VI. TINDAKAN KOLEKTIF KESEJAHTERAAN BERClRl GERAKAN DALAM KOMUNITAS DESA Bab VI ini menjelaskan tentang tindakan kolektii kesejahteraan, yaitu beragam upaya kolektif di bidang ekonomi, sosial dan budaya yang dilakukan oleh golongan keluarga tidak sejahtera untuk mencapai keluarga sejahtera. Tindakan kolektif tersebut dilakukan oleh keluarga Jawa, baik di tingkat keluarga, kelompok, maupun komunitas. Analisis diarahkan untuk menjawab sejauhmana tindakan keluarga Jawa tersebut merupakan tindakan kolektif berdasarkan nilai-nilai kesejahteraan orang Jawa yang telah diierimanya, atau merupakan tindakan individu yang memiliki nilai-nilai berbeda (telah dipengaruhi oleh budaya luar). Selanjutnya, sejauhmana pula tindakan kotektii keluarga Jawa tersebut sudah menunjukkan ciri gerakan: adanya tujuan bersama, kesadaran sebagai anggota kelompok berdasarkan nilai bersama dan berorientasi pada kepentingan bersama.
6.1. Tindakan Kolektif Kesejahteraan Wong Cilik Pinggiran': Buruh Tani
Buruh tani merupakan golongan wong alik yang paling tidak sejahtera. Mereka tidak memiliki simboCsimbol sebagai petani maju, yaitu memiliki atau menguasai sawah, modal (uang) dan tenaga kerja. Buruh tani hanya memiliki tenaganya (ketrampilan) untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Selain itu buruh tani juga tidak dapat berperan sebagai petani 'pengelola' sawah. Mereka tunduk kepada kehendak pemilik (penguasa) modal dan mernandang tanah (sawah) hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan hidupnya di dunia. Dalam pandangan orang Jawa, upaya untuk mencapai kesejahteraan dilakukan dengan menjalin hubungan baik dengan kekuasaan (orang yang berkuasa) di masyarakat dan kekuasaan alam semesta. Perkembangan proses modemisasi yang memasuki di desa, ditandai dengan komenialisasi pertanian (seba uang) dan penguasaan tefhadap tanah sawah (alam) untuk tujuan peningkatan produksi dan pendapatan, telah merubah hubungakhubungan
tersebut Petani pemilik (penguasa) modal semakin memperhitungkan untungrugi untuk menjalin keterikatan dengan semua buruh tani dan tak dapat lagi berperan
sebagai
patron
(bapak)
bagi
mereka.
Demikian
pula
ketidakseirnbangan hubungan dengan alam semakin meningkat, yang ditandai oleh serangan hama-penyakii dan pemakaian pupuk yang semakin banyak untuk menyuburkan tanah sawah. Bumh tani telah kehilangan rasa aman (slamet) dan ketentramannya. Dalam
kondisi
tersebut,
buruh
tani
berupaya
meningkatkan
kesejahteraannnya dengan melakukan tindakan kolektif baik di tingkat keluarga, maupun dalam bentuk kelompok buruh tani, arisan dusun, slametan, pertemuan selapanan dan pakoso.
6.1.1. Keluarga Bumh Tani: Perubahan Simbol (Ukuran Lahiriahl Materi) Kesejahteraan Kesejahteraan (IahiriaW materi) buruh tani disimbolkan oleh tenaga (kehmpilan)nya, karena hanya ketrampilan yang dimiliki, yang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dalam pandangan orang Jawa, mereka adalah golongan 'wong cilik' yang paling tidak sejahtera, karena ukuran kesejahteraan bagi W n g cilik' (petani) adalah pemilikan bahkan penguasaan tanah dan modal lainnya. Kondisi ketidaksejahteraan ini diiuturkan seorang bumh tani (pak Rebo) di dukuh Joho: Buruh tani kalau hanya mengandalkan tenaganya, dan tidak mampu mernbeli (menyewa) sawah atau menggarap bagi hasil. tidak ada pekerjaan. Setetah ada traktor, b u ~ menmngkul h berkurang pekejaannya. Dulu bisa mendapat pekejaan 1 bula~sekarangpaling 1 minggu. Pekejaan mencabut rumput ('nglacen') di kebun tebu juga sudah tidak ada. Buruh tanam (wanita) masih tetap ada pekerjaan. meskipun hams berkelompok karena bersaing. B u ~ h panen juga kalah benaing dengan penebas (bakul) dan rombongan pemanen rereg') dari luar desa maupun dalam desa, sedangkan untuk membawa dan memasukkan gabah ke karung saja
dilakukan oleh kerabat pemilik sawah. Buruh tani tidak ada peningkatan, untuk biaya sekolah anak harus hutang ke arisan. Fakta tersebut menjelaskan kondisi ketidaksejahteraan buruh tani bila dilihat menurut ukuran kesejahteraan orang Jawa, dan telah rnernotivasi buruh tani untuk berupaya mengubah simbol kesejahteraan yang mereka rniliki. Hal ini mengimplikasikan
bahwa
kondisi
ketidaksejahteraan
(dalam
struktur
kesejahteraan orang Jawa) mempakan penggerak utama tindakan kolektif. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dilakukan oleh buruh tani dan keluarga dengan berusaha rnempemleh garapan dengan cara bagi hasil atau mernbeli (menyewa) sawah secara tahunan. Ini menjelaskan bahwa untuk merubah kondisi dari tidak sejahtera menjadi sejahtera, buruh tani berupaya mencapai sirnbol kesejahteraan golongan 'uvong cilik' (petani rnaju).
Kasus
seorang buruh tani (Lik Samidi) menggambarkan ha1 itu: la berasal dari keturunan buruh tani, sernenjak kecil hams membantu ibunya mernbesarkan adik-adiknya karena ayahnya sudah meninggal. Setelah menikah, ia dan istrinya juga berbumh tani. Tetapi sekarang ia sudah dapat menggarap sawah sebanyak 3 Mtok, 2 patak dengan cam bagi hasil dari mantan Lurah (pemilik) dan 1 patok dengan cam mernbeli (menyewa) selama 4 musim seharga Rp 700.000,-. Dulu ia seling bekerja (rnembantu) pernilik sawah ketika rnasih menjabat Lurah. Hasil dari menggarap dengan bagi hasil (Rp 500.000,-/rnusirn) ia gunakan untuk biaya produksi, sedangkan hasil dari 1 patok lainnya dibawa ke rumah (sekitar 14 Kw pada musim tanam 1 I wkup untuk hidup selama 3 bulan). Dengan membeli (menyewa) sawah selama 4 musirn, ia rnenggunakan hasilnya selama 2 rnusirn untuk mernbayar sewa dan 2 rnusim lagi untuk kebutuhan hidup. la lebih senang menabung dalam
bentuk membeli (menyewa) sawah karena bisa terus bekeja, daripada berupa uang yang lebih cepal hilang (ham diambili untuk rnakan. biaya hajatan). Fakta tersebut menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan keluarga bumh tani untuk mencapai kesejahteraan (dalam struktur kesejahteraan orang Jawa) lebih didorong oleh nilai-nilai kesejahteraan Jawa yang diyakini
bersama. Hal ini
menjelaskan bahwa keputusan pelaku melakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas moral bersama. Upaya rnencapai simbol-simbol barn kesejahteraan berdasarkan kasus tersebut dilakukan dengan cara menjalin hubungan baik dengan gotongan atas (mantan Lurah), Meskipun demikian peluang untuk selalu rnemperoleh hak garapan (bagi hasil) bisa saja hilang jika pemilik mempunyai kepentingan lain terhadap sawahnya yang dirasa lebih menguntungkan di masa depan. Seperti digambarkan pada kasus buruh tani tersebut : Pemilik sawah (mantan Lurah) tahun ini hanya-minta digarapkan (dengan bagi hasil) satu patbk saja, karena yang satu patok lagi akan dijual (disewakan) untuk biaya pendiiikan anaknya. Kalau hanya satu patok. ia merasa rugi, tidak wkup untuk biaya produksi, tetapi tetap akan dikerjakannya karena sudah merupakan pekejaannya. Fakta tersebut menjelaskan ketergantungan buruh tani dengan patronnya (golongan atas) dan mendukung pernyataan bahwa penggunaan simbol-simbol modem kesejahteraan tidak diikuti dengan perubahan cam-cara pencapaian kesejahteraan.
6.1.2. Kelompok Buruh Tani dan Arisan Tingkat Dukuh: Upaya Mencapai
Status Menurut jenis kegiatannya, ada dua rnacam kelompok buruh tani, yaitu kelompok buruh tani menanam padi dan kelompok buruh tani memanen padi.
-
Kelompok buruh tani menanam padi ini adalah kaurn wanita, berkelornpdk 6 8 orang. Pemilik sawah yang akan menanam padi disawahnya tidak memiliki langganan (ikatan tetap) dengan kelompok buruh tani menanam padi tersebut, tetapi yang pasti ia mengutamakan tetangganya. Seorang petani (mbah Wiro) menuturkan: bunrh menanam padi sudah berkelompok, 6
-
8 orang, dan anggotanya adalah
tetangga dekat. Mereka bekeja dengan cara bomngan untuk satu patok. Pada saat akan menanam padi, Mbah Wiro tinggal menyuruh -orang
(Yu Sri) yang
biasanya menjadi pemimpin kelompok (penghubung antara pemilik sawah dengan anggota kelompok) untuk bekeja di sawahnya. Kelompok buruh menanam padi ini juga ada yang dari luar desa, tetapi mbah Wiro lebih memilih tetangganya karena sudah kenal. Fakta tersebut rnendukung pernyataan bahwa pemimpin yang berasal dari rnereka (buruh tani) menrpakan penggerak utama tindakan kolektif. Kelompok buwh tani menanam padi ini terbentuk agar lebih mudah rnendapatkan pekejaan. Bagi buruh tani, dengan berkelompok ia lebih mudah rnendapat pekejaan karena biasanya pemilik sawah bemubungan dengan orang tertentu yang sudah dikenalnya. Sedangkan bagi kelornpok, dengan berkelompok akan lebih
bisa bersaing dengan kelompok lain
dalam
mendapatkan pekerjaan. Kasus kelompok Lik Sri (buruh menanam padi) di dusun IV rnenggarnbarkan ha1 ini: Kelompok Lik Sri ada 6 orang. Setiap tiba saat menanam padi, pemilik sawah datang ke Lik Sri minta bekerja padanya. dengan mengatakan 'besok menanam padi di tempat saya, mau atau tidak'. Lik Sri kernudian menghubungi kelompoknya. Kelompok' ini mendapatkan pekejaan dengan cara borongan Rp 20.000,- per patok. Yu Samidi yang ikut kelompok Lik Sri mengatakan, setelah subuh mereka berangkat, sarapan sambil jalan. Untuk satu patok selesai jam 09.00 dan mendapat jatah makan. Setelah istirahat. jam 10.00 pindah ke tempat lain (patok lain) sampai jam 13.00, dan mendapat jajanan. Untuk kegiatan menanam padi di satu dusun. paling banyak kelompok mereka mendapat keja selama 15 hari. la mendapatkan uang dari Lik Sri Rp 20.000,- dan sisanya nanti dibayarkan kalau sudah selesal kegiatan tanam seluruhnya. Dari hasil kegiatan berburuh itulah ia dapat membantu keluarganya membayar sewa sawah. Dalam satu dusun ini terdapat tiga rombongan tetap b u ~ menanam h padi : Lik Sri. Mbokde Sarsiti dan Mbokde Surip. Selain itu masih ada rombongan lain dari luar desa. Tetapi Lik Sri sudah punya hubungan baik dengan pemilik sawah disini. Fakta tersebut rnenjelaskan bahwa motivasi buruh tani ini sesuai dengan tujuan kelompok tersebut yaitu agar lebih mudah memperoleh pekejaan, sehingga
dapat meningkatkan posisi (status)nya, baik dalam hubungannya dengan pernilik sawah rnaupun dalam bentuk pencapaian simbol kesejahteraan yang baru (menggarap sawah). Hal ini mendukung pemyataan bahwa semakin kuat usaha kolektif pencapaian status kesejahteraan jika motivasi anggota sama dengan tujuan kelornpok. Selain itu keputusan pelaku melakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas nilai-nilai kesejahteraan (moral) bersama. Upaya untuk meningkatkan posisi (status) kesejahteraan tersebut dilakukan melalui hubungan yang tejalin dengan pern~mpinkelornpok, yang berpefan sebagai semacam pelindung (patron) bagi bumh tani. Solidaritas yang terbentuk diantara anggota kelompok lebih didasarkan oleh ikatan sebagai kerabat atau tetangga dekat. Disamping itu, kepatuhan kepada pernirnpin kelompok ditunjukkan melalui rasa hormat (pengakuan) sebagai pemirnpin. Dalam bentuk hubungan tersebut muncul rasa aman (slarnet) bagi buruh tani dalam rnelakukan pekejaannya. Kasus kelompok Lik Sri juga rnenggarnbarkan ha1 itu: Yu Samidi, anggota kelompok Lik Sri, menuturkan: Liik Sri adalah adik ipamya. Sedangkan anggola lainnya: mbokde Kasim, mbokde Mitm, mbak Maryani, mbah Joy0 masih kerabat dekat. Mereka tinggal berdekatan, rumahnya dengan rumah Lik Sfi ada dalam satu pekarangan. Lik Sri kelihatan lebih kearkupan, dua anaknya
bekeja di pabrik, dua anak lain sekolah SMA dan SD.
la dan anggota lainnya
kompak. setiap ada yang datang menyunrh ikut bekeja, supaya tidak bentrok maka ia minta orang itu untuk menghubungi Lik Sri saja. 'saya tidak tahu menahu, tanya
kepada Lik Sd saja apa mau kerja'. Hal ini mendukung pemyataan bahwa tindakan kolektif dapat berlangsung jika ada pemimpin yang rnarnpu mengarahkan norma (nilai-nilai kesejahteraan) kelompok sesuai dengan kepentingan individu anggota kelompok. Kelompok buruh panen yang terdiri dari kaum lakiilaki, beranggotakan 6-8 orang. Kelornpok buruh panen ini bekeja dengan cara borongan, dengan menyewa satu alat pengerek (penyosoh padi), sehingga disebut sebagai rombongan 'erek'. Kelompok buruh panen ini untuk mendapatkan pekejaan
hams bersaing dengan para penebas (bakul) yang punya rombongan tefsendiri, dan mmbongan 'erek' dari desa lain. Biasanya pemilik sawah yang sedang butuh uang (mendesak) lebih memilih ditebaskan, sehingga tak ada lagi padi yang dibawa pulang. Bedanya dengan tebasan (menghaki), borongan 'erek' bersifat bekerja mernanen padi, dan ada hasil padi yang dibawa pulang. Selain itu masih ada ciri tolong menolong dengan tetangga, seperti yang dituturkan oleh seorang buruh tani wanita, yang juga ikut kegiatan panen: Rornbongan b u ~ h 'erek' adalah tetangga pemilik sawah. Selain mmbongan itu. masih ada wanita yang membantu memanen. la ikut membantu. kalau berstatus tetangga jauh (masih satu desa) mendapat bagian panen 1 tas plastik, kalau berstatus tetangga dekat (satu dusun) mendapat bagian 1 Yenggok'. Tetapi kalau ditebaskan oleh pemilik sawah. tetangga tidak ikut kebagian. Hal ini mendukung pemyataan bahwa keputusan pelaku melakukan tindakan kolektii lebih didasarkan atas moral (nilai-nilai kesejahteraan)'bersama. Kelompok buruh panen ini memiliki tujuan, rnotivasi anggota, ikatan solidaritas dan bentuk hubungan yang sama dengan kelompok buruh rnenanam padi. Seorang petugas SKD( Seksi Kesehatan Desa), yang pemah menjadi buruh tani dan ikut mmbongan, menuturkan tentang kelompoknya: la ikut kelompok bomngan ngerek yang anggotanya terdiri dan tetangga sekitar rumah dan masih berkerabat. Kelornpok tesebut sudah tetap, artinya terdiri dari 6 orang yang terbentuk saat mau panen dan bekeja berkelompok sarnpai akhir panen. Sebagai ketua rombongan adalah orang yang menerima pesanan untuk melakukan kegiatan panen, ketua mmbongannya adalah mas Slamet, mas Slamet yang kemudian rnenghubungi ke enam anggotanya. Mas Slamet orang yang mempunyai banyak hubungan dengan petani dan banyak pengalaman. Ada pembagian area, area A luasnya beberapa patok dimiliki oleh petani B dan dierek oleh kelompoknya mas Slamet. Kelornpok ini menyewa alat penyosoh padi dengan biaya Rp 2500,- per hari. Satu kelompok rnampu rnenyelesaikan 3 patok dalarn 2 hari, sehingga bila dihilung satu bulan saat panen. kelompok mas Slamet dapat menyelesaikan 45
patok. Untuk satu patok diborongkan dengan harga Rp 35.000 - Rp 40.000, satu anggota rata-rata mendapatkan sekitar Rp 6000,- per patok. Sisa pembagiannya disimpan dulu oleh mas Slamet, dan dibayarkan pada akhir kegiatan panen. Fakta tersebut rnengirnplikasikan bahwa pernirnpin yang berasal dari rnereka (buruh tani) merupakan penggerak utama tindakan kolektii, dan tindakan kolektii tersebut dapat bedangsung jika
ada
pemimpin yang
rnarnpu
rnengarahkan n o n a (nilai-nilai , kesejahteraan) kelompok sesuai dengan kepentingan individu anggota kelornpok. Kelompok arisan di tingkat dukuh (setingkat RW), yang terdiri dari 2 - 4
RT, terbentuk karena dirasakan dapat memenuhi kebutuhan anggotanya. Ada
dua manfaat yang dipemleh dengan membentuk arisan, bagi anggota supaya ia bisa rnerninjarn uang untuk memenuhi kebutuhan hidup (rnanfaat ekonorni). , satu sarna Sedangkan bagi kelompok supaya rnereka bisa guyub ( ~ k u n ) kenal lain dan saling tolong menolong (rnanfaat sosial). Kasus kelompok arisan di dukuh Canden rnenggarnbarkan ha1 itu: Kelompok arisan di dukuh Canden beranggotakan44 orang, tetapi yang aktif datang :
ke arisan sekiar 25 orang. Atisan diadakan dua kali pertemuan setiap bulan, pada hari minggu siang di teras Samping (dengan menggelar tikar) rumah bu Lurah (anggota arisan dukuh Canden). Kegiatan yang dilakukan berupa arisan beras 2 liter dan uang Rp 1000,- per bulan (setiap pertemuan membawa beras 1 Vier dan uang Rp 500,-). Anggota yang mendapatkan arisan beras bisa ditabungkan dan diambil
saat lebaran. Sedangkan uang Rp 1000.- tiap bulan memang untuk ditabung dan diambil saat lebaran. Uang tabungan anggota tersebut kemudian deadikan modal simpan pinjam kelompok, selain modal awal sebesar Rp 1000,- per anggota (anggota yang kecukupan bisa memberi modal awal lebih, Rp 5000.-).
