KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Tinjauan lebih baru tentang pemberontakan/perlawanan petani dalam kerangka gerakan sosial menghasilkan pemahaman bahwa gerakan sosial dapat diwujudkan melalui organisasi petani. Pembentukan organisasi petani merupakan pembuktian bahwa konteks permasalahan petani dan iklim politik mengalami perkembangan dibandingkan dengan latar belakang pemberontakan dalam teori klasik. Teori klasik tentang pemberontakan petani tidak dapat menjawab permasalahan kontemporer. Permasalahan masa kini mempunyai banyak dimensi yang meliputi ekonomi, politik dan ideologi pembangunan. Dengan demikian keterkaitan antara tiga ranah yaitu ekonomi, politik, dan ideologi komunitas menjadi berharga sebagai batu pijakan analisis terhadap bentuk perlawanan petani. Kajian teoritis menghasilkan sebuah analisis tentang satu realitas sosial yang ditinjau dalam dua kerangka pendekatan dan menghasilkan satu sudut pandang baru dalam melihat persoalan petani. Gerakan sosial yang dipilih dengan memindahkan jalur perlawanan radikal menuju kooperatif menjadi sebuah alternatif gerakan sosial baru. Konsep perlawanan sehari-hari sebagai senjatanya orang-orang yang kalah yang dikemukakan Scott (2000) dapat muncul dalam bentuk lain. Sebuah perlawanan versi petan i yang bermula dari sebuah pendekatan yang “manipulatif” terhadap orientasi pemerintah untuk menerapkan pola -pola modernis/developmentalis. Permasalahan ekonomi dan politik yang dihadapi petani bersumber dari kebijakan yang diterapkan baik oleh pemerintah maupun aktor global. Berbagai kebijakan yang ada berakibat pada marjinalisasi petani. Kondisi demikian merupakan
implikasi
dikembangkan
dari
pendekatan
production-center
oriented
yang
pemerintah.
Pendekatan
production-center
oriented
yang
dikembangkan hanya merespon masalah secara parsial sehingga revolusi hijau sebagai
manifestasi
dari
keberpihakan
pemerintah
terhadap
paradigma
pembangunan yang bias kepentingan golongan superordinat melahirkan tragedi di tingkat petani. Kebijakan ekonomi dan politik kemudian diarahkan pada upaya mensukseskan program revolusi hijau sehingga tidak ada ruang bagi petani untuk menunjukkan eksistensinya. Sebagai kelanjutan, kemudian dibentuk kelompok di
147
pedesaan yang diupayakan dapat mentransfer ide-ide pemerintah. Organisasi pedesaan dibawa kedalam kepentingan pemerintah yang bermuara pada terciptanya ketergantungan massal golongan petani. Sebagai respon atas pendekatan production-center development di atas, SPPQT kemudian melakukan kritik dengan mengembangkan pendekatan peoplecenter oriented. Pendekatan ini dianggap tepat bagi bentuk organisasi yang berbasis komunitas. Pilihan ideologi yang dibangun oleh SPPQT adalah membangun kemandirian dan kedaulatan petani. Bagi petani, kemandirian dan kedaulatan merupakan pondasi untuk sampai pada merebut akses dan kontrol. Upaya mencapai akses dan kontrol merupakan perjuangan kearah pemberdayaan petani. Merujuk persoalan di atas dalam kaitannya dengan upaa petani memperjuangkan akse dan kontrol, maka dapat dirinci gambaran respon petani diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tumbuhnya organisasi petani di Salatiga tidak terlepas dari konstelasi politik pada Tahun 1998 yang memberi peluang pengorganisasian di tingkat basis. Pada masa reformasi ini kesadaran petani akan posisinya dalam struktur sosial mulai muncul dan menghasilkan gerakan -gerakan yang berhaluan kerakyatan. Perjuangan akses dan kontrol mulai diwujudkan dalam bentuk organisasi petani. Dapat dikatakan bahwa tumbuhnya organisasi petani yang berbasis produksi di Salatiga merupakan respon atas kondisi ekonomi dan politik yang tidak berpihak terhadap petani. Sejarah panjang kebijakan ekonomi dan politik menunjukkan bukti-bukti empiris bahwa petani termarjinalkan. Dalam situasi keterpurukan dan ketidakpastian, muncul keinginan untuk membangun kekuatan kolektif melalui ikatan yang berbasis pada kesamaan tujuan. Kekuatan kolektif difungsikan untuk menghadang kekuatan luar yang menimbulkan tekanan struktural. Permasalahan struktural sebagai akibat pemerintah
mengintegrasikan
petani
kedalam
masyarakat
kapitalis
menghasilkan respon petani melalui pembentukan organisasi petani. Pengorganisasian dilakukan dengan mengedepankan prinsip pencerdasan dan pemberdayaan petani. Dalam ranah ini, petani “dipaksa” untuk dapat berkiprah aktif dalam upaya merebut akses dan kontrol.
148
2. Permasalahan petani di Salatiga dominan dipengaruhi oleh faktor produksi menyangkut teknis pertanian, ekonomi, kesejahteraan, pemasaran hasil pertanian, dan lain-lain. Dengan demikian, kegiatan yang dikembangkan organisasi harus terkait dengan persoalan konkrit yang dihadapi petani. SPPQT
berupaya
untuk
memfasilitasi
kebutuhan
anggota
dengan
mengarahkan fokus utama pada kegiatan pertanian dan pengembangan petani. Merujuk hal di atas, Strategi yang dikembangkan adalah community development (CD) melalui pendekatan produksi dan kesejahteraan komunitas. 3. Disain perlawanan SPPQT dan organisasi yang ada di bawahnya adalah bentuk
perlawanan
tersamar
melalui
strategi
kemandirian
produksi.
Perlawanan tersamar merupakan proses adaptasi terhadap kemapanan sosial yang sedang berlangsung. Metode yang dipilih sebagai taktik perlawanan diarahkan agar sekaligus dapat menjawab persoalan nyata yang dihadapi petani. Dengan cerdik, petani memanfaatkan pendekatan -pendekatan yang biasa dilakukan pemerintah . Pilihan tersebut mendapat jalan ketika konteks masalah yang dihadapi petani adalah persoalan produksi. Dalam pandangan pembangunan yang lebih baru, persoalan teknis produksi dapat segera diselesaikan dengan jalur CD. Membungkus mainstream baru (people-center oriented) dengan menggunakan paradigma lama (production-center oriented ) melalui strategi pengembangan CD tidak menciptakan resistensi yang kuat dari pemerintah. Perlawanan tersamar sebagai strategi perlawanan petani di Salatiga tidak berangkat dari asumsi agenda tersamar. Sebaliknya, agenda SPPQT bersifat terbuka dan dapat diterima oleh semua pihak. SPPQT menerapkan strategi perlawanan tersamar dalam tujuannya menghindari menguatnya resistensi pemerintah. Perlawanan yang dibangun oleh SPPQT tidak dilakukan dengan menciptakan struktur baru yang paralel dengan sistem yang ada melainkan mencari cara agar gerakan bisa diterima oleh pemerintah. Hal yang diperjuangkan yakni akses dan kontrol sejatinya juga diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun SPPQT membungkusnya dengan sesuatu yang dapat diterima bagi rezim yang berkuasa. Dapat dikemukakan di sini bahwa SPPQT mengembangkan perlawanan terhadap kemapanan yang ada dengan upaya
149
mengintegrasikan petani kedalam sistem yang ada tanpa meninggalkan upaya memperjuangkan kedaulatan petani. Perlawanan tersamar dipilih sebagai terminologi untuk memperlihatkan bahwa musuh (pemerintah) sebetulnya mengetahui tindakan petani. Namun musuh tidak bereaksi karena perlawanan dilakukan dengan pola-pola yang biasa dilakukan oleh pemerintah. Strategi CD menjadi berbeda ketika ditangani oleh komunitas. Perbedaan terutama terletak pada hasil akhir dan implikasi yang ditimbulkan. CD gaya lama lebih sebagai upaya mempertahankan kemapanan dan menciptakan ketergantungan petani, sedangkan CD gaya petani merupakan upaya menciptakan kemandirian dan mencapai kedaulatan petani.
