VII. ANALISIS MULTIPLIER SEKTORAL DAN EFEK TOTAL 7.1. Analisis Multiplier Output Dalam melakukan kegiatan produksi untuk menghasilkan output, sektor produksi selalu membutuhkan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor produksi lainnya. Kenaikan output suatu sektor produksi akan mendorong peningkatan permintaan faktor produksi yang pada akhirnya akan mendorong peningkatan sektor produksi lainnya. Peningkatan permintaan faktor produksi akan mengakibatkan kenaikan balas jasa faktor produksi yang dimiliki oleh institusi. Keseluruhan proses kegiatan produksi ini dapat terlihat pada Social Accounting Matrix Inter-regional Jawa-Bali Sumatera (IRSAMJASUM) melalui nilai koefisien multiplier yang menggambarkan perubahan output yang terjadi pada suatu sektor bila terjadi shock (guncangan) output pada sektor tertentu. Analisis accounting multiplier effect digunakan untuk menganalisis dampak perubahan variabel eksogen terhadap variabel endogen seperti output sektor produksi, institusi dan faktorial. Perubahan variabel eksogen tersebut membuat output sektor yang diguncang meningkat pertama sekali sebesar nilai guncangan yang diberikan, kemudian menjalar sebagai dampak ke sektor atau wilayah lain. Pada dasarnya, koefisien multiplier merupakan penjumlahan dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung merupakan dampak yang langsung diterima sektor produksi tertentu sebesar nilai injeksi yang diberikan kepadanya. 7.1.1. Multiplier Output Intra-regional Pada Lampiran 17, koefisien pengganda (multiplier) output bruto intraregional terbesar di Sumatera adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau dengan nilai 2.698. Ini mengandung makna bahwa shock sebesar 1 unit
153
moneter pada sektor tersebut di Sumatera, menyebabkan output sektor itu meningkat 2.698 unit moneter yang terdiri dari efek langsung sebesar 1 unit moneter (sama besarnya dengan nilai guncangan awal) dan 1.698 unit moneter sebagai dampak tidak langsung. Kondisi ini mengandung pengertian bahwa output sektor ini sebesar 1 unit moneter mendorong sektor tersebut meningkatkan permintaan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor lain. Guna memenuhi kebutuhan input antara tersebut, sektor-sektor lain meningkatkan produksinya yang berarti meningkatkan kebutuhan faktor produksi. Pada sisi lain, peningkatan permintaan input meningkatkan pendapatan institusi sebagai pemilik faktor produksi. Meningkatnya pendapatan institusi menyebabkan institusi lebih komsumtif sehingga mendorong peningkatan output sektor-sektor lain, begitu seterusnya terjadi secara berulang hingga tidak terjadi lagi efek guncangan tersebut. Dampak pengganda (multiplier effect) pada SAM menggambarkan peningkatan output suatu wilayah dan distribusi pendapatan, baik distribusi pendapatan faktorial maupun pendapatan institusi. Nilai tambah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Sumatera sebesar 1.161 ternyata bukan yang terbaik. Makna dari nilai ini adalah guncangan output pada sektor tersebut, menghasilkan nilai tambah sebesar 1.161 yang terdistribusikan melalui tenagakerja sebesar 0.557 dan modal/ kapital sebesar 0.604. Bila ditinjau dari sisi koefisien multiplier nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau bersifat padat modal, yang tercermin dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja (modal) sebesar 0.604 lebih besar dibandingkan nilai tenagakerja 0.557. Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 2.298 (Gambar 29), merupakan yang terbesar
154
keempat setelah sektor industri makanan, minuman dan tembakau, sektor listrik, gas dan air minum, dan sektor industri kayu dan barang dari kayu, Nilai ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi jalan dan jembatan memiliki kontribusi cukup signifikan dalam output bruto di Sumatera.
