PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus Kota Bandar Lampung)
M. Thoha B. Sampurna Jaya
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) adalah karya saya sendiri di bawah arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, 24 Februari 2011
M. Thoha B. Sampurna Jaya P062050594
ABSTRACT Muhammad Thoha B. Sampurna Jaya. 2011. Community Empowerment as Local Government Partners in Sustainable Management of Environmental Sanitation in Bandar Lampung. Under supervision of Aida Vitayala S. Hubeis, Khairil Anwar Notodiputro, and Syaiful Anwar One of problems in the cities is waste management, and one of city that had the problem is Bandar Lampung City. Waste management system in Bandar Lampung City has many problems such as quantity of solid waste, quantity of transportation, and quantity and quality of infrastructure. This research was aimed to design a concept of community empowerment as local government partners in sustainable management of environmental sanitation. The methods used in this research were qualitative and quantitative analysis. The data collected in this research were existing condition, government policy, community perception, and alternative of empowerment concept. Data analysis used were descriptive analysis, content analysis about waste management (Law Republic of Indonesia No. 18, 2008), coefficient contingency and analytical hierarchy process (AHP). Community perception toward environment sanitation management was good and positive. According to community perception, local government has to add waste management infrastructure soon, by operationally technique management system, sanitary landfill, and participation community to do 4R system. Based on stakeholders waste management, it needs an organization and corporation that empowers community and non government organization. This research showed that there were significant relationship between characteristic and community perception with sustainable management of environmental sanitation. However, relationship with salaries, the distance to TPS (temporary disposal areas), the distance to TPA (final disposal area), and perception were significant. Coefficient contingency showed that stakeholders’ influences to community empowerment were significant. Content analysis showed that this policy (Law Republic of Indonesia No. 18, 2008) has accommodated some aspect of waste management, stakeholders roles, cooperation and partnership. This policy, however have not had community empowerment type implicitly yet. AHP analysis showed that the dominant actor (stakeholders) had to notice to empower community as local government partners in sustainable management of environmental sanitation is local government and community; the dominant criteria are supporting by local government policy, waste management organization and institutional, and the concept of sustainable management of environmental sanitation that can be developed in Bandar Lampung was partnership between local government, non government and community. Key words: waste, government policy, stakeholders, community empowerment
RINGKASAN M. Thoha B. Sampurna Jaya, 2011. Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandar Lampung). Di bawah bimbingan Aida Vitayala S. Hubeis sebagai ketua, Khairil Anwar Notodiputro, dan Syaiful Anwar sebagai anggota. Penanganan sampah dari mulai sumbernya sudah sangat penting untuk segera dilaksanakan di kota Bandar Lampung. Pada saat sekarang, Pemerintah kota Bandar Lampung sedang menggalakkan program kebersihan lingkungan melalui kegiatan Ayo Bersih-Bersih. Pengelolaan kebersihan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat karena masyarakat merupakan salahsatu penghasil sampah. Karena itu, pemberdayaan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan perlu dilakukan sehingga akan dapat mewujudkan kota Bandar Lampung bersih dan sehat serta nyaman. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan yang ada di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan, (2) Memahami karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, Jarak rumah dengan TPS, jarak rumah dengan TPA), persepsi, dan harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung, (3) mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung upaya pemerintah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, dan (4) merumuskan konsep pemberdayaan masyarakat dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota. Metode penelitian yang digunakan adalah: (1) metode wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, dan kepala kelurahan, serta warga masyarakat sebagai responden untuk mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, (2) metode pengumpulan data dalam memahami karakteristik, persepsi dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemairan (survey), dan penentuan sampel lokasi digunakan multistage cluster random sampling, (3) metode pengumpulan data dalam mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mendukung pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat digunakan teknik wawancara dan dokumentasi, (4) wawancara dan focussed group discussion (FGD) dengan pakar mengenai konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung. Analisis data yang digunakan dalam mengkaji kebijakan dan program kebersihan lingkungan, memahami karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, dan mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/swasta, petugas/pamong dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat adalah dengan menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif. Analisis data yang digunakan dalam menyusun konsep
pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan diolah dengan bantuan program expert choice 2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung, Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan tingkat kecamatan/kelurahan. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampah relatif masih kurang memadai yang berupa: Gerobak dorong (40 unit), Container (15 unit), Dump truck (26 unit), Armroll truck (2 unit), Buldozer (1 unit), Wheel loader (1unit), Excavator (1 unit). TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota Bandar Lampung sampai 2020-2025 bila tingkat pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah dioptimalkan, jika tidak maka tahun 2012 TPA Bakung harus ditutup karena sudah melampaui batas daya dukung. Berdasarkan hasil uji statistik koefisien kontingensi Fisher diperoleh hubungan yang signifikan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat, karena keberdayaan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasiatas tampung TPA yang merupakan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan Dari hasil content analysis terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, dapat disimpulkan bahwa secara umum undang-undang tersebut sudah mengakomodir berbagai aspek pengelolaan sampah (asas, tujuan, pengurangan sampah, penanganan sampah, pengelolaan sampah spesifik, hak dan kewajiban stakeholder, pembiayaan, kompensasi, dan pengawasan), peran stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, dan LSM), dan kerjasama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, khusus untuk keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, belum memuat secara implisit bentukbentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Karakteristik masyarakat yang terdiri dari jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, jarak rumah dengan TPS, jarak rumah dengan TPA, dan persepsi masyarakat memberikan kontribusi terhadap strategi pemberdayaan masyarakat dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Beragamnya karakteristik masyarakat, secara signifikan memberikan kontribusi, kecuali tingkat pendidikan terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Harapan masyarakat dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung diperlukan adanya strategi pemberdayaan masyarakat yang terpadu dan holisitik. Menurut stakeholders (PT, LSM, petugas, warga masyarakat dan pihak swasta) pentingnya peran dan fungsi struktur organisasi pengelola kebersihan di kota Bandar Lampung, yaitu: (1) sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan, (2) sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, (3) agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif, dan (4) adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi uji Fisher menggunakan SPSS 15 for Windows, menunjukkan adanya peran yang signifikan stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat.
Hasil analisis AHP terhadap strategi kebijakan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang menjadi prioritas pertama adalah pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat, prioritas kedua implementasi kebijakan dan penegakan hukum, prioritas ketiga pengelolaan dengan teknik sanitary landfill dan prioritas yang keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Implementasi terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung dapat mengatur tata cara pengelolaan sampah secara terpadu dan holistik mulai dari sumber sampai ke TPA, mengatur posisi, hak dan kewajiban masing-masing stakeholders dan mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran dalam pengelolaan sampah. Penegakan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan kebersihan lingkungan tersebut diharapkan akan membentuk masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Strategi kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung yang dapat dikembangkan adalah pemberdayaan masyarakat melalui pola kemitraan antarstakeholders, yaitu antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat (termasuk masyarakat perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan warga masyarakat) dalam bentuk suatu Komisi atau Dewan Kebersihan Lingkungan Kota. . Program kebersihan lingkungan berkelanjutan akan dapat dicapai jika terjalinnya kerjasama yang sinergis antarstakeholders. Dengan adanya kemitraan antarstakeholders, permasalahan sampah yang selama ini dihadapi oleh pemerintah kota Bandar Lampung dapat diatasi dengan melalui pemberdayaan masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah. Rekomendasi yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah: (1) perlu segera diimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat dengan pola kemitraan antara pemerintah kota Bandar Lampung, pihak swasta, dan masyarakat (termasuk masyarakat perguruan tinggi danlembaga swadaya masyarakat) dalam bentuk suatu Komisi atau Dewan Kebersihan Lingkungan Kota., (2) perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitas ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung serta pemantauan pelaksanaan kegiatan pengelolaan kebersihan lingkungan dengan melibatkan seluruh stakeholders, (3) tumbuhkembangkan keberdayaan masyarakat melalui sosialisasi program 4R (reduce, reuse, recycling, dan replace) mulai dari tingkat rumahtanggga dengan diikuti mekanisme imbalan bagi mereka yang melaksanakan dan sanksi bagi yang tidak melaksanakannya, (4) visi ke depan dari pemberdayaan masyarakat adalah mendorong lahirnya konsep pengelolaan sampah yang tidak mengenal adanya TPS dan TPA tetapi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam rangka menuju Manajemen Sampah Terpadu (MST) sehingga terjadi proses transformasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung akan menjadi Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung Bandar Lampung.
©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN (Studi Kasus Kota Bandar Lampung)
M. Thoha B. Sampurna Jaya P062050594
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof. Dr. Ir. Nastiti S.Indrasti 2. Dr.Ir. Lailan Syaufina. M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof. Dr.Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. 2. Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc.
Judul Disertasi : Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) Nama
: M. Thoha B. Sampurna Jaya
NRP
: P062050594
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Ketua
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Anggota
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S.
Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
24 Februari 2011
KATA PENGANTAR Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sampah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah kelembagaan, kebijakan dan program pemerintah dalam pengelolaan sampah, sarana dan prasarana, petugas kebersihan, daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), aktivitas petugas/ pamong, dan lembaga swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Perguruan tinggi dengan para akademisinya dapat memberikan masukan dan pendampingan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Sedangkan,
peran pihak
swasta/ badan usaha yang bergerak dalam pengolahan dan pengelolaan sampah dapat bermitra dengan pemerintah. Selain itu, faktor seperti tingkat pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat memberikan kontribusi yang besar dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang berkelanjutan. Atas limpahan ramat dan hidayah dari Allah Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini sebagai tugas akhir pendidikan S-3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan disertasi ini, penulis memohon maaf atas segala keterbatasan, waktu dan sumberdaya lainnya yang berimplikasi terhadap kekurangsempurnaan isi disertasi. Sebagai manusia biasa tentu saja tidak luput dari serba kekurangan Namun dengan semangat yang dimiliki akhirnya selesai juga menyusun disertasi ini. Selain itu, sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi, beberapa bagian dari isi disertasi telah dipublikasikan di Jurnal Kesehatan Volume 1 Nomor 1, April 2010 yang diterbitkan oleh Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang bekerjasama dengan Organisasi Profesi Kesehatan Propinsi Lampung dengan judul: Model Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan dan Jurnal Kesehatan Lingkungan Ruwa Jurai Volume 4 Nomor 1, Juni 2010 yang diterbitkan oleh Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Bandar Lampung dengan judul: Kajian Kebijakan dan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan Kota Bandar Lampung. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa disertasi ini tidak akan terwujud apabila tidak mendapat arahan, dorongan, dan proses bimbingan yang intensif dari
Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. dan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. selaku anggota Komisi Pembimbing. Ucapan terima kasih dan rasa hormat, penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr.Ir. Nastiti S. Indrasti dan Dr.Ir. Lailan Syaufina, M.Sc. selaku penguji luar komisi dalam ujian tertutup, Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. dan Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc. selaku penguji luar komisi dalam ujian terbuka serta semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan disertasi ini. Ucapan terimakasih dan dengan segala kerendahan hati penulis juga sampaikan dengan hormat kepada: 1.
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan motivasi, semangat, dan arahan dalam penyusunan disertasi ini.
2.
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang telah memberi dorongan dan arahan.
3.
Walikota Kota Bandar Lampung beserta jajarannya yang telah banyak membantu penulis dalam pengumpulan data primer maupun sekunder dalam disertasi ini.
4.
Isteri tercinta, Sasmiati dan putera-puteri tersayang Fajar Thomas Agatha, Gita Lestari.Ade Novindry, dan Hasaumi Mayaranti yang setia memberikan dukungan moral dan memotivasi penulis menyelesaikan disertasi ini.
5.
Mbak Ririn, mbak Suli, mbak Herlin dan seluruh staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang banyak membantu memfasilitasi dan memberi informasi dalam rangka penyelesaian disertasi ini.
6.
Rekan-rekan mahasiswa angkatan V Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan penyelenggaraan kelas khusus Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Akhirulkalam, penulis berharap agar disertasi ini memberikan manfaat bagi
pemerintah dan seluruh masyarakat, khususnya bagi pembaca disertasi ini.
Bogor, 24 Februari 2011
M.Thoha B.Sampurna Jaya NRP. P062050594
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Pagelaran Provinsi Lampung pada tanggal 31 Agustus 1952 sebagai anak keempat dari enam bersaudara dari ayahanda Muhammad Daud Batin Sampurna Jaya dan ibunda Habibah. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan di kota Bandar Lampung, dan melanjutkan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai Sarjana Muda. Tahun 1977 melanjutkan program sarjana di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret dan lulus tahun 1979. Pada tahun 1983 penulis mengikuti studi lanjut di Pascasarjana (S-2) Program Ilmu Lingkungan Universitas indonesia. Selanjutnya pada tahun 2005 mendapat kesempatan dan lulus seleksi untuk mengikuti Program Doktor (S-3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 1981 sampai saat ini penulis mengabdikan diri di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung sebagai tenaga pengajar dalam Mata Kuliah Pokok yakni Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH). Dalam perjalanan waktu, penulis pernah dipercaya sebagai Ketua Program Studi Administrasi Pendidikan
FKIP Universitas Lampung (1986-1990), Ketua
Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP Universitas Lampung (1990-1996), diminta dan terpilih sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Lampung (1998-2001), pada Oktober 2000 diminta kembali ke Universitas Lampung dan terpilih sebagai Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan selama dua periode (2000-2008). Penulis menikah dengan Dra. Sasmiati, M.Hum. pada tanggal 18 Oktober 1981 dan dikarunia tiga orang anak, Putera pertama bernama Fajar Thomas Agatha, S.P, puteri kedua bernama Gita Lestari Ade Novindry, S.Pd. yang saat ini sedang menyelesaikan thesis S-2 di Universitas Negeri Jakarta, dan puteri bungsu bernama Hasaumi Mayaranti, S.I.Kom.yang juga sedang menempuh pendidikan S-2 di Universitas Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
iv ix xi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Kerangka Pemikiran............................................................................... 1.3 Perumusan Masalah .............................................................................. 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.4.1 Tujuan umum ................................................................................ 1.4.2 Tujuan khusus ............................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 1.6 Hipotesis................................................................................................ 1.7 Sistimatika Disertasi ............................................................................. 1.8 Kebaruan (Novelty) ..............................................................................
1 5 8 10 10 11 11 11 12 13
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Lingkungan ................ 2.2 Persepsi, Sikap dan Perilaku Terhadap Lingkungan ............................ 2.3 Masalah, Tantangan dan Peluang Pengelolaan Lingkungan dalam Pemberdayaan Masyarakat .................................................................. 2.3.1. Masalah pengelolaan lingkungan .......................................... 2.3.2. Tantangan dan peluang dalam pemberdayaan masyarakat ... 2.3.3. Strategi pemberdayaan masyarakat ........................................ 2.3.4. Kebijakan pemberdayaan masyarakat ................................... 2.4 Konsep Dasar dan Sistem Pengelolaan Sampah .................................. 2.4.1. Sistem pengelolaan sampah ....................................................... 2.4.2. Kebijakan pengelolaan sampah di perkotaan............................. 2.5 Konsep Dasar dan Prinsip Kemitraan ..................................................
14 17 22 22 24 26 27 28 32 37 42
III. KAJIAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG 3.1 Pendahuluan........................................................................................ 44 3.2 Metode Penelitian .............................................................................. 45 3.3 Hasil dan Pembahasan ................................................................... 48 3.3.1 Kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung.............................................................................. 48 3.3.2 Bentuk dan struktur organisasi.................................................. 48 3.3.3 Timbulan sampah di kota Bandar Lampung ............................. 50 3.3.4 Sumber dana.............................................................................. 51 3.3.5 Partisipasi masyarakat............................................................... 52 3.4 Implementasi Pengelolaan Sampah di kota Bandar Lampung ........... 57
i
3.5 3.6 3.7
Hubungan Kebijakan Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dengan Keberdayaan Masyarakat................................................................... 61 Analisis Isi (Content Analysis) Undang-Undang Nomor.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ........................................ 65 Simpulan ............................................................................................ 71
IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN 4.1 Pendahuluan ....................................................................................... 72 4.2 Metode Penelitian ............................................................................. 73 4.3. Hasil dan Pembahasan ..................................................................... 74 4.3.1 Karakteristik dan persepsi masyarakat terhadap ` pengelolaan kebersihan lingkungan ......................................... 74 4.3.2 Karakteristik dan harapan masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan .................... 78 4.3.3 Hubungan karakteristik masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ..................................... 104 4.4. Simpulan............................................................................................. 109 V
PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG 5.1 Pendahuluan ....................................................................................... 110 5.2 Metode Penelitian .............................................................................. 112 5.3 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 113 5.3.1 Struktur organisasi yang melaksanakan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung........ 113 5.3.2 Peran struktur organisasi yang dibuat Pemerintah Kota Bandar Lampung mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan.............................................................. 115 5.3.3 Peran stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat .......... 127 5.4 Simpulan............................................................................................. 128
VI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG 6.1 Pendahuluan ....................................................................................... 130 6.2 Metode Penelitian .............................................................................. 131 6.3 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 132 6.3.1 Analisis AHP pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung..132 6.3.2 Hasil analisis data penilaian tingkat kepentingan stakeholders dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ........ 133
ii
6.3.3 Hasil analisis data penilaian tingkat kepentingan kriteria dalam pengelolaan kebersihan lingkungan ............................... 137 6.3.4 Hasil analisis data penilaian tingkat kepentingan alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan .......................................... 139 6.4. Model Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan Kota Bandar Lampung …….141 6.5. Simpulan ............................................................................................. 144 VII
PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan……............145 7.2. Transformasi TPA Menuju Pusat Daur Ulang Terpadu...................... 148
VIII SIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Simpulan............................................................................................. 153 8.2 Rekomendasi ...................................................................................... 153 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 155 LAMPIRAN ....................................................................................................... 161
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1
Sampah menurut jenis, sifat dan sumbernya ................................................ 31
2
Estimasi total timbulan sampah berdasarkan jenisnya kota metropolitan/besar (26 kota dengan total penduduk 40,1 juta) ................... 34
3
Sumber sampah dan jumlah (Juta ton/tahun) ............................................... 34
4
Sistem penanganan sampah di Indonesia ...................................................... 35
5
Sebaran jumlah responden berdasarkan sampel lokasi penelitian ................ 47
6
Jumlah kios dan sampah yang dihasilkan serta jumlah truk masing-masing pasar di Kota Bandar Lampung .................................................................... 51
7.
Anggaran lingkungan hidup kota Bandar Lampung...................................... 52
8
Target dan realisasi retribusi persampahan Kota Bandar Lampung.............. 57
9
Persepsi responden atas ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) .......................... 61
10 Persepsi responden atas petugas kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) .................................................................
62
11 . Persepsi responden atas kapasitas tampung TPA menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) ................................................................ 63 12. Hasil uji koefisien kontigensi Fisher (Chi-square) hubungan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan keberdayaan masyarakat................................................................................ 64 13 Analisis isi keterkaitan aspek pengelolaan sampah dengan stakeholders.... 68 14 Analisis isi keterkaitan aspek kerjasama dengan stakeholders dalam Pengelolaan sampah ...................................................................................... 69 15. Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010................................................................................. 75 16 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ............................................................................... 76
iv
No.
Halaman
17 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 ............................................................................... 76 18 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 ........................... .................................................... 77 19 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 ...............................................................................
77
20 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010 ..............................................................................
78
21 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 ............................................................................... 81 22 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ............................................................................... 82 23 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 ..............................................................................
82
24 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 ..............................................................................
83
25 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 ........................................................................ ..
83
26 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010...........................................................................
84
27 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 .............................................................................. 86
v
No.
Halaman
28 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam Program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ............................................................................. 87 29 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010.............................................................................. 87 30 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan, Bandar Lampung 2010 ............................................................................ 88 31 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 ........................................................................... 88 32 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010 ........................................................................... 89 33 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 .............................................................................
93
34 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010.............................................................................
93
35 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010.............................................................................
94
36 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 ...........................................................................
94
37 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 .............................................................................
94
38 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010 ............................................................................
95
vi
No.
Halaman
39 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 ...............................
101
40 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaaan/ keterlibatandalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010 .................................... . 102 41
Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 ..........................................................................
102
42 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 ...........................................................................
103
43 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010 .......................................................................................... 103
44 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010 ........................................................................... 104 45 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010.............................................................................
104
46 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 ...........................................................................
105
47 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program Pengelolan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 ........................................................................
106
48 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah denganTPS, Bandar Lampung 2010 ........................................................................... 106 49 Distribusi pesentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010 ............................................................................ 107 50 Distribusi persentase persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan, Bandar Lampung 2010 ....................................... 107
vii
No.
Halaman
51 Hasil uji koefisien kontingensi Fisher tentang hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung 2010 .................................................................... 108 52 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan.................................
116
53 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap kondisi sistem organisasi .........................................................
118
54 Distribusi persentase pendapat stakeholders terhadap bentuk sistem organisasi.................................................................................................
120
55 Distribusi persentase pendapat stakeholders terhadap keterlibatan pihak lain …............................................................................................
122
56 Distribusi persentase pendapat stakeholders terhadap bentuk keterlibatan masyarakat............................................................................................... 124 57 Distribusi persentase peran para stakeholders terhadap keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan .........................
127
58 Skala penilaian perbandingan pasangan...................................................
131
viii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Kerangka pemikiran .................................................................................... 7
2.
Diagram perumusan masalah ....................................................................
3.
Diagram sampel kecamatan dan kelurahan serta responden..................... 46
4
Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung.....................................................................................
9
49
5
Sistem mekanisme partisipasi masyarakat (KMLH dan JICA 2003)....... 53
6.
Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci pengelolaan sampah dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 ..................................................
66
Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci peran stakeholder pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008...........................
67
Jumlah pasal terkait kunci kerjasama dan kemitraan antarstakeholders Pengelolaan sampah dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 .....
69
7. 8.
9.
Harapan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan ....... 78
10.
Harapan masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana ..........
81
11.
Harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan sampah .... ................
82
12.
Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan hidup.............................................
86
13.
Kerjasama pemangku kepentingan (stakeholders) ......................................87
14.
Peran dan fungsi struktur organisasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan..................................................................................................115
15.
Sistem administrasi penglolaan kebersihan khususnya sampah kota....... 117
16.
Keterlibatan pihak lain diluar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan khususnya sampah kota...................................................... 121
17. Diagram hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung .................................................
ix
132
No. 18.
Halaman Stakeholders yang berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ..............................
134
19.
Kriteria pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ........................................................................................... 137
20.
Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung..................................................................................
139
Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ...................................................
142
Transformasi TPA menuju pusat daur ulang terpadu (PDUT) Bakung kota Bandar Lampung ..........................................................................
150
21.
22.
x
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Identitas responden warga masyarakat...................................................... 161
2.
Identitas depth interviewee/peserta FGD (petugas, perguruan tinggi, LSM dan swasta)......................................................................................
167
3.
Frekuensi karakteristik responden dengan persepsi ............................
168
4.
Analisis statistik deskriptif frekuensi karakteristik responden terhadap harapan kebijakan pengelolaan sampah kota .........................
172
Analisis statistik deskriptif frekuensi peserta FGD (PT – LSM petugas- swasta) .....................................................................................
180
6.
Analisis statistik deskriptif tabulasi silang persepsi masyarakat.............
188
7.
Analisis statistik deskriptif tabulasi silang harapan masyarakat terhadap pengelolaan sampah .............................................................................. 191
8.
Analisis statistik deskriptif tabulasi silang stakeholders (petugas-perguruan tinggi-LSM-swasta) .................................................. 199
9.
Hasil analisis statistik koefisien kontigensi hubungan kebijakan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat... 207
5.
10. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi hubungan karakteristik dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan.............................
210
11. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi Fisher peran stakeholders terhadap tingkat pemberdayaan masyarakat................................................216 12. Hasil analisis isi (content analysis) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.............. 217 13 Distribusi karakteristik responden .......................................................... 225 14 Hasil analisis Bootstrap dengan lima kali pengulangan ........................... 227
xi
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perubahan iklim global menimbulkan kecemasan masyarakat dunia karena
akan membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Terbentuknya badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai perubahan iklim, yaitu UNFCCC (UN Framework Convention on Climate Change), merupakan upaya nyata untuk mengantisipasi terjadinya perubahan iklim global. Berkenaan dengan hal tersebut maka Conference of the Parties (COP) yang merupakan salahsatu bagian dari UNFCCC pada tahun 1997, telah menghasilkan kesepakatan internasional untuk mengelola perubahan iklim global, dengan dokumen yang dikenal sebagai Protokol Kyoto. Protokol Kyoto berisikan kesepakatan legal pemerintah negara-negara Annex I (pada umumnya negara industri) mengenai target kuantitatif pengurangan emisi gas rumah kaca untuk diterapkan pada periode 2008-2012. Emisi gas rumah kaca (green house gases) dianggap sebagai penyebab perubahan iklim global yang ditakutkan oleh banyak pihak. Untuk mencapai target yang telah
ditetapkan
tersebut maka Protokol Kyoto dilengkapi dengan mekanisme perdagangan emisi (emission trading), penerapan bersama (joint implementation), pemanfaatan rosot (sinks), dan mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism). Protokol Kyoto (Murdyarso 2003) menyatakan bahwa melalui fasilitas mekanisme pembangunan bersih (CDM) yang disediakannya memungkinkan negara berkembang seperti Indonesia untuk mendapatkan manfaat dalam bentuk aliran finansial maupun teknologi dari negara maju. Sidang selanjutnya COP-3 di Kyoto secara tegas telah berhasil mengikat kesepakatan negara-negara Annex-I (sebagian besar negara industri, dengan Jepang serta negara-negara Eropa Barat dan Skandinavia sebagai pelopornya) pada suatu target kuantitatif pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya karbondioksida. Inti kesepakatan adalah bahwa pada periode 2008-2012, negara-negara tersebut secara bersama-bersama (target pengurangan emisi yang dapat berbeda untuk masing-masing negara) harus bisa
2
mencapai pengurangan emisi karbondioksida sebesar 5 (lima) persen di bawah emisi karbondioksida mereka pada tahun 1990. Pada pertemuan di Copenhagen tahun 2010 pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbondiaksida sebesar 26 persen, kendatipun di Indonesia pelaksanaan mekanisme pembangunan bersih masih memerlukan waktu yang cukup panjang karena kontribusinya relatif kecil. Hal ini dapat dilihat kurangnya kesungguhan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang terkait dengan pencemaran udara akibat gas buang, pencemaran sungai dan tanah di perkotaan maupun persepsi masyarakat dalam memanfaatkan sampah sebagai resources, bukan sebagai limbah. Pada dasarnya, pengelolaan kebersihan lingkungan di perkotaaan relatif lebih kompleks dibanding di perdesaan. Hal ini diduga sebagai akibat dari pengaruh pembangunan yang berbeda terhadap kehidupan di desa dan di kota. Pembangunan kota mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia sehingga lingkungan alam sulit dipertahankan kelestariannya dalam wujud aslinya. Pembangunan kota mengubah lingkungan sosial masyarakat yang semula hidup lebih akrab dan saling tolong-menolong dalam perikehidupan masyarakat kecil di kampung atau desa, menjadi lebih individualis di perkotaaan; perubahan menjadi kota mengakibatkan setiap orang harus berusaha memecahkan masalahnya sendiri-sendiri, terutama yang menyangkut keperluan akan air minum, energi, angkutan, pelayanan kesehatan dan lain-lain keperluan yang lazim disebut pelayanan umum (public utilities). Dalam hal ini peranan pemerintah seharusnya adalahb menyediakan berbagai keperluan pelayanan umum ini. Masalah yang dihadapi pemerintahan kota dalam hal ini adalah bagaimana memenuhi berbagai keperluan pelayanan umum tersebut dengan anggaran dana yang terbatas. Munculnya
sampah dan limbah, pencemaran udara, sungai, tanah,
kebisingan suara dan lain-lain yang serupa, sebagai perwujudan dampak negatif dari perubahan lingkungan alam, memunculkan pertanyaan-pertanyaan seperti: sampai seberapa jauhkah fungsi lingkungan alam bisa diambil alih oleh lingkungan buatan manusia? Sampai seberapa jauhkah perubahan lingkungan alam mencapai titik krisis sehingga berpengaruh negatif terhadap perikehidupan
3
manusia?
Masalah persampahan disebabkan beberapa hal, diantaranya, (1)
pertambahan penduduk dan arus urbanisasi yang pesat telah menyebabkan timbunan sampah pada perkotaan semakin tinggi, (2) kendaraan pengangkut sampah yang jumlah maupun kondisinya kurang memadai, (3) sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, dan (4) belum diterapkannya pendekatan reduce, reuse, recycle dan replace (4 R). Besarnya timbulan sampah yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan berbagai permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular, penyakit kulit, dan
gangguan yang disebabkan
terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai (Wibowo dan Djajawinata 2003). Salahsatu tantangan yang dihadapi oleh para pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Berdasarkan data BPS tahun 2000 (Bappenas 2002), dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, ternyata hanya sebesar 4,2 persen
sampah yang dapat diangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 persen yang dibakar sebesar 37,6 persen, yang dibuang ke sungai 4,9 persen, dan yang tidak tertangani sebesar 53,3 persen. Sebagai perbandingan rata-rata volume sampah yang ditimbulkan oleh setiap penduduk perkotaaan, seperti kota Jakarta adalah sebanyak 0,8 kg/hari, Bangkok sebanyak 0,9 kg/hari, Singapore sebanyak 1,0 kg/hari, dan Seoul sebanyak 2,8 kg/hari. Bandar Lampung sebagai ibu kota Propinsi dan salahsatu kota besar, dengan jumlah penduduk mencapai 844.608 jiwa menghasilkan sampah rata-rata sekitar 0,43 kg/hari/orang. Jumlah volume sampah per hari di kota Bandar Lampung adalah sejumlah 500-600 m3 yang dilayani oleh kendaraan operasional pengangkut sampah sebanyak 26 unit kendaraan dengan 61 rotasi per harinya Sampah yang terangkut sekitar 246,75m3, berarti kurang dari 50 persen sampah yang dapat dikelola. Pengelolaan sampah dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kecamatan/kelurahan (Pemerintah Kota Bandar Lampung 2008).
4
Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari kehari. Keterbatasan kemampuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung, Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, dan SOKLI dalam menangani permasalahan sampah tersebut menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan sampah tersebut. Kekurangpedulian dalam pengelolaan persampahan ini dapat terlihat dari terbatasnya anggaran yang disediakan untuk menangani permasalahan sampah. Sementara disisi lain, penghasilan yang diperoleh dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan adanya penanganan secara mandiri dan berkelanjutan. Sistem tarif dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi operator. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan terkendala dengan jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA yang kurang sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Menyadari permasalahan yang dihadapi pemerintah kota dalam pengelolaan sampah maka pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat berperan aktif pada sektor publik dan sektor swasta. Pelibatan ini sangat penting terutama pada perencanaan dan pelaksanaan program. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya terbuka pada salahsatu sektor saja misalnya pengelolaan sampah, dimana terdapat kemungkinan melibatkan masyarakat dalam skala besar, tetapi juga pada sektor lain yang padat modal dimana masyarakat kemungkinan terkena dampaknya secara langsung, misalnya program energi terbarukan atau efisiensi energi. Pemberdayaan masyarakat diharapkan juga akan menjamin keberlanjutan (sustainability) pelaksanaan program pembangunan karena kemungkinan terdapat program berjangka panjang, sehingga masyarakat juga dapat memantau jalannya program tersebut. Pemberdayaan (empowerment) merupakan suatu strategi pembangunan dalam paradigma yang berpusat pada manusia. Perspektif pembangunan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas manusia dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumberdaya materi dan non materi.
5
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kota, baik keterbatasan fasilitas yang bersifat teknis maupun aspek kelembagaan yang bersifat yuridis, diperlukan penelitian untuk merumuskan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, termasuk mengatasi permasalahan sampah kota Bandar Lampung. Dalam perspektif pemberdayaan ini, masyarakat diberi wewenang untuk turut mengelola sumber daya pembangunan,
baik yang berasal dari pemerintah
maupun dari pihak lain (termasuk dalam pengelolaan kebersihan lingkungan). 1.2.
Kerangka Pemikiran Meningkatnya volume sampah yang berasal dari kegiatan pasar dan industri
disebut sebagai sampah publik dan yang berasal dari kegiatan rumah tangga disebut sebagai sampah domestik. Volume sampah sangat dipengaruhi oleh faktor kependudukan, khususnya tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan penduduk. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan dan semakin bertambah jumlah penduduk maka akan semakin membutuhkan barang, jasa, dan konsumsi yang lebih banyak, sehingga meningkatkan volume sampah. Selain faktor kependudukan, faktor lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan volume sampah. Lingkungan alami dan lingkungan buatan, khususnya tata kota dan permukiman turut memberikan kontribusi terhadap volume sampah. Tata kota yang kurang terencana dan pemukiman yang tumbuh tanpa memperhatikan faktor lingkungan alam akan mempersulit pengelolaan kebersihan lingkungan. Dalam hal ini, identifikasi dari karakteristik sampah yang ditimbulkan oleh masyarakat perlu dikenali dan dipahami agar dalam pemecahan masalah sampah yang dimulai dari strategi perencanaan dan kebijakan hingga proses pelaksanaan penanganan sampah dapat dilakukan dengan tepat dan benar. Dengan demikian, aspek teknis berupa sarana, prasarana, petugas kebersihan, dan teknis pengolahan sampah merupakan varabel penting dalam mewujudkan kebersihan lingkungan yang berkelanjutan. Aspek kelembagaan, yang berupa kebijakan dan program pengelolaan sampah oleh dinas dan instansi pemerintah yang terkait, aktivitas pamong, lembaga swadaya masyarakat dalam pengelolaan sampah, aspek anggaran dan manajemen harus teridentifikasi secara jelas. Karakteristik masyarakat yang
6
meliputi, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku, dan harapan serta aktivitas masyarakat sehari-hari dalam memperlakukan sampah di lingkungannya sebagai suatu hal yang sangat penting untuk diketahui. Oleh sebab itu, aspek kelembagaan dan faktor karakteristik masyarakat merupakan peubah yang sangat strategis dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan. Pengelolaan sampah, sesungguhnya bukan hanya melibatkan pihak pemerintah, tetapi juga harus melibatkan pihak swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha/pihak swasta dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. Kemitraan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dengan badan usaha atau pihak swasta yang bersangkutan. Lembaga swadaya masyarakat dapat memberikan masukan dan pendampingan kepada warga masyarakat untuk mengolah sampah sehingga mempunyai nilai estetis dan ekonomis; perguruan tinggi sebagai institusi yang memiliki Tri Dharma, salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat dapat berperan dalam memberikan alternatif teknologi pengelolaan sampah yang efisien dan efektif. Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Pasar, dan SOKLI saat ini selain berfungsi sebagai pengelola persampahan, juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina dalam pengelolaan sampah. Tumpang tindihnya peran pengaturan dan pengawasan dari instansi tersebut dengan fungsi operator pemberi pelayanan, menyulitkan dalam melaksanakan
reward dan punishment dalam
pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, belum adanya model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Faktor kependudukan
Kesejahteraan penduduk
Faktor lingkungan
Pertumbuhan penduduk
Buatan
Alam
Tata kota dan perumahan
Kegiatan rumah tangga
Kegiatan Daya Tampung pasar & industri TPA
Sampah domestik
Air
Tanah
Udara
Sampah publik
Volume sampah Kebijakan dan program pengelolaan sampah
Sarana dan prasarana serta petugas kebersihan Daya tampung TPA
PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
Aktivitas pamong dalam pengelolaan sampah
S I K A P D A N P E R I L A K U
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat
Tingkat pendidikan masyarakat
Jarak rumah masyarakat
Jenis pekerjaan masyarakat
Tingkat pendapatan masyarakat
Harapan masyarakat
Akademisi/ Perguruan Tinggi
Badan Usaha/Swasta
Gambar1 Kerangka pemikiran Gambar 1 tentang kerangka pemikitan, memperlihatkan bahwa terwujudnya pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan sebagai tujuan yang hendak dicapai memerlukan kajian empirik tentang kebijakan dan program pengelolaan
8
kebersihan lingkungan, karakteristik dan harapan masyarakat serta peran stakeholders (pemerintah, warga masyarakat, pihak swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat) sehingga dapat disusun suatu konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. 1.3.
Perumusan Masalah Hakikat dari konseptualisasi empowerment adalah berpusat pada manusia
dan kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan merupakan tolok ukur
normatif,
struktural,
dan
substansial.
Dengan
demikian,
konsep
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat (Ife 1995), antara lain adalah sebagai berikut (1) struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang operasif, (2) pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu rule of the game tertentu, (3) elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliansi dengan elitelit tersebut, dan berusaha melakukan perubahan terhadap praktek-praktek serta struktur yang elitis, (4) post-strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah dan menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial. Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pengelolaan sampah sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain seperti kelembagaan yang ada, kebijakan dan program pemerint ah dalam pengelolaan sampah, sarana dan prasarana, petugas kebersihan, daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), aktivitas pamong, dan lembaga swadaya masyarakat. Perguruan tinggi, dengan para akademisinya dapat memberikan masukan dan memberikan pendampingan dalam pemilihan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Selain itu, faktor tingkat pendidikan, pendapatan, jenis pekerjaan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat memberikan kontribusi yang besar dalam program pengelolaan
kebersihan
lingkungan
berkelanjutan.
Berdasarkan
kerangka
9
pemikiran tersebut, disusun diagram perumusan masalah seperti tercantum pada Gambar 2.
Volume sampah
Kebijakan dan program Pengelolaan sampah
PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN SAAT INI
Sarana - prasarana dan petugas kebersihan
Tingkat pendidikan masyarakat S I K A P D A N
Daya tampung TPA
Aktivitas pamong dalam pengelolaan sampah PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN YANG IDEAL
P E R I L A K U
Jarak rumah masyarakat
Jenis pekerjaan masyarakat
Tingkat pendapatan masyarakat
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat
Harapan masyarakat
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Akademisi/ Perguruan Tinggi
Pihak swasta / Badan Usaha
KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN
Gambar 2 Diagram perumusan masalah Berdasarkan diagram perumusan masalah, dapat dirumuskan masalah pengelolaan sampah di Bandar Lampung yang dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1. Kurang efektif dan efisiennya kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung saat ini seiring dengan meningkatnya
10
volume sampah dan terbatasnya penyediaan sarana-prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan. 2. Masih rendahnya tingkat keberdayaan, kesadaran dan kurangnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 3. Kurang berperannya perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung 4. Belum adanya konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. Dari hasil identifikasi dan perumusan masalah tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan dan program pengelolaan kebersihan
lingkungan
berkelanjutan yang ada saat ini di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan ? 2. Bagaimana hubungan antara karakteristik (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan tingkat pendapatan, jarak rumah, persepsi, sikap dan perilaku) serta harapan masyarakat dengan kebersihan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung? 3. Bagaimana peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya
masyarakat dalam mendukung pemerintah
daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung? 4. Bagaimana konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya dalam program pengelolaan sampah kota Bandar Lampung? 1.4.
Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan umum Untuk mengkaji dan menyusun konsep pemberdayaan mayarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung.
11
1.4.2. Tujuan khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 2. Memahami karakteristik (tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak rumah, persepsi) dan harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung 3. Mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 4. Merumuskan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung secara terpadu dan holistik. 1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat
penelitian ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat
sebagai mitra pemerintah daerah dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan yang holistik dan terpadu. Selain itu merupakan bentuk pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat. 1.6.
Hipotesis Atas dasar kerangka pemikiran dan perumusan masalah tersebut di atas,
maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Ada hubungan yang signifikan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan yang ada di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan dengan tingkat pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar lampung 2. Ada hubungan yang signifikan antara karakteristik (tingkat pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak rumah, persepsi dan sikap) serta harapan
12
masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung 3. Ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, pamong kelurahandan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 1.7.
Sistimatika Disertasi Penyusunan disertasi ini mengacu pada Pedoman Penyajian Karya Ilmiah
Edisi Kedua IPB Press 2008 dan Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB. Masalah yang dikaji berorientasi ke masalah empirik yakni masih kurang optimalnya pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah perkotaaan yang melibatkan masyarakat. Adapun sistimatika disertasi ini adalah pada Bab I berisikan Pendahuluan yang mencakup: latar belakang masalah, kerangka pemikiran penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesis penelitian, sistimatika disertasi, dan kebaruan (novelty). Bab II Tinjauan Pustaka berisikan pemaparan hasil penelusuran pustaka yang berkaitan dengan variabel dalam kerangka
pemikiran,
konsep
pemberdayaan
masyarakat
dan
program
pembangunan lingkungan, persepsi, sikap masyarakat terhadap lingkungan, beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengelolaan sampah kota, konsep dasar dan sistem pengelolaan sampah serta konsep dasar kemitraan. Bab III mendeskripsikan dan mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan
lingkungan
berkelanjutan
kota
Bandar
Lampung,
teknologi
pengolahan sampah, manajemen dan organisasi pengelolaan sampah, hubungan kebijakan dan program dengan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Selain itu, dideskripsikan dan mengkaji hasil analisis isi terhadap Undang-Undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Bab IV berdasarkan kajian kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, pada bab ini dideskripsikan karakteristik, persepsi, dan harapan masyarakat sebagai dasar strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Dalam Bab V berisikan tentang keterkaitan
13
peran pemangku kepentingan (stakeholders) dalam mendukung kebijakan dan program pemerintah daerah terhadap persepsi, harapan, dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung. Bab VI berisikan pembahasan mengenai temuan empirik dari bab-bab sebelumnya untuk dasar penyusunan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dan dianalisis dengan pendekatan AHP serta diolah dengan program expert choice 2000. Bab VII merangkai hasil-hasil temuan penelitian dalam bentuk usulan konsep transformasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menjadi pusat daur ulang terpadu (PDUT) yang holistik. Bab VIII berisikan simpulan dan rekomendasi kepada para pengambil kebijakan dalam mengelola kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung. 1.8.
Kebaruan (Novelty) Dalam penelitian ini yang menjadi temuan kebaruan (novelty) adalah
menghasilkan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan secara terpadu dan holistik. Konsep pemberdayaan tersebut dalam bentuk konsep transformasi TPA menjadi pusat daur ulang terpadu (PDUT) Bakung, sehingga dapat dijadikan landasan bagi pengambil kebijakan dan program dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah kota.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Lingkungan Pranarka dan Moeljarto (1996) menyatakan permasalahan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup dewasa ini, khususnya dalam pengelolaan di bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciriciri ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis, baik dari segi tantangannya yang dihadapi maupun jalan keluarnya. Untuk itu, direkomendasikan agar menerapkan prinsip-prinsip good environmental governance secara konsisten dengan menegakkan prinsip-prinsip rule of law, tranparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini, perlu diusahakan agar masyarakat umum sadar dan mempunyai kesadaran pada kelestarian lingkungan hidup, mempunyai informasi yang cukup tentang masalah yang dihadapi, dan mempunyai keberdayaan dalam berperanserta pada proses pengambilan keputusan demi kepentingan orang banyak. Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peranserta dalam intensitas tinggi oleh masyarakat umum inilah yang dapat menjamin dinamisasi dalam pengelolaan lingkungan, sehingga mampu menjawab tantangan tersebut di atas. Mekanisme peranserta masyarakat perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi. Pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Konsep pemberdayaan mulai tampak ke permukaan sekitar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga akhir
15
abad ke 20. Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi pembangunan digunakan dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia. Sebagai
suatu
strategi
pembangunan,
Payne
(1997)
menyatakan
pemberdayaan didefinisikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh dayaguna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya. Sementara itu Ife (1995) menyatakan bahwa pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka. Pada
mulanya,
paradigma
modernisasi
telah
mendominasi
dalam
perencanaan maupun praktek pembangunan. Dalam paradigma modernisasi, menurut Sanderson (1993), paling tidak terdapat tiga asumsi pokok sebagai berikut: (1) keterbelakangan cenderung dilihat sebagai suatu keadaan asli (original state), sebagai suatu keadaan masyarakat yang telah ada dalam aneka bentuknya. Keterbelakangan itu terjadi akibat belum masuknya kapitalisme, sehingga untuk keluar dari ketertinggalan, kapitalisme jawabannya, (2) keterbelakangan akibat dari banyaknya kekurangan yang ada di dalam suatu masyarakat seperti kekurangan kapital sehingga untuk mengatasinya diperlukan formasi kapital baru melalui fungsi modal dan teknologi; dan (3) masyarakat terkebelakang biasanya tidak mempunyai semacam kesadaran atau mentalitas yang menawarkan perkembangan. Kemajuan baru terjadi jika orang telah mengadopsi pemikiran rasional, nilai-nilai yang berorientasi masa depan dan sistem etika. Sementara itu, umumnya nilai-nilai lokal masyarakat dianggap tidak kondusif bagi pencapaian kemajuan. Satria (2002), menyatakan bahwa menurut paradigma modernisasi, masalah keterbelakangan suatu masyarakat bersumber pada masyarakat itu sendiri sehingga solusinya adalah bantuan dari pihak luar.
Pihak luar inilah yang
16
melakukan rekayasa sosial suatu proyek pembangunan dengan sejumlah keyakinan bahwa model yang akan dikerjakan bersifat universal sehingga bebas dari dimensi ruang dan waktu. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pencangkokan model koperasi perikanan ke semua wilayah secara homogen serta tidak diakuinya kearifan tradisional untuk pengelolaan sumberdaya. Sajogyo dan Sheperd (1998), lebih akrab dengan istilah modernization without development memahami modernisasi (modernisme) sebagai suatu ideologi pembangunan sudah saatnya ditinggalkan, karena secara empiris modernisme gagal dalam mengapresiasi nilai-nilai dan sistem sosial lokal sehingga programprogram pembangunan cenderung teknokratis, sentralistik, dan tidak membumi. Sebagai kritik terhadap ideologi pembangunan, modernisme telah berkembang menjadi paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development), yang lebih memberikan tempat bagi rakyat untuk turut serta dalam merencanakan, melaksanakan, serta mengawasi proses pembangunan.
Dalam
payung paradigma inilah wacana pemberdayaan (empowerment discourse) mulai tumbuh. Pemberdayaan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat (Wahyono 2004), yang selanjutnya dasar dari pemberdayaan adalah
helping the poor to help themselves (BOBP 1990).
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan suatu paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people-centered, participatory, empowering, and sustainable (Chambers 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses terjadinya pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Berdasarkan konsep demikian, maka pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan berikut: pertama, upaya itu harus terarah (targetted). Ini yang secara populer disebut keberpihakan. Upaya itu ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalah dan sesuai kebutuhannya; kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau
17
dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni agar supaya bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak, kemampuan, dan kebutuhan warga masyarakat. Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) warga masyarakat dengan pengalaman dalam merancang, melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan peningkatan ekonomi; ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Ruang lingkup bantuan akan menjadi terlalu luas kalau penanganannya dilakukan secara individual. Karena itu, pendekatan kelompok adalah yang paling efektif, dan dilihat dari penggunaan sumberdaya juga lebih efisien. Disamping itu, kemitraan usaha antarkelompok tersebut dengan kelompok yang lebih maju harus terus-menerus dibina dan dipelihara secara saling menguntungkan dan memajukan. 2.2.
