VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenaitentang dampak kebijakan tarif dan kuota impor terhadap kinerjainerja industri tepung terigu Indonesia dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Model I ndustri Tepung Terigu Indonesia (Model ITTI) yang dibangun dengan mengintegrasikan pasar domestik dan dunia mampu dapat men menjelaskan perilaku
keterkaitan industri tepung terigu dengan pasar tepung terigu
domestik dan dunia. Penelitian ini memperlihatkan Model ITTI dapat secara efektif digunakan untuk melakukan evaluasi dan peramalan terhadap dampak alternatif kebijakan terhadap tepung terigu dan biji gandum. 2. Impor biji gandum Indonesia merupakan penggabungan dari impor biji gandum Indonesia dari Australia, Kanada dan Amerika Serikat. Impor biji gandum Indonesia dari beberapa negara dipengaruhi oleh harga impor biji gandum, impor tepung terigu, pendapatan perkapita dan jumlah penduduk. Ketergantungan ini menunjukkan kerawanan ketahanan pangan nasional dalam menghadapi masalah dalam negeri dan luar negeri.
Jika jumlah
penduduk Indonesia dan pendapatan perkapita nasional naik, maka permintaan biji gandum akan meningkat sesuai dengan kenaikan kedua variabel tersebut. Sebagai negara yang sedang berkembang,
tingkat pendapatan perkapita
cenderung masih bergerak naik, selanjutnya peningkatan pendapatan akan berdampak pada peningkatan permintaan biji gandum untuk industri tepung terigu. Sebagai negara net importer biji gandum, meningkatnya permintaan biji gandum akan berdampak memperlemah ketahanan pangan nasional.
214
3. Harga impor biji gandum Indonesia diperoleh dari transmisi harga biji gandum dunia, sehingga harga impor biji gandum Indonesia tergantung harga biji gandum dunia. 4. Permintaan tepung terigu Indonesia dirumuskan sebagai penjumlahan dari permintaan tepung terigu untuk penggunaan rumahtangga sendiri, permintaan untuk industri rumahtangga, permintaan untuk industri kecil dan menengah, permintaan industri makanan dan minuman.
For matted: Indent: Left: 0 cm, N umbered + Lev el: 1 + N umbering Sty le: 1, 2, 3, … + S tart at: 1 + A lignment: Left + A ligned at: 0,63 cm + Tab after: 1,27 cm + Indent at: 1,27 cm, Tab stops: N ot at 1,27 cm
Permintaan tepung terigu
Indonesia untuk pemakaian rumahtangga dipengaruhi oleh variabel bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang eceran dan jumlah penduduk. Permintaan tepung terigu industri rumahtangga dipengaruhi oleh variabel bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang eceran, dan jumlah penduduk. Permintaan tepung terigu industri kecil dan menengah dipengaruhi oleh variabel bedakala harga variabel bedakala harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang besar dan jumlah penduduk. Permintaan tepung terigu industri makanan dan minuman dipengaruhi oleh variabel bedakala harga tepung domestik di tingkat Industri tepung terigu dan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia.
Harga yang meningkat akan
berdampak pada turunnya permintaan tepung terigu Indonesia, sebaliknya jumlah penduduk Indonesia yang meningkat akan meningkatkan permintaan tepung terigu Indonesia. Dari dua variabel yang mempengaruhi permintaan tepung terigu tersebut kebijakan yang paling memungkinkan untuk diterapkan adalah pengaturan kelahiran yang dapat mengurangi pertambahan penduduk 4.5.
Produksi tepung terigu Indonesia diperoleh dari hasil konversi permintaan
For matted: Indonesian For matted: Indonesian
biji gandum untuk industri tepung terigu. Sehingga kemajuan teknologi mesin
215
produksi tepung terigu akan menjadi variabel yang sangat berperan dalam peningkatan produksi tepung terigu. 5.6.