Setiap
pinjaman dikenakan bunga 10% selama 5 bulan (tiap bulan 2%). Salah seorang anggota (yu Tentrern) mengatakan ia pinjam uang untuk kebutuhan bayar sekolah. ada juga yang untuk modal usaha. Selain itu jika ada anggota kena musibah (saki, kematian), kelompok lebih cepat rnemberikan bantuan.
Fakta tersebut rnenjelaskan bahwa motivasi anggota berkelompok adalah agar dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dengan mendapat bantuan dari kelompok, Kecukupan kebutuhan hidup merupakan syarat agar dapat rneningkatkan posisi (status)nya melalui pencapaian simbol kesejahteraanyang baru (pendidikan, modal usaha). M o t i ~ sanggota i ini sesuai dengan tujuan kelompok tersebut, yaitu untuk menjalin kerukunanh
dan saling tolong
rnenolong diantara anggota. Hal ini rnendukung pemyataan bahwa semakin kuat usaha kolektif pencapaian status
kesejahteraan jika motivasi anggora
sama dengan tujuan kelornpok. Upaya untuk rneningkatkan posisi (status) ini dilakukan rnelalui hubungan yang tejalin dengan pengurus kelompok yang dianggap sebagai pelindung bagi anggota. Pengurus kelornpok arisan dukuh Canden adalah ishi kepala urusan umum desa Joho dan istri ketua RW, selain itu masih ada bu Lurah yang menjadi anggota. Mereka dipandang sebagai golongan yang mernpunyai drajat lebih tinggi dan lebih kecukupan dibandinganggotalain. Solidaritas antar anggota dilandasi oleh ikatan ketetanggaan atau kerabat, sedangkan rasa hormat kepada pengurus diiunjukkan dalarn bentuk baktinya, yaitu bila pengurus rnengadakan hajatan dirumahnya rnaka anggota arisan yang paling banyak membantu walaupun hanya dalam bentuk rnenyumbangkan tenaga. Seorang anggota (Yu Tentrem) rnengatakan, 'kalau arisan kebetulan tetangga sebelahnya tidak datang maka ia akan membayarkan lebih dulu. La juga membantu memasak di rumah bu Lurah ketika ada pertemuan rnahasiswa KKN dengan tokoh rnasyarakat di balai desa'. Dalarn bentuk hubungan guyub rukun sernacam itu muncul rasa aman (slamet) dari anggota. Dalarn kenyataan kelompok arisan tersebut lebih rnewujudkan hubungan tolong menolong antara pengurus (patron) dengan anggota yang rnernbutuhkan pinjarnan. Tujuan kelompok arisan tercapai yaitu rnernunwlkan keguyuban dan tolong menolong, tetapi secara ekonomi rnengalarni kegagalan karena pada saat lebaran tabungan tidak bisa diambil tepat waktu. Kebutuhan uang yang
mendesak saat lebaran memunculkan konflik kepentingan dan keresahan pada pengurus bahkan menyebabkan kehilangan rasa
aman (slamet)
dari
anggotanya. Salah seorang pengums arisan dan seorang anggota arisan yang punya hutang pada kelompok menuturkan: kalau ia (pengums) tidak mau meminjami nanti dicela ('dirasani') sama tetangga sendiri kok tiiak mau menolong, tetapi kalau ia memberi pinjaman akhimya anggota tersebut tidak bisa membayar. Saat tiba pembukaan tabungan (menjelang lebaran) sampai diundur segala. karena anggota yang bemutang tidak bisa mengembalikan, hanya ada tulisan di secarik kertas 'hutang 700 liter beras'. Jika pengums mau minta dibayar dengan garapan sawah 1 patok, juga tidak bisa karena anggota itu tidak punya sawah; rninta hasil dari membuat bata sudah digunakan untuk menwkupi kebutuhannya terlebih dulu daripada untuk rnembayar hutang. Jad~ikut arisan lebih banyakhutangnyadaripadasimpanannya.Halinirnenurutnyaadahubungandengan kegiatan menyumbang hajatan. Sumbangan hajatan. bagi orang desa. adalah 'tiiip' (hutang) nanti kalau ia sendiri punya keja (hajatan) akan dibayar kembali. Oleh karena itu lebih rnemilih hutang beras di kelompok arisan daripada tidak bisa menyumbang dan dicela ('dicing') tetangga. Yu Samidi, anggota arisan yang pemah punya hutang Rp 6500,-tetapi tidak bisa membayar, dicari oleh tetangganya sampai ke tempat kerjanya di kebun lebu (sedang rnembersihkan mrnput) supaya mau membayar. la merasa sangat malu, dan sejak itu tidak ikut arisan lagi.
Kasus ini menjelaskan bahwa seorang anggota tidak mengutamakan untuk membayar hutang kepada kelompoknya, karena beranggapan bahwa kelompok (pengurus) merupakan pelindung yang berkewajiban menolong anggotanya yang membutuhkan. Dengan kata lain jika anggota tidak punya kelebihan uang tidak merasa wajib mengutamakan untuk mengembalikan hutangnya. Hal ini mengimplikasikan bahwa semakin kuat usaha kolektif pencapaian status kesejahteraanjika motivasi anggota sama dengan tujuan kelompok dan memiliki pemimpin (pengurus) kelompok yang mampu berperan sebagai pelindung dan
rnarnpu rnengarahkan norma kelornpok berdasarkan kepentingan individu anggota kelompok..
6.1.3. Kelompok Selapanan tingkat Dusun: Upaya Meningkatkan Partisipasi
Kelompok selapanan tingkat dusun rnerupakan suatu perkurnpulan yang anggotanya terdiri dari ketua RW, ketua RT dan tokoh rnasyarakat lainnya (guru, ulama), kurang lebih beranggotakan 11 terbentuk i e b g a i wadah
-
15 orang. Kelompok ini
musyawarah dalam melaksanakan kegiatan
pernbangunan di tingkat dusun, yang diadakan setiap 35 hari sekali di ~ r n a h salah seorang tokoh masyarakat Masingmasing anggota kelompok rnewakili warganya di tingkat RT, sedang kepala dusun ('bayan') sebagai pemimpin kelompok dan sekaligus berfungsi mewakili kepala desa dalam menjelaskan kegiatan pembangunan di tingkat desa. Seorang kepala dusun (mbah Hajo) rnenuturkan: tujuan dari perkumpulan selapanan adalah agar dapat menggerakkan warganya dalarn membangun dirinya masingmasing, meskipun mempunyai keinginan berbeda-beda tetapi tidak ada perkelahian; membangun prasarana (modal), dan dengan cara gotong-myong (kumpulan). Sedangkan motivasi anggota yang mewakili warganya adalah untuk meningkatkan partisipasi warganya dalam pelaksanaan kegiatan pembangunandalam upaya mensejahterakan keluarga. Hal ini menjelaskan bahwa anggota memiliki rnotivasi yang sama dengan tujuan kelompok, yaitu agar dapat meningkatkan partisipasi warga dalam kegiatan pernbangunan. Hal ini mendukung pernyataan bahwa organisasi tindakan kolektif berbentuk gmup kecil yang dilandasi solidaritas berdasar moral (nilainilai kesejahteraan) bersama oenderung menguatkan partisipasi aktif anggota. Salah satu bentuk partisipasi warga adalah keikhlasan rnembayar iuran swadaya. Pak Lurah rnenuturkan ha1 itu: Dalam pengumpulan dana swadaya setiap tahun dari warga desa, telah diipakati bahwa setiap petani atau warga desa yang memiliki lahan sawah mernbayar iuran Rp 10.00.- per patok per tahun, sedangkan yang tak memiliki lahan sawah tetapi
memiliki pekarangan rnembayar iuran Rp 2000,- per pekarangan per tahun. Semua dana tersebut dikumpulkan dan dipusatkan menjadi satu di tingkat desa, tetapi temyata tidak dapat bejalan. Kemudian ditetapkan program pembangunan desa melalui Kadus Mandiri, dirnana dana swadaya dari warga tiap dusun dikelola di tingkat dusun itu sendiri dan digunakan untuk pengerasan jalan dusun masingmasing. Hal ini justru dapat berjalan dengan baik. Fakta tersebut menjelaskan bahwa warga desa cenderung lebih partisipatif di tingkat dusun daripada di tingkat desa. Solidaritas di tingkat dusun narnpak lebih kuat daripada di tingkat desa. Solidaritas tersebut dilandasi oleh ikatan ketetanggaan maupun kekerabatan, karena berasal dari asal usul yang sama. Hal ini mendukung pernyataan bahwa solidaritas yang dilandasi kesadaran (akan moral/ nilai-nilai kesejahteraan) bersama berdasarkan kemampuan individu dan keberpihakan pada anggota cenderung menguatkan partisipasi aktif anggota. Untuk menggambarkan keterikatan tersebut, seorang mantan kepala dusun rnenuturkan: setiap dusun memiliki kegiatan budaya masing-masing, sebagai wadah bertemunya warga untuk mengingatkan kembali Cnguri nguri? kepada asal usul yang sama, yang diwujudkan dalam bentuk penghormatan terhadap leluhur (punden). Leluhur ini disimbolkan oleh adanya kuburan yang tertutup oleh pohon. Setiap warga yang hendak menikahkan anaknya dan dalam kegiatan benih dusun dihamskan mengadakan slametan diikitar punden. Punden dusun Ngablak bemama mbah Irodmno. dianggap sebagai cikal bakal warga dusun dan yang mengasuh Cngemongi') serta membantu rnelindungi dusun Ngablak. Dalam kegiatan bersih dusun yang dilakukan setelah panen, ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dilakukan dengan mengadakan slametan diikilar punden, untuk sekaligus sebagai bentuk rasa hormat kepada leluhur. Hal ini juga menjelaskan bahwa upaya rneningkatkan partisipasi warga dusun selain dengan memelihara ikatan yang ada yang menumbuhkan solidaritas
warga. juga dilakukan dengan menjalin hubungan yang baik dengan kekuasaan alam halus maupun pernimpin. Seorang pemirnpin diperlukan untuk dapat rnernberikan perlindungan (pengayom dan pengayem) bagi warganya, sehingga warga tidak resah dan sebagai gantinya mau memberikan baktinya. Seorang rnantan Lurah dan seorang kepala dusun menuturkan ha1 tersebut: dana swadaya untuk kegiatan desa tidak berhasil dikumpulkan, rakyat tidak mau karena rnereka tahu dana yang sudah masuk tidak untuk kegiatan pembangunan. Janji pengaspalan jalan desa bagian utara yang akan selesai tahun lalu b e l ~ m terlaksana sama sekali. Rakyat rnenjadi resah. Sedangkan Lurah sendiri tidak mau melakukan kunjungan ke dukuhdukuh ('hip') supaya rakyat me-
aman dan dekat
dengannya, Lurah lebih banyak di balai desa. Diiamping itu Lurah juga kurang mampu mengkmrdinasi kepala dusun, dana yang dibawa kepala dusun belum masuk ke desa. Ini tejadi karena uangnya dipakai kepala dusun, disisi lain kurangnya nrsa hormat mereka kepada Lurah karena untuk dapat menduduki jabatan kepala dusun mereka membeli dari pak Lurah (kasus kepala dusun I,11, IV). Seorang kepala dusun mengatakan, untuk dapat menggerakkan rakyat pellu kewibawaan dari pemimpin. Pemimpin lidak h l e h korup dan karep pada rakyat. artinya memiliki kedudukan di suatu wilayah jangan teh-asa rnemelihara Cngopeni? barang yang remeh, seperti memotong pajak. mengwusi KTP. Selain itu, pemimpin akan dihormati jika mau membela rakyat dan memberikan contoh, misalnya ikut kegiatan kerja bakli dan membawakan rnakanan-minuman. Hal ini menjelaskan bahwa upaya rneningkatkan partisipasi warga mernerlukan seorang pemimpin yang dapat dipercaya dan rnenjadi pelindung bagi warganya, sehingga menimbulkan rasa aman (slamet) pada warga. Dengan kata lain, pernirnpin yang berasal dari mereke merupakan penggerak utama tindakan kolektif dan tindakan kolektif dapat berlangsungjika ada pemimpin yang rnampu mengarahkan norma (nilai-nilai kesejahteraan) kelornpok sesuai dengan kepentingan individu anggota kelompok.
6.1.4. Kelompok Pakoso: Upaya Memperoleh Rasa Aman dan Tenteram Kelompok Pakoso (Paguyuban Wargo Kraton Surakarta) desa Joho beranggotakan 50 orang. Kelornpok ini terbentuk sebagai wadah perkurnpulan abdi dalem kraton, yaitu orang-orang yang mau mengabdi kepada kraton. Seorang pengurus Pakoso ('lurah anon anon') rnenuturkan: pihak kraton mernbutuhkan tenaga untuk mernbentu kesibukan kraton, yang sewaktu-waktu bisa dipanggil untuk mengabdi ('nyengkuyung'), sebagai gantinya mereka yang mengabdi akan rnendapatkan berkah (dilindungi oleh pemimpin) kraton. Mereka yang ikut mengabdi di kraton disatukan dalam perkumpulan Pakoso. Ketika ia melarnar menjadi abdi dalem kraton, ditanya lebih dulu tujuannya apa, ia mengatakan ingin rnendapatkan berkah dari Ratu (ngalap berkah dateng ngarso dalem), agar memperoleh ketentrarnan dan kesarasan. la berharap Ratu bisa memberikan oba! batin ('sawab') : tentrem, wilujeng, mencari sandang-pangan lancar dan bagas waras. la rnengatakan, meskipun dirinya adalah orang tidak berpunya (rnlarat), semoga bisa tenlrem ayem. Keyakinannya ini untuk kepentingan anak wcunya. Fakta ini rnenjelaskan bahwa motivasi anggota memiliki kesamaan dengan tujuan kelompok, yaitu pengabdian dan berkah untuk mempemleh rasa arnan dan tenteram. Hal ini mendukung pemyataan bahwa sernakin kuat usaha kolektif pencapaian status kesejahteraan jika motivasi anggota sarna dengan tujuan kelompok. Upaya untuk mernpemleh rasa aman dan tenteram ini dengan rnernpelajari budaya kraton (budaya halus) agar bisa mengendalikan diri (nafsu)nya, dan dengan rnenjalin hubungan baik (mengabdi) pada pemirnpin (Ratu)
supaya
Ratu
memberikan
perlindungan
('pengayoman
dan
pengayeman') pada dirinya. Hal ini digambarkan oleh seorang pengurus kraton sebagai berikut: sebelum masuk kraton, ia masih suka bertindak kasar ('dekswa'). Tetapi selelah masuk kraton berubah, ia merasa sebagai abdi dalem Ckawulo') Ratu, tidak pantas melakukan hal-ha1 yang tidak benar. Secara ekonorni rnemang kurang, sebagai
lukang kebun kraton ia setiap bulan mendapal bekal Rp 15.000,-. Tetapi tujuannya mengabdi adalah untuk mendapatkan ketentraman, saras (rahayu) dan lancar usaha. Baginya, karton adalah gambaran tindakan yang serba baik, ternpat kebudayaan Jawa. Solidaritas antar anggota dilandasi oleh ikatan persaudaraan, sebagai satu keluarga abdi dalern kraton. Solidaritas tersebut diwujudkan dalarn bentuk keguyuban (kerukunan) dan tolong menolong antar anggota, terutama dalam kegiatan berkait dengan siklus hidup manusia (kelahiran, perkawinan dan kematian). Hal ini mendukung pernyataan bahwa solidaritas yang dilandasi kesadaran akan moraV niMnilai kesejahteraan bersama berdasarkan kemampuan individu anggota dan keberpihakan pada anggota ~ e n d e ~ n g rnenguatkan partisipasi aktif anggota.