Persepsi, Sikap dan Perilaku Terhadap Lingkungan Persepsi adalah suatu pandangan, pengertian dan interpretasi seseorang
mengenai sesuatu yang diinformasikan kepadanya (Dyah 1983). Vredentbergt (1974) dalam Sattar (1985) mengemukakan bahwa persepsi berhubungan dengan kejiwaan seseorang, dimana persepsi adalah cara seseorang mengalami obyek dan gejala-gejala melalui proses yang selektif. Selanjutnya dikatakan dengan melalui proses yang selektif terhadap rangsangan dari suatu obyek atau gejala tertentu, seseorang akan mempunyai suatu tanggapan terhadap obyek atau gejala yang dialaminya. Berkaitan dengan itu, menurut Biran dalam Sudrajat (2003), persepsi merupakan proses psikologi yang berlangsung pada diri kita sewaktu mengamati berbagai hal yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sudrajat (2003), persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli, yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa
kesan, penafsiran atau penilaian
berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman
18
seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau individu yang lain. Kesan tentang stimuli tersebut dapat dipandang sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sattar (1985) menjelaskan pengertian dari persepsi adalah penilaian, penglihatan atau pandangan seseorang melalui proses psikologi selektif terhadap suatu obyek atau segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya. Sebagai suatu kesatuan psikologi, persepsi dapat mempengaruhi konsep individu dan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilakunya. Perilaku seseorang tidak dapat dilepaskan dari persepsi orang tersebut terhadap tindakan yang dilakukannya. Persepsi seseorang terhadap suatu obyek akan positif apabila obyek sesuai dengan kebutuhannya, sebaliknya akan negatif apabila obyek tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan orang tersebut (Sugiyanto 1996). Menurut Muchtar (1998), persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Menurut Kayam (1985) dalam Sugiyanto (1996), persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu obyek sehingga memberikan reaksi tertentu yang
dihasilkan
dari
kemampuan
mengorganisasikan
pengamatan
dan
berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. Kunci pemahaman terhadap persepsi masyarakat pada suatu obyek, terletak pada pengenalan dan penafsiran unik terhadap obyek pada suatu situasi tertentu dan bukan sebagai pencatatan terhadap situasi tertentu tersebut (Sugiyanto 1996). Selanjutnya Sarwono (1992) menyatakan persepsi seseorang terhadap lingkungan
adalah
bagaimana
seseorang
memandang
dan
memahami
lingkungannya. Persepsi terhadap lingkungan mencakup karakteristik spesifik yaitu (1) pola persepsi memberikan banyak informasi secara langsung, tanpa proses kerja oleh pusat syaraf, (2) persepsi lebih banyak holistik, sehingga informasi lingkungan yang diterima bukan merupakan bagian yang terpisah-pisah,
19
melainkan satu kesatuan yang penting, dan (3) organisasi dengan aktif mengeksplorasi lingkungannya, menjumpai berbagai obyek dengan berbagai cara. Menurut Sarwono (1992) perbedaan persepsi disebabkan oleh (1) perhatian, biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsangan yag ada disekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka, (2) set adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul misalnya pada seseorang pelari siap di garis start terdapat set bahwa akan terdengar pistol disaat ia harus berlari, (3) kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, (4) sistem nilai seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, (5) ciri kepribadian misalnya watak, karakter, kebiasaan juga akan mempengaruhi persepsi. Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dalam menilai sesuatu. Menurut Sadli (1976), ada empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu: 1) Faktor obyek rangsangan, yang terdiri dari empat ciri khas sebagai berikut : a.
Nilai, yaitu ciri-ciri dari rangsangan seperti nilai bagi subyek yang mempengaruhi cara rangsangan tersebut di persepsi.
b.
Arti emosional, yaitu sampai berapa jauh rangsangan tertentu merupakan sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang bersangkutan.
c.
Familiaritas, yaitu pengenalan yang berkali-kali dari suatu rangsangan yang mengakibatkan rangsangan tersebut di persepsi lebih akurat.
d.
Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat kesadaran seseorang mengenai rangsangan tersebut.
2) Faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi yang berbeda seperti tingkat kecerdasan, minat, emosional dan lain-lainnya. 3) Faktor pengaruh kelompok, dimana dalam suatu kelompok manusia, respons orang lain akan memberikan arah terhadap tingkah laku seseorang. 4) Faktor latar belakang kultural, dimana orang dapat memberikan suatu persepsi yang berbeda terhadap obyek karena latar belakang kultural yang berbeda.
20
Sarwono (1992) mengemukakan bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu obyek dipengaruhi oleh kebudayaan (termasuk di dalamnya adat istiadat) dan umur. Persepsi terhadap informasi yang disampaikan tergantung pada individu yang menerimanya. Bagaimana individu menafsirkan informasi yang diterima tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikirnya. Sikap atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun 1962 yang berarti status mental seseorang. Sikap pada dasarnya adalah tendensi manusia terhadap sesuatu. Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan sikap atau attitude sebagai sekumpulan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang diarahkan kepada orang, gagasan, objek atau kelompok tertentu. Oleh sebab itu, sikap merupakan suatu penilaian terhadap suatu objek. Mar’at (1982) menyatakan bahwa sikap diperoleh melalui interaksi dengan objek sosial atau peristiwa sosial. Sebagai hasil belajar, sikap dapat diubah, diacuhkan atau dikembalikan seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Berdasarkan pandangan ini maka sikap sebenarnya merupakan produk dari hasil interaksi. Sikap terbentuk dari interaksi sosial yang dialaminya, individu akan membentuk suatu pola sikap tertentu terhadap berbagai objek yang dihadapinya. Berikut ini (Azwar 2005) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sikap antara lain. a. Pengalaman pribadi. Sikap timbul dari pengalaman dan merupakan hasil belajar, karena apa yang telah atau sedang dialami seseorang akan turut membentuk tanggapan dan mempengaruhi penghayatan terhadap objek sikap. Tanggapan tersebut akan menjadi salahsatu dasar terbentuknya sikap. b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang lain di sekitar kita adalah salahsatu komponen penting yang dapat mempengaruhi sikap kita. Orang lain tersebut antara lain orang yang kita harapkan persetujuannya, orang yang tidak ingin kita kecewakan, atau orang yang berarti khusus bagi kita.
21
c. Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan akan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Kebudayaan menanamkan garis pengarah sikap terhadap masalah, kebudayaan pula yang mewarnai sikap masyarakat. d. Media massa. Meskipun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual namun dalam proses pembentukan sikap dan perubahannnya, peranan media massa tidak kecil. Dengan adanya informasi baru yang disampaikan oleh media massa mengenai suatu hal dapat memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. e. Pengaruh emosional. Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. f. Lembaga pendidikan dan lembaga agama. Lembaga pendidikan dan lembaga agama merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan konsep moral dalam diri individu. Sikap sebagai predisposisi untuk bertindak terhadap objek tertentu mencakup
komponen (1) kognisi, (2) afeksi, dan (3) konasi. Kognisi akan
menjawab pertanyaan apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Komponen afeksi akan menjawab pertanyaan tentang apa yang dirasakan terhadap objek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana kesediaan/kesiapan untuk bertindak terhadap objek (Mar’at 1982). Dalam perkembangannya, untuk mengkaji hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya, melahirkan cabang psikologi, yakni psikologi lingkungan. Sarwono (1992) menyatakan bahwa tujuan psikologi lingkungan untuk menganalisis, menjelaskan, meramalkan, dan kalau perlu mempengaruhi atau merekayasa hubungan antara tingkah laku manusia dan lingkungannya untuk kepentingan manusia dan kepentingan lingkungan itu sendiri
22
Beberapa teori psikologi lingkungan yang tumbuh dan berkembang mencoba untuk menjawab permasalahan hubungan perilaku manusia dengan lingkungan (Fisher et al 1984) antara lain: a. Teori kelebihan beban (environmental load theory). Teori ini menyatakan bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam mengolah stimulus dari lingkungannya. Jika stimulus lebih besar dari kapasitas pengolahan informasi maka terjadilah kelebihan beban (overload) yang dapat mengakibatkan sejumlah stimulus lain harus diabaikan agar individu dapat memusatkan perhatiannya pada stimulus tertentu saja. b. Teori tingkat adaptasi (adaptation level theory). Manusia menyesuaikan responsnya terhadap rangsang yang datang dari luar, sedangkan stimuluspun dapat diubah sesuai dengan keperluan manusia. Penyesuaian
respons
terhadap
stimulus
disebut
adaptasi,
sedangkan
penyesuaian stimulus pada keadaan individu disebut sebagai adjusment. Dalam hubungan ini, bahwa setiap individu mempunyai tingkat adaptasi (adaptation level) terhadap stimulus atau kondisi lingkungan tertentu. c. Teori psikologi ekologi. Teori ini dikemukan oleh Barker, yakni memiliki kekhususan mengkaji hubungan timbal balik antara lingkungan dengan perilaku, sedangkan teoriteori sebelumnya hanya mengkaji pengaruh lingkungan terhadap perilaku. Teori ini menggunakan pendekatan (behavioralsetting)yang dipandang sebagai faktor tersendiri. Set perilaku adalah pola perilaku kelompok (bukan perilaku individu) yang terjadi akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu). Dalam konteks pemberdayaan warga masyarakat, pendekatan persepsi, sikap dan kecenderungan untuk berperilaku yang berasal dari komponen kognisi, akan memberi gambaran tentang karakteristik masyarakat terhadap kebersihan lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota. 2.3.
Masalah, Tantangan dan Peluang Pengelolaan Lingkungan dalam Pemberdayaan Masyarakat
2.3.1. Masalah pengelolaan lingkungan Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan pada berbagai kompleksitas, dinamika dan keragaman persoalan
23
sosial ekonomi, dan politik yang bersifat kontradiktif yang memerlukan perhatian dan penanganan dari pemerintah dan pemerintah daerah, serta seluruh potensi masyarakat di berbagai daerah. Kondisi lingkungan hidup sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan kecenderungan yang terus menurun. Penyebab utamanya adalah, karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan. Hal ini terjadi mengingat lemahnya kekuatan politik dari pihak-pihak yang menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. Seperti diketahui, saat ini program dan kegiatan untuk melestarikan lingkungan hanya didukung oleh sekelompok kecil masyarakat yang kurang mempunyai kekuatan politik dalam pengambilan keputusan. Pola pikir yang terbentuk adalah sebagai akibat pengalaman selama ini dengan sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya pengawasan, ketidaktanggapan dalam mengubah pendekatan dan strategi pembangunan, serta ketidakselarasan antara kebijakan dan pelaksanaan pembangunan lingkungan. Terjadinya krisis ekonomi telah menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pengelolaan lingkungan secara otonom, ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antardaerah, ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan di berbagai daerah. Pembangunan lingkungan yang terpusat cenderung kurang memperhatikan
keragaman
kondisi
sosial
ketergantungan
pemerintah
daerah
kepada
budaya
daerah
pemerintah
menyebabkan
pusat,
lemahnya
pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat, dan kurang efektifnya pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan pembangunan lingkungan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan sektor dan cenderung terpusat, menyebabkan pemerintah daerah kurang
mendapat
kesempatan
untuk
mengembangkan
kapasitas
dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat secara optimal. Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut. 1)
Kekuatan pelestarian lingkungan perlu mendapat dukungan dari kekuatankekuatan politik primer.
24
2)
Demi keberhasilan usaha pelestarian lingkungan, masyarakat luas perlu mempunyai keberdayaan, mampu dan aktif berperanserta secara efektif melalui mekanisme demokrasi.
3)
Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah, perlu memiliki kemampuan ketataprajaan yang baik di bidang lingkungan hidup (good environmental governance), agar mampu menjawab tantangan dari masyarakat yang sudah diberdayakan.
4)
Usaha peningkatan penataan dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah suatu hal penting. Penegakan hukum merupakan salahsatu aspek utama dalam peningkatan penataan, disamping pemanfaatan instrumen-instrumen pengelolaan lainnya.
2.3.2. Tantangan dan peluang dalam pemberdayaan masyarakat Upaya pemberdayaan masyarakat telah mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang tidak terbatas pada aspek pemberdayaan ekonomi dan politik, tetapi juga menyangkut aspek pemberdayaan sosial dan kemasyarakatan. Pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses bagi masyarakat, lembaga, dan organisasi masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat bagi peningkatan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk mengatasi ketidakmampuan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, adanya kondisi kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat, dan adanya keengganan untuk membagi wewenang dan sumberdaya yang berada pada pemerintah kepada masyarakat. Potensi masyarakat untuk mengembangkan lembaga swadaya ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Pada masa depan perlu dikembangkan lebih lanjut potensi keswadayaan masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan kepedulian mayarakat luas dalam memecahkan masalah kemasyarakatan. Potensi masyarakat tersebut di atas, dalam hal ini diartikan sebagai “Masyarakat
berwawasan
lingkungan”
yang
perlu
ditingkatkan
dan
dikembangkan secara berkelanjutan. Keberdayaan warga masyarakat dicirikan
25
dengan timbulnya kesadaran bahwa mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya. Kata berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Selanjutnya, mandiri dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya. Secara aktif tidak saja memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan. lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga melakukan inisiatif lokal (termasuk melakukan secara bersama-sama untuk mengelola kebersihan lingkungan). Pola pendekatan pemberdayaan masyarakat menuntut (demand) kepada pemerintah daerah dalam melayani (supply) masyarakat untuk memperoleh lingkungan yang baik dan sehat dapat disimpulkan bahwa prasyarat untuk terwujudnya warga masyarakat berwawasan lingkungan adalah masyarakat (1) sadar dan paham lingkungan, (2) mendapatkan informasi yang benar, (3) memotivasi untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan umum sebagai pencerminan sumbangan individu/kelompok terhadap nasionalisme lingkungan, (4) tahu caranya, (5) tidak ada risiko, (6) mendapat respons yang cukup dari Pemerintah Daerah dan DPRD (KNLH 2005). Tantangan
dan
peluang
pemberdayaan
masyarakat
mengharuskan
pemerintah mengubah paradigma dalam mewujudkan setiap kebijakan dengan mengutamakan pola-pola keberpihakan pada masyarakat. Melalui perwujudan good governance, dimana salah satu karakteristiknya adalah mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, maka pembangunan harus melibatkan masyarakat. Tanpa pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, tidak akan ada strategi yang mampu bertahan lama. Pemberdayaan masyarakat (KNLH 2005) harus dipandang sebagai hal yang dinamis dan memberikan suatu peluang bagi pemerintah yang bertujuan membangun kredibilitas negara (good governance) melalui potensinya dalam membangun koalisi dan aksi kolektif. Demikian pula halnya dalam pengelolaan lingkungan hidup, yang merupakan faktor penting untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
26
Keterlibatan dan peran berbagai kelompok/organisasi masyarakat dalam penyaluran aspirasi masyarakat ke lembaga legislatif dan lembaga eksekutif melalui mekanisme demokrasi telah menciptakan suatu momentum menuju suatu rasa memiliki dan berkehendak serta berkelanjutan bagi pelaksanaan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dan perwujudan good environmental governance. 2.3.3. Strategi pemberdayaan masyarakat Kekurangtepatan pemilihan strategi pembangunan dalam pemberdayaan masyarakat terhadap negara dan masyarakatnya telah menghasilkan paradoks dan tragedi pembangunan seperti yang terjadi pada negara berkembang (KNLH 2005) antara lain seperti: (1) pembangunan tidak menghasilkan kemajuan, melainkan justru
semakin
underdevelopment),
meningkatkan (2)
keterbelakangan
melahirkan
ketergantungan
(the
development
(dependency)
of
negara
berkembang terhadap negara maju, (3) melahirkan ketergantungan pheriphery terhadap pusat (centre), (4) melahirkan ketergantungan (dependency) masyarakat terhadap negara/ pemerintah. (5) melahirkan ketergantungan (dependency) masyarakat kecil (buruh, usaha kecil, tani, nelayan, dan lain-lain) terhadap pemilik modal. Agar warga masyarakat sadar lingkungan dapat terwujud (KNLH 2005), maka pemberdayaan masyarakat perlu ditingkatkan melalui mekanisme demokrasi dan berbagai saluran lembaga masyarakat dilakukan dalam konteks: 1) Penguatan inisiatif, yang mengarah pada upaya agar aspirasi timbul dari dalam masyarakat sendiri dan mendorong aspirasi tersebut untuk tersalurkan. 2) Posisi tawar dari masyarakat sebagai manifestasi kemampuan untuk mengorganisasikan kepentingannya, kemampuan untuk mengakses dan mendapatkan informasi yang benar, sadar dan paham akan haknya serta mengerti bagaimana menggunakan haknya tersebut. 3) Orientasi ‘gerakan’ melalui penemukenalan simpul-simpul strategis pada masyarakat, sehingga sesuatu rangsangan akan kebutuhan lingkungan yang bersih dan sehat dapat menjalar dan menggerakkan seluruh masyarakat serta terus bergulir dan masyarakat terus berusaha agar tujuan tercapai.
27
4) Peranserta
aktif
masyarakat
yang
dilakukan
secara
kontinu
untuk
mengartikulasikan tuntutannya secara sistematis melalui saluran-saluran demokrasi dan melakukan inisiatif lokal untuk menangani masalah kebersihan lingkungan di sekitarnya. Untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat, strategi yang dapat ditempuh dengan pendekatan sebagai berikut : a. Mengembangkan komunikasi dan pendidikan lingkungan. Pengembangan komunikasi lingkungan meliputi berbagai pendekatan seperti penemukenalan tokoh masyarakat (public figure) yang mampu menyampaikan pesan pemberdayaan masyarakat, pembentukan kantor berita lingkungan hidup, pengembangan kelompok penyunting hijau (green editor club), dan pemberian insentif kepada kalangan jurnalis dan para pendidik. b. Mengintegrasikan aliansi mitra strategis dalam program kebersihan lingkungan Pengintegrasian aliansi mitra strategis dalam program kebersihan lingkungan dilakukan melalui pendekatan yang melibatkan peran kelompok masyarakat secara aktif. Hal tersebut dilaksanakan dengan cara memberikan dukungan dan pengakuan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai kekuatan posisi tawar (barganing power) untuk mengarusutamakan isu lingkungan. c. Melakukan pendekatan langsung kepada kelompok sasaran. Pendekatan langsung kepada kelompok sasaran dilakukan kepada kelompok profesi (pekerja/buruh, petani, nelayan, pengusaha) melalui masing-masing asosiasi dengan membuat nota kesepahaman untuk bekerjasama, DPR/DPRD melalui jalinan hubungan kerjasama dengan kaukus lingkungan, dan organisasi kemasyarakatan melalui kegiatan dialog, pendidikan dan pelatihan pelestarian lingkungan hidup (KNLH 2005). 2.3.4. Kebijakan pemberdayaan masyarakat Kartasasmita (1996) mengemukakan pendapatnya bahwa kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat harus dilakukan melalui tiga kebijakan yaitu Pertama, menciptakan suasana dan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan
28
masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat kemandirian dan keberdayaan masyarakat adalah keyakinan bahwa masyarakat memiliki potensi untuk mengorganisasikan dirinya sendiri dan potensi kemandirian individu perlu diberdayakan. Proses pemberdayaan masyarakat berakar kuat pada proses kemandirian setiap individu yang kemudian meluas ke dalam keluarga. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
dengan
menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana, baik fisik maupun sosial yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah. Ketiga, memberdayakan masyarakat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat yang lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Dengan memperhatikan masalah dan tantangan yang dihadapi serta peluang yang ada
berdasarkan misi yang diemban, maka kebijakan pemberdayaan
masyarakat (KNLH 2005) dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Pemberdayaan masyarakat diarahkan pada mekanisme demokrasi. 2) Pemberdayaan masyarakat didasarkan atas sumberdaya organisiasi dan budaya lokal. 3) Untuk menghadapi masalah lingkungan sekitar, pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pengembangan inisiatif lokal. 4) Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dijalankan dengan cara fasilitasi, komunikasi, penguatan inisiatif, dan pemberian penghargaan. 5) Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, DPRD didorong untuk melaksanakan fungsi dan peranannya sebagai lembaga legislasi dan pengawasan. 2.4.
Konsep Dasar dan Sistem Pengelolaan Sampah Batasan sampah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai
barang atau benda yang dibuang karena tidak dipakai lagi atau kotoran (seperti daun, kertas, dan sebagainya) atau hina dan sebagainya (Depdikbud 1995). Menurut kamus istilah lingkungan, sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau
29
pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan (Hendargo1994). Pendapat lain, (Mustofa 2000) mengatakan bahwa sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berbagai batasan atau definisi di atas memberikan pengertian bahwa sampah adalah sesuatu hasil buangan yang tidak bermanfaat sebagai akibat dari aktivitas manusia, dan cenderung memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak dikelola dengan benar. Berdasarkan sifat biologiskimianya sampah dapat dibedakan antara lain (Slamet 2000): 1) Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian atau lebih dikenal dengan istilah sampah organik. 2) Sampah yang tidak membusuk, seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam yang lebih dikenal dengan istilah sampah anorganik. 3) Sampah yang berupa debu/abu. 4) Sampah yang berbahaya (B-3) terhadap kesehatan seperti yang berasal dari industri yang mengandung zat-zat kimia maupun fisika berbahaya. Berdasarkan jenis dan sumber-sumber sampah, Tasrial (1998) menguraikan bahwa sampah dapat berasal dari sumber-sumber berikut: a. Permukiman Sampah rumah tangga umumnya berupa sisa dari pengolahan makanan, kertas, perlengkapan rumah tangga bekas, kardus, gelas, kain, sampah kebun/ pekarangan, dan lain-lain. b. Pertanian dan Perkebunan Sampah dari kegiatan pertanian tergolong bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian besar sampah yang dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk. Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya adalah lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma, namun plastik ini bisa didaur ulang.
30
c. Sisa Bangunan dan Konstruksi Gedung Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung, ini bisa berupa bahan organik maupun anorganik. Sampah organik, misalnya: kayu, bambu, triplek. Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, batu bata, ubin, besi dan baja, kaca, dan kaleng. d. Perdagangan dan Perkantoran Sampah yang berasal dari daerah perdagangan seperti: toko, pasar tradisional, warung, pasar swalayan ini terdiri dari kardus, pembungkus, kertas, dan bahan organik, termasuk didalamnya sampah makanan dan restoran. Sampah yang berasal dari lembaga pendidikan, kantor pemerintah dan swasta biasanya terdiri dari kertas, alat tulis-menulis (seperti: bolpoint, pensil, spidol), toner foto copy, pita printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita mesin ketik, klise film, komputer rusak, dan lain-lain. Baterai bekas dan limbah bahan kimia harus dikumpulkan secara terpisah serta harus memperoleh perlakuan khusus karena berbahaya dan beracun (B-3). e. Industri Sampah ini berasal dari seluruh rangkaian proses produksi (bahan-bahan kimia serpihan/potongan bahan), perlakuan dan pengemasan produk (kertas, kayu, plastik, kain/lap yang jenuh dengan pelarut untuk pembersihan). Sampah industri berupa bahan kimia yang seringkali beracun memerlukan perlakuan khusus sebelum dibuang. Jenis, sumber dan komposisi sampah merupakan komponen penting dalam merancang dan melaksanakan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan memperkecil volume sehingga mudah dikelola. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif, seperti (1) dampak negatif bagi kesehatan, (2) dapat menimbulkan peledakan dan kebakaran, (3) kerusakan pada tumbuh-tumbuhan, (4) menimbulkan bau busuk, dan (5)
menimbulkan
pencemaran air, tanah, udara, dan turut meningkatkan pemanasan global. Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan melalui tahapan (1) pengumpulan, (2) pengangkutan, dan (3) pembuangan akhir/pengolahan.
31
Berdasarkan data yang diperoleh BPPT (2002), Tabel 1 berikut dapat memberikan gambaran permasalahan sampah dilihat dari jenis, sifat dan sumbernya. Tabel 1 Sampah menurut jenis, sifat dan sumbernya No 1
Jenis Sampah basah
2
Sampah kering
3
Abu/ Debu
4
Buangan dari jalan raya Bangkai binatang Sampah industri Buangan sisa konstruksi Buangan khusus
5 6
Sifat • Sampah dari hasil penyiapan dan pemasakan makanan • Sampah pasar • Sampah hasil penanganan, penyimpanan, dan penjualan produk • Mudah terbakar (combustible), seperti kertas dan karton • Tidak mudah terbakar (non combustible) seperti logam, kaleng, kawat, gelas dsb Residu hasil pembakaran, baik pada proses pemasakan dan pemanasan dari proses insenarasi Debu daun daunan
Sumber Rumah tangga, rumah makan, institusi dan toko dan pasar
Kucing, anjing, kerbau dll
Jalan raya, pemukiman, RPH Pabrik dan pembangkit listrik Pembangunan dan perbaikan gedung Rumah tangga, toko, hotel, rumah sakit dan industri Instalasi pengolahan air limbah dan septic tank
Buangan dari pengolahan makanan, scrab, metal scrab, dan lain lain 7 Sisa sisa pipa dan material konstruksi bangunan 8 Buangan B3 (padat, cair, debu dan gas) yang bersifat mudah meledak, patogin, radioaktif dan lain-lain 9 Residu hasil Padatan residu dari screening dan grid pengelolaan camber (penangkap pasir), lumpur dan limbah septic tank Sumber: Model Pengelolaan Persampahan Perkotaan (BPPT 2002).
Rumah tangga, rumah makan, institusi dan toko dan pasar
Rumah tangga, rumah makan, institusi dan toko dan pasar Jalan raya dan trotoar
Komposisi dan jenis sampah memegang peranan penting dalam sistem pengelolaan sampah, sehingga diharapkan produsen sampah mampu membedakan sampah yang diproduksinya sesuai dengan jenis sampahnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi sampah baik secara kuantitas maupun kualitasnya disebabkan oleh berbagai hal (Slamet 2000), antara lain : 1) Jumlah penduduk: Peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap jumlah sampah yang dihasilkan, akibatnya pengelolaan sampah akan berpacu dengan laju pertambahan penduduk. 2) Keadaan sosial penduduk: Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi masyarakat, maka akan semakin banyak pula jumlah sampahnya.
32
3) Kemajuan teknologi: Kemajuan teknologi akan menambah kuantitas maupun kualitas sampah karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam serta cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula. 2.4.1. Sistem pengelolaan sampah Menurut Daniel et al (1985) menyatakan pengelolaan sampah semakin berkembang sejalan dengan perkembangan jenis sampah yang akan dikelola. Beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan masyarakat adalah sebagai berikut. 1) Penimbunan. Sampah yang telah dikumpulkan pada penampungan sementara diangkut kesuatu area tempat pembuangan akhir (TPA), kemudian sampah tersebut
ditimbun
dan
diratakan.
Penimbunan
sampah
seperti
ini
menimbulkan bau busuk, tempat berkembangnya bibit penyakit, serta dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air tanah. 2) Pengomposan. Sampah-sampah organik diolah dengan cara pengomposan. Ada beberapa keuntungan dari sistem pengomposan antara lain, pupuk yang dihasilkan bersifat ekologis/tidak merusak lingkungan, masyarakat dapat membuat sendiri, serta tidak memerlukan peralatan dan instalasi yang mahal (PPS IPB 2003). 3) Pembakaran sampah. Pembakaran dapat dilakukan pada tempat pembuangan sampah sementara, atau pembakaran dilakukan dengan insenerator. Proses insenerator ini mampu mereduksi limbah hingga 90 persen, meskipun panas yang ditimbulkannya dapat digunakan sebagai sumber energi, namun penggunaannya dapat menimbulkan pencemaran udara tersendiri. 4) Penghancuran. Sampah yang telah dikumpulkan dipotong-potong menjadi ukuran kecil-kecil sehingga volumenya bertambah kecil, penghancuran yang demikian akan membantu proses pembusukan. 5) Pemanfaatan ulang. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan dipilih sesuai dengan bahan pembuatnya seperti kertas, kaca, plastik, besi, karton, aluminium, dan dijual untuk dimanfaatkan kembali 6) Dumping. Pengelolaan sampah secara dumping dengan menumpuk sampah pada suatu area, pengelolaan yang demikian akan menimbulkan penurunan
33
estetika lingkungan. Jenis dumping yang lain dan sering dilakukan masyarakat dalam mengelola sampah adalah dumping in water dimana sampah dibuang ke dalam badan air misalnya, sungai, laut, dan saluran air lainnya (Naria 1996) Menurut Daniel et al (1985) menyatakan masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, sebagian besar kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang 60 persen dari seluruh produksi sampahnya. Dari sebesar 60 persen ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros, dan mencemari. Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70 persen dari total volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang terdesentralisisasi sangat tidak membantu dalam meminimasi sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat. Sebagai contoh, seluruh sampah dari kota Jakarta harus dibuang di Tempat Pembuangan Akhir di daerah Bantar Gebang Bekasi. Jika dihitung berapa ongkos yang harus dikeluarkan untuk ini. Belum lagi, sampah yang dibuang masih tercampur antara sampah basah dan sampah kering. Padahal, dengan mengelola dan mengolah sampah di tingkat lingkungan terkecil, seperti Lingkungan atau Rukun Tetangga (RT), dengan membuatnya menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat diturunkan/dikurangi. Pengelolaan dan pengolahan sampah yang tidak terpusat, yang menyebar di setiap kelurahan atau satuan lingkungan dapat memberikan nilai tambah, antara lain: (1) mengurangi biaya transportasi angkutan sampah, (2) pencemaran akibat air sampah dan bau tidak sedap dapat ditekan serendah mungkin, (3) meratanya kegiatan ekonomi yang dihasilkan dari pemanfaatan sampah, dan (4) bentuk daur ulang dapat disesuaikan dengan potensi lingkungan sekitar. Berikut ini, estimasi
34
total timbulan sampah berdasarkan sebagian kota besar dan jenis sampah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Estimasi total timbulan sampah berdasarkan jenisnya kota metropolitan/ besar (26 kota dengan total penduduk 40,1 Juta) No
Jenis sampah
Jumlah (juta ton/tahun)
Persentase (%)
1 2 3
Sampah dapur Sampah plastik Sampah kertas
22,4 5,4 3,6
58 14 9
4 5 6 7
Sampah lainnya Sampah kayu Sampah kaca Sampah karet/kulit
2,3 1,4 0,7 0,7
6 4 2 2
8 9 10
Sampah kain Sampah metal Sampah pasir Total
0,7 0,7 0,5 38,5
2 2 1 100
Sumber: Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008 Berdasarkan sumber sampah dan jumlahnya, diperoleh data pada 5 (lima) tahun terakhir besaran sampah di kota-kota Indonesia (Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Sumber sampah dan jumlah (juta ton/tahun) No Sumber Sampah Jumlah (juta ton/tahun) 1 Permukiman 16,7 2 Pasar 7,7 3 Jalan 3,5 4 Fasilitas Umum 3,4 5 Perkantoran 3,1 6 Industri 2,3 7 Lainnya 1,8 Sumber: Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008 Jumlah penduduk terlayani mencapai 130 juta jiwa atau sebesar 56 persen dari total penduduk Indonesia, sedangkan pelayanan antardaerah/kota berbeda. Contoh wilayah Pulau Jawa sudah rata-rata mencapai 59 persen, sedangkan Sumatera baru sekitar 48 persen. Tidak semua sampah dapat diangkut ke
35
TPS/TPA, sehingga ditemukan berbagai sistem penanganan sampah dilakukan oleh masyarakat .Sistem penanganan sampah setelah sampah dikumpulkan masyarakat dari permukiman dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sistem penanganan sampah di Indonesia No. Penanganan Sampah 1 Sampah diangkut ke TPS/TPA 2 Sampah di timbun 3 Sampah dibuat kompos 4 Sampah dibakar 5 Sampah di buang ke sungai 6 Lain-lain Sumber : Kantor Negara Lingkungan Hidup 2008
Jumlah (ton/tahun) 11,6 1,6 1,2 0,8 0,6 1,1
Sistem pengelolaan sampah yang sedang berjalan sampai saat ini, ternyata masih belum mampu menangani persampahan kota. Beberapa permasalahan yang timbul dalam sistem penanganan sampah sekarang ini (Sidik et al 1985) yakni sebagai berikut. 1) Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilahpilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting
maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut
jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu. 2) Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya: a. memerlukan lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir (TPA) sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. Apalagi bila kota menjadi semakin bertambah, jumlah penduduknya maka sampah akan menjadi semakin bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Hal tersebut akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA. Apabila instalasi incenerator yang ada tidak dapat diimbangi jumlah sampah yang masuk. b. jumlah timbunan semakin lama semakin meningkat. Dikhawatirkan akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan,
36
c. diantaranya (1) dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain, (2) dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter, dan (3) dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan. d. biaya operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan lebih lanjut. Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi e. pembuangan sistem open
dumping
dapat
menimbulkan
beberapa
dampak negatif terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anaerobik landfill akan timbul leachate di dalam lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak, selain itu dapat menjadi tempat pembiakan bibit penyakit, seperti lalat, dan tikus f. pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah timbulnya bau penyakit dan lainnya, tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain, yakni timbulnya gas yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3 walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati. Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemanfaatan sampah. Untuk melakukan ini tentu perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana. 3) Penggunaan incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: a. menghasilkan abu (15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Selain itu, gas yang dihasilkan dari proses pembakaran dengan menggunakan incinerator dapat mengandung gas pencemar berupa NOx., SOx dan lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia;
37
b. dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan incinerator dari abu maupun kerak. Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun; c. memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan incinerator. Untuk menangani sampah 800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil
penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24
milyar/tahun; d. butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada penanganan sampah di Surabaya, teknologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang memahami filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan. Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya. Belum lagi sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini. e. penggunaan incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran; 4) Belum maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota; 5) Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi; 6) Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah. 2.4.2. Kebijakan pengelolaan sampah di perkotaan Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan/kawasan permukiman), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi. Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang
sampah
38
sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said 1987). Oleh karenanya model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh salah satunya adalah meliputi penghapusan model TPA secara bertahap. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphoff (1997) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terbagi atas 4 (empat) tahap, yaitu (1) partisipasi pada tahap perencanaan, (2) partisipasi pada tahap pelaksanaan, (3) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan, dan (4) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring. Masyarakat senantiasa ikut serta berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan apabila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain: kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik non-formal maupun formal. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor kebijakan untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan permukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Sebagai contoh, Pemerintah Jepang membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce (mengurangi), reuse (penggunan kembali) dan recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah.
Model ini akan dapat
memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini. Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota maka pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu
39
pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat yang merupakan sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antarlembaga pemerintah yang terkait Diperlukan aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Sistem pengelolaan yang dilakukan di beberapa kota memiliki karakteristik masing-masing, yang disesuaikan dengan jenis umum sampah, keadaan budaya, serta kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya. Beberapa sistem pengelolaan di beberapa negara atau kota dijelaskan berikut ini. a. Canberra Kota Canberra (Ananta 1997) memiliki program bebas sampah tahun 2010 (No waste 2010 Canberra). Kota yang memproduksi sampah sebesar 250 ribu ton per tahun ini menumpukkan sampahnya pada dua Tempat Pembuangan Akhir yang berada di daerah Mungga Lande dan Belconnen. Total sampah terdiri dari 60 persen kertas, karton kemas, sampah organik, puing, dan batuan sisa bangunan. Kota Canberra menerapkan sistem landfill yang dikelola oleh Dinas Pelayanan kota (Departement of Urban Services) dengan ijin Kantor Pengontrolan Polusi (Pollution Control Authority Office of the Environment). Pengumpulan sampah dan kegiatan daur ulang dikontrakkan kepada swasta. Terdapat
tiga
program
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
dengan
memberdayakan masyarakat seperti mendaur ulang sampah pekarangan, daur ulang yang dikoordinir kelompok yang disebut REVOLVE dan sebuah jaringan pertukaran materi yang dapat menggunakan kembali sumber sampah yang dikenal dengan nama Canberra Resource Exchange Network (CERN). CERN ini tersedia database yang lengkap beserta suppliernya, dan jika sebuah sampah belum didapatkan, warga tersebut dapat mendaftar secara gratis sebagai pencari sampah jenis tersebut. b. Jepang Sekitar 75 persen sampah di Negara Jepang (Pu d j i a t mo k o 2 0 0 7 ) diolah dengan cara dibakar. Selebihnya dengan cara lain. Pada awalnya pengolahan sampah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tokyo, akan tetapi saat ini pengolahan
40
sampah telah diambil alih oleh Asosiasi Pemrosesan Sampah Kota/Kecamatan. Asosiasi tersebut tidak bertujuan mencari laba. Tempat Pengolahan sampah di bangun di atas tanah seluas 44.400 m2, dengan rincian untuk bangunan pengolah sampah seluas 28.548 m2 dan bangunan administrasi 2.236 m2. Bangunan pengolah sampah dilengkapi dengan Stack berupa silinder bertulang baja setinggi 130 m. Fasilitas Slag stock dengan konstruksi bertulang baja setinggi 9,6 m. Tempat Pengolahan sampah dibangun dengan modal 29 milyar yen dengan pegawai 36 orang. Metode pembakaran sampah menggunakan sistem Fully continuous combustion dengan kapasitas 600 ton per hari. Dilengkapi dengan Boiler dengan maksimum tekanan/suhu untuk Boiler drum sebesar 5,00 MPa, 266oC sedangkan Superheater outlet sebesar 4,15 MPa, 420oC. Jumlah maksimum penguapan Boiler tersebut 47,9 t/h setiap incenerator. Pada Steam turbine besar Rated out put 13.200 kW, jumlah penguapan sebanyak 67,38 t/h, tekanan / suhu uap 3,65 MPa, 398.9oC. Bahan bakar utama untuk pembakaran sampah adalah sampah itu sendiri. Penggunaan gas hanya pada saat pembuatan api pertama kali. Hasil pembakaran sampah berupa debu, kemudian dipanaskan lagi dengan suhu 3000oC sehingga dapat diperoleh material bangunan yang disebut slag. Material tersebut sangat bernilai sebagai material baru untuk konstruksi bangunan. Satu pabrik pengolahan sampah dapat menampung sampah yang berasal dari 600.000 penduduk di wilayah Tokyo. Sedangkan di Tokyo terdapat 21 pabrik pengolahan sampah. Tidak semua kota/kecamatan mempunyai pabrik pengolahan sampah sehingga TPS Itabashi juga mengolah sampah berasal dari kota/kecamatan lain. Sehari terdapat 600 truk yang datang membawa sampah ke TPS ini. TPS tersebut dapat mengumpulkan dan mengolah 600 ton sampah per hari yang berasal dari wilayah kota Itabashi c. Hanoi Vietnam Hasil penelitian Richardson (2003) di Hanoi Vietnam menunjukkan bahwa sebagian besar kota kota besar Asia, masyarakat dan sistem pelayanan yang ada hanya mampu mengumpulkan sampah padat sebesar 30 persen. Lainnya
sampai dengan 50
membuang sampah dengan cara yang sangat merugikan
lingkungan. Pengelolaan sampah merupakan suatu hal yang komplek yang
41
melibatkan berbagai organisasi dan kerjasana antar rumah tangga, masyarakat, perusahaan swasta, serta pemerintah dalam melakukan proses daur ulang dan menghasilkan nilai tambah secara ekonomis. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Hanoi Vietnam menunjukkan bahwa
keberhasilan program ditentukan oleh keterlibatan masyarakat lokal,
stakeholders dan pengambil keputusan. Dengan demikian pengelolaan sampah berbasis
masyarakat
merupakan
model
pemberdayaan
yang
melibatkan
masyarakat sebagai pengambil keputusan. d. Dhaka-Bangladesh (Action Research) Pertumbuhan penduduk Bangladesh yang tinggi (Dhaka Ahsania Mission 2006) menyebabkan peningkatan volume sampah yang luar biasa. Permasalahan utama di kota besar adalah sulitnya mengatasi penumpukan sampah yang semakin meningkat. Sementara di perdesaanpun tidak terlepas dari masalah tersebut. Baik di perkotaan maupun di perdesaan menghadapi masalah lingkungan yang sangat serius, kecuali ada strategi dan kebijakan yang dapat diadopsi secara tepat. Tanggung jawab pemerintah lokal untuk mengelola sampah sangat terbatas untuk menyediakan jasa pelayanan karena masih menggunakan sistem konvensional. Di daerah perkotaan, disediakan jasa layanan pengelolaan sampah, sementara di perdesaan tidak tersedia. Akibatnya sampah dibuang di pinggir jalan, saluran terbuka, lahan yang rendah dan halaman rumah, sehingga hal tersebut akan berdampak pada rendahnya kualitas hidup dan lingkungan. Oleh sebab itu pengelolaan sampah menjadi perhatian yang sangat serius, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, yakni adanya pengelolaan yang efektif berupa pengangkutan, daur ulang, peningkatan sumberdaya, dan penjualan hasil daur ulang. Untuk menghindari dan memperkecil efek yang membahayakan adalah dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman warga masyarakat serta memotivasi semua unsur yang terkait dalam pengelolaan sampah. Selain itu juga perlu ditingkatkan kesadaran dan pemahaman institusi dan semua anggota masyarakat turut bertanggung jawab untuk mengelola sampah, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
42
Program ini sangat membantu untuk menumbuhkan kesadaran kolektif. Adapun cara yang digunakan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat melalui paket yang terdiri atas pembuatan poster, buklet, videocasseet. Selain itu juga dilakukan pelatihan pemandu dan fasilitator yang bertugas sebagai pendampingan masyarakat. e. Jakarta (Zero Waste Rawasari) Proyek zero waste (Suhli 2001)
untuk kawasan ini diterapkan dengan
melibatkan warga dalam pengelolaan sampah dengan prinsip dari warga untuk warga. Pengelolaan sampah dilakukan hanya per kawasan, sehingga biaya angkut menjadi nol persen. Sampah yang dihasilkan langsung dipilah dan diolah sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan ini dapat mengolah sampah hingga 6 – 20 3
m /hari dengan hasil kompos sebanyak 12 ton/bulan serta menghasilkan kertas daur ulang, biji plastik, logam serta bahan konstruksi sebanyak 8,4 ton/bulan f. Bandung Tempat Pembuangan Akhir sampah di Kota Bandung (Sukendar dan Abriansyah 1999) ditempatkan di Desa Karang Pamulang - Pasir Impun dengan luas 7 ha. Struktur kontruksi dilakukan sedemikian rupa hingga tumpukan bau dapat diatasi dengan menggali lubang sedalam 7 meter dengan ukuran 14 x 30 meter. Dasarnya dilapisi dengan tanah liat kedap air, lubang tersebut dilengkapi pipa yang dapat mengalirkan cairan limbah dan biogas. Tempat Pembuangan Akhir Sampah ini mampu mengelola sampah 500 3
1000 m /hari. Hasil pengelolan sampah tersebut menghasilkan daya listrik 40.000 watt, serta sampah busuk dijual berupa kompos. Dari hasil pengelolaan sampah berupa kompos tersebut Tempat Pembuangan Akhir sampah menghasilkan Rp 10 juta dalam waktu satu tahunnya 2.6. Konsep Dasar dan Prinsip Kemitraan Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Untuk membangun sebuah kemitraan, harus
43
didasarkan pada hal-hal berikut: (1) kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan, (2) saling mempercayai dan saling menghormati, (3) tujuan yang jelas dan terukur (4) kesediaan untuk berkorban, baik waktu, tenaga, maupun sumberdaya yang lain. Adapun prinsip-prinsip kemitraan adalah: (1) persamaan atau equality, (2) keterbukaan atau transparancy, dan (3) saling menguntungkan atau mutual benefit. Konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dilihat sebagai mitra pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Hubungan dalam pengambilan keputusan
bersifat
horizontal, sejajar, dan setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sikap yang ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin populer sendiri atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat. Dalam pelaksanaan program tidak terlalu campur tangan yang akan mengakibatkan masyarakat menjadi pasif dan tidak berinisiatif, akhirnya akan mematikan kreativitas masyarakat (Muchlishah 2002). Dalam konsep kemitraan, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. Kemitraan sebagaimana dimaksud dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten dan kota dengan badan usaha yang bersangkutan (UU No.18 tahun 2008). Masyarakat dapat berperan aktif dan bermitra dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah. Peran tersebut sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui: (a) pemberian usul, pertimbangan,
dan saran kepada pemerintah dan atau pemerintah daerah, (b) perumusan dalam kebijakan pengelolaan sampah, dan atau (c) pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. Dengan demikian permasalahan sampah perkotaan merupakan isu yang terus berkembang dan semakin hari semakin meningkat volumenya, begitu juga memerlukan dana dan upaya yang besar pula. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan merupakan kebijakan yang strategis.
III. KAJIAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Penanganan kebersihan lingkungan, khususnya sampah dari sumbernya sangat penting untuk segera dilaksanakan di kota Bandar Lampung melalui kebijakan dan program pemerintah serta dukungan dari semua lapisan masyarakat. Dalam bab ini dikaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan lingkungan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, pamong kelurahan, dan masyarakat. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kebijakan dan program pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung saat ini dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota Bandar Lampung, Dinas Pasar kota Bandar Lampung, dan Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kecamatan/kelurahan. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan masih sangat terbatas, baik dari jumlah dan kualitas. TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota selama 15-20 tahun apabila pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Dari tabel kontingensi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat pemberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung. Kata Kunci: kebijakan dan program pengelolaan sampah, sarana-prasarana, daya tampung TPA, petugas kebersihan, pemberdayaan masyarakat 3.1.
Pendahuluan Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,220 km² yang terbagi
atas 13 kecamatan dan 98 kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar
844.608 jiwa dan pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun sebesar
1,55 persen.
Proses pembangunan kota Bandar Lampung yang berlangsung
selama ini, selain telah menghasilkan kemajuan juga masih menyisakan banyak permasalahan yang harus dihadapi. Salah satu masalah yang cukup kompleks di kota Bandar Lampung adalah sampah. Pada pelaksanaannya, pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung masih mengalami kendala: (1) kurangnya armada pengangkutan karena rusak dan umur armada pengangkutan yang sudah tua, (2) sulitnya mendapatkan lahan untuk
45
dijadikan tempat pembuangan sampah sementara (TPS), (3) masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, (4) dan lemahnya penegakan hukum terkait dengan kebersihan lingkungan. Kebijakan dan program yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya dan secara ekonomi akan mengurangi anggaran pengelolaan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dan program pengelolaan sampah perkotaan secara terpadu dan holistik, salah satunya adalah penghapusan model TPA secara bertahap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, termasuk penyediaan sarana, prasarana, kapasitas daya tampung TPA, dan petugas kebersihan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 3.2.
