OLEH : SIGIT NUGROHO H.P 3110040708
MENGAPA SAMPAH DOMESTIK Sampah Domestik (khususnya rumah tangga) merupakan Penyumbang terbesar ( menurut penelitian mencapai 80 % sampah dikediri berasal dari sampah domestik) Timbulan Sampah domestik (rumah tangga) berasal dari perilaku masing-masing individu dan perlu adanya pengaturan Sampah domestik berpotensi dibuang sembarangan(di jalan,sungai,saluran dst) apabila tidak di akomodasi dengan sarana prasarana sampah memadai.
MENGAPA PEMILAHAN Tahapan pemilahan sangat penting dalam mengefektifkan pengelolaan sampah selanjutnya Dengan pemilahan mempermudah pengolahan sampah pada tahap lanjut Dengan perlakuan pemilahan ,mengajarkan masyarakat tentang pendidikan persampahan
MENGAPA KOMPOSTING Menurut penelitian di Kediri Sampah domestik mempunyai komposisi 87,5 % adalah sampah organik basah dan sisanya adalah organik kering dan anorganik. Potensi komposting dalam mereduksi sampah sangat besar melihat komposisi sampah domestik yang ada Perlakuan Komposting relatif mudah dan murah (khususnya untuk skala individu)
BATASAN MASALAH Pembahasan terhadap eksisting sarana dan prasarana persampahan di Kota Kediri; Penyajian analisis dan perencanaan untuk kebutuhan sarana dan prasarana untuk sampah domestik khususnya sampah rumah tangga (model dan jumlah) yang meliputi pewadahan individu, Alat pengumpulan alat angkut skala TPS ke TPA, Evaluasi TPS dan kebutuhan TPA sampai 15 tahun mendatang.
Tujuan Tujuan dari penulisan proyek akhir ini adalah : Memberikan gambaran eksisting sarana dan prasarana untuk sampah domestik di Kota Kediri Menganalisis kebutuhan sarana dan prasaranayang meliputi peawadahan individu, alat kumpul, lahan TPS, Kontainer dan Alat angkut berikut kebutuhan laan TPA yang mengakomodasi sampah domestik untuk 15 tahun kedepan Manfaat Manfaat dari penulisan proyek akhir ini adalah : Dapat menjadi masukan bagi Dinas Tata Ruang Kebersihan dan Pertamanan (DTRKP) Kota Kediri untuk evaluasi terhadap kebutuhan sarana dan prasarana persampahan khususnya sampah domestik. Sebagai bahan pertimbangan bagi DTRKP Kota Kediri dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana ,khususnya untuk sampah domestik.
ASPEK KEBIJAKAN Landasan Hukum Operasional Persampahan di Kota Kediri adalah mengacu pada: Peraturan Walikota Kediri No. 63 Tahun 2008, tentang Tupoksi Dinas Tata Ruang, Kebersihan dan Pertamanan Undang – Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah Undang – Undang No. 23 Tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Daerah Kota Kediri No. 11 Tahun 2000, tentang Struktur Organisasi Dinas sebagai Unsur Pelaksana Daerah Peraturan Daerah Kota Kediri No. 14 Tahun 2003 tentang Retribusi Pelayanan / Kebersihan Kota Kediri.
ASPEK KELEMBAGAAN Tanggung Jawab Pemerintah Daerah yaitu sebagai pelaksana DTRKP Kota Kediri : Menjaga kebersihan dan penyapuan jalan – jalan pada pagi, siang, dan sore hari Pembersihan pada tempat-tempat fasilitas umum Menjaga kebersihan dan pencemaran lingkungan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Transfer Depo dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Meminimalisasi sampah di tempat - tempat timbulan sampah menggunakan sistem daur ulang dengan metode komposting. Pengelolaan sampah di TPA dengan sistem Sanitary Landfill, yaitu pengelolaan dan pemusnahan sampah dengan tanah dan memadatkan.