6.2. Tindakan Kolektif Kesejahteraan 'Wong Cilik (bukan petani) Pinggiran': Pengrajin Bata Pengrajin bata yang tak bermodal juga merupakan golongan wong cilik yang tidak sejahtera. Mereka tidak memiliki simbol-sirnbol sebagai petani maju, yaitu memiliki atau menguasai sawah, modal (uang) dan tenaga keja. Pengrajin
bata hanya memiliki tenaganya (ketrarnpilan) untuk dapat rnencukupi kebutuhan hidupnya. Mereka tunduk kepada kehendak pemilik (penguasa) modal dan mernandang tanah (sawah) hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan hidupnya di dunia. Pengrajin bata yang tak bermodal juga merupakan golongan wong cilik yang tidak memiliki bapak (patron) sebagai pelindung mereka. Dernikian pula dalam pandangan Jawa, mereka dianggap sebagai golongan yang telah mernatikan kehidupan alam, dengan mengambil bagian tanah yang subur dan kemudian
membakarnya
sehingga
menjadi
benda
rnati
(bata).
Ketidakseimbangan hubungan dengan alam semakin meningkat, yang diindai oleh pemakaian pupuk yang sernakin banyak untuk menyuburkan tanah sawah.
Pengrajin bata telah kehilangan rasa aman (slamet) dan ketentrarnannya demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam kondisi tersebut,
pengrajin bata
berupaya meningkatkan
kesejahteraannya dengan melakukan tindakan kolektif baik di tingkat keluarga. maupun dalam bentuk menjalin hubungan dengan pernilik modal, arisan dusun, slametan, pertemuan selapanan dan pakoso.
6.2.1. Keluarga Pengrajin Bata: P e ~ b a h a n Simbol Kesejahteraan Kesejahteraan (lahiriahl mateni pengrajin bata yang tak bermodal disirnbolkan oleh tenaga (ketrampilan)nya, karena hanya keb-arnpilan yang dimiliki, yang ia gunakan untuk rnemenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dalam pandangan orang Jawa, mereka adalah golongan b o n g cilik' yang tidak sejahtera, karena ukuran kesejahteraan bagi 'wong cilik' adalah pernilikan bahkan penguasaan kebendaan (tanah, modal, dan tenaga keja). Kondisi ketidaksejahteraan ini diMurkan seorang pengrajin bata yang tak bemodal (Yu Suyek) di dukuh Canden: saat menjelang musim tanam Ill tiba, ia sangat mengharapkan seseorang bisa memberi modal (uang) kepadanya, karena pada saat itu ia bisa membeli tanah ('lohan') dari sawah yang habis dipanen sebagai bahan untuk membuat batu bata. Menurutnya, menjelang musim kemarau, karena kesuliin air (terutarna tidak ada biaya untuk membeli air dari sumur pantek). maka m n i yang hanya memiliki sawah 1 - 2 patok lebih memilih untuk menjual tanahnya. Kalau hanya punya modal Rp 55.000,- (hanya bisa beli tamh dengan ukuran bagasi colt terbuka. 10 mlt = Rp
55.000.- untuk harga tanah dan biaya tenaga). barn bisa membuat bata mentah 8000 buah dan belum bisa membakamya (untuk sekali pembakaran bisa menampung 15.000 bata, dengan Maya membeli k h a n bakar brambut Rp 70.000). la minimum hams punya uang Rp 190.000 untuk bisa menghasilkan bata matang (siap dijual). Dengan harga bata yang bagus Rp 40.000 per IWO M a , maka selama 2 bulan keja ia mempemleh 15.000 bata atau Rp 600.000,-. Uang itu digunakan untuk membayar hutang biaya yang sudah dikeluarkan (Rp 190.000,-) dan sisanya untuk
.
menwkupi kebutuhan makan, biaya sekolah dan undangan hajatan ('pirukunan) keluarga selarna 2 bulan. Keinginan untuk membelikan sepeda motor anaknya belum tercapai, sehingga mernbuatnya resah karena anaknya sering rnemaksa. Fakta ini menjelaskan bahwa untuk rnengubah kondisi dari tidak sejahtera menjadi sejahtera,
pengrajin
bata berupaya mencapai simbol modem
kesejahteraan golongan 'wong alik' khususnya dalarn ha1 pemilikan atau penguasaan modal. Selain itu kondisi ketidaksejahteraantersebut telah rnenjadi penggerak utarna tindakan kolektif keluarga pengrajin bata. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dilakukan oleh pengrajin bata dan keluarga dengan berusaha memiliki modal atau mernperoleh pinjaman modal. Kasus pengrajin bata (Yu Samidi dan Yu Sugiyono) menggambarkan ha1 itu: Yu Samidi hanya mampu membeli tanah yang colt-coltan (eceran). 1 colt Rp 5250.dan memberi makan seadanya. Tahun ini ia punya uang dari hasil garapan (menyewa) sawah 1 patok yang diiejakannya, dan digunakan untuk membeli tanah seharga Rp 130.000;.
Bahan baku tersebut kurang lebih akan menghasilkan 18.000
bata. Sedangkan bila membeli kedokan (1 patok) dengan total biaya Rp 340.000,-. baginya terlalu besar biayanya dan ia tak mau terialu banyak hutang. Meskipun jika bisa menyediakan uang tersebut ia akan mernpemleh bata lebih banyak (bisa 5 kali pembakaran, dan seliap pembakaran 17.000 Ma). Hasil dari bata ini bisa digunakan ('diianjakke') untuk membeli kebutuhan selain makan, seperti rnenyekolahkan anak dan membeli sepeda motor. Yu Sugiyono t i a k perlu rnembeti tanah, karena ia punya tanah sawah sendiri seluas 1 patok. Bila musim ketiga tiba, ia mengambil dulu tanahnya sebelum diianami lagi.
la masih perlu mengeluarkan uang untuk tenaga angkut (dengan colt) Rp 81.000..Dengan memiliki bahan baku sendiri (satu kedokan), ia bisa menggunakannya untuk 15 kali pembakaran, dan wkup untuk dikejakan selama 1 tahun. Hasil dari bata ia gunakan untuk membiayai garapan sewah, sisanya untuk menyumbang hajatan . Fakta ini menjelaskan bahwa pengrajin bata yang memiliki modal dapat hidup lebih baik. Seperti dituturkan
seorang petani rnaju. 'sebenamya rnernbuat bata
itu rnenguntungkan, pengrajin tak berrnodal bisa wkup makan, lebih lebih yang bennodal bisa rnernbeli kebutuhan lain. Bata rnernang lambang kemakrnuran, bisa rnemiliki kebendaan, tetapi rnerusak lingkungan'. Hal ini mengimplikasikan bahwa keputusan pelaku rnelakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas kepentingan individu daripada didasarkan atas moral bersarna.
6.2.2. Pengrajin Bata dan Pemberi Modal: Upaya Mencapai Status Di desa Joho selain keluarga pengrajin bata, fenomena kelompok duumpai dalarn ha1 pernbelian tanah sebagai bahan baku. Ada 68 orang pengrajin bata bekerjasama dalam ha1membeli tanah kedokan (1 patok) karena tidak wkup uang bila rnernbeli sendiri. Dengan cara ini biaya yang hams dikeluarkan untuk rnembeli tanah dan tenaga angkut sebesar Rp 400.000,- bisa dibagi kepada 8 orang tersebut. Selain pernbelian tanah, tidak ada kejasama dalarn membuat bata sarnpai kepada pemasarannya. Tipe kelornpok yang hanya berfungsi dalam pernbelian bahan baku ini banyak dijumpai di desa Joho, yang didasarkan oleh ikatan kerabat atau ketetanggaan. Keinginan pengrajin bata untuk memiliki (menguasai) modal dapat dilakukan dengan menjalin hubungan dengan pernilik modal (perorangan maupun lembaga). Dengan dernikian ia dapat meningkatkan posisi (status) kesejahteraannya dengan memiliki sirnbol kesejahteraan yang baru (modal usaha). Narnun upaya untuk meningkatkan posisi (status) melalui bentuk hubungan tersebut tidak selalu beftiasil. Kasus seorang pengrajin bata C(u Suyek) menggambarkan ha1 itu: la pemah pinjarn uang sebanyak RP 700.000,- melalui Kredit Pedesaan dibawah BUKOPIN, yang dibuka setiap kamis di balai desa. Setelah dipotong 5% untuk tabungan. ia hams mengembalikan selama 6 bulan dengan bunga 3%. Setiap minggu hutang tersebut diacil dan jika tidak bisa mernbayar dikenakan denda. Uang yang ia pinjam tersebut sebenamya untuk modal membuat ma, tetapi karena ia jatuh sakit (jantung) dan harus dirawat selama 10 hari di ~ m a saki, h akhimya uang tersebut habis untuk biaya perawatan. la akhimya tidak bisa teratur membayar
hutangnya, sehingga oleh petugas kredit bunga dan dendanya dijadikan satu ke hutangnya. lnilah yang semakin rnemberatkannya ('soyo
nglelepke wong ora
nduwe'). la juga merasa sakii hati oleh pelayanan petugasnya yang galak Cpriyayi kok judes'), sehingga merasa resah kalau hams datang ke balai desa. Upaya mencapai simbol-simbol baru kesejahteraan berdasarkan kasus tersebut dilakukan dengan cara menjaminkan sertifikat tanah pekarangan yang ia miliki, dan upaya untuk menjalin hubungan dengan petugas (yang dianggapnya seharusnya memberikan &dindungan) tidak berhasil. Hal ini tejadi karena motivasi peminjam Cdak sama dengan tujuan pemberi kredit, dan tidak adanya solidaritas diantara mereka. Dalam pandangan pengrajin bata, ia menganggap petugas kredii (seorang priyayi yang masih tetangganya) dapat menjadi pelindung bagi dirinya, sehingga dapat menolong memberikan pinjaman tanpa aturan yang ketat. Sedangkan dalam pandangan petugas kredit, ia haws rnenjalankan
peraturan
yang
didasarkan ikatan antara
bertujuan
peminjam
dan
menguntungkan
lembaganya,
pemberi pinjaman.
Hal
ini
mengimplikasikan bahwa tindakan pengrajin bata merupakan tindakan kolektif (berdasarkan nilai-nilai kesejahteraan Jawa) yang berhadapan dengan tindakan individu petugas berdasarkan nilai-nilai kelembagaan perbankan. Di sisi lain, pertimbangan sosial budaya juga bisa menghilangkan peluang untuk memperoleh pinjaman modal. Seperti digambarkan pada kasus pengrajin bata tersebut : ia pemah berusaha pinjam ke BPR Palur. Jika pinjam Rp 400.000,-, maka selama 2 lahun ia bisa mencicil sebanyak 4 kali Rp 116.000,-. Tetapi ia tak jadi meminjam karena rnerasa sangat rnalu ketika tetangganya mengetahui bahwa ia punya hutang ke bank. Tetangganya melihat ketika pegawai bank dan pak carik datang kemrnahnya untuk melihal mmahnya (sebagai jarninan) dan usahanya, sehingga ketahuan kalau ia bemutang ke bank Fakta ini menunjukkan bahwa tindakan kolektif tak dapat berlangsung karena tak ada pemimpin yang mampu mengarahkan norma kelompok sesuai dengan kepentingan individu anggota kelompok.
6.3. Tindakan Kolektif Kesejahteraan Wong Cilik (bukan petani) Pinggiran':
Buruh Pabrik, Buruh Bangunan dan Pedagang (Bakul) Kecil Buruh pabrik, bumh bangunan dan pedagang (bakul) kedl juga merupakan golongan wong cilik yang tidak sejahtera. Kehidupan mereka tidak lagi terikat dengan tanah seperti petani, tetapi rnulai terikat dengan pemodal besar (pabrik, kontraktor, dan pedagang besar). Mereka juga tidak memiliki simboCsimbol seperti petani rnaju, yaitu memiliki atau menguasai sawah, modal (uang) dan tenaga kerja. Buruh pabrik. buruh bangunan dan pedagang (bakul) kecil hanya memiliki pendidikan atau ketrampilan, yang mereka gunakan sebagai alat untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalarn pandangan orang Jawa, upaya untuk mencapai kesejahteraan dilakukan dengan rnenjalin hubungan baik dengan kekuasaan (orang yang berkuasa) di masyarakat dan kekuasaan alarn semesta. Buruh pabrik, buruh bangunan dan pedagang kecil juga berusaha rnenjalin hubungan tersebut dengan pemilik modal. Tetapi upaya tersebut belurn tentu berhasil, karena dalarn
proses
modernisasi,
pernilik
(penguasa)
modal
semakin
memperhiiungkan untung-rugi untuk menjalin keterikatan dengan mereka dan tak dapat lagi berperan sebagai patron (bapak) bagi mereka.
6.3.1. Keluarga Buruh Pabrik, Buruh Bangunan dan Pedagang (Bakul)
Kecil: Perubahan Simbol Kesejahteraan Kesejahteraan (lahiriahl materi) bumh pabrik, buruh bangunan dan pedagang (bakul) kecil disimbolkan oleh tenaga (ketrarnpilan)nya, karena hanya ketrampilan yang dimiliki, yang ia gunakan untuk mernenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka adalah golongan hang cilik' yang belurn sejahtera, karena ukuran kesejahteraan bagi 'wong cilik' (petani) adalah pemilikan bahkan penguasaan kebendaan (tanah, modal dan tenaga keja). Kondisi ketidak sejahteraan ini diiuturkan seorang buruh pabrik (Sumini) dan seorang bakul pecel (mbak Tarni):
Setelah lulus SMP ia bekeja di pabrik, dengan gaji pokok Rp 102.000.- per bulan. la menerima gajinya setiap setengah bulan. sebagian (Rp 30.000,-) untuk ibunya dan sebagian lagi (Rp 20.000,-) ia gunakan untuk kebutuhannya sendiri. Sepulang keja ia membantu ibunya membuat bata, jika keja malam maka membuat bata di siang hari dan sebaliknya. Mbak Tarni mulai bejualan lontong pecel sejak 3 tahun lalu. la setiap hari membeti bahan sayuran dan beras dengan modal Rp 10.000,-. Setiap pagi jam 06.00 ia mulai bejualan dan jam 07.00 sudah habis. lontong pecel per porsi dijual seharga Rp 200.Hasil yang diperoleh sebesar Rp 12.500,-. keuntungannya Rp 2.500,- dan anakanaknya bisa ikut sarapan. Suaminya bekeja sebagai bumh tani dan haNS memberi makan 7 jiwa dimmahnya. la membantu suaminya dengan bejualan agar bisa menyekolahkananak-anaknya. Fakta tersebut menjelaskan bahwa kondisi ketidaksejahteraan dalam struktur yang ada merupakan penggerak utarna tindakan kolektif dalarn keluarga buruh pabrik maupun bakul pecel. Upaya untuk rneningkatkan kesejahteraan dilakukan oleh buruh pabrik dan buruh
bangunan dengan
berusaha meningkatkan ketrampilannya,
sedangkan pedagang kecil dengan memperoleh modal. Ini menjelaskan bahwa untuk merubah kondisi dari tidak sejahtera menjadi sejahtera, mereka berupaya mencapai sirnbol kesejahteraan yang baru : pendidikan (ketrampilan) dan pemilikan modal. Kasus seorang buruh pabrik (Mulyadi), buruh bangunan (Lik Samidi) dan bakul tahu (Bu Mulyani) menggambarkan ha1 itu: Buruh pabrik kebanyakan lulusan SMP, karena qarat minimum bisa diterima bekeja adalah memiliki ijasah SMP. la lulusan STM. dan sebenamya keinginannya adalah menjadi pegawai negeri tetapi tak kesampaian. Akhimya ia melamar ke pabrik dan diierima di bagian mekanik, sedangkan islrinya yang juga lulusan SMA sudah di bagian quality control (pengawas). Lik Samidi pertama kali bekeja sebagai b u ~ bangunan h di RS Dr. Oen Solo dengan upah Rp 4500,-/ hari tanpa uang makan. Saat ini ia bekeja pada kontraklor kraton
yang sedang membangun kembali bagian yang tebkar, ia dipercaya sebagai mandor dengan upah Rp 10.000,- per hari ditambah uang makan Rp 1000,- per hari. Bu Mulyani pertama kali menjadi pedagang tahu oleh langganannya d i s u ~ h membeli Ckulakan') ke pengusaha tahu bermodal kecil di daerah jumg. Setelah semakin banyak yang bisa dijualnya. ia kemudian berani mengambil ke pengusaha yang lebih besar di jumok. Pertama kali hams membeli dulu ke pengusaha tersebut. tetapi lama-lama dipercaya boleh membayar belakangan setelah habis terjual. Pengusaha tersebut merasa senang jumlah yang bisa dijual olehnya semakin banyak.
6.3.2. Hubungan dengan Atasan atau Pemilik Modal: Upaya Mencapai Status Keinginan buruh pabrik dan buruh bangunan untuk dapat meningkatkan ketrampilannya dapat dilakukan dengan menjalin hubungan dengan atasan, sedangkan keinginan pedagang kecil untuk dapat memperoleh modal juga dilakukan dengan menjalin hubungan dengan pemilik modal. Dengan demikian ia dapat meningkatkan posisi (status) kesejahteraannya dengan memiliki simbol kesejahteraan yang baru (modal usaha). Seorang buruh pabrik (mas Parman) dan seorang mandor bangunan (Lik Samidi) menuturkan: la dan banyak pemuda lain di desa Joho mulai masuk pabrik tahun 1983 (ke Duniatex, Kusumahaditex), ia melamar menggunakan ijasah SMP. Setelah banyak yang menjadi mandor atau staf. mereka membawa kenalan teman-teman sedesa. tanpa uang sogokan. Lik Samidi sekarang sudah menjadi mandor bangunan, tetapi ia pernah merasakan menjadi buruh. Karena pengalaman itu, ia lebih bisa memahami anak buahnya. Mereka sering minta obat-obatan atau minta dibelikan makan kepadanya dan ia berikan. la juga mengajak teman-temannya se desa unluk ikut bekeja di kraton. Fakta tersebut menjelaskan bahwa keputusan pelaku melakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas kepentingan i n d ~ d udaripada didasarkan atas moral bersama. Solidaritas antara buruh dan mandor berkembang berdasarkan
ikatan ketetanggaan atau kerabat Hal ini juga mengimplikasikan bahwa tindakan kolektif dapat berlangsung jika ada pemimpin yang mampu mengarahkan norrna kelompok sesuai dengan kepentingan individu anggota kelompok.
6.4.
Konteks
Sosial
Tindakan
Kolektii
Komunitas
Petani
dan
Lingkungannya yang Sedang Berubah Proses modernisasi di desa Joho secara fisik ditandai dengan pembangunan prasarana jalan dan saluran irigasi. Seorang informan saya mengatakan, pada tahun 1970 an banyak tejadi pembangunan di desa, antara lain: pembangunan saluran irigasi di selatan desa (wilayah Gondang Kidul dan Canden), pembangunan balai desa dan gardu (tempat pertemuan petani) di Gondang Kulon, pembangunan jalan beraspal (pertama kali) dari Canden menuju jalan penghubung kecamatan (Palur - Mojolaban). Sarana transportasi berupa bisbis kecil mulai memasuki pelosok kecamatan pada tahun 1987. Menuju desa Joho dari kota kecamatan Mojolaban maupun Palur dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum station wagon atau bis kecil yang menempuh route Palur-Bekonang-Sukoharjo. Pedalanan menuju arah utara kurang lebih 3 km melalui jalan beraspal kabupaten, kendaraan hanya berhenti dipinggir jalan gapura desa Joho. Memasuki desa Joho menuju ke arah timur meskipun sudah beraspal belum ada kendaraan umum yang masuk. Penduduk setempat keluar masuk desa Joho dengan menggunakan sepeda, sepeda motor dan mobil pribadi. Dari jalan besar menuju pemukiman penduduk terdekat yang menuju ke arah balai desa. yaitu dukuh Tegalrejo, kurang lebih 1.5 km. Tetapi wilayah desa Joho ada juga yang berlokasi di pinggirjalan raya tersebut, yaitu dukuh Jatimalang. Desa Joho ini terletak 15 km di sebelah timur laut kota kabupaten Sukohajo dan 10 km di sebelah timur kota Surakarta. Secara administratif, desa Joho di sebelah utara berbatasan dengan desa Triyagan. Antara kedua desa tersebut dibatasi oleh sungai dan terdapat
pula perumahan koperasi tipe 21 yang berlokasi di perbatasan tersebut. Di sebelah selatan desa Joho berbatasan dengan desa Klumprit, yaitu berupa areal persawahan. Sebelah barat desa Joho adalah desa Palur, yang dibatasi oleh jalan raya Palur-Bekonang. Sedangkan sebelah timur desa Joho adalah desa Sapen. Perbatasan dengan desa Sapen juga berupa areal persawahan. Desa Joho terdiri dari lima kedusunan. Dusun I merupakan gabungan dukuh Jatimalang dan Jatirejo (2RW, 9 RT), dusun I1 merupakan gabungan dukuh Joho dan Dungunut (2RW. 9RT), dusun Ill merupakan gabungan dukuh Kriyan, Durenan, Sanggrahan, Kedusan (2RW. 4RT). dusun IV merupakan gabungan dukuh Canden, Tegalrejo. Gondang Tengah, Gondang Sawah, Gondang Tegal. Gondang Warung, Gondang A j o (2RW, 8 RT), dan dusun V merupakan gabungan dukuh Ngablak, Kadrengan, Tempel, Ngunut, Margorejo (ZRW, 9RT). Menurut mantan lurah Joho, tahun 80 an dukuh Gondang Tengah paling maju karena paling banyak pegawai negerinya. Kemudian tahun 85, sawah di pinggir jalan raya di dukuh Jatimalang dikeringkan dan dibangun rumah-rumah pegawai negeri. Dalam pertemuan di dusun IV dan perkumpulan pemuda, saya juga menanyakan ha1 itu: Dusun Ill merupakan dusun paling temlakang ('asor') banyak orang miskin (buruh tani, tukang). Dusun ini merupakan daerah pedalaman (terpencil), karena letak tanahnya miring, dekat sungai dan banyak pohon bambu ('barongan'), serta jauh dari keramaian. Berbeda dengan dusun I. IV dan V merupakan dusun yang banyak pegawai negeri. Dusun I1 merupakan dusun yang 90% warganya membuat batu bata merah. Mereka rata-rata adalah petani .kecil yang memilitti 2-3 patok, tetapi yang pokok adalah membuat bata (berani menjual sapi untuk membeli tanah bahan pembuat bata) sedangkan sawah untuk sambilan. Desa Joho dengan luas wilayah 343.3800 Ha, sekitar 253.8466 Ha digunakan untuk areal persawahan beririgasi teknis dari dam Colo. Dengan hasil padi yang dapat dipanen 3 kali setahun, desa Joho juga merupakan salah satu lumbung padi bagi kabupaten Sukohajo. Penanaman tanaman sayuran seperti melon dan cabe juga ditanam pada musim kemarau, tetapi kebanyakan
dilakukan oleh pernodal dari luar yang menyewa tanah di desa Joho. sernentara sebagian petani hanya sebagai penggarap atau buruh taninya. Bila pada masa Belanda, areal persawahan desa Joho juga rnerupakan areal tanaman tebu yang dikirirn ke PG Tasikmadu rnilik Mangkunegaran yang diusahakan oleh Belanda, kemudian pada masa orde baru sampai pelaksanaan TRI masih sebagian areal rnendapat jatah giliran. 3 tahun sekali untuk menanam tebu, maka pada tahun ini sama sekali tidak ada petani yang rnenanarn tebu lagi. Pengalaman tahun lalu petani rugi dengan rnenanarn tebu. Melihat areal persawahan yang masih luas di desa Joho maka dapat diduga bahwa sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Tetapi temyata berdasarkan data desa hanya sebagian petani dan sebagian lagi adalah buruh tani. Berdasarkan kepemilikan lahan, rata-rata petani hanya rnerniliki 1-2 patok sawah (1 patok seluas 2850 m2), rneskipun dernikian ada juga petani yang rnerniliki 10 patok. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, petani memiliki beragarn nafkah ganda. Yang dianggap sebagai penghasil nafkah tambahan bagi petani adalah rnembuat banon (batu bata merah). Meskipun pembuat batu bata :merah yang dominan adalah di dukuh Joho, namun hampir di setiap ~ m a penduduk h di desa Joho juga dijurnpai pekejaan sarnbilan tersebut. Pekejaan membuat batu bata rnerah, rneskipun seluruh anggota keluarga terlibat, tenrtarna dilakukanl dikelola oleh ibu-ibu. Pekejaan nafkah lain bagi bapak adalah memelihara sapi (untuk tabungan), sedangkan kaum ibu juga memiliki pekejaan nafkah lain seperti bejualan (tahu, ayam, jamu, sayuran) dan usaha membuat ernping, ternpe, tokolan (tauge) dan anyaman tikar (dari daun mendong). Khususnya untuk rernaja (pria rnaupun wanita) peluang keja yang ada adalah sebagai buruh pabrik yang banyak tumbuh di sepanjang jalan Palur-Karanganyar. Lahan yang merupakan kekayaan penduduk, rnerupakan pengikat antara penduduk dan desanya, juga merupakan pengikat antara anggota keluarga. Meskipun peluang keja yang baru lepas dari rnernanfaatkan lahan (seperti buruh pabrik dan pedagang), tetapi karena masih ada peluang keja
membuat batu bata merah yang masih rnemanfaatkan lahan sawah dan bersama keluarga, maka ikatan antar anggota keluarga dilakukan di ~ m a h terasa masih kuat dan masih nampak keguyuban atau kerukunan dalam keluarga.
6.4.1. Petani dan Lingkungan Alam Perubahan hubungan antara petani dan lingkungan alam dimulai ketika proses modemisasi yang diwujudkan dalam bentuk komersialisasi pertanian (serba uang) telah menjadikan kegiatan petani sebagai bagian (selaras) dengan kehiiupan alam tak bisa lagi dilakukan. Petani semakin diorientasikan kepada perturnbuhan produksi sebesar-besamya dengan rnemanfaatkan alam (tanah sawah) semaksirnal rnungkin menggunakan beragam teknologi panca usaha tani yang diintroduksikan pemerintah. Petani bukan lagi berperan sebagai pengelola yang saling berinteraksi dengan kehidupan alarn, tetapi sebagai penguasa alam. ltulah yang disebut sebagai petani maju, yang ukuran keberhasilannya pada jumlah produksi per Ha. Kondisi tersebut telah menyebabkan perubahan perilaku petani terhadap alam. Petani maju adalah petani yang tidak hanya memiliki sawah tetapi juga menguasai sawah, modal (uang) dan tenaga keja. Ketiganya rnerupakan alat (modal) kekuasaan untuk mencapai tujuan hidupnya di dunia (jalan rnenuju kebendaan). Perilaku petani maju dapat dilihat datam ha1 pola penggunaan lahan termasuk pola pewarisan, pola tanam dan penggunaan faktor produksi, dan teknologi pengairan. Ketidakseimbangan hubungan antara petani dengan alam telah rnenimbulkan keresahan (ketidaktentraman) bagi petani dan alarn sendiri, yang d i n d a i oleh rnunwlnya kerawanan alam seperti munwlnya hama-penyakit dan ketandusan tanah. Dengan kata lain, kemajuan (modem) di bidang pertanian untuk sebagian telah rnenghasilkan ketidaktentrarnan (ketidaksejahteraan) bagi petani.
6.4.1.1.
Petubahan Pola Penggunaan Lahan : Tanah Sawah sebagai
Komoditi Perubahan pola penggunaan lahan di desa Joho yang berlangsung selama 20 tahun terakhir (1970-1990) dari tanah sawah ke tanah darat dan perumahan, menurut sekretaris desa, telah mencakup tanah sawah seluas 83 patok atau sekiar 21 Ha. Hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah desa yang berorientasi pada tanah sawah sebagai komodii, sehingga bisa dipejualbelikan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Di tingkat petani, perilaku petani yang tidak lagi hanya memiliki tetapi juga menguasai, dilakukan rnelalui proses jual beli tanah sawah. Golongan buruh tani yang tak memiliki sawah juga berusaha untuk rnenguasai tanah sawah untuk sementara (petani penyewa) dengan cara membeli tahunan, oyotan (satu musim tanam), atau lubangan (empat kali musim tanaml satu setengah tahun). Sedangkan buruh tani yang tak memiliki uang (tak bisa menabung), bisa meminjam tanah sawah untuk sementara (petani bagi hasil) dengan cara menggarap sawah rnilik petani dengan sistem bagi hasil. Penguasaan lahan sawah semakin terkonsentrasi pada petani kaya, menurut sekretaris desa, mereka memiliki lahan sawah lebih dari 1 Ha. Sedangkan rata-rata petani hanya memiliki sawah seluas 0.25
- 0.5
Ha. Demikian pula dalam ha1 pewarisan, menurut sekretaris desa, rata-rata petani sanggan sudah mewariskan atau sudah mendaftarkan ('menstatkan') sawah miliknya dengan nama anak-anaknya, meskipun masih digarap olehnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi beban membayar pajak. Selain itu ada i beberapa cara untuk mewariskan sawahnya agar tidak semakn
sempit
(meskipun ada seorang waris yang hanya mendapat sawah seluas 112 patok atau 1250 m2), yaitu dengan tetap membagi, menjualnya dan uangnya dibagi, atau 'ditorogi' yaitu hanya satu orang yang memiliki dengan cara membeli (mengganti uang) bagian warisan kerabat yang lain. Golongan priyayi, yaitu para pamong desa, memiliki tanah bengkok ('lungguh') dengan luas berbeda-beda: pak Lurah 5 Ha, kepala dusun 1 Ha dan
kepala urusan 7000 m2. Untuk dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga, kerapkali tanah lungguh itu dijual tahunan (disewakan), seperti misalnya tanah lungguh milik pak Lurah yang digunakan untuk membiayai pendidikan anakanaknya.
6.4.1.2. Pola Tanam Di Sawah : Dari Tebu ke Bata
Penanaman tanarnan tebu dimulai ketika pabrik gula Tasik MaduKaranganyar mulai rnenyewa lahan sawah milik petani untuk ditanami tebu. Menurut seorang petani (mbah Wiro. 80 tahun), petani yang rnemiliki satu sanggan (3 patok), dua patok diinarni padi dan satu patok disewakan ke pabrik gula untuk ditanami tebu. Hal itu dilakukan terus menerus bergiliran. la rnengatakan, kehidupannya sebagai petani lebih sejahtera pada saat tanahnya disewa pabrik daripada saat ikut program TRI. "Pembayaran dari pabrik gula selalu beres, saya juga ikut menanam dan memelihara tebu tersebut". Mbah Wim juga menuturkan mengapa ia tidak mau menanam tebu lagi: Untuk mengolah lahan sawah yang ditanami TRI itu petani mernpercayakannya kepada kelompok kolektif, tetapi malah hasilnya memsot. Kemudian diusahakan (ditanam) oleh kelompok kooperatii (KUD) tambah rnemsot, bahkan tidak rnendapat hasil sama sekali. Tahun 1995 mbah Wtm sudah tidak menanam tebu lagi.
Seorang pegawai (KCD) dinas perkebunan mengungkapkan kepada saya beberapa kendala penanaman tebu, sehingga petani tak mau lagi menanarn tebu, antara lain: harga gula turun sehingga hasilnya rugi (minim) dibandingkan rnenanarn padi, pemilikan lahan juga berkurang karena sistern pewarisan dan alih fungsi lahan sehingga hanya mengandalkan satu tanaman untuk satu patok lahan yang dimiliki (rata-rata petani saat ini hanya memiliki sawah seluas 0.25
- 0.5 Ha) hasilnya kurang. Ketika UU no 12 tahun 1995
keluar. yang mengatur bahwa petani bebas menanam tanaman apa saja, maka petani di desa Joho tak lagi menanam tebu. Pengenalan teknologi baru pada tanaman padi, seperti varietas baru, pola tanam,
pengolahan tanah dan penggunaan pupuk, bertujuan untuk
rneningkatkan produksi padi sernaksirnal rnungkin. Pengalihan teknologi ini, seperti diiuturkan seorang ketua kelornpok tani Makaryo, dengan mengganti varietas lama (sukonandi, cernpo, raja lele) dan rnenggunakan varietas baru (PB5, C4), yang diikuti dengan perubahan teknis lainnya. Padi varietas baru marnpu rnenghasilkan 13-14 kw gabah kering per patok sedangkan vanetas lama hanya menghasilkan 11-12 kw gabah kering per patok. Meskipun hasil bedipat ganda, misalnya padi IR 26
- 28 bahkan menghasilkan 15 kw gabah
basah per patok, namun biaya pemupukan juga rnernbesar. Hal ini cukup rnernberatkan petani kecil rnaupun petani penggarap (penyewa dan bagi hasil), seperti dituturkan ketua kelompok tani Makaryo: seorang petani kecil yang rnerniliki lahan 1 patok (0.25 Ha) mernbutuhkan pupuk tablet. SP, ZA dan KC1 masingmasing 50 kg. Pupuk ZA dan KC1 bisa kredit dari KUD, sedangkan lainnya haNs beli tunai. Selain itu masih dibuluhkan biaya untuk
mernbeli benih dan obat serta marnbayar tenaga kerja (bumh). Di sisi lain KUD tak mampu membeli panen pelani, petani memilih menjual ke pedagang karena harganya lebih tinggi. Pada akhimya petani penggarap (penyewa atau bagi hasil) yang paling repot uniuk memenuhi kebutuhan biaya produksi, sehingga selain bertani mereka juga membuat bata untuk mendapatkan uang tunai (cash) lebih cepat. Usaha batu bata rnerah bagi petani kecil di desa Joho narnpak lebih rnenguntungkan. Sebagai contoh, menurut ketua kelornpok tani Makaryo, pada panen musirn tanarn I (rendengan) harga gabah 1 Kw lebih rendah dibandingkan harga batu bata per 1000 biji. Selain itu rnenanarn padi lebih tinggi resikonya daripada mernbuat bata, sehingga petani kecil lebih rnernitih rnengutamakan rnembuat bata. Namun struktur tanah yang diambil adalah lapisan atas, sehingga kesuburan tanahnya hilang. Petani menggunakan pupuk kandang untuk memperbaiki kesuburannya. Seorang petani kecil menuturkan sawahnya telah dijual semua tanahnya, ia rnendapatkan uangnya tetapi tidak dapat rnengernbalikan kesuburan tanahnya.
6.4.1.3. Teknologi Pengairan: Dari lrigasi ke Pompa
Sebelum ada Dharma Tirta, pengairan sawah-sawah petani masih diurusi oleh seorang ulu-ulu. Petani bekejasama memelihara saluran dan diarahkan oleh ulu-ulu. lrigasi untuk petani di desa Joho bersumber dari dam trani (dari gunung Lawu) dan waduk lalung. Pada saat jarang hujan, pengairan digilir seminggu sekali untuk desa-desa se kecamatan Mojolaban. Sedangkan saat musim kemarau ('ketigo') desa Joho hanya mendapat jatah pengairan setengati bulan sekali. Pada rnasa itu.petani hanya bisa 2 kali tanam padi, musim tanam II bantuan pengairan dari sungai sudah tidak sampai sehingga banyak tanaman padi mengalami puso. Musim tanarn Ill digunakan petani untuk rnenanarn palawija (kedelai dan kacang tanah) akan tetapi supaya kebutuhan air tercukupi maka penanaman palawija tenebut diatur, sebagian petani bisa menanarn sedangkan sebagian lain tidak usah rnenanarn (penggiliran blok). Setelah ada Dharma Tirta (P3A). petani rnulai menggunakan (menyewa) teknologi sumur pantek. Pada rnusirn tanam Ill Dharma Tirta tidak mengambil biaya, hanya kalau dari waduk rnasih ada air maka Dharma Tirta akan mernbagikan air tersebut dengan rnendapat imbalan jasa dari petani.
Untuk
satu kali pengairan dikenakan biaya Rp 5000.-, padahal untuk bisa diinarni s ('dilepi') terlebih dahulu sebanyak dua kali. Oleh karena maka sawah h a ~ diairi itu Dharma Tirta menerapkan penggiliran blok yang dapat diairi pada musim
tanam Ill. Sedangkan bagi petani yang tak mendapat bagian air mernilih rnenggunakan (rnenyewa) sumur pantek supaya bisa menanam pada musirn tanam Ill. Meskipun untuk itu mereka haws menyisihkan sepertiga hasil panennya untuk membayar pengairan dari surnur pantek. Perbedaan antara pengairan dari sungai (irigasi) dengan sumur pantek adalah pengairan dari sungai bisa mernbuat petani rnelakukan penanaman secara serernpak. Sedangkan pengairan dari sumur pantek mernbuat petani hams rnelakukan penanaman secara bergiliran (tidak bisa bersamaan). Pada musirn kernarau (musim tanarn Ill) bagi petani yang rnendapatkan air rnerupakan rahrnat. Menurut pegawai (KCD) Dinas Pertanian, pada musim
kemarau produksi padi meningkat dengan syarat air tejamin. Harga gabah basah pada musim kernarau dapat rnencapai Rp 550.-kg, padahal musim tanam I (rendeng) hanya Rp 320,- per kg. Oleh karena itu setelah ada sumur pantek petani mengubah pola tanarn dari padi-padi-palawija menjadi padi-padipadi supaya mendapat keuntungan lebih banyak.
6.4.1.4. Krisis Lingkungan Alam
Pengalihan teknologi petani kepada teknologi baru yang dirnulai dengan penanaman padi varietas baru, di satu sisi telah dapat rneningkatkan produksi padi tetapi disisi lain telah memunculkan krisis lingkungan alam yang ditandai dengan serangan hama wereng pada tahun 1975. Menurut sekretaris desa, pada saat itu seluruh areal sawah petani di desa Joho yang ditanam pada musim tanam I tidak dapat dipanen ('paceklik'). Selanjutnya petani kesulin untuk menanam padi pada rnusim tanam II karena tidak ada biaya. Mereka kemudian nekad rnenanam kembali padi varietas lama ('pan Jawa') atau bahkan tidak menanaminya lagi. Seorang petani kaya rnenuturkan perbedaan penggunaan padi varietas lama dan baru, hasil padi varietas lama tidak seberapa tetapi dapat disimpan di lumbung untuk waktu lama sehingga pada saat paceklik dapat dijual dengan harga tinggi. Sedangkan hasil padi varietas barn Iebih banyak tetapi tidak tahan lama disimpan. Padi varietas baru disimpan lama malah berkurang bobotnya, rasanya juga menjadi tidak enak. Oleh karena itu setiap kali panen langsung dijual ke RMU ('selepan'). Bahkan pada petani kecil setiap kali panen langsung ditebaskan di sawah, tidak pemah lagi membawa pulang padinya. Hasil petani semakin tidak ada harganya ('ajine') apalagi ketika ada serangan hama. Seorang petani kecil yang selalu menjual tanahnya untuk pembuatan bata merah pada musim kemarau rnengatakan bahwa setelah tanah diambil bisa langsung diairi, ditraktor dan diinami lagi tetapi hasilnya akan berkurang (menurun 2 kwl patok) dibanding musim tanarn Ill (kernarau) tahun lalu. Oemikian pula untuk pembuatan bata sendiri rnernerlukan tarnbahan pupuk
kandang supaya batanya tidak
pecah.
Oleh karena itu rnenurutnya,
pengambilan tanah perlu digilir tiga tahun sekali. Tanah yang diambil untuk pernbuatan batu bata pada musirn tanam Ill umumnya milik petani kecil tak berrnodal, karena tak mampu rnernbayar biaya pengairan maka lebih baik diual dan mendapat uang lebih cepat. Selain itu mereka berlomba merendahkan petak sawahnya agar lebih banyak mendapatkan air. Pada awalnya petani kecil mendapatkan manfaat ekonomi yang besar tetapi kernudian dilihat dari posisi tanahnya maka petani rugi.
6.4.2. Petani dan Lingkungan Sosial
Perubahan hubungan antara petani dengan lingkungan sosialnya, yaitu sesama warga desa, dimulai ketika proses rnodemisasi yang dicirikan oleh komersialisasi pertanian (serba uang) dan pendidikan telah mengubah perilaku petani.
6.4.2.1. Pendidikan Sebagai Jalan Memperoleh Kedudukan (Drajat)
Perubahan orientasi pendidikan telah rnernbuka kesempatan bagi petani untuk memasuki golongan priyayi. Dengan menyekolahkan anak-anaknya hingga menjadi sajana, mereka berharap anak-anaknya bisa bekeja rnenjadi pegawai negeri dan rnasuk dalarn lingkungan priyayi alik. Seorang mantan sekretaris desa menceritakan bahwa desa Joho merupakan gudangnya mahasiswa. Data tahun 1993 menunjukkan 1.4% penduduk berpendidikan tamat universitas dan 24% berpendidikan tamat SMTP dan SMTA. Untuk dapat rnenyekolahkan anaknya petani rela menjual sawahnya, akan tetapi keinginan untuk menjadi pegawai negeri temyata sulit diijudkan. Mereka yang tamat SMTP atau SMTA kemudian rnenjadi buruh pabrik, sedangkan mereka yang lulus sajana kebanyakan menganggur. Dalam perternuan minggon di dusun Jatimalang, beberapa informan menuturkan ha1 ini:
Kalau pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan pendidikan dianggap belum bekerja. Seorang lulusan sarjana disebut bekerja bila menjadi pegawai negeri. tamatan SMP atau SMA menjadi buruh pabfik. Oleh karena itu banyak sajana menganggur, sedang untuk menjadi pengrajin bata atau buwh tani merasa malu. Yang penting adalah gengsi karena keinginan mencapai kedrajatan.
6.4.2.2. Diferensiasi Pekerjaan Sebagai Tuntutan Kebutuhan Materi
Kebutuhan hidup keluarga dan biaya produksi pertanian yang semakin 'serba uang' rnendorong petani dan keluarganya untuk bekerja nafkah ganda. Selain rnenjadi petani, pekerjaan non pertanian yang ada di desa Joho adalah pedagang (bakul) kecil-kecilan, buruh pabrik, tukangl buruh bangunan dan pengrajin bata. Pekejaan berdagang di desa Joho sudah dimulai sejak lama, rneskipun sampai sekarang tidak mernpunyai pasar sendiri. Pasar terdekat terletak di kecarnatan Mojolaban. Di dukuh Gondang Lor terdapat seorang pedagang sapi ('jagal sapi') yang dianggap sebagai cikal bakal pedagang sapi di Joho. Seorang pedagang ternbakau (bakul kinang) rnenuturkan kepada saya: Mbah Kartorejo, terkenal sebagai mbah jagal, membeli kuda maupun sapi ke Ngawi dan dagingnya dijual ke pasar Bekonang-Mojolaban. Selain itu Mbah Kartoikromo, terkenal sebagai mbah bako, bejualan kinang dan tembakau untuk 'nginang'. la juga membeli dari Ngawi dan dijual ke pasar Bekonang. Sampai sekarang anak cuwnya masih meneruskan, tetapi hanya mengambil dari pedagang lain dan menjualnya. Dari hasil dagang inilah. dulu bisa meminjarnkan uang untuk membayar pajak para penggarap sawah yang tak mampu.
Untuk rnernenuhi kebutuhan sehari-hari warga desa tidak perlu ke pasar Bekonang.
Banyak wanmg-warung
kecil
di
rurnah
penduduk
yang
menyediakannya, ada pula bakul keliling yang menjual daging ayam, tahu, bumbu dapur sarnpai makanan matang. Pekerjaan sebagai buruh pabrik lebih banyak dilakukan oleh kaum rnuda, yang setelah rnenarnatkan pendidikan SMP atau SMA tak bisa
mewujudkan keinginannya menjadi pegawai negeri. Seorang buruh pabrik menuturkan kepada saya: PaMkdi sepanjang jalan palur menuju Karanganyar berdiri s e k i r tahun 19781980. la dan sesama pemuda lainnya mulai bekerla di pabrik tahun 1983 (ke Duniatex, Kusumahadiiex). dengan membawa ijasah SMP. Banyak pemuda Joho yang kemudian menjadi mandor atau staf, mereka mernbawa kenalan untuk bekerja di pabrik. la dan kawan-kawannya selain bekeja di pabrik, di Nmah (sepulang keja) masih bisa keja sambilan membuat bata. Hasil dari b u ~ pabrik h untuk kebutuhan pangan dan sandang, hasil dari bata untuk kebutuhan anak sekolah dan tabungan ( b e ~ p abahan bangunan, kayu) untuk membuat rumah. Kawan yang masih bujangan jika hemat bisa membeli sepeda motor, dan yang wanita mernbeli perhiasan ernas. Pekejaan menjadi tukang atau buruh bangunan sernakin banyak dilakukan bapak-bapak atau pemuda di desa Joho terutama setelah ada proyek pembangunan kernbali kraton Surakarta yang terbakar pada tahun 1991. Salah seorang ibu anggota Pakoso (paguyuban kraton Surakarta) dan seorang mandor bangunan menuturkan: Setelah kebakaran kraton Surakarta, banyak pemuda dari desa Joho diiawari untuk ikut bekeja membangun kraton sebagai buruh bangunan. Anaknya juga ikut dan mendapal upah Rp4500,-Ihari. Sebagai mandor bangunan. Pak Samidi sudah bekeja di kraton sejak tahun 1987 dan diangkat menjadi lurah anon-anon. la mendapat upah Rp 10.000,-lhari dan uang makan Rp 1000,-lhari, sedangkan buruh mendapat upah antara Rp 4500 - 6500.-lhari tanpa uang makan. la sering membantu b u ~ h n y a obat dan makan sebagai rasa syukur mendapat rezeki setelah 'ngalap berkah'di kraton. Hasil dari bumh bangunan untuk kebutuhan makan seharihari. Pekejaan rnembuat batu bata merah sebenarnya dilakukan oleh hampir semua penduduk desa Joho, tua-rnuda, pria-wanita. Umumnya mewpakan pekerjaan sambilan, kecuali di dusun Joho yang menganggap membuat bata lebih pokok (penting). Menurut kepala dusun Joho, bagi warganya membuat
bata penting, sehingga berani menjual sapi untuk rnernbeli tanah ('lungko') bahan baku bata. Dua orang ibu (Yu Sarnidi dan Yu Sugiyono) yang sehariharinya membuat bata menuturkan kepada saya: Baik Yu Samidi maupun Yu Sugiyono mengerjakan sendiri pernbuatan bata dari mulai 'ngiles' sampai 'mbesem', kadang suami membantu mencampur tanah dan menghaluskannya. Yu Samidi rnembuat bata setelah pekerjaan rumahtangga selesai, tetapi kalau sedang ada di sawah (bekerja menyiangi rumput) pekejaan membuat bata ditimggalkan. Hasil dari bata digunakan untuk rnernbeli ('ditanjakke') kebutuhan penting misal biaya sekolah dan perlengkapannya. sepeda motor. dan tabungan untuk membuat rumah bagi anaknya. Untuk Yu Sugiyono, hasil dari bata diputarkan untuk membiayai sawahnya dan membeli tanah bahan pembuat bata lagi. sisanya untuk kondangan ('gadah darnel').
6.4.2.3.
Kelembagaan Sosial Sebagai Tuntutan Kebutuhan Rahayu dan
Rasa Aman Baik petani yang telah mampu rnencukupi kebutuhan hidupnya maupun golongan wong cilik lain (buruh tani, buruh pabrik, b u ~ bangunan, h pedagang kecil) yang belurn tercukupi kebutuhan hidupnya benrpaya untuk menjalin keguyuban dan kerukunan diantara tetangga atau satu komunitas. Keguyuban atau kerukunan tersebut merupakan tuntutan kebutuhan akan rahayu dan rasa aman (slamet) dalarn menjalani kehidupannya. Hal ini merupakan suatu kearifan hidup dalarn pandangan Jawa, yang tidak hanya rnencapai kesenangan fisik (materi) saja tetapi bahwa kesenangan rnateri itu harus dicapai dan akan mencapai kesenangan batin, yaitu rasa slarnet dan tenharn dalarn rnenjalani kehidupannya di dunia. Akan tetapi ketika proses modemisasi. komersialisasi pertanian (serba uang) semakin mendomng petani untuk mementingkan kebendaan (materi). maka perilaku untuk memenuhi kebutuhan rasa slamet dan tentram telah berubah. Kesenangan batin itu tidak lagi dipenuhi melalui keguyuban dan kerukunan bersarna tetapi dengan mengandalkan kebendaan (materi) atau uang itu sendiri. Sedangkan bagi rnereka yang tak rnampu
mencukupi
kebutuhan
menghilangkan rasa
materinya,
slamet
yang
proses
modernisasi
mereka
miliki dan
justru
telah
semakin tidak
rnenentramkan kehidupan rnereka. Rahayu atau rasa sehat merupakan salah satu kesenangan batin dalam pandangan Jawa. Keinginan untuk rnencapai rahayu itu diucapkan dalam doadoa orang Jawa, seperti diucapkan pak Kaum (modin) dalam doa slarnetan rnaupun ucapan doa seorang wanita tua: pak Kaum mendoakan warganya supaya 'nir sambekala. bagas waras, pados pangupo j i i Ian nyambut damel tansah manggih rahayu wilujeng', atau doa Gusti Allah sing kuwaw, paringi teguh rahayu, seger karo waras, paringono kuat' Tindakan kolektif orang Jawa dalam upaya meningkatkan kesehatan dilakukan dalam seluruh siklus (tahapan) h~dupsemenjak lahir, anak-anak, dewasa. Upaya tersebut diiujudkan dalam bentuk kegiatan siametan, untuk rnenjaga kesehatan dari gangguan fisik maupun non fisik. Hal ini berarti pencapaian rahayu diperoleh dengan menjalin hubungan baik dengan rnasyarakat (warga desa) dan alam halus. Pemerintah juga telah melakukan upaya meningkatkan kesehatan bagi warga desa melalui PKK dalam bentuk posyandu di tingkat dusun. Kegiatan posyandu juga masih mencirikan tindakan kolektif yang didasari keguyuban dan kerukunan antar warga. Kasus posyandu Madusari I yang bertokasi di dusun IV (Canden) rnenggarnbarkan ha1 itu: Sejak awal posyandu melayani ibu-ibu dan balita, tetapi rnulai tahun 1996 melayani lanjut usia. Kegiatan ibu-ibu terutarna adalah KB (melayani akseptor pi1 lama. memberi motivasi akseptor pi1agar lebih mantap, memotivasi c a h a b p t o r h), dan Gizi (pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamit, vitamin A pada balita, penanggulangan diare dan pemanfaatan halaman dengan TOGA (tanaman obat keluarga). Kegiatan balita mencakup penimbangan, imunisasi dan pemberian makanan tambahan. Kegiatan bagi lanjut usia mencakup senam, penimbangan dan kegiatan ekonomi (pernbuatan ternpe, jarnu, anyam-anyarnam dari mendong dan batik). Saat ini beranggotakan 30 orang lanjut usia, tetapi yang aktif hadir sekiar 15 orang dan sebagian besar wanla karena yang pria merasa malu ikut.
Pengurus posyandu adalah kader PKB (Petugas Keluarga Berencana) dan juga rnerupakan kader PKK, yaitu istri pamong desa (bu Bayan, bu RT, istri Kepala Urusan) dan pegawai negeri wanita (bu GUN) yang berdornisili di dusun IV. Khusus pengurus posyandu lansia adalah kader aktif posyandu yang sudah tergolong lansia (60 tahun ke atas), dan mereka belajar mengenai cam mengukur tekanan darah dari bidan desa. Salah seorang anggota posyandu lansia (bu Krorno. 73 th) menuturkan kepada saya: ia merasa senang ikut kumpulan, dulu mernang disuruh bu Lurah, tetapi sekarang keinginan sendiri. la semula sakit-sakitan dan sudah tidak kuat berjalan. Setelah ikut kegiatan senarn dan mendapat vitamin, ia rnerasa lebih sehat dan senang karena bisa berkurnpul dengan kawan seusianya. Slarnet atau rasa aman, baik dari gangguan sesama rnaupun roh halus juga menghasilkan suatu kesenangan batin dalam pandangan Jawa. Hal itu juga diucapkan dalam doa slametan menjelang puasa sebagai berikut: 'leluhur bade tuwi, ora rubeda Ian rnboten wonten alangan setunggal menopo. Sageding golong gilik gemolong ing antawis sanak sederek, tangga tepalih. kadang mitra sageda ngajengaken manunggal, sarni rujuk rukun Ian pinayungan dening Gusti ingkang rnaha agung'. Upaya untuk rnencapai slamet atau rasa aman diwujudkan dalam bentuk kegiatan slametan diseluruh siklus hidup manusia, yang menceninkan hubungan baik dengan alam halus rnaupun sesarna (tetangga). Tindakan kolektif yang dilandasi keguyuban dan kerukunan untuk mendapatkan rasa aman (slarnet) juga beliangsung dalam kegiatan ekonomi (di sawah, antara petani dan buruh tani) rnaupun kegiatan sosial (tolong menolong dalarn hajatan, arisan) serta kegiatan politik (pertemuan minggon). Tetapi ketika semua bidang kehidupan menjadi serba uang (komersialisasi pertanian), maka keguyuban dan kerukunan dalarn mendapatkan rasa aman (slamet) juga berubah. Dalam kegiatan ekonorni, kasus sewang petani penggarap (bagi hasil) dan seorang petani kaya menunjukkan hal itu:
Lik Samidi sudah lama menggarap sawah milik mantan Lurah sebanyak 2 patok dengan sistem bagi hasil,
dalam bentuk uang bukan gabah. Tetapi
biasanya mantan Lurah tenebut yang minta (menentukan) uang yang diminta untuk 2 patok itu. Pada tahun ini mantan Lurah tersebut hanya memberikan garapan 1 patok kepada Lik Samidi, karena yang 1 patok dqual untuk biaya pendidikan anaknya. Sedangkan seorang petani kaya (pak Mitm) lebih banyak menggarapkan sawahnya kepada kerabatnya saja juga dengan sistem bagi hasil. Tetapi ia lebih memilih menerima dalam bentuk gabah, sehingga dapat disimpan dan dijual kernbali pada saat paceklik dengan harga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa seorang petani kaya dalam memenuhi kebutuhan rasa aman
(slamet)
lebih memilih rnenggunakan uangnya
(kebendaan) daripada mengandalkan keguyuban. Dengan pendidikan tinggi yang dicapai anaknya dan dengan harapan dapat menjadi pegawai negeri atau dengan rnenyirnpan padi,
seorang petani kaya rnerasa lebih tejamin
kesetamatannya di masa depan, daripada mempertahankan 'hbungan dengan buwh tani. Sedangkan dengan keadaan tersebut, buruh tani justru semakin kehilangan rasa aman (slamet) nya. Dalam kegiatan arisan, kasus perkurnpulan arisan di dukuh Canden menunjukkan perubahan fungsi arisan dari fungsi sosial semakin ke fungsi ekonomi, sebagai berikut: manfaat arisan semula adalah untuk keguyuban, saling menyampaikan informasi (pengetahuan) tentang kegiatan rumahtangga (resep masakan, pengobatan), kas bersama untuk menolong yang kesulitan dan mendapatkan kesenangan karena bisa berkumpul bersama. Tetapi sekarang, pengurus arisan semakin keberatan kalau dihutangi anggotanya, karena belum tentu dikernbalikan. Seorang pengurus menuturkan kepada saya: 'kalau ia tidak mau rnemberikan pinjaman, nanti dicela (dirasani) karena dengan tetangga sendiri tidak mau meminjami. Sedang kalau diberi pinjaman, nanti tidak bisa membayar hutangnya. Sshingga setiap pembukaan kas arisan (biasanya menjelang lebaran) pengurus tidak bisa mengembalikannya kepada anggota. Hal ini dialami seorang anggota yang belum bisa membayar
kembali hutangnya, sehingga ia merasa malu karena terus ditagih dan memutuskan untuk tiak ikut arisan lagi. Dalam kegiatan pertemuan minggon (perkurnpulan antar warga se dusun) untuk mernbahas kegiatan pembangunan di dusun, yang semula digunakan untuk menjalin keguyuban dan kerukunan antar warga dalam rnembangun dusun Cende~ng menjadi tempat
penyampaian informasi
pembangunan desa dan penarikan iuran untuk kas desa.
Kasus pertemuan
minggon di dusun Ill menunjukkan ha1 lu: menurut kepala dusun Ill, tujun dari perkumpulan itu adalah untuk menggerakkan warganya agar dapat membangun k e ~ k ~ n a(tidak n ada pekelahian) diintam mereka, karena disadari setiap orang mempunyai keinginan sendiri-sendiri. Selain itu jwa dibahas (sarasehan) cara mewujudkan prasarana pembangunan (misal jalan) di dusun, serta meningkatkan tolong menolong (gotong myong) antar warga agar keluarga dapat tentram. Pertemuan minggon itu dilakukanliap selapan (28) hari sekali, diikuti dengan arisan dan iuran sebesar Rp 2500,- (pembangunan dukuh 1000,-, juru kunci makam 300,-. Sosial 200,- dan 1000,- untuk arisan). Supaya
berhasil seorang pemimpin harus memberikan wntoh. Tetapi ia mengeluhkan penambahan iuran untuk desa, 'jika yang punya mau adatah penggedenya, maka yang orang kecil tidak akan kuat'.
6.4.3. Petani dan Lingkungan Budaya :Pencarian Rasa Ketentraman Ketentrarnan atau rasa ayem rnerupakan kesenangan batin yang utama dalam pandangan Jawa. Ketentrarnan ini tidak dicapai melalui hubungan keguyuban dan kerukunan dengan sesama, melainkan dalam hubungannya dengan kekuasaan yang lebih besar (Gusti ingkang maha agung). Dalam doa slametan juga diucapkan: 'tansah pinayungan dening Gusti ingkang maha agung, anggenipun jinejer wonten alam donya pinaringana kuwat iman, bakoh tabah tawakal anggenipun ngayati jejibahan'. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang selalu ingat akan Tuhannya, akan bisa mengendalikan din dan rnemunculkan perasaan ayem
tentram.
Dalam
pandangan Jawa,
ini
bemubungan dengan rasa 'serneleh' atau panarimah dan rasa katresnan (rasa cinta) kepada sesama. Tindakan kolekti yang dilakukan warga desa dalam upaya mencapai ketentraman ini
berlangsung dalam bentuk perkumpulan
Pakoso dan Pangestu, serta kegiatan megengan menjelang puasa. Desa Joho dalam proses pembentukannya sangat dipengamhi oleh lingkungan keraton ~ u r a k a r t a .Tradisi ~ slametan maupun sekaten sudah dilakukan semenjak dulu oleh golongan wong cilik maupun priyayi. Salah satu contoh tradisi slametan yang masih dilakukan sampai sekarang adalah kegiatan megengan (slarnetan menjelang puasa): Pada malam megengan ini, yaitu pada malam menjelang puasa di hari pertama bulan ramadhan, diadakan slametan. Slametan tersebut diadakan di setiap dusun. bahkan di seliap RW, dimana warga di satu RW masing-masing membuat 2 encek asahan% yang berisi masakan dan dibawa ke ~ m a salah h satu tokoh adat untuk dikumpulkan dan didoakan secara bersama-sama oleh pak Kaum dan beberaw warga laki-laki. Setelah diiakan boleh diambil lagi dan dibawa pulang ke mmah masing-masing. Tradisi sekaten yang diadakan di keraton Surakarta juga masih diikuti oleh penduduk desa Joho, terutama rnereka yang tergabung dalam kelompok Pokoso (Paguyuban keraton Surakarta). Asal mula sekaten dimulai dari kerajaan Islam yang pertama di Dernak, yaitu perayaan memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW yang jatuh tepat tanggal 12 Rabingulawal (Maulud ~abi)." Oleh keraton Surakarta perayaan sekaten hingga kini masih tetap diselenggarakan sebagai rangkaian upacara resmi yang dilakukan secara khidmat. diikuti oleh penduduk sekitar wilayah bekas kerajaan. Perayaan Sekaten
tersebut
mencerminkan
kehidupan
keraton
Surakarta
yang
BeCMang -( Mojdaban, dmana desa Joho termawk d dakmnya), tepablya d pemah dWb u M dpcfiadkan pgat penahhhan kemtm T a m &L, ml,leblh besar dan @ahtm (rnukp) Tetap dnmallen akan kernbat ke agama budha @I (GPH Hadwkllap.1990) 53 WI$Yal-
Ss-,
54
..
daun pisang ~ E T W mAcmm : nasi, vap, samba1 goreng,mi,tabu. temp, ikanash. r~akwahdan dm idengan mbunyilen game(an plsaka pen-' mja (KRT. Hqi Handpanigst. 1985). prigyangtsbuzt W
"Pageran d mesid w itu dmanfaatkan para W ~uBm k
mendasarkan pada tuntunan agama \slam tetapi tak meninggalkan tradisi yang telah berlaku.=
6.4.3.1. Pola dan Makna Slametan Pada umumnya terdapat tiga kegiatan besar slametan : membuat encek asahan, doa bersama dipimpin pak Kaum dan sambutan (penjelasan maksud slametan) oleh tuan rumah (tokoh adat): Membuat encek asahan dilakukan oleh setiap keluarga, biasanya di sore hari, bentuk dasamya hampir sama tetapi isi makanannya yang berbeda sesuai kemampuan masing-masing keluarga. Keluarga yang memiliki anggota (orangtua. anak, kakak dan adik) sudah meninggal membuat nasi asahan bebntuk bundar sebesar piring makan 2 buah, sedangkan keluarga yang masih utuh membuat nasi golong berbentuk bulat panjang seperti lontong 2 buah. Isi makanan sesuai kesukaan leluhur, seperti : sayuran (kulupan), samba1 goreng, bakmi, tahu-tempe dan rempeyek ikan asin. Jika pembuatan encek asahan ditujukan untuk leluhur
desa, maka ada keluarga yang masih membuat pancen (pembuatannya sama dengan encek asahan) yang ditujukan untuk leluhur masing-masing. Setelah maghrib (malam tiba), encek asahan tersebut dibawa biasanya oleh anak-anak atau ibu-ibu ke rumah tetua adat atau ketua RT yang menjadi tempat slametan. Kemudian kaum pria (bapak-bapak) mulai berdatangan dan duduk bersila di tikar yang disediakan mengelilingi encek asahan yang telah teratur rapi. Sedangkan anak-anak dan kaum ibu duduk bergerombol di luar atau di depan pintu melihat acara slametan berlangsung. Dalam kegiatan slametan ini, baik kaya maupun miskin duduk bersama di tikar sebagai satu kesatuan komunal, demikian pula encek asahan yang ditata rapi siap untuk didoakan bersama tanpa membedabedakan siapa pemiliknya. Setelah semua keluarga terwakili, maka tokoh adat sebagai tuan rumah membuka acara tersebut dengan menjelaskan maksud slametan tersebut, yaitu
56
"WorglslamaanhpgskeJawap,hqJ~awaora~@kelotame"(~$tamdJawatakdapat meniWkan adat Jawanya, jllga orang Jgwa tak merd-kan agama h n y a ) .
I
untuk mengawali datangnya bulan puasa. Kemudian doa bersama yang dipirnpin oleh pak Kaum dirnulai. Doa megengan selalu diawali dengan doa keselarnatan (slarnet) dan doa kubur. Jika dalam doa keselamatan digunakan bahasa Jawa, rnaka doa kubur digunakan bahasa Arab (caracara Islam) dan diakhiri dengan menjelaskan makna dari setiap hidangan yang disajikan. Setelah selesai berdoa bersama rnaka setiap orang yang hadir (mewakili keluarganya) rnenyerahkan uang Rp 100,- kepada pak Kaum (Modin) sebagai tanda terimakasih telah didoakan keselamatan keluarganya. Akhimya istri tuan rumah yang menyediakan hidangan tambahan berupa ayam ingkung, nasi uduk dan pisang tandan membagi-bagikan hidangan tersebut ke seluruh warga yang hadir, sebagai tanda berakhimya acara tersebut Satu persatu anak-anak atau ibu-ibu mengambil kembali encek asahan mereka yang telah didoakan dan dibawa pulang ke rumah masing-masing untuk dimakan bersarna keluarganya. Biasanya encek asahan milik orang kaya tidak diambil lagi dan diberikan kepada tetangganya yang kurang mampu. Menurut pak Kaum, kegiatan slametan pada malam megengan itu merupakan suatu upaya nguri-uri (melestarikan) budaya Jawi Surakarta Hadiningrat. Dalam doa pembukaan (doa keselamatan) dalam bahasa Jawa, dikatakan oleh pak Kaurn bahwa : 'leluhur bade tuwi, ora mbeda Ian rnboten alangan setunggal menopo. Sekul asahan kangge leluhur, pados pangupo jiwo Ian nyambut damel tansah manggih rahayu. Golong kajawi (golong giling manunggal, rujuk rukun, rnboten wonten alangan setunggal menopo). Apem
-
songsong, pinayungan dening Gusti ingkang maha
agung' (artinya: para leluhur yang sudah meninggal akan datang berkunjung, tidak mengganggu dan lidak menghalangi kegialan apapun. Keluarga yang masih hiiup mernberikan
hidangan untuk para leluhur, agar leluhur mendoakannya dalam
mencari rezeki dan bekeja selalu sehat walafiat, suami-istri dan antar anggota keluarga lainnya selalu bersatu, rukun, tidak menemui halangan apapun, serla selalu dalam lindungan Allah yang rnaha agung),
Makna dari slametan tersebut adalah supaya warga yang esok harinya akan menjalankan ibadah puasa dapat 'nir sambekala, bagas waras, sedaya saged kasembadan' (tidak ada gangguan, sehat walafiat, semua maksudnya terlaksana) dalam menjalankan ibadah puasa. Tetapi secara lebih luas dapat diartikan pula bahwa dalam menjalankan ibadah mencari rezeki untuk mencapai kesejahteraan materi, dapat dilakukan dengan badan sehat (rahayu), tidak menemui halangan (slamet) baik dari yang sudah meninggal, keluarga maupun tetangga sekitarnya, dan sesuai dengan perintah Allah (tenteram). Dalam membina hubungan dengan tetangga tidak membedakan yang kaya dan yang miskin serta yang lebih mampu menolong yang lebih miskin (contoh: memberi makanan). Apakah makna slametan bagi warga desa ? Seorang tokoh adat ketika ditanya rnengatakan bahwa kegiatan megengan di ~ m a h n y amerupakan gambaran keikutsertaannya dalam budaya masyarakatnya. Dengan melakukan slametan, ada dua manfaat : pertama, 'wong ngeli - tiru-tim supoyo aman' (artinya: mengikuti perintah I aturan lingkungannya supaya aman), yailu dalam hubungannya dengan lingkungan komunalnya. Secara lebih luas, ha1 ini bisa diartikan bahwa setiap keluarga sebaiknya memiliki tata cara hiiup dan bemubungan yang hampir sama dengan tetangga lainnya (seumumnya), t i a k terlalu berlebihan dan tidak tedalu kekurangan. agar tidak dikualkan oleh tetangganya. Kedua, mengilim hiiangan dan doa untuk leluhur untuk mengingatkan bahwa apa yang telah dipernleh selarna ini adalah melalui perantaraan orangtua ('wiwit metu jedul diopeni wong two,mulo kirim pisungsun marang wong two'). Dalam lingkungan keluarga, sebagai anak harus selalu menghormati orangtua yang telah mengasuh dan membesarkan. Dalam k d h n dengan kesejahteraan hidup, menurut petani tersebut, kecukupan atau kekurangan itu tidak ada batasnya (secara fisik), batasnya adalah dalam rasal hati ('roso panarirnah', artinya perasaan meneri~na).~' Orang
51
Ada orag yang sudd~ memilld Rmah tingka, r n d L n mata merssa masih kekurangan. S e M i i a& orang
vans tidak memimi apbapa telapi mnerina keadaannya (dianggap selesai).
yang memiliki rasa menerima (tenteram hatinya) itulah yang dianggap orang kaya (sugih). Kegiatan slametan seperti malam megengan tersebut dulu dilakukan juga pada malam 21, 23, 25, 27 dan 29 di bulan puasa. Tetapi setelah 6 tahun ini berubah hanya pada malam 1, 21 dan menjelang lebaran. Perubahan tersebut juga diikuti oleh perubahan makna slametan, menjadi lebih sempit untuk menjaga hubungan baik dengan tetangga sekitamya. Seorang pedagang beras dan pengusaha RMU, yang menjalankan puasa dan ikut tarawih di bulan ramadhan, mengatakan: keluarganya melakukan kegiatan slametan di malam megengan hanya ikut-ikutan. 'Melu ombyake tonggo' (ikut apa yang dilakukan oleh tetangga sekitarnya), karena kalau tiiak ikut dianggap mentang-mentangsudah kaya tidak mau lagi menyumbang untuk kepentingan umum. la juga tidak mengambil lagi encek asahan yang sudah didoakan dan ditinggalkan untuk tetangganya yang tidak mampu. Secara lebih luas ha1 ini dapat ddirtikan bahwa makna slametan tak Lagi berkaitan dengan tata cara kesejahteraan hidup, kecuali untuk menjaga hubungan (agar dapat diterima baik) dengan tetangga sekitarnya dan mempemleh rasa aman.
6.4.3.2. Pola dan Makna Sekaten
Perayaan sekaten dimulai pada tanggal 5 Rabbingulawal ketika gamelan sekaten yang diletakkan di depan mesjid besar mulai dibunyikan. Perayaan sekaten mempergunakan 2 perangkat gamelan, yang di sebelah selatan dinamakan 'Kyai Guntur Madu" sebagai lambang Syahadat Taukhid, yang di sebelah utara dinamakan "Kyai Guntur Sari" sebagai lambang Syahadat Rasul. Pada hari pertama yang lebih dulu ditabuh adalah Kyai Guntur Madu dengan memperdengarkan gending 'Rambu" (bahasa arab: Robbuna, artinya Allah Pangeranku), disusul gamelan Kyai Guntur Sari yang memperdengarkan
58
Sebmwnp flatam hati -n tidak ada g u m s h n e M , malahan lebih bermanfaatmembuat matcanm m k dmakan kelmpnya dan dibagldagilcan ke tetangganya. la tidak membuat pancen, hanya mendoakan wa.
gending 'Rangkung" (bahasa arab: Roukhun, artinya jiwa besar atau jiwa ag~ng).'~ Setelah perayaan sekaten berlangsung 7 hari, rnaka tanggal 12 Rabbingulawal diadakan upacara selarnatan dengan sesaji "Gunungan" yang diselenggarakan oleh Sinuwun Paku Buwono. Puncak perayaan sekaten berbareng dengan "Garebeg Maulud Nabi", dan dipusatkan di mesjid besar yang terletak di sebelah barat Alun-alun Utara keraton Surakarta: Upacara selamatan ini dimulai dengan printah Sinuwun kepada Pepatih Dalem
untuk menyampaikan perintah kepada kyai Penghulu Tapsiranom agar memirnpin upacara selamatan Maulud Nabi SAW serta membacakan dm seperlunya. Pejalanan rombongan pernbawa sesaji Y;unungane dari Kraton ke mesjid besar dipimpin langsung oleh Pepatih Dalem dengan diiringi pembesar Kraton, dan didahului tarian yang dinamakan "cantang balung'. Dalam iring-iringan dari halarnan Kumandungan rnenuju mesjid besar,
be rjalan paling depan Gunungan laki-laki (sebanyak 2 buah) berselang dengan Gunungan perernpuan (2 buah), diantaranya terdapat anak-anak (saradan) dan dibelakangnya adalah ancak cantoka (24 buah) dalam fonasi berjajar duadua.-
Perjalanan diapit oleh abdi dalem panmu-rnanbi. Dibelakang sendiri
bejalan seorang Bupati Pangrehprojo sebagai penutup. Sesarnpai di serarnbi rnesjid besar maka Pepatih Dalem rnernberitahukan hajat lngkang Sinuwun kepada kyai Penghulu Tapsiranom serta minta dibacakan doa menurut semestinya. Kyai Penghulu Tapsiranom selanjutnya rnernirnpin jalannya upacara sarnpai selesai. Kernudian Gunungan dan tumpeng s e w dibagikan kepada sernua yang hadir sebagai tanda berakhimya perayaan sekaten tersebut Puncak perayaan sekaten yang disebut juga %rebeg Maulud Nabi" rnerupakan salah satu adat kraton Surakarta yang bertujuan untuk rnernohon mu& paipe(ani p&aya W u &&uf&an pect* )a& ibeh padasekaten,tern&&a*n cepat bmkehang W dan taklulcem penyald (Kyai MiRT Hardpenngral. I-). . 60 D U L I ~ Bgnugan ~ $Id-lald 12 dan gunuperempuan l2bmh; letapisaat inisaslaikemmpum babm mnngmniad e n g 2 buah. Sepasang urrhk mesjb besar (dbagkan kepda masyamka)dan sepasang utuk lwtar (abdi dalem).
buah
~
~
kepada Tuhan atas keselamatan raja, negara dan rakyat Selain perayaan sekaten, dilakukan pula sesaji Gunungan sebagai simbol sedekahan raja kepada rakyatnya, sebagai rasa syukur atas kemakmuran dan kese~amatan.~' Perayaan sekaten tersebut merupakan perpaduan dua kebudayaan, yaitu kraton (Jawa) dan mesjid (Islam). Hubungan tersebut disimbolkan oleh gamelan yang merupakan budaya Jawa dengan isi gending (lambang) tuntunan agama Islam. Dalam bahasa Jawa, sekaten berasal dari kata "sekati" yang berarti setimbang di dalam menimbang ha1 yang baik atau buruk. Sedangkan dalam bahasa Arab dapat diartikan: (1)sakhatain: menghilangkan perkara dua, yaitu watak hewan dan watak setan; (2)sekatain: menghentikan atau menghindari perkara dua, yaitu sifat lacut dan menyeleweng; (3)sakhotain: menanamkan perkara dua, yaitu ngrungkebi budi sua dan menghambakan diri kepada Tuhan
YME; (4)syahadatain: meyakini kebenaran perkara dua, yaitu "syahadat Taukhid (yakin adanya Allah YME) dan "syahadat Rassul" (yakin dan percaya bahwa Nabi Muhammad saw utusan Allah). Secara keseluruhan dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan keselamatan bagi raja, negara dan rakyat, dalam membina hubungan antara raja dan mkyatnya diwujudkan dalam bentuk sedekahan. Sedangkan dalam berperilaku hams menghilangkan watak tidak baik (hewanlsetan, lacut dan menyeleweng) dan berbudi sua dengan percaya kepada Allah YME dan rassulNya. Ketika ditanyakan kepada seorang anggota Pokoso, apa arti mengikuti perayaan sekaten bagi mereka, adalah: untuk 'ngalap b e h h ' (mendapatkan keselamatan dan perlindungan). Seperti diwujudkan dalam doanya ketika memasuki kraton dalam upacara sesaji gunungan, yaitu: nyuwun berkah pangestu, mboten wnten alangan setunggal menopo Ian nyuwun kiyat sak anak bojo (aftinya: mohon keselamatanden perlindungan, semoga dalam hidup tidak menemui halangan apapun dan memohon kekuatan sekeluarga).
Dan dalam meyakini bahwa raja akan memberikan berkahnya, maka ketika gunungan sudah dibagikan mereka b e ~ ~ a huntuk a mendapatkan bagian (apapun yang bisa dipemleh, bahkan sampai lidinya). Bagian dari gunungan itu kemudian disimpan sampai perayaan sekaten berikutnya sebagai lambang bahwa berkah raja ada di dalam rumahnya.
6.4.3.3. Pola dan Makna Kelompok PAKOSO: Paguyuban Kraton Surakarta Kelompok PAKOSO merupakan sebuah perkumpulan atau Paguyuban Warga Kraton Surakarta yang anggotanya terdiri dari para abdi dalem kraton Surakarta yang bertempat tinggal disekitar bekas wilayah kraton tersebut. Keterlibatan kembali warga desa Joho di dalam kraton dimulai sejak kraton Surakarta mernbangun kembali istananya setelah kebakaran pada tahun 1978. Banyak k p a k dan pemuda desa ikut bekeja datam pembangunan kraton tersebut
Setelah pembangunan kraton selesai, kraton tetap menawarkan
warga desa di sekitar Surakarta untuk ikut mengabdi di k r a t ~ n .Pihak ~ kraton membutuhkan warga untuk membantu kesibukan kraton, yang sewaktu-waktu bisa dipanggil untuk mengabdi ('nyengkuyung'). Demikianlah pada tahun 1995 perkurnpulan Pakoso di desa Joho berdiri. Warga desa yang ingin mengabdi kernbali ke kraton disatukan dalam pekumpulan Pakoso. Pada tahun 1995 anggotanya baru 4 orang dan bertambah menjadi 50 orang pada tahun 1997. Kegiatan Pakoso di dalam kraton dilakukan sebanyak 7 kali dalam setahun, yaitu: Muludan/sekatenan, grebegan besar, 1 sum (kirab pusaka). nmah dan jumenengan, malam 21 bulan puasa (selikumn), malam menjelang lebaran dan lebaran pagi hari. Sedangkan kegiatan Ntin dilakukan setiap malam jum'at k l i i n . yaitu melakukan timkatan di katumenggungan (Nmah tumenggung: bupati kraton), untuk mendapatkan pengetahuan kraton tentang rahayu, slamet dan tentrem dalam kehidupan. Dalam setiap kegiatan ternbut, orangorang yang di luar kraton mempunyai beragam pekerjaan, menjadi berstatus sama sebagai abdi dalem. Satu 62
W -
dengan Mitm
w,Lurah Krdton (pergurus Pakoso amk cabang h!+kkan).
25Maret 1997
sama lain sallng hormat menghormati ('jen kinajen? dan sopan santun dalam bemicam.
Apakah makna dan manfaat perkurnpulan Pakoso bagi warga desa ? Menurut Lurah Kraton (ketua Pakoso desa Joho), ketika melamar menjadi abdi dalern kraton ia ditanya pejabat kraton mengapa ingin menjadi abdi dalem ? Ngalap berkah dateng ngarso dalem. kanggo ngreka daya katentreman Ian kasarasan (artinya: untuk mendapatkan keselamatan dan pellindungan dari Raja. agar dapat mencapai ketentraman dan kekuaiaan). la melanjutkan, bahwa ia sangat bemarap: Ngarso dalem saged maringi sawab: tentrem, wilujeng, pados sandang lancar Ian bagas waras. Sjnaosa kulo meniko tiyang mboten gadah, sageda tentrem ayem. kangge kepentingan anak cucu kulo (altinya: semoga raja memberikan doanya agar saya dapat tentram, selamat, mencari nafkah lancar dan sehat. Meskipun ia orang miskin. Ini dilakukan untuk masa depan keturunannya). Secara umum dapat diatiikan bahwa dengan menjadi abdi dalem dan anggota perkumpulan P a k m , ia mendapat jaminan kesetamatan dan perlindungan dari Raja, dan pada akhimya akan tercapai ketentraman dalam hiiupnya. Meskipun secara ekonomi diakui bahwa menjadi abdi dalem kralon (sebagai tukang kebun dengan gelar lurah anon-anon kraton) rnemang kurang hasilnya (setiap bulan hanya mendapat RplO.OOO
- Rp15.000), tetapi bukan itu tujuan utamanya.
"
Anggota Pakoso di desa Joho kebanyakan sudah dewasa dan berkeiuarga. Salah seorang buruh bangunan di kraton Surakarta sejak tahun 1987 mengatakan: Ndilalah kersaning Gusti Allah, saya bisa rnendapat rejeki setelah ngalap berkah di kraton (artinya: dengan kehendak Allah, setelah mendapatkan doa restu dan pengayornan dari kraton saya mendapatkan rejeki dengan mengabdi di kraton. Sejak tahun 1995 buruh bangunan tersebut diangkat menjadi lurah anon-anon dan bertugas sebagai mandor b a n g ~ n a n . ~ Demikian pula yang dikemukakan oleh seorang tukang pijat yang menjadi
63
S e w abdr dalem, hamh R@a,melakukan sesuh y a g tkW benar Xu tidak pantas. I(raton mwpakan wmbamnl mntohtindakm yang serta baik. ismpa begi beragan Bolongan tanp membedbbedakanuntuk memlapatkan katentraman. 64 dmmn Sarfidi, lurah a m , tanggel 15JJi 1987
anggota Pakoso, ikut perkumpulan Pakoso karena keinginannya sendiri untuk menjadi abdi dalem kraton. Selain bisa 'ngalab berkah' dari Raja juga bisa mengikuti kumpulan sesama abdi dalem. Solidaritas diantara sesama abdi dalem nampak dalam kegiatan hajatan (perkawinan) rnaupun musibah (kernahan). Jika salah seorang abdi dalem hendak mengadakan hajatan atau terkena musibah, dengan cara memberitahukan kepada pejabat kraton maka undangan atau berita tersebut akan segera sampai ke anggota lainnya di seluruh wilayah Surakarta dan mereka akan datang b e r ~ m b o n g a n .Dengan ~ demikian selain bermakna memperoleh ketentraman dengan ikut Pakoso, mereka juga
secara
ekonomi
(rnelalui
rnekanisme
tolong
menolong)
mendapatkan manfaat dalam kegiatan yang berkait dengan siklus -hidup manusia. Dalam pertemuan setiap
malam jum'at
di
~ m a hTurnenggung
Budjodipuro (ketua Pakoso cabang kabupaten Sukohajo) anggota Pakoso rnendapat pengetahuan tentang hidup di dunia, antara lain rnelalui tembang Dandanggulo: sabar iku tan duwe serik, sokor iku datan darbe susah. Trimo tan rumongso duwe. dene rilo puniko datan roso lamun darbeni, heklas iku wus nyoto tan nduwei tuhu. Kahananing ngalam donya, sandang pangan manungsa nora ndarbeni, hak ing Ngalah sadoyo. (artinya: orang sabar itu tak memiliki rasa saki hati, orang yang bersyukur tak pemah merasa sedih, orang yang menerima apa adanya tak pemah merasa serba bisa, sedangkan rela itu tak
pemah ingin memiliki, ikhlas itu
mernatuhi kenyataan hidup. Keadaan alam dunia ini, termasuk sandang pangan. adalah kekuasaan Allah semata). Tembang dandanggulo tersebut menyiratkan makna bahwa rnanusia harus selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan hiiup. tetapi pada akhimya semua terserah pada kehendak Allah. Dalam usahanya itu manusia hams beffiikap sabar, bersyukur, menerima, rela dan ikhlas, sehingga mendapatkan ketentraman dalam hiiupnya. 65
Wawancaradagan Mbah Su6, hkang pijat, tageal10 Jauan 1997.J i b ada undangan, kdmnpok P a w h d a h g hsambsama mnyerw colt, memakai seMam (aMi baRm) dan tanspatserta sumbangan d i i bersama (iuan) d e a Joho a
6.4.3.4.
Pola dan Makna Kelompok PANGESTU : Paguyuban Ngesti
Tunggal Kelornpok
PANGESTU
rnerupakan
sebuah
perkurnpulan
yang
anggotanya sebagian besar bapak-ibu berusia lanjut, yang bertujuan untuk 'olah raos' (mengolah rasal batin). Anggota kelompok PANGESTU berasal dari beragarn agama. Menurut ketua kelompok PANGESTU, semua agama adalah baik, sedangkan PANGESTU lebih rnenitikberatkan kepada 'olah raos' dari beragam agama. Dengan mengolah rasa rnaka setiap orang dapat menjaga perilakunya (berperilaku baik) dalam berhubungan dengan orang lain di dalam ma~~arakat.~~ Kelompok PANGESTU di desa Joho berdiri pada tahun 1971 dan ketua yang sekarang adalah juga kepala desa Joho. Perkurnpulan PANGESTU sendiri berasal dari Surakarta dan memiliki kepenguwsan pusat di ~akarta.~' Kegiatan rutin kelornpok PANGESTU adalah pertemuan 'olah raos' setiap malam Jum'at di rumah ketua kelompok: Selepas maghrib biasanya para anggota sudah berdatangan dan kemudian duduk di kuni yang disediakan oleh tuan Nmah dengan posisi melingkar. Mereka yang hadir tidak hanya anggota dari desa Joho saja tetapi juga dari tetangga desa, s e l ~ ~ h n y a kurang tebih sekitar 20-25 orang. Sebagian besar yang hadir adalah orang-orangtua b e ~ s i alanjut, tenrtama kaum pria, seperti pensiunan BUN dan petani. Setelah kuffii penuh maka tuan rumah memulai pertemuan dengan melakukan doa bersama dan dilanjutkan dengan memberikan 'wejangan' (nasehat) tentang kehidupan di dunia berdasarkan ajaran PANGESTU di dalarn mengolah rasal batin.= Kegiatan 'otah raos' tersebut berlangsung sekiiar 2 jam. dan diakhir acara maka nyonya rumah menghiiangkan makan malam ala kadarnya.
66
Wawancaadengan Slharto. Ketua Kelwnpok PangestuJoho, tsnggal a0 Maret 1597
pargms pusat adatah saudara delcat dari ketm kekqok PangestUJoho '' Salah " Wsahya, d u k m iapa yag diing-n dahm menjalani hidup, hali 16ta haws menenplh8
(hasta
dal: elm (beIbakIithdAllah). pacava laxcava Imd Allah). m h h u (menurn mintah Allah). rla h l k Alah % I- (apeyang a d a d ~ - den$en n semw hab), tmen (mmwab laqt).sa& ( t a m meng-p cobam), budluhur (mmlia d a t A M )
Apakah makna dan manfaat perkumpulan PANGESTU bagi warga desa? Salah seorang anggota PANGESTU yang juga ketua LKMD mengatakan dengan mengikuti kegiatan 'olah raos' ia dapat menjaga perilakunya, karena inti dari rasa atau batinnya adalah takut berdosa ganda. Dosa ganda tersebut, misalnya: suatu saat saya menwri dan ketahuan, maka yang
disalahkan adalah saya sendiri sebagai pribadi, sebagai seorang bapak (kepala keluarga), sebagai orang dusun Canden dan sebagai guru. Oleh karena itu apa yang saya lakukan bukanlah untukdiri sendiri, tetapi juga mewakiti dan belpengaruh pada keluarga dan masyarakat. '* Dengan cara mernpelajari sifat-sifat pandiia, antara lain sifat behudi luhur, maka akan dapat menemukan kebahagiaan atau kesejahteraan dalam hidup. Sifat bebudi luhur tersebut atlinya berbuat seha menjaga harga diri (martabat) dan berbuat baik agar jangan sarnpai tercela. Dengan demikian makna dari PANGESTU adalah memperoleh ketentraman dengan mengembangkan perilaku yang baik dalam pergaulan di masyarakat. Beberapa orang warga desa ketika ditanya mengapa tidak ikut kelompok Pangestu mengatakan: yang ikut Pangestu adalah orang-orang yang sudah bebas. Saya masih punya tanggungan (anak yang haNS diberi makan), masih repot dan pikiran belum bisa tenterarn (ayeml lerem) karena masih rnengejar kebutuhan hiiup. Hal yang sama juga dikemukakan seorang tokoh adat sekaligus kepala dusun yang telah b e d a lanjut. Harusnya saya sudah bisa tenterarn, tetapi saya masih memikirkan untuk peninggalan (warisan) anak ww. Menuwtnya, ada 3 ha1 yang harus dipenuhi sebelum bisa tenteram: punya pekejaan (ientiias din), keluarga sudah lengkap kebutuhannya, dan uwsan batin (kejiwaan) untuk memikirkancara h i i ~ p . ~ Dengan demikian makna dari PANGESTU bagi warga desa adalah untuk memperoleh ketentraman melalui perilaku yang h a ~ terpuji. s Sehingga bagi orang yang masih memikirkan kehidupan duniawi masih s u l i untuk mengikuti
69 Wmacam deqan Sltardi. ketua LWD, guru, tanggal 21 10
Nopember 1996 dengan Mbah Joy0 (6 Januari 1587). m h SUa (7 Januai 1887).Mbah H@n (9Maret 1997).
kegiatan PANGESTU. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan duniawi merupakan prasyarat untuk mencapai ketentraman dalam hidup.
6.5. Benih-benih Perubahan dalam Komunitas Desa Joho ANS modernisasi melalui pendidikan dan diferensiasi pekerjaan telah membawa penrbahan dalam komunitas desa Joho, seiring dengan menguatnya agama Islam di kalangan kaum muda. Tradisi slametan maupun upacara pemikahan penganten dengan mengelilingi punden, yang masih banyak dilakukan oleh kalangan tua, tak mau lagi dilakukan oleh kaum muda. Beberapa keluarga menuturkan : Lik Sug baru saja mempunyai seorang cucu dari anak pertamanya (wanita). Anak dan menantunya bekerja di pabrik Mereka juga mengikuti perkumpulan pengajian yana diadakan di rumah mas Wan. Anaknya sehari-hari mengenakan kerndung (iilbab). Ketika ia ingin mengadakan slametan untuk cucunya tersebut, anaknya menolaknya. Tetapi kemudian Lik Sug diijinkan mengadakan slametan, dengan syarat anak dan menantunya tidak ikut serta. Pada saat slametan diadakan maka anak dan menantunya pergi ke ~ m a mertuanya. h Lik Had
seorang pedagang yang rajin ikut kegiatan kemasyarakatan, seperti
kumpulan selapanan (rapat pembangunan di tingkat dusun), datang ke hajatan dan ikut kegiatan muda mudi (seperti sepakbola). Tetapi ia tiiak mau lagi ikut kegiatan slametan, seperli megengan menjelang puasa. Dulu ia merasa sungkan (pekewuh) dengan tetangga jika tidak ikut slametan. Tetapi setelah ikut MTA (pengajian) ia tidak mau lagi melakukannya. Setiap ada hajatan di ~ m a (misal h melahirkan), ia hanya mengadakan syukuran dengan membuat masakan dan langsung dikirimkan ke tetangga (membagi rezeki). Keadaan ini menjelaskan bahwa kegiatan slametan yang sesungguhnya memberi makna rasa aman dengan menjalin hubungan bertetangga sudah tak lagi dilakukan oleh kalangan muda. Pencapaian rasa aman (slamet) diperoleh kaum muda melalui pengajian.
Perkembangan pengajian di desa Joho dimulai lagi tahun 1970-an setelah pada masa jayanya PKI tahun 1960-an mengalami kehanwran. Seorang tokoh agarna lslam (rnbah Atm) menceritakan bahwa : Di dusunnya dulu adalah basis PKI. Setelah ia pensiun jadi guru tahun 1985, agama lslam mulai ia sebarkan dari mulut ke mulut mulai dari Iceluarganya sendiri. Semua anggota keluarga alhamdulillah sudah menjalankan ibadah. la mengadakan pengajian di pendopo rumahnya. Kemudian dari hasil taspen sebesar 1.5 juta per tahun diiambah tabungannya sebesar Rp 500.000. sebagian disisihkan
untuk
membeli bahan bangunan dan akhimya pada saat itu ia juga biisa membangun mushola (langgar) di halaman rumahnya. Pengajian diadakan di rumahnya., tetapi ketika mesjii pertama untuk dusun Joho mulai didirikan maka kegiatan taraweh terbagi dua. Anak perempuan tarawih di musola; sedangkan anak laki-laki tarawih di rnesjii.
Pengajian dilakukan tiap sore di rumah , didatangi ibu-ibu dan akan-
anak. Apa yang ia kejakan ini hanya 'Lillahi taala' (semua karena Allah). LDll
(Lembaga
Dakwah
lslam
Indonesia)
rnerupakan
wadah
perkumpulan pemuda-pemudi beragama lslam di desa Joho, yang melakukan kegiatan pengajian. Kegiatan di bawah LDll tersebut dimulai tahun 1985, seperti dituturkan ketuanya: la (mas Wan) sekolah di STM Solo. Ketika bulan puasa ia menyada~iberagama lslam tetapi kok tidak pemah ikut kegiatan keagamaan. Kemudian ia ikut pengajian bersama ternan-temannya di Demakan, hingga terbentuk organisasi UIII. Kegiatan utamanya adalah pengajian rutin setiap sore di mesjii, pada awalnya berlokasi di RW 09, pengajian keluarga sebulan sekali dan pengajian cabe rawit (untuk anak-
anak) seminggu sekali. Pada saat ini kegiatan TPA (tarnan pendidikan Al'quran) semakin banyak karena orangtua sernakin sadar, pada saat mereka kecil ingin mengaji tidak ada tempatnya untuk belajar. Meskipun dernikian sosialisasi pengajian ini juga rnemiliki hambatan. Kalau dulu saat Gestok orangtua tak rnerniliki kesernpatan, pada saat sekarang anak-anak dipengaruhi oleh televisi sehingga untuk ikut pengajian hams bersaing dengan tontonan televisi. Dernikian pula para
orangtua yang sebagian besar bekeja di pabrik (golongan muda) karena kesibukan kerja tak sempat lagi mernbagi waktu untuk pengajian. Hal ini berarti rnasih merupakan persoalan sarnpai mana nilai-nilai agama Islam sudah berakar dalam golongan kaum rnuda tersebut, sernentara nilai-nilai budaya Jawa juga sudah rnulai diinggalkan. Seorang guru ngaji (H. Mul) ketika saya ikuti rnernberikan pengajian di Aisiyah, menuturkan tentang rnanfaat pengajian: Semua orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan kemulyaan sebagai tujuan akhir (surga) hams melalui usaha dan dilandasi keimanan supaya diierima oleh Allah. lrnan berarti memasrahkan dirinya kepada Allah. Siapa saja yang beriman dan bebuat amal saleh akan mendapat ridla Allah. Dengan landasan iman tersebut mereka haws berlakwa dengan melakukan jihad dan amal saleh sehingga mendapatkan ridla Allah untuk menuju kebahagiaan atau kemulyaan (surga). Salah satu cara atau usaha adalah melalui pengajian, yaitu memahami cam-cam berjihad (usaha dengan sungguh-sungguh) supaya bisa mencapai surga.
6.5. Ringkasan: Gerakan Sosial Kesejahteraan Orang Jawa
Golongan wong cilik (petani dan bukan petanif pinggiran rnerupakan golongan yang paling tidak sejahtera. Secara lahiriah (materi) mereka tidak rnerniliki sirnbol kesejahteraan petani maju, yaitu penguasaan tanah. modal (uang) dan tenaga keja. Setelah proses modernisasi, mereka juga kehilangan rasa aman (slarnet) dan rasa ayem (tentram). Di satu sisi, ha1 ini terjadi karena rnereka menempati posisi (status) paling bawah dalarn kesejahteraan lahiriah, sehingga peran rnereka adalah sebagai orang yang dilindungi, hidup ~ k u n dengan sesama dan menghormati golongan priyayi atau wong cilik (petani) rnaju sebagai bapak yang menjadi pelindungnya. Di sisi lain, upaya untuk rneningkatkan status, dengan cara mernperoleh simbol kesejahteraan yang baru tak dapat lagi dilakukan dengan menjalin hubungan dengan petani maju (pelindung lama). Golongan wong cilik pingggiran ini ('kesrakat') hanya memiliki tenaga (ketrampilan, pendidikan) sebagai simbol kesejahteraan. Mereka adalah:
buruh tani, pengrajin bata, b u ~ pabrik, h bufuh bangunan dan pedagang (bakul) kecil. Dalam kondisi tersebut, golongan wong cilik pinggiran berupaya meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan tindakan kolektif di tingkit keluarga, kelompok keja, arisan dusun, slarnetan, pertemuan selapanan dan pakoso. Kecuali kelornpok kerja (kelembagaan hubungan produksi) antara wong cilik dan pernilik modal, tindakan kolektif yang lain memiliki ciri: (1)anggota merniliki motivasi yang sarna dengan tujuan kelompok, (2)anggota menjalin hubungan baik dengan pernirnpin kelornpok yang berperan sebagai bapak (pelindung), (3)solidaritas yang terbentuk diantara anggota kelornpok lebih didasarkan oleh ikatan sebagai kerabat atau tetangga dekat, (4) kepatuhan kepada pemimpin (pengurus) ditunjukkan rnelalui rasa hormat (pengakuan) sebagai pernirnpin dan baktinya. Dalam bentuk hubungan tersebut muncul rasa aman (slamet) golongan wong cilik pinggiran dalarn rnelakukan pekerjaannya. Kenyataan ini membuktikan bahwa: 6.5.1. semakin kuat usaha kolektif pencapaian status kesejahteraan jika
motivasi anggota sesuai dengan tujuan kelompok. kondisi ketidaksejahteraan dalarn struktur yang ada dan pemimpin yang berasal dari rnereka rnerupakan penggerak utama tindakan kolektif golongan wong cilik pinggiran. keputusan pelaku melakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas moral bersama daripada kepentingan investasi individu. tindakan kolektif dapat berlangsung jika ada pemimpin yang marnpu mengarahkan norma kelompok sesuai dengan kepentingan individu anggota kelornpok. Dalam ha1 tindakan kolektif kesejahteraan yang memiliki hubungan dengan program 'atasdesa', golongan wong cilik pinggiran cenderung lebih rnudah berpartisipasi datam kelompok yang berukuran kecil. Kelompok tersebut juga memiliki keernpat ciri di atas. Kenyataan ini membuktikan bahwa:
6.5.2. Organisasi tindakan kolektif berbentuk grup kecil dilandasi solidaritas
berdasar moral benama cenderung menguatkan partisipasi aktif anggota. Solidaritas yang dilandasi kesadaran (moral) bersarna dan sesuai dengan kernarnpuan individu anggota serta keberpihakan pada anggota cenderung menguatkan partisipasi aktif anggota. Dalam kenyataannya keluarga wong dlik pinggiran merupakan keluarga yang berupaya menjaga (rnempertahankan) keseirnbangan agar dapat rnencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Keseimbangan yang dimaksud adalah: (Ikeseimbangan ) fisik Adanya pembagian keja dalam keluarga: bapak rnenjadi buruh tani, ibu menjadi pengrajin bata, anak menjadi buruh pabrik atau b u ~ h bangunan.
Artinya
untuk
rnensejahterakan
keluarga,
rnereka
rnernencarkan sumberdaya untuk beragarn pekerjaan; hasil buruh tani untuk rnencapai status (tanah), hasil mernbuat bata untuk pendidikan (drajat) dan hark benda (sepeda motor), hasil buruh pabrikl bangunan untuk makan dan rnenabung (bahan bangunan) rumah; (2) keseirnbangan sosial : rnenjalin keguyuban (mkun) dengan tetangga dan rasa hormat pada pernimpin (pelindung); (3) keseimbangan batin: menjalani hidup sesuai perannya (rasa tentram). Dalam bahasa Jawa disebut: 'nganggoa kembang tepus kaki' (pakailah ukuran tapak kakimu sendiri), artinya menjadi orang Jawa hams bisa rnendudukkan dirinya sesuai status dan perannya, meskipun sirnbolnya bisa berubah. Dengan dernikian gerakan sosial kesejahteraan orang Jawa rnerupakan gerakan yang bertujuan mengubah kondisi (status) tidak sejahtera rnenjadi sejaMera dengan rnelakukan redefinisi kesejahteraan, yaitu: penggunaan simbol kesejahteraan yang baru. dan pengembalian peranan pernirnpin (di gmp kecil rnasing-masingg) sebagai bapak (pelindung) yang rnarnpu rnemberikan rasa aman (slarnet) dan ayem (tentrarn).