Metode Penelitian Metode pengumpulan data dalam mengkaji kebijakan dan program
pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung, menggunakan metode wawancara terhadap pimpinan dan staf Dinas Kebersihan dan Pertamanan, pimpinan Dinas Pasar, pimpinan kecamatan dan staf, dan pamong kelurahan. Penentuan responden ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive, yaitu dengan sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk mengkaji hubungan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat digunakan responden rumahtangga sebagai unit analisis. Sampel lokasi diperoleh dengan menggunakan teknik multistage cluster random sampling (Sugiyono 2009). Menyadari luasnya lokasi dan banyaknya jumlah rumahtangga sebagai populasi maka besarnya sampel sebagai responden menggunakan rumus proportional, dan terpilih sebanyak 344 responden. Adapun sampel lokasi dan responden yang terpilih dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
46
1
2
3
4
5
6
3
a
7
8
6
b
c
9
10
11
9
d
e
12
13
11
f
g
h
Responden Gambar 3 Diagram sampel kecamatan dan kelurahan serta responden Keterangan: No 1-13 = Jumlah kecamatan di Kota Bandar Lampung No. 3 = Kecamatan Teluk Betung Barat a. Kelurahan Bakung b. Kelurahan Keteguhan No. 6 = Kecamatan Tanjungkarang Pusat c. Kelurahan Pasirgintung d. Kelurahan Kaliawi No.9 = Kecamatan Kedaton e. Kelurahan Kampung Baru f. Kelurahan Labuhan Ratu No.11 = Kecamatan Tanjungsenang g. Kelurahan Tanjungsenang h. Kelurahan Way Kandis
Dalam menentukan besarnya sampel sebagai responden digunakan rumus: n
=
p.q L2
dimana: n = Jumlah sampel yang diperlukan p = Proporsi populasi yang memiliki karakteristik tertentu (dalam hal ini adalah jumlah kecamatan yang terpilih sebagai sampel lokasi penelitian dan p lebih kecil dari q) q = 1 – p (dalam hal ini adalah kecamatan lain yang bukan sampel penelitian) L = Allowable error
Dari rumus proportional di atas, dengan allowable error sebesar 0,05 diperoleh sampel sebagai responden per kecamatan adalah: (0,31)(0,69) n= (0,05)2 = 85,56 ¨ 86 responden Sebaran sampel responden berdasarkan kecamatan dan kelurahan yang terpilih dapat dilihat pada Tabel 5.
47
Tabel 5 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Sebaran jumlah responden berdasarkan sampel lokasi penelitian Kecamatan
Kelurahan Bakung Keteguhan Pasirgintung Kaliawi Kampung Baru Labuhan Ratu Tanjungsenang Way Kandis Jumlah
Teluk Betung Barat 43 43
Tanjung Karang Pusat
Kedaton
Tanjung Senang
43 43 43 43 86
86
86
43 43 86
Jumlah 43 43 43 43 43 43 43 43 344
Untuk melengkapi data dan variabel yang hendak diukur dipergunakan metode observasi terhadap daya tampung TPA, volume sampah, proses pembuangan dan teknologi pengolahan sampah. Metode dokumentasi juga dipakai untuk melengkapi data peraturan daerah tentang kebersihan lingkungan, sarana-prasarana, jumlah dan jam kerja petugas kebersihan, laporan berkala dan struktur kelembagaan yang terkait dengan kebersihan lingkungan. Untuk menganalisis hubungan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat digunakan tabel kontingensi r x c. Moore and Mc Cabe (1989) menjelaskan seperti berikut ini, misalkan sampel berukuran n diambil dari populasi. Kemudian setiap individu yang terpilih sebagai sampel diklasifikasikan menjadi dua kategori dengan peluang untuk masuk kategori pertama (baris) sebesar ri dan peluang untuk masuk kategori kedua (lajur) sebesar cj. Hipotesis nol dalam hal ini adalah bahwa klasifikasi menurut baris dan lajur bebas satu sama lain; dengan kata lain tidak ada hubungan antara klasifikasi menurut baris dan menurut lajur. Selanjutnya jika Pij – peluang individu masuk kedalam baris i dan lajur j maka hipotesis nol adalah: Ho: Pij = ri cj untuk semua i dan j, hipotesis alternatifnya adalah: H1: Pij ≠ ri cj Untuk melihat implikasi kebijakan, dilakukan content analysis terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Parameterparameter pada peraturan perundangan yang dianalisis adalah yang terkait dengan aspek pengelolaan sampah, peran stakeholders, dan kerjasama serta kemitraan.
48
3.3.
Hasil dan Pembahasan
3.3.1. Kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung Sampah masih menjadi permasalahan lingkungan yang cukup serius dan kompleks di kota Bandar Lampung. Rata rata tiap orang per hari menghasilkan sampah sekitar 0.43 kg dan akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan dan gaya hidup masyarakat. Di lain pihak, kebijakan dan program penanganan sampah yang masih dilakukan secara konvensional menyebabkan persoalan sampah belum dapat dikendalikan dengan baik. Pengangkutan sampah di kota Bandar Lampung dilakukan oleh: (1) Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) yang mengelola sampah domestik non jalan protokol pada masing masing kelurahan. Sampah tersebut kemudian dikumpulkan di tempat penampungan sementara (TPS), (2) Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengelola sampah domestik dan non domestik pada jalan protokol dan mengangkut sampah yang dikelola oleh SOKLI dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir (TPA) Bakung, dan (3) Dinas Pasar sebagai penanggungjawab kebersihan dan ketertiban di seluruh lokasi pasar serta pengangkutan sampah ke TPA Bakung. 3.3.2. Bentuk dan struktur organisasi Pemerintah kota Bandar Lampung dalam menjalankan kebijakan dan programnya memiliki struktur organisasi untuk menangani sampah dan mengelola kebersihan lingkungan. Adapun struktur organisasi tersebut dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 03 tahun 2008, tertanggal 11 Februari 2008 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung disajikan pada Gambar 4.
49
Walikota
Wakil Walikota
Kepala Dinas
Kelompok Jabatan fungsional
Sekretariat
Sub bagian Penyusuna n
Bidang Kebersihan
Bidang Pertamanan
Seksi operasional kebersihan
Seksi pertamanan
Seksi pemeliharaan peralatan
Seksi penghijauan
Seksi pengamanan sampah & tinja
Bidang penerangan jalan dan pemakaman
Seksi penerangan jalan
Seksi dekorasi Seksi pembibitan
Seksi pemakaman
Sub bagian Umum dan kepegawaian
Sub bagian keuangan
Bidang pendapatan
Seksi pendapatan
Seksi pemungutan
Seksi pembukuan & pelaporan
UPTD
Gambar 4 Struktur organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung (Perda No.03 Tahun 2008 Kota Bandar Lampung)
50
3.3.3. Timbulan sampah di kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung sebagai kota besar dengan jumlah penduduk mencapai 800 ribu lebih, menghasilkan sampah sekitar 250 – 300 ton/hari atau 500 – 600 meter kubik/hari, atau sekitar 0.43 kg/hari/orang. Secara administrasi pemerintahan kota Bandar Lampung terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Sampah dari 98 kelurahan tersebut, baik sampah rumahtangga maupun sampah publik sebagian besar diangkut ke TPA Bakung kecamatan Teluk Betung Barat. Sampah yang terangkut
ke TPA Bakung sebanyak sekitar 246,75 m3/ hari.
Pengolahan sampah di TPA Bakung dilakukan dengan teknologi sanitary landfill, yaitu pelapisan sampah dengan tanah. Sesuai dengan kondisi di lapangan, sampah dengan ketebalan 1,5 m-2,0 m dipadatkan dengan alat berat (buldozer), kemudian dilapisi dengan tanah setebal 10 cm - 15 cm. Hasil studi Universitas Lampung (2005) memperlihatkan bahwa TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota Bandar Lampung selama 7,6 tahun yang berarti harus pindah ke lokasi lain pada tahun 2012. Volume sampah organik sebanyak 65-70 persen. Apabila sampah ini dapat diolah menjadi kompos maka umur TPA Bakung dapat bertambah dua sampai dua setengah kali sehingga akan mampu memperpanjang masa pakai TPA Bakung menjadi 15-20 tahun. Tersebarnya lokasi sumber sampah yang ada dan semakin meningkatnya volume sampah menimbulkan beragam permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah kota Bandar Lampung. Sebagai gambaran, jumlah sampah dan alat angkut sampah di masing-masing pasar di lingkungan kota Bandar Lampung tercantum pada Tabel 6. Kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung, saat ini dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung dengan tingkat pelayanan sebagai berikut : 1.
Teknik operasional pengelolaan sampah. a) sumber sampah yang dihasilkan sekitar 600 m3/ hari b) jumlah sampah yang terangkut ke TPA sekitar 246,75 m3/ hari c) cakupan pelayanan: 474.917 jiwa ( 60 % )
2.
Daerah pelayanan pengelolaan sampah, daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, pasar, terminal, taman dan jalan protokol
51
3.
Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan berupa: (a) gerobak dorong (40 unit), (b) container (15 unit), (c) dump truck (26 unit), (d) armroll truck (2 unit), (e) TPA (1 lokasi), (TPA Bakung dengan luas 14 Ha), (f) buldozer (1 unit), (g) wheel loader (1 unit), ( h) excavator (1 unit).
Tabel 6
Jumlah kios dan perkiraan jumlah sampah yang dihasilkan serta jumlah truk masing masing pasar di kota Bandar Lampung
Nama Pasar
Jumlah Kios (unit) Sayur
Panjang Kangkung GudangLelang Cimeng Tamin Pasir Gintung Baru BambuKuning Bawah Tugu Way Halim Way Kandis Beringin Raya Jumlah
622 407 44 108 207 400 160 0 100 354 262 180 90 2934
Nonsayur
575 254 130 346 176 193 362 540 23 192 296 76 30 3193
Perkiraan Jumlah sampah yang dihasilkan (m3/hari)
Kendaraan Pengangkut Sampah yang Dimiliki (unit)
Organik
Kontainer/ Dumptruck
Anorganik
2 2 1 1 4 12 6 0 1 2 2 1 1 35
3 3 2 2 1 3 3 3 2 3 3 1 1 30
1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 8
Truk/ Amrol
0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 5
Frekuensi Pengangkutan Sampah per hari (kali) Kontainer/ Dumptruck
1 1 0 0 1 3 0 0 0 1 1 1 1 10
Truk/ Amrol
0 0 1 1 0 0 3 1 1 0 0 0 0 7
Sumber: Dinas Pasar Kota Bandar Lampung (2008)
3.3.4. Sumber dana Pemerintah
daerah
dalam
menangani
masalah
sampah
telah
mengalokasikan anggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Bandar Lampung yang pengelolaannya dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor persampahan berasal dari penerimaan retribusi sampah, dimana masyarakat dikenakan biaya retribusi sampah sebesar Rp.5000/kk/bulan. Namun besaran pendapatan dari retribusi sampah tersebut masih belum mampu untuk membiayai operasional pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung. Adapun
52
anggaran lingkungan hidup kota Bandar Lampung 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Anggaran lingkungan hidup kota Bandar Lampung No
Jumlah Anggaran
Tahun 2007 (Rp)
1
APBD Total
2
APBD Sektor Lingkungan Lembaga Pengelolaan LH Lembaga Pengelola Sampah Lembaga/unit pengelola RTH
3
4
5 6
PAD
Tahun 2008 (Rp)
Tahun 2009 (Rp)
701.462.803,79
781.189.330.424,37
848.452.628.519,18
26.935.568.584,13
23.718.428.137,33
30.140.126.507,34
3.183.975.040.73
3.160.136.916,00
3.707.375.638,62
23.751.593.543,40
20.558.291.221,33
26.432.750.868,72
31.4223.628.636,18
27.750.489.180,98
34.729.208.883,51
54.629.930.061,98
60.422.775.028,70
Sumber : Pemerintah Kota Bandar Lampung (2010) 3.3.5. Partisipasi masyarakat Partisipasi merupakan suatu keterlibatan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat, khususnya dalam melakukan pengelolaan sampah. Partisipasi masyarakat tidak dapat dipaksakan. Partisipasi dari masyarakat memerlukan waktu, sehingga pada tahap pertama partisipasi masyarakat dianggap sebagai komponen lingkungan. Berhasilnya program-program di bidang pelestarian lingkungan banyak tergantung kepada partisipasi masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat dapat dimulai sedini mungkin. Masyarakat mempunyai motivasi kuat untuk senantiasa memberikan saham terhadap keberhasilan program. Secara umum sekurangkurangnya terdapat
5 (lima) bentuk partisipasi masyarakat yaitu sebagai (1)
pengawas, (2) pengelola, (3) pengolah, (4) pemanfaatan, dan (5) pembiayaan. Sistem mekanisme partisipasi masyarakat dapat dilakukan seperti pada Gambar 5.
53
Sistem Pengawasan
Pengawas
Pengelola
- Reduksi sampah - Pemakaian kembali - Daur ulang
Pemisahan - Sampah organik - Sampah anorganik - B3
MASYARAKAT
Pengolah
SDM pada pengoperasian dan pemeliharaan : - Armada pengangkutan - Anaerobik/biogasplant - Insinerator - TPA
Pembiayaan
Bea jasa pengolahan sampah
Pemanfaatan
Komposting Kegiatan ekonomi - Kerajinan - Daur ulang - Bahan baku produksi
Kerjasama dengan dunia usaha
Gambar 5 Sistem mekanisme partisipasi masyarakat (KMLH dan JICA 2003) Lothar Gundling diacu Soerjani dan Rofiq (2008) menyatakan bahwa dasar adanya partisipasi tersebut adalah: (1) memberi informasi kepada pemerintah, (2) meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan, (3) membantu perlindungan hukum, (4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan. Partisipasi masyarakat dalam sampah sangat diperlukan karena dapat mengurangi beban pengelola, karena itu diperlukan suatu program untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara terpadu, teratur dan terus menerus serta bekerjasama dengan organisasi-organisasi yang ada sehingga partisipasi masyarakat dapat diubah dari komponen lingkungan menjadi sub sistem. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan beberapa tindakan berikut. a. Memberikan penerangan tentang pentingnya kebersihan dan pengelolaan persampahan yang dilakukan. b. Melaksanakan pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan. c. Memberikan contoh cara hidup yang bersih kepada masyarakat.
54
Bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan adalah biaya pelaksanaan penanganan sampah. Hal tersebut dilaksanakan dengan menarik retribusi dari masyarakat sebesar Rp 5.000 – Rp 10.000/bulan atau kerjasama dalam teknis penanganan sampah. Kerjasama dinyatakan dengan ikut sertanya masyarakat dalam melaksanakan sebagian dari kegiatan operasi penanganan sampah, misal dalam kegiatan pengumpulan, dan atau ikut sertanya masyarakat bertanggungjawab dalam penanganan sampah dengan mengikuti peraturan kebersihan yang ditetapkan, dan melaksanakan reduksi sampah (seperti daurulang, pengomposan). Hasil wawancara dengan responden, kerjasama ini dapat dilaksanakan dalam bentuk: (a) bertanggungjawab terhadap kebersihan rumah dan lingkungan, (b) aktif dalam program-program kebersihan, (c) turut memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungan, (d) turut terlibat aktif dalam program-program kebersihan, (e) secara informal turut menerangkan arti kebersihan pada anggota masyarakat lainnya, dan (f) mengikuti prosedur kebersihan yang ditetapkan pemerintah. A. Peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah Peranserta masyarakat adalah segala tindakan masyarakat, langsung atau tidak langsung yang membantu ataupun mengurangi tugas pengelola kebersihan dalam pengelolaan persampahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan bahwa pengelolaan sampah dilakukan melalui kegiatan pemilahan, pemanfaatan dan pengolahan sampah pada sumbernya. Peranserta masyarakat pada tataran teknis operasional dapat berupa kegiatan pengolahan sampah dalam skala rumahtangga. Selain itu, partisipasi masyarakat dapat berupa penyediaan sarana kebersihan seperti mesin kompos, bak sampah, truk sampah (masyarakat industri), dan operasi pembersihan lingkungan melalui gotongroyong antarorganisasi (TNI, Polri, organisasi kepemudaan, Karang Taruna, Mahasiswa Pencinta Alam) dan pembetukan kader lingkungan di setiap kelurahan untuk melakukan pemantauan kebersihan lingkungan. Menurut BPPLH (2009) peranserta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan dan persampahan di kota Bandar Lampung dapat dibagi dalam dua
55
bentuk yaitu peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan sosialisasi secara berkala tentang penanganan sampah dengan metode 4R, yaitu sebagai berikut. 1.
Recycle (daur ulang), memanfaatkan sampah atau limbah melalui pengolahan fisik atau kimia, untuk menghasilkan produk lain.
2.
Reuse (penggunaan kembali), memanfaatkan sampah atau limbah dengan cara menggunakannya kembali untuk keperluan yang sama tanpa mengalami perubahan bentuk.
3.
Reduce (mengurangi), meminimumkan barang atau material yang digunakan karena semakin banyak menggunakan material maka akan semakin banyak sampah yang dihasilkan.
4.
Replace (mengganti), mengganti barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Upayakan untuk memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, mengganti kantong plastik dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan menggunakan styrofoam karena dua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. BPPLH (2009) mengemukakan bahwa perlu disadari bahwa program
pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah
tidak akan berhasil
dengan baik bila hanya mengandalkan peran pemerintah. Peranserta masyarakat merupakan kunci keberhasilan untuk mewujudkan kota yang bersih, sehingga perlu digalang partisipasi publik untuk mewujudkan kota yang bersih, hijau dan teduh sekaligus meraih Adipura. Peningkatan peranserta masyarakat terhadap lingkungan, dapat diwujudkan melalui program P2WKSS, PKK, dan pelatihan kader lingkungan. Kegiatan lain yang melibatkan unsur masyarakat adalah pengelolaan sampah 4R, dengan memanfaatkan sampah yang dapat didaur ulang dan pengomposan sampah. Adanya pemisahan sampah tersebut dapat mengurangi jumlah timbunan sampah, selain mengoptimalkan sumberdaya masyarakat untuk menambah penghasilan dengan melakukan pengomposan sampah. Hasil survei Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung tahun 2009 terhadap cara pembuangan sampah yang dilakukan oleh rumahtangga di Kota Bandar lampung menunjukkan bahwa cara pembuangan sampah yang paling
56
banyak dilakukan adalah diangkut sebanyak 49,30%, ditimbun sebanyak 40,83%, dibakar sebanyak 6,55%, dan dibuang ke sungai sebanyak 3,32%. Hasil survei tersebut menunjukkan masih perlunya peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal memelihara lingkungan mengingat masih adanya
rumahtangga yang
membuang sampah tanpa memperhatikan lingkungan. Suparlan (2004) mengemukakan rendahnya tingkat partisipasi sebagian besar masyarakat dalam pengelolaan sampah di perkotaan dapat terjadi sebagai hasil dari: (a) kondisi kemiskinan yang melilit warga; (b) sikap masa bodoh; dan (c) kombinasi dari keduanya. Kondisi kemiskinan dan sikap masa bodoh tersebut telah membentuk tradisi kehidupan kota yang bercorak individualistik dan egosentrik serta menjadikan masyarakat perkotaan terkotak-kotak. Sedangkan menurut Neolaka (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran terhadap lingkungan diantaranya adalah: (a) faktor ketidaktahuan, (b) faktor kemiskinan, (c) faktor kemanusiaan, dan (d) faktor gaya hidup. Hal serupa juga dinyatakan oleh Saribanon (2007) dimana masyarakat lebih mudah diajak berperanserta mengatasi permasalahan sampah dilingkungannya, meskipun untuk golongan tertentu perlu disertai dengan penyampaian aspek ekonomi atau keuntungan sebagai bagian dari tawaran implementasi program. Hal tersebut sejalan dengan pengalaman salahsatu perusahaan multinasional dalam memperkenalkan program pengelolaan sampah mandiri di DKI Jakarta, yang menilai bahwa dengan menyentuh rasa tanggungjawab dan keprihatinan warga terhadap kondisi lingkungan saat ini, ternyata respon mereka cukup baik. Meskipun demikian, dalam mewujudkan partisipasi masyarakat, tidak cukup berhenti pada tahap menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggungjawab saja, tetapi perlu ditindaklanjuti dengan pembinaan dalam implementasinya. B. Peranserta melalui pembayaran retribusi sampah oleh masyarakat Peranserta masyarakat melalui pembayaran retribusi pengelolaan sampah tampaknya masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 sampai 2004 retribusi sampah mencapai 100 persen. Setelah tahun 2005 sampai 2008 terus
57
mengalami penurunan. Penurunan realisasi dari target retribusi disebabkan beberapa hal, antara lain: (1) kurang efektifnya bentuk pemungutan oleh petugas, (2) sebagian dari pedagang pasar memilih menggunakan tenaga perseorangan untuk mengangkut sampah akibat sering terlambatnya petugas mengangkut sampah, dan (3) banyaknya pedagang kakilima yang engan membayar retribusi sampah. Target dan realisasi retribusi pelayanan persampahan dan pelayanan pasar dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Target dan realisasi retribusi persampahan kota Bandar Lampung Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jenis Penerimaan Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar Pelayanan persampahan Pelayanan pasar
Target (Rp) 550.000.000 840.500.000 598.000.000 921.111.000 610.000.000 1.005.000.000 610. 000.000 1.005.000.000 799.644.300 1.313.022.750 642.064.500 1.040.026.500 642.064.500 1.040.089.400 642.064.500 1.040.089.500 516.840.000 863.938.000
Realisasi (Rp)
Persentase (%)
550.610.750 843.552.500 599.428.500 922.213.500 610.592.500 1.005.568.000 611.300.500 1.006.771.000 642.655.000 1.033.828.500 509.708.500 1.000.964.750 509.708.500 1.000.964.750 500.173.000 821.208.000
100,10 100,40 100,20 100,10 100,10 100,10 100,20 100,20 8,.40 78,70 94,96 96,24 94,96 96,38 77,90 78,95
Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung 2010
3.4.
Implementasi Pengelolaan Sampah di kota Bandar Lampung Sampai saat ini, pengelolaan sampah pasar dan permukiman di kota Bandar
Lampung yang menerapkan sistem 3R baru dilakukan oleh sebagian kecil warga masyarakat. Untuk skala pasar, penerapan 3R telah dilakukan di pasar Panjang, pasar Tamin, dan pasar Cimeng yang pada masing-masing pasar itu terdapat unit pengolah sampah. Pengolahan sampah di TPS berasal dari sampah yang belum diolah di rumah, atau sampah pasar, sampah dari kantor, dan sampah dari tempat lainnya. Di ketiga pasar tersebut di atas, masing-masing memiliki TPS. Oleh karena itu petugas melakukan pemilahan sampah untuk kebutuhan daur ulang dan
58
pengomposan sampah yang diperlukan dalam membuat pupuk/kompos yang memiliki nilai ekonomis. Sedangkan sampah yang tidak bisa diolah, diangkut ke Bakung sebagai tempat pembuangan akhir. Untuk pengolahan sampah di permukiman, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan ada sebagian kecil dari kepala rumahtangga sudah melakukan pemilahan sampah antara sampah basah dan sampah kering, seperti di kelurahan Kemiling, Kedaton, dan Rajabasa. Hasil pemilahan sampah basah
dijadikan
pupuk atau kompos untuk kebutuhan sendiri dan sebagian di pasarkan melalui kelompok PKK, sedangkan sampah kering dijadikan kerajinan tangan seperti vas bunga, gantungan kunci, asbak dan lain-lain. Proses pengomposan sampah secara aerobik adalah cara yang paling banyak digunakan karena murah dan mudah dilakukan. Peralatan dasar yang diperlukan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari (1) peralatan untuk penanganan bahan dan ( 2) peralatan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja. Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, misalnya kotoran hewan, sampah hijau, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Tahap pengomposan secara aerobik yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut: (1) pemilahan sampah, dilakukan untuk memisahkan sampah organik dari sampah anorganik dan sampah B3, (2) penyusunan tumpukan, sampah bahan organik yang telah dipilah disusun menjadi tumpukan. Bahan baku yang kering ditempatkan di atas tanah dengan lapisan pertama, lapisan berikutnya adalah lapisan sampah rumahtangga dan sampah pasar, dan yang terakhir adalah lapisan dari limbah atau kotoran. Pada tiap tumpukan diberi terowongan bambu yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan, (3) pembalikan dan pergeseran, dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan, dan memasukkan udara segar kedalam tumpukan bahan. Pembalikan dilakukan dengan membongkar tumpukan, kemudian memindahkannya ke tempat baru di sebelahnya. Tempat tumpukan yang lama ditinggalkan dan dipakai sebagai tempat bagi tumpukan baru yang lain, (4) penyiraman dengan air, dilakukan pada saat pembalikan atau dilakukan pada saat tumpukan terlalu kering, (5) pematangan,
59
setelah pengomposan berjalan sekitar 40-50 hari, pada saat itu tumpukan sampah telah lapuk, berwarna kecoklatan tua atau kehitaman. Pada saat ini dianggap bahwa kompos telah matang benar dan aman untuk digunakan pada tanaman, (6) penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan, (7) pengemasan dan penyimpanan. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantong sesuai dengan kebutuhan pemasaran (5-40 kg. Pada saat penelitian, kondisi TPA Bakung yang hampir penuh dan dekat dengan permukiman padat penduduk, mendorong pemerintah kota Bandar Lampung untuk melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dalam mengolah sampah di TPA Bakung. Kerjasama dilaksanakan dalam bentuk pemusnahan gas metana yang dihasilkan di TPA Bakung dengan program CDM (Clean Development Mechanism). Pada tahun 2009, sebuah perusahan swasta PT. Bionersis Indonesia menawarkan kerjasama untuk pengurangan gas metana. Sistem pemusnahan ini, sampah organik dibusukkan dalam landfill sehingga dihasilkan gas metana, dan kemudian melalui pipa, dialirkan dan diolah menjadi energi listrik. Berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan oleh PT Bionersis Indonesia, pemusnahan gas metana yang dihasilkan di TPA Bakung dengan program CDM (Clean Development Mechanism) layak dilakukan di TPA Bakung. Namun pada sampah yang tidak dapat diolah dan diproses secara khusus, dibuang dengan cara sanitary landfill yaitu pelapisan sampah dengan tanah. Sesuai kondisi di lapangan, sampah dengan ketebalan 1,5m-2,0m dipadatkan dengan alat berat (buldozer), kemudian dilapisi tanah setebal 10 cm - 15 cm. Pelaksanaan sanitary landfill harus benar dan ketat karena yang terjadi di lapangan sebagian ada yang dilakukan dengan cara open dumping yaitu pengelolaan sampah dengan menumpuk sampah pada suatu area terbuka.
Sistem pengolahan sampah ini diharapkan dapat mengurangi gas emisi dan air lindi yang dihasilkan sampah. Selain itu, tanah di lokasi TPA Bakung dapat digunakan kembali dan akan didapatkan sumber energi baru. Pada saat penelitian ini, bentuk kerjasama pemerintah kota Bandar Lampung dengan PT. Bionersis Indonesia tersebut masih dalam tahap pembahasan.
60
Pengomposan sampah dan daur ulang merupakan sistem alternatif. Banyak komunitas masyarakat, seperti di Rawasari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta yang telah mampu mengurangi 50 persen penggunaan landfill atau insinerator bahkan beberapa sudah mulai mengubah pandangan dari tempat pembuangan sampah menjadi tempat pengolahan sampah, dan akhirnya menjadi tempat pengelolaan sampah terpadu sehingga dapat menerapkan zero waste atau sampah tanpa sisa. Menurut Handono (2010) alternatif lain pengelolaan sampah yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat adalah daur ulang. Metode yang telah dicoba dan dikembangkan oleh masyarakat untuk mengelola sampah secara mandiri baik komunal maupun domestik, antara lain: (1) keranjang takakura. Metode ini cukup berhasil untuk diterapkan pada masyarakat, namun karena kapasitasnya kecil maka lebih cocok digunakan untuk skala domestik (rumahtangga). Desain yang bagus dan tidak makan tempat, seperti halnya keranjang plastik biasa membuat alat tersebut fleksibel untuk ditempatkan di dapur; (2) tong komposter semi aerob. Tong komposter semi aerob ini mempunyai ukuran lebih besar, dan mempunyai lubang-lubang pengeluaran udara (exhause) untuk mendukung sistem semi aerob (an-aerob fakultatif) pada proses fermentasi dan dekomposisi. Kapasitas tampung lebih besar karena dibuat dari bahan dasar tong plastik berkapasitas 50 liter. Tong untuk skala rumahtangga, tetapi dengan jumlah banyak maka bisa diterapkan untuk skala komunal. Desain tong tersebut memiliki lubang di bagian dasarnya yang sangat sesuai untuk diterapkan dengan kombinasi penggunaan bakteri pengurai pada campuran bahan sampah organik sebelum dimasukkan ke dalam tong komposter ini. Lubang di bagian dasar dan di bagian exhause (pengeluaran udara) diharapkan bisa menjaga kondisi kelembaban yang optimum bagi proses pengomposan; (3) tong komposter aerob. Tong komposter aerob terbuat dari plastik dengan kapasitas 50 liter yang dilengkapi dengan cerobong asap sepanjang ± 2 meter, yang berfungsi menyalurkan gas buang/bau yang diproduksi selama proses pengomposan berlangsung. Sebagian besar masyarakat membuat barangbarang kreasi dari sampah anorganik yang sudah tidak dipakai lagi, misalnya, membuat tirai dari gelas plastik bekas minuman, membuat tas dari sisa plastik, dan lainnya.
61
Hambatan terbesar dari penerapan daur ulang adalah banyak produk alat rumahtangga tidak dirancang untuk dapat didaur ulang jika sudah tidak terpakai lagi. Hal ini
karena para pengusaha tidak mendapat insentif ekonomi yang
menarik untuk melakukannya. Perluasan tanggungjawab produsen (extended producer responsibility - EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya. 3.5.
Hubungan Kebijakan dan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dengan Keberdayaan Masyarakat Kriteria yang digunakan untuk mengkaji kebijakan dan program
pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung didasarkan pada hubungan antara: (1) ketersediaan sarana dan prasarana dengan keberdayaan masyarakat menurut responden, (2) jumlah petugas kebersihan dengan keberdayaan masyarakat menurut responden, (3) kapasitas daya tampung TPA dengan keberdayaan masyarakat menurut responden. Ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan yang terdiri antara lain: (a) tempat pembuangan sampah sementara, (b) armada pengangkutan sampah,(c) alat berat berupa excavator, shovel, dan bulldozer, (d) sapu, skop, dan masker, sarung tangan, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan keberdayaan masyarakat adalah pelibatan masyarakat secara langsung atau tidak langsung dalam program kebersihan lingkungan. Hubungan antara ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat menurut responden dalam persentase disajikan pada Tabel 9. Tabel 9
Persepsi responden atas ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%)
Kategori penyediaan sarana & prasarana Sangat kurang Kurang Cukup Sangat Cukup
Sangat rendah 90,69 0,00 0,00 0,00
Keberdayaan masyarakat Rendah Cukup Tinggi 0,00 9,31 0,00 0,00 100,00 0,00 6,82 93,18 0,00 0,00 37,03 62,97
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 86 116 88 54
62
Dari Tabel 9 nampak jelas bahwa jika ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan sangat kurang, maka keberdayaan masyarakat sebagian besar (90,69%) dalam tingkat sangat rendah dan sisanya sebesar 9,31 persen pada tingkat keberdayaan rendah. Hal ini, sangat kontras dengan keadaan keberdayaan masyarakat jika ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan cukup. Dalam keadaan seperti ini, ternyata sebagian besar tingkat keberdayaan masyarakat adalah tinggi (62,97%) dan sisanya (37,03%) pada tingkat keberdayaan sangat cukup. Adanya hubungan yang positif antara ketersediaan sarana dan prasarana dengan tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan betapa pentingnya ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan sampah di Bandar Lampung. Petugas kebersihan lingkungan, khususnya petugas sampah kota merupakan salahsatu kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan. Jumlah petugas yang ada memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program. Hubungan antara jumlah petugas kebersihan dengan keberdayaan masyarakat dalam kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Persepsi responden atas petugas kebersihan lingkungan menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) Keberdayaan masyarakat Jumlah petugas
Sangat kurang Kurang Cukup Sangat Cukup
Sangat rendah
Rendah
Cukup
Tinggi
Jumlah
Total (n)
83,87 16,13 0,00 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 100,00 58,53
0,00 0,00 0,00 41,47
100,00 100,00 100,00 100,00
93 115 54 82
Dari Tabel 10 terlihat jelas, bahwa jika jumlah petugas kebersihan lingkungan sangat kurang, maka keberdayaan masyarakat sebagian besar (83,87%) dalam tingkat sangat rendah dan sisanya sebesar 16,13 persen pada tingkat keberdayaan rendah. Hal ini, sangat berbeda sekali dengan keadaan keberdayaan masyarakat jika jumlah petugas kebersihan lingkungan cukup. Dalam keadaan seperti ini, ternyata tingkat keberdayaan masyarakat adalah tinggi (58,53%) dan sisanya (41,47%) pada tingkat keberdayaan tinggi.
63
Adanya hubungan yang positif antara jumlah petugas kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan bahwa semakin kurang jumlah petugas kebersihan maka terlihat adanya kecenderungan semakin rendah keberdayaan masyarakat. Nampak betapa pentingnya petugas kebersihan lingkungan dalam jumlah yang cukup sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk pengelolaan sampah di Bandar Lampung. Kapasitas daya tampung TPA merupakan bagian penting dari program pengelolaan kebersihan lingkungan. Daya tampung yang ideal adalah yang mampu secara optimal menampung seluruh sampah kota dan memiliki usia daya tampung yang relatif lama. Hubungan antara kapasiatas tampung TPA dengan keberdayaan masyarakat dalam kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Persepsi responden atas kapasitas tampung TPA menurut tingkat keberdayaan masyarakat (%) Kapasitas tampung TPA Sangat kurang Kurang Cukup Sangat Cukup
Sangat rendah 100,00 6,11
0,00 0,00
Tingkat pemberdayaan Rendah Cukup Tinggi Jumlah 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00 93,89 0,00 100,00 11,30 88,70 0,00 58,02 41,98 100,00
Total (n) 70 131 62 81
Dari Tabel 11 nampak secara jelas jika kapasitas daya tampung TPA kebersihan lingkungan sangat kurang, maka keberdayaan masyarakat mencapai 100 persen dalam tingkat sangat rendah. Hal ini, sangat kontras dengan keadaan keberdayaan masyarakat jika kapasitas daya tampung TPA sebagai bagian dari program kebersihan lingkungan memiliki kapasitas tampung yang cukup. Dalam keadaan seperti ini, ternyata sebagian besar tingkat keberdayaan masyarakat adalah cukup (58,02%) dan sebagian lainnya (41,98%) pada tingkat keberdayaan masyarakat yang tinggi. Adanya hubungan hubungan yang positif antara kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat, menunjukkan betapa pentingnya kapasitas daya tampung TPA sebagai bagian yang penting dari program pengelolaan
kebersihan lingkungan dalam upaya pemberdayaan
masyarakat untuk pengelolaan sampah di Bandar Lampung. Analisis hubungan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung yang berupa ketersediaan sarana dan
64
prasarana, jumlah petugas, dan kapasitas
tampung TPA dengan tingkat
keberdayaan masyarakat dilakukan dengan menggunakan uji kontingensi Fisher seperti disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji koefisien kontigensi Fisher (Chi-Square) hubungan kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat
χ χ 2 hitung
2
tabel
Ketersediaan sarana dan prasarana
777,273
14,684
Jumlah petugas kebersihan
674,783
14,684
Kapasitas tampung TPA
675,482
14,684
Untuk melihat hubungan antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di Kota Bandar Lampung yang dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasitas tampung TPA dengan keberdayaan masyarakat, menggunakan program SPSS for windows 15 (Lampiran 9), diperoleh hasil perhitungan koefisien kontingensi sebagai berikut: 1) ketersediaan sarana prasarana dengan tingkat keberdayaan masyarakat, dengan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara ketersediaan sarana prasarana dengan tingkat keberdayaan masyarakat 2) jumlah petugas kebersihan dengan tingkat keberdayaan masyarakat dengan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan atau nyata antara jumlah petugas dengan tingkat keberdayaan masyarakat. 3) kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat, dengan chi square hitung lebih besar dari chi square tabel, dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara kapasitas tampung TPA dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Hasil uji statistik menggunakan tabel kontingensi Fisher dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan atau nyata antara kebijakan dan program
65
pengelolaan kebersihan lingkungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung. Tingkat keberdayaan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasitas daya tampung TPA. 3.6. Content analysis Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Content analysis atau analisis isi dilakukan pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pada analisis isi, dilakukan analisis awal terlebih dahulu. Analisis awal dituangkan dalam bentuk tabulasi pertanyaanpertanyaan kunci terhadap isi Undang-Undang Pengelolaan Sampah. Pertanyaanpertanyan ini menyangkut keterkaitan isi undang-undang dengan pemberdayaan masyarakat dalam program pengelolaan sampah. Pertanyaan kunci pertama menyangkut pengelolaan (management) dan pengelola (manager) yang paling terkait dengan pengelolaan sampah dalam pemberdayaan masyarakat. Pertanyaan kunci tersebut kemudian dibagi ke dalam beberapa kata kunci, yaitu: (1) asas, (2) tujuan, (3) pengurangan sampah, (4) penanganan sampah, (5) pengelolaan sampah spesifik, (6) hak, (7) kewajiban, (8) pembiayaan, (9) kompensasi, dan (10) pengawasan Pertanyaan kunci kedua menyangkut pengelola atau stakeholders yang paling berpengaruh/berperan terhadap pencapaian program pengelolaan sampah berkelanjutan. Pertanyaan kunci ini dibagi menjadi beberapa kata kunci, yaitu (1) pemerintah pusat, (2) pemerintah daerah, (3) pemerintah provinsi, (4) pemerintah kota/kabupaten, (5) masyarakat, dan (6) dunia usaha. Pertanyaan kunci ketiga menyangkut aturan kerja sama dan kemitraan antarstakeholders dalam pengelolaan sampah. Pertanyaan kunci tersebut, dibagi ke dalam beberapa kata kunci, yaitu (1) kerjasama antardaerah, dan (2) kemitraan. Untuk jelasnya jumlah pasal yang terkait dengan pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 6.
66
Gambar 6 Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci pengelolaan sampah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Berdasarkan hasil analisis pertanyaan kunci pertama menyangkut pengelolaan sampah, setidaknya terdapat 12 (dua belas) pasal terkait dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan 12 (dua belas) pasal tersebut, terdiri atas satu pasal asas pengelolaan, satu pasal tujuan pengelolaan, dua pasal kata kunci pengurangan sampah, satu pasal terkait penanganan sampah, satu pasal kata kunci pengelolaan sampah spesifik, satu pasal terkait kata kunci hak pengelolaan sampah, satu pasal kata kunci kewajiban pengelolaan, dua pasal kata kunci pembiayaan pengelolaan sampah, satu pasal kata kunci kompensasi, dan dua pasal kata kunci pengawasan. Peran pemerintah dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) peran utama, yaitu (1) wewenang, (2) tugas, (3) kewajiban, dan (4) tanggung jawab. Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan sampah meliputi : (a) menetapkan kebijakan dan strategi nasional, (b) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, (c) memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antar daerah, kemitraan, dan jejaring, (d) menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah, dan (e) menetapkan kebijakan
67
penyelesaian perselisihan antar daerah. Terkait tugas, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Lebih spesifik peran masyarakat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, mengatur: (1) melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam (Pasal 20 ayat 5), (2) dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, melalui: (a)
pemberian usul, pertimbangan, dan
saran kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah, (b) perumusan kebijakan pengelolaan sampah, dan/atau (c) pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan. (Pasal 28 ayat 1-2), (3) bentuk dan tata cara peran masyarakat diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah (Pasal 28 ayat 3). Hasil analisis pertanyaan kunci kedua menyangkut peran stakeholdesr dalam pengelolaan sampah, setidaknya terdapat 13 (tiga belas) pasal yang terkait dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7 Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci peran stakeholders pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 Dari 13 pasal, tersebut, sebanyak 12 pasal memuat kata kunci peran pemerintah pusat, 10 (sepuluh) pasal
memuat peran kata kunci pemerintah
daerah, dua pasal memuat kata kunci peran pemerintah provinsi,
satu pasal
memuat kata kunci peran pemerintah kota/kabupaten, dua pasal memuat kata
68
kunci peran masyarakat, dan dua pasal memuat kata kunci peran dunia usaha. Hingga saat penyusunan laporan studi ini, peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat belum ada, padahal bentuk dan tata cara peranserta masyarakat seperti yang disebutkan di atas harus mengacu pada kebijakan pemerintah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pada dasarnya perlu diupayakan untuk segera menyusun PP dan atau Perda terkait ketentuan bentuk dan tata cara peranserta masyarakat dalam pengelolaan sampah, agar peranserta masyarakat dapat diakomodir. Untuk melihat keterkaitan aspek pengelolaan sampah dengan stakeholders dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13 Analisis isi keterkaitan aspek pengelolaan sampah dengan stakeholders Aspek pengelolaan
Stakeholders Masyarakat
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Provinsi
kota/kab.
Azas
x
x
Tujuan
x
x
Pengurangan
x
x
x
x
x
x
Hak
x
x
x
Kewajiban
x
x
x
Pembiayaan
x
x
Kompensasi
x
x
Pengawasan
xx
x
Dunia usaha
x x
x
sampah
Penanganan
x
x
sampah Pengelolan
x
sampah spesifik
x x
x
x
Hasil analisis pertanyaan kunci ketiga yang menyangkut kerjasama dan kemitraan antarstakeholders dalam pengelolaan sampah, setidaknya terdapat dua pasal terkait dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Berdasarkan dua pasal tersebut, terdiri atas satu
69
pasal memuat kata kunci kerjasama antardaerah, dan satu pasal memuat kata kunci kemitraan, jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8
Jumlah pasal terkait pertanyaan kunci kerjasama dan kemitraan antarstakeholders pengelolaan sampah dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
Untuk melihat keterkaitan antara aspek kerjasama dengan stakeholders dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Analisis isi keterkaitan aspek kerjasama dengan stakeholders dalam pengelolaan sampah Aspek Kerjasama
Antardaerah Kemitraan
Stakeholders Masyarakat
Dunia
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pemerintah
Pusat
Daerah
Provinsi
kota/kab.
usaha
x
x
x
x
x
x
x
x
Pada pasal 26 ayat 1 dan 2, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 disebutkan kerja sama dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan antarpemerintah daerah dalam wujud pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah. Lebih lanjut disebutkan bahwa pedoman kerjasama dan bentuk usaha
70
bersama antardaerah selanjutnya diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri (Pasal 26 ayat 3).Terkait dengan kemitraan, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan sampah (Pasal 27 ayat 1). Tata cara pelaksanaan kemitraan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 27 ayat 3) Secara umum terlihat bahwa pada tataran undang-undang sebagian besar isinya (content) telah mengakomodasi berbagai aspek pengelolaan sampah (asas, tujuan, pengurangan sampah, penanganan sampah, pengelolaan sampah spesifik, hak dan kewajiban stakeholders, pembiayaan, kompensasi, dan pengawasan), peran stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat,dunia usaha), dan kerja sama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian Undangundang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tersebut,
khusus untuk
keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, belum memuat bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat secara implisit dalam pengelolaan sampah.
Oleh
karena itu maka hal ini perlu ditindaklanjuti, dan dibahas pada penelitian ini. Undang-undang ini juga cukup banyak mengakomodasi regulasi yang berkaitan dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Namun masih relatif sedikit memberikan regulasi bagi pengambil kebijakan di daerah, seperti gubernur, bupati/walikota dan stakeholders lainnya. Hal ini menjadi catatan penting untuk penyusunan regulasi turunannya (Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah). Hingga saat penelitian ini dilakukan peraturan turunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 belum ada, sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan dapat menjadi bahan masukan bagi pembuatan peraturan pemerintah sebagai turunan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008. Karena peraturan pemerintah merupakan acuan pelaksanaan, dan lebihh lanjut pada Pasal 47 ayat 1 disebutkan bahwa Peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang tersebut diundangkan.
71
Simpulan Hasil penelitan menunjukkan bahwa kebijakan dan program pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung saat ini, dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, Dinas Pasar Kota Bandar Lampung, Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) belum efektif. Sarana dan prasarana pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan masih terbatas, baik jumlah dan kualitasnya. TPA Bakung masih mampu menampung sampah kota Bandar Lampung selama 15-20 tahun apabila tingkat pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal, jika tidak maka pada tahun 2012 TPA Bakung harus ditutup. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan tabel kontingensi Fisher dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan atau nyata antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dengan keberdayaan masyarakat kota Bandar Lampung. Tingkat keberdayaan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, jumlah petugas kebersihan, dan kapasitas daya tampung TPA Dari hasil content analysis terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dapat disimpulkan bahwa secara umum undang-undang tersebut sudah mengakomodir berbagai aspek pengelolaan sampah (asas, tujuan, pengurangan sampah, penanganan sampah, pengelolaan sampah spesifik, hak dan kewajiban stakeholder, pembiayaan, kompensasi, dan pengawasan),
peran stakeholders (pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, dunia usaha), dan kerjasama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian, keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat belum memuat secara jelas bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
IV. KARAKTERISTIK DAN HARAPAN MASYARAKAT SEBAGAI DASAR STRATEGI PEMBERDAYAAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Abstrak Masyarakat merupakan salahsatu penghasil sampah, sehingga pemberdayaan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan sangat strategis. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dengan TPS dan TPA), dan persepsi serta harapan masyarakat terkait program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemairan (survey). Analisis data menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beragamnya karakteristik tersebut, secara nyata memberikan kontribusi (kecuali tingkat pendidikan) terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan harus terlibat dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti gotong royong untuk menjaga kebersihan lingkungan. Hasil uji koefisien kontingensi Fisher, menunjukkan hubungan yang signifikan antara karakteristik masyarakat, kecuali tingkat pendidikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Kata Kunci: karakteristik, persepsi, harapan, pemberdayaan masyarakat. 4.1. Pendahuluan Karakteristik masyarakat (tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jarak rumah dengan TPS dan TPA), dan persepsi serta harapan masyarakat terkait dengan program kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya terhadap pengelolaan sampah kota Bandar Lampung merupakan faktor dasar untuk memahami
pemberdayaan
masyarakat.
Pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengelolaan sampah di Kota Bandar Lampung merupakan strategi dasar yang dilaksanakan untuk pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Kebersihan lingkungan berkelanjutan dapat diwujudkan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat, mengingat masyarakat merupakan salahsatu produsen penghasil sampah. Pemberdayaan adalah bagian dari pengembangan paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang
73
prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (sumberdaya manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan. Menurut Damanhuri dan Padmin (2005), pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dengan melakukan perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peranserta dalam bidang kebersihan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan hal yang saat ini sangat diperlukan, mengingat sampah bukan hanya tanggungjawab pemerintah namun juga tanggungjawab semua pihak, termasuk seluruh kelompok masyarakat yang merupakan salahsatu penghasil sampah.
Namun demikian,
ternyata hingga saat ini penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang dibuat secara terpadu dan holistik belum pernah dilakukan, dan kalaupun ada penelitian pemberdayaan pengelolaan kebersihan atau pengelolaan sampah di tempat lain, kondisinya sangat berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami karakteristik dan harapan masyarakat terkait program
kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan
sampah kota Bandar Lampung. 4.2. Metode Penelitian Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan pemairan (survey), yaitu suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial dan karakteristik masyarakat secara utuh. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan angket sebagai pedoman wawancara dan dibantu dengan teknik observasi dengan melalui penjaringan terhadap data yang menyangkut variabel tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, jarak rumah dengan TPS dan TPA, persepsi, sikap, dan perilaku masyarakat, serta harapan masyarakat terhadap pengelolaan kebersihan lingkungan. Data sekunder diperoleh melalui hasil penelusuran dari berbagai dokumen, catatan dan laporan tertulis dari berbagai sumber dan pihak yang terkait.