3 2.5
2.698 2.298
2 1.5
1
1.161
1
1
1.055
0.698
0.557 0.298
0.5
0.604 0.437
0.618
0 Output Bruto
Dampak Langsung
Dampak Tidak Langsung
Nilai Tambah
Tenaga Kerja
Bukan tenaga kerja
Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 29. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Sumatera Tahun 2007 Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar 1.055 bersifat padat modal yang ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier bukan tenagakerja 0.618 jauh lebih besar dari koefisien multiplier tenagakerja sebesar 0.437. Bila dibandingkan kedua sektor yang merupakan agregasi sektor konstruksi, ternyata konstruksi jalan dan jembatan, dan konstruksi non jalan dan jembatan memiliki nilai multiplier berimbang, baik multiplier output bruto maupun nilai tambah (pendapatan). Sama halnya dengan pulau Sumatera, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto terbesar yakni sebesar 3.100 (Lampiran 18). Bila diamati dari koefisien nilai tambah, ternyata sektor industri makanan, minuman, dan tembakau di Jawa-Bali bersifat padat karya. Hal tersebut tercermin dari nilai koefisien pengganda tenagakerja (0.892) lebih besar dibandingkan nilai bukan tenagakerja/ modal (0.821).
155
Koefisien multiplier sektor peternakan dan perikanan juga cukup tinggi (3.014) dengan nilai tambah sebesar 1.477 di Jawa-Bali. Untuk Jawa-Bali, sektor yang tidak membutuhkan keahlian khusus umumnya bersifat padatkarya, berbeda dengan sektor yang berciri spesialisasi seperti sektor industri kimia pupuk, hasil dari tanah liat dan semen, dan sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor bank dan asuransi, besaran multiplier bukan tenagakerja (modal) jauh lebih besar daripada tenagakerja. Sementara itu, shock pada setiap sektor di pulau Jawa-Bali terhadap perekonomiannya (intra-regional) memberikan dampak ekonomi yang lebih besar dibandingkan shock di setiap sektor di wilayah Sumatera. Hal ini dapat diketahui dari besaran nilai multiplier setiap sektor untuk output bruto di wilayah Jawa-Bali lebih besar dari nilai koefisien pengganda di wilayah Sumatera.
3.5 3
3.1 2.748
2.5
2.1 1.748
2
1.313 1.323
1.5 1
1
0.692
1
0.645
0.678 0.621
0.5 0 Output Bruto
Dampak Langsung
Dampak T idak Nilai T ambah Langsung
Industri Maakanan, minuman dan T ambak(tertinggi)
T enaga Kerja
Bukan tenaga kerja
Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 30. Multiplier Output dan Nilai Tambah di Jawa-Bali Tahun 2007 Sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali memiliki koefisien pengganda output bruto sebesar 2.748 (Gambar 30), lebih kecil dari koefisien pengganda output bruto konstruksi non jalan dan jembatan sebesar 2.826 yang
156
berarti dampak yang ditimbulkannya lebih kecil. Nilai tambah sektor jalan dan jembatan sebesar 1.323 bersifat padatkarya dan padatmodal yang seimbang, ditunjukkan dari nilai koefisien multiplier tenagakerja 0.645 hampir sama dengan koefisien multiplier bukan tenagakerja (modal) sebesar 0.678. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat pulau Jawa-Bali memiliki penduduk yang melimpah sehingga tenagakerja dapat terserap dengan banyak, namun juga memiliki kapital yang besar. Hal ini dapat dibandingkan dengan pulau Sumatera yang lebih bersifat padatmodal. 