VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari TPA yaitu sistem liner berlapis yang berfungsi untuk meminimumkan migrasi lindi ke air tanah. Persyaratan tersebut pada dasarnya sesuai dengan harapan para stakeholders yang menginginkan TPA Bakung mendekati kondisi ideal Jika pembuatan TPA tidak dilakukan dengan hati-hati, pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya kebocoran sehingga air lindi akan keluar dan mencemari lingkungan. Sesuai dengan pendapat Tchobanoglous et al (1993) yang menyatakan bahwa lindi merupakan pencemar yang akan mencemari lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Dampak dari pencemaran yang berasal dari sampah dan lindi sekitar TPA yang berupa bau busuk gas amoniak dan gas H2S dirasakan masyarakar sekitar TPA. Lindi harus dikelola dengan sangat baik, mengingat keberadaan lindi dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran pada perairan di sekitar TPA. Selain gas amoniak dan gas H2S, TPA Bakung juga menghasilkan gas metana yang jumlahnya dapat mencapai 50 persen dari gas yang ada di TPA. Gas metana ini selanjutnya akan masuk ke atmosfir dan menyumbangkan 2 - 4 persen dari pemanasan global gas rumah kaca. Hasil pengamatan di lapangan memerlihatkan bahwa sebagian besar sampah yang masuk ke TPA Bakung kota Bandar Lampung adalah sampah organik, yakni sampah-sampah basah sisa kegiatan domestik yang mudah diuraikan. Untuk itu, pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung yang ideal, adalah sampah tidak dibuang ke TPA Bakung, tetapi sampah basahnya dijadikan kompos dan sampah keringnya dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan tangan. Kondisi ini dapat diimplementasikan di lapangan, apabila pemerintah kota Bandar Lampung melakukan sosialisasi ke masyarakat secara intensif. Tanpa pemberdayaan masyarakat, TPA Bakung harus ditutup tahun 2012 karena sudah akan melampaui batas kapasitas daya dukung. Namun demikian, apabila pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal, umur TPA Bakung yang didasarkan pada volume sampah kota Bandar Lampung adalah sekitar 15-20 tahun (sampai tahun 2020 – 2025). Pemberdayaan masyarakat dapat
146
berupa pengolahan sampah oleh masyarakat, misalnya sampah organik diolah menjadi kompos, dan limbah anorganik dijadikan bahan baku untuk kerajinan tangan (home industry), serta mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama atau berkali-kali dapat dipakai yang akan sangat mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Bakung. Analisis isi terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, menunjukkan bahwa undang-undang tersebut sudah mengakomodir berbagai aspek pengelolaan sampah,
peran
stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha), dan kerjasama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian, khusus untuk keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, belum memuat secara jelas bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Uji statistik koefisien kontingensi dari Fisher memerlihatkan adanya hubungan yang nyata (signifikan) antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung dengan keberdayaan masyarakat. Ketersediaan sarana-prasarana untuk pengelolaan sampah, kapasitas tampung TPA Bakung, dan jumlah petugas kebersihan yang merupakan kebijakan dan program pemerintah kota secara bersama-sama memberi kontribusi terhadap keberdayaan masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa keberdayaan masyarakat tidak hanya tergantung pada keinginan atau kemauan masyarakat semata, namun perlu dukungan kebijakan pemerintah kota, berupa
sarana prasarana yang
mencukupi dan kemampuan kapasitas tampung TPA serta jumlah petugas kebersihan untuk melaksanakan pengelolaan sampah Masyarakat merupakan salahsatu komponen penghasil sampah, sehingga pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan karakteristiknya dalam upaya kebersihan lingkungan sangat strategis. Karakteristik masyarakat yang terdiri dari jenis pekerjaan,
tingkat pendapatan, jarak rumah dengan TPS, jarak rumah
dengan TPA, dan persepsi masyarakat (kecuali pendidikan yang tidak signifikan) memberikan kontribusi terhadap strategi pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Beragamnya karakteristik tersebut, secara nyata memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengelolaan
kebersihan
lingkungan
147
berkelanjutan. Harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dan pemberdayaaan masyarakat dalam
pengelolaan
kebersihan lingkungan berkelanjutan memberikan gambaran yang cukup utuh bahwa diperlukan adanya strategi pemberdayaan masyarakat yang terpadu dan holistik. Persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung menunjukkan positif. Positifnya persepsi masyarakat memberikan nilai tambah terhadap keterlibatan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan. Analisis menggunakan metode AHP menunjukkan bahwa stakeholders yang paling berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah pemerintah kota Bandar Lampung sebagai penentu kebijakan dan pengambil keputusan yang menentukan berhasil-tidaknya pengelolaan kebersihan lingkungan. Stakeholders kedua yang harus diperhatikan kepentingannya dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah warga masyarakat sebagai penghasil sampah dapat mendaurulang sampah yang dihasilkan dan sekaligus dimensi kohesi sosial diperkuat, maka pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung akan berhasil.
