BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata tahun 1995-2013 juga tidak mengalami perubahan. Ketiga negara ini tetap menempati kuadran IV yaitu memiliki openness yang rendah dan pengangguran tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah system ekonomi yang dianut ketiga negara ini masih terbuka kecil. Masalah tenaga kerja yang besar dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia dan skill tenaga kerja yang dibutuhkan masih menjadi kendala 3 negara ini untuk berkembang. Global Competitiveness Index tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa baik Filipina, Indonesia dan Brunei Darussalam memiliki masalah pada pilar infrastruktur dan teknologi yang masih rendah. 2. Posisi Laos tahun 1995-2013 juga tidak mengalami perubahan. Kamboja dan Laos tetap menempati kuadran III yaitu memiliki openness yang rendah dan pengangguran rendah. Hal ini juga disebabkan karena system ekonomi yang dianut oleh negara Laos adalah terbuka kecil. Global Competitiveness Index tahun 20142015 menunjukkan bahwa negara Laos memiliki daya saing yang masih lemah. Laos memiliki infrastruktur yang masih buruk, sarana telekomunikasi yang terbatas dan serta market size yang kecil.
55
3. Posisi negara Malaysia dari tahun 1995-2013 mengalami perubahan. Pada tahun 1995, Malaysia menempati kuadran I yaitu openness tinggi dan pengangguran rendah. Sedangkan pada tahun 2013, Malaysia berubah posisi menempati kuadran II yaitu openness tinggi dan pengangguran juga tinggi. Dari segi Ekonomi, Malaysia merupakan terbesar ketiga di Asia Tenggara dan kedua puluh sembilan di dunia berdasarkan PDB. Daya saing Malaysia juga tinggi berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 2014-2015 yakni menempati peringkat ke 20. Walaupun demikian, Malaysia menghadapi peningkatan pengangguran yang disebabkan karena jumlah lapangan pekerjaan setiap tahunnya hanya naik 8,2 persen padal peningkatan tenaga kerja yang mencari pekerjaan lebih besar dari pada itu (Departemen Statistik Malaysia, 2013). 4. Posisi negara Thailand, Vietnam dan Kamboja dari tahun 1995-2013 juga mengalami perubahan. Pada tahun 1995, Thailand, Vietnam dan Kamboja menempati kuadran III yaitu openness rendah pengangguran rendah. Sedangkan pada tahun 2013, Thailand Vietnam dan Kamboja menempati kuadran I yaitu openness tinggi pengangguran rendah. Hal ini disebabkan penguatan daya saing di ke dua negara tersebut. Berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 20142015, diketahui bahwa Thailand memiliki daya saing yang cukup kuat karena menempati peringkat 31, sedangkan Vietnam mengalami peningkatan walaupun posisi masih menempati posisi 68 dan Kamboja pada posisis 95. 5. Brunei Darussalam dari tahun 1995-2013 mengalami perubahan. Pada tahun 1995, Brunei Darussalam menempati kuadran II yaitu openness tinggi dan pengangguran Tinggi. Sedangkan pada tahun 2013, Brunei Darussalam berubah posisi menempati
56
kuadran IV yaitu openness rendah dan pengangguran juga tinggi. Pergeseran posisi ini disebabkan karena penurunan daya saing Brunei Darussalam. Berdasarkan Global Competitiveness Index tahun 2014-2015 menunjukkan bahwa negara Brunei Darussalam mengalami penurunan daya saing. Brunei Darussalam memiliki infrastruktur yang masih buruk, a market size yang kecil dan Inovasi yang masih sangat rendah.
B. Hasil regresi panel data faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran di ASEAN tahun 1995-2013 dapat disimpulkan: 1. Variabel inflasi berpengaruh positif terhadap pengangguran di ASEAN. Hal ini sesuai dengan Kurva Phillips yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara pengangguran dan perubahan tingkat pertumbuhan upah nominal. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan, yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi dan tingkat pengangguran yang rendah, sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. 2. Variabel openness berpengaruh positif terhadap pengangguran di ASEAN. Hasil temuan ini sesuai dengan teori H-O dan temuan Helpman & Itskhoki (2010). Mereka menyatakan bahwa hambatan perdagangan yang lebih rendah dapat menyebabkan peningkatan pengangguran. Hal ini disebabkan karena berkurangnya hambatan perdagangan, menyebabkan profitabilitas ekspor sehingga mengarah ke perluasan sektor perdagangan. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut
57
memiliki faktor produksi yang relatif lebih banyak dan murah untuk melakukan produksi. Spesialisasi produksi inilah yang menyebabkan pengangguran bertambah banyak karena meujuk pada kebutuhan tenaga kerja dengan skill tertentu. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa teori Ricardian yang menyatakan bahwa perdagangan internasional dapat mengurangi pengangguran tidak berlaku untuk ASEAN. 3. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan studi empiris temuan Nathakumar (2011) yang menunjukkan pengaruh negatif neraca perdagangan pada skenario pengangguran di Malaysia. Pengaruh negatif menunjukkan bahwa peningkatan neraca perdagangan mampu mengatasi skenario pengangguran di Malaysia. Hal ini karena, keterbukaan perdagangan dalam ekonomi globalisasi mampu meningkatkan ekonomi Malaysia dan menciptakan lapangan kerja baru serta transfer teknologi untuk memastikan sektor ekonomi domestik bergerak maju dalam jangka produksi menggunakan tenaga kerja dalam negeri dengan perdagangan intra-industri. Liberalisasi perdagangan juga mampu meningkatkan produktivitas dan peningkatan efisiensi dalam hal kesempatan kerja untuk tenaga kerja terampil dan tidak terampil di Malaysia. C. Hasil regresi logistic faktor-faktor yang mempengaruhi kelompok negara berdasarkan hasil tipologi di ASEAN tahun 1995-2013. 1. Berdasarkan analisis hasil regresi logistik binary diketahui bahwa variabel predictor utama yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi dapat menjelaskan kelompok negara berdasarkan tingkat berdasarkan tingkat openness dan pengangguran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi dan inflasi berpengaruh terhadap
58
kelompok negara yang memiliki openness tinggi dengan pengangguran rendah dari pada kelompok lain. Artinya bahwa semakin besar tingkat pertumbuhan ekonomi maka meningkatkan probabilitas negara di ASEAN masuk dalam kategori openness tinggi dan pengangguran rendah. Semakin besar tingkat inflasi maka menurunkan probabilitas negara di ASEAN masuk dalam kategori openness tinggi dan pengangguran rendah 2. Hasil regresi logistik multinomial, diketahui bahwa hanya variabel predictor utama yaitu inflasi yang dapat menjelaskan kelompok negara berdasarkan tingkat berdasarkan tingkat openness dan pengangguran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh terhadap kelompok negara yang memiliki openness tinggi dengan pengangguran rendah dari pada kelompok lain. Artinya bahwa semakin besar tingkat inflasi maka akan menurunkan probabilitas negara di ASEAN masuk dalam kategori openness tinggi dan pengangguran rendah disbandingan kelompok Reference Category. 5.2 IMPLIKASI KEBIJAKAN Dari hasil diketahui bahwa ternyata oppeness memiliki hubungan positif terhadap pengangguran di ASEAN. Hal ini patut untuk menjadi perhatian bagi negara-negara ASEAN karena sebentar lagi memasuki MEA 2015. Usuluan peneliti berdasarkan hasil penelitian: 1. WEF (World Economic Forum) menunjukkan terdapat 12 pilar utama dalam penentuan daya saing global yaitu institusi (birokrasi), infrastruktur, lingkungan makroekonomi, pendidikan dasar dan kesehatan, pendidikan lanjutan dan pelatihan, pasar barang yang efisien, pasar tenaga kerja yang efisien, pertumbuhan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar (market size). Untuk kasus di Indonesia, 59
walaupun pertumbuhan ekonomi berjalan lambat selama kwartal pertama dan kedua tahun 2014, namun pasar tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan (ILO,2014). Perubahan struktural di semua sektor dan pekerjaan terus terjadi. Perkembangan ini menempatkan Indonesia pada posisi yang menguntungkan karena Masyarakat Ekonomi ASEAN akan mulai diberlakukan pada ahkir tahun 2015. Untuk terus mendukung perluasan pekerjaan yang bermutu di negara-negara ASEAN khususnya Indonesia dan meningkatkan posisi dari kategori penggangguran tinggi dan openness rendah menuju posisi sama seperti Singapura yaitu openness tinggi pengangguran rendah maka perlu dilakukan: a. Meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja dengan fokus pada penciptaan lapangan kerja dan produktivitas pekerja. Hasil produktivitas pekerja menjadi penting karena dapat diwujudkan menjadi pekerjaan dengan kualitas yang lebih baik, termasuk perbaikan upah. b. Kebijakan perlidungan tentang upah minimum, pesangon, outsourcing dan tunjangan jaminan sosial. c. Peningkatan akses atas informasi pasar tenaga kerja dan layanan ketenagakerjaan. d. Peningkatan skill tenaga kerja dengan meningkatkan akses ke pelatihan kerja dan pendidikan tinggi. 2. Terkait dengan bagaimana meningkatkan openness dan mengurangi masalah pengangguran, peneliti mengusulkan beberapa hal seperti berikut: a. Hasil Global Competitiveness Index tahun 2014-2015 menunjukkan rata-rata daya saing negara di ASEAN masih lemah kecuali negara Singapura dan
60
Malaysia. Lemahnya daya saing ini sebagian besar disebabkan karena kondisi infrastruktur yang kurang memadai, penguasaan teknologi yang masih kalah jauh dengan negara maju, peran institusi atau kelembagaan yang lemah. Hasil ini didukung juga dari laporan Bank Dunia yang berjudul Doing Bussiness 2014. Dalam laporan tersebut Indonesia menempati posisis paling bawah terkait dengan kemudahan berbisnis dari pada negara lain. Malaysia melakukan banyak perubahan sehingga menempati peringkat 6 diikuti Thailand yang menduduki peringkat 18 dan Filipina 108. Doing Bussiness 2014 menjelaskan bahwa indikator yang masih lemah terutama adalah memulai bisnis, melaksanakan kontrak, membayar pajak dan mendapatkan listrik. Oleh karena hal-hal yang perlu dilaksanakan adalah: 1. Pemerintah perlu membenahi infrastruktur dan meningkatkan pelayanan dengan penyerderhanaan system. 2. Menyetabilkan kondisi politik dalam negeri karena memiliki dampak pada kekawatiran para investor dan mempengaruhi iklim bisnis. 3. Mempermudah dan mempercepat proses perijinan bagi pengusaha lokal yang ingin melakukan ekspor. 4. Pemerintah berfokus pada peningkatan ekspor yang padat kaya, karena dapat menyerap tenaga kerja yang besar.
61