7.1.2. Multiplier Output Inter-regional Koefisien pengganda inter-regional model IRSAM pada dasarnya memiliki makna yang selaras dengan koefisien pengganda intra-regional pada model SAM, bedanya pada IRSAM tergambarkan efek perubahan neraca eksogen terhadap endogen pada suatu wilayah melimpah keluar (spill-over) dan mempengaruhi neraca endogen wilayah lain. Lampiran 19 menunjukkan koefisien pengganda inter-regional antar wilayah. Bila terjadi peningkatan output di Sumatera, akan berdampak pada peningkatan output perekonomian sektor-sektor produksi di Jawa-Bali yang selalu lebih besar dibandingkan apabila terjadi kenaikan output di Jawa-Bali yang berdampak terhadap peningkatan output di Sumatera. Koefisien pengganda inter-regional menggambarkan peningkatan output suatu sektor produksi tertentu di suatu wilayah sebesar nilai penggandanya bila terjadi peningkatan output di wilayah lain sebesar 1 unit moneter. Lampiran 20 menunjukkan bahwa koefisien penggada inter-regional Jawa-Bali terhadap pulau Sumatera pada seluruh sektor besarnya jauh di bawah satu. Koefisien multiplier inter-regional output bruto yang jauh di bawah satu tersebut mencerminkan
157
kurangnya efek pengganda yang melimpah ke pulau Sumatera akibat adanya shock (guncangan) di berbagai sektor di Jawa-Bali. Gambar 31 menunjukkan sektor di Jawa-Bali yang memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan output sektoral di Sumatera adalah sektor listrik, gas, dan air minum (0.432), disusul sektor industri kayu dan barang dari kayu (0.422). Berdasarkan koefisien pengganda sektor listrik, gas dan air minum ini menunjukan bahwa sektor ini banyak meng-input dari output sektor di Sumatera sehingga menimbulkan nilai koefisien pengganda terbesar dibanding sektor produksi lainnya. Sebagai contoh, output batubara yang dihasilkan sektor produksi di Sumatera banyak dibutuhkan sebagai input oleh sektor listrik, gas, dan air minum di Jawa-Bali untuk meningkatkan output sektor tersebut. Pengganda output yang terjadi dari Jawa-Bali ke Sumatera menimbulkan nilai tambah yang relatif kecil. Nilai tambah berupa kapital (modal) lebih banyak digunakan daripada tenagakerja.
1.4 1.195 1.2 1
1.03 0.867
0.8 0.6
0.432
0.4
0.238
0.579 0.505 0.432 0.262
0.242
0.136
0.2
0.13
0 Output Bruto SumJB
Output Bruto JBSum
Listrik gas, air minum
Nilai T ambah SumJB
industri pemintalan tekstil
Nilai T ambah JBSum
konstruksi jalan dan jembt
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 31. Multiplier Output dan Nilai Tambah Inter-regional Tahun 2007
158
Kebalikannya, spill-over dari Sumatera ke Jawa-Bali relatif tinggi (sebagian besar di atas 1). Pengganda output bruto terbesar dari Sumatera ke Jawa-Bali disumbangkan oleh sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit (1.195), disusul berikutnya oleh sektor transportasi dan komunikasi sebesar 1.188 dan sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 1.123. Sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit ini juga menyebabkan peningkatan nilai tambah yang dilimpahkan ke Jawa-Bali baik berupa balas jasa modal (bukan tenagakerja) maupun balas jasa tenagakerja. Balas jasa modal relatif besar dibandingkan balas jasa tenagakerja, hal ini menunjukkan bahwa wilayah Jawa-Bali relatif lebih besar dalam meng-input modal daripada tenagakerja nya ke Sumatera. Khusus sektor konstruksi jalan dan jembatan, spill-over effect output bruto dari Sumatera ke Jawa-Bali adalah 1.030, hampir 4.2 kali spill-over effect JawaBali ke Sumatera sebesar 0.238. Begitu pula spill-over effect nilai tambah dari Sumatera ke Jawa-Bali (0.505) jauh lebih besar daripada spill-over effect dari Jawa-Bali ke Sumatera (0.130). Analisis multiplier sektor konstruksi jalan dan jembatan dalam penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Alim (2006), yang menganalisis keterkaitan sektor produksi antara pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2002. Berdasarkan analisis Alim (2006), efek multiplier yang melimpah dari Sumatera ke Jawa (spill-over effect) lebih besar dibandingkan spill-over effect dari Jawa ke Sumatera termasuk sektor konstruksi. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa: 1.
Dalam aktivitas perdagangan antara Jawa-Bali dan Sumatera, aliran uang yang tercipta dari kegiatan tersebut lebih besar dari Sumatera ke Jawa-Bali dibanding sebaliknya.
