68
VI. PROFIL DAN DINAMIKA KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) DI KELURAHAN MAHARATU
6.1. Profil KUBE Suka Makmur KUBE Suka Makmur
berada di Kelurahan Maharatu, Kecamatan
Marpoyan Damai Kota Pekanbaru,
berdiri pada tahun 1998. Kelompok ini
awalnya merupakan kumpulan petani sayuran yang berada disekitar jalan Kertama Kota Pekanbaru yang secara umum merupakan penduduk urban yang berasal dari Provinsi Lampung, Sumatera Utara dan Pulau Jawa. Dengan fasilitasi Dinas Sosial Provinsi Riau pada program pemberdayaan keluarga Miskin, pada tahun 1998 dibentuklah Kelompok Usaha Bersama (KUB) Suka Makmur yang pada awal pendiriannya beranggotakan 23 orang dengan luas areal kebun sayur 8,5 ha. Melalui program pemberdayaan keluarga miskin Dinas Sosial Provinsi Riau saat itu memberikan bantual awal modal usaha sebesar Rp. 13.000.000,- yang direncanakan akan dikembangkan melalui usaha simpan pinjam anggotanya, dan saat itu berhasil berkembang modalnya menjadi Rp. 26.000.000. Modal usaha ini digunakan untuk mencukupi kebutuhan sarana produksi pertanian kebun sayur seperti pupuk, benih dan obat-obatan pada setiap kegiatan usaha anggota KUBE Suka Makmur untuk sekali musim tanam. Dengan berhasilnya secara umum kegiatan usaha tani kebun sayur baik pada proses produksi maupun pemasarannya modal usaha ini menjadi berkembang lebih banyak. Pada tahun 2003 KUBE Suka Makmur berhasil meraih penghargaan sebagai KUBE teladan di Provinsi Riau. Sejak saat itu KUBE Suka Makmur telah dianggap sebagai KUBE Mandiri dan tidak mendapat pembinaan lagi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Sejak tidak dilakukannya pendampingan lagi oleh Dinas sosial Provinsi Riau kelembagaan KUBE Suka Makmur menjadi semakin melemah, anggota KUBE semakin jarang melakukan pertemuan rutin dan tidak lagi merancanakan kegiatan usaha secara bersama-sama. Berdasarkan hasil kesepakatan bersama anggota KUBE Suka Makmur Pada Tahun 2004 modal usaha yang telah ada
69
tersebut kemudian dibagi secara merata kepada anggota KUBE akan tetapi kelembagaan KUBE sendiri tidak dibubarkan. KUBE Suka Makmur secara kelembagaan tetap ada sebagai lembaga yang digunakan untuk mencari jaringan kerja lainnya untuk mendukung kegiatan usaha anggotanya. 6.1.1. Deskripsi Kelembagaan dan Kegiatan KUBE Suka Makmur KUBE Suka Makmur merupakan kelompok usaha bersama yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, pemasaran hasil serta pengadaan sarana produksi pertanian anggotanya maupun umum petani yang berada disekitar Kelurahan Maharatu. Kelembagaan KUBE Suka Makmur terbentuk sebagai akibat dari pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin yang dikelola oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Kelembagaan KUBE Suka Makmur dibentuk berdasarkan hasil rapat anggota kelompok yang difasilitasi oleh pendamping program yang ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Hasil Rapat memutuskan dan menetapkan Surapin sebagai Ketua KUBE Suka Makmur, serta rencana kegiatan kelompok. Kegiatan Kelompok yang disepakati adalah pengelolaan usaha simpan pinjam, penyediaan sarana produksi pertanian seperti pupuk, obat-obatan, benih serta alat pertanian . Struktur kelembagaan KUBE Suka makmur pada gambar 4.
