VI. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI MITRA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN KOTA BANDAR LAMPUNG Abstrak Pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung telah dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, namun belum terpadu dan belum holistik. Agar pemberdayaan masyarakat berhasil, dibutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan (stakeholders) secara terpadu dan holistik sehingga program kebersihan lingkungan berkelanjutan dapat diwujudkan. Pada bagian ini, konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung disusun atas dasar hasil wawancara dengan pakar mengenai kebijakan pengelolaan sampah dan dianalisis dengan metode AHP. Pengolahan data digunakan program expert choice 2000. Prioritas pertama dari strategi kebijakan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan adalah pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta dan masyarakat, sebagai konsep pemberdayaan masyarakat. Prioritas kedua implementasi kebijakan dan penegakan hukum, prioritas ketiga pengolahan dengan teknik sanitary landfill dan prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Kata Kunci: prioritas, strategi dan kebijakan, pemberdayan masyarakat, AHP 6.1.
Pendahuluan Dalam rangka menurunkan volume sampah, pemerintah kota Bandar
Lampung sudah mencanangkan program “Ayo Bersih-Bersih” untuk menjaga kebersihan lingkungan. Melalui program tersebut diharapkan permasalahan sampah di kota Bandar Lampung dapat dikurangi. Kebijakan dan program pemerintah kota Bandar Lampung dalam pengelolaan sampah adalah dengan melakukan kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pembuangan, dan pemusnahan sampah. Di beberapa kelurahan dan pasar, sudah ada pemberdayaan masyarakat untuk melakukan daur ulang sampah, namun upaya tersebut belum memberikan hasil yang memuaskan.
Pengelolaan sampah kota melalui pemberdayaan
masyarakat dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk tidak hanya menjadi penghasil sampah, tetapi juga dapat mengolah dan mengelola sampah secara mandiri yang bernilai ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan
131
konsep pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah daerah dalam kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya pengelolaan sampah kota Bandar Lampung. 6.2. Metode penelitian Dalam bab ini, metode pengumpulan data menggunakan metode dan data yang ada di bab-bab sebelumnya (dalam bab 3, 4, dan 5). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara dengan 30 orang responden untuk menyusun konsep pemberdayaan masyarakat sebagai data primer dari semua variabel terkait yang diukur dengan tahapan: (1) penyusunan hirarki, (2) penilaian kriteria dan alternatif, (3) penentuan prioritas, dan (4) konsistensi logis. Untuk mempertajam analisis, dalam penyusunan konsep pemberdayaan masyarakat dilengkapi dengan teknik Focussed Group Discussion (FGD) dengan para pakar. Analisis data yang digunakan dalam menyusun konsep pemberdayaan masyarakat adalah dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan diolah dengan program expert choice 2000. Pengambilan keputusan dengan AHP adalah suatu tahapan dalam mengambil kebijakan dengan membandingkan tingkat kepentingan satu elemen dengan elemen lainnya dalam skala nilai (Saaty 1993). Tabel 58 Skala penilaian perbandingan pasangan Nilai skor 1
Keterangan Kriteria yang satu dengan yang lainnya sama penting
3
Kriteria yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dibanding kriteria lainnya.