Stakeholders ketiga yang juga harus diperhatikan dalam program
pengelolaan kebersihan lingkungan adalah pihak swasta yang dapat turutserta membiayai pengelolaan kebersihan lingkungan melalui Cooperative Social Responsibility (CSR) dan dengan memiliki berbagai pengalaman untuk mengkomersialkan bahan-bahan sampah yang selama ini tidak dilihat sebagai suatu yang dapat dikomersialkan. Stakeholders keempat adalah perguruan tinggi yang selama ini kurang dilibatkan, berkepentingan pada pengelolaan kebersihan lingkungan dapat berperan untuk memberikan inovasi-inovasi teknologi yang bersifat netral. Stakeholders kelima yang
berkepentingan pada pengelolaan
kebersihan lingkungan adalah LSM yang berfungsi sebagai mitra dan terlibat dalam memberikan masukan dan pengawasan di lapangan. Pola kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan dapat berbentuk suatu “komisi atau dewan kebersihan lingkungan kota yang berkelanjutan”. Analisis gabungan pendapat dari seluruh stakeholders terhadap level kriteria untuk melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan yang harus diperhatikan pertama kali adalah dukungan kebijakan dari pemerintah kota Bandar
148
Lampung, karena tanpa adanya dukungan kebijakan maka pengelolaan kebersihan lingkungan tidak akan berhasil. Kriteria kedua yang harus diperhatikan adalah dibentuknya organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah, mengingat dengan adanya organisasi kemasyarakatan akan dapat memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan kota serta melakukan pengawasan. Disamping itu,
banyak juga hal positif lainnya jika dibentuk
organisasi dan kelembagaan pengelolaan kebersihan lingkungan.
Kriteria
selanjutnya yang harus diperhatikan adalah ketersediaan sistem pembuangan dan pengelolaan sampah, dan kriteria terakhir yang tak kalah pentingnya adalah aspek sarana dan prasarana pengelolaan sampah. Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan yang pertama harus diperhatikan adalah melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat. Alternatif kedua adalah implementasi kebijakan dan penegakan hukum, karena rencana atau kebijakan apapun tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak langsung diimplementasikan di lapangan. Alternatif ketiga adalah pengelolaan dengan teknik sanitary landfill mengingat TPA Bakung saat ini masih menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan sehingga perlu dilengkapi dengan teknologi yang ramah lingkungan. Adapun alternatif keempat adalah ketersediaan sarana dan prasarana karena program yang dibuat hanya akan sia-sia dan tidak akan membantu terlaksananya implementasi kebijakan dan penegakan hukum dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan tanpa dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Menyadari hal tersebut, diperlukan visi pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah menuju pengelolaan zero waste (sampah tanpa sisa). Hal ini sejalan dengan Conference of the Parties (COP) tahun 1997 yang menghasilkan kesepakatan internasional untuk mengelola perubahan iklim global, salahsatunya program mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism). 7.2. Transformasi TPA Menuju Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan di Bandar Lampung memerlukan perubahan secara adaptif dengan mempertimbangkan aspek karakteristik masyarakat, kondisi sosial dan budaya
149
masyarakat Bandar Lampung yang pluralistik, aspek lingkungan sekitar, volume sampah, dan jenis sampah yang dihasilkan. Untuk perubahan ini memerlukan waktu dan cara pandang terhadap sampah. Mengubah mind set dari sampah tidak berguna bahkan mengganggu menjadi sampah sebagai renewable resource melalui pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang melibatkan seluruh stakeholders (pemerintah, masyarakat perguruan tinggi, masyarakat wirausaha/pihak swasta, masyarakat yang tergabung dalam LSM lingkungan, dan warga masyarakat lainnya). Perubahan cara pandang tersebut melalui proses pendidikan, pelatihan dan proses sosialisasi secara intensif kepada seluruh lapisan masyarakat tentang kebersihan lingkungan dan pemanfaatan sampah yang didukung oleh regulasi dan atau peraturan daerah tentang kebersihan lingkungan yang tegas, akan dapat mengurangi volume sampah, dan dapat menambah pendapatan masyarakat, sekaligus dapat mewujudkan zero waste management menuju kebersihan lingkungan berkelanjutan. Sebagai contoh, Pemerintah Jepang (Cohen dan Uphoft 1997) memerlukan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Pendekatan sistem reduce (mengurangi), reuse (penggunaan kembali) dan recycling (daur ulang) adalah suatu model relatif aplikatif yang dianjurkan dan bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah Program “Ayo Bersih-Bersih” kota Bandar Lampung secara konsep belum memenuhi mekanisme pengelolaan sampah seperti di Bangalore India, Hanoi, Surabaya, dan di Rawasari Jakarta. Hal ini, disebabkan di Bandar Lampung belum menerapkan pola kemitraan dengan masyarakat. Pola kemitraan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan memberdayakan masyarakat secara terpadu dan holistik dari berbagai kalangan stakeholders (pemerintah, para pengusaha/swasta, para akademisi di perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan seluruh warga masyarakat yang terkait) untuk membentuk lingkungan yang bersih, aman, sehat, asri, dan lestari. Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis, dan melakukan pengelolan sampah