STRUKTUR ORGANISASI
SARANA DAN PRASARANA
PEWADAHAN INDIVIDU
KONDISI TPS
SARANA ANGKUT
TPA Sampah Eksisting dengan umur rencana 1992 - 2012
Model Pengelolaan Sampah Eksisting DILAKUKAN WARGA
SUMBER
KUMPUL
DILAKUKAN PEMDA/PEMKOT
TPS
ANGKUT
PENGUMPULAN LANGSUNG (DOOR-TO-DOOR)
KONSEP Sekarang: Kumpul – Angkut - Buang
BUANG DI TPA
TAHAPAN PROYEKSI Membandingkan 3 metode Aritmatik, Geometrik dan Least Square Yang paling mendekati angka 1 adalah yang terpilih: No Tahun Jumlah Penduduk Berikut rumus korelasinya: 1 2012 312853
Hasilnya adalah: Aritmatik = 0,5714 Geometrik = 0,7353 Least Square =0,7198 Maka metode terpilih adalah Metode Geometrik
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026
317981 323193 328490 333874 339346 344908 350561 356306 362146 368082 374115 380246 386479 392813
Berdasarkan data tahun 2008 jumlah rumah tinggal permanen yang ada di kota Kediri adalah berkisar 56585 buah , apabila di bandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun tersebut adalah 284.938 jiwa. Maka dapat di prediksi jumlah anggota keluarga dalam 1 rumah tinggal adalah:
Dari hasil tersebut dapat dihitung jumlah rumah tinggal permanen pada proyeksi tahun 2026 untuk jangkauan pelayanan persampahan di Kota Kediri adalah sebagai berikut: = Proyeksi Jumlah Penduduk 2026 : Jumlah Anggota Keluarga = 392813 : 5 = 78563 buah rumah tinggal pada tahun 2026 No Tahun 1 2012 2 2013 3 2014 4 2015 5 2016 6 2017 7 2018 8 2019 9 2020 10 2021 11 2022 12 2023 13 2024 14 2025 15 2026
Jumlah Rumah 62571 63596 64639 65698 66775 67869 68982 70112 71261 72429 73616 74823 76049 77296 78563
PROYEKSI TIMBULAN SAMPAH DOMESTIK Menurut hasil Studi Karakteristik dan Timbulan Sampah Kota Kediri 2009 , timbulan sampah domestik yang dihasilkan berkisar rata-rata 2,28 liter/org/hari. Dengan target pelayanan persampahan untuk permukiman di asumsi 100 % , maka perhitungan hasil penelitian timbulan sampah untuk proyeksi tahun 2026 adalah sebagai berikut: =392.813 jiwa x 2,28 liter/orang/hari x 100% = 895613,16 lt/hari = 895,61 m3/hari Berdasarkan SNI, Kota Kediri masuk dalam Kota sedang dengan rata-rata timbulan sampah adalah 2,75 lt/m3/hari. Apabila dilakukan proyeksi timbulan sampah pada tahun 2026 adalah sebagai berikut: = 392.813 jiwa x 2,75 liter/orang/hari x 100% = 1080235,75 lt/hari = 1080,24 m3/hari Dari kedua hasil tersebut peneliti mempertimbangkan untuk memilih hasil berdasarkan SNI sebagai dasar perhitungan selanjutnya, dengan tujuan untuk jagaan dan sebagai dasar perhitungan maksimal untuk perencanaan
ANALISIS KEBUTUHAN PEWADAHAN INDIVIDU Pewadahan dengan pemilahan sampah organik basah dan organik kering-anorganik . (tiap rumah yang dilayani mempunyai 2 jenis tempat sampah.) Penyediaan pewadahan di standarkan Dan apabila tempat sampahnya bukan standar maupun tidak dipilah maka tidak akan dilayani ataupun dikenai denda. Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan tanggung jawab dan kepedulian masyarakat terhadap permasalahan sampah di Kota Kediri. Tempat / Bak Sampah di buat portabel atau non permanen untuk mempercepat dan mempermudah dalam loading – unloading pada tahap selanjutnya. Kriteria yang diambil peneliti dalam pemilihan wadah sampah individu adalah sebagai berikut: Bahan: tidak mudah rusak, kedap air. Bahan yang dipilih adalah plastik dengan ketebalan + 5 mm. Ukuran: Sesuai data sebelumnya persentase Sampah Organik (Basah) di Kota Kediri untuk sampah domestik mencapai 87,5 % dan non organik adalah 12,5 %. Ukuran Bak Sampah Organik Basah : =(jumlah jiwa per-rumah x timbulan sampah/hari x 87,5%)+faktor safety (SNI=0,25 lt) = (5 x 2,75 x 87%) + 0,25 lt = 12,28 liter Jika mengacu pada literatur (Pandebesie, 2005) Untuk sampah perumahan : Bin plastik/tong di anjurkan ukuran 40 – 60 liter, dengan tutup. Sehingga peneliti memilih tempat sampah plastik dengan ukuran 60 liter dengan pertimbangan ukuran standar untuk asumsi maksimal timbulan sampah. Untuk ukuran bak sampah non organik, disamakan ukurannya sebagai jagaan apabila sampah non organik tersebut dibuang tanpa dipadatkan. Penempatan Pewadahan: Penempatan di halaman , muka dan mudah diambil.