74
Sampel lokasi dan responden rumahtangga sebagai unit analisis, teknik sampling, teknik pengumpulan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang telah diuraikan pada Bab III. 4.3. Hasil dan Pembahasan Responden dalam penelitian ini berjumlah 344 orang yang tersebar di delapan kelurahan dari empat kecamatan di kota Bandar Lampung dengan karakteristik sebagai berikut. Berdasarkan jenis kelamin, kelompok responden terdiri atas laki-laki sebanyak 172 orang (50%) dan perempuan 172 orang (50%). Tingkat pendidikan responden sebagian besar pada jenjang menengah ke atas. Jenis pekerjaan responden yang paling banyak adalah kelompok ibu rumahtangga (IRT) sebesar 27,33 persen, wiraswasta sebesar 17,73 persen, karyawan sebesar 13,95%, dan kelompok PNS/Pensiunan sebesar 10,17 persen. Tingkat pendapatan responden paling banyak berkisar antara Rp.500.001-1.000.000/bulan sebesar 52,91 persen dan diikuti Rp1.000.001-2.000.000 sebesar 28,16%.
Jarak rumah responden
dengan tempat pembuangan sementara (TPS) paling banyak pada jarak 0-200 m sebesar 67,15 persen dan jarak 201-500 m sebesar 25,00 persen.
Jarak rumah
responden dengan TPA paling banyak pada jarak 7500-10000 m sebesar 59,88 persen. Secara rinci karakteristik responden dapat dilihat pada lampiran 13. 4.3.1. Karakteristik dan persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan Pada dasarnya persepsi tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku dan partisipasi masyarakat dalam melakukan pengelolaan sampah. Munculnya berbagai persepsi tersebut terkait dengan manfaat dari pengelolaan sampah yang mereka rasakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saribanon (2007) yang mengemukakan bahwa dalam konteks persepsi terhadap pengelolaan sampah respon dari masyarakat dapat digunakan sebagai indikator bagaimana individu menilai suatu program pengelolaan sampah, sehingga dapat diidentifikasi kendala-kendala yang mungkin muncul dari persepsi untuk mengimplementasikan pengelolaan sampah tersebut.
75
Secara umum dapat dikatakan bahwa munculnya pencemaran atau lingkungan menjadi kotor banyak diakibatkan oleh ulah dan perbuatan manusia, tak terkecuali dengan perbuatan membuang sampah secara sembarangan ke dalam lingkungan. Karena itu dalam pengelolaan sampah domestik ini, keterlibatan masyarakat mulai dari perencanaan hingga pengambilan keputusan sangat diperlukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Cohen dan Uphoff (1997) yang
menyatakan masyarakat perlu dilibatkan, karena tiga alasan utama yaitu: (1) sebagai langkah awal dalam rangka menyiapkan masyarakat untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat setempat terhadap program pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan, (2) sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan, kondisi dan sikap masyarakat setempat, dan (3) masyarakat mempunyai hak untuk “urun rembug” dalam menyusun dan menentukan program-program pengelolaan lingkungan yang akan dilaksanakan di wilayah mereka. Persepsi masyarakat terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa secara umum persepsi laki-laki dan perempuan masuk kategori persepsi positif. Namun terlihat adanya sedikit (kendatipun kurang dari dua persen) bahwa perempuan di Bandar Lampung mempunyai persepsi kurang positif. Persentase persepsi masyarakat terhadap pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 Kategori persepsi (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Total (n)
Kurang positif
Positif
Sangat positif
Jumlah
0,00 1,74
94,19 91,28
5,81 6,98
100,00 100,00
172 172
Persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan secara umum mempunyai kategori persepsi positif, kecuali kelompok ibu rumahtangga (IRT) dan pedagang ada yang menyatakan kurang positif walaupun kecil persentasenya.
76
Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 Jenis Pekerjaan
Kelompok
Primer
Kurang positif
Petani
Sekunder
a. PNS/Pensiunan b. Wiraswasta c. Karyawan
Tersier
a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek
Lainnya
a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelajar
Kategori persepsi (%) Sangat Jumlah (%) Positif Positif
Total (n)
0,00
88,89
11,11
100,00
9
0,00 0,00 0,00 3,33 0,00 0,00 2,13 0,00 0,00
94,29 86,89 97,92 93,34 100,00 75,00 92,55 97,43 100,00
5,71 13,11 2,08 3,33 0,00 25,00 5,32 2,57 0,00
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
35 61 48 30 25 4 94 7 22
Hasil analisis terhadap tingkat pendidikan responden dengan kategori persepsi terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan sebagian besar menunjukkan kategori persepsi berdasarkan jenjang pendidikan mempunyai kategori persepsi positif. Persentase persepsi terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010 Kategori persepsi (%) Pendidikan
Kurang positif
Positif
Sangat positif
Jumlah
Total (n)
SD
3,33
93,34
3,33
100,00
60
SLTP
0,00
90.32
9,68
93
SLTA
0,67
93,96
5,37
100,00 100,00
149
PT
0,00
92,86
7,14
100,00
42
Hasil analisis kategori persepsi responden terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan berdasarkan tingkat pendapatan secara umum menunjukkan katagori persepsi positif. Distribusi persentase kategori
77
persepsi terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan, Bandar Lampung 2010 Kategori persepsi (%) Pendapatan Rp.(000)/bln < 500 501 – 1.000 1.001 - 2.000 2.001 – 4.000 4.001 – 8.000 > 8.000
Kurang positif
Positif
Sangat positif
Jumlah
0,00
100,00
0,00
0,00
92,30
3,33
91,11
0,00
93,18
0,00
100,00
0,00
100,00
Total (n)
7,70
100,00 100,00
20 182
5,56
100,00
90
6,82
100,00
44
0,00
100,00
4
0,00
100,00
4
Hasil analisis terhadap jarak TPS dari rumah responden dengan kategori persepsi terhadap program kebersihan lingkungan sebagian besar menunjukkan kategori persepsi positif. Distribusi persentase kategori persepsi terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi persentase kategori persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010 Kategori persepsi (%) Jarak TPS (m) 0 - 200 201 - 500 501 - 750 751 - 1.000
Kurang positif 0,87 1.16 0,00 0,00
Positif 96,97 81,39 92,00 100,00
Sangat positif 2,16 17,45 8,00 0,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 231 86 25 2
Hasil analisis terhadap jarak TPA dari rumah responden dengan kategori persepsi menunjukkan persepsi secara umum dalam katagori positif. Persepsi yang positif pada responden yang tempat tinggalnya relatif jauh dari TPA. Sampah organik akan segera dibusukkan menjadi bahan anorganik yang dalam kondisi anaerob akan menimbulkan bau busuk yang menyengat (Tchobanoglous et al 1993) yang tentu akan sangat terasa oleh masyarakat yang tinggal berdekatan dengan TPA, sedangkan yang tinggal berjauhan tidak akan merasakan hal tersebut.
78
Bahkan menurut Setiawan (2001) sampah yang membusuk juga dapat mengakibatkan timbul atau berkembangnya berbagai macam bibit penyakit, oleh karenanya sangat wajar juga masyarakat yang tinggal lebih dekat dengan TPA memiliki persepsi kurang positif. Distribusi persentase kategori persepsi/sikap terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Distribusi persentase tingkat persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010 Kategori persepsi (%) Jarak TPA (m)
Kurang positif
Positif
Sangat positif
Jumlah (%)
Total (n)
0 – 2.000
7,14
90,48
2,38
100,00
45
2.001 – 5.000
0,00
95,65
4,35
100,00
46
5.001 – 7.500
0,00
100,00
0,00
100,00
5
7.501 – 10.000
0,00
91,75
8,25
100,00
206
> 10.000
0,00
95,56
4,44
100,00
42
4.3.2. Karakteristik dan harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa terdapat empat harapan masyarakat dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Adapun empat harapan tersebut adalah (1) harapan masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan, (2) harapan masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pengelolaan kebersihan lingkungan, (3) harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan, dan (4) harapan masyarakat terhadap pemberdayaan. Secara rinci uraiannya sebagai berikut. (a). Harapan terhadap kebijakan dan program Hasil penelitian menunjukkan adanya harapan responden agar dibuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum (63 %). Selain itu responden berharap adanya keberlanjutan program kebersihan (21%), dan harapan
79
selanjutnya adalah implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah (12%) serta kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (4%), seperti ditunjukkan pada Gambar 9 .
Gambar 9 Harapan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Terkait dengan sebagian besar (63%) harapan masyarakat agar segera dibuat peraturan dan penegakan hukum, sebenarnya sudah ada Peraturan Walikota Nomor 14 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandar Lampung.
Namun peraturan walikota tersebut
belum berfungsi sebagaimana mestinya, dan belum ada penegakan hukum terhadap pelanggar peraturan kebersihan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Cullivan et al (1988) dan Wilson et al (2001) bahwa hal yang terpenting dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah dibuatnya peraturan dalam hal kebersihan lingkungan dan penegakan hukum, namun demikian hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah membuat kelembagaan untuk bidang pengelolaan sampah dan air buangan. Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan JICA (2003) mengemukakan bahwa peraturan perundangan yang mengatur tentang pengelolaan sampah di tiap kota telah ada dalam bentuk Peraturan Daerah atau Surat Keputusan Bupati/Walikota. Agar peraturan tersebut dapat berjalan maka penegakan hukum terhadap pelanggar peraturan harus diterapkan, sehingga peraturan yang ada benar-benar dapat
80
berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hidayat (2008) yang mengemukakan bahwa tidaklah mudah mengubah kebiasaan masyarakat. Kesadaran untuk hidup sehat dan memiliki lingkungan bersih merupakan modal sosial yang dapat mengubah perilaku masyarakat. Perubahan perilaku ini dapat membawa kenyamanan hidup walaupun membutuhkan proses yang tidak mudah. Kemudian penyuluhan dan memberi pengertian kepada masyarakat tentang kebersihan lingkungan disetiap kesempatan harus dilakukan terus-menerus. Harapan masyarakat selanjutnya adalah adanya keberlanjutan program kebersihan lingkungan (21%). Dengan berlanjutnya program kebersihan tersebut diharapk agar mendapat penghargaan Adipura kembali seperti yang pernah diterima pada tahun 2009 lalu. Adanya lembaga pengelolaan sampah akan berpengaruh dalam menjamin keberlanjutan program pengelolaan sampah. Hidayat (2008), mengemukakan bahwa terkait dengan keberlanjutan suatu program, terdapat beberapa faktor penting untuk diperhatikan dalam aspek kelembagaan, yaitu: (a) pembentukan badan pengelola, (b) pemanfaatan badan/kelompok masyarakat sebagai pengelola, (c) penguatan kapasitas, (d) regenerasi, dan (e) kerjasama/kemitraan. Implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah juga menjadi harapan ketiga masyarakat di kota Bandar Lampung (12%). Diharapkan pemerintah dapat menjalankan kebijakan kebersihan lingkungan yang telah ada. Scott (2001) menyatakan bahwa organisasi atau lembaga dapat berfungsi memberikan batasan dan sekaligus keleluasaan bagi suatu kelompok untuk melakukan suatu kegiatan. Selain itu, Muller-Glodde (1994) berpendapat bahwa kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial, yang membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam. Harapan masyarakat yang keempat adalah adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (4%). Dengan kerjasama tersebut diharapkan kebersihan lingkungan akan tercapai.
81
Masyarakat dalam sistem pengelolaan sampah dapat berfungsi sebagai pengelola, pengolah, pemanfaat, penyedia dana, dan pengawas (KMLH dan JICA 2003). Hubungan antara karakteristik dengan harapan terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin sebagian besar menunjukkan bahwa memilih kebijakan mengenai dibuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Secara rinci disajikan pada Tabel 21 (selanjutnya untuk keterangan Tabel 21 sampai dengan Tabel 26 dibuat notasi sebagai berikut): Kebijakan 1: Dibuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum Kebijakan 2: Implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah Kebijakan 3: Keberlanjutan program kebersihan lingkungan Kebijakan 4: Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan.
Tabel 21 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 Jenis kelamin
Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan(%) 1
2
Laki-laki
61,05
10,47
Perempuan
64,53
Distribusi
14,53
persentase
3
4
Total (n)
Jumlah
22,67
5,81
100,00
172
19,19
1,75
100,00
172
harapan
terhadap
kebijakan
dan
program
pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan menunjukkan bahwa secara umum jenis pekerjaan ibu rumah tangga (IRT), karyawan, pedagang, wiraswasta dan lain-lain sebagian besar mengharapkan dibuatnya peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap
kebijakan dan program pengelolaan kebersihan
lingkungan hampir merata pada semua jenis pekerjaan.
Harapan masyarakat
terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 22
82
Tabel 22 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjan
Kelompok
Primer Sekundr
Petani a.PNS/Pensiunan b. Wiraswasta c. Karyawan
Tersier
a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek
Lainnya
a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahsiswa/pelajar
Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jumlah 1 2 3 4 (%) 33,34 33,33 33,33 0,00 100,00 48,57 25,72 14,29 11,43 100,00 68,85 8,19 21,31 1,64 100,00 66,67 10,45 18,75 4,17 100,00 63,33 6,67 26,67 3,33 100,00 4,00 72,00 24,00 0,00 100,00 25,00 50,00 25,00 0,00 100,00 62,77 14,89 19,15 3,19 100,00 71,43 0,00 28,57 0,00 100,00 9,09 86,36 4,55 0,00 100,00
Total (n)
9 35 61 48 30 25 4 94 7 22
Hasil analisis terhadap distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa secara umum masyarakat dengan tingkat pendidikan SD, SLTP, SLTA dan PT mengharapkan dibuatnya peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi persentase disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010 Pendidikan SD SLTP SLTA PT
Kebijakan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan(%) 1 2 3 4 Jumlah 63,33 15,00 18,34 3,33 100,00 67,75 8,60 22,58 1,07 100,00 63,09 9,39 23,49 4,03 100,00 50,00 28,57 11,90 9,53 100,00
Total (n) 60 93 149 42
Distribusi persentase kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa secara umum persentase semua masyarakat berdasarkan kreteria pendapatan, mengharapkan agar pemerintah membuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program hampir merata pada semua katagori tingkat pendapatan kecuali pada katagori pendapatan Rp.4.000.001 – Rp.8.000.000/bulan. Distribusi persentase harapan terhadap
83
kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan masyarakat disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan
Total
lingkungan (%)
Pendapatan Rp (0000/bln)
3
(n)
1
2
4
Jumlah
< 500
65,00
25,00
5,00
5,00
100,00
20
501 – 1.000
70,33
10,44
16,48
2,75
100,00
182
1.001 - 2.000
56,67
11,11
30,00
2,22
100,00
90
2.001 – 4.000
47,73
11,36
29,55
11,36
100,00
44
4.001 – 8.000
50,00
50,00
0,00
0,00
100,00
4
> 8.000
25,00
50,00
25,00
0,00
100,00
4
Distribusi persentase kebijakan dan program terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS menunjukkan bahwa masyarakat sebagian besar mengharapkan agar dibuatnya peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Secara lengkap disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 Kebijakan dan program dalam pengelolaan kebersihan Jarak TPS (m)
Total (n)
lingkungan (%) 1
2
3
4
Jumlah
0 - 200
57,58
15,15
23,38
3,89
100,00
231
201 - 500
73,26
6,98
17,44
2,32
100,00
86
501 - 750
76,00
4,00
12,00
8,00
100,00
25
751 - 1.000
50,00
50,00
0,00
0,00
100,00
2
Distribusi persentase kebijakan berdasarkan jarak rumah responden dengan TPA terhadap kebersihan lingkungan menunjukkan sebagian besar memilih dibuat peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. Distribusi
84
pemilihan terhadap semua kebijakan hampir merata pada semua jarak TPA. Distribusi persentase harapan terhadap kebijakan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA disajikan pada Tabel 26 Tabel 26 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA, Bandar Lampung 2010 Jarak TPA (m)
Kebijakan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1
2
3
4
Jumlah
Total (n)
0 – 2.000
76,09
6,52
13,04
4,35
100,00
46
2.001 – 5.000
80,00
0,00
20,00
0,00
100,00
5
5.001 – 7.500
59,71
15,05
22,81
2,43
100,00
206
7.501 – 10.000
54,76
11,91
28,57
4,76
100,00
42
> 10.000
62,79
12,5
20,93
3,78
100,00
344
Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada sebagian besar berharap dibuatnya peraturan tentang kebersihan lingkungan dan penegakan hukum. (b) Harapan terhadap sarana dan prasarana Menurut Undang-Undang Nomor 04 Tahun 1992 dalam rangka menjamin fungsi-fungsi permukiman perkotaan dapat berlangsung sebagaimana mestinya, diperlukan infrastruktur atau prasarana dan sarana serta utilitas lingkungan. Prasarana lingkungan seperti jaringan jalan, air limbah, drainase, dan persampahan pada dasarnya merupakan kelengkapan dasar fisik lingkungan sedangkan sarana lingkungan seperti sarana niaga, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan umum, ruang terbuka hijau, ruang pertemuan, perpustakaan umum adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Utilitas umum (air minum, listrik, telepon, pemadam kebakaran) adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan Berkaitan dengan sarana dan prasarana kebersihan lingkungan tersebut, dari hasil wawancara dengan responden diperoleh 3 (tiga) harapan masyarakat, seperti disajikan pada Gambar 10
85
Gambar 10 Harapan masyarakat terhadap ketersediaan sarana dan prasarana Sebagian besar (80,52%) harapan masyarakat adalah penambahan sarana dan prasarana penampungan dan pengangkutan sampah, hal ini disebabkan masih sangat kurangnya sarana seperti tong sampah untuk menampung sampah, dan banyak sampah yang tidak langsung diangkut oleh petugas kebersihan yang menyebabkan sampah membusuk dan timbul bau yang tidak enak. Pewadahan sampah yang digunakan bervariasi baik bentuk, ukuran maupun bahan wadah sampah. Tempat sampah yang digunakan bervariasi menurut tempat, diantaranya dapat digolongkan: (a) pemukiman teratur, wadah yang digunakan berbentuk tong plastik, tong sampah dari kayu, kantong plastik, drum bekas, dan bekas kaleng cat, (b) permukiman tidak teratur, wadah yang digunakan berbentuk kantong plastik, dus karton, dan tong plastik tanpa pewadahan, (c) daerah komersil, wadah yang digunakan berbentuk tong plastik, dan keranjang plastik, (d) daerah institusional, wadah yang digunakan berbentuk bak sampah dari kayu dan tong plastik, (e) daerah pasar, wadah yang digunakan berbentuk kantong plastik, dus bekas dan kontainer. Harapan masyarakat selanjutnya adalah peningkatan fungsi sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah (15,70%). Hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa banyak sarana dan prasarana yang tidak berfungsi. Dalam hal ini harapan masyarakat agar sarana dan prasarana dapat diletakkan ditempat yang strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat sehingga usaha untuk mendukung kegiatan pengelolaan sampah dapat tercapai.
86
Harapan masyarakat lainnya adalah adanya TPS di setiap kawasan perumahan (3,78%), sehingga masyarakat penghasil sampah dapat langsung membuang sampah ke TPS tersebut. Selanjutnya dapat dipindahkan ke dalam mobil sampah untuk diangkut ke TPA. Diperlukan sarana dan prasarana untuk pengelolaan sampah ini seperti mobil sampah, TPS, TPA serta sarana dan prasarana lain sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 04 Tahun 1992 dalam rangka menjamin fungsi-fungsi permukiman perkotaan dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Hubungan antara jenis kelamin responden dengan harapan masyarakat terhadap sarana prasarana menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki dan perempuan memilih penambahan sarana dan prasarana penampungan dan pengangkutan. Distribusi persentase harapan terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 27 (selanjutnya untuk keterangan Tabel 27 sampai dengan Tabel 32 dibuat notasi sebagai berikut): 1. Adanya TPS di setiap kawasan pemukiman 2. Menambah sarana prasarana penampungan dan pengangkutan 3. Peningkatan fungsi sarana parasarana.
Tabel 27 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 Jenis kelamin
Sarana prasarana (%) Total (n) 1
2
3
Jumlah
Laki-laki
2,91
76,74
20,35
100,00
172
Perempuan
4,65
84,30
11,05
100,00
172
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan menunjukkan semua jenis pekerjaan memilih menambah sarana dan prasarana penampungan dan pengangkutan Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana program kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 28
87
Tabel 28 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 Jenis Pekerjaan
Sarana prasarana (%) Kelompok
Primer
Petani
Sekunder
a. PNS/Pensiunan b. Wirasawsta c. Karyawan a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c. Mahasiswa/pelajar
Tersier
Lainnya
1
2
3
Jumlah
11,11
66,67
22,221
100,00
28,6 3,28 2,08 0,00 4,00 0,00 5,32 0,00 9,09
91,3 73,77 70,84 90,00 72,00 100,00 87,23 42,86 86,36
5,71 22,95 27,08 10,00 24,00 0,00 7,45 57,14 4,55
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n)
35 61 48 30 25 4 94 7 22
Distribusi harapan masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan sampah menunjukkan sebagian besar memilih penambahan sarana dan prasarana. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 Pendidikan
Sarana-prasarana (%) 2 3 80,00 16,67 81,72 12,90 78,52 18,12 85,71 11,91
1 3,33 5,38 3,36 2,38
SD SLTP SLTA PT
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 60 93 149 42
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program
pengelolaan
kebersihan
lingkungan
berdasarkan
pendapatan
menunjukkan persentase semua tingkat pendapatan masyarakat mengharapkan penambahan sarana dan prasarana. Distribusi harapan masyarakat agar adanya TPS di setiap kawasan hanya dipilih oleh masyarakat yang berpendapatan 500.001-1.000.000/bulan dan 1.000.001–2.000.000/bulan. Distribusi persentase sarana
prasarana
terhadap
program
pengelolaan
kebersihan
berdasarkan pendapatan masyarakat disajikan pada Tabel 30.
lingkungan
88
Tabel 30 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 Pendapatan Rp.(000)/bln < 500 501 – 1.000 1.001 - 2.000 2.001 – 4.000 4.001 – 8.000 > 8.000
Sarana-prasarana (%) 1
2 95,00 75,27 85,56 86,36 75,00 75,00
0,00 5,49 3, 30 0,00 0,00 0,00
3 5,00 19,23 11,11 13,63 25,00 25,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 20 182 90 44 4 4
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka mengharapkan penambahan sarana dan prasarana. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan
kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah
dengan TPS disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPS, Bandar Lampung 2010 Jarak TPS (m)
Sarana-rasarana (%) Total (n) 1
2
3
Jumlah
0 - 200
5,19
78,35
16,45
100,00
231
201 - 500
1,16
88,37
10,46
100,00
86
501 - 750
0,00
72,00
28,00
100,00
25
751 - 1.000
0,00
100,00
0,00
100,00
2
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka mengharapkan penambahan sarana dan prasarana. Distribusi persentase harapan masyarakat
89
terhadap sarana prasarana dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Distribusi persentase harapan terhadap sarana prasarana dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar lampung 2010 Sarana-prasarana (%)
Jarak TPA (m) 1
2
3
Total (n) Jumlah
0 – 2.000
0,00
75,56
24,44
100,00
45
2.001 – 5.000
2,17
58,69
39,13
100,00
46
5.001 – 7.500
0,00
100,00
0,00
100,00
5
7.501 – 10.000
5,34
83,98
10,68
100,00
206
> 10.000
2,38
90,47
7,14
100,00
42
Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada sebagian besar berharap menambah sarana-prasarana penampungan dan pengangkutan kebersihan lingkungan. (c) Harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan sampah Harapan masyarakat yang paling banyak (54%) menyangkut teknik operasional dalam pengelolaan sampah. Diharapkan dengan adanya teknik operasional yang mulai dari sarana dan prasarana, tingkat pelayanan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah dengan pola pelayanan individual atau komunal langsung dan pola penyapuan, akan dapat melayani daerah permukiman, perkantoran, jalan, dan pasar. Pengelolaan sampah yang optimum ditiap wilayah diharapkan mampu mengangkut sampah secara rutin setiap hari sehingga masyarakat akan terhindar dari bau yang bersumber dari sampah, binatang yang membawa bibit penyakit, dan pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya. Pengangkutan sampah yang terlambat akan menjadi tumpukan sampah sehingga akan ditemukan bermacam jenis hewan seperti lalat, kecoa,. dan bau tidak sedap yang menyengat hidung. Harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan sampah, seperti disajikan pada Gambar 11.
90
Gambar 11
Harapan masyarakat terhadap sistem pengelolaan sampah
Selanjutnya sebanyak 21 persen masyarakat berharap bahwa pelaksanaan 3R dimulai dari sumbernya, yaitu rumahtangga dan dilaksanakan di TPA mengingat sumber sampah tidak hanya berasal dari rumahtangga. Contoh kegiatan reuse yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan kembali botol-botol bekas atau kantong plastik yang dapat digunakan kembali, sedangkan contoh kegiatan recycle adalah dengan melakukan pengolahan sampah-sampah organik menjadi kompos,
kertas, plastik bekas untuk didaur ulang. Kegiatan ini relatif lebih
penting mengingat adanya kegiatan menggalakkan program reduce, reuse recycle, dan replace atau lebih dikenal dengan program 4R yang
berorientasi pada
program zero waste (sampah tanpa sisa) yang memberikan nilai tambah,. Namun kurang dari seperempat responden (21%) yang sudah berpikir ke arah tersebut, yakni memandang sampah sebagai barang yang bernilai ekonomis. Menurut Satori (2002) belum signifikannya proses pendaurulangan sampah pasar, baik sampah organik maupun anorganik saat ini, antara lain disebabkan oleh: (1) belum adanya rancangan usaha (business plan) sistem daur ulang sebagai sebuah industri, (2) belum adanya sistem jaringan pemasaran produk-produk daur ulang, (3) kegiatan daur ulang masih dianggap sebagai usaha sampingan atau alternatif usaha terakhir, (4) masih terbatasnya anggaran untuk menerapkan kegiatan daur ulang sampah, (5) kurangnya sosialisasi sehingga pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan tersebut baik dari segi lingkungan maupun ekonomi sangat minim, dan (6) kegiatan tersebut tidak sinergi dan terintegrasi dalam sistem manajemen sampah. Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan JICA (2003) juga mengemukakan hal yang serupa bahwa pengurangan produksi sampah dapat dilakukan melalui
91
dua tahap. Tahap pertama, mengurangi sampah sejak dari sumbernya. Dalam kegiatan ini masyarakat melakukan kegiatan pemilahan sampah di tempatnya masing-masing. Tindakan ini untuk mengurangi biaya pengumpulan sampah dan berakibat pada pengurangan beban operasional transfer dan transport sampai dengan biaya pengelolaan di TPA. Tahap kedua, mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Hal ini sesuai dengan pendapat Tchobanoglous et al (1993) yang menyatakan bahwa pengelolaan sampah idealnya dilakukan dengan tujuan mengendalikan secara sistematik semua kegiatan yang berhubungan dengan timbulnya sampah, penanganan, pemilahan, dan pengolahan sampah di sumbernya, pengumpulan, pengolahan dan daur ulang sampah, pemindahan dan pengangkutan, dan pembuangan akhir. Pemilahan sampah dapat dilakukan di lokasi TPS untuk diambil bagian yang masih bermanfaat, sebagian untuk kompos dan bagian lainnya dibuang ke TPA. Sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomis harus dibuang ke TPA. Namun pengoperasian TPA tersebut harus memenuhi persyaratan teknis dengan metoda sanitary landfill, baik dasar pemilihan lokasi, penentuan lokasi dan pengoperasian maupun pemeliharaannya. Hal ini sesuai dengan pilihan masyarakat yang paling banyak memilih metoda sanitary landfill (21%) untuk dilaksanakan dalam pengelolaan sampah. Persoalan klasik dari penanganan sampah perkotaan di sebagian besar wilayah Indonesia adalah masih banyaknya TPA yang menggunakan sistem open dumping. Salah satu pertimbangan menggunakan sistem tersebut adalah murahnya biaya operasional. Sampah tinggal ditimbun di ruang terbuka. Kekurangannya, sistem tersebut akan menimbulkan banyak persoalan terutama masalah lingkungan, baik secara biogeofisik maupun persoalan sosial. Untuk mencegah masalah tersebut maka cara pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill dipillih sebagai alternatif untuk diterapkan di kota Bandar Lampung. Hal ini sesuai dengan Schubeler (1996), yang menyatakan bahwa secara umum metode pembuangan akhir yang umum dipakai di Indonesia adalah open dumping (penimbunan terbuka). Namun mengingat banyaknya dampak negatif yang timbul, yaitu bau dan pencemaran air tanah oleh leachate, metode ini secara berangsur telah diganti dengan sanitary atau controlled landfill. Sejalan dengan
92
hal tersebut, Buana (2004) mengemukakan bahwa sistem sanitary landfill merupakan salahsatu alternatif penanganan sampah perkotaan yang bila diterapkan dengan tepat akan sangat baik dan aman bagi sanitasi lingkungan. Sistem tersebut dapat meredam persoalan sosial yang sering kali timbul di masyarakat sekitar lokasi TPA. Sistem bakar dan buang sampah di TPA menjadi pilihan masyarakat selanjutnya. Cara pemusnahan sampah dengan sistem pembakaran, memerlukan peralatan khusus yang disebut incenerator. Untuk membakar sampah diperlukan panas dengan suhu di atas 1000 derajat Celcius. Dengan lama pembakaran, suhu dan campuran oksigen yang tepat, menghasilkan 99 persen sampah akan hancur atau
musnah.
Pembakaran
sampah
merupakan
kegiatan
yang
tidak
direkomendasikan mengingat selain akan menghasilkan debu dan asap pembakaran yang tidak selesai seperti yang dilakukan oleh sebagian masyarakat, juga akan menyisakan dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang bercampur dengan debu dan asap. Selanjutnya, dikatakan bahwa akan lebih aman jika dilakukan pengomposan karena pengomposan merupakan cara untuk merubah bahan organik menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani, disimpan, dan diaplikasikan ke lahan pertanian tanpa menimbulkan efek negatif pada lingkungan (Talashilkar 1999 dan Tuomela et al 2000).
Sistem pembakaran ini pernah
diujicoba di Surabaya namun dihentikan karena dianggap tidak layak Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah, menunjukkan bahwa sebagian besar laki-laki dan perempuan memilih sistem teknik operasional dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah. Distribusi persentase bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 33 (selanjutnya untuk Tabel 33 sampai dengan Tabel 38 dibuat notasi sebagai berikut): 1. 2. 3. 4.
Teknik operasional dalam pengelolaan sampah Pelaksanaan pola 3R mulai dari sumber sampah Sanitary landfill Sistem bakar menggunakan incenerator.
93
Tabel 33 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 Jenis kelamin
Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 4
Total (n)
1
2
3
Jumlah
Laki-laki
55,81
16,28
24,42
3,49
100,00
172
Perempuan
52,32
25,00
18,02
4,65
100,00
172
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program
pengelolaan
kebersihan
lingkungan
berdasarkan
pekerjaan
memperlihatkan bahwa sebagian besar masyarakat memilih teknik operasional dalam pengelolaan sampah. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010 Jenis Pekerjan
Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Kelompok
Total (n) 1
Primer Sekunder
Petani a.PNS/Pensiunan b. Wiraswasta c. Karyawan
Tersier
Lainnya
2
3
4
Jumlah (%)
a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek
55,56 25,00 66,67 8,75 60,00 76,00 45,90
11,11 25,00 11,11 10,42 13,33 8,00 21,31
22,22 50,00 22,22 18,75 23,33 16,00 31,15
11,11 0,00 0,00 2,08 3,33 0,00 1,64
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
9 35 9 48 30 25 61
a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelaja
50,00 42,86 54,55
30,85 14,28 18,18
10,64 42,66 22,73
8,51 0,00 4,54
100,00 100,00 100,00
94 7 22
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa sebagian besar responden dari semua tingkat pendidikan memilih sistem teknik operasional dalam pengelolaan sampah. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan disajikan pada Tabel 35.
94
Tabel 35 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan(%) 1 2 3 4 Jumlah 15,00 60,00 20,00 5,00 100,00 24,73 100,00 44,08 24,73 6,45 16,78 100,00 61,74 18,79 2,68 33,33 100,00 40,47 23,81 2,38
Pendidikan SD SLTP SLTA PT
Total (n) 60 93 149 42
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan menunjukkan sebagian besar mengharapkan teknik operasional dalam pengelolaan sampah dibenahi. Secara rinci disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendapatan, Bandar Lampung 2010 Pendapatan Rp.(000)/bln < 500 501 – 1.000 1.001 - 2.000 2.001 – 4.000 4.001 – 8.000 > 8.000
Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1 2 3 4 Jumlah 10,00 60,00 25,00 5,00 100,00 21,98 52,19 21,43 4,39 100,00 15,56 60,00 23,33 1,11 100,00 27,27 50,00 13,63 9,09 100,00 50,00 25,00 25,00 0,00 100,00 25,00 50,00 25,00 0,00 100,00
Total (n)
20 182 90 44 4 4
Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan
kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS
menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memilih bentuk sistem teknik operasional. Secara rinci disajikan pada Tabel 37. Tabel 37
Jarak TPS (m) 0 - 200 201 - 500 501 - 750 751 -1.000
Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010 Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkuangan (%) 1 2 3 4 Jumlah 44,18 57,14 20,35 4,76 100,00 26,74 44,19 25,58 3,49 100,00 24,00 60,00 16,00 0,00 100,00 50,00 50,00 0,00 0,00 100,00
Total (n) 231 86 25 2
Harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA menunjukkan bahwa
95
sebagian besar masyarakat memilih bentuk sistem teknik operasional pengelolaan sampah. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA secara rinci disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38 Distribusi persentase harapan terhadap bentuk sistem dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010 Jarak TPA (m)
0 – 2.000 2.001 – 5.000 5.001 – 7.500 7.501 – 10.000 > 10.000
Bentuk sistem program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1 2 3 4 Jumlah 15,56 44,44 37,78 2,22 100,00 0 78,26 19,57 2,17 100,00 20,00 40,00 20,00 20,00 100,00 25,75 52,53 21,21 0,51 100,00 24,49 48,98 8,16 18,37 100,00
Total (n) 45 46 5 206 42
Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada sebagian besar berharap menambah sarana-prasarana penampungan dan pengangkutan serta teknik operasional dalam pengelolaan sampah
(d) Harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan masyarakat Penanganan sampah di tingkat rumahtangga dengan cara menjadikan kompos adalah satu bentuk partisipasi dalam menangani persoalan sampah. Sebaik apapun program kebersihan lingkungan yang ada, permasalahan sampah kota Bandar Lampung tidak akan pernah berhasil jika pemerintah dan masyarakat tidak saling bekerjasama untuk mengatasi permasalahan sampah. Hasil wawancara dengan responden, menghasilkan 5 (lima)
bentuk harapan
masyarakat tentang pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah kota Bandar Lampung, sebagai berikut: (1) masyarakat juga harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti gotongroyong (59,88%), (2) kerjasama antara masyarakat dengan instansi terkait dan swasta (19,77%), (3) mendukung program pemerintah kota yang telah ada (13,95%),
(4) adanya program pemberdayaan (3,78%), dan (5) harapan
masyarakat berikutnya adalah membentuk organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan (2,62%), seperti disajikan pada Gambar 12.
96
Masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal: gotong royong Kerjasama masyarakat, instansi terkait dan swasta Mendukung program pemerintah kota yg telah ada Adanya program pemberdayaan Membentuk organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan
Gambar 12 Harapan masyarakat terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Adanya harapan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah merupakan hal yang sangat positif, mengingat kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah dapat dikatakan relatif sangat baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Anschütz (1996) yang mengemukakan bahwa jenis partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah kota cukup banyak yakni dengan cara menunjukkan perilaku aktif dalam menjaga kebersihan, dengan memberikan kontribusi uang atau tenaga, dengan memberikan bantuan dalam administrasi dan memberikan kontribusi dalam jasa pelayanan. Adanya keinginan secara langsung dari masyarakat untuk terlibat merupakan petunjuk bahwa partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan secara optimal. Kota Bandar Lampung sudah memiliki program kebersihan yaitu “Ayo Bersih-Bersih”. Melalui program tersebut masyarakat disadarkan untuk sedini mungkin melakukan kebiasaan meminimalisasi sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti gotongroyong atau kegiatan Jum’at bersih sehingga dapat memelihara kerjasama yang baik. Selain itu, sosialisasi terhadap program Ayo Bersih-Bersih dilakukan secara terus menerus, kendatipun hasilnya belum optimal. Hal tersebut dilakukan karena tidak semua orang bisa langsung mengerti dan memahami program tersebut dalam waktu singkat.
97
Harapan masyarakat selanjutnya adalah kerjasama pengelolaan sampah antara masyarakat dengan instansi terkait/pemerintah dan swasta dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Kerjasama tersebut dilaksanakan sesuai dengan peran masing-masing stakeholders tersebut. Pemerintah berperan dalam hal regulasi, penyediaan TPA, resource recovery, insentif, infrastruktur, pendidikan lingkungan, dan audit pengelolaan sampah. Peran masyarakat adalah sebagai pelaksana kegiatan 4R, daur ulang, pengomposan, pemilahan sampah dari sumber. Peran swasta dalam pengelolaan sampah memproduksi barang yang ramah lingkungan, tanggung jawab produser, program buy back, agen daur ulang dan menjadi pembeli barang lapak. Hal serupa juga dinyatakan oleh Handono (2010) dan Wilson et al (2001) dalam menangani sampah berbasis masyarakat diperlukan kerjasama dari berbagai pemangku kepentingan yang harus menjalankan perannya masing-masing sesuai tanggungjawab dan wewenangnya. Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sampah harus dapat memaksimalkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat atau kelompok target terhadap isu manajemen persampahan, hendaknya dalam menangani sampah dilakukan dengan berbasis masyarakat. Tanggungjawab dan wewenang masing-masing pemangku kepentingan disajikan pada Gambar 13. Pemerintah : -
-
Masyarakat : Pelaksanaan 4 R Daur ulang Komposting Pemilahan di sumber
Regulasi TPA Resource recovery Insentif
- Infrastruktur - Pendidikan Lingk - Pengomposan - Audit Pengelolaan sampah
Swasta : - Produksi ramah lingkungan - Tanggung jawab produser - Program Buy Back - Agen daur ulang - Pembeli barang lapak
Gambar 13 Kerjasama pemangku kepentingan (stakeholders)
98
Masyarakat juga merupakan salahsatu aktor untuk melakukan pengelolaan sampah, karena: (1) masyarakat berhak mendapatkan lingkungan yang bersih, indah, nyaman dan sehat, (2) mendapatkan pelayanan kebersihan yang terbaik dari pemda/pengelola sampah, (3) memanfaatkan, mengolah dan membuang sampah sesuai ketentuan, (4) berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan penentuan besarnya retribusi pajak pengelola sampah, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengelolaan sampah swakelola, (5) mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah maupun pengelola sampah swakelola. Adapun kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah: (1) menjaga kebersihan di lingkungan sekitarnya, (2) melakukan pengelolaan sampah mulai dari pengurangan dan pemisahan sesuai jenis sampah, (3) membiayai upaya pengelolaan sampah baik oleh pemerintah daerah maupun pengelola sampah swakelola, (4) menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan peraturan/standar tempat sampah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Swasta mempunyai komitmen dan kepedulian dalam penanganan masalah sosial, terutama dalam pembangunan kesejahteraan sosial, karena swasta merupakan salah satu stakeholders. Swasta mempunyai tanggungjawab sosial. Swasta tidak mungkin dapat mempertahankan eksistensinya tanpa dukungan masyarakat dan lingkungan sosialnya, seperti pernyataan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial (2005) bahwa tanggungjawab dunia usaha telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama. Kewajiban swasta seharusnya dalam pengelolaan sampah adalah: (1) menerapkan konsep recycle, teknologi ramah lingkungan dan nir limbah dalam berproduksi, (2) mengemas produk dengan menggunakan bahan ramah lingkungan dan seminimal mungkin menghasilkan sampah, (3) mengoptimalkan bahan daur ulang sebagai bahan baku produk, (4) memberi/membeli kembali kemasan plastik/logam/gelas dari produk mereka yang telah dimanfaatkan oleh konsumen, atau yang telah dikumpulkan oleh masyarakat, (5) distributor, pedagang mempunyai kewajiban menampung sementara kemasan-kemasan dari konsumen, (6) membayar biaya kompensasi pengolahan kemasan yang tidak dapat didaur ulang dengan teknologi yang berkembang saat ini, dan (7) membantu upaya pengurangan sampah .
99
Harapan masyarakat Bandar Lampung selanjutnya adalah mendukung program yang telah ada (13,95%). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga dan keberlanjutan program kebersihan tersebut, yaitu dengan memberikan penghargaan dan pemberian kompensasi. Penghargaan diperuntukkan bagi masyarakat sebagai timbal balik dari jerih payah yang telah dilakukan. Hidayat (2008) juga mengemukakan bahwa sebuah prestasi yang dicapai oleh seseorang akan semakin terasa ketika ada penghargaan bagi orang tersebut. Beberapa perlombaan berkaitan dengan lingkungan sering diadakan bagi daerahdaerah maupun sekolah-sekolah. Perlombaan ini ditujukan untuk memilih daerah mana paling bisa menjaga kondisi lingkungannya. Sebagai contoh penghargaan Adipura bagi kota-kota di Indonesia atau Toyota eco youth yang diadakan di sekolah-sekolah. Dengan adanya penghargaan seperti ini, warga akan selalu terpacu untuk bisa meraih penghargaan sehingga warga masyarakat ikut tergerak untuk menjaga kondisi lingkungannya. Harapan masyarakat yang berikutmya adanya program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah (3,78%). Program pengelolaan sampah terpadu merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang diawali dengan pendidikan lingkungan, disiplin dan itikad baik untuk mengurangi jumlah sampah yang diproduksi setiap hari dan dimulai dari rumahtangga. Setiap rumahtangga melakukan pemilahan sampah yaitu dengan memisahkan sampah organik dan anorganik. Melalui program tersebut, lingkungan perumahan menjadi bersih, hijau dan masyarakat mulai menerapkan prinsip 4R. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam proses pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah diantaranya adalah: 1.
Melakukan lokakarya pemberdayaan: bertujuan agar masyarakat dapat lebih mengenal, menggali lebih dalam potensi dan permasalahan di lingkungannya, memacu dan mendorong kesadaran serta partisipasi masyarakat, berperan dalam pengelolaan sampah untuk mengurangi sampah mulai dari sumbernya sehingga dapat mewujudkan permukiman yang ramah lingkungan (bersih, hijau, dan indah). Hasil dari penyelenggaraan lokakarya diharapkan adalah implementasi dari 4R (reduce, reuse, recycle dan replace) dan terbentuknya pusat daur ulang melalui pemanfaatan sampah yang dapat meningkatkan
100
pendapatan masyarakat. Masyarakat mengharapkan adanya peningkatan kapasitas keterampilan melalui pelatihan pemanfaatan sampah dalam membuat produk kerajinan (daur ulang plastik dan koran), pengomposan dan pembibitan. 2.
Pelatihan keterampilan pemanfaatan sampah: pada kegiatan ini, kelompok masyarakat diberikan pelatihan peningkatan kapasitas keterampilan dalam pengomposan, pembibitan tanaman hias serta ketrampilan pemanfaatan sampah dengan melakukan daur ulang koran dan daur ulang plastik. Dari hasil pelatihan diharapkan masyarakat dapat membuat produk kerajinan berupa tas, tempat tissue dan beberapa produk lainnya dari pemanfaatan sampah plastik dan koran bekas.
3.
Workshop peningkatan kualitas pengelolaan sampah skala permukiman: maksud dan tujuan dari workshop diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil kerajinan dari masyarakat sehingga memiliki daya saing dan daya jual yang tinggi, mekanisme produksi dan pemasaran hasil produk kerajinan daur ulang sampah serta penataan pengelolaan lingkungan permukiman yang bersih, indah dan sejuk.
4.
Peningkatan kapasitas masyarakat/transfer ilmu dalam pengelolaan sampah terpadu serta pelestarian tanaman: kegiatan ini diharapkan selain bertujuan untuk transfer ilmu yang telah didapatkan, juga memotivasi masyarakat melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan sehingga dapat meningkatkan peran dan partisipasinya sebagai pelaku utama dan menjadi pelopor dalam pengelolaan lingkungan. Pada kegiatan ini masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melakukan pemilahan sampah, pembibitan, pembuatan kompos takakura, pembuatan bingkai foto dari koran, produk kerajinan daur ulang koran bekas dan plastik serta berbagi pengalaman dalam melakukan pengelolaan sampah terpadu.
5.
Pengadaan sarana dan prasarana: sarana dan prasarana yang diberikan harus mendukung kegiatan pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat antara lain: komposter, tempat sampah, kompos, pengadaan bibit tanaman hias, gerobak sampah, plat beton, mesin jahit dan material lainnya dalam pembuatan produk kerajinan daur ulang sampah dan koran bekas.
101
Hasil analisis distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin menunjukkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagian besar memilih pemberdayaan/keterlibatanan masyarakat dalam program pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal. Distribusi keterlibatan dalam program pengelolaan sampah merata dipilih oleh semua jenis kelamin lakilaki dan perempuan disajikan pada Tabel 39 (selanjutnya untuk Tabel 39 sampai dengan Tabel 44 dibuat notasi sebagai berikut): 1. Kerjasama antara masyarakat dengan instansi terkait dan swasta dalam pengelolaan kebersihan lingkungan 2. Masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal, seperti gotongroyong. 3. Membentuk organisasi pengelolaaan kebersihan lingkungan 4. Mendukung program pemerintah kota yang telah ada 5. Program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Tabel 39 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis kelamin, Bandar Lampung 2010 Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Jenis kelamin
Total (n) 1
2
3
4
5
Jumlah
Laki-laki
28,84
54,07
4,07
13,37
4,65
100,00
172
Perempuan
15,67
65,69
1,16
14,53
2,91
100,00
172
Distribusi harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam program pengelolaan
kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan
menunjukkan sebagian besar semua jenis pekerjaan mengharapkan masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan. Untuk lebih jelas secara rinci disajikan pada Tabel 40.
102
Tabel 40
Jenis Pekerjan
Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pekerjaan, Bandar Lampung 2010
Kelompok
Primer Sekunder
Petani a.PNS/Pensiunan b. Wiraswasta c. Karyawan
Tersier
a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek
Lainnya
a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelaj
Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1 2 3 4 5 Jumlah (%) 44,44 11,11 11,11 33,33 0,00 100,00 54,29 2,86 31,43 5,71 5,71 100,00 52,46 1,64 18,03 19,67 8,19 100,00 60,42 6,25 18,75 14,58 0,00 100,00 23,3 66,67 6,67 3,33 0,00 100,00 56,00 13,00 24,00 4,00 100,00 3,00 25,0 50,00 0,00 25,00 0,00 100,00 15,9 68,09 0,00 12,77 3,19 100,00 57,14 0,00 0,00 28,57 100,00 6,00 14,2 59,09 10,01 13,64 0,00 100,00
Total (n) 9 35 9 48 30 25 61 94 7 22
Distribusi persentase harapan masyarakata terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan menunjukkan sebagian besar tingkat pendidikan memilih masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan seperti gotongroyong untuk menjaga kebersihan lingkungan. Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan masyarakat dalam program pengelolaan sampah seperti tercantum pada Tabel 41. Tabel 41 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendidikan, Bandar Lampung 2010 Pendidikan SD SLTP SLTA PT
Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1 2 3 4 5 Jumlah 66,67 15,00 1,67 11,67 5,00 100,00 55,91 22,58 2,15 16,13 3,23 100,00 58,39 18,79 2,68 16,11 4,03 100,00 64,29 23,81 4,76 4,76 2,38 100,00
Distribusi
persentase
keterlibatan
masyarakat
terhadap
Total (n)
60 93 149 42
program
pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengharapkan masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal, seperti gotongroyong.
