BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Masyarakat Dalam hal ini konsep masyarakat yang di kaji dalam penelitian ini di maksud untuk mendapat pengertian dan pemahaman mendalam tentang pola tingka laku kehidupan masyarakat dalam suatu komunitas, kesatuan kolektif, dalam hal ini interaksi antara masyarakat Sanger dan masyarakat Lokal di Kecamatan Pinogaluman yang di liat dalam penelitian ini. Masyarakat adalah merupakan wadah untuk membentuk kepribadian diri setiap warga kelompok manusia atau suku yang berbeda satu dengan lainya. Didalam suatu masyarakat itu juga warga bersangkutan mengembangkan kebudayaanya yang pasti memeliki ciri khas yang berbeda. Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat dapat menampilkan suatu corak yang khas terutama di terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyrakat bersangkutan. Seorang warga dari satu kebudayaan yang telah hidup dari hari hari kehari dalam lingkungan kebudayaan biasanya tidak telihat corak yang khas itu. Masyarakat juga dapat di katakan suatu wadah dan wahana pendidikan, medan kehidupan manusia yang majemuk (Plural : suku, agama, kegiatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, sosial budaya dan sebagainya.). Manusia berbeda dalam multi kompleks antara hubungan dan antara aksi di dalam masyarakat
itu. Penegrtian masyarakat dalam organisasi adalah kehidupan bersama, yang secara makro adalah tata pemerintahan. Masyarakat dalam makna ialah lembaga atau perwujudan subyek pengelolah menerima kepercayaan oleh, dari dan untuk masyarakat. Hidup bermasyarakat adalah sangat penting bagi manusia karena ia tidak sempurna dan tidak dapat hidup sendirian secara berkelanjutan tanpa mengadakan hubungan dengan sesamanya dalam masyarakat. Hidup bermasyarakat adalah mutlak bagi manusia supaya ia dapat menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni sebagai human being orang atau oknum. Dalam hal ini bukan sekedar dalam pengertian biologis, tetapi benar-benar ia dapat berfungsi sebagi manusia yang mampu bermasyarakat dan berkebudayaan. Pada dasarnya, masyarakat bukan sekedar sekumpulan manusia semata tanpa ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu dengan yang lainnya. Sistem individu mempunyai kesadaran akan keberadaannya ditengah-tengah individu yang lainnya. Sistem pergaulan akan didasarkan atas kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari dapat terjalin dengan baik. Untuk lebih diarahkan pada pemahaman yang jelas tentang arti dari masyarakat Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat, manusia dituntut untuk lebih mengedepankan kepentingan kelompok dari pada kepentingan dirinya sendiri. Dalam tatanan implementasi, setiap individu harus menyadari bahwa dia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari unsur kemasyarakatan sehingga setiap tingkah laku perbuatannya harus melalui berbagai pertimbangan sihingga tidak mengabaikan statusnya sebagai salah satu unsure dalam masyarakat. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Artinya, masyarakat adalah suatu sistem dari cara kerja dan prosedur, otoritas, saling bantu membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks selalu berubah, atau jaringan relasi sosial itulah yang dinamai masyarakat. Maka masyarakat timbul dari setiap kumpulan, individu-individu kelompok manusia yang telah lama. Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain. Hidup bermasyarakat sangat penting bagi manusia, ia tidak sempurna dan tidak dapat hidup sendiri secara berkelanjutan tanpa mengadakan hubungan dengan sesamanya dalam masyarakat. Sebagaimana hubungan individu dalam masyarakat yang pada hakekatnya merupakan fungsional, sekaligus sebagi kolektif yang terbuka dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.
Ciri-ciri masyarakat dalam suatu bentuk kehidupan bersama adalah sebagai berikut: a) Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritia, angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama. b) Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti kursi, meja, dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru yang mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. c) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. d) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. Secara ringkas, kumpulan individu baru dapat disebut sebagai masyarakat jika telah memenuhi empat syarat utama, yaitu: (a) dalam kumpulan manusia harus ada ikatan perasaan dan kepentingan; (b) mempunyai tempat tinggal atas daerah yang sama dan atau mempunyai kesatuan ciri kelompok tertentu; (c) hidup bersama dalam
waktu yang cukup lama; (d) dalam kehidupan bersama itu terdapat aturan-atauran atau hukum yang mengatur perilaku mereka dalam mencapai tujuan dan kepentingan bersama. MacIver dan Page (Atik Catur Budiati,2009 : 13). berpendapat bahwa “masyrakat adalah suatu sistem dari kebiasan dan tata cara, dari wewenag kerja sama antara berbagai kelompok dan pengolangan, dan pengawasan tingka laku serta kebebasan- kebebasan manusia”. Dipandang dari terbentuknya mayarakat, masyarakat dapat di bagi dalam: 1. Masyarakat paksaan, misalnya: Negara, masyarakat tawanan dan lain-lain. 2. Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam: a. Masyarakat natur, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan (horde), suku (stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan. b. Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya: koperasi, kongsi perekonomian, gereja dan sebagainya. Aguste Comte (dalam Abdul Syani,1955 : 46) menjelaskan bahwa”masyaraka t adalah kelompok kelompok hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan pola perkembangan yang tersendiri”.Artinya
tidak bias dikatakan masyarakat jika manusia hidup sendiri tanpa ada orang lain. Dalam proses perjalanannya,masyarakat dengan sendirinya akan membentuk kepribadian yang khas bagi manusia,sehingga tanpa adanya kelompok manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak. Hassan Shadily (Abdul Syani,1986:47) mendefenisikan masyarakat merupaka n bagian besar atau kecil beberapa manusia yang sendirinya bertalian secara golongan dan mempunya pengaruh kebatinan satu sama lain. Setiap individu mempunya kesadaran akan keberadaanya di tengah-tengah individu yang lain. Menurut Roucek dan Werren (dalam Abdul Syani,1995 : 84) membatasi pengertian : masyarakat sebagai kelompok manusia yang memiliki rasa kesadaran yang sama dimana mereka berdiam pada daerah yang sama yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat kebiasaan dalam aktivitas yang sama pula. J.P Gilin dan J.L Gillin (Atik Catur Budiati.2009 : 13) Berpendapat bahwa “ masyrakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat yang bersifat kontiniu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Ralp Linton
(Atik Catur Budiati,2009 : 13). Berpendapat “masyarakat
merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas- batas yang dirumuskan dengan jelas”.
