KARAKTERISTIK TEKNIK AGREGAT BUATAN DARI ABU TERBANG DAN PENGGUNAANNYA DALAM CAMPURAN BETON ASPAL TESIS
Oleh : SUJATMIKO NUGROHO 25099116
Pembimbing : Ir. BAMBANG ISMANTO SISWOSOEBROTHO, MSc, PhD.
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL BIDANG KHUSUS REKAYASA TRANSPORTASI PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2002
SUMMARY THE CHARACTERISTIC OF THE ARTIFICIAL FROM FLY ASH AND IT'S USED IN THE ASPALT CONCRET MIXER, Sujatmiko Nugroho, 2002. Transportation Engineering, Magister Program of Civil Engineering, Institute of Technology Bandung. Fly ash is a finely pulverized residu from the combustion of coal in modern boiler plants such as steam electric power stations. So far, Indonesia has two Steam Electrical Power Stations, one is in Suryalaya Banten Province and second in Paiton East Java Province. Suryalaya Steam Electrical Power Stations produce 700.0(X) tons and Paiton produce 1.000.000 tons of fly ash annually. In engineering field, fly ash can be used as a raw material for artificial aggregate used in concrete mix. Artificial aggregate is normally used as a aggregate in lightweight concrete mix, but it can also be used in the asphalt concrete mix. In general, that the artificial aggregate commonly has high water absorption (>20 %), so that will be absorbed high asphalt content Maximum water absorption of artificial aggregate for aspalt concrete mix should be less than 3 %. The water absorption in the artificial aggregate, depends on the kind of raw material and the heating process . The samples used in this experiment, the artificial aggregate made from fly ash (AT) and soil (TL), both of the material mixed in proportion (AT/IL) ; 100/0, 90/10, 80/20, 70/30, 60/40, 50/50, 40/60, 30/10, 20/80, 10/90, 0/100 by weigh, the next step it's heated at 1000°C, 1100°C and 1150°C. The best proportion of (AT/IL) was 60/40 heated at 1100°C and 1150°C. Mixture of the asphalt concrete were designed by the Marshall method, the material used in the mixtures such as from Pertamina it's has penetration 60/70, No IV Bina Marga mix gradation spec. The variation of asphalt content were 4 to 8 % for natural aggregate and 11 to 15 % for artificial aggregate and by 1 % increment of asphalt content respectively. The result indicate that the Optimum Asphalt Content (KAO) were 7.125 % for natural aggregate and asphalt content 14.375 for artificial aggregate. The Marshall test at KAO for natural aggregate indicate that stability was 1220 kg. The artificial aggregate heated at 1100°C indicated that stability was 1160 kg and another temperature at 1150°C indicated that stability was 1200 kg. For natural aggregate and artificial aggregate which immersed in water at for 30 days , the result Marshall test at KAO with the natural aggregate showed that the stability was 1181 kg, for artificial aggregate heated at 1100°C indicated that stability u as 1092 kg and another temperature at 1150°C indicated that stability was 1051 kg. The estimation cost analysis of the asphalt concrete mixture by using the natural aggregate was Rp. 618.775/m and for artificial aggregate Rp. 1.030.500/m3. this indicate mixture with artificial aggregate was 66 % higher than cost of asphalt concrete containing natural aggregate. If cost is not a governing factor, this artificial aggregates can technically satisfy the requirements of asphaltic mixture for surface layers.
RINGKASAN KARAKTERISTIK TEKNIK BUATAN DARI ABU TERBANG DAN PENGGUNAANYA DALAM CAMPURAN BETON ASPAL, Sujatmiko Nugroho, 2002. Bidang Rekayasa Transportasi, Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Abu Terbang adalah debu yang dihasilkan dari sisa pembakaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU) berbahan bakar batu bara. Sampai saat ini Indonesia mempunyai dua Pembangkit Listrik Tenaga Uap, satu di Suryalaya, Propinsi Barten, Iainnya di Paiton, Jawa Timur PLTU Suryalaya menghasilkan abu terbang sebanyak 700.000 ton, PLTU Poitou meaghasilkan 1.000.000 ton. Pada bidang ilmu teknir, abu terbang dapat digunakan sebagai bahan baik untuk pembuatan agregat buatan dalam campuran beton. Agregat buatan ini biasanya digunakan sebagai agregat untuk pembuatan beton ringan tetapi dapat juga digunakan untuk campuran beton aspak Secara umum biasanya agregat buatan mempunyai penyerapan air yang besar (> 20 %), sehingga akan menyerap aspal dalam jumlah yang tinggi. Maksimum penyerapon air dalam agregat untuk campuran aspal baton seharusnya sebesar < 3 %. Peayerapan air dalam agregat buatan tergantung dari jenis meterial dan proses pemanasan. Contoh yang digunakan dalam peneitian ini agregat buatan berasal dari abu terbang (AT) dan tanah liat (IL), kedua bahan dicampur dengan perbandingan berat (AT/I1) ; 100/0, 90/10, 80/20, 70/30, 60/40, 50/50, 40/60, 30/70, 20/80, 10/90, 0/100, kemudian dipanaskan pada sahu 1000°C, 1100°C dan 1150°C, campuran yang terbaik adalah (AT/TL) 60/40 pada suhu pemanasan 1100°C dan 1150°C. Campuran beton aspal di desain benrdasarkan metoda Marshall, bahan yang digunakan dalam campuran adalah aspal dari Pertamina dan mempuyai penetrasi 60170, spesifikasi gradasi campuran No. IV Bina Marga. Campuran dibuat dengan memvariasikan kadar aspal sebesar 4 % sampai 8 % untuk agregat alam dan untuk agregat buatan sebesar 11 % sampai 15 % dengan penambahan kadar aspal sebesar 1%. Dari pengujian Marshall, ICAO untuk agregat alam sebesar 7,125 %dan untuk agregat buatan sebesar 14,375 %. hasil pengujian Marshall pada ICAO pada agregat alam stabilitas sebesar 1220 kg, untuk agregat buatan suhu 1100°C stabilitas sebesar 1160 kg dan untuk suhu 1150°C stabilitas sebesar 1200 kg. Untuk agregat alam dan agregat buatan yang direndam dalam air selama 30 hari, didapat hasil pengujian Marshall pada ICAO sebagai berikut : untuk agregat alam stabilitas sebesar 1181 kg, untuk agregat buatan suhu 1100°C stabilitas sebesar 1092 kg dan untuk sutra 1150°C stabilitas sebesar 1051 kg, hasil perkiraan analisa harga campuran beton aspal / m3 , untuk agregat alam sebesar Rp. 618.775, untuk agregat buatan sebesar Rp.1.030.500, ini menunjukkan campuran dengan agregat buatan lebih mahal 66 % dibanding campuran dengan agregat alam. Jika harga adalah bukau salah satu faktor yang menentukan, agregat buatan ini secara teknis dapat diterima sebagai campuran aspal untuk lapis permukaan.