5
Kriteriayangsatusifatnyalebih penting (lebih kuat ) dibanding kriteria lainnya
7
Kriteria yang satu sangat penting dibanding kriteria lainnya
9
Kriteria yang satu ekstrim pentingnya dibanding kriteria lainnya
2, 4, 6, 8
Nilai tengah di antara dua nilai skor penilaian di atas
132
6.3. Hasil dan Pembahasan 6.3.1. Analisis AHP tentang pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung Analisis terhadap komponen yang dominan dari pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung menggunakan pendekatan AHP. Hasil wawancara dengan para pakar yang terlibat, diperoleh diagram hirarki AHP yang disajikan pada Gambar 17. Pemberdayaan masyarakat dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan
Goal
Aktor
Kriteria
PEMKOT 0,436 (0,002)*
Dukungan kebijakan pemerintah kota
0,445
Alternatif
Implementasi kebijakan dan penegakan Hukum 0,254
SWASTA 0,145 (0,035)
MASYARAKAT 0,233 (0,003)
Sarana dan prasarana pengelolaan sampah 0,115
Peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah 0,107
PT 0,110 (0,0006)
Sistem pembuangan dan pengolahan sampah
0,163
Pengolahan dengan teknik sanitary landfill 0,155
LSM 0,076 (0,0002)
Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah 0,277
Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat
0,483
Gambar 17 Diagram hirarki AHP pada pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung ==> *) nilai rata-rata simpangan baku dengan metode Bootstrap
133
Hirarki AHP disusun dalam empat level yang memperlihatkan proses penetapan prioritas yang dimulai dari goal pada level satu yaitu pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan, khususnya sampah di kota Bandar Lampung. Level dua adalah aktor sebagai stakeholders yang terdiri atas pemerintah kota, swasta, masyarakat, perguruan tinggi, dan LSM. Level tiga adalah kriteria yang terdiri atas dukungan kebijakan pemerintah kota, sarana dan prasarana pengelolaan sampah, sistem pembuangan dan pengolahan sampah, organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah. Level empat adalah alternatif yang terdiri atas implementasi kebijakan dan penegakan hukum, peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, pengolahan dengan teknik sanitary landfill, pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta, dan masyarakat. Hasil AHP dengan pakar setelah dilakukan uji Bootstrap dengan lima kali pengulangan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mencari nilai simpangan baku (Standar Deviasi) pakar per level. Berdasarkan hasil nilai simpangan baku pakar, menunjukkan bahwa nilainya berada dibawah 0,05. Jika nilai simpangan baku < 0,05, berarti data valid dan tingkat inconsistency pakar dapat diterima (Lampiran 14). 6.3.2. Analisis data penilaian tingkat kepentingan stakeholders dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Hasil analisis data dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dan diolah dengan program expert choice 2000 penilaian tingkat kepentingan masing-masing kelompok stakeholders sebagai aktor yang berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Gambar 18.
134
Keterangan : Pemkot Masy SWT PT LSM
: Pemerintah Kota : Masyarakat : Swasta : Perguruan Tinggi : Lembaga Swadaya Masyarakat
Gambar 18 Stakeholders yang berkepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung Analisis pendapat pakar dengan menggunakan metode AHP memerlihatkan bahwa stakeholders sebagai aktor yang paling berkepentingan terhadap penentuan alternatif kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung adalah pemerintah kota dengan bobot nilai 0,436. Stakeholders yang paling berkepentingan kedua adalah masyarakat dengan bobot nilai 0,233. Stakeholders ketiga adalah pihak swasta dengan bobot nilai 0,145. Stakeholders keempat adalah perguruan tinggi dengan bobot nilai 0,110. Stakeholders kelima yang berkepentingan adalah LSM dengan bobot nilai 0,076. Hasil pembobotan tingkat kepentingan stakeholders menunjukkan bahwa pemerintah kota
memiliki tingkat kepentingan yang paling tinggi terhadap
alternatif kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan di kota Bandar Lampung. Hal tersebut disebabkan pemerintah kota mempunyai peran dan kewenangan sebagai pembuat kebijakan dan program kebersihan lingkungan dengan mengacu kepada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
135
Sebagai stakeholders, masyarakat mempunyai peran yang sangat strategis dalam pengelolaan sampah. Dalam hal ini, masyarakat sangat penting untuk diberdayakan agar mampu melakukan berbagai upaya penanganan pengelolaan sampah sehingga mempunyia nilai tambah dan
bermanfaat. Hal ini sejalan