Impor tepung terigu Indonesia merupakan penjumlahan impor tepung terigu Indonesia dari Australia, Jepang dan Singapura, serta negara lainnya. Impor tepung terigu Indonesia dari Australia dipengaruhi oleh harga impor tepung terigu Indonesia, selisih impor biji gandum Indonesia dengan variabel bedakala impor biji gandum Indonesia, selisih jumlah penduduk Indonesia dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia, permintaan tepung terigu Indonesia dan variabel bedakala impor tepung terigu Indonesia dari Australia. Impor tepung terigu Indonesia dari Jepang dipengaruhi oleh selisih harga impor tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala harga impor tepung terigu Indonesia, impor biji gandum Indonesia, variabel bedakala pendapatan perkapita Indonesia dan selisih jumlah penduduk Indonesia dengan variabel bedakala jumlah penduduk Indonesia. Impor tepung terigu Indonesia dari Singapura dipengaruhi oleh harga impor tepung Indonesia, impor biji gandum Indonesia, pendapatan perkapita Indonesia dan selisih antara permintaan tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala permintaan tepung terigu Indonesia. Meningkatnya harga impor tepung terigu akan menurunkan impor tepung terigu, sebaliknya meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia, jumlah penduduk dan permintaan tepung terigu akan meningkatkan impor tepung terigu.
6.7.
Terdapat empat tingkat harga tepung terigu di tingkat domestik, yaitu harga impor tepung terigu, harga tepung terigu di tingkat industri, harga
tepung terigu di tingkat pedagang besar dan harga tepung terigu di tingkat
216
pedagang eceran.
Harga impor tepung terigu Indonesia dipengaruhi oleh
harga tepung terigu dunia. Harga tepung terigu di tingkat industri Indonesia dipengaruhi oleh harga impor tepung terigu Indonesia, harga impor biji gandum Indonesia, selisih produksi tepung terigu Indonesia dengan variabel bedakala produksi tepung terigu Indonesia, permintaan tepung terigu Indonesia. Harga tepung terigu di tingkat pedagang besar dipengaruhi oleh harga tepung terigu di tingkat industri Indonesia,
variabel bedakala
permintaan tepung terigu industri kecil menengah dan permintaan tepung terigu industri rumahtangga. Harga tepung terigu di tingkat pedagang eceran dipengaruhi oleh harga tepung terigu di tingkat pedagang besar. Dari variabel pembentuk harga tepung terigu domestik, terlihat bahwa harga tepung terigu ditingkat domestik dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia.
Sehingga
harga tepung terigu domestik sangat rawan dipengaruhi oleh harga tepung terigu dunia. 7.8.
Ramalan dampak berbagai alternatif kebijakan pada tahun 2011 – 2015, adalah: a. Kebijakan Penerapan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen efekt if untuk menjaga ketahanan pangan nasional karena terjadinya penurunan permintaan tepung terigu Indonesia akibat harga tepung terigu domestik yang naik. Selain itu, kebijakan ini efektif sebagai kebijakan yang mendorong terjadinya perubahan dari impor biji gandum menjadi impor tepung terigu. Kebijakan ini memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat yang paling tinggi dibandingkan kebijakan lainnya. Dimana
217
konsumen tepung terigu mengalami pengurangan surplus konsumen, sedangkan produsen tepung terigu mendapatkan tambahan surplus produsen. b. Kebijakan Pelarangan Impor Tepung Terigu efektif untuk mendorong meningkatnya produksi tepung terigu domestik.
Harapan terjadinya
peningkatan produksi tepung terigu domestik terealisir, dengan kata lain substitusi impor tepung terigu dengan tepung terigu lokal terjadi. Produksi tepung terigu domestik meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan tepung terigu akibat harga tepung terigu domestik yang turun. Permintaan tepung terigu yang meningkat, tidak efektif untuk menjaga ketahanan pangan karena akan meningkatkan ketergantungan pada impor biji gandum sebagai bahan baku tepung terigu domestik. Kebijakan ini menguntungkan konsumen berupa tambahan surplus konsumen karena penurunan produsen.
harga, tetapi merugikan produsen karena turunnya surplus Secara
keseluruhan
terjadi
penurunan
kesejahteraan
masyarakat. c. Kebijakan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Biji Gandum sebesar 5 persen efektif untuk menurunkan impor biji gandum Indonesia, dan mendorong terjadinya peningkatan impor tepung terigu. Masyarakat mengalami kerugian karena terjadinya kenaikan harga tepung terigu domestik di tingkat pedagang besar dan eceran. Konsumen mengalami penurunan surplus konsumen dan produsen juga mengalami pengurangan surplus produsen.
Selain itu pemerintah memperoleh pendapatan dari
218
pajak
yang
diterapkan.