159
2.
Peningkatan permintaan input Sumatera dari output sektor-sektor produksi Jawa-Bali relatif besar dibanding sebaliknya, sehingga aktivitas produksi meningkat di Jawa-Bali dan pada akhirnya meningkatkan output pada semua sektor produksi di Jawa-Bali karena efek berantai (multiplier effect), dan
3.
Tidak signifikannya efek sebar balik (backwash effect) ke perekonomian Sumatera akibat peningkatan ekonomi di Jawa-Bali padahal peningkatan tersebut awalnya berasal dari kemajuan ekonomi Sumatera. Perbedaan spill-over juga dapat menunjukkan perbedaan impor kedua
wilayah untuk memenuhi kebutuhan input maupun komsumsi. Analisis menunjukkan bahwa impor Sumatera dari Jawa-Bali jauh lebih besar dari impor Jawa-Bali dari Sumatera. 7.2. Analisis Multiplier Pendapatan Institusi. Peningkatan perekonomian melalui shock terhadap suatu sektor akan meningkatkan pendapatan para pelaku ekonomi yaitu sektor institusi yang terdiri dari rumahtangga, perusahaan dan pemerintah dengan dampak yang berbedabeda. Keadaan ini pada akhirnya menyebabkan perubahan distribusi pendapatan antar institusi rumahtangga, pemerintah dan perusahaan maupun distribusi pendapatan antar golongan rumahtangga. Dampak shock terhadap distribusi pendapatan institusi dapat dilihat melalui sebaran nilai multiplier masing-masing institusi, artinya bila terjadi guncangan output satu unit moneter di sektor tertentu, akan mengakibatkan kenaikan pendapatan institusi (rumahtangga, pemerintah, dan perusahaan) sebesar nilai multiplier masing-masing institusi tersebut. 7.2.1. Multiplier Pendapatan Institusi Intra-regional Lampiran 20 dan Gambar 32 menunjukkan dampak shock setiap sektor terhadap pendapatan masing masing institusi di Sumatera. Peningkatan output
160
sektor konstruksi jalan dan jembatan memberikan pengaruh terhadap pendapatan institusi secara total sebesar 1.0693, artinya shock (guncangan output) 1 unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan, meningkatkan pendapatan institusi secara agregat 1.0693 unit moneter, yang didistribusikan melalui rumahtangga 0.6094, perusahaan sebesar 0.3302 dan pemerintah sebesar 0.1279. Guncangan output sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera memberikan pengaruh paling besar terhadap kenaikan pendapatan institusi secara agregat dibandingkan sektor-sektor lain yaitu sebesar 1.4789 yang terdistribusi melalui kenaikan pendapatan rumahtangga sebesar 1.0157, disusul perusahaan 0.3369 dan pemerintah 0.1264 (Gambar 32). Hal ini menunjukkan sektor tersebut lebih banyak menggunakan input primer dibandingkan sektor lainnya, sehingga lebih meningkatkan nilai tambah sektor tersebut dibandingkan sektor lain di Sumatera. Kenaikan nilai tambah tersebut didistribusikan ke faktor produksi yaitu tenagakerja dan bukan tenagakerja dalam bentuk balas jasa tenagakerja (upah dan gaji) dan balas jasa kapital/ surplus usaha (upah sewa kapital).
2 1.4789 1.5 1.0693
1.0157 1 0.6094 0.5
0.3369
0.335 0.1279 0.1264
0 Rumaht angga
Perusahaan
Pemerint ah
Pert anian T anaman Pangan dan t anaman lain
T ot al inst it usi
Konst ruksi Jalan dan jembat an
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 32. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Sumatera (Intra-regional)
161
Sektor lain yang memberikan kenaikan pendapatan institusi terbesar berikutnya adalah sektor jasa pemerintah dan jasa lainnya (1.400), peternakan dan perikanan (1.227), sektor kehutanan dan perburuan (1.226), sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (1.202). Peningkatan output setiap sektor di Sumatera memberikan dampak terhadap kenaikan pendapatan institusi, baik rumahtangga, perusahaan/ produsen maupun pemerintah, namun dampak terbesar terjadi pada peningkatan pendapatan rumahtangga dibandingkan terhadap pendapatan perusahaan maupun pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa secara agregat rumahtangga paling mendapat keuntungan setiap terjadinya kenaikan output pada sektor produksi. Lampiran 21 dan Gambar 33 menunjukkan kenaikan pendapatan terbesar terjadi pada rumahtangga golongan rendah di desa setiap terjadinya kenaikan output pada masing-masing sektor produksi. Guncangan output sektor konstruksi jalan dan jembatan meningkatkan pendapatan rumahtangga sebesar 0.6094, yang terdistribusi melalui rumahtangga buruh tani sebesar 0.023, pengusaha tani sebesar 0.0996, rumahtangga golongan rendah desa sebesar 0.1754, golongan atas desa sebesar 0.1131, golongan rendah kota sebesar 0.1156, dan golongan atas kota sebesar 0.08043. 1.2
1.0157
1 0.8
0.6094
0.6 0.2954
0.4 0.2
0.0394 0.0224
0.1682
0.1754
0.182
0.0996
0.1131
0.1937
0.1156
0.137 0.0834
RT Rendah Kot a
RT At as Kot a
0 Buruh T ani
P engusaha T ani
RT Rendah Desa
RT At as Desa
P ert anian T anaman P angan dan t anaman lain
T ot al Rumah T angga
Konst ruksi Jalan dan jembat an
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 33. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Sumatera (Intra- regional)
162
Lain halnya dengan Sumatera, dampak shock sektor konstruksi jalan dan jembatan terhadap kenaikan pendapatan institusi di Jawa-Bali secara agregat lebih besar dibandingkan Sumatera, yaitu sebesar 1.4175, masing-masing terdistribusi sebesar 0.9905 untuk rumahtangga, 0.3519 untuk perusahaan dan 0.0751 untuk pemerintah (Lampiran 22 dan Gambar 34). Kenaikan pendapatan institusi terbesar secara agregat di Jawa-Bali terjadi bila ada guncangan output pada sektor transportasi dan komunikasi. Efek kenaikan institusi terbesar berikutnya adalah akibat shock di sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya sebesar 1.951, sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya sebesar 1.762 dan sektor-sektor lainnya.
2.5 1.9976
2 1.5
1.3159
1.5019
1.9512 1.4175
0.9905
1
0.5614
0.5
0.372
0.3519 0.1203
0.0772
0.00751
0 Rumahtangga
Perusahaan
Pemerintah
T otal institusi
T ransportasi dan komunikasi (terbesar) Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 34. Multiplier Output terhadap Pendapatan Institusi Jawa - Bali (Intra- regional) Tahun 2007 Guncangan output sektor konstruksi jalan dan jembatan menyebabkan kenaikan pendapatan institusi sebesar 1.4175 artinya guncangan output 1 unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan, meningkatkan pendapatan institusi sebesar 1.4175 unit moneter yang terdistribusi melalui rumahtangga sebesar 0.9905, perusahaan sebesar 0.3519 dan pemerintah 0.0751.
163
2 1.75 1.32
1.5 1.25
0.99
1 0.75 0.5 0.25
0.06 0.08
0.27 0.28
0.14 0.19
0.08 0.11
0.38 0.29
0.29
0.2
0 Buruh T ani
Pengusaha T ani
RT Rendah Desa
RT At as Desa
T ransport asi dan komunikasi (t erbesar)
RT Rendah Kot a
RT At as Kot a
T ot al Rumah T angga
Konst ruksi Jalan dan Jembat an
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)
Gambar 35. Multiplier Output terhadap Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Intra-regional) Tahun 2007 Dampak shock pada sektor pertanian, tanaman pangan dan tanaman lainnya ternyata menghasilkan kenaikan pendapatan rumahtangga terbesar dibandingkan shock pada sekor lain yaitu sebesar 1.5019, dan golongan rumahtangga rendah kota memperoleh porsi terbesar yaitu 0.4358 (Lampiran 23). Sama halnya kenaikan pendapatan rumahtangga di Sumatera, kenaikan pendapatan rumahtangga Jawa-Bali untuk setiap sektor relatif merata. Namun kenaikan pendapatan rumahtangga secara agregat di Sumatera akibat kenaikan pendapatan seluruh sektor lebih kecil dibandingkan Jawa-Bali. Ini menunjukkan bahwa akibat guncangan output sektor produksi, rumahtangga di Jawa-Bali lebih menikmati kenaikan pendapatan dibandingkan rumahtangga di Sumatera. 7.2.2. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional. Peningkatan pendapatan institusi inter-regional suatu wilayah sebenarnya mencerminkan alokasi pendapatan yang diterima oleh institusi di wilayah tersebut yang berasal dari alokasi pendapatan faktor produksi wilayah lain akibat peningkatan perekonomian wilayah lain tersebut (spill-over effect). Alokasi pendapatan faktor ini diperoleh sebagai kompensasi kepemilikan faktor produksi
164
yang dimiliki rumahtangga di wilayah lain, misalnya rumahtangga di Sumatera memiliki faktor produksi tertentu di Jawa-Bali. Pendapatan yang akan diterima oleh rumahtangga di Sumatera akibat kepemilikan faktor di Jawa-Bali dinamakan pendapatan inter-regional rumahtangga. Lampiran 24 menunjukkan peningkatan pendapatan inter-regional rumahtangga di Jawa-Bali akibat guncangan output pada sektor produksi di Sumatera mencapai 2.5 sampai 5 kali lebih tinggi dibandingkan sebaliknya.
0.75 0.65 0.55 0.45 0.35 0.25 0.15 0.05 -0.05
0.61
0.6
0.43 0.43 0.38 0.19 0.19 0.16 0.09
0.18 0.17
0.08
0.18 0.04 0.04 0.03 0.02 0.02
RT Sum-Jawa RT Jawa Bali- Perusahaan Perusahaan Bali Sum Sum-Jawa Bali Jawa Bali-Sum
Pemda SumJawa Bali
Pemda Jawa Bali-Sum
T ransportasi dan komunikasi (terbesar) Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah)
Gambar 36. Multiplier Pendapatan Institusi Inter-regional Tahun 2007 Rumahtangga Jawa-Bali menerima peningkatan pedapatan rumahtangga sebesar 0.3827 yang disebabkan peningkatan sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera. Angka ini berarti shock sebesar 1 unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera, meningkatkan pendapatan rumah tangga di Jawa-Bali secara agregat sebesar 0.3827 unit moneter. Sementara itu peningkatan yang diterima rumahtangga Sumatera dari Jawa-Bali sebesar 0.0814 atau hampir 5 kali lebih kecil dari Jawa-Bali ke Sumatera.
165
0.5
0.43
0.4
0.43
0.38
0.3 0.2 0.1
0.03
0.02 0.02
0.09 0.09 0.08
0.06
0.06
0.03 0.05
0.12 0.03
0.12
0.11
0.1 0.09
0.03
0.08
0 Buruh Tani
Pengusaha Tani
RT Rendah Desa
RT Atas Desa
RT Rendah Kota
RT Atas Kota
Total Rumah Tangga
Industri Maakanan, minuman dan Tambak(tertinggi) Transportasi dan komunikasi Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 37. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Jawa-Bali (Inter- regional) Akibat Guncangan Output di Sumatera. Peningkatan pendapatan paling besar diterima rumahtangga di Jawa-Bali sebesar 0.4334 yang disebabkan peningkatan output sektor industri pemintalan, tekstil, pakaian, dan kulit di Sumatera. Sektor lain di Sumatera yang menyumbang multiplier terbesar berikutnya ke Jawa-Bali adalah sektor transportasi dan komunikasi (0.4292), sektor perdagangan, restoran, dan hotel (0.4130), dan sektor-sektor lainnya (Lampiran 25 atau Gambar 37). Pada gambar diatas, secara parsial guncangan output sebesar 1 unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera mengakibatkan kenaikan pendapatan institusi rumahtangga di Jawa-Bali sebesar 0.3827 unit moneter yang didistribusikan ke rumahtangga buruh tani sebesar 0.0234 unit moneter, rumah tangga pengusaha tani sebesar 0.0799 unit moneter, ke rumahtangga golongan rendah di desa sebesar 0.0548 unit moneter, ke rumahtangga golongan atas desa sebesar 0.0311 unit moneter, ke rumahtangga golongan rendah di kota sebesar 0.1092 unit moneter, ke rumahtangga golongan atas kota sebesar 0,0843 unit moneter. Hal ini berarti rumahtangga golongan rendah kota memperoleh porsi
166
terbesar dibandingkan golongan rumahtangga lainnya di Jawa-Bali sebagai akibat adanya shock pada output sektor konstruksi jalan dan jembatan serta di Sumatera. Sebaliknya, guncangan output 1 unit moneter pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali (Lampiran 26 dan Gambar 38) menyebabkan kenaikan pendapatan di Sumatera sebesar 0.0814 unit moneter yang di distribusikan ke rumahtangga buruh tani sebesar 0.0032 unit moneter, rumahtangga pengusaha tani sebesar 0.0133 unit moneter, rumahtangga golongan rendah di desa 0.0232 unit moneter, rumahtangga golongan atas desa 0.0153 unit moneter, rumahtangga golongan rendah di kota 0.0154 unit moneter, dan rumahtangga golongan atas kota 0.0110 unit moneter. Rumahtangga golongan rendah desa di Sumatera yang memperoleh kenaikan pendapatan terbesar akibat adanya shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan dan sektor-sektor lain di Jawa-Bali. 0.8 0.607 0.6
0.4 0.172
0.2
0.12
0.098 0.021 0.003
0.013
0.024
0.117 0.016
0.016
0.084 0.012
0.081
0 Buruh Tani
Pengusaha Tani
RT Rendah Desa
RT Atas Desa
Transportasi dan komunikasi (terbesar)
RT Rendah Kota
RT Atas Kota
Total Rumah Tangga
Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 38. Multiplier Pendapatan Rumahtangga Sumatera (interregional) Akibat Guncangan Output di Jawa-Bali 7.3. Analisis Spill-over dan Efek Total Robert D (1998), dalam kajian ekonomi regional mengenai keterkaitan wilayah perkotaan dan pedesaan menjelaskan bahwa analisis dekomposisi multiplier terbagi menjadi dua bagian, yakni analisis dekomposisi multiplier
167
intra-regional dan analisis dekomposisi multiplier inter-regional. Spillover effect dan total effect dapat diperoleh dengan menggunakan analisis dekomposisi multiplier. Analisis dekomposisi multiplier intra-regional mengandung makna tentang pengaruh (efek) berantai dari guncangan output (shock) sektor produksi pada suatu wilayah terhadap perekonomian wilayah itu sendiri, sedangkan analisis dekomposisi multiplier inter-regional menjelaskan pengaruh shock yang terjadi pada sektor produksi di suatu wilayah terhadap perekonomian wilayah lain. Pengaruh atau efek total yang terjadi akibat shock output sektor produksi berlangsung melalui 3 tahapan yakni Own effect yang menunjukkan pengaruh shock output pada wilayah sendiri, open loop effect menunjukkan pengaruh guncangan output dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, dan closed loop effect menunjukkan pengaruh guncangan output yang kembali dari wilayah lain ke wilayah/ blok neraca awal. Efek total intra-regional terjadi melalui dua tahapan yaitu own effect dan closed loop effect, sedangkan efek total inter-regional terjadi melalui tahapan open loop effect dan closed loop effect. Berdasarkan analisis IRSAMJASUM 2007, ketergantungan sektor-sektor terhadap sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera cukup besar. Shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Sumatera sebesar 1 unit moneter memberikan efek total multiplier (intra dan inter-regional) sebesar 6.539 unit moneter (gambar 39). Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, total efek sebesar 6.539 unit moneter tersebut terdistribusikan untuk mendorong kegiatan produksi atau sektor-sektor di wilayah sendiri Sumatera (self generate/ efek total intra-regional) di Sumatera sebesar 4.422 unit moneter yang bersumber dari injeksi awal sebesar 1 unit moneter, own effect sebesar 3.140 dan close loop effect
168
sebesar 0.255, serta kegiatan sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Jawa-Bali (efek total inter-regional) sehingga terjadi limpahan (spill-over) sebesar 2.117 unit moneter yang bersumber dari open loop effect sebesar 2.018 dan close loop effect sebesar 0.099 (Lampiran 27). 8
7.18 6.54
7 6 5
4.99 4.42
4 3
2.19
2.12
2 1 0 Dtot Intra-Regional
Dtot Inter-regional
Ef ek Total Multiplier
Pertanian tanaman pangan dan tanaman lain (terbesar2) Konstruksi Jalan dan Jembatan
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 39. Analisis Spill-over dan Efek Total Sumatera Tahun 2007 Ketergantungan (interdependency) sektor-sektor terhadap sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera sangat besar, dibuktikan besar efek total multiplier (intra dan inter-regional) 7.185 unit moneter bila terjadi shock di sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera dan paling besar dibandingkan bila guncangan di sektor lain Sektor yang memberi efek total multiplier terbesar kedua di Sumatera adalah sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya, serta terbesar ketiga sektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang masing-masing 7.072 unit moneter dan 7.067 unit moneter. Lampiran 28 menunjukkan shock pada sektor konstruksi jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebesar 1 unit memberikan efek total multiplier (intra dan interregional) 6.128 unit moneter (Gambar 38). Berdasarkan analisis dekomposisi multiplier, total efek sebesar 6.128 unit moneter terdistribusikan pada dorongan
169
kegiatan produksi atau sektor-sektor di wilayah sendiri Jawa-Bali (self generate/ efek total intra-regional) sebesar 5.489 unit moneter yang bersumber dari injeksi awal 1 unit, own effect 4.062 dan close loop effect 0.266, serta kegiatan sektor konstruksi jalan dan jembatan yang mempengaruhi perekonomian Sumatera (efek total inter-regional) sehingga terjadi spill-over sebesar 0.639 unit moneter yang bersumber dari open loop effect 0.608 dan close loop effect sebesar 0.031.
Sumber: IRSAMJASUM 2007 (diolah) Gambar 40. Analisis Spill-over dan Efek Total Jawa-Bali Sama halnya dengan Sumatera, shock pada output sektor pertanian tanaman pangan dan tanaman lainnya di Jawa-Bali sebesar 1 unit memberikan efek total paling besar dibandingkan bila terjadi guncangan di sektor lain yaitu sebesar 7.377 unit moneter. Sektor kedua yang memberikan efek total terbesar di JawaBali adalah jasa pemerintahan dan jasa lainnya sebesar 7.086 unit moneter serta sektor peternakan dan perikanan sebesar 6.914 unit moneter. Dampak limpahan (spill-over effect) dari Jawa-Bali ke Sumatera relatif sangat kecil hanya berkisar 10.43 persen dari dampak limpahan dari Sumatera ke Jawa-Bali, mengandung arti bahwa dampak yang terjadi dengan pemberian shock pada sektor jalan dan jembatan di Jawa-Bali sebagian besar dirasakan dampaknya di Jawa-Bali saja dan hanya sebagian kecil dilimpahkan ke Sumatera. Kondisi ini
170
sejalan dengan kontribusi PDRB pulau Sumatera terhadap nasional yang cenderung mengecil (BPS, 2009). Demikian pula dengan rata-rata PDRB per kapita pulau Sumatera yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pulau JawaBali bahkan dengan pulau Sulawesi atau pulau Kalimantan (Farid dan Irawan, 2007). Kondisi ini pada akhirnya dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan regional yang semakin melebar antara pulau Jawa-Bali dengan pulau Sumatera.