besar pendapatan yang diperoleh, rumahtangga petani akan meningkatan curahan tenaga kerja keluarga ini, sehingga penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi menurun.
172
Tabel 22.
Dampak Kenaikan Pendapatan Usaha di Luar Usahatani terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT (%)
Peubah Endogen Luas areal panen padi Produksi padi Produksi kompos Produksi sapi Penggunan TK keluarga padi Penggunaan TK luar padi Penggunan TK keluarga sapi Curahan TK keluarga Jumlah benih padi Jumlah pupuk urea Jumlah pupuk SP-36 Jumlah pupuk KCl Jumlah obat/pestisida Jumlah kompos Jumlah bakalan sapi Jumlah jerami segar Jumlah konsentrat Jumlah obat sapi Biaya sarana padi Biaya sarana sapi Penerimaan usahatani Pendapatan padi Pendapatan sapi Pendapatan kompos Pendapatan usahatani Pendapatan luar usahatani Pendapatan total Konsumsi pangan Konsumsi non pangan Konsumsi total Konsumsi gabah Surplus gabah Investasi sumberdaya Investasi produksi Investasi total Tabungan Cicilan kredit usahatani Cicilan kredit usahasapi
Skenario 12 SITT Non SITT - 5.802 - 7.824 - 6.921 - 9.814 - 1.035 - 1.944 - 0.456 - 0.741 - 4.748 - 4.797 - 7.387 - 7.936 0.586 0.644 10.000 10.000 - 4.255 - 6.255 - 7.708 - 10.738 - 9.820 - 12.564 - 11.908 - 13.448 - 10.875 - 13.372 - 2.826 - 3.996 - 0.343 - 0.497 - 0.141 - 0.288 - 0.766 - 1.516 - 0.858 - 1.608 - 6.535 - 8.947 - 0.443 - 0.629 - 3.660 - 5.371 - 9.244 - 17.814 - 0.492 - 0.816 - 2.187 - 3.220 - 5.085 - 8.940 10.656 14.519 - 1.386 - 3.201 - 1.330 - 2.022 - 1.809 - 3.363 - 1.463 - 2.371 - 0.985 - 1.908 - 8.360 - 12.057 - 0.622 - 1.375 4.389 5.464 0.500 0.111 - 0.744 - 1.510 - 7.674 - 10.964 0.694 -
Keterangan: Skenario12: Kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga di luar usahatani masing-masing sebesar 10 persen.
173
Menurunnya alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga ini akan mengakibatkan turunnya produksi padi, yang pada gilirannya akan menurunkan penerimaan usaha padi sehingga pendapatan usaha padi turun sebesar 9 persen. Hal yang sama juga terjadi pada produksi sapi dan kompos, meski dengan besaran yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan turunnya produksi padi. Pada struktur alokasi pengeluaran, konsumsi pangan dan non pangan menurun masing-masing sebesar 1.3 persen dan 1.8 persen yang menyebabkan turunnya konsumsi total sebesar 1.4 persen. Pendapatan di luar usahatani berpengaruh positif dan langsung terhadap investasi produksi sehingga invesatsi total meingkat sebesar 0.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani memutuskan untuk merealokasikan sumber pendapatan yang diterima akibat kenaikan pendapatan usaha di luar usahatani kepada investasi produksi.
8.7. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani Bagian ini akan merangkum dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani yang difokuskan kepada tiga blok utama, yakni alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga. Alokasi penggunaan tenaga kerja keluarga meliputi penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha padi, usaha sapi dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kontribusi pendapatan total rumahtangga petani terdiri dari pendapatan usaha padi, usaha sapi dan usaha kompos, pendapatan usahatani dan pendapatan usaha di luar usahataninya sendiri. Pengeluaran rumahtangga petani dialokasikan terhadap
174
konsumsi total dan investasi total. Dampak perubahan ini secara rinci disajikan dalam Tabel 23. Dampak kenaikan ketiga harga output sebesar 10 persen yang terdiri dari harga gabah, harga sapi hidup dan harga kompos (Skenario 1) mengakibatkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga di luar usahataninya sendiri yang berdampak pada menurunnya pendapatan di luar usahataninya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan meningkatkan harga output merupakan kebijakan yang berdampak positif pada kinerja usahatani. Dampak kenaikan harga input produksi padi, sapi dan kompos sebesar 10 persen (Skenario 2) mengakibatkan menurunnya hampir semua peubah endogen, kecuali peubah cuarahan tenaga kerja keluarga keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri, sehingga pendapatan dari luar usahatani sendiri juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan harga input produksi usahatani akan menurunkan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani. Dampak kombinasi kenaikan harga output dan harga input produksi masing-masing sebesar 10 persen (Skenario 3) menyebabkan meningkatnya seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan harga output yang dibarengi dengan kenaikan harga input produksi usahatani akan meningkatkan kinerja rumahtangga petani dalam kaitannya dengan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani.