150
dengan cara pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu lima tahun setelah berlakunya UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008, termasuk TPA Bakung. Visi ke depan pemberdayaan masyarakat, adalah mendorong lahirnya konsep pengelolaan sampah yang tidak mengenal adanya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tetapi adanya Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST) dalam rangka menuju konsep Manajemen SampahTerpadu (MST). Dengan demikian transformasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung menuju Pusat Daur Ulang Terpadu Bakung (PDUT) memerlukan peranserta dari seluruh pemangku kepentingan dan dukungan secara nyata dari wakil rakyat di lembaga legislatif. Dalam proses transformasi tersebut, juga menyangkut konsep transformasi pengelolaan keanekaragaman sampah. Dalam perkembangannya, sampah akan beragam, tidak hanya sampah organik dan anorganik, tetapi juga sampah bahan-bahan elektronik dan sampah lainnya. Selain itu, dalam perkembangannya akan terjadi proses transformasi mekanisme pembiayaan dalam pengelolaan sampah. Terwujudnya pusat daur ulang terpadu Bakung, diperlukan langkah-langkah perencanaan jangka panjang (sekitar 10 – 15 tahun) yang terpadu dengan beberapa tahapan rencana strategis lima tahunan. Proses tranformasi TPA menuju Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung dapat digambarkan sebagai berikut. TPA Bakung
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Manajemen SampahTerpadu (MST)
Pusat Daur Ulang Terpadu Bakung (PDUT) Gambar 22. Transformasi TPA menuju pusat daur ulang terpadu (PDUT) Bakung kota Bandar Lampung
151
Rencana strategis (Renstra) lima tahun pertama Langkah awal yang diperlukan adalah regulasi yang berupa peraturan daerah tentang kemitraan, meliputi ketentuan pola kerjasama dengan masyarakat seperti pihak swasta, perguruan tinggi, LSM, dan pihak-pihak lain yang terkait. Perencanaan program pemberdayaan masyarakat lebih dititikberatkan pada upaya peningkatan peranserta masyarakat sejak awal, dari perencanaan sampai pelaksanaan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan melalui berbagai cara,
seperti pembentukan forum-forum kebersihan
lingkungan,
konsultasi publik, sosialisasi dan komunikasi, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Upaya ini harus diterapkan secara konsisten,
terus
menerus, terintegrasi dengan sektor lain yang sejenis dan kelompok masyarakat sebagai stakeholders diberi kepercayaan untuk mengambil peran dalam pengambilan keputusan. Kunci pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan sebenarnya terletak pada tahap proses sosialisasi, pengembangan opini, sehingga menjadi perilaku dan kebiasaan, yang akhirnya akan membudaya di tingkat rumahtangga dan di tingkat lingkungan/ kelurahan untuk memisahkan sampah organik dan anorganik serta kegiatan 4 R lainnya. Dengan demikian dalam kurun lima tahun pertama ini TPA Bakung menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Rencana strategis (Renstra) lima tahun kedua Selanjutnya penerapan peraturan daerah yang didahului dengan proses sosialisasi dan uji coba di kawasan tertentu yang secara bertahap dikembangkan ke kawasan lain serta mempersiapkan program law of enforcement. Perancangan aspek kemitraan yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah terutama yang mempunyai nilai investasi tinggi dan membutuhkan penanganan yang lebih profesional meliputi pemilihan kegiatan yang secara teknis dan ekonomis layak dilakukan oleh pihak swasta dan kalangan masyarakat lainnya dengan pola kemitraan yang jelas dan terukur serta bersifat win-win solution. Dalam kurun waktu lima tahun kedua ini, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bakung akan berkembang menuju Manajemen Sampah Terpadu (MST) kota Bandar Lampung.
152
Rencana strategis (Renstra) lima tahun ketiga Implementasi konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, tergantung dari perubahan sikap dan perilaku seluruh masyarakat yang terlibat langsung dalam memperlakukan sampah dengan metode 4 R (recycle, reuse, reduce, dan replace). Untuk itu, peran pemerintah kota Bandar Lampung dan didukung stakeholders
lainnya secara sinergis dalam suatu wadah/manajemen sampah terpadu untuk mengimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat secara intensif dan berlanjut serta dilengkapi dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang lebih tegas, ketersediaan sarana-prasarana, dan jumlah petugas kebersihan lingkungan yang mencukupi, serta penggunaan teknologi daur ulang yang adaptif dengan lingkungan; pada akhirnya TPA Bakung akan menjadi Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung kota Bandar Lampung.