70
PELINDUNG DINAS SOSIAL
RAPAT ANGGOTA Tanggung jawab
Tanggung jawab
PENGURUS Ketua : Surafin Sekretaris : Didin Bendahara : Ujang
mengawasi
Pengawas
Bidang Usaha Jasa dan Pemasaran melayani
Anggota KUBE
Bidang usaha simpan pinjam
melayani
Gambar 4. Struktur Organisasi KUBE Suka Makmur Struktur Organisasi KUBE Suka Makmur terdiri dari rapat anggota, pengurus, bidang dan anggota KUBE. Dari gambar 4, diketahui bahwa keputusan tertinggi pada kelembagaan KUBE berada pada rapat anggota. Pengurus dalam menjalankan organisasi bertanggung jawab kepada rapat anggota. Pengurus melalui kegiatan usaha yang ada pada bidang usaha jasa dan pemasaran, serta bidang usaha simpan pinjam bertuga melayani anggota KUBE dalam penyediaan modal usaha maupun pengadaan sarana produksi pertanian. Permasalahan yang terjadi pada kelembagaan KUBE Suka Makmur adalah belum ditetapkannya badan pengawas yang berasal dari anggota kelompok yang bertugas mengawasi dan memberi masukan kepada pengurus mengenai pelaksanaan kegiatan. KUBE, hal ini menyebabkan kurang seimbangnya struktur organisasi akibat tidak adanya badan pengawas yang bertugas mengawasi pengurus dalam menjalankan aktifitasnya. Akibatnya tidak adanya mekanisme mengenai pengawasan, memungkinkan pengurus dapat mengambil kebijakankebijakan yang keluar dari rencana kegiatan serta aturan main (AD/ART) KUBE yang ada.
71
Dalam pelaksanaan pendampingan kelembagaan pendamping komunitas yang ditetapkan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau masih terfokus kepada pelaksanaan teknis simpan pinjam, seperti manajemen pembukuan keuangan, mekanisme pencairan modal usaha, serta teknis budidaya hortikutura, dan belum banyak menyentuh mengenai persoalan dinamika kelompok untuk penguatan kelembagaan. Pendampingan juga belum diarahkan kepada pemberian motivasi dan pembuatan mekanisme aturan main yang mengarahkan kepada pemupukan modal dan keberlajutan usaha simpan pinjam KUBE di masa yang akan datang. Pendamping hanya bertugas untuk menjamin pembayaran atau perguliran dana untuk masa program dan pendampingan di lakukan, akan tetapi belum memikirkan bagaimana mekanisme keberlanjutan KUBE dan aktivitasnya pasca pendampingan tidak dilaksanakan lagi. Secara teknis Kelembagaan KUBE belum diarahkan untuk membentuk aturan main yang berwawasan keberlanjutan kelembagaan dan usahanya. Sejak tidak didampingi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau Kelembagaan KUBE Suka Makmur berubah menjadi gabungan kelompok tani (Gapoktan) kebun sayur yang berada di sekitar Kelurahan Maharatu. Pada Tahun 2004 Gapoktan Karya Makmur telah mempunyai 10 kelompok tani yang berada dibawahnya, saat itu pembinaan Gapoktan telah beralih kepada Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutura Provinsi Riau yang saat itu sedang mengadakan program pengembangan sayuran ekspor yang bekerjasama dengan Pemerintah Singapura untuk pemenuhan kebutuhan sayur organik ekspor bagi negaranya. Kelompok kelompok tani yang berada dibawah Gapoktan Suka Makmur ini mendapat bantuan berupa sedding net seluas 10,36 hektar bantuan peralatan pertanian, sarana produksi pertanian serta jaminan pemasaran sayuran ekspor. Selain itu program pengembangan sayuran berdaun lebar seperti kangkung, bayam serta jenis sawi-sawian lainnya juga dikembangkan oleh Dinas Tanaman Pangan dan hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru. Hasil wawancara dengan Ketua KUBE Suka Makmur, SRP sebagai berikut:
72