dengan bunyi Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Bab XI Pasal 70 menyatakan bahwa: (1) masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (2) peran masyarakat dapat berupa: (a) pengawasan sosial, (b) pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan, dan/atau (c) penyampaian informasi dan/atau laporan, (3) peran masyarakat dilakukan untuk: (a) meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, (b) meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan, (c) menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat, (d) menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial, dan (e) mengembangkan dan menjaga budaya serta kearifan lokal (dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan). Kebersihan lingkungan sebagai program bersama, dapat dikaitkan dengan kegiatan gotongroyong (bahasa Lampung: Sakai Sambayan), kerjabakti dalam bentuk rekreasi bersih, fun, dan berkolaborasi dengan lembaga legislatif sehingga peran masyarakat semakin meluas. Dengan demikian akan memperkuat social cohessiveness and community building. Menumbuhkembangkan rasa memiliki bersama dalam masyarakat akan mendorong keinginan bersama mengatasi masalah sampah sebagai ancaman (threats) terhadap lingkungan. Stakeholders lainnya yang berkepentingan adalah pihak swasta. Hasil penelitian menunjukkan pihak swasta mempunyai peran terhadap pengelolaan kebersihan lingkungan. Tanggung jawab sosial swasta diantaranya dapat memberikan implikasi positif terhadap perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan melalui Coorporative Social Responsibility (CSR), dan memperkuat investasi dunia usaha sehingga dapat meningkatkan dan menguatkan jaringan kemitraan serta kerjasama antara pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lainnya. Hasil penelitian ini
136
didukung juga oleh pernyataan Santosa (2001) yang mengemukakan bahwa kebijakan dunia usaha di bidang lingkungan hidup dapat diidentifikasikan dalam berbagai fase, yaitu fase reaktif, menerima, konstruktif dan fase proaktif, untuk mendorong dunia usaha memiliki proaktivisme terhadap lingkungan dengan pendekatan pemberian tekanan, sangat dipengaruhi oleh berbagai stakeholders eksternal dalam mewujudkan tekanan. Sebagai Stakeholders, perguruan tinggi juga mempunyai kepentingan dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Perguruan tinggi memiliki kewajiban dalam menerapkan tanggungjawab Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu, pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan sumberdaya yang dimiliki, perguruan tinggi dapat memberikan inovasi-inovasi baru dalam bentuk teknologi pendidikan dan pelatihan dalam pengelolaan kebersihan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Demikian juga halnya dengan stakeholders lainnya, yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Tingkat kepentingan LSM adalah dalam hal melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan tentang efektifitas penerapan ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, bersama perguruan tinggi melakukan pelatihan sebagai upaya penyadaran pada masyarakat terhadap kualitas dan pemeliharaan lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya adalah hak class actions serta legal standing yang dapat ditempuh. Hak hukum dari LSM sebagai penunjang pengelolaan lingkungan hidup dijamin secara tegas berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 pasal 92 (1) Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa dalam rangka pelaksanaan tanggungjawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Koordinasi dan kerjasama pada pengelolaan sampah sangat diperlukan mengingat setiap anggota dari suatu komunitas pengelola sampah mempunyai peran yang berbeda. Namun demikian, selain adanya koordinasi dan kerjasama yang harmonis (Bulle 1990, Wilson et al 2001), hal lain yang juga diperlukan
137
agar semuanya berhasil adalah melakukan kampanye dalam pengelolaan kebersihan lingkungan.
Untuk mencapai keberhasilan kampanye tersebut
diperlukan kemahiran dalam mengkombinasikan berbagai cara kampanye dan sosialisasi agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat atau kelompok target serta seluruh stakeholders terhadap isu manajemen persampahan. 6.3.3. Analisis data penilaian tingkat kepentingan kriteria dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Hasil analisis gabungan pendapat seluruh stakeholders terhadap level kriteria dengan menggunakan metode AHP menunjukkan dukungan kebijakan dari pemerintah kota Bandar Lampung menjadi urutan pertama dengan bobot nilai 0,445. Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah pada urutan kedua dengan bobot nilai 0,277. Sistem pembuangan dan pengelolaan sampah pada urutan ketiga dengan bobot nilai 0,163. Kriteria sarana dan prasarana pengelolaan sampah pada urutan keempat dengan bobot nilai 0,115, disajikan pada Gambar 19.
