VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model
Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi terhadap ketahanan pangan rumahtangga pertanian. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif analisis lebih difokuskan pada kinerja aspek peningkatan produksi padi, pendapatan rumahtangga, nilai padi yang tidak dijual, pengeluaran pangan disamping aspek kecukupan energi.
Simulasi
dilakukan dengan cara merubah nilai-nilai peubah harga input (harga pupuk dan upah), harga output, serta peubah keputusan internal (alokasi tenaga kerja, luas garapan dan cadangan pangan). Analisis simulasi juga dilakukan dengan membandingkan antar agroekosistem. Prosedur ini akan memberikan informasi bagaimana perubahan seluruh peubah endogen dalam model perilaku rumahtangga di dua daerah yang berbeda. Sebelum simulasi, terlebih dulu dilakukan validasi model untuk melihat keeratan dan keragaman nilai dugaan dengan nilai aktual peubah endogen (Pyndick dan Rubenfield, 1991). Keandalan suatu model untuk simulasi ditentukan oleh hasil validasi terhadap parameter dugaan dari peubah-peubah endogen dalam model. Pada penelitian ini validasi model perilaku rumahtangga pertanian menggunakan kriteria Root Mean Square Error (RMSPE) dan Statistik U-Theil. Hasil validasi disajikan pada Tabel 24 dan 25. Hasil pendugaan model dianggap layak sebagai basis simulasi apabila nilai RMSPE dan U-Theil semakin kecil. Nilai RMSPE yang mendekati no1 menunjukkan hasil pendugaan model semakin valid untuk simulasi. Demikian pula nilai U yang
mendekati no1 menunjukkan pendugaan model sempurna. Sebaliknya, bila nilai U mendekati satu maka pendugaan model adalah naif.
Tabel 24. Hasil Validasi Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t- kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh non pert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposabel Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Kesalahan Bias Dist Reg (UR) (UD) (UM)
RMSPE 128.8182 159.3124 1.06217E9 4.96531 E9 .
. 258.1760 33083143 122.9573 279.3647 78.5000
. 61.5898 62.3781 405.1953 60.7287 17.8788 29.6960 108.1011 1.6139E10 17.8939 4.1383ElO 1.6525E10
0.002 0.005 0.002 0.000 0.001 0.002 0.144 0.002 0.046 0.000 0.000 0.003 0.002 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001 0.000 0.002 0.002
0.000 0.000 0.001 0.001 0.001 0.045 0.010 0.001 0.025 0.029 0.052 0.006 0.009 0.008 0.018 0.000 0.007 0.023 0.002 0.101 0.006 0.002 0.000
0.998 0.995 0.997 0.999 0.998 0.953 0.846 0.997 0.929 0.971 0.948 0.991 0.989 0.989 0.982 1.000 0.993 0.977 0.998 0.897 0.994 0.996 0.998
U-Theil 0.2792 0.2803 0.2897 0.4229 0.3306 0.4342 0.2799 0.4899 0.1820 0.3442 0.1306 0.5143 0.1265 0.1267 0.3181 0.1853 0.0759 0.1264 0.3484 0.4673 0.0761 0.6274 0.3977
Tabel 24 dan Tabel 25 menunjukkan, beberapa peubah mempunyai nilai RMSPE sangat besar dan tiga lainnya tidak teridentifikasi (missing). Hasil seperti ini diduga terkait dengan masalah variasi dan konsistensi data penelitian PATANAS. Tanda titik (.) muncul karena pada satu atau lebih observasi terdapat nilai aktual yang terlalu kecil, atau bahkan mendekati nol, untuk menghitung persentase kesalahan (percent error). Di daerah agroekosistem sawah, nilai U-Theil relatif besar
pada persamaan pendapatan berburuh dan tabungan. Kecuali pada kedua persamaan tersebut nilai U-Theil berkisar antara 0.0759 sampai 0.4673. Di daerah agroekosistem non sawah kecuali pada persamaan alokasi tenaga kerja berburuh non pertanian dan pendapatan berburuh nilai U-Theil berkisar antara 0.0791 sampai 0.4653. Pada penelitian dengan data kerat lintang (cross section), hasil validasi
model seperti itu dianggap masih cukup layak (justified) sebagai dasar dilakukannya simulasi. Tabel 25. Hasil Validasi Model Perilaku Rumahtangga Pertanian di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t- kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh non pert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposabel Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
RMSPE
Bias (UM)
102.4920 139.8555 4.41328E9 3.66727E9
. 425.4270 27902782 88.6054 298.3246 100.5477 .
100.8803 100.9155 152.7400 59.6178 21.2615 29.1656 90.7375 1.7714E10 22.1522 4.4123E10 1.4697E10
0.007 0.004 0.005 0.003 0.002 0.005 0.121 0.003 0.093 0.002 0.002 0.005 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.002 0.002 0.001 0.015 0.015
Kesalahan Dist Reg (UR) (U D) 0.012 0.018 0.003 0.000 0.015 0.003 0.030 0.001 0.047 0.051 0.011 0.006 0.010 0.010 0.064 0.002 0.010 0.006 0.057 0.003 0.097 0.003 0.001
0.981 0.978 0.992 0.997 0.983 0.993 0.849 0.996 0.860 0.947 0.986 0.989 0.990 0.990 0.936 0.998 0.990 0.994 0.942 0.995 0.902 0.982 0.984
U-Theil 0.2431 0.2715 0.3512 0.3989 0.2875 0.4483 0.2698 0.5700 0.2141 0.3057 0.1217 0.5080 0.1 101 0.1102 0.3160 0.1751 0.0791 0.1255 0.2670 0.4280 0.0843 0.4653 0.3159
Dampak yang timbul dari perubahan faktor ekonomi, baik yang bersumber dari kebijakan pemerintah, fluktuasi pasar maupun kondisi internal rumahtangga terhadap peubah endogen model perilaku bersifat positif, negatif atau netral. Sifat dampak tersebut mengikuti hubungan antar peubah hasil pendugaan model sesuai fenomena empiris. Perbedaan lingkungan fisik, sosial dan ekonomi antar wilayah memungkinkan munculnya perbedaan dampak yang terjadi. Oleh sebab itu, analisis simulasi dampak perubahan faktor ekonomi terhadap ketahanan pangan dibedakan menurut agroekosistem.
7.2. Simulasi Perubahan Faktor-faktor Ekonomi
7.2.1. Kenaikan Harga Pupuk Untuk mengurangi beban anggaran pemerintah menetapkan kebijakan penghapusan subsidi pupuk secara gradual sejak beberapa tahun silam. Selama sepuluh tahun sejak tahun 198711988 porsi subsidi pupuk terus berkurang dari 7.98 persen menjadi 0.40 persen pada tahun 199611997. Pada tahun 1998 subsidi pupuk telah dihapus sama sekali. Penghapusan tersebut mengakibatkan kenaikan harga pupuk yang harus dibayar petani. Harga pupuk Urea naik sekitar 147 persen sedangkan pupuk TSP naik sekitar 137 persen (PSE, 2001). Untuk simulasi dalam penelitian ini
kenaikan harga pupuk ditetapkan secara arbiter. Kenaikan harga
pupuk Urea ditetapkan 30 persen dan TSP 40 persen. Dari Tabel 8 pada bab sebelumnya diketahui rataan harga pupuk Urea di daerah penelitian berkisar antara Rp 938,- sampai Rp 1 048,- per kilogram. Adapun harga pupuk TSP berkisar antara Rp 1 130,- sampai Rp 1 285,- per kilogram. Kenaikan harga kedua jenis pupuk tersebut masih di bawah harga eceran tertinggi baru yang ditetapkan. Hal ini dapat terjadi karena harga kedua jenis pupuk di tingkat
petani yang dicatat adalah harga rataan setahun, dari musim kemarau (MK) 1 1998 sampai musim hujan (MH) 199811999. Kebijakan pemerintah keluar pada awal MH
Tabel 26. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %) dan TSP (40%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.6529 2396 166127 135040 365.6301 233.7891 599.4192 450.1 11 1012322 1873781 5109106 777504 6975056 6956653 2141307 2541863 6222808 87.6522 337764 378170 6938742 664258 1309521
Perubahan % Unit -0.0327 -125 28799 52646 -7.5578 -14.5577 -22.1155 3.3383 63974 -216019 -216019 4539 -21 1480 -21 1480 -32700 -16101 -16102 -0.168 -1839 12 -17929 -17327 -17327
-4.77 -4.96 20.97 63.90 -2.03 -5.86 -3.56 0.75 6.75 -10.34 -4.06 0.59 -2.94 -2.95 -1.50 -0.63 -0.26 -0.19 -0.54 0.00 -0.26 -2.54 -1.31
Hasil simulasi menunjukkan kenaikan 30 persen harga pupuk Urea dan 40 persen harga pupuk TSP akan mengakibatkan kenaikan biaya usahatani serta kecenderungan pengurangan luas garapan sawah yang akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan usahatani. Pada Tabel 26 dan Tabel 27 dapat disimak, secara relatif peningkatan biaya usahatani di daerah agroekosistem sawah lebih kecil dari peningkatan di daerah non sawah. Peningkatan biaya usahatani yang
dipicu oleh kenaikan harga pupuk di daerah sawah sebesar 6.75 persen, sedangkan di daerah non sawah mencapai 7.67 persen. Akan tetapi, karena kecenderungan pengurangan luas sawah garapan di daerah sawah lebih tinggi dibandingkan daerah non sawah maka penurunan pendapatan usahatani di daerah sawah menjadi lebih besar, mencapai -1 0.34 persen.