“Setelah mendapatkan penghargaan sebagai KUBE teladan pada tahun 2003, KUBE Suka Makmur telah dianggap menjadi KUBE Mandiri dan sejak itu tidak ada lagi pembinaan dari Dinas Sosial Provinsi Riau. Dengan kedaan seperti ini kemudian anggota kelompok mengambil inisiatif untuk membagikan semua modal usaha yang telah berkembang tersebut secara merata, namun demikian anggota kelompok sepakat untuk tidak membubarkan KUBE Suka Makmur, Kelompok yang telah ada ini dipakai untuk mencari jaringan kerjasama baru dengan pihak-pihak lain untuk membantu kegiatan usaha anggota. Saat itu didapat bantuan pembinaan maupun modal usaha dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau untuk kegiatan usaha sayur ekspor maupun usaha pertanian kebun sayur. Untuk menyesuaikan bentuk program tersebut, KUBE Suka Makmur kemudian merubah bentuk kelembagaannya menjadi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Mammur yang awalnya membawahi 9 kelompok tani dan kemudian berkembang menjadi 10 kelompok tani sampai sekarang. Kelembagaan KUBE Suka Makmur saat ini masih berhubungan dengan Dinas Sosial Provinsi Riau, hal ini dilakukan untuk mencari kemungkinan dikembangkannya KUBE baru untuk masyarakat miskin di Kelurahan Maharatu yang belum tersentuh oleh bantuan pihak-pihak lainnya. Pada tahun 2009 telah terbentuk 2 buah KUBE pengambangan yang diberi nama KUBE Karya Mandiri dan KUBE Suka Maju, masing-masing beranggotakan 10 orang dengan luas lahan masing-masing KUBE sebanyak 5 hektar. KUBE pengembangan ini telah mendapat bantuan sebanyak Rp. 30.000.000, untuk masing-masing KUBE. Pada tahun 2010 telah terbentuk 2 KUBE pengembangan lagi yang diberi nama KUBE Tunas Mandiri dan KUBE Elang Sakti, masingmasing beranggotakan 10 orang dengan luas lahan masingmasing KUBE sebanyak 5 hektar. KUBE pengembangan ini telah mengajukan proposal bantuan modal sebanyak Rp. 30.000.000, untuk masing-masing KUBE dan direncakan akan cair tahun 2011 ini” 6.1.2. Kepemimpinan Kepemimpinan di KUBE Suka Makmur didapat melalui proses demokratis yang melibatkan partisipasi anggota kelompok dalam proses suksesi maupun mekanisme pelaksanaan kegiatan pemilihan, namun demikian dalam pelaksanaan pemilihan secara periode tidak pernah dilaksanakan. Sejak mulai berdiri pada tahun 1998 sampai dengan sekarang ketua kelompok maupun pengurus KUBE Suka Makmur (sekarang menjadi Kelompok Tani Suka Makmur) belum pernah
73
berubah (masih dijabat oleh Surafin), dan belum ada wacana untuk memilih ketua kelompok yang baru. Kejadian ini juga disebabkan belum adanya kesepakatan dan keputusan yang tertuang di AD/ART KUBE Suka Makmur mengenai mekanisme pemilihan ketua, baik masa jabatan, maupun tatacara pemilihan ketua. Kepemimpinan di Kelembagaan KUBE Suka Makmur tidak berkembang dan tidak mempunyai bentuk kaderisasi kepemimpinan. Kaderisasi kepemimpinan merupakan salah satu tolok ukur mengenai keberlanjutan suatu organisasi, sehingga diperlukan sebuah mekanisme yang jelas mengenai tataca pemilihan pemimpim suatu organisasi, dan harus jelas secara tertulis dicantumkan pada AD/ART suatu organisasi. Untuk itu perlu dibuat dan disepakati secara bersama mengenai tatacara pemilihan kepemimpinan di KUBE Suka Makmur untuk masa yang akan datang, yang saat ini telah menjadi Kelompok Tani Suka Makmur. 6.1.3. Aktifitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur Aktifitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur menyangkut kegiatan produktif KUBE seperti pengadaan dan penggunaan modal, tenaga kerja, tenaga kerja, pemasaran dan pengembangan usaha (investasi modal dan lahan) yang dapat diuraikan pada tabel 12.