Keterangan : DKP : dukungan kebijakan dari pemerintah kota OKPS: organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah SPPS : sistem pembuangan dan pengolahan sampah SPS : sarana dan prasarana pengelolaan sampah
Gambar 19 Kriteria pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung Dukungan kebijakan dari pemerintah kota menjadi kriteria pertama yang sangat dibutuhkan guna mencapai keberhasilan program kebersihan lingkungan di
138
kota Bandar Lampung. Pemerintah kota dapat membuat kebijakan-kebijakan strategis tentang tata cara pengelolaan kebersihan lingkungan dengan berpedoman pada UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dan peraturan sebagai landasan hukum merupakan kriteria dalam pengelolaan kebersihan lingkungan. Organisasi dan kelembagaan pengelolaan sampah menjadi pilihan kriteria kedua yang merupakan salahsatu wadah untuk mengimplementasikan program kebersihan lingkungan. Pemerintah sebagai lembaga publik, dalam mewujudkan keberhasilan program kebersihan diharapkan menjadi fasillitator penyedia sarana dan prasarana serta memberikan informasi dalam pengelolaan sampah yang mampu merangkul semua stakeholders terutama swasta untuk berinvestasi dalam pengelolaan sampah. Kelembagaan lingkungan (environmental institution) merupakan norma dan nilai sosial, kerangka politis, program-program lingkungan, pola perilaku dan komunikasi serta pergerakan sosial yang membentuk interaksi sosial dari individu-individu yang menyusun organisasi dan kelompok yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi peraturan yang mengatur sumberdaya alam (Moningka 2000, Muller-Glode 1994). Pada penelitian ini sistem pembuangan dan pengelolaan sampah menjadi pilihan kriteria ketiga, mengingat sistem pembuangan dan pengelolaan sampah sangat berpengaruh dalam menjaga kebersihan lingkungan. Sistem pembuangan sampah yang diharapkan oleh masyarakat kota Bandar Lampung adalah pembuangan dengan cara pengangkutan yang dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu. Selanjutnya masyarakat diharapkan dapat melakukan pemilahan sampah yang akan dibuang antara sampah organik dan anorganik serta sudah dibungkus dengan baik sehingga sampah tidak berceceran. Dalam hal ini, proses komunikasi dan sosialisasi tentang pemilahan sampah secara berkelanjutan kepada masyarakat perlu dilakukan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Utami (2008) yang mengemukakan
bahwa
kegiatan
menunjukkan hasil yang signifikan.
sosialisasi
tentang
pemilahan
sampah
139
Sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan pilihan kriteria keempat, namun demikian keberadaan sarana dan prasarana ini sangat diperlukan dalam mendukung program kebersihan lingkungan, karena tanpa adanya sarana dan prasarana maka pengolahan sampah tidak akan dapat dilakukan dengan baik. Sarana dan prasarana pengelolaan sampah merupakan pilihan kriteria terakhir, menjadi suatu petunjuk bahwa dalam melakukan pengelolaan sampah yang paling utama adalah ada kebijakan dan program aksi dari pemerintah kota Bandar Lampung untuk melakukan pengelolaan kebersihan lingkungan, khususnya sampah kota. 6.3.4. Analisis penilaian tingkat kepentingan alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan Landasan kebijakan baru dalam pengelolaan kebersihan lingkungan adalah bersifat partisipatif, desentralisasi dan mengacu pada prinsip-prinsip efisiensi ekonomi, keadilan, dan keberlanjutan ( Budiharsono 2001, Helmi 2002). Dari hasil analisis dengan pendekatan AHP diperoleh alternatif kebijakan dalam pengelolaan kebersihan
lingkungan berkelanjutan di kota Bandar Lampung,
seperti disajikan pada Gambar 20.