MODELING WADAH SAMPAH
Dengan dasar proyeksi jumlah rumah didapatkan kebutuhan pewadahan individu sampai dengan tahun 2026 adalah: = Jumlah rumah dilayani x jumlah bak sampah organik =76853 x 1 buah = 76853 buah (untuk kebutuhan perkelurahan /pertahun dapat dilihat pada Buku Proyek Akhir)
ANALISIS KEBUTUHAN ALAT PENGUMPUL SAMPAH LANGSUNG Eksisting menunjukkan alat pengumpul langsung sampah di Kota Kediri memakai Gerobak Sampah dengan tenaga manusia. Adapun sampah yang dimuat tanpa adanya pemilahan/ pemisahan antara sampah organik dengan sampah anorganik. Selanjutnya kriteria desain diarahkan menyesuaikan perencanaan model pewadahan yang memakai sistem pemilahan sampah. Yaitu pemisahan / pembedaan alat pengumpul sampah Organik dan alat pengumpul sampah anorganik. Terdapat 2 alternatif model alat ,yaitu dengan gerobak sampah tarik dan motor roda tiga. Berikut kelebihan dan kekurangan masing-masing alat sebagai pertimbangan:
ANALISIS JUMLAH KEBUTUHAN ALAT PENGUMPUL SAMPAH LANGSUNG Jumlah Alat pengumpul sampah langsung menurut SNI dapat di cari dengan cara sebagai berikut: JA = Jumlah Timbulan Sampah x Kp(%) Kk x fp x Rk JA = Jumlah Alat, Kk = Kapasitas Alat Kumpul Fp = Faktor Pemadatan ( menurut SNI Kisaran 1,2) Rk = Ritasi Alat Kumpul (untuk sampah organik 3 kali sehari sedangkan untuk sampah anorganik diambil 1 hari sekali) Sehingga dapat diketahui kebutuhan alat pengumpul sampah organik pada sampah domestik sampai tahun 2026 adalah: = (945,21 x 100 %) (1 x 1,2 x 3) =262,56 = 263 unit Sedangkan untuk alat kumpul sampah anorganik adalah = (135,03 x 100%) : (1 x 1,2 x 0,5) = 112,52 = 113 unit
TPS Melihat eksisting TPS/Transfer Depo yang ada, serta pertimbangan ketersediaan lahan peneliti mengarahkan model bangunan TPS ke tipe II yaitu TPS dengan kriteria berikut ini: a. Memiliki Ruang Pengomposan b. Memiliki Gudang c. Memiliki Landasan Container d. Memiliki Ruang Pemilah. e. Kisaran lahan yang dibutuhkan 60-200 m2 Dengan target layanan 100% terdapat beberapa kelurahan yang belum jelas/pasti sistem pembuangannya karena belum memiliki TPS/Transfer Depo antara lain kelurahan Pojok, Banjarmlati, Ngampel, Gayam, Manisrenggo, Ringinanom, Blabak, Bawang, Betet, Ngletih dan Tempurejo. Sehingga perlu adanya pembangunan TPS baru di lokasi –lokasi tersebut.
Pembebanan TPS dalam proyeksi 2012 - 2026
Selanjutnya Tersaji dalam Buku
KEBUTUHAN KONTAINER SAMPAH PER TPS Semua TPS diarahkan untuk memakai kontainer sebagai wadah pemindahan, dengan alasan lebih cepat dalam loading-unloading di TPS dibandingkan memakai Tempat Sampah permanen. Kontainer berukuran 6 m3. Dan dibagi 2 jenis Kontainer untuk sampah organik basah dan anorganik/organik kering. Menurut SNI perhitungan kontainer adalah sebagai berikut: = Persentase layanan x Jumlah Ts Kapasitas Kontainerx Fp x R Dimana: Ts = Jumlah Timbulan Sampah Fp = Faktor Pemadatan (asumsi : 1,2 ) Rp = Ritasi pengambilan (ritasi 3 kali sehari untuk sampah organik basah dan 1 kali sehari untuk sampah anorganik/organik kering) Dengan cara tersebut dapat dihitung jumlah kebutuhan kontainer untuk sampah organik basah untuk TPS Ngronggo sampai tahun 2026 adalah sebagai berikut: = (100 % x 59,56) (6 x 1,2 x 3) = 2,76 = 3 unit Untuk kontainer sampah anorganik/organik kering pada TPS Ngronggo sampai tahun 2026 : = (100 % x 8,51) (6 x 1,2 x 1) = 1,19 = 2 unit
Kontainer Sampah Organik Basah
Kontainer Sampah Organik Kering/Anorganik
KEBUTUHAN KONTAINER SAMPAH PER TPS Sistem pengangkutan sampah yang dipakai sesuai eksisting adalah Pola individual tidak langsung, Sedangkan untuk pemindahan memakai sistem pada tipe transfer depo III, dengan gambar skema sebagai berikut: Skema Pengangkutan Sampah dari TPS Ke TPA
Adapun alat angkut/alat pemindahan sampah dari TPS ke TPA dapat dihitung menurut SNI no, 3242 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Permukiman adalah sebagai berikut: Jumlah Truk Armroll = Jumlah Kontainer : Ritasi Semisal pada tahun 2012 Jumlah Container untuk sampah organik dan anorganik 78 unit dan ditentukan ritasi dalam sehari adalah 3 kali. (sesuai eksisting) Maka untuk pengangkutan untuk sampah organik pada tahun 2012 untuk seluruh kediri adalah sebagai berikut: = 78 : 3 = 26 unit armroll truk. Selanjutnya kebutuhan armroll truk untuk proyeksi tahun 2012 sampai dengan 2026 adalah sebagai berikut:
Kebutuhan Armroll Truk Untuk Proyeksi Tahun 2012 Sampai Dengan 2026 Adalah
ANALISIS USAHA KOMPOSTING DALAM MEREDUKSI SAMPAH DOMESTIK Menurut Tcobanoglous (1993), faktor reduksi sampah organik adalah 82 % dari total timbulan sampah organik. Setelah itu residu atau sisa dari pengolahan akan dibuang ke TPA. Terdapat 2 (dua) varian yang dapat diaplikasikan yaitu komposting skala individu dan komposting skala TPS. a. Analisis usaha komposting skala individu. Komposting individu diarahkan kepada usaha personal dalam 1 keluarga maupun satu rumah untuk mengelola sendiri timbulan sampahnya. Sarana yang digunakan sederhana, yaitu dengan bak komposter individu atau keranjang takakura. Pengelolaan secara individu membutuhkan kesadaran dan perilaku masyarakat tentang pentingnya reduksi sampah. Aplikasi ini membutuhkan waktu dalam proses memupuk kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap sampah. komposting individu meskipun sederhana tetap memerlukan perlakuan khusus seperti untuk mencacah sampah dahulu, pemberian zat pemicu kompos (EM4) Pemanfaatan kompos secara individu dapat digunakan sebagai pupuk organik, namun tentu tidak semua memerlukan pupuk dikarenakan tiap rumah tidak selalu memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) maupun taman sehingga pemanfaatan untuk masing-masing rumah bervariasi.
Analisis Usaha Komposting Skala TPS Aplikasi komposting komunal diarahkan kepada penyediaan alat-alat komposter di TPS. Sehingga tanggung jawab pengelolaan diserahkan kepada pihak DTRKP sebagai pengelola. Usaha Komposting di TPS-TPS ini dapat menghasilkan jumlah kompos yang besar, sehingga dapat dikomersiilkan seperti untuk suplai di perkebunanperkebunan,pertanian,tanaman hias maupun untuk konsumsi dinas dalam hal perawatan taman kota. Potensi ini dapat dikembangkan menjadi salah satu sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) apabila dapat dikelola dengan baik. Dengan Analisis perhitungan kebutuhan lahan untuk komposting per-TPS dambil misal untuk TPS Tosaren, dan dengan perhitungan menurut Pandebesie, 2005 dalam buku Teknik Pengelolaan Sampah didapatkan kebutuhan lahan mencapai. 392 m2 untuk TPS Tosaren (Perhitungan tersaji pada Buku Proyek Akhir)
Dari Kedua Varian tersebut diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Kedua varian komposting tersebut dapat berjalan beriringan dengan didukung persyaratan tersebut diatas, dengan tujuan saling melengkapi. Untuk areal yang memiliki Luasan TPS kecil, komposting skala individu lebih dominan dan ditingkatkan. Areal yang memiliki TPS yang memungkinkan untuk skala komposting luas maka komposting skala TPS lebih dimaksimalkan.