Implikasi Kebijakan Pengalaman pengorganisasian yang dikembangkan SPPQT dapat menjadi cermin bagi pola-pola pengorganisasian sejenis. Analisis permasalahan yang dihadapi petani harus menjadi dasar dalam mengembangkan agenda penguatan komunitas. Sebagai sebuah organisasi informal (dalam arti di luar struktur pemerintah) ditemui banyak hambatan yang dialami oleh organisasi petani. Meski demikian, setiap stakeholder dapat menciptakan kondisi bagi tumbuhnya organisasi rakyat sebagai pondasi bagi terciptanya kemandirian lokal. Merujuk
hasil
analisis
penelitian,
tampak
bahwa
kesulitan
menyambungkan kepentingan praktis/pragmatis dan ideologis di tingkat kelompok
petani
perlu
mendapat
porsi
tersendiri
dalam
kerangka
pengorganisasian. Seringkali didapati kesulitan ketika memberi pemahaman bahwa program yang dikembangkan hanya menjadi pintu masuk merespon kebutuhan jangka pendek. Ada kekhawatiran bahwa petani menanggapi program hanya sekedar kegiatan sesaat. Dikhawatirkan kegiatan yang sejatinya merupakan implementasi sebuah gerakan tertentu tidak dimaknai sebagai sebuah gerakan. Solusi atas masalah itu tampaknya perlu dilakukan dengan membagi peran antar aras organisasi. Organisasi pada aras yang lebih tinggi harus membiasakan diri untuk mengemas isu dengan kegiatan yang dapat dengan mudah dilihat ketersambungan gerakan perlawanannya. Dalam hal ini, kelompok tani dapat memfokuskan pada kegiatan praktis, paguyuban melihat dari sisi kebijakan,
150
sedangkan serikat petani yang memiliki cakupan tanggung jawab lebih besar harus dapat memainkan peran -peran membangun kesadaran gerakan. Kegagalan perjuangan petani melawan tekanan struktural perlu ditinjau dari kesinambungan makna organisasi di tingkat lokal dengan tingkat nasional (dalam hal ini biasanya terkait dengan politik). Sejarah telah membuktikan bahwa organisasi petani pertama di Indonesia yaitu BTI telah mendisain kesinambungan antar aras organisasi. Petani di tingkat grass root dengan partai sebagai wadah petani menjadikan organisasi tidak hanya mengurusi hal-hal yang bersifat praksis melainkan juga memiliki saluran politik yang jelas untuk mendukung kegiatan di tingkat praksis. Dengan demikian, organisasi tidak hanya menjadi arena berkumpul melainkan menghasilkan kerja nyata bagi penyelesaian masalah petani. Organisasi juga harus jeli memotret perkembangan yang terjadi. Gambaran karakteristik organisasi bermanfaat untuk meneropong dinamika organisasi petani terutama dalam kepentingannya membantu gerakan pengorganisasian petani. Sebagai bagian dari upaya kemandirian yang sejati, perlu dilihat ideologi yang dianut oleh pimpinan organisasi di tingkat aktivis. Pembedaan harus tegas antara membangun gerakan karena motivasi politik (mencari peluang strategis) ataukah motivasi keberpihakan pada petani (upaya humanisasi terhadap petani. Dua motivasi ini akan berimplikasi pada perkembangan lanjut dari sebuah organisasi. Dari pengalaman pengorganisasian dan gambaran realitas empiris di atas, tentunya penting bagi berbagai pihak baik pemerintah, perguruan tinggi bahkan organisasi itu sendiri untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya organisasi. Bagi perguruan tinggi, perlu difikirkan bagaimana menciptakan program pengembangan komunitas melalui organisasi. Stigma organisasi sebagai organisasi kiri tidak boleh menjadi penghalang bentuk-bentuk bantuan. Organisasi dengan ciri informal ini seringkali “dijauhi” dari berbagai program pemerintah. Disini perlunya perguruan tinggi sebagai penghubung dengan berbagai pihak. Bagi pemerintah, organisasi petani layak ditempatkan sebagai tindakan yang mengurangi “beban” pemerintah. Bahwa kemandirian yang dibangun membantu pemerintah dalam program membangun. Cara pandang demikian akan mengurangi res istensi pemerintah terhadap munculnya organisasi sejenis.
DAFTAR PUSTAKA
Agger, B. 2003. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Kreasi Wacana. Yogyakarta Bahari, S. 2002. Petani dalam Perspektif Moral Ekonomi dan Politik Ekonomi dalam Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. AKATIGA. Bandung Britt, Charla Danelle. 2003. Collective Action and Resource Management in Upland Watersheds of Southeast Asia: Farmer Organizing and Secondary Organizations. ICRAF Cernea, Michael M. 1988. Mengutamakan Manusia dalam Pembangunan: Variabel-variabel Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan. UI Press. Jakarta Cooke, Bill dan Uma Kothari. 2002. Participation: The New Tyranny. Zed Books. London. New York Denzin, K. Norman dan Yvonna S. Lincoln. 2003. Collecting and Interpreting Qualitative Materials. Sag e Publication. London Dobrowolski, Kazimierz. 1958. Peasant Tradisional Culture dalam Teodor Shanin, Peasant and Peasant Societies (Teodor Shanin, ed; 1971). Penguin Books. Australia Eldridge, Philip. 1989. LSM dan Negara. Prisma No. 7: 1-21 Etzioni, Amitai. 1985. Organisasi-organisasi Modern. UI Press. Jakarta Fakih, Mansour. 2000. Masyarakat Sipil untuk Transformasi Sosial: Pergolakan Ideologi LSM Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Fauzy, Noer. 2005. Memahami Gerakan-Gerakan Rakyat Dunia Ketiga. Insist Press. Yogyakarta Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa: Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia. INSIST, KPA, PUSTAKA PELAJAR. Yogyakarta Fauzi, Noer. 1998. Dari Aksi Protes Petani Menuju Embrio Organisasi Massa Petani dalam Perlawanan Kaum Tani: Analisis Terhadap Gerakan Petani di Indonesia Sepanjang Orde Baru. Yayasan Sintesa dan Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU). Medan Firmansyah, dkk. 1999. Gerakan dan Pertumbuhan Organisasi Petani di Indonesia: Studi Kasus Gerakan Petani Era 1980-an. YAPPIKA dan Bina Desa. Jakarta Firth, R. et al. 1960. Tjiri-tjiri dan Alam Hidup Manusia: Suatu Pengantar Anthropologi Budaja. Sumur Bandung. Bandung Freire, Paulo. 1984. Pendidikan, Pembebasan, Perubahan Sosial. Penerbit PT. Sangkala Pulsar. Jakarta. (Hal. 1-161)
152
Friedmann, J. 1992. Empowerment: the Politics of Alternative Development. Blackwell Publishers. USA Hannigan, A. 1985. Alain Touraine, Manuel Castells and Social Movement Theory: a Critical Appraisal dalam Harper, C. L. 1989. Exploring Sosial Change. New Jersey: Prentice Hall. Hal 125-143 Harper, C. L. 1989. Exploring Sosial Change. New Jersey: Prentice Hall. Hal 125-143 Hayami, Yujiro dan Masao Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Heryanto, Ariel. 2000. Perlawanan dalam Kepatuhan.: Esai-esai Budaya. Mizan. Bandung Hickey, Sam and Giles Mohan. 2005. Relocating Participation Within a Radical Politics of Development. Development and Change. Institute of Social Studies. Blackwell Publishing. Oxford. USA Hoffer, Eric.1988. Gerakan Massa. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Hollnsteiner, Mary Racelis. 1979. Mobilizing the Rural Poor Through Community Organization. Reprinted from Philippine Studies 27 (1979) 387-416. Institute of Philippine Culture Irsyam, Mahrus. 22 Nopember 1999. Memahami Hakikat Nahdlatul Ulama. Kompas: 11 Israel, Arturo. 1992. Pengembangan Kelembagaan: Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia. LP3ES. Jakarta Kartodirdjo, S. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya. Sebuah Studi Kasus Mengenai Gerakan Sosial di Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya. Jakarta Khudori. 2004. Neoliberalisme Menumpas Petani: Menyingkap Kejahatan Industri Pangan. Resist Book. Yogyakarta Korten, David C. 2001. Menuju Abad ke-21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Laporan Progress Report. 2004. Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyibah. Salatiga Lincoln, Yvonna S dan Eegon G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Sage Publication. London Migdal, Joel. 1974. Peasants, Politics, and Revolution: Pressure Toward Political and Social Change the Third World. Princeton University Press. London Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualit atif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. UI Press. Jakarta Mortimer, Rex. 1974. Indonesian Communism Under Sukarno. Cornell University. London
153
Pearse, Andrew. 1968. “Metropolis and Peasant: The Expansion of the Urban. Industrial Complex and the Changing Rural Structure dalam Teodor Shanin, Peasant and Peasant Societies (Teodor Shanin, ed; 1971). Penguin Books. Australia Pelzer, J.K. 1991 Sengketa Agraria Pengusaha Perkebunan Melawan Petani, Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Popkin. Samuel. 1986. Petani Rasional. Yayasan Padamu Negeri. Jakarta Rubin and Rubin. 2001. Community Organizing and Development. A Pearson Education Company. Massachusetts Rumadi. 9 Oktober 2004. Meneguhkan Gerakan Kerakyatan NU. Kompas: 47 Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Soisal: Pemikiran Norman K. Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya. Tiara Wacana. Yogyakarta Samandawai, Sofwan. 2001. Mikung: Bertahan dalam Himpitan (Kajian Masyarakat Marjinal di Tasikmalaya. AKATIGA. Bandung Scott, James. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Terj. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Scott, James. 1994. Moral Ekonomi Petani. Terj. LP3ES. Jakarta Scott, James. 2000. Senjatanya Orang-orang yang Kalah: Bentuk -bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta Setiawan, Bonnie. 2003. Globalisasi Pertanian: Ancaman atas Kedaulatan Bangsa dan Kesejahteraan Petani. Institute for Global Justice. Jakarta Shanin, Teodor. 1970. A Russian Peasant Household at the Turn of the Century dalam Peasant and Peasant Societies (Teodor Shanin: ed, 1971). Penguin Books. Australia Sitorus, MTF. et.al. 2002. Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. AKATIGA. Bandung Soetomo, Greg. 1997. Kekalahan Manusia Petani: Dimensi Manusia dalam Pembangunan Pertanian. Pengantar: Dr. Ir. Wiryono. Kanisius. Yogyakarta Suhartono. 1995. Bandit-bandit Pedesaan di Jawa: Studi Historis 1850-1942. Aditya Media. Yogyakarta Suhendar, E. 2002. Land Reform by Leverage: Perjuangan Petani Mewujudkan Kebijakan Agraria yang Berkeadilan dalam Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi. AKATIGA. Bandung Sunito, Satyawan and Heru Purwandari. 2005. Farmers Organizations in Indonesia: Their Development and Role in Strengthening Farmer Rights. Progress Report. PKA-IPB. Bogor Suwarsono dan Alvin Y. So. 1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan di Indonesia. LP3ES. Jakarta Sztompka, Piotr. 1994. The Sociology of Social Change. Blackwell Publishers
154
Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada. Jakarta Tauchid, M. 1952. Masalah Tanah: Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia. Penerbit Tjakrawala. Jakarta Tjokroamidjo, Bintoro. 1979. Perencanaan Pembangunan. PT. Gunung Agung. Jakarta Tjondronegoro, S.M.P. 1984. Social Organization and Planned Development in Rural Java. Oxford University Press. Singapore Tjondronegoro, SMP. 1999. Sosiologi Agraria: Kumpulan Tulisan Terpilih. AKATIGA. Bandung Uphoff, Norman. 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook with Cases. Kumarian Press. Cornell University Weede, E. and Horst Tiefenbach. 1981. Three Dependency Explanations of Economic Growth: A Critical Evaluation. European Journal of Political Research Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir. Insist Press, KPA dan Pustaka Pelajar Yogyakarta Wolf, Eric R. 1985. Petani: Suatu Tinjauan Antropologis. Rajawali Press. Jakarta Worsley, Peter. 1982. The Three World: Culture and World Development. Weidenfeld and Nicolson. London Yin, Robert K. 1996. Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada
LAMPIRAN
Lampiran 1 Matriks Kebutuhan Data
No
1.
2.
3.
Kebutuhan Data di Tiap Aras Organisasi Sejarah Organisasi Petani • LSM yang melatarbelak angi pembentukan SPPQT SPPQT • Bent uk permasalaha n struktural yang dihadapi petani • Kondisi yang menyebabka n munculnya organisasi petani Paguyuban • Karakter organisasi
Rincian Pertanyaan
Penunjang Menganalisis
-
analisis konteks politik dan ideologi aktivis dalam perannya membangun organisasi petani konteks permasalahan sosial dan ekonomi penyebab kemunculan organisasi petani
-
-
-
-
-
4.
Kelompok tani • Karakter organisasi
-
Peran NGO dalam pembentukan organisasi petani Mengapa dan bagaimana NGO terlibat Dalam bentuk apa keterlibatan tersebut Sejarah SPPQT Bagaimana peran /keterlibatan dimainkan Kehilangan akses atas sumberdaya yang ada Benturan dengan paradigma pertanian yang dominan Krisis moneter Konstelasi politik nasional Penyebab dan kemunculan Strategi dan aktivitas organisasi Jaringan organisasi Respon atas isu khusus Permasalahan petani Penyebab dan kemunculan Strategi dan aktivitas organisasi Jaringan organisasi Respon atas isu khusus
justifikasi perlawanan petani dari kegiatan yang dilakukan
justifikasi perlawanan petani dan orientasi paguyuban
Cara pengambilan data Wawancara, mendalam, penelusuran dokumen sejarah pendirian organisasi Penelusuran literatur, wawancara mendalam, kajian historis,
Wawancara mendalam dengan pengurus dan anggota organisasi, pengamatan berperan serta Wawancara mendalam dengan pengurus dan anggota organisasi, pengamatan berperan serta
Lampiran 2 Panduan Pertanyaan Wawancara Paguyuban I. 1.
2.
3.
4.
Proses Pembentukan & Profil Paguyuban Kapan Paguyuban dibentuk & bagaimana prosesnya: • Waktu pembentukan • Siapa yang mengambil inisiatif • Siapa yang menjadi anggota/bergabung saat pembentukan • Apakah terdapat kondisi sosial, politik dan ekonomi tertentu atau khusus sehingga paguyuban didirikan pada saat itu? Motif pembentukan paguyuban • Bagaimana proses lahirnya paguyuban Tujuan Pembentukan paguyuban • Tujuan paguyuban pada saat pendirian • Proses sampai pada perumusan tujuan tersebut, apakah diformalkan? • Apakah sejak itu terdapat perubahan -perubahan dalam tujuan: o Apa perubahan-perubahan tersebut o kapan, o sebab atau faktor-faktor yang melatarbelakangi, o Apakah perubahan telah merubah organisasi dan keanggotaan Apakah terjadi perubahan profil anggota paguyuban sejak didirikan? • Bagaimana ciri anggota paguyuban pada saat didirikan • Apakah sejak berdiri terdapat perubahan dari keanggotaan paguyuban Hubungan antara paguyuban dengan organisasi anggota • Siapa yang berinisiatif membangun kelompok • Karakteristik kelompok seperti apa yang dapat menjadi anggota paguyuban • Bentuk hubungan paguyuban dengan kelompok (kerjasama, anggota) • Keuntungan yang diperoleh paguyuban maupun kelompok dalam hubungan yang terbina • Adakah potensi konflik yang kira-kira akan muncul dari pola hubungan yang ada
II. Jaringan Kelembagaan 1. Institusi/organisasi/kelompok apa saja yang berafiliasi dengan paguyuban secara formal maupun informal • Alasan (latent maupun manifest) organisasi lain berafiliasi secara formal • Alasan (latent maupun manifest) organisasi lain berafiliasi secara informal • Pola hubungan yang dikembangkan dan alasan mengapa pola tersebut yang dipilih 2. Sejarah pembentukan afiliasi • Siapa yang berinisiatif • Bagaimana prosedurnya 3. Bentuk ‘sumbangan’ paguyuban terhadap organisasi terafiliasi • ‘sumbangan’ berbentuk materiil • ‘sumbangan’ berbentuk moril
158
III. Partisipasi paguyuban dalam Formulasi Kebijakan Sumberdaya Alam Sekaligus Implementasinya 1. Tingkat efektifitas paguyuban dalam mengembangkan isu pengelolaan sumberdaya alam lokal sekaligus isu kesejahteraan lokal • Cara yang dilakukan paguyuban untuk menggulirkan isu-isu tersebut di atas • Cara yang dilakukan paguyuban dalam mempengaruhi kebijakan sumberdaya alam, kebijakan apa yang menjadi fokus paguyuban • Proses, dan aktor yang dilibatkan dalam membuat kebijakan • Peran paguyuban dalam keseluruhan proses • Menurut paguyuban ybs, apakah cara di atas efektif • Apa kelebihan dan kekurangan strategi yang ditempuh • Mampukah strategi tersebut mempengaruhi formulasi kebijakan yang ada, melalui mekanisme apa • Respon kelompok terhadap strategi yang diterapkan paguyuban 2. Evaluasi terhadap partisipasi mempengaruhi pembuatan kebijakan di tingkat government IV. Keuntungan Pembentukan Paguyuban bagi Tujuan Perjuangan 1. Dalam hal peningkatan posisi tawar masyarakat terhadap negara dalam kaitannya dengan hak -hak terhadap tanah dan sumberdaya agraria • Sejauhmana pembentukan organisasi berpengaruh terhadap proses pembelajaran masyarakat dalam hal memperjuangkan hak-haknya. • Apakah keberadaan paguyuban mendapat pengakuan dari pemerintah
Lampiran 3 Kuesioner Terbuka Kuesioner No: ________________ A 1.
DATA DIRI Nama dan alamat organisasi:
2.
Waktu didirikan: Tgl.
3.
Legal status:
Kode
Bln.
Tahun
formal terdaftar di pemerintah o Informal o
Keterangan lain: 4.
Bentuk organisasi: 1. jaringan o 2. asosiasi o 3. federasi o 4. lainnya, sebutkan :
5.
Jumlah anggota : o Organisasi : ....................... o Dusun : ....................... o Desa : ...................... Jumlah anggota: o Perorangan : .................... o Rumah Tangga : ...................
6.
7.
Bagaimana ciri anggota paguyuban (dapat lebih dari satu) o Organisasi/Pok tani dalam konflik o Organisasi/Pok tani kegiatan produksi/ekonomi o Organisasi/Pok tani perempuan o Lain -lain Keterangan:.............
8.
Bangun Organisasi (Perhatikan struktur horisontal organisasi: apakah tersusun dalam bagian2, devisi & struktur vertikal : hirarki organisasi, pusat, cabang, ranting)
B 9.
PROSES PEMBENTUKAN Mengapa organisasi ini didirikan, apa latar belakangnya
10.
Apakah ada peran pendampping dalam proses pembentukan
11.
Siapa pendamping tersebut
12.
Kendala yang dihadapi dalam proses pemben tukan
160
C 13.
TUJUAN ORGANISASI Apa tujuan pada awal pembentukan organisasi ini?
14.
Apakah ada perubahan tujuan semenjak organisasi dibentuk & sebab perubahan: o tidak ada perubahan o ada perubahan* *) Bila ada perubahan maka ke no.11, 12
15.
Kapan perubahan tersebut terjadi:
16.
Apa perubahan tujuan tersebut:
17.
Mengapa terjadi perubahan tu juan:
D 18.
KEGIATAN ORGANISASI Apa sajakah kegiatan organisasi saat ini: o Teknologi produksi o Permodalan / simpan-p injam o Pemasaran produk o Pendidikan & pelatihan
o o o o o o
kesehatan masyarakat Pendidikan hukum & politik Advokasi pepentingan petani Mempengaruhi kebijakan NRM Aksi massa untk hak petani Lain-lain
Keterangan:
19.
Apakah terjadi perubahan kegiatan, terangkan
20.
Mengapa terjadi perubahan kegiatan
21.
Apakah ada bentuk kegiatan yang memperbesar partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberd aya alam
22.
Apakah ada bentuk kegiatan dalam rangka memperkuat hak masyarakat terhadap tanah dan sumberdaya alam
E 23.
STRATEGI ORGANISASI Strategi apa saja yang dikembangkan organisasi untuk mencapai tujuan
24.
Perubahan strategi yang terkait dengan p erkembangan organisasi
25.
Kapan terjadi perubahan strategi tersebut
26.
Mengapa terjadi perubahan strategi tersebut
161
F 27.
HUBUNGAN PAGUYUBAN DENGAN KELOMPOK TANI Peran paguyuban bagi organisasi anggota: (Bisa lebih dari satu kotak) o Manajemen o Dana o Teknologi & informasi o Pendidikan hukum o Lain-lain
o Jejaring o Legitimasi politik o Pendampingan hukum o Advokasi kepentingan petani o Organisator & Koordinator
Keterangan:
28.
Apa kewajiban organisasi anggota bila bergabung didalam paguyuban
29.
Apakah kelompok tani mempunyai mekanisme formal untuk menyalurkan aspirasinya
30.
Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di paguyuban
G 31.
KERJASAMA & NET-WORKING Apakah organisasi mengembangkan jaringan dengan pihak lain? Ya
32.
Bagaimana bentuk hubungan dengan pihak -p ihak tersebut
33.
Apa pengaruh jaringan terhadap organisasi ini
34.
Apa pengaruh jaringan terhadap kegiatan
H 35.
DAMPAK KEGIATAN Apakah ada contoh-contoh nyata dari hasil kegiatan?
36.
Permasalahan yang dihadapi didalam organisasi sendiri?
37.
Permasalahan yang dihadapi dari luar?
Tidak
Lampiran 4 Peta Lokasi SPPQT di Salatiga, Jawa Tengah
Peta Lokasi SPPQT di Salatiga, Jawa Tengah
Lampiran 5 Peta Persebaran Anggota Organisasi Petani
Keterangan : Anggota SPPQT tersebar di daerah yang diarsir transparan
Peta Persebaran Anggota Organisasi Petani
Lampiran 6 Kerangka Kerja SPPQT Sampai Tahun 2004 KERANGKA KERJA SERIKAT PAGUYUBAN PETANI QARYAH THAYYIBAH Visi:
Terwujudnya masyarakat tani yang kuat yang mampu mengakses dan mengontrol seluruh sumber dayanya dengan mendasarkan diri pada keadilan, kelestarian lingkungan dan kesetaraan hubungan laki-laki dan perempuan. GOAL
MISI (STRATEGIC GOAL): 1. Meningkatnya soliditas organisasi untuk mendukung gerakan pemberdayaan petani.
2. Berkembangnya ekonomi komunitas petani dengan mengembangkan pertanian organik sesuai dengan potensi kawasan.
3. Meningkatnya kesadaran politik dan kemampuan petani untuk mengakses sumber daya yang tersedia. 4. Tersedianya sistem informasi dan komunikasi berbasis komunitas untuk
INDIKATOR Pada akhir tahun 2004: a. Telah tersedia 60 pemimpin paguyuban dan 70 community organizer dengan ciri-ciri, sbb.: 1. Selalu melindungi kepentingan petani. 2. Mampu mengkonsolidasikan anggotanya. 3. Memperjuangkan kepentingan petani/anggotanya. 4. Konsisten dalam melindungi, memperjuangkan dan mengkonsolidasikan petani. 5. Tidak bisa disogok. b. Buruh migran dari keluarga petani anggota paguyuban telah mulai tertangani secara baik. Pada akhir tahun 2004: a. 6 learning center telah berjalan dengan baik sebagai tempat belajar bagi paguyuban lain, khususnya dalam implementasi konsep IOF dan pengelolaan gardu tani paguyuban, dan telah berkembang pada 12 paguyuban diluar 6 learning center b. KSP: Qaryah Thayyibah dan gardu tani paguyuban telah berfungsi untuk mendukung gerakan ekonomi petani melalui pengembangan pertanian organik. c. Konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) model petani telah terumuskan dan konsep konservasi di 3 kawasan sudah mulai ada kejelasan. Pada akhir tahun 2004: a. Paguyuban-paguyuban telah mendesakkan dan bisa mengakses APBD. b. Ada 6 Paguyuban yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan P eraturan Desa (Perdes) dan Anggaran Pembangunan Desa (APD) di desa sekitar paguyuban masing-masing. c. Meningkatnya kesadaran politik masyarakat petani anggota serikat dalam berpartisipasi pada Pemilu 2004 Pada akhir tahun 2004: a. Sistem informasi dan komunikasi di 6 learning center telah tertata secara baik.
165 menunjang gerakan pemberdayaan petani. 5. Meningkatnya kapasitas dan performance Sekretariat SPPQT sebagai pusat gerakan pemberdayaan petani. 6. Berfungsinya SPPQT sebagai organisasi pergerakan petani. OUTPUT (OPERATIONAL GOAL): Meningkatkan kemampuan pengorganisasian masyarakat dan kepemimpinan petani. Memperkuat institusi paguyuban sebagai organisasi gerakan petani.
b. Telah tersedia hardware yang memadahi untuk mendukung sitem informasi, dokumentasi dan komunikasi. Pada akhir tahun 2004: a. Peningkatan kapasitas staf telah dilakukan secara memadai. b. Sarana dan prasaran yang memadai telah tersedia di sekretariat. c. Tresedia paling tidak 16 staff di sekretariat. d. Standart Operational and Procedure di Sekretariat telah berjalan secara baik. Pada akhir tahun 2004: a. Instrumen utama dan pendukung organisasi telah tersedia secara memada i. b. Sistem monitoring dan evaluasi telah terumuskan dengan baik. c. Suksesi organisasi berjalan secara demokratis.
a. b. a. b.
c. Memperkuat akses keluarga petani untuk memperoleh pekerjaan di luar negeri secara mudah dan aman. Pengembangan Integrated Organic Farming (IOF).
a. b. a. b. c. d.
INDIKATOR Akhir Tahun 2004 Telah terlatih pemimpin petani dari 60 Paguyuban, terdiri dari 30 Pimpinan Dewan Pleno dan 30 Pimpinan Dewan Pelaksana/Pengelola Paguyuban. Telah terlatih 70 orang CO Utama, 70 CO Pemula Paguyuban dan 30 CO petani perempuan dari 30 Paguyuban. Telah terbentuk Paguyuban baru di Kawasan Merbabu (3), Kawasan Merapi (2), Kawasan Kedung Ombo (1) dan Kawasan Rawapening (1). Telah tertata Paguyuban baru di Kawasan Merbabu (2), Kawasan Sumbing (1), Kawasan Gunung Payung (1), Kawasan Gedong Songo (1), Kawasan Kendali Sodo (1), Kawasan Ungaran (1), Kawasan Rawapening (1), Kota Salatiga (2), Kawasan Gunung Cicak (2), Jogosatru (1), Kawasan Kedung Ombo (2). 6 Paguyuban telah melaksanakan Pekan Pemilihan Umum (P emilu) Paguyuban; PP Gedong Songo, PP Rawapening Bersatu, PP Al Falah, PP Otek Makmur, PP Sumbing Inti, dan PP Saka Walu. 500 Buruh Migran telah terbekali sebelum berangkat dan setidaknya 300 Keluarga Buruh Migran anggota Paguyuban telah terdampingi dalam pengelolaan Remittance. Lembaga informasi ketenagakerjaan dan lembaga pengelolaan remittance keluarga buruh migran telah berjalan dengan baik. Konsep IOF telah dikembangkan pada 18 paguyuban diluar 6 learning center. Gerakan penanaman padi organik telah berkembang pada 6 paguyuban diluar 3 paguyuban pengelola demplot. Gerakan pembibitan kentang secara organik telah berkembang ke 2 paguyuban diluar PP Merbabu. Pengembangan Tanaman Obat Keluarga (Toga) telah berkembang pada 6 paguyuban diluar 3 paguyuban pengelola demplot.
166 Penataan kawasan untuk mendukung gerakan pertanian organik. Memperkuat KSP: Qaryah Thayyibah untuk mendukung pengembangan Gardu Tani Paguyuban.
a. Konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) model petani telah didesakkan pada penguasa. b. Konsep Konservasi Kawasan Merbabu telah diimplementasikan dan 2 Kawasan lainnya (Rawapening dan Kedung Ombo) telah terumuskan dan terimplementasikan. a. KSP: Qaryah Thayyibah telah bisa memenuhi kebutuhan permodalannya. b. 22 Gardu Tani telah terlegalisasi dan 7 diantaranya (PP Gedong Songo, Karyo Raharjo, Al Falah, Al Barokah, Otek Makmur, Joko Tin gkir dan Merbabu) telah tertata managemennya dan 5 Gardu Tani Paguyuban telah berdiri lagi di PP Saka Walu, Sido Dadi, Raga Runting, Merapi, Kartini). c. Jaringan kerja sama usaha antar gardu tani paguyuban sudah mulai berjalan dan konsep pengembangan usaha untuk kemandirian organisasi SPPQT telah jelas dan telah terimplementasikan dengan baik.
Meningkatkan politik petani.
a. Terselenggaranya training (husus) penyadaran Pemilih (Pemilu 2004) bagi seluruh pemilih anggota SPPQT b. Berbagai issue aktual telah direspon oleh Paguyuban dan Sekretariat SPPQT sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
kesadaran
Meningkatkan kemampuan petani dalam mengakses sumber daya.
Sistem informasi, dokumentasi dan komunikasi yang mudah diakses oleh petani.
a. 18 Paguyuban di 6 Kawasan telah berhasil memberikan kontribusi pembuatan Peraturan Desa (Perdes) dan Anggaran Pembangunan Desa (APD) di desa tempat kedudukan masing-masing; Kawasan Merbabu (PP Merbabu dan Saka Walu), Kawasan Rawapening (PP Rawapening Bersatu), Kawasan Gedong Songo (PP Gedong Songo) dan Kawasan Kedung Ombo (PP Otek Makmur). b. Paguyuban-Paguyuban di wilayah Kota Salatiga, Kabupaten Semarang dan Boyolali, dan Magelang telah bersama-sama mendesakkan peningkatan anggaran pertanian tahun 2004 ke Pemda masing-masing. c. Beberapa Paguyuban di wilayah Kota Salatiga, Kabupaten Semarang dan Boyolali dan Magelang telah memperoleh alokasi anggaran pertanian tahun 2003 dari pemda masing-masing. d. Telah terimplementasikannya kerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka penanganan dan pengelolaan Merbabu, Rawa Pening dan Kedung Ombo. a. Konsep jaringan informasi telah terselenggara dengan baik. b. Sumber daya manusia untuk penanganan jaringan informasi, dokumentasi dan komunikasi telah dipersiapkan secara baik, melalui workshop, training dan pelatihan. c. Participatory Rural Appraisal (PRA) telah tera plikasikan pada 18 pa guyuban diluar 6 learning center. d. 5 Jaringan komunikasi radio telah terpasang di beberapa paguyuban sesuai dengan hasil appraisal. e. Majalah Kalawarta telah diterbitkan secara rutin. f. Perpustakaan SPPQT telah dibangun dan dioperasikan dengan baik
167 Peningkatan kapasitas dalam managemen pengelolaan program.
Meningkatkan performance Sekretariat sebagai pusat gerakan pemberdayaan petani.
Memperkokoh organisasi SPP-QT sebagai organisasi gerakan kaum tani.
a. Training Managemen Pengelolaan Program dan workshop outcome mapping telah dilaksanakan dengan diikuti oleh seluruh staff dan Dewan Pengurus Serikat. b. Konsultansi penguatan kelembagaan, pengembangan IOF dan konservasi kawasan, serta pengembangan ekonomi kerakyatan (petani) secara periodik dilakukan dengan pendampingan para konsultan yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. c. Kursus bahasa Inggris dan Akuntansi. d. sistem monitoring dan evaluasi telah diterapkan dengan baik. a. Pelayanan Study Wisata Tani dan bentuk pelayanan lainnya dijalankan dengan baik. b. Telah mempunyai sebidang tanah untuk kantor sekretariat sendiri c. SOP Kesekretariatan telah direvisi sesuai dengan keadaan dan telah dijalankan secara baik. d. Audit keuangan dilakukan tepat waktu. e. Monitoring pelaksanaan program dijalankan secara periodik oleh Dewan Pengurus Serikat. f. Evaluasi dan penyusunan program tahun berikutnya dilakukan secara terbuka dengan melibatkan seluruh paguyuban, semua stakeholders dan strategic partners. g. Pelaporan dilakukan tepat waktu. a. Atribut organisasi telah dilengkapi: Mars, hymne, bendera, KTA, Papan Nama, dll. b. Instrumen Akreditasi Anggota Serikat telah dijalankan dengan baik c. Perayaan Ulang Tahun Serikat IV berlangsung meriah.
Sumber: Laporan Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyibah
168
Lampiran 7 Kegiatan SPPQT per Divisi dan Capaian Target Tahun 2004 Program Kegiatan No. DIVISI PENGORGANISASIAN A Program Training dan Pengorganisasian Workshop Komunitas Petani
Asistensi dan Fasilitasi
B
Program Penguatan Perempuan
Training, Diskusi Kelompok, Diskusi Publik, Talk Show dan Riset
Asistensi dan Fasilitasi
Penjabaran
Capaian
Kegiatan ini difokuskan pada peningkatan kesadaran, pemahaman dan ketrampilan pada aspek pengorganisasian masyarakat, kepemimpinan, managemen organisasi, perbaikan buku panduan pengorganisasian masyarakat dan perumusan manual pembentukan bakortani kawasan Asistensi Pembentukan dan Penguatan Organisasi Paguyuban
Output: training dan workshop melebihi dari yang direncanakan Hasil: 1) secara kualitas terjadi peningkatan kesadaran, kemampuan dan ketrampilan alumni peserta didik yang diindikasikan dari berkembangnya praktek-praktek pengorganisasian masyarakat. 2) peningkatan keterlibatan petani perempuan dalam ruang-ruang organisasi.
Sampai tahun 2004, terdapat peningkatan hasil yang cukup signifikan, diindikasikan dengan peningkatan jumlah anggota dari 36 paguyuban menjadi 38 paguyuban
Asistensi dan Fasilitasi Pemilu Paguyuban Asistensi dan Pembentukan Bakortani Kawasan Peringatan Migran Day (Hari Buruh Migran)
Dilakukan pemilu di 2 paguyuban yaitu Paguyuban Rawa Pening dan Sumbing Inti Dibentuk Bakor Tani Kawasan Merbabu.
Riset Kerjasama dengan SP, Jakarta
Dihasilkan pemahaman dan juga perilaku untuk lebih “berhati-hati”/mencegah terhadap virus HIV/Aids. Telah terbentuk 8 kelompok perempuan.
Pengorganisasian Petani Perempuan
Berhasil mengundang 150 keluarga buruh migran dengan bahasan “Mendorong Pengelolaan Remittance untuk Mengembangkan Usaha Produktif bagi Keluarga Buruh Migran”.
171
DIVISI PEMBERDAYAAN A Program konservasi Training dan kawasan Worshop
Asistensi dan Fasilitasi
Konsultansi
B
Program Pengembangan Pertanian Organik Terpadu (Iof)
Training dan Workshop
Asistensi Paguyuban dalam Penyelenggaraan Diskusi Kampung Pertemuan Kader Perempuan
Fokus pada penguatan paguyuban dalam penyelenggaraan diskusi kampung pendidikan politik untuk perempuan. Berhasil ditumbuhkan kader perempuan sebanyak 45 orang yang tersebar d masing-masing paguyuban
Kegiatan ini difokuskan pada perumusan instrumen riset aksi kerusakan ekologi kawasan dan pendidikan action research - Focus Group Discusion Pengumpulan Data Ekologi Kawasan - Asistensi Pendalaman SPHoOR (Sistem Pengelolaan Hutan oleh Organisasi Rakyat) - Asistensi Pengembangan Tanaman Obat Keluarga - Melakukan loby untuk persoalan penetapan kawasan TNMM
Focus Discusion Group ( FGD) Konservasi di paguyuban Merbabu, anggota SPPQT.
-
Workshop Revisi Manual Praktis Pengembangan Pertanian Organik Pelatihan Uji Tanah Training Pembibitan Tanaman Sayuran dan Tanaman Pangan Training Pembuatan Pupuk Organik Training Pembuatan Pestisida Alami Training Budidaya Ternak (kambing) Training Budidaya Ikan
-
FGD di 8 kawasan dan menghasilkan data dasar ekologi Sosialisasi di 3 kawasan yang paling rusak
-
Penguatan pengorganisasian di kawasan Merapi dan Merbabu yang terkena penetapan taman nasional tersebut Mencoba kegiatan baru seperti perikanan dan ternak Fasilitasi modal untuk pengembangan usaha ternak dan ikan
-
172
Asistensi dan Fasilitasi
C
Program Pengembangan Ekonomi Komunitas Petani
Training dan Workshop
Asistensi/Fasilit asi
-
Fasilitasi Pengembangan Pertanian Organik - Asistensi dan Fasilitasi Pengendalian Hama Terpadu - Fasilitasi Magang Pengembangan Pertanian Organik Upaya yang harus terus menerus dilakukan untuk membangun penguatan koperasi adalah peningkatan kapasitas pengelola koperasi utamanya pada tingkat pelaksananya - Pendirian, RAT (Rapat Anggota Tahunan) dan Pengurusan Badan Hukum - Asistensi Penataan Administrasi dan Rencana Usaha Gardu Tani - Fasilitasi magang antar Gardu Tani. - Asitensi Pengelolaan Jaringan Kerja Gardu Tani - Asistensi Gardu Tani untuk Mengakses Sumber Daya dari Pihak Lain -
Telah dikembangkan pertanian organik secara swadaa di beberapa paguyuban Telah dihasilkan 6 orang kader yang handal, yang kemudian memfasilitasi pengembangan pertanian organik di kawasannya masing-masing Terjadi peningkatan jumlah Gardu Tani Paguyuban (GTP)
Munculnya GTP baru tersebut diharapkan bisa membuka akses petani terhadap sumber dana yang selama ini tertutup Menghasilkan beberapa perbaikan diantaranya adalah (1) kepengurusan menjadi lebih aktif, (2) terbangun kerjasama antar gardu tani, dan (3) secara umum terjadi peningkatan jumlah simpanan angota di semua gardu tani Selain peningkatan pada aspek manajemen administrasi juga berhasil dilakukan kerjasama langsung dalam pemasaran beras organik. Sampai dengan akhir tahun 2004 berhasil dihimpun pemasaran beras organik ke Jakarta dan pasar lokal
A
DIVISI ADVOKASI Program Advokasi Training, Kebijakan Pertanian Workshop dan Studi
Training Advokasi Komunitas Petani
Training diikuti 40 orang petani (30 laki -laki dan 10 perempuan). Materi-materi yang disampaikan dalam training ini diantaranya adalah: (1) analisis aktor (stakeholder), (2) resolusi konflik dan (3) tehnik-tehnik advokasi. Training ini menjadi penting untuk membekali pengurus dan kader paguyuban dalam melakukan advokasi di tingkat komunitas.
173
Workshop mendesakkan (Pengelolaan Hutan Masyarakat)
PHBM Bersama
Studi tentang APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Dearah) Asistensi dan Fasilitasi
Asistensi dan Fasilitasi Paguyuban Mendesakkan Usulan dan Mengakses APBD Asistensi Paguyuban dalam Pengurusan Sertifikat Tanah Asistensi Paguyuban Mendesakkan Konsep PHBM
B
Program Pendidikan Politik Petani
Training
Asistensi dan Fasilitasi
dalam
Kegiatan training difokuskan pada 3 tema penting yaitu: (1) Pendidikan pemilih untuk petani, (2) Pemerintahan Desa dan (3) Pengelolaan SLTP alternatif. Paguyuban dalam Pendidikan Pemilih
Paguyuban dalam Uji Publik Calon Legislatif
Muncul kesepakatan untuk dapat mengakses program PHBM. Meskipun dari kajian yang dilakukan, program tersebut tidak menguntungkan petani, tapi paling tidak untuk sementara petani dapat memanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan dasarnya yaitu pangan. Hasil: struktur anggaran terjadi ketidakadilan, yang diindikasikan dari minimnya pos anggaran untuk sektor pertanian. Meskipun persentasi kenaikan belum memuaskan, setidaknya mulai ada sensitifitas penyusun anggaran untuk mulai memperhatikan sektor pertanian. Dengan program ini diharapkan petani dapat menggunakan sertifikat tanahnya secara bertanggungjawab untuk kebutuhan akses permodalan ke perbankan. Dari asistensi ini ada 2 paguyuban yang berhasil mengakses program PHBM yaitu Paguyuban Candi Laras Merbabu, di Kawasaan Merbabu dan Paguyuban Otek Makmur di Kawasan Penyangga Kedung Ombo. Ada peningkatan jumlah partisipan termasuk keterlibatan perempuan, muncul kader-kader advokasi pasca training yang secara khusus dipersiapkan untuk melakukan pendidikan pemilih di tingkat paguyuban. Pendidikan ini dilakukan di 8 titik kawasan dengan peserta baik laki-laki maupun perempuan, dengan melibatkan kader advokasi lokal. Kegiatan ini difokuskan pada asistensi terhadap paguyuban dalam melakukan Uji Publik terhadap calon legislatif utamanya di Tingkat Kabupaten/Kota. Kegiatan uji publik ini dilakukan di tingkat paguyuban dengan basis konsolidasi wilayah administrasi kabupaten/kota
174
A
Paguyuban dalam Penyusunan Perdes Sampai dengan akhir tahun 2004 Perdes sudah dapat (Peraturan Desa) diselesaikan Paguyuban dalam Mendirikan dan Berhasil dirintis 4 sekolah alternatif Qaryah Thayyibah di 4 Mengelola SLTP Alternatif paguyuban. DIVISI INFODOTCOM (INFORMASI, DOKUMENTASI DAN KOMUNIKASI) Program Training dan Kegiatan ini difokuskan pada 3 hal Realisasi anggota yang hadir melebihi target yang Pengembangan Data Workshop yaitu: (1) Revisi pengumpulan data base ditetapkan Base komunitas, (2) Managemen perpustakaan komunitas dan (3) Training Fasilitator PRA (Participatory Rural Apraisal) Asistensi Fasilitasi
dan Implementasi PRA di Paguyuban
Pendirian Perpustakaan Paguyuba n Pengelolaan Data Base di Paguyuban.
B
Program Pengembangan Media Komunitas Petani
Training
Asistensi
Training difokuskan pada: (1) Dasardasar jurnalistik, (2) Pengelolaan jaringan komunikasi melalui Handy Talky (HT) dan (3) Ketrampilan pendokumentasian utamanya dengan foto dan Handycam. dan Capacity Building Kader Media
Asistensi difokuskan pada penggalian data sosial, ekonomi dan ekologis di 3 kawasan utama yaitu Merbabu, Merapi dan Penyangga Kedung Ombo. Tersedia perpustakaan di 3 paguyuban. Koleksi buku diprioritaskan pada buku-buku pengembangan pertanian - Asistensi difokuskan pada pengelolaan data base di paguyuban meliputi: data keanggotaan, notulensi kegiatan dan laporan tahunan paguyuban. - Salah satu hasil penting dari kerja-kerja ini adalah secara umum paguyuban sudah mulai sadar dan mengembangkan data sebagai basis pendukung dari kerja-kerja pengorganisasian dan pemberdayaan. Realisasi anggota yang hadir melebihi target yang ditetapkan. Terutama pada kegiatan training Penggunaan Alat-alat pendokumentasian
Kegiatan ini dilakukan secara periodik 3 bulan sekali selama
175
Fasilitasi
Pengembangan Radio Komunitas.
Pembuatan Paguyuban
Penerbitan
Profile
dan
Atribute
Penerbitan Bulletin “Rembug”
Penerbitan buku tahunan dan profile Qaryah Thayyibah
A
DIVISI KELEMBAGAAN Program Sekretariat Peningkatan Kapasitas Pegiat Organisasi
Kegiatan ini difokuskan pada : (1) Pengelolaan program, (2) Penilaian hasil dengan outcome mapping, (3) Revisi SOP Kesekretariatan dan (4) Workshop Strategic Planning dan Programming 2005 - 2007
1 tahun, yang diikuti oleh 10 orang kader media. Pertemuan Capacity Building difokuskan untuk mendalami materi dasar-dasar jurnalistik dan persiapan penerbitan buletin rembug. Pengembangan radio komunitas di Paguyuban Joko Tingkir. Sampai dengan sekarang radio komunitas tersebut masih berjalan dengan fungsi utama untuk pendidikan dan penyadaran petani serta media komunikasi antar petani. Kegiatan ini diperuntukkan bagi paguyuban dalam membuat profile dan atribute lain seperti (lambang/logo, bendera) di paguyuban. Secara menyeluruh semua paguyuban anggota Qaryah Thayyibah sudah mempunyai profile paguyuban. Kegiatan ini dapat terlaksana sesuai dengan yang direncanakan, yaitu selama 1 tahun telah diterbitkan 4 kali penerbitan masing-masing sebanyak 1500 eksemplar. Muatan utama dari penerbitan bulletin adalah pendidikan petani yang meliputi, gerakan konservasi oleh organisasi rakyat, pemerintahan desa, pengembangan sekolah alternatif dan ke-Qaryah Thayyibah-an. Pada tahun 2004 telah diterbitkan buku tahunan Qaryah Thayyibah sebanyak 500 eksemplar dan profile Qaryah Thayyibah tahun 2004 sebanyak 1000 eksemplar. Peruntukan dari penerbitan ini utamanya didistribusikan kepada anggota. -
-
Meningkatnya kemampuan pegiat organisasi kesekretariatan dan lapangan dalam menilai perkembangan kerja-kerja gerakan pemberdayaan kaum tani Dari kegiatan ini dihasilkan master plan Qaryah Tahyyibah 2005 – 2007, Program Kerja tahun 2005, dan SOP kesekreatriatan dan sudah diterapkan
176
B
Program Organisasi Perserikatan
Peningkatan Performance Sekretariat Sebagai Pusat Gerakan Pemberdayaan Petani
Pada tahun 2004 telah dilakukan upayaupaya mendasar untuk meningkatkan performance kesekretariatan. Tuntutan ini harus terus menerus diupayakan karena sekretariat sebagai pusat gerakan pemberdayaan petani memegang peranan penting sebagai support sistem gerakan.
Workshop Instrumen Akreditasi dan Monitoring dan Evaluasi Pengembangan Jaringan Organisasi dan Respons Isu Aktual
Workshop ini adalah kelanjutan dari training Outcome Maping II. Workshop diikuti oleh Pimpinan dan anggota Dewan Pimpinan Petani (DPP) dan Ketua Pelaksana. Pengembangan jaringan organisasi dan respons isu aktual difokuskan untuk memperkuat advokasi penunjukkan kawasan merbabu dan merapi sebagai taman nasional. Lobby dan Audiensi
Studi Banding
Respon Isu Aktual
-
Dihasilkan pemahaman bersama tentang pengelolaan uang organisasi antara staf program dengan keuangan
-
Dihasilkan instrumen akreditasi dan instrumen monitoring dan evaluasi. Instrumen monitoring dan evaluasi pada tahun 2004 ini sudah diterapkan, sedangkan instrumen akreditasi akan diterapkan pada awal tahun 2007 menjelang RUAS (Rapat Umum Anggota Serikat) III Qaryah Thayyibah. Sebagian konsentrasi kerja organisasi dan program difokuskan pada upaya penolakan Taman Nasional Merbabu dan Merapi.
Serangkaian lobby dan audiensi sudah dilaksanakan dalam rangka mendialogkan penolakan penunjukan kawasan Merbabu dan Merapi sebagai taman nasional. Lobby dan Audensi dilakukan kepada Komisi II DPRD Propinsi Jateng dan Dinas Kehutanan Propinsi Jateng. Studi banding difokuskan pada pendal aman kasus-kasus Taman Nasional dengan mendatangi kawan-kawan petani korban Taman Nasional Dongi-Dongi di Sulawesi Selatan. Dari kegiatan ini diperoleh pembelajaran dari kasus taman nasional di Dongi -Dongi, yang dapat memperkuat keyakinan kawan-kawan petani di Merbabu dan Merapi. Secara umum sampai dengan saat ini dihasilkan perkembangan positif yaitu terbentuk forum masyarakat
177
Kampanye
Salah satu rangkaian dari pendidikan pemilih untuk petani, setelah dilakukan pendidikan pemilih untuk petani, dialog publik dengan calon legislatif juga telah dilaksanakan seminar, aksi massa dan pembuatan poster.
Pertemuan Anggota
Rapat Rutin Dewan Pimpinan Petani Penggadaan/ Penggandaan Atribut Organisasi Monitoring dan Evaluasi
Rapat diselenggarakan secara rutin 4 bulan sekali, difokuskan pada pembahasan perkembangan organisasi dan program.
Merbabu dan Merapi sebagai wadah penyerapan aspirasi masyarat. Melalui forum inilah medan perlawanan masyarakat yang dimotori oleh Qaryah Thayyibah dilakukan. Dengan kegiatan ini telah meningkatkan kesadaran politik petani, dimana selama ini secara mayoritas petani masih takut bicara politik.
Memperkuat kebersamaan dan keberanian anggota Qaryah Thayyibah dalam memperjuangkan kepentingankepentingannya. Selain itu secara kongkrit juga ditemukan keberhasilan dan utamanya kelemahan-kelemahan organisasi selama ini. Dihadiri oleh pimpinan dan anggota DPP
Telah dihasilkan: (1) Hak Paten Hymne dan Mars Qaryah Thayibah sudah diselesaikan, (2) Penggandaan AD/ART sejumlah 1000 eksemplar, dan sudah didistribusikan kepada anggota, (3) Cetak Kartu Anggota Serikat sebanyak 1000 kartu dan (4) Pengadaan bendera organisasi sejumlah 100. Monitoring dan evaluasi dilakukan satu bulan sekali oleh Dewan Pimpinan Petani (DPP). Hasil monitoring bulanan ini kemudian dibawa dalam rapat DPP bersama dengan Ketua Pelaksana 4 bulan sekali. Evaluasi telah dilaksanakan pada akhir tahun 2004 dengan melibatkan DPP, Pengurus Paguyuban dan Pelaksana Serikat
Sumber: Laporan Kegiatan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah, Tahun 2004
Lampiran 9 Pengalaman dalam Proses Pengumpulan Data di Lapangan Penelitian ini merupakan rangkaian dari kegiatan penelitian yang dilakukan Pusat Kajan Agraria (PKA-IPB) bekerjasama dengan ICRAF. Penelitian ini dimulai sejak Tahun 2002 dengan judul “Negotiating Land Rights and Natural Resource Regulations for Local People:The Role & Effectiveness of Federations”. Analisis data empiris menghasilkan dua tipologi organisasi yakni organisasi produksi dan organisasi konflik. Masing-masing tumbuh dilatarbelakangi oleh hal yang berbeda yakni persoalan produksi da persoalan konflik agraria. Jadwal penelitian PKA ”memaksa” penulis melakukan penelitian lapang mendahului jadwal penelitian yang ditetapkan oleh sekolah pascasarjana IPB. Penelitian tersebut dilakukan persis satu minggu setelah pelaksanaan kolokium, yaitu pada Bulan Januari-Pebruari 2005. Pada kurun waktu tersebut, penulis bekerja bersama dua orang asisten peneliti lapang. Metode yang dikembangkan dalam proses pengambilan data adalah wawancara, pengisian ku esioner terbuka, dan Focus Group Discussion (FGD). Berbagai metode di atas dipergunakan untuk menangkap realitas empiris yang muncul. Dalam proses penelitian tersebut, Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thoyibah (SPPQT) meminta PKA untuk melibatkan kader organisasi. SPPQT meminta supaya kegiatan ini tidak sekedar kegiatan proyek melainkan mempunyai agenda pembinaan anggota organisasi. Kader organisasi yang ada di tingkat paguyuban yang menjadi studi kasus disertakan dalam proses pengumpulan data, baik berfungsi dalam proses pengisian kuesioner (sebagai enumerator lokal) maupun dalam proses FGD (sebagai peserta). Proses tersebut pada kenyataannya tidak maksimal karena wawancara yang dilakukan kader organisasi seringkali terjadi sangat kaku dan berpatokan pada kuesioner dan panduan pertanyaan. Hal tersebut menyebabkan data/informsi yang dikumpulkan oleh kader organisasi sangat terbatas dan formal. Tetapi tidak semua kader organisasi melakukan proses enumerasi. Beberapa kader di paguyuban tertentu hanya menjadi pendamping peneliti PKA sehingga proses yang dilakukan merupakan proses pembelajaran. Penggunaan kuesioner terbuka menjadi salah satu pilihan strategi terkait dengan keterlibatan asisten lapang dan enumerator. Bekal turun lapang berupa kuesioner dirasa memudahkan kerja pengumpulan data mengingat pertanyaan telah disusun secara sistematis. Pengembangan pertanyaan disiapkan dalam bentuk panduan pertanyaan yang mendampingi penggunaan kuesioner terbuka. Kesulitan yang muncul dari penggunaan kuesioner terbuka adalah data-data menjadi relatif seragam dari tiap organisasi terlebih ketika proses pengumpulan data dilakukan oleh kader organisasi (enumerator lokal). Sebagai orang lokal, kader organisasi merasa informasi yang ditanyakan merupakan informasi umum sehingga merasa malas menanyakannya dan melewatkan beberapa pertanyaan yang dianggap mereka tahu untuk kemudian diisi sendiri. Dengan demikian proses pendampingan terus dilakukan dalam proses wawancara dengan cara peneliti utama terlebih dahulu melakukan wawancara agar dapat dilihat oleh enumerator lokal. Untuk menghindari celah kekurangan data, peneliti utama tetap melakukan wawancara dengan informan kunci dan tidak menyerahkannya pada enumerator lokal. Dalam beberapa kasus, adakalanya enumerator lokal melakukan
178
wawancara dengan informan kunci namun dalam pendampingan peneliti utama untuk mempertanyakan informasi yang tidak ditanyakan enumerator lokal. Data yang diperoleh dalam proses di atas bersifat data keras yang meliputi data diri organisasi, tujuan pembentukan organisasi, peran perempuan dalam organisasi, kerjasama dan jejaring yang dibangun, hubungan paguyuban dan kelompok tani, kegiatan yang dikembangkan organisasi, dan dampak kegiatan. Data tersebut merupakan data yang berasal dari 12 Secondary Local Organization (SLO) dan 36 Organisasi Tani Lokal (OTL). Data-data tersebut menggambarkan karakter organisasi pada aras paguyuban maupun kelompok tani. Meskipun penelitian ini telah dilakukan sejak tiga tahun terakhir, namun penulis mengalami kesulitan ketika harus mencari fokus penelitian untuk menghindari tumpang tindih dengan fokus penelitian PKA mengingat keduanya berangkat dari data yang sama. Kesulitan tersebut belum dapat diatasi sampai tahap pengumpulan data selesai dilakukan. Fakta menarik yang menggelitik keingintahuan penuls adalah organisasi petani yang selama ini diletakkan dalam ranah gerakan sosial ternyata melakukan kegiatan dengan strategi dan pendekatan community development (CD). Satu bulan menjelang pelaksanaan seminar hasil penelitian, penulis mulai dapat mengkontruksi realitas empiris kedalam analisis dan menghasilkan konsep perlawanan tersamar. Konsekuensi dari pilihan fokus penelitian adalah penulis harus kembali melakukan penelitian lapang untuk menambah data-data yang menyangkut latar belakang pendirian organisasi dan mengapa organisasi memilih bentuk pendekatan CD. Turun lapang kedua dilakukan pada Bulan Agustus hingga September 2005. Jika pada Bulan Januari-Pebruari penulis memfokuskan penelitian pada paguyuban dan kelompok tani, maka pada periode turun lapang ke-dua penulis mengarahkan kegiatan pada wawancara di tingkat serikat petani (SPPQT). Wawancara tidak lagi diarahkan pada karakter organisasi melainkan menyesuaikan dengan kekurangan informasi dalam kepentingannya menjustifikasi analisis sementara yang dilakukan penulis. Dengan demikian, yang menjadi subyek tineliti adalah orang-orang yang menjadi inisiator organisasi untuk mengetahui tujuan awal pembentukan, disamping orang-orang yang terlibat pada perumusan pembentukan organisasi petani. Sayangnya, orang-orang yang dimaksud tidak lagi berkiprah secara formal dalam organisasi, sehingga penulis betul-betul menelusur satu persatu riwayat orang-orang yang berkiprah di masa awal pendirian organisasi. Beberapa sudah bekerja pada lembaga lain, maupun kembali ke aras komunitas dan tidak lagi menjadi pengurus organisasi. Metode yang dilakukan adalah metode snow ball yang memungkinkan penulis memperoleh informasi secara perlahan namun meluas. Dalam usahanya mengejar subyek tineliti tersebut, selama dua puluh hari keberadaan penulis di lapang, penulis lebih banyak bergerak di luar organisasi dalam kepentingannya menelusur informasi-informasi penting untuk mengkaitkan dengan hasil analisis sementara. Pada periode ini, penulis banyak bersentuhan dengan tokoh-tokoh Salatiga yang berfikiran progresif dalam gerakan petani di Salatiga. Dibandingkan penelitian periode terdahulu, penelitian Agustus -September 2005 relatif lebih mudah dilakukan oleh penulis terkait dengan beberapa pertimbangan; pertama, proses penggalian informasi dilakukan langsung oleh penulis. Kedua, peneliti memiliki alur pemikiran yang jelas dan telah siap dengan kebutuhan informasi yang masih kurang sehingga waktu penelitian lebih singkat
179
dan tepat sasaran. Ketiga, penelitian ini sekaligus merupakan proses triangulasi data sehingga penulis makin fokus menuliskan hasil penelitian. Pertanyaan yang baru muncul beberapa saat menjelang seminar hasil penelitian dicoba dicari jawabannya pada periode turun lapang ke-dua. Proses penelitian ini meng arahkan pada aspek filosofis gerakan petani dan hal-hal yang menjadi latar belakang pilihan strategi yang dikembangkan oleh organisasi. Pertanyaan diarahkan pada mengapa bangun organisasi SPPQT pada masa kini memilih strategi CD, sesuatu yang sangat tidak lazim dalam ranah gerakan sosial petani. Jawaban-jawaban yang muncul dari hasil wawancara mendalam menjadi pijakan untuk makin mengukuhkan penulis menuliskan konsep “perlawanan tersamar” sebagai keluaran dari penelitian ini. Fakta di atas menunjukkan gamb aran tentang proses penelitian, menganalisis realitas lapang hingga mengkonstruksikan dalam bentuk konsep. Kesulitan relatif tidak ditemukan dalam proses penelitian mengingat penulis telah sejak Tahun 2002 terlibat dengan organisasi petani di Salatiga. Penelitian menjadi lebih cepat karena waktu penelitian tidak banyak dihabiskan untuk mengenal subyek tineliti. Kedekatan dengan mereka telah dibangun jauh sebelum proses penelitian dilakukan. Dengan demikian tinggal melanjutkan hubungan yang telah terbina dengan baik.