Keterangan : PK IKPH SL PSP
: Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyrakat : Implementasi kebijakan dan penegakan hukum : Pengolahan dengan teknik Sanitary Landfill : Peningkatan sarana dan prasarana
Gambar 20 Alternatif pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
140
Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta dan masyarakat merupakan alternatif kebijakan yang menempati prioritas pertama dengan nilai pembobotan sebesar 0,483. Prioritas kedua adalah implementasi kebijakan dan penegakan hukum dengan nilai pembobotan sebesar 0,254. Prioritas ketiga adalah pengolahan dengan teknik sanitary landfill dengan nilai pembobotan sebesar 0,155, dan prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana sebesar 0,107. Pola kemitraan antara pemerintah kota, swasta, dan masyarakat menjadi prioritas pertama karena hasil program kebersihan lingkungan akan dapat dicapai jika ada kerjasama antara stakeholders tersebut. Dalam hal ini, pemerintah kota Bandar Lampung berperan sebagai pembuat kebijakan dan peraturan tentang kebersihan lingkungan,
pihak swasta menjadi mitra pemerintah kota untuk
terlibat dalam investasi peralatan dan pengelolaan sampah, sedangkan masyarakat sebagai pelaku pengelolaan sampah dengan menerapkan prinsip 4R. Dengan adanya pola kemitraan yang harmonis antarstakeholders tersebut, maka akan tercapai program kebersihan lingkungan yang berkelanjutan Alternatif kebijakan prioritas kedua, yaitu implementasi kebijakan dan penegakan hukum telah dilakukan melalui berbagai upaya untuk mencapai kota Bandar Lampung yang bersih dan hijau. Namun demikian, kebijakan tentang kebersihan lingkungan yang telah dibuat agar dapat diimplentasikan di lapangan masih perlu ditindaklanjuti dengan tindakan tegas bagi pelanggar kebersihan lingkungan. Alternatif kebijakan prioritas ketiga adalah pengolahan dengan teknik sanitary landfill. Sistem pengelolaan sampah di TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum baik, sehingga menimbulkan protes dari warga masyarakat sekitarnya. Menurut masyarakat, TPA Bakung telah menimbulkan penyakit, bau busuk, populasi lalat meningkat, pencemaran udara (sampah dibakar), dan menurunnya produktivitas lahan pertanian.TPA dapat mengacu pada rekayasa fasilitas untuk pemusnahan limbah yang dirancang dan dioperasikan untuk meminimumkan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, mempunyai sistem yang dapat mengisi, mengumpulkan, dan mengendalikan lindi
141
(Tchobanoglous 1990, Manahan 1994). Sampah-sampah yang tidak dapat diolah dan diproses secara khusus, dibuang dengan cara sanitary landfill. Oleh karena itu, TPA Bakung perlu dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah yang mampu mengolah lindi yang dihasilkannya. Alternatif prioritas keempat adalah peningkatan sarana dan prasarana. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana kebersihan merupakan salahsatu permasalahan yang sedang terjadi di kota Bandar Lampung. Keadaan tersebut sangat mempengaruhi mobilitas kegiatan pengelolaan sampah. Dengan demikian, diharapkan adanya peningkatan jumlah sarana dan prasarana kebersihan dimulai dari tempat menampung sampah sampai dengan pengangkutan sampah ke TPA, agar mobilitas pengelolaan kebersihan lingkungan berjalan secara optimal.
6.4.
Pemberdayaan Masyarakat sebagai Mitra dalam Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan Kota Bandar Lampung Analisis dengan pendekatan AHP terhadap pengelolaan kebersihan
lingkungan di kota Bandar Lampung menghasilkan pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan swasta merupakan alternatif utama dalam kebijakan dan program kebersihan lingkungan berkelanjutan. Masyarakat perguruan tinggi, masyarakat pengusaha sebagai pihak swasta, masyarakat yang tergabung dalam organisasi non pemerintah/LSM, dan warga masyarakat lainnya sebagai salahsatu penghasil sampah diberdayakan untuk berperan aktif melakukan pengelolaan sampah, yaitu dimulai dari sumber sampah. Pemerintah daerah kabupaten/kota secara sendiri-sendiri dan atau bersamasama bermitra dengan badan usaha/pihak swasta dalam pengelolaan sampah. Kemitraan sebagaimana dimaksud dapat berbentuk perjanjian antara pemerintah daerah kabupaten/kota dengan badan usaha atau pihak swasta dengan didukung secara aktif oleh perguruan tinggi dan LSM. Pihak swasta bekerjasama dengan warga masyarakat yang melakukan pemilahan sampah dan memproduksi bahanbahan daur ulang. Warga masyarakat berperan untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik serta melaksanakan 4R.
