VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi dan satwa) pada ruang terbuka hijau Kompleks BBRVBD Cibinong. Gambar rencana tapak (site plan) tersaji dalam Lampiran 16. 7.1. Rencana Ruang Berdasarkan pembagian ruang yang telah ditetapkan pada tahap konsep ruang, rencana tata ruang Kompleks BBRVBD Cibinong terbagi atas ruang rekreasi aktif, ruang rekreasi pasif, dan ruang konservasi. Berikut ini adalah matriks hubungan ruang, jenis aktivitas, fasilitas dalam ruang, dan standar kebutuhan ruang (Tabel 15).
Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) Pembagian Ruang
Jenis Aktivitas
Fasilitas
Standar Kebutuhan Ruang 10 m2/orang (Chiara dan Koppleman, 1990)
Rekreasi Aktif
berkebun
planter box, wastafel, rak semai, dan rak perkakas
Rekreasi Pasif
berjalan-jalan, dudukduduk, menikmati lingkungan sekitar
pergola, gazebo, dan bangku taman
8 m2/orang (Chiara dan Koppleman, 1990)
Konservasi
rusa makan, minum, menjelajah, berlindung, dan bekembang biak
pohon penduh, padang rumput, dan kolam/telaga
800 m2/ekor (Akmal, 2004)
Ruang rekreasi aktif (Lampiran 17, 18, 19, 20, 21, dan 22) adalah ruang yang direncanakan untuk kegiatan rekreasi alami sederhana dengan tujuan mendekatkan diri dengan alam dan meningkatkan hubungan pengguna dengan tanaman (berkebun). Praktik berkebun ini bertujuan menambah kegiatan pada ruang terbuka hijau dan menstimulasi aspek psikologis yang dilakukan dalam bentuk praktik budi daya tanaman. Ruang ini terletak pada ruang terbuka hijau di
67
antara ruang pelatihan vokasional siswa dan taman bundar di dekat ruang administrasi. Ruang rekreasi pasif (Lampiran 23, 24, dan 25) adalah ruang yang direncanakan untuk kegiatan rekreasi yang lebih bersifat interpretatif, seperti mengamati satwa, menikmati pemandangan, jalan-jalan, dan aktivitas rekreasi pasif lainnya. Ruang ini terletak di bagian barat laut pada tapak di dekat asrama staf pelatihan. Ruang konservasi (Lampiran 26, 27, dan 28) adalah ruang yang direncanakan untuk tempat perlindungan vegetasi satwa, terutama rusa. Ruang ini merupakan habitat rusa yang mengakomodasi rusa untuk menjelajah, berlindung dari terik matahari dan hujan, mencari makan dan minum, beristirahat, berkembang biak, dan membesarkan anak-anaknya. Ruang ini terletak pada bagian barat tapak, hal ini dimaksudkan agar ruang ini berfungsi optimal sebagai habitat satwa. Dari hasil analisis yang dilakukan dan ruang-ruang yang direncanakan, diperoleh gambaran mengenai jenis aktivitas rekreasi ruang luar, aktivitas satwa, dan kebutuhan vegetasi. Selanjutnya, dibuatlah matriks kesesuaian antara aktivitas tersebut dan sumber daya yang ada di tapak (Tabel 16). Tabel 16. Matriks Kesuaian Antara Sumber Daya dan Aktivitas Aktivitas Rekreasi Pasif
Makan & Minum
Berlindung
Berkembang Biak
Tumbuh
Suhu Kelembaban
+ + + -
+ + + +
+ + + -
+ + + +
+ + + +
Curah Hujan
-
-
-
-
+
+
Angin
+
+
+
+
+
+
Air
-
-
-
-
-
+
Topografi Tanah
Tapak
Vegetasi
+ + + -
Sumber Daya
Iklim
Satwa
Rekreasi Aktif
Pengguna Tapak
Pohon
-
-
+
+
+
+
Rumput
+
+
+
+
+
+
Keterangan:
+ : sesuai
- : kurang sesuai
68
Kondisi ruang terbuka hijau kompleks BBRVBD yang cukup luas dan terpencar menjadi beberapa bagian mengakibatkan hubungan antarruang yang tidak erat. Ruang-ruang yang direncanakan hanya dapat diakses melalui koridorkoridor
gedung.
