VI. PEMBAHASAN Dalam pembahasan ini akan diuraikan secara lebih jelas tentang hasil penelitian yang telah dihasilkan pada penelitian ini.
6.1. Relief Kondisi relief yang relatif datar sampai landai yang ditemukan di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul banyak dijumpai di wilayah-wilayah pesisir yang berbentuk gisik saku atau teluk seperti di Pesisir Sadeng, Wediombo, Siung, Krakal, Kukup, dan Baron. Lebar kondisi relief datar sampai landai ini ke arah darat tidak terlalu lebar karena di bagian belakangnya sudah dijumpai tebing clif dengan kemiringan lereng yang sangat terjal ( > 40%). Kondisi relief di wilayah pesisir Kabupaten Bantul dan Kulon Progo hampir semuanya berrelief datar sampai landai dengan kemiringan lereng 0 – 14 %. Relief datar (0 – 2 %) banyak dijumpai di wilayah pesisir yang lebih ke arah darat pada bentuklahan rawa belakang dan penggunaan lahan pertanian, sedangkan relief landai (3 – 14%) banyak dijumpai pada beting gisik sepanjang pantai dan gumuk pasir. Hasil analisis grafis (lihat Gambar 42 sampai Gambar 50) menunjukkan bahwa kemiringan lereng di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul untuk daerah pantai yang berbentuk clif berrelief sangat curam/sangat terjal dengan kemiringan lereng > 40% seperti yang terlihat di Pantai Ngungap, sedangkan kemiringan lereng di wilayah pesisir berbentuk saku atau teluk seperti di Pantai Baron, Pantai Krakal berrelief datar-landai dengan kemiringan lereng < 5 %. Untuk wilayah pesisir di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo menunjukkan topografi yang datar-landai dengan kemiringan lereng < 5%, hanya dijumpai beberapa tempat yang berelief agak curam dengan kemiringan lereng sekitar 16 % yaitu di beting gisik sepanjang tepi pantai.
119
6.2. Materi Penyusun Utama dan Proses Genesa Pembahasan menyangkut materi penyusun utama dan proses genesa, terlihat bahwa pada bentuklahan bentukan asal proses marin (M) seperti gisik dan gumuk pasir tekstur tanah yang dominan adalah material kasar dari pasir hingga kerikil (GW, SM, dan SP). Pada bentuklahan bentukan asal fluvial (F) tekstur tanah yang dominan adalah material yang mengandung lempung (ML dan CL), sedangkan pada bentuklahan bentukan asal karst (K) tekstur tanah yang dominan adalah kerikil dan pasir (GC). Bentuklahan yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul sebagian besar merupakan bentuklahan asal proses solusional (karst), dan sebagian kecil di beberapa tempat merupakan bentuklahan bentukan asal proses bio-marin, marin, fluvial, struktural, dan volkanik. Bentuklahan asal proses solusional terbentuk dan berkembang pada batuan gamping. Proses solusional dimulai dari diaklas-diaklas yang akhirnya terbentuk ledok karst dan bukit karst membentuk bentuklahan lereng dan perbukitan karst terkikis. Adanya iklim tropis dan curah hujan yang cukup tinggi ikut mempengaruhi kelangsungan pembentukan topografi karst. Di bagian selatan yang berbatasan secara kontras dengan laut, banyak dijumpai runtuhan batu gamping dan bukit terpisah yang memberikan keindahan alamiah yang spesifik.
Gambar 52. Pantai Karst Gunungkidul (Sumber : Google, 2007)
Bentuklahan asal proses marin terbentuk oleh aktivitas gelombang yang bervariasi sesuai dengan pasang surut air laut. Bentuklahan tersebut adalah Gisik Pantai. Bentuklahan ini berupa dataran yang sejajar dengan garis pantai
120
dengan beda tinggi yang relatif kecil. Di depan bentuklahan gisik pantai ini yaitu ke arah laut merupakan zona empasan gelombang. Material pada bentuklahan gisik pantai terdiri dari pasir kasar, fragmen karang, kerakal, dan sisik binatang laut
dangkal
(sisa-sisa
organisme
laut).
Tenaga
yang
mempengaruhi
terbentuknya bentuklahan ini adalah arus dan gelombang laut. Arus sepanjang pantai mempunyai peranan dalam pengangkutan sedimen laut dan arah pengangkutannya dipengaruhi oleh kondisi angin saat itu. Gelombang yang besar yang terjadi pada waktu air laut pasang ikut mempengaruhi terbentuknya bentuklahan ini dengan ditunjukkannya variasi ukuran butir, jenis endapan yang beraneka, serta relatif tidak terkotori oleh endapan dari daratan. Bentuklahan ini terdapat di Teluk Baron dengan materi penyusun utama berupa material pasir (lepas) endapan marin, sedangkan materi penyusun utama di Pantai Kukup, Pantai Krakal, dan Pantai Sundak adalah pasir putih sisa-sisa organisme laut .
Gambar 53. Gisik Pantai di Teluk Baron Gunungkidul DIY (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
\
Gambar 54. Zona Empasan Gelombang di Pantai Siung Gunungkidul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Bentuklahan asal proses fluvial didominasi oleh pembentukan lembah yang merupakan pengendapan material yang berasal dari lereng bukit sekitarnya. Material penyusunnya tergantung dari jenis batuan pada lereng bukit
121
sekitarnya. Jenis bentuklahan ini meliputi dataran aluvial karst, dataran aluvial pantai dan lembah bekas sungai. Karakteristik dataran aluvial karst mempunyai lereng landai dan berbentuk cekung, solum tanahnya dalam dan pada umumnya tanahnya bertekstur kerikil berlempung, dan airtanahnya dangkal. Penggunaan lahan di dataran aluvial karst adalah untuk lahan pertanian intensif. Bentuklahan lembah bekas sungai terlihat sangat jelas pada lembah bekas sungai yang bermuara ke laut di Pantai Sadeng, yang merupakan lokasi bekas muara sungai Bengawan Solo Purba
Gambar 55. Citra Satelit Muara Bengawan Solo Purba dan Kenampakannya di Lapangan , Pantai Sadeng, Gunungkidul (Sumber : Google, 2007 dan Foto Lapangan, 2006)
Bentuklahan asal proses volkanik di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul dijumpai di Gunung Batur yang merupakan bagian dari satuan panggung masif berbatuan sedimen volkanik klastik berumur tersier. Gunung Batur ini terletak di sebelah barat Pantai Wediombo, sehingga di sekitar pantai Wediombo banyak ditemukan bongkahan batuan volkan. Bongkahan batuan volkan juga banyak ditemukan di sebelah timur Pantai Siung, sehingga pada kenampakan di lapangan terdapat gambar yang cukup menarik yaitu sebelah barat merupakan batuan gamping dan di sebelah timur merupakan batuan volkan.
122
Siung
G. Batur
Wediombo
Gambar 56. Kenampakan Gunung Batur, Pantai Wediombo, dan Pantai Siung (Sumber : Google, 2007)
Gambar 57. Kenampakan Batuan Volkanik berumur Tersier di Wediombo, Gunungkidul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Gambar 58. Pantai Siung dengan Kenampakan Batuan yang berbeda (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Bentuklahan asal proses struktural berupa patahan yang terjal terdapat di Pantai Ngobaran Kabupaten Gunungkidul. Batuan penyusunnya berupa batugamping yang membentuk topografi karst. Bentuk lereng tidak teratur dengan kemiringan lebih dari 100 %. Di beberapa tempat terdapat runtuhan bebatuan atau rockfall.
123
Gambar 59. Pantai Ngobaran Gunungkidul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Bentuklahan yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Bantul dan Kulonprogo lebih banyak didominasi oleh bentuklahan asal proses marin, fluvial dan aeolian. Proses fluvial (aliran sungai) menghasilkan bentuklahan dataran aluvial, dataran banjir, tanggul alam dan rawa belakang. Pada proses fluvial ini, material berasal dari daerah hulu terangkut oleh aliran sungai dan masuk ke laut. Material yang masuk ke laut ini oleh proses marin (laut) melalui gelombang laut dihempaskan di sepanjang pantai yang menghasilkan bentuklahan gisik. Selanjutnya proses aeolian (angin) mengangkut material pasir di sepanjang pantai yang dihempaskan oleh gelombang laut tersebut untuk diendapkan di tempat-tempat tertentu di darat menghasilkan bentuklahan gumuk pasir. Bentuklahan asal proses fluvial (sungai) 1. Dataran aluvial Dataran aluvial merupakan bentukan dari proses fluvial (sungai) dan proses akumulasi yang terjadi karena pengaruh aliran permukaan yang berasal dari daerah yang lebih tinggi. Tanahnya relatif subur untuk pertanian sehingga penggunaan lahan yang dominan adalah sawah dan permukiman.
Gambar 60. Dataran Aluvial Sungai Progo yang ditanami padi, Trisik Kulon Progo (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
124
2. Dataran banjir Satuan bentuklahan ini terdapat hampir di sepanjang sungai-sungai besar seperti Sungai Bogowonto, Progo dan Opak dengan topografi datar, sering tergenang banjir dan merupakan bentukan proses fluvial. Dataran banjir ini terbentuk karena air sungai semasa banjir melimpah tebing dan tidak lagi tersalurkan karena
terhambat
dan
tergenang
secara
periodik.
Material
pembentuknya adalah sedimen tanah dengan tekstur pasir halus berlempung dengan sedikit plastisitas. Perkembangan selanjutnya tergantung dari sungai dan pemanfaatan lahannya.
Gambar 61. Dataran Banjir Sungai Bogowonto, Congot Kulon Progo (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
3. Tanggul alam (natural levee) Satuan bentuklahan ini terdapat di sepanjang sungai dengan topografi yang relatif tinggi dibanding sekitarnya dan mempunyai tekstur tanah pasir halus berlempung dengan sedikit plastisitas. Penggunaan lahannya berupa permukiman dan pekarangan.
Gambar 62. Tanggul Alam Sungai Opak, Depok Bantul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
125
4. Rawa belakang Rawa belakang merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat genangan air dalam periode waktu yang panjang. Merupakan dataran rendah yang dibatasi oleh igir yang ke arah laut (beting gisik) dan dibatasi bentuklahan yang lain yang ke arah daratan. Material permukaan mempunyai tekstur tanah lempung berpasir sampai lempung berkerikil. Proses pembentukannya dimulai dari proses pembentukan lagun berupa penutupan muara sungai yang menyebabkan terbentuknya genangan yang terpisah dari laut. Akibat dari proses sedimentasi yang berasal dari daratan maka lagun ini menjadi tertutup dan berubah menjadi daratan. Dengan andanya campur tangan manusia, genangan ini kemudian diatus dengan dibuatkan saluran air sehingga genangan ini dapat menjadi kering dan dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
Gambar 63. Rawa Belakang Sungai Opak, Depok Bantul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Bentuklahan asal proses marin (laut) 1. Gisik pantai (beach) Bentuklahan ini dijumpai di sepanjang garis pantai. Materi penyusunnya merupakan akumulasi material tak padu atau lepas seperti pasir dan kerikil. Bentuk dari gisik pantai ini berupa bentangan permukaan lahan yang relatif sempit yang dibatasai oleh rata-rata surut terendah hingga rata-rata pasang tertinggi. Dicirikan dengan relief yang landai dengan kemiringan lereng 3-8% dan berbatasan dengan gumuk pasir ke arah daratan.
126
Gambar 64 . Gisik Pantai Parangtritis (Sumber : Barandi, 2003)
2. Swale (depresi antar beting gisik) Swale merupakan morfologi berupa ledokan yang terdapat diantara dua beting gisik yang tersusun oleh material pasir. Tekstur tanahnya adalah pasir berlanau. Topografinya berbentuk cekung dengan pola letak sejajar dengan garis pantai. Penggunaan lahannya berupa tegalan, perkebunan dan sawah . Bentuklahan asal proses aeolian (angin) Gumuk pasir (sand dunes) Gumuk pasir merupakan bentuklahan yang dihasilkan oleh kekuatan angin yang menerbangkan material pasir dan diendapkan disuatu tempat membentuk bentukan-bentukan yang khas. Syarat terbentuknya gumuk pasir antara lain adanya suplai material pasir yang cukup banyak, kelengasan pasir, sinar matahari, adanya kekuatan angin yang bertiup, adanya vegetasi sebagai penghalang, dan tempat pengendapan yang cukup luas. Dua faktor utama yang menentukan morflogi gumuk pasir adalah karakter angin (arah dan kecepatan) dan pasokan material (ukuran butir dan jumlah).