74
Tabel 12. Aktivitas Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam Kegiatan Produktif No
Jenis Aktivitas
1
Pengadaan/penggunaan modal, tenaga kerja, teknologi dan saprotan
2
Pemasaran
3
Pengembangan usaha
4
Aturan main dan kontrol sosial
5
Pengelolaan Konflik
Uraian Kegiatan Modal usaha digunakan untuk kegiatan usaha pertanian hortikultura (kebun sayur), jumlah pembiayaan sesuai dengan rencana kerja anggota, tenaga kerja yang digunakan berasal dari anggota rumah tangga keluarga miskin. Teknologi yang digunakan berdasarkan petunjuk ppl pertanian maupun pendamping, saprotan yang digunakan adalah pupuk, benih, obat-obatan. Benih yang didapat dibeli ataupun dibuat sendiri. Pemasaran tidak diatur oleh kelompok, anggota kelompok secara bebas menjual kepada pedagang pengumpul atau dipasarkan sendiri Pengembangan usaha hanya terbatas pada usaha simpan pinjam dan jual beli saprotan, setelah berubah menjadi kelompok tani, pengembangan usaha berkembang pada usaha sayur ekspor, dan penyediaan saprotan. Untuk anggota kelompok terjadi pengembangan usaha secara umum seperti pemasaran hasil sayuran, bengkel, dagang kelontong dan pertukangan. Aturan main secara baku sudah ditetapkan secara tertulis, tetapi hanya mengatur mengenai proses usaha simpan pinjam. Kontrol sosial secara kelembagaan belum jalan disebabkan tidak adanya badan pengawas yang berada pada struktur organisasi, Kontrol sosial pada komunitas kurang berjalan disebabkan pertemuan kelompok tidak rutin benrjalan Konflik pada kegiatan KUBE Suka Makmur hamper dikatakan tidak pernah terjadi, jika terjadi secara langsung akan diselesaikan oleh ketua kelompok dan pengurus lainnya.
6.1.4. Kerjasama dan Jaringan Usaha KUBE Kerjasama dan jaringan usaha KUBE Suka Makmur kurang berkembang dengan baik. Usaha-usaha pendampingan sebagai wujud pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh Dinas Sosial Provinsi Riau masih pada batas penyampaian
bantuan
serta
penyelesaian
administrasi
kegiatan,
belum
dilaksanakan secara optimal sesuai dengan petunjuk pelaksanaan kegiatan maupun petunjuk teknis program pemberdayaan keluarga miskin. Pendampingan belum berupaya untuk mengajak, membimbing serta mengarahkan komunitas pada usaha-usaha untuk dapat bekerja sama dengan pihak-pihak lain seperti
75
permodalan, pemasaran hasil. Sampai pada akhir pelaksanaan program bentuk kerjasama dan jaringan usaha KUBE Suka Makmur hanya pada satu lembaga saja yaitu Dinas Sosial Provinsi Riau. Jenis usaha yang terbentuk dan dikelola oleh kelembagaan KUBE Suka Makmur hanya pada usaha simpan pinjam dan pengadaan sarana produksi pertanian. Jaringan Usaha KUBE Suka Makmur juga belum terbentuk atas kesepakatan atau perjanjian kerjasama, jaringan usaha terbentuk dengan sendirinya sesuai dengan mekanisme pasar dan secara langsung dikelola oleh setiap anggota kelompok. Peran Kelembagaan KUBE Suka Makmur dalam membentuk jaringan usaha komunitas atau jaringan sosial lainnya dapat dikatakan tidak ada sama sekali, hal ini menjadi salah satu penyebab kelembagaan KUBE Suka Makmur tidak berkembang. Kelembagaan KUBE Suka Makmur hanya berperan sebagai lembaga yang memberikan layanan permodalan yang berasal dari bantuan Dinas Sosial Provinsi Riau serta mengurus bentuk-bentuk administrasi pencairan dana usaha, serta tata laksana pengembalian kredit usaha kepada KUBE, yang disesuaikan
dengan
kebutuhan
Dinas
Sosial
Provinsi
Riau.