Meskipun
terkesan
terpisah-pisah,
setiap
ruang
yang
direncanakan memiliki karakter yang sangat kuat sehingga dapat mengurangi kesan ambiguitas. Tabel 17 menyajikan matriks keterkaitan antarruang. Tabel 17. Matriks Hubungan Antarruang Ruang
Rekreasi Aktif
Rekreasi Aktif Rekreasi Pasif Konservasi
-
Keterangan: *
Rekreasi Pasif -
Konservasi *
*
-
: berhubungan tidak langung : tidak berhubungan
+
: berhubungan
7.2. Rencana Fasilitas Fasilitas yang direncanakan disesuaikan dengan kebutuhan aktivitas masing-masing ruang. Pada ruang rekreasi aktif, fasilitas yang direncanakan adalah planter box dan rak susun vertikultur yang dapat berfungsi sebagai sarana berkebun yang sesuai dengan karakter pengguna. Selain itu, juga akan ditambahkan elemen taman lain berupa lampu taman, keran air, gudang sederhana untuk menyimpan perkakas (Gambar 38) berkebun, dan ramp yang aman untuk jalur masuk pengguna.
garpu untuk mendangir media tanam
sekop kecil untuk memasukkan media tanam
gunting untuk memangkas batang tanaman
sprayer untuk menyiram tanaman dan menyemprotkan pupuk dan pestisida
Gambar 38. Peralatan Berkebun yang Dibutuhkan pada Ruang Rekreasi Aktif
69
Menurut Haris dan Dines (1988), lebar minimum satu jalur pengguna kursi roda adalah 4’ (1200 mm), dengan lebar planter box 1200 mm dan tinggi 600 mm hingga 850 mm, serta tinggi kaki penyangga planter box 300 mm. Selain itu, terdapat ruang menjorok ke dalam pada bagian tinggi planter box sejauh 175 mm (Gambar 39). Gambar 40 menyajikan ilustrasi kegiatan yang akan dilakukan pada ruang rekreasi aktif. Pengguna tapak dapat melakukan budi daya tanaman yang merupakan suatu rangkaian kegiatan berkebun (hortikultura) dengan sarana yang lebih sederhana dan mudah.
Gambar 39. Standar Planter Box bagi Penyandang Cacat (Harris and Dines, 1988)
Gambar 40. Ilustrasi Bentukan Planter Box bagi Penyandang Cacat
70
Fasilitas yang direncanakan pada ruang rekreasi pasif adalah bangku taman,
gazebo,
dan
pergola.
mengakomodasi pengguna tapak
Fasilitas-fasilitas
ini
beristirahat sejenak,
diharapkan untuk
dapat
mengamati
lingkungan sekitar dengan alat inderanya. Pada ruang rekreasi pasif diharapkan, pengguna tapak dapat lebih berelaksasi dengan atraksi yang sangat minim, yakni duduk santai menikmati pemandangan, mendengarkan suara lembut, dan menikmati aroma yang menyegarkan (Gambar 41).
Gambar 41. Ilustrasi Rekreasi Pasif Bagi Penyandang Cacat Fasilitas pada ruang konservasi adalah menciptakan habitat yang alami bagi satwa dan vegetasi, yakni dengan pembuatan kolam/telaga untuk minum rusa. Fasilitas untuk interpretasi pada tapak berupa papan informasi (untuk peringatan dan himbauan) dan interpretasi. Referensi (Gambar 42) yang didapat dari Haris dan Dines (1988), terkait dengan standar zona peletakan papan informasi. Tinggi pandangan mata pengguna kursi roda berkisar antara 760 mm hingga 915 mm, sedangkan untuk tinggi pandangan mata orang berdiri normal (diasumsikan sama dengan tinggi berdiri pengguna kruk ketiak) kurang lebih 1,4 meter. Jarak pandang pembaca minimum adalan 1,2 meter hingga 1,8 meter dengan tinggi maksimal 1,5 meter. Sarana dan fasilitas diletakkan pada ketinggian di atas 0,9 meter, sedangkan ketinggian untuk sarana tempat sampah adalah d ibawah 0,9 meter.
Gambar 42. Zona Peletakan Papan Informasi (Harris and Dines, 1988)
71
7.3. Rencana Sirkulasi Sirkulasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari sirkulasi primer dan sekunder. Sirkulasi primer berfungsi sebagai jalur yang mengakomodasi kendaraan, sedangkan sirkulasi sekunder berfungsi sebagai yang mengakomodasi pengguna dan menghubungkan tempat-tempat pada setiap ruang. Sirkulasi sekunder lebih ditekankan pada peruntukan pengguna, yakni dengan keterbatasan fisik. Jalur sirkulasi sekunder pada tapak memanfaatkan koridor pada bangunan yang telah ada dan perombakan pada jalur pedestrian (jogging track) pada RTH BBRVBD. Hal ini dilakukan karena standar ukuran desain kurang memadai untuk sirkulasi penyandang cacat dengan alat bantu, dan terdapat spot ‘menjebak’ (buntu) sehingga jalur sirkulasi sekunder pada RTH BBRVBBD tersebut ditiadakan. Selain itu, kehadiran manusia dapat menganggu tingkat kenyamanan dan adaptasi rusa sehingga rusa tersebut merasa terusik dan menjauh dari manusia yang hendak melintas atau menghampirinya. Pertimbangan lain adalah karena perilaku rusa yang pada masa-masa tertentu (saat birahi dan musim kawin) menjadi rusa yang jalang sehingga dapat mengancam kehadiran pengguna tapak yang berada dalam kawasan tersebut. Komposisi jalur sirkulasi menentukan distribusi beban yang diberikan pada tanah (Gambar 43). Haris dan Dines (1988) mengemukakan dua jenis komposisi pendistribusian beban pada tanah, yakni beban ditopang oleh aspal/perkerasan kemudian langsung didistribusikan pada tanah (2 lapis yang meliputi perkerasan dan tanah) dan beban ditopang oleh aspal/perkerasan kemudian diredam terlebih dahulu selanjutnya dipencar ke tanah (3 lapis yang meliputi perkerasan, subgrade/bidang kerja, dan tanah). Pada tapak, jalur sirkulasi yang direncanakan adalah komposisi tiga lapis dengan tujuan menjaga kondisi jalur sirkulasi dari beban yang akan ditanggungnya,
Gambar 43. Komposisi Aspal Jalur Sirkulasi (Harris and Dines, 1988)
72
Secara detil dimensi ukuran kursi roda dengan memiliki lebar 2’-1” (63,5 cm), panjang 3’-6” (106,8 cm), dan tinggi 125 cm (Gambar 44). Gambar 45 dan 46 menyajikan lebar jalur kursi roda yang direkomendasikan untuk satu jalur pengguna kursi roda adalah 4’ (121,92 cm), untuk dua jalur arah adalah 6’ (182,88 cm), dan untuk satu pengguna kursi roda dan satu pengguna kruk ketiak adalah 5’ (152,4 cm) (Brooks, 1988). Jalur sirkulasi yang saat ini terdapat pada tapak adalah Kelas III (jalur sirkulasi untuk satu pengguna kursi roda) jalur ini akan dipertahankan. Jalur sirkulasi yang akan direncanakan adalah Kelas II, yakni dengan sirkulasi dua arah oleh pengguna kursi roda untuk memudahkan akses.
Gambar 44. Standar Khusus dan Manuver Kursi Roda (Brooks, 1988)
Gambar 45. Standar Jalur Sirkulasi bagi Penyandang Cacat (Harris and Dines, 1988)
73
Gambar 46. Rekomendasi Jalur Sirkulasi Pengguna Kursi Roda (Brooks, 1988) 7.4. Rencana Tata Hijau Rencana vegetasi direncanakan sesuai dengan kebutuhan ruang yang direncanakan serta fungsi-fungsi pada ruang. Pada ruang rekreasi aktif, tata hijau direncanakan komposisi, susunan, bentukan, dan fungsinya untuk menunjang aktivitas rekreasi aktif. Ruang rekreasi aktif yang direncanakan berupa taman sayur. Pohon peneduh diperlukan sebagai shelter, tetapi tidak terlalu rimbun agar cahaya matahari dapat masuk dan memberikan cahaya bagi tanaman budi daya yang ditanam oleh pengguna tapak. Pada ruang rekreasi pasif, tata hijau direncanakan komposisi, susunan, bentukan, dan fungsinya untuk dapat menunjang aktivitas rekreasi pasif. Pohon peneduh digunakan sebagai shelter bagi pengguna tapak sehingga pengguna tapak dapat berteduh di bawahnya. Tanaman dengan bentukan, tekstur, dan aroma yang khas juga digunakan untuk menarik pengunjung tapak untuk masuk dan beraktivitas di dalamnya. Pada ruang konservasi, tata hijau direncanakan komposisi, susunan, bentukan, dan fungsinya sebagai habitat bagi satwa terutama rusa. Pada ruang konservasi ini, tata hijau diharapkan dapat menjadi tempat perlindungan dan tempat untuk beraktivitas bagi rusa sehingga dibutuhkan bentukan hutan sebagai tempat berlindung dan pertanaman rumput untuk beraktivitas bagi rusa.