Tabel 27. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %) dan TSP (40%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp %
RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.791 1 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.7559 2622 131322 108951 405.7856 234.6102 640.3958 318.7328 941559 2365426 5999519 71 1746 7896221 7884894 2765797 2772661 5800800 93.7405 287875 440582 6529257 676234 1135493
Perubahan Unit % -0.0352 -134 30097 56818 -8.1379 -15.6794 -23.8172 3.573 67059 -236587 -236588 4843 -231745 -231745 -35833 -17645 -17645 -0.184 -2015 12 -19648 -18988 -18987
-4.45 -4.86 29.73 108.99 -1.97 -6.26 -3.59 1.13 7.67 -9.09 -3.79 0.69 -2.85 -2.86 -1.28 -0.63 -0.30 -0.20 -0.70 0.00 -0.30 -2.73 -1.64
Adanya pengurangan luas sawah garapan memungkinkan rumahtangga mengurangi alokasi waktu tenaga kerja untuk usahatani. Kelebihan tenaga kerja tersebut dapat direlokasi untuk kegiatan lain. Hasil simulasi menunjukkan,
pengurangan alokasi waktu tenaga kerja usahatani sebagian dimanfaatkan untuk berburuh non pertanian. Penambahan jam kerja berburuh non pertanian tersebut dilakukan karena bagi rumahtangga kegiatan berburuh non pertanian dipandang sebagai salah satu alternatif usaha menambah pendapatan. Oleh karena kegiatan berburuh masih bersifat "sambilan", tambahan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan tersebut juga relatif kecil. Pada saat ini, tambahan pendapatan dari berburuh belum dapat mengimbangi
penurunan
pendapatan usahatani yang di daerah sawah mencapai -10.34 persen dan di daerah non sawah sebesar 0.09 persen. Akibatnya, kenaikan harga pupuk akan mengurangi pendapatan rumahtangga sebesar -2.94 persen dan -2.85 persen, masing-masing untuk daerah agroekosistem sawah dan non sawah. Guna memenuhi kebutuhan pengeluaran rumahtangga, petani menjual lebih banyak hasil panen padi mereka. Dengan semakin besar bagian panen padi yang dijual
berarti ketersediaan pangan dalam rumahtangga makin berkurang.
Pengurangan ketersediaan pangan di daerah sawah lebih tinggi dari daerah non sawah. Pada kondisi ketersediaan pangan (nilai simpanan padi) dan pendapatan rumahtangga yang makin berkurang, petani melakukan penyesuaian (self ajusfmenf) dengan menurunkan pengeluaran pangan. Proporsi penurunan pengeluaran pangan di daerah sawah sama dengan penurunan di daerah non sawah, sebesar 0.17 persen. Penurunan pengeluaran pangan akan diikuti penurunan derajat kecukupan energi. Hal ini karena konsumsi energi (energy intake) terkait erat dengan kuantitas fisik pangan yang dikonsumsi rumahtangga. Meskipun dengan status awal derajat kecukupan berbeda, persentase perubahan derajat kecukupan akibat perubahan
pengeluaran pangan di kedua wilayah agroekosistem relatif sama. Di
kedua
wilayah, pengeluaran pangan berkurang sekitar 0.20 persen. Dampak lain dari penurunan pendapatan, rumahtangga akan melakukan penghematan biaya kesehatan dan relokasi tabungan. Nilai tabungan yang mereka miliki berkurang karena dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan biaya pendidikan anggota rumahtangga. Selanjutnya, oleh karena tabungan merupakan bagian dari modal usaha, adanya peningkatan biaya pendidikan mengurangi nilai pemilikan modal usaha. Tingkat penghematan biaya untuk kesehatan, relokasi tabungan dan penurunan pemilikan modal di daerah sawah lebih rendah dibandingkan daerah non sawah.
7.2.2. Kenaikan Upah Buruhtani Dalam usahatani padi kebutuhan tenaga kerja cenderung bersifat "rigid'. Hal ini karena intensitas kegiatan pada usahatani padi sangat tergantung kondisi iklim (musim). lntensitas kegiatan biasanya terfokus pada masa persiapan tanam dan panen, menyesuaikan ketersediaan air irigasi yang mengairi sawah garapan petani. Pada kedua periode kebutuhan tenaga sangat tinggi sehingga tidak jarang harus melibatkan tenaga buruh tani dari luar keluarga. Secara empiris, petani sering tidak memperhitungkan nilai tenaga kerja dalam keluarga. Akan tetapi dalam perhitungan usahatani, kontribusi tenaga kerja dalam keluarga seharusnya dianggap sebagai kebutuhan yang menimbulkan implikasi biaya. Dampak kenaikan upah terhadap peubah-peubah endogen disajikan pada Tabel 28 dan Tabel 29. Sesuai hasil pendugaan parameter pada bab sebelumnya, peningkatan upah buruhtani akan berdampak pada turunnya permintaan tenaga kerja usahatani, baik dari dalam maupun luar keluarga. Akan tetapi, karena proporsi
penurunan permintaan tenaga kerja lebih rendah dari proporsi peningkatan upah maka biaya usahatani cenderung masih meningkat. Penurunan alokasi tenaga kerja mengakibatkan pengelolaan usahatani kurang intensif sehingga produksi padi cenderung berkurang, terutama di daerah agroekosistem sawah. Tabel 28. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp Oh
RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2 174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.6845 2509 137149 82293 368.6239 241.9235 610.5474 448.9762 1029431 1993886 5229212 776093 7093751 7075348 2159660 2550900 6231846 87.7465 338796 378163 6948805 673983 1319246
Perubahan Unit % -0.001 1 -12 -179 -101 -4.564 -6.4233 -10.9873 2.2035 81083 -95914 -959 13 3128 -92785 -92785 -14347 -7064 -7064 -0.0737 -807 5 -7866 -7602 -7602
-0.16 -0.48 -0.13 -0.12 -1.22 -2.59 -1.77 0.49 8.55 -4.59 -1.80 0.40 -1.29 -1.29 -0.66 -0.28 -0.1 1 -0.08 -0.24 0.00 -0.1 1 -1.12 -0.57
Pada tingkat harga padi yang relatif tetap, penurunan produksi dan peningkatan biaya usahatani menyebabkan pendapatan usahatani semakin berkurang. Meskipun masih terdapat kontribusi positif dari pendapatan berburuh non pertanian, tetapi proporsi penurunan pendapatan usahatani lebih besar dari
peningkatan pendapatan berburuh sehingga interaksi kedua perubahan berdampak negatif terhadap pendapatan rumahtangga. Proporsi penurunan pendapatan rumahtangga di daerah non sawah lebih tinggi dibandingkan daerah sawah.
Tabel 29. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar
Hasil Simulasi
0.7911 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 81 16639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
0.7899 2743 101019 52017 409.0388 243.3985 652.4373 317.4778 967640 2491907 6126001 710168 8021 124 8009798 2785110 2782171 5810310 93.8397 288961 440576 6539847 686468 1145726
Perubahan Unit % -0.0012 -13 -206 -1 16 -4.8847 -6.891 1 -1 1.7757 2.318 93140 -1 10106 -1 10106 3265 -106842 -106841 -16520 -8135 -8135 -0.0848 -929 6 -9058 -8754 -8754
-0.15 -0.47 -0.20 -0.22 -1.18 -2.75 -1.77 0.74 10.65 -4.23 -1.77 0.46 -1.31 -1.32 -0.59 -0.29 -0.14 -0.09 -0.32 0.00 -0.14 -1.26 -0.76
Alokasi pendapatan untuk pengeluaran pangan cenderung turun dengan berkurangnya pendapatan rumahtangga sehingga derajat kecukupan energi semakin
rendah.
Penurunan pendapatan juga
mengakibatkan
penurunan
pengeluaran kesehatan, tabungan serta modal usaha. Adanya indikasi peningkatan pengeluaran pendidikan, baik di daerah agroekosistem sawah maupun non sawah,
karena kebutuhan biaya pendidikan masih dapat ditanggulangi dari tabungan yang dimiliki. Secara umum dapat dikatakan bahwa dampak kenaikan upah buruhtani bersifat negatif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga.
7.2.3. Kenaikan Cadangan Pangan
Memiliki cadangan pangan merupakan salah satu bentuk coping strategy yang biasa dilakukan rumahtangga petani di perdesaan. Cadangan pangan menjadi penting bagi rumahtangga terutama pada masa paceklik. Selain dimaksudkan untuk konsumsi langsung pada saat rumahtangga kekurangan pangan, cadangan tersebut juga dapat dijual untuk mendapatkan cash income. penyimpanan
cadangan
pangan
dilakukan
Upaya sosialisasi gerakan
pemerintah
melalui
program
pengembangan lumbung desa. Dampak peningkatan cadangan pangan terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga disajikan pada Tabel 30 dan Tabel 31. Hasil simulasi menunjukkan peningkatan cadangan pangan sebesar 25 persen mendorong akumulasi tabungan dan modal usaha rumahtangga yang dapat digunakan untuk membiayai usahatani. Di daerah sawah nilai tabungan dan modal masing-masing bertambah Rp 41 026 dan Rp 202 341 atau masing masing meningkat 6.02 persen dan 15.25 persen. Di daerah non sawah, pertambahan nilai kedua peubah masing-masing sebesar Rp 29 234 dan Rp 144 049 atau meningkat 4.20 persen dan 12.48 persen. Peningkatan modal menjadi faktor pendorong bagi rumahtangga untuk meningkatkan luas sawah garapan. Akan tetapi, karena kontribusi faktor modal relatif kecil maka proporsi pertambahan luas garapan juga rendah. Selanjutnya, pertambahan luas garapan akan mendorong peningkatan produksi padi dengan jumlah yang proporsional dengan besarnya pertambahan luas garapan. Di daerah
agroekosistem sawah, luas sawah garapan dan produksi padi meningkat sekitar 4.00 persen, sedangkan di daerah non sawah kedua peubah meningkat sekitar 2.50
persen. Tabel 30. Dampak Kenaikan Cadangan Pangan (25 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alolcssi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP
RP RP RP Rp % RP
RP RP RP RP
Nilai dasar 0.6856 252 1 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.7131 2618 142079 85078 379.2814 260.6814 639.9628 447.2019 970499 2180450 5415776 780616 7284838 7266435 2192244 2566168 62471 14 87.9058 341389 371309 6959812 722611 1529189
Perubahan Unit % 0.0275 97 4751 2684 6.0935 12.3346 18.4281 0.4292 22151 90650 90651 765 1 98302 98302 18237 8204 8204 0.0856 1786 -6849 3141 41026 202341
4.01 3.85 3.46 3.26 1.63 4.97 2.96 0.10 2.34 4.34 1.70 0.99 1.37 1.37 0.84 0.32 0.13 0.10 0.53 -1.81 0.05 6.02 15.25
Sesuai perilaku rasional rumahtangga, perluasan sawah garapan akan diikuti peningkatan penggunaan sarana produksi seperti pupuk dan tenaga kerja sehingga nilai penggunaan pupuk dan alokasi waktu tenaga kerja untuk kegiatan usahatani semakin tinggi. Tabel 30 dan Tabel 31 menunjukkan proporsi peningkatan nilai penggunaan pupuk Urea cenderung lebih tinggi di daerah sawah. Sebaliknya, proporsi peningkatan nilai penggunaan pupuk TSP lebih tinggi di daerah non sawah.
Proporsi peningkatan alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga cenderung lebih tinggi di daerah sawah. Tabel 31. Dampak Kenaikan Cadangan Pangan (25 %) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.7911 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 81 16639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.8107 2825 104608 54044 418.2614 259.0707 677.3321 315.4671 890496 2666951 6301045 712353 8198354 8187027 2814675 2796177 5824316 93.9858 291 165 435695 6551176 724456 1298529
Perubahan Unit % 0.0196 69 3383 1911 4.3379 8.781 1 13.1191 0.3073 15996 64938 64938 5450 70388 70388 13045 5871 5871 0.0613 1275 -4875 2271 29234 144049
2.48 2.50 3.34 3.67 1.05 3.51 1.98 0.10 1.83 2.50 1.04 0.77 0.87 0.87 0.47 0.21 0.10 0.07 0.44 -1 . I 1 0.03 4.20 12.48
Peningkatan produksi padi masih memberikan tambahan penerimaan usahatani bagi rumahtangga. Hal ini karena proporsi kenaikan biaya usahatani lebih kecil dibandingkan tambahan nilai produksi yang diperoleh. Sementara itu, peningkatan modal mendorong peningkatan pendapatan berburuh. Selanjutnya, dengan pendapatan yang meningkat akan menarik minat rumahtangga menambah alokasi tenaga kerja pada kegiatan berburuh non pertanian.
Adanya
peningkatan
pendapatan
rumahtangga
yang
berasal
dari
peningkatan pendapatan usahatani dan pendapatan berburuh non pertanian memberikan kesempatan rumahtangga untuk menunda penjualan padi sehingga tingkat ketersediaan pangan dalam rumahtangga semakin tinggi. Nilai padi yang tidak dijual meningkat 0.84 persen di daerah sawah dan 0.47 persen di daerah non sawah. Semakin tingginya tingkat pendapatan juga memungkinkan rumahtangga menambah berbagai jenis pengeluaran, termasuk pangan. Selanjutnya peningkatan pengeluaran pangan akan berpengaruh terhadap peningkatan kecukupan energi. Pada kedua tabel dapat disimak proporsi pengeluaran pangan di daerah sawah cenderung lebih tinggi dibanding di daerah non sawah. Di daerah sawah peningkatan tersebut sebesar 0.32 persen sedangkan di daerah non sawah hanya 0.21 persen. Seiring dengan peningkatan pengeluaran pangan terjadi peningkatan kecukupan energi di kedua daerah relatif sama. Di daerah sawah kecukupan energi meningkat 0.10 persen, sedangkan di daerah non sawah meningkat 0.07 persen. Pada Tabel 30 dan Tabel 31 juga dapat disimak, meskipun derajat kecukupan pangan telah meningkat tetapi tidak diikuti dengan penurunan pengeluaran kesehatan. Sebaliknya, pengeluaran kesehatan cenderung meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan cadangan pangan mendorong penambahan nilai tabungan rumahtangga. Penambahan nilai tabungan berdampak negatif terhadap pengeluaran pendidikan sehingga nilai pengeluaran tersebut mengalami penurunan. Adanya faktor kendala anggaran mengakibatkan pengeluaran pendidikan juga berpengaruh negatif terhadap pengeluaran kesehatan.
Hal itu berarti bila terjadi
penurunan pengeluaran pendidikan maka pengeluaran kesehatan justru akan meningkat. Dalam simulasi ini pengaruh peningkatan derajat kecukupan energi
tampaknya jauh lebih kecil dibanding pengaruh pengeluaran pendidikan, sehingga peningkatan derajat kecukupan energi tidak diikuti dengan penurunan pengeluaran kesehatan.
7.2.4. Kenaikan Alokasi Waktu Berburuh
Salah satu manfaat pembangunan, khususnya di perdesaan, yang senantiasa dijadikan target adalah semakin terbukanya kesempatan kerja. Peningkatan kesempatan kerja diharapkan tidak hanya menambah jumlah tenaga kerja yang dapat terserap masing-masing aktifitas pembangunan tetapi juga menambah lama waktu (durasi) kerja.Pada penelitian ini, untuk mengetahui dampak penambahan lama waktu kerja maka peubah alokasi waktu tenaga kerja untuk berburuh dalam simulasi diperlakukan sebagai faktor eksogen. Salah satu dampak langsung peningkatan alokasi waktu berburuh adalah bertambahnya pendapatan rumahtangga dari kegiatan berburuh. Oleh karena pendapatan berburuh mempunyai kontribusi relatif kecil terhadap struktur pendapatan rumahtangga maka dampak peningkatan alokasi waktu berburuh terhadap pendapatan rumahtangga juga relatif kecil. Di daerah agroekosistem sawah peningkatan pendapatan berburuh 9.18 persen hanya mengakibatkan perubahan pendapatan rumahtangga 1.03 persen. Di daerah non sawah, peningkatan hampir 22.80 persen pendapatan berburuh mendorong pendapatan rumahtangga meningkat 2.06 persen. Peningkatan pendapatan sebagian dialokasikan untuk menambah nilai tabungan yang berpotensi menjadi modal usaha. Selanjutnya, pertambahan modal usaha akan menjadi pertimbangan rumahtangga dalam menambah luas areal sawah garapan. Perluasan sawah garapan menuntut peningkatan kebutuhan sarana
produksi, baik pupuk maupun tenaga kerja. Akan tetapi karena tarikan dari kegiatan berburuh relatif lebih besar alokasi tenaga kerja keluarga dalam usahatani padi menjadi berkurang.
Pengurangan alokasi tenaga kerja keluarga untuk usahatani
tidak diikuti oleh substitusi penggunaan tenaga kerja buruh tani secara sempurna. Akibatnya, meskipun terdapat penambahan penggunaan tenaga buruh tani tetapi total alokasi tenaga kerja untuk usahatani masih turun. Tabel 32. Dampak Kenaikan Alokasi Tenaga Kerja Berburuh Tani (10%) dan Berburuh Non Pertanian (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp
YO
RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 62 1.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.6864 2522 137470 82474 370.1713 249.4587 619.63 491.4500 946361 2092827 5328153 843940 7260539 7242136 2185450 2563598 6244544 87.879 340246 378154 6962945 687649 1332911
Perubahan Unit % 0.0008 1 142 80 -3.0166 1.1119 -1.go47 44.6773 -1987 3027 3028 70975 74003 74003 11443 5634 5634 0.0588 643 -4 6274 6064 6063
0.12 0.04 0.10 0.10 -0.81 0.45 -0.31 10.00 -0.21 0.14 0.06 9.18 1.03 1.03 0.53 0.22 0.09 0.07 0.19 0.00 0.09 0.89 0.46
Relatif tingginya kontribusi tenaga kerja dalam struktur biaya usahatani menyebabkan pengurangan alokasi waktu tenaga kerja akan diikuti oleh penurunan
biaya usahatani. Penurunan intensitas penggunaan kerja tampaknya belum dapat terkompensasi oleh penambahan nilai penggunaan pupuk dalam pencapaian tingkat produksi sehingga interaksi perubahan kedua peubah hanya menghasilkan tambahan produksi sangat kecil (0.07%). Bahkan di daerah sawah produksi padi hampir mengalami stagnasi. Tabel 33. Dampak Kenaikan Alokasi Tenaga Kerja Berburuh Tani (10%) dan Berburuh Non Pertanian (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp Oh RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.7911 2756 101225 52 133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.7930 2758 101548 52316 406.5732 252.9289 659.5021 346.67578 869973 2608667 6242761 868016 8295732 8284406 2827571 2803079 5831218 94.0578 291349 440561 6563128 708967 1168226
Perubahan % Unit 0.0019 2 323 183 -7.3503 2.6393 -4.7109 31.51598 -4527 6654 6654 161113 167766 167767 25941 12773 12773 0.1333 1459 -9 14223 13745 13746
0.24 0.07 0.32 0.35 -1.78 1.05 -0.71 10.00 -0.52 0.26 0.11 22.79 2.06 2.07 0.93 0.46 0.22 0.14 0.50 0.00 0.22 1.98 1.19
Pada sisi lain, kecenderungan rumahtangga untuk meningkatkan nilai tabungan akan mengurangi alokasi pengeluaran pendidikan. Hasil simulasi menunjukkan, secara nominal nilai pengurangan pengeluaran pendidikan di kedua
daerah agroekosistem sangat kecil. Sesuai model yang digunakan, pengurangan pengeluaran pendidikan tersebut akan meningkatkan pengeluaran kesehatan. Dari sisi
konsumsi, adanya
peningkatan pendapatan akan diikuti
peningkatan jumlah padi yang dijual meskipun dalam proporsi relatif kecil (masingmasing 0.53 % dan 0.93 % untuk daerah sawah dan non sawah). Peningkatan pendapatan juga mendorong pengeluaran pangan menjadi lebih besar sehingga derajat kecukupan energi juga meningkat. Peningkatan pengeluaran pangan di daerah non sawah dua kali lebih tinggi dibanding daerah sawah. Sejalan dengan perubahan tersebut peningkatan kecukupan energi di daerah sawah juga lebih rendah dibandingkan daerah non sawah. Terlepas dari besaran perubahan, hasil simulasi di atas menunjukkan peningkatan alokasi waktu untuk berburuh juga berdampak positif terhadap ketersediaan pangan dan kecukupan energi di tingkat rumahtangga.
7.2.5. Kenaikan Harga Padi Dalam proses produksi, peubah harga merupakan faktor insentif yang menjadi sinyal positif (push factor) untuk meningkatkan skala usaha. Pada usahatani padi, petani juga menggunakan indikator harga sebagai salah satu pembangkit motivasi bekerja. Mengingat usahatani padi dalam skala nasional memiliki peran sangat strategis dan cakupan dimensi yang luas, pemerintah selama ini melakukan intervensi dalam bentuk kebijakan penentuan harga dasar gabah. Kebijakan harga dasar gabah menjadi referensi transaksi pelaku tataniaga padi (beras), terutama menyangkut pembelian gabah dari petani. Kenyataan selama ini menunjukkan implementasi kebijakan harga dasar sering tidak efektif "melindungi" petani dari keterpurukan harga jual padi mereka,
terutama pada musim panen raya. Selain keterbatasan kemampuan menghasilkan gabah sesuai kriteria yang ditetapkan dalam aturan harga dasar gabah (menyangkut: kadar air, proporsi gabah pecah, kotoran, dan lain-lain), rendahnya harga jual padi yang diterima petani juga terkait dengan kemampuan pasar menampung kelebihan produksi. Pada saat ini harga dasar gabah yang berlaku ditetapkan sebesar Rp 1 519 /kg gabah kering giling (GKG). Penetapan harga dasar tersebut tertuang dalam lnstruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun 2001. Oleh karena lnpres tersebut adalah kelanjutan dari kebijakan harga dasar gabah tahun sebelumnya yang ditetapkan melalui lnpres nomor 8 tahun 2000, pemerintah berinisiatif merencanakan kenaikan harga dasar pembelian gabah dari petani pada tahun 2003. Untuk mengetahui dampak kenaikan harga padi terhadap ketahanan pangan rumahtangga petani maka dalam simulasi pada penelitian ini harga padi diasumsikan meningkat 15 persen. Hasil simulasi dapat disimak pada Tabel 34 dan Tabel 35. Apabila terjadi peningkatan harga padi rumahtangga terdorong melakukan ekspansi usahatani dengan cara menambah luas sawah garapan. Peningkatan luas garapan membangkitkan permintaan turunan kebutuhan sarana produksi pupuk dan tenaga kerja. Peningkatan luas garapan akan diikuti dengan penggunaan sarana produksi pupuk maupun tenaga kerja yang lebih besar sehingga nilai penggunaan pupuk Urea maupun TSP meningkat. Demikian pula alokasi waktu tenaga kerja dalam keluarga maupun luar keluarga akan meningkat. Kecenderungan petani untuk lebih intensif bekerja di lahan usahatani akan mengesampingkan kegiatan berburuh non pertanian sehingga alokasi waktu tenaga kerja pada kegiatan berburuh non tersebut berkurang.