103
Distribusi persentase keterlibatan terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan masyarakat disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Distribusi persentase keterlibatan dalam program pengelolaan sampah terhadap kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar lampung 2010 Keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1 2 3 4 5 Jumlah
Pendapatan Rp.(000)/bln
< 500 501 – 1.000 1.001 - 2.000 2.001 – 4.000
5,00
0,00
5,00
23,08
80,00 53,85
1,65
1,65
16,48
20,00
62,22
1,11
15,56
1,11
13,64
68,18
6,82
6,81
4,55
100,00 100,00 100,00 100,00
0,00
50,00
25,00
25,00
0,00
100,00
4
0,00
100
0,00
0,00
0,00
100,00
4
10,00
4.001 – 8.000 > 8.000
Distribusi
Total (n)
persentase
harapan
terhadap
20 182 90 44
pemberdayaan/keterlibatan
masyarakat dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarakrumah dengan TPS menunjukkan sebagian besar memilih masyarakat harus terlibat dalam program pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal. Selengkapnya disajikan pada Tabel 43. Tabel 43 Distribusi persentase harapan terhadap pemberdayaan/keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010 Jarak TPS (m)
Keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1
2
3
4
5
Jumlah
Total (n)
0 - 200
15,15
63,20
2,59
16,88
2,16
100,00
231
201 - 500
33,72
47,67
2,32
9,30
6,98
100,00
86
501 - 750
16,00
68,00
4,00
4,00
8,00
100,00
25
751 -1.000
0,00
100,00
0,00
0,00
0,00
100,00
2
Distribusi
harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/keterlibatan
dalam program pengelolaan menunjukkan sebagian besar
kebersihan lingkungan berdasarkan jarak TPA memilih masyarakat harus terlibat dalam
pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal. Distribusi
104
persentase
harapan
terhadap
pemberdayaan/keterlibatan
dalam
program
pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Distribusi persentase harapan masyarakat terhadap pemberdayaan/ keterlibatan dalam program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar lampung 2010 Jarak TPA (m)
0 – 2.000 2.001 – 5.000 5.001 – 7.500 7.501 –10.000 > 10.000
Keterlibatan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan (%) 1 2 3 4 5 Jumlah 73,33 11,11 0,00 2,22 13,33 100,00 39,13 8,69 6,52 41,30 4,35 100,00 60,00 20,00 0,00 20,00 0,00 100,00 57,77 25,24 1,94 13,11 1,94 100,00 78,57 14,29 4,76 0,00 2,38 100,00
Total (n) 45 46 5 206 42
Dengan demkian, harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada sebagian besar berharap masyarakat harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal, seperti gotongroyong. 4.3.3 Hubungan karakteristik masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Hasil distribusi pendapat masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan cenderung tidak berhubungan langsung dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan memiliki distribusi pendapat masyarakat yang menyebar. Responden dengan pendidikan SD dan PT sebagian besar menyatakan kurang baik, sedangkan responden dengan pendidikan SLTP dan SLTA sebagian besar berpendapat baik. Distribusi berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 45. Tabel 45 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan, Bandar Lampung 2010 Tingkat pendidikan SD SLTP SLTA PT
Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Kurang Cukup Sangat Baik Jumlah baik baik baik 43,34 35,00 18,33 3,33 100,00 1,08 38,71 51,61 8,60 100,00 0,00 16,11 77,85 6,04 100,00 60,95 11,90 27,15 0,00 100,00
Total (n) 60 93 149 42
105
Hasil distribusi pendapat masyarakat menurut pekerjaan terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan bahwa kelompok PNS/pensiunan dan karyawan berpendapat bahwa pelaksanaan program yang ada sudah berjalan baik. Sebaliknya kelompok ibu rumahtangga (IRT), pemulung, dan pedagang yang cenderung berpendapat bahwa pengelolaan kebersihan lingkungan kurang baik. Distribusi pendapat masyarakat menurut pekerjaan terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan disajikan pada Tabel 46. Tabel 46 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jenis pekerjaan, Bandar Lampung 2010 Jenis Pekerjan Primer
Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Kelompok Petani
Kuran g baik 66,67
Cukup baik 11,11
Baik 22,22
Sangat Jumla h (%) baik 0,00 100,00
Total (n) 9
Sekunder
a.PNS/Pensiunan b. Wiraswasta c. Karyawan
11,43 32,78 2,08
11,43 21,31 8,34
77,14 62,30 87,50
11,43 100,00 13,11 100,00 2,08 100,00
35 9 48
Tersier
a. Pedagang b. Buruh c. Supir/ojek
43,34 8,00 0,00
50,00 52,00 75,00
3,33 40,00 0,00
3,33 100,00 0,00 100,00 25,00 100,00
30 25 61
Lainnya
a. Ibu rumahtangga b. Pemulung c.Mahasiswa/pelaja r
53,19 71,43 27,27
9,58 28,57 68,18
31,91 0,00 0,00
5,32 100,00 0,00 100,00 4,55 100,00
94 7 22
Hasil distribusi pendapat masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan masyarakat yang memiliki pendapatan diatas Rp 8.000.000 menyatakan secara absolut bahwa program yang telah dilaksakan oleh pemerintah kota Bandar Lampung berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 47, dimana 100 persen masyarakat yang berpenghasilan tertinggi tersebut menyatakan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka apresiasi terhadap program yang telah dilakukan pemerintah kota Bandar Lampung semakin baik pula. Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap
106
program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan berdasarkan pendapatan disajikan pada Tabel 47. Tabel 47 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan pendapatan, Bandar Lampung 2010 Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Pendapatan (Rp/Bulan) < 500.000 500.001 - 1.000.000 1.000.001 - 2.000.000 2.000.001 - 4.000.000 4.000.001 - 8.000.000 > 8.000.000
Kurang baik 10,00 10,99 2,22 4,54 25,00 0,00
Cukup baik 55,00 21,98 30,00 11,37 25,00 0,00
baik 35,00 59,34 62,22 72,73 50,00 100,00
Sangat baik 0,00 7,69 5,56 11,36 0,00 0,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 20 182 90 44 4 4
Hasil distribusi pendapat masyarakat menurut jarak rumah dengan TPS terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan sebagian besar menyatakan bahwa program yang ada berjalan dengan baik. Responden yang menyatakan program pengelolaan kebersihan kurang baik persentasenya sangat kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jarak rumah dengan TPS dengan tempat tinggal masyarakat tidak mempengaruhi penilaian mereka terhadap program kebersihan lingkungan pemerintah kota Bandar Lampung yang telah ada. Distribusi pendapat masyarakat menurut jarak rumah dengan TPS terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPS, Bandar Lampung 2010 Jarak TPS (m) 0 - 200 201- 500 501- 750 751- 1.000
Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Kurang Cukup Sangat Baik Jumlah baik baik baik 9,96 28,14 58,44 3,46 100,00 0,00 16,28 67,44 16,28 100,00 16,00 16,00 60,00 8,00 100,00 0,00 50,00 50,00 0,00 100,00
Total (n) 231 86 25 2
Hasil distribusi pendapat masyarakat berdasarkan jarak rumah dengan TPA terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan
107
menunjukkan bahwa jarak rumah dengan TPA tidak mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap program kebersihan lingkungan pemerintah kota Bandar Lampung.
Persentase tertinggi adalah masyarakat yang tempat tinggalnya
berjarak 7.500 - 10.000 m. dari TPA dengan persentase sebesar 66,50 persen. Distribusi pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan berdasarkan jarak rumah dengan TPA disajikan pada Tabel 49. Tabel 49 Distribusi persentase pendapat masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berdasarkan jarak rumah dengan TPA, Bandar Lampung 2010 Jarak TPA (m) 0 - 2000 2001- 5000 5001- 7.500 7.500 - 10.000 > 10.000
Program pengelolaaan kebersihan lingkungan (%) Kurang Cukup Sangat Baik Jumlah baik baik baik 11,11 46,67 37,78 4,44 100,00 6,52 23,91 65,22 4,35 100,00 20,00 40,00 40,00 0 100,00 8,74 15,05 66,50 9,71 100,00 0,00 45,24 54,76 0,00 100,00
Total (n) 45 46 5 206 42
Hasil distribusi persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai persepsi positif, dan menyatakan bahwa program pemerintah kota Bandar Lampung juga baik. Masyarakat dengan tingkat persepsi sangat positif, juga menyatakan program pengelolaan kebersihan lingkungan sangat baik (100,00%). Distribusi pendapat masyarakat menurut katagori persepsi terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 50. Tabel 50 Distribusi persentase persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan , Bandar Lampung 2010 Program pengelolaan kebersihan lingkungan (%) Kategori Persepsi
Kurang positif
Kurang Baik
Cukup Baik
Baik
Sangat Baik
Jumlah
Total (n)
33,33
0,00
66,67
0,00
100,00
3
Positif
8,15
26,33
64,89
0,63
100,00
319
Sangat positif
0,00
0,00
0,00
100,00
100,00
22
108
Hasil uji koefisien kontingensi menggunakan analisis Chi Square uji Fisher untuk melihat hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan disajikan pada Tabel 51. Data diolah dengan program SPSS 15 for windows (Lampiran 10). Tabel 51 Hasil uji koefisien kontingensi Fisher tentang hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan Kota Bandar Lampung 2010 Karakteristik masyarakat
χ 2 hitung
Pekerjaan Pendidikan Pendapatan Jarak rumah dengan TPS Jarak rumah dengan TPA Persepsi
150,714 13,127 87,182 73,895 365,679 11,258
χ 2 tabel 40,256 14,684 22,307 14,684 18,549 10,645
Tabel 51 memerlihatkan bahwa hanya variabel pendidikan yang hubungannya tidak signifikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung, dengan nilai χ 2 hitung sebesar 13,127 lebih kecil dari nilai χ 2 tabel sebesar 14,684. Sedangkan variabel lainnya memiliki hubungan yang signifikan dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Berdasarkan koefisien kontingensi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik masyarakat (kecuali tingkat pendidikan) dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, hal ini mengindikasikan adanya kompleksitas antara pendidikan dengan perilaku masyarakat terhadap program kebersihan lingkungan berkelanjutan. Atas dasar analisis karakteristik (termasuk persepsi) dan harapan masyarakat kota Bandar Lampung terkait dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah kota, memerlihatkan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan kebijakan yang strategis. Kebersihan lingkungan berkelanjutan dapat terwujud dengan memberdayakan masyarakat secara optimal. Dengan demikian karakteristik dan harapan masyarakat merupakan dasar
strategi
berkelanjutan.
pemberdayaan
dalam
pengelolaan
kebersihan
lingkungan
109
4. 4. Simpulan Karakteristik masyarakat (kecuali pendidikan),
persepsi, dan harapan
masyarakat memberikan kontribusi terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Karakteristik masyarakat merupakan modal dasar dalam
merumuskan
strategi
kebijakan
program
pengelolaan
kebersihan
lingkungan. Strategi kebijakan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat secara terpadu dan holistik. Persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung sebagian besar menunjukkan positif. Positifnya persepsi masyarakat ini juga disebabkan ada kaitannya dengan karakteristik masyarakat kota Bandar Lampung. Hal ini didukung hasil uji statistik koefisien kontingensi Fisher bahwa ada hubungan yang signifikan antara karakteristik dan persepsi masyarakat (kecuali tingkat pendidikan) dengan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Harapan masyarakat berdasarkan karakteristik yang ada sebagian besar berharap menambah saranaprasarana penampungan dan pengangkutan sampah, teknik operasioanal dalam pengelolaan sampah, dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kearifan lokal.
V. PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dan FGD. Selain itu digunakan juga bahan-bahan dokumentasi seperti: dokumen program dan laporan kegiatan yang telah dilakukan masing-masing stakeholders. Berdasarkan hasil penelitian para pemangku kepentingan (stakeholders) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) kategori pentingnya peran dan fungsi organisasi kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, yaitu: (1) sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan, (2) institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung, (3) agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif, dan (4) adanya organisasi kebersihan lingkungan dan berfungsi sebagaimana mestinya akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara berkelanjutan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan dengan katagori rendah Berdasarkan hasil uji kontingensi Fisher dapat disimpulkan terdapat peran yang signifikan dari pemangku kepentingan terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan. Kata Kunci: peran, pemangku kepentingan, dan uji statistik. 5.1. Pendahuluan Untuk dapat mewujudkan daerah perkotaan yang bersih dan bebas sampah, diperlukan perubahan pola pikir atau cara pandang terhadap sampah. Selama ini sampah seringkali diartikan sebagai sisa buangan yang tidak mempunyai nilai dan harus disingkirkan, sehingga anggapan yang selalu melekat pada setiap individu adalah bahwa sampah sebagai sumber pencemar lingkungan. Dengan kondisi demikian sampah menumpuk di TPA tanpa ada pengolahan
sehingga dapat
menjadi sumber bencana. Padahal apabila sampah dapat dikelola dan diolah dengan baik dan benar maka sampah dapat menjadi suatu sumberdaya yang bernilai ekonomis dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan
111
kesejahteraan masyarakat. Sampah organik misalnya merupakan sumberdaya untuk pembuatan kompos. Apabila hal ini dapat dioptimalkan maka akan memberikan kontribusi pada dua hal sekaligus, yaitu disatu pihak masalah kebersihan lingkungan tertangani, dan dilain pihak secara ekonomis memberikan nilai tambah. Menurut Muller-Glodde (1994) kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial, yang membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam. Kaitannya dengan organisasi atau kelembagaan yang melakukan penanganan terhadap persampahan kota di dalamnya terdapat berbagai stakeholders yang ikut terlibat. Perubahan paradigma dalam pengelolaan kebersihan lingkungan yang berkaitan dengan sampah memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Pihak yang dimaksud adalah para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Peran pemangku kepentingan tersebut, antara lain diperlukan dalam mengembangkan paradigma pengelolaan sampah, karena implementasi dari program pengelolaan kebersihan lingkungan relatif menjadi ranah para pemangku kepentingan terkait. Stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan sampah adalah: (1) pemerintah, (2) warga masyarakat, (3) swasta, (4) para ahli dan akademisi
di perguruan tinggi, dan (5) LSM. Masing-masing
stakeholders akan berinteraksi satu sama lain sesuai dengan fungsi dan perannya.
Saat ini di kota Bandar Lampung instansi yang bertanggungjawab dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (DKPK) yang merupakan salahsatu pemangku kepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Selain berfungsi sebagai pengelola persampahan, DKPK juga berfungsi sebagai pengatur, pengawas, dan pembina pengelolaan sampah. Tumpang tindihnya peran pengaturan dan pengawasan dari instansi tersebut dengan fungsi operator pemberi layanan, menyulitkan pelaksanaan
reward dan punishment dalam pelayanan
112
kepada masyarakat. Selain hal tersebut, belum adanya konsep kebijakan dan program pemberdayaan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sampah perkotaan. Dari aspek semantik, pemangku kepentingan didefinisikan sebagai perorangan, organisasi, dan sejenisnya yang memiliki andil atau perhatian dalam bisnis atau industri (Hornby 1995). Dalam konteks penelitian ini, pemangku kepentingan dapat dikategorikan dalam lingkup yang lebih luas, yakni pemerintah kota Bandar Lampung, perguruan tinggi/akademisi, pengusaha/pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.
Dalam implementasi
program pembangunan termasuk program pengelolaan kebersihan lingkungan, pemangku kepentingan memiliki definisi dan pengertian yang beraneka ragam. Istilah pemangku kepentingan banyak digunakan untuk mendeskripsikan komunitas atau organisasi formal yang secara permanen berkepentingan terhadap hasil dan dampak dari suatu aktivitas atau kebijakan. Hal ini perlu disadari, mengingat masyarakat tidak selalu menerima dampak secara adil. Sebagian masyarakat mungkin menanggung biaya dan sebagian masyarakat lainnya justru memperoleh manfaat dari suatu kegiatan atau kebijakan (Race dan Millar 2006). Oleh karena itu, pemahaman terhadap keberadaan (eksistensi) dan peran pemangku kepentingan sangat mutlak diperlukan untuk mengimplementasikan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peran perguruan tinggi, badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong kelurahan dan lembaga swadaya masyarakat dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Bandar Lampung. 5.2. Metode Penelitian Responden terdiri dari perguruan tinggi (akademisi), badan usaha/pihak swasta, petugas/pamong, dan LSM: responden dari perguruan tinggi, LSM dan swasta berjumlah 20 orang yang ditentukan secara purposive dan sengaja, sesuai dengan tujuan penelitian. Responden petugas sebanyak 10 orang yang ditentukan
113
secara acak dan proporsional dari ketua RT di kelurahan terpilih dengan teknik proportional cluster random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan bantuan wawancara dengan responden terpilih dan Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar. Teknik dokumentasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui wawancara yang berupa dokumen, catatan, dan atau hasil kegiatan yang sudah dilakukan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipakai untuk mengungkapkan berbagai program dan kegiatan aksi dalam pemberdayaan masyarakat.
Analisis kuantitatif dalam bentuk analisis tabel
tunggal dan tabel silang serta teknik analisis statistik koefisien kontingensi uji Fisher digunakan untuk mengkaji peran pemangku kepentingan untuk mendukung pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan 5.3. Hasil dan Pembahasan Wawancara terhadap para stakeholders (akademisi, petugas, swasta, dan LSM) mencakup enam pertanyaan pokok berikut: (1) kondisi struktur organisasi yang melaksanakan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung, (2) peran struktur organisasi yang dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung di dalam mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan, (3) sistem administrasi pengelolaan kebersihan sampah kota, (4) bentuk sistem organisasi, (5) keterlibatan pihak lain di luar pemerintah kota, dan (6) bentuk keterlibatan dan peran masing-masing institusi/lembaga lain di luar pemerintah kota. Uraian dari hasil jawaban responden terhadap enam pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut. 5.3.1 Struktur organisasi yang melaksanakan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden menyatakan mengetahui adanya organisasi pengelola kebersihan lingkungan. Adapun organisasi yang melaksanakan kebersihan lingkungan, khususnya sampah yaitu Satuan Organisasi
114
Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kelurahan dan kecamatan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota serta Dinas Pasar kota Bandar Lampung. Kondisi yang beragam dari organisasi pengelolaan persampahan ini disebabkan adanya keragaman dalam ruang lingkup tanggungjawab dan kewenangan masingmasing organisasi pengelola sampah. SOKLI merupakan organisasi yang melaksanakan kebersihan lingkungan, khususnya sampah yang ada di kawasan/lingkup kelurahan. Struktur organisasi ini secara berjenjang bertanggungjawab kepada kelurahan melalui ketua lingkungan (sebagai pamong kelurahan). Setiap kelurahan memberikan pertanggungjawaban secara berkala ke pihak kecamatan, selaku pembina yang berkoordinasi dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota.. Sarana dan fasilitas yang ada berupa gerobak dorong sebagai alat pengangkut sampah bantuan dari pemerintah kota. Petugas SOKLI bertanggungjawab terhadap pengumpulan dan pengangkutan sampah ke TPS terdekat. Peranserta warga masyarakat berupa retribusi yang dibayar setiap bulan dengan besaran Rp.5.000 – Rp.10.000/rumahtangga. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota (DKPK) Bandar Lampung bertanggungjawab terhadap kebersihan lingkungan dan pengumpulan sampah di jalan-jalan protokol, pusat-pusat perkantoran, dan lingkungan fasilitas umum. DKPK bertanggungjawab terhadap pengangkutan sampah tersebut dan sampah di TPS-TPS ke TPA Bakung. Sedangkan Dinas Pasar bertanggungjawab terhadap pengumpulan seluruh sampah yang berasal dari seluruh pasar yang ada dan pengangkutan ke TPA Bakung. Menurut Scott (2001) organisasi merupakan sesuatu yang diciptakan untuk memaksimalkan kesejahteraan, pendapatan, atau tujuan lainnya dengan cara menciptakan kesempatan melalui struktur kelembagaan dalam masyarakat. Organisasi (Bandaragoda 2000) merupakan jaringan dari peran yang diatur dalam hirarki dengan tujuan membatasi kewenangan individual dan mengkoordinasi kegiatan sesuai dengan sistem aturan dan prosedur. Organisasi juga merupakan kelompok individu dengan peran tertentu dan terikat oleh beberapa kebutuhan, peraturan, dan prosedur untuk mencapai suatu tujuan. Seperti halnya lembaga lain, organisasi pengelolaan kebersihan juga membentuk beragam kegiatan. Mengingat
115
dalam pengelolaan sampah, selain untuk sanitasi lingkungan di dalamnya juga terdapat keinginan untuk memaksimalkan kesejahteraan, pendapatan, atau tujuan lainnya dengan cara menciptakan kesempatan, maka pada pengelolaan sampah diperlukan adanya organisasi. Adanya keragaman organisasi pengelola kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung saat ini menyebabkan tidak efisien dan efektifnya proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, baik oleh Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan (SOKLI) di tingkat kelurahan dan kecamatan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, maupun Dinas Pasar kota Bandar Lampung. Hal ini disebabkan tidak terpadunya struktur organisasi yang mengelola kebersihan lingkungan 5.3.2. Peran struktur organisasi yang dibuat pemerintah kota Bandar Lampung mendukung keberhasilan pengelolaan kebersihan lingkungan Hasil analisis secara kualitatif tentang peran dan fungsi struktur organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa struktur organisasi berperan penting. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh empat peran dan fungsi struktur organisasi pengelola kebersihan di kota Bandar Lampung (Gambar 14).
Gambar 14 Peran dan fungsi struktur organisasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung
116
Gambar 14 menunjukkan pentingnya peran dan fungsi struktur organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan menjadi pilihan terbanyak oleh responden adalah agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif dikemukan oleh sebanyak 46 persen. Pilihan kedua, pemerintah sebagai institusi bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung dinyatakan oleh sebanyak 27 persen responden. Pilihan ketiga, dengan adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik dikemukakan oleh sebanyak 17 persen responden. Pilihan keempat, sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan dikemukakan oleh sebesar 10 persen
responden. Jika dilihat secara rinci distribusi pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 52.(selanjutnya untuk keterangan Tabel 52 sampai dengan Tabel 56 dibuat notasi sebagai berikut): A B C D
= = = =
PT (Akademisi) LSM Petugas /Pamong Swasta
Tabel 52 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap peran organisasi kebersihan lingkungan Pentingnya Peran Organsisasi Kebersihan Sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan
Pendapat Stakeholder (%) A
B
C
D
3,33
3,33
0,00
3,33
10,00
Sebagai institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan Kota Bandar Lampung
0,00
10,00
0,00
16,67
26,67
Agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif
13,33
10,00
23,33
0,00
46,67
3,33
0,00
10,00
3,33
16,67
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik Jumlah
∑
117
Tabel 52 menunjukkan bahwa harapan para akademisi lebih cenderung menyatakan bahwa peran organisasi kebersihan lingkungan agar sampah dapat dikelola secara efisien dan efektif (13,33%), LSM (10%), dan petugas/pamong (23,33%), kecuali pihak swasta lebih cenderung berharap bahwa peran organisasi kebersihan lingkungan adalah sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap kebersihan kota Bandar Lampung (16,67%). Dengan demikian semua stakeholders berharap peran organisasi kebersihan lingkungan dapat mengelola secara efisien dan efektif serta penuh tanggungjawab dalam kebersihan lingkungan. (1)
Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan sangat diperlukan
guna mengatur dan memantau perkembangan pelaksanaan program kebersihan lingkungan. Ada empat pendapat responden terhadap kegiatan administrasi pengelolaan kebersihan, seperti yang disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15 Sistem administrasi pengelolaan kebersihan lingkungan khususnya sampah kota Bandar Lampung
118
Hasil wawancara dan diskusi melalui Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar yang sekaligus sebagai responden terhadap sistem administrasi pengelolaan kebersihan sampah kota menunjukkan, pertama adalah berpendapat bahwa kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana angkutan yang dinyatakan oleh sebanyak 50 persen responden; kedua adalah berpendapat belum optimal karena pengelolaan kebersihan sampah belum dilaksanakan secara terpadu dikemukakan oleh sebanyak 36 persen responden; ketiga dan keempat berpendapat bahwa banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yang kurang memantau kegiatan di lapangan dan perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya retribusi masing-masing dikemukakan oleh sebanyak tujuh persen responden. Secara rinci pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap kondisi sistem organisasi disajikan pada Tabel 53. Tabel 53 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap kondisi sistem organisasi Pendapat Stakeholder (%) Kondisi Sistem Organisasi Banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yang kurang memantau kegiatan di lapangan Belum optimal karena pengelolaan kebersihan sampah belum dilaksanakan secara terpadu Kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana
Sudah berjalan dengan baik, namun perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya retribusi Jumlah
A
B
C
D
∑
0,00
6,67
0,00
0,00
6,67
3,33
3,33
13,33
16,67
36,67
16,67
13,33
13,33
6,67
50,00
0,00
0,00
6,67
0,00
6,67
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Tabel 53 menunjukkan bahwa para akademisi lebih cenderung berpendapat bahwa kondisi organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan kurang berjalan dengan baik (16,67%), diikuti oleh LSM (13,33%), dan petugas/pamong
119
(13,33%). Pendapat yang menyatakan bahwa kondisi organisasi belum optimal karena pengelolaan kebersihan belum dilaksanakan secara terpadu, dinyatakan oleh pihak swasta (16,67%) dan petugas/pamong (13,33%). Dengan demikian pihak swasta lebih cenderung pada optimalisasi pengelolaan, sedangkan ketiga stakeholders lain lebih cenderung kepada mekanisme pengangkutan sampah yang belum berjalan dengan baik. (2)
Bentuk sistem organisasi Bentuk sistem organisasi untuk pengelolaan kebersihan lingkungan,
khususnya sampah kota sangat diperlukan agar program pengelolaan kebersihan lingkungan berjalan lancar, berkelanjutan, terpadu dan holistik. Hasil wawancara dan diskusi melalui Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar yang sekaligus sebagai responden terhadap bentuk sistem organisasi pengelolaan sampah menyatakan bahwa sebagian besar harapan pertama peserta diskusi agar yang mengelola sampah mampu memberdayakan warga masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan dikemukakan oleh sebanyak 50 persen responden. Harapan kedua, diperlukan organisasi yang dapat mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu dikemukakan oleh sebanyak 36,67 persen responden. Harapan pemangku kepentingan ketiga agar organisasi tersebut dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan lingkungan; harapan keempat adalah agar organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah, masing-masing dikemukakan oleh sebanyak 6,67 persen responden. Secara rinci distribusi pendapat pemangku kepentingan terhadap bentuk sistem organisasi pengelolaan sampah, disajikan pada Tabel 54.
120
Tabel 54 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap bentuk sistem organisasi Pendapat stakeholders (%) Bentuk sistem organsisasi
A
B
C
D
∑
0,00
0,00
0,00
6,67
6,67
6,67
0,00
0,00
0,00
6,67
10,00
13,33
20,00
6,67
50,00
3,33
10,00
13,33
10,00
36,67
Organisasi dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan Organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah Organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan Perlu organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu Jumlah
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Tabel 54 menunjukkan bahwa semua responden cenderung berpendapat bahwa organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat
dan swasta
dalam mengelola kebersihan lingkungan, khususnya sampah sejak awal perencanaan
sampai
pelaksanaannya.
Khususnya
pihak
petugas/pamong
menyatakan organisasi yang memberdayakan masyarakat dan swasta (20,00%) dan sistem pengelolaannya secara terpadu (13,33%). Sedangkan pihak swasta lebih cenderung mengemukakan bahwa organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu (13,33%). (3) Keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota Pengelolaan sampah, pada dasarnya harus dilakukan oleh berbagai pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah maupun swasta. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Jamaika (Pap 2003) yang mengamati perilaku institusi dan
121
warganegara atau rumahtangga dan swasta berkaitan dengan pengelolaan persampahan, yang mendapatkan hasil bahwa adanya keterkaitan dari tiga unsur dalam pengelolaan sampah, dapat menimbulkan inovasi baru terutama dalam merumuskan teknologi-teknologi baru. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pihak lain selain pemerintah untuk menangani pengelolaan sampah. Dengan adanya pihak lain dalam penanganan sampah diharapkan kebersihan kota akan tercapai, khususnya sampah kota. Hasil wawancara dengan stakeholders diperoleh 3 (tiga) pelibatan unsur lain di luar pemerintah, yang disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Keterlibatan pihak lain diluar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan
lingkungan, khususnya sampah kota Hasil analisis keterlibatan pihak lain di luar pemerintah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota menunjukkan harapan masyarakat yang terbanyak adalah perlu keterlibatan pihak swasta untuk berinvestasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah, yang dinyatakan oleh sebanyak 67 persen responden. Harapan masyarakat yang kedua, adalah perlunya keterlibatan perguruan tinggi untuk melakukan kajian di bidang pengelolaan sampah yang dinyatakan oleh sebanyak 20 persen responden. Harapan masyarakat yang ketiga adalah
perlunya melibatkan LSM sebagai pendamping bagi
masyarakat dan pemantauan kegiatan dinyatakan oleh sebanyak 13 persen
122
responden. Distribusi pendapat masing-masing pemangku kepentingan terhadap keterlibatan pihak lain dapat dilihat pada Tabel 55. Tabel 55 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap keterlibatan pihak lain Keterlibatan pihak lain
Pendapat stakeholders (%) A
B
C
D
∑
16,67
13,33
23,33
13,33
66,67
3,33
0,00
6,67
10,00
20,00
0,00
10,00
3,33
0,00
13,33
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Perlu keterlibatan pihak swasta dalam investasi untuk pengelolaan sampah
Perlu keterlibatan PT untuk melakukan kajian/penelitian di bidang pengelolaan sampah
Perlu melibatkan LSM sebagai pendamping bagi masyarakat dan pemantauan kegiatan Jumlah
Tabel 55 menunjukkan bahwa semua responden cenderung berpendapat bahwa keterlibatan pihak lain, dalam hal ini pihak swasta dapat berinvestasi untuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. Selain itu, LSM menyatakan juga keterlibatan LSM dapat berupa pendampingan kepada masyarakat dan pemantau kegiatan (10,00%), serta pihak swasta menyatakan keterlibatan perguruan tinggi untuk melakukan pengkajian atau penelitian di bidang pengelolaan sampah (10,00%). (4)
Bentuk keterlibatan pihak lain (di luar pemerintah) Program kebersihan lingkungan akan terwujud jika ada keterlibatan dari
berbagai lapisan masyarakat yang bahu membahu dan bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan. Menurut Bulle (1999) setiap anggota dari suatu komunitas mempunyai peran yang berbeda-beda, karena terdapat banyak cara partisipasi dalam pengelolaan sampah kota.
Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi
123
masyarakat sebagai individu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menyimpan sampah pada wadah yang tepat, memilah sampah yang dapat didaur ulang dengan bahan organik, meletakan sampah di tempat dan waktu yang telah tertentu, dan menjaga kebersihan lingkungan rumah. Adapun partisipasi masyarakat secara bersama-sama adalah partisipasinya dalam aktivitas organisasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan kota. Selanjutnya dikatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat terlibat dalam manajemen persampahan dan dalam bentuk kontribusi, misalnya bekerja sebagai penyapu atau membayar retribusi pengumpulan sampah. Partisipasi masyarakat yang lebih maju adalah dengan memberikan pendapat dan usulan untuk perbaikan pengelolaan sampah perkotaan. Partisipasi masyarakat yang paling baik adalah membentuk organisasi kemasyarakatan untuk memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan kota serta melakukan pengawasan. Hasil wawancara dengan stakeholders terhadap keterlibatan pihak lain (di luar pemerintah) dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung menunjukkan, bentuk keterlibatan pertama yang diharapkan adalah pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah dinyatakan oleh sebanyak 66,67 persen responden. Bentuk keterlibatan kedua, yaitu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dinyatakan oleh sebanyak 20 persen responden. Bentuk keterlibatan ketiga, yaitu masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R dinyatakan oleh sebanyak 13,33 persen responden. Adanya pilihan responden berupa pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam program pengelolaan sampah merupakan alternatif yang sangat strategis, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan sampah di kota Bandar Lampung yang hingga saat ini relatif belum terselesaikan dengan baik. Distribusi persentase pendapat stakeholders mengenai bentuk keterlibatan masyarakat, disajikan dalam Tabel 56.
124
Tabel 56 Distribusi persentase pendapat pemangku kepentingan (stakeholders) terhadap bentuk keterlibatan masyarakat Pendapat stakeholders (%) Bentuk Keterlibatan A
B
C
D
∑
3,33
3,33
6,67
0,00
13,33
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
3,33
10,00
6,67
0,00
20,00
Pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah
13,33
10,00
20,00
23,33
66,67
Jumlah
20,00
23,33
33,33
23,33
100,00
Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R
Tabel 56 menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menyatakan bahwa bentuk keterlibatan masyarakat adalah pola kemitraan antara pemerintah, pihak swasta, dan semua unsur masyarakat, dengan rincian para akademisi (13,33%), LSM (10,00%), petugas/pamong (20,00%), dan pihak swasta (23,33%). Selain itu, pihak LSM menyatakan juga bentuk keterlibatan tersebut adalah berupa keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan 3 R dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah (3,33% dan 10,00%), sedangkan pihak petugas/pamong
menyatakan juga masing-masing sebesar 6,67 persen. (5) Peran stakeholders dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung Pengelolaan sampah dengan melibatkan seluruh stakeholders merupakan alternatif kebijakan yang strategis. Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota memerlukan keterpaduan dan sinergis antarstakeholders. Seharusnya peran masing-masing stakeholders dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung diantaranya adalah: a.
Peran pemerintah kota 1.
Menentukan besarnya tarif jasa pengelolaan sampah.
2.
Memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan.
3.
Mengeluarkan peraturan pengelolaan sampah yang mengikat semua warga untuk menciptakan lingkungan yang bersih sehat dan nyaman.
125
4.
Memberikan pelayan pengelolaan sampah di daratan dan perairan yang terbaik bagi masyarakat. Perairan yang dimaksud adalah sungai, danau, saluran drainase dan laut.
5.
Menggunakan dana masyarakat secara transparan dan akuntabel untuk mengelola sampah.
6.
Melakukan pegawasan terhadap pengelola sampah yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat
7.
Menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan sampah secara memadai, termasuk menyediakan recycling centre di lokasi TPA.
8.
Mendorong dan mendukung masyarakat untuk melakukan kegiatan pengurangan dan pemanfaatan sampah melalui pendekatan 4R.
9.
Melakukan pembinaan kepada masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah
b. Peran warga masyarakat 1.
Melakukan pengurangan timbulan sampah dari sumbernya yaitu melalui pendekatan 4R serta melakukan pemisahan sampah sejak dari rumahtangga.
2.
Memanfaatkan, mengolah, dan membuang sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah dan membayar retribusi pengelolaan sampah, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengelola sampah swakelola.
4.
Mendapatkan informasi mengenai pemanfaatan dana masyarakat oleh pemerintah maupun pengelola sampah swakelola.
5.
Bertindak sebagai pengawas untuk menjaga agar sistem pengelolaan sampah berjalan dengan baik.
6.
Berperan sebagai sumberdaya manusia untuk mengoperasikan maupun memelihara sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
7.
Mengurangi pencemaran lingkungan dengan memanfaatkan sampah untuk kegiatan ekonomi, baik dilakukan secara perorangan atau kelompok, maupun bekerjasama dengan pelaku usaha.
126
8.
Menyiapkan pewadahan sampah sesuai dengan peraturan/standar tempat sampah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
c.
Peran swasta 1.
Menerapkan konsep recycle, teknologi ramah lingkungan dan nir limbah dalam berproduksi
2.
Melakukan pengemasan terhadap produk dengan bahan yang ramah lingkungan dan seminimal mungkin menghasilkan sampah
3.
Mengoptimalkan bahan daur ulang sebagai bahan baku produk
4.
Menarik/membeli kembali kemasan plastik/logam/gelas/kertas produk yang telah dimanfaatkan oleh konsumen dan masyarakat.
5.
Menampung sementara kemasan-kemasan bekas dari konsumen
6.
Membayar biaya kompensasi pengolahan kemasan yang tidak dapat didaur ulang dengan teknologi yang berkembang saat ini
7.
Membantu upaya pengurangan/pemanfaatan sampah yang dilakukan pemerintah dan masyarakat.
d. Peran perguruan tinggi 1.
Melakukan kajian dan action research (penelitian aksi) mengenai bentuk pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.
2.
Memberikan sumber informasi dan pengenalan teknologi pengolahan sampah kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.
3.
Melakukan pendidikan dan pelatihan kepada warga masyarakat dalam mengolah dan mengelola sampah berdasarkan jenis sampah.
4.
Membimbing dan membina warga masyarakat dalam proses pemasaran hasil-hasil daur ulang.
e.
Peran lembaga swadaya masyarakat (LSM) 1.
Pendamping warga masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.
2.
Pemantauan proses pelaksanaan di lapangan sebagai mitra pemerintah.
3.
Membantu perguruan tinggi untuk meningkatkan aspek pengetahuan dan
127
keterampilan warga masyarakat dalam mengolah dan mengelola daur ulang sampah, baik organik maupun anorganik. 4.
Bersama-sama perguruan tinggi memberikan masukan dan saran kepada pemerintah daerah dan pihak swasta dalam proses pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota.
5.3.3
Peran stakeholders terhadap pemberdayaan masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders), yakni perguruan tinggi/akademisi, pihak pengusaha/swasta, petugas pemerintah (termasuk pamong), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), diperoleh rendahnya distribusi peran stakeholders terhadap tingkat pemberdayaan masyarakat di kota Bandar Lampung saat penelitian dilakukan. Peran perguruan tinggi, pihak swasta, petugas pemerintah dan LSM sebagai stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat menunjukkan kecenderungan kategori rendah dengan rata-rata sebesar 45,12 persen, tingkat keberdayaan masyarakat kategori sangat rendah dengan rata-rata sebesar 30,00 persen, sedangkan tingkat keberdayaan masyarakat kategori cukup dan kategori tinggi masing-masing dengan rata-rata sebesar 13,81 persen dan 11,07 persen. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara peran stakeholders dengan keberdayaan masyarakat.
Distribusi persentase peran para pemangku
kepentingan terhadap keberdayaan masyarakat, dapat dilihat pada Tabel 57. Tabel 57 Distribusi persentase peran para stakeholders terhadap keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Peran Stakeholders PT/Akademisi Swasta Pemerintah LSM Rata-rata (%)
Sangat Rendah 0,00 28,57 20,00 71,43 30,00
Keberdayaan masyarakat(%) Cukup Rendah Tinggi Tinggi 83,33 16.67 0,00 28,57 28,57 14,29 40,00 10,00 30,00 28,57 0,00 0,00 45,12 13,81 11,07
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Total (n) 6 7 10 7 30
128
Tabel 57 menunjukkan bahwa peran stakeholders yang rendah menggambarkan rendahnya keberdayaan masyarakat, sebaliknya jika peran stakeholders tinggi, maka keberdayaan masyarakat juga tinggi. Khususnya para akademisi menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat rendah mencapai 83,33 persen, dan pihak LSM menyatakan keberdayaan masyarakat sangat rendah mencapai 71,43 persen. Hasil uji koefisien kontingensi Fisher (Chi square) diperoleh χ 2 hitung = 15,95 lebih besar dari χ 2 tabel = 14,684 (Lampiran 11). Hal ini berarti terima H1 atau tolak H0 sehingga ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, swasta, petugas/pamong, dan LSM (stakeholders) dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan. 5.4. Simpulan Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung perlu melibatkan peran aktif stakeholders yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing. Sebagian besar pemangku kepentingan (stakeholders) menyatakan peran stakeholders dalam mendukung pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan masih rendah. Untuk itu, keterlibatan pihak lain di luar pemerintah melalui kemitraan dengan semua pemangku kepentingan akan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah perkotaan. Pola kemitraan antarstakeholders merupakan organisasi yang efisien dan efektif dalam manajemen persampahan terpadu dan holistik. Hasil analisis statistik koefisien kontingensi Fisher menggunakan SPSS 15 for Windows teruji bahwa ada peran yang signifikan dari perguruan tinggi, swasta, petugas/pamong, dan LSM dalam mendukung upaya pemerintah daerah memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung. Hal ini, memberi petunjuk bahwa permasalahan sampah kota hanya dapat diatasi dengan pola melibatkan seluruh
129
pemangku kepentingan dan komponen masyarakat lainnya secara terpadu dan holistik. Keberdayaan masyarakat akan optimal apabila adanya suatu bentuk konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan.
VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung telah dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, namun belum terpadu dan belum holistik. Agar pemberdayaan masyarakat berhasil, dibutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan (stakeholders) secara terpadu dan holistik sehingga program kebersihan lingkungan berkelanjutan dapat diwujudkan. Pada bagian ini, konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung disusun atas dasar hasil wawancara dengan pakar mengenai kebijakan pengelolaan sampah dan dianalisis dengan metode AHP. Pengolahan data digunakan program expert choice 2000. Prioritas pertama dari strategi kebijakan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan adalah pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta dan masyarakat, sebagai konsep pemberdayaan masyarakat. Prioritas kedua implementasi kebijakan dan penegakan hukum, prioritas ketiga pengolahan dengan teknik sanitary landfill dan prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Kata Kunci: prioritas, strategi dan kebijakan, pemberdayan masyarakat, AHP 6.1.
Pendahuluan Dalam rangka menurunkan volume sampah, pemerintah kota Bandar
Lampung sudah mencanangkan program “Ayo Bersih-Bersih” untuk menjaga kebersihan lingkungan. Melalui program tersebut diharapkan permasalahan sampah di kota Bandar Lampung dapat dikurangi. Kebijakan dan program pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan sampah adalah dengan melakukan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pembuangan, dan pemusnahan sampah. Di beberapa kelurahan dan pasar, sudah ada pemberdayaan masyarakat untuk melakukan daur ulang sampah, namun upaya tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan.
Pengelolaan sampah kota melalui pemberdayaan
masyarakat dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk tidak hanya menjadi penghasil sampah, tetapi juga dapat mengolah dan mengelola sampah secara mandiri yang bernilai ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan
131
konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 6.2. Metode penelitian Dalam bab ini, metode pengumpulan data menggunakan metode dan data yang ada di bab-bab sebelumnya (dalam bab 3, 4, dan 5). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dengan 30 orang responden untuk menyusun konsep pemberdayaan masyarakat sebagai data primer dari semua variabel terkait yang diukur dengan tahapan: (1) penyusunan hirarki, (2) penilaian kriteria dan alternatif, (3) penentuan prioritas, dan (4) konsistensi logis. Untuk mempertajam analisis, dalam penyusunan konsep pemberdayaan masyarakat dilengkapi dengan teknik Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar. Analisis data yang digunakan dalam menyusun konsep pemberdayaan masyarakat adalah dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan diolah dengan program expert choice 2000. Pengambilan keputusan dengan AHP adalah suatu tahapan dalam mengambil kebijakan dengan membandingkan tingkat kepentingan satu elemen dengan elemen lainnya dalam skala nilai (Saaty 1993). Tabel 58 Skala penilaian perbandingan pasangan Nilai skor 1
Keterangan Kriteria yang satu dengan yang lainnya sama penting
3
Kriteria yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dibanding kriteria lainnya.
5
Kriteriayangsatusifatnyalebih penting (lebih kuat ) dibanding kriteria lainnya
7
Kriteria yang satu sangat penting dibanding kriteria lainnya
9
Kriteria yang satu ekstrim pentingnya dibanding kriteria lainnya
2, 4, 6, 8
Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
132
6.3. Hasil dan Pembahasan 6.3.1. Analisis AHP tentang pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung Analisis terhadap komponen yang dominan dari pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung menggunakan pendekatan AHP. Hasil wawancara dengan para pakar yang terlibat, diperoleh diagram hirarki AHP yang disajikan pada Gambar 17. Pemberdayaan masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
PEMKOT 0,436 (0,002)*
Dukungan kebijakan pemerintah kota
0,445
Alternatif
Implementasi kebijakan dan penegakan Hukum 0,254
SWASTA 0,145 (0,035)
MASYARAKAT 0,233 (0,003)
Sarana dan prasarana pengelolaan sampah 0,115
Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah 0,107
PT 0,110 (0,0006)
Sistem pembuangan dan pengolahan sampah
0,163
Pengolahan dengan teknik sanitary landfill 0,155
LSM 0,076 (0,0002)
Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah 0,277
Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat
0,483
Gambar 17 Diagram hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ==> *) nilai rata-rata simpangan baku dengan metode Bootstrap
133
Hirarki AHP disusun dalam empat level yang memperlihatkan proses penetapan prioritas yang dimulai dari goal pada level satu yaitu pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung. Level dua adalah aktor sebagai stakeholders yang terdiri atas pemerintah kota, swasta, masyarakat, perguruan tinggi, dan LSM. Level tiga adalah kriteria yang terdiri atas dukungan kebijakan pemerintah kota, sarana dan prasarana pengelolaan sampah, sistem pembuangan dan pengolahan sampah, organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah. Level empat adalah alternatif yang terdiri atas implementasi kebijakan dan penegakan hukum, peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, pengolahan dengan teknik sanitary landfill, pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta, dan masyarakat. Hasil AHP dengan pakar setelah dilakukan uji Bootstrap dengan lima kali pengulangan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mencari nilai simpangan baku (Standar Deviasi) pakar per level. Berdasarkan hasil nilai simpangan baku pakar, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. Jika nilai simpangan baku < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima (Lampiran 14). 6.3.2. Analisis data penilaian tingkat kepentingan stakeholders dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Hasil analisis data dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan diolah dengan program expert choice 2000 penilaian tingkat kepentingan masing-masing kelompok stakeholders sebagai aktor yang berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Gambar 18.
134
Keterangan : Pemkot Masy SWT PT LSM
: Pemerintah Kota : Masyarakat : Swasta : Perguruan Tinggi : Lembaga Swadaya Masyarakat
Gambar 18 Stakeholders yang berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung Analisis pendapat pakar dengan menggunakan metode AHP memerlihatkan bahwa stakeholders sebagai aktor yang paling berkepentingan terhadap penentuan alternatif kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung adalah pemerintah kota dengan bobot nilai 0,436. Stakeholders yang paling berkepentingan kedua adalah masyarakat dengan bobot nilai 0,233. Stakeholders ketiga adalah pihak swasta dengan bobot nilai 0,145. Stakeholders keempat adalah perguruan tinggi dengan bobot nilai 0,110. Stakeholders kelima yang berkepentingan adalah LSM dengan bobot nilai 0,076. Hasil pembobotan tingkat kepentingan stakeholders menunjukkan bahwa pemerintah kota
memiliki tingkat kepentingan yang paling tinggi terhadap
alternatif kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung. Hal tersebut disebabkan pemerintah kota mempunyai peran dan kewenangan sebagai pembuat kebijakan dan program kebersihan lingkungan dengan mengacu kepada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
135
Sebagai stakeholders, masyarakat mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengelolaan sampah. Dalam hal ini, masyarakat sangat penting untuk diberdayakan agar mampu melakukan berbagai upaya penanganan pengelolaan sampah sehingga mempunyia nilai tambah dan
bermanfaat. Hal ini sejalan
dengan bunyi Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab XI Pasal 70 menyatakan bahwa: (1) masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (2) peran masyarakat dapat berupa: (a) pengawasan sosial, (b) pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan, dan/atau (c) penyampaian informasi dan/atau laporan, (3) peran masyarakat dilakukan untuk: (a) meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (b) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan, (c) menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, (d) menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, dan (e) mengembangkan dan menjaga budaya serta kearifan lokal (dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan). Kebersihan lingkungan sebagai program bersama, dapat dikaitkan dengan kegiatan gotongroyong (bahasa Lampung: Sakai Sambayan), kerjabakti dalam bentuk rekreasi bersih, fun, dan berkolaborasi dengan lembaga legislatif sehingga peran masyarakat semakin meluas. Dengan demikian akan memperkuat social cohessiveness and community building. Menumbuhkembangkan rasa memiliki bersama dalam masyarakat akan mendorong keinginan bersama mengatasi masalah sampah sebagai ancaman (threats) terhadap lingkungan. Stakeholders lainnya yang berkepentingan adalah pihak swasta. Hasil penelitian menunjukkan pihak swasta mempunyai peran terhadap pengelolaan kebersihan lingkungan. Tanggung jawab sosial swasta diantaranya dapat memberikan implikasi positif terhadap perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan melalui Coorporative Social Responsibility (CSR), dan memperkuat investasi dunia usaha sehingga dapat meningkatkan dan menguatkan jaringan kemitraan serta kerjasama antara pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lainnya. Hasil penelitian ini
136
didukung juga oleh pernyataan Santosa (2001) yang mengemukakan bahwa kebijakan dunia usaha di bidang lingkungan hidup dapat diidentifikasikan dalam berbagai fase, yaitu fase reaktif, menerima, konstruktif dan fase proaktif, untuk mendorong dunia usaha memiliki proaktivisme terhadap lingkungan dengan pendekatan pemberian tekanan, sangat dipengaruhi oleh berbagai stakeholders eksternal dalam mewujudkan tekanan. Sebagai Stakeholders, perguruan tinggi juga mempunyai kepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Perguruan tinggi memiliki kewajiban dalam menerapkan tanggungjawab Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu, pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan sumberdaya yang dimiliki, perguruan tinggi dapat memberikan inovasi-inovasi baru dalam bentuk teknologi pendidikan dan pelatihan dalam pengelolaan kebersihan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Demikian juga halnya dengan stakeholders lainnya, yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Tingkat kepentingan LSM adalah dalam hal melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan tentang efektifitas penerapan ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, bersama perguruan tinggi melakukan pelatihan sebagai upaya penyadaran pada masyarakat terhadap kualitas dan pemeliharaan lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya adalah hak class actions serta legal standing yang dapat ditempuh. Hak hukum dari LSM sebagai penunjang pengelolaan lingkungan hidup dijamin secara tegas berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 pasal 92 (1) Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Koordinasi dan kerjasama pada pengelolaan sampah sangat diperlukan mengingat setiap anggota dari suatu komunitas pengelola sampah mempunyai peran yang berbeda. Namun demikian, selain adanya koordinasi dan kerjasama yang harmonis (Bulle 1990, Wilson et al 2001), hal lain yang juga diperlukan
137
agar semuanya berhasil adalah melakukan kampanye dalam pengelolaan kebersihan lingkungan.
Untuk mencapai keberhasilan kampanye tersebut
diperlukan kemahiran dalam mengkombinasikan berbagai cara kampanye dan sosialisasi agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat atau kelompok target serta seluruh stakeholders terhadap isu manajemen persampahan. 6.3.3. Analisis data penilaian tingkat kepentingan kriteria dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Hasil analisis gabungan pendapat seluruh stakeholders terhadap level kriteria dengan menggunakan metode AHP menunjukkan dukungan kebijakan dari pemerintah kota Bandar Lampung menjadi urutan pertama dengan bobot nilai 0,445. Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah pada urutan kedua dengan bobot nilai 0,277. Sistem pembuangan dan pengelolaan sampah pada urutan ketiga dengan bobot nilai 0,163. Kriteria sarana dan prasarana pengelolaan sampah pada urutan keempat dengan bobot nilai 0,115, disajikan pada Gambar 19.
Keterangan : DKP : dukungan kebijakan dari pemerintah kota OKPS: organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah SPPS : sistem pembuangan dan pengolahan sampah SPS : sarana dan prasarana pengelolaan sampah
Gambar 19 Kriteria pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung Dukungan kebijakan dari pemerintah kota menjadi kriteria pertama yang sangat dibutuhkan guna mencapai keberhasilan program kebersihan lingkungan di
138
kota Bandar Lampung. Pemerintah kota dapat membuat kebijakan-kebijakan strategis tentang tata cara pengelolaan kebersihan lingkungan dengan berpedoman pada UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dan peraturan sebagai landasan hukum merupakan kriteria dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah menjadi pilihan kriteria kedua yang merupakan salahsatu wadah untuk mengimplementasikan program kebersihan lingkungan. Pemerintah sebagai lembaga publik, dalam mewujudkan keberhasilan program kebersihan diharapkan menjadi fasillitator penyedia sarana dan prasarana serta memberikan informasi dalam pengelolaan sampah yang mampu merangkul semua stakeholders terutama swasta untuk berinvestasi dalam pengelolaan sampah. Kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial yang membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam (Moningka 2000, Muller-Glode 1994). Pada penelitian ini sistem pembuangan dan pengelolaan sampah menjadi pilihan kriteria ketiga, mengingat sistem pembuangan dan pengelolaan sampah sangat berpengaruh dalam menjaga kebersihan lingkungan. Sistem pembuangan sampah yang diharapkan oleh masyarakat kota Bandar Lampung adalah pembuangan dengan cara pengangkutan yang dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu. Selanjutnya masyarakat diharapkan dapat melakukan pemilahan sampah yang akan dibuang antara sampah organik dan anorganik serta sudah dibungkus dengan baik sehingga sampah tidak berceceran. Dalam hal ini, proses komunikasi dan sosialisasi tentang pemilahan sampah secara berkelanjutan kepada masyarakat perlu dilakukan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Utami (2008) yang mengemukakan
bahwa
kegiatan
menunjukkan hasil yang signifikan.
sosialisasi
tentang
pemilahan
sampah
139
Sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan pilihan kriteria keempat, namun demikian keberadaan sarana dan prasarana ini sangat diperlukan dalam mendukung program kebersihan lingkungan, karena tanpa adanya sarana dan prasarana maka pengolahan sampah tidak akan dapat dilakukan dengan baik. Sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan pilihan kriteria terakhir, menjadi suatu petunjuk bahwa dalam melakukan pengelolaan sampah yang paling utama adalah ada kebijakan dan program aksi dari pemerintah kota Bandar Lampung untuk melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. 6.3.4. Analisis penilaian tingkat kepentingan alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Landasan kebijakan baru dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah bersifat partisipatif, desentralisasi dan mengacu pada prinsip-prinsip efisiensi ekonomi, keadilan, dan keberlanjutan ( Budiharsono 2001, Helmi 2002). Dari hasil analisis dengan pendekatan AHP diperoleh alternatif kebijakan dalam pengelolaan kebersihan
lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung,
seperti disajikan pada Gambar 20.
Keterangan : PK IKPH SL PSP
: Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyrakat : Implementasi kebijakan dan penegakan hukum : Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill : Peningkatan sarana dan prasarana
Gambar 20 Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
140
Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat merupakan alternatif kebijakan yang menempati prioritas pertama dengan nilai pembobotan sebesar 0,483. Prioritas kedua adalah implementasi kebijakan dan penegakan hukum dengan nilai pembobotan sebesar 0,254. Prioritas ketiga adalah pengolahan dengan teknik sanitary landfill dengan nilai pembobotan sebesar 0,155, dan prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana sebesar 0,107. Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta, dan masyarakat menjadi prioritas pertama karena hasil program kebersihan lingkungan akan dapat dicapai jika ada kerjasama antara stakeholders tersebut. Dalam hal ini, pemerintah kota Bandar Lampung berperan sebagai pembuat kebijakan dan peraturan tentang kebersihan lingkungan,
pihak swasta menjadi mitra pemerintah kota untuk
terlibat dalam investasi peralatan dan pengelolaan sampah, sedangkan masyarakat sebagai pelaku pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip 4R. Dengan adanya pola kemitraan yang harmonis antarstakeholders tersebut, maka akan tercapai program kebersihan lingkungan yang berkelanjutan Alternatif kebijakan prioritas kedua, yaitu implementasi kebijakan dan penegakan hukum telah dilakukan melalui berbagai upaya untuk mencapai kota Bandar Lampung yang bersih dan hijau. Namun demikian, kebijakan tentang kebersihan lingkungan yang telah dibuat agar dapat diimplentasikan di lapangan masih perlu ditindaklanjuti dengan tindakan tegas bagi pelanggar kebersihan lingkungan. Alternatif kebijakan prioritas ketiga adalah pengolahan dengan teknik sanitary landfill. Sistem pengelolaan sampah di TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum baik, sehingga menimbulkan protes dari warga masyarakat sekitarnya. Menurut masyarakat, TPA Bakung telah menimbulkan penyakit, bau busuk, populasi lalat meningkat, pencemaran udara (sampah dibakar), dan menurunnya produktivitas lahan pertanian.TPA dapat mengacu pada rekayasa fasilitas untuk pemusnahan limbah yang dirancang dan dioperasikan untuk meminimumkan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, mempunyai sistem yang dapat mengisi, mengumpulkan, dan mengendalikan lindi
141
(Tchobanoglous 1990, Manahan 1994). Sampah-sampah yang tidak dapat diolah dan diproses secara khusus, dibuang dengan cara sanitary landfill. Oleh karena itu, TPA Bakung perlu dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah yang mampu mengolah lindi yang dihasilkannya. Alternatif prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan merupakan salahsatu permasalahan yang sedang terjadi di kota Bandar Lampung. Keadaan tersebut sangat mempengaruhi mobilitas kegiatan pengelolaan sampah. Dengan demikian, diharapkan adanya peningkatan jumlah sarana dan prasarana kebersihan dimulai dari tempat menampung sampah sampai dengan pengangkutan sampah ke TPA, agar mobilitas pengelolaan kebersihan lingkungan berjalan secara optimal.
6.4.
Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan Kota Bandar Lampung Analisis dengan pendekatan AHP terhadap pengelolaan kebersihan
lingkungan di kota Bandar Lampung menghasilkan pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta merupakan alternatif utama dalam kebijakan dan program kebersihan lingkungan berkelanjutan. Masyarakat perguruan tinggi, masyarakat pengusaha sebagai pihak swasta, masyarakat yang tergabung dalam organisasi non pemerintah/LSM, dan warga masyarakat lainnya sebagai salahsatu penghasil sampah diberdayakan untuk berperan aktif melakukan pengelolaan sampah, yaitu dimulai dari sumber sampah. Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri dan atau bersamasama bermitra dengan badan usaha/pihak swasta dalam pengelolaan sampah. Kemitraan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dengan badan usaha atau pihak swasta dengan didukung secara aktif oleh perguruan tinggi dan LSM. Pihak swasta bekerjasama dengan warga masyarakat yang melakukan pemilahan sampah dan memproduksi bahanbahan daur ulang. Warga masyarakat berperan untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik serta melaksanakan 4R.
142
Keterkaitan antarstakeholders dalam bentuk kemitraan memberikan manfaat dalam peningkatan kesejahteraan warga, mengurangi volume sampah, dan terwujudnya kebersihan lingkungan yang berkelanjutan, seperti disajikan pada Gambar 21.
Pengawasan Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah Kota Operasi dan pemeliharaan Pendanaan Operasional Pengadaan Pemeliharaan Perguruan Tinggi
LSM
Sumber informasi dan pengenalan inovasi teknologi pengelolaan sampah kepada masyarakat
Pendampingan dan supervisor dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah
Kemitraan
Masyarakat Pemilahan sampah organik dan anorganik serta melaksanakan 4 R
Swasta - Produksi produk 4R - Teknologi nir limbah - Produk ramah lingkungan - Kemasan ramah lingkungan
Manfaat -
Peningkatan kesejahteraan masyarakat Pengurangan volume sampah Kebersihan lingkungan berkelanjutan
Gambar 21 Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
143
Pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota Bandar lampung dalam pengelolaan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai stakeholders bergabung dalam suatu bentuk “ Dewan Kebersihan Lingkungan Kota” yang terdiri atas pemerintah kota, masyarakat, pihak swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. Pemerintah kota yang berperan sebagai operasi dan pemeliharaan, mencakup aspek pendanaan, operasional, pengadaan, dan pemeliharaan.
Warga masyarakat
berperan dalam melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik, pemanfaatan sampah melalui pengomposan, dan mendaur ulang barang-barang bekas menjadi aneka kerajinan tangan. Mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan produksi maka dapat diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
dan
akan
mengurangi
volume
sampah,
dan
terbentuknya kebersihan lingkungan berkelanjutan. Pihak swasta berperan melakukan kerjasama dengan warga masyarakat dalam hal pemanfaatan sampah yang bernilai ekonomis dengan memproduksi produk 4R, teknologi nirlimbah, produk ramah lingkungan, dan kemasan yang ramah lingkungan. Kegiatan swasta diawasi oleh pemerintah dan pengusaha. Perguruan tinggi berperan sebagai sumber informasi dan pengenalan inovasi teknologi pengelolaan sampah kepada masyarakat, sedangkan LSM berperan sebagai pendamping dan supervisor dalam pendampingan pelaksanaan program. Perguruan tinggi dan LSM sebagai mitra dapat juga berperan sebagai pemberi masukan untuk rencana pengembangan program dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah kota Bandar Lampung, selain mengikutsertakan masyarakat untuk berperan menangani masalah sampah, paling tidak dalam mengurangi jumlah timbulan sampah dimanapun mereka berada. Oleh sebab itu, strategi dalam meminimalisasi timbulan sampah dapat dilakukan dengan pendekatan waste reduction and prevention.
144
6.5. Simpulan Strategi kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah sebagai
berikut. a. Pemerintah kota merupakan aktor yang paling berkepentingan dalam penentuan kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan alternatif pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta, dan masyarakat. Kerjasama antarstakeholders dalam bentuk kemitraan akan mengatasi masalah sampah yang selama ini dihadapi pemerintah kota Bandar Lampung. b. Adanya implementasi terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung dapat mengatur tata cara pengelolaan sampah, mulai dari sumber sampah sampai ke TPA, meletakkan posisi, hak dan kewajiban masing-masing stakeholders serta mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran peraturan dalam pengelolaan sampah. Penegakan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan kebersihan lingkungan tersebut diharapkan akan membentuk masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. c. Ketersediaan sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah diperlukan untuk menghindari laju penimbulan sampah di kota Bandar Lampung yang semakin meningkat. d. Kemitraan antara pemerintah kota, swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan warga masyarakat lainnya merupakan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung.
VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari TPA yaitu sistem liner berlapis yang berfungsi untuk meminimumkan migrasi lindi ke air tanah. Persyaratan tersebut pada dasarnya sesuai dengan harapan para stakeholders yang menginginkan TPA Bakung mendekati kondisi ideal Jika pembuatan TPA tidak dilakukan dengan hati-hati, pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya kebocoran sehingga air lindi akan keluar dan mencemari lingkungan. Sesuai dengan pendapat Tchobanoglous et al (1993) yang menyatakan bahwa lindi merupakan pencemar yang akan mencemari lingkungan dalam jangka waktu yang lama. Dampak dari pencemaran yang berasal dari sampah dan lindi sekitar TPA yang berupa bau busuk gas amoniak dan gas H2S dirasakan masyarakar sekitar TPA. Lindi harus dikelola dengan sangat baik, mengingat keberadaan lindi dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran pada perairan di sekitar TPA. Selain gas amoniak dan gas H2S, TPA Bakung juga menghasilkan gas metana yang jumlahnya dapat mencapai 50 persen dari gas yang ada di TPA. Gas metana ini selanjutnya akan masuk ke atmosfir dan menyumbangkan 2 - 4 persen dari pemanasan global gas rumah kaca. Hasil pengamatan di lapangan memerlihatkan bahwa sebagian besar sampah yang masuk ke TPA Bakung kota Bandar Lampung adalah sampah organik, yakni sampah-sampah basah sisa kegiatan domestik yang mudah diuraikan. Untuk itu, pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung yang ideal, adalah sampah tidak dibuang ke TPA Bakung, tetapi sampah basahnya dijadikan kompos dan sampah keringnya dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan tangan. Kondisi ini dapat diimplementasikan di lapangan, apabila pemerintah kota Bandar Lampung melakukan sosialisasi ke masyarakat secara intensif. Tanpa pemberdayaan masyarakat, TPA Bakung harus ditutup tahun 2012 karena sudah akan melampaui batas kapasitas daya dukung. Namun demikian, apabila pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara optimal, umur TPA Bakung yang didasarkan pada volume sampah kota Bandar Lampung adalah sekitar 15-20 tahun (sampai tahun 2020 – 2025). Pemberdayaan masyarakat dapat
146
berupa pengolahan sampah oleh masyarakat, misalnya sampah organik diolah menjadi kompos, dan limbah anorganik dijadikan bahan baku untuk kerajinan tangan (home industry), serta mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama atau berkali-kali dapat dipakai yang akan sangat mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Bakung. Analisis isi terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, menunjukkan bahwa undang-undang tersebut sudah mengakomodir berbagai aspek pengelolaan sampah,
peran
stakeholders (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha), dan kerjasama serta kemitraan dalam pengelolaan sampah. Namun demikian, khusus untuk keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, belum memuat secara jelas bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Uji statistik koefisien kontingensi dari Fisher memerlihatkan adanya hubungan yang nyata (signifikan) antara kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung dengan keberdayaan masyarakat. Ketersediaan sarana-prasarana untuk pengelolaan sampah, kapasitas tampung TPA Bakung, dan jumlah petugas kebersihan yang merupakan kebijakan dan program pemerintah kota secara bersama-sama memberi kontribusi terhadap keberdayaan masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa keberdayaan masyarakat tidak hanya tergantung pada keinginan atau kemauan masyarakat semata, namun perlu dukungan kebijakan pemerintah kota, berupa
sarana prasarana yang
mencukupi dan kemampuan kapasitas tampung TPA serta jumlah petugas kebersihan untuk melaksanakan pengelolaan sampah Masyarakat merupakan salahsatu komponen penghasil sampah, sehingga pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan karakteristiknya dalam upaya kebersihan lingkungan sangat strategis. Karakteristik masyarakat yang terdiri dari jenis pekerjaan,
tingkat pendapatan, jarak rumah dengan TPS, jarak rumah
dengan TPA, dan persepsi masyarakat (kecuali pendidikan yang tidak signifikan) memberikan kontribusi terhadap strategi pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Beragamnya karakteristik tersebut, secara nyata memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengelolaan
kebersihan
lingkungan
147
berkelanjutan. Harapan masyarakat terhadap kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan dan pemberdayaaan masyarakat dalam
pengelolaan
kebersihan lingkungan berkelanjutan memberikan gambaran yang cukup utuh bahwa diperlukan adanya strategi pemberdayaan masyarakat yang terpadu dan holistik. Persepsi masyarakat terhadap program pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung menunjukkan positif. Positifnya persepsi masyarakat memberikan nilai tambah terhadap keterlibatan masyarakat dalam program kebersihan lingkungan. Analisis menggunakan metode AHP menunjukkan bahwa stakeholders yang paling berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah pemerintah kota Bandar Lampung sebagai penentu kebijakan dan pengambil keputusan yang menentukan berhasil-tidaknya pengelolaan kebersihan lingkungan. Stakeholders kedua yang harus diperhatikan kepentingannya dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah warga masyarakat sebagai penghasil sampah dapat mendaurulang sampah yang dihasilkan dan sekaligus dimensi kohesi sosial diperkuat, maka pengelolaan kebersihan lingkungan kota Bandar Lampung akan berhasil.
Stakeholders ketiga yang juga harus diperhatikan dalam program
pengelolaan kebersihan lingkungan adalah pihak swasta yang dapat turutserta membiayai pengelolaan kebersihan lingkungan melalui Cooperative Social Responsibility (CSR) dan dengan memiliki berbagai pengalaman untuk mengkomersialkan bahan-bahan sampah yang selama ini tidak dilihat sebagai suatu yang dapat dikomersialkan. Stakeholders keempat adalah perguruan tinggi yang selama ini kurang dilibatkan, berkepentingan pada pengelolaan kebersihan lingkungan dapat berperan untuk memberikan inovasi-inovasi teknologi yang bersifat netral. Stakeholders kelima yang
berkepentingan pada pengelolaan
kebersihan lingkungan adalah LSM yang berfungsi sebagai mitra dan terlibat dalam memberikan masukan dan pengawasan di lapangan. Pola kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan dapat berbentuk suatu “komisi atau dewan kebersihan lingkungan kota yang berkelanjutan”. Analisis gabungan pendapat dari seluruh stakeholders terhadap level kriteria untuk melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan yang harus diperhatikan pertama kali adalah dukungan kebijakan dari pemerintah kota Bandar
148
Lampung, karena tanpa adanya dukungan kebijakan maka pengelolaan kebersihan lingkungan tidak akan berhasil. Kriteria kedua yang harus diperhatikan adalah dibentuknya organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah, mengingat dengan adanya organisasi kemasyarakatan akan dapat memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam pengelolaan persampahan kota serta melakukan pengawasan. Disamping itu,
banyak juga hal positif lainnya jika dibentuk
organisasi dan kelembagaan pengelolaan kebersihan lingkungan.
Kriteria
selanjutnya yang harus diperhatikan adalah ketersediaan sistem pembuangan dan pengelolaan sampah, dan kriteria terakhir yang tak kalah pentingnya adalah aspek sarana dan prasarana pengelolaan sampah. Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan yang pertama harus diperhatikan adalah melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat. Alternatif kedua adalah implementasi kebijakan dan penegakan hukum, karena rencana atau kebijakan apapun tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak langsung diimplementasikan di lapangan. Alternatif ketiga adalah pengelolaan dengan teknik sanitary landfill mengingat TPA Bakung saat ini masih menjadi penyebab terjadinya pencemaran lingkungan sehingga perlu dilengkapi dengan teknologi yang ramah lingkungan. Adapun alternatif keempat adalah ketersediaan sarana dan prasarana karena program yang dibuat hanya akan sia-sia dan tidak akan membantu terlaksananya implementasi kebijakan dan penegakan hukum dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan tanpa dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Menyadari hal tersebut, diperlukan visi pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah menuju pengelolaan zero waste (sampah tanpa sisa). Hal ini sejalan dengan Conference of the Parties (COP) tahun 1997 yang menghasilkan kesepakatan internasional untuk mengelola perubahan iklim global, salahsatunya program mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism). 7.2. Transformasi TPA Menuju Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan di Bandar Lampung memerlukan perubahan secara adaptif dengan mempertimbangkan aspek karakteristik masyarakat, kondisi sosial dan budaya
149
masyarakat Bandar Lampung yang pluralistik, aspek lingkungan sekitar, volume sampah, dan jenis sampah yang dihasilkan. Untuk perubahan ini memerlukan waktu dan cara pandang terhadap sampah. Mengubah mind set dari sampah tidak berguna bahkan mengganggu menjadi sampah sebagai renewable resource melalui pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang melibatkan seluruh stakeholders (pemerintah, masyarakat perguruan tinggi, masyarakat wirausaha/pihak swasta, masyarakat yang tergabung dalam LSM lingkungan, dan warga masyarakat lainnya). Perubahan cara pandang tersebut melalui proses pendidikan, pelatihan dan proses sosialisasi secara intensif kepada seluruh lapisan masyarakat tentang kebersihan lingkungan dan pemanfaatan sampah yang didukung oleh regulasi dan atau peraturan daerah tentang kebersihan lingkungan yang tegas, akan dapat mengurangi volume sampah, dan dapat menambah pendapatan masyarakat, sekaligus dapat mewujudkan zero waste management menuju kebersihan lingkungan berkelanjutan. Sebagai contoh, Pemerintah Jepang (Cohen dan Uphoft 1997) memerlukan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Pendekatan sistem reduce (mengurangi), reuse (penggunaan kembali) dan recycling (daur ulang) adalah suatu model relatif aplikatif yang dianjurkan dan bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah Program “Ayo Bersih-Bersih” kota Bandar Lampung secara konsep belum memenuhi mekanisme pengelolaan sampah seperti di Bangalore India, Hanoi, Surabaya, dan di Rawasari Jakarta. Hal ini, disebabkan di Bandar Lampung belum menerapkan pola kemitraan dengan masyarakat. Pola kemitraan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan memberdayakan masyarakat secara terpadu dan holistik dari berbagai kalangan stakeholders (pemerintah, para pengusaha/swasta, para akademisi di perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan seluruh warga masyarakat yang terkait) untuk membentuk lingkungan yang bersih, aman, sehat, asri, dan lestari. Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang sampah tidak pada tempatnya, membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis, dan melakukan pengelolan sampah
150
dengan cara pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu lima tahun setelah berlakunya UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008, termasuk TPA Bakung. Visi ke depan pemberdayaan masyarakat, adalah mendorong lahirnya konsep pengelolaan sampah yang tidak mengenal adanya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tetapi adanya Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST) dalam rangka menuju konsep Manajemen SampahTerpadu (MST). Dengan demikian transformasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung menuju Pusat Daur Ulang Terpadu Bakung (PDUT) memerlukan peranserta dari seluruh pemangku kepentingan dan dukungan secara nyata dari wakil rakyat di lembaga legislatif. Dalam proses transformasi tersebut, juga menyangkut konsep transformasi pengelolaan keanekaragaman sampah. Dalam perkembangannya, sampah akan beragam, tidak hanya sampah organik dan anorganik, tetapi juga sampah bahan-bahan elektronik dan sampah lainnya. Selain itu, dalam perkembangannya akan terjadi proses transformasi mekanisme pembiayaan dalam pengelolaan sampah. Terwujudnya pusat daur ulang terpadu Bakung, diperlukan langkah-langkah perencanaan jangka panjang (sekitar 10 – 15 tahun) yang terpadu dengan beberapa tahapan rencana strategis lima tahunan. Proses tranformasi TPA menuju Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung dapat digambarkan sebagai berikut. TPA Bakung
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Manajemen SampahTerpadu (MST)
Pusat Daur Ulang Terpadu Bakung (PDUT) Gambar 22. Transformasi TPA menuju pusat daur ulang terpadu (PDUT) Bakung kota Bandar Lampung
151
Rencana strategis (Renstra) lima tahun pertama Langkah awal yang diperlukan adalah regulasi yang berupa peraturan daerah tentang kemitraan, meliputi ketentuan pola kerjasama dengan masyarakat seperti pihak swasta, perguruan tinggi, LSM, dan pihak-pihak lain yang terkait. Perencanaan program pemberdayaan masyarakat lebih dititikberatkan pada upaya peningkatan peranserta masyarakat sejak awal, dari perencanaan sampai pelaksanaan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan melalui berbagai cara,
seperti pembentukan forum-forum kebersihan
lingkungan,
konsultasi publik, sosialisasi dan komunikasi, pendampingan, pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Upaya ini harus diterapkan secara konsisten,
terus
menerus, terintegrasi dengan sektor lain yang sejenis dan kelompok masyarakat sebagai stakeholders diberi kepercayaan untuk mengambil peran dalam pengambilan keputusan. Kunci pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah perkotaan sebenarnya terletak pada tahap proses sosialisasi, pengembangan opini, sehingga menjadi perilaku dan kebiasaan, yang akhirnya akan membudaya di tingkat rumahtangga dan di tingkat lingkungan/ kelurahan untuk memisahkan sampah organik dan anorganik serta kegiatan 4 R lainnya. Dengan demikian dalam kurun lima tahun pertama ini TPA Bakung menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Rencana strategis (Renstra) lima tahun kedua Selanjutnya penerapan peraturan daerah yang didahului dengan proses sosialisasi dan uji coba di kawasan tertentu yang secara bertahap dikembangkan ke kawasan lain serta mempersiapkan program law of enforcement. Perancangan aspek kemitraan yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah terutama yang mempunyai nilai investasi tinggi dan membutuhkan penanganan yang lebih profesional meliputi pemilihan kegiatan yang secara teknis dan ekonomis layak dilakukan oleh pihak swasta dan kalangan masyarakat lainnya dengan pola kemitraan yang jelas dan terukur serta bersifat win-win solution. Dalam kurun waktu lima tahun kedua ini, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bakung akan berkembang menuju Manajemen Sampah Terpadu (MST) kota Bandar Lampung.
152
Rencana strategis (Renstra) lima tahun ketiga Implementasi konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, tergantung dari perubahan sikap dan perilaku seluruh masyarakat yang terlibat langsung dalam memperlakukan sampah dengan metode 4 R (recycle, reuse, reduce, dan replace). Untuk itu, peran pemerintah kota Bandar Lampung dan didukung stakeholders
lainnya secara sinergis dalam suatu wadah/manajemen sampah terpadu untuk mengimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat secara intensif dan berlanjut serta dilengkapi dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang lebih tegas, ketersediaan sarana-prasarana, dan jumlah petugas kebersihan lingkungan yang mencukupi, serta penggunaan teknologi daur ulang yang adaptif dengan lingkungan; pada akhirnya TPA Bakung akan menjadi Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung kota Bandar Lampung.
VIII. SIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Simpulan Secara ringkas simpulan penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut: 1
Kebijakan dan program pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung, termasuk penyediaan sarana - prasarana, kapasitas daya tampung TPA dan petugas kebersihan, khususnya pengelolaan sampah masih kurang efektif, selain masih terbatasnya jumlah fasilitas dan kualitasnya.
2 Karakteristik masyarakat memberikan kontribusi (kecuali pendidikan yang tidak signifikan) terhadap program kebersihan lingkungan berkelanjutan dan belum terpenuhinya harapan masyarakat dalam pengelolaan sampah di kota Bandar Lampung. 3 Adanya peran dari perguruan tinggi, pihak swasta, petugas/ pamong, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan
berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota di Bandar Lampung. 4
Pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta dan kelompok masyarakat merupakan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung secara terpadu dan holistik.
8.2 Rekomendasi Hasil penelitian yang diusulkan sebagai rekomendasi, antara lain adalah sebagai berikut: 1.
Segera diimplementasikan konsep pemberdayaan masyarakat dengan pola kemitraan antara pemerintah kota Bandar Lampung, pihak swasta, dan masyarakat (termasuk masyarakat perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan warga masyarakat) dengan membentuk suatu Komisi atau Dewan Kebersihan Lingkungan Kota..
2.
Tingkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung serta program pemantauan
154
pelaksanaan kegiatan pengelolaan kebersihan lingkungan dengan melibatkan seluruh stakeholders. 3.
Tumbuhkembangkan keberdayaan masyarakat melalui sosialisasi program 4R (reduce, reuse, recycling, dan replace) dan diterapkan mulai dari tingkat rumahtanggga yang diikuti mekanisme sanksi bagi yang tidak melaksanakan dan imbalan bagi yang melaksanakan.
4.
Visi ke depan pemberdayaan masyarakat adalah mendorong lahirnya konsep Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dalam rangka menuju konsep Manajemen Sampah Terpadu (MST) sehingga TPA Bakung akan menjadi Pusat Daur Ulang Terpadu (PDUT) Bakung Bandar Lampung.
DAFTAR PUSTAKA Ananta, S. 1997. Manajemen Sampah yang Berkelanjutan (Sustainable Waste Management). Tidak diterbitkan. Melbourne University. Australia. Anschütz, J. 1996. "Community-based solid waste management and water supply projects: problems and solutions compared, a survey of the literature Working Document 2, Urban Waste Expertise Programme, accessible online at www.waste.nl. Azwar, S. 2005. Sikap Manusia & Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Bandaragoda, D.J. 2000. A Frame for Institutional Analysis for Water Resource Management in a River Basin Context. Working Paper 5. International Water Management Institute. Silverton. Bappenas. 2002. Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama dan Pasca Krisis. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana. Jakarta Baron, R.A and D. Byrne. 2004. Social Psychology. (10th ed). Allyn & Bacon, Inc. Boston. Bell, P.A, J.D. Fisher,R.J. Loomis.1978.Environment Psychology. W.B.Sauders Co.Phil [BOBP] Bay of Bengal Program. 1990. Helping Fisherfolk to Help Themselves A Stufy in People’s Participation. [BPPLH] Badan Pemantauan dan Pengembangan Lingkungan Hidup.2009. Status Lingkungan Hidup Daerah. Bandar Lampung [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2002. Model Pengelolaan Persampahan Perkotaan, Jakarta Buana. 2004. Bergulat Melawan Sampah. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemerintah Kota Depok. Depok. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta Bulle, S. 1999. Issue and results of community participation in urban environment, comparative analysis of nine projects on waste management. UWEP Working Document 11.Waste. http://www.waste.nl Chambers, R. 1995. Paradigm Shifts and the Practice of Participatory Research and Development in Wrights. Nelson. eds. Power and Paeticipatory Development Theory and Practice. London. ITDG. Cohen, J.M. and T.Uphoff. 1997. Rural Development Participation; Concepts and Measures for Project Design. Implementation and Evaluation. Cornell University, Ithaca. New York.
156
Cullivan, D., B. Tippett, D.B. Edwards, F. Rosensweig and J. McCaffery. 1988. Guidelines for Institutional Assessment Water and Wastewater Institutions. WASH Technical Report. US Agency for International Development. Washington DC. Damanhuri, E. dan T. Padmin. 2005. Suami-Isteri yang Menggeluti Sampah. http:// www.digilib-ampl.net./detail.php.21 Agustus 2010. Daniel, T. S., P. Hasan, dan S. Vonny. 1985. Teknologi Pemanfaatan Sampah Kota dan Peran Pemulung Sampah: Suatu Pendekatan Konseptual. PPLH ITB. Bandung. Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisi Kedua. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Balai Pustaka. Jakarta. Dhaka Ahsania Mission (DAM). 2006. “Community Empowerment For Waste Management” (Completion Report). in Collaboration with Asia/Pacific Cultural Centre For UNESCO (ACCU) Japan. Dhaka, Bangladesh (1-13) Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial. 2005. Acuan Klasifikasi Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha. Departemen Sosial RI. Jakarta. Dinas Pengelolaan Pasar Kota Bandar lampung.2010. Profile dan Sejarah. Bandar Lampung. Dyah, A.S. 1983. Persepsi Staf Pengajar dan Pimpinan Tiga Perguruan Tinggi tentang Pengabdian pada Masyarakat [Tesis]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Fisher, J.D. P.A. Bell and A. Baum. 1984. Environmental Psychology. 2nd ed. NY: Holt. Rinehart & Winston. Handono, M. 2010. Model Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah secara Berkelanjutan di TPA Cipayung Kota Depok-Jawa Barat [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Helmi. 2002. Tantangan Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air di Indonesia. P3TPSLK BPPT dan HSF. Jakarta. Hendargo, I.I. 1994. Kamus Istilah Lingkungan. Bina Rena Pariwara. Jakarta. Hidayat, B. 2008. Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia. Pembelajaran dari Berbagai Pengalaman. Penerbit Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL). Jakarta. Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. C. Jonathan, K. Kavanagh, and M. Ashby (Eds.). Oxford University Press, Oxford. Ife, J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives-vision. Analycis and Practice. Longman Australia Pty Ltd, Melbourne. Iyer, A. 2001. Community participation in waste management, experiences of a pilot project in Bangalore India, case study report. Urban Waste Expertise Program (UWEP). The Netherland. http://www.waste.nl
157
Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan JICA. 2003. Draft Naskah Akademis Peraturan Perundang-Undangan Pengelolaan Sampah. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Kartasasmita,G. 1996. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Cides, Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Buku Panduan Implementasi 3R. Asisten Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Kecil Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. [KNLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2005. Program Warga Madani (Program Pemberdayaan Masyarakat). Menuju Indonesia Hijau. Jakarta. [KNLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2008. Statistik Persampahan Indonesia. Jakarta. Manahan, S.E. 1994. Environmental Chemistry. Ed. ke-2. Lewis Publisher. New York Mar’at. 1982. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Matsunaga, K., and M.J. Themelis. 2002. Effects of affluence and population density on waste generation and disposal of municipal solid wastes. Colombia University. New York. www.columbia.edu/cu/wtert/wasteaffluence-paper.pdf [28 Mei 2010] Mokoginta, L.F. 2006. Kendala Menghadapi Pengrusakan Lingkungan, dalam Buletin Khusus Warta untuk Desa. Gerakan Indonesia Bersatu. Jakarta. Moningka, L. 2000. Community Participation in Solid Waste Management. http://www.waste.nl. [ 15 Mei 2010]. Moore, D.S. and Mc.G.P. Cabe. 1989. Introduction to The Practice Statistics. 3rd.edition. WH. Freeman and Company. New York Muchtar, T. 1998. Hubungan Karakteristik Elit Formal dan Elit Informal Desa dengan Persepsi dan Tingkat Partisipasi Mereka dalam Program P3DT di Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Mueller-Glodde, U. 1994. Poor, But Stong: Women in the People’s Economy of Bangladesh. Germany. German Commission for Justice and Peace. Murdyarso, D. 2003. Protokol Kyoto. Implikasinya Bagi Negara Berkembang, Buku Kompas. Jakarta. Murthado, D. dan S. Gumbira. 1987. Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Mustofa. 2000. Kamus Istilah Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
158
Muthmainnah, A. 2008. Pengelolaan Sampah Kota Berbasis Partisipasi Masyarakat Menuju Zero Waste di TPA Galuga Kecamatan Cibungbulan Kabupaten Bogor [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Naria, E. 1996. Pengelolaan Sampah Padat [Tesis]. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan Neolaka, A. 2008. Kesadaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta Notoatmodjo, S. Jakarta.
2003.
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
Rineka Cipta.
Pap, R. 2003. Household and Institutional Perspectives on Solid Wast eManagement in Jamaica. Natural Resourceand Environment, University of Michigan Michigan. Payne, M. 1997. Modern Social Work Theory. Second Edition. Mac Millan Press Ltd. London. Pemerintah Kota Bandar Lampung. 2008. Bandar Lampung Selayang Pandang, Kota Tapis Berseri. Bandar Lampung, Pemerintah Kota Bandar Lampung. 2010. Basis Data Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bandar Lampung Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.03 Tahun 2008. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Bandar Lampung. PPS IPB. 2003. Sampah: Dari Bencana Menjadi Berkah, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pranarka, A.M.W. dan V. Moeljarto. 1996. Pemberdayaan (Empowerement), Pemberdayaan Konsep dan Implementasi. CSIS. Jakarta. Pudjiatmoko. 2007. Teknik Pengolahan Sampah di Jepang, Jurnal Lingkungan (Jurnal Atani Tokyo, XI : 3-6, 10 April 2007). Race, D. and J. Millar. 2006. Training Manual: Social and community dimensions of ACIAR Projects. Australian Center for International Agricultural Research – Institute for Land, Water, and Society of Charles Sturt University, Australia. Richardson, D.W. 2003. Community-Based Solid Waste Management Systems in Hanoi, Vietnam (A Research Paper Submitted to the Faculty of Forestry), University of Toronto In partial fulfilment of the requirements for the degree of Master of Forest Conservation Toronto, Ontari, Canada. January 10, 2003 (1-71) Royadi. 2006. Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pasca Operasi Berbasis Masyarakat (Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi) [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks (terjemahan). Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.
159
Sadli, S. 1976. Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang [Tesis] Program Pascasarjana UI. Jakarta Sajogyo and A. Sheperd. 1998. Modernization Without Development Sustainable Rural Development. Macmillan. Basingstabe and London Salvato, J.A. 1992. Environmental Enginering and Sanitation – Third Edition. John Wiley and Sons inc. New York. Sanderson, S. K. 1993. Sosiologi Makro (terjemahan). Rajawali Press. Jakarta Santosa, M.A. 2001. Good Governance dan Hukum Lingkungan. Indonesia Center for Environmental Law (ICEL). Jakarta Saribanon, N. 2007. Perencanaan Sosial Partisipatif dalam Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis Masyarakat (Kasus di Kotamadya Jakarta Timur) [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Sarwono, S.W. 1992. Psikologi Lingkungan. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sattar, A.L. 1985. Persepsi Masyarakat Pedesaan Terhadap Usaha Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan di DAS Bila Walanae Sulawesi Selatan [Tesis]. Fakultas Pascasarjana KPK IPB-UNHAS. Bogor Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Cicesindo. Jakarta. Schubeler, P., K. Wehrle and J. Christen. 1996. Conceptual Framework for Municipal Solid Waste Management in Low-Income Countries. UNDP/UNCHS (Habitat)/World Bank/SDC Collaborative Programme on Municipal Solid Waste Management in Low-Inconme Countries. Washington DC. Scott, W.R. 2001. Institution and Organizations. Publications. London.
Second edition. Sage
Setiawan, M.D. 2001. Penerapan konsep zero waste dalam pengelolaan sampah perkotaan. http//.www.geocities.com.0-zero.waste.doc. [10 Mei 2010]. Sidik, M.A.D. Herumartono, dan H.B. Sutanto. 1985. Teknologi pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan Landfill. Direktorat Riset Operasi dan Manajemen. Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Slamet, J.S. 2000. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Gajah Mada University Press Yogyakarta Soeriatmadja, R.E. 1985. Etika Lingkungan dalam Pengembangan Permukiman. Kantor Menteri KLH. Jakarta. Soerjani, M. dan A. Rofiq. 2008. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. UI Press. Jakarta Soma, S. 2010. Pengantar Ilmu Teknik Lingkungan. Seri: Pengelolaan Sampah Perkotaan. IPB Press. Bogor.
160
Sudrajat, A. 2003. Persepsi Birokrasi Tentang Otonomi Bidang Kehutanan [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Suhli, M. 2001. Menyulap Sampah Jadi Rupiah, Rineka Cipta. Jakarta. Sukendar, E. dan T. Abriansyah. 1999. Jangan Cuma Desember 1999. Jakarta.
Mengeluh. Gatra,
Suparlan, P. 2004. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan: Perspektif Antropologi Perkotaan. Penerbit YPKIK. Jakarta. Sugiyanto. 1996. Persepsi Masyarakat tentang Penyuluhan dalam Kelompok Pengelola dan Pelestari Hutan. Kasus di Kawasan Hutan Lindung Register 19 Gunung Betung Lampung [Tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif.Alfabeta. Bandung Talashilkar, S.C., P.P. Bhangarath, and V.B. Metha. 1999. Changes in chemical properties during composting of organic residues as influenced by earthworm activity. Journal of the Indian Society of Soil Science 47(1):50-53. Tasrial. 1998. Sampah dan Pengelolaannya. PPPGT / VEDC. Malang Tchobanoglous, G, H. Theisen dan S. A. Vigil. 1993. Integrated Solid Waste Management. McGraw-Hill. New York. Tuomela, M., M. Vikman, A. Hatakka, and M. Itavaara. 2000. Biodegradation of lignin in a compost environment: a review. Bioresource Technology 72:169-183 Universitas Lampung. 2005. Permasalahan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Lampung, Suatu Seri Monograf. PPLH, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008. Tentang Pengelolaan Sampah. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 32 Tahun 2009. Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Utami, B.D. 2008. Reformulasi Pengelolaan Sampah Rumahtangga pada Sumbernya Berbasis Komunitas [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Wardhani, C. 2004. Partisipasi Masyarakat pada Kegiatan Pemilahan Sampah Rumahtangga: Studi Kasus di Kampung Banjarsari, Kecamatan Cilandak Barat, Jakarta Selatan [Tesis]. Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia. Jakarta. Wibowo, A. dan D.T. Djajawinata. 2003. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu, Jurnal KKPPI: 1-4, 10-11. Wilson, D.C., A. Whiteman, and A. Tormin. 2001. Strategic Planning Guide for Municipal Solid Waste Management. International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. Washington DC.
161
Lampiran 1. Identitas Responden Warga Masyarakat Identitas Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan
Pekerjaan Karyawan PNS Pedagang Guru Pedagang Penjaga Masjid IRT Juru Parkir PNS PNS Buruh Tukang Ojek IRT IRT Wiraswasta IRT Buruh Buruh Buruh Buruh IRT Wiraswasta Buruh Wiraswasta Wiraswasta Buruh Wiraswasta Wiraswasta Pedagang IRT Wiraswasta Mahasiswa IRT IRT Pedagang IRT Pemulung Pemulung Pemulung Pemulung Pemulung Pemulung Pemulung PNS Karyawan Wiraswasta Karyawan Wiraswasta Nelayan Karyawan Wiraswasta Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan IRT Karyawan Wiraswasta PNS Karyawan IRT IRT
Kelurahan Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Bakung Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan
Pendidikan SLTA SLTA SLTP PT SLTA SLTP SLTA SD SLTA SLTA SLTP SLTP SD SD SLTP SD SLTP SLTP SD SLTP SD SLTP SD SLTP SD SD SLTA SLTP SLTP SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTP SLTP SD SD SD SD SLTP SD SD SLTA SLTA SLTA SLTP PT SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA
Pendapatan (Rp/Bln)/000 f 5.001 - 1.000 1001 - 2.000 < 500.000 1001 - 2.000 < 500.000 < 500.000 < 500.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 < 500.000 < 500.000 < 500.000 < 500.000 1001 - 2.000 < 500.000 < 500.000 < 500.000 501 - 1.000 < 500.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 < 500.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 < 500.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000
Jarak ke TPS 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 501-750 m 0-200 m 501-750 m 501-750 m 501-750 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m
Jarak ke TPA 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 0 - 2.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m
162
Lampiran 1(lanjutan) Identitas Responden No 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki
Pekerjaan Karyawan Karyawan Wiraswasta IRT Wiraswasta Karyawan Wiraswasta Karyawan Wiraswasta Karyawan Buruh Nelayan IRT IRT Wiraswasta Wiraswasta Buruh IRT PNS Nelayan Wiraswasta Pensiunan Karyawan Wiraswasta Pedagang Mahasiswi Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta IRT IRT IRT IRT IRT PNS PNS IRT Karyawan IRT IRT PNS IRT Wiraswasta IRT Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Pensiunan Guru IRT Wiraswasta IRT IRT Wiraswasta PNS Wiraswasta Lurah PNS IRT IRT IRT Petani
Kelurahan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Keteguhan Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang
Pendidikan SLTA SLTP SLTA SLTA SD SLTP SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA SLTP SLTA SLTA SLTP SLTP PT SD SLTA SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTP SLTP SLTA SLTP SLTA SD SLTA SLTA PT SLTP PT PT SLTP PT SD SLTP SD PT SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA SLTA PT SLTP SLTA PT SLTA PT PT SLTP SLTP SD SD
Pendapatan (Rp/Bln) 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 < 500.000 < 500.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 < 500.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 4001 - 8.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 4001 - 8.000 501 - 1.000 501 - 1.000 4001 - 8.000 > 8.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 > 8.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 < 500.000 501 - 1.000
Jarak ke TPS 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m
Jarak ke TPA 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 2.001 - 5.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 5.001 - 7.500 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m
163
Lampiran 1. (Lanjutan) Identitas Responden No 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan
Pekerjaan IRT Petani Wiraswasta Petani Karyawan Wiraswasta Pelajar Pelajar Guru IRT Mahasiswi Karyawan Buruh Buruh Petani Buruh Pedagang Pelajar Petani Guru Petani Pelajar Buruh Buruh Mahasiswi Mahasiswi IRT Pelajar PNS Mahasiswi Mahasiswi IRT Buruh Pelajar Pedagang Pedagang Pelajar Wiraswasta Pelajar IRT IRT Guru Mahasiswi IRT Pelajar PNS Guru Pedagang Lurah Wiraswasta IRT IRT Karyawan Supir Satpam Dosen Wiraswasta IRT IRT IRT Tukg Becak Wiraswasta
Kelurahan Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Tj senang Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Way Kandis Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung Pasirgintung
Pendidikan SLTA SD SD SD PT SLTA SLTP SLTP PT SLTP SLTA SLTA SLTP SLTP SD SLTA SLTA SLTP SD PT SLTP SLTA SLTP SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA PT SLTA SLTA SLTP SD SLTA SLTA SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA SLTP PT SLTA SLTP SLTA SLTA PT SLTP PT SLTA SLTA SLTA SLTP SD SLTA PT SLTP SLTA SD SLTP SD SLTA
Pendapatan (Rp/Bln) 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 < 500.000 2001 - 4.000 > 8.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 > 8.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 < 500.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000
Jarak ke TPS 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m
Jarak ke TPA 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m
164
Lampiran 1 (lanjutan)
No 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta IRT IRT IRT IRT Buruh Karyawan IRT Wiraswasta IRT PNS Wiraswasta Wiraswasta Mahasiswi Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta IRT Karyawan Karyawan Wiraswasta Wiraswasta PNS Buruh IRT Buruh IRT Karyawan Wiraswasta IRT IRT Karyawan Buruh Pedagang PNS Tukang Ojek IRT Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta IRT IRT Pedagang IRT Mahasiswi IRT Pedagang IRT IRT Buruh IRT IRT Buruh IRT IRT Wiraswasta Wiraswasta Buruh Wiraswasta IRT
Identitas Responden Pendapatan (Rp/Bln) Kelurahan Pendidikan Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 2001 - 4.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SD 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 1001 - 2.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SD 1001 - 2.000 Pasirgintung SLTA 1001 - 2.000 Pasirgintung PT 1001 - 2.000 Pasirgintung SLTP 1001 - 2.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Pasirgintung PT 2001 - 4.000 Pasirgintung SD 501 - 1.000 Pasirgintung SD 501 - 1.000 Pasirgintung SLTP 501 - 1.000 Pasirgintung SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTP 501 - 1.000 Kaliawi SLTP 501 - 1.000 Kaliawi SLTP 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi PT 2001 - 4.000 Kaliawi SLTP 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 1001 - 2.000 Kaliawi PT 1001 - 2.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 1001 - 2.000 Kaliawi SLTA 1001 - 2.000 Kaliawi SLTP 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi PT 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTP 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000 Kaliawi SLTA 501 - 1.000 Kaliawi SD 501 - 1.000
Jarak ke TPS 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 501-750 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 201-500 m 201-500 m 501-750 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 751-1000 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m
Jarak ke TPA 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 5.001 - 7.500 m 7.501 - 10.000 m 2.001 - 5.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 2.001 - 5.000 m 5.001 - 7.500 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 2.001 - 5.000 m 5.001 - 7.500 m 7.501 - 10.000 m 0 - 2.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 5.001 - 7.500 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m
165
Lampiran 1 (lanjutan) Identitas Responden Jenis Kelamin No 252 Laki-laki 253 Perempuan 254 Perempuan 255 Laki-laki 256 Laki-laki 257 Laki-laki 258 Laki-laki 259 Laki-laki 260 Laki-laki 261 Laki-laki 262 Laki-laki 263 Perempuan 264 Perempuan 265 Perempuan 266 Perempuan 267 Perempuan 268 Perempuan 269 Perempuan 270 Perempuan 271 Laki-laki 272 Laki-laki 273 Laki-laki 274 Laki-laki 275 Perempuan 276 Perempuan 277 Perempuan 278 Perempuan 279 Perempuan 280 Perempuan 281 Perempuan 282 Perempuan 283 Perempuan 284 Perempuan 285 Perempuan 286 Perempuan 287 Perempuan 288 Perempuan 289 Laki-laki 290 Laki-laki 291 Perempuan 292 Laki-laki 293 Perempuan 294 Laki-laki 295 Laki-laki 296 Perempuan 297 Perempuan 298 Perempuan 299 Perempuan 300 Perempuan 301 Laki-laki 302 Laki-laki 303 Laki-laki 304 Laki-laki 305 Perempuan 306 Perempuan 307 Laki-laki 308 Laki-laki 309 Laki-laki 310 Perempuan 311 Perempuan 312 Perempuan 313 Perempuan
Pekerjaan Wiraswasta IRT Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Buruh Lurah PNS Pedagang PNS IRT IRT Pedagang IRT IRT Pedagang Pedagang IRT PNS Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang Pedagang IRT IRT IRT IRT IRT IRT Buruh IRT Pedagang Karyawan Pedagang Pedagang IRT Karyawan Pedagang Guru IRT IRT IRT IRT Wiraswasta PNS Karyawan Pedagang IRT Karyawan PNS Karyawan Karyawan IRT IRT IRT IRT
Kelurahan Kaliawi Kaliawi Kaliawi Kaliawi Kaliawi Kaliawi Kaliawi Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Kp. Baru Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu
Pendidikan SLTA SLTP SLTP SLTA SLTP SLTP SD PT SLTA SLTP PT SLTA SLTP SD SD SLTA SLTA SLTA SD PT SLTP PT SD SLTA SLTA SLTP SD SD SLTP SLTA SD SD SLTA SLTA SLTA SLTP SLTP SLTP SLTA SD SLTA SLTP SD SD PT SLTP SLTP SLTP SLTA SLTA PT PT SLTP SD SLTA PT SLTA SLTA SD SLTA SLTP SLTA
Pendapatan (Rp/Bln) 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 4001 - 8.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000
Jarak ke TPS 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 501-750 m 751-1000 m 201-500 m 201-500 m 501-750 m 501-750 m 201-500 m 201-500 m 501-750 m 501-750 m 0-200 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 501-750 m 201-500 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m
Jarak ke TPA 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 0 - 2.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m > 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m
166
Lampiran 1. (Lanjutan) Identitas Responden No 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki
Pekerjaan IRT Karyawan IRT Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan PNS Karyawan Petani Karyawan Karyawan PNS IRT Karyawan PNS Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Mahasiswa Karyawan Karyawan Mahasiswa Petani Buruh IRT PNS Petani
Kelurahan Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu Labuhan Ratu
Pendidikan SLTP SLTA SLTA SLTA SLTA PT SLTA PT SLTA SLTP SLTA PT PT SLTA SLTA PT PT SLTA SLTA SLTA SLTA PT SLTA SLTA SD SLTA SLTP SD PT PT SLTP
Pendapatan (Rp/Bln) 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 501 - 1.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 1001 - 2.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 501 - 1.000 2001 - 4.000 2001 - 4.000 501 - 1.000
Jarak ke TPS 0-200 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 201-500 m 501-750 m 501-750 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 501-750 m 201-500 m 501-750 m 201-500 m 501-750 m 201-500 m 201-500 m 0-200 m 501-750 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 0-200 m 201-500 m 201-500 m 201-500 m
Jarak ke TPA 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m 7.501 - 10.000 m
167 Lampiran 2. Identitas Depth Interviewee/ Peserta FGD (Perguruan Tinggi, Petugas, LSM, dan Swasta) Identitas depth interviewee/peserta FGD No
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Kecamatan
Kelurahan
Pendidikan
Pendapatan ( Rp) 000/bln
Jarak ke TPS
Jarak ke TPA
1
Laki-laki
Dosen
Rajabasa
Gedungmeneng
PT
1.501 -4.500
501 - 750 m
7.501-10.000 m
2
Laki-laki
Dosen
Rajabasa
Rajabasa
PT
1.501 -4.500
0 - 200 m
7.501-10.000 m
3
Laki-laki
Dosen
Rajabasa
Gedungmeneng
PT
1.501 -4.500
201 - 500 m
7.501-10.000 m
4
Laki-laki
Dosen
Tj.Senang
PT
1.501 -4.500
201 - 500 m
7.501-10.000 m
5
Laki-laki
Dosen
Tj.Senang Tj.Karang Timur
Tj.Agung
PT
1.501 -4.500
0 - 200 m
501 - 2000 m
6
Laki-laki
Dosen
Rajabasa
Gedungmeneng
PT
4,501-15.000
501 - 750 m
7.501-10.000 m
7
Laki-laki
Petugas
Telbetung Sel
Kupang teba
SLTP
1.501 -4.500
751 - 1000 m
2.001 - 5.000 m
8
Laki-laki
Petugas
Gunung Sulah
Sukarame
SLTA
1.501 -4.500
0 - 200 m
5.001-7.500 m
9
Laki-laki
Petugas
Telbetung Barat
Kupang teba
SD
< 1.500
0 - 200 m
2.001 - 5.000 m
10
Laki-laki
Petugas
Panjang Sel
Sukaraja
SLTP
1.501 -4.500
0 - 200 m
5.001-7.500 m
11
Laki-laki
Petugas
Rajabasa
Rajabasa
PT
1.501 -4.500
201 - 500 m
7.501-10.000 m
12
Perempuan
Petugas
Tj.senang
Waykandis
SD
< 1.500
0 - 200 m
7.501-10.000 m
13
Perempuan
Petugas
Kedaton
Kedaton
SD
< 1.500
0 - 200 m
7.501-10.000 m
14
Perempuan
Petugas
Panjang
Sukaraja
T.T. SD
< 1.500
0 - 200 m
5.001-7.500 m
15
Laki-laki
Petugas
Telbetung Barat
Kemiling
SD
< 1.500
501 - 750 m
2.001 - 5.000 m
16
Laki-laki
Petugas
Kedaton
Kampung Baru
SLTP
< 1.500
201 - 500 m
7.501-10.000 m
17
Laki-laki
LSM
Tj.karang Pusat
Pasirgintung
PT
1.501 -4.500
501 - 750 m
5.001-7.500 m
18
Laki-laki
LSM
Tj.karang Pusat
PT
1.501 -4.500
0 - 200 m
5.001-7.500 m
19
Permpuan
LSM
Tjkarang Timur
Gunungsari Kampung Sawah
PT
< 1.500
201 - 500 m
7.501-10.000 m
20
Perempuan
LSM
Telbetung Barat
Keteguhan
PT
1.501 -4.500
201 - 500 m
0 - 500 m
21
Laki-laki
LSM
Telbetung Utara
PT
1.501 -4.500
751 - 1000 m
2.001 - 5.000 m
22
Laki-laki
LSM
Tj.karang Timur
Kupang Teba Kampung Sawah
PT
1.501 -4.500
201 - 500 m
501 - 2000 m
23
Laki-laki
LSM
Sukabumi
Sukabumi
PT
1.501 -4.500
501 - 750 m
7.501-10.000 m
24
Laki-laki
Swasta
Tj.karang Pusat
Kaliawi
PT
4,501-15.000
501 - 750 m
7.501-10.000 m
25
Laki-laki
Swasta
Telbetung Utara
Pahoman
PT
4,501-15.000
201 - 500 m
501 - 2000 m
26
Laki-laki
Swasta
Tjkarang Timur
Gunung Sulah
PT
> 15.000
0 - 200 m
7.501-10.000 m
27
Perempuan
Swasta
Tjkarang Barat
Enggal
PT
> 15.000
501 - 750 m
5.001-7.500 m
28
Lak-laki
Swasta
Kedaton
PT
4,501-15.000
201 - 500 m
7.501-10.000 m
29
Laki-laki
Swasta
Panjang
Labuhan Ratu Panjang Selatan
PT
> 15.000
751 - 1000 m
2.001 - 5.000 m
30
Laki-laki
Swasta
T.betung Barat
Keteguhan
PT
4,501-15.000
201 - 500 m
2.001 - 5.000 m
168
Lampiran 3. Frekuensi Karakteristik Responden dengan Persepsi Frequencies Statistics N
Gender 344 0
Valid Missing
Persepsi 344 0
Frequency Table Gender
Valid
Frequency 172 172 344
1 2 Total
Percent 50,0 50,0 100,0
Valid Percent 50,0 50,0 100,0
Cumulative Percent 50,0 100,0
Persepsi Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent
3 319 22 344
,9 92,7 6,4 100,0
Valid Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Cumulative Percent ,9 93,6 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
Pekerjaan 344 0
Persepsi 344 0
Frequency Table Pekerjaan
Valid
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Frequency 25 94 48 22 30 7 9 35 4 61 9 344
Percent 7,3 27,3 14,0 6,4 8,7 2,0 2,6 10,2 1,2 17,7 2,6 100,0
Valid Percent 7,3 27,3 14,0 6,4 8,7 2,0 2,6 10,2 1,2 17,7 2,6 100,0
Cumulative Percent 7,3 34,6 48,5 54,9 63,7 65,7 68,3 78,5 79,7 97,4 100,0
169
Lampiran 3. (Lanjutan) Persepsi
Valid
Frequency 3 319 22 344
1 2 3 Total
Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Valid Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Cumulative Percent ,9 93,6 100,0
Frequencies Statistics N
Pendidikan 344 0
Valid Missing
Persepsi 344 0
Frequency Table Pendidikan
Valid
Frequency 60 93 149 42 344
1 2 3 4 Total
Percent 17,4 27,0 43,3 12,2 100,0
Valid Percent 17,4 27,0 43,3 12,2 100,0
Cumulative Percent 17,4 44,5 87,8 100,0
Persepsi
Valid
1 2 3 Total
Frequency 3 319 22 344
Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
Pendapatan 344 0
Persepsi 344 0
Valid Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Cumulative Percent ,9 93,6 100,0
170
Lampiran 3. (Lanjutan) Frequency Table Pendapatan
Valid
1 2 3 4 5 6 Total
Frequency 20 182 90 44 4 4 344
Percent 5,8 52,9 26,2 12,8 1,2 1,2 100,0
Valid Percent 5,8 52,9 26,2 12,8 1,2 1,2 100,0
Cumulative Percent 5,8 58,7 84,9 97,7 98,8 100,0
Persepsi
Valid
1 2 3 Total
Frequency 3 319 22 344
Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Valid Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Cumulative Percent ,9 93,6 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
JTPS 344 0
Persepsi 344 0
Frequency Table JTPS
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 231 86 25 2 344
Percent 67,2 25,0 7,3 ,6 100,0
Valid Percent 67,2 25,0 7,3 ,6 100,0
Cumulative Percent 67,2 92,2 99,4 100,0
Persepsi
Valid
1 2 3 Total
Frequency 3 319 22 344
Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Valid Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Cumulative Percent ,9 93,6 100,0
171
Lampiran 3. (Lanjutan) Frequencies Statistics N
Valid Missing
JTPA 344 0
Persepsi 344 0
Frequency Table JTPA
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 45 46 5 206 42 344
Percent 13,1 13,4 1,5 59,9 12,2 100,0
Valid Percent 13,1 13,4 1,5 59,9 12,2 100,0
Cumulative Percent 13,1 26,5 27,9 87,8 100,0
Persepsi
Valid
1 2 3 Total
Frequency 3 319 22 344
Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Valid Percent ,9 92,7 6,4 100,0
Cumulative Percent ,9 93,6 100,0
172
Lampiran 4. Analisis Statistik Deskriptif Frekuensi Karakteristik Responden dan Harapan Terhadap Kebijakan Pengelolaan Sampah Kota Frequencies Statistics N
Valid Missing
Gender 344 0
Kebijakan 344 0
Sistem 344 0
Sarana 344 0
Keterlibatan 344 0
Frequency Table Gender
Valid
1 2 Total
Frequency 172 172 344
Percent 50,0 50,0 100,0
Valid Percent 50,0 50,0 100,0
Cumulative Percent 50,0 100,0
Kebijakan
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 216 43 72 13 344
Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Valid Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Cumulative Percent 62,8 75,3 96,2 100,0
Sistem
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 186 71 73 14 344
Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Valid Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Cumulative Percent 54,1 74,7 95,9 100,0
Sarana
Valid
1 2 3 Total
Frequency 13 277 54 344
Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Valid Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Cumulative Percent 3,8 84,3 100,0
173
Lampiran 4. (Lanjutan) Keterlibatan
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 68 206 9 48 13 344
Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Valid Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Cumulative Percent 19,8 79,7 82,3 96,2 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
Pekerjaan 344 0
Kebijakan 344 0
Sistem 344 0
Sarana 344 0
Keterlibatan 344 0
Frequency Table Pekerjaan Frequency Valid
11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Total
9 61 4 35 9 7 30 22 48 94 25 344
Percent 2,6 17,7 1,2 10,2 2,6 2,0 8,7 6,4 14,0 27,3 7,3 100,0
Valid Percent 2,6 17,7 1,2 10,2 2,6 2,0 8,7 6,4 14,0 27,3 7,3 100,0
Cumulative Percent 2,6 20,3 21,5 31,7 34,3 36,3 45,1 51,5 65,4 92,7 100,0
Kebijakan
Valid
4 3 2 1 Total
Frequency 13 72 43 216 344
Percent 3,8 20,9 12,5 62,8 100,0
Valid Percent 3,8 20,9 12,5 62,8 100,0
Cumulative Percent 3,8 24,7 37,2 100,0
174
Lampiran 4. (Lanjutan) Sistem
Valid
4 3 2 1 Total
Frequency 14 73 71 186 344
Percent 4,1 21,2 20,6 54,1 100,0
Valid Percent 4,1 21,2 20,6 54,1 100,0
Cumulative Percent 4,1 25,3 45,9 100,0
Sarana
Valid
3 2 1 Total
Frequency 54 277 13 344
Percent 15,7 80,5 3,8 100,0
Valid Percent 15,7 80,5 3,8 100,0
Cumulative Percent 15,7 96,2 100,0
Keterlibatan
Valid
5 4 3 2 1 Total
Frequency 13 48 9 206 68 344
Percent 3,8 14,0 2,6 59,9 19,8 100,0
Valid Percent 3,8 14,0 2,6 59,9 19,8 100,0
Cumulative Percent 3,8 17,7 20,3 80,2 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
Pendidikan 344 0
Kebijakan 344 0
Sistem 344 0
Sarana 344 0
Keterlibatan 344 0
Frequency Table Pendidikan
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 60 93 149 42 344
Percent 17,4 27,0 43,3 12,2 100,0
Valid Percent 17,4 27,0 43,3 12,2 100,0
Cumulative Percent 17,4 44,5 87,8 100,0
175
Lampiran 4. (Lanjutan) Kebijakan
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 216 43 72 13 344
Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Valid Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Cumulative Percent 62,8 75,3 96,2 100,0
Sistem
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 186 71 73 14 344
Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Valid Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Cumulative Percent 54,1 74,7 95,9 100,0
Sarana
Valid
1 2 3 Total
Frequency 13 277 54 344
Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Valid Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Cumulative Percent 3,8 84,3 100,0
Keterlibatan
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 68 206 9 48 13 344
Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Valid Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Cumulative Percent 19,8 79,7 82,3 96,2 100,0
176
Lampiran 4. (Lanjutan) Frequencies Statistics N
Valid Missing
Pendapatan 344 0
Kebijakan 344 0
Sistem 344 0
Sarana 344 0
Keterlibatan 344 0
Frequency Table Pendapatan
Valid
1 2 3 4 5 6 Total
Frequency 20 182 90 44 4 4 344
Percent 5,8 52,9 26,2 12,8 1,2 1,2 100,0
Valid Percent 5,8 52,9 26,2 12,8 1,2 1,2 100,0
Cumulative Percent 5,8 58,7 84,9 97,7 98,8 100,0
Kebijakan
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 216 43 72 13 344
Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Valid Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Cumulative Percent 62,8 75,3 96,2 100,0
Sistem
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 186 71 73 14 344
Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Valid Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Cumulative Percent 54,1 74,7 95,9 100,0
177
Lampiran 4. (Lanjutan) Sarana
Valid
1 2 3 Total
Frequency 13 277 54 344
Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Valid Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Cumulative Percent 3,8 84,3 100,0
Keterlibatan
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 68 206 9 48 13 344
Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Valid Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Cumulative Percent 19,8 79,7 82,3 96,2 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
JTPS 344 0
Kebijakan 344 0
Sistem 344 0
Sarana 344 0
Keterlibatan 344 0
Frequency Table JTPS
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 231 86 25 2 344
Percent 67,2 25,0 7,3 ,6 100,0
Valid Percent 67,2 25,0 7,3 ,6 100,0
Cumulative Percent 67,2 92,2 99,4 100,0
Kebijakan
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 216 43 72 13 344
Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Valid Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Cumulative Percent 62,8 75,3 96,2 100,0
178
Lampiran 4. (Lanjutan) Sistem
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 186 71 73 14 344
Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Valid Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Cumulative Percent 54,1 74,7 95,9 100,0
Sarana
Valid
1 2 3 Total
Frequency 13 277 54 344
Percent
Valid Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
3,8 80,5 15,7 100,0
Cumulative Percent 3,8 84,3 100,0
Keterlibatan
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 68 206 9 48 13 344
Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Valid Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Cumulative Percent 19,8 79,7 82,3 96,2 100,0
Frequencies Statistics JTPA N
Valid Missing
344 0
Kebijakan 344 0
Sistem 344 0
Sarana 344 0
Keterlibatan 344 0
Frequency Table JTPA
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 45 46 5 206 42 344
Percent 13,1 13,4 1,5 59,9 12,2 100,0
Valid Percent 13,1 13,4 1,5 59,9 12,2 100,0
Cumulative Percent 13,1 26,5 27,9 87,8 100,0
179
Lampiran 4. (Lanjutan) Kebijakan
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 216 43 72 13 344
Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Valid Percent 62,8 12,5 20,9 3,8 100,0
Cumulative Percent 62,8 75,3 96,2 100,0
Sistem
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 186 71 73 14 344
Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Valid Percent 54,1 20,6 21,2 4,1 100,0
Cumulative Percent 54,1 74,7 95,9 100,0
Sarana
Valid
1 2 3 Total
Frequency 13 277 54 344
Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Valid Percent 3,8 80,5 15,7 100,0
Cumulative Percent 3,8 84,3 100,0
Keterlibatan
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 68 206 9 48 13 344
Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Valid Percent 19,8 59,9 2,6 14,0 3,8 100,0
Cumulative Percent 19,8 79,7 82,3 96,2 100,0
180
Lampiran 5. Analisis Statistik Deskriptif Frekuensi Responden PT-LSM-PetugasSwasta
Frequencies Statistics N
Gender 30 0
Valid Missing
Organisasi 30 0
FOPB 30 0
SPSK 30 0
SOBB 30 0
KLSMPT 30 0
BKPS 30 0
Frequency Table Gender Frequency Valid
1 2 Total
Percent 24 6 30
80,0 20,0 100,0
Valid Percent
Cumulative Percent
80,0 20,0 100,0
80,0 100,0
Organisasi
Valid
1
Frequency 30
Percent 100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
FOPB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 3 8 14 5 30
10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Valid Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Cumulative Percent 10,0 36,7 83,3 100,0
SPSK Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 2 11 15 2 30
6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Valid Percent
Cumulative Percent
6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
6,7 43,3 93,3 100,0
SOBB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 2 2 15 11 30
6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Valid Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 13,3 63,3 100,0
BKPS
Valid
1 2 3 Total
Frequency 4 6 20 30
Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Valid Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Cumulative Percent 13,3 33,3 100,0
181
Lampiran 5. (Lanjutan) KLSMPT
Valid
Frequency 20 6 4 30
1 2 3 Total
Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Valid Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Cumulative Percent 66,7 86,7 100,0
Frequencies Statistics N
Pekerjaan 30 0
Valid Missing
Organisasi 30 0
FOPB 30 0
SPSK 30 0
SOBB 30 0
KLSMPT 30 0
BKPS 30 0
Frequency Table Pekerjaan Frequency Valid
1 2 3 4 Total
6 7 10 7 30
Percent 20,0 23,3 33,3 23,3 100,0
Valid Percent 20,0 23,3 33,3 23,3 100,0
Cumulative Percent 20,0 43,3 76,7 100,0
Organisasi
Valid
1
Frequency 30
Percent 100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
FOPB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
3 8 14 5 30
Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Valid Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Cumulative Percent 10,0 36,7 83,3 100,0
SPSK
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 2 11 15 2 30
Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Valid Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 43,3 93,3 100,0
182
Lampiran 5. (Lanjutan) SOBB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
2 2 15 11 30
Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Valid Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 13,3 63,3 100,0
KLSMPT
Valid
1 2 3 Total
Frequency 20 6 4 30
Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Valid Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Cumulative Percent 66,7 86,7 100,0
BKPS
Valid
1 2 3 Total
Frequency 4 6 20 30
Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Valid Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Cumulative Percent 13,3 33,3 100,0
Frequencies Statistics N
PendidikanOrganisasi FOPB Valid 30 30 30 Missing 0 0 0
SPSK 30 0
SOBB KLSMPT BKPS 30 30 30 0 0 0
Frequency Table Pendidikan
Valid
1 2 3 4 5 Total
Frequency 1 4 3 1 21 30
Percent 3,3 13,3 10,0 3,3 70,0 100,0
Valid Percent 3,3 13,3 10,0 3,3 70,0 100,0
Cumulative Percent 3,3 16,7 26,7 30,0 100,0
183
Lampiran 5. (Lanjutan) Organisasi
Valid
1
Frequency 30
Percent 100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
FOPB
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 3 8 14 5 30
Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Valid Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Cumulative Percent 10,0 36,7 83,3 100,0
SPSK Frequency Valid
1 2 3 4 Total
2 11 15 2 30
Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Valid Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 43,3 93,3 100,0
SOBB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
2 2 15 11 30
Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Valid Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 13,3 63,3 100,0
Lampiran 5. (Lanjutan) KLSMPT
Valid
1 2 3 Total
Frequency 20 6 4 30
Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Valid Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Cumulative Percent 66,7 86,7 100,0
184
BKPS
Valid
1 2 3 Total
Frequency 4 6 20 30
Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Valid Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Cumulative Percent 13,3 33,3 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
Pendapatan Organisasi 30 30 0 0
FOPB 30 0
SPSK 30 0
SOBB KLSMPT 30 30 0 0
BKPS 30 0
Frequency Table Pendapatan Frequency Valid
1 2 3 4 Total
7 15 5 3 30
Percent 23,3 50,0 16,7 10,0 100,0
Valid Percent 23,3 50,0 16,7 10,0 100,0
Cumulative Percent 23,3 73,3 90,0 100,0
Organisasi
Valid
1
Frequency 30
Percent 100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
FOPB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
3 8 14 5 30
Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Valid Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Cumulative Percent 10,0 36,7 83,3 100,0
SPSK
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 2 11 15 2 30
Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Valid Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 43,3 93,3 100,0
185
Lampiran 5. (Lanjutan) SOBB
Valid
1 2 3 4 Total
Frequency 2 2 15 11 30
Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Valid Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 13,3 63,3 100,0
KLSMPT
Valid
1 2 3 Total
Frequency 20 6 4 30
Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Valid Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Cumulative Percent 66,7 86,7 100,0
BKPS
Valid
1 2 3 Total
Frequency 4 6 20 30
Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Valid Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Cumulative Percent 13,3 33,3 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
JTPS Organisasi 30 30 0 0
FOPB 30 0
SPSK 30 0
SOBB 30 0
KLSMPT 30 0
BKPS 30 0
Organisasi
Valid
1
Frequency 30
Percent 100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
FOPB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 3 8 14 5 30
10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Valid Percent 10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Cumulative Percent 10,0 36,7 83,3 100,0
186
Lampiran 5. (Lanjutan) SPSK Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 2 11 15 2 30
Valid Percent
6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Cumulative Percent
6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
6,7 43,3 93,3 100,0
SOBB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
2 2 15 11 30
Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Valid Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 13,3 63,3 100,0
KLSMPT
Valid
1 2 3 Total
Frequency 20 6 4 30
Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Valid Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Cumulative Percent 66,7 86,7 100,0
BKPS Frequency Valid
1 2 3 Total
4 6 20 30
Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Valid Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Cumulative Percent 13,3 33,3 100,0
Frequencies Statistics N
Valid Missing
JTPA Organisasi 30 30 0 0
FOPB 30 0
SPSK 30 0
SOBB KLSMPT 30 30 0 0
BKPS 30 0
Frequency Table JTPA Frequency Valid
1 2 3 4 5 Total
Percent 1 3 6 6 14 30
3,3 10,0 20,0 20,0 46,7 100,0
Valid Percent 3,3 10,0 20,0 20,0 46,7 100,0
Cumulative Percent 3,3 13,3 33,3 53,3 100,0
187
Lampiran 5. (Lanjutan) Organisasi
Valid
1
Frequency 30
Percent 100,0
Valid Percent 100,0
Cumulative Percent 100,0
FOPB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 3 8 14 5 30
10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
Valid Percent
Cumulative Percent
10,0 26,7 46,7 16,7 100,0
10,0 36,7 83,3 100,0
SPSK Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 2 11 15 2 30
6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Valid Percent 6,7 36,7 50,0 6,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 43,3 93,3 100,0
SOBB Frequency Valid
1 2 3 4 Total
Percent 2 2 15 11 30
6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Valid Percent 6,7 6,7 50,0 36,7 100,0
Cumulative Percent 6,7 13,3 63,3 100,0
KLSMPT
Valid
1 2 3 Total
Frequency 20 6 4 30
Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Valid Percent 66,7 20,0 13,3 100,0
Cumulative Percent 66,7 86,7 100,0
BKPS
Valid
1 2 3 Total
Frequency 4 6 20 30
Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Valid Percent 13,3 20,0 66,7 100,0
Cumulative Percent 13,3 33,3 100,0
188
Lampiran 6. Analisis Statistik Deskriptif Tabulasi Silang Persepsi Masyarakat Crosstabs Case Processing Summary
Gender * Persepsi Pendidikan * Persepsi Kelurahan * Persepsi Pekerjaan * Persepsi Pendapatan * Persepsi JTPS * Persepsi JTPA * Persepsi
Valid N Percent 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0%
Cases Missing N Percent 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0%
N
Total Percent 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0% 344 100,0%
Gender * Persepsi Crosstabulation Count Persepsi 2 162 157 319
1 Gender
1 2
0 3 3
Total
Keterangan Gender : 1 = Laki-laki 2 = Perempuan
3
Total 10 12 22
172 172 344
Keterangan Persepsi : 1 = Kurang positif 2 = Positif 3 = Sangat Positif Pekerjaan * Persepsi Crosstabulation
Count Persepsi 2
1 Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Total
Keterangan Pekerjaan 1 Pekerjaan 2 Pekerjaan 3 Pekerjaan 4 Pekerjaan 5 Pekerjaan 6
: = Buruh = IRT = Karyawan = Mahasiswa/Pelajar = Pedagang = Pemulung
Lampiran 6. (Lanjutan)
0 2 0 0 1 0 0 0 0 0 0 3
Pekerjaan 7 Pekerjaan 8 Pekerjaan 9 Pekerjaan 10 Pekerjaan 11
3 25 87 47 22 28 5 8 33 3 53 8 319
Total 0 5 1 0 1 2 1 2 1 8 1 22
25 94 48 22 30 7 9 35 4 61 9 344
= Petani = PNS/Pensiunan = Supir/Ojek = Wiraswasta = Lainnya (Nelayan, Satpam, Pekerjaan Lurah & Penjaga Mesjid)
189
Pendidikan * Persepsi Crosstabulation Count Persepsi 2
1 Pendidikan
1 2 3 4
2 0 1 0 3
Total
Keterangan Pendidikan
: :
1 = SD 2 = SMP
3
56 84 140 39 319
Total 2 9 8 3 22
60 93 149 42 344
3 = SLTA 4 = PT Kelurahan * Persepsi Crosstabulation
Count Persepsi 2
1 Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 0 3 0 0 0 0 0 3
Total
Keterangan
: Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 Kelurahan 4 Kelurahan 5 Kelurahan 6 Kelurahan 7 Kelurahan 8
= = = = = = = =
3
Total
41 41 39 40 32 40 43 43 319
2 2 1 3 11 3 0 0 22
43 43 43 43 43 43 43 43 344
Bakung Keteguhan Kampung Baru Labuhan Ratu Pasir Gintung Kaliawi Tanjung Senang Way Kandis
Pendapatan * Persepsi Crosstabulation Count Persepsi 2
1 Pendapatan
1 2 3 4 5 6
0 0 3 0 0 0 3
Total
Keterangan
: Pendapatan 1 Pendapatan 2 Pendapatan 3 Pendapatan 4 Pendapatan 5 Pendapatan 6
= = = = = =
< 500.000/bln 500.001 - 1.000.000/bln 1.000.001 – 2.000.000/bln 2.000.001 – 4.000.000/bln 4.000.001 – 8.000.000/bln > 8.000.000/bln
20 168 82 41 4 4 319
3
Total 0 14 5 3 0 0 22
20 182 90 44 4 4 344
190
Lampiran 6. (Lanjutan)
JTPS * Persepsi Crosstabulation Count 1 JTPS
1 2 3 4
2 1 0 0 3
Total Keterangan JTPS JTPS 1 JTPS 2 JTPS 3 JTPS 4
: : : : : :
Keterangan
:
Persepsi 2 224 70 23 2 319
3 5 15 2 0 22
Total 231 86 25 2 344
Jarak kediaman responden dengan TPS 0 – 200 m 201 – 500 m 501 – 750 m 751 – 1.000 m
JTPA * Persepsi Crosstabulation Count 1 JTPA
1 2 3 4 5
Total
JTPA JTPA 1 JTPA 2 JTPA 3 JTPA 4 JTPA 5
: : : : : :
0 0 0 0 3 3
Persepsi 2 43 44 5 189 38 319
Jarak kediaman responden dengan TPA 0 – 2.000 m 2.001 – 5.000 m 5.001 – 7.500 m 7.500 – 10.000 m > 10.000 m
3
Total 2 2 0 17 1 22
45 46 5 206 42 344
191
Lampiran 7. Analisis Statistik Deskriptif Tabulasi Silang Harapan Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Case Processing Summary Cases Missing
Valid N Gender * Kebijakan Gender * Sistem Gender * Sarana Gender * Keterlibatan Pekerjaan * Kebijakan Pekerjaan * Sistem Pekerjaan * Sarana Pekerjaan * Keterlibatan Kelurahan * Kebijakan Kelurahan * Sistem Kelurahan * Sarana Kelurahan * Keterlibatan Pendidikan * Kebijakan Pendidikan * Sistem Pendidikan * Sarana Pendidikan * Keterlibatan Pendapatan * Kebijakan Pendapatan * Sistem Pendapatan * Sarana Pendapatan * Keterlibatan JTPS * Kebijakan JTPS * Sistem JTPS * Sarana JTPS * Keterlibatan JTPA * Kebijakan JTPA * Sistem JTPA * Sarana JTPA * Keterlibatan
344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
344 344 344 344 344 344 344 344 344
N
Total
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Percent ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0%
100,0%
0
100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
0 0 0 0 0 0 0 0
N 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344 344
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
,0%
344
100,0%
,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0%
344 344 344 344 344 344 344 344
100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Gender * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 Gender
1 2
2 105 111 216
Total
3
4
18 25 43
39 33 72
10 3 13
Total 172 172 344
Keterangan Gender : Kebijakan 1= Dibuat peraturan ttg kebersihan lingkungan dan penegakan hukum 1 = Laki-laki Kebijakan 2= Implementasi kebijakan tentang pengelolaan sampah 2.= Perempuan Kebijakan 3= Keberlanjutan program kebersihan lingkungan Kebijakan 4= Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan Gender * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 Gender Total
1 2
2 96 90 186
3 28 43 71
4 42 31 73
Total 6 8 14
172 172 344
192
Lampiran 7 (Lanjutan) Gender * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 Gender
1 2
Total Keterangan Sistem 1 Sistem 2 Sistem 3 Sistem 4
2 96 90 186
3 28 43 71
4 42 31 73
6 8 14
Total 172 172 344
: = = = =
Teknik operasional dalam pengelolaan sampah Pelaksanaan pola 3R mulai dari sumber sampah Sanitary Landfill Sistem Bakar menggunakan incenerator
Gender * Sarana Crosstabulation Count 1 Gender
1 2
5 8 13
Total Keterangan : Ketersediaan 1 = Ketersediaan 2 = Ketersediaan 3 =
Sarana 2 132 145 277
3
Total 172 172 344
35 19 54
Adanya TPS di setiap kawasan perumahan Menambah sarana dan prasarana penampungan dan pengangkut Peningkatan fungsi sarana dan prasarana
Gender * Keterlibatan Crosstabulation Count 1 Gender 1 2 Total Keterangan : Keterlibatan 1 Keterlibatan 2
Keterlibatan 3 Keterlibatan 4 Keterlibatan 5
41 27 68
Keterlibatan 2 3 93 7 113 2 206 9
4
5 23 25 48
8 5 13
Total 172 172 344
= Kerjasama antara masyarakat dengan instansi terkait dan swasta dalam pengelolaan kebersihan lingkungan = Masyarakat juga harus terlibat dalam pengelolaan sampah dengan mengembangkan kembali kearifan lokal seperti gotong royong untuk menjaga kebersihan lingkungan = Membentuk organisasi pengelolaan kebersihan lingkungan = Mendukung Program Pemkot yang telah ada = Program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah
193
Lampiran 7. (Lanjutan) Pekerjaan * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
17 59 32 15 19 5 3 17 1 42 6 216
Total
Keterangan
2
: Pekerjaan 1 Pekerjaan 2 Pekerjaan 3 Pekerjaan 4 Pekerjaan 5 Pekerjaan 6 Pekerjaan 7 Pekerjaan 8 Pekerjaan 9 Pekerjaan 10 Pekerjaan 11
= = = = = = = = = = =
3 2 14 5 1 2 0 3 9 2 5 0 43
4
Total
6 18 9 6 8 2 3 5 1 13 1 72
0 3 2 0 1 0 0 4 0 1 2 13
25 94 48 22 30 7 9 35 4 61 9 344
Buruh IRT Karyawan Mahasiswa/i/Pelajar Pedagang Pemulung Petani PNS/Pensiunan Supir/Ojek Wiraswasta Lainnya (Nelayan, Satpam, Lurah & Penjaga Mesjid) Pekerjaan * Sarana Crosstabulation
Count Sarana 2
1 Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 5 1 2 0 0 1 1 0 2 0 13
Total
3
Total
18 82 34 19 27 3 6 32 4 45 7 277
6 7 13 1 3 4 2 2 0 14 2 54
25 94 48 22 30 7 9 35 4 61 9 344
Pekerjaan * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 Pekerjaan
Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2 19 47 33 12 18 3 5 14 1 28 6 186
3 2 29 5 4 4 1 1 10 1 13 1 71
4 4 10 9 5 7 3 2 10 2 19 2 73
Total 0 8 1 1 1 0 1 1 0 1 0 14
25 94 48 22 30 7 9 35 4 61 9 344
194
Lampiran 7.(Lanjutan) Pekerjaan * Keterlibatan Crosstabulation Count 1 Pekerjaan
Keterlibatan 3
2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
4 15 9 6 7 1 1 11 1 11 2 68
Total
14 64 29 13 20 4 4 19 2 32 5 206
4 0 0 3 0 2 0 1 1 0 1 1 9
5
Total
6 12 7 3 1 0 3 2 1 12 1 48
1 3 0 0 0 2 0 2 0 5 0 13
25 94 48 22 30 7 9 35 4 61 9 344
Kelurahan * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
2 29 33 24 29 36 30 18 17 216
Total
3 4 3 5 5 2 3 16 5 43
4
Total
6 5 12 7 5 9 8 20 72
4 2 2 2 0 1 1 1 13
43 43 43 43 43 43 43 43 344
Kelurahan * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
2 19 33 24 31 21 22 10 26 186
Total
3 6 0 13 6 14 5 26 1 71
4
Total
17 9 4 5 7 11 7 13 73
1 1 2 1 1 5 0 3 14
43 43 43 43 43 43 43 43 344
Kelurahan * Sarana Crosstabulation Count Sarana 2
1 Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 1 1 4 0 1 4 2 13
Total
Keterangan
: Kelurahan 1 Kelurahan 2 Kelurahan 3 Kelurahan 4
= = = =
Bakung Keteguhan Kampung Baru Labuhan Ratu
3 33 25 39 30 37 38 38 37 277
Total 10 17 3 9 6 4 1 4 54
Kelurahan 5 = Pasir Gintung Kelurahan 6 = Kaliawi Kelurahan 7 = Tanjung Senang Kelurahan 8 = Way Kandis
43 43 43 43 43 43 43 43 344
195
Lampiran 7.(Lanjutan) Pendidikan * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 Pendidikan
1 2 3 4
38 63 94 21 216
Total
Keterangan Pendidikan
: :
2
1 = SD 2 = SMP
3 9 8 14 12 43
4
Total
11 21 35 5 72
2 1 6 4 13
60 93 149 42 344
3 = SLTA 4 = PT Pendidikan * Sarana Crosstabulation
Count Sarana 2
1 Pendidikan
1 2 3 4
2 5 5 1 13
Total
3
Total
48 76 117 36 277
10 12 27 5 54
60 93 149 42 344
Pendidikan * Keterlibatan Crosstabulation Count 1 Pendidikan
1 2 3 4
9 21 28 10 68
Total
Keterlibatan 3 1 2 4 2 9
2 40 52 87 27 206
4
5 7 15 24 2 48
Total 3 3 6 1 13
60 93 149 42 344
Pendapatan * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 Pendapatan
1 2 3 4 5 6
Total
Keterangan
: Pendapatan 1 = Pendapatan 2 = Pendapatan 3 = Pendapatan 4 = Pendapatan 5 = Pendapatan 6 =
2 13 128 51 21 2 1 216
3 5 19 10 5 2 2 43
< 500.000/bln 500.001 - 1.000.000/bln 1.000.001 – 2.000.000/bln 2.000.001 – 4.000.000/bln 4.000.001 – 8.000.000/bln > 8.000.000/bln
4 1 30 27 13 0 1 72
Total 1 5 2 5 0 0 13
20 182 90 44 4 4 344
196
Lampiran 7.(Lanjutan Pendapatan * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 Pendapatan
1 2 3 4 5 6
2
3
12 95 54 22 1 2 186
Total
2 40 14 12 2 1 71
4
Total
5 39 21 6 1 1 73
1 8 1 4 0 0 14
20 182 90 44 4 4 344
Pendapatan * Sarana Crosstabulation Count Sarana 2
1 Pendapatan
1 2 3 4 5 6
0 10 3 0 0 0 13
Total
3
Total
19 137 77 38 3 3 277
1 35 10 6 1 1 54
20 182 90 44 4 4 344
Pendapatan * Keterlibatan Crosstabulation Count 1 Pendapatan
1 2 3 4 5 6
2 2 42 18 6 0 0 68
Total
16 98 56 30 2 4 206
Keterlibatan 3 1 3 1 3 1 0 9
4
5 0 30 14 3 1 0 48
Total 1 9 1 2 0 0 13
20 182 90 44 4 4 344
JTPS * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 JTPS
1 2 3 4
Total
Keterangan JTPS JTPS 1 JTPS 2
: : : :
2 133 63 19 1 216
3 35 6 1 1 43
4 54 15 3 0 72
Jarak rumah responden dengan TPS 0 – 200 m JTPS 3 : 5001 – 750 m 201 – 500 m JTPA 4 : 751 – 1.000 m
Total 9 2 2 0 13
231 86 25 2 344
197
Lampiran 7 (Lanjutan) JTPS * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 JTPS
1 2 3 4
2 132 38 15 1 186
Total
3 41 23 6 1 71
4
Total
47 22 4 0 73
11 3 0 0 14
231 86 25 2 344
Lampiran 7 (Lanjutan) JTPS * Sarana Crosstabulation Count Sarana 2 181 76 18 2 277
1 JTPS
1 2 3 4
12 1 0 0 13
Total
3
Total 38 9 7 0 54
231 86 25 2 344
JTPS * Keterlibatan Crosstabulation Count 1 JTPS
1 2 3 4
2 35 29 4 0 68
Total
Keterlibatan 3 6 2 1 0 9
146 41 17 2 206
4
5 39 8 1 0 48
5 6 2 0 13
Total 231 86 25 2 344
JTPA * Kebijakan Crosstabulation Count Kebijakan 1 JTPA
1 2 3 4 5
Total
Keterangan JTPA JTPA 1 JTPA 2 JTPA 3
: : : : :
2 31 35 4 123 23 216
3 4 3 0 31 5 43
4 6 6 1 47 12 72
Jarak kediaman responden dengan TPA 0 – 2.000 m JTPA 4 : 7.500 – 10.00 m 2.001 – 5.000 m JTPA 5 : > 10.000 m 5.001 – 7.500 m
Total 4 2 0 5 2 13
45 46 5 206 42 344
198
JTPA * Sistem Crosstabulation Count Sistem 1 JTPA
1 2 3 4 5
2 20 36 2 104 24 186
Total
3 7 0 1 51 12 71
4 17 9 1 42 4 73
1 1 1 9 2 14
Total 45 46 5 206 42 344
JTPA * Sarana Crosstabulation Count 1 JTPA
1 2 3 4 5
0 1 0 11 1 13
Total
Sarana 2 34 27 5 173 38 277
3
Total 45 46 5 206 42 344
11 18 0 22 3 54
JTPA * Keterlibatan Crosstabulation Count 1 JTPA1 2 3 4 5 Total
5 4 1 52 6 68
Keterlibatan 2 3 4 33 0 1 18 3 19 3 0 1 119 4 27 33 2 0 206 9 48
5 6 2 0 4 1 13
Total 45 46 5 206 42 344
199
Lampiran 8. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Tabulasi Silang Stakeholders (Petugas-Perguruan Tinggi-LSM-Swasta) Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Gender * Organisasi
30
Percent 100,0%
Gender * FOPB
30
Gender * SPSK Gender * SOBB
N
Total
0
Percent ,0%
100,0%
0
30
100,0%
30
100,0%
Gender * KLSMPT
30
Gender * BKPS
30
N 30
Percent 100,0%
,0%
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
0
,0%
30
100,0%
100,0%
0
,0%
30
100,0%
100,0%
0
,0%
30
100,0%
Keterangan Gender : 1 = Laki-laki 2 = Perempuan Gender * Organisasi Crosstabulation Count Organisasi 1 Gender
Total
1 2
24 6 30
Total
24 6 30
Gender * FOPB Crosstabulation Count FOPB 1 Gender
1 2
2 2 1 3
Total
3 7 1 8
4
Total
11 3 14
4 1 5
24 6 30
Gender * KLSMPT Crosstabulation Count KLSMPT 2
1 Gender
1 2
15 5 20
Total
3
Total
6 0 6
3 1 4
24 6 30
Gender * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 Gender Total
1 2
2 1 1 2
3 2 0 2
4 10 5 15
Total 11 0 11
24 6 30
200
Lampiran 8. (Lanjutan) Gender * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 Gender
2
1 2
3
1 1 2
Total
2 0 2
4 10 5 15
Total 11 0 11
24 6 30
Gender * BKPS Crosstabulation Count BKPS 2
1 Gender
1 2
2 2 4
Total
3 3 3 6
Total 19 1 20
24 6 30
Case Processing Summary
Valid N Pekerjaan * Organisasi Pekerjaan * FOPB Pekerjaan * SPSK Pekerjaan * SOBB Pekerjaan * KLSMPT Pekerjaan * BKPS
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
30 30 30 30 30 30
N
Cases Missing Percent 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0%
Total N 30 30 30 30 30 30
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pekerjaan * Organisasi Crosstabulation Count Organisasi 1 Pekerjaan
1 2 3 4
Total
Keterangan Pekerjaan
: :
Total 6 7 10 7 30
1 = Dosen 2 = LSM
6 7 10 7 30
3 = Petugas Kebersihan 4 = Swasta Pekerjaan * FOPB Crosstabulation
Count FOPB 1 Pekerjaan
Total
1 2 3 4
2 1 1 0 1 3
3 0 3 0 5 8
4 4 3 7 0 14
Total 1 0 3 1 5
6 7 10 7 30
201
Lampiran 8 (Lanjutan) Pekerjaan * SPSK Crosstabulation Count SPSK 1 Pekerjaan
1 2 3 4
2 0 2 0 0 2
Total
3 1 1 4 5 11
4
Total
5 4 4 2 15
0 0 2 0 2
6 7 10 7 30
Pekerjaan * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 Pekerjaan
1 2 3 4
2 0 0 0 2 2
Total
3 2 0 0 0 2
4 3 4 6 2 15
Total 1 3 4 3 11
6 7 10 7 30
Pekerjaan * KLSMPT Crosstabulation Count KLSMPT 2
1 Pekerjaan
1 2 3 4
5 4 7 4 20
Total
3 1 0 2 3 6
Total 0 3 1 0 4
6 7 10 7 30
Pekerjaan * BKPS Crosstabulation Count BKPS 2
1 Pekerjaan
Total
1 2 3 4
1 1 2 0 4
3 1 3 2 0 6
Total 4 3 6 7 20
6 7 10 7 30
202
Lampiran 8. (Lanjutan Case Processing Summary
Valid N Pendidikan * Organisasi Pendidikan * FOPB Pendidikan * SPSK Pendidikan * SOBB Pendidikan * KLSMPT Pendidikan * BKPS
Keterangan Pendidikan
: :
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
30 30 30 30 30 30
1 = Tidak tamat SD 2 = SD 3 = SMP
N
Cases Missing Percent 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0%
Total N 30 30 30 30 30 30
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
4 = SLTA 5 = PT
Pendidikan * Organisasi Crosstabulation Count Organisasi 1 Pendidikan
Total
1 2 3 4 5
1 4 3 1 21 30
Total
1 4 3 1 21 30
Pendidikan * SPSK Crosstabulation Count SPSK 1 Pendidikan
1 2 3 4 5
2 0 0 0 0 2 2
Total
3
4
1 2 1 0 7 11
Total
0 1 1 1 12 15
0 1 1 0 0 2
1 4 3 1 21 30
Pendidikan * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 Pendidikan
1 2 3 4 5
2 0 0 0 0 2 2
Total
3 0 0 0 0 2 2
4
Total
1 2 1 1 10 15
0 2 2 0 7 11
1 4 3 1 21 30
Pendidikan * BKPS Crosstabulation Count BKPS 2
1 Pendidikan
Total
1 2 3 4 5
1 1 0 0 2 4
3 0 1 0 1 4 6
Total 0 2 3 0 15 20
1 4 3 1 21 30
203
Lampiran 8. (Lanjutan) Pendidikan * KLSMPT Crosstabulation Count KLSMPT 2
1 Pendidikan
1 2 3 4 5
1 3 2 1 13 20
Total
3 0 0 1 0 5 6
Total 0 1 0 0 3 4
1 4 3 1 21 30
Case Processing Summary Cases Missing
Valid N Pendapatan * Organisasi Pendapatan * FOPB Pendapatan * SPSK Pendapatan * SOBB Pendapatan * KLSMPT Pendapatan * BKPS
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
30 30 30 30 30 30
N
Total Percent ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0%
0 0 0 0 0 0
N 30 30 30 30 30 30
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
Pendapatan * Organisasi Crosstabulation Count Organisasi 1 Pendapatan
Total
1 2 3 4
7 15 5 3 30
Total
Keterangan Pendapatan
: :
7 15 5 3 30
1 = < 1.500.000 2 = 1.500.001 – 4.500.001 3 = 4.500.000 – 15.000.000 4 = > 15.000.000 Pendapatan * FOPB Crosstabulation
Count FOPB 1 Pendapatan
1 2 3 4
2 1 1 1 0 3
Total
3 0 3 3 2 8
4 5 8 1 0 14
Total 1 3 0 1 5
7 15 5 3 30
Pendapatan * SPSK Crosstabulation Count SPSK 1 Pendapatan
Total
1 2 3 4
2 1 1 0 0 2
3 4 2 3 2 11
4 1 11 2 1 15
Total 1 1 0 0 2
7 15 5 3 30
204
Lampiran 8. (Lanjutan Pendapatan * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 Pendapatan
2
1 2 3 4
3
0 0 1 1 2
Total
4
0 1 1 0 2
4 9 2 0 15
Total 3 5 1 2 11
7 15 5 3 30
JTPS * Organisasi Crosstabulation Count Organisasi 1 JTPS
Total
1 2 3 4
10 10 7 3 30
Total
Keterangan JTPS 1 JTPS 2 Organisasi
10 10 7 3 30
: : 0 – 200 m JTPS : 501 – 750 m : 200 – 500 m JTPS : 751 - 1.000 m : Mengetahui, yaitu Satuan Organisasi Kebersihan Lingkungan yang dibawahi Kecamatan dan kelurahan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota, dan Dinas Pasar Kota JTPS * FOPB Crosstabulation
Count FOPB 1 JTPS
1 2 3 4
1 2 0 0 3
Total
Keterangan FOPB1 FOPB2
2
3 1 3 2 2 8
4 7 3 3 1 14
Total 1 2 2 0 5
10 10 7 3 30
: : Penting sekali sebagai fungsi kontrol bagi institusi kebersihan lingkungan perkotaan : Penting, karena sebagai institusi tersebut yang bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan Kota Bandar Lampung : Sangat penting agar sampah kota dapat dikelola secara efisien dan efektif : Sangat penting karena dengan adanya organisasi tersebut dan berfungsi sebagaimana mestinya sehingga akan dapat mengelola kebersihan lingkungan perkotaan secara baik
FOPB3 FOPB4
JTPS * SPSK Crosstabulation Count SPSK 1 JTPS
Total
1 2 3 4
2 0 2 0 0 2
3 4 3 4 0 11
4 4 5 3 3 15
Total 2 0 0 0 2
Keterangan : SPSK1 : Banyak kelemahan, terutama struktur organisasi yg kurang memantau kegiatan dilapangan SPSK2 : Belum optimal karena pengelolaan kebersihan/sampah belum dilaksanakan secara terpadu SPSK3 : Kurang berjalan dengan baik, karena masih banyak sampah yang tidak terangkut ke TPA disebabkan keterbatasan sarana SPSK4 : Sudah berjalan dengan baik, namun perlu pembenahan dalam sistem administrasi khususnya Retribusi
10 10 7 3 30
205
Lampiran 8 (Lanjutan) JTPS * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 JTPS
2
1 2 3 4
0 1 1 0 2
Total
Keterangan SOBB1 SOBB2 SOBB3 SOBB4
3
4
1 0 1 0 2
Total
4 7 3 1 15
5 2 2 2 11
10 10 7 3 30
: : Organisasi dalam bentuk badan usaha yang bekerjasama dengan pihak swasta untuk mengelola kebersihan : Organisasi diberi wewenang dalam mengangkut dan mengelola sampah dengan pengawasan dari pemerintah : Organisasi yang mampu memberdayakan pihak masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah sejak perencanaan hingga pelaksanaan : Perlu organisasi yang mengatur sistem pengelolaan sampah terpadu JTPS * KLSMPT Crosstabulation
Count KLSMPT 2
1 JTPS
1 2 3 4
6 7 5 2 20
Total
Keterangan KLSMPT1 KLSMPT2 KLSMPT3
3 2 2 1 1 6
Total 2 1 1 0 4
10 10 7 3 30
: : Perlu keterlibatan pihak swasta dalam investasi untuk pengelolaan sampah : Perlu keterlibatan PT untuk melakukan kajian/penelitian di bidang pengelolaan sampah : Perlu melibatkan LSM sebagai pendamping bagi masyarakat dan pemantauan kegiatan JTPS * BKPS Crosstabulation
Count BKPS 2
1 JTPS
1 2 3 4
3 0 1 0 4
Total
Keterangan SPSK1 SPSK2 SPSK3
3 3 2 0 1 6
Total 4 8 6 2 20
10 10 7 3 30
: : Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan 3R : Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah : Pola kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah Case Processing Summary Cases Missing
Valid N JTPA * Organisasi JTPA * FOPB JTPA * SPSK JTPA * SOBB JTPA * KLSMPT JTPA * BKPS
30 30 30 30 30 30
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
N 0 0 0 0 0 0
Total Percent ,0% ,0% ,0% ,0% ,0% ,0%
N 30 30 30 30 30 30
Percent 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
206
Lampiran 8. (Lanjutan) JTPA * Organisasi Crosstabulation Count Organisasi 1 JTPA
Total
1 2 3 4 5
1 3 6 6 14 30
Total
Keterangan JTPA 1 JTPA 2
: : 0 – 500 m : 501 – 2.000 m
1 3 6 6 14 30
JTPA 3 : 2.001 – 5.000 m JTPA 4 : 5.001 - 10.000 m JTPS * FOPB Crosstabulation
Count FOPB 1 JTPS
1 2 3 4
2 1 2 0 0 3
Total
3
4
1 3 2 2 8
Total
7 3 3 1 14
1 2 2 0 5
10 10 7 3 30
JTPA * FOPB Crosstabulation Count FOPB 1 JTPA
1 2 3 4 5
2 0 1 1 0 1 3
Total
3 1 1 2 0 4 8
4
Total
0 1 2 4 7 14
0 0 1 2 2 5
1 3 6 6 14 30
JTPA * SOBB Crosstabulation Count SOBB 1 JTPA
1 2 3 4 5
2 0 0 1 1 0 2
Total
3 0 0 0 0 2 2
4
Total
1 2 1 2 9 15
0 1 4 3 3 11
1 3 6 6 14 30
JTPA * KLSMPT Crosstabulation Count KLSMPT 2
1 JTPA
1 2 3 4 5
0 3 4 3 10 20
Total
3 0 0 1 1 4 6
Total 1 0 1 2 0 4
1 3 6 6 14 30
JTPA * BKPS Crosstabulation Count BKPS 2
1 JTPA
Total
1 2 3 4 5
0 0 0 2 2 4
3 1 0 1 1 3 6
Total 0 3 5 3 9 20
1 3 6 6 14 30
207
Lampiran 9.
