IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier (VM ), household induced income multiplier (HM), firm income multiplier (FM), other sector income multiplier (OSM), production multiplier (PM) dan gross output multiplier (GM) terhadap 39 subsektor perekonomian Indonesia menunjukkan peringkat 1 sampai dengan 10, sembilan subsektor berasal dari sektor pertanian. yaitu berturut peringkat 1 sampai dengan 8 adalah subsektor industri penggilingan padi, subsektor padi, subsektor tebu, subsektor industri pemotongan ternak, subsektor jagung, subsektor peternakan dan hasilhasilnya, subsektor pertanian tanaman pangan, subsektor industri kayu dan peringkat 10 subsektor tanaman perkebunan. Selain tinggi peranannya terhadap nilai tambah, berdasarkan kajian multiplier pendapatan rumahtangga, ketiga sektor ekonomi berbasis pertanian tersebut juga terindikasi paling tinggi
peranananya
terhadap
perubahan
pendapatan
rumahtangga
dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya. 2. Sektor produksi pertanian yang paling kuat integrasinya dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian nasional adalah subsektor industri penggilingan padi, subsektor industri pemotongan ternak dan subsektor komoditi tebu, subsektor padi, subsektor peternakan dan hasil-hasilnya. Subsektor-subsektor ini dianggap mampu mendorong output pada sektor-sektor produksi yang lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Diantaranya terhadap pertambahan output sektor produksi non pertanian yang meliputi (1) sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan, barang dari logam dan
190
industri lainnya, (2) industri kimia, pupuk, hasil-hasil dari tanah liat dan semen, dan logam dasar, (3) sektor keuangan, jasa perusahaan, real estate, dan (4) sektor jasa-jasa. 3. Struktur ekonomi Indonesia pada sektor pertanian masih memperlihatkan besarnya penggunaan tenaga kerja dalam menghasilkan nilai tambah (value added), sebaliknya di sektor pertambangan value added yang dihasilkan berasal dari kapital atau dengan kata lain, aktivitas produksinya menggunakan pola padat modal. Besarnya peran upah tenaga kerja dalam menghasilkan value addaed, terkait erat dengan menyempitnya penguasaan modal pertanian (lahan tanah), akses permodalan, teknologi dan akses informasi pasar. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkat pendapatan rumah tangga petani dan produktivitas tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. 3. Jalur dasar sektor pertanian yang berakhir pada rumahtangga berpendapatan rendah dan buruh tani umumnya hanya melalui jalur mulai dari sektor produksi, kemudian tenaga kerja, dan berakhir pada rumahtangga. Sedangkan untuk pengusaha tani dan rumahtangga di perkotaan, sebagian besar jalur dasarnya dimulai dari sektor pertanian, kemudian tenaga kerja, modal, produksi (padi, jagung, kelapa sawit, perkebunan, dan perdagangan), dan terakhir rumahtangga. Beberapa sektor pertanian yang memiliki empat alur seperti ini antara lain jagung, kehutanan dan perburuan, industri makanan, minuman dan tembakau, industri minyak dan lemak, dan industri penggilingan padi. 4. Kebijakan pembangunan pertanian yang paling besar mendorong kenaikan pendapatan tenaga kerja pertanian adalah kebijakan dalam bidang produksi,
191
harga dan perdagangan. Sedangkan pada rumahtangga petani yakni buruh tani dan petani pemilik modal, diluar kebijakan transfer pendapatan secara langsung, maka kebijakan harga merupakan kebijakan pembangunan pertanian yang dapat meningkatkan pendapatan kedua institusi rumahtangga tersebut. Akan tetapi untuk peningkatan pendapatan rumahtangga non pertanian , ternyata kebijakan yang paling besar dampaknya terhadap perubahan pendapatan adalah kebijakan produksi. Kebijakan produksi juga memberi pengaruh yang paling besar terhadap pendapatan sektoral. Untuk rumahtangga non pertanian, terlihat semua kebijakan pembangunan pertanian (produksi, harga, perdagangan dan pendapatan) memberi dampak yang cukup merata untuk seluruh rumahtangga. 9.2. Saran 1. Produksi pertanian perlu ditingkatkan melalui proses intensifikasai seperti akses
ke
sumber-sumber
input
berkualitas,
informasi,
penyuluhan,
pendampingan, teknologi tepat guna, kredit, maupun pasar output, yang, diantaranya dan ekstensifikasi melalui pembukaan lahan pertanian baru, mengingat masih tersedianya lahan yang belum temanfaatkan seluas 10 juta hektar dan penataan penggunaan lahan (land use) yang lebih adil untuk mensejahterakan masyarakat luas. Disamping itu perlu upaya peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri di perdesaan yang dapat dibangun melalui pola kemitraan yang saling menguntungkan antara petani dengan agroindustri skala besar. Dalam hal ini peranan pemerintah sangat diperlukan, dimana salah satu peran yang
192
paling penting adalah mencanangkan pembangunan agriculture and agroindustry based sebagai motor penggerak perekonomian nasional. 2. Pembangunan pertanian dan agroindustri hendaknya ditempatkan sebagai instrumen yang paling utama dalam mengentaskan kemiskinan di perdesaan. Untuk itu perlu diupayakan peningkatan surplus pertanian yang dapat dijadikan sebagai stimulus kenaikan pendapatan rumahtangga tani. 3. Produktivitas sektor pertanian perlu didorong melalui kebijakan peningkatan daya saing dan tersedianya jaminan pasar terhadap hasil produk pertanian, seperti kebijakan dukungan harga, kebijakan kemudahan distribusi (biaya distribusi yang murah dan cepat) dari tempat produksi ke pasar, kebijakan proteksi melalui instrumen tarif maupun non tarif terhadap produk pertanian impor. Diharapkan kebijakan dukungan harga dengan dukungan instrumen kebijakan lainnya dapat bersinergi dalam memproteksi kestabilan harga dan hasil produksi komoditi pertanian domestik. 4. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian di sebagian besar daerah adalah paling besar, mengingat daerah-daerah di Indonesia ini banyak yang memiliki basis ekonomin pada sektor tersebut. Untuk itu agar analisis peranan sektor pertanian dalam perekonomian juga dapat diketahui di tingkat daerah maka perlu penelitian ditingkat nasional dilengkapi dengan penelitian analisis peranan sektor pertanian dengan menggunakan SNSE daerah provinsi. Diharapkan analisis tingkat nasional dan daerah dapat memotret peran pertanian tidak hanya terhadap perekonomian tingkat nasional atau suatu daerah, namun yang lebih jauh lagi mampu menguraikan peranannya itu dalam mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah di Indonesia,
193
terutama dikaitkan dengan adanya kecenderungan kenaikan harga pangan yang diluar biasanya sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar dunia, penggunaan bio fuel sebagai energi alternatif, pemanansan global, peningkatan kesejahteraan di negara yang berpenduduk besar (Cina dan India). 5. Diperlukan kebijakan pemerintah yang efektif untuk menjaga kontinuitas ketersediaan lahan pertanian dan sarana pendukungnya. Kebijakan itu hendaknya bukan berupa pengaturan atau regulasi semata, tetapi juga harus mengandung komponen insentif dengan struktur yang tepat, agar mampu memberi sinyal yang benar kepada pelaku usaha atau petani untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja usaha taninya.