127
Rawa belakang
Gumuk pasir aktif
Gambar 65. Lokasi Gumuk Pasir Aktif dan Rawa Belakang, Sungai Opak, Depok Bantul (Sumber : Barandi, 2003)
Gumuk pasir melintang (transversal) cenderung terbentuk pada daerah yang banyak cadangan pasirnya dan sedikit tumbuhan. Proses terbentuknya dibawah pengaruh angin yang lemah yang hanya memindahkan material pasir yang halus sehingga material pasir yang kasar tidak terangkut. Tinggi dan lebar pematang tergantung pada besarnya tenaga angin yang bertiup dan komposisi ukuran butir material pasir. Ketinggian pada umumnya antara 5 sampai 15 m dan berbentuk seperti ombak dengan punggung melengkung dan melintang tegak lurus terhadap arah angin.
Gambar 66. Gumuk Pasir Melintang/Transversal (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Gumuk pasir memanjang (longitudinal) merupakan gundukan pasir yang hampir lurus yang bentuknya sejajar terhadap arah angin. Gumuk pasir memanjang ini terdapat pada pengaruh angin yang kuat dan berhembus dengan arah tetap, sehingga mampu memindahkan
128
semua material pasir yang ada di lokasi tersebut. Umumnya berketinggian kurang dari 15 m dan panjang beberapa ratus meter.
Gambar 67. Gumuk Pasir Memanjang/Longitudinal (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Gumuk pasir sabit (barchan) cenderung terbentuk pada daerah yang pasirnya terbatas dan sedikit vegetasi. Ujung dan tanduk gumuk pasir sabit berarah ke belakang dan pasir tersapu ke sekitar gumuk maupun ke atas serta melampaui puncak. Penampang gumuk tidak simetri pada puncaknya tetapi berangsur-angsur menjadi hampir simetri pada tanduknya. Ketinggian gumuk pasir sabit umumnya antara 5 -15 m dan maksimum mencapai 30 m.
Gambar 68. Gumuk Pasir Sabit/Barchan (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
6.3. Tipologi Fisik Pesisir Tipologi fisik pesisir di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul ditemukan hampir semua tipe pesisir, dimulai dari yang paling dominan yaitu tipe pesisir erosi darat dengan dicirikan pada relief dengan kemiringan lereng agak curam sampai sangat curam, berbatuan padu (keras), dan proses genesa solusional (pelarutan/karst), sampai pada tipe pesisir organik. Tipe pesisir erosi darat dalam
129
istilah yang dikemukakan oleh Bakosurtanal (2000) disebut dengan pesisir karstik berdinding terjal karena terdapat pada bentuklahan karst dan berbatuan clif yang terjal. Contoh dari pesisir erosi darat adalah pantai : Turen, Jepitu, Nampu, dan Parangendog. Di beberapa tempat terutama di pantai yang berbentuk teluk termasuk dalam tipe pesisir pengendapan laut dan tipe pesisir organik. Kedua tipe pesisir ini dicirikan oleh relief dengan kemiringan datar sampai landai, materi penyusun utamanya berupa material lepas (pasir), dan proses genesanya marin (aktivitas laut). Perbedaan keduanya hanya terletak pada spesifikasi materi penyusun utamanya. Tipe pesisir pengendapan laut materi utamanya adalah pasir sedimen laut, sedangkan tipe pesisir organik materi utamanya adalah pecahan karang (organisme laut). Kenampakannya di lapangan juga menunjukkan perbedaan, dimana pasir sediment laut lebih hitam warnanya, sedangkan pecahan karang tampak lebih putih dan terdapat sisa-sisa binatang laut. Lokasi yang cukup jelas untuk tipe pesisir pengendapan laut adalah Pantai Baron, sedangkan tipe pesisir organik terdapat di Pantai Krakal sampai Pantai Sundak, Pantai Drini, Pantai Sepanjang, dan Pantai Kukup.
Gambar 69. Materi Sedimen Laut di Pantai Baron, Gunungkidul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Gambar 70. Materi Pasir Putih Pecahan Karang di Pantai Krakal, Gunungkidul (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
130
Tipe pesisir pengendapan darat dijumpai di lembah Bengawan Solo purba dengan karakteristik wilayah berupa relief datar, materi penyusun utama berupa materi pasir bercampur lumpur, serta proses genesanya adalah proses fluvial (aliran sungai). Muara dari sungai ini adalah di Pantai Sadeng dengan materi utamanya berupa pasir sedimen laut dan proses marin, sehingga proses genesa yang terjadi di Pantai Sadeng ini adalah proses fluvio-marin, yaitu campuran proses fluvial dari arah darat dan marin, tetapi yang lebih dominan adalah proses fluvial. Tipe pesisir volkanik, struktural, dan erosi gelombang dijumpai di beberapa tempat yang spesifik , ditandai dengan ditemukannya kenampakan yang menonjol dari proses genesa tersebut di lapangan. Tipe pesisir volkanik terdapat di sebelah timur Pantai Siung sampai Pantai Wediombo. Diantara ke dua pantai tersebut, terdapat Gunung Batur yang merupakan bagian dari satuan panggung
masif
berbatuan
sedimen
volkanik
klastik
berumur
tersier
(Bakosurtanal, 2000). Kenampakan yang cukup menonjol adalah terlihatnya batuan sedimen volkan di Pantai Wediombo. Tipe pesisir struktural dijumpai di Pantai Ngobaran dengan kenampakan struktural berupa patahan yang terjal, sedangkan tipe pesisir erosi gelombang terdapat di Pantai Ngungap, yang juga ditandai dengan kenampakan yang khas berupa proses erosi gelombang. Ketiga tipe pantai ini mempunyai karakteristik berupa relief yang terjal dan berbatuan keras (padu). Tipologi pesisir yang terdapat di wilayah Kabupaten Bantul dan Kulon Progo secara dominan merupakan tipe pesisir pengendapan laut dan beberapa tempat seperti di kanan kiri sungai merupakan tipe pesisir pengendapan darat. Tipe pesisir pengendapan laut bercirikan relief yang datar hingga landai, mempunyai materi pasir, dan prosesnya terdiri dari proses marin (gelombang) untuk wilayah yang dekat dengan laut dan proses aeolian (angin) pada daerah yang lebih ke arah darat. Kenampakan yang mudah untuk dikenali di lapangan adalah kenampakan gisik pantai (untuk proses marin) dan gumuk pasir (untuk proses aeolian). Proses aeolian ini tidak dapat bekerja sendiri tetapi berkaitan dengan proses marin sehingga proses genesanya adalah proses aeolio-marin. Pantai-pantai yang termasuk dalam tipe pesisir pengendapan laut yaitu pantai : Parangtritis, gumuk pasir aktif di Parangtritis, Depok, Pandansimo, Trisik, Bugel, gumuk pasir pasif, Karangwuni, Glagah dan Pantai Congot.
131
Tipe pesisir pengendapan darat dicirikan oleh relief yang datar hingga landai, dengan materi berupa lumpur (lembek), dan proses genesanya berupa proses fluvial (aliran sungai). Proses fluvial ini tidak bekerja sendiri karena terdapat campur tangan juga proses marin (intrusi melalui muara sungai) sehingga
prosesnya
disebut
dengan
proses
fluvio-marin.
Tipe
pesisir
pengendapan darat ini banyak terdapat di sempadan sungai besar seperti S. Opak, S. Progo, S. Serang, dan S. Bogowonto. Delta di wilayah muara sungai utama tidak terbentuk dengan baik karena kekuatan gelombang yang cukup dominan.
6.4. Kondisi Fisik Titik Sampel Wilayah Pesisir Kabupaten Gunungkidul Secara umum kondisi fisik pantai-pantai di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul mempunyai kondisi iklim yang relatif sama karena perhitungan kondisi iklim di wilayah ini didasarkan pada hasil perhitungan data-data iklim dari stasiun-stasiun klimatologi yang berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Kondisi iklim ditandai dengan terdapatnya musim penghujan (Muson Barat) terjadi antara bulan November sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau (Muson Timur) terjadi antara bulan Mei sampai dengan bulan November. Rerata hujan terendah terjadi pada bulan Agustus, dan tebal hujan berangsur-angsur bertambah hingga mencapai maksimum pada bulan JanuariFebruari. Setelah bulan Februari curah hujan berangsur-angsur kembali berkurang sampai pada bulan Agustus. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 1938 mm. Tipe iklim menurut Koppen termasuk dalam tipe Awa yang memiliki karakteristik jumlah hujan pada bulan-bulan basah ( curah hujan > 100 mm) tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan-bulan kering (curah hujan < 60 mm). Suhu udara rata-rata tahunan sebesar 26,5 oC (tertinggi 31,31 oC). besarnya kelembaban udara rata-rata bulanan maksimum 86% yang terjadi pada bulan Januari dan minimum 72,3% yang terjadi pada bulan Juni dan besarnya rata-rata tahunan adalah 81,08%. Kondisi
iklim
sangat
berpengaruh
terhadap
penentuan
tipologi
pemanfaatan wilayah pesisir, seperti untuk perikanan, pertanian sampai pada kepentingan wisata pesisir. Kondisi iklim sangat berpengaruh terhadap faktor kenyamanan wisatawan yang berkunjung di wilayah pesisir. Suhu udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan wisatawan kurang nyaman dalam berwisata.
