VII. PENGARUH PROGRAM ITTARA TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN 7.1. Pengaruh Program ITTARA terhadap Produksi Ubi Kayu
Fungsi produksi meliputi Wilayah A (Model I), Wilayah B (Model 11), Wilayah C (Model 111), fbngsi produksi gabungan tanpa variabel dummy (Model IV), gabungan dengan variabel dumnzy (Model V) dan fbngsi produksi terestriksi untuk pendugaan ekonomi skala usaha (Model VI). Pada analisis data, semua variabel input produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi kayu dimasukkan dalam model. Variabel tersebut meliputi luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja, serta variabel dummy program dan dummy imbas. Berdasarkan hasil regresi persamaan produksi pada Lampiran 13-22,
disusun tabel hasil pendugaan fungsi produksi
model I, 11, 111, IV, V dan VI pada Tabel 27. Tabel 27. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Ubi Kayu di Lampung Timur, Tahun 2002 Gabungan
Wilayah A
Wilayah
B
Wilayah C
Model
Model
Model
tanpa dummy Model
XS
33 0.2247 9.7974 1.4113" -0.7431 -0.1934 0,1420" -0.3389
33 0.3970 8.5389 1.8913" -1.5145 0.2515' 0.7009" 0.0828
33 0.3 156 5.6063 0.4017~ 0.1888' 0.1591" 0.2577" -0.0025
113 1.5084 7.6561 0.5164" 0.0076 -0.0229 0.01 56" 0.0095"
Xa
0,7940" -0,0739
0,2049
0,6058"
0.9418
0.9296
Sumber
DF error SSE Intersep
x
1
x2 x 3
xi Dl D2 R~~
-
-
0.9384
0.9307
-
-
Keterangan: a: Nyata pada taraf a 5% ; b. a 10 %; dan c. a 20 %
dummy
Berdasarkan Tabel 27, dilakukan analisis terhadap pergeseran fungsi produksi untuk melihat apakah terdapat perbedaan intersep dan slope atau dengan kata lain apakah terjadi perubahan teknologi dan apakah perubahan teknologi tersebut bersifat netral atau tidak. Adanya pergeseran fungsi produksi akan dilihat dari usahatani ubi kayu Wilayah A (Model I), Wilayah B (Model 11), dan Wilayah
C (Model 111) dengan melakukan uji F terhadap fungsi produksi pada Model I, 11, dan I11 terhadap model V. Sedangkan untuk melihat adanya perbedaan intersep maka dilakukan uji serupa pada Model IV terhadap Model V. Hasil uji analisis varian persarnaan regresi I, 11, 111, IV, dan V disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Uji Analisis Varian Fungsi produksi Ubi Kayu di Lampung Timur, Tahun 2002 SS
DF
MS
Model I, 11, I11
0.93737
99
0.0095
Perbedaan slope
0.10412
12
0.0087
0.9158
Model V
1.04149
111
Perbedaan intersep
0.46694
2
0.23347
26.836
Model IV
1SO843
113
Sumber
F hitung
Berdasarkan Tabel 28, hasil uji perbedaan intersep diantara ketiga wilayah yaitu uji F Model IV terhadap Model V didapatkan nilai F hitung (26.843) > F 0.05
(4.79), artinya intersep ketiga wilayah berbeda.
Sedangkan hasil uji
melihat perbedaan slope diantara ketiga wilayah yaitu uji F Model terhadap Model V didapatkan nilai F hitung (0.9158) < F
0.05
untuk I, 11, I11
(2.34), artinya tidak
terdapat perbedaan slope diantara ketiga wilayah. Berdasarkan hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan teknologi dan teknologi Program ITTARA bersifat netral, atau dengan kata lain
59 teknologi dapat meningkatkan produksi per satuan input yang digunakan. Teknologi bersifat netral juga didapatkan dari hasil penelitian Sutawan (1977), dimana teknologi menyebabkan peningkatan produksi padi dari varietas lokal ke varietas unggul. Selanjutnya untuk menguji apakah ekonomi skala usaha berada pada kondisi incrasing, constant, atau deceasing return to scale maka dilakukan analisis ckonomi skala usaha, dengall cara menjumlahkan nilai parameter dugaan pada Model V, dimana total nilai parameter adalah 1.136 (artinya C bi > 1). Nilai parameter input tetap dan tidak tetap lebih besar dari satu menunjukkan skala usaha berada pada kondisi increasing return to scale. Secara statistik nilai ini perlu diuji, dengan melakukan restriksi pada fungsi produksi dimana hipotesisnya adalah C bi
=
1 (Model VI). Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan
antara kondisi tersetriksi dengan tanpa restriksi atau antara Model VI dengan Model V. Hasil uji F menunjukkan nilai F hitung (16.04) lebih besar dari F oos (3.84), menandakan bahwa ekonomi skala usaha berada pada kondisi increasing rett~rn to scale.