Tabel 34. Dampak Kenaikan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp O/O
RP RP RP RP RP
Nilai dasar
0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi
0.7684 2820 154243 92052 392.0618 285.3309 677.3927 441.7249 1018194 2895172 6130498 767460 7986404 7968001 2473140 2660419 6341365 88.8889 345874 378116 7065354 747121 1392383
Perubahan O h Unit
0.0828 299 16915 9658 18.8739 36.9841 55.858 -5.0478 69846 805372 805373 -5505 799868 799868 299133 102455 102455 1.0687 6271 -42 108683 65536 65535
12.08 11.86 12.32 11.72 5.06 14.89 8.99 -1.13 7.37 38.54 15.12 -0.71 11.13 11.16 13.76 4.01 1.64 1.22 1.85 -0.01 1.56 9.62 4.94
Pertambahan luas garapan dan penggunaan sarana produksi berdampak pada peningkatan produksi padi yang pada gilirannya meningkatan pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga. Di daerah agroekosistem sawah peningkatan produksi padi mencapai 11.86 persen, sedangkan di daerah non sawah sebesar 11.25 persen. Peningkatan pendapatan usahatani padi di kedua daerah masing-masing sebesar 38.54 persen dan 34.58 persen. Secara agregat peningkatan pendapatan usahatani mendorong kenaikan pendapatan rumahtangga di masing-masing daerah sebesar 11.I 3 persen dan 11.O1 persen. Selain mendorong peningkatan pendapatan, peningkatan harga padi juga memotivasi rumahtangga yang berperilaku sebagai penghindar resiko (risk averse)
Tabel 35. Dampak Kenaikan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp %
RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.7911 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.8770 3066 118751 62140 433.4783 288.673 722.1513 310.2704 950727 3501906 7136000 701912 9022867 9011541 3120346 2901 154 5929292 95.0808 296969 440522 6666783 768544 1227802
Perubahan Unit % 0.0859 310 17526 10007 19.5548 38.3834 57.9383 -4.8894 76227 899893 899893 -4991 894901 894902 318716 110848 110847 1.1563 7079 -48 117878 73322 73322
10.86 11.25 17.31 19.20 4.72 15.34 8.72 -1.55 8.72 34.58 14.43 -0.71 11.O1 11.03 11.38 3.97 1.91 1.23 2.44 -0.01 1.80 10.55 6.35
untuk cenderung menahan penjualan hasil panen padi mereka. Hal ini menyebabkan ketersediaan pangan rumahtangga menjadi lebih tinggi. Tabel 34 dan Tabel 35 menunjukkan peningkatan nilai padi yang tidak dijual berkisar antara 11.38 persen (di daerah non sawah) hingga 13.76 persen (di daerah sawah). Selanjutnya, peningkatan ini akan mendorong peningkatan pengeluaran pangan rumahtangga. Alokasi yang lebih besar untuk pengeluaran pangan seiring dengan peningkatan pendapatan rumahtangga karena dipicu oleh kenaikan harga padi berdampak positif terhadap derajat kecukupan energi rumahtangga. Kecukupan energi
meningkat, tetapi peningkatan antara kedua daerah agroekosistem tidak
berbeda nyata. Di daerah sawah kecukupan energi meningkat 1.22 persen sedangkan di daerah non sawah peningkatan tersebut sebesar 1.23 persen. Peningkatan pendapatan rumahtangga juga berdampak positif terhadap pengeluaran kesehatan, tabungan maupun modal usaha baik di daerah agroekosistem sawah maupun non sawah. Sebagaimana pada simulasi lain, preferensi menabung yang tinggi berdampak negatif terhadap pengeluaran pendidikan. Akan tetapi, dengan proporsi perubahan pengeluaran pendidikan yang relatif kecil maka dampak negatif tersebut belum menjadi masalah serius dalam rumahtangga.
7.2.6. Kenaikan Luas Sawah Garapan
Keterbatasan lahan garapan adalah salah satu faktor yang diyakini sebagai akar masalah dalam pengembangan usahatani dan kesejahteraan rumahtangga pertanian dipedesaan. Rataan luas lahan yang relatif sempit menjadi kendala pencapaian skala ekonomi (economic of scale) usahatani. Pada usahatani padi, keterbatasan lahan garapan tidak hanya terkait dengan faktor ekskalasi tekanan populasi, polarisasi lahan, permintaan penggunaan lahan untuk tujuan non pertanian tetapi juga terkait dengan penurunan investasi di bidang irigasi yang mempengaruhi intensitas tanam. Simulasi kenaikan luas garapan sawah dilakukan dengan mengubah status peubah tersebut sebagai peubah eksogen dalam model. Sebagai basis usahatani padi, perluasan garapan berdampak langsung pada perubahan penggunaan seluruh sarana produksi, pupuk dan tenaga kerja, yang makin meningkat. Dapat disimak pada Tabel 36 dan Tabel 37 nilai penggunaan pupuk Urea dan TSP meningkat masing-masing 25.62 persen dan 23.55 persen di daerah sawah. Di daerah non
sawah peningkatan nilai penggunaan Urea lebih tinggi dibanding TSP, masingmasing dengan persentase kenaikan 29.21 persen dan 26.63 persen. Sebagai usahatani berbasis lahan, perubahan nilai penggunaan pupuk pada usahatani padi cenderung mengikuti perubahan luas garapan secara linear. Peningkatan luas garapan juga mendorong peningkatan kebutuhan tenaga kerja. Akan tetapi, tidak seperti penggunaan pupuk, peningkatan alokasi total tenaga kerja untuk usahatani cenderung lebih rendah dari peningkatan luas garapan. Alokasi penggunaan tenaga kerja untuk usahatani meningkat sebesar 21.72 persen di daerah sawah dan 15.95 di daerah non sawah. Apabila dibedakan menurut asal Tabel 36. Dampak Kenaikan Luas Garapan (25%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.8570 3223 171687 101801 419.5448 337.0059 756.5508 422.989 1117289 2805946 6041271 738291 7868008 7849605 2279380 2609850 6290796 88.3614 345529 378122 7014446 737421 1382683
Perubahan Unit % 0.1714 702 34359 19407 46.3569 88.6591 135.0161 -23.7837 168941 716146 716146 -34674 681472 681472 105373 51886 51886 0.5412 5926 -36 57775 55836 55835
25.00 27.85 25.02 23.55 12.42 35.70 21.72 -5.32 17.81 34.27 13.45 -4.49 9.48 9.51 4.85 2.03 0.83 0.62 1.74 -0.01 0.83 8.19 4.21
(sumber) tenaga kerja, peningkatan penggunaan tenaga kerja buruh tani lebih tinggi dari tenaga kerja keluarga. Oleh karena ketersediaan tenaga kerja keluarga relatif terbatas, keputusan peningkatan alokasi waktu untuk usahatani diikuti dengan keputusan mengurangi alokasi waktu untuk berburuh non pertanian. Secara implisit kondisi demikian menunjukkan bahwa kenaikan luas garapan berpotensi menggeser titik keseimbangan pasar tenaga kerja pertanian di perdesaan, khususnya di daerah sawah dimana tingkat penggunaan tenaga kerja lebih intensif. Sejalan dengan ekskalasi penggunaan sarana produksi pupuk dan tenaga kerja, kenaikan luas garapan juga mendorong peningkatan produksi padi. Di daerah agroekosistem sawah, produksi padi meningkat hampir 28.0 persen, sedangkan di daerah non sawah peningkatan produksi hanya sekitar 20 persen. Memperhatikan kisaran perubahan produksi tersebut yang tidak jauh terlalu berbeda dari perubahan luas garapan (25 %), terkesan indikasi pola "return to scale" yang kuat pada usahatani komoditas tersebut. Peningkatan
nilai
penggunaan
pupuk
dan
alokasi
tenaga
kerja
mengakibatkan biaya usahatani meningkat. Namun demikian, tambahan penerimaan yang disebabkan oleh kenaikan produksi padi ternyata masih lebih besar dibanding peningkatan biaya usahatani. Secara keseluruhan kenaikan luas garapan juga meningkatkan pendapatan usahatani sekitar 35.0 persen dan 20.0 persen masingmasing untuk daerah sawah dan non sawah yang berdampak pada kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar 9.5 persen dan 5.8 persen di masing-masing daerah. Seiring dengan peningkatan penggunaan tenaga kerja keluarga untuk usahatani, alokasi tenaga kerja keluarga untuk berburuh non pertanian berkurang sehingga berakibat pada turunnya pendapatan berburuh. Akan tetapi oleh karena
kontribusi pendapatan berburuh dalam struktur pendapatan rumahtangga relatif kecil dibanding penerimaan hasil usahatani, penurunan pendapatan berburuh tersebut masih dapat terkompensasi oleh tambahan penerimaan usahatani karena kenaikan volume produksi. Pada Tabel 36 dan Tabel 37 dapat diamati tambahan penerimaan akibat kenaikan volume produksi bahkan masih memberikan surplus terhadap pendapatan rumahtangga antara 5.80 persen (di daerah non sawah) sampai 9.5 persen (di daerah sawah).