132
Kondisi iklim juga berpengaruh terhadap kondisi oseanografi wilayah pesisir. Disamping itu kondisi iklim juga berpengaruh terhadap proses geomorfologi pada suatu bentuklahan, baik pembentukan topografi/relief maupun batuannya. Proses geomorfologi ini adalah pelapukan batuan, erosi, dan gerak massa batuan (mass movement). Kondisi
oseanografi
di
wilayah
pesisir
Kabupaten
Gunungkidul
ditunjukkan oleh tinggi gelombang berkisar antara 0,52 – 1,4 m dengan kecepatan angin rata-rata 2,1 – 5,6 m/detik. Pada Skala Beaufort (lihat Lampiran 6), terdapat hubungan yang positif antara kecepatan angin dengan tinggi gelombang, artinya bahwa semakin cepat kecepatan angin maka akan diikuti dengan semakin tingginya gelombang yang terjadi. Menurut Skala Beaufort, kecepatan angin 2,1 – 5,6 m/detik adalah termasuk dalam kategori sangat lemah sampai sedang, dan tinggi gelombang yang terjadi dengan kecepatan angin ini adalah 0,3 – 1,5 m. Keadaan seperti ini ditandai kondisi di laut berupa gelombang kecil menjadi lebih panjang, punggung gelombang menjadi lebih lebar, gelombang putih menjadi lebih banyak, dan kondisi di darat berupa debudebu terangkut, kertas berterbangan, cabang-cabang kecil bergerak. Tipe empasan gelombang termasuk dalam tipe melimpah (spilling). Tipe melimpah (spilling) terjadi apabila gelombang dengan kemiringan kecil menuju pantai yang datar (kemiringan kecil). Buih terjadi pada puncak gelombang selama mengalami pecah gelombang dan meninggalkan suatu lapis buih pada jarak yang cukup panjang. Tipe empasan gelombang melimpah (spilling) ini seringkali membentuk arus yang kuat tegak lurus pantai menghempas wilayah daratan, sehingga di beberapa wilayah pantai seperti Pantai Sadeng dipasang bangunan balok-balok penahan gelombang untuk melindungi hantaman gelombang terhadap bangunan pelabuhan tempat berlabuh kapal-kapal nelayan. Kondisi hidrologi berupa airtanah banyak ditemukan di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul dalam bentuk sumur-sumur gali. Air permukaan berupa sungai-sungai di atas permukaan maupun bawah permukaan juga ditemukan di wilayah pesisir. Kedalaman muka airtanah berkisar antara 1, 75 – 4,5 m dengan nilai daya hantar listrik (DHL) berkisar antara 443 - 675 µmhos/cm, terasa tawar, tidak berwarna dan tidak berbau. Beberapa sumur nilai DHL nya lebih dari 1000 µmhos/cm (berkisar antara 1030 – 1640 µmhos/cm) airnya terasa agak payau karena sudah terkena intrusi air laut melalui akifer. Keberadaan airtanah pada musim kemarau relatif masih ada walaupun sangat terbatas. pH air berkisar antara 6,5 – 7,5. Keberadaan air permukaan dijumpai di Pantai Siung berupa
133
sungai kecil yang mempunyai kecepatan aliran kurang dari 2 m/dt dengan karakteristik nilai DHL 525 µmhos/cm dan pH 7. Keberadaan air permukaan berupa sungai bawah tanah dijumpai di Pantai Baron, yaitu tempat keluarnya aliran sungai bawah tanah yang kemudian mengalir ke laut. Kecepatan alirannya sekitar 2 m/dt dengan nilai DHL 500 µmhos/cm dan pH 7. Air terasa tawar, tidak berwarna dan tidak berbau. Penggunaan lahan saat ini secara umum berupa tegalan dengan jenis tanaman seperti ketela, kacang tanah, jagung, dan lain-lain, kemudian pantaipantai yang cukup menarik digunakan untuk kegiatan wisata dan permukiman, untuk pelabuhan dan pendaratan perahu nelayan, TPI, dan lain-lain. Vegetasi alami yang terdapat di pantai antara lain pandan, widuri, ketapang, kelapa, dan lain-lain. Jenis binatang yang ditemukan antara lain monyet ekor panjang, burung walet, penyu, ikan hias, dan lain-lain. Aksesibilitas menuju lokasi titik sampel relatif sudah cukup baik dengan jalan beraspal meskipun beberapa tempat relatif sempit. Hanya aksesibiltas menuju wilayah pantai di Kecamatan Panggang yang masih berupa jalan setapak, bahkan ada yang tidak ada jalannya sama sekali, sehingga untuk menuju wilayah pantai harus berjalan kaki atau naik sepeda motor. Wilayah Kabupaten Bantul dan Kulon Progo Kondisi iklim di wilayah pantai Kabupaten Bantul yang meliputi Pantai Parangtritis, Depok, dan Pandansimo mempunyai rata-rata curah hujan sebesar 1624 mm dan suhu udara rata-rata sebesar 27,15 oC (tertinggi 30,56 oC). Tipe iklim menurut Koppen termasuk dalam tipe Am atau tropika basah, yang mempunyai karakteristik jumlah hujan pada bulan-bulan basah ( curah hujan > 100 mm) mampu
mengimbangi kekurangan hujan pada bulan-bulan kering
(curah hujan < 60 mm). Nilai kelembaban relatif berdasarkan pada data sekunder adalah 78 %. Kondisi iklim di wilayah pantai Kabupaten Kulon Progo ditunjukkan dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2077 mm dan suhu udara ratarata sebesar 26,7 oC (tertinggi 30,56 oC). Tipe iklim menurut Koppen termasuk dalam tipe Am, sama seperti di wilayah pesisir Kabupaten Bantul. Kelembaban relatif berkisar antara 80 – 85 %. Kondisi oseanografi ditunjukkan oleh tinggi gelombang antara 1, 4 – 1,5 m dengan kecepatan angin rata-rata antara 2,7 – 5,3 m/dt. Menurut Skala Beaufort, kecepatan angin 2,7 – 5,3 m/detik adalah termasuk dalam kategori sangat lemah sampai sedang, dan tinggi gelombang yang terjadi dengan
134
kecepatan angin ini adalah 0,3 – 1,5 m. Keadaan seperti ini ditandai kondisi di laut berupa gelombang kecil menjadi lebih panjang, punggung gelombang menjadi lebih lebar, gelombang putih menjadi lebih banyak, dan kondisi di darat berupa debu-debu terangkut, kertas berterbangan, cabang-cabang kecil bergerak. Tipe empasan gelombangtermasuk dalam tipe melimpah (spilling) dengan tinggi pasang surut 1,8 m. Tinggi pasang surut yang hanya 1,8 m ( < 2 m) menunjukkan bahwa proses yang dominan di wilayah pesisir daerah penelitian adalah gelombang. Kondisi hidrologi ditunjukkan dengan keberadaan sumur gali airtanah tawar yang ditemukan di wilayah gisik, dataran aluvial, dan gumuk pasir pasif. Kedalaman muka airtanah bervariasi mulai dari 1, 5 – 6 m dengan nilai DHL 254 – 876 µmhos/cm. Variasi kedalaman muka airtanah ini tergantung pada letak sumur gali, dimana muka airtanah cukup dangkal dijumpai di sekitar aliran sungai utama, sedangkan sumur gali yang terletak di gumuk pasir pasif muka airtanahnya relatif lebih dalam. Airtanah ini terasa tawar, tidak berasa dan tidak berbau. Airtanah ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan juga digunakan untuk mengairi sawah-sawah di lahan gumuk pasir pasif yang ditanami buah semangka menggunakan sistem sumur renteng. Keberadaan air permukaan ditunjukkan dengan adanya sungai-sungai besar yang bermuara ke Samudera Hindia, antara lain Sungai Opak, Sungai Progo, Sungai Serang, dan Sungai Bogowonto. Debit sungai-sungai besar tersebut rata-rata di atas 50 m3/dt dengan nilai DHL lebih dari 2450 µmhos/cm. Sifat dari sungai-sungai besar ini adalah permanen, artinya aliran air ada sepanjang tahun meskipun musim kemarau lebih sedikit. Penggunaan air sungaisungai tersebut adalah untuk pengairan, tambak, dan pemenuhan air bersih untuk sehari-hari. Nilai DHL yang cukup tinggi menunjukkan pengaruh intrusi air laut melalui muara sungai sehingga air sungai di dekat muara relatif lebih asin rasanya. Pengaruh intrusi inilah
yang digunakan sebgai dasar dalam
menentukan wilayah pesisir ke arah daratan. Penggunaan lahan saat ini meliputi wisata, tegalan, sawah, permukiman, pelabuhan dan TPI, dan Pos TNI-AL. Permukiman yang sangat dekat dengan garis pantai ( < 200 m) saat ini telah mulai ditertibkan karena melanggar peraturan pemerintah daerah, seperti yang terjadi di Pantai Parangtritis Kabupaten Bantul. Bentuk penggunaan lahan tegalan menempati pada sebagian gumuk pasir yang sudah tidak aktif dan bekas rawa belakang. Jenis vegetasi yang ada meliputi jagung, ketela, semangka, dan lombok. Pada saat ini di lahan
135
gumuk pasir yang sudah tidak aktif seperti di Pantai Glagah dan Pantai Bugel dikembangkan tanaman buah naga dan sudah mulai panen. Lahan sawah irigasi terdapat di rawa belakang dan dataran aluvial bekas lagun dengan drainase yang cukup jelek, yang pada musim penghujan selalu tergenang. Bentuk penggunaan lahan permukiman dan pekarangan banyak ditemukan pada bentuklahan beting gisik tua dengan pola memanjang sejajar garis pantai, dan di dataran aluvial sungai dengan pola memanjang sepanjang sungai. Vegetasi alami yang ditemukan di wilayah pesisir meliputi ipomea pescaprae, pandan, widuri, rumput angin, dan lain-lain, sedangkan tanaman budidaya meliputi semangka, kelapa, akasia, klereside, cabe, jagung, dan lainlain. Potensi fauna lebih banyak dari potensi kelautan seperti ikan layur, hiu, kakap, dan lain-lain. Aksesibiltas menuju lokasi pantai relatif sudah sangat bagus berupa jalan beraspal dan lebar, hanya jalan yang menghubungkan antar pantai yang melewati gumuk pasir pasif sudah dalam kondisi rusak dan berbatu. Kemungkinan rawan bencana yang terjadi berupa banjir dari sungai-sungai besar dan juga kemungkinan tsunami.
6.5. Tipologi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Membahas
tentang
tipologi
pemanfaatan
sumberdaya
pesisir,
mendasarkan pada Tabel 32, dapat dilihat bahwa tipologi pesisir erosi darat yang mempunyai penciri utama berupa relief dengan kemiringan lereng yang curam sampai sangat curam, material penyusun utamanya berupa material batuan keras (padu) dan proses genesanya adalah pelarutan (solusional/karst) hanya cocok untuk pemanfaatan pertanian berupa tegalan dan tidak cocok untuk perikan an, pelabuhan, permukiman dan wisata. Penggunaan lahan tegalan yang dapat dikembangkan meliputi tanaman palawija dan tanaman tahunan seperti jati. Tanaman padi hanya dapat dilakukan pada musim penghujan dengan memanfaatkan curah hujan yang cukup tinggi. Pemanfaatan untuk wisata, secara umum tipologi pesisir erosi darat ini tidak menarik dari segi panorama dan suasana kenyamanan karena sangat panas, kecuali ditemukan panorama yang spesifik seperti goa-goa karst, doline, maka akan menjadi tempat tujuan wisata yang cukup menarik. Tipologi pesisir pengendapan darat yang mempunyai penciri utama berupa relief datar-landai, materi penyusun utama berupa lumpur (liat) dan proses genesanya adalah fluvio-marin sangat cocok untuk peruntukan perikanan, pertanian, pelabuhan, dan permukiman. Untuk kegiatan wisata kurang begitu
136
cocok karena tidak adanya panorama yang khas yang dapat ditawarkan untuk wisata. Pemanfaatan perikanan tambak sangat didukung oleh relief yang datar, materi yang liat dan pasokan air sungai untuk mengatur sirkulasi salinitas air dalam tambak. Begitu juga untuk pemanfaatan pertanian, didikung oleh relief yang datar, materi liat dan dukungan air sungai untuk pengairan sawah. Hambatan untuk pertanian akan muncul pada saat musim kemarau dimana terjadi intrusi air laut melalui muara sungai menuju ke arah hulu sungai, yang berakibat pada gangguan pasokan air untuk mengairi sawah. Pada tipologi pengendapan darat, pemanfaatan untuk pelabuhan adalah sangat sesuai dilihat dari faktor daratan, yaitu pemanfaatan jalur sungai untuk lalu lintas kapal dan untuk pembangunan sarana-prasaran pelabuhan di wilayah daratan, tetapi dari faktor lautan kategorinya menjadi agak sesuai dengan faktor hambatan berupa kedalaman laut yang kurang mendukung. Pemanfaatan untuk permukiman termasuk dalam kategori sesuai pada bentuklahan dataran aluvial sungai dan rawa belakang, tetapi untuk bentuklahan dataran banjir menjadi tidak sesuai untuk permukiman karena faktor bahaya berupa banjir. Tipologi pesisir volkanik yang mempunyai penciri utama berupa relief yang landai sampai sangat curam, materi penyusun utama berupa batuan keras (padu), dan proses genesanya aktivitas volkan atau gunung api, tidak sesuai untuk perikanan dan pelabuhan, tetapi agak sesuai untuk pertanian (tegalan) dan permukiman, dan sesuai untuk kegiatan wisata karena adanya panorama yang khas seperti air panas, dan lain-lain. Pembatas utama dari tipologi pesisir volkanik ini untuk pengembangan peikanan dan pelabuhan adalah pada relief yang curam dan materi penyusun utama berupa batuan keras (padu), sedangkan untuk pertanian hanya sesuai untuk tegalan dengan ditanami tanaman-tanaman keras seperti pohon jati, dan lain-lain. Pada tipologi pesisir struktural dengan penciri utama hampir sama dengan tipologi pesisir volkanik, yaitu mempunyai relief yang curam sampai sangat curam, materi penyusun utama berupa batuan keras (padu) dan proses genesanya adalah proses struktural (patahan), mempunyai kesesuaian lahan yang relatif hampir sama dengan tipologi pesisir volkanik, yaitu tidak sesuai untuk perikanan, pelabuhan, dan permukiman, dan agak sesuai untuk pertanian dalam bentuk
tegalan dan untuk wisata. Jenis kegiatan wisata
yang
dapat
dikembangkan berupa memancing di laut, dan juga panjang tebing. Pada tipologi pesisir pengendapan laut dengan penciri utama berupa relief dengan kemiringan lereng datar sampai landai, materi penyusun utama
137
berupa pasir (lepas) dan proses genesa yang utama adalah marin (laut) termasuk aeolio-marin, sangat sesuai untuk pelabuhan dan untuk wisata, agak sesuai untuk pertanian lahan kering, permukiman, dan untuk perikanan tambak (rekayasa teknik). Penggunaan lahan untuk pelabuhan sangat didukung oleh relief yang datar sampai landai yang memudahkan kapal untuk mendarat, juga material pasir di darat sangat mendukung untuk pembangunan sarana-prasaran pelabuhan. Penggunaan lahan untuk wisata sangat cocok karena menawarkan panorama laut dan darat yang sangat menarik. Kegiatan wisata meliputi jalanjalan pantai, berjemur, dan berselancar air. Pada bentuklahan gumuk pasir, terdapat panorama khas berupa gumuk pasir barchan yang langka untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan (wisata minat khusus). Pada tipologi pesisir pengendapan laut ini, penggunaan lahan untuk pertanian relatif agak cocok untuk dikembangkan dalam bentuk pertanian lahan kering dengan sistem sumur renteng untuk mengatasi infiltrasi yang cukup cepat karena materialnya adalah pasir. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan meliputi semangka, melon, lombok, buah naga, dan lain-lain. Penggunaan lahan untuk permukiman dilihat dari kemampuan lahannya adalah sesuai, tetapi jika dilihat dari lokasi dan kemungkinan bencana marin yang datang setiap saat maka pada tipologi pesisir pengendapan laut ini tidak begitu sesuai untuk permukiman, kecuali pada lokasi yang jaraknya > 300 m dari garis pantai. Pengembangan untuk perikanan pada tipologi pesisir pengembangan laut ini terhambat pada materi penyusun utama berupa pasir yang tidak mampu untuk menahan air, kecuali dengan mengembangkan rekayasa teknologi untuk perikanan pada lahan pasir seperti yang dikembangkan oleh BPPT, IPB Bogor dengan Pemda Kabupaten Kulonprogo di pesisir Karangwuni, sebelah timur dari muara Sungai Serang.