Secara
keseluruhan
terjadi
penurunan
kesejahteraan masyarakat, karena tambahan pendapatan pemerintah dari pajak lebih kecil dari penurunan surplus konsumen dan produsen. c.d. Kebijakan Pengenaan Tarif Bea Masuk Impor Tepung Terigu sebesar 5 persen
efektif untuk mengurangi impor tepung terigu Indonesia dan
meningkatkan penerimaan negara, serta efektif untuk mendorong terjadinya perubahan dari impor tepung terigu menjadi impor biji gandum untuk diolah menjadi tepung terigu di dalam negeri. Harga tepung terigu domestik naik di semua tingkatan.
Masyarakat mengalami pengurangan
surplus konsumen, sementara produsen mendapat tambahan surplus produsen. Selain itu pemerintah memperoleh pendapatan dari pajak yang diterapkan.
Secara
keseluruhan
masyarakat
mendapat
tambahan
kesejahteraan masyarakat. e. Kebijakan Penambahan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 10 persen efektif untuk menurunkan harga tepung terigu domestik dan mendorong terjadinya
penurunan
impor
tepung
terigu,
ketergantungan terhadap impor biji gandum. tambahan
surplus
konsumen,
pengurangan surplus produsen.
sedangkan
namun
menambah
Konsumen mendapat produsen
mengalami
Secara keseluruhan terjadi penurunan
kesejahteraan masyarakat. d.f. Kebijakan Penambahan Kuota Impor Tepung Terigu sebesar 50 persen efektif untuk menurunkan impor biji gandum Indonesia, namun merugikan konsumen karena terjadi peningkatan harga tepung terigu domestik yang
219
diikuti dengan turunnya surplus konsumen. Begitupula produsen tepung terigu mengalami penurunan surplus produsen. Secara keseluruhan terjadi pengurangan kesejahteraan masyarakat. g. Kebijakan gabungan Penerapan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu berdampak positif terhadap konsumen dan produsen. Hal ini juga diperlihatkan dengan terjadinya tambahan surplus konsumen dan produsen.
Konsumen tepung terigu
Indonesia memperoleh tambahan surplus konsumen dengan turunnya harga disemua tingkatan seperti harga tepung terigu ditingkat industri, pedagang besar dan pedagang eceran. Turunnya harga tepung terigu juga berdampak positif bagi industri makanan dan minuman yang membeli tepung terigu sebagai bahan baku pada tingkat industri. Sedangkan produsen tepung terigu Indonesia memperoleh dampak positif karena turunnya harga impor biji gandum sebagai bahan baku dan mengalami dampak negatif karena produksi tepung terigu dan
harga jual tepung
terigu di tingkat industri yang turun namun secara keseluruhan produsen tepung terigu memperoleh tambahan surplus produsen.
Secara
keseluruhan masyarakat memperoleh kenaikan kesejahteraan masyarakat. Dari sisi devisa Indonesia, kebijakan ini menguntungkan Indonesia karena terjadi penurunan kehilangan devisa. 7.2. Implikasi Kebijakan Kebijakan gabungan Penerapan Kuota Impor Biji Gandum sebesar 90 persen dan Pelarangan Impor Tepung Terigu sebagai kebijakan terbaik yang mampu memberikan tambahan surplus konsumen dan surplus produsen secara
220
bersama-sama dari beberapa simulasi yang telah dilakukan. Selain itu, kebijakan gabungan ini berdampak pada turunnya impor biji gandum, harga impor biji gandum, produksi tepung terigu dan harga tepung terigu domestik. Implikasi utama dari kesimpulan di atas adalah penerapan kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan impor tepung terigu berkaitan erat dengan kemampuan Pemerintah menyiapkan kebutuhan pangan utama Indonesia.
Ketika rasio pangan Indonesia di luar tepung terigu sudah
mendekati rasio ideal, penerapan kebijakan kuota impor biji gandum sebesar 90 persen dan pelarangan impor tepung terigu dapat diterapkan. Adapun dampak dari berkurangnya penawaran tepung terigu domestik dapat dipenuhi oleh pangan Indonesia di luar tepung terigu.
Saran atas penerapan kebijakan ini adalah
dilakukan kebijakan terintegrasi sehingga produksi tepung terigu domestik yang menurun tidak mengganggu ketahanan pangan nasional dan harga tepung terigu yang turun tidak merugikan produsen dan industri penggilingan tepung terigu. Industri tepung terigu Indonesia yang sudah terlanjur besar dijaga agar tetap dalam status quo, artinya kapasitas produksi yang telah ada dengan kebijakan yang dibuat pemerintah tidak ditambah lagi dan dijaga agar tidak menurun. Kapasitas produksi industri tepung terigu tidak ditambah sampai petani Indonesia mampu membudidayakan biji gandum domestik untuk memenuhi kebutuhan industri penggilingan biji gandum. Upaya budidaya dengan bantuan industri terus dikembangkan hingga petani Indonesia mampu membudidayakan biji gandum sebagaimana tanaman subtropis lainnya seperti kol, kedelai, kentang, tomat dan apel. Selain itu, kebijakan status quo kapasitas produksi diharapkan tidak menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan yang telah ada dari kegiatan
221
ekonomi industri tepung terigu.