Tabel 37. Dampak Kenaikan Luas Garapan (25%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.7911 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1 598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.9889 3307 128181 67360 450.3235 319.8398 770.1633 296.1405 991863 3100989 6735082 678966 8599004 8587678 2874464 2826169 5854308 94.2986 293986 440545 6588839 733815 1193074
Perubahan Unit % 0.1978 55 1 26956 15227 36.4000 69.5502 105.9503 -19.0193 117363 498976 498975 -27937 471038 471039 72834 35863 35863 0.3741 4096 -25 39934 38593 38594
25.00 19.99 26.63 29.21 8.79 27.79 15.95 -6.03 13.42 19.18 8.00 -3.95 5.80 5.80 2.60 1.29 0.62 0.40 1.41 -0.01 0.61 5.55 3.34
Peningkatan
pendapatan
akan
memberikan
kesempatan
kepada
rumahtangga untuk meningkatkan ketersediaan pangan dengan jalan menunda penjualan padi. Peningkatan ketersediaan pangan berkisar antara 2.60 persen di daerah non sawah sampai 4.85 persen di daerah sawah. Di sisi lain, peningkatan pendapatan juga memungkinkan rumahtangga untuk menambah berbagai jenis pengeluaran, termasuk pangan. Kecukupan energi rumahtangga meningkat seiring dengan peningkatan pengeluaran pangan rumahtangga. Di daerah sawah, peningkatan pengeluaran pangan sebesar 2.03 persen di daerah sawah akan mendorong kenaikan kecukupan energi sebesar 0.62 persen. Sementara itu di daerah non sawah, peningkatan pengeluaran pangan 1.29 persen menghasilkan kenaikan kecukupan energi 0.40 persen. Peningkatan pendapatan yang disebabkan oleh pertambahan luas garapan berdampak pada peningkatan preferensi rumahtangga untuk menabung. Oleh karena alokasi pendapatan untuk tabungan bertentangan dengan pengeluaran rumahtangga untuk pendidikan maka, seiring dengan pertambahan luas garapan pengeluaran pendidikan cenderung berkurang. Adanya kendala anggaran dalam rumahtangga, pengurangan pengeluaran pendidikan akan berpengaruh negatif terhadap pengeluaran kesehatan. Semakin kecil pengeluaran untuk pendidikan akan memungkinkan rumahtangga menambah alokasi pengeluaran untuk kesehatan.
7.2.7. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk dan Harga Padi
Simulasi
kombinasi perubahan faktor
ekonomi dimaksudkan
untuk
mengetahui sejauhmana akumulasi dampak interaksi perubahan beberapa faktor ekonomi
terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga. Hal ini dilandasi
pemikiran bahwa pada kondisi nyata rumahtangga pertanian seringkali dihadapkan pada tekanan faktor ekonomi yang terjadi secara simultan. Salah satu pertimbangan dalam penetapan kenaikkan harga dasar pembelian gabah adalah untuk menyesuaikan profitabilitas usahatani padi dengan kenaikan laju inflasi dan indeks-indeks harga umum yang terkait dengan proses produksi. Hasil simulasi menunjukkan kombinasi simulasi kenaikan harga pupuk dengan kenaikan harga padi ternyata masih dapat mendorong peningkatan ketahanan pangan rumahtangga. Kombinasi simulasi tersebut berdampak pada peningkatan produksi padi 6.78 persen, pendapatan rumahtangga 7.82 persen, nilai padi yang tidak dijual 12.07 persen dan kecukupan energi 1.00 persen di daerah sawah. Adapun di daerah non sawah kenaikan kedua faktor ekonomi tersebut berdampak pada peningkatan produksi padi 6.28 persen, pendapatan rumahtangga 7.80, nilai padi yang tidak dijual 9.93 persen dan kecukupan energi 1.01 persen. Secara lengkap hasil simulasi ini disajikan pada Tabel 38 dan Tabel 39. Apabila dikaitkan dengan hasil simulasi tunggal kenaikan harga pupuk yang telah dibahas sebelumnya (Tabel 26 dan Tabel 27), angka-angka hasil simulasi kombinasi kenaikan harga pupuk dengan kenaikan harga padi pada Tabel 38 dan Tabel 39 menunjukkan bahwa dampak negatif penghapusan subsidi pupuk terhadap ketahanan pangan rumahtangga dapat "ditekan" apabila kebijakan penghapusan subsidi pupuk diikuti dengan kenaikan harga padi (gabah). Hasil simulasi pada Tabel 38 dan Tabel 39, terutama pada lima peubah penting yang mencerminkan ketahanan pangan rumahtangga, yaitu: produksi padi, pendapatan rumahtangga, nilai padi yang tidak dijual (ketersediaan pangan), pengeluaran pangan dan kecukupan energi menunjukkan "dampak bersih" dari
terjadinya kenaikan harga padi sebagai suatu bentuk "kompensasi" kepada petani yang menanggung dampak negatif dihapuskannya subsidi harga pupuk.
Tabel 38. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %), TSP (40%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.7354 2692 182991 144670 384.4476 270.6389 655.0865 444.9544 1081938 2652924 5888249 771757 7748453 7730050 2436347 2642302 6323248 88.6999 343805 378128 7045181 727625 1372887
Perubahan Unit O h 0.0498 171 45663 62276 11.2597 22.2921 33.5518 -1.81 83 133590 563124 563124 -1208 561917 561917 262340 84338 84338 0.8797 4202 -30 88510 46040 46039
7.26 6.78 33.25 75.58 3.02 8.98 5.40 -0.41 14.09 26.95 10.57 -0.16 7.82 7.84 12.07 3.30 1.35 1.OO 1.24 -0.01 1.27 6.75 3.47
Pada sisi produksi, "potensi kerugian" bila kebijakan kenaikan harga pupuk tidak diikuti oleh kenaikan harga gabah cenderung akan lebih berat dirasakan oleh rumahtangga di daerah sawah. Hal ini karena tingkat penggunaan pupuk di daerah sawah relatif lebih intensif dibanding daerah non sawah. Sebaliknya, pada sisi konsumsi, "potensi kerugian" relatif akan lebih dirasakan oleh rumahtangga di daerah non sawah oleh karena dengan daya dukung lingkungan fisik lebih rendah,
penurunan volume produksi padi di daerah tersebut menjadi lebih tinggi. Selanjutnya, penurunan volume produksi padi berdampak pada penurunan ketersediaan dan pengeluaran pangan serta kecukupan energi di daerah non sawah yang lebih tinggi pula.
Tabel 39. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %), TSP (40%), dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp %
RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.791 1 2756 101225 52133 41 3.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.8415 2929 148792 118925 425.2776 272.8445 698.1221 313.7225 1017516 3236168 6870261 706485 8761702 8750375 3079963 2881269 5909408 94.8734 294698 440536 6644642 747 146 1206404
Perubahan Unit % 0.0504 173 47567 66792 11.3541 22.5549 33.9091 -1.4373 143016 634155 634154 -418 633736 633736 278333 90963 90963 0.9489 4808 -34 95737 51924 51924
6.37 6.28 46.99 128.12 2.74 9.01 5.1 1 -0.46 16.35 24.37 10.17 -0.06 7.80 7.81 9.93 3.26 1.56 1.01 1.66 -0.01 1.46 7.47 4.50
7.2.8. Kombinasi Kenaikan Upah Buruhtani dan Harga Padi Pada simulasi tunggal sebelumnya diketahui bahwa kenaikan harga padi akan berdampak positif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga yang tercermin dari indikasi peningkatan produksi padi, pendapatan rumahtangga,
peningkatan ketersediaan pangan, pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Sebaliknya, kenaikan upah buruh tani cenderung berdampak negatif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga. Hasil simulasi menunjukkan apabila terjadi secara simultan, dampak negatif dari kenaikan upah buruhtani terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga ternyata dapat terkompensasi oleh dampak positif kenaikan harga padi. Dalam model, tanda negatif hanya terdapat pada peubah endogen alokasi tenaga kerja buruh non pertanian, pendapatan berburuh dan pengeluaran pendidikan. Dampak kombinasi kenaikan kedua peubah dapat disimak pada Tabel 40 dan Tabel 41.
Tabel 40. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen
Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan
Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar
0.6856 2521 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.7672 2807 154042 91939 387.4734 278.8493 666.3227 443.8812 1107800 2787880 6023205 770484 7882135 7863732 2457018 2652480 6333426 88.8061 344968 378121 7056515 738578 1383840
Perubahan % Unit 0.0816 286 16714 9545 14.2855 30.5025 44.788 -2.8915 159452 698080 698080 -2481 695599 695599 283011 94516 94516 0.9859 5365 -37 99844 56993 56992
11.90 11.34 12.17 11.58 3.83 12.28 7.21 -0.65 16.81 33.40 13.11 -0.32 9.68 9.70 13.02 3.69 1.51 1.12 1.58 -0.01 1.44 8.36 4.30
Kombinasi kenaikan harga padi dan upah buruh tani berdampak pada peningkatan luas garapan petani sehingga produksi padi yang diperoleh juga meningkat. Seiring dengan peningkatan produksi padi
terjadi peningkatan
pendapatan rumahtangga karena tambahan penerimaan usahatani masih lebih besar dari tambahan biaya usahatani akibat penggunaan sarana produksi yang makin intensif. Oleh karena pertambahan luas garapan dan produksi di daerah sawah lebih tinggi maka peningkatan pendapatan rumahtangga di daerah tersebut menjadi lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan di daerah non sawah.
Tabel 41. Dampak Kenaikan Upah Buruh Tani (20%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem NonSawah Peubah Endogen
Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan
Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar
0.7911 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.8757 3052 118521 62010 428.5659 281.716 710.2819 312.5349 1053452 3378910 7013003 705057 8903016 8891690 3101814 2892028 5920167 94.9856 295927 440528 6656622 758724 1217982
Perubahan % Unit 0.0846 296 17296 9877 14.6424 31.4264 46.0689 -2.6249 178952 776897 776896 -1846 775050 775051 300184 101722 101722 1.0611 6037 -42 107717 63502 63502
10.69 10.74 17.09 18.95 3.54 12.56 6.94 -0.83 20.46 29.86 12.46 -0.26 9.54 9.55 10.71 3.65 1.75 1.13 2.08 -0.01 1.64 9.13 5.50
Peningkatan pendapatan rumahtangga berdampak pada peningkatan ketersediaan pangan dalam rumahtangga, pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Dari simulasi diketahui peningkatan ketersediaan pangan di daerah sawah relatif lebih tinggi dibanding daerah non sawah. Namun demikian perubahan proporsi pengeluaran pangan dan derajat kecukupan energi antara kedua daerah tidak berbeda nyata. Peningkatan
pendapatan
juga
mendorong
peningkatan
investasi
rumahtangga. Sebagian tambahan pendapatan disimpan sebagai tabungan dan cadangan modal usaha sehingga nilai kedua peubah bertambah. Peningkatan tabungan dan modal usaha cenderung lebih tinggi di daerah non sawah karenasecara nominal tingkat pendapatan rumahtangga di daerah ini lebih tinggi dibanding rumahtangga di daerah sawah.
7.2.9. Kombinasi Kenaikan Harga Pupuk, Padi dan Upah Buruhtani
Pada kenyataan sehari-hari, kenaikan harga output biasanya akan diikuti oleh kenaikan harga input. Atau sebaliknya, kenaikan harga input tidak diikuti secara sebanding oleh kenaikan harga output. Akibatnya, tidak jarang petani merasa kenaikan harga output sebagai bentuk insentif tidak banyak memberi manfaat. Simulasi yang lebih kompleks dilakukan dengan mengkombinasikan kenaikan harga pupuk Urea dan TSP dengan upah buruh tani serta kenaikan harga padi. Dampak simulasi kombinasi tersebut terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga disajikan pada Tabel 42 dan Tabel 43. Sebagaimana hasil simulasi kombinasi harga padi dengan salah satu harga input (pupuk atau upah tenaga kerja), kombinasi kenaikan harga pupuk dan buruh tani dengan harga padi masih berdampak positif terhadap ketahanan pangan
rumahtangga. Akan tetapi persentase perubahan peubah-peubah endogen dalam simulasi tersebut relatif lebih rendah. Kombinasi perubahan harga pupuk, upah buruhtani serta harga padi mendorong peningkatan produksi 6.27 persen di daerah sawah dan 5.77 persen di daerah non sawah.
Tabel 42. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %), TSP (40%), Upah Buruh Tani (20%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan
Nilai dasar
Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp %
RP RP RP RP RP
0.6856 252 1 137328 82394 373.1879 248.3468 621.5347 446.7727 948348 2089800 5325125 772965 7186536 7168133 2174007 2557964 6238910 87.8202 339603 378158 6956671 681585 1326848
Hasil Simulasi 0.7343 2679 182798 144561 379.8671 264.1762 644.0432 447.126 1168064 2549315 5784640 774815 7647901 7629498 2420799 2634646 6315592 88.6201 342931 378 134 7036656 719387 1364649
Perubahan % Unit 0.0487 158 45470 62167 6.6792 15.8294 22.5085 0.3533 219716 459515 459515 1850 461365 461365 246792 76682 76682 0.7999 3328 -24 79985 37802 37801
7.10 6.27 33.1 1 75.45 1.79 6.37 3.62 0.08 23.17 21.99 8.63 0.24 6.42 6.44 11.35 3.00 1.23 0.91 0.98 -0.01 1.15 5.55 2.85 i
Meskipun
terdapat
kenaikan
biaya
usahatani
akibat
peningkatan
penggunaan sarana produksi, tambahan penerimaan usahatani karena peningkatan harga dan volume produksi tampaknya masih lebih tinggi sehingga masih terdapat surplus pada pendapatan usahatani. Surplus usahatani akhirnya berdampak pada
peningkatan pendapatan rumahtangga. Penurunan pendapatan berburuh tidak berpengaruh banyak terhadap tingkat pendapatan rumahtangga. Hal ini karena kontribusi
pendapatan
berburuh
relatif
kecil
dalam
struktur
pendapatan
rumahtangga.
Tabel 43. Dampak Kenaikan Harga Pupuk Urea (30 %), TSP (40%), Upah Buruh Tani (20%) dan Harga Padi (15%) Terhadap Peubah-peubah Endogen Model Perilaku Rumahtangga Pertanian Di Daerah Agroekosistem Non Sawah Peubah Endogen Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
Satuan Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP Rp RP RP RP RP RP RP Rp % RP RP RP RP RP
Nilai dasar 0.7911 2756 101225 52133 413.9235 250.2896 664.213 315.1598 874500 2602013 6236107 706903 8127966 8116639 2801630 2790306 5818445 93.9245 289890 440570 6548905 695222 1154480
Hasil Simulasi 0.8402 2915 148569 118800 420.3743 265.9089 686.2832 316.0043 1116284 3117373 6751466 709669 8646092 8634765 3062087 2872467 5900606 94.7816 293692 440542 6634840 737673 1196932
Perubahan Unit % 0.0491 159 47344 66667 6.4508 15.6193 22.0702 0.8445 241784 515360 515359 2766 518126 518126 260457 82161 82161 0.8571 3802 -28 85935 42451 42452
6.21 5.77 46.77 127.88 1.56 6.24 3.32 0.27 27.65 19.81 8.26 0.39 6.37 6.38 9.30 2.94 1.41 0.91 1.31 -0.01 1.31 6.1 1 3.68
Sebagaimana hasil simulasi sebelumnya, peningkatan pendapatan akan menimbulkan dampak positif terhadap keragaan ketahanan pangan rumahtangga. Ketersediaan pangan dalam rumahtangga meningkat. Demikian pula, pengeluaran pangan dan derajat kecukupan energi mengalami peningkatan. Selain itu, terjadi
peningkatan investasi rumahtangga sehingga nilai tabungan dan modal usaha semakin tinggi. Kecenderungan menambah investasi cenderung menurunkan pengeluaran pendidikan tetapi dengan nilai sangat kecil. Bila dibandingkan antara kedua wilayah, peningkatan produksi, pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga di daerah sawah relatif lebih tinggi dibanding daerah non sawah. Demikian pula peningkatan ketersediaan dan pengeluaran pangan, juga lebih tinggi di daerah sawah. Akan tetapi, peningkatan derajat kecukupan energi di daerah non sawah lebih tinggi dibanding daerah sawah. Keadaan demikian terjadi karena preferensi konsumsi rumahtangga di kedua daerah berbeda. Seperti terlihat pada Tabel 13 bab sebelumnya, kecenderungan preferensi pangan pokok di daerah non sawah lebih tinggi dibanding daerah sawah. Artinya bila terjadi peningkatan pendapatan rumahtangga maka konsumsi pangan pokok di daerah non sawah cenderung meningkat lebih tinggi.