Gambar 71. Percontohan Tambak Pasir di Pantai Karangwuni, Kulon Progo (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
138
Pada tipologi pesisir erosi gelombang dengan penciri uama berupa relief dengan kemiringan lereng curam sampai sangat curam, materi penyusun utama berupa batuan keras (padu) dan proses genesanya adalah proses marin (gelombang), penggunaan lahan yang agak sesuai untuk dikembangkan adalah wisata dengan panorama berupa tebing terjal dan gua-gua di tebing-tebing tersebut.
Kegiatan
wisata
yang
dapat
dilakukan
adalah
memancing.
Pemanfaatan lahan untuk perikanan, pertanian, pelabuhan dan permukiman tidak mungkin untuk dilakukan pada tipologi pesisir ini karena keterbatasan medan. Pada tipologi pesisir organik dengan penciri utama berupa relief dengan kemiringan lereng yang datar – landai, materi penyusun utama berupa pasir putih sisa-sisa organisme laut, proses genesanya adalah bio-marin, sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata, untuk pelabuhan dan untuk permukiman, tetapi untuk pengembangan perikanan tambak dan pertanian kurang
sesuai.
Pengembangan
untuk
wisata
sangat
potensial
untuk
dikembangkan karena menawarkan panorama yang menawan berupa pasir putih hasil pecahan karang dan ditemukannya banyak ikan hias diantara karang. Jenis kegiatan wisata berupa jalan-jalan pantai, berjemur, selancar air, dan lain-lain. Pengembangan untuk pelabuhan dan permukiman juga sangat sesuai karena didukung oleh relief yang datar dan relatif terlindung dari gelombang dan arus laut karena berbentuk teluk atau gisik saku. Pengembangan untuk perikanan dan pertanian menjadi tidak sesuai karena faktor keterbatasan pada material pasir yang tidak mampu untuk menyimpan air, kecuali dengan rekayasa teknologi tertentu untuk pengembangannya.
6.6. Evaluasi Aspek Visual Wilayah Pesisir Hasil dari penilaian kualitas visual oleh responden merupakan skor untuk masing-masing foto. Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil penilaian responden kemudian dimasukkan dalam rumus SBE (Tabel 32). Keseluruhan nilai visual untuk masing-masing foto dapat dilihat pada Lampiran 1dan hasil perhitungan nilai SBE untuk seluruh foto dapat dilihat pada Lampiran 7. Skor tertinggi (nilai SBE tinggi) menunjukkan bahwa lanskap tersebut paling banyak dipilih sebagai lanskap yang indah, sedangkan skor rendah (nilai SBE rendah) menggambarkan lanskap yang jelek (tidak disukai).
139
Tabel 32. Perhitungan Nilai SBE Lanskap/Foto 49
Lanskap/Foto 3
Lanskap/foto 69
Skor
f
cf
cp
Z
Skor
f
Cf
cp
Z
Skor
f
cf
Cp
1
13
50
1
-
1
0
50
1
-
1
0
50
1
z -
2
3
37
0,74
0,65
2
0
50
1
2,33
2
0
50
1
2,33
3
6
34
0,68
0,47
3
0
50
1
2,33
3
0
50
1
2,33
4
7
28
0,56
0,16
4
7
50
1
2,33
4
1
50
1
2,33
5
6
21
0,42
- 0,20
5
6
43
0,86
1,09
5
0
49
0,98
2,06
6
7
15
0,3
- 0,52
6
20
37
0,74
0,65
6
0
49
0,98
2,06
7
5
8
0,16
- 0,99
7
8
17
0,34
-0,41
7
2
49
0,98
2,06
8
2
3
0,06
-1,55
8
5
9
0,18
-0,91
8
13
47
0,94
1,56
9
1
1
0,02
- 2,05
9
4
4
0,08
-1,39
9
12
34
0,68
0,47
10
0
0
0
- 2,33
10
0
0
0
-2,33
10
22
22
0,44
-0,15
∑Z = - 6,36
∑Z = 5,2
∑Z = 15,05
Z = - 0,71
Z = 0,58
Z = 1,67
SBE = (-0,71-(-0,71)) X 100
SBE = (0,58 – (-0,71)) X 100
= 0,00
SBE = (1,67– (- 0,71)) X 100
= 129
= 238,22
Hasil perhitungan nilai SBE menunjukkan bahwa nilai tertinggi SBE yang diperoleh adalah 238,22 dan nilai terendah adalah 0,00 (lihat Lampiran 7). Sebaran nilai SBE ini kemudian disajikan dalam bentuk grafik pencar (scatter diagram) dan disajikan dalam Gambar 72.
300
y = 1,0684x + 84,773 R2 = 0,1689
250
Nilai SBE
200 150 100 50 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Foto Lanskap
Gambar 72. Sebaran Nilai SBE dari Foto Lanskap Pesisir yang dinilai
Penjelasan dari Gambar 72, ternyata dari sebaran nilai SBE untuk 72 foto yang dinilai memberikan nilai R2 yang kecil yaitu 0,1689, nilai korelasi sebesar 0,41 dan standart deviasi sebesar 60,04. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara foto lanskap dengan nilai SBE kecil. Analisis yang dapat diberikan
140
berkaitan dengan hal ini adalah bahwa foto yang dinilai masih sedikit jumlahnya. Hasil yang diberikan mungkin akan lebih baik hasilnya apabila jumlah responden ditambah jumlahnya, sehingga variasi SBE menjadi semakin besar. Dari sebaran apabila dibuat klasifikasi menjadi 3 yaitu nilai SBE tinggi, sedang dan rendah dengan menggunakan jenjang sederhana (simplified rating) menurut Sutrisno Hadi (2001) dengan rumus : Nilai tertinggi – nilai terendah 238,22 - 0,00 I = --------------------------------------------- = ----------------------- = 79,41 Jumlah kelas 3 Nilai SBE 0,00 - 79,41 79,42 - 158,83 158,84 - 238,22
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Dari hasil pengklasifikasian menggunakan jenjang sederhana tersebut, maka masing-masing foto lanskap dengan nilai SBE-nya yang menunjukkan tipologi fisik pesisir dan lokasinya dapat dibuat tabel seperti yang tersaji pada Tabel 33. Tabel 33. Nilai SBE pada setiap Tipologi Fisik Pesisir KELAS SBE
TINGGI
NILAI SBE 238,22 221,78 207,9 207,11 206.78 204.3 202.67 181.4 180.4 179.33 176 173.6 172.89 172.7 172.4 171.67 168.8 168.56 165.2 157.1 155 154.1 154 152.6 152.44 144.33 144.2
TIPOLOGI FISIK PESISIR Organik Organik Erosi gelombang Organik Pengendapan darat Pengendapan darat Erosi darat Organik Erosi gelombang Organik Organik Organik Organik Volkanik Pengendapan laut Organik Organik Organik Organik Pengendapan laut Erosi darat Volkanik Pengendapan laut Erosi darat Organik Volkanik Organik
WILAYAH ADMINISTRASI Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Bantul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Bantul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul
141
SEDANG
RENDAH
143.11 143.1 142.7 140.67 139.9 136.2 134.7 134 133.6 129 124.3 123 123 121.22 121.22 120.11 117 116.6 113.9 107.1 99.11 98.67 97.2 96.56 95.44 92 84.11 82.67 82.22 80 69.33 66.78 66.22 66.11 63.89 53.22 51 48.11 47.89 35.78 26.33 24.33 20.33 14.22 0.00
Organik Organik Pengendapan darat Organik Pengendapan laut Pengendapan darat Erosi darat Pengendapan laut Organik Pengendapan darat Organik Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan darat Pengendapan laut Pengendapan darat Pengendapan laut Pengendapan laut Organik Pengendapan darat Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan darat Pengendapan laut Pengendapan darat Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan darat Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut Volkanik Pengendapan laut Pengendapan laut Pengendapan laut
Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Bantul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Bantul Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Gunungkidul Kabupaten Bantul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul
Sumber : Hasil Analisis
Jika dibuat grafik (Gambar 73) yang menunjukkan hubungan antara nilai SBE dengan tipologi fisik pesisirnya, ternyata bahwa tipologi fisik pesisir organik mempunyai nilai SBE rata-rata lebih tinggi jika tinggi dibandingkan dengan tipologi fisik pesisir yang lain. Tipologi fisik pesisir pengendapan laut mempunyai nilai SBE yang sangat bervariasi dari mulai tinggi sampai rendah, demikian juga dengan tipologi fisik pesisir pengendapan darat. Aspek yang menonjol dari tipologi fisik pesisir organik yang menjadikan nilai SBE-nya tinggi adalah pada kenampakan visual pasir putih yang sangat sesuai untuk kegiatan wisata.
142
Dilihat dari penyebaran lokasi foto lanskap, ternyata bahwa lanskap pesisir organik di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul sangat mendominasi nilai SBE yang tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Bantul dan Kulon Progo.
Hubungan Tipologi Pesisir dengan Nilai SBE 300
NILAI SBE
250 200
TINGGI
150
SEDANG
100 RENDAH
50 0
organik
Pengendapan laut TIPOLOGI PESISIR
Pengendapan darat
lainnya
Gambar 73. Grafik Hubungan antara Tipologi Fisik Pesisir dengan Nilai SBE
6.7. Analisis Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Analisis pengembangan dan pengelolaan
wilayah pesisir daerah
penelitian didasarkan pada hasil penilaian melalui metode evaluasi lahan antara tipologi fisik pesisir dengan tipologi pemanfaatan wilayah pesisir (lihat Tabel 34). Bentuk pemanfaatan lahan yang tidak sesuai (N) tidak ikut dilakukan analisis pengembangan dan pengelolaannya. Metode yang digunakan melalui analisis deskriptif untuk memperoleh bentuk pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir yang berkelanjutan. Perikanan
Perikanan pada tipologi pesisir pengendapan darat Jenis pemanfaatan perikanan di wilayah pesisir adalah perikanan budidaya (tambak). Jenis tipologi fisik pesisir yang sesuai untuk perikanan adalah tipologi pesisir pengendapan darat, dengan karakteristik lahan berupa relief datar, materi penyusun utama lumpur dan pasir serta proses genesanya adalah fluvio-marin. Pada tipologi pesisir pengendapan darat ini potensi sumberdaya air payau sebagai medium utama kegiatan perikanan adalah cukup
143
besar, baik yang berasal dari aliran sungai (fluvial) maupun aktifitas laut (marin), tetapi di sisi yang lain kegiatan-kegiatan di lahan atas maupun sekitar area perikanan dapat mempengaruhi ekosistem-ekosistem akuatik alami maupun buatan manusia (tambak) yang ada di wilayah pesisir melalui aliran air. Dalam
kegiatan
budidaya
tambak,
pengaruh
utama
yang
perlu
diperhatikan adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitar area budidaya tambak termasuk aktivitas di lahan atas dan abrasi laut. Volume air yang masuk ke tambak baik melalui pasang maupun yang berasal dari aliran sungai, sangat menentukan kualitas air tambak. Proses sedimentasi di mulut saluran sungai atau kanal-kanal akan menghambat masuknya aliran pasang ke daerah pertambakan. Selain itu, kegiatan pemupukan dan penggunaan alat pemberantas hama di daerah pertanian di sekitarnya juga akan berpengaruh terhadap kualitas air tambak melalui proses pencucian. Mendasarkan pada kondisi dan pengaruh yang mungkin terjadi, maka pengembangan perikanan tambak pada tipologi pesisir pengendapan darat adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penyediaan saluran irigasi khusus tambak Pembuatan saluran irigasi khusus tambak bertujuan untuk mencegah sisa-sisa bahan beracun dari aktivitas pertanian di sekitarnya tidak masuk dan mencemari perairan tambak. 2. Pengendalian sedimentasi dan abrasi Untuk mencegah sedimen hasil erosi darat tidak masuk dalam system irigasi tambak, perlu dibangun struktur pencegah masuknya sedimen ke dalam sistem irigasi. Pengendalian proses sedimen juga penting untuk ditangani melalui sistem pengelolaan lahan yang tepat dan baik di wilayah hulu. Pengaruh abrasi perlu diperkecil dengan cara menyediakan suatu wilayah penyangga (buffer zone) antara garis pantai dan wilayah pertambakan.