Akibatnya
kemanfaatan KUBE menjadi sangat rendah oleh anggotanya. KUBE
tidak
mampu
memberikan
peluang
kerjasama
maupun
memperbanyak jaringan usaha untuk kepentingan usaha anggotanya, kejadian ini disebabkan tidak dimilikinya perencanaan kegiatan kelembagaan yang dibuat secara partisipatif dan digunakan untuk kepentingan usaha anggotanya. Hal inilah yang mendorong terus melemahnya kelembagaan KUBE setelah dianggap mandiri, selain kurangnya kepentingan anggota terhadap KUBE serta rasa memiliki yang sangat rendah anggota KUBE terhadap kelembagaannya.. Terentaskannya kemiskinan anggota KUBE Suka Makmur disebabkan peluang usaha kebun sayur merupakan kegiatan yang sangat menjanjikan di Kota Pekanbaru , dengan tingkat permintaan akan sayuran yang terus meningkat dan jumlah pasokan produksi sayuran terbatas, membuat sayuran yang diproduksi mempunyai harga yang cukup baik dan selalu terserap oleh pasar.
76
6.2. Profil KUBE Suka Makmur Setelah menjadi Gabungan Kelompok Tani Karya Makmur. Kelembagaan KUBE Suka Makmur melebur dan menjadi bagian dalam
Gabungan
Kelompok
Tani
(Gapoktan)
Karya
Makmur.
Kelembagaan KUBE Suka Makmur kemudian berubah menjadi Kelompok Tani Suka Makmur dan kembali beraktivitas kegiatan kelembagannya, seperti pertemuan kelompok, mebuat perencanaan kegiatan kelompok dan lainnya. Anggota Kelompok juga tidak berubah. Bentuk Kelembagaan Gapoktan Karya Makmur pada gambar 5.
PELINDUNG (LURAH)
KETUA Surapin
WKL. KETUA Saulan
SEKRETARIS Suwarno
BENDAHARA Supriadi
SEKSI-SEKSI PEMASARAN Ahmad Topan
HUMAS Zainal Abidin
Karya Nyata Supriadi
ANGGOTA
Mekar Jaya Mujiono
Karya Mandiri Sutopo
Suka Maju Wiwik Widianto
Gambar 5.
Prima Jaya Subarnas
Daun Lebar Mujianto
Panca Karya Suwarno
Suka Makmur Surapin
Elang Mandiri Jumena
Struktur Organisasi Gabungan Kelompok (Gapoktan) Tani Karya Makmur
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa telah terjadi perkembangan kelembagaan KUBE Suka Makmur menjadi Gapoktan Karya Makmur setelah KUBE tidak didampingi oleh Dinas Sosial Provinsi Riau. Perkembangan kelembagaan kelompok masyarakat ini pada awalnya merupakan anggota
Mustang Jaya Haimin
Tani Mulya Bejo
77
kelompok pemanfaat KUBE Suka Makmur baik langsung ataupun tidak langsung. Hal ini menggambarkan bahwa pendampingan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau dulunya telah berhasil meningkatkan kepercayaan diri anggota keluarga miskin yang didampingi untuk membuka diri dalam mendapatkan akses pelayanan dari pemerintah maupun kelembagaan sosial lainya. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru sebagai bagian lain dalam pembina masyarakat telah mampu melihat dan memanfaatkan peluang kekuatan masyarakat yang telah ada untuk dikembangkan lebih maju dengan sistem program yang mereka laksanakan. Berikut
hasil
petikan
wawancara dengan
salah
seorang
aktivis
pemberdayaan masyarakat di Kota Pekanbaru, yaitu Bapak T. Kaddhafi Al Munir “Sebagai program pembangunan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan, program pemberdayaan keluarga miskin yang dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau telah berhasil mengentaskan kemiskinan pada beberapa daerah yang termasuk kantong-kantong kemiskinan di beberapa kelurahan di Kota Pekanbaru. Namun demikian program pemberdayaan masyarakat tersebut dalam pelaksanaan kegiatannya belum mengarah kepada aspek keberlanjutan program yang telah dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat pada hampir semua KUBE yang telah dinyatakan mandiri, kegiatan kelembagaan masyarakat tersebut cenderung menjadi berkurang aktivitasnya dan kemudian membagi-bagikan asset modal usaha yang telah mereka bangun dan mereka miliki secara merata kepada seluruh anggotanya. Dalam melaksanakan program pemberdayaan yang berhubungan dengan pengentasan kemiskinan sudah seharusnya setiap satuan kerja yang berada di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau saling berkoordinasi dalam menjalankan masing-masing programnya. Dinas Sosial Provinsi Riau harusnya memberikan batasan dalam pelaksanaan kegiatan program pengentasan kemiskinannya. Seharusnya setelah masyarakat menjadi mandiri atau tidak miskin lagi, Dinas Sosial Provinsi Riau harus berkoordinasi dengan satuan kerja lainnya untuk melanjutkan program pemberdayaan tersebut kepada dinas atau satuan kerja lainnya yang disesuaikan dengan arah pengembangan usaha masyarakat, baik itu pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, koperasi dan lain-lain, sehingga modal usaha yang telah ada dan dapat terus berkembang dan menyentuh semua lapisan masyarakat yang membutuhkannya. Begitu banyaknya program pembangunan yang masuk ke masyarakat, baik yang dilaksanakan oleh satuan kerja
78
pemerintah, lembaga independen serta perusahaan dalam pelaksanaan kegiatannya cenderung masih bersifat ego sektoral dan tidak mengacu kepada keberlanjutan program. Seharusnya program pembangunan dilakukan dengan muatan pemberdayaan yang mendahulukan proses kegiatan untuk keberhasilan daripada memfokuskan keberhasilan program sesaat tanpa memikirkan keberlanjutan program. Bahwa keberhasilan yang selama ini didapatkan umumnya baru melepaskan masyarakat atau komunitas pada garis kemiskinan dengan tingkat usaha masih berskala kecil atau baru mencapai tahap menengah yang sangat rentan untuk menjadi gagal atau hancur jika tidak terus mendapatkan pendampingan untuk memperluas jaringan serta akses lainnya untuk pengembangan usaha. Persoalan yang sangat mendasar bagi petani kebun sayur di Kelurahan Maharatu adalah sulitnya mendapatkan akses kepemilikan lahan bagi keberlanjutan usaha. Untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk membuka akses permodalan untuk membeli lahan secara kredit yang dikelola oleh kelembagaan kelompok melalui bantuan-bantuan permodalan dari pihak lain baik hibah maupun kredit berbunga rendah. Jika kegiatan ini dapat diterapkan hamper dapat dipastikan” keberlanjutan usaha kebun sayur ini dapat terus dipertahankan dan mendatangkan keuantungan bagi masyarakat. Dari beberapa petikan wawancara di atas dapat diketahui bahwa kelembagaan KUBE Suka Makmur setelah dinyatakan sebagai KUBE Mandiri oleh Dinas Sosial Provinsi Riau menjadi semakin melemah baik dalam kegiatan kelembagaan maupun usahanya. Persoalan ini disebabkan adanya beberapa faktor, yaitu: 1. Kurang menyentuhnya pedoman umum maupun petunjuk pelaksanaan program pemberdayaan keluarga miskin yang dibuat oleh Dinas Sosial Provinsi Riau kepada arah keberlanjutan program secara mandiri oleh masyarakat melalui kelembagaan KUBE, hal ini membuat masyarakat menjadi salah dalam menentukan kegiatan lanjutan setelah tidak adanya pendampingan lagi, dan cenderung membagi-bagikan modal usaha yang telah berkembang tersebut secara merata kepada seluruh anggota kelompok. Seharusnya dari awal program dijalankan, telah dibuat kesepakatan dengan masyarakat untuk tetap melanjutkan atau mengembangkan modal yang telah diberikan secara swakelola oleh lembaga yang telah dibentuk, walaupun pembinaan atau pendampingan tidak ada lagi, masyarakat juga harus diberikan penguatan
79
dalam mencari jaringan akses pendampingan lainnya untuk melanjutkan kegiatan
yang
telah
berjalan,
bukan
menggantinya
dengan
bentuk