ANALISIS KEBUTUHAN LAHAN TPA 15 TAHUN (2012-2027) Analisis dibagi 2 yaitu kebutuhan lahan TPA tanpa perlakuan Komposting dan Dengan Perlakuan dengan Komposting. Berikut adalah Hasilnya Dengan cara: = (Volume sampah : faktor pemadatan) Kedalaman rencana Sampah yang dihasilkan per-orang / hari = 2,75 l/org.hari (asumsi menurut kategori kota sedang) Kedalaman sampah terkompaksi / terpadatkan = 8 m Faktor Kompaksi/pemadatan = 2 (pemadatan oleh alat berat saat penimbunan dan pada saat di pengangkutan) Untuk TPA Tanpa Komposting membutuhkan Lahan: 24.469 m2 Untuk TPA Dengan Komposting membutuhkan Lahan: 7.076 m2 Dari Hasil Analisi tersebut dapat diketahui komposting dapat scara secara signifikan mempengaruhi kebutuhan lahan TPA apabila berjalan secara optimal.
Pemilahan
3R Pemilahan
Pemilahan
Kompo sting Kompo sting
MENGUBAH KONSEP PENGELOLAAN SAMPAH Kumpulangkutbuang
Kumpulpilah-olahbuang Peran Pemerintah Saja
Dominan partisipasi
KESIMPULAN Sampah domestik kota kediri merupakan penyumbang terbesar dari timbulan sampah Kota Kediri yang masuk ke Lahan TPA Upaya reduksi sampah domestik diarahkan kedalam usaha pemilahan dan komposting dengan alasan komposisi sampah organik yang sangat besar di Kota Kediri yang mencapai 87,5 %. Usaha komposting dipilih karena prosedur pelaksanaannya terutama untuk usaha individual komposting lebih mudah. Pewadahan Individu diarahkan dengan pemilahan / pemisahan dengan maksud untuk mempermudah dalam proses reduksi sampah selanjutnya.Pewadahan Individu dipilih portabel/tidak tetap agar memudahkan dan mempercepat dalam proses loading/unloading. Alat pengumpul diberikan 2 varian yaitu gerobak sampah dan motor roda tiga dengan perbandingan seperti yang telah dibahas pada analisis dan pembahasan dengan tujuan gerobak sampah dapat dipakai untuk lokasi-lokasi yang dekat TPS, sedangkan motor roda tiga diaplikasikan ke daerah yang relatif jauh dari TPS. TPS diarahkan memiliki lahan komposting untuk reduksi sampah, namun didalam analisis didapatkan tidak semua TPS mempunyai lahan sehingga luasan komposting menyesuaikan kapasitas lahan masing-masing TPS dengan dibantu komposting skala individu. Dari perhitungan sampai proyeksi 15 tahun didapatkan kebutuhan sarana dan prasarana sampah domestik adalah: wadah individu organik 1267 unit, wadah individu non organik 1267 unit, Gerobak sampah/roda tiga organik 263 unit, non organik: 113 unit, Kontainer organik 54 unit , Kontainer non organik 32unit , Kebutuhan amrool truk 29 unit, kebutuhan Lahan TPA tanpa komposting 26,047 Ha, dengan komposting 8,076 Ha.
SARAN Penyediaan sarana dan prasarana sampah domestik perlu menjadi prioritas penting dalam pendanaan/penganggaran di Kota Kediri karena berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan lingkungan. Penyediaan sarana dan prasarana ini perlu diikuti dengan langkah manajemen yang baik dalam pengelolaannya utnuk memaksimalkan fungsi dari masing-masing sarana dan prasarana sampah khususnya sampah domestik. Perlunya ketegasan dan kejelasan mengenai persampahan serta adanya reward and punishment yang tertuang didalam Peraturan Daerah. Perlunya memasukan pendidikan mengenai persampahan di semua tingkat pendidikan. Mengadakan Intensifikasi sosialisasi persampahan yang menyangkut usahausaha reduksi sampah
MOHON KOREKSI, SARAN DAN MASUKAN