Hal ini berarti bahwa setiap penambahan input secara
~xopol-sionalmaka output akan lneningkat dengan laju yang lebih besar. Berdasarkan hasil dari serangkaian uji di atas, maka dipilih Model V sebagai fungsi produksi ubi kayu di Lampung Timur karena memiliki nilai parameter dugaan yang sesuai dengan harapan, dibandingkan dengan model lainnya. Fungsi ini yang akan digunakan dalam analisis selanjutnya. Dari fungsi produksi terpilih, terlihat bahwa semua tanda parameter dugaan positif yang berarti bahwa hasil produksi ubi kayu akan meningkat dengan semakin banyaknya input produksi yang digunakan.
60
Hasil pendugaan parameter fungsi produksi ubi kayu dengan Model V seperti tertera pada Tabel 27, memiliki nilai koefisien determinasi ( R ~ )sebesar 0.9514, al-tinya keragaman produksi ubi kayu dapat dijelaskan oleh keragaman input, program ITTARA dan imbasnya sebesar 95.14%. Nilai F hitung nyata pada taraf a 1% mengindikasikan bahwa model cukup baik, karena variabel bebas dapat menerangkan keragaman variabel terikat yaitu produksi. Utuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, perlu dilakukan pembahasan terhadap masing-masing parameter dugaan. Pertama, tanda parameter dugaan variabel input tetap lahan adalah positif dan nyata pada taraf a 5% dengan nilai sebesar 0.7727, artinya setiap penambahan input lahan sebesar 1% maka produksi ubi kayu akan meningkat 0.7727%. Kedua, tanda parameter dugaan input tidak tetap bibit, pupuk urea, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja adalah positif dan sesuai harapan. Peningltatan penggunaan input tersebut akan meningkatkan produksi ubi kayu. Nilai parameter dugaan bibit 0.1553 dan nyata pada taraf a lo%, artinya setiap peningkatan penggunaan bibit sebesar 1% maka produksi ubi kayu akan meningkat sebesar 15.53% dengan asumsi faktor lainnya tetap.
Demikian
selanjutnya untuk input tidak tetap lainnya, kecuali input tenaga kerja meskipun bertanda positif tetapi tidak berpengaruh nyata pada taraf a 20%. Hal ini terjadi karena kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa input tenaga kerja di wilayah penelitian tersedia dalam jumlah yang cukup. Untuk mengetahui pengaruh program dan imbas program terhadap produksi ubi kayu, dilihat dari tanda parameter variabel dummy program dan dummy imbas yaitu positif dan sesuai harapan. Artinya dengan adanya Program ITTARA lnaka
61
t~ngkat produksi ubi kayu
di wilayah program dan imbas meningkat,
dibandingkan dengan wilayah non program. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ilnbas program yang terjadi di Wilayah B adalah dalam penggunaan bibit unggul dengan varietas yang sesuai anjuran, yaitu Thailand dan Gading. Selain itu, petani di Wilayah B sebagian besar sudah melakukan pemupukan sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
7.2. Pengaruh Program ITTARA terhadap Pendapatan Petani Ubi Kayu
Berdasarkan
Tabel
27,
terlihat
bahwa
Program
ITTARA
dapat
meningkatkan produksi ubi kayu. Hal ini dapat dilihat dari nilai parameter dugaan
dummy program pada Model V yang positif dan sesuai harapan. Selanjutnya, unt~tkmenduga apakah dengan meningkatnya produksi ubi kayu sebagai akibat dari adanya Program ITTARA, tingkat pendapatan juga akan meningkat dapat dilihat dari hasil regresi persamaan pendapatan. Berdasarkan hasil regresi persamaan pendapatan pada Lampiran 23 dan 24 didapat nilai parameter dugaan, tertera pada Tabel 29. Tabel 29. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Pendapatan Petani Ubi Kayu di Lampung Timur, Tahun 2002 Variabel bebas
Nilai Parameter
Peluang ( a )tolak Ho
Intersep
0.46464 14
0.2244
LAP (A)
0.9432430
0.000 1
PRD (Q)
1.4372240
0.0001
Koefisien Determinasi ( R ~ )
0.955 1
F hitung: 1 245.845
Hasil pendugaan pendapatan petani ubi kayu pada Tabel 29 memiliki nilai koefisien determinasi (R') sebesar 0.9551, artinya lceragaman pendapatan ubi
62 kayu dapat dijelaskan oleh keragaman variabel luas areal panen dan produksi sebesar 95.51%. Nilai F hitung nyata pada taraf a 1%, mengindikasikan bahwa model cukup baik karena variabel bebas dapat menerangkan keragarnan variabel terikat yaitu pendapatan. Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat maka perlu dilakukan pembahasan terhadap masing-masing tanda parameter dugaan, sebagai berikut. Pertama, tanda parameter dugaan variabel luas areal panen adalah positif dan sesuai harapan, nyata pada taraf a 1% dengan nilai 0.9432. Artinya setiap penambahan luas areal panen sebesar 1% maka pendapatan &an meningkat sebesar 94.32%. Kedua, tanda parameter dugaan variabel produksi adalah positif dan sesuai harapan, nyata pada taraf a 1% dengan nilai 1.4372. Artinya jika produktivitas bertambah sebesar 1% maka pendapatan akan naik sebesar 143.72%. Dengan dernikian dapat disimpulkan bahwa meningkatnya produksi ubi kayu akan meningkatkan pendapatan petani. Introduksi teknologi Program ITTARA yang dikeluxkan oleh Pemerintah Daerah Lampung dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani ubi kayu dapat memberikan pengaruh yang positif bagi keberhasilan usahatani ubi kayu. Ketersediaan teknologi yang didukung oleh pembinaan yang rutin dari pihak yang terkait dengari Program ITTARA sangat berperan bagi keberhasilan program di lapangan.
7.3. Kontribusi Program ITTARA terhadap Produltsi dan Pendapatan Wilayah Program
llntuk mengetahui kontribusi dan manfaat Program ITTARA terhadap produksi dan pendapatan ubi kayu di wilayah program, dapat dilihat dari scatter plot
perkembangan produktivitas ubi kayu (Gambar 5).
Perbedaan laju
peningkatan produksi ubi kayu di Wilayah A, B dan C dapat dijadikan dasar untuk mengetahui kontribusi Program ITTARA. Gambar 5 disusun berdasarkan tingkat produktivitas ubi kayu di Wilayah A, B, dan C, tahun 1992-2006
(Lampiran 12). Berdasakan Gambar 5, terlihat
bahwa laju peningkatan produksi ubi kayu di Wilayah A adalah yang tertinggi dibandingkan dengan Wilayah B dan C. Hal ini menunjukkan bahwa Program ITTARA dapat mempercepat laju peningkatan produksi ubi kayu di wilayah program dan berimbas pada peningkatan produksi ubi kayu di wilayah imbas. Tingkat produktivitas ubi kayu di Wilayah A setelah jangka waktu 3 tahun sejak program dijalankan (tahun 2001), dicapai di Wilayah B dalam jangka waktu 6 tahun (tahun 2004) dan di Wilayah C dalam jangka waktu 8 tahun (tahun 2006). Kenyataan ini menunjukkan bahwa tanpa program, produksi akan meningkat tetapi laju peningkatannya lebih laillbat jika dibandingkan dengan adanya program.
1
1990 1991 I iQ-: Wilayah A
1992
1993
1994
1995
I I : Wilayah B
1996
1997
1998
1999 2000
2001
2002
2003
2004
2005
4 : Wilayah C
2006
2007
Tahun
1 . _ --
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 200 1.
Gambar 5. Perkembangan Produktivitas Ubi Kayu di Wilayah A, B dan C, Tahun 1991-2006
65 Selanjutnya, hasil perhitungan luas bidang pada gambar 5 dapat digunakan untuk melihat besarnya kontribusi Program ITTARA terhadap produksi dan pendapatan wilayah program. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa besarnya kontribusi Program ITTARA terhadap produktivitas wilayah program sampai dengan tahun
2006 diprediksikan sebesar 27.895 tonha atau sebesar 1.860
tonlhahh. Oleh karena produktivitas merupakan hasil perkalian antara produksi dan luas areal panen, maka besarnya kontribusi Program ITTARA terhadap produksi ubi kayu di wiiayah program tahun 2001 dengan luas areal panen 9 225 hektar, adalah 17 158.5 ton. Jika harga ubi kayu di tingkat petani wilayah program tahun 2001 sebesar Rp 210/kg, maka besarnya kontribusi Program ITTARA terhadap pendapatan wilayah program tahun 2001 adalah Rp 3 603 285 000 (Rp 3.603 Miliar). Kontribusi Program ITTARA yang positif juga dihasilkan dari penelitian dan pengamatan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Larnpung (dalarn Rahman, 2002). Disebutkan bahwa ITTARA tahun 2001 telah berhasil memberikan sumbangan bagi daerah Lampung sebesar Rp 664.9 Miliar. Selanjutnya, berdasarkan scatter plot pada Gambar 5 dapat di l ihat bahwa ,
kontribusi Program I'ITARA positif hanya pada tahun-tahun sebelum tahun 2006. Hal ini dikarenakan setelah tahun 2006, laju pertumbuhan produksi ubi kayu di wilayah program, imbas dan non program menunjukkan tingkat yang sama.