VI. MODEL ALOKASI SUMBERDAYA AIR
Untuk menganalisis permintaan air langsung dan air tak langsung telah dilakukan survey terhadap 110 rumahtangga dari ke empat wilayah SSWS di Pulau Lombok. Identitas responden disajikan pada Tabel 34. Hampir seluruh responden yang merupakan kepala keluarga rumahtangga berada pada usia produktif dengan umur rata-rata 42.5 tahun dan kisaran umur 25–76 tahun. Tabel 34. Distribusi Responden Menurut Umur, Pendidikan dan Pendapatan N Umur Pendidikan o Kisaran Jumlah Kisaran Jumlah 1 2 3 4 5
<30 30 - 39 40 - 49 50 - 59 >60
9 37 40 18 6
SD SLTP SLTA DIPLOMA S1 & S2
39 14 36 3 18
Pendapatan Kisaran Jumlah Rp <1 juta Rp 1 - 1.9 juta Rp 2 - 2.9 juta Rp 3 - 3.9 juta Rp > 4 juta
59 16 18 7 10
Pekerjaan Jenis Jumlah PNS Karyawan swasta wirausaha Petani/buruh tani Buruh non tani
28 5 30 25 22
Pendidikan responden terbanyak berada pada level pendidikan dasar (35%), dan pendidikan menengah (46%), sedang perguruan tinggi hanya mencapai 19%. Seiring dengan lebih banyaknya responden yang berada pada level pendidikan menengah ke bawah, tingkat pendapatan rata-rata terbesar (54%) juga bereda pada tingkatan terbawah, yakni lebih kecil dari Rp 1 000 000 per bulan. Hanya 14 % rumahtangga memliki penghasilan di atas Rp. 3 juta. Demikian halnya dengan jenis pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai petani, buruh tani dan buruh non tani (47%). Meskipun jumlah wirausahawan relatif besar (27%) namun jenis usahanya merupakan usaha kecil berupa industri rumahtangga yang mengolah hasil pertanian, dan industri kerajinan. Sangat sedikitnya industri sedang dan besar di Pulau Lombok menyebabkan yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta juga relatif kecil.
158
6.1 Estimasi Fungsi Permintaan Air Permintaan terhadap air dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu permintaan air langsung dan permintaan air maya (virtual water). Hasil estimasi fungsi permintaan air dari masing-masing kategori permintan disajikan sebagai berikut:
6.1.1 Permintaan Air Langsung Permintaan masyarakat terhadap air langsung terdiri dari permintaan air PDAM, permintaan air minum kemasan, dan permintaan air sumur.
Ketiga
permintaan tersebut ditujukan untuk kepentingan yang berbeda. Bagi rumah tangga yang hanya menggunakan PDAM saja atau sumur saja sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air, air tersebut digunakan untuk seluruh kebutuhan rumah tangga seperti untuk mandi, cuci, memasak, air minum dan menyiram tanaman. Bagi rumahtangga yang memiliki keduanya (PDAM dan sumur) menggunakan air PDAM untuk kebutuhan yang berkaitan dengan makanan dan mandi, sedang air sumur digunakan untuk menyiram tanaman, mencuci baju, mencuci piring dan mencuci mobil/motor. Air minum kemasan dalam bentuk gelas dan botol lebih banyak digunakan pada saat bepergian atau untuk menyuguh tamu, sedang untuk kebutuhan minum keluarga sehari-hari digunakan air dalam kemasan gallon. Rata-rata penggunaan air oleh rumahtangga masing-masing sebesar 27.4 m 3 per bulan atau 7.25 m 3 per P
P
P
P
kapita/bulan untuk air PDAM, 57.33 liter per bulan atau 10.2 liter per kapita per bulan untuk air minum dalam kemasan, dan 24 m 3 per bulan atau 6.35 m 3 per kapita P
P
P
P
per bulan untuk air sumur. Permintaan air diduga dipengaruhi secara negatif oleh harga air, dan secara positif oleh jumlah anggota rumahtangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan pendapatan rumahtangga. Fungsi permintaan air PDAM, air minum kemasan dan
159
air sumur diduga dengan menggunakan fungsi doble log, masing-masing dengan rumus sebagai berikut: LnS11k = β 011k + β 111k LnPw11k + β 211k LnI 11k + β 311k ART11k + β 411k LnEdu11k + ε 1
LnG12 k = β 012 k + β 112 k LnC12 k + β 212 k LnI 12 k + β 312 k LnART12 k + β 412 k LnEdu12 k + ε 2 Ln( S13k + G13k ) = β 013k + β 113k LnPw13k + β 213k LnI13k + β 313k LnART13k + β 413k LnEdu13k + ε 3
Hasil estimasi fungsi permintaan air PDAM, air sumur dan air minum kemasan (Tabel 35) menunjukkan bahwa permintaan air PDAM secara nyata dipengaruhi oleh variable harga, jumlah anggota rumah tangga dan pendapatan rumah tangga, sedang variable pendidikan tidak berpengaruh nyata. Tabel 35. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Air PDAM, Air Sumur dan Air Minum Kemasan Variabel
Standard Error
T Stat
P Value
Permintaan Air PDAM Ln Intercept 4.96185 Ln PW -0.66994 Ln ART 0.23597 Ln Edu 0.04953 Ln Income 0.18542 R 2 = 0.353628251
1.732120 0.204408 0.115701 0.034714 0.070320
2.864607 -3.277480 2.039481 1.426762 2.636841
0.004725 0.001280 0.043017 0.155561 0.009178
Permintaan Air Sumur Intercept 1.23608 Ln PW -0.24321 Ln ART 0.54776 Ln Edu -0.00328 Ln Income 0.16933 R2 = 0.491448
2.311597 0.108232 0.297263 0.245558 0.171401
0.534730 -2.247100 1.842668 -0.013370 0.987933
0.598732 0.036078 0.080252 0.989467 0.334988
Permintaan Air Minum Kemasan Intercept 22.00448 Ln PW -5.22415 Ln ART 0.12143 Ln Edu 0.19403 Ln Income 0.88711 2 R = 0.682036
6.403821 0.645201 0.723450 0.242495 0.322684
3.436148 -8.096932 0.167850 0.800148 2.749159
0.001280 2.492090E-10 0.867454 0.427829 0.008571
P
P
Koefisien
P
P
160
Arah hubungan dari seluruh variabel bebas (independent variable) sejalan dengan dugaan, bahwa variable harga berpengaruh nyata secara negatif terhadap permintaan air PDAM, dengan nilai parameter sebesar -0.66994. Nilai tersebut sekaligus menunjukkan besarnya nilai elastisitas harga (price elasticity). yang berarti bahwa jika harga naik sebesar 1% maka permintaan air PDAM akan turun sebesar 0.67%. Temuan besaran elastisitas tersebut nilai relatifnya lebih besar (lebih elastis) dari temauan peneliti-peniliti lain di berbagai negara yang berkisar antara -0.1 hingga – 0.27 (Veck and Bill, 1998; Boistard,1985; Gallagher et al., 1976), namun masih sejalan dengan penemuan peneliti lainnya di Indonesia yang besarnya berkisar antara -0.5 hingga -0.75 (Nugroho, 2007; Kusdiyanto dan Riyadi, 2007 dan Jember, 2008). Hasil estimasi parameter variabel jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan juga sejalan dengan dugaan, yaitu kedua variabel tersebut berpengaruh positif dengan nilai parameter masing-masing sebesar 0.23597 dan 0.185424, yang berarti bahwa jika jumlah anggota rumah tangga bertambah 1%, maka permintaan rumahtangga terhadap air PDAM akan meningkat sebesar 0.24% atau jika anggota rumahtangga bertambah 1 orang (22.27%), maka permintaan rumahtangga akan meningkat sebesar 6.1 m 3 . Demikian juga halnya jika pendapatan rumahtangga P
P
meningkat 1% atau Rp 20 220, maka permintaan rumahtangga terhadap air PDAM meningkat sebesar 0.18% atau 4.93 m 3 . P
P
Pendidikan kepala
rumah tangga
berpengaruh positif dengan nilai parameter sebesar 0.049529 yang berarti bahwa jika pendidikan kepala keluarga meningkat sebesar 1% maka konsumsi air PDAM meningkat 0.04% atau jika pendidikannya meningkat 1 tahun maka konsumsi meningkat 0.1 m 3 per bulan. P
P
161
Permintaan air minum kemasan lebih dipengaruhi secara nyata oleh harga dan pendapatan rumahtangga, sedang jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan tidak berpengaruh nyata. Permintaan air minum kemasan sangat elastis terhadap perubahan harga ditunjukkan oleh nilai elastisitas harga sebesar – 5.224 yang berarti jika harga air minum kemasan naik sebesar 1% permintaannya akan turun sebesar 5% dan sebaliknya. Demikian halnya jika pendapatan meningkat 1% maka permintaan air minum kemasan akan meningkat 0.88%. Meskipun jumlah anggota rumahtangga tidak berpengaruh signifikan, namun estimasi terhadap permintaan air minum kemasan per kapita memberikan hasil nilai parameter negatif. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin banyak anggota keluarga rumah tangga, semakin sedikit konsumsi air minum kemasan dan semakin banyak penggunaan air PDAM dan air sumur. Relatif mahalnya harga air minum kemasan merupakan alasan utama rumah tangga mengurangi konsumsi per kapita dengan semakin banyaknya jumlah anggota rumah tangga. Permintaan air sumur secara sigifikan dipengaruhi oleh harga (biaya ekstraksi), memiliki arah hubungan negatif namun dengan elastisitas lebih kecil dibandingkan permintaan air PDAM dan air minum kemasan, yakni hanya sebesar -0.24321. Kurang elastisnya pengaruh harga ini dikarenakan rumahtangga lebih memilih menggunakan air PDAM jika tersedia, karena kualitas lebih baik dan lebih praktis , sehingga hanya menggunakan air sumur sebagai pelengkap atau alternatif. Permintaan air sumur juga dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah anggota rumahtangga dengan arah hubungan positif namun dengan elastisitas lebih besar dibandingkan pada permintaan air PDAM dan air minum kemasan. Hal ini berarti bahwa jika jumlah anggota keluarga bertambah dengan faktor lainnya tetap maka
162
rumahtangga lebih cenderung meningkatkan penggunaan air sumur yang memiliki harga (biaya ekstraksi) lebih murah. Pendidikan
kepala
permintaan air sumur.
rumahtangga
tidak
berpengaruh
nyata
terhadap
Berbeda dengan pengaruhnya terhadap permintaan air
PDAM dan air minum kemasan yang memiliki arah hubungan positif, pendidikan memiliki arah hubungan negatif (meskipun nilainya kecil) terhadap permintaan air sumur. Hal ini dapat dimaklumi, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik kulitas hidupnya dan semakin tinggi biaya opportunitas waktu yang dimiliki sehingga lebih cenderung memilih lebih banyak mengkonsumsi air minum kemasan dan air PDAM.
Demikian juga tingkat pendapatan memiliki korelasi positif
terhadap konsumsi seluruh jenis air, makin tinggi tingkat kesejahteraan, makin besar kebutuhan air per kapitanya. Jika ketiga fungsi permintaan tersebut dibandingkan, maka ada beberapa hal menarik untuk diperhatikan.
Pertama, elastisitas harga permintaan air minum
kemasan (5.22) lebih tinggi dari air PDAM (0.67), dan elastisitas harga air PDAM lebih tinggi dari elastisitas permintaan air sumur (0.24). Temuan ini sejalan dengan fakta bahwa bagi Masyarakat Lombok air minum kemasan lebih merupakan barang mewah dibandingkan air minum lainnya, demikian juga air PDAM terhadap air sumur.
Kedua,
penambahan anggota rumahtangga menyebabkan peningkatan
permintaan air tertinggi berturut-turut pada permintaan air sumur (0.55), air PDAM (0.24) dan permintaan air minum kemasan (0.12). Fenomena ini mudah dipahami, karena semakin banyak anggota rumahtangga semakin besar pengeluaran rumahtangga (caterus paribus) sehingga pilihan konsumsi harus lebih besar pada komoditas dengan harga relatif lebih murah, oleh karenanya keluarga besar cenderung mengkonsumsi air sumur lebih banyak dari pada air PDAM dan air
163
minum kemasan. Ketiga, pengaruh pendidikan terhadap konsumsi lebih besar pada air minum kemasan , disusul air PDA dan air sumur. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, cenderung mengkonsumsi air minum kemasan lebih banyak dibandingkan air PDAM dan air sumur.
Pengaruh pendapatan juga
memiliki fenomena yang sama, dimana pengaruhnya lebih besar pada permintaan air minum kemasan, kemudian air PDAM dan air sumur, yang berarti peningkatan pendapatan lebih banyak digunakan untuk meningkatkan konsumsi air minum kemasan dibanding air PDAM dan air sumur. Rata-rata konsumsi air PDAM bagi rumahtangga yang hanya mengkonsumsi air PDAM (sebanyak 46%) sebesar 7.25 m 3 per kapita per bulan, sedang konsumsi P
P
rata-rata air sumur bagi rumahtangga yang hanya mengkonsumsi air sumur (sebanyak 22%) sebesar 6.35 m 3 per kapita per bulan, dan konsumsi rata-rata air P
P
PDAM dan air sumur (conjunctive use) bagi rumahtangga yang mengkonsumsi air PDAM dan air sumur (sebanyak 32%) sebanyak 9.92 m 3 per kapita per bulan yang P
P
terdiri dari air PDAM sebesar 4.86 m 3 per kapita per bulan dan air sumur sebesar P
P
5.06 m 3 per kapita per bulan. Secar a keseluruhan (air PDAM dan air sumur), rataP
P
rata konsumsi air langsung sebesar 7.68 m 3 per kapita per bulan. Rata-rata konsumsi P
P
air minum kemasan sebesar 41 liter per rumahtangga per bulan atau 10.18 liter per kapita per bulan. Dengan konsumsi rata-rata setiap jenis pemenuhan kebutuhan air tersebut, maka total kebutuhan air langsung untuk Pulau Lombok sebesar 29.8 juta m 3 per bulan atau 357.6 juta m 3 per tahun (Tabel 36). P
P
P
P
164
Tabel 36.
SSWS
Kebutuhan Air Langsung Menurut Sumber Air dan SSWS Pulau Lombok, Tahun 2010. JML PDDK
PDAM (M 3 ) P
P
SUMUR (M 3 ) P
P
AIR CONJUNCKEMASAN 3 TIVE (M ) (M 3 ) 8 168 773 26 196 465 602 1 493 2 468 400 7 916 1 210 926 3 883 P
P
P
Dodokan Jelateng Menanga Putih
2 573 328 146 674 777 596 381 466
8 037 533 458 122 2 428 743 1 191 471
3 532 665 201 354 1 067 484 523 677
Total
3 879 064 12 115 869
5 325 180
12 313 701
TOTAL (M 3 ) P
P
P
39 488
19 765 167 1 126 571 5 972 543 2 929 957 29 794 238
6.1.2 Permintaan Air Tak Langsung Selain mengkonsumsi air secara langsung, rumah tangga juga mengkonsumsi air tak langsung yang terkandung dalam barang dan jasa yang dikonsumsi. Dalam penelitian ini permintaan air tak langsung yang dianalisis hanya air yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa yang dihasilkan di Pulau Lombok, tidak termasuk barang dan jasa yang diproduksi di luar Pulau Lombok. Untuk tujuan penyederhanaan, barang dan jasa yang dianalisis juga dibatasi untuk bahan pangan berupa beras, jagung, kedelai dan kacang tanah, daging, telur, ayam, dan ikan air tawar, serta barang hasil industri pangan berupa tahu dan tempe. Permintaan air tak langsung ini diturunkan dari fungsi permintaan barangbarang yang dikonsumsi oleh rumah tangga dengan jalan mengkonversi jumlah barang yang diminta dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang tersebut. Estimasi terhadap permintaan air maya memberikan nilai parameter yang sama dengan hasil estimasi fungsi permintaan barang-barang tersebut di atas, sehingga elastisitas harga, jumlah anggota rumah tangga, pendidikan dan pendapatan sama untuk permintaan air maya. Fungsi permintaan barang dan air maya dirumuskan sebagai berikut: LnQ2 jk = A2 jk + a12 jk LnPQ2 jk + a 2 2 jk LnI 2 jk + a3 2 jk LnART2 jk + a 4 2 jk LnEdu 2 jk + ε 2 jk
165
persamaan di atas ditransformasikan ke dalam persamaan dalam bentuk permintaan air maya sebagai berikut:
Seperti halnya permintaan air langsung, permintaan air tak langsung untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan rumahtangga diduga dipengaruhi secara negatif oleh harga barang tersebut, dan dipengaruhi secara positif oleh pendapatan rumahtangga, jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan. Hasil estimasi fungsi permintaan air tak langsung untuk setiap komoditas disajikan pada Tabel 37. Tabel 37. Hasil Estimasi Fungsi Permintaan Air Tak Langsung dari Barang-Barang Konsumsi Rumahtangga Masyarakat Pulau Lombok Variabel
Koefisien
Standard Error
T Stat
1.97670 0.28059 0.08845 0.10244 0.06044
9.40962 -7.30497 10.15682 -1.35134 2.16853
1.29512E-15 5.61736E-11 2.72385E-17 0.17949 0.03237
6.712241 0.645321 0.372415 0.593398 0.261253
2.22525 -1.91184 0.55789 -0.83331 -0.67744
0.03430 0.06618 0.58136 0.41172 0.50368
2.886747 0.347058 0.201043 0.246867 0.132128
6.45448 -6.59004 3.17936 0.57984 0.75817
1.42000E-08 8.15000E-09 0.00224 0.56397 0.45101
3.59258 0.41125 0.23850 0.34682 0.13940
2.45848 -3.13091 1.62865 0.59764 1.37793
0.01827 0.00321 0.11105 0.55336 0.17570
P Value
Permintaan Beras Ln Intercept 18.59997 Ln PQ -2.04971 Ln ART 0.89835 Ln Edu -0.13843 Ln Income 0.13106 R 2 = 0.820989 Permintaan Jagung Intercept 14.93643 Ln PQ -1.23375 Ln ART 0.20777 Ln Edu -0.49448 Ln Income -0.17698 2 R = 0.452262 Permintaan Kedelai Intercept 18.63244 Ln PQ -2.28712 Ln ART 0.63919 Ln Edu 0.14314 Ln Income 0.10018 R 2 = 0.554306 Permintaan Kacang Tanah Intercept 8.83229 Ln PQ -1.28760 Ln ART 0.38844 Ln Edu 0.20728 Ln Income 0.19209 2 R = 0.35828 P
P
P
P
P
P
P
P
166
Tabel 37. Lanjutan Variabel
Koefisien
Permintaan Daging Sapi Intercept 21.02004 Ln PQ -2.51797 Ln ART 0.22690 Ln Edu -0.31707 Ln Income 0.54258 R 2 = 0.325343 Permintaan Daging Ayam Intercept 8.72484 Ln PQ -1.44092 Ln ART 0.34343 Ln Edu 0.17785 Ln Income 0.43051 R 2 = 0.513628 Permintaan Telur Intercept 60.42071 Ln PQ -6.59716 Ln ART 0.51898 Ln Edu -0.19072 Ln Income 0.25900 2 R = 0.307369 Permintaan Tahu Intercept -0.04538 Ln PQ -0.26765 Ln ART 0.54935 Ln Edu -0.63691 Ln Income 0.306951 R2= 0.309088 Permintaan Tempe Intercept -2.10563 Ln PQ -0.40142 Ln ART 0.12175 Ln Edu -0.59189 Ln Income 1.188864 R2 = 0.374342 Permintaan Ikan Air Tawar Intercept 19.42183 Ln PQ -2.82157 Ln ART 0.784989 Ln Edu -0.35936 Ln Income 0.647293 R2 = 0.3654 P
T Stat
P Value
11.91664 1.19002 0.28055 0.36378 0.19005
1.76392 -2.11590 0.80879 -0.87161 2.85501
0.08411 0.03957 0.42263 0.38776 0.00634
7.98610 0.74823 0.22493 0.32469 0.12597
1.09250 -1.92579 1.52682 0.54776 3.41760
0.28115 0.06126 0.13468 0.58690 0.00146
23.24516 2.39581 0.15565 0.19519 0.09253
2.59928 -2.75363 3.33424 -0.97713 2.79897
0.01088 0.00710 0.00123 0.33110 0.00625
3.98731 0.42938 0.22035 0.27445 0.12574
-0.01138 -0.62335 2.49308 -2.32066 2.44108
0.99095 0.53514 0.01510 0.02331 0.01725
4.38378 0.44698 0.24968 0.34231 0.37651
-0.48032 -0.89807 0.48763 -1.72912 3.15766
0.63280 0.37286 0.62765 0.08911 0.00208
9.65437 0.99845 0.57170 0.63562 0.25852
2.01172 -2.82594 1.37307 -0.56537 2.50382
0.05138 0.00748 0.17778 0.57514 0.01670
P
P
P
Standard Error
P
P
Hasil estimasi terhadap fungsi permintaan air tak langsung untuk barangbarang yang dihasilkan di Pulau Lombok menunjukkan bahwa harga barang
167
berpengaruh signifikan dengan arah hubungan negatif terhadap permintaan barang bersangkutan, kecuali pada permintaan air tak langsung untuk tahu dan tempe pengaruhnya tidak signifikan, namun memiliki arah hubungan yang juga negatif. Besarnya respon konsumen terhadap perubahan harga ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien variabel harga yang sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas harga dari masing-masing barang yang dikonsumsi. Permintaan air tak langsung untuk barang-barang tersebut sangat elastis, ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien variabel harga >1, kecuali untuk permintaan air untuk tahu dan tempe bersifat inelastis karena memiliki nilai parameter < 1. Jika harga barang-barang masingmasing meningkat 1%, maka permintaan air tak langsung untuk menghasilkan beras akan turun sebesar 2,05%, jagung sebesar 1.23%, kedelai sebesar 2.29%, kacang tanah sebesar 1.29%, daging sebesar 2.52%, ayam sebesar 1.44%, telur sebesar 6.6%, tahu sebesar 0.27%, tempe sebesar 0.4% dan ikan air tawar sebesar 2.82%. Estimasi
terhadap
parameter
jumlah
anggota
rumahtangga
(ART)
menunjukkan pengaruh signifikan dengan arah hubungan positif terhadap permintaan air untuk beras, kedelai, telur, tahu dan ikan, sedang pada permintaan air untuk jagung, kacang tanah, daging sapi, daging ayam dan tempe tidak berpengaruh nyata meskipun juga memiliki arah hubungan positif. Respon rumahtangga terhadap perubahan jumlah anggota rumahtangga bersifat tidak elastis (inelastic) pada seluruh jenis permintaan air untuk barang yang dikonsumsi. Pengaruh pendidikan tidak signifikan terhadap permintaan air untuk hampir seluruh barang konsumsi kecuali permintaan air untuk tahu dan tempe. Respon rumahtangga terhadap perubahan pendidikan juga bersifat inelastis pada seluruh permintaan barang yang ditunjukkan oleh kecilnya nilai mutlak parameter dari variabel pendidikan.
168
Pendapatan rumahtangga berpengaruh nyata terhadap permintaan air untuk barang-barang yang dikonsumsi (kecuali permintaan air untuk jagung, kedelai dan kacang tanah), dengan arah hubungan positif, kecuali permintaan air untuk jagung memiliki hubungan negatif.
Tanda positif dari parameter menunjukkan bahwa
barang-barang tersebut adalah barang normal, yaitu barang yang jika pendapatan meningkat permintaan barang tersebut juga meningkat, sedang jagung merupakan barang inferior yang jika pendapatan rumahtangga meningkat permintaannya justru menurun. Hal ini dikarenakan jagung merupakan makanan pengganti jika beras langka atau jika pendapatan terbatas dan kurang disukai dibandingkan beras. Elastisitas pendapatan (income elasticity) dari seluruh permintaan komoditas yang dikonsumsi bersifat inelastic, kecuali permintaan tempe. Konsumsi rata-rata barangbarang, dan kebutuhan air tak langsung untuk menghasilkan barang-barang tersebut disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Konsumsi Barang dan Kebutuhan Air Tak Langsung Rata-Rata Per Kapita Rumahtangga Pulau Lombok, Tahun 2010. Jenis Barang Beras Jagung Kedelai Kacang tanah
Konsumsi Rata-Rata (Kg/kapita/bln) 11.19 0.33 0.39 0.20
Daging Telur Ayam Tahu Tempe
0.39 0.74 0.40 0.67 0.63
Kebutuhan Air Maya (Liter/Kg) 3 029 1 285 2 030 2 030 14 818 5 400 5 543 576 1 200 Jumlah
Total Permintaan Air Tak langsung (liter/kapita/bulan) 33 894.51 424.05 791.70 406.00 5 779.02 3 996.00 2 217.20 385.92 756.00 48 650.40
Perhitungan terhadap kebutuhan air maya menunjukkan bahwa konsumsi air maya mencapai 48.65 m 3 per kapita per bulan, dimana kebutuhan terbanyak berupa P
P
kebutuhan untuk memenuhi konsumsi beras yaitu sebesar 69.65%. Meskipun
169
kebutuhan air maya untuk menghasilkan 1 kg daging paling tinggi dibandingkan dengan barang lainnya, namun karena jumlah konsumsinya relatif kecil, maka konsumsi air mayanya juga relatif kecil. Dari kedua jenis kebutuhan air, yakni air langsung dan air tak langsung, maka kebutuhan air total per kapita sebesar 56.33 m 3 per kapita per bulan yang P
P
terdiri dari 48.65 m 3 (86%) air untuk menghasilkan barang-barang yang dikonsumsi, P
P
7.68 m 3 berupa konsumsi air langsung untuk kebutuhan mandi, cuci, minum, masak, P
P
dan menyiram tanaman, dan 10.17 liter berupa konsumsi air minum kemasan. Total kebutuhan air langsung dan air tak langsung rumahtangga sebesar 2 622 juta m 3 per P
P
tahun. Total kebutuhan air langsung dan air maya setiap SSWS disajikan pada Tabel 39. Tabel 39.
Kebutuhan Air Langsung dan Air Maya dan Distribusinya Menurut SSWS, Tahun 2010 Jml Penduduk
Air Langsung (M 3 /tahun)
2 573 328
237 157 908.48
1 502 308 886.4
1 739 466 794.88
Jelateng
146 674
13 517 475.84
85 628 281.2
99 145 757.04
Menanga
777 596
71 663 247.36
453 960 544.8
525 623 792.16
Putih
381 466
35 155 906.56
222 699 850.8
257 855 757.36
3 879 064
357 494 538.24
2 264 597 563.2
2 622 092 101.44
SSWS
Dodokan
Pulau Lombok
P
P
Air Tak Langsung (M 3 /tahun) P
P
Total Kebutuhan Air (M 3 /tahun) P
P
6.2 Estimasi Fungsi Biaya 6.2.1 Fungsi Biaya Ekstraksi Air Permukaan Karena sumber air dibedakan atas air permukaan dan air tanah, maka estimasi fungsi biaya juga dibedakan atas dasar sumber tersebut. Penggunaan air permukaan dikategorikan dalam tiga jenis penggunaan, yaitu untuk irigasi sektor
170
pertanian, sebagai air baku untuk PDAM, air minum kemasan dan industri, dan penggunaan air PDAM oleh sektor ekonomi lainnya. Fungsi biaya air PDAM diestimasi dari data biaya bulanan dari 3 PDAM selama 5 tahun terakhir. Biaya dikelompokkan atas dasar jenis pengeluaran, yaitu biaya sumber, biaya pengolahan, biaya transdit, biaya umum dan administrasi, biaya kantor, biaya hubungan lapangan, biaya litbang, biaya pemeliharaan, biaya keuangan dan biaya rupa-rupa. Pada setiap jenis biaya tersebut terkandung komponen biaya variabel dan biaya tetap. Karena data biaya yang dirinci menurut biaya variabel dan biaya tetap hanya tersedia pada PDAM Menang, sedang pada PDAM Praya dan PDAM Selong hanya tersedia data biaya sesuai dengan klasifikasi di atas, maka fungsi biaya diestimasi dari biaya total. Model fungsi double log digunakan untuk mengestimasi fungsi biaya.
Fungsi biaya produksi air PDAM dapat dituliskan
sebagai berikut:
Hasil estimasi fungsi biaya menunjukkan bahwa biaya produksi air PDAM meningkat dengan peningkatan yang semakin menurun seiring dengan makin meningkatnya jumlah air yang diproduksi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien yang lebih kecil dari 1 yakni sebesar 0.2777. Biaya ekstraksi air baku untuk perusahaan air minum kemasan, karena ketiadaan data, diasumsikan sama dengan biaya ekstraksi air baku untuk PDAM. Biaya Total air minum kemasan merupakan penjumlahan antara biaya air baku, biaya pengolahan, biaya pengepakan dan biaya distribusi. Air permukaan yang digunakan oleh sektor industri dan pariwisata adalah air PDAM, sehingga biaya
171
yang dikeluarkan adalah sebesar tarif PDAM untuk sektor niaga dikali dengan jumlah air yang digunakan.
6.2.2 Biaya Ekstraksi Air Tanah Biaya ekstraksi air tanah dibedakan antar pengguna rumahtangga dengan perusahaan komersial, didasarkan atas kedalaman sumur dan karakteristik teknologi ekstraksi yang digunakan, dimana teknologi ini akan berpengaruh terhadap struktur biaya yang harus dikeluarkan. Rumahtangga diklasifikasikan sebagai penggunai air tanah sumur dangkal, sedang perusahaan air minum kemasan, industri pangan dan non pangan, serta hotel dan rumah makan dikategorikan sebagai pengguna air tanah sumur dalam. Sumur dangkal rumahtangga merupakan sumur tradisional, digali secara manual atau bor dengan kedalaman sumur berkisar 3-20 meter. Alat pengambilan berupa timba atau pompa listrik berkekuatan kecil.
Biaya yang dikeluarkan
rumahtangga berupa biaya untuk pembuatan sumur dan instalasinya berkisar antara Rp 200 000 - Rp 500 0000 (rata-rata Rp 1 028 000), biaya pompa berkisar antara Rp 300 000 - Rp 600 000, dan biaya operasional berupa biaya listrik rata-rata sebesar Rp 3 507 per bulan. Sumur dalam perusahaan komersial, meskipun ada beberapa yang masih merupakan sumur gali, sebagian besar berupa sumur bor dengan kedalaman lebih dari 20 meter hingga 125 meter. Biaya investasi pembuatan sumur dan instalasi mencapai Rp 4 000 000 – Rp 139 300 000 dan biaya operasional berkisar antara Rp 300 000 – Rp 38 440 778. Data biaya yang digunakan untuk mengestimasi fungsi biaya adalah data biaya total bulanan yang terdiri dari biaya tetap yang dihitung dari biaya penyusutan investasi atas dasar umur ekonomis 20 tahun dan
172
biaya operasional bulanan yang terdiri dari biaya listrik, biaya pemeliharaan dan perbaikan alat, serta gaji operator. Tabel 40 menunjukkan hasil estimasi koefisien fungsi biaya ekstraksi air sumur dangkal dan sumur dalam. Biaya total merupakan fungsi dari volume air yang diekstraksi dan kedalaman sumur. Hasil estimasi menunjukkan bahwa biaya total ekstraksi air tanah meningkat dengan laju peningkatan yang semakin meningkat, dilihat dari jumlah koefisien fungsi produksi lebih besar dari satu. Pada sumur dangkal biaya total akan meningkat dengan laju peningkatan yang semakin meningkat seiring dengan makin dalamnya sumur yang harus digali (koefisien variabel kedalaman sumur 1.111), sedang pada sumur dalam biaya total meningkat namun dengan laju yang semakin menurun. Tabel 40. Koefisien Fungsi Biaya Sumur Dangkal dan Sumur Dalam JENIS SUMUR SUMUR DANGKAL SUMUR DALAM
INTERCEPT
VOLUME AIR
KEDALAMAN
256.0969
0.3993
1.1111
4 566.5120
0.6449
0.3667
Selain biaya ekstraksi air, perusahaan komersial juga mengeluarkan biaya lain dalam proses produksinya, dapat berupa biaya input produksi non air, biaya upah tenaga kerja, biaya pemasaran, ataupun biaya penyusutan atas investasi yang ditanamkan. Untuk simplifikasi model, biaya selain air ini diasumsikan konstan (flat/horizontal marginal cost), dan karena keterbatasan data, besarnya ditetapkan berdasarkan harga pokok produk yang telah dihitung oleh masing-masing perusahaan.
173
Tabel 41
menunjukkan rekapitulasi biaya setiap sub sektor kegiatan
ekonomi pengguna sumberdaya air, dimana biaya produksi terdiri dari biaya ektraksi air tanah, biaya air permukaan dan biaya input produksi selain air. Tabel 41. Parameter Fungsi Biaya Seluruh Sektor Pengguna Sumberdaya Air di Pulau Lombok. PARAMETER
SUB SEKTOR KONSTANTA
TARIF PDAM (RP/M3)
BIAYA NON AIR (RP/M3)
VOLUME
KEDALAM
1 290.9610
0.2777
-
-
-
256.0969
0.3993
1.1111
-
-
4 566.5120
0.6449
0.3667
5 000
350 000
INDUSTRI PANGAN
256.0969
0.3993
1.1111
5 000
4 000
IND. NON PANGAN
256.0969
0.3993
1.1111
5 000
200
PERHOTELAN
4 566.5120
0.6449
0.3667
5 000
70 000
RUMAH MAKAN
4 566.5120
0.6449
0.3667
5 000
15 000
PDAM SUMUR PAMK
6.3 Jumlah Pengguna Sumberdaya Air. Data jumlah pengguna sumberdaya air (orang, rumahtangga, petani, dan perusahaan komersial) diperoleh dari data sekunder berbagai instansi terkait. Data yang semula diklasifikasikan atas dasar wilayah administratif kemudian disesuaikan ke dalam satuan wilayah hidrologis (SSWS). Tabel 42 menampilkan jumlah pengguna air masing-masing sektor pada tahun 2010 (initial population) dan pertumbuhannya di setiap wilayah SSWS. Data pengguna air PDAM diperoleh dari 3 perusahaan PDAM, berupa data pelanggan bulanan selama 5 tahun terakhir. Tingkat pertumbuhan pelanggan dihitung dari data tren jumlah pelanggan tersebut. Data jumlah pengguna air sumur rumahtangga (sumur dangkal), karena ketiadaan data yang akurat mengenai jumlah sumur yang ada, diestimasi dari jumlah rumahtangga yang ada dikurangi jumlah rumahtangga yang menjadi pelanggan PDAM. Jumlah rumahtangga dihitung dari
174
jumlah populasi dibagi dengan rata-rata jumlah anggota keluarga. Pengguna air minum kemasan adalah individu perorangan dan rumahtangga. Jumlahnya dihitung dengan membagi jumlah penduduk dengan rata-rata jumlah anggota dalam keluarga. Tabel 42. Jumlah Pengguna Sumberdaya Air Menurut Sektor dan SSWS di Pulau Lombok, Tahun 2009 SSWS DODOKAN
SSWS JELATENG SSWS MENANGA
SUB SEKTOR JML (Juta)
R (%)
JML (Juta)
R (%)
JML (Juta)
R (%)
SSWS PUTIH JML (Juta)
R (%)
PENDUDUK
2.533801
1.56
0.144784
1.52
0.767390
1.33
0.375940 1.47
RUMAHTANGGA
0.573304
1.56
0.039392
1.52
0.209031
1.33
0.109933 1.47
PDAM
0.083817
5.0
0.010717
6.00
0.014548
6.40
0.014406 5.34
SUMUR RT
0.600949
-3.44
0.037792
-4.44
0.195358
-5.07
0.096257 -3.87
PAMK
0.171991
1.56
0.011818
1.52
0.062709
1.33
0.032980 1.47
PADI
0.021259
1.56
0.001561
1.52
0.010752
1.33
0.004942 1.47
JAGUNG
0.006146
1.56
0.000422
1.52
0.002205
1.33
0.001082 1.47
KEDELAI
0.002954
1.56
0.00020
1.52
0.001060
1.33
0.000520 1.47
KC. TANAH
0.024841
1.56
0.001707
1.52
0.008914
1.33
0.004373 1.47
IND. PANGAN
0.458643
1.56
0.031514
1.52
0.167225
1.33
0.087946 1.47
IND.NONPANGAN
0.458643
1.56
0.031514
1.52
0.167225
1.33
0.087946 1.47
PERHOTELAN
1.036239
2.4
0.316530
2.20
0.056947
2.10
0.394322 2.50
RUMAH MAKAN
0.301909
2.2
0.061352
2.10
0.022264
1.80
0.042209 2.40
Pengguna air untuk pertanian adalah jumlah petani yang diperlukan untuk dapat menghasilkan komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jumlah petani dihitung dari luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dibagi dengan rata-rata kepemilikan lahan. Luas lahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan pangan dihitung dari jumlah pangan yang dibutuhkan dibagi dengan produktifitas lahan dalam menghasilkan komoditas pangan tersebut. Pengguna air
175
untuk sektor industri adalah rumahtangga yang mengkonsumsi hasil produksi sektor industry.
Dihitung dari jumlah penduduk dibagi dengan rata-rata jumlah anggota
rumahtangga. Pengguna air untuk Sektor Pariwisata adalah jumlah wisatawan yang menginap di hotel dan pengunjung restorant. Data diperoleh dari Dinas Pariwisata Propinsi Nusa Tenggara Barat.
6.4 Model Empiris Alokasi Sumberdaya Air di Pulau Lombok 6.4.1 Fungsi Tujuan Tujuan model optimasi dalam pengelolaan sumberdaya air di Pulau Lombok adalah memaksimum nilai kini total benefit sosial netto selama horizon waktu 20102025.
Perhitungan benefit sosial netto dalam penelitian ini menggunakan dua
pendekatan yaitu (i) pendekatan consumer surplus dan producer surplus dan (ii) pendekatan nilai produk marginal (the Value of Marginal Product). Benefit sosial yang diperoleh konsumen ditunjukkan oleh besarnya consumer surplus, secara grafis digambarkan oleh luas area di bawah kurva inverse demand function dikurangi besarnya pengeluaran (expenditure), sedang benefit sosial yang diperoleh produsen sebesar penerimaan (harga dikalikan jumlah barang yang dijual) dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan perusahaan.
Karena pengeluaran rumahtangga
besarnya sama dengan penerimaan perusahaan, maka benefit bersih merupakan selisih antara besarnya area di bawah inverse demand function dan marginal cost (supply) function. Inverse demand function dari air dan barang-barang konsumsi dapat diturunkan dari fungsi permintaan. Karena selain variabel konsumsi air dan harga adalah parameter, maka untuk tujuan penyederhanaan, nilainya diakumulasikan
176
dalam intercept, sehingga inverse demand function hanya merupakan hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta. Tabel 43. Estimasi Koefisien Fungsi Benefit Marginal Untuk Seluruh Pengguna Air di Pulau Lombok, Tahun 2010 SUB SATUAN WILAYAH SUNGAI SEKTOR
SUB-SEKTOR
DODOKAN A 1ij1 R
URBAN SERVICES
JELATENG
A 2ij1 R
PDAM
4099.67
-0.0883
SUMUR*
2950.00
1.0000
AIR KEMASAN
421052.07
A 1ij2
MENANGA
A 2ij2
R
R
A 1ij3 R
PUTIH
A 2ij3 R
3734.96 -0.0948
3938.26
-0.0947
2950.00
2950.00
1.0000
1.0000
A 1ij4
A 2ij4
R
R
3984.09 -0.0813 2950.00
1.0000
-0.1135 435158.92 -0.1107 415567.74
-0.1127 452498.28 -0.1592
INDUSTRI PANGAN
9098.28
-0.2192
9098.28 -0.2192
9098.28
-0.2192
9098.28 -0.2192
IND. NON PANGAN
543.25
-0.7620
432.97 -0.5440
433.20
-0.623
464.23 -0.2533
INDUSTRI
PERHOTELAN
205498.26
-0.2792 180498.27 -0.2192 150498.23
-0.2192 190498.22 -0.2192
PARIWISATA RESTORAN
Keterangan:
25453.23
-0.2142
25243.25 -0.2534
26342.23
-0.423
24352.53 -0.3421
A1ijk = harga maksimum yang konsumen bayarkan untuk 1 unit pertama barang yang dikonsumsi. A2ijk = elastisitas permintaan *) nilai parameter bukan dari hasil estimasi fungsi demand, nilai air sumur yang sudah disamakan dengan harga rata-rata air PDAM, sehingga nilai marginalnya merupakan perkalian antara harga ratarata air PDAM dan kuantitas air sumur yang digunakan.
Tabel 43 menunjukkan hasil estimasi fungsi
benefit sosial marginal dari
masing-masing jenis permintaan air dan barang-barang konsumsi rumahtangga pada setiap SSWS yang ada di Pulau Lombok. Nilai A 1ijk (nilai maksimum masingR
R
masing barang) dari fungsi permintaan barang yang dihasilkan oleh setiap sub sektor relatif sama untuk keempat wilayah yang ada. Demikian juga dengan nilai inverse demand elastisity (A 2ijk ) memiliki besaran yang hampir sama dan seluruhnya R
R
memiliki tanda negatif yang menunjukkan hubungan terbalik antara harga dan jumlah barang yang diminta.
177
Untuk penggunaan air PDAM di SSWS Dodokan misalnya, fungsi marginal benefit dapat dirumuskan sebagai 4099.67SP1 -0.0883 , menunjukkan bahwa nilai P
P
maksimum willingness to pay konsumen akan satu unit pertama air PDAM adalah sebesar Rp 4099.67, nilai tersebut terus mengalami penurunan sebesar 8.83% untuk setiap tambahan 1 unit konsumsi air berikutnya. Untuk komoditas yang bukan berbasis
air yaitu untuk komoditas hasil
industri baik industri pangan maupun non pangan, dan jasa pariwisata yang berupa jasa layanan penginapan (perhotelan) dan jasa kuliner (rumah makan), fungsi permintaan akan barang dan jasa tersebut ditransformasikan menjadi permintaan air dengan menerapkan konsep air maya, yaitu air yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan barang tersebut. Jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah air yang dibutuhkan untuk menghasilkan seluruh barang dibagi dengan besarnya air maya barang tersebut. Dari besarnya nilai intercept dapat dilihat bahwa di SSWS Dodokan (sebagai contoh) air minum kemasan memiliki nilai willingness to pay maximum tertinggi (Rp 421052.07 per m 3 ), kemudian perhotelan (Rp 205498.26 per P
P
m 3 ) pada urutan ke dua, dan rumah makan (Rp 25453.23 per m 3 ) pada urutan ke P
P
P
P
tiga. Nilai willingness to pay konsumen terhadap barang hasil industri non pangan adalah terendah (Rp 543.25 per m 3 ). P
P
Selain air sumur (pasar tidak eksis), respon jumlah konsumsi terhadap perubahan willingness to pay (dilihat dari nilai slope dari variabel jumlah air yang dikonsumsi) industri non pangan adalah tertinggi (76%), perhotelan sebesar 27%, industri pangan sebesar 22% dan rumah makan sebesar 21%.
Respon jumlah
konsumsi terhadap perubahan harga di SSWS lain juga memiliki kecenderungan yang sama.
178
Marginal benefit dari penggunaan air pada sektor pertanian dihitung dengan pendekatan nilai produk marginalnya, yaitu merupakan hasil perkalian antara harga barang yang dihasilkan dengan produk marginal. Produk marginal menggambarkan besarnya tambahan output akibat adanya penambahan satu satuan input ke dalam proses produksi. Besarnya produk marginal diperoleh dari turunan pertama fungsi produksi. Dalam penelitian ini, bentuk fungsi produksi Cob-Douglas digunakan untuk mengestimasi hubungan fisik antara input yang digunakan dengan output. Tabel 44 dn 45 menunjukkan hasil estimasi parameter penduga fungsi produksi komoditas pertanian yang dominan dihasilkan di Pulau Lombok, yaitu padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Estimasi fungsi produksi padi dilakukan untuk setiap SSWS, namun untuk komoditas lainnya, karena terbatasnya jumlah petani sampel yang menanam masing-masing komoditas tersebut, maka estimasi fungsi produksi dilakukan untuk level Pulau Lombok, sehingga fungsi produksi untuk komoditas jagung, kedelai dan kacang tanah memiliki nilai parameter yang sama untuk seluruh SSWS. Tabel 44. Nilai Estimasi Parameter Fungsi Produksi Padi di Pulau Lombok, Tahun 2010 SSWS Dodokan Jelateng Menanga Putih
Intercept 7.4421 8.0511 10.2584 10.1524
Air 0.7673 0.7212 0.7344 0.6460
Bibit -0.0899 0.2506 -0.1957 0.4282
Koefisien Input T. Kerja Pupuk N 0.2479 0.4407 0.4372 -0.1432 0.3019 0.1547 0.1909 0.3167
Pupuk P -0.1012 0.6122 0.1488 -0.0023
Hasil estimasi menunjukkan bahwa produksi padi di seluruh SSWS berada pada kondisi increasing return to scale yang ditunjukkan oleh jumlah seluruh koefisien parameter variabel inputnya lebih besar dari satu. Air memiliki pengaruh tertinggi (lebih dari 64%) terhadap produksi pada seluruh SSWS.
179
Tabel 45. Nilai Estimasi Parameter Fungsi Produksi Palawija Menurut SSWS di Pulau Lombok, Tahun 2010 Koefisien Input KOMODITI
Intercept Air
Bibit
T. Kerja
Pupuk N
Pupuk P
Jagung
5.3279
0.3450
0.9177
-0.7398
0.3543
0.0001
Kedelai
3.7454
0.3483
0.1831
0.2953
0.0640
0.0401
Kacang Tanah
2.2305
0.3634
0.7022
0.0272
0.0525
0.0139
Hasil estimasi koefisien parameter variabel input produksi palawija menunjukkan bahwa produksi kacang tanah di seluruh SSWS berada pada increasing return to scale yang ditunjukkan oleh nilai total koefisiennya lebih besar dari satu. Sedang produksi jagung dan kedelai di seluruh SSWS berada pada kondisi decreasing return to scale yang ditunjukkan oleh nilai total koefisien lebih kecil dari satu. Pengaruh air terhadap produksi palawija tidak sebesar pengaruhnya pada produksi padi, hanya berkisar 30 – 40%, sedang pada produksi palawija, bibit dan tenaga kerja memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan input lainnya, meskipun tenaga kerja memiliki pengaruh negatif. Tabel 46 menunjukkan hasil perhitungan nilai produk marginal dari input air pada setiap produksi komoditas pertanian yang diteliti. Produk marginal input air dihitung dari turunan pertama fungsi produksi, dengan asumsi penggunaan input lain tetap, dan nilai produk marginal diperoleh dari hasil perkalian antara produk marginal dan harga komoditi tersebut. Padi di SSWS Dodokan memiliki produk marginal dan nilai produk marginal tertinggi, disusul padi di SSWS Menanga dan kacang tanah di setiap SSWS. Besarnya nilai produk marginal akan menentukan alokasi sumberdaya air, dimana komoditi dengan nilai produk marginal tertinggi akan memperoleh alokasi tertinggi, jika tidak ada kendala yang mengatur lain.
180
Tabel 46. Hasil Perhitungan Produk Marginal dan Nilai Produk Marginal KOMODITI
PRODUK MARGINAL
HARGA (Rp)
NILAI PRODUK MARGINAL
PADI SSWS Dodokan
2000
1.35664
2 713.272
SSWS Jelateng
2000
0.00785
15.697
SSWS Menanga
2000
0.36870
737.398
SSWS Putih
2000
0.02886
57.719
JAGUNG
750
0.04066
30.495
KEDELAI
2500
0.06780
169.503
KC. TANAH
6000
0.06355
254.198
Selain
mengkonsumsi
bahan
pangan
nabati,
rumahtangga
juga
mengkonsumsi bahan makanan hewani sebagai sumber protein. Bahan makanan hewani yang biasa dikonsumsi berupa ikan (laut maupun air tawar), telur, daging ayam dan daging sapi. Dalam penelitian ini alokasi air untuk produksi ikan (air tawar), telur, ayam dan daging tidak dimasukkan sebagai variabel keputusan (decision variable) dalam model karena beberapa alasan. Usaha budidaya air tawar banyak dilakukan di dalam keramba yang dibenamkan dalam sungai sehingga tidak memerlukan alokasi khusus, air yang diperlukan merupakan bagian dari aliran untuk lingkungan (environmental flows).
Meskipun sebagian budidaya ikan air
tawar juga dilakukan di kolam atau tambak, air bukanlah bagian dari input, namun lebih merupakan media tumbuh yang akan kembali ke perairan. Sedang untuk hasil usaha peternakan, terutama untuk ternak sapi, karena karakteristik usaha ternak adalah ternak rakyat yang diusahakan dalam skala kecil pada level rumah tangga, dan merupakan usaha sampingan selain usaha pertanian, maka agak sulit untuk melakukan estimasi fungsi biaya.
Oleh karenanya dalam penelitian ini alokasi
sumberdaya air untuk usaha peternakan tidak dimasukkan sebagai variabel
181
keputusan dalam model, namun ditetapkan sebagai variabel eksternal yang ditetapkan (determined). Besarnya alokasi sumberdaya air untuk usaha peternakan dihitung dengan menggunakan konsep air maya (virtual water), dimana untuk menghasilkan telur, ayam dan daging masing-masing diperlukan air sebanyak 5 400 liter, 5 543 liter dan 1 4814 liter untuk setiap kg komoditas tersebut. Jumlah konsumsi telur, ayam dan daging pada tahun 2010 berdasarkan “Sasaran Konsumsi Pangan Harapan Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2008-2025” masing-masing sebesar 5.6 kg, 1.6 kg dan 1.4 kg per kapita per tahun dengan pertumbuhan konsumsi sebesar 4.4%, 4.2% dan 4.6% per tahun.
Total kebutuhan air untuk
peternakan merupakan perkalian antara konsumsi per kapita pada tahun ke (t) dikali kebutuhan air maya dikali jumlah penduduk masing-masing SSWS. Dalam model total kebutuhan air untuk peternakan ini dikurangkan terhadap debit air yang dialokasikan untuk seluruh sektor.
6.4 .2 Estimasi Fungsi Kendala 1. Kendala Kebutuhan Air Air merupakan kebutuhan dasar manusia untuk hidup, oleh karena itu ketersediaannya harus dijamin. Kebutuhan rata-rata air PDAM dan air sumur sebesar 7.25 m 3 per kapita per bulan. Besarnya kebutuhan air ini akan meningkat sepanjang P
P
tahun seiring dengan laju pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Air yang dialokasikan untuk PDAM dan air sumur harus lebih besar atau sama dengan kebutuhan rata-rata air dikali jumlah penduduk pada tahun yang sama. 2. Kendala Hidrologi Balai Hidrologi Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004) mengestimasi bahwa dengan luas DAS 4 739 km 2 , Pulau Lombok memiliki potensi P
P
182
air permukaan sebesar 2 912 juta m 3 per tahun yang terdistribusi sebesar 1167 juta P
P
m 3 pada SSWS Dodokan dengan luas DAS sebesar 2027 km 2 , 198 juta m 3 pada P
P
P
P
P
P
SSWS Jelateng dengan luas DAS 502 km 2 , 532 juta m 3 pada SSWS Menanga P
P
P
P
dengan luas DAS 1013 km 2 , dan 1015 juta m 3 pada SSWS Putih dengan luas DAS P
P
P
P
1197 km 2 . Potensi ini dihitung dengan mempertibangkan faktor curah hujan, hari P
P
hujan, elevasi wilayah, koefisien infiltrasi, koefisian limpasan, dan faktor lainnya. Potensi air permukaan ini diasumsikan terus meningkat sebesar 1% per tahun seiring dengan makin digalakkannya program reboisasi daerah tangkapan air sekitar Gunung Rinjani. Pada tahun 2010 potensi tersebut diperkirakan sebesar 1238.794 juta m 3 untuk SSWS Dodokan, 210.181 juta m 3 untuk SSWS Jelateng, 564.7287 P
P
P
P
juta m 3 untuk SSWS Menanga, dan 1077.443 juta m 3 untuk SSWS Putih. P
P
P
P
Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Nusa Tenggara Barat (2004) tingkat pengisian kembali (Recharge) aquifer Cekungan Air Tanah Mataram – Selong sebesar 21.2456 m 3 per detik (670 juta m 3 per tahun) dengan luas wilayah P
P
P
P
2 366 km 2 , Cekungan Air Tanah Tanjung-Sambelia dengan luas wilayah 1124 km 2 P
P
P
P
memiliki tingkat recharge sebesar 7.8 m 3 per detik (246 juta m 3 per tahun), dan P
P
P
P
Cekungan Air Tanah Awang dengan luas wilayah 510.28 km 2 memiliki tingkat P
recharge
P
sebesar 3.5832 m 3 per detik (83.8403 juta m 3 per tahun). P
P
P
P
Karena
pembagian satuan wilayah aliran air permukaan dan air tanah berbeda, maka penyusunan model dalam penelitian ini mengikuti pembagian satuan wilayah aliran air permukan. Oleh karenanya perlu dilakukan estimasi potensi air tanah menurut SSWS, dengan jalan melakukan pembobotan atas dasar luas wilayah.
Potensi
(recharge) air tanah SSWS Dodokan ditetapkan sebesar 80% dari potensi air tanah CAT Mataram-Selong, potensi air tanah SSWS Jelateng sebesar 100% dari CAT Sekotong-Awang, potensi air tanah SSWS Menanga ditetapkan sebesar 20% dari
183
potensi CAT Mataram-Selong ditambah 40% dari potensi CAT Tanjung-Sambelia, sedang potensi SSWS Menanga ditetapkan sebesar 60% dari potensi CAT TanjungSambelia. Potensi air tanah masing-masing SSWS sebesar 536 juta m 3 per tahun P
P
untuk Dodokan, 83.840 juta m 3 per tahun untu Jelateng, 232.4 juta m 3 per tahun P
P
P
untuk Menanga, dan 147.6 juta m 3 per tahun untuk Putih. P
P
P
Karena data stok air
tanah tidak tersedia, maka stok air tanah diestimasi dengan jalan diproksi dari data recharge dan stok air tanah Wilayah Jakarta (Syaukat, 2000). Stok air tanah Pulau Lombok diprediksi sebesar 12 397.590 juta m 3 . P
P
3. Kendala Kecukupan Kebutuhan Pangan Kebutuhan pangan masyarakat ditetapkan atas dasar besarnya Sasaran Konsumsi Pangan
Harapan yang dirumuskan oleh Badan ketahanan Pangan
Propinsi Nusa Tenggara Barat (2007), pada tahun 2009 masing-masing sebesar 90.2 kg per kapita per tahun untuk beras, 1.4 kg per kapita per tahun untuk daging ruminansia, 1.6 kg per kapita per tahun untuk daging unggas, dan 5.6 kg per kapita per tahun untuk telur. Besarnya konsumsi beras tetap sepanjang tahun, namun konsumsi daging ruminansia, daging ayam dan telur meningkat dengan lajunpeningkatan sebesar 4.6%, 4.4% dan 4.2% setiap tahunnya.
4. Kebutuhan Air untuk Lingkungan Kebutuhan air untuk lingkungan menggambarkan jumlah, waktu (timing) dan kualitas air yang dibutuhkan untuk menjaga kelestarian air bersih (freshwater), ekosistem estuarine, kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya yang kelangsungan hidupnya tergantung pada ekosistem tersebut. Tidak ada aturan baku berapa air yang harus dialirkan untuk lingkungan, besarnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan suatu wilayah, dan keputusan stakeholder tentang karakteristik
184
dan kesehatan lingkungan pada masa depan yang diinginkan oleh suatu masyarakat. Beberapa metode telah dikembangkan di beberapa negara untuk mendefinisikan kebutuhan aliran untuk lingkungan ini diantaranya metode “Look-up Tables , Desk Top Analysis, Functional Analysis, Habitat Modelling, dan beberapa metode lainnya (Dayson, M., Bergkamp, G., dan Scanlon, J., 2003; Tharme, R.E., 2003). Secara umum besarnya environmental flows ditetapkan sebesar 10% dari rata-rata aliran global untuk kualitas aliran rendah (poor flows), 30% untuk kualitas aliran moderat (satisfactory flows), dan 60% untuk kualitas aliran bagus (excellent flows). Berdasarkan pertimbangan di atas, dalam model alokasi sumberdaya air di Pulau Lombok ini, ditetapkan enfironmental flows sebesar 20% dari debit air permukaan. Meskipun besarnya aliran ini masih lebih kecil dari kondisi moderat namun aliran balik dari sisa penggunaan seluruh sektor akan menambah jumlah aliran ini.
6.5 Prosedur Penyelesaian Masalah Optimasi GAMS (General Algebraic Modelling System) adalah program bahasa komputer yang dibangun untuk membantu ekonom pada Bank Dunia dalam analysis kuantitatif dari kebijakan ekonomi (Rutherford, 1995). GAMS dibangun oleh GAM Development Corporation-Washington D.C., dikenal secara luas sebagai alat yang dapat digunakan untuk membangun dan menyelesaikan program matematik dalam skala besar.
Model yang dibangun dalam penelitian ini adalah Program Non Linier Dinamik (Dynamic Non Linear Programming, DNLP).
Dalam penyelesaian
program matematik diperlukan Algoritma Lagrangian yang terdiri dari serangkaian
185
iterasi yang berturutan, dimana setiap rangkaian iterasi memerlukan penyelesaian dari suatu set kendala yang terdiri dari kendala linier maupun non linier dan batasan (bound) tertentu pada suatu kendala. Serangkaian iterasi terus dilakukan sehingga titik yang mendekati kondisi optimum dari serangkaian kendala tersebut teridentifikasi. Penyelesaian model non linier dinamik pengelolaan sumberdaya air di Pulau Lombok ini memerlukan 2 tahap.
Pertama, tahap formulasi dan penyelesaian
problem pada kondisi status quo dengan simulasi variasi discount rate dan tingkat pertumbuhan ekonomi (3 opsi discount rate, dan 2 opsi tingkat pertumbuhan ekonomi, sehingga terdapat 6 program ). Program ini ditulis sebagai “File Input 1” pada Gambar 8. Solusi dari program ini kemudian disimpan sebagai “File Output 1”. File penyelesaian problem ini tidak dapat tercipta hingga seluruh opsi dapat terdeteksi, dan tidak ditemukan kesalahan dalam penulisan sintax. Tahap kedua terdiri dari formulasi dan penyelesaian program problem pada kondisi diimplementasikannya kebijakan swsembada pangan dan pembatasan total ekstraksi air tanah, juga dengan simulasi variasi dscount rate dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sama pada tahap 1, sehingga terdapat 12 program. Seluruh program pada tahap dua ini disimpan dalam “File Input 2”. Pada tahap 2 ini GAMS akan menjalankan kembali program pada tahap 1 dengan menambahkan atau merubah kendala yang dibutuhkan dalam skenario kebijakan swasembada pangan maupun kebijakan pembatasan total ekstraksi air tanah. Contoh sintax program disajikan pada Lampiran 10.
186
TAHAP 1:
FILE INPUT 1
PROGRAM STATUS QUO
GAMS FILE OUTPUT 1
TAHAP 2
INPUT FILE 2
Penambahan Dan Perubahan Kendala
GAMS
FILE OUTPUT 1
Gambar 8. Tahapan Prosedur Penyelesaian Program Optimasi
OUTPUT FINAL