144
Tabel 34. Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Berdasarkan Tipologi Fisik Pesisir Jenis
Tipologi Fisik Pesisir
Pemanfaatan
dan Ciri fisik lahan
Perikanan
Pengendapan darat ;
• Relief : datar • Materi : Lumpur dan pasir
Potensi Relief datar dan sumberdaya air payau cukup besar
• Proses : fluvio-marin
Kendala • Pengaruh dari lingkungan sekitar terutama aktifitas pertanian seperti pemupukan dan alat pemberantas hama cukup besar
Model
Model
Pengembangan
Pengelolaan
Tambak
Pengendalian pengaruh kegiatan tambak terhadap lingkungan
• Pengaruh abrasi laut Perikanan
Pengendapan laut :
• Relief : datar – landai • Materi : pasir
Relief datar dan sumberdaya air laut untuk tambak besar
Materi berupa pasir yang mempunyai sifat tidak mampu menahan air
Tambak system biocrete
Pengendalian pengaruh kegiatan tambak terhadap lingkungan
Bukit gamping dan bentuklahan karst
• Solum tanah tipis
• Ditanami jenis tanaman keras dan tahunan
Melarang eksploitasi bukit kapur
• Proses : marin Pertanian
Erosi darat :
(tegalan)
• Relief : curam – sangat curam • Batuan keras (padu) • Proses : solusional (karst)
• Ketersediaan air sedikit
• Mengembangkan pemanfaatan sumur tadah hujan • Mengembangkan embung
145
Jenis
Tipologi Fisik Pesisir
Pemanfaatan
dan Ciri fisik lahan
Pertanian
Pengendapan laut :
(sawah)
• Relief : datar – landai • Materi : pasir • Proses : marin
Potensi • Lahan pasir bersifat mudah menyerap sehingga mudah dipupuk organic
Kendala
Model
Model
Pengembangan
Pengelolaan
Lahan pasir tidak mampu untuk menahan air (porous)
• Pertanian model sumur rentang
• Konservasi tanah pertanian dalam hal : - pencegahan erosi - pengaturan tata air - teknik penanaman - pengendalian pupuk dan pestisida
Intrusi air asin melalui muara sungai
Membuat zona buffer pada sempadan sungai dan sempadan pantai
Pengendalian erosi tanah melalui konservasi daerah pertanian
• Gelombang besar
• Pembuatan bangunan pecah gelombang
Kegiatan dan pengembangan aktifitas pelabuhan tidak mengganggu dan merusak ekosistem pesisir lainnya (perairan pantai, sungai, rawa)
• Sumber airtanah dangkal (± 6 m)
Pertanian
Pengendapan darat :
(sawah)
• Relief : datar
• Potensi air permukaan besar
• Materi : Lumpur dan pasir
• Lahan mampu untuk menahan air
•
Proses : fluvio-marin
Pelabuhan
Pengendapan laut :
(Glagah
• Relief : datar – landai
dan
Pandansimo)
• Pembuatan kolam penampungan air sehingga cukup waktu bagi tanah untuk menyerap air • Teknik penanaman mengikuti kontur dan tegak lurus terhadap lereng utama
• Materi : pasir • Proses : marin
Relief dan dan materi pasir sehingga cocok untuk pembuatan konstruksi
• Sedimentasi besar dari arah hulu sungai
• Pengaturan pintu masuk pelabuhan • Kolam pelabuhan di bagian darat pesisir
146
Jenis
Tipologi Fisik Pesisir
Pemanfaatan
dan Ciri fisik lahan
Pelabuhan (Sadeng)
Pengendapan darat dan laut : • Relief : datar
• Materi : pair dan Lumpur
Potensi Relief datar dan materi pasir dan lempung sehingga cocok untuk konstruksi pelabuhan
Kendala
Model
Model
Pengembangan
Pengelolaan
• Gelombang laut besar
• Pembuatan bangunan pemecah gelombang
• Sedimentasi yang cukup besar dari arah darat
• Kolam pelabuhan dibuat di daratan pesisir
• Proses : marin, fluviomarin
Pelabuhan
Organik :
• Relief : datar
Bentuk pesisir teluk (gisik saku)
• Materi : pasir putih • Proses : bio-marin
Permukiman
Pengendapan laut :
• Relief : datar – landai • Materi : pasir • Proses : marin
Airtanah dangkal
Gelombang laut yang besar
• Dilakukan pengukuran kedalaman kolam pelabuhan (sounding) secara rutin untuk mengetahui kedalaman kolam dan dilakukan pengerukan • Penghijauan sekitar pelabuhan untuk mencegah erosi dari perbikitar gamping sekitar pelabuhan
Dikembangkan untuk pendaratan kapal-kapal nelayan, terutama pada pesisir yang berbentuk teluk
Pembatasan jumlah perahu
Lokasi permukiman aman terhadap terjangan gelombang ( > 200 m dari garis pantai)
• Pengelolaan aliran air
• Pengelolaan daerah banjir • Pelarangan kegiatan pengerukan dan penimbunan
147
Jenis
Tipologi Fisik Pesisir
Pemanfaatan
dan Ciri fisik lahan
Permukiman
Pengendapan darat :
Potensi
• Materi : Lumpur dan pasir
• Sumberdaya air besar (air permukaan dan airtanah)
• Proses : fluvio - marin
• Tanah subur
• Relief : datar
Kendala • Banjir sungai
• Intrusi air laut
• Tanggul alam penahan banjir Organik dan Pengendapan Laut :
Pariwisata (Kabupaten Gunungkidul)
• Relief : datar – landai • Materi : pasir putih dan pasir laut
• Panorama indah berupa hamparan pasir putih
• Potensi ikan hias
• Aksesibilitas terbatas
Pariwisata
Pengendapan Laut :
(Kabupaten
• Relief : datar – landai
Bantul
dan
Kulon Progo)
• Materi : pasir • Proses : marin,
• Iklim yang panas
Pengelolaan
• Membuat zona buffer (penyangga) saepanjang sungai
• Pelarangan kegiatan pengerukan dan penimbunan
•
• Pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas wisata
•
• Arus balik (rip current) besar
Pengembangan
• Pengelolaan aliran air
• Iklim yang panas
• Panorama indah berupa hamparan pasir dan gumuk pasir
Model
• Membebaskan lahan sempadan sungai dari permukiman
• Arus balik (rip current) besar
• Proses : marin, biomarin)
Model
Penambahan jaringan jalan menuju pantai dan pembangunan sarana-prasarana wisata disesuaikan kemampuan lahannya Penyediaan dan pengaturan sumber air bersih dan pembuangan limbah cair dan padat
• Pengelolaan daerah banjir
• Pengendalian eksploitasi sumberdaya pesisir (pasir putih, ikan hias, terumbu karang, dan penyu laut)
Perencanaan pariwisata dilakukan secara menyeluruh melalui :
• Pengelolaan pencemaran air dan sirkulasi air yang baik
• Inventarisasi dan penilaian sumberdaya untuk pariwisata
• Pengelolaan limbah
• Perkiraan pengaruh terhadap lingkungan pesisir
• Tidak merubah pantai
garis
148
Dari analisis pengembangan perikanan pada tipologi pesisir pengendapan darat tersebut, kemudian dilakukan analisis pengelolaan dalam bentuk pengendalian pengaruh kegiatan tambak terhadap lingkungan. Kegiatan tambak seperti aplikasi pupuk dan obat pemberantas hama dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan perairan pesisir sekitarnya. Penggunaan pupuk yang berlebih dan tidak tepat waktunya dapat menimbulkan pencemaran (eutrofikasi) akibat meningkatnya jumlah unsur hara yang berlebih dalam air tambak, terutama apabila air tambak keluar melalui bocoran-bocoran dan mencuci serta mengangkut bahan-bahan tersebut ke perairan sekitarnya. Pengelolaan yang dapat dilakukan berupa pengendalian bocoran-bocoran, penggunaan pupuk dan obat pemberantas hama di wilayah budidaya tambak. Perikanan pada tipologi pesisir pengendapan laut Pada tipologi pesisir pengendapan laut dengan karakteristik lahan berupa relief datar-landai, materi penyusun utama pasir, dan proses genesa adalah marin, dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan melalui rekayasa teknik khusus untuk mengatasi kendala materi pasir yang tidak mampu menahan air. Rekayasa teknik tersebut adalah tambak sistem biocrete. Teknologi biocrete ini adalah berupa pengembangan tambak di lahan pasir. Penemu dari teknologi biocrete ini adalah Bambang Widigdo dan Kadarwan Soewardi. Secara prinsip, penemuan tersebut berhubungan dengan metode untuk membangun kolam budidaya dengan media air, akan tetapi dengan menggunakan teknologi Biocrete. Teknologi biocrete ini sangat berbeda dengan metoda pada umumnya yang mengunakan tanah liat sebagai lapisan dinding kolam untuk menghindari kebocoran air. Perbedaan yang sangat dominan, diantaranya, dinding kolam bukan dilapisi dengan batako atau batu bata namun menggunakan campuran plastik, anyaman bambu, ijuk dan semen, sedangkan untuk dasar kolam menggunakan media plastik, serta metode pembuangan limbah yang lubang pembuangnya berada di atas permukaan tanah, sehingga mempermudah pemanenan. Dasar kolam dengan media plastik ini bertujuan agar dapat menghindari kerugian akibat terkumpulnya lapisan lumpur pada permukaan dasar kolam yang menciptakan media pembiakan virus dan gangguan lain yang merusak budidaya udang.
149
Menurut penemunya, ada beberapa keunggulan dengan menggunakan teknologi Biocrete ini, diantaranya adalah dapat memanfaatkan 80 persen luas efektif kawasan untuk petak tambak, sedang tambak tanah maksimum hanya 60 persen. Untuk masa satu tahun, dapat menghasilkan tiga musim tanam, sedang tambak tanah maksimum dua musim tanam/tahun, dan produktivitas lahan bisa lebih tinggi dari tambak tanah. Tambak biocrete dapat mencapai 7-8 ton/ha udang windu, sedang tambak tanah 5-6 ton/ha. Persiapan teknologi biocrete ini jauh lebih pendek, yakni maksimal seminggu, dan lebih murah, sedangkan pada tambak tanah bisa tiga bulan sehingga perawatan lebih mudah dan efisien, disamping udang hasil panen lebih bersih dan kualitasnya menjadi lebih baik. Dengan teknologi Biocrete dasar tambak dapat terjaga dalam keadaan bersih dan nyaman untuk udang hidup. Sementara dari segi sanitasi, tambak Biocrete lebih steril dari tambak tanah, karena jika dijemur tambak pasir dapat mencapai suhu 80-90 derajat celcius sehingga jika dijemur selama tiga sampai sempat hari, semua bakteri pathogen yang dapat menyebabkan penyakit akan mati. Bakteri itu, diantaranya adalah "Vibrio parachemotilicus", "v.vularificus", "salmonela" dan lainnya. Teknologi bicrete ini juga tahan gempa, sesuai untuk diterapkan di pesisir DIY yang rawan gempa tektonik. Sistem tambak biocrete ini dikembangkan atas dasar beberapa pertimbangan, antara lain : •
Tanah pasir yang didominasi oleh partikel pasir, pada dasarnya miskin bahan organik serta bukan merupakan habitat mikroba organik patogen sehingga cukup baik sebagai substrat tambak udang.