kelembagaan lainnya. 2. Sinergitas dan koordinasi pengelolaan program pembangunan yang kurang baik di lingkungan satuan kerja Pemerintah Provinsi Riau yang cenderung berjalan sendiri-sendiri, sehingga membuat masuknya program dengan prinsip dan metodologi sejenis, dengan masyarakat pemanfaat kegiatan yang cenderung sama, dan bukan sebagai program lanjutan untuk memperkuat kegiatan program yang telah dilaksanakan oleh satuan-satuan kerja lainnya yang lebih dahulu masuk ke dalam kelembagaan masyarakat. 3. Belum adanya kebijakan umum yang mengatur perencanaan maupun tahapan pelaksanaan program pembangunan, terutama untuk menetapkan kapan, sampai pada tahap bagaimana dan bentuk kelembagaan yang harus dikembangkan, serta satuan kerja apa yang dapat masuk kedalam suatu komunitas tersebut untuk melanjutkan kegiatan program pembangunan yang telah berjalan tanpa harus mengganti bentuk – bentuk kegiatan maupun bentuk kelembagaan yang telah ada. 4. Bentuk kegiatan pendampingan yang dijalankan belum optimal, dan belum mengarah kepada penguatan kewirausahaan dan kemandirian masyarakat untuk mengelola kegiatan usaha secara mandiri. Masyarakat masih cenderung mengharapkan bantuan pemerintah dengan pola hibah tanpa ada usaha-usaha lainnya yang mengarah kepada pencarian akses jaringan usaha maupun permodalan lainnya. Selain itu lemahnya modal sosial yang ada pada kelembagaan KUBE membuat tidak termanfaatkannya human capital, social and instituonal assets, natural resaurces dan man mad assets dengan baik. Hal ini juga mendorong tidak terbentuknya sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (wolrd view), kepercayaan (trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekomoni dan informasi (informational and ecomonic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal groups, serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modalmodal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekomoni dan pembangunan.
80
Program pemberdayaan keluarga miskin yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau di Kelurahan Maharatu secara umum telah berhasil mengentaskan permasalahan kemiskinan khususnya pada anggota KUBE Suka Makmur, akan tetapi keberhasilan ini tidak sejalan dengan keberlanjutan kelembagaan KUBE Suka Makmur. Dari hasil wawancara dengan beberapa anggota
kelompok
maupun
pengurus
KUBE
Suka
Makmur
mengenai
perkembangan kelembagaan KUBE Suka Mamkur didapat beberapa rangkuman temuan kajian yaitu : 1. Nilai - nilai usaha (orientasi ke depan) Nilai - nilai usaha dalam bentuk kewirausahaan sosial kurang berkembang pada kegiatan kelembagaan KUBE Suka Makmur, hal ini tercermin dari sikap anggota yang belum berorientasi terhadap kegiatan usaha di masa yang akan datang. Sikap pengurus kelompok maupun anggota kelompok masing cenderung mengharapkan bantuan hibah dari pihak lain dan belum mempunyai kemauan keras dalam mencari akses permodalan melalui sistem kredit dengan bunga rendah. Modal usaha yang telah berkembang justru dibagi-bagi kan secara merata kepada seluruh anggotanya setelah pendampingan tidak ada lagi, dan justru mencari sumber modal baru yang berasal dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau maupun Kota Pekanbaru, tanpa adanya pemikiran bahwa modal yang baru tersebut dapat digunakan sebagai modal tambahan untuk memperkuat sistem permodalan lembaga keuangan simpan pinjam yang telah mereka bentuk di KUBE Suka Makmur. 2. Kepengurusan dan Organisasi Kurang tepatnya metodologi pendampingan yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Provinsi Riau membuat Kepengurusan dan Organisasi KUBE Suka Makmur menjadi melemah setelah tidak mendapat pendampingan lagi. Hal ini terjadi karena pendampingan untuk penguatan kelembagaan, seperti pembuatan dan penetapan aturan main tidak dibuat dan dilaksanakan secara partisipatif oleh pengurus maupun anggota kelompok, KUBE Suka Makmur saat pembentukannya cenderung dibuat dengan cara dikelompokkan bukan sebagai bentuk upaya masyarakat untuk berkumpul akibat adanya tujuan yang sama. Kegiatan
