VANDANA SHIVA: MEMBANGUN DEMOKRASI AIR Oleh: Heru Nugroho
VANDANA SHIVA SEBAGAI ENTRY POINT Mengkritisi
stagnasi penelitian perebutan sumber daya air dan solusinya di Indonesia Memahami keunikan pemikiran lokal untuk melawan globalisasi (privatisasi air) Mencari solusi adil tentang penggunaan air di muka bumi (“demokrasi air”) Mewujudkan “politik bumi” yang memihak pada kelestarian lingkungan
RIWAYAT SINGKAT DAN KARYANYA
Lahir 2 Nopember 1952 di lembah Deradun, Uttarakhand, India Ayahnya seorang konservator hutan dan ibunya petani yang mencintai alam Pengaruh Gandhism (anti kekerasan) sangat kuat Dia juga dipengaruhi ideologi survivalism Masuk ke penelitian interdisiplin dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan kebijakan lingkungan pada The Indian Institute of Science and the Indian Institute of Management di Bangalore.
Dia
populer dengan sebutan penganut eco-feminism Aktivis anti globalisasi khususnya dalam perebutan sumber daya air (anti privatisasi) Aktivitas eksploitasi air di muka bumi cenderung menghasilkan “water wars” yang meminggirkan si miskin maka perlu solusi adil berupa “demokrasi air”
PERANG AIR Anti
globalisasi (standarisasi eksploitasi air) Anti terorisme = terorisme (Western terrorism), mempertahankan “life style” 20% penduduk Barat dengan mengeksploitasi lingkungan yang di tinggali 80% penduduk Non-Barat. Asusmsi pasar tentang air telah membutakan diri terhadap batas-batas ekologi
Langka
atau hilangnya air berarti derita perempuan, bagi petani gagal panen, bagi anak dehidrasi dan ancaman kematian dan bagi binatang dan tumbuhan adalah ancaman punah. Krisis air tidak bisa diselesaikan dengan logika pasar tetapi merupakan krisis ekologi dengan solusi “demokrasi ekologis” atau “demokrasi hijau”
PRINSIP DEMOKRASI AIR 1.
Air adalah hadiah alam (harus dijaga) 2. Air merupakan esensi kehidupan (semua mahluk memiliki hak) 3. Kehidupan saling terhubung melalui air 4. Air harus bebas untuk kebutuhankebutuhan makan dan minum 5. Air harus dikonservasi 6. Air milik publik
Tidak
bisa dimiliki secara privat, apalagi menjadi komoditi 7. Tidak seorangpun memiliki hak untuk merusak/mengganggu air 8. Air tidak dapat digantikan dengan zat lain
PENELITIAN DAN GERAKAN POLITIK AIR DI INDONESIA? Ada
kecenderungan etos kerja peneliti rendah termasuk dalam tema ini Penelitian berbasis logika proyek kalau proposal tidak didanai ya tidak meneliti Konflik air merebak tetapi penelitian serius tentang itu tidak banyak sehingga infertilitas dalam pemikiran, konsep dan teori (yang khas Indonesia?)
Negara abai terhadap masalah air bahkan tunduk pada tirani pasar (komoditisasi air), ironi UUD’45 Korporasi air: Aqua, Nestle, Coca Cola, Sosro, Tang, dll. Peran kritis Universitas dalam politik air?, cenderung ditundukan dengan program CSR Riak-riak kecil gerakan menuntut hak air memang ada, tetapi sangat lokal, tidak menjadi “collective conscience"
Gerakan
lingkungan direpresentasikan oleh WALHI (konservasi air, pangan, hutan, tambang, energi, pesisir, isu-isu perkotaan) LSM-LSM lokal juga ada yang memfasilitasi perlawanan terhadap eksploitasi air yang tidak adil, tetapi hampir semua LSM tergantung donor, kalau tidak ada donor tidak bergerak.
PREVILESE AIR MINERAL AQUA Diambil
dari sumber air dalam di pegunungan dengan kedalaman 80100m, utamanya pegunungan vulkanik Air dalam yang sudah tersimpan ratusan tahun merupakan barang langka karena mengandung mineral-mineral penting Keberadaannya bisa rusak kalau tidak ada konservasi
9 KRITERIA SUMBER AQUA
1. Aliran air 2. Parameter fisik 3. Parameter kimia 4. Parameter Mikrobiologi 5. Lingkungan dan kontaminanya 6. Stabilitas fisik 7. Satbilitas kimia 8. Kesinambungan air 9. Infrastruktur
HILANGNYA HAK AIR BERSIH SI MISKIN Khususnya
di kota-kota besar, contohnya
Jakarta Di daerah eksploitasi privat atas sumur RT merupakan moda populer Di Jakarta produksi air bersih 18,7 m3/detik padahal kebutuhan 29,6 dengan asumsi jumalh penduduk 9,6 juta. PDAM Jaya sedang mengeruk kanal Tarum Barat untuk meningkatkan pasokan
Ketimpangan
harga air bersih, di Menteng Rp 1.250,-, sedang di Muara Baru Rp 10.000,- per 100 lt. Operator air PDAM untuk yang terjangkau Yang tidak PT Aerta dan PT Palyja Yang jauh dari keduanya pengusaha hidran, normal Rp 1.500,-/jerigen/20lt, tidak normal Rp 5.000,-.
Negara
tidak berperan dalam subsidi silang pemenuhan air bersih, kasus Taipeh subsidi untuk si miskin dan industri Justru yang terjadi Si Miskin (Muara Baru, Penjaringan, Jakut) mensubsidi kawasan elit Menteng (Jakpus) Ironis, dalam perang air negara berpihak pada si kuat
Kasus di Yogya, Hotel Isiro mengebor air dengan 3 dim, sumur penduduk mengering solusinya kompensasi disuntik dalam Vila-vila di Gunung Salak (milik pejabat dan selebriti) mengganggu tangkapan air dan tersedianya sumber air bersih di Jakarta dan mengeringnya DAS Cisadane Warga Bantul dalam beberapa kasus kekurangan air bersih karena lereng merapi menjadi daerah pemukiman, industri pariwisata dan perkembangan ekonomi
BASIS PENGELOLAAN AIR KONVENSIONAL Negara
(sosialisme) Pasar (privatisasi) Komunitas (masyarakat civil) Kritik kaum hijau semuanya cenderung merusak lingkungan kalau cara produksi masyarakat adalah eksploitasi alam.
DEMOKRASI HIJAU DALAM MENGELOLA AIR Percaya
pada survivalism Menghormati evolusi alam seperti evolusi kehidupan Menghormati hak alam seperti hak dalam kehidupan human Demokrasi tidak hanya antar human, tetapi human, animal, tumbuhan dan alam
Menghormati
hak air untuk mengalir, berevolusi dan konservasi Pemikiran Vandana Shiva tentang “demokrasi air” memberi fondasi bagi politik bumi dalam konteks “demokrasi hijau” Pertanyaannya, otoritas pengelolaan ada pada fihak mana?