7.3. Evaluasi Hasil Simulasi Untuk membandingkan intensitas masing-masing dampak perubahan faktor ekonomi terhadap ketahanan pangan rumahtangga pertanian pada Tabel 44 dan Tabel 45 disajikan rekapitulasi seluruh hasil simulasi, masing-masing untuk daerah agroekosistem sawah dan non sawah. Pada kedua tabel dapat disimak, kebijakan penghapusan subsidi pupuk yang mengakibatkan kenaikan harga pupuk dan kenaikan upah buruhtani berdampak negatif terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Sebaliknya, kenaikan harga padi, cadangan pangan, alokasi waktu berburuh dan luas garapan berdampak positif terhadap ketahanan pangan rumahtangga pertanian.
Tabel 44. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor-Faktor Ekonomi Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Pertanian di Daerah Agroekosistem Sawah. Peubah Endogen
Satuan
/
Nilai dasar I
Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
II
I
Ill
I
Perubahan Simulasi ke: (%) IV I v I VI I
Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP RP RP RP RP RP RP RP RP % RP RP RP RP RP
Keterangan: I = Harga pupuk Urea baik 30 persen dan TSP 40 persen II = Upah buruh tani naik 20 persen 111 = Cadangan pangan naik 25 persen IV = Alokasi waktu berburuh tani naik 10 Persen dan buruh non pertanian naik 15 persen V = Harga padi naik 15 persen
Vlll 11.90 11.34 12.17 11.58 3.83 12.28 7.21 -0.65 16.81 33.40 13.11 -0.32 9.68 9.70 13.02 3.69 1.51 1.12 1.58 -0.01 1.44 8.36 4.30
VI
= Luas sawah garapan naik 25 persen
VII Vlll IX
= Kombinasi kenaikan harga pupuk dan harga padi = Kombinasi kenaikan harga padi dan upah buruh tani = Kombinasi kenaikan harga padi, harga pupuk dan upah buruhtani
-
o P
Tabel 45. Rekapitulasi Dampak Perubahan Faktor-Faktor Ekonomi Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Pertanian di Daerah Agroekosistem Non Sawah. Peubah Endogen
Satuan
Nilai dasar I
Luas sawah garapan Produksi padi Nilai penggunaan Urea Nilai penggunaan TSP Alokasi t-kerja keluarga Alokasi t-kerja luar keluarga Total t-kerja usahatani Alokasi t-kerja buruh nonpert Biaya usahatani Pendapatan usahatani padi Pendapatan pertanian Pendapatan berburuh Pendapatan rumahtangga Pendapatan disposable Nilai padi yg tdk dijual Pengeluaran pangan Total pengeluaran konsumsi Kecukupan energi Pengeluaran kesehatan Pengeluaran pendidikan Total pengeluaran Nilai tabungan Modal usaha
II
1
Ill
1
Perubahan Simulasi ke: (%) IV v I Vl
I
Ha Kg RP RP Jam Jam Jam Jam RP RP RP RP RP RP RP RP RP % RP RP RP RP RP
Keterangan: I = Harga pupuk Urea baik 30 persen dan TSP 40 persen II = Upah buruh tani naik 20 persen 111 = Cadangan pangan naik 25 persen IV = Alokasi waktu berburuh tani naik 10 Persen dan buruh non pertanian naik 15 persen V = Harga padi naik 15 persen
Vlll 10.69 10.74 17.09 18.95 3.54 12.56 6.94 -0.83 20.46 29.86 12.46 -0.26 9.54 9.55 10.71 3.65 1.75 1.13 2.08 -0.01 1.64 9.13 5.50
VI
= Luas sawah garapan naik 25 persen
VII Vlll IX
= Kombinasi kenaikan harga pupuk dan harga padi = Kombinasi kenaikan harga padi dan upah buruh tani = Kombinasi kenaikan harga padi, harga pupuk dan upah buruhtani
+
5
Pada simulasi kenaikan harga input (harga pupuk dan upah buruh tani), kinerja ketahanan pangan rumahtangga terkesan lebih buruk apabila terjadi kenaikan harga pupuk dibandingkan kenaikan upah buruh tani. Meskipun persentase kenaikan biaya usahatani akibat kenaikan harga pupuk relatif lebih kecil, tetapi pengurangan luas lahan garapan pada simulasi tersebut jauh lebih besar. Akibatnya, proporsi penurunan produksi usahatani dan pendapatan rumahtangga menjadi lebih besar.
Seiring dengan penurunan pendapatan tersebut maka
penurunan ketersediaan pangan (nilai padi yang tidak dijual), pengeluaran pangan dan kecukupan energi akibat kenaikan harga pupuk juga menjadi lebih besar dibanding pada kenaikan upah buruhtani. Perubahan faktor ekonomi kenaikan harga padi dan luas garapan secara tunggal lebih menguntungkan rumahtangga pertanian dalam perspektif peningkatan ketahanan pangan dibanding perubahan kenaikan cadangan pangan dan alokasi waktu berburuh. Hasil analisis menunjukkan, peningkatan produksi yang didorong oleh kenaikan harga dan luas garapan padi jauh lebih besar dibanding peningkatan karena kenaikan cadangan pangan dan alokasi waktu berburuh. Demikian pula peningkatan pendapatan rumahtangga, ketersediaan pangan, pengeluaran pangan dan kecukupan energi lebih besar bila terjadi kenaikan harga padi dan luas garapan. Pada simulasi pertambahan luas sawah garapan, produksi padi mengalami peningkatan cukup besar. Akan tetapi pertambahan luas garapan tersebut juga diikuti dengan ekskalasi biaya produksi cukup tinggi (mencapai 34.27 %) sehingga secara net0 peningkatan pendapatan rumahtangga akibat pertambahan luas garapan tidak setinggi peningkatan pendapatan akibat kenaikan harga padi. Sejalan dengan ha1 tersebut, perubahan ketersediaan dan pengeluaran pangan serta
kecukupan energi akibat pertambahan luas garapan juga tidak sebesar perubahan akibat kenaikan harga padi. Pada simulasi ganda (kombinasi), perubahan harga-harga input dan output yang terjadi secara simultan masih dapat meningkatkan kinerja ketahanan pangan rumahtanga pertanian. Hal ini disebabkan dampak positif kenaikan harga padi terhadap ketahanan pangan rumahtangga pertanian masih lebih besar dibandingkan dampak negatif dari kenaikan harga pupuk, upah buruh tani atau kombinasi kedua kenaikan tersebut. Akan tetapi dari analisis model perilaku sebelumnya diketahui bahwa perubahan harga padi tidak menimbulkan respon keputusan rumahtangga dalam berusahatani, khususnya dalam peningkatan luas sawah garapan sebagai basis peningkatan
produksi dan
ketersediaan pangan. Banyaknya faktor
yang
mempengaruhi kemampuan penguasaaan lahan garapan menyebabkan perubahan kenaikan harga padi secara
tunggal tidak dapat langsung menarik respon
rumahtangga untuk menambah luas sawah garapan mereka. interpretasi Tabel 44 dan Tabel 45
Terkait dengan
di atas, perspektif peningkatan ketahanan
pangan rumahtangga pertanian tidak dapat hanya diarahkan pada upaya peningkatan harga output saja, tetapi juga perlu diarahkan pada upaya penataan kelembagaan penguasaan lahan pertanian, khususnya sawah. Rekapitulasi hasil pada Tabel 44 dan Tabel 45 juga menunjukkan, perubahan koefisien peubah endogen pada setiap simulasi cenderung berbeda antara agroekosistem sawah dengan non sawah. Itu berarti implementasi kebijakan dan perubahan faktor-faktor ekonomi lain direspon secara berbeda oleh rumahtangga di kedua agroekosistem. Pada kedua tabel dapat disimak respon peubah endogen dari indikator-indikator ketahanan pangan rumahtangga cenderung lebih besar di daerah
agroekosistem non sawah. Secara implisit ha1 ini menunjukkan perlunya mengakomodasi faktor spesifik lokasi dalam perencanaan program maupun analisis tentang ketahanan pangan rumahtangga pertanian agar hasil dan manfaat yang diperoleh tidak bias dari tujuan pelaksanaan program ataupun penelitian yang telah ditetapkan.