142
Keterkaitan antarstakeholders dalam bentuk kemitraan memberikan manfaat dalam peningkatan kesejahteraan warga, mengurangi volume sampah, dan terwujudnya kebersihan lingkungan yang berkelanjutan, seperti disajikan pada Gambar 21.
Pengawasan Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah Kota Operasi dan pemeliharaan Pendanaan Operasional Pengadaan Pemeliharaan Perguruan Tinggi
LSM
Sumber informasi dan pengenalan inovasi teknologi pengelolaan sampah kepada masyarakat
Pendampingan dan supervisor dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah
Kemitraan
Masyarakat Pemilahan sampah organik dan anorganik serta melaksanakan 4 R
Swasta - Produksi produk 4R - Teknologi nir limbah - Produk ramah lingkungan - Kemasan ramah lingkungan
Manfaat -
Peningkatan kesejahteraan masyarakat Pengurangan volume sampah Kebersihan lingkungan berkelanjutan
Gambar 21 Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung
143
Pemberdayaan masyarakat sebagai mitra pemerintah kota Bandar lampung dalam pengelolaan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai stakeholders bergabung dalam suatu bentuk “ Dewan Kebersihan Lingkungan Kota” yang terdiri atas pemerintah kota, masyarakat, pihak swasta, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat. Pemerintah kota yang berperan sebagai operasi dan pemeliharaan, mencakup aspek pendanaan, operasional, pengadaan, dan pemeliharaan.
Warga masyarakat
berperan dalam melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik, pemanfaatan sampah melalui pengomposan, dan mendaur ulang barang-barang bekas menjadi aneka kerajinan tangan. Mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Dengan memanfaatkan sampah sebagai bahan produksi maka dapat diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
dan
akan
mengurangi
volume
sampah,
dan
terbentuknya kebersihan lingkungan berkelanjutan. Pihak swasta berperan melakukan kerjasama dengan warga masyarakat dalam hal pemanfaatan sampah yang bernilai ekonomis dengan memproduksi produk 4R, teknologi nirlimbah, produk ramah lingkungan, dan kemasan yang ramah lingkungan. Kegiatan swasta diawasi oleh pemerintah dan pengusaha. Perguruan tinggi berperan sebagai sumber informasi dan pengenalan inovasi teknologi pengelolaan sampah kepada masyarakat, sedangkan LSM berperan sebagai pendamping dan supervisor dalam pendampingan pelaksanaan program. Perguruan tinggi dan LSM sebagai mitra dapat juga berperan sebagai pemberi masukan untuk rencana pengembangan program dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintah kota Bandar Lampung, selain mengikutsertakan masyarakat untuk berperan menangani masalah sampah, paling tidak dalam mengurangi jumlah timbulan sampah dimanapun mereka berada. Oleh sebab itu, strategi dalam meminimalisasi timbulan sampah dapat dilakukan dengan pendekatan waste reduction and prevention.
144
6.5. Simpulan Strategi kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil analisis AHP adalah sebagai
berikut. a. Pemerintah kota merupakan aktor yang paling berkepentingan dalam penentuan kebijakan pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan dengan alternatif pola kemitraan antara pemerintah kota, pihak swasta, dan masyarakat. Kerjasama antarstakeholders dalam bentuk kemitraan akan mengatasi masalah sampah yang selama ini dihadapi pemerintah kota Bandar Lampung. b. Adanya implementasi terhadap kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah kota Bandar Lampung dapat mengatur tata cara pengelolaan sampah, mulai dari sumber sampah sampai ke TPA, meletakkan posisi, hak dan kewajiban masing-masing stakeholders serta mengatur sanksi jika terjadi pelanggaran peraturan dalam pengelolaan sampah. Penegakan hukum terhadap pelanggaran pengelolaan kebersihan lingkungan tersebut diharapkan akan membentuk masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. c. Ketersediaan sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah diperlukan untuk menghindari laju penimbulan sampah di kota Bandar Lampung yang semakin meningkat. d. Kemitraan antara pemerintah kota, swasta, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan warga masyarakat lainnya merupakan konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan lingkungan berkelanjutan kota Bandar Lampung.