•
Tanah pasir umumnya tidak produktif untuk usaha tanaman pangan, maka apabila dimanfaatkan sebagi lahan tambak akan meningkatkan nilai guna lahan.
•
Pengembangan
tambak
di
lahan
pasir
akan
membantu
dalam
mengurangi kemungkinan tekanan ekologi hutan mangrove akibat dikonversikan sebagai tambak. Pertanian
Pertanian pada tipologi pesisir erosi darat Pertanian dalam bentuk tegalan dapat dikembangkan pada tipologi pesisir erosi darat dengan karakteristik lahan berupa lereng yang curam-sampai sangat curam, materi batuan keras (gamping) dan proses genesanya adalah solusional (karst). Kendala utama bagi pengembangkan pertanian adalah pada
150
solum tanah yang tipis dan ketersediaan air permukaan yang langka. Batu gamping bersifat porous, dan langsung meluluskan air hujan yang jatuh di permukaan tanah melewati rekahan-rekahan pelapisan batuan vertikal dan horizontal, sehingga tidak memungkinkan terdapatnya air di permukaan. Kemudian air yang mengalir di bawah permukaan akan terakumulasi dalam suatu pola aliran tertentu sebagaimana layaknya sungai permukaan, dengan melewati lorong-lorong gua menjadi sungai bawah tanah. Dan setiap musim kemarau tiba, timbul masalah kekurangan air karena hilangnya sungai permukaan melalui rekahan-rekahan berupa gua yang tersebar di seluruh kawasan . Pemanfaatan lahan untuk pertanian yang dapat dikembangkan pada tipologi erosi darat ini adalah menanam tanaman keras dan tahunan yang berfungsi sebagai pencegah erosi bukit gamping. Pada lahan-lahan yang memungkinkan
untuk
ditanami
padi
pada
musim
penghujan,
dapat
dikembangkan dengan membuat sumur-sumur tadah hujan atau membuat embung (doline) yang berfungsi sebagai air irigasi. Pelestarian tanaman penutup dipilih jenis tanaman yang memiliki laju penguapan rendah, mudah dan cepat tumbuh dan tahan panas. Usaha pelestarian lainnya dapat dilakukan dengan memperbaiki bentuk bentang lahan, misalnya dengan pembuatan teras siring. Disamping itu perlu diusahakan juga penjagaan kualitas air sungai bawah tanah. Pemakaian pestisida dan penyubur buatan di permukaan dapat mengakibatkan terkontaminasinya air sungai bawah tanah oleh polutan kimia. Pertanian pada tipologi pesisir pengendapan laut Pertanian pada tipologi pesisir pengendapan laut dengan karakteristik lahan berupa relief datar-landai, materi penyusun utama pasir dan proses genesa adalah marin yang dapat dikembangkan adalah sawah. Potensi pertanian pada lahan pasir mempunyai beberapa kelebihan berupa sifat lahan pasir yang mudah menyerap sehingga mudah untuk dipupuk organic dan sumberdaya airtanah yang relatih dangkal (± 6 meter). Hambatan utamanya adalah sifat lahan pasir yang tidak mampu untuk menahan air, sehingga pengembangan lahan pasir untuk pertanian adalah dengan sistem sumur renteng. Sistem sumur renteng yaitu suatu sistem sawah yang sumber airnya berasal dari satu sumur utama, kemudian dari sumur utama tersebut dibuat saluran-saluran pipa pralon ke beberapa sumur yang berfungsi sebagai tempat penampungan air untuk mengairi sawah.
151
Sistem pengembangan yang lain berupa pembuatan kolam penampung air sehingga menaikkan waktu bagi air untuk berada pada permukaan tanah untuk dapat diserap oleh tanah. Teknik penanaman tanaman perlu disesuaikan dengan kemiringan lereng areal pertanian untuk meperlambat aliran air permukaan. Baris tanaman dibuat dengan mengikuti kontur , tegak lurus terhadap lereng utama dengan maksud untuk mengurangi erosi tanah dan mempertinggi perembesan air ke dalam tanah. Pengelolaan pertanian pada tipologi pengendapan laut ini berupa konservasi tanah pertanian, dalam hal pencegahan erosi, pengaturan tata air, teknik penanaman, dan pengendalaian pupuk dan pestisida. Pencegahan erosi, pengaturan tata air, dan pengendalian pupuk dan pestisida dapat dilakukan dengan sistem menanam tanaman secara berkelompok dan rapat. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan antara lain cabe, bawang merah, terong, melon, dan semangka. Dinas Pertanian dan Kalautan Kab. Kulon Progo mencatat bahwa luas lahan pasir di pesisir selatan Kulon Progo mencapai 2.938 ha, tetapi yang baru dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 1.066 ha. Pertanian pada tipologi pesisir pengendapan darat Pertanian sawah pada tipologi pesisir pengendapan darat adalah paling sesuai untuk dikembangkan dengan karakteristik lahan berupa relief yang datar, materi penyusun utama lumpur dan pasir serta proses genesanya adalah fluviomarin. Hambatan yang utama adalah adanya intrusi air laut melalui muara sungai yang dapat mencemari lahan sawah sehingga menggangu pertumbuhan tanaman. Pengembangan pertanian yang dapat dilakukan adalah pembuatan zona penyangga (buffer) pada sempadan sungai dan sempadan pantai. Zona penyangga ini berfungsi untuk menahan bahan-bahan pencamar, menahan serta memperlambat aliran air permukaan. Zona ini dapat berupa vegetasi alami atau tanaman rumput yang rapat dan padat yang tidak memerlukan pupuk dan pestisida. Lebar zona penyangga ini tergantung dari beberapa faktor seperti sifat-sifat tanah, kemiringan, iklim, waktu untuk panen, luas tanah yang dibajak, dan jenis tanaman yang tumbuh pada zona penyangga ini. Selain itu, keadaan erosi (pengikisan) tanah permukaan juga menentukan lebar zona ini. Pengelolaan lahan pertanian pada tipologi pesisir pengendapan darat adalah konservasi daerah pertanian dalam hal pencegahan erosi, pengaturan
152
tata air, teknik penanaman, dan pengendalaian pupuk dan pestisida. Disamping itu rencana pengembangan pertanian perlu mengikutsertakan pengendalian kualitas air, karena pada umumnya perhatian terhadap pengendalian kualitas air hampir tidak ada dalam perencanaan awal tata ruang suatu daera pertanian. Hal ini dapat mengakibatkan proses sedimentasi dan pencemaran perairan pesisir. Pelabuhan
Pelabuhan pada tipologi pesisir pengendapan laut Pengembangan pelabuhan pada tipologi pesisir pengendapan laut adalah sangat sesuai untuk dikembangkan sesuai dengan karakteristik lahannya berupa relief yang datar – landai, materi penyusun berupa pasir dan proses genesanya adalah marin (aktivitas laut). Hambatan utama berupa gelombang laut yang besar dan sedimentasi sungai dari arah hulu juga besar. Gelombang dominan adalah dari arah selatan, sedangkan gelombang dari tenggara dan barat daya hampir seimbang. Oleh karena orientasi garis pantai agak menyerong ke arah barat laut dan besarnya gelombang menyebabkan terjadinya angkutan sedimen sepanjang pantai dalam jumlah cukup besar, yang secara nyata bergerak dari timur ke barat, maka pembuatan pelabuhan harus memperhatikan kondisi ini. Menurut PUSTEK UGM (2003), untuk menjamin ketenangan di alur pelayaran dan kolam pelabuhan, maka diperlukan pemecah gelombang yang ditempatkan di muara sungai pada perpanjangan bagian sungai yang lurus. Pemecah gelombang di sebelah timur dibuat lebih panjang dan membelok ke arah barat sehingga gelombang dari tenggara dan selatan tidak masuk ke alur pelayaran. Selain itu, untuk menghindari atau mengurangi sedimentasi di alur pelayaran dan kolam pelabuhan, di sebelah timur pemecah gelombang dibuat groin, dan di sebelah barat juga dibuat groin yang dimaksudkan untuk mencegah erosi pantai. Kolam
pelabuhan
ditempatkan
di
daratan
dengan
melakukan
pengerukan, yang dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembangunan pemecah gelombang. Apabila kolam pelabuhan berada di laut, untuk luas kolam yang sama akan diperlukan pemecah gelombang yang lebih panjang, sehingga biaya pekerjaan pemecah gelombang akan mahal. Disamping itu, pertimbangan lainnya adalah adanya lahan cukup luas di sepanjang pantai selebar ± 1 km. Pengelolaan pembangunan pelabuhan pada tipologi pesisir pengendapan laut pada prinsipnya adalah bahwa kegiatan dan pengembangan aktifitas
153
pelabuhan tidak mengganggu dan merusak ekosistem pesisir lainnya (perairan pantai, sungai, dan rawa). Kegiatan pengelolaan meliputi : 1. Perencanaan pembangunan pelabuhan yang berwawasan lingkungan Perlu untuk dilakukan studi awal tentang kemungkinankemungkinan pengaruh yang ditimbulkan akibat konstruksi dan aktivitas pengembangan pelabuhan terhadap fungsi dan struktur ekosistem
wilayah
pesisir.
Pembangunan
suatu
lokasi
untuk
pelabuhan baru dapat dilaksanakan apabila layak secara teknis, layak ekonomis dan layak lingkungan. 2. Pertimbangan faktor erosi dan sedimentasi pantai Penentuan lokasi pelabuhan hendaknya mempertimbangkan kemungkinan adanya pengaruh pengikisan (erosi) dan pendangkalan (sedimentasi) baik dari laut maupun dari darat. Demikian juga pembangunan
jetty
sebagai
alat
pemecah
gelombang
harus
mempertimbangkan dinamika oseanografi sekitarnya. 3. Faktor hidrologi Lokasi pengembangan pelabuhan hendaknya mempertimbangkan pula faktor kemudahan pengadaan air bersih. Pemanfaatan secara besar-besaran dan kontinyu terhadap sumber airtanah dapat menyebabkan intrusi air laut. Oleh karena itu, faktor hidrologi yang berhubungan dengan kapasitas sumber air permukaan dan airtanah perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dengan seksama. Pelabuhan pada tipologi pesisir pengendapan darat dan laut Pengembangan pelabuhan pada tipologi pesisir darat dan laut lebih tertuju pada pelabuhan Sadeng di ujung timur wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul. Pelabuhan Sadeng memang menjadi pelabuhan utama Provinsi DIY dan saat ini sudah dikembangkan, bangunan pemecah gelombang dank lam pelabuhan sudah dibangun dan berfungsi dengan baik. Aspek pengelolaan yang perlu dilakukan menyangkut pada besarnya erosi berupa longsoran batu gamping di sekitarnya adalah pada pengukuran kedalaman (sounding) kolam pelabuhan untuk mengetahui kedalamannya dan dilakukan pengerukan apabila sudah cukup dangkal.