Untuk distribusi impor biji gandum yang
berkurang kepada industri penggilingan, Pemerintah dapat memberikan peran yang cukup kuat pada asosiasi industri penggilingan tepung terigu sehingga kuota impor biji gandum dapat dialokasikan secara adil dan proposional kepada anggotanya.
Dengan penerapan kebijakan terpilih secara bertahap diharapkan
industri tepung terigu yang telah ada mampu melakukan penyesuaian-penyesuaian baik disisi produsen dan konsumen tepung terigu.
Selanjutnya produsen tepung
terigu diharapkan dapat memanfaatkan kapasitas produksinya dengan hasil program biji gandum domestik, sedangkan konsumen dengan edukasi pemerintah diharapkan dapat menerima bahan pangan non tepung terigu. Sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia karena permintaan yang meningkat diharapkan dapat dipenuhi dari pemanfaatan pangan utama non tepung terigu Indonesia. perbandingan pangan
Data BPS (2010)
menunjukkan
utama non tepung terigu Indonesia periode 2005-2009
sebesar 0.43. Perbandingan pangan penduduk Indonesia sebesar 0.38 tersebut
For matted: Indonesian
mendekati perbandingan ideal sebesar 0.45.
For matted: Indonesian
Selanjutnya perlu dicermati agar
pemilihan bahan pangan alternatif untuk dikembangkan sebagai pengganti pangan tepung terigu, bukan diambil dari komoditi impor tetapi komoditi lokal seperti; ubi jalar, ubi kayu, beras. Dalam sebuah industri yang terintegrasi vertikal, kebijakan ini selain menguntungkan konsumen dan produsen tepung terigu juga menguntungkan produsen industri makanan minuman terintegrasi berupa berkurangnya biaya pembelian bahan baku, serta memperkuat ketahanan pangan nasional karena
For matted: Indonesian
222
terjadi pengalihan dari pangan berbahan baku impor pada pangan berbahan baku domestik. 7.3. Saran Penelitian Lanjutan. 1.
1.....
2. kl;kl;k 4.
mmml;ml;
For matted: Indent: Left: -0,63 cm
8.Produksi tepung terigu Indonesia
For matted: Bullets and N umbering
9.Permintaan tepung dipengaruhi oleh 10.Hasil Peramalan? 11.Kebijakan .......yang paling menguntungkan....Konsumen 12.Kebijakan .......menguntungkan ....Produsen 13.Kebijakan........menguntunkan Cadangan Devisa 14.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang dampak kebijakan perdagangan terhadap kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer Indonesia dapat diperoleh beberapa hal sebagai kesimpulan: 1.Produksi kayu bulat domestik
lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu
For matted: Indent: Left: -0,63 cm For matted: Bullets and N umbering
perubahan suku bunga bank dan perubahan upah tenaga kerja. 2.Permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu primer dipengaruhi oleh permintaan kayu bulat oleh industri pada
domestik hanya tahun sebelumnya.
223
Hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan kayu primer beroperasi hanya berdasarkan pengalaman sebelumnya dan faktor non ekonomi 3. Hasil peramalan tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa jumlah permintaan kayu bulat domestik lebih besar dua kali jumlah penawaran kayu bulat domestik.. Jika keadaan yang tidak seimbang antara penawaran dan permintaan terus berlangsung, hal ini akan mendorong terjadinya illegal logging. 4.Permintaan produk Industri Pengolahan Kayu Primer dipengaruhi harga domestik produk industri pengolahan kayu primer, GDP Indonesia, dan permintaan produk industri pengolahan kayu primer tahun sebelumnya. 5.Penghapusan larangan ekspor kayu bulat berdampak pada penurunan perolehan devisa dari ekspor produk industri pengolahan kayu primer dan penurunan terbesar berasal dari penurunan ekspor kayu gergajian diikuti oleh ekspor kayu lapis dan ekspor pulp. 6.Kenaikan Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi berdampak pada penurunan perolehan devisa dari ekspor kayu bulat dan ekspor produk industri pengolahan kayu primer. Penurunan devisa tersebut dapat dikompensasi dari kenaikan penerimaan
Provisi Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi.
