VI ANALISIS HASIL STUDI CVM
1.
Karakteristik Rumah Tangga Jakarta Timur Dalam Masalah Sampah Hasil studi CVM menunjukkan bahwa dari 200 responden rumah tangga, 75%
diantaranya membayar retribusi kebersihan dan 25% lainnya tidak membayar retribusi. Secara implisit terlihat bahwa alasan membayar retribusi karena rumah tangga mendapat pelayanan kebersihan. Hal ini tercermin dari jawaban responden ketika menjawab pertanyaan tentang cara mereka membuang sampah sehari-hari. Sebanyak 53,6% responden mengatakan bahwa ia membuang sampahnya dalam suatu wadah tertentu yang kemudian diambil petugas kebersihan. Hal ini menunjukkan bahwa ia mendapat pelayanan kebersihan berupa pengambilan sampah di rumahnya secara langsung oleh petugas kebersihan. Sebanyak 16,3% responden mengatakan bahwa ia membuang sampahnya ke Lokasi Pembuangan Sampah Sementara (LPS) yang disediakan oleh Suku Dinas Kebersihan yang pada waktuwaktu tertentu diangkut petugas kebersihan untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir. Jawaban responden selengkapnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Berbagai Cara Rumah Tangga di Jakarta Timur Membuang Sampah Berbagai Cara Rumah Tangga di Jakarta Timur Membuang Sampah Dibuang ke sungai
Persentase (%) 7,1
Persentase Kumulatif (%) 7,1
Punya tempat buang sendiri/dibakar/ditimbun
21,9
29,1
Dibuang ke LPS
16,3
45,4
53,6 1,0 100,0
99,0 100,0
Dimasukkan wadah lalu diambil petugas Lainnya Total
Ketika diberikan pertanyaan yang khusus ditujukan bagi responden yang mengatakan tidak membayar retribusi kebersihan, maka muncul berbagai alasan mengapa ia tidak membayar retrtibusi. Alasan sebagian besar responden (61,5%) adalah karena mereka tidak mendapat pelayanan kebersihan; 13,8% responden memberikan alasan karena pelayanan kebersihan yang diberikan oleh pemerintah masih buruk; 10,8% responden mengatakan bahwa sampah dapat dibuang dimana saja sehingga masyarakat tidak perlu membayar retribusi; 7,7% responden mengatakan bahwa biaya penanganan sampah adalah urusan pemerintah sehingga masyarakat tidak perlu membayar retribusi; dan 6,2% responden menjawab bahwa ia tidak mampu membayar. Alasan responden tidak membayar retribusi kebersihan secara lengkap disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Alasan Rumah Tangga Tidak Membayar Retribusi Kebersihan Alasan Rumah Tangga Tidak Membayar Retribusi Kebersihan Sampah bisa dibuang kemana saja Tidak mampu bayar Biaya sampah urusan pemerintah Pelayanan sampah masih buruk Tidak mendapat pelayanan Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 10,8 10,8 6,2 16,9 7,7 24,6 13,8 38,5 61,5 100,0 100,0
Jumlah sampah yang dibuang oleh sebagian besar (61,8%) rumah tangga Jakarta Timur kurang dari 2 kg per hari. Namun cukup banyak juga (34,2%) rumah tangga yang membuang sampahnya antara 2 – 5 kg per hari, dan sisanya membuang sampahnya lebih dari 5 kg per hari. Berikut disajikan Tabel 7 yang memuat data jawaban responden rumah tangga mengenai rata-rata jumlah sampah yang dibuangnya setiap hari.
87
Tabel 7. Jumlah Sampah yang Dibuang Setiap Hari oleh Rumah Tangga Jumlah Buangan Sampah Rumah Tangga per Hari Kurang dari 2 kg 2 - 5 kg 5 - 7 kg 7 - 10 kg > 10 kg Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 61,8 61,8 34,2 96,0 1,0 97,0 1,5 98,5 1,5 100,0 100,0
Rumah tangga Jakarta Timur memiliki pendapat beragam mengenai pemusnahan sampah yang sebaiknya dilakukan oleh petugas kebersihan. Hal ini dicerminkan oleh jawaban responden pada Tabel 8. Sebanyak 15,2% responden menjawab tidak tahu; 16,2% responden mengatakan dibakar saja; 41,4% mengatakan dibuang saja ke tempat pembuangan akhir (TPA); 21,5% responden mengatakan diolah menjadi kompos; dan 5,8% menyatakan dimusnahkan di incenerator. Secara implisit dapat diketahui bahwa teknologi TPA tampaknya lebih dikenal masyarakat dibandingkan dengan teknologi pengomposan dan incenerator. Tabel 8. Pendapat Rumah Tangga mengenai Penanganan Sampah Setelah Diambil dari Kawasan Perumahan Pendapat Rumah Tangga mengenai Penanganan Sampah Tidak tahu Dibakar Buang ke TPA Diolah menjadi kompos Musnahkan di incenerator Total
Persentase (%) 15,2 16,2 41,4 21,5 5,8 100,0
Persentase Kumulatif (%) 15,2 31,4 72,8 94,2 100,0
88
Namun pada umumnya masyarakat tidak memiliki pengetahuan memadai tentang TPA, pengomposan, dan incenerator. Hal ini terlihat ketika diberikan pertanyaan mengenai pengetahuannya tentang TPA, pengomposan, dan incenerator, sebagian besar responden menyatakan tidak tahu. Jawaban responden terhadap pertanyaan pengetahuan tentang TPA, pengomposan, dan incenerator, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9, 10, dan 11. Tabel 9. Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang TPA Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang TPA Tidak tahu Agak tahu Tahu Mengerti Sangat mengerti Total
Persentase (%) 67,3 6,0 23,6 2,5 0,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 67,3 73,4 97,0 99,5 100,0
Tabel 10. Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Pengomposan Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Pengomposan
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
Tidak tahu Agak tahu Tahu Mengerti Sangat mengerti Total
57,3 7,5 29,6 4,0 1,5 100,0
57,3 64,8 94,5 98,5 100,0
89
Tabel 11. Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Incenerator Pengetahuan Rumah Tangga di Jakarta Timur tentang Incenerator
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
Tidak tahu Agak tahu Tahu Mengerti Sangat Mengerti Total
91,4 2,5 4,6 1,0 0,5 100,0
91,4 93,9 98,5 99,5 100,0
Untuk melihat kesediaan masyarakat berpartisipasi aktif dalam penanganan sampah, didekati dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut : a. Pendapat mengenai cara membuang sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik; b. Kesediaan untuk melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik; c. Penanggungjawab kebersihan lingkungan; d. Hal yang harus dilakukan ketika lingkungan kotor; e. Mendukung atau tidak jika dilaksanakan usaha pengolahan sampah; f. Bentuk dukungan terhadap usaha pengolahan sampah. Pendapat rumah tangga tentang cara pembuangan sampah yang dipisahkan antara sampah organik dan anorganik ternyata sangat beragam, seperti dapat dilihat pada Tabel 12.
90
Tabel 12. Pendapat Rumah Tangga mengenai Pemisahan Sampah Organik dan Anorganik Pendapat Rumah Tangga Mengenai Pemisahan Sampah Organik & Anorganik Sangat tidak setuju Tidak setuju Cukup setuju Setuju Sangat setuju Total
Persentase (%) 1,5 18,6 9,5 54,3 16,1 100,0
Persentase Kumulatif (%) 1,5 20,1 29,6 83,9 100,0
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (54,3%) menyatakan setuju; 16,1% menyatakan sangat setuju; dan 9,5% menyatakan cukup setuju terhadap pembuangan sampah secara terpisah. Sedangkan 20,1% lainnya menolak cara pembuangan sampah dipisahkan. Akan tetapi mereka yang menyatakan sangat setuju, setuju, dan cukup setuju terhadap cara pembuangan sampah yang dipisahkan ternyata tidak bersedia melaksanakannya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban mereka ketika ditanya mengenai kesediaannya melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah, 0,6% menyatakan sangat tidak ingin; 33,6% menyatakan tidak ingin; dan 8,2% menyatakan ragu-ragu untuk melaksanakan pembuangan sampah yang terpisah. Selebihnya 48,1% menyatakan ingin dan 9,5% menyatakan sangat ingin. Tingkat kesediaan rumah tangga untuk membuang sampah secara terpisah disajikan pada Tabel 13.
91
Tabel 13. Tingkat Kesediaan Rumah Tangga untuk Membuang Sampah Secara Terpisah antara Sampah Organik dan Anorganik Tingkat Kesediaan Rumah Tangga Untuk Melaksanakan Pemisahan Sampah Sangat tidak ingin Tidak ingin Ragu-ragu Ingin Sangat ingin Total
Persentase (%) 0,6 33,6 8,2 48,1 9,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 0,6 34,2 42,4 90,5 100,0
Pendapat rumah tangga tentang penanggung jawab kebersihan lingkungan menunjukkan bahwa sebetulnya rumah tangga di Jakarta Timur telah banyak yang memiliki
kesadaran
tentang
tanggungjawabnya
dalam
menjaga
kebersihan
lingkungan. Hal ini terlihat dari 46,2% responden yang menyatakan bahwa masyarakat merupakan penanggungjawab kebersihan lingkungan dan 34,7% responden yang menyatakan penanggungjawab kebersihan lingkungan adalah petugas kebersihan beserta masyarakat. Jawaban responden mengenai pendapatnya terhadap penanggung jawab kebersihan lingkungan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Pendapat Responden Rumah Kebersihan Lingkungan Pendapat tentang Penanggungjawab Kebersihan Lingkungan Petugas kebersihan Pegawai kelurahan Masyarakat Petugas Kebersihan dan masyarakat Lainnya Total
Tangga
tentang
Penanggungjawab
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
9,0 1,5 46,2 34,7 8,5 100,0
9,0 10,6 56,8 91,5 100,0
92
Lebih jauh ketika ditanyakan apa yang dilakukan jika lingkungan tempat tinggalnya kotor, 79,2% responden menjawab membersihkan sendiri lingkungannya; 18,3% menjawab mengajak tetangga melakukan kerja bakti kebersihan lingkungan; 1% menjawab mendiamkannya; 1% lagi menjawab menyuruh orang; dan 0,5% menjawab lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mau terlibat dalam menangani
kebersihan
lingkungan.
Jawaban
responden
mengenai
hal
ini
selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Hal yang Dilakukan Rumah Tangga Jika Lingkungan Tempat Tinggalnya Kotor Hal yang Dilakukan Rumah Tangga Jika Lingkungan Tempat Tinggalnya Kotor mendiamkannya membersihkan sendiri menyuruh orang mengajak tetangga kerja bakti Lainnya Total
Persentase (%) 1,0 79,2 1,0 18,3 0,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 1,0 80,2 81,2 99,5 100,0
Sebagian besar (64%) responden mengatakan mendukung jika ada usaha pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu 18,8% responden mengatakan sangat mendukung jika ada usaha pengelolaan sampah di lingkungannya. Selebihnya menyatakan tidak peduli (1%), tidak tahu (7,1%), dan tidak mendukung (8,1%) seperti terlihat pada Tabel 16.
93
Tabel 16. Pendapat Rumah Tangga Jika Usaha Pengelolaan Sampah Dilaksanakan di Lingkungan Tempat Tinggalnya. Pendapat Responden mengenai Usaha Pengelolaan Sampah Tidak perduli Tidak tahu Tidak mendukung Mendukung Sangat mendukung Total
Persentase (%) 1,0 7,1 8,1 65,0 18,8 100,0
Persentase Kumulatif (%) 1,0 8,1 16,2 81,2 100,0
Mereka yang menyatakan mendukung dan sangat mendukung jika ada usaha pengelolaan sampah di lingkungannya, akan memberikan dukungannya dalam bentuk uang (23,4%); tenaga (25,7%); pikiran (9,9%); uang dan tenaga (17,5%); uang, tenaga, dan pikiran (22,8%). Jawaban responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Bentuk Dukungan yang Akan Diberikan Rumah Tangga Jika Dilaksanakan Usaha Pengelolaan Sampah Bentuk Dukungan Usaha Pengelolaan Sampah Uang Tenaga Pikiran Uang dan tenaga Uang, tenaga, pikiran Lainnya Total
Persentase (%) 23,4 25,7 9,9 17,5 22,8 0,6 100,0
Persentase Kumulatif (%) 23,4 49,1 59,1 76,6 99,4 100,0
Secara umum dapat dikatakan bahwa rumah tangga di Jakarta Timur, baik yang bertempat tinggal di kawasan perumahan tertata (kompleks) maupun tidak tertata
94
(bukan kompleks), menginginkan lingkungannya bersih dari sampah.
Hal ini
tercermin dalam jawaban kuisioner terhadap pertanyaan keinginan mempunyai lingkungan yang bersih dari sampah. Sebanyak 45,8% responden menyatakan ingin lingkungannya bersih dari sampah dan 54,2% responden menyatakan sangat ingin lingkungannya bersih dari sampah. Jawaban secara rinci atas pertanyaan ini disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Keinginan Rumah Tangga Memiliki Lingkungan Bersih dari Sampah Keinginan Rumah Tangga Memiliki Lingkungan Bersih Ingin Sangat ingin Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 45,8 45,8 54,2 100,0 100,0
Keinginan untuk mendapatkan lingkungan yang bersih, tercermin pula pada keinginan untuk dapat terangkutnya sampah rumah tangga setiap hari. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga Jakarta Timur menginginkan sampah yang dihasilkannya dapat terangkut setiap hari oleh petugas kebersihan. Hal ini terlihat dari 53,1% responden yang menjawab ingin serta 46,9% yang menjawab sangat ingin seperti disajikan Tabel 19. Tabel 19. Keinginan Rumah Tangga Terhadap Pengangkutan Sampah Setiap Hari Keinginan Rumah Tangga Terhadap Pengangkutan Sampah Setiap Hari Ingin Sangat ingin Total
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
53,1 46,9 100,0
53,1 100,0
95
Rumah tangga di Jakarta Timur pada umumnya menginginkan sampah yang terangkut tersebut dapat dikelola dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan dari jawaban responden yang menjawab ingin agar sampah rumah tangganya dapat dikelola dengan baik ada sebanyak 58,3% dan yang menjawab sangat ingin ada sebanyak 41,7%. Jawaban responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Keinginan Sampah Rumah Tangga Dapat Dikelola dengan Baik Keinginan Sampah Dapat Dikelola dengan Baik Ingin Sangat ingin Total
Persentase (%) 58,3 41,7 100,0
Persentase Kumulatif (%) 58,3 100,0
Atas keinginannya mendapatkan lingkungan yang bersih dari sampah, rumah tangga di Jakarta Timur bersedia membayar sejumlah uang (Willingness to Pay, WTP) dalam bentuk retribusi kebersihan. Secara rata-rata, besarnya nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh setiap rumah tangga adalah Rp 5.236,97 (lima ribu dua ratus tiga puluh enam rupiah sembilan puluh tujuh sen) atau dibulatkan menjadi Rp 5.250,00 (lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) per bulan per kk. Jika dilakukan pemisahan antara nilai WTP rumah tangga perumahan tertata dan nilai WTP rumah tangga perumahan tidak tertata, ternyata memberikan besaran nilai yang berbeda. Nilai rata-rata WTP rumah tangga perumahan tertata adalah Rp 6.372,34 (enam ribu tiga ratus tujuh puluh dua rupiah tiga puluh empat sen) atau dibulatkan menjadi Rp 6.400,00 (enam ribu empat ratus rupiah) per bulan per kk. Sedangkan nilai rata-rata WTP rumah tangga perumahan tidak tertata adalah
96
Rp 4.147,96 (empat ribu seratus empat puluh tujuh rupiah sembilan puluh enam sen) atau dibulatkan menjadi Rp 4.150,00 (empat ribu seratus lima puluh rupiah) per bulan per kk. Dalam hal ini nilai WTP perumahan tertata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP perumahan tidak tertata. Untuk melihat apakah secara statistik nilai WTP rumah tangga perumahan tertata nyata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP rumah tangga perumahan tidak tertata, maka dilakukan uji beda nilai tengah (uji t). Hasil uji t pada taraf nyata 1% menunjukkan bahwa nilai WTP rumah tangga perumahan tertata nyata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP rumah tangga perumahan tidak tertata. Hasil perhitungan uji t selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan tarif retribusi yang bersedia dibayarkan (nilai WTP) rumah tangga perumahan tertata lebih tinggi dibandingkan dengan tarif retribusi yang bersedia dibayarkan (nilai WTP) rumah tangga perumahan tidak tertata dapat diterima. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah telah memberikan ketentuan mengenai besarnya tarif retribusi persampahan/kebersihan. Pasal-pasal yang terkait dengan penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan adalah pasal 105 hingga 110. Dari pasal-pasal tersebut, pasal-pasal yang mengemukakan cara mengukur tingkat penggunaan jasa dan prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan adalah pasal 108, 109, dan 110. Pasal 108 ayat 1 Perda No. 3 Tahun 1999 menyatakan bahwa tingkat penggunaan jasa persampahan/kebersihan diukur berdasarkan luas bangunan, volume
97
sampah, dan jangka waktu pelayanan. Sedangkan pasal 109 ayat 1 Perda No. 3 Tahun 1999 mengatakan bahwa prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi kebersihan ditetapkan dengan memperhatikan biaya pengumpulan, pengangkutan, penampungan, pemusnahan, serta pengolahan sampah, disamping biaya penyediaan lokasi tempat pembuangan akhir, operasional dan perawatan, kemampuan masyarakat, serta aspek keadilan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang disebutkan dalam pasal 109, maka ditetapkanlah pasal 110 butir a yang berisi struktur dan besarnya tarif retribusi pengangkutan sampah untuk kawasan perumahan (rumah tinggal) seperti tertera berikut ini: 1.
Luas bangunan sampai dengan 70 m2
Rp 1.500,00 per bulan
2.
Luas bangunan 71 m2 – 150 m2
Rp 3.000,00 per bulan
3.
Luas bangunan 151 m2 – 250 m2
Rp 4.500,00 per bulan
4.
Luas bangunan 251 m2 – 300 m2
Rp 6.000,00 per bulan
5.
Luas bangunan 351 m2 keatas
Rp 10.000,00 per bulan
Untuk membandingkan nilai WTP hasil penelitian ini dengan besarnya tarif retribusi kebersihan berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 1999, maka perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian dimaksud adalah mendasarkan nilai WTP hasil penelitian atas luas bangunan rumah tinggal para responden. Hal ini perlu dilakukan mengingat nilai WTP hasil penelitian belum didasarkan atas luas bangunan rumah tinggal para responden. Untuk mengetahui luas bangunan rumah tinggal responden didekati dengan data tingkat pendapatan responden seperti tertera pada Tabel 21.
98
Tabel 21. Tingkat Pendapatan Keluarga Para Responden Persentase (%) 6,5 20,0 46,5 10,0 12,0 3,0 2,0 100,0
Skala Pendapatan Pendapatan tidak tetap Dibawah Rp 500 ribu Rp 500 ribu - 1 juta Rp 1 - 3 juta Rp 3 - 5 juta Rp 5 - 10 juta Diatas Rp 10 juta Total
Persentase Kumulatif (%) 6,5 26,5 73,0 83,0 95,0 98,0 100,0
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat (73%) yang menjadi responden
dalam
penelitian
ini
memiliki
tingkat
pendapatan
maksimal
Rp 1.000.000,00 per bulan. Jika pengeluaran rumah tangga setiap bulan diasumsikan terdiri atas biaya konsumsi, pendidikan anak, kesehatan, dan lain-lain termasuk pengeluaran untuk mendapatkan rumah tinggal, maka pada kondisi harga tahun 2003, pendapatan maksimal Rp 1.000.000,00 per bulan diasumsikan hanya cukup untuk mendapatkan rumah tinggal berukuran 70 m2 kebawah. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa sebagian besar rumah tangga yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki rumah berukuran sampai dengan 70 m2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata WTP rumah tangga di Jakarta Timur adalah Rp 5.250,00 (lima ribu dua ratus lima puluh rupiah) per bulan per kk. Nilai WTP ini diperoleh pada kondisi 73% responden diasumsikan termasuk rumah tangga dalam kategori rumah tangga yang memiliki rumah tinggal dengan luas bangunan sampai dengan 70 m2. Ketentuan yang tercantum dalam Perda Nomor 3 Tahun 1999 menyebutkan bahwa tarif retribusi untuk golongan rumah tangga tersebut
99
adalah Rp 1.500,00 per bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa tarif retribusi kebersihan yang bersedia dibayarkan masyarakat sesungguhnya lebih tinggi dibandingkan dengan tarif retribusi yang tercantum dalam Perda Nomor 3 Tahun 1999. Data hasil studi CVM digunakan juga untuk melakukan analisis persepsi responden rumah tangga terhadap kebersihan lingkungan. Perhitungan analisis persepsi responden rumah tangga selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisis persepsi, mengelompokkan responden menjadi tiga, yaitu: 1) kelompok responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan; 2) kelompok responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan; dan 3) kelompok responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis persepsi dapat diketahui bahwa responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 8,5%; responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 58,5%; dan responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 33%.
Dengan demikian sebagian besar responden dalam
penelitian ini termasuk dalam kelompok yang memiliki persepsi sedang terhadap kebersihan lingkungan. Hasil secara terperinci mengenai persentase responden berdasarkan persepsinya terhadap kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 22.
100
Tabel 22. Persentase Responden Rumah Tangga Berdasarkan Tingkat Persepsinya Terhadap Kebersihan Lingkungan Skala Persepsi
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
Rendah Sedang Tinggi Total
8,5 58,5 33,0 100,0
8,5 67,0 100,0
Analisis korelasi Spearman antara variabel persepsi dan variabel nilai WTP untuk segmen rumah tangga menunjukkan bahwa pada taraf nyata 5%, terdapat korelasi yang nyata antara persepsi rumah tangga dengan besarnya nilai WTP. Berikut disajikan Tabel 23 yang menyajikan hasil analisis korelasi Spearman antara variabel persepsi rumah tangga dengan variabel nilai WTP. Tabel 23. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Variabel Persepsi dan Variabel Nilai WTP Rumah Tangga
Persepsi WTP Rumah Tangga
Koefisien Korelasi Signifikansi (2 arah) N Koefisien Korelasi Signifikansi (2 arah) N
* Korelasi nyata pada taraf 0,05 (2 arah)
Persepsi 1,000 . 200 0,151* 0,036 192
WTP Rumah Tangga 0,151* 0,036 192 1,000 . 192
Selain variabel persepsi, dilakukan pula analisis korelasi antara variabel jumlah buangan sampah rumah tangga dengan variabel nilai WTP. Analisis korelasi tersebut dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan antara banyaknya sampah yang dibuang dengan besarnya tarif retribusi yang bersedia dibayarkan oleh rumah tangga.
101
Analisis korelasi juga dilakukan dengan metoda Spearman. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Variabel Jumlah Buangan Sampah dan Variabel Nilai WTP untuk segmen Rumah Tangga
Jumlah Buangan Sampah WTP Rumah
Koefisien Korelasi Signifikansi (2 arah) N Koefisien Korelasi Signifikansi (2 arah) N
* Korelasi nyata pada taraf 0,05 (2 arah)
Jumlah Buangan Sampah 1,000 . 199 0,150* 0,038 191
WTP Rumah 0,150* 0,038 191 1,000 . 192
Berdasarkan Tabel 24 terlihat bahwa pada taraf nyata 1% terdapat korelasi yang nyata antara jumlah buangan sampah rumah tangga dengan besarnya nilai WTP. Dengan demikian hipotesis yang dikemukakan dalam tesis ini, yaitu ada hubungan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan nilai WTP untuk segmen rumah tangga dapat diterima.
2. Karakteristik Pedagang Jakarta Timur Dalam Masalah Sampah Hasil studi CVM menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang di Jakarta Timur mendapat pelayanan kebersihan dari petugas kebersihan. Hal ini secara implisit tercermin dalam
jawaban responden pedagang pada Tabel 25. Sebanyak 56,8%
responden membuang sampahnya dengan cara memasukkannya kedalam suatu wadah untuk kemudian diambil petugas kebersihan; 21,4% membuang sampahnya ke TPS yang terdapat di pasar dan pada waktu-waktu tertentu diangkut petugas kebersihan
102
untuk dibuang ke TPA; 10,4% membuang begitu saja sampahnya disekitar tempat berjualan; 7,8% membayar orang untuk membuang sampah; dan 3,6% membuang sampah ke sungai/selokan.
Berikut disajikan Tabel 25 yang memuat jawaban
responden pedagang tentang cara mereka membuang sampah sehari-hari. Tabel 25. Berbagai Cara Pedagang di Jakarta Timur Membuang Sampahnya Cara Pedagang Jakarta Timur Membuang Sampah Sehari-hari Ke sungai/selokan Di depan/belakang toko Bayar orang untuk buang Ke TPS di pasar Petugas kebersihan Total
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
3,6 10,4 7,8 21,4 56,8 100,0
3,6 14,1 21,9 43,2 100,0
Sebagian besar pedagang (48,2%) menghasilkan buangan sampah kurang dari 2 kg per hari. Kemudian 27,6% pedagang membuang sampahnya antara 2 – 5 kg per hari; 16,1% membuang sampah sejumlah 5 – 10 kg, dan hanya sedikit saja pedagang yang membuang sampahnya lebih dari 10 kg per hari. Berikut disajikan Tabel 26 yang memuat data jawaban responden pedagang mengenai jumlah rata-rata sampah yang dibuangnya setiap hari. Tabel 26. Jumlah Buangan Sampah Pedagang di Jakarta Timur Setiap Hari Jumlah Buangan Sampah Pedagang per Hari < 2 kg 2 - 5 kg 5 - 10 kg 10 - 15 kg Total
Persentase (%) 48,2 27,6 16,6 7,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 48,2 75,9 92,5 100,0
103
Para pedagang di Jakarta Timur memiliki pendapat beragam mengenai pengolahan
sampah
yang
sebaiknya
dilakukan
untuk
mengolah
sampah
pasar/pertokoan. Hal ini dicerminkan oleh jawaban responden seperti disajikan pada Tabel 27. Sebanyak 34,5% responden menjawab tidak tahu; 37% responden mengatakan dibuang saja ke TPA; 14,5% responden mengatakan diolah saja menjadi kompos; 6% menyatakan dimusnahkan di incenerator; 0,5% menjawab diolah menjadi kompos dan dimusnahkan di incenerator. Secara implisit terlihat bahwa teknologi TPA tampaknya lebih dikenal oleh para pedagang dibandingkan dengan teknologi pengomposan dan incenerator. Tabel 27. Pendapat Pedagang mengenai Pengolahan Sampah Setelah Diambil dari Kawasan Pasar/Pertokoan Pendapat Pedagang mengenai Pengolahan Sampah Tidak tahu Dibuang ke sungai Dibuang Ke TPA Diolah menjadi kompos Diolah dalam incenerator Total
Persentase (%) 37,1 0,5 39,8 16,1 6,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 37,1 37,6 77,4 93,5 100,0
Namun sesungguhnya para pedagang umumnya tidak memiliki pengetahuan tentang TPA, pengomposan, maupun incenerator. Hal ini dicerminkan oleh jawaban mereka atas pertanyaan pengetahuannya tentang TPA, pengomposan, dan incenerator yang didominasi oleh jawaban tidak tahu. Jawaban responden pedagang tentang pengetahuannya terhadap TPA, pengomposan, dan incenerator secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 28, 29, dan 30.
104
Tabel 28. Pengetahuan Responden Pedagang tentang TPA Pengetahuan Responden Pedagang tentang TPA
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
Tidak tahu Pernah mendengar Tahu Mengerti Total
84,5 3,5 8,5 3,5 100,0
84,5 88,0 96,5 100,0
Tabel 29. Pengetahuan Responden Pedagang tentang Pengomposan Pengetahuan Responden Pedagang tentang Pengomposan Tidak tahu Pernah mendengar Tahu Mengerti Sangat mengerti Total
Persentase (%) 65,0 8,5 21,0 5,0 0,5 100.0
Persentase Kumulatif (%) 65,0 73,5 94,5 99,5 100,0
Tabel 30. Pengetahuan Responden Pedagang tentang Incenerator Pengetahuan Responden Pedagang tentang Incenerator Tidak tahu Pernah mendengar Total
Persentase (%) 98,5 1,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 98,5 100,0
Untuk melihat kesediaan pedagang berpartisipasi aktif dalam penanganan sampah, didekati dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut : a. Pendapat mengenai cara membuang sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik;
105
b. Kesediaan untuk melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik c. Penanggungjawab kebersihan lingkungan pasar/pertokoan d. Hal yang harus dilakukan ketika lingkungan pasar/pertokoan kotor e. Mendukung atau tidak jika dilaksanakan usaha pengelolaan sampah f. Bentuk dukungan terhadap usaha pengelolaan sampah Pendapat pedagang mengenai cara pembuangan sampah secara terpisah antara sampah organik dan anorganik dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Pendapat Responden Pedagang mengenai Pembuangan Sampah Secara Terpisah antara Organik dan Anorganik Pendapat Responden Pedagang mengenai Pemisahan Sampah Organik dan Anorganik Sangat tidak setuju Tidak setuju Cukup setuju Setuju Sangat setuju Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 1,5 1,5 41,5 43,1 5,6 48,7 46,7 95,4 4,6 100,0 100,0
Tabel 31 memperlihatkan bahwa 43,1% responden pedagang menyatakan penolakannya terhadap pembuangan sampah yang dipisahkan, sedangkan 46,7% responden menyatakan setuju terhadap pembuangan sampah yang dipisah; 4,6% menyatakan sangat setuju; dan 5,6% menyatakan cukup setuju. Namun ketika responden yang mengatakan cukup setuju, setuju, dan sangat setuju ditanyakan tentang kesediaannya melaksanakan pembuangan sampah secara terpisah, 2,5%
106
menyatakan sangat tidak ingin melaksanakannya; 53,3% menyatakan tidak ingin; dan 12,3% lainnya menyatakan ragu-ragu. Dengan demikian hanya 30,3% responden menyatakan ingin dan 1,6% yang menyatakan sangat ingin melaksanakannya. Pendapat responden mengenai kesediaannya membuang sampah secara terpisah selengkapnya disajikan pada Tabel 32. Tabel 32. Pendapat Responden Pedagang mengenai Kesediaannya Membuang Sampah Secara Terpisah antara Sampah Organik dan Anorganik Pendapat Responden mengenai Kesediaannya Membuang Sampah Secara Terpisah Sangat tidak ingin Tidak ingin Ragu-ragu Ingin Sangat ingin Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 2,5 2,5 53,3 55,7 12,3 68,0 30,3 98,4 1,6 100,0 100,0
Pendapat responden tentang penanggung jawab kebersihan lingkungan disajikan pada Tabel 33 berikut ini. Tabel 33. Pendapat Responden Pedagang tentang Penanggungjawab Kebersihan Lingkungan Pasar/Pertokoan Pendapat Responden Pedagang tentang Penanggungjawab Kebersihan
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
Dinas kebersihan Dinas Pasar Pedagang/pengguna kios Dinas kebersihan dan pedagang Dinas kebersihan, Dinas Pasar, Pedagang Total
28,6 21,4 13,5 12,0 24,5 100,0
28,6 50,0 63,5 75,5 100,0
107
Tabel 33 menunjukkan banyak pedagang di Jakarta Timur yang memiliki anggapan bahwa kewajiban memelihara kebersihan lingkungan pasar adalah tanggung jawab pihak pemerintah (dinas kebersihan dan dinas pasar). Hal ini terlihat dari 28,6% responden yang mengatakan tanggung jawab kebersihan lingkungan pasar berada ditangan dinas kebersihan; 21,4% menyatakan kebersihan lingkungan pasar adalah tanggung jawab dinas pasar; 13,5% menyatakan bahwa kebersihan lingkungan adalah tanggung jawab pedagang/pengguna kios; 12% mengatakan dinas kebersihan dan pedagang; serta 24,5% menyatakan dinas kebersihan, dinas pasar, dan pedagang Ketika ditanyakan apa yang dilakukan jika kios tempatnya berjualan kotor, 78% responden pedagang menjawab membersihkan sendiri kiosnya; 8% membayar orang untuk membersihkannya; 7,5% mendiamkannya; 2% melakukan kerja bakti sesama pedagang; 2,5% menjawab iuran sesama pedagang untuk membayar petugas kebersihan; dan 0,5% membersihkan sendiri sekaligus membayar orang, seperti disajikan pada Tabel 34. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya pedagang mau terlibat dalam menangani kebersihan di tempatnya berjualan. Tabel 34. Hal yang Dilakukan Pedagang Jika Tempatnya Berjualan Kotor Hal yang Dilakukan Pedagang Jika Tempatnya Berjualan Kotor Mendiamkan Membersihkan sendiri semampunya Bayar orang untuk membersihkan Kerja bakti sesama pedagang Iuran sesama pedagang untuk bayar kebersihan Lainnya Total
Persentase (%) 7,6 79,2 8,1 2,0 2,5 0,5 100,0
Persentase Kumulatif (%) 7,6 86,8 94,9 97,0 99,5 100,0
108
Jika ada usaha pengelolaan sampah di pasar, para pedagang umumnya menyatakan persetujuannya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden pada Tabel 35 yang menunjukkan sebagai berikut: 68% responden menyatakan mendukung jika dilakukan usaha pengelolaan sampah; 8,2% menyatakan sangat mendukung; 5,7% kurang mendukung; 16,5% tidak tahu; dan 1,5% tidak peduli. Tabel 35. Pendapat Responden Pedagang mengenai Usaha Pengelolaan Sampah Jika Dilaksanakan di Lingkungan Pasar/Pertokoan Pendapat Responden Pedagang mengenai Usaha Pengelolaan Sampah Tidal peduli Tidak tahu Kurang mendukung Mendukung Sangat mendukung Total
Persentase (%) 1,5 16,5 5,7 68,0 8,2 100,0
Persentase Kumulatif (%) 1,5 18,0 23,7 91,8 100,0
Pedagang yang menyatakan mendukung, akan memberikan dukungannya dalam bentuk uang (36,7%); tenaga (25,2%); pikiran (10,9%); uang dan tenaga (11,6%); serta uang, tenaga, dan pikiran (15,6%). Jawaban responden selengkapnya disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Bentuk Dukungan yang akan Diberikan Responden Pedagang Terhadap Usaha Pengelolaan Sampah Bentuk Dukungan yang akan Diberikan Terhadap Usaha Pengelolaan Sampah Uang Tenaga Pikiran Uang dan tenaga Uang, pikiran, tenaga Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 36,7 36,7 25,2 61,9 10,9 72,8 11,6 84,4 15,6 100,0 100,0
109
Mereka yang tidak mendukung usaha pengelolaan sampah memberikan berbagai alasan sebagai berikut: 15,4% responden menyatakan bahwa pedagang tidak perlu terlibat pengelolaan sampah; 30,8% responden beralasan bahwa sampah bukan urusan pedagang; 15,4% responden beralasan bahwa sampah pasar adalah urusan pemerintah; 15,4% responden menganggap pengelolaan sampah akan memberikan beban biaya bagi pedagang; dan 23,1% responden berpendapat bahwa pedagang cukup membayar retribusi saja. Secara singkat, alasan para pedagang yang tidak mendukung jika diadakan usaha pengelolaan sampah di pasar dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Alasan Para Pedagang yang Tidak Mendukung Usaha Pengelolaan Sampah di Pasar/Pertokoan Alasan Pedagang yang Tidak Mendukung Jika Diadakan Usaha Pengelolaan Sampah Pedagang tidak perlu terlibat pengelolaan sampah Sampah bukan urusan pedagang Sampah pasar urusan pemerintah Beban biaya bagi pedagang Pedagang cukup bayar rertribusi Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 15,4 15,4 30,8 46,2 15,4 61,5 15,4 76,9 23,1 100,0 100,0
Secara umum dapat dikatakan bahwa para pedagang di Jakarta Timur, baik yang berjualan di kawasan pertokoan maupun yang berjualan di kawasan pasar tradisional, memiliki keinginan agar lingkungan pasar/pertokoan tempatnya berjualan bersih dari sampah. Hal ini tercermin dalam jawaban terhadap pertanyaan keinginan mempunyai lingkungan pasar yang bersih dari sampah. Responden yang menyatakan sangat ingin lingkungan pasar/pertokoan bersih dari sampah ada 47,2%; Selebihnya 52,3% menyatakan ingin lingkungan pasar/pertokoan bersih dari sampah; serta 0,5%
110
menyatakan ragu-ragu. Jawaban responden atas pertanyaan ini secara rinci disajikan pada Tabel 38. Tabel 38. Keinginan Mempunyai Lingkungan yang Bersih dari Sampah Keinginan Mempunyai Lingkungan yang Bersih dari Sampah Ragu-ragu Ingin Sangat ingin Total
Persentase (%) 0,5 52,3 47,2 100,0
Persentase Kumulatif (%) 0,5 52,8 100,0
Keinginan untuk mendapatkan lingkungan pasar yang bersih tercermin pula pada keinginan untuk dapat terangkutnya sampah setiap hari. Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang di Jakarta Timur menginginkan agar sampah yang terdapat di pasar tempatnya berjualan dapat terangkut setiap hari oleh petugas kebersihan. Hal ini terlihat dari 47% responden yang menjawab ingin dan 51% responden yang menjawab sangat ingin sampah yang terdapat di pasar dapat terangkut setiap hari. Sedangkan sisanya 0,5% menjawab tidak ingin. Berikut disajikan Tabel 39 yang memerinci jawaban responden terhadap keinginan sampah pasar untuk dapat terangkut setiap hari. Tabel 39. Keinginan Sampah Terangkut Setiap Hari Keinginan Sampah Terangkut Setiap Hari
Persentase (%)
Persentase Kumulatif (%)
Tidak ingin Ingin Sangat ingin Total
0,5 47,7 51,8 100,0
0,5 48,2 100,0
111
Para pedagang Jakarta Timur umumnya juga menginginkan sampah yang terangkut tersebut dapat dikelola dengan baik. Hal ini dapat disimpulkan dari jawaban responden atas pertanyaan keinginan sampah dapat dikelola dengan baik. Sebanyak 51,5% menjawab ingin dan 46,5% lainnya menjawab sangat ingin. Jawaban responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Keinginan Sampah Dapat Dikelola Dengan Baik Keinginan Sampah Dapat Dikelola Dengan Baik Ingin Sangat ingin Total
Persentase Persentase Kumulatif (%) (%) 52,6 52,6 47,4 100,0 100,0
Atas keinginannya mendapatkan lingkungan pasar atau pertokoan yang bersih dari sampah, para pedagang bersedia membayar sejumlah uang (Willingness to Pay, WTP). Secara rata-rata, besarnya nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh setiap pedagang adalah Rp 17.989,95 (tujuh belas ribu sembilan ratus delapan puluh sembilan rupiah sembilan puluh lima sen) atau dibulatkan menjadi Rp 18.000,00 (delapan belas ribu rupiah) per bulan. Jika nilai WTP kelompok pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional dengan kelompok pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan dihitung secara terpisah, maka nilai rata-rata WTP kedua kelompok pedagang tersebut berbeda. Nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional adalah Rp 22.525,00 (dua puluh dua ribu lima ratus dua puluh lima rupiah) atau dibulatkan menjadi Rp 22.600,00 (dua puluh dua ribu enam ratus rupiah) per bulan per pedagang, sedangkan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan adalah
112
Rp 13.409,09 (tiga belas ribu empat ratus sembilan rupiah sembilan sen) atau dibulatkan menjadi Rp 13.500,00 (tiga belas ribu lima ratus rupiah) per bulan per pedagang. Secara umum terlihat bahwa nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan. Untuk menguji apakah nilai WTP kelompok pedagang yang berlokasi di kawasan pasar tradisional memang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan, maka dilakukan uji beda nilai tengah (uji t). Hasil uji t pada taraf nyata 1% menunjukkan bahwa secara statistik memang terlihat signifikan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang yang berjualan di kawasan pertokoan (perhitungan uji t disajikan pada Lampiran 6). Dengan demikian hipotesis yang menyatakan nilai WTP pedagang pada kawasan pertokoan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pada kawasan pasar tradisional ditolak. Hipotesis yang dikemukakan bahwa nilai WTP pedagang di pertokoan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang di pasar tradisional sesungguhnya didasarkan pada asumsi pendapatan pedagang di kawasan pertokoan lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pedagang di kawasan pasar tradisional, sehingga nilai WTP pedagang pertokoan akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pasar tradisional. Namun data yang ada tidak bisa membuktikan bahwa hipotesis ini dapat diterima. Artinya terdapat kemungkinan bahwa nilai WTP pedagang bukan hanya ditentukan oleh tingkat pendapatan pedagang saja, melainkan
113
oleh faktor lain. Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi tingkat WTP pedagang adalah jumlah sampah yang dibuang oleh pedagang setiap hari. Untuk itu perlu dikaji hal-hal yang terkait dengan jumlah buangan sampah dengan WTP untuk segmen pedagang. Data jumlah buangan sampah pedagang dari kawasan pasar tradisional dan dari kawasan pertokoan berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 41 dan 42. Tabel 41. Jumlah Buangan Sampah Pedagang Pasar Tradisional per Hari Jumlah Buangan Sampah per Hari dari Pedagang Pasar Tradisional < 2 kg 2 - 5 kg 5 - 10 kg 10 - 15 kg Total
Persentase (%) 35,0 33,0 21,0 11,0 100,0
Persentase Kumulatif (%) 35,0 68,0 89,0 100,0
Tabel 42. Jumlah Buangan Sampah Pedagang Pertokoan per Hari Jumlah Buangan Sampah per Hari dari Pedagang Pertokoan < 2 kg 2 – 5 kg 5 – 10 kg 10 – 15 kg Total
Persentase (%) 61,6 22,2 12,1 4,0 100,0
Persentase Kumulatif (%) 61,6 83,8 96,0 100,0
Data Tabel 41 dan 42 secara implisit menunjukkan bahwa jumlah buangan sampah pedagang pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah buangan sampah pertokoan. Hal ini terlihat dari persentase pedagang pasar tradisional yang menghasilkan sampah kurang dari 2 kg/hari hanya sebesar 35%, sedangkan
114
persentase pedagang pertokoan yang menghasilkan sampah kurang dari 2 kg/hari sebesar 61,6%. Hasil analisis korelasi Spearman antara variabel jumlah buangan sampah per hari dengan nilai WTP menunjukkan bahwa pada taraf nyata 1% terdapat korelasi yang nyata antara kedua variabel tersebut, seperti tersaji pada Tabel 43. Hal ini mengindikasikan bahwa untuk segmen pedagang ada hubungan antara jumlah sampah yang dibuang per hari dengan besarnya nilai WTP pedagang yang bersangkutan. Korelasi antara kedua variabel tersebut bersifat positif, artinya jumlah buangan sampah yang tinggi akan meningkatkan nilai WTP. Hasil analisis korelasi ini juga menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara jumlah sampah yang dibuang dengan besarnya nilai WTP untuk segmen pedagang dapat diterima. Tabel 43. Hasil Analisis Korelasi Spearman Antara Variabel Jumlah Buangan Sampah Pedagang Dengan Nilai WTP
Buangan sampah perhari WTP Pedagang
Koefisien Korelasi Signifikansi (2 arah) N Koefisien Korelasi Signifikansi (2 arah) N
** Korelasi nyata pada taraf 0,01 (2 arah)
Buangan sampah per hari 1,000 . 199 0,185** 0,009 198
WTP Pedagang 0,185** 0,009 198 1,000 . 199
Untuk lebih meyakinkan bahwa besarnya nilai WTP pedagang pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pertokoan, maka dilakukan pula perhitungan matematis untuk mencari nilai WTP kedua kelompok pedagang berdasarkan jumlah rata-rata buangan sampahnya. jumlah Rata-rata buangan sampah
115
untuk pedagang pasar tradisional dihitung secara proporsional sesuai data Tabel 41 dengan mengikuti perhitungan sebagai berikut : X = (1 x 0,35) + (2 x 0,33) + (3 x 0,21) + (4 x 0,11) = 2,08 X = Jumlah rata-rata buangan sampah harian pedagang pasar tradisional. Jumlah rata-rata buangan sampah pedagang kawasan pertokoan juga dihitung secara proporsional sesuai data Tabel 42 dengan mengikuti perhitungan sebagai berikut : Y = (1 x 0,616) + (2 x 0,222) + (3 x 0,121) + (4 x 0,04) = 1,583 Y = Jumlah rata-rata buangan sampah harian pedagang pertokoan Nilai
WTP
masing-masing
kelompok
pedagang
kemudian
dihitung
proporsional dengan rata-rata jumlah buangan sampahnya. Nilai WTP yang menjadi dasar perhitungan adalah untuk pedagang pasar tradisional adalah Rp 22.525,00 dan untuk pedagang pertokoan adalah Rp 14.409,09. Perhitungan nilai WTP yang diproporsionalkan dengan rata-rata jumlah buangan sampah menghasilkan nilai WTP sebagai berikut: •
Nilai WTP pedagang pasar tradisional sebesar Rp 10.829,33 (sepuluh ribu delapan ratus dua puluh sembilan rupiah tiga puluh tiga sen)
•
Nilai WTP pedagang pertokoan sebesar Rp 9.119,68 (sembilan ribu seratus sembilan belas rupiah enam puluh delapan sen)
Berdasarkan perhitungan ini, maka nilai WTP pedagang pasar tradisional tetap lebih tinggi dibandingkan dengan nilai WTP pedagang pertokoan. Seperti halnya retribusi kebersihan untuk rumah tinggal, penentuan struktur dan besarnya tarif retribusi kebersihan untuk kawasan komersial seperti pasar dan
116
pertokoan pun diatur oleh Perda DKI Jakarta No.3 Tahun 1999. Pasal-pasal pada Perda No. 3 Tahun 1999 yang berkenaan dengan hal tersebut adalah pasal 105, 106, 107, 108, 109, dan 110. Pasal 105 mengemukakan jenis-jenis pelayanan dan kewajiban. Pasal 106 dan 107 memuat materi obyek, golongan, nama, dan subyek retribusi. Pasal 108 memuat materi cara mengukur tingkat penggunaan jasa, serta pasal 109 dan 110 memuat materi prinsip penetapan struktur dan besarnya tarif. Struktur dan besarnya tarif yang terkait dengan jasa pengelolaan sampah di kawasan komersial tercantum dalam pasal 110 butir b, c, d, e, f. Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam butir b, c, d, e, f pasal 110 Perda No, 3 Tahun 1999 sebagai berikut: 1.
Pasal 110 butir b. Pengangkutan sampah toko, warung makan, apotik, bengkel, bioskop, tempat hiburan lainnya, penjahit/konveksi, salon, barbershop, panti pijat, bola sodok, binatu, dan lain-lain sebagai berikut: a. Kecil (volume sampah sampai dengan 0,50 m3 per bulan) dikenakan tarif Rp 5.000,00 per bulan; b. Sedang (volume sampah 0,51 m3 sampai dengan 0,75 m3 per bulan dikenakan tarif Rp 7.500,00 per bulan; c. Besar (volume sampah 0,76 m3 sampai dengan 1 m3 per bulan dikenakan tarif Rp 10.000,00 per bulan; d. Pengangkutan sampah melebihi 1 m3 per bulan dikenakan tarif Rp 10.000,00 per m3 per bulan;
117
2.
Pasal 110 butir c. Pengangkutan
sampah
minimum
2,5
m3
dari
lokasi
industri,
pusat
pertokoan/plaza, perkantoran, pasar swalayan, motel, hotel, penginapan, taman hiburan/rekreasi, rumah makan/restoran, perbengkelan dan lain-lain dikenakan tarif Rp 15.000 per m3; 3.
Pasal 110 butir d. Pengangkutan sampah rumah sakit, poliklinik, dan laboratorium minimum 1 m3 per bulan dikenakan tarif Rp 10.000 per bulan;
4.
Pasal 110 butir e. Pengangkutan sampah dari lokasi pedagang kaki lima/usaha sektor informal dikenakan tarif Rp 5.000 per m3;
5.
Pasal 110 butir f. Penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan akhir sampah (LPA) yang disediakan oleh pemerintah daerah dikenakan tarif Rp 5.000 per m3; Untuk membandingkan nilai WTP pedagang yang diperoleh dari hasil
penelitian ini dengan besarnya tarif retribusi kebersihan berdasarkan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 1999, perlu dilakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan untuk kasus ini adalah mengganti satuan jumlah buangan sampah pedagang dari “kg/hari” menjadi “m3/bulan”. Menurut Bey (2001), secara rata-rata kerapatan sampah di Indonesia sebelum dipadatkan bervariasi antara 250 – 500 kg/m3. Jika diasumsikan kerapatan sampah yang dihasilkan oleh para pedagang adalah 250 kg/m3, maka data jumlah buangan sampah hasil penelitian dapat dikonversi kedalam
118
satuan “m 3/bulan”. Adapun pros es konversi dilakukan dengan cara mengalikan jumlah sampah harian (dalam satuan kg) dengan 30 hari/bulan. Hasil perkalian tersebut kemudian dibagi dengan 250 kg/m3. Hasilnya adalah produksi sampah dalam satuan “m 3/bulan”. Berdasarkan hasil konversi dapat d iketahui jumlah buangan sampah setiap kelompok pedagang dalam satuan “m 3/bulan” seperti tersaji pada Tabel 44 dan 45. Tabel 44. Jumlah Buangan Sampah Pedagang Pasar Tradisional (yang Sudah Dikonversi Kedalam Satuan m3/bulan) Jumlah Buangan Sampah < 0,24 m3/bulan 0,24 – 0,6 m3/bulan 0,60 – 1,2 m3/bulan 1,2 – 1,8 m3/bulan Total
Persentase (%) 35,0 33,0 21,0 11,0 100,0
Persentase Kumulatif (%) 35,0 68,0 89,0 100,0
Nilai WTP (Rp) 22.600,00
Tabel 45. Jumlah Buangan Sampah Pedagang di Pertokoan (yang Sudah Dikonversi Kedalam Satuan m3/bulan) Jumlah Buangan Sampah < 0,24 m3/bulan 0,24 – 0,6 m3/bulan 0,60 – 1,2 m3/bulan 1,2 – 1,8 m3/bulan Total
Persentase (%) 61,6 22,2 12,1 4,0 100,0
Persentase Kumulatif (%) 61,6 83,8 96,0 100,0
Nilai WTP (Rp) 13.500,00
Pasal 110 yang dijadikan acuan untuk membandingkan WTP hasil penelitian ini dengan hasil kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah pasal 110 butir b, c, dan e. Ketentuan tarif yang tercantum pada pasal 110 butir b dan e diasumsikan dapat dijadikan acuan sebagai bahan pembanding nilai WTP pedagang pasar
119
tradisional, sedangkan ketentuan tarif yang terdapat dalam pasal 110 butir c diasumsikan dapat dijadikan acuan sebagai bahan pembanding nilai WTP pedagang di pertokoan. Dari Tabel 44 terlihat bahwa 35% responden pedagang di kawasan pasar tradisional menghasilkan sampah kurang dari 0,24 m3/bulan yang pada Perda No. 3 Tahun 1999 dapat dimasukkan kedalam kriteria pasal 110 butir b angka 1, yaitu pengangkutan sampah kecil (volume sampah sampai dengan 0,5 m3/bulan) dan dapat dipungut retribusi kebersihan Rp 5.000,00 per bulan atau dapat juga termasuk pedagang kakilima yang hanya dikenakan retribusi maksimal Rp 5.000,00 per bulan. Kemudian 33% responden menghasilkan sampah antara 0,24 – 0,6 m3/bulan yang menurut Perda No. 3 Tahun 1999 dapat dimasukkan kedalam kriteria pasal 110 butir b angka 2, yaitu pengangkutan sampah sedang (volume sampah antara 0,51 – 0,75 m3/bulan) dan dapat dipungut retribusi Rp 7.500,00 per bulan. Selain itu pedagang tersebut dapat pula termasuk kategori pedagang kakilima yang hanya dapat dipungut retribusi Rp 5.000,00 per bulan. Selanjutnya 21% responden menghasilkan sampah antara 0,6 – 1,2 m3/bulan yang pada Perda No. 3 Tahun 1999 dapat dimasukkan kedalam kriteria pasal 110 butir b angka 2, 3 atau 4, yaitu pengangkutan sampah sedang (volume sampah 0,5 – 0,75 m3/bulan) yang dapat dipungut retribusi Rp 7.500,00 per bulan, atau memiliki kemungkinan pula untuk dimasukkan kedalam kriteria pengangkutan sampah besar (volume sampah 0,75 – 1 m3/bulan) yang dapat dipungut retribusi Rp 10.000,00 per bulan, atau dimasukkan kedalam kriteria pengangkutan sampah melebihi 1 m3/bulan yang dapat dipungut retribusi
120
Rp 10.000,00/m3/bulan. Sisanya 11% responden menghasilkan sampah antara 1,2 – 1,8 m3/bulan dan dapat dipungut retribusi kebersihan sebesar Rp 10.000,00/m3/bulan. Jika ketentuan tarif retribusi pasal 110 butir b Perda No. 3 Tahun 1999 dijadikan pedoman untuk menarik retribusi kebersihan dari para pedagang, maka berdasarkan Tabel 44 dapat ditentukan bahwa 35% pedagang akan membayar retribusi kebersihan sebesar Rp 5.000,00 per bulan; 22% pedagang akan membayar Rp 7.500,00 per bulan; 21% pedagang akan membayar Rp 10.000,00 per bulan; dan hanya 11% pedagang yang berpotensi membayar lebih dari Rp 10.000,00 per bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara rata-rata nilai WTP yang bersedia dikeluarkan oleh para pedagang kawasan pasar tradisional adalah Rp 22.600,00 per bulan, padahal sebagian besar (68%) pedagang yang menjadi responden dalam penelitian ini termasuk kategori penghasil sampah kurang dari 1 m3/bulan. Pada sisi ini terlihat bahwa sesungguhnya WTP pedagang pasar tradisional untuk membayar retribusi kebersihan lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang tercantum pada Perda No. 3 Tahun 1999. Data Tabel 45 digunakan untuk membandingkan nilai WTP pedagang kawasan pertokoan dengan besarnya retribusi kebersihan menurut ketentuan tarif retribusi kebersihan yang tercantum dalam Perda No.3 Tahun 1999 pasal 110 butir c. Menurut data Tabel 45, jumlah buangan sampah para pedagang kawasan pertokoan umumnya (61,6%) kurang dari 0,24 m3/bulan; kemudian 22,2% antara 0,24 – 0,6 m3/bulan; 12,1% antara 0,6 – 1,2 m3/bulan; dan 4% antara 1,2 – 1,8 m3/bulan. Dengan demikian 83,8% (61,6% + 22,2%) pedagang kawasan pertokoan menghasilkan sampah kurang dari 1 m3/bulan, dan untuk hal ini secara rata-rata mereka bersedia membayar
121
retribusi kebersihan sebesar Rp 13.500,00 per bulan. Ketentuan yang tecantum dalam Perda No. 3 Tahun 1999 pasal 110 butir c menyebutkan bahwa besarnya tarif retribusi yang termasuk dalam kelompok ini adalah Rp 15.000,00 per m3. Hasil uji beda nilai tengah (uji z) pada taraf nyata 5% menunjukkan bahwa nilai WTP pedagang pertokoan hasil penelitian ini, yaitu Rp 13.500,00 tidak berbeda nyata dengan ketentuan tarif yang tercantum pada pasal 110 butir c (Rp 15.000,00). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai WTP retribusi kebersihan pedagang kawasan pertokoan relatif sesuai dengan besarnya tarif retribusi yang tercantum dalam Perda No. 3 Tahun 1999. Hasil perhitungan uji z selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Data hasil studi CVM selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis persepsi pedagang terhadap kebersihan lingkungan. Hasil perhitungan analisis persepsi responden pedagang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis persepsi mengelompokkan responden pedagang menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) kelompok responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan; 2) kelompok responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan; dan 3) kelompok responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis persepsi dapat diketahui bahwa responden yang memiliki kesadaran rendah terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 6%; responden yang memiliki kesadaran sedang terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 62,5%; dan responden yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan sebanyak 31,5%. Hasil secara terperinci mengenai persentase responden berdasarkan tingkat persepsinya terhadap kebersihan lingkungan dapat dilihat pada Tabel 46.
122
Tabel 46. Persentase Responden Kebersihan Lingkungan Skala Persepsi Rendah Sedang Tinggi Total
Berdasarkan
Persentase (%) 6,0 62,5 31,5 100,0
Tingkat
Persepsinya
Terhadap
Persentase Kumulatif (%) 6,0 68,5 100,0
Analisis korelasi Spearman yang dilakukan terhadap variabel persepsi dengan nilai WTP untuk segmen pedagang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang nyata antara persepsi pedagang dan besarnya nilai WTP, seperti tersaji pada Tabel 47. Tabel 47. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Variabel Persepsi dan Nilai WTP untuk Responden Pedagang Persepsi WTP Pedagang
Koefisien Korelasi Signifikansi. (2 arah) N Koefisien Korelasi Signifikansi. (2 arah) N
Persepsi 1,000 . 200 - 0,004 0,952 186
WTP Pedagang - 0,004 0,952 186 1,000 . 186
123