154
Permukiman
Permukiman pada tipologi pesisir pengendapan laut dan darat Hakekat permukiman di wilayah pesisir harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologi pesisir yang menyeluruh. Kebutuhan yang meningkat akan permukiman menuntut pengaturan tata ruang permukiman di wilayah pesisir, dalam hal ini seringkali menimbulkan pertentangan dengan keharusan untuk melindungi ekosistem wilayah tersebut terhadap degradasi mutu lingkungan. Kegiatan permukiman memerlukan tunjangan fasilitas sarana jalan, lokasi pembuangan limbah permukiman, sistem drainase, dan lain-lain, dan setiap pembangunan fasilitas tersebut akan membawa perubahan terhadap ekosistem wilayah pesisir. Pengembangan permukiman di wilayah pesisir yang tidak berwawasan
lingkungan
akan
menyebabkan
terjadinya
degradasi
mutu
lingkungan antara lain : erosi, sedimentasi, pencemaran lingkungan, dan bajir. Model pengembangan dan pengelolaan permukiman di wilayah pesisir antara lain dalam bentuk : 1. Penataan kembali rencana pengembangan permukiman di wilayah pesisir demi terwujudnya konsep berwawasan lingkungan. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Bantul telah melakukan penataan kembali permukiman yang berada pada jarak yang terlalu dekat dengan garis pantai di wilayah Pantai Parangtritis , dipindahkan ke tempat yang jauh dari pantai (> 200 m dari garis pantai). Lokasi permukiman di daerah muka pantai mengandung resiko besar terhadap bencana gelombang pasang besar akibat angina rebut atau angin topan. Kerugian besar baik harta benda maupun jiwa akan dapat dialami oleh penduduk di daerah permukiman tersebut.
Gambar 74. Proses Pemindahan Permukiman di Parangtritis (Sumber : Foto Lapangan,2006)
155
2. Semua kegiatan dan pengembangan permukiman harus dibawah pengawasan dan tidak meyebabkan terjadinya degradasi mutu lingkungan seperti kualitas, volume dan kelancaran aliran air maupun sistem drainase alami dan sumber air lainnya. Permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan terjadinya degradasi mutu lingkungan sebagai akibat kegiatan pengembangan permukiman di daerah muka pantai disebabkan oleh adanya konstruksi pembuatan jalan, bangunan pantai, dan pencemaran perairan. 3. Pelarangan kegiatan pengerukan dan penimbunan untuk membuat kanal-kanal di daerah permukiman. Kerusakan yang ditimbulkan akibat kegiatan pengerukan dan penimbunan ini akan berakibat fatal apabila habitat tersebut merupakan daerah vital. Pariwisata
Dalam pengembangan pariwisata pesisir, keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Bila suatu wilayah dibangun untuk pariwisata,segera fasilitas-fasilitas pendukung lainnya juga berkembang dengan pesat. Oleh karena itu, perencanaan pengembangan pariwisata di wilayah pesisir dilakukan secara menyeluruh, termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian sumberdaya yang cocok untuk pariwisata, perkiraan tentang berbagai pengaruh (impact) terhadap lingkungan pesisir, hubungan sebab akibat dari berbagai macam tata guna lahan disertai dengan perincian untuk masing-masing tata guna lahan, serta pilihan pemanfaatan. Berkaitan dengan bahaya arus balik (rip current) yang besar di pantai selatan DIY, perlu dibuat aturan yang jelas dan tegas untuk melarang mandi di laut apapun alasannya. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemetaan secara detil tentang perilaku arus balik (rip current) selama setahun penuh untuk mengetahui siklus dan gerakannya sehingga dapat ditentukan dengan tepat daerah yang aman untuk berwisata pantai pada waktuwaktu tertentu dan upaya pertolongan apabila terjadi kecelakan. Salah satu usaha pengembangan wilayah pesisir yang asli untuk pariwisata dan rekreasi adalah pembentukan kawasan khusus yang memadukan usaha perlindungan dan pelestarian sumberdaya alam dengan kepariwisataan. Contoh yang jelas adalah penetapan kawasan gumuk pasir aktif Parangtritis sebagai kawasan laboratorium alam gumuk pasir pertama di Indonesia.
156
Panorama khas adalah gumuk pasir bentuk barchan (bulan sabit) yang langka. Penetapan kawasan khusus ini adalah untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (geografi dan geomorfologi) dan juga untuk pariwisata. Contoh lain adalah penetapan kawasan khusus pariwisata di bekas aliran sungai Bengawan Solo Purba di Pantai Sadeng Kabupaten Gunungkidul. Penetapan kawasan khusus ini juga untuk kepentingan penelitian dan perkembangan ilmu pengetahuan (geologi dan arkeologi) serta untuk pariwisata.
6.8.Analisis Rekomendasi Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Dalam melak$ukan analisis rekomendasi ini, metode yang digunakan adalah analisis SWOT. Dalam tahap analisis SWOT untuk menentukan rekomendasi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir daerah penelitian, diawali dengan pembuatan matrik SWOT yang mendasarkan pada analisis pengembangan dan pengelolaan yang telah dihasilkan pada bagian sebelumnya. Untuk lebih mempermudah dalam menganalisis rekomendasinya, maka dalam penyajian matrik SWOT disajikan dalam dua matriks SWOT yaitu Matriks SWOT Kabupaten Gunungkidul dan matriks SWOT Kabupaten Bantul dan Kulon Progo. Matriks SWOT yang dihasilkan seperti tersaji pada Tabel 35 dan Tabel 36. Strategi-strategi yang dihasilkan dalam analisis SWOT digunakan untuk membuat rekomendasi pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir. Strategi Kekuatan-Peluang (SO) dan strategi Peluang-Kelemahan (WO) digunakan untuk menentukan rekomendasi pengembangan, sedangkan strategi KekuatanAncaman (ST) dan strategi Ancaman-Kelemahan (WT) digunakan untuk menentukan rekomendasi pengelolaan wilayah pesisir.
157
Tabel 35. Matriks SWOT Analisis Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Gunungkidul Analisis Lingkungan Internal
KEKUATAN (strength) 1. Memiliki sumberdaya alam yang sangat potensial • Pantai dan karst : pariwisata dan penelitian • Ikan hias dan penyu laut : pariwisata (produksi ikan hias 2.778 ton (2006) dan 3.850 ton (2007) • Potensi perikanan laut yang besar (591.400 ton tahun 2006 dan 1.691.942 ton tahun 2007) • Aliran sungai Bengawan Solo Purba : penelitian dan wisata minat khusus
Analisis Lingkungan Eksternal
PELUANG (opportunities) 1. Komitemen pemerintah daerah Kabupaten Gunungkidul dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kab. Gunungkidul tahun 2005 – 2010 berupa pengembangan daerah pantai untuk wisata alam dan bahari 2. Bantuan dana dan tawaran kerjasama dari luar negeri untuk pengembangan wilayah Kabupaten Gunungkidul 3. Kondisi wilayah yang aman dan kondusif
1.
2. 3.
4.
STRATEGI KEKUATAN + PELUANG (SO) Mengembangkan potensi alam yang sangat potensial untuk pengembangan pariwisata alam dan bahari melalui promosi wisata dan penyusunan basis data (database) potensi wilayah pesisir Mempermudah perijinan penelitian dan kemudahan perolehan data untuk kepentingan penelitian pesisir dan karst Memanfaatkan kondisi wilayah yang aman dan kondusif untuk mengembangkan potensi pariwisata dan pengembangan perikanan laut melalui pengembangan Pelabuhan Sadeng dan pembangunan TPI Sadeng dan Baron Memanfaatkan bantuan dan bentuk kerjasama dengan pihak lain untuk mengembangkan potensi alam yang ada bagi kepentingan kesejahteraan rakyat
KELEMAHAN (weaknesses) 1.
Iklim yang panas dan kurang nyaman untuk wisata 2. Kondisi medan yang gersang dan berbatu-batu 3. Aksesibilitas jalan yang sulit menuju pantai (Kec. Panggang dan Kec. Purwosari) 4. Sumberdaya air terbatas 5. Kualitas sarana dan prasarana public yang belum memadai 6. SDM pesisir masih rendah 7. Minat masyarakat di bidang perikanan rendah 8. Pengelolaan wilayah pesisir belum optimal dan terpadu 9. Rendahnya daya saing produk perikanan 10. Belum optimal kelembagaan masyarakat 11. Akses modal dan pemasaran masih rendah STRATEGI KELEMAHAN + PELUANG (WO) Memanfaatkan komitmen pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan wilayah pesisir untuk wisata alam dan bahari, dalam bentuk alokasi dana untuk kepentingan : • Penghijauan wilayah pesisir dan bukit-bukit gamping di sekitarnya dengan tujuan menambah rindang dan nyaman berwisata, serta untuk kepentingan konservasi lahan (mencegah erosi dan sedimentasi) • Meningkatkan kemampuan SDM dan peranan kelembagaan masyarakat pesisir melalui program pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat • Membuka akses yang mudah dan seluas-luasnya bagi usaha masyarakat pesisir • Pembangunan fisilitas fisik pada obyek-obyek wisata pantai dengan memperhatikan kemampuan
158
ANCAMAN (threats) 1. Kerusakan lingkungan pantai baik biotis maupun abiotis 2. Erosi dan sedimentasi 3. Arus balik (rip current) laut yang besar
STRATEGI KEKUATAN + ANCAMAN (ST) 1. Membuat kebijakan pemerintah daerah tentang pelarangan penambangan batu gamping terutama yang berada dekat wilayah pesisir dan juga pelarangan penambangan pasir putih dan telur penyu. 2. Menyusun Rencana Detil Tata Ruang Kawasan Pantai, dengan mempertimbangkan bahaya erosi dan sedimentasi melalui penetapan kawasan sempadan pantai, jalur hijau, dan penetapan kawasan rawan longsor. 3. Menetapkan kawasan aman berwisata untuk kegiatan berjemur, jalan-jalan pantai, berburu ikan hias, berenang, dan memancing.
lahan setempat, jauh dari resiko bencana seperti abrasi laut, erosi tebing maupun longsoran tanah rombakan batu gamping, disertai dengan pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas-fasilitas tersebut, termasuk pengaturan limbah cair dan padat STRATEGI KELEMAHAN + ANCAMAN (WT) 1. Mengembangkan hutan rakyat dengan jenis tanaman tahunan dan mempunyai nilai komersial seperti jati dan akasia, yang mampu untuk tumbuk dengan baik di tanah kapur sekaligus berfungsi sebagai pencegah erosi dan longsoran batu gamping 2. Pembuatan bangunan pemecah gelombang pada kawasan-kawasan pantai yang potensial untuk dikembangkan dan relatif terbuka terhadap laut . 3. Memanfaatkan hasil penelitian tentang pantai dan kawasan karst dalam rangka pengembangan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.
159
Rekomendasi Pengembangan Mendasarkan
analisis
SWOT
pada
Tabel
36,
rekomendasi
pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul adalah untuk kegiatan pariwisata dengan memanfaatan keindahan panorama yang khas di wilayah pesisir. Langkah-langkah untuk mengembangkan tersebut adalah : 1.
Melalui promosi wisata dengan menjual keindahan dan kekhasan sumberdaya wilayah pesisir, antara lain tebing terjal untuk panjang tebing, pasir putih untuk tempat berjemur, bentanglahan karst untuk penelitian
dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
aliran sungai
Bengawan Solo Purba untuk kegiatan penelitian dan pariwisata minat khusus, dan lain-lain. Promosi ini diawali dengan penyusunan basis data (database) potensi sumberdaya pesisir untuk kemudian di upload ke internet, sehingga promosi dapat dilakukan secara internasional. Cara seperti ini perlu dilakukan karena mendasarkan hasil kajian dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2006-2007) tentang daya saing pariwisata daerah, terungkap bahwa wisatawan mancanegara dari negara asal yang berbeda memiliki preferensi kunjungan ke daerah yang berbeda. Informasi ini sangat berguna dan perlu disosialisasikan kepada daerah agar daerah dapat menyusun program pemasaran dengan target yang tepat sesuai dengan pasar dominan yang dimilikinya. 2.
Dalam melakukan promosi wisata harus dilengkapi dengan perbaikan dan pembangunan sarana-parasara pariwisata antara lain dengan pembangunan jalan-jalan baru, perbaikan dan pelebaran jalan-jalan yang sudah ada, pembangunan fasilitas fisik wisata seperti air bersih dan pengelolaan limbah (padat dan cair).
3.
Koordinasi semua pihak untuk bersama-sama memajukan sektor pariwisata di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul. Pemerintah daerah berperan dalam mengoptimalkan kegiatan promosi wisata, pembangunan
sarana
prasarana
penunjang
pariwisata
dan
mengupayakan kemudahan bagi kunjungan wisatawan mancanegara dan investasi pariwisata, sedangkan masyarakat dan swasta berperan dalam menambah nilai kualitas kunjungan wisata yang semua unsurnya termuat dalam konsep Sapta Pesona.