Hasil Analisis Statistik Korelasi Kontingensi Sistem Pengelolaan Kebersihan Lingkungan dengan Tingkat Pemberdayaan Masyarakat
(1) Sarana_Prasarana dengan Pemberdayaan masyarakat Crosstab Tingkat_Pemberdayaan
Sarana_Prasarana Sangat Kurang Count Expected Count % of Total Kurang Count Expected Count % of Total Sedang Count Expected Count % of Total Cukup Count Expected Count % of Total Total Count Expected Count % of Total
Sangat Rendah 78 19,5 22,7% 0 26,3 ,0% 0 20,0 ,0% 0 12,2 ,0% 78 78,0 22,7%
Cukup
Tinggi
8 32,5 2,3% 116 43,8 33,7% 6 33,3 1,7% 0 20,4 ,0% 130 130,0 37,8%
0 25,5 ,0% 0 34,4 ,0% 82 26,1 23,8% 20 16,0 5,8% 102 102,0 29,7%
Sangat Tinggi 0 8,5 ,0% 0 11,5 ,0% 0 8,7 ,0% 34 5,3 9,9% 34 34,0 9,9%
Total 86 86,0 25,0% 116 116,0 33,7% 88 88,0 25,6% 54 54,0 15,7% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 777,273a 721,642
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) ,000 ,000
1
,000
df
311,809 344
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,34.
Hipotesis Ho : antara Sarana & Prasarana dengan Pemberdayaan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Sarana & Prasarana dengan Pemberdayaan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak Ho, maka ada hubungan antara Sarana & Prasarana dengan pemberdayaan. 777.273
Î chi-square hitung Î chi-square tabel
208
(2) Kapasitas_Tampung TPA dengan Tingkat_Pemberdayaan Masyarakat Crosstab Tingkat_Pemberdayaan
Kapasitas_TPA Sangat Kurang Count Expected Count % of Total Kurang Count Expected Count % of Total Sedang Count Expected Count % of Total Cukup Count Expected Count % of Total Total Count Expected Count % of Total
Sangat Rendah 70 15,9 20,3% 8 29,7 2,3% 0 14,1 ,0% 0 18,4 ,0% 78 78,0 22,7%
Cukup 0 26,5 ,0% 123 49,5 35,8% 7 23,4 2,0% 0 30,6 ,0% 130 130,0 37,8%
Tinggi 0 20,8 ,0% 0 38,8 ,0% 55 18,4 16,0% 47 24,0 13,7% 102 102,0 29,7%
Sangat Tinggi 0 6,9 ,0% 0 12,9 ,0% 0 6,1 ,0% 34 8,0 9,9% 34 34,0 9,9%
Total 70 70,0 20,3% 131 131,0 38,1% 62 62,0 18,0% 81 81,0 23,5% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 675,482a 675,726
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) ,000 ,000
1
,000
df
299,488 344
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,13.
Hipotesis Ho : antara Kapasitas tampung TPA dengan Pemberdayaan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Kapasitas tampung TPA dan Pemberdayaan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak Ho, maka ada hubungan antara Kapasitas TPA dengan pemberdayaan. 675.482
Î chi-square hitung Î chi-square tabel
209
(3) Petugas kebersihan dengan Pemberdayaan Masyarakat Crosstab Tingkat_Pemberdayaan
Petugas
Total
Sangat Kurang Count Expected Count % of Total Kurang Count Expected Count % of Total Sedang Count Expected Count % of Total Cukup Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total
Sangat Rendah 78 21,1 22,7% 0 26,1 ,0% 0 12,2 ,0% 0 18,6 ,0% 78 78,0 22,7%
Cukup 15 35,1 4,4% 115 43,5 33,4% 0 20,4 ,0% 0 31,0 ,0% 130 130,0 37,8%
Tinggi 0 27,6 ,0% 0 34,1 ,0% 54 16,0 15,7% 48 24,3 14,0% 102 102,0 29,7%
Sangat Tinggi 0 9,2 ,0% 0 11,4 ,0% 0 5,3 ,0% 34 8,1 9,9% 34 34,0 9,9%
Total 93 93,0 27,0% 115 115,0 33,4% 54 54,0 15,7% 82 82,0 23,8% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 674,738a 696,419 299,430
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) ,000 ,000
1
,000
df
344
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,34.
Hipotesis H0 : antara Petugas dan Pemberdayaan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Petugas TPA dan Pemberdayaan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara Petugas dengan pemberdayaan. 674.783
Î chi-square hitung Î chi-square
210
Lampiran 10. Hasil Analisis Statistik Koefisien Kontingensi Karakteristik dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan (1) Pekerjaan dengan dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Crosstab Tingkat_Pemberdayaan Sangat Rendah Pekerjaan
Buruh
IRT
Karyawan
Mahasiswa/i/Pelajar
Pedagang
Pemulung
Petani
PNS/Pensiunan
Supir/Ojek
Wiraswasta
Lainnya(Nelayan, Satpam, Lurah & Penjaga Mesjid) Total
Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total
Cukup
8 5,7 2,3% 15 21,3 4,4% 15 10,9 4,4% 1 5,0 ,3% 4 6,8 1,2% 7 1,6 2,0% 0 2,0 ,0% 6 7,9 1,7% 1 ,9 ,3% 17 13,8 4,9% 4 2,0 1,2% 78 78,0 22,7%
Tinggi
4 9,4 1,2% 39 35,5 11,3% 28 18,1 8,1% 3 8,3 ,9% 19 11,3 5,5% 0 2,6 ,0% 3 3,4 ,9% 14 13,2 4,1% 2 1,5 ,6% 14 23,1 4,1% 4 3,4 1,2% 130 130,0 37,8%
Sangat Tinggi
9 7,4 2,6% 35 27,9 10,2% 5 14,2 1,5% 5 6,5 1,5% 4 8,9 1,2% 0 2,1 ,0% 3 2,7 ,9% 10 10,4 2,9% 1 1,2 ,3% 29 18,1 8,4% 1 2,7 ,3% 102 102,0 29,7%
4 2,5 1,2% 5 9,3 1,5% 0 4,7 ,0% 13 2,2 3,8% 3 3,0 ,9% 0 ,7 ,0% 3 ,9 ,9% 5 3,5 1,5% 0 ,4 ,0% 1 6,0 ,3% 0 ,9 ,0% 34 34,0 9,9%
Total 25 25,0 7,3% 94 94,0 27,3% 48 48,0 14,0% 22 22,0 6,4% 30 30,0 8,7% 7 7,0 2,0% 9 9,0 2,6% 35 35,0 10,2% 4 4,0 1,2% 61 61,0 17,7% 9 9,0 2,6% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a.
Value 150,714a 131,221 ,330
Asymp. Sig. (2-sided)
df 30 30
,000 ,000
1
,566
344
22 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.
Hipotesis Ho
: antara Pekerjaan dengan Program Pengelolaan kebersihan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Pekerjaan TPA dengan Program Pengelolaan kebersihan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara Pekerjaan dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan.
150.714 Î chi-square hitung Î chi-square tabel
211
(2) Pendidikan dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Crosstab
Pendidikan SD
Total
Count Expected Coun % of Total SLTP Count Expected Coun % of Total SLTA Count Expected Coun % of Total PT Count Expected Coun % of Total Count Expected Coun % of Total
Program pengelolaan kebersihan Tingkat_Pemberdayaan Sangat S kurang kurang cukup Baik Cukup Tinggi Sangat Tinggi Rendah 16 21 20 3 13,6 22,7 17,8 5,9 4,7% 6,1% 5,8% ,9% 25 33 27 8 21,1 35,1 27,6 9,2 7,3% 9,6% 7,8% 2,3% 35 55 40 19 33,8 56,3 44,2 14,7 10,2% 16,0% 11,6% 5,5% 2 21 15 4 9,5 15,9 12,5 4,2 ,6% 6,1% 4,4% 1,2% 78 130 102 34 78,0 130,0 102,0 34,0 22,7% 37,8% 29,7% 9,9%
total
Total 60 60,0 17,4% 93 93,0 27,0% 149 149,0 43,3% 42 42,0 12,2% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 13,127a 15,972 3,351
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) ,157 ,067
1
,067
df
344
a. 1 cells (6,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,15.
Hipotesis H0 : antara Pendidikan dengan Program Pengelolaan kebersihan dan tingkat Pemberdayaan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Pendidikan TPA dengan Program Pengelolaan kebersihan dan tingkat Pemberdayaan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.157) > alpha 10% maka terima H0 artinya pada taraf nyata 10% belum cukup bukti untuk menolak H0, maka tidak ada hubungan antara Pendidikan dengan dengan Program Pengelolaan kebersihan tingkat pemberdayaan. 13.127
Î chi-square hitung
Î chi-square tabel
212
(3) Pendapatan dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan
Crosstab
Program pengelolaan kebersihan Tingkat_Pemberdayaan Sangat S Rendah kurang Pendapatan <500.000 Count 16 Expected Count 4,5 % of Total 4,7% 500.001 - 1.000.000 Count 43 Expected Count 41,3 % of Total 12,5% 1.000.001 - 2.000.000 Count 17 Expected Count 20,4 % of Total 4,9% 2.000.001 - 4.000.000 Count 2 Expected Count 10,0 % of Total ,6% 4.000.001 - 8.000.000 Count 0 Expected Count ,9 % of Total ,0% > 8.000.000 Count 0 Expected Count ,9 % of Total ,0% Total Count 78 Expected Count 78,0 % of Total 22,7%
kurang Cukup
cukup Tinggi
0 7,6 ,0% 58 68,8 16,9% 42 34,0 12,2% 29 16,6 8,4% 1 1,5 ,3% 0 1,5 ,0% 130 130,0 37,8%
3 5,9 ,9% 68 54,0 19,8% 18 26,7 5,2% 6 13,0 1,7% 3 1,2 ,9% 4 1,2 1,2% 102 102,0 29,7%
Baik Tinggi Sangat 1 2,0 ,3% 13 18,0 3,8% 13 8,9 3,8% 7 4,3 2,0% 0 ,4 ,0% 0 ,4 ,0% 34 34,0 9,9%
total Total 20 20,0 5,8% 182 182,0 52,9% 90 90,0 26,2% 44 44,0 12,8% 4 4,0 1,2% 4 4,0 1,2% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 87,182a 86,494
15 15
Asymp. Sig. (2-sided) ,000 ,000
1
,002
df
10,005 344
a. 11 cells (45,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,40.
Hipotesis H0 :
antara Pendapatan dengan Program Pengelolaan kebersihan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Pendapatan TPA dengan Program Pengelolaan kebersihan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara Pendapatan dengan Program Pengelolaan kebersihan. 87.182
Î chi-square hitung
Î chi-square tab
213
(4) Jarak TPS dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Crosstab
Jarak_TPS
0-200 m
201-500 m
501-750 m
501-750 m
Total
Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total
Program pengelolaan kebersihan Tingkat_Pemberdayaan Sangat S kurang Cukup kurang cukup Sangat Baik Tinggi Rendah Tinggi 59 53 85 34 52,4 87,3 68,5 22,8 17,2% 15,4% 24,7% 9,9% 14 60 12 0 19,5 32,5 25,5 8,5 4,1% 17,4% 3,5% ,0% 5 16 4 0 5,7 9,4 7,4 2,5 1,5% 4,7% 1,2% ,0% 0 1 1 0 ,5 ,8 ,6 ,2 ,0% ,3% ,3% ,0% 78 130 102 34 78,0 130,0 102,0 34,0 22,7% 37,8% 29,7% 9,9%
total Total 231 231,0 67,2% 86 86,0 25,0% 25 25,0 7,3% 2 2,0 ,6% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 73,895a 83,412
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) ,000 ,000
1
,000
df
12,300 344
a. 5 cells (31,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20.
Hipotesis H0 :
antara Jarak TPS dengan Program Pengelolaan kebersihan saling bebas (tidak ada hubungan)
H1 :
antara Jarak TPS dengan Program Pengelolaan kebersihan tidak saling bebas (ada hubungan)
Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara Jarak TPS dengan Program Pengelolaan kebersihan . Î chi-square hitung Î chi-square tabel
214
(5) Jarak_TPA dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan
Crosstab
Program pengelolaan kebersihan Tingkat_Pemberdayaan
Jarak_TPA 0 - 2.000 m
Total
Count Expected Count % of Total 2.001 - 5.000 m Count Expected Count % of Total 5.001 - 7.500 m Count Expected Count % of Total 7.501 - 10.000 m Count Expected Count % of Total > 10.000 m Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total
Sangat S kurang kurang Cukup Rendah 43 1 10,2 17,0 12,5% ,3% 35 8 10,4 17,4 10,2% 2,3% 0 0 1,1 1,9 ,0% ,0% 0 79 46,7 77,8 ,0% 23,0% 0 42 9,5 15,9 ,0% 12,2% 78 130 78,0 130,0 22,7% 37,8%
cukup Tinggi 1 13,3 ,3% 3 13,6 ,9% 5 1,5 1,5% 93 61,1 27,0% 0 12,5 ,0% 102 102,0 29,7%
Baik Sangat Tinggi 0 4,4 ,0% 0 4,5 ,0% 0 ,5 ,0% 34 20,4 9,9% 0 4,2 ,0% 34 34,0 9,9%
total Total 45 45,0 13,1% 46 46,0 13,4% 5 5,0 1,5% 206 206,0 59,9% 42 42,0 12,2% 344 344,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 365,679a 385,378 123,256
12 12
Asymp. Sig. (2-sided) ,000 ,000
1
,000
df
344
a. 7 cells (35,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,49.
Hipotesis H0 : antara Jarak TPA dengan Program Pengelolaan kebersihan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Jarak TPA dengan Program Pengelolaan kebersihan tidak saling bebas (ada hubungan)
Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.000) < alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara Jarak TPA dengan Program Pengelolaan kebersihan . Î chi-square hitung Î chi-square tabel
215
(6) Persepsi dengan Program Pengelolaan Kebersihan Lingkungan
Crosstab Program pengelolaan kebersihan Tingkat_Pemberdayaan
Skors Kurang Baik Count Expected Coun % of Total Baik Count Expected Coun % of Total Sangat Baik Count Expected Coun % of Total Total Count Expected Coun
Sangat S kurang Rendah 0 ,7 ,0% 75 72,3 21,8% 3 5,0 ,9% 78 78,0
kurang
Cukup 3 1,1 ,9% 114 120,6 33,1% 13 8,3 3,8% 130 130,0
cukup
Baik
Tinggi Sangat Tinggi 0 0 ,9 ,3 ,0% ,0% 96 34 94,6 31,5 27,9% 9,9% 6 0 6,5 2,2 1,7% ,0% 102 34 102,0 34,0
total
Total 3 3,0 ,9% 319 319,0 92,7% 22 22,0 6,4% 344 344,0
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 11,258a 14,076
6 6
Asymp. Sig. (2-sided) ,081 ,029
1
,644
df
,213 344
a. 6 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,30.
Hipotesis H0 : antara Persepsi dengan program pengelolaan kebersihan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Persepsi dengan program pengelolaan kebersihan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.081) < alpha 10% maka tolak Ho artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara persepsi dengan program pengelolaan kebersihan.
Î chi-square hitung Î chi-square tabel
216
Lampiran 11. Hasil Analisis Statistik Koefisien Kontingensi Fisher Peran Stakeholders Terhadap Tingkat Pemberdayaan Masyarakat Stakeholder * Pemberdayaan Crosstabulation Pemberdayaan
Stakeholder
Dosen
Swasta
Petugas
LSM
Total
Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total Count Expected Count % of Total
Sangat Rendah 0 1,8 ,0% 2 2,1 6,7% 2 3,0 6,7% 5 2,1 16,7% 9 9,0 30,0%
Cukup 5 2,6 16,7% 2 3,0 6,7% 4 4,3 13,3% 2 3,0 6,7% 13 13,0 43,3%
Tinggi 1 ,8 3,3% 2 ,9 6,7% 1 1,3 3,3% 0 ,9 ,0% 4 4,0 13,3%
Sangat Tinggi 0 ,8 ,0% 1 ,9 3,3% 3 1,3 10,0% 0 ,9 ,0% 4 4,0 13,3%
Total 6 6,0 20,0% 7 7,0 23,3% 10 10,0 33,3% 7 7,0 23,3% 30 30,0 100,0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 15,195a 17,348
9 9
Asymp. Sig. (2-sided) ,086 ,044
1
,174
df
1,852 30
a. 16 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80.
Hipotesis H0 : antara Stakeholders dan Pemberdayaan saling bebas (tidak ada hubungan) H1 : antara Stakeholdersdan Pemberdayaan tidak saling bebas (ada hubungan) Dari output uji Chi-Square diatas, diperoleh nilai p(0.086)< alpha 10% maka tolak H0 artinya pada taraf nyata 10% sudah cukup bukti untuk menolak H0, maka ada hubungan antara stakeholder dengan pemberdayaan. 15.195
Î chi-square hitung Î chi-square tabel
217
Lampiran 12. Hasil Analisis Isi (Content Analysis) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pertanyaan Kunci 1. Apakah peraturan perundangan ini mengatur mengenai pengelolaan sampah a. Asas
Jawab
Ya
b. Tujuan
Ya
c. Pengurangan Sampah
Ya
d. Penanganan Sampah
Ya
e. Pengelolaan Sampah Spesifik f. Hak
Ya
Ya
Kaitan dengan Peraturan Perundangan
• Pasal 3 : Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamana n, dan asas nilai ekonomi. • Pasal 4 : Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. • Pasal 19 : Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas: (a) pengurangan sampah; dan (b) penanganan sampah. • Pasal 20 ayat 1 : Pengurangan sampah meliputi kegiatan: (a) pembatasan timbulan sampah; (b) pendauran ulang sampah; dan/atau (c) pemanfaatan kembali sampah • Pasal 20 ayat 2 : • Pasal 22 ayat 1 : Kegiatan penanganan sampah meliputi: (a) pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah; (b) pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; (c) pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; (d) pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau (f) pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman • Pasal 23 ayat 1 : Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah. • Pasal 11 ayat 1 : Setiap orang berhak ; (a) mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan
218
Pertanyaan Kunci
Jawab
Kaitan dengan Peraturan Perundangan
•
g. Kewajiban
Ya
•
•
h. Pembiayaan
Ya
• • •
i.
Kompensasi
Ya
•
•
sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu; (b) berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah; (c) memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah; (d) mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan empat pemrosesan akhir sampah; dan (e) memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan. Pasal 11 ayat 2 : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak diatur dengan peraturan pemerintah dan peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 12 ayat 1 : Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Pasal 12 ayat 2 : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga diatur dengan peraturan daerah. Pasal 24 ayat 1 : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pasal 24 ayat 2 : Pembiayaan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasal 24 ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah. Pasal 25 ayat 1 : Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Pasal 25 ayat 2 : Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: (a) relokasi ; (b) pemulihan lingkungan; (c) biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau (d) kompensasi dalam bentuk lain.
219
Pertanyaan Kunci
j.
Pengawasan
2. Apakah peran stakeholder berikut ini diatur dalam peraturan perundangan ini? a. Pemerintah Pusat b. Pemerintah Daerah/ Kabupaten/Kota c. Masyarakat d. Dunia Usaha Jika ya, sebutkan peran stakeholder berikut ini: a. Pemerintah Pusat Tugas
Jawab
Ya
Kaitan dengan Peraturan Perundangan • Pasal 25 ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai dampak negatif dan kompensasi diatur dengan peraturan pemerintah. • Pasal 30 ayat 1 : Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh Pemerintah. • Pasal 30 ayat 2: Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur. • Pasal 31 ayat 1 : Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama. • Pasal 31 ayat 2 : Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah. • Pasal 31 ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan sampah diatur dengan peraturan daerah.
Ya Ya
Ya Ya
• Pasal 5 : Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. • Pasal 6 : Tugas pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pasal 5: (a) menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan
220
Pertanyaan Kunci
Jawab
Kaitan dengan Peraturan Perundangan
• • •
•
Wewenang
•
Kewajiban
•
sampah; (b) melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah; (c) memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah; (d) melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan arana pengelolaan sampah; (e) mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; (f) memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan (g) melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah. Pasal 30 ayat 1 : Pengawasan terhadap kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh Pemerintah. Pasal 30 ayat 2: Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur. Pasal 31 ayat 1 : Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama. Pasal 31 ayat 2 : Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah. Pasal 7 : Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai kewenangan: (a) menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah; (b) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah; (c) memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah; (d) menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan (e) menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah. Pasal 20 ayat 2 : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagai berikut: (a) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam
221
Pertanyaan Kunci
Jawab
Kaitan dengan Peraturan Perundangan
• •
•
Tanggung Jawab b. Pemerintah Daerah Tugas
•
jangka waktu tertentu; (b) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (c) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (d) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan (e) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. Pasal 24 ayat 1 : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. Pasal 25 ayat 1 : Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Pasal 25 ayat 2 : Kompensasi berupa: (a) relokasi; (b) pemulihan lingkungan; (c) biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau (d) kompensasi dalam bentuk lain. Pasal 23 ayat 1 : Pengelolaan sampah spesifik adalah tanggung jawab Pemerintah.
• Pasal 5 : Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. • Pasal 6 : Tugas pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pasal 5: (a) menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah; (b) melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah; (c) memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah; (d) melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan arana pengelolaan sampah; (e) mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; (f) memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan (g) melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat
222
Pertanyaan Kunci
Kewajiban
c. Pemerintah Provinsi/ Gubernur Wewenang
Tugas
d. Pemerintah Kota/Kabupaten / Bupati Wewenang
Jawab
Kaitan dengan Peraturan Perundangan keterpaduan dalam pengelolaan sampah. • Pasal 31 ayat 1: Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara sendirisendiri maupun secara bersama-sama. • Pasal 31 ayat 2 : Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan yang diatur oleh Pemerintah. • Pasal 20 ayat 2 : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagai berikut: (a) menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (b) memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (c) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (d) memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan (e) memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang. • Pasal 24 ayat 1 : Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah.
• Pasal 8 : Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan provinsi mempunyai kewenangan: (a) menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah; (b) memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah; (c) menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah; dan (d) memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu) provinsi. • Pasal 30 ayat 2: Pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur.
• Pasal 9 ayat 1 : Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan
223
Pertanyaan Kunci
Jawab
Kaitan dengan Peraturan Perundangan
•
e. Masyarakat
•
•
•
•
kabupaten/kota mempunyai kewenangan: (a) menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi; (b) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah; (c) melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain; (d) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah; (e) melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan (f) menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 9 ayat 2 : Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 ayat 5 : Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. Pasal 1 ayat 29 : Akreditasi adalah prosedur pengakuan suatu kegiatan yang secara konsisten telah memenuhi standar baku sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap programprogram pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat secara sukarela. Pasal 28 ayat 1 : Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pasal 28 ayat 2 : Peran dapat dilakukan melalui ; (a) pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; (b) perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau (c) pemberian saran dan pendapat
224
Pertanyaan Kunci
f.
Jawab
dalam penyelesaian sengketa persampahan. • Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakatdiatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah. • Pasal 13 : Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah • Pasal 20 ayat 3 : Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan pengurangan sampah.
Dunia Usaha
3. Apakah peraturan perundangan mengatur kerja sama dan kemitraan a. Kerja Sama Ya Antar Daerah
b. Kemitraan
Kaitan dengan Peraturan Perundangan
Ya
• Pasal 26 ayat 1 : Pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama antarpemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan sampah. • Pasal 26 ayat 2 : Kerja sama dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah • Pasal 26 ayat 3 : Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk usaha bersama antardaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. • Pasal 27 ayat 1 : Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. • Pasal 27 ayat 2 : Kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan. • Pasal 27 ayat 3 : Tata cara pelaksanaan kemitraan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
225
Lampiran 13 Distribusi Karakteristik Responden
Pada Tabel 15 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden sebagian besar pada jenjang menengah ke atas merupakan tingkat pendidikan yang cukup baik. Tabel 15 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) SD 60 17,44 SMP 93 27,03 SLTA 149 43,31 PT 42 12,21 Jumlah 344 100,00 Jenis pekerjaan responden yang paling banyak adalah kelompok ibu rumahtangga (IRT) sebesar 27,33 persen,
wiraswasta sebesar 17,73 persen,
karyawan sebesar 13,95%, dan kelompok PNS/Pensiunan sebesar 10,17 persen. Secara lengkap, distribusi jenis pekerjaan responden disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Distribusi responden menurut jenis pekerjaan No
Jenis Pekerjaan
Kelompok
1
Primer
Petani
2
Sekunder
3
Tersier
1. PNS/Pensiunan 2. Wirasawsta 3. Karyawan 1. Pedagang 2. Buruh 3. Supir/ojek
4
Lainnya
1.Ibu rumahtangga
2.Pemulung 3.Mahasiswa Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
9
2,62
35 61 48 30 25 4 94 7 22 344
10,17 17,73 13,95 8,72 7,27 1,16 27,33 2,03 6,40 100,00
Tingkat pendapatan responden paling banyak berkisar antara Rp.500.0011.000.000/bulan sebesar 52,91 persen dan diikuti Rp1.000.001-2.000.000 sebesar 28,16%. Secara rinci disajikan pada Tabel 17.
226
Tabel 17 Distribusi responden menurut tingkat pendapatan (Rp/bulan) Tingkat pendapatan (Rp/bulan)
No 1
< 500.000
2
500.001-1.000.000
3
Jumlah (orang)
Persentase (%)
20
5,81
182
52,91
1.000.001-2.000.000
90
26,16
4
2.000.001-4.000.000
44
12,79
5
4.000.001-8.000.000
4
1,16
6
> 8.000.000
4
1,16
344
100,00
Jumlah
Jarak rumah responden dengan tempat pembuangan sementara (TPS) paling banyak pada jarak 0-200 m sebesar 67,15 persen dan jarak 201-500 m sebesar 25,00 persen. Secara rinci disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Distribusi responden menurut jarak rumah dengan TPS No
Jarak ke TPS (m)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
0-200
231
67,15
2
201-500
86
25,00
3
501-750
25
7,27
4
751-1000
2
0,58
344
100,00
Jumlah
Jarak rumah responden dengan TPA paling banyak pada jarak 7500-10000 m sebesar 59,88 persen. Secara rinci jarak rumah responden dengan TPA dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi responden menurut jarak rumah dengan TPA No 1 2 3 4 5
Jarak ke TPA (m) 0-2000 2001-5000 5001-7500 7500-10000 >10000 Jumlah
Jumlah (orang) 45 46 5 206 42 344
Persentase (%) 13,08 13,37 1,45 59,88 12,21 100,00
227
Lampiran 14. Hasil Analisis Bootstrap dengan Lima Kali Pengulangan Hasil AHP dari pakar setelah dilakukan uji Bootstrap dengan lima kali pengulangan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mencari nilai simpangan baku (Standar Deviasi) pakar per level. Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap. Keterangan (mengacu pada AHP) : Level 1 :
Goal
Æ Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan.
Level 2 :
Aktor
Î Pemkot, Swasta, PT, LSM dan Masyarakat
Level 3 :
Kriteria Î Dukungan Kebijakan Pemerintah kota, Sistem Pembuangan dan Pengelolaan Sampah, Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah, Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah.
228
AHP 1 :
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
Alternatif
PEMKOT
SWASTA
MASYARAKAT
PT
LSM
0,436
0,233
0,145
0,110
0,076
Dukungan kebijakan pemerintah kota
Sarana & prasana pengelolaan sampah
Sistem pembuangan & pengolahan sampah
Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah
0,445
0,115
0,163
0,277
Implementasi kebijakan dan penegakan hukum 0,254
Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah 0,107
Pengolahan dengan teknik sanitary landfill
Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat
0,155
0,483
Gambar 17.1 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
229
Tabel 17.1 Hasil Metode Bootstrap menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP 1 No Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5
Level 1 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Level 2 0,03 0,04 0,03 0,05 0,05
Level 3-1 0,03 0,03 0,02 0,02 0,03
Level 3-2 0,03 0,02 0,03 0,05 0,03
Level 3-3 0,03 0,03 0,05 0,03 0,03
Level 3-4 0,02 0,05 0,03 0,04 0,02
Standar Deviasi
0,00
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.
230
AHP 2
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
Alternatif
PEMKOT
SWASTA
MASYARAKAT
PT
LSM
0,417
0,160
0,211
0,121
0,092
Dukungan Kebijakan Pemerintah Kota
Sarana & Prasana Pengelolaan Sampah
Sistem Pembuangan & Pengolahan Sampah
Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah
0,517
0,237
0,151
0,094
Implementasi Kebijakan dan Penegakan Hukum 0,271
Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah 0,155
Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill
Pola Kemitraan antara Pemerintah Kota, Swasta dan Masyarakat
0,102
0,472
Gambar 17.2 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
231
Tabel 17.2 Hasil Metode Bootstrup menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP 2 No Level 1 Level 2 Level 3-1 Level 3-2 Level 3-3 Level 3-4 Pakar 1 0,04 0,08 0,08 0,08 0,06 0,07 Pakar 2 0,04 0,02 0,03 0,07 0,09 0,02 Pakar 3 0,04 0,02 0,03 0,05 0,08 0,06 Pakar 4 0,04 0,02 0,05 0,08 0,05 0,08 Pakar 5 0,04 0,05 0,05 0,08 0,05 0,08 Standar Deviasi
0,00
0,03
0,02
0,01
0,02
0,02
Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.
232
AHP 3 :
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
Alternatif
PEMKOT
SWASTA
MASYARAKAT
PT
LSM
0,462
0,127
0,262
0,085
0,064
Dukungan Kebijakan Pemerintah Kota
Sarana & Prasana Pengelolaan Sampah
Sistem Pembuangan & Pengolahan Sampah
Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah
0,469
0,286
0,146
0,100
Implementasi Kebijakan dan Penegakan Hukum 0,300
Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah 0,153
Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill
Pola Kemitraan antara Pemerintah Kota, Swasta dan Masyarakat
0,107
0,440
Gambar 17.3 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
233
Tabel 17.3 Hasil Metode Bootstrap menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP3 No Level 1 Level 2 Level 3-1 Level 3-2 Level 3-3 Level 3-4 Pakar 1 0,03 0,03 0,08 0,03 0,08 0,03 Pakar 2 0,03 0,03 0,05 0,07 0,05 0,08 Pakar 3 0,03 0,01 0,05 0,08 0,08 0,05 Pakar 4 0,03 0,05 0,03 0,07 0,08 0,06 Pakar 5 0,03 0,05 0,08 0,05 0,08 0,06 Standar Deviasi 0,00 0,02 0,02 0,02 0,01 0,02
Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.
234
AHP 4:
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
Alternatif
PEMKOT
SWASTA
MASYARAKAT
PT
LSM
0,338
0,178
0,262
0,128
0,093
Dukungan Kebijakan Pemerintah Kota
Sarana & Prasana Pengelolaan Sampah
Sistem Pembuangan & Pengolahan Sampah
Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah
0,463
0,268
0,159
0,110
Implementasi Kebijakan dan Penegakan Hukum 0,308
Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah 0,153
Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill
Pola Kemitraan antara Pemerintah Kota, Swasta dan Masyarakat
0,105
0,434
Gambar 17.4 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
235
Tabel 17.4 Hasil Metode Bootstrap menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP 4 No Level 1 Level 2 Level 3-1 Level 3-2 Level 3-3 Level 3-4 Pakar 1 0,04 0,05 0,08 0,03 0,05 0,08 Pakar 2 0,04 0,02 0,08 0,05 0,05 0,07 Pakar 3 0,04 0,03 0,08 0,05 0,05 0,03 Pakar 4 0,04 0,08 0,05 0,03 0,07 0,03 Pakar 5 0,04 0,08 0,05 0,03 0,07 0,03 Standar Deviasi
0,00
0,03
0,02
0,01
0,01
0,02
Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.
236
AHP 5 :
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
Alternatif
PEMKOT
SWASTA
MASYARAKAT
PT
LSM
0,458
0,163
0,223
0,089
0,068
Dukungan Kebijakan Pemerintah Kota
Sarana & Prasana Pengelolaan Sampah
Sistem Pembuangan & Pengolahan Sampah
Organisasi dan Kelembagaan Pengelolaan Sampah
0,556
0,303
0,141
0,099
Implementasi Kebijakan dan Penegakan Hukum 0,272
Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah 0,152
Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill
Pola Kemitraan antara Pemerintah Kota, Swasta dan Masyarakat
0,101
0,475
Gambar 17.5 Gambar hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
237
Tabel 17.5 Hasil Metode Bootstrap menggunakan pendekatan nilai Standar Deviasi dari AHP 5 No Pakar 1 Pakar 2 Pakar 3 Pakar 4 Pakar 5 Standar Deviasi
Level 1 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,00
Level 2 Level 3-1 Level 3-2 Level 3-3 Level 3-4 0,05 0,06 0,04 0,05 0,07 0,05 0,06 0,04 0,07 0,05 0,03 0,08 0,06 0,05 0,07 0,03 0,02 0,05 0,02 0,07 0,04 0,05 0,03 0,05 0,04 0,01
0,02
0,01
0,02
0,01
Berdasarkan hasil nilai standar deviasi pakar pada tabel diatas, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. (Catatan : jika nilai standar deviasi < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima). Penggunaan nilai standar deviasi adalah cara yang paling sederhana dalam uji metode Bootstrap.
225
Lampiran 13 Distribusi Karakteristik Responden
Pada Tabel 15 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden sebagian besar pada jenjang menengah ke atas merupakan tingkat pendidikan yang cukup baik. Tabel 15 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) SD 60 17,44 SMP 93 27,03 SLTA 149 43,31 PT 42 12,21 Jumlah 344 100,00 Jenis pekerjaan responden yang paling banyak adalah kelompok ibu rumahtangga (IRT) sebesar 27,33 persen,
wiraswasta sebesar 17,73 persen,
karyawan sebesar 13,95%, dan kelompok PNS/Pensiunan sebesar 10,17 persen. Secara lengkap, distribusi jenis pekerjaan responden disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Distribusi responden menurut jenis pekerjaan No
Jenis Pekerjaan
Kelompok
1
Primer
Petani
2
Sekunder
3
Tersier
1. PNS/Pensiunan 2. Wirasawsta 3. Karyawan 1. Pedagang 2. Buruh 3. Supir/ojek
4
Lainnya
1.Ibu rumahtangga
2.Pemulung 3.Mahasiswa Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
9
2,62
35 61 48 30 25 4 94 7 22 344
10,17 17,73 13,95 8,72 7,27 1,16 27,33 2,03 6,40 100,00
Tingkat pendapatan responden paling banyak berkisar antara Rp.500.0011.000.000/bulan sebesar 52,91 persen dan diikuti Rp1.000.001-2.000.000 sebesar 28,16%. Secara rinci disajikan pada Tabel 17.
226
Tabel 17 Distribusi responden menurut tingkat pendapatan (Rp/bulan) Tingkat pendapatan (Rp/bulan)
No 1
< 500.000
2
500.001-1.000.000
3
Jumlah (orang)
Persentase (%)
20
5,81
182
52,91
1.000.001-2.000.000
90
26,16
4
2.000.001-4.000.000
44
12,79
5
4.000.001-8.000.000
4
1,16
6
> 8.000.000
4
1,16
344
100,00
Jumlah
Jarak rumah responden dengan tempat pembuangan sementara (TPS) paling banyak pada jarak 0-200 m sebesar 67,15 persen dan jarak 201-500 m sebesar 25,00 persen. Secara rinci disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Distribusi responden menurut jarak rumah dengan TPS No
Jarak ke TPS (m)
Jumlah (orang)
Persentase (%)
1
0-200
231
67,15
2
201-500
86
25,00
3
501-750
25
7,27
4
751-1000
2
0,58
344
100,00
Jumlah
Jarak rumah responden dengan TPA paling banyak pada jarak 7500-10000 m sebesar 59,88 persen. Secara rinci jarak rumah responden dengan TPA dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Distribusi responden menurut jarak rumah dengan TPA No 1 2 3 4 5
Jarak ke TPA (m) 0-2000 2001-5000 5001-7500 7500-10000 >10000 Jumlah
Jumlah (orang) 45 46 5 206 42 344
Persentase (%) 13,08 13,37 1,45 59,88 12,21 100,00