175
Tabel 23. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor Internal dan Faktor Eksternal terhadap Ekonomi Rumahtangga Petani SITT dan Non SITT Peubah Endogen LAP PROP PROK PROS JTKDP JKTDS JCK PUT PDP PDS PDK PDUT PLU PDT KP KNP KT IS IP INV
Skenario 1 SITT NSITT 31.8 24.7 41.4 34.9 12.9 11.8 14.9 12.2 3.5 2.5 0.7 0.5 - 3.1 - 2.3 39.6 33.1 68.1 63.7 36.3 33.4 56.3 41.5 49.7 43.7 - 1.4 - 1.1 37.7 32.7 16.7 12.8 31.7 26.8 20.7 16.5 16.0 13.0 18.9 16.2 16.6 13.7
Skenario 2 SITT NSITT - 17 - 17.3 - 20 - 21.7 - 5.2 - 5.9 - 15 - 16.7 - 4.1 - 3.8 - 0.2 - 0.3 7.3 7.1 - 16 - 17.1 - 25 - 29.4 - 20 - 22.2 - 2.7 - 1.8 - 20 - 22.8 8.4 7.8 - 14 - 15 - 6.6 - 6.4 - 12 - 12.8 - 8.1 - 8.5 - 5.9 - 6.1 - 3.2 - 3.2 - 5.3 - 5.4
Skenario 3 SITT NSITT 12.5 6.4 18.4 12.1 6.3 4.8 0.2 - 5.5 1.4 - 1.6 0.8 0.6 4.7 4.9 19.1 12.9 36.6 29.4 10.9 6.5 25.1 19.2 23.3 16.4 7.0 8.0 19.5 14.4 8.3 5.5 16.2 11.6 10.5 7.1 8.1 5.5 13.5 11.2 9.3 6.8
Skenario 4 SITT NSITT 1.25 0.76 1.47 0.96 0.37 0.19 1.46 0.17 0.11 0.04 0.02 0.01 - 0.1 - 0.04 1.34 0.51 1.64 1.20 1.65 0.19 0.89 0.32 1.49 0.64 - 0.0 - 0.02 1.13 0.48 0.51 0.24 0.96 0.44 0.64 0.29 0.47 0.17 0.57 0.23 0.49 0.18
Skenario 5 SITT NSITT - 0.2 - 0.2 - 0.3 - 0.23 - 0.1 - 0.09 - 0.0 - 0.04 - 0.0 - 0.02 -0.0 - 0.00 0.03 0.02 - 0.2 - 0.12 - 0.7 - 0.7 - 0.3 - 0.05 - 0.3 - 0.2 - 0.5 - 0.37 0.01 0.00 - 0.4 - 0.3 - 0.1 - 0.1 - 0.3 - 0.2 - 0.2 - 0.1 - 0.1 - 0.1 - 0.2 - 0.1 - 0.2 - 0.1
Skenario 6 SITT NSITT 1.10 3.52 1.13 4.41 2.10 0.68 0.25 0.21 0.05 0.18 0.01 0.03 - 0.0 - 0.2 0.70 2.4 0.60 4.6 0.20 0.21 12.30 10.5 0.53 2.64 - 0.0 - 0.0 0.40 1.97 0.29 1.03 0.44 1.87 0.33 1.25 0.15 0.69 0.19 0.96 0.15 0.75
Sk7 SITT 1.2 1.4 0.4 2.9 0.1 0.02 - 0.1 2.0 1.6 1.5 0.8 1.4 - 0.0 1.1 0.5 0.9 0.6 0.5 0.5 0.5
Sk8 SITT 2.3 2.7 0.4 3.2 0.2 0.03 - 0.1 2.7 2.2 1.7 13.2 1.9 - 0.0 1.5 0.7 1.4 0.9 0.6 0.7 0.6
Skenario 9 SITT NSITT 19.5 15.4 26.9 23.3 7.5 6.9 8.2 6.5 2.1 1.5 0.4 0.3 - 1.9 - 1.4 23.4 19.4 49.1 47.7 9.3 7.4 16.8 12.4 29.2 25.3 - 0.9 - 0.7 22.1 18.9 10.2 8.0 19.1 16.1 12.7 10.1 9.2 7.4 11.1 9.4 9.6 7.8
Sk10 SITT 11.7 13.9 4.6 5.9 1.2 0.2 - 1.1 14.1 15.9 24.3 10.2 17.6 - 0.5 13.4 5.6 11.0 7.1 5.8 6.7 5.9
Sk11 SITT 35.3 45.3 13.6 15.7 3.7 0.7 - 3.3 41.9 73.4 37.1 30.2 52.5 - 1.5 39.8 17.6 33.6 22.0 16.8 19.9 17.5
Skenario 12 SITT NSITT - 5.8 - 7.8 - 6.9 - 9.8 - 1.0 - 1.9 - 8.4 - 0.7 - 4.7 - 4.8 0.6 0.6 10.0 10.0 - 3.6 - 5.4 - 9.2 - 17.8 - 0.5 - 0.8 - 2.2 - 3.2 - 5.1 - 8.9 10.7 14.5 - 1.4 - 3.2 - 1.3 - 2.0 - 1.8 - 2.4 - 1.5 - 2.4 - 0.6 - 1.4 4.4 5.5 0.5 0.1
176
Alternatif kebijakan ini menggambarkan upaya yang rasional karena peningkatan harga output di sisi produsen akan diimbangi juga dengan peningkatan harga input produksi, sehingga terjadi trade off. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi dan usaha sapi masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT (Skenario 4) menyebabkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Peningkatan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani tidak terlalu besar dampaknya, sehingga pemerintah harus meningkatkan jumlah kredit usahatani dalam jumlah yang relatif besar. Dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan usaha sapi masingmasing sebesar 10 persen bagi petani SITT dan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi sebesar 10 persen bagi petani Non SITT (Skenario 5) akan menurunkan seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani. Kebijakan ini mengakibatkan meningkatnya curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri, sehingga pendapatan dari luar usahataninya sendiri meningkat dalam jumlah yang relatif kecil dan total pendapatan rumahtangga petani masih menunjukkan nilai yang menurun. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha padi sebesar 75 persen dan harga input produksi padi sebesar 5 persen (Skenario 6) mengakibatkan peningkatan kegiatan ekonomi rumahtangga petani dalam jumlah yang relatif kecil. Kebijakan ini mengindikasikan bahwa kebutuhan memenuhi permintaan input produksi
177
usahatani merupakan kebutuhan uang tunai yang dapat dialokasikan dari peningkatan penyediaan kredit usahatani. Dampak kenaikan jumlah kredit usaha sapi sebesar 75 persen dan harga input produksi sapi sebesar 5 persen bagi petani SITT (Skenario 7) menyebabkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani kecuali penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif kecil. Hampir sama dengan hasil simulasi pada Skenario 7, dampak kombinasi kenaikan jumlah kredit usahatani sebesar 75 persen dan kenaikan harga input produksi padi dan sapi sebesar 5 persen (Skenario 8) menyebabkan meningkatnya hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani kecuali penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan peningkatan alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif kecil. Dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah masingmasing sebesar 10 persen (Skenario 9) mengakibatkan peningkatan hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan meningkatnya alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif cukup besar. Dengan arah yang sama, dampak kenaikan tingkat suku bunga usaha sapi dan harga sapi hidup masing-masing sebesar 10 persen bagi petani SITT (Skenario 10) mengakibatkan peningkatan hampir seluruh kegiatan ekonomi
178
rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan meningkatnya alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif cukup besar, meskipun relatif lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan tingkat suku bunga usaha padi dan harga gabah. Dampak kombinasi kenaikan tingkat suku bunga usahatani dan harga gabah serta sapi hidup masing-masing sebesar 10 persen (Skenario 11) mengakibatkan peningkatan hampir seluruh kegiatan ekonomi rumahtangga petani, kecuali curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahataninya sendiri. Kebijakan ini menyebabkan meningkatnya alokasi waktu kerja, kontribusi pendapatan dan alokasi pengeluaran rumahtangga petani yang relatif besar. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga usahatani dapat dikompensasi dengan peningakatan harga output, sehingga dampaknya terhadap kinerja ekonomi rumahtangga petani cukup tinggi. Dampak kenaikan upah dan curahan tenaga kerja keluarga pada usaha di luar usahatani masing-masing sebesar 10 persen (Skenario 12) mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan tenaga kerja keluarga pada usaha padi yang menurun dan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usaha sapi yang meningkat. Seluruh kegiatan produksi usahatani mengalami penurunan, sehingga pendapatan usahatani akan menurun. Kebijakan ini mengindikasikan bahwa kenaikan pendapatan dari luar usahatani tidak dapat mengkompensasi pendapatan usahatani, sehingga pendapatan total rumahtangga petani menurun. Dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap ekonomi rumahtangga petani SITT dan Non SITT memberikan pola yang hampir sama
179
dalam hal arah, hanya berbeda pada besarannya. Hasil rekapitulasi menunjukkan bahwa petani SITT akan memberikan dampak yang relatif lebih besar dibandingkan dengan petani Non SITT pada perubahan harga output dan harga sarana produksi.