160
Rekomendasi Pengelolaan Rekomendasi pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul adalah dengan cara mempertahankan dan melindungi kelangsungan proses ekosistem karst dan ekosistem pesisir karena keduanya saling berkaitan. Kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul merupakan bentuklahan yang sangat spesifik dilihat dari proses terbentuknya, keindahan panoramanya, maupun peran ekologinya. Kawasan karst memiliki peran penting dalam penyediaan air bawah tanah serta sebagai tempat perlindungan bagi aneka flora dan fauna langka. Empat puluh enam persen kawasan Kabupaten Gunungkidul terdiri atas perbukitan karst dan terletak di wilayah bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sehingga kawasan pesisir Kabupaten Gunungkidul berbatasan langsung dengan kawasan karst di sebelah daratan. Upaya pelestarian karst cukup
dilematis
karena
sering
berbenturan
dengan
pemanfaatan
oleh
masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhannya. Umumnya masyarakat mengambil batugamping untuk dijual tanpa memperdulikan kawasan karst. Perusakan kawasan karst yang dekat dengan wilayah pesisir akan mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir. Disinilah pentingnya pemetaan dan pengklasifikasian perbukitan karst yang dilindungi dan yang dapat ditambang secara ekonomis. Kawasan karst yang perlu dilindungi adalah perbukitan karst yang dekat dengan wilayah laut, yang mempunyai bentang alam khas dan langka di bagian permukaan maupun di bawahnya, mempunyai fungsi seabagi penyimpan air dalam bentuk sungai maupun telaga, dan mempunyai potensi airtanah yang sedang hingga tinggi. Pemetaan juga diarahkan untuk menetapkan kawasan sempadan pantai, jalur hijau, dan kawasan rawan longsor untuk kegiatan pariwisata bahari. Penghijauan di kawasan karst juga perlu terus dilakukan melalui tanaman-tanaman tahunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi supaya dapat memberi nilai tambah secara ekonomi bagi masyarakat.
161
Tabel 36. Matriks SWOT Analisis Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Bantul dan Kulon Progo
Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Eksternal PELUANG (opportunities) 1.
2.
3.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo tentang pengembangan wilayah selatan untuk pariwisata, pertanian lahan basah, permukiman dan perikanan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang pengembangan Pantai Pandansimo dan Glagah untuk pelabuhan pangkalan pendaratan ikan dengan skala pelayanan lokal dan regional Rencana Pembangunan Pelabuhan Militer TNIAL (Lantamal V) di Pantai Karangwuni Kulon Progo
KEKUATAN (strength)
KELEMAHAN (weaknesses)
1. Memiliki sumberdaya alam yang potensial • Hamparan pasir, gumuk pasir : pariwisata dan penelitian • Pertanian , perikanan, dan pertambangan • Pelabuhan 2. Topografi datar – landai 3. Aksesibiltas jalan yang baik dan lancar 4. Sumberdaya air yang besar, baik airtanah maupun air permukaan (sungai) dengan kualitas yang relatif baik 5. Lokasi yang strategis dan jarak yang dekat dengan pusat kota
1. Iklim yang panas dan kurang nyaman untuk wisata 2. Merupakan wilayah pesisir terbuka yang rawan terhadap bencana alam dan tsunami, termasuk rawan gempa karena terdapat jalur patahan mayor Opak 3. Rendahnya kemampuan keuangan daerah
STRATEGI KEKUATAN + PELUANG (SO) 1. Penggunaan teknologi maju dan rekayasa teknik lainnya dalam rangka memanfaatkan sumberdaya alam pantai yang potensial untuk dikembangkan pada berbagai kegiatan, misalnya perikanan di lahan pasir (biocrete), pertanian lahan pasir, pelabuhan pedaratan perahu nelayan yang ramah lingkungan dan tahan lama, serta ekowisata pantai 2. Penggunaan teknologi baru untuk konservasi sumberdaya air tawar. 3. Pembuatan rencana yang detil, terpadu dan menyeluruh tentang pengembangan wilayah pesisir sehubungan dengan akan dibangunnya Lantamal V TNI-AL
STRATEGI KELEMAHAN + PELUANG (WO) 1. Memanfaatkan komitmen pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan wilayah pesisir dengan perencanaan dan pengembangan yang berkelanjutan, antara lain dengan membuat jalur hijau sebagai kawasan pelindung pantai dengan tanaman yang mampu untuk meredam gelombang laut seperti cemara udang, dll 2. Meningkatkan kerjasama dengan pihak swasta untuk bersama-sama megembangkan kawasan pesisir
162
ANCAMAN (threats) 1. 2. 3. 4. 5.
Gelombang pasang Banjir sungai-sungai besar Arus balik (rip current) laut yang besar eksploitasi pasir besi di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo yang tidak ramah lingkungan Gempa tektonik dan tsunami
1. 2. 3. 4.
STRATEGI KEKUATAN + ANCAMAN (ST) Pemetaan daerah-daerah yang rawan untuk pariwisata pantai seperti mandi dan berenang, melalui pemetaan perilaku arus balik (rip current) Pembuatan AMDAL bagi penambangan pasir besi Menetapkan jalur hijau (green belt) sepanjang sempadan sungai yang berfungsi untuk menahan banjir Peratutan Daerah tentang larangan permukiman yang sangat dekat dengan pantai (pemukiman minimal pada jarak > 200 m dari garis pantai)
1.
2.
STRATEGI KELEMAHAN + ANCAMAN (WT) Memasang tanda bahaya bencana secara dini (early warning system) terutama bahaya tsunami dan juga bahaya oseanografi lainnya (arus balik, gelombang pasang) termasuk banjir. Meningkatkan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan potensi pesisir yang berbasis pada penanggulangan bencana
163
Rekomendasi Pengembangan Mendasarkan
analisis
SWOT
pada
Tabel
36,
rekomendasi
pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo adalah menyesuaikan pada tipologi fisik pesisirnya. Kegiatan pariwisata dapat dikembangkan pada semua tipologi fisik pesisir yang ada, terutama pada tipologi pesisir pengendapan laut termasuk bentulahan gumuk pasir yang dibentuk oleh proses angin. Kegiatan perikanan model biocrete dan pertanian lahan pasir dapat dikembangkan pada tipologi pesisir pengendapan laut. Pembangunan pelabuhan dapat dikembangkan pada tipologi pesisir pengendapan laut dan tipologi pesisir pengendapan darat dengan memanfaatkan aliran sungai untuk menunjang kegiatan pelabuhan. Desain pembangunan pelabuhan dibuat dengan memperhatikan laju sedimentasi dari darat, perilaku arus dan gelombang. Perikanan model biocrete dan pertanian lahan pasir dapat lebih dikembangkan di sepanjang pesisir pengendapan laut Kabupaten Bantul dengan memperhatikan kemampuan lahan yang ada dan rencana detil tata ruang untuk menghindari tumpang tindih pemanfaatan, sedangkan di sepanjang pesisir pengendapan laut Kabupaten Kulon Progo, pertanian lahan pasir yang sudah ada lebih diintensifkan, dan pembukaan lahan baru untuk kegiatan perikanan dan pertanian sedapat mungkin untuk dihindari sehubungan dengan rencana Pemerintah
Daerah
kabupaten
Kulon
Progo
yang
akan
melakukan
pertambangan pasir besi di sepanjang wilayah pesisir yang dimiliki. Sehubungan dengan rencana akan dibangunnya pelabuhan militer TNIAL (Lantamal V) di pantai Karangwuni Kabupaten Kulonprogo, studi tentang kelayakannya termasuk AMDAL untuk pembangunan pelabuhan militer tersebut harus direncanakan secara detil, terpadu dan menyeluruh tentang semua aspek yang terkait, karena pembangunan pelabuhan militer akan diikuti oleh pembangunan-pembangunan sarana-prasaran fisik pendukung lainnya di sekitar pelabuhan.
164
Rekomendasi Pengelolaan Rekomendasi pengelolaan di wilayah pesisir Kabupaten Bantul dan Kulon Progo ditentukan berdasarkan pada tipologi fisik pesisir dan rencana pemanfaatan pada masa yang akan datang. Pola pengelolaan yang paling sesuai adalah dengan cara Limited Intervention, yaitu upaya pengelolaan wilayah pesisir dengan cara membatasi pendirian bangunan pada lahan-lahan pesisir yang secara ekologis berfungsi menahan gelombang laut seperti gumuk pasir (sand dunes). Sebagai contoh pola pengelolaan ini secara teknis dapat diterapkan di
pantai Parangtritis dan sekitarnya dimana ditemukan bangunan-bangunan permukiman penduduk yang dekat dengan laut dan sering terkena gelombang pasang. Cara ini sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul yang melakukan relokasi permukiman penduduk yang letaknya < 150 m dari garis pantai, dan pemerintah daerah Kabupaten Bantul sudah membuat aturan yang melarang pendirian bangunan permukiman pada jarak < 200 m dari garis pantai. Penertiban permukiman penduduk yang terlalu dekat dengan laut dan berada di atas gumuk pasir sedini mungkin mulai perlu untuk ditertibkan walaupun baru berdiri 1 atau 2 rumah, untuk menghindari lebih berkembangnya pembangunan permukiman baru di sekitarnya. Lihat Gambar 76.
Gambar 75. Permukiman di Gumuk Pasir yang Dekat dengan Laut (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Contoh yang lain adalah tentang keberadaan dan kelangsungan proses pembentukan gumuk pasir (sand dunes) aktif di Pantai Parangtritis. Fungsi gumuk pasir disamping bentuk panoramanya yang khas sehingga sangat cocok untuk pariwisata, juga mampu untuk meredam energi gelombang yang sampai ke arah darat. Ini artinya bahwa dengan membiarkan dan membebaskan gumuk pasir terbentuk secara alami maka akan mampu untuk melindungi wilayah pesisir secara keseluruhan beserta dengan sumberdaya yang ada di atasnya. Material
165
pasir terbukti juga mampu untuk meredam energi gempa tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada Mei 2006 yang mempunyai pusat gempa di daratan Pantai Parangtritis, yaitu dengan ditunjukkannya kerusakan bangunan yang relatif lebih ringan pada daerah-daerah yang mempunyai material pasir (Pantai Samas dan sekitarnya) dibandingkan dengan kerusakan yang terjadi pada daerah-daerah yang berbatuan keras seperti Imogiri dan seterusnya sepanjang jalur patahan Opak. Strategi yang lain yang sekarang baru di uji coba adalah dengan cara membuat penahan gelombang dalam bentuk penanaman vegetasi yang mampu menahan gelombang laut dan cocok untuk ditanam pada substrat pasir seperti cemara udang (lihat Gambar 76)
Gambar 76. Vegetasi pada Gumuk Pasir (Sumber : Foto Lapangan, 2006)
Strategi ini dipilih berkaitan dengan rencana penambangan pasir besi sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo oleh PT. Jogja Magasa Mining (JMM) sebagai pemegang kuasa pertambangan. Penambangan rencananya akan dilakukan di pantai sepanjang 22 kilometer, dari Sungai Bongowonto hingga Kali Progo, masuk ke dalam ke arah daratan dan memasuki kawasan perumahan sejauh 1,8 kilometer dan menggerus sedalam 14,5 meter. Pasir besi baru tereksploitasi tahun 2005. Bahan galian golongan B tersebut banyak tersebar di sepanjang pantai selatan Kulon Progo. Dengan potensi cadangan pasir besi sebanyak 166 juta ton, produksi biji besi dari pabrik yang akan dibangun di kabupaten ini diperkirakan bisa berlangsung sekitar 30 tahun. Pabrik biji besi yang akan dibangun tahun 2008 ini menjadi satu-satunya di Asia Tenggara dengan kapasitas produksi 500.000 ton besi mentah atau pig iron per tahun. Hasil pengolahan pasir besi menjadi biji besi tersebut diperkirakan akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kulon Progo hingga Rp 604 miliar tiap tahun. Namun, jika kegiatan penambangan skala besar tersebut tidak
166
terkelola dengan baik dan mengabaikan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), akan berdampak negatif bagi masyarakat Kulon Progo dan sekitarnya. Pencemaran terhadap lingkungan akan berpotensi merusak sistem air bawah tanah serta menyebabkan bentangan lahan rusak, kondisi pantai lambat laun akan keruh, dan abrasi pantai terjadi lebih cepat.
(PETA : REKOMENDASI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN)