VI. BUDIDAYA KODOK (AMPHIBIA)
A. Pendahuluan Permintaan pasar akan daging kodok terus meningkat baik lokal maupun internasional. Untuk memenuhi permintaan tersebut sebagian besar masih mengandalkan pada hasil penangkapan di alam. Daging kodok termasuk bahan makanan produk perikanan yang lux dan yang diekspor adalah bagian pahanya. Volume ekspor paha kodok dalam lima tahun terakhir mengalami kenaikan dan 239 ton 1999 menjadi 350 ton pada tahun 2003 atau mengalami pertumbuhan sebesar 14,29% per tahun (Dahuri 2004). Pengembangan budidaya kodok bersifat samar-samar baik di Indonesia maupun dunia khususnya Amerika Serikat yang telah banyak meneliti kodok sebagai komoditas. Di satu sisi telah banyak publikasi dan rekomendasi bahwa budidaya kodok secara intensif komersial masih belum tercapai. Namun di lain pihak beberapa individu pengusaha mengklaim telah berhasil membudidayakan kodok air tawar sebagai usaha yang menguntungkan. Pengembangan budidaya kodok di Indonesia terhambat juga karena faktor sosial budaya. Pengembangan budidaya diperlukan untuk menekan usaha penangkapan kodok lokal yang telah menurun populasinya di alam. Kodok Iokal tersebut disamping kecil ukurannya, juga belum diteliti teknik budidayanya. OIeh karena itu untuk pengembangan budidaya kodok telah dilakukan dengan mendatangkan jenis kodok introduksi, buifrog (kodok benggala).
B. Jenis dan Sifat Kodok Jenis kodok lokal yang dimakan orang adalah kodok hijau atau di USA dikenal green frog (Rana clamitans). Selain itu, jenis kodok yang dapat dibudidayakan adalah pickerel frog (R. palustris) dan leopard frog (R. pipiens) Jenis kodok yang paling banyak dan luas digunakan dalam budidaya adalah jenis bulifrog (R. catesbiana) (Bardach dkk. 1972). Jenis ini memiliki kelebihan dibanding kodok lokal pada: ukuran Iebih besar, pertumbuhannya cepat, mudah beradaptasi terhadap lingkungan baru, Iebih jinak, dan sangat respon pada pakan. Negara yang paling populer meneliti dan mengusahakan budidayanya adalah: USA, Jepang dan India. Kodok jenis bullfrog bertelur di perairan yang dangkal dan berumput selama musim penghujan. Penetasannya membutuhkan waktu 4 hari sampai 3 minggu tergantung pada suhu. Larva hasil tetasan disebut kecebong atau berudu yang hidup dalam air dan makan algae. Dalam 5 bulan sampai 2 tahun, mereka mengalami metaformosa menjadi dewasa berukuran panjang sampai 20 cm (130 g), bersifat semi-aquatik dan karnifora serta bersifat
Universitas Gadjah Mada
kanibal apabila keadaan lapar. Budidaya kodok dapat dilakukan secara terbuka (outdoors) dan tertutup (indoors). Persyaratan budidaya tertutup berdasarkan pengalaman Nase dan rekannya di Universitas of Michigan (Bardach dkk. 1972) sebagai berikut: 1. Suplai air harus melimpah setiap waktu, fasilitas di Michigan menggunakan 90 1/menit, 2. Tekanan air pada pipa harus memadai untuk menjamin pengontrolan aliran air ke individu kontainer, 3. pH air harus sedikit asam 4. Suhu air harus konstan berkisar 20 — 22 °C
C. Budidaya Kodok 1. Pembenihan a. Induk Untuk pemeliharaan induk diperlukan bak-bak ukuran panjang 2-3 m, lebar 1,5- 2,5 m dan tinggi 0,6-0,8 m. Seperempat (%) bagian bak berair dan tiga perempatnya (%) berupa tanah. Di atas bak dlindungi atap sebagai peneduh yang terbuat dari, bambu dan plastik. Kedalaman air 5-7 cm (setinggi dada kodok) dengan pengairan yang menyemprot. Suhu air diupayakan sekitar 25-27 °C. Ditebar induk sebanyak 30 ekor/bak, dipisah antara induk betina dan jantan. Makanan berupa pakan buatan bentuk pelet dicampur vitamin E (2 g/kg pakan), diberikan 2 kali/hari) secara satiasi (sejumlah yang dimaunya), serta diberi daging bekicot (2 cincang/ekor) satu kali/hari). Cara menyeleksi induk matang gonad adalah sebagai berikut; induk betina memiliki lingkar gendang telinga lebih kecil atau sama dengan lingkar mata, kulit gelap, tidak punya kantong suara dan ibu jari kecil Sementara induk jantan memiliki Iingkar gendang telinga Iebih besar atau sama dengan Iingkar mata, kulit cerah, mempunyai kantong suara dan ibu jari relatif besar (Anonim 1986). Cara menyeleksi induk siap mijah sebagai berikut; „nduk betina timbul pembuluh darah pada bagian perut, bintik-bintik pada organ seksual dan tampak gelisah, sedangkan induk jantan pada bagian bawah mulut berwama kuning, kaki depan tampak mencengkeram jika dimasuki tiga jan tangan dan bersuara keras.
2. Pemijahan Pemijahan kodok dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemijahan alami dan pemijahan dengan ransangan menggunakan hormon kelenjar hipofise. Pemijahan menggunakan bak ukuran 2 x 1,5 x 0,6 m3. Bak diisi air setinggi 7-10 cm dan ditebari induk dengan rasio jantan dan betina 1:2. Teknik pemijahan secara alami dirangsang dengan hujan buatan (rintik-rintik) menggunakan pipa pralon yang dilubangi, dialiri air sekali sehari
Universitas Gadjah Mada
selama 2 jam, diberi enceng gondok dan penambahan air menjadi setinggi 30 cm. Induk memijah 4-6 hari setelah penebaran. Pemijahan buatan dengan penyuntikan kelenjar hipofise (2 ekorjantan) untuk I ekor jantan. Induk betina tidak perlu disuntik. Kemudian induk ditebar dengan rasio I jantan dan 2 betina.
3. Penetasan telur Telur berbentuk bulat, bagian atas berwarna hitam dan bawah putih serta diantaranya cenderung abu-abu. Setelah semua bertelur, induk selanjutnya dipindah. Jumlah telur 3000 butir/induk. Kontainer yang berisi telur diaerasi terus menerus.. Warna telur menjadi hitam seluruhnya (han kedua), ketiga bentuknya menjadi elip dan hari keempat menetas menjadi larva.
4. Pemeliharaan kecebong Larva berubah kecebong pada umur 2 minggu. Untuk pemeliharaan kecebong digunakan bak ukuran 3 x 2,5 x 0,6 m3. Hasil kecebong 2000-2650 ekor. Pakan pelet ditumbuk halus dengan ransum 1 sendok teh untuk 1000 ekor dan diberikan 3 kali sehari, dan proses metamorfosem menjadi percil.
5. Pembesaran Untuk pembesaran bisa menggunakan bak tembok I - 4 m2, tinggi pematang 20-40 cm, kemudian di atas dikelilingi jaring paranet (waring) # 2-3 cm setinggi 50-75 cm. Dasar bak seluruhnya dapat tergenang air setinggi 5-10 cm atau 1/3 nya berupa tanah. Di atas bak dilindungi atap yang dibuat daun rumbia atau plastik bergelombang. Benih percil yang ditebar 200 ekor/m2. Pada umur 1-2 bulan, dilakukan penjarangan menjadi 150 ekor/m2. Pada umur 3-4 bulan, penjarangan menjadi 100 ekor/m2 sampai panen. Pakan diberikan dengan ransum 5% berat total, diberikan pagi dan sore. Percil diberi pakan bentuk butiran untuk ikan hias, sedangkan ukuran remaja; butiran Iebih besar untuk ikan lele dan ukuran dewasa; pelet dan cincangan bekicot. Pada umur 4-6 bulan dipanen hasilnya berukuran 100-300 g/ekor (Anonim 1986).
6. Pengendalian hama dan penyakit Penyakit yang ada dalam budidaya kodok relatif kecil. Jenis penyakit yang paling umum adalah penyakit “kaki merah” yang disebabkan karena terlalu padat. Pengendalian dengan PK 20 ppm, methyline blue atau malachite green 5 ppm. Selain itu penyakit mata putih, borok dan perut kembung, yang mungkin disebabkan oleh serangan bakteri Aeromonas sp. Cara pencegahan yang terbaik adalah dengan pemberian pakan yang cukup. Penanganan
Universitas Gadjah Mada
terhadap kodok yang terserang penyakit segera diisolasi dan diobati dengan antibiotik seperti chioramphenicol dan sulfadiazine atau perendaman dalam larutan garam kira-kira 25-30%.
D. Rangkuman Budidaya kodok sangat dibutuhkan disamping untuk meningkatkan produksi juga untuk menekan penangkapan kodok di habitat alami. Sampai saat ini jenis kodok introduksi, kodok benggala (R. catesbiana) sudah dapat diusahakan pembenihannya hingga mendapatkan benih yang siap dibesarkan. Budidaya kodok dapat dilakukan secara terbuka (outdoors) dan tertutup (indoors). Pembenihannya dimulai dengan seleksi induk jantan dan betina yang dibedakan dan morfologi dan suara. Pemijahan induk dengan rasio jantan dan betina 1:2 menggunakan bak. Pemijahan dapat dilakukan secara alami, yang dirangsang dengan hujan buatan yang dialirkan sekali sehari selama 2 jam, diberi enceng gondok dan kedalaman air setinggi 30 cm. Pemijahan juga dapat diransang dengan penyuntikan kelenjar hipofise terhadap induk jantan. Kegiatan selanjutnya penetasan telur dan pendederan kecebong. Pembesaran bisa menggunakan bak tembok I - 4 m, tinggi pematang 20-40 cm, kemudian di atas dikelilingi jaring paranet setinggi 50-75 cm. Dasar bak seluruhnya dapat tergenang air setinggi 5-10 cm atau 1/3 nya berupa tanah. Di atas bak dilindungi atap. Benih percil yang ditebar 200 ekor/m2. Pada setiap 1-2 bulan, dilakukan penjarangan. Pemeliharaan meliputi: pemberian pakan, pengairan, pengendalian penyakit, penjarangan dan pemanenan hasil secara selektif.
E. Latihan Soal-soal 1. Apa sebab budidaya kodok d4 Indonesia kurang begitu maju? 2. Bagaimana caranya membedakan induk betina dan jantan? 3. Apa sebab kedalaman air dalam budidaya kodok tidak terlalu dalam dan dibutuhkan daratan? 4. Sebutkan pengelolaan budidaya pembesaran kodok benggala dan persiapan sampai panen!.
F. Daftar Buku Bacaan Anonim, 1986. Petunjuk Teknik Budidaya Katak Hijau (Rana catesbeiana Shaw). Dep. Pertanian, Dir. Jeri. Perikanan, Balai Budlday Air Tawar. Sukabumi. 8 hal. Bardach, J.E., J.H. Ryther and W.O. McLarney, 1972. Aquaculture: The Farming and Husbandry of Freshwater and Marine Organisms, John Wiley and Sons Inc. Toronto. 868 p.
Universitas Gadjah Mada
Dahun, R., 2004. Perkembangan dan Pembangunan Penikanan Budidaya ke Depan. Makalah pada Simposium Nasional Perkembangan dan Inovasi Ilmu dan Teknologi Akuakultur — MAt. Semarang. 27—29 Januari 2004. 13 hal.
Universitas Gadjah Mada