Roucek dan Waren. (Lusdio Slamet Santosa,2007 : 144). berpendapat bahwa “ masyrakat adalah sekelompok manusia yang memeliki rasa kesadaran bersama, mereka berdiam ( bertempat tinggal) dalam daerah yang sama, sebagian besar atau seluruh warganya memperliahatkan adanya adat kebiasaaan serta aktifitas yang sama pula. Linton (Harsojo. 1966:86) mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan social dengan batas tertentu. M.J.Herskovite (Harsojo. 1966:86) menulis bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang di organisasikan yang mengikutu satu cara hidup tertentu. J.LGillin dan J.P.Gillin (Harsojo. 1966:86) mengatakan, bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. S.R.Steinmetz (Harsojo. 1966:86 ) memberikan batasan tentang masyarakat sebagai kelompok manusia yang terbesar yang meliputi pengelompokan manusia yang lebih ketyil yang mempunyai perhubungan erat dan teratur. Maclver (Harsojo. 1966:86 ) yang bebunyi , bahwa masyarakat adalah satu sistim dari pada cara kerja dan prosedur, dari pada otoritas dan saling bantu membantu yang meliputi kelompok dan pembagian sosial laian, sistim dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan.
Cirri-ciri masyarakat dalam suatu bentuk kehidupan bersama menurut Soejono Soekanto (Abdul Syani ,1986 :46) adalah sebagai berikut: a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu social tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis, angka minimumnya adalah dua orang yang hidup bersama. b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mereka juga mempunyai keinginan-keinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya. Sebagai akaibat hidup bersama itu, timbullah system komunikasih dan timbulah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut. c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. d. Mereka merupakan suatu system hidup bersama. System kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya. Dari beberapa defenisi masyarakat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masayarakat bukan sekedar kumpulan manusia semata-mata tampa iakatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu sama lainya. Setiap individu
mempunyai kesadaran akan keberadaanya di tengah-tengah individu yang lainya, sehingga sistem pergaulan yang membentuk kepribadian dari setiap individu yang di dasarkan atas kebiasaan atau lembaga kemasyarakatan yang hidup dalam masyrakat tersebut. 2.2. Konsep Kebudayaan Secara sempit kebudayaan diartikan sebagaiaktivitas di bidang seni, sastra, dan musik, dalam pengertian luas kebudayaan meliputi semua bidang kehidupan manusia oleh karena itu, aktivitas seni merupakan salah satu unsur kebudayaan, Kebudayaan terbentuk dan berkembang sejak terbentuknya masyarakat. Kebudayaan merupakan hasil upaya manusia secara terus-menerus untuk menciptakan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam kehidupan, Kehidupan sehari-hari selalu memberikan tantangan-tantangan kepada manusia untuk menciptakan hal-hal baru, semua hasil ciptaan manusia baik yang bersifat benda-benda fisik maupun yang nonfisik menjadi bagian dari kebudayaan. Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahsa Sansekerta yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan
atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia. Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagia rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini karena manusi mempunyai kemampuan daya antara lain akal, intelegensia, dan intuisi, perasaan dan emosi, kemauan, fantasi dan perilaku. Dengan sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, nyatalah bahwa manusia menciptakan kebudayaan. Kebudayaan adalah sebuah sistem yang utuh yang merupakan penanda dari suatu bangsa yang membentuk masyarakat dalam berbagai skala. Di dalam tubuh bangsa Indonesia hidup berbagai kebudayaan suku bangsa yang mempunyai sejarah perkembangannya masing-masing. Ada yang didukung oleh masyarakat skala kecil seperti pada beberapa suku bangsa kelana, ada pula yang telah mengenal proses membentuk negara dengan cakupan penduduk dan wilayah skala madya, dan ada pula yang pengalaman bernegaranya sampai pada bentuk imperium. Sudah tentu apa yang telah menjadi bagian dari sejarah yang telah silam itu tidak sepatutnya dijadikan isu gugatan dalam menyimak perbedaan-perbedaan budaya yang ada di masa kini di dalam masyarakat Indonesia secarah keseluruhan. Kesadaran sejarah dan pemahaman
budaya amat penting untuk ditumbuhkan di dalam diri seluruh warga negara Indonesia, agar warisan masa silam dapat disikapi dengan arif dan masa depan dirancang dengan jiwa besar. Baik kesombongan maupun kekerdilan jiwa tidak akan memberikan sumbangan positif apa pun bagi pembangunan kekuatan bangsa. Mengemukakan bahwa kebudayaan adaalah cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan sesuatu waktu. Artinya, kebudayaan adalah hasil buah budi manusia yang merupakan makhluk berbudaya, karena melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan bergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaannya. Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non material. Kebudayaan material antara lain hasil cipta, karsa,yang berwujud benda, barang alat pengolahan alam, seperti gedung, pabrik, jalan, rumah, dan sebagainya. Sedangkan kebudayaan non-material merupakan hasil cipta, karsa yang berwujud kebiasaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Tujuh unsur kebudayaan dalm universal yaitu system religi dan upacara keagamaan, sisitem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian. Untuk lebih jelas, masing-masing diberi uraian sebagai berikut.
1. Sistem religi dan upacara keagamaan merupakan produk manusia sebagai homo religius. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur, tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang mahabesar (supranatural) yang dapat menghitam-putihkan kehidupannya. Oleh karena itu, manusia takut sehingga menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan dan sekarang menjadi agama. Untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kemauan manusia, dilakukan usaha yang diwujudkan dalam sistem religi dan upacara keagamaan. 2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari maanusia homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah. Namun, dengan akalnya manusia
membentuk
kekuatan
dengan
cara
menyusun
organisasi
kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai tujuan berama, yaitu meningkatak kesejateraan hidupnya. 3. System pengetahuan merupakan produk dari manusia meruoakan homo sapiens Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, di samping itu dapat juga dari pemikiran orang lain. Kemampuan manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa menyebabakan pengetahuan menyebar luas. Terlebih apalagi pengetahuan itu dapat dibukukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4. Sistem mata pencaharian hidup yang merupakan produk dari manusia sebagai homo economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat. 5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produk dari manusia sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat. Dengan alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya daripada binatang. 6. Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda (kode), yang kemudian disempurnakan dalam bentuk bahasa lisan, dan akahirnya menjadi bahasa tulisan. 7. Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus. Setelah manusia dapat memenuhi kebutuhan fisiknya, maka manusia perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Artinya manusia semata-mata tidak hanya memenuhi memenuhi kebutuhan perit saja, tetapi mereka perlu juga pandangan mata yang indah serta suara yang merdu. Semuanya itu dapat dipenuhi melalui kesenian. Kesenian ditempatkan sebagai unsur terakhir karena enam kebutuhan sebelumnya, pada umumnya harus dipenuhi lebih dahulu. Unsur budaya yang paling lembut dan paling menentukan jati diri suatu suku bangsa adalah tata nilai, pandangan dunia, serta bahasa sebagai media konseptualisasi
dan ekspresi. Ketiga hal itu saling bertaut dengan amat eratnya. Pandangan dunia meliputi pandangan mengenai kosmos, yang bentuk menengahnya adalah alam sekitar. Maka, apabila terjadi perubahan dalam alam lingkungan tempat hidupnya, yang terpengaruh bukan hanya tubuhnya yang harus mengadakan penyesuaian, melainkan juga alam batinnya. Dengan berubahnya alam lingkungan, apalagi jika lingkungan lama sama sekali hilang, maka suku bangsa itu pun akan mudah sekali kehilangan acuan-acuan perlambangannya. Apalagi jika bahasanya pun surut dalam penggunaan, atau bahkan hapus sama sekali, maka khasana konseptual yang dikandungnya pun menjadi sama. Maka suku bangsa itu pun akan kehilangan akar budayanya. Selain unsur kebudayaan, masalah lain yang juga penting dalam kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada dua wujud kebudayaan. Pertama, kebudayaan bendaniah (material) yang memiliki ciri dapat dilihat, diraba dan dirasa sehingga lebih konkret atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah (spiritual) yang memiliki ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu, kebudayaan rohania bersifat lebih abstrak dan lebih sulit dipahami. Tiga wujud dari kebudayaan antara lain: 1. Wujud ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan. 2. Wujud kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat 3. Wujud benda-benda hasil karya manusia
Wujud pertama, adalah wujud ide, sifatnya abstarak, tak dapat dirabah, lokasinya ada di dalam kepala kita masing-masing. Wujud ide ini baru nampak bila dibuat karangan atau buku-buku hasil karya. Sekarang kebudayaan ide banyak tersimpan dalam tape, arsip, koleksi mikro film, kartu komputer, dan lain-lain. Wujud kedua adalah kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, misalnya manusia melakukan kegiatan berinteraksi, berhubungan, bergaul satu sama lain. Kegiatan-kegiatan tersebut senantiasa berpola menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat istiadat. Wujud ketiga adalah hasil karya manusia, wujud ini sifatnya paling konkrit, nyata, dapat dirabah, dilihat dan difoto. Wujud ketiga ini tidak perlu banyak keterangan lagi, sebab setiap orang bisa melihat, meraba dan merasakannya. Ketiga wujud kebudayaan diatas mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggota masyarakat, misalnya kekuatan alam, kekuatan di dalam masyarakat sendiri, yang tidak selalu baik bagi masyarakat. Kebudayaan yang merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat dapat diggunakan untuk melindungi manusia dari ancaman atau bencana alam. Disamping itu kebudayaan dapat di perggunakan untuk mengatur hubungan dan sebagai wadah segenap manusia sebagai anggota masyarakat. Kemudian, tanpa kebudayaan manusia tidak bisa membentuk peradaban seperti apa yang kita punyai sekarang ini.
Koentjaraningrat (Abdul syani, 1995 :54) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar,beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Dalam upayahnya mendefinisikan kebudayaan,ia mencoba memperlihatkan wujudnya dalam kehidupan masyarakat. Paling tidak wujud kebudayaan itu ada tiga macam, yaitu: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2.
Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3.
Wujud kebudayaan berupa benda-benda hasil karya manusia. Paul B.Horton dan Robert L.Hunt (Abdul syani, 1995 :55) mengemukakan
kebudayaan diartikan sebagai segenap kompleksitas yang mengandung pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, kebiasaan serta kemampuankemampuan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Herskovits dan Malinowski (Abdul syani, 1995:59) memberikan definisi kebudayaan sebagai suatu yang superorganik. Hasan Shadily (Abdul syani, 1995:59) mendefinisikan kebudayaan berarti
keseluruhan dari
hasil
manusia hidup
bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian,kepercayaan,kesenian,moral,hukum,adat kebiasaan dan lain-lain kepandaian.
Rouck dan Warren (Abdul syani, 1995:59) mendefinisikan kebudayaan sebagai satu cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. E.B Taylor (Abdul syani, 1995:59) melihat kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup penetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai warga masyarakat. Koentjaraningrat (Abdul syani, 1995:60) mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia,yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta
keseluruhan
dari
hasil
budi
dan
karyannya
itu. R.Linton (I Geda
A.B.Wiranata. 2002:95) mendefinisikan kebudayaan adalah konfigurasi tingkah laku,yang unsure pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu. Ariyono Suyono (I Geda A.B.Wiranata. 2002:95) mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan hasil daya budi cipta, karya dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya, sesuai dengan unsur-unsur universal didalamnya. Robert H.Lowie (Rafael Raga Maran. 2007:26) kebudayaan adalah “segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan
karena kreativitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal”. Clyde Kluckhohn (Rafael Raga Maran. 2007:26) kebudayaan sebagai “total dari cara hidup suatu bangsa, warisan social yang di peroleh individu dari grupnya”. Selanjudnyagillin (Rafael Raga Maran. 2007:26) beranggapan bahwa “kebudayaan terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang terpola dan secara fungsional saling bertautan dengan individu tertentu yang membentuk grup-grup atau kategori sosial tertentu”. Keesing (Rafael Raga Maran. 2007:26) kebudayaan adalah totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi dan yang ditransmisikan secara social”, atau singkatannya, “kebudayaan adalah tingkah laku yang di peroleh melalui proses sosialisasi”. Menurut Chudoba (Rafael Raga Maran. 2007:36) kebudayaan adalah kegiatan kreatif dan hidup dari nilai-nilai baru. J.Schall (Rafael Raga Maran. 2007:36) beranggapan bahwa kebudayaan adalah roh yang menjiwai dan kreatif. Selo soemarjan dan soleman soemardi (Soejono Soekanto,1990:173) berpendapat bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Di samping definisi-definsi tersebut di atas, masih banyak definisi yang di kemukakan oleh para sarjana-arjana Indonesia seperti: Sultan Takdir Aliyahbana (Abu Ahmadi, 1986:84) kebudayaan adalah manifestai dari cara berfikir. Moh Hatta adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
Dawon dalam bukunya”Age of The Gods” kebudayaan adalah cara hidup bersama. Mangunsarkoro kebudayaan adalah segala yang berifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya. Haji Agus Salim kebudayaan adalah merupakan persatuan istilah budi dan daya menjadi makna sejiwa dan tidak dapat di pisahpisahkan. Sidi Gajalba (Abu Ahmadi, 1986:84) kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan social dalam uatu ruang dan sesuatu waktu. Louis J.Luzbetak mencoba merumuskan karakteristik-karakteristik umum kebudayaan, Katanya, pertama, kebudayaan adalah suatu cara hidup. Kedua, kebudayaan adalah total dari rencana atau rancangan hidup. Ketiga, secara fungsional kebudayaan di organisasikan dalam suatu system. Keempat, kebudayaan itu di peroleh dari proses belajar. Kelima, kebudayaan adalah cara hidup dari suatu grup atau kelompok social, bukan cara hidupindividual atau perorangan. Berdasarkan konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh beberapa para ahli diatas maka dapat di simpulkan bahwa kebudayaan adalah seluruh hasil karya dan cipta, yang di hasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang di jadikan miliknya, yang harus di biasakan dengan belajar dan dikembangkan oleh sebuah masyarakat
guna
memenuhi
keperluan
dasarnya
untuk
hidup,meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya.
dapat
bertahan
2.3 Asimilasi Asimilasi merupakan proses social dalam tarap lanjut. Ia di tandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan
tindak,
sikap
dan
proses-proses
mental
dengan
memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orangorang melakukan asimilasi kedalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, maka dia tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok. Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadang bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan. Proses asimilasi timbul apabila ada: 1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaan. 2. Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama, sehingga 3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masingmasing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Dari uraian diatas, jelas bahwa asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap-sikap dan cita-cita yang sama. Didalam proses tersebut, ada beberapa bentuk interaksi social yang member arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif), Bila: 1. interaksi tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang lain tadi jga berlaku sama. Seseorang mahasiswa yang jujur dan baik tata lakunya misalnya, tak akan mungkin hidup bersama-sama dengan rekannya yang licik, di dalam satu kamar di asrama mahasiswa. Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran terhadap rekannya akan tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan, oleh karena pihak yang lain bersikap sebagai musuh. Interaksi social tersebut harus bersifat persahabatan pada kedea belah pihak guna tercapainya suatu asimilasi. 2. Interaksi social tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan pembatasan. Proses interaksi social yang asimilatif akan berhenti apabila mengalami halangan-halangan yang mematikan atau apabila ada pembatasanpembatasan seperti misalnya halangan untuk melakukan perkawinan campuran, pembatasan-pembatasan untuk memasuki lembaga-lembaga pendidikan tertentu, dan seterusnya. 3. Interaksi tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah
organisasi
multilateral/bilateral
akan
terhalang
oleh
adanya
kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara Negara-negara
bersangkutan. Bias saja masalahnya menyangkut keamanan, kepentingan ekonomi atau kedaulatan. Sebagai langkah pertama, biasanya sering di usahakan pertukaran wisatawan, mahasiswa, sarjana dan ahli-ahli lain sebagainya. 4. Frekuensi interaksi social tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara polapola asimilasi tersebut. Artinya stimulans dan tanggapan-tanggapan dari pihakpihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus di capai dan diperkembangkan. Adalah sulit mengadakan interaksi sosial yang asimilatif dengan masyarakat-masyarakat tradisional Indonesia yang masi terasing, oleh karena para warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain seperti misalnya masyarakat kota. Suatu contoh lain adalah perlunya pertemuan tetap antara semua anggota suatu organisasi, misalnya, demi tercapainya suatu asimilasi, khususnya antara para anggota baru dengan para anggota lama organisasi. Dengan lain perkataan, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana sala satu pihak hanya menunggu dan menerima saja. Maka asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin, apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi social. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana. Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas marapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi social penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, maka adalah hal yang meragukan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam
keadaan demikaian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan penjahat. Faktor-faktor dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah: 1. Toleransi, 2. Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi, 3. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya, 4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat, 5. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan, 6. Perkawinan campuran (amalgamation), 7. Adanya musuh bersama dari luar. Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri hanya mungkin tercapai dalam suatu akomodai. Apabila tolerani tersebut mendorong terjadinya komunikasih, maka faktor tersebut dapat mempercepat asimilasi. Adanya kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi bagi pelbagi golongan masyarakat dengan latar-belakang kebudayaan yang berbeda dapat mempercepat proses asimilasi. Di dalam sistem ekonomi yang demikian, dimana masing-masing individu mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasa-jasanya, proses asimilasi dipercepat, oleh karena kenyataan yang demikian dapat menetralisir perbedaan-
perbedaan kesempatan yang di berikan sebagai peluang oleh kebudayaan-kebudayaan yang berlainan tersebut. Sikap saling mengharagai terhadap kebudayaan yang di dukung oleh masyarakat yang lain di mana masing-masing mengakui kelemahan-kelemahanya, kelebihan-kelebihan akan mendekatkan masyarakat-masyarakat yang menjadi pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut. Apabila ada prasangka, maka hal demikian akan jadi penghambat bagi berlangsungnya proses asimilasi. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di dalam masyarakat juga mempercepat proses asimilasi. Hal ini misalnya dapat diwujudkan dengan memberikan kesempatan yang sama bagi golongan minoritas untuk memperoleh pendidikan, pemeliharaan kesempatan, penggunaan tempat-tempat rekreasi dan seterunya. Pengetahuan akan persamaan-persamaan unsur pada kebudayaan-kebudayaan yang berlainan, akan lebih mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Untuk penelitian yamg mendalam dan luas terhadap kebudayaan-kebudayaan khusus (sub-cultures) di Indonesia kan memudahkan aimilasi antara suku-suku bangsa (ethnic-groups) yang menjadi pendukung maingmasing kebudayaan khusus termaksud. Hasil-hasil penelitian yang mendalam dan luas tadi akan menghilangkan prasangka-prasangka yang semula mungkin ada antara pendukung-pendukung kebudayaan-kebudayaan terebut. Perkawinan campuran (amalgamation) agaknya merupakan faktor paling menguntungkan bagi lancarnya proes aimilasi. Hal itu terjadi, apabila seorang warga dari golongan tertentu menikah dengan warga golongan lain, apakah itu terjadi antara
golongan minorita dengan mayoritas atau sebaliknya. Keadaan semacam itu dapat pula terjadi pada masyarakat yang dijajah. Proses asimilasi dipermudah dengan adanya perkawinan campuran, walau memakan waktu yangagak lama. Hal mana disebabkan oleh karena antara penjajah dengan yang dijajah terdapat perbedaanperbedaan ras dan kebudayaan. Penjajah pada mulanya tidak menyetujui perkawinan campuran dan ini memperlambat proes asimilasi. Setelah waktu yang relative agak lama, penjajah biasanya memperistri wanita-wanita warga mayarakat yang dijajahnya. Apabila dari mereka yang dijajah ada yang dipekerjakan (sebagai budak,pegawai rendahan dan lain sebagainya), maka golongan ini dapat memegang peranan sebagai perantara antara kedua kebudayaan tersebut, dengan cara memperluas kebudayaan penjajah di kalangan masyarakat yang di jajah. Adanya musuh bersama dari luar cenderung memperkuat kesatuan masyarakat atau golongan masyarakat yang mengalaimi ancaman musuh tersebut. Dalam keadaan demikian, anatara golongan minorita dengan golongan mayoritas akan mencari suatu kompromi agar dapat ecara bersama-sama menghadapi ancaman-ancaman luar yang membahayakan seluruh masyarakat. Dalam pelbagai proses asimilasi yang pernah di selidiki oleh para ahli terbukti bahwa asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan. Hal mana terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran dan simpati. Dalam keadaan demikian prose aimilasi
akan macet. Misalnya, hubungan antara orang-Orang
Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens dan luas dengan orang-orang asli
Indonesia sejak berabad-abad yang lalu, akan tetapi belum juga terintegrasi kedalam masyarakat indoneia. Hal itu, antara lain, dapat dikembalikan pada politik pemerintah belanda sewaktu menjajah Indonesia. Penduduk Indonesia waktu itu dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan eropa, timur aing dan bumiputra (Indonesia). Dasar hukum yang mengadakan pembedaan terebut tercantum dalam pasal 163 Indische Staatsregeling (IS). Hak-hak orang tionghoa (yang tergolong kedalam golongan timur asing) lebih menguntungkan dari pada Golongan Bumiputra. Sebagai salah satu akibat politiknya adalah golongan tionghoa mendapat fasilitas-fasilitas tertentu yang lebih memungkinkan mereka menduduki lapisan lebih tinggi di atas Rakyat Indonesia. Ini dimungkingkan oleh peraturan-peraturan yang mengangkat mereka secara ekonomis lebih kuat. Selanjjutnya, fakta-fakta lain kian mempertajam masalah ini. Seperti apa yang terjadi pada masa perang kemerdekaan nasional. Kita lihat tidak begitu banyak orang-orang tionghoa yang memihak pada republic, sebagian lain memihak belanda, sebagian yang lain lagi ada yang berpaling ke negri leluhurnya (yaitu tiongkok kou ming tang) dan pada 1950 ada pula yang memihak R.R.C jadi beberapa faktor yang menyulitkan asimilasi antara orang-orang tionghoa dengan orang-orang Indonesia, antara lain: 1) perbedaan ciri-ciri badaniah. 2) in-group feeling yang sangat kuat pada golongan tionghoa, sehingga mereka lebih kuat mempertahangkan identitas sosial dan kebudayaannya yang eksklusif.
3) dominasi ekonomi yang menyebabkan timbulnya sikap tinggi hati. Dominasi ekonomi tersebut bersumber pada fasilitas-failitas yang dahulu diberikan oleh pemerintah belanda, dan juga karena kemampuan teknis dalam perdagangan serta ketekunan dalam berusaha. Adapun faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah antara lain: 1. Terisolasi kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasanya golongan minoritas), suatu contoh adalah orang-orang Indian di amerika serikat yang di haruskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (diebut reservation). Mereka seolah-olah di simpan dalam sebuah kotak tertutup, sehingga hampir tak mungkin ada hubungan bebas yang intensif dengan orang-orang kulit putih. Sebaliknya orang kulit putih pun kurang mengetahui tentang seluk beluk masyarakat Indian, sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangkaprasangka. Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi, yaitu: 2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu, seringkali timbul faktor ketiga, yaitu: 3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi. Contoh ketiga faktor tersebut di atas adalah proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang telah di mulai, akan tetapi masih belum lancar. Hal ini antara lain di sebabkan karena perhubungan yang kurang lancar antara daerah-daerah di
Indonesia. Padahal komunikasih merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya integrasi. Dewasa ini pergaulan antar suku bangsa telah dapat dilakukan secara lebih luas, akan tetapi proses asimilai masih lamban lantaran sikap toleransi dan simpati belum berkembang dengan semetinya. 4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Sikap uperior banyak dijumpai di daerah-daerah yang dijajah. 5. Dalam batasan-batasan tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan cirri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah-satu penghalang terjadinya asimilasi. Sehubungan dengan hal itu mungkin ada perbedaan cirri-ciri kebudayaan yang mencolok dan yang prinipil sifatnya. Faktor-faktor ini antara lain juga menjadi salah satu penyebab terhalangnya proses asimilasi antar orang-orang tionghoa di Indonesia dengan orang-orang Indonesia, walau mereka telah lama bergaul secara luas. 6. In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In-group feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terkait pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Sikap tersebut tampak menjadi sangat kuat pada beberapa golongan minoritas di Indonesia. 7. Hal lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian di tambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalanganya proses asimilasi. Kepentingan-kepentingan yang berbeda terutama yang berifat primer dapat menyebabkan di pertajamnya perbedaan-perbedaan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan pada golongan-golongan tersebut. Asimilai menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir bias dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat misalnya, apabila suatu keluarga mengangat seorang anak yang berasal dari keluarga lain yang sama kedudukan social dan latar belakang kebudayaanya, maka tidak perlu di ajarkan polapola perilaku khusus terhadap anak itu. Kedua belah pihak harus mengembangkan pengertian terhadap kekuasaan-kekuasaan yang dimiliki oleh masing-maing pihak. Demikianlah secara singkat suatu gambaran mengenai perbedaan antara asimilasi dengan akulturasi. Berdasarkan pengertian asimilasi yang di jelaskan diatas maka dapat di simpulakan bahwa asimilasi adalah proses penyesuaian (seseorang/kelompok orang asing) terhadap kebudayaan setempat.Dengan asimilasi kedua kelompok baik asli maupun pendatang lebur dalam satu kesatuan kebudayaan. Dan dalam berinteraksi social memerlukan jangka waktu yang lama untuk membuat kedua masyarakat saling menyesuaikan diri. Lambat-laun kebudayaan asli mereka membaur, sehingga terbentuk kebudayaan baru itu. Proses asimilasi terjadi dengan mengurangi perbedaan antara individu-individu dan kelompok-kelompok pada kedua belah pihak. Setiap
individu berusaha menyelaraskan diri dengan kepentingan dan tujuan kelompok. Asimilasi membuat batas-batas antarkelompok menjadi hilang. 1.4 Konsep Etnis Manusia
merupakan
mahluk
yang berbudaya.
Kebudayaan
tersebut
merupakan hasil karya, rasa dan cipta manusia yang diperoleh dari generasi ke generasi selanjutnya akan tetapi kebudayaan setiap daerah terdapat perbedaan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya faktor lingkungan alam sekitarnya atau geografisnya. Dengan salah satu faktor tersebut maka terdapatlah perbedaan dalam pola kelakuan manusia. Dengan perbedaan ini maka muncullah yang disebut etnis. Walau bagaimanapun peran etnis itu mempengaruhi manusia, tetapi manusia selalu melakukan interaksi social dengan sesame manusia diluar etnisnya atau kelompoknya. Di Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis atau suku bangsa, meskipun demikian komunikasih antara satu daerah dengan etnis lainnya tetapi terlaksana dengan baik. Linton, lazimnya berdasarkan cirri-ciri utama biologisnya, umat manusia di kelompokan ke dalam berbagai ras. Bila ras tersebut dikatakana dengan kebudayaan mereka, maka terbentuk kelompok etnik, karena itu dari satu rasa yang sama bias terbentuk berbagai etnik. Dari latar belakang ras dan etnik itu pula, suatu masyarakat membentuk tipe kepribadian dasar, yang menjadi acuan bagi pembentukan kepribadian warganya (http://elka.umm.ac.id./artikel16.htm)
Menurut Barth, kelompok etnik adalah suatu populasi yang secara biologis maupun berkembang baik dan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasih dan interaksi sendiri, menentukan sendiri cirri kelompoknya, yang di terima oleh kelompok lain dan dapat di bedakan dari kelompok populasi lain. Sebagai pembeda satu sama lain, lazimnya suatu etnik mempunyai tanah leluhur (homeland). Adanya kebudayaan serta tanah leluhur sendiri merupakan cirri khas etnik yang membedakannya dengan ras. (http://elka.umm.ac.id./artikel16.htm) Lanjut Nakamura,dalam konteks Indonesia, perbedaan kultural antara yang relative besar memang masih ditemukan, misalnya antara etnik jawa dan etnik cina. Secara kultural, mayoritas rakyat Indonesia lebih intensif memperoleh pengaruh dari kebudayaan india di banding dengan
kebudayaan cina. Padahal, antara kedua
orientasi budaya ini terdapat perbedaan cukup besar. (http://elka.umm.ac.id./artikel16.htm) 2.5 Suku Sanger Pada tahun 800-san Masehi di Cotabato Mindanauw sekarang Filipina dahulu ada sebuah kerajaan suku bangsa negrito yang dipimpin oleh seorang Kulano(raja). Kerajaan ini diserang oleh suku bangsa Mongolia, akan tetapi seorang anak raja yang bernama Humansandulage beristeri Tendensehiwu berhasil meloloskan diri beserta para pengikutnya antara lain Batahasulu atau Manderesulu orang sakti kerajaan yang
memeliki papehe(ikat pinggang dengan ukuran satu jengkal), lenso (saputangan), dan paporong (ikat kepala). Dengan melemparkan ikat pinggang berukuran satu jengkal kelaut yang kemudian menjelmah menjadi Dumalombang atau ular naga besar. Dumalombang membawa mereka ke Selatan lalu tiba di daerah Molibagu. Ditempat ini mereka berkabung sambil menangis selama empat puluh hari empat puluh malam. kemudian mereka berikhar menjadi suku bangsa yang baru yaitu Suku Bangsa Sangihe. Setelah masa perkabungan berakhir mereka hidup menetap dihutan yang terletak di sebuah puncak bukit lalu mendirikan sebuah kerajaan yang bernama Wowontehu/Bowontehu. Bowontehu berasal dari bahasa Sangihe yaitu Bowong artinya atas dan Kehu artinya hutan. Jadi Bowontehu adalah kerajaan yang terletak diatas hutan. Humansadulage sebagai Kulano (Datu/Raja) dan Tendensehiwu sebagai Boki (Permaisuri).
Humassadulage
dan
Tendensehiwu
memperanakan
Budulangi.
Budulangi bersiteri Putri Ting yang berasal dari khayangan. Budulangi dan Putri Ting memiliki seorang anak perempuan yang bernama Toumatiti. Toumatiti hamil dari seorang Pangeran yang datang dalam mimpinya, Maka lahirlah seorang putra diberi nama Mokodoludud. Mokodoludud yang artinya Pangeran dari khayangan. Mokodoludud menikah dengan Bania yang keluar dari buluh tipis kuning ditemukan dihutan oleh pasangan suami istri yaitu Sanaria dan Amaria lalu dipelihara. Pada Suatu ketika Tahun 1000-an Masehi terjadi pergolakan perang disanasini sehingga Mokodoludud beserta para pengikut yang setia meninggal Molibagu lalu tiba di Pasang Bentenan di baling-baling yaitu tempat yang bernama Posolo
berada disebelah timur Malesung atau Minahasa sekarang disebut Lembe. Ditempat ini mereka tinggal tidak lama sebab diserang oleh Suku Mori, Laloda dan Mangindanouw. Mokodoludud dan rombongan mengungsi ke sebuah gunung dengan jalan mengintari (belitan) lalu tempat itu disebut Lokong. Baunia melahirkan seorang putra bagi Mokodoludud lalu diberi nama Lokonbanua. Kemudian Mokodoludud ingin mencari tempat seperti pasang bentenan lalu berangkat dan tiba di pulau Manarauw (Manado Tua). Kata Manarou berasal dari bahasa Sangir yaitu Mararau; Marau yang artinya Jauh. Mokodoludud membangun kembali kerajaan Bowontehu dengan pusat pulau Manarouw dengan gelar Kulano. Di Manarouw ini Mokodoludud dan Baunia dikaruniai lagi anak yang bernama, Jayubangkai, Uringsangiang dan Sinangiang. Penduduk kerajaan ini berkembang bertambah banyak sehingga sebagian mendiami daerah bagian utara dataran pulau Sulawesi yaitu Gahenang/Mahenang nama kuno untuk Wenang berasal dari bahasa Sangir Tua yaitu artinya api yang menyala/bercahaya/bersinar(suluh, obor, api unggun). Perpindahan dilakukan dengan menggunakan perahu (Bininta), melalui tempat yang bernama Tumumpa berasal dari bahasa Sangir yang artinya turun sambil melompat,kemudian menetap di Singkil berasal dari bahasa sangir Singkile artinya pindah/menyingkir. Mereka menyebar sampai ke Pondol bahasa Sangir disebut Pondole artinya di ujung. Wilayah kerajaan Manarouw sesuai memori Padtbrugge disebut menurut nama asalnya meliputi : P. Manado Tua, P. Siladeng, P. Bunaken, P. Mantehage, P. Nain, P. Talise, P. Gangga, P. Bangka dan P. Lembeh serta daerah pesisir pulau Sulawesi. Penduduk Kerajaan
Bowontehu/Manarouw adalah orang sangir Pada suatu ketika kembali Mokodoludud memerintahkan rakyatnya membuat perahu(Bininta), setelah selesai pembuatannya maka diuji kemampuan untuk mengapung, mendayung serta berlayar dari perahu. Kapal tersebut memuat putraputri raja yaitu Lokonbanua, Uringsangiang, Sinangiang beserta Batahalawo, Manganguwi, Bikibiki, Banea dan Tungkela. Raja Mokodoludud berpesan kepada anak-anaknya agar selama dalam pelayaran tidak boleh mengeluarkan sepatah katapun, akan tetapi Sinangiang lupa ketika melihat sebuah pulau lalu bertanya pulau apakah itu ?. Maka tiba-tiba badai mengamuk sehingga terdampar di pulau Tagulandang, Siau dan Sangir. Ditempat ini Uringsangiang dan Sinangiang menangis terus menerus sehingga tempat ini disebut Sangihe yang bersasal dari kata Sangi, Sangitang, Masangi, Mahunsangi artinya menangis. Mereka hidup dan menetap ditempat ini, Lokonbanua menikah dengan Sinangiang. Pada tahun 1380 seorang pedagang arab bernama Sharif Makdon setelah mengunjungi ternate lalu tiba di Manarouw(Manado Tua) menyebarkan Agama Islam kemudian berangkat ke Mindanouw. Kemudian jalur ini diikuti oleh pelaut asal Portugis Pedro Alfonso pada tahun 1511, Pedro Alfonso menemukan Ternate, setelah itu armada dagang asal Portugis secara resmi mengirimkan Antonio de Abreu ke Maluku tahun 1512. Pada tahun itu juga Portugis mengirimkan tiga kapal layar ke Manarouw,(Pulau Manado Tua). Lokon Banua II (leken artinya nama yang diangkat kembali) adalah keturunan
kesembilan dari Raja Mokodoludud Kulano(raja) Bowontehu. Berlayar dari Manarouw bersama dengan pengikutnya pergi ke pulau Siauw lalu mendirikan kerajaan Leken Banua II atau Karangetang pada tahun 1510. Lokongbanua II Keturunan ke 9 dari Raja Gumansalangi putra raja Tumondai dengan Boki Bitang Keramat kakak kandung pendiri Kiraha (Kedatuan ternate) dari Cotabato di Mindanauw Philipina Selatan Pendiri Kedatuan Tampung Lawo abad 12 serta cucu dari Datu Hinbawo I dari kerajaan Sulu beristrikan Sangiang nilighidé dan mempunyai anak perempuan, Umbongduata namanya. Umbongduata ini jadi salah satu isteri dari Datuk Pahawonsulugé, lalu mempunayai anak Lokongbanua II. Bangsa barat yang pertama-tama menemukan Manarouw ialah pelayar Portugis Simao d‟Abreu pada tahun 1523. Nama Manarow dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manarouw menjadi pintu gerbang transit kawasan timur Indonesia bagi kapal-kapal dagang bangsa asing, sehingga menjadi daya tarik bagi pedagang Cina. Pada tahun 1563 Peter Diego de Magelhaes dari Portugis berangkat dari Ternate menuju Manarouw mengajarkan pokok-pokok iman Kristen. Lalu Raja Manarouw bersama rakyatnya 1500 orang dibaptis kesemuanya adalah orang Sangir. Baptisan dilakukan di muara sungai Tondano dan dihadiri oleh Raja Siauw bernama Possuma. Raja Possuma lalu memberi diri untuk dibaptis dengan nama Don Jeronimo (nama portugis) Kemudian Peter Diego de Magelhaes ke Kaidipan (pesisir utara Gorontalo) membaptis 2000 orang selama 8 hari. Tahun 1570 Bulango dari kerajaan Bowontehu (pulau Manarouw) berlayar
menuju Tagulandang. Bulango mempunyai seorang anak perempuan bernama Lohoraung mendirikan kerajaan Taghulandang atau Mandorokang di pulau itu bersama para pengikutnya. Bulango adalah saudara dari Lokongbanua II dimana keduanya adalah keturunan ke sembilan dari raja Mokodoludut dengan istrinya Baunia dari kerajaan Bowontehu. Pada tahun 1585 Peter lain mengunjungi Manarouw ternyata iman Kristen telah lenyap kembali menjadi kafir. 1606 Spanyol merebut kembali Maluku Utara maka penyebaran agama Kristen kembali dilakukan di Ternate. Pada tahun 1614 Spanyol memusatkan kekuatannya di Manarouw untuk menghadapi serbuan Belanda, dibangun sebuah benteng dipesisir kota itu yang berhadapan dengan pulau Manado Tua . 1619 Penduduk Manarouw sebagian besar telah beralih agama menjadi islam. Oleh karena itu Misi Injil mengalihkan penyebaran ke pegunungan yaitu orang-orang dari suku pedalaman yang disebut alifuru lalu tiba Tomohon dan Tondano. Namun misi ini gagal, karena kedatangan misionaris dihubungkan dengan hasil panen. Saat itu panen tidak berhasil sehingga dikatakan dewa telah murka, para misionaris di usir. Seperti dalam surat Pater Blas Palomino tanggal 8 Juni 1619. Sebelum dia terbunuh di Minahasa pada tahun 1622, dia menulis mengenai sikap permusuhan para Walian pemimpin agama suku terhadap para Missionaris asal Spanyol. Juga Walian Kali yang menghasut kepala Negeri Kali bernama Wongkar untuk menolak dan melarang para Missionaris Spanyol untuk masuk ke pedalaman Minahasa. Pada tahun 1623 Kerajaan Bawontehu yang berpusat di pulau Manarouw (Manado Tua) dipindakan ke Gahenang/Mahenang nama kuno Wenang berasal dari
bahasa Sangir artinya api yang menyala atau bersinar (Suluh,obor), oleh karena dialek bangsa Portugis, Spanyol dan Belanda mereka mengucapkan Wenang demikian juga dengan Manarouw disebut Manado. Kemudian Bowontehu/Wowontehu berubah menjadi Kerajaan Manarouw dengan raja bernama Laloda Daloda Mokoagow pada kurun waktu tahun 1644-1674. Penduduk kerajaan ini adalah orang sangihe (Graafland, Minahasa masa lalu dan masa kini, terjemahan Joost Kulit). Raja Loloda Daloda Mokoagow ini adalah anak dari Raja Tadohe. Sedangkan Tadohe sendiri adalah cucu dari Raja Siauw yang bernama Possuma dan cicit dari raja Tabukan(Rimpulaeng) Don Francesco Macaapo Juda I. Kerajaan Manarouw adalah sebagai kerajaan terjauh dari wilayah toritorial kerajaan Sangihe. Setelah Raja Laloda Daloda Mokoagow kemudian menjadi raja adalah Donangbala yang memiliki pedang sakti. Suku Bantik bukan penduduk pertama yang mendiami Manarow menurut cerita Pada Tahun 1654 Salah satu kerajaan di Sangir yakni kerajaan Malingaheng Kendahe yang dipimpin oleh Raja Sahmensi Arang (Syam Syach Alam)mempunyai seorang anak bernama Putri Bulaeng Tanding. Kerajaan ini dengan wilayah bagian barat pulau sangihe hingga pulau Kaluwurang. Kerajaan ini tenggelam oleh karena peritiwa Dimpuluse (air jatuh dari langit)mereka terdampar di tempat yang bernama Panimbuhing. Bukti peristiwa ini adalah Tanjung Maselihe di dalam terkubur kursi emas dan makota raja konon katanya di jaga oleh ikan hiu. Dari peristiwa tersebut sebagian selamat termasuk seorang yang bernama Bantik. Kemudian mereka mengangkat Bantik sebagai pemimpin lalu berihkrar
menjadi satu suku yang baru yaitu Suku Bantik, dengan catatan mereka tidak boleh hidup bersama dalam satu wilayah, agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Maka diatur kelompok-kelopok berlayar dengan perahu menuju ke Mindanao,ke Beo, ke kema, ke Belang,ke Manaraw, Leok-Buol sedangkan Bantik sendiri pergi ke Mongondow. Jadi suku Bantik merupakan anak suku dari suku Sangir. Dalam surat Pater Juan Yranzo yag ditulis di Manila tahun 1645 menyebutkan tentang pengusiran Spanyol dari tanah Minahasa pada tanggal 10 Agustus 1644. Pengusiran tersebut mengakibatkan terbunuhnya Pater Lorenzo Garalda. Para Walian Minahasa menghasut masyarakat untuk membunuh semua Missionaris Spanyol. Rencana para walian bocor hingga para Missionaris Spanyol sempat mengungsi ke tepi pantai dan berperahu ke Siauw. Tahun 1655 Pembangunan Benteng „De_Nederlandsche_Vastigheit‚‟ dari kayu-kayu balok sempat menjadi sengketa sengit antara Spanyol dengan Belanda. Kos berhasil meyakinkan pemerintahannya di Batavia bahwa pembangunan benteng sangat penting untuk mempertahankan posisi Belanda di Laut Sulawesi. Dengan menguasai Laut Sulawesi akan mengamankan posisi Belanda di Maluku dari Spanyol. Setelah memperoleh dukungan sepenuhnya dari Batavia, Awal Tahun 1661 Kos dari Ternate berlayar menuju Manarouw disertai dua kapal perang Belanda, Molucco dan Diamant. Kekuatan ini mengalahkan Spanyol di Manarow. Tahun 1673 Belanda memapankan pengaruhnya di Manarouw dan merubah benteng semula dengan bangunan permanen dari beton. Lalu Benteng ini diberi nama baru, „Ford Amsterdam‚‟ dan diresmikan oleh Gubernur VOC dari Ternate. Cornelis Francx‚
pada 14 Juli 1673 (Benteng terletak dikota Manado dibongkar oleh Walikota Manado pada 1949 – 1950). Tahun 1675 Pendeta J. Montanus mendapati bahwa jemaat-jemaat di Manado sudah sangat lemah. Tahun 1677 VOC menetapkan Pendeta Zacharias Cacheing di Manado. Sampai tahun 1700 tidak banyak lagi pendeta yang mau datang ke Indonesia. Kekristenan pada masa VOC terjadi bukan karena keimanan tetapi karena tekanan politik. (Prof.Dr.I.H.Enklaar.Sejarah gereja ringkas,81,1966) Pada tahun 1677 Compeni mengadakan perjanjian dengan Raja Siau dengan persaratan kesepakatan bahwa Raja serta rakyat harus beralih agama dari Kristen Katolik menjadi Protestan. Gubernur VOC Maluku, Robertus Padtbrugge ketika berada di Manado tahun 1677 mengatakan bahwa orang Sangir Tualah adalah penduduk pribumi yang pertama di Manado, yakni sekitar tahun 1332. Manado bukan Minahasa,(sejarah Minahasa-Kontrak 19 Januari 1679 hal 61). Minahasa itu Malesung, disebut oleh orang Sangir Tau Kaporo (orang yang hidup digunung), sehingga orang Minahasa disebut orang gunung. Manarauw adalah wilayah toritorial dari kerajaan Sangihe-Talaud. Perserikatan Pekabaran Injil Belanda Van der Kamp mendirikan NZG Tahun 1797. Tahun 1817 Pendeta Josep Kam berkunjung ke Minahasa. Tahun 1819 Lenting berkunjung ke Minahasa.Pendeta Josep Kam dan Ds. Lenting mendapati orang Kristen tidak ada pelayanan lagi,lalu mereka melaporkan keadaan itu pada NZG di Belanda. Pada tahun 1822 atas laporan diatas maka NZG mengirim 2 orang berkebangsaan Swiss, L.Lamers di Kema ( meninggal 1824 di Kema ) W. Muller di
Manado (meninggal 1827 di Manado) Mereka meninggal karena penyakit Typus.Dalam pelayanan, mereka mengalamai banyak hambatan dan tantangan terutama dari kalangan turunan Eropa.Tahun 1827 pelayanan manado diganti oleh Ds. G. J. Helendoorn. 4 tahun kemudian tahun 1831 dikirim lagi 2 Orang pelayan yaitu : Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwars. Tahun 1855, NZG mengutus S.D. van der Velde van Capellen dari Minahasa ke Sangihe dan membaptis 5033 orang.Ketika itu S.D. van der Velde van Capellen sedang bertugas di Tareran,Minahasa. Menurut Catatan Robertus Padburgge,1867, kerajaan Manarouw hancur akibat perang berkepanjangan dengan kerajaan Bolaang. Perang ini menyebabkan penduduk berserak sebagian ke pulau Sangir, Likupang dan Bitung. Menurut penuturan tua-tua bahwa sebagian orang sangir meninggalkan Manarouw akibat kekurangan makanan karena diserang oleh gerombolan kera serta adanya wabah penyakit. Penduduk yang kuat pergi ke Sangir, Likupang dan Bitung sedangkan yang sakit-sakitan mereka tetap tinggal menetap di Manarouw. Kerajaan ini didalam buku Kakawin Negara Kerta Gama oleh Empu Prapanca tahun 1365 disebut sebagai Uda Makataraya. Wilayah kerajaan ini terpisah dari sejarah orang Sangir-Talaud setelah Belanda dengan VOC menguasai perdagangan wilayah ini dengan kontrak perjanjian yang ditanda tangani oleh rajaraja Siau (arsip Perpustakaan Sulut)dan pada tahun 1908-1912 Manado dan sekitarnya diserahkan oleh raja Siau XVIII bernama A.J. Mohede kepada Assisten Residen, serta pada tahun 1951 dimana Manado menjadi Daerah Bagian Kota dari
Minahasa sesuai Surat Keputusan Gubernur Sulawesi tanggal 3 Mei 1951 Nomor 223. Tetapi hingga kini penduduk terbanyak di Kota Manado berasal dari Etnis Sangihe Talaud. (http://manarow.wordpress.com/2012/08/02/sejarah-suku-sangihe/) 2.6 Kelompok Etnis Menurut Suparto, suku bangsa adalah kelompok yan berbeda-beda dari golongan sosial lainnya oleh karena mempunyai cirri-cirinya paling mendasar dan umum
berkaitan
dengan
asal
(http://elka.umm.ac.id./artikel16.htm).
usul
dan
Selanjutnya
tempat Widiada
serta
kebudayaan.
Gunakaya
SA,
mengemukakan bahwa suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terkait oleh kesadaran bersama yang memiliki kebudayaan dan merupakan identitas dari kelompok itu. (http://elka.umm.ac.id./artikel16.htm)