81
pendampingan untuk pertemuan kelompok dalam membahas kegiatan usaha anggota belum dilaksanakan secara optimal dengan bentuk rutinitas bulanan, hal inilah yang mendorong melemahnya sistem kelembagaan KUBE Suka Makmur setelah tidak adanya pendampingan lagi. Kelembagaan KUBE Suka Makmur kemudian dilebur dengan kelembagaan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Makmur dan KUBE Suka Makmur kemudian menjadi salah satu kelompok tani yang diberi nama Kelompok Tani Suka Makmur. Ketua Kelompok Gapoktan Karya Makmur merupakan Ketua Kelompok KUBE Suka Makmur. 3. Kepemimpinan Program pemberdayaan keluarga miskin di Kelurahan Maharatu melalui kegiatan penguatan kelembagaan KUBE untuk mengola akses permodalan masyarakat miskin dalam bentuk penguatan kepemimpinan telah mampu menginisiasi munculnya kepemimpinan lokal yang berasal dari keluarga miskin, akan tetapi belum mampu menciptakan kaderisasi kepemimpinan lokal yang baru. Hal ini dapat dilihat belum adanya penggantian kepemimpinan KUBE mulai dari saat terbentuk sampai dengan sekarang. Hal ini memperkuat asumsi bahwa partisipasi anggota kelompok dalam kegiatan kelembagaan KUBE Suka Makmur masih sangat rendah, sehingga setiap kebijakan kelompok yang dibuat lebih banyak merupakan hasil kebijakan pribadi ketua kelompok dan bukan merupakan hasil keputusan bersama di dalam rapat kelompok. 4. Aturan main Proses pembuatan dan pelaksanaan aturan main yang ada di kelembagaan KUBE Suka Makmur belum dilaksanakan secara partisipatif. Aturan main yang ada belum jelas mengatur tatacara kepengurusan kelompok, pengembangan usaha dan keberlanjutan usaha. Aturan main yang tidak jelas ini disebabkan pendampingan yang dilakukan belum mengarahkan bagaimana proses pembuatan dan aturan main dikerjakan secara partisipatif oleh anggota kelompok. Hal ini telah mendorong arah kebijakan pengembangan modal usaha menjadi terhenti setelah pendampingan tidak ada lagi, yang dapat dilihat dengan dibagi-bagikannya secara merata modal usaha yang telah dikembangkan setelah pendampingan dihentikan karena KUBE telah dianggap mandiri. Pelaksanaan aturan main juga tidak dikembangkan dalam pengambilan kebijakan melalui keputusan bersama
82
dalam rapat kelompok. Kebanyakan kebijakan yang dibuat berdasarkan inisiatif ketua kelompok.
5. Modal atau simpanan Modal atau simpanan yang ada pada KUBE Suka Makmur pada wal pelaksanaan program berkembang dengan baik, tetapi akhirnya habis akibat kebijakan yang dibuat oleh kelompok untuk membagi-bagikan modal tersebut kepada anggotanya. Kegagalan dalam mengambangkan modal usaha ini diakibatkan
aturan
main
yang
tidak
jelas
dalam
menyusun
kegiatan
pengembangan usaha, serta tidak dikenalkannya upaya pemupukan modal usaha oleh pendamping. Kegiatan menabung di dalam kelompok juga belum pernah dilaksanakan, sehingga perkembangan modal murni berasal dari jasa usaha simpan pinjam yang dikembangkan kelompok. 6. Perkembangan usaha Perkembangan usaha anggota kelompok baik pada saat program berjalan maupun setelah tidak adanya lagi pendampingan berjalan dengan baik. Perkembangan yang baik ini tidak diikuti oleh perkembangan usaha kelompok. Usaha Kelompok yang bergerak di bidang simpan pinjam menjadi terhenti setelah program pendampingan tidak ada lagi, dan kemudian berkembang lagi setelah masuknya bantuan dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikutura Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru, akan tetapi tidak mempunyai hubungan dengan modal yang telah ada berkembang.