7.Kombinasi kebijakan: (1) penghapusan larangan ekspor kayu bulat, (2) kenaikan provisi sumber daya hutan, (3) kenaikan dana reboisasi, (4) penurunan suku bunga, (5) kenaikan upah tenaga kerja dan (6) kenaikan penawaran kayu bulat domestik merupakan kebijakan yang paling sesuai dan terbaik untuk dilaksanakan. Selain menghasilkan kenaikan devisa yang paling tinggi dari ekspor produk industri pengolahan kayu primer, kebijakan larangan ekspor kayu bulat yang diganti dengan pengaturan kuota penawaran kayu bulat domestik akan lebih
224
dapat diterima di perdagangan internasional karena terhindar dari isu lingkungan yang sering jadi penghambat perdagangan internasional 8.2. Implikasi Kebijakan 1.Untuk meningkatan pendapatan devisa dari ekspor produk pengolahan kayu primer tidak cukup hanya dengan satu instrumen kebijakan tetapi harus melalui kombinasi kebijakan yaitu penghapusan larangan ekspor kayu bulat harus diikuti dengan kenaikan provisi sumber daya hutan, kenaikan dana reboisasi, penurunan suku bunga dan kenaikan upah tenaga kerja serta peningkatan kuota penawaran kayu bulat domestik. 2.Untuk meredam isu lingkungan yang selalu dijadikan salah satu syarat dalam negosiasi perdagangan internasioanl yang sering dikenakan kepada negara berkembang yaitu isu yang masuk kelompok non tariff barrier, kebijakan kuota penawaran kayu bulat domestik lebih dapat diterima diforum perdagangan dunia dibandingkan larangan ekspor kayu bulat. 3.Untuk mengurangi adanya illegal logging, kebijakan peningkatan penawaran kayu bulat sebagai bahan baku industri domestik dapat menjadi salah satu prioritas. Untuk jangka pendek dengan memberi insentif tambahan kuota produksi kepada pemegang ijin yang dinilai menerapkan sistim silvikultur dengan
benar oleh
lembaga independen. Sedangkan untuk jangka panjang adalah untuk mengurangi besarnya perbedaan antara permintaan dan penawaran kayu bulat melalui rehabilitasi hutan alam,
pembangunan hutan rakyat maupun hutan tanaman
indus tri. 4.Peningkatan kinerja ekspor produk industri pengolahan kayu primer dimasa akan datang harus memiliki prioritas produk yang akan dikembangkan. Produk pulp
For matted: Bullets and N umbering
225
dapat dijadikan salah prioritas karena terkena dampak terkecil bila
larangan
ekspor kayu bulat dihapuskan. Selain itu kelestarian penawaran bahan baku kayu bulat dalam jangka panjang akan lebih terjamin, karena bahan akan tersedia dari pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat. 5.Pengembangan dan peningkatan produk industri pengolahan kayu sekunder harus dijadikan program unggulan karena akan meningkatkan nilai tambah dari kayu bulat, sehingga pemanfaatan kayu bulat akan lebih efisien. Hal ini selain karena bahan baku kayu dari hutan alam makin sedikit dan tentunya makin mahal, produk industri pengolahan kayu sekunder juga mempunyai nilai tambah yang jauh lebih tinggi baik dari sisi penyerapan tenaga kerja maupun harga. 8.3. Saran Penelitian Lanjutan. Ruang lingkup penelitian di masa mendatang perlu memasukkan produk industri industri makanan dan minuman berbahan baku tepung terigu yang diekspor sehingga diperoleh perhitungan penerimaan negara yang lebih komprehensif dari kegiatan ekspor. 2.
Baik negara berkembang maupun negara maju melakukan tidakan protektif yang
amat
kuat
bagi industri tepung terigunya, sehingga
sangat
memungkinkan terjadinya bias harga biji gandum dan tepung terigu dunia. Sehubungan kemungkinan bias harga yang terjadi dan dihubungkan dengan liberalisasi perdagangan, maka perlu penelitian tentang perdagangan biji gandum dan tepung terigu berdasarkan blok-blok perdagangan, kartel internasional dan terjadinya diskriminasi harga.
For matted: Indent: Left: 0 cm, H anging